10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2.1.1 Sejarah Kementerian BUMN
Kementerian Negara BUMN merupakan transformasi dari unit kerja
Eselon II Depkeu (1973-1993) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I (1993-
1998 dan 2000-2001). Tahun 1998-2000 dan tahun 2001 sampai sekarang, unit
kerja tersebut menjadi Kementerian BUMN.
Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik
Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973, yang awalnya
merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan
dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang
menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II. Awalnya, unit
organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan
Perusahaan Negara). Selanjutnya terjadi perubahan nama menjadi Direktorat
Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir kalinya pada unit organisasi
11
setingkat eselon II, organisasi ini berubah menjadi Direktorat Pembinaan BUMN
(Badan Usaha Milik Negara) sampai dengan tahun 1993.
Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk
mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik
Negara, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya
setingkat Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat
Jenderal/Eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha
Negara (DJ-PBUN).
Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara
sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah Republik
Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi
setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi menjadi
Kementerian terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VI, dengan
nama Kementerian Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala
Badan Pembinaan BUMN.
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi
Kementerian ini dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat eselon I di
lingkungan Departemen Keuangan. Namun, di tahun 2001, ketika terjadi suksesi
kepemimpinan di Republik Indonesia, organisasi tersebut dikembalikan lagi
fungsinya menjadi setingkat Kementerian sampai dengan periode Kabinet
Indonesia Bersatu ini. (Sumber www.bumn.go.id)
12
2.1.2 Visi dan Misi BUMN
Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab
dalam rangka mengelola aset negara, Kementerian BUMN memiliki visi dan misi
sebagai berikut:
A. Visi
Sejalan dengan Visi dan Misi Presiden dalam masa pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu II, posisi keberadaan BUMN sesuai dengan amanat pasal 33
ayat 2 UUD 1945, serta maksud dan tujuan pendirian BUMN berdasarkan UU
Nomor 19 tahun 2003, maka Kementerian BUMN menetapkan Visi sebagai
berikut: “Menjadi Pembina BUMN yang Profesional untuk meningkatkan nilai
BUMN”
B. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Kementerian BUMN menetapkan
misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan organisasi modern sesuai dengan tata kelola pemerintahan
yang baik
2. Meningkatkan daya saing BUMN di tingkat nasional, regional, dan
internasional
3. Meningkatkan Kontribusi BUMN kepada ekonomi nasional
(sumber renstra kementerian bumn 2012-2014)
13
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi BUMN
Sesuai dengan Perpres Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementrian Negara, tugas Kementrian BUMN adalah membidangi
urusan pemerintahan dibidang pembinaan badan usaha milik Negara ddalam
pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyeleggarakan pemerintahan
negara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 2 (dua)
kementrian BUMN menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan dibidang pembinaan badan usaha
milik negara.
b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dibidang pembinaan
badan usaha milik negara.
c. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementrian BUMN.
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas dilingkungan Kementrian BUMN.
(Sumber: Per-05/MBU/2010)
14
2.2. Auditing
2.2.1 Pengertian Auditing
Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi yaitu suatu komunikasi dari
seorang expert mengenai kesimpulan tentang reabilitas dari pernyataan seseorang.
Pengertian auditing menurut Arens (2008;4) yang diterjemahkan oleh Gina Gania. Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Menurut Sukrisno Agoes (2004:3) pengertian auditing adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian audit adalah suatu
komunikasi yang dilakukan oleh pihak independen (auditor) kepada pihak
manajemen perusahaan mengenai pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang
disusun manajemen dengan melakukan penelusuran, observasi terhadap bukti-
bukti dan catatan-catatan guna memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut.
2.2.2 Jenis-jenis Audit
Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:
15
1. General Audit (Pemeriksaan Umum)
Adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang
dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan
dimana tingkat kewajaran disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus)
Adalah suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan
auditee) yang dilakukan oleh KAP independen dan pada akhirnya auditor
tidak perlu memberikan pendapat terhadap penyajian laporan keuangan
secara keseluruhan akan tetapi pendapat diberikan terbatas pada pos atau
masalah tertentu yang diperiksa.
Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:
1. Management Audit (Operational Audit)
Adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu
perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang
telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan
operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.
Efektif berarti kegiatan operasi dapat mencapai tujuan atau sasaran
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau berhasil atau dapat
bermanfaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
16
Efisien berarti kegiatan operasi berjalan dengan biaya tertentu
dapat mencapai hasil atau manfaat yang telah ditetapkan atau berdaya
guna.
Ekonomis berarti kegiatan operasi berjalan dengan pengorbanan
yang serendah-rendahnya dapat mencapai hasil yang optimal atau
dilakanakan secara hemat.
2. Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan)
Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah
perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan
yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun
pihak ekstern. Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun bagian
internal audit.
3. Internal Audit (Pemeriksaan Intern)
Adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi
perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah
ditentukan. Laporan internal audit berisi temuan pemeriksaan (audit
findings) mengenai penyimpangan dan kecurangan yang ditemukan,
kelemahan pengendalian intern, beserta saran-saran perbaikannya
(recommendations).
17
4. Computer Audit
Adalah pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses
data akuntansinya dengan menggunakan EDP (Electronic Data
Processing) System.
( Sukrisno Agoes 2004:9)
2.2.3 Standar Auditing
Menurut PSA No.01 (SA Seksi 150), standar auditing berbeda dengan
prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus
dilaksanakan, sedangkan “Standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu
kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai
melalui penggunaan prosedur tersebut.
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kelompok besar, yaitu:
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, indepedensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
18
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan, keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
19
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat
tanggungjawab yang dipikul oleh auditor .
(IAI,2001:150.1&150.2).
2.3 Kertas Kerja Pemeriksaan
2.3.1 Pengertian Kertas Kerja Pemeriksaan
Menurut Alfred F Kaunang (2012,50), Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen yang berisi seluruh informasi yang diperoleh, analisis yang dibuat, dan kesimpulan yang didapat selama melaksanakan audit. Kertas kerja pemeriksaan terdiri dari semua dokumen yang dibuat sendiri dan juga yang diperoleh dari hasil kerja auditor sebagai dasar informasi yang dipakai untuk membuat suatu kesimpulan dan opini.
2.3.2 Kegunaan Kertas Kerja Pemeriksaan
a. Bahan bukti dalam memberikan pendapat dan saran perbaikan (audit
report).
b. Membantu dalam merencanakan, menjalankan dan mereview proses audit.
20
c. Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang
didelegasikan telah dilaksanakan dengan baik.
d. Membantu auditor untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai
dengan rencana, dan mencakup semua aspek financial serta operasional
yang dapat disajikan pedoman untuk memberikan pendapat dan saran
perbaikan.
e. Sebagai dasar bahwa prosedur audit telah diikuti, pengujian telah
dilakukan, informasi telah diterima, masalah ditemukan, sebab-sebab
masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk
mendukung pendapat dan saran perbaikan yang diberikan.
f. Memungkinkan staf auditor lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas
yang diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggantian
staf audit.
g. Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal
Audit Division.
h. Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan audit telah
dilaksanakan sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf audit
hingga laporan evaluasi akhir yang sesuai dengan audit proses.
2.3.3 Isi dan Bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan
a. Isi dan bentuk kertas kerja tidak dapat ditentukan secara pasti dan standar
karena sangat bergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan serta
21
tujuan dibuatnya kertas kerja. Meski demikian, kertas kerja pemeriksaan
harus mencakup aspek:
1. Perencanaan
2. Pengujian dan evaluasi atas kecukupan dan keefektifan dari system
internal control yang ada.
3. Audit prosedur yang telah dijalankan, informasi yang telah didapat,
dan kesimpulan yang diambil.
4. Review
5. Reporting
6. Follow up
b. Kertas kerja harus lengkap, termasuk bukti pendukung untuk mendapatkan
suatu kesimpulan.
c. Selain hal-hal diatas, kertas kerja juga dapat menyampaikan:
1. Dokumen perencanaan dan audit program
2. Control questionnaire, flowchart, checklist, dan narrative
3. Catatan dan memo hasil interview
4. Data organisasi, misalnya struktur organisasi dan job description
5. Fotokopi dari kontrak-kontrak dan perjanjian yang penting
6. Informasi tentang kebijakan operasional dan financing
7. Hasil dan evaluasi atas kontrol yang ada
8. Surat konfirmasi
9. Analisis atas transaksi, proses, dan saldo akun
10. Hasil dari prosedur analytical review
22
11. Audit report dan komentar manajemen
12. PICA (Problem Indentification & Corrective Action) dari auditee
d. Media kertas kerja dapat berbentuk kertas, disket, foto, maupun media
lainnya.
e. Jika auditor menggunakan informasi keuangan dalam laporannya, maka
kertas kerja harus mendokumentasikan dokumen akuntansi yang dipakai
atau rekonsiliasi atas data tersebut.
f. Kertas kerja dapat dikategorikan sebagai permanent file dan current file
2.3.4 Persiapan Pembuatan Kertas Kerja
Kertas kerja audit harus rapi, jelas, ringkas, dan komentar yang
disampaikan harus bersifat umum dan dapat diterima. Hindari pernyataan atas
praduga yang tanpa dasar, semua komentar harus didukung dengan data dan fakta.
Memanfaatkan laporan, daftar, dan schedule yang dibuat oleh petugas dari
perusahaan yang sedang diaudit sangat membantu dibandingkan menyalin
kembali dan menyesuaikannya dengan bentuk kertas kerja (standard audit
working paper), dengan catatan bahwa kertas kerja tersebut sudah direview, diberi
tanda oleh staf yang mengerjakan, serta tanggal (sama seperti kertas kerja yang
umum) dibuat oleh staf audit, dan ini merupakan bagian dari kertas kerja auditor.
Kertas kerja harus dibuat dan disesuaikan dengan standar formulir yang
tersedia. Penyajian yang lebih jelas dan keterangan yang rinci harus dibuat
23
sebagai dukumen pendukung yang disajikan secara terpisah, dan merupakan satu
kesatuan dengan kertas kerja induk.
Sebagian kertas kerja hanya akan memuat daftar pertanyaan atau catatan-
catatan atas diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, hal yang sangat penting
adalah menyediakan tempat yang cukup dalam kertas kerja untuk membuat
catatan-catatan penting agar sesuatu yang dievaluasi diketahui dengan jelas.
Semua schedule atau daftar-daftar dan kertas kerja harus dapat dikaitkan
satu sama lain sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi, dan dapat disajikan
sebagai sumber informasi.
2.3.5 Filling
Semua kertas kerja audit harus di-file berurutan sesuai dengan indeks yang
diberikan. Setiap file kertas kerja harus dapat diidentifikasikan, dan pada halaman
pertama tertera:
a. Index file-file reference
b. Nama perusahaan
c. Subjek yang diaudit
d. Tempat
e. Tanggal kunjungan hingga selesai
f. Tanggal laporan
g. Nomor file (jika ada lebih dari satu file)
24
2.3.6 Pengawasan dan Pengamanan
Kertas kerja yang berisi informasi rahasia perlu dijaga,diamankan, dan
disimpan pada tempat yang tidak mudah diambil atau dibaca oleh staf lain, atau
orang yang tidak mempunyai kepentingan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh
internal audit. Setiap staf internal audit wajib menjaga dan mengamankan kertas
kerja secara terus-menerus.
Jika file kerta kerja (audit working paper file) hilang, hal itu harus segera
dilaporkan pada corporate controller. Setiap tugas yang telah selesai, semua audit
file, harus dikembalikan pada tempat yang telah disiapkan.
2.3.7 Review Procedure
Semua kertas kerja harus direview:
a. Diparaf atau diberi tanda pada setiap kertas kerja oleh staf yang diberi
tanggung jawab penugasan.
b. Secara berkala direview oleh corporate controller.
c. Kesimpulan yang diperoleh atas hasil audit harus diungkapkan, sedangkan
file kertas kerja umumnya berisikan bukti-bukti yang menyatakan bahwa
pekerjaan audit telah selesai dan telah direview oleh staf yang
bertanggungjawab, serta semua masalah telah diungkapkan.
25
2.3.8 Standar Kode Audit (Audit Tick Mark)
Kode atau tanda telah diperiksa (audit ticks) merupakan standar yang
lazim dipakai oleh auditor dalam melaksanakan tugas dengan maksud untuk
menghemat waktu. Semua kode yang digunakan harus diberi penjelasan di dalam
kertas kerja dan harus ada hubungan dengan audit program, serta sebagai
pembuktian atas pekerjaan yang telah dilakukan (audit procedure)
Standar kode audit sebagai berikut:
= vouch
¢ = contra
o / s = outstanding
c / f = cross footing
ɸ = nil
β = balance
\ = paid in slip
c = calculation
/ = bank statement
26
Catatan:
Kode audit harus ditempatkan pada angka dimana telah dilakukan
pemeriksaan sesuai dengan audit prosedur atau program, atau jika tidak dilakukan
prosedur pemeriksaan, sebaiknya pemberian tanda tersebut diabaikan.
Pada saat memberikan kode pada buku besar, journal entry, dan dokumen
lainnya disarankan menggunakan pulpen merah dan memberi tanda kecil yang
terlihat jelas.
Penggunaan kode audit pada kertas kerja harus disertai dengan penjelasan
tentang dokumen apa yang diperiksa dan dokumen apa yang tidak tersedia.
Sementara itu, transaksi yang terjadi sebagai dasar pemeriksaan harus dibuatkan
kertas kerja. Jika didapatkan suatu pencatatan atas transaksi yang tidak umum atau
wajar, dokumen tersebut sebaiknya difotokopi dan ditelusuri hingga ke dokumen
asli atas transaksi tersebut untuk diyakinkan kebenarannya, dan dokumen itu
harus di file sebagai salah satu kertas kerja.
2.3.9 Audit File yang Permanent
Permanent file terdiri dari berbagai macam schedule dan ada hubungannya
dengan setiap pelaksanaan audit, yang pada umumnya digabungkan menjadi 1
(satu) dengan permanent file. Schedule atau daftar yang diperoleh harus berupa
sumber informasi yang berhubungan dengan aktivitas, kelangsungan bisnis
27
perusahaan, sistem, prosedur, dan ketentuan atau kebijaksanaan lain yang sangat
penting untuk kepentingan audit.
Isi permanent file harus selalu direview dan diupdate pada setiap pekerjaan
audit yang dilakukan dan harus mengacu pada situasi terkini.
Isi dari permanent audit file pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Struktur organisasi perusahaan
2. Daftar kantor-kantor cabang dan lokasinya
3. Daftar sewa beli serta sewa dan biaya yang dibayarkan
4. Daftar polis asuransi
5. Daftar personil perusahaan
6. Daftar tanda tangan dari personil yang diberi wewenang serta batasan
wewenang
7. Contoh tanda tangan
8. Daftar nama bank
9. Daftar petty cash
10. Daftar evaluasi pengendalian internal
11. Buku petunjuk operasional, finance dan accounting
12. Chart of account
13. Flowchart
14. Daftar dokumen penjualan (perjanjian), kontrak, dan standar perjanjian-
perjanjian yang ada dalam perusahaan (peraturan kepegawaian)
15. Rencana audit yang akan datang
28
2.3.10 Current Working Paper
Current file dibuat setiap melaksanakan audit. Kertas kerja ini harus dibuat
dengan jelas dan secara eksplisit memberikan informasi berikut:
a. Hasil review dari internal controll dan pengembangan dari sebuah rencana
audit, atau update dari planning.
b. Korespondensi dari auditee untuk memulai suatu audit, konfirmasi,
memvalidasi temuan, dan mengonfirmasi semua tindakan perbaikan yang
diambil.
c. Melakukan suatu tes untuk mencapai tujuan audit yang telah diidentifikasi.
d. Kesimpulan yang diambil oleh auditor dari hasil kerja.
e. Audit report dan distribusinya.
2.4 Audit Internal
2.4.1 Pengertian Audit Internal
Menurut Busra Emka (2006:27) Pemeriksaan Intern (Internal Auditing) adalah suatu kegiatan yang bebas dalam suatu organisasi untuk memeriksa kembali semua kegiatan perusahaan. Selain itu pemeriksaan intern berfungsi memberikan laporan kepada manajemen, atau merupakan suatu alat pengendalian manajemen yang berfungsi untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari Sistem Pengendalian Intern.
Menurut Amin Widjadja (2009:1) Audit internal adalah kegiatan assurance
dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan
nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi.
29
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit internal merupakan
suatu kegiatan dimana di dalamnya terdapat pihak yang independen yang bertugas
melakukan pemeriksaan dan mengevaluasi kinerja operasional suatu perusahaan
dan memberikan saran-saran perbaikan kepada pihak manajemen perusahaan.
2.4.2 Auditor Internal
Pengertian auditor Internal menurut Amin Widjadja Tunggal (2009:44).
Auditor internal adalah yang melaksanakan pengendalian langsung secara teratur
dari waktu ke waktu. Audit internal yang dilakukan oleh auditor internal yang
berkompeten akan meningkatkan nilai tambah organisasi dan harus selalu
menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan.
Menurut Wuryan Andayani (2008:16), auditor internal memiliki peranan
penting dalam semua hal berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan resiko-
resiko dalam menjalankan usaha. Auditor internal harus melakukan kontrol
dibidang akuntansi sedangkan auditor eksternal bertujuan untuk menentukan
kewajaran atas penyajian posisi keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten
dengan tahun sebelumnya.
30
2.4.3 Tahap Audit Internal
Pelaksanaan kegiatan audit intern merupakan tahapan-tahapan penting
yang dilakukan oleh seorang internal auditor dalam proses auditing untuk
menentukan prioritas, arah dan pendekatan dalam proses audit intern. Tahapan-
tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit intern, menurut Hiro Tugiman
(2006:53) adalah sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan audit
b. Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi
c. Tahap penyampaian hasil audit
d. Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit
Penjelasan dari tahapan-tahapan di atas adalah sebagai berikut :
a. PerencanaanAudit
Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam
pelaksanaan kegiatan audit inten, perencanaan dibuat bertujuan untuk
menentukan objek yang akan diaudit atau prioritas audit, arah dan pendekatan
audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal
lainnya yang berkaitan dengan proses auditing. Menurut Hiro Tugiman
(2006:53) audit intern haruslah merencanakan setiap pemeriksaan.
Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi :
1. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan
31
2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang
kegiatan-kegiatan yang akan diperiksa
3. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit
4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu
5. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan,
risiko-risiko dan pengawasan-pengawasan
6. Penulisan program audit
7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan
disampaikan
8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit
b. Pengujian dan pengevaluasian informasi
Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, menganalisa,
menginterprestasi dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung
hasil audit. Menurut Hiro Tugiman (2006:59), proses pengujian dan
pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut :
1. Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang
berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksa dan lingkup kerja
2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk
membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi-
rekomendasi
3. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk teknik-teknik pengujian
32
4. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan,
penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi
5. Dibuat kertas kerja pemeriksaan
c. Penyampaian hasil pemeriksaan
Laporan audit intern ditujukan untuk kepentingan manajemen yang
dirancang untuk memperkuat penngendalian audit intern, untuk menentukan
ditaati tidaknya prosedur atau kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh
manajemen. Audit intern harus melaporkan kepada manajemen apabila
terdapat penyelewengan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di
dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran-saran atau rekomendasi
untuk perbaikannya.
Menurut Hiro Tugiman (2006:68) audit intern harus melaporkan hasil
audit yang dilaksanakannya yaitu :
1. Laporan tertulis yang ditandatanngani oleh ketua audit intern
2. Pemeriksa intern harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan
rekomendasi
3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat terstruktur dan tepat waktu
4. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari
pelaksanaan pemeriksaan
5. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi
33
6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau
rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan
7. Pimpinan audit intern mereview dan menyetujui laporan audit
d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan
Audit intern terus menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut
(follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan
yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Audit intern harus
memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan
berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah
menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap
berbagai temuan yang dilaporkan.
2.5 Kas
Kas merupakan hal penting bagi sebagian besar organisasi karena
sebenarnya penerimaan dan pengeluaran kas mengalir melalui akun ini pada suatu
waktu. Pengeluaran untuk siklus perolehan dan pembayaran biasanya dibayarkan
dari akun ini, dan penerimaan kas dari siklus penjualan dan penerimaan kas
disetorkan ke akun ini.
34
2.5.1 Pengertian Kas
Sebagaimana dibawah ini pengertian kas yang dikemukakan oleh
Soemarso ( 2002:296) menyatakan bahwa:
“Kas adalah segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang
dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada
nominalnya.”
Adapun pengertian kas yang dikemukakan oleh Konrath yang
diterjemahkan oleh Sukrisno Agus ( 2008:145) menyatakan bahwa:
Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat digunakan setiap
saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar, yang memenuhi syarat :
1. Setiap saat dapat diukar menjadi uang.
2. Tanggal jatuh temponya sangat dekat.
3. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat
bunga.
Dari uraian di atas, kas dapat diartikan sebagai alat pembayaran yang
dapat digunakan kapan pun karena memiliki sifat siap sedia dan mudah
diuangkan.
2.5.2 Klasifikasi Kas
Ikatan Akuntansi Indonesia (2009: 22) menyatakan bahwa:
Kas terdiri dari; saldo kas (Cash on Hand) dan rekening giro. Setelah kas (Cash
Equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan
35
yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi
risiko perubahan nilai yang signifikan.
2.5.3 Tujuan Audit Kas
Adapun tujuan dari audit kas menurut Sukrisno Agoes (2012:167) adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
kas dan setara kas dan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan
Bank, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pemisahan tugas dan tanggung jawab.
b. Rekonsiliasi bank dibuat rutin dan harus ditelaah (direview).
c. Digunakan imprest fund system untuk mengelola kas kecil.
d. Penerimaan kas, check dan giro, disetor ke Bank.
e. Uang kas harus disimpan ditempat yang aman dan dikelola dengan
baik.
f. Blangko check dan giro disimpan ditempat yang aman.
g. Check dan Giro ditulis atas nama dan ditandatangani oleh 2 orang.
h. Kasir diasuransikan atau diminta uang jaminan.
i. Gunakan kwitansi yang bernomor urut cetak (prenumbered).
j. Pengeluaran kas yang sudah dibayar harus distempel lunas.
2. Memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per tanggal
neraca benar-benar ada dan dimiliki perusahaan (Existence.)
36
3. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan
setara kas.
4. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta
asing, apakah saldo tersebut dikonversikan kedalam rupiah dengan
menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs
yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke Laba Rugi tahun
berjalan.
5. Untuk memeriksa apakah penyajian di Neraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Presentation dan Disclosure.)
2.5.4 Prosedur Audit Kas
Prosedur audit kas menurut Mulyadi (2002: 379)
1. Prosedur Awal
a. Usut saldo kas yang tercantum di neraca ke saldo akun kas yang ada.
Untuk memeperoleh keyakinan bahwa saldo kas yang tercantum di
neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya
kebenaran mekanisme pencatatannya, maka saldo kas yang
dicantumkan di neraca di usut ke akun buku besar berikut ini:
1. Kas : merupakan rekening di bank
2. Kas dalam perjalanan : merupakan penerimaan kas yang pada
tanggal pembuatan laporan keuangan belum disetor ke bank
3. Dana kas kecil : berupa sisa uang tunai yang berada di
tangan pemegang dana kas kecil.
37
b. Hitung kembali saldo akun kas dibuku besar.
Untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian
penghitungan saldo akun kas, auditor menghitung kembali saldo akun
tersebut, dengan cara menambah saldo awal dengan jumlah pendebitan
dan menguranginya dengan jumlah pengkreditan akun tersebut.
c. Usut saldo awal akun kas ke kertas kerja tahun yang lalu.
Sebelum auditor melakukan pengujian terhadap transaksi rinci
yang menyangkut akun kas, auditor memperoleh keyakinan atas
kebenaran saldo awal akun tersebut. Untuk mencapai tujuan ini,
auditor melakukan pengusutan saldo awal akun kas ke kertas kerja
tahun lalu. Kertas kerja tahun lalu dapat menyediakan informasi
tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit tahun
lalu, sehingga auditor dapat mengevaluasi tindak lanjut yang telah
ditempuh oleh klien dalm menanggapi koreksi yang diajukan auditor.
d. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun kas.
Ketidakberesan dalam transaksi penerimaan dan pengeluaran kas
dapat ditemukan melalui review atas mutasi luar biasa, baik dalam
jumlah maupun sumber posting dalam akun kas.
e. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun kas ke jurnal yang
bersangkutan.
Pendebitan di dalam akun kas diusut ke jurnal penerimaan kas dan
kredit akun tersebut di usut ke jurnal pengeluaran kas untuk
38
memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan dan pengurangan
kas berasal dari jurnal.
2. Prosedur Analitik
Pada tahap awal pengujian substantif terhadap kas, pengujian analitik
dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalm
menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Untuk itu auditor
melakukan perhitungan berbagai ratio berikut ini:
Ratio : Ratio kas dengan aktiva lancar
Formula : Kas
Aktiva lancar
Sumber : Mulyadi (2002,379)
Ratio yang telah dihitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harapan
auditor, misalnya rasio tahun yang lalu, rasio industri atau rasio yang
dianggarkan. Disamping itu, auditor perlu membandingkan saldo akun kas
yang tercantum di neraca dengan saldo kas pada akhir tahun yang lalu.
Pembandingan ini membantu auditor untuk mengungkapkan;
a. Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa.
b. Perubahan akuntansi.
c. Perubahan usaha.
d. Fluktuasi acak.
e. Salah saji.
3. Pengujian terhadap transaksi rinci
a. Verifikasi Pisah Batas (Cutoff)
39
Dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan
pisah batas yang konsisten dalm memperhitungkan transaksi penerimaan
dan pengeluaran kas yang termasuk dalam tahun yang diperiksa dibanding
tahun sebelumnya.
b. Buatlah Daftar Transfer Bank dalm Periode Sebelum dan SesudahTanggal
Neraca untuk Menemukan Kemungkinan Terjadinya Kemungkinan Check
Kitting.
Check kitting dilakukan untuk menutupi pemakaian kas perusahaan
dengan cara melakukan transfer rekening dari bank ke rekening bank yang
dananya digelapkan pada saat bank-bank menyiapkan pembuatan rekening
koran bank.
Pengertian kitting yang dikemukakan oleh Arrens et al ( 2008:396)
yang telah diterjemahkan oleh Gina Gania bahwa:
Kitting adalah transfer uang dari satu bank ke bank lainnya tetapi
pencatatannya tidak benar sehingga dana dicatat sebagai aktiva pada kedua
akun; praktik ini digunakan oleh penggelap uang untuk menutupi pencurian
kas.
Jika misalnya perusahaan memiliki rekening giro di Bank BNI dan
di Bank Niaga, dan pejabat perusahaan menggunakan uang untuk
kepentingan pribadi dengan menggunakan uang yang ada di Bank BNI.
Untuk menutupi kecurangannya, pejabat perusahaan tersebut membuat cek
untuk mengeluarkan uang dari bank Niaga dan ditransfer ke rekening giro
bank BNI. Dengan demikian rekening koran dari kedua bank tersebut
40
menunjukan saldo kas dibank seolah-olah tidak terjadi pemakaian oleh
pejabat tersebut.
c. Buatlah dan Lakukan Analisis terhadap Rekonsiliasi Bank 4 (Empat)
Kolom
Rekonsiliasi bank 4 (empat) kolom digunakan oleh auditor untuk
membuktikan kebenaran saldo kas di bank.
Contoh dari rekonsiliasi bank 4 (empat) kolom
PT XXX
Pembuktian Ketelitian Saldo Kas
Saldo peneri- Penge- Saldo
Awal maan luaran Akhir
Saldo Kas menurut rekening koran
Setoran dalam perjalanan
Cek yang beredar
Cek kosong
Saldo bank setelah di-adjust
Sumber; Mulyadi, AUDITING edisi 6, 2002
d. Periksa adanya Kemungkinan Penggelapan Kas dengan Cara Lapping
Penerimaan dan Pengeluaran kas.
Lapping dapat terjadi jika penyimpanan kas merangkap fungsi
sebagai pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas. Lapping
dilakukan oleh karyawan tersebut dengan cara tidak mencatat penerimaan
kas dari debitur tertentu dan memasukan uang yang diterima tersebut ke
41
dalam sakunya sendiri. Untuk menutupi kecurangannnya dengan
mengkredit akun piutang kepada debitur lain digunakan untuk menutupi
kecurangannya dengan mengkredit akun piutang kepada debitur pertama.
4. Pengujian terhadap Akun Rinci
Keberadaan kas yang dicantumkan dineraca dibuktikan dengan
menghitung kas yang ada ditangan klien pada tanggal neraca dan untuk kas
klien yang disimpan di bank dengan cara memeriksa rekonsiliasi bank yang
dibuat oleh klien pada tanggal neraca dan mengirim surat konfirmasi bank.
a. Hitung kas yang ada ditangan klien.
b. Rekonsiliasi catatan kas dengan catatan rekening koran bank yang
bersangkutan.
c. Lakukan konfirmasi saldo kas dibank.
d. Periksa cek yang beredar pada tanggal neraca ke dalam rekening koran
bank. Untuk membuktikan penyelesaian cek yang beredar pada tanggal
neraca, auditor mengusut penguangan cek tersebut ke dalam rekening
koran bank yang diterima klien.
5. Verifikasi Penyajian Kas di Neraca
a. Periksa jawaban konfirmasi dari bank mengenai batasan yang dikenakan
terhadap pemakian rekening tertentu klien di bank.
Seperti tersebut dalam prinsip penyajian kas di neraca, kas yang disimpan
di bank hanya dapat disajikan sebagai unsur kas jika tidak terdapat batasan
penggunaanya dari bank atau batasan yang dikenakan oleh kontrak
perjanjian tertentu. Dari jawaban konfirmasi bank dapat diketahui batasan-
42
batasan, jika ada yang dikenakan oleh bank atas penggunaan rekening-
rekening bank klien.
b. Lakukan wawancara dengan manajemen mengenai batasan penggunaan
kas klien.
Informasi mengenai batasan atas penggunaan berbagai dan kas yang
dibentuk oleh klien dapat diperoleh dari wawancara dengan manajer
keuangan. Informasi ini akan menentukan apakah suatu unsur disajikan
dalm kasus atau harus dipisahkan tersendiri dalm kelompok aktiva lancar,
atau bahkan harus disajikan terpisah dalam kelompok aktiva tidak lancar.