24
BAB II
PEMBAHASAN
Geguritan memiliki struktural yang seharusnya dibedah untuk dianalisis. Hasil
dari pembedahan struktural geguritan ini selanjutnya akan menjadi sebuah data.
Analisis geguritan berdasarkan strata norma puisi dimaksudkan untuk
menemukan nilai dari setiap gejala yang tampak dari sembilan belas geguritan
karya J.F.X. Hoery berdasarkan Roman Ingarden yang meliputi lapis bunyi, lapis
arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.
A. Analisis Strata Norma Puisi Roman Ingarden
Roman Witold Ingarden lahir pada 5 Februari 1893 di Krakow. Ingarden
adalah fenomenolog realis, dia tidak menerima idealisme transendental Husserl.
Ingarden adalah salah satu yang paling terkenal dengan ontologists
fenomenologisnya, karena ia berusaha untuk menggambarkan struktur ontologis
dan negara menjadi berbagai objek didasarkan pada fitur penting dari setiap
pengalaman yang bisa memberikan pengetahuan tersebut (Wellek dan Waren,
1968: 151).
Data berikut ini disajikan analisis strata norma puisi Roman Ingarden yang
terdapat pada geguritan-geguritan karya J.F.X. Hoery :
1. Lapis Bunyi (Sound Stratum)
Lapis bunyi berupa deretan bunyi-bunyi fonem. Bunyi fonem itu berderet dan
bergabung menjadi satuan lebih besar sesuai dengan konvensi bahasa (bahasa
Indonesia). Bunyi dalam sajak mempunyai sifat estetik yang berfungsi untuk
25
mendapatkan sebuah keindahan dan tenaga ekspresif. Kata lain bunyi memiliki
fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa,
menimbulkan bayangan angan yang jelas.
Lapis bunyi yang ditunjukkan dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X.
Hoery dapat dilihat dari keterangan dibawah ini:
1. Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Kudus‟
Lapis bunyi terdapat pada barispertama dan kedua Tumedhak roh
suci„turunnya roh suci‟ dan nggelar prabawa Illahi„menyebarkan
keluhuran Illahi‟ terdapat asonansi perulangan bunyi vokal/i/. Baris ke dua
belas dan tiga belas tumedhak roh suci „turunnya roh suci‟ dan sumbering
sih Illahi„sumber pilihan Illahi‟ terdapat pula asonansi perulangan bunyi
vokal/i/. Baris ke lima belas sampai baris ke enam belas altar papaning
kurban „tempat sakral untuk meletakkan kurban‟ dan dadi pathoking iman
„menjadi patokan iman‟ mengandung asonansi vokal/a/ dan bunyi
konsonan /n/ sebagai aliterasi.
2. Pinurba Sang Pepadhang „Dikuasai Tuhan Yesus‟
Lapis bunyi pada geguritan kedua ini terdapat pada baris ke delapan dan
sembilandhelikan ing waliking mega „sembunyi dibalik awan‟ dan
rerambatan mangsa „melekat pada waktu‟ terdapat asonansi vokal/a/.
Selanjutnya, pada baris ke dua puluh lima dan dua puluh enam pinateg
paku kalanggengan „terpaku pada akhirat‟ dan karana pangkuhing kayu
pamethangan „kekuatan kayu yang dipentang‟ terdapat asonansi vokal/a/
dan mendapat imbuhan/n/. Baris ke dua puluh tujuh dan dua puluh delapan
26
kaya kang wis wineca „seperti yang telah terbaca‟ dan wiwit mula buka
„awal dari pembukaan‟ terdapat asonansi vokal/a/.
3. Sumawur Kekeran Adi „Tersebar Rahasia Indah‟
Geguritan ketiga pada baris ke dua dan ketiga tan wewah tan
cangkah„tidak lebih tidak bercabang‟ dankrana pasrah lan percaya
„karena pasrah dan percaya‟ mengandung asonansi vokal/a/ dan mendapat
aliterasi huruf /h/. Baris ke lima dan keenam wong nistha tan tinarima
„orang dibawah tidak terima‟ dan kang suka apus karma „yang suka
menghapus karma‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sepuluh aku
mlebu pradapaMu„aku masuk dihadapanMu‟ terdapat asonansi vokal/u/.
Baris tiga belas dan empat belas manungku puja „menyatukan puja‟ dan
ngeningake cipta„mengheningkan cipta‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris
kedua puluh tiga dan dua puluh empat pager kawat kanugrahan „pagar
kawat keanugrahan‟ dan dadi benthenging iman „menjadi bentengnya
iman‟ terdapat asonansi vokal/a/ mendapat aliterasi/n/.
4. Bisaku Mung Pasrah „Bisaku Hanya Pasrah‟
Lapis bunyi terdapat pada baris ketiga mungkure wengi ora perlu
ditangisi„menghilangnya malam tidak perlu ditangisi‟ terdapat asonansi
vokal/i/. Baris kesembilan welating jantung keketeg geter ndedher
sesuker„geraknya jantung getar meluas usaha‟ terdapat asonansi vokal/e/
mendapat aliterasi konsonan /r/.
5. Patitis „Jelas/Tepat‟
Lapis bunyi baris keempat dan kelima padha seba „sama-sama
menghadap‟ dan ati lan raga „hati dan raga‟ terdapat asonansi vokal/a/.
27
Baris kesepuluh dan kesebelas yen ta wis meleng ing pangawikan „jika
sudah oleng pengetahuannya‟ dan kari naker kekering
panglimunan„tinggal menimbang tertulisnya dunia sihir‟ mengandung
asonansi vokal /a/ mendapat konsonan /n/.
6. Mantra „Doa‟
Geguritan keenam ini terdapat lapis bunyi pada baris kedua dikudang
kudang mbarengi laire anak lanang „digadang-gadang menyamai lahirnya
anak laki-laki‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi/ng/. Baris kedelapan
kumelun dupa manunggal jroning mantra „mengalun dupa menjadi satu
didalam mantra‟ terdapat asonansi vokal/a/.
7. Bendu „Amarah‟
Baris kedua pada geguritan ketujuh ini ana tumiyunge pang-pang cemara
wengi „melambangnya dahan-dahan cemara malam‟ terdapat asonansi
vokal/i/. Baris keenam ing pangangkah bisa kaetha bisa kacandra„dalam
keinginan bisa diberatkan‟ mengandung asonansi vokal/a/.
8. Bali Marang Ancasing Reformasi „Kembali ke Tujuan Reformasi‟
Lapis bunyi yang pertama baris pertama bapa pangarsa „bapa pemimpin‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris keenam kawula alit padha mencit„rakyat
kecil menjerit‟ terdapat asonansi vokal/i/ dan mendapat tambahan huruf /t/.
Sama halnya dengan baris ke lima belas dan enambelas uga
kamardikaning panggurit „juga kemerdekaan penulis‟ dan perlu katlisik
tekan papan-papan wingit „perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker‟
terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke tujuh belas tekadmbrasta maksiyat
mung plakat „tekad menghilangkan maksiat hanya plakat‟ terdapat
28
asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas dan sembilan belas korupsi
kolosi kong kalikong „korupsi kolusi kong kalikong‟ dan keplok
bokong„bertepuk pantat‟ terdapat asonansi vokal/o/. Pada baris ke dua
puluh satu dan dua puluh dua mubeling kabudayan manca dadi
wisa„bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa‟ dan pamrawasa
ngrenggawarta saben dina„pemrakarsa membuat berita setiap hari‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh empat nyawa iki wis tanpa
aji? „nyawa ini sudah tanpa daya?‟ mengandung asonansi vokal/i/. Baris
ke tiga puluh lima dan tiga puluh enam dudu wong cilik kang ngucireng
yuda „bukan orang kecil yang takut perang‟ dan nanging pangarsa kang
kelangan rasa „namun pemimpin yang kehilangan rasa‟ dan baris ke tiga
puluh enam dudu kawula kang ndaga ‗bukan rakyat yang membangkang‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke empat puluh sampai empat puluh
sembilan perlune ngecengake garis demokrasi „perlunya memperkuat
garis demokrasi‟, bali marang ancasing reformasi „ kembali dalam tujuan
reformasi‟, ngugemiajining diri „memegang teguh kekuatan diri‟, dan
ngugemi jatidhiri „memegang teguh jati diri‟ mengandung asonansi
vokal/i/.
9. Nalika Sang Sabda Manjalma ‗Ketika Sabda Menjelma‟
Lapis bunyi terdapat pada baris pertama nalika sang sabda
menjalma„ketika sang sabda menjalma‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris
ketiga tan ana kang kawistara wela-wela„tidak ada yang terlihat dengan
jelas‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sebelas dan ke lima belas nalika
sang sabda menjalma „ketika sang sabda menjalma‟ dan pasrah bandha
29
donya sukma raga„pasrah harta dunia jiwa raga‟ mengandung asonansi
vokal/a/.
10. Kabeh Wis Jinangkung Ing KarsaNe „Semua Sudah Digariskan oleh
Nya‟
Lapis bunyi selanjutnya pada baris kedua kang banjur mungkur ndelik ing
waliking mendhung „yang kemudian bersembunyi di balik awan‟ terdapat
asonansi vokal/u/. Baris keempat ana kang tedhak netepi jejering
kawula„ada yang hadir menepati kewajiban rakyat‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris kelima tumetesing pakon kanggo ngadepi lakon
„menetesnya acuan untuk melengkapi cerita‟ terdapat asonansi vokal/o/.
Baris ke tujuhrun tumurun tumatuntun „turun temurun berurutan‟ terdapat
asonansi vokal/u/. Baris ke sembilan alaming kasukman jagating
kamanungsan „dunia sukma dunia kemanusiaan‟ satu baris menggunakan
pola persajakan abab yang juga terdapat asonansi /i//a/. Baris ke sepuluh
manunggal sakajantraning langit sakawit „menyatu dari luasnya langit
sebelumnya‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua belas dan tiga belas
suwara pangundang ngumandang „kumandang suara panggilan‟ ing
telenging tawang sinartan kidung ayu „ditengah langit disertai kidung
cantik‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi konsonan /ng/. Baris ke
delapan belas marga wis jinanji amurwani lan mungkasi„karena sudah
dijanjikan memulai dan mengakhiri‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke
Sembilan belas geter peter mawa prabawa langgeng „bergetar penuh
kewibawaan abadi‟terdapat asonansi vokal/e/ dan juga vokal/a/. Baris ke
dua puluh alaming kamanungsan lereming kasukman „dunia kemanusiaan
30
endapan sukma‟ mengandung pola persajakan a b a b dan terdapat
asonansi vokal/i/a/. Bariske dua puluh dua kabar kang binabar dadi
padoming laku „kabar yang dijelaskan menjadi petunjuk jalan‟terdapat
asonansi vokal/a/. Baris dua puluh tiga wis ginaris ing lungiting weca
kuna„sudah digariskan dalam weca kuna‟terdapat asonansi vokal/i//a/ dan
mengandung pola a a b b. Baris dua puluh Sembilanalaming kasunyatan
kang nyakra manggilingan „dunia kenyataan yang seperti cakra
bergelinding‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh tiga piweling
tansah dumeling dadi pepeling „petuah yang selalu dijadikan
peringatan‟terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke tiga puluh tiga yen ta
sejatine tresna iku pasrah lan kurban „jikalau sejatinya cinta itu pasrah
dan berkurban‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh limaing
sangisoring tugu kamenangan mulya „dibawah tugu kemenangan
mulya‟terdapat asonansi vokal/i/.
11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Terserah Kuasa Tuhan‟
Lapis bunyi terdapat pada baris pertama dan kedua antarane swara ati lan
nurani„diantara suara hati dan nurani‟ wis suwe ginerus erosi „sudahlama
tergerus erosi‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ketiga gorehing dhadha
nalika nglinga „goresan dada saat kehilangan‟terdapat asonansi vokal/a/.
Baris kelima dan keenam sapa sing ngrangkul wengi „siapa yang
merangkul malam‟ngranti parak ora kanti„menunggu arah dengan tidak
sabar‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh satu samapai dua
puluh empat apa bener bumi iki wis tuwa „apa benar bumi ini sudah tua‟
sapa bisa maca tandha-tandha„siapa bisa membaca tanda-tanda‟sapa
31
kuwawa miyak warana „siapa yang kuat membuka jalan‟ ngumandhanging
suwara tanpa raga„mengumandangkan suara tanpa raga‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke dua puluh empat dan dua puluh lima dirungu ora
diperlu „tak perlu didengar‟ Dadi reridu„menjadi halangan‟ terdapat
asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh tujuh dhuh Gusti punapa karsa
paduka? „dhuh Gusti apa keinginan Tuhan?‟ terdapat asonansi vokal/a/.
12. Balia ‗Kembalilah‟
Lapis bunyi pada geguritan Balia terdapat pada baris keempat kamajaya
kamratih kasisih „kamajaya kamratih tersisih‟terdapat asonansi vokal/a/.
Baris kelimaanakana Romy Yuliet, kaget „disana romi Juliet kaget‟ pola a
a b b dan terdapat asonansi vokal/a//e/. Baris keenam Pranacitra-
Layonsari, ura-ura „pranacitra- Layonsari berteriak‟ terdapat asonansi
vokal a. Baris ke tujuh Bandung Bandowoso-Rorojonggrang, keplantrang
„Bandungbondowosa-Rorojonggrang di bodohi‟terdapat asonansi vokal/a/.
Baris kesepuluh Jaka Tarub-Nawangwulan nanting kasatyan „Jaka Tarub-
Nawang wulan menyepelekan kesetyaan ‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris
ke sembilan dan sepuluh kae-kae kang dedhelikan „itu yang
disembunyikan‟ Nggadhuh tresna nggendhong kaculikan ‗mempersatukan
cinta menggendong kelicikan‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sebelas
kang ketriwal madal crita „yang awal mula ceritanya‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris enam belas dan tujuh belas apa sing padha digantha„apa
yang semua inginkan‟ apa sing lagi diundha? „apa yang sedang
diharapkan?‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas ing
pategaran ara-ara kasuguhan „dalam ketegaran lapang kesanggupan‟
32
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh tiga dadi wewaler nalika
padha kablinger „menjadi peringatan setelah semua tersesat‟ terdapat
asonansi vokal/e/. Baris ke dua puluh empat yektinemanungsa mung
wayang kanggoNe„sebenarnya manusia hanya wayang bagi-Nya‟terdapat
asonansi vokal/e/.
13. Suhing Leluhur „Kekuatan Leluhur‟
Lapis bunyi terdapat pada baris ketiga ora ana sabawa swara, tidhem
prenamen „tidak ada satupun suara, diam sunyi‟ terdapat asonansi
vokal/e/. Baris ke empatkang jejogedan ing tawang „yang menari dilangit‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sembilan belas sinayap pindha
sumoroting teja„diberatkan seperti jatuhnya cahaya‟terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke dua puluh tiga tinarbuka nggawa pawarta kabungahan
„dibuka membawa kabar bahagia‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua
puluh delapanambuka werding budaya bangsa „membuka arti budaya
bangsa‟ terdapat asonansi vokal/a/.
14. Padupan ‗Wadah Pembakaran Kemenyan‟
Lapis bunyi baris kedua ngumandhang mbedhah crita pagedhongan
„mengumandang membuka cerita istana‟ terdapat asonanasi vokal/a/. Baris
keempat kang cinipta wedharing kasunyatan „yang dicipta ditunjukkannya
kenyataan‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua belasing bumi Jawa
dwipa ginurit sastra lungit „di bumi Jawa dwipa tertulis sastra agung‟
terdapat asoanansi vokal/a/ dan /i/ dengan pola a a b b. Baris keempat
belas manungku keteg pandulu tunggal „niat memuja penglihatan satu‟
terdapat asonansi vokal/u/. Baris keenam belas dan tujuh belas ing asepi
33
sepasamun „dalam sepi tanpa rasa yang terampas‟ mbekas naas nglarak
pancabaya „membekas naas merambah lima macam masalah‟ terdapat
asonansi vokal/a/ dan aliterasi konsonan /s/. Baris ke dua puluh empat
nugraha pambirat sakeh durangkara„anugerah jauhkanlah segala angkara
murka‟ terdapat asonansi vokal/a/.
15. Nyawiji Ing Napasku-Napasmu-Napas E„Menyatu di Nafasku-
Nafasmu-NafasNya‟
Lapis bunyi pada baris ketiga kamangka kelir wis ginulung saka
panggung „padahal kelir sudah digulung dari panggung‟ terdapat asonansi
vokal/u/. Baris ke enam jinarang anggegala pangangkah cengkah „arah
keinginan arah yang dilarang‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi
huruf /h/. Baris ke sembilanmung kanthining esthi pinesthi „hanya diikuti
dengan restu dan kepastian‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke delapan
belas dan sembilan belaskang ana ing angen-angen katliweng „ada
diangan-angan namun terlupakan‟ Kinelun swara kinjeng mbrengengeng
„digulung suara capung bergetar‟ terdapat asonansi vokal/e/. Baris ke dua
puluh kagelar sabaya mukti kinanthi„digelar takut mukti yang mengiringi‟
terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh dua dan dua puluh tiga
lamun ngelmu linakonan kanthi laku „jika ilmu dijalani dengan perbuatan‟
Laku labeting niyat patembaya „perbuatan didalam niat yang sudah
diinginkan‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh empat dan dua
puluh lima tekat tarekat angrengkuh bumi„tekad tarekat merengkuh bumi‟
dakrenda pupus-pupusing kemayan jati „ku jahit pupus-pupusnya
kenyataan semu‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh enam
34
jatining pangrengkuh mungkur ing kewuh „sejatinya rengkuhan setelah
ada masalah‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh tujuh dan dua
puluh delapan paran prasapa kinudang mamang „orang-orang dipuja-
puja‟ anak lanang kang ginandhang „anak laki-laki yang diharapkan‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh Sembilan anak wadon
lepasna saka keprabon „anak perempuan lepaskanlah dari kerajaan‟
terdapat asonansi vokal/o/. Baris ke tiga puluh senajan pangentha mung
dadi bahan kandha„walaupun ingin hanya menjadi bahan omongan‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh tujuh nalika udan kapisan
ora nelesi lemah „ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh limatumulia tumolih ing
pikoleh „segera mendapatkan balasan‟ terdapat asonansi vokal/o/ aliterasi
huruf /h/. Baris ke tiga puluh enam drajat lan pangkat mung dadi
pajangan „derajat dan pangkat hanya menjadi pajangan‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke tiga puluh delapan para panguwasa mlintir rasa
pangangsa„para penguasa membelokkan hati mangsa‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke empat puluh sayakedlarung-dlarung nggemblung
„semakin berlarut-larut menggila‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke
empat puluh satu ayo padha tembayatan udhu salugu„ayo bersama-sama
iuran semestinya‟ terdapat asonansi vokal/u/.
16. Manembah„Menyembah Tuhan‟
Lapis bunyi baris pertama, baris kedua, baris ketiga, dan baris keempat
manembah angolah saya sanyakala „beribadah mengolah daya segala
waktu‟, rinumpaka wenganing kaheningan maya „dirawat bukanya
35
keheningan dunia fana‟, kanthi jangkahing napak garising rasa „menuntun
jalan menapaki garisnya rasa‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke lima
belas, baris ke sebelas dan dua belas kang tinemu glibeting
pangangen„yang ditemui sebersit kerinduan‟ kangen ing pangangkah
„rindu yang menjadi keinginan‟ terdapat lumaksita dalam kata pangangen
kangen dan asonansi /a/. Baris ke enam belas keblat papat panjuru wolu
„empat kiblat penjuru delapan‟ terdapat pola a a b b dan asonansi
vokal/a//u/. Baris ke dua puluh dua kinanthi putihing ati meneping rasa
„diikuti putihnya hati penuh keyakinan‟ terdapat asonansi vokal/i/.
17. Gurit Pepesthen„Puisi Kepastian‟
Lapis bunyi pada geguritan ini terdapat pada baris kedua parandene isih
ana kang tumambong gawe„sedangkan masih ada yang bersedia
melakukan‟ terdapat asonansi vokal/e/. Baris kelima palupilinakonana
kanthi lembah manah „contoh dijalani dengan penuh kesabaran‟ terdapat
asonansi vokal/a/. Baris ke delapan sinasap wirama megatruh anguwuh
adhuh „seperti irama megatruh mengalun merdu‟ Terdapat asonansi
vokal/u/ dan aliterasi huruf /h/. Baris kesembilanapabaya kalamun
bawana siningkap langkap „apasaja jika bumi dibuka‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke dua belas ing sadhegah terakah kang lumampah „dalam
keadaan apapun yang berjalan‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi
huruf /h/. Baris ke enam belas kang wis giniring ing guriting Gusti„yang
sudah diarahkan dalam syair Tuhan‟ terdapat asonansi vokal/i/ dan
aliterasi /ng/.
36
18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan„Menuju Dunia Baka‟
Lapis bunyi terdapat pada baris kedua gunem gumampang tinampa
gothang „gampang bicara yang diterima hanya kekosongan‟ terdapat
asonansi vokal/a/. Baris ketujuh mungguh patrap kaconggah
ngemonah„agar perbuatan sombong tidak tercapai‟ terdapat asonansi
vokal/a/. Baris ke enam belas katemah sumengkaanglangga
nugraha„sehingga mencapai anugerah‟ terdapat asonansi vokal/a/.
19. Pujabrata „Meditasi‟
Lapis bunyi pada baris ke enam belas sembada ing pujabrata kinarya
pralampita „serba cukup dalam kesaktian sebagai kata-kata tentang cinta‟
terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas dene isih ana kang bias
kinudang sinawang „sedangkan masih ada yang bisa dipuji dan dipandang‟
terdapat asonansi vokal/a/.
Keseluruhan dari geguritanLintang Gumawang karya J. F. X Hoery
memiliki lapis bunyi. Asonansi vokal a dan i mendominasi tidak jarang juga
terdapat aliterasi dan satu lumaksita.
2. Lapis Arti ( units of meaning)
Lapis arti ( units of meaning ) merupakan lapis yang bisa mendekatkan
kita dengan objek. Lapis arti adalah satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata
bergabung menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita
bisa dikatakan juga lapis arti ialah gabungan dari satuan yang terkecil hingga yang
terbesar yang bergabung menjadi sebuah cerita.
Lapis arti yang ditunjukkan dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X.
Hoery dapat dilihat dari analisis dibawah ini :
37
1. Tumedhak Roh Suci
Pada kalimat Kang bakal nglintir pepadhang„yang akan memberi
penerangan‟ Pepadhang dalam makna konotatif berarti penerangan atau
jalan kebenaran. Dadi menaraning ngaurip „menjadi menara kehidupan‟.
Menaraning dalam artian konotatif berarti pelindung.
2. Pinurba sang pepadhang
Kalimat ing pupusing gurit ‗dalam ujungnya puisi‟. Gurit disini juga bisa
berarti kehidupan sebagai makna konotatif. Pinateg paku
kalanggengan„tertancapnya paku keabadian‟ diartikan disini paku
kalanggengan makna konotatif dari salip.
3. Sumawur kekeran adi
Kang mlebu pradapaMu „yang masuk hadapanMu‟ makna konotatif dari
pradapa adalah agama.
4. Bisaku mung pasrah
Katulis mawa tandha-tandha garis ireng„tertulis bahwa tanda-tanda garis
hitam‟ dalam makna konotatif, garis ireng bisa berarti kehidupan yang
kelam.
5. Patitis„Tepat‟
Paran pepadhang lan pepeteng „pemberi penerangan dan pemberi
kegelapan‟ dalam konteksnya, pepadhang berarti penerang yaitu jalan
kebenaran dan pepeteng berarti kegelapan yaitu jalan yang salah.
38
6. Mantra
Kumelun dupa manunggal jroning mantra „mengalun dupa menjadi satu
didalam mantra‟ Terjemahandupa benar-benar dalam konteks asli arti
dupa itu sendiri. Dupa berarti bahan pembakaran yang dapat
mengeluarkan asap berbau sedap atau harum. Kang rinesep ing otot-otot
linolos bebayuning roh „yang meresap dalam otot diloloskan angin roh‟
yang berarti asap dari dupa masuk dalam otot dan dibawa oleh angin dan
roh. Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe „ingatlah jika hidup ini
hanya singgah untuk minum‟ arti dalam konteks adalah pengandaian hidup
didunia bersifat sementara dan kekal didapat pada hari akhir atau akhirat.
7. Bendu
Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan „bulan terlanjur
tergantung kalah bersembunyi‟ adalah makna denotatif rembulan kalah
jethungan yang berarti malam akan digantikan oleh pagi.
8. Bali marang ancasing reformasi
Marga wis tinulis mawa mangsi kuning „karena sudah ditulis dengan tinta
kuning‟ makna konotatif dari tinta kuning adalah perasaan takut,
kerapuhan, kegelisahan, dan keputusasaan. Nanging panguwasa wis
kadhung kelangan keblat „namun penguasa sudah terlanjur kehilangan
kiblat‟ makna konotatifkiblat berarti pikiran utama yang harus di lakukan
namun dilanggar. Seperti contohnya, penguasa telah berjanji namun
mengingkari.
39
9. Nalika sang sabda manjalma
Aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran „aku tersesat di wilayah asing
tanpa tujuan‟ dalam makna konotatif,ketlarak berarti masuk dalam dunia
kegelapan salah arah.
10. Kabeh wis jinangkung ing karsane
Ing sangisoring tugu kamenangan mulya „dibawah tugu kemenangan yang
mulia‟ tugu kamenangan mulya dalam makna konotatif, tugu kemenangan
adalah salip yang biasanya tertancap didalam gereja. Tinemu gurit-gurit
suci „menemukan tulisan-tulisan kecil‟ gurit dalam makna konotatif berarti
doa.
11. Balia
Abang putih ireng wis pinurba „merah putih hitam sudah diputuskan‟
Abang putih ireng wis pinurba dalam arti konotatif berarti takdir sudah
digariskan oleh Tuhan.
12. Nyawiji ing napasku-napasmu-napas-E
Anak wadon lepasna saka keprabon „anak perempuan lepaslah dari
kerajaan‟ dalam konteks makna konotatif keprabon adalah rahim seorang
ibu.
13. Gurit pepesthen
kang wis giniring ing guriting Gusti „yang sudah diarahkan dalam syair
Tuhan‟ guriting Gusti adalah doa atau sabda Tuhan.
40
14. Pujabrata
Kidung wengi kang ngrengga batin „lagu malam yang menjaga batin‟
kidung wengi disini berarti nyanyian atau doa yang dilantunkan saat
malam hari.
3. Lapis Objek, Latar, dan Pelaku
Sembilan belas geguritanJ.F.X. Hoery memiliki lapis objek pada tiap-tiap
geguritannya. telah dianalisis dan dapat disimpulkan bahwa objek dari
geguritan-geguritan tersebut adalah Tuhan, alam semesta, dan kehidupan
manusia. Sembilan belas geguritanJ.F.X. Hoery yang mengandung lapis objek
yaitu :
1. Tumedhak Roh Suci
Kutipan :
Tumedhak roh suci
Nggelar prabawa Illahi
Kang bakal nglintir pepadhang
Altar papaning kurban
Salip Dalem Gusti
Minulya Allah ing ngaluhur
Arti :
„Turunnya roh suci‟
„Menggelar keluhuran Illahi‟
„Yang akan memberi cahaya‟
„Altar tempat kurban‟
„Salip dalam Tuhan‟
„Yang meluhurkan Allah‟
Geguritan diatas pada kata Roh Suci „roh suci‟, Prabawa Illahi „keluhuran
Illahi‟,pepadhang „penerangan‟, altar „altar‟, salip Dalem Gusti „salip
dalam Gusti‟, dan Allah „Allah‟ mengacu pada penggantian kata Tuhan.
41
2. Pinurba Sang Pepadhang
Kutipan :
Pinurba sang pepadhang
DakantitekaMu
tumangsang ing sunare netra Mu
arti :
„dimulai dari sang pencerah‟
„ku menanti kedatanganMu‟
„terjebak dalam sinarnya mataMu‟
Terdapat objek pada sang pepadhang „sang pencerah‟, tekaMu
„kedatanganMu‟, dan netraMu „mataMu‟ mengacu pada penggantian kata
Tuhan.
3. Sumawur Kekeran Adi
Kutipan :
Kabeh ana ing astaMu
Saka kedheping netraMu
Aku mlebu PradapaMu
Gusti nyuwun pangayoman
Paduka nyalirani pribadhi
Sumawur kekeran adi
Arti :
„Semua ada di tanganMu‟
„Dari kedipan mataMu‟
„Aku masuk hadapanMu‟
„Gusti, pinta perlindungan‟
„Paduka menghormati diri‟
„tersiratnya perilaku yang baik‟
42
Geguritan ketiga terdapat objek astaMu „tanganMu‟, netraMu „mataMu‟,
gusti „gusti‟, paduka „paduka‟, dan kekeran adi „perilaku baik‟kesemuanya
tersebut adalah kata ganti Tuhan.
4. Bisaku Mung Pasrah
Kutipan :
Urip mono nggadhuh utang marang Gusti
Bisaku mung pasrah, nyadhong mustikaning urip langgeng
Arti :
„Hidup itu harus mempunyai hutang kepada Gusti‟
„Bisaku hanya pasrah, meminta mustika hidup abadi‟
Lapis objek yang terkandung dalam geguritan diatas adalah Gusti „gusti‟
dan mustikaning „mustika‟ keduanya menggantikan kata Tuhan.
5. Patitis
Kutipan :
Sukma-sukma ngorong marang pradapaning gusti
Padha seba
Kang amasesa saliring rasa
Paran pepadhang lan pepeteng
Arti :
„Sukma-sukma membuka di hadapan Gusti‟
„Sama-sama menghadap‟
„Yang memutuskan perasaan‟
43
Lapis objek terdapat pada kata Gusti „gusti‟, amasesa rasa „memutuskan
perasaan‟, dan pepadhang lan pepeteng „pemberi cahaya dan kegelapan‟.
Ketiganya menggantikan kata Tuhan.
6. Mantra
Kutipan :
Taman pancuran ing tengahing rembulan purnama
Manuk emprit ngrancik sesaji amrih bumi lestari
Kunang-kunang wengi ndudhah galihing langit
Kaki lan nyai dhanyang pangreksa kayu gedhe watu gedhe
Rep sirep sumingkir saka kersaning Allah
Kemayangan jumbuhing akasa miwah bantala
Tineges ing piwulanging para jambur lanleluhur
Arti :
„Taman air mancur di tengah-tengah bulan‟
„Burung gereja memanjatkan sesaji agar bumi lestari‟
„Kunang-kunang malam membuka hatinya langit‟
„Kakek dan nenek dhanyang penunggu kayu besar batu besar‟
„Sunyi senyap tersingkir oleh kehendak Allah‟
„Melayang tidak enak langit dan bumi‟
„Terjemahan dalam ajaran para sesepuh dan leluhur‟
Geguritan ini memiliki lapis objek dengan kata rembulan purnama
„bulan‟, bumi „bumi‟, langit „langit‟, kaki lan nyai ndanyang „kakek dan
nenek dhanyang‟, Allah „allah‟, langit lan bumi „langit dan bumi‟, leluhur
„leluhur‟ yang segala halnya merupakan penggantian nama Tuhan dan
ciptaan Tuhan.
7. Bendu
Kutipan :
Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan
Pindha jlagra ngremuk atosing sela
Sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E
Samodra gung-bumi bawera
Jurang serung-puncaking gunung
Deduka bakal lumereng ing lisan sabda
44
Tunuyup kendhang tan tinampa ing palereman-E
Arti :
„Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi‟
„Seperti lahar merusak kerasnya bebatuan‟
„Kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya‟
„Samudra luas bumi terbentang‟
„Jurang curam puncaknya gunung‟
„Peringatan akan dibeberkan dalam lisan sabda‟
„Ditutupi kendhang tidak diterima di peristirahatan-Nya‟
Geguritan tersebut memiliki objek dengan kata rembulan „bulan‟, jlagra
„lahar‟, panguripan-E „kehidupan-Nya‟, samodra „samudra‟, bumi „bumi‟,
gunung „gunung‟, sabda „sabda‟, palereman-E „peristirahatan-Nya‟
termasuk dalam kata pengganti Tuhan dan seluruh ciptaan Tuhan.
8. Bali Marang Ancasing Reformasi
Kutipan :
Bapa pangarsa
Srengenge durung sadhuwure genter
Kamardikan duweke sadhengah bangsa
Arti :
„Bapa pemimpin‟
„Matahari belum sepenggalah tingginya‟
„Kemerdekaan milik segala bangsa‟
Lapis objek pada geguritan diatas terdapat pada kata bapa pangarsa „bapa
pemimpin‟, srengenge „matahari‟, dan kamardikan „kemerdekaan‟ yang
didalamnya termasuk pengganti kata Tuhan, kemerdekaan, dan ciptaan
Tuhan.
45
9. Nalika Sang Sabda Manjalma
Kutipan :
Nalika Sang Sabdamanjalma
Dadiya paseksen yen urip wisangejawantah
Dadiya sumbangsihe jagad gumelar
Papan cumondhok asihing Gusti
Arti :
„Ketika Sang Sabda menjelma‟
„Terkelupas sarana tata batin dalam hidup‟
„Jadilah saksi jika hidup sudah diwujudkan‟
„Jadilah sumbangsihnya dunia terbentang‟
„Tempat tinggal kasih sayang Tuhan‟
Lapis objek terdapat pada kata sang sabda „sang sabda‟, urip
„hidup‟,jagad „dunia‟, Gusti „gusti‟ merupakan pengganti kata Tuhan dan
ciptaan Tuhan.
10. Kabeh Wis Jinangkung Ing KarsaNe
Kutipan :
Endahing wengi kinudang rembulan sacuwil
Alaming kasukman jagating kamanungsan
Manunggal saka jantraning langit sakawit
Ngganepi paseksening ngaurip
Tumedhak nyingkap warananing jagat
Mbabar wewadining urip lan pati
Kang bakal anjog ing telenging segaraMu
Marga kabeh wis jinangkung ing karsaNe
Arti :
„Indahnya malam dipuja bulan sabit‟
„Dunia sukma dunia kemanusiaan‟
„Menyatu dari luasnya langit sebelumnya‟
46
„Menyempurnakan kesaksian kehidupan‟
„Mendekat menyingkap jalannya dunia‟
„Menjabarkan arti hidup dan mati‟
„Yang akan sampai ketengah samudra-Mu‟
„Karena semua telah ditakdirkan oleh kehendak-Nya‟
Lapis objek pada geguritan ini ada pada kata rembulan
„bulan‟,kamanungsan „kemanusiaan‟, langit „langit‟, ngaurip „kehidupan‟,
jagat „dunia‟, urip lan pati „hidup dan mati‟, segaraMu „samudraMu‟,
kersaNe „kehendakNya‟ menggambarkan pengganti nama Tuhan, alam
semesta dan kehidupan manusia.
11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka
Kutipan:
Antara swara ati lan nurani
Angin uga kadhung nglipus
Apa bener bumi iki wis tuwa
Ngumandanging suwara tanpa raga
Dhuh Gusti punapa karsa Paduka?
Arti :
„Diantara suara hati dan nurani‟
„Angin juga terlanjur tertidur‟
„Apa benar bumi ini sudah tua‟
„Terdengarnya suara tanpa raga‟
„Terserah Kuasa Tuhan‟
47
Menjelaskan bahwa kata ati lan nurani „hati dan nurani‟, angin „angin‟,
bumi „bumi‟, raga „raga‟, Gusti „Gusti‟, paduka „paduka‟ adalah pengganti
nama Tuhan dan alam semesta ciptaan Tuhan.
12. Balia
Kutipan :
Aja nglarak rembulan kemrangsang
Lintang luku pepasihan karo jakabelek
Yektine menungsa mung wayang kanggoNe
Terjemahan :
„Jangan mengharapkan bulan sempurna‟
„Bintang luku mengadu kasih dengan Jakabelek‟
„Sebenarnya manusia hanya bayangan bagiNya‟
Lapis objek pada kata rembulan „bulan‟, lintang „bintang‟, dan kanggoNe
„bagiNya‟ adalah pengganti nama Tuhan dan ciptaan Tuhan.
13. Suhing Leluhur
Angin nganthi sumuking hawa tunggal gunung
Sumilir pindha lengguting ombak jaladri
Kang jejogedan ing tawang
Mega putih angungrum lintang wengi
Sumunar. . sumunarcahyane
Sesulak ing ngawiyat mapag tekane mangsakala
Ginaris Hyang Ratri mancur ing balumbang
Gilar-gilar ngrabasa bumining Pangeran
Saiyeg saeka kapti mrih kuncarane bumi adi
Ayuning rembulan katon mubyar
Sinayap pindha sumoroting teja
Konjem ing plabuhning pertiwi
Tan jinarag sumungkem ing PradapaMu
Terjemahan :
„Angin membawa panasnya hawa satu gunung‟
„Mengalir seperti gerakan ombak lautan‟
48
„Yang menari dilangit‟
„Mega putih menyelimuti bintang malam‟
„Bersinar. . bersinar cahayanya‟
„Digariskan Dewa malam mengalir dikolam‟
„yang terang merusak buminya Pangeran‟
„seiya sekata supaya tersohornya bumi luhur‟
„Cantiknya rembulan katon mubyar‟
„diibaratkanseperti jatuhnya cahaya‟
„Terdiam dalam pelabuhan bumi‟
„Tidak sengaja bersimpuh di PradapaMu‟
Lapis objek terdapat pada kata angin „angin‟, gunung „gunung‟, ombak
jaladri „ombak lautan‟, tawang „langit‟, lintang „bintang‟, cahyane
„cahayanya‟, mangsakala „musim‟, Hyang ratri „dewa malam‟, Pangeran
„Tuhan‟, bumi „bumi‟, rembulan „bulan‟, teja „cahaya‟, pertiwi „bumi‟,
pradapaMu „pradapaMu‟ kata-kata diatas adalah kata ganti nama Tuhan
dan ciptaan Tuhan.
14. Padupan
Kutipan :
Tembang-tembang panguripan
Linaras mangesthi Hyang Widi
Nratas mega lanangin wengi
Ing bumi Jawadwipa ginurit sastra lungit
Oh paduka dhuh Gusti kang peparing
Arti :
„Lagu-lagu kehidupan‟
„dilambangkanmenyakini Tuhan‟
„Melewati mega dan angin malam‟
„Di bumi Jawadwipa tertulis sastra agung‟
„Oh tuanku,Tuhan Sang Pemberi‟
49
Lapis objek pada geguritan diatas ada pada kata panguripan „kehidupan‟,
Hyang Widi „tuhan‟, mega „mega‟, angin „angin‟, bumi „bumi‟, paduka
„tuhan‟, gusti „tuhan‟ mengandung penggantian nama Tuhan dan alam
semesta.
15. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E
Kutipan :
Mega disapa lan ati jinangkung kapitayan
Kairing enceping rembulan purnama
Tekat tarekat merengkuh bumi
Nalika udan kapisan ora nelesi lemah
Kemulan mendhung
Nggugah rina wengi kang lagi kepati
Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE
Arti :
‗Mega disapa dan hati diikat kepercayaan‟
„Diiringi senyuman mengejek bulan purnama‟
„Tekad tarekat merengkuh bumi‟
„Ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah‟
„Berselimut mendung‟
„Membangunkan siang malam yang telah mati‟
„Menyatu dalam napasku, napasmu, napasNya‟
Lapis objek pada geguritan tersebut menggunakan kata mega „mega‟,
rembulan purnama „bulan purnama‟, bumi „bumi‟, udan „hujan‟,
mendhung „berawan‟, rina „siang‟, napasE „nafasNya‟ adalah pengganti
kata Tuhan dan alam semesta seiisinya.
16. Manembah
Kutipan :
Kanthi jangkahing yuwana
Tuking urip
Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit
Nratas wengi
Gumelaring alam
Ruruh dadi pasren sesuci
50
Manembah ing Gusti
Arti :
„Dengan langkahnya dunia‟
„Perolehan hidup‟
„Di baliknya cakrawala tersimpan jernihnya langit‟
„Menembus malam‟
„Terbentangnya alam‟
„giat menjaga kesucian‟
„Beribadah kepada Tuhan‟
Geguritan diatas mengandung lapis objek dengan kata yuwana „dunia‟,
urip „hidup‟, cakrawala „cakrawala‟, langit „langit‟, wengi „malam‟, alam
„alam‟, sesuci „sesuci‟, Gusti „Tuhan‟ sebagai pengganti kata Tuhan dan
ciptaan Tuhan.
17. Gurit Pepesthen
Kutipan :
Cahya gumrining ngemuli esuk kapuranta
Aweweka ngendhaleni musiking rat
Apabaya kalamun bawana siningkap langkap
Mung kang kinajab mangsa tinarbuka
Kang wis giniring ing guriting Gusti
Arti :
„Cahaya mengarah menyelimuti pagi semangatnya‟
„menggambarkanpolah tingkah dunia‟
„Apa saja jika bumi dibuka‟
„Yang diharapkan hanya musim dibuka‟
„Yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan‟
51
Lapis objek terdapat pada kata cahya „cahaya‟, esuk „pagi‟, musiking rat
„dunia‟, bawana „bumi‟, mangsa „musim‟,Gusti „Tuhan‟ adalah pengganti
kata Tuhan dan ciptaan Tuhan.
18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan
Kutipan :
Nrobos selaning lurung panguripan
Gagat rahina kang wisangrantam
Ing mangsa labuh ndadha kasunyatan
Ing sanggyaning pamengku jati
Arti :
„Menerabas celah-celah jalan kehidupan‟
„Tengah malam merancang apa yang diinginkan‟
„Di musim penghujan telah menyanggupi menjadi kenyataan‟
„Dalam tumpuan Tuhan‟
Lapis objek terdapat pada kata panguripan „kehidupan‟, rahina „malam‟,
mangsa „musim‟, pamengku jati „Tuhan‟ yang dalam artiannya
menggantikan kata Tuhan dan alam semesta.
19. Pujabrata
Kutipan :
Kidung wengi kang ngrengga batin
Cinandra wadhahing alam sajroning potret
Angina mangsa bedhidhing dolanan padhut
Semine laku ing jantraning mangsakala
Kumriciking banyu sendhang kinarya pralampita
Nalika mangsa labuh worsuh gemlegering gludug
Kabeh isih ginaris peparinge Hyang Widi
52
Arti :
„Nyanyian malam yang menjaga batin‟
„Digambarkan tempat alam didalam potret‟
„Angin di musim pancaroba bermain kabut‟
„Tumbuhnya perjalanan di musim yang berlangsung‟
„Gemericik air sendang sebagai petanda‟
„Ketika musim penghujan banyak terjadi suara petir‟
„Semua masih digariskan oleh pemberian Tuhan‟
Geguritan diatas mengandung lapis objek pada kata wengi „malam‟, alam
„alam‟, angin „angin‟, mangsa „musim‟, padhut „kabut‟, mangsakala
„musim yang berlangsung‟, banyu „air‟, gludhug „petir‟, Hyang Widi
„Tuhan‟ semuanya adalah pengganti kata Tuhan dan alam semesta
seiisinya.
Latar
Aspek latar antara lain ialah aspek ruang dan waktu, terjadinya
peristiwa-peristiwa ditambahkan juga latar keadaan. Ruang adalah tempat
atau lokasi peristiwa-peristiwa yang diamati baik yang ekstern maupun
intern. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang pencerita akan
memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan
biasanya secara tertulis atau secara tersirat dan terperinci. Keadaan adalah
suasana dimana peristiwa itu terbuat.
Berikut adalah latar yang terdapat pada kesembilan belas geguritan
karya J.F.X. Hoery :
1. Tumedhak Roh Suci
Kutipan :
Dadi menaraning ngaurip
53
Altar papaning kurban
Minulya Allah ing ngaluhur
Manggya tentrem manungsa ing donya
Terjemahan :
„Menjadi menaranya kehidupan‟
„Altar tempat kurban‟
„Yang meluhurkan Allah‟
„Mendapatkan ketentraman manusia di dunia‟
Latar pada geguritan diatas ditunjukkan pada menaraning
„menaranya‟, altar „mimbar‟, ing ngaluhur „yang meluhurkan‟, ing
donya „di dunia‟ menunjukkan latar tempat dan mengacu pada Tuhan.
2. Pinurba Sang Pepadhang
Kutipan :
Ing pupusing gurit
Angin wengi gemantung ing gegodhongan
Dhelikan ing waliking mega
Rerambatan mangsa
Kidung wengi
Tumangsang ing sunare netra Mu
Ing taman-taman ati
Sajroning pasamuan
Terjemahan :
„Diujung puisi‟
„Angin malam menguntai pada dedaunan‟
„Sembunyi dibalik awan‟
„Melekat pada waktu‟
„Nyanyian malam‟
„Terjebak didalam sinar mataMu‟
„Ditaman-taman hati‟
„Didalam pertemuan‟
54
Latar ditunjukkan pada kata ing pupusing „di ujung‟, gumantung ing
gegodhongan „menguntai pada dedaunan‟, ing waliking „dibalik‟,
mangsa „waktu‟, wengi „malam‟, ing sunare „di sinarnya‟, ing taman
„di taman‟, sajroning „didalam‟ kesemuanya ini menunjukkan latar
waktu yang mengacu kepada Tuhan.
3. Sumawur Kekeran Adi
Kutipan :
Krana pasrah lan percaya
Wong nistha tan tinarima
Kang suka apuskarma
Ngeningake cipta
Ngelengake karep
Madhepake ati
Ngumandhang puja lan dunga
Nyebar tresna asih
Terjemahan :
„Karena pasrah dan percaya‟
„Orang berdusta tidak diterima‟
„Yang suka bohong mendapat karma‟
„Mengheningkan cipta‟
„Mengingatkan keinginan‟
„Memantapkan hati‟
„Mengumandangkan puja dan doa‟
„Menyebarkan kasih sayang‟
Geguritan tersebut memiliki latar pada kata pasrah lan percaya
„pasrah dan percaya‟, nistha „berdusta‟, apus „berbohong‟, karma
„karma‟, ngeningake „mengheningkan‟, ngelengake „mengingatkan‟,
madhepake „memantapkan‟, puja lan donga „puja dan doa‟, tresna
asih „kasih sayang‟ merupakan latar suasana hati yang akan menuntun
ke Tuhan.
55
4. Bisaku Mung Pasrah
Kutipan :
Dakbukak esuk rerantak uripku
Grimis tipis ngelus-elus bun ati
Mungkure wengi ora perlu ditangisi
Bisa ku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon
Tempuking rina lan wengi ngremgem uripku
Mbirat kadurakan mrajaya kasangsan
Sinartan sumunaring pamethangan ing puncak kalpari
Dina-dina kang terus lumaku uripku
Lereging kapitayang muhung ing tludhaking piyandel
Wengi-wengi kang terus ngedhem uripku
Butuh ngarak rahayu ing laku
Terjemahan :
„Ku buka matahari pagi terlihat dihidupku‟
„Gerimis mengusap bun hati‟
„Menghilangnya malam tak perlu ditangisi‟
„Bisaku hanya pasrah, menunggu datangnya keselamatan‟
„Tumpukan siang dan malam mencekram hidupku‟
„Menyebarkan angin rindu menembus pulung hati‟
„Menghilangkan kedurakaan yang merajai kesengsaraan‟
„Bersama menyinari kegelapan dipuncak kalpari‟
„Hari-hari yang terus berjalan dihidupku‟
„jalani dengan penuh harapan di hati sendiri‟
„Malam-malam yang terus menahan hidupku‟
„Butuh menghantar selamat dijalan‟
Latar tergambar pada kata esuk „pagi‟, grimis „gerimis‟, wengi
„malam‟, pasrah „pasrah‟, karahayon „keselamatan‟, rina „siang‟,
pulung ati „hati yang terdalam‟, kadurakan „durhaka‟, kasengsaran
„kesengsaraan‟, ing puncak „di puncak‟, dina „hari‟, ing laku „di jalan‟.
Kata-kata diatas menunjukkan latar suasana hati dan sifat manusia
kepada Tuhannya.
5. Patitis
Kutipan :
Wengi adi rinengga lintang lan rembulan
56
Udan riwis-riwis nyebar atis
Yen ta wis meleng ing pangawikan
Tan bisa sinelak ing wewelak
Kang tansah nyampangi laku
Susuhing geter lan sepi
Terjemahan :
„Malam luhur dinantikan bintang dan bulan‟
„Hujan gerimis menyebar dingin‟
„Jika sudah oleng dipikiran‟
„Tidak bisa dielakkan dalam sanubari‟
„Yang selalu menghalangi jalan„
„Sarangnya getar dan sepi‟
Latar ditunjukkan dalam kata wengi „malam‟, udan riwis-riwis
„hujan gerimis‟, ing pangawikan „di pikiran‟, ing wewelak „di
kenyataan‟, laku „jalan‟, geter lan sepi „getar dan sepi‟ yang semuanya
ini termasuk latar tempat dan suasana ataupun keadaan.
6. Mantra
Kutipan :
Taman pancuraning tengahing rembulan purnama
Ing plataran sumringah nggawa dolanan papah gedhang
Wengi lan adhem kadhung rumasuk
Ngemuli kang lagi kawudan nglaras rasa
Kumelun dupa manunggal jroning mantra
Kang rumeseping otot-otot linolos bebayuning roh
Kala-kala nepasi memala kang bebedhangan duraka
Kakinyai dhanyang pangreksa kayu gedhe watu gedhe
Rep sirep sumigkir saka kersaning Allah
Wis suwe patohan nglempit layang wasita adi
Kanthi rasa rinasa ing pamardi ing kapti
Tineges ing piwulanging para jambur lan leluhur
Terjemahan :
„Taman pancuran ditengah-tengah bulan purnama‟
„Di pelataran tersenyum membawa mainan batang pisang‟
„Malam dan dingin terlanjur merasuk‟
„Menyelimuti yang sedang bertelanjang rasa‟
„Mengalun dupa menjadi satu didalam mantra‟
„Yang meresap dalam otot-otot diloloskan angin roh‟
57
„Kadang bertepatan penghalang yang berselimut durhaka‟
„Kakek dan nenek dhanyang penunggu kayu besar batu besar‟
„Sunyi senyap terseingkir oleh kehendak Allah‟
„Sudah lama sekali melipat surat aturan luhur‟
„Dengan rasa dalam pencarian keinginan ‟
„Terjemahan dalam ajaran para sesepuh dan leluhur‟
Geguritan tersebut mengandung banyak latar ditunjukkan pada
kata taman pancuran „taman pancuran‟, ing tengahing „ditengahnya‟,
ing plataran „dipelataran‟, sumringah „tersenyum‟, wengi „malam‟,
adhem „dingin‟, kawudan„bertelanjang‟, ngemuli „menyelimuti‟,
kumelun „mengalun‟, jroning „didalam‟, rumesep „merasuk‟, duraka
„durhaka‟, pangreksa kayu gedhe watu gedhe „penunggu kayu besar
batu besar‟, rep sirep „sunyi senyap‟, wis suwe „sudah lama‟, ing kapti
„keinginan‟, ing piwulanging „ajaran‟terdapat latar tempat, waktu, dan
keadaan hati suasana hati.
7. Bendu
Kutipan :
Angen-angen kang ngrambyang nguyak sepi
Ana tumiyunge pang-pang cemara wengi
Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan
Parandene kang tinodhi ta keguh
Pindha jlagra ngremuk atosing sela
Ing pangangkah bisa kaetha bisa kacandra
Donga memule wis mungkur saka rame
Kang sumawur rinucat ing pakeringan
Sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E
Jurang cerung-puncaking gunung
Sumujud manungkul ing sembah
Kang wangkot mbrengleko ambalela
Awit nyasar nrajang bebener nyingkur paugeran
Tinuyup kendhang tan tinampa ing palereman-E
Terjemahan :
„Angan-angan yang tidak jelas mengejar sepi‟
„Ada melambainya dahan-dahan cemara malam‟
58
„Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi‟
„Padahal yang diuji tidak gentar‟
„Seperti lahar merusak kerasnya bebatuan‟
„Dalam keinginan bisa terkait bisa diibaratkan‟
„Doa menghormati para leluhur sudah selesai dari keramaian‟
„Yang tersebar dibuang di takuti‟
„Kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya‟
„Jurang. . puncaknya gunung‟
„Bersujud berlandaskan pada sembah‟
„Yangtidak menurut kehendaknya sendiri berkhianat‟
„Karena nyasar menerabas kebenaran mengesampingkan aturan‟
„Ditutupi kendhang tidak diterima di peristirahatan-Nya‟
Geguritantersebut menunjukkan kata angen-angen „angan-
angan‟menunjukkan suasana berkhayal, wengi „malam‟ menunjukkan
waktu‟, temangsang „tergantung‟ menunjukkan keadaan menggantung,
ta teguh „ tidak gentar‟ menunjukkan keadaan tidak gentar, atosing
sela „kerasnya bebatuan‟ menunjukkan keadaan suatu benda yang
keras, ing pangangkah „dalam jangkah/keinginan‟ menunjukkan
pengharapan manusia, rame „ramai‟ menunjukkan suasana, ing
pakeringan „dalam kekeringan‟ menunjukkan keadaan, sanyatane
„kenyataannya‟ menunjukkan keadaan, jurang „jurang‟ puncaking
„puncaknya‟ gunung „gunung‟ menunjukkan tempat, ing sembah
„dalam sembah‟ menunjukkan kepatuhan kepada Tuhan, ambalela
„berkhianat‟ menunjukkan sifat manusia, bebener „kebenaran‟
menunjukkan jalan manusia yang harus ditempuh‟, ing paleremanE
„dalam peristirahatannya‟ menunjukkan tempat.
8. Bali Marang Ancasing Reformasi
Kutipan :
Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji
Nanging waspadakna
Srengenge during sadhuwure genter
59
Rasaning adil kandhas
Utangan bandha saka manca jare sokongan
Marga wistinulis mawa mangsi kuning
Uga kamardikaning panggurit
Perlu katlisik tekan papan-papan wingit
Tekad mbrasta maksiyat mung plakat
Korupsi kolosi kong kalikong
Keplok bokong
Dekadensi moral sinartan
Mubeling kabudayan manca dadi wisa
Pamrawasa ngrengga wartasaben dina
Rampog kecu ngincer mangsa saben wektu
Sarana cathetandina iki
Marga dudu asu gedhe kang menang kerahe
Dudu wong cilik kang ngucireng yuda
Nanging pangarsa kang kelangan rasa
Nanging panguwasa wis kadhung kelangan keblat
Perlune njejegake kukum
Perlune ngecengake garis demokrasi
Bali marang ancasing reformasi
Ngugemi ajining diri
Ngugemi jatidhiri
Terjemahan :
Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji
Tetapi lihatlah
Matahari belum sepenggalah tingginya
Rasanya keadilan telah hanyut
Hutang harta dari manca katanya bantuan
Karena sudah ditulis dengan tinta kuning
Juga kemerdekaan penulis
Perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker
Tekad menghilangkan maksiat hanya plakat
Korupsi kolusi kong kalikong
Berteput pantat
Dekadensi moral diikuti
Bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa
Pemrakasa membuat berita setiap hari
Rampok begal mengincar mangsa setiap saat
Sarana catatan hari ini
Karena bukan anjing besar yang menang ketika bertarung
Bukan orang kecil yang menahan perang
Tetapi pemimpin yang kehilangan rasa
Tetapi penguasa sudah teranjur kehilangan kiblat
Pentingnya menegakkan hukum
Perlunya memperkuat garis demokrasi
Kembali dalam tujuan reformasi
60
Memegang teguh kekuatan diri
Memegang teguh jatidiri
Geguritantersebut pada kata esuk „pagi‟, waspadakna
„waspadalah‟, genter „tingginya‟, adil „keadilan‟, saka manca „dari
manca‟, tinulis „ditulis‟, kamardikan „kemerdekaan‟, papan wingit
„tempat angker‟, mbrasta maksiat „menghilangkan maksiat‟, korupsi
kolosi kong kalikong „korupsi kolusi kong kalikong‟, keplok
„bertepuk‟, dekadensi moral „dekadensi moral‟, kabudayan manca
„kebudayaan manca‟, saben dina „setiap hati‟, saben wektu „setiap
waktu‟, dina iki „hari ini‟, menang kerahe „menang ketika bertarung‟,
ngucireng yuda „menahan perang‟, kelangan rasa „kehilangan rasa‟,
keblat „kiblat‟, njejegake „menegakkan‟, ngencengake „memperkuat‟,
bali marang ancasing reformasi „kembalikesemangat reformasi‟,
ajining „kekuatan‟, ngugemi „memegang teguh‟ mengandung latar
suasana hati, sifat manusia, waktu dan tempat.
9. Nalika Sang Sabda Manjalma
Kutipan :
Aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran
Tan ana kang kawistara wela-wela
Kajaba semuning samun sepi
Kinosek sarana tata batin sajoning urip
Alelambaran kasunyatan-kasunyatan wening
Tanpa pamrih ing ramening tata gelar
Aja nganti kedlaran-dlaran tanpa juntrung
Tarakbrata lakuning laku utama
Dadi dedalanelumebu ing jagad batinmu dhewe
Dakpapanake ing sengkeraning pangesthi
Dadiya paseksen yen urip wisangejawantah
Kanthi pangandel sumeblak sumarah
Dadiya sumbangsihe jagad gumelar
Papan cumondhok asihing Gusti
61
Lair trusing batin kang nyawiji
Terjemahan :
Aku tersesat di wilayah asing tanpa tujuan
Tidak ada yang terlihat dengan jelas
Kecuali semunya sepi
Terkelupas sarana tata batin dalam hidup
Beralaskan kenyataan-kenyataan jernih
Tanpa mengharapkan balasan dalam ramainya kedok belaka
Jangan sampai terlanjur tanpa tujuan
Bertapa menjalankan perbuatan baik
Menjadi jalannya masuk dalam dunia batinmu sendiri
Aku tempatkan dalam rahasia kebaikan
Jadilah saksi jika hidup sudah diwujudkan
Dengan keungulln terbuk bersabar
Jadilah sumbangsihnya dunia terbentang
Tempat tinggal kasih sayang Tuhan
Lahir sampai dengan batin yang menyatu
Geguritan diatas menunjukkan latar pada kata ing tlatah „di
wilayah, kawistara „jelas‟, sepi „sepi‟, sajroning urip „dalam
kehidupan‟, kasunyatan „kenyataan‟, ing ramening „dalam keramaian‟,
tanpa juntrung „tanpa tujuan‟, lakuning „menjalankan‟, dedalane
„jalannya‟, ing jagad „di dunia‟, ing sengkeraning „dalam rahasia‟,
angejawantah „diwujudkan‟, sumarah „sabar‟, jagad „dunia‟, papan
cumondhok „tempart tinggal‟, nyawiji „menyatu‟ dengan percampuran
suasana hati, waktu, tepat, sifat manusia,dan keadaan manusia itu
sendiri.
10. Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane
Kutipan :
Endahing wengi kinudang rembulan sacuwil
Kang banjur mungkur ndelik ing waliking mendhung
Udan riwis-riwis ngisi ati sumendhal ing dhadha
62
Ana kang tedhak netepi jejering kawula
Kang wis cinatur sadawaning kalamangsa
Pranyata ngandhut gegembolan jagat ginaib
Alaming kasukman jagating kamanungsan
Manunggal saka jantraning langit sakawit
Ngganepi paseksening ngaurip
Ing telenging tawang sinartan kidung ayu
Marga kang tinunggu ndedawa kapang kapirangu
Binandhul rasa kapiadreng
Tumedhak nyingkap warananing jagat
Marga wis jinanji amurwani lan mungkasi
Geter pater mawa prabawa langgeng
Nyawiji saka gatraning jagat ginelar
Kabar kang binabar dadi padoming laku
Wis ginaris ing lungiting weca kuna
Jinangkung wasitaning wahyu kayuwanan
Linambaran ombaking panguripan rina lan wengi
Ginambar ing ayang-ayaning batin
Kang bakal anjog ing telenging segaraMu
Yen ta sejatine tresna iku pasrah lan kurban
Ing sangisoring tugu kamenangan mulya
Dadia paugeran sadawaning laku
Terjemahan :
Indahnya malam dipuja rembulan sebagian kecil
Yang kemudian selesai bersembunyi di balik awan
Hujan gerimis mengisi hati terkejut dalam dada
Ada yang ingkar menepati kwajiban rakyat
Yang sudah dikatakan sepanjang masa
Kenyaannya mengandung bungkusan dunia gaib
Dunia sukma dunia kemanusiaan
Menyatu dari luasnya langit sebelumnya
Menyempurnakan kesaksian kehidupan
Di tengah langit disertai kidung cantik
Karena yang ditunggu memanjangkan kerinduan kegelisahan
Di gantung rasa yang sangat ingin
Mendekat menyingkap jalannya dunia
Karena sudah dijanjikan memulai lan mengakhiri
Bergetar penuh kebiwabaan abadi
Menyatu dari bait dunia yang terbentang
Kabar yang dijelaskan menjadi petunjuk laku
Sudah digariskan dalam langit kuna
Ditakdirkan ajaran anugrah kebahagiaan
Beralaskan ombaknya kehidupan siang dan malam
Tergambar dalam baying-bayang batin
Yang akan sampai ke tengah samudra-Mu
Jikalau sejatinya cinta itu pasrah dan berkorban
63
Di bawah tugu kemenangan mulya
Menjadi aturan sepanjang perjalanan
Pada geguritan diatas latar ditunjukkan pada kata wengi „malam‟,
ing waliking mendhung „dibalik awan gelap‟, udan riwis-riwis „hujan
gerimis‟, ing dhadha „didada‟, netepi jejering „menepati kewajiban‟,
sadawaning kaamangsa „sepanjang musim‟, jagat ginaib „dunia gaib‟,
kamanungsan „kemanusiaan‟, langit „langit‟, paseksening „kesaksian‟,
ing telenging „ditengah‟, kapang kapirangu „kerinduan kegelisahan‟,
kapiadreng „sangat ingin‟, jagat „dunia‟, amurwani lan mungkasi
„memulai dan mengakhiri‟, prabawa „kewibawaan‟, nyawiji
„menyatu‟, laku „jalan‟, ing lungiting „dalam langit‟, jinangkung
„ditakdirkan‟, rina lan wengi „siang dan malam‟, ing ayang-ayaning
„dalam bayangan‟, ing telengin segaraMu „dalam tengah segaraMu‟,
pasrah lankurban „pasrah dan berkorban‟, ing sangisoring „di bawah‟,
sadawaning laku „sepanjang perjalanan‟ yang semuanya mengandung
hubungan antara suasana hati, tempat, waktu, dan keadaan dalam hati.
11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka
Kutipan :
Antarane swara ati lan nurani
Wis suwe ginerus erosi
Sapa sing ngrangkul wengi
Saka sekon mrambat menit
Temrawang ing pangangen
Sepi
Nyenyet
Mangkonoa dina terus lumaku
Apa bener bumi iki wis tuwa
Sapa kuwawa miyak warana
Terjemahan :
64
Antaranya suara hati dan nurani
Sudah lama tergerus erosi
Siapa yang merangkul malam
Dari detik merambat menit
Terlihat dalam angan-angan
sepi
dingin
Seperti itulah hari terus berjalan
Apa benar bumi ini sudah tua
Siapa yang kuat membuka jalan
Pada geguritan ini latar terdapat pada kata antarane „diantara‟
yang menunjukkan ada dua benda yang mengapit, wis suwe „sudah
lama‟ menunjukkan waktu lampau, wengi „malam‟, sekon „detik‟,
menit „menit‟ yang menunjukkan waktu, ing pangangen „di dalam
angan‟ menunjukkan suasana hati, sepi „sepi‟, nyenyet „dingin‟
menunjukkan suasana pada waktu itu, dina „hari‟ menunjukkan waktu,
lumaku „berjalan‟ menunjukkan aktifitas, tuwa „tuwa‟ menunjukkan
keadaan, dan warana „jalan‟ menunjukkan tempat.
12. Balia
Kutipan :
Wis suweawake dhewe kumpul, pamitra
Ing warung kopi, ing trotoar, ing taman
Ana kana Romy-Yuliet, kaget
Pranacitra-Layonsari, ura-ura
Bandung Bondowoso-Rorojonggrang,keplantran
Jaka Tarub-Nawangwulan nanting kasatyan
Nggadhuh tresna nggendhong kaculikan
Mangsa labuh mangsa udhu pangarep
Ing pategaran ara-ara kasaguhan
Ing pabaratan ora ana tumetesing getih
Kabeh wis mungkur ing karep
Sadurunge mancik sadyaning mangsakala
Balia udinen pusering kasunyatan
65
Terjemahan :
Sudah lama kita kumpul, teman
Di warung kopi, di trotoar, di taman
Di sana romy-juliet kaget
Pranacitra-Layonsari berteriak
Bandung Bandawasa-Rara Jonggrang dibodohi
Jaka tarub-nawang wulan menyepelekan kesetiaan
Mempersatukan cinta menggendong kelicikan
Musim penghujan musim judi harapan
Dalam ketegaran lapangan kesanggupan
Dalam peperangan tdak ada menetesnya darah
Semua sudah diselesaikan oleh keinginan
Sebelum masuk pada segala musim
Pulanglah pelajari perputaran kenyataan
Geguritan diatas mengandung latar pada kata wis suwe „sudah
lama‟ menunjukkan kata waktu, ing warung kopi „diwarung kopi‟, ing
trotoar „ditrotoar‟, ing taman „di taman‟ menunjukkan tempat, kaget
„kaget‟, ura-ura „berteriak‟, keplantrang „dibodohi‟, menunjukkan
gejolak hati, kasatyan „kesetiaan‟, kaculikan „kelicikan‟ menunjukkan
sifat manusia, mangsa labuh „musim penghujan‟ menunjukkan waktu,
ing pategaran „dalam ketegaran‟, kasaguhan „kesanggupan‟
menunjukkan sifat manusia, ing pabaratan „dalam peperangan‟
menunjukkan tempat, ing karep „keinginan‟ menunjukkan harapan,
mangsakala „musim‟ menunjukkan suasana, dan kasunyatan
„kenyataan‟ menunjukkan keaslian.
13. Suhing Leluhur
Kutipan :
Sumilir pindha lengguting ombak jaladri
Ora ana sabawa swara, tidhem premanem
Kang jejogedan ing tawang
Mega putih angungrum lintang wengi
Ginaris hyang ratri mancur ing balumbang
66
Gya aweh pambagya tumuruning mangsakala
Gilar-gilar ngrabasa bumining Pangeran
Sumawur ing saindenging tlatah jinangkung
Tinarbuka nggawa pawarta kabungahan
Tan jinarag sumungkem ing pradapaMu
Kinarya rerepan ing madyaning bebrayan gung
Terjemahan :
Mengalir seperti gerakan ombak lautan
Tidak ada satupun suara, diam sunyi
Yang menari di langit
Mega putih berceloteh pada bintang malam
Digariskan dewa malam mengalir di kolam
Segerah memberi ucapan selamat datangnya musim
Terang merusak buminya pangeran
Berserakan di seluruh tempat yang dijangkau
Dibuka membawa kabar bahagia
Tidak disengaja bersimpuh di pradapa-Mu
Sebagai pelipurdi tengah-tengah masyarakat luas
Geguritantersebut memiliki latar ombak jaladri „ombak lautan‟
menunjukkan suasana di lautan, tidhem pramanen ‟diam sunyi‟
menunjukkankeadaan disekitar, ing tawang „di langit‟ menunjukkan
tempat, wengi „malam‟ menunjukkan waktu, ing balumbang „di
kolam‟, bumining „buminya‟ menunjukkan tempat, ing saindenging
tlatah „di seluruh tempat‟ menunjukkan tempat‟, kabungahan
„kebahagiaan‟ menunjukkan suasana hati, ing pradapaMu „di
pradapaMu‟ menunjukkan tempat, ing madyaning bebrayan gung „di
tengah-tengah masyarakat luas‟ menunjukkan tempat.
14. Padupan
Kutipan :
Ngumandhang mbedhah crita pagedhongan
Tumungkul pasrah mbirat kamurkan
Rikala bumi kinungkung angkara
67
Nratas mega lan angin wengi
Sinandi ing wecane para jambur
Ing asepi sepa samun
Oh paduka dhuh Gusti kang peparing
Nugraha pambirat sakeh durangkara
Terjemahan :
Mengumandang membuka cerita istana
Giat dalam kepasrahan memberantas kemurkaan
Ketika bumi dikelilingi angkara
Melewati mega dan angin malam
Disandikan dalam wacana para pendatang
Dalam sepi tanpa rasa rompak
Oh paduka dhuh Gusti Maha Memberi
Anugrah jauhkan dari segala angkara murka
Geguritantersebut terdapat latar pada kata pagedhongan „istana‟
menunjukkan tempat, pasrah „berserah‟ kamurkan „kemurkaan‟
menunjukkan sikap manusia kepada Tuhannya dan murka Tuhan
kepada manusia, bumi „bumi‟ menunjukkan tempat berpijak manusia,
angkara „angkara‟ menunjukkan keadaan, wengi „malam‟
menunjukkan waktu, ing wecana „dalam wacana‟ menunjukkan sifat
manusia, ing asepi „dalam sepi‟ menunjukkan keadaan sekitar, kang
peparing „maha memberi‟ dalam konteksnya menunjukkan sifat
Tuhan, durangkara „angkara murka‟ menunjukkan keadaan.
15. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E
Kutipan :
Miyak tlatah pangumbaran
Kamangka kelir wis ginulung saka panggung
Brubuh ing palagan dadi kembang lambe
Banyu bening tumetes binendung
Makuwon ing grahitaning sanubari
Mega sinapa lan ati jinangkung kapitayan
Kang ana ing angen-angen katliweng
68
Tekat tarekat angrengkuh bumi
Anak wadon lepasna saka keprabon
Nalika udan kapisan ora nelesi lemah
Ginuyu angina kang pencolotan ing pucuk ori
Kemulan mendhung
Nurani kendhang ing uleganing jaman
Nggugah rina wengi kang lagi kepati
Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE
Terjemahan :
Membuka tempat pengembaraan
Padahal kelir sudah digulung dari panggung
Perang ramai di arena peperangan jadi bahan perbincangan
Air jernih menetes dibendung
Bertempat tinggal di hati sanubari
Mega disapa dan hati diikat kepercayaan
Yang ada diangan-angan terlupa
Tekad tarekat merengkuh bumi
Anak perempuan lepaskanlah dari kerajaan
Ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah
Ditertawakan angina yang meloncat-loncat di pucuk bambu
Berselimut mendung
Hati berdebar dalam arus jaman
Membangungkan siang malah yang telah mati
Menyatu dalam napasku, napasmu, napas-Nya
Geguritantersebut memiliki latar yang ditunjukkan pada kata
tlatah „jalan‟, panggung „panggung‟, ing palagan „di arena‟,
menunjukkan tempat, tumetes binendung „menetes dibendung‟
menunjukkan keadaan, ing grahitaning sanubari „di hati sanubari‟
menunjukkan isi hati, kapitayan „kepercayaan‟ menunjukkan
kepercayaan manusia, ing angen-angen „dalam angan-angan‟
menunjukkan keadaan, bumi „bumi‟, keprabon „kerajaan‟
menunjukkan tempat, udan „hujan‟ menunjukkan keadaan, ing pucuk
ori „di pucuk bambu‟ menunjukkan tempat, mendhung „berawan‟
menunjukkan suasana hari itu, rina wengi „siang malam‟ menunjukkan
waktu, kepati „mati‟, nyawiji „menyatu‟ menunjukkan keadaan akhir
69
manusia. Konsep tarekat dalam geguritan di atas adalah mengacu
kepada kasih kesetiaan kepada Tuhan dan kepada sesama umat
manusia.
16. Manembah
Kutipan :
Manembah angolah daya sandyakala
Rinumpaka wenganing kaheningan maya
Kanthi jangkahing yuwana
Ing netra sumunar
Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit
Udinen kuncine pagedhongan
Kang tinemu glibeting pangangen
Kangen ing pangangkah
Nratas wengi
Ing sepiningpanawikan rasa
Gumelaring alam
Mangun kasudarman
Manguyun saluki tunggal ing pameleng
Kinanthi putihing ati mneneping rasa
Sumengka napas-napas pasrah
Manembah ing Gusti
Terjemahan :
Beribadah mengolah daya segala waktu
Dirawat bukanya keheningan dunia fana
Dengan langkahnya dunia
Dalam mata bersinar
Di baliknya cakrawala tersimpan jernihnya langit
Carilah kuncinya istana
Yang ditemui sebersit kerinduan
Rindu yang menjadi keinginan
Menembus malam
Dalam sepinya tentang hati
Terbentangnya alam
Membangun kebaktian
Mangayomi satu dalam ingatan
Diikuti putihnya hati penuh keyakinan
Mencapai napas-nasah pasrah
Beribadah kepada Tuhan
70
Pada geguritan diatas terdapat latar pada kata sandyakala „segala
waktu‟ kaheningan maya „keheningan dunia maya‟ menunjukkan
waktu, yuwana „dunia‟ menunjukkan tempat, ing netra „dalam mata‟ ,
ing waliking cakrawala „dibaliknya cakrawala‟, pagedhongan „istana‟
menunjukkan tempat, pangangen „angan-angan‟ menunjukkan suasana
hati yang berangan, kangen „rindu‟, menunjukkan suasana hati, wengi
„malam‟ menunjukkan waktu, ing sepining „dalam sepinya
„menunjukkan keadaan yang sepi, alam „alam‟ menunjukkan tempat
ciptaan Tuhan, kasudarman „kebaktian‟ menunjukkan sifat manusia
yang berbakti, manguyun „mengayomi‟ menunjukkan sifat manusia,
meneping rasa „penuh keyakinan‟ menunjukkan suasana hati manusia,
pasrah „berpasrah‟ menunjukkan sifat manusia yang pasrah pada
Tuhannya, ing Gusti „kepada Tuhan‟ menunjukkan segala sesuatu
kembali ke Tuhannya.
17. Gurit Pepesthen
Kutipan :
Cahya gumrining ngemuli esuk kapuranta
Sajarwa kalamun ing pandhadharan winates anoraga
Palupi linakonana kanthi lembah manah
Aweweka ngendhalemi musiking rat
Senajan mung pinandhangan ting-ting padesan
Apabaya kalamun bawana siningkap langkap
Ing sadhegah terakah kang lumampah
Mung kang kinajab mangsa tinarbuka
Kang wis giniring ing guriting Gusti
Terjemahan :
Cahaya mengarah menyelimuti pagi merah muda
Berkata jujur jika di dalam ujian terbatas kekuatan raga
Contoh dijalani dengan penuh kesabaran
71
Berhati-hati dalam polah tingkah dunia
Walaupun hanya dilakukan didaerah pedesaan
Apasaja jika bumi dibuka
Dalam apapun keadaan yang berjalan
Yang diharapkan hanya musim dibuka
Yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan
Geguritantersebut memiliki latar pada kata esuk „pagi‟
menunjukkan waktu, ing pandhadharan „dalam ujian‟ menunjukkkan
keadaan, lembah manah „kesabaran‟ menunjukkan sifat manusia,
musiking rat „dunia‟, padesan „pedesaan‟, bawana „bumi‟
menunjukkan tempat, ing sadhegah „dalam apapun‟ menunjukkan
suasana, mangsa „musim‟ menunjukkan keadaan, ing guriting Gusti
„dalam syair Tuhan‟ menunjukkan sabda Tuhan untuk manusia.
18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan
Kutipan :
Ngangkah kinabul ing kabegjan
Mungguh patrap kaconggah ngemonah
Karana wis pinesthi aneng gegambaran
Nrobos selaning lurrung panguripan
Gagat rahina kang wisangrantam
Ginambar ana netra tumelung nurani
Sumeleh pambudidaya yasa pamengku
Nuntumake kasetyan lungit
Ing mangsa labuh ndhadha kasunyatan. .
Lara anglarah lereping asepi
Ing sanggyaning pamengku jati
Terjemahan :
Berharap dikabulkan oleh keberuntungan
Agar Perbuatan sombong tercapai keinginan
Karena sudah dipastikan dalam sebuah takdir
Menerabas celah-celah jalan kehidupan
Tengah malam yang sudah merancang apa yang diinginkan
Tergambar di mata sampai ke nurani
Ikhas membudi daya membuat
Memulihkan kesetiaan luka
Di musih penghujan disanggupi menjadi kenyataan
72
Sakit menginginkan kediaman sepi
Dalam tumpuan Tuhan
Latar pada geguritan diatas terdapat pada kata ing kabegjan „oleh
keberuntungan‟ menunjukkan keadaan , kaconggah „sombong‟
menunjukkan sifat manusia, aneng gegambaran „dalam sebuah takdir‟
menunjukkan suatu takdir, panguripan „kehidupan‟ menunjukkan yang
dipunya oleh manusia sebelum mati, gagat rahina „tengah malam‟
menunjukkan waktu, sumeleh „ikhlas‟ kasetyan „kesetiaan‟
menunjukkan sifat manusia, mangsa „musim‟ menunjukkan waktu,
asepi „sepi‟ menunjukkan keadaan, ing sanggyaning „dalam tumpuan‟
menunjukkan keadaan dimana manusia dalam tumpuan Tuhan.
19. Pujabrata
Kutipan :
Kidung wengi kang ngrengga batin
Cinandra wadhahing alam sajroning potret
Wineca dadi gurit-gurit kangen
Angina mangsa bedhidhing dolanan padhut
Apaing kene ana kasaguhan mrantasi
Semine laku ing jantraning mangsakala
Jalaran ana kana jiwa-jiwa tuwuh ngrengguh
Niyate krenteg nggayuh tentren rahayu
Sembada ing pujabrata kinarya pangudasmara
Dene isih ana kang bias kinudang sinawang
Ing kalane mangsa wis salin salaga
Nalika mangsa labuh worsuh gemlegering gludug
Senajan ta dina-dina pecah ing palugon
Terjemahan :
Kidung malam yang menjaga batin
Digambarkan tempat alam di dalam potret
Dibaca menjadi sayir-syair kerinduan
Angin di musim pancaroba bermain kabut
Apa di sini ada kesanggupan menyelesaikan
Tumbuhnya perjalanan di musim yang berlangsung
73
Karena di sana jiwa-jiwa tumbuh merengkuh
Niatnya hati ingin memperoleh tentram selamat
Pantas dalam kesaktian sebagai kata-kata tantang cinta
Sedangkan masih ada yang bisa dipuji dan dipandang
Ada kalanya musim sudah berganti tabiatnya
Ketika musim penghujan banyak terjadi suara petir
Walaupun hari-hari rusak pada akhirnya
Terdapat latar pada kata wengi „malam‟ menunjukkan waktu, alam
„alam‟ menunjukkan tempat, kangen „rindu‟ menunjukkan suasana
hati, mangsa „musim‟ menunjukkan waktu, ing kene „disini‟ ing
jlantraning „di perjalanan‟ ana kana „disana‟ menunjukkan tempat,
rahayu „selamat‟ menunjukkan keadaan, ing pujabrata „dalam
kesaktian‟ menunjukkan tempat, kinudang sinawang„dipuji dan
dipandang‟ menunjukkan suasana, mangsa labuh „musim penghujan,
gludug „petir‟ dina-dina „hari-hari‟, ing palugon„diakhir‟ menunjukkan
waktu dan suasana.
Pelaku
Pelaku adalah orang yang berperan dalam suatu cerita, namun
dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X. Hoery disini merupakan
percampuran antara karya sastra tulis modern dan karya sastra kuna
yang berbentuk bait dan baris. Bentuk dalam geguritan tersebut ialah
rangkaian kata yang memiliki makna dan akan menimbulkan suatu
imajinasi kepada pembacanya supaya dapat mendalami situasi dimana
Tuhan ada. Pelaku dalam geguritanJ.F.X. Hoeryadalah “Si Aku”
penyair atau pengarang itu sendiri yaitu J.F.X. Hoery dan yang paling
pokok adalah Tuhan. Berikut kutipan dalam sembilan belas geguritan
karya J.F.X. Hoery :
74
1. Tumedhak Roh Suci
Kutipan :
Tumedhak roh suci
Terjemahan :
Turunnya roh suci
Pelaku dalam geguritan ini adalah „aku‟ yang merindukanTuhan.
2. Pinurba Sang Pepadhang
Kutipan :
Dakanti tekaMu
Terjemahan :
Kunantikan kedatanganMu
Geguritan ini menunjukkan kata dakanti „kunantikan‟ pelakunya
adalah si „aku‟ penulis sendiri. Dalam kata tekaMu pelaku utama
adalah Tuhan.
3. Sumawur Kekeran Adi
Kabeh wis dakpasrahake
Sujud sedheku
Terjemahan :
Semua sudah ku pasrahkan
Sujud sembahku
Geguritan diatas pada kata dakpasrahake „ku pasrahkan‟ dan sedheku
„sembahku‟ pelaku adalah „aku‟ penulis geguritan itu sendiri.
75
4. Bisaku Mung Pasrah
Kutipan :
Dak bukak esuk rerantak uripku
Bisaku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon
Bisao lelabuh sesanggan mberat sesambat
Terjemahan :
Ku buka matahari pagi terlihat dihidupku
Bisaku hanya pasrah menunggu datangnya keselamatan
Bisalah melabuhkan yang menjadi pemberat dan mengeluh
Geguritan diatas pelaku terdapat pada kata dakbuka „kubuka‟,uripku
„hidupku‟, bisaku „bisa ku‟, bisao „bisalah‟ yang kesemuanya tersebut
pelaku adalah „aku‟ . „aku‟ disini menunjukkan penulis.
5. Mantra
Kutipan :
Dikudang-kudang mbarengi laire anak lanang
Elinga nanging urip iki mung mampir ngombe
Terjemahan :
Diharapkanbersama lahirnya anak laki-laki
Ingatlah jika hidup ini hanya mampir untuk minum
Geguritan diatas terdapat kata mbarengi laire anak lanang„bersamaan
dengan lahirnya anak laki-laki‟ dan urip iki mung „hidup ini hanya‟
dari kata diatas menunjukkan yang menyampaikan ini adalah „aku‟.
„aku‟ disini adalah penulis itu sendiri.
76
6. Bali Marang Ancasing Reformasi
Kutipan :
Kapan maneh aku kudu ngomong
Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji
Kawula alit padha njerit
Ayo bebarengan kita jereng
Uga kamardikan panggurit
Daktuntut makna gelaring sampah
Dudu wong cilik kang ngucireng yuda
Ngugemi ajining diri
Terjemahan :
Kapan lagi aku harus mengatakan
Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji
Rakyat kecil menjerit
Ayo bersama-sama kita membuka
Juga kemerdekaan penulis
Aku tuntut makna adanya sumpah
Bukan orang kecil yang menginginkan perang
Memegang teguh kekuatan diri
Geguritan diatas pada kata aku „aku‟, awakedhewe „diri sendiri‟,
kawula alit „rakyat kecil‟, bebarengan „bersama-sama‟, panggurit
„penulis‟, daktuntut „ku tuntut‟, wong cilik „orang kecil‟, ajining diri
„kekuatan diri‟ menunjukkan pelaku „aku‟ sang penulis dan rakyat-
rakyat disekitarnya.
7. Nalika Sang Sabda Manjalma
Kutipan :
aku ketlarak ing tlatah sangkaning paran
dadi dedalane lumebu ing jagad batinmu dhewe
dakpapanake ing sengkeraning pangesthi
kanthi pangandel sumeblak sumarah
pasrah bandha donya sukma raga
Terjemahan :
77
aku tersesat diwilayah asing tanpa tujuan
menjadi jalan masuk dalam dunia batinmu sendiri
aku tempatkan dalam rahasia kebaikan
dengan keunggulan terbuka bersabar
pasrah harta dunia sukma raga
Geguritan diatas pada kata aku „aku‟, batinmu „batinmu‟,
dakpapanake „aku tempatkan‟, pangesthi „kebaikan‟, sumarah
„bersabar‟, pasrah „berserah pasrah‟ menunjukkan pelaku „aku‟
sebagai pelaku tunggal dan mengajak rakyat dengan suasana hati
berpasrah kepada Tuhan.
8. Balia
Kutipan :
Wis suwe awake dhewe kumpul, pamitra
Dakentha kang kumlebat, Hyang
Terjemahan :
Sudah lama kita berkumpul, teman
Kurenda yang sekilas, Dewa
Pelaku pada geguritan diatas terdapat pada kata awake dhewe „kita‟
dan dakentha „kurenda‟ yang merupakan pelaku tunggal „aku‟ yaitu
penulis itu sendiri.
9. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E
Kutipan :
Senajan ati krasa sumendhal ngranuhi
Dakrenda pupus-pupusing kemayan jati
78
Ayo padha tembayatan udhu salugu
Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE
Terjemahan :
Walaupun hati ini terasa sakit
Ku jahit pupusnya kenyataan semu
Ayo bersama-sama iuran semestinya
Menyatu dalam nafasku-nafasmu-nafasNya
Geguritantersebut pada kata senajan ati krasa „walaupun hati ini
terasa‟, dakrenda „ku jahit‟, ayo podho „ayo bersama‟, napasku „nafas
ku‟, napasmu „nafas mu‟ adalah pelaku yang disini menunjukkan
pelakunya „aku‟ seorang penulis yang mengajak pada jalan Tuhan
4. Lapis Dunia
Lapis dunia merupakan sesuatu yang tidak dinyatakan dalam cerita namun
sudah implisit atau sudah tersirat gabungan antara objek yang telah dinyatakan,
latar, pelaku serta struktur cerita. Sembilan belas geguritan karya J.F.X. Hoery
yang berjudul Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Suci‟; Pinurba Sang
Pepadhang „Dimulai Dari Sang Pencerah‟; Sumawur Kekeran Adi „Tersiratnya
Perilaku yang Baik‟; Bisaku Mung Pasrah „Bisaku Hanya Pasrah‟; Patitis
„Terang‟; Mantra „Mantra‘; Bendu „Kawan‟; Bali Marang Ancasing Reformasi
„Kembali ke Semangat Reformasi‟; Nalika Sang Sabda Majalma „Ketika Sang
Sabda Menjelma‟; Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane „Semua Sudah Digariskan
Oleh-Nya‟; Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Dhuh Tuhan Apa Keinginan
Tuhan‟; Balia „Pulanglah‟; Suhing Leluhur „leburnya leluhur‟; Padupan ‗Wadah
Pembakaran Dupa‟; Nyawiji Ing Napasku-Napasmu-Napase „Menyatu Dalam
79
Nafasku-Nafasmu-Nafasnya‟; Manembah „Menghadap‟; Gurit Pepesthen „Puisi
Kepastian‟; Ngrancik Tuntuming Kayuwanan „Mencari Bibit Kebahagiaan‟;
Pujabrata „Panembah/Kesaktian‟ memiliki kandungan lapis dunia yang implisit
pada tiap-tiap geguritannya. Keseluruhan geguritan mempunyai tujuan yang sama
untuk menyampaikan mengenai manusia didunia, manusia dengan Tuhan,
bagaimana Tuhan memberi pencerahan, dan berserahnya manusia dengan sang
penciptanya.
Geguritan dapat tersampaikan dengan baik kepada pembacanya
dikarenakan pengarang, J.F.X. Hoery mampu mengungkapkan arti kehidupan
manusia dengan menjadikan dirinya dan orang disekitarnya sebagai objek dari
geguritan tersebut dalam kutipan :
Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe
„ingatlah jika hidup ini hanya mampir minum‟ (M)
Dijelaskan disini bahwa manusia didunia sebatas singgah untuk menuruti
kewajibannya. Kewajiban manusia untuk ini adalah menyembah pada Tuhan.
Untuk menyambung hidup manusia membutuhkan makanan, minuman, dan
tempat untuk berteduh. Manusia harus waspada pada apa yang tiba-tiba
terjadi.
Kutipan :
Bapa pangarsa
Kapan maneh aku kudu ngomong
Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji
Nanging waspadakna
Srengenge during sadhuwure genter
Kawula alit padha njerit
Marga reregan terus mencit
Rasaning adil kandhas
Utangan bandha saka manca jare sokongan
80
Dadi sanggane anak putu canggah wareng
Bapa pangarsa
Ayo bebarengan kita jereng
Marga wis tinulis mawa mangsi kuning
Kamardikan duweke sadhengah bangsa
Uga kamardikaning panggurit
Perlu katlisik tekan papan-papan wingit
Tekad mbrasta maksiyat mung plakat
Korupsi kolosi kong kalikong
Keplok bokong
Dekadensi moral sinartan
Mubeling kabudayan manca dadi wisa
Pamrawasa ngrengga warta saben dina
Rampog kecu ngincer mangsa saben wektu
Nyawa iki wis tanpa aji?
Bapa pangarsa
Sarana cathetan dina iki
Daktuntut makna gelaring sumpah
Kawula wis waleh marang janji-janji
Kawula mukok nonton badhut-badhut politik
Rakyat ngatag mbukak kedhok topeng
Rakyat nantang mbukak jaja
Marga dudu asu gedhe kang menang kerahe
Bapa pangarsa
Dudu wong cilik kang ngucireng yuda
Nanging pangarsa kang kelangan rasa
Dudu kawula kang ndaga
Nanging panguwasa wis kadhung kelangan keblat
Cathetan dina iki muga dadia pepeling
Perlune njejegake kukum
Perlune ngecengake garis demokrasi
Bali marang ancasing reformasi
Ngugemi ajining diri
Ngugemi jatidhiri
Terjemahan :
„Bapa pangarsa‟
„Kapan lagi aku harus mengatakan‟
„Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji‟
„Tetapi lihatlah‟
„Matahari belum sepenggalah tingginya‟
„Rakyat kecil menjerit‟
„Karegan harga terus naik‟
„Rasanya keadilan telah hanyut‟
81
„Hutang harta dari manca katanya bantuan‟
„Jadi tumpuan anak cucu berikutnya‟
„Bapa pangarsa‟
„Ayo bersama-sama kita membuka‟
„Karena sudah ditulis dengan tinta kuning‟
„Kemerdekaan milik segala bangsa‟
„Juga kemerdekaan penulis‟
„Perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker‟
„Tekad menghilangkan maksiat hanya plakat‟
„Korupsi kolusi kong kalikong‟
„Bertepuk pantat‟
„Dekadensi moral diikuti‟
„Bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa‟
„Pemrakasa membuat berita setiap hari‟
„Rampok begal mengincar mangsa setiap saat‟
„Nyawa ini sudah tanpa daya?‟
„Bapa pangarsa‟
„Sarana catatan hari ini‟
„Aku tuntut makna adanya sumpah‟
„Rakyat sudah bosan dengan janji-janji‟
„Rakyat muntah melihat badut-badut politik‟
„Rakyat memaksa membuka kedok topeng‟
„Rakyat menantang membuka pembatas‟
„Karenabukan anjing besar yang menang ketika bertarung‟
„Bapa pangarsa‟
„Bukan orang kecil yang. . perang‟
„Tetapi pemimpin yang kehilangan rasa‟
„Bukan rakyat yang haus‟
„Tetapi penguasa sudah teranjur kehilangan kiblat‟
„Catatan hari ini semoga menjadi pengingat‟
„Pentingnya menegakkan hukum‟
„Perlunya memperkuat garis demokrasi‟
„Kembali dalam tujuan reformasi‟
„Memegang teguh kekuatan diri‟
„Memegang teguh jatidiri‟ (BMR)
Geguritantersebut menunjukkan bahwa penulis berdoa untuk politik
negaranya yang morat-marit. Menginginkan negara yang merdeka dari
penjajah dan orang asing.
Kutipan :
Wis suwe ginerus erosi
82
„sudah lama tergerus erosi‟ (DGKP)
Erosi disini dengan kata lain melunturnya nurani manusia.
Kutipan :
Drajat lan Pangkat mung dadi pajangan
„Drajat dan pangkat hanya menjadi pajangan‟ (NN)
Manusia yang memiliki martabat dan tingkatan dalam kehidupannya, bisa
dikatakan kedudukan hanya menjadikan manusia congkak dan besar kepala.
Hatinya sudah tergerus oleh zaman.
5. Lapis Metafisis
Lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi (Pradopo, 2012:
19). Lapis metafisis menyebabkan pembaca atau pendengarnya lebih
mendalami sebuah puisi dan paham akan makna puisi tersebut. Pada Sembilan
belas geguritan yang berjudulTumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Kudus‟;
Pinurba Sang Pepadhang„Dikuasai Tuhan Yesus‟;Sumawur Kekeran
Adi„Tersebar Rahasia Indah‟; Bisaku Mung Pasrah „Bisaku hanya Pasrah‟;
Patitis „Jelas‟; Mantra „Doa‟; Bendu „Amarah‟; Bali Marang Ancasing
Reformasi„Kembali ke Tujuan Reformasi‟; Nalika Sang Sabda Manjalma
„Ketika Sabda Menjalma‟; Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane„semua sudah
digariskan oleh-Nya‟; Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka„Terserah Kuasa
Tuhan‟; Balia „Kembalilah‟; SuhingLeluhur„Kekuatan Leluhur‟;
Padupan„Wadah Pembakaran Kemenyan‟; Nyawiji Ing Napasku - Napasmu –
Napas – E„Menyatu dalam Nafasku-Nafasmu-NafasNya‟;
Manembah„Menyembah Tuhan‟; Gurit Pepesthen„Puisi Kepastian‟; Ngracik
Tumtuming Kayuwanan„Menuju Dunia Baka‟; Pujabrata „Meditasi‟ karya
83
J.F.X. Hoery ini menggambarkan manusia berkomunikasi dengan Tuhannya
dan pasrah dengan apa yang diberikan Tuhan.
Kutipan :
Rembulan sasiwir
Dhelikan ing waliking mega
Terjemahan :
Bulan sabit
Sembunyi dibalik awan (PSP, 8)
Menggambarkan bahwa bulan disini mewakili hati manusia yang terselimuti
oleh awan gelap menutupi cahaya dari hati itu sendiri.
Kutipan :
Lembaran-lembaran awan miyak uripku
Terjemahan :
Lembaran-lembaran awan membuka hidupku (BMP, 6)
Gambaran dari pergantian hari demi hari menjalani kehidupan.
Kutipan :
Manuk emprit ngrancik sesaji amrih bumi lestari
Terjemahan :
Burung gereja memanjatkan sesaji agar bumi lestari (M, 4)
Menggambarkan makhluk hidup selain manusia juga menyembah Tuhan
Kutipan :
Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan
Terjemahan :
Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi (B, 3)
84
Terjemahan bahwa malam telah digantikan oleh pagi.
Kutipan :
Yagene wengi cepet mungkur
Angin uga kadhung nglipus
Ngrangine suling wengi
Terjemahan :
Bagaimana malam cepat berakhir
Angin juga terlanjur tertidur
Merdu didengarkan seruling malam (DGKP, 13—15)
Menggambarkan suasana malam yang akan segera berakhir dengan alunan
seruling yang merdu untuk didengarkan
Kutipan :
Ora ana sabawa swara, tidhem premanem
Kang jejogedan ing tawang
Terjemahan :
Tidak ada satupun suara, diam sunyi
Yang menari diatas langit (SL, 3—4)
Menggambarkan suasana sepi saat senja tiba
Kutipan :
Mbedhah sangkan paraning dumadi
Terjemahan :
Membuka asal mula tujuan akhir segala hal (Pad, 10)
Menggambarkan penjabaran asal mula kehidupan manusia sampai dengan
tujuan akhir manusia.
85
Kutipan :
Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit
Terjemahan :
Dibalik cakrawala tersimpan jernihnya langit (Ma, 8)
Menggambarkan diatas langit masih ada langit.
B. Analisis Nilai Religius dari Sembilan belas Geguritan karya J.F.X.
Hoery
Kamus besar bahasa Indonesia menyatakan bahwa religi berarti kepercayaan
akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia, kepercayaan (animisme dan
dinamisme), agama. Religius berarti bersifat religi keagamaan yang ada
sangkutpautnya dengan agama. Religi dimaksud bahwa manusia mengikat diri
kepada Tuhan atau lebih tepatnya manusia menerima ikatan Tuhan yang dialami
sebagai sumber bahagia. Sedangkan religius adalah keterikatan manusia terhadap
Tuhan sebagai sumberketentraman dan kebahagiaan (Dojosantosa, 1986: 3).
Nilai religius dalam geguritan telah banyak diminati oleh para pengarang
termasuk karya-karya J.F.X. Hoery. Antologinya yang berjudul Lintang
Gumawang merupakan kumpulan geguritan yang didalamnya memuat dua puluh
dua geguritan yang mengandung tema religius, salah satunya geguritan yang
berjudul Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Suci‟ dimana pengarang sebagai
motivator dan juga si Aku memberi pencerahan kepada manusia bahwa Tuhan
datang kepada kita untuk menunjukkan jalan kebenaran. Kang bakal nglintir
pepadhang „yang akan memberi cahaya‟ tinuduhake lempenging dedalan „yang
menunjukkan jalan lurus‟. Pengalaman batin pengarang memengaruhi penciptaan
geguritan. Pandangan dunia Jawa memahami alam sebagai berdimensi dua: ada
86
dimensi lahir dan dimensi batin. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan dimensi
batin dari kekuatan yang ada dibelakangnya (magnis, 2010: 28).
Setiap harinya, manusia dihadapkan pada perenungan tentang Tuhan.
Manusia menemui persoalan hidup dan untuk memecahkan persoalannya tersebut,
mereka selalu berserah diri kepada Tuhan. Adanya persoalan kemelut hidup yang
dihadapi manusia, menharuskan mereka untuk lebih dekat dengan Tuhannya.
GeguritanJ.F.X. Hoery lebih banyak menggambarkan tentang hubungan
Tuhan dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Manusia sebagai salah satu
makhluk ciptaan Tuhan selain alam semesta beserta isinya harus mentaati perintah
Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Sikap religius harus terus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar menjadikan manusia dekat dan ingat kepada Tuhan.
1. Nilai Religius GeguritanTumedhak Roh Suci„Turunnya Roh Suci‟
GeguritanTumedhak Roh Suci ialah geguritan yang berisi pengingat
kepada manusiamerenungkan kehidupannya di dunia dengan mengenal Tuhan.
Tuhan dengan keluhuranNya memberi kita cahaya.
Kutipan :
Nggelar prabawa Illahi
kang bakal nglintir pepadhang
tumprap kang keblenger
tinuduhake lempenging dedalan(TRS,1,2—5)
Terjemahan :
87
“menggelar keluhuran Illahi”
“yang akan memberi cahaya”
“kepada yang melenceng”
“yang menunjukkan jalan lurus”
Kesimpulan keseluruhan dari geguritanTumedhak Roh Suci ini adalah
dalam iman Katolik mengenal dengan adanya Tri Tunggal Maha Khudus yaitu
Allah Bapak, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus mengingatkan kepada manusia
bahwa Tuhan memberikan banyak petunjuk untuk manusia. Tuhan adalah
segalanya yang mampu memberikan penerang bagi manusia makhluk ciptaan-
Nya.
2. Nilaireligius geguritanPinurba Sang Pepadhang „Dikuasai Tuhan Yesus‟
GeguritanPinurba Sang Pepadhang ini berarti Tuhan menerangi manusia
dengan sinarNya. Manusia menantikan kedatangan Tuhan terdapat pada kutipan :
Dakanti tekaMu
Ing pupusing gurit (PSP-4—5)
Terjemahan :
“kunantikan kedatanganMu
“Diujung puisi”
Puisi disini melambangkan doa yang telah dipanjatkan manusia kepada
Tuhan.
Kutipan :
88
Pinateg paku kalanggengan
Karana pangkuhing kayu pamethangan (PSP-25—26)
Terjemahan :
“Tertancap paku keabadian”
“Kekuatan kayu yang dipentangkan”
Menggambarkan salip dengan kekuatannya. Kesimpulan dari geguritan ini
adalah manusia merindukan kelahiran Yesus Kristus menantikan
kedatangan Tuhan Yesus yang dipentangkan di kayu keabadian dalam doa
yang dilantunkannya.
3. Nilai religiusgeguritanSumawur Kekeran Adi „Tersebar Rahasia Indah‟
Kata sumawur kekeran adiyang berarti mengandung nilaisemua perilaku baik
yang tersirat. Manusia hanya berpasrah kepada Tuhan atas apapun yang telah
dilakukan dan percaya kepada Tuhan bahwa takdir yang ada ditanganNya.
Kutipan :
Kabeh wes dakpasrahake
Tan wewah tan cangkah
Krana pasrah lan percaya
Kabeh ana ing astamu (SKA, 1—4)
Terjemahan :
“Semua sudah kupasrahkan”
89
“Tidak lebih tidak bercabang”
“Karena pasrah dan percaya”
“Semua ada di tanganMu”
4. Nilaireligius geguritanBisaku Mung Pasrah„Bisaku Hanya Pasrah‟
BISAKU MUNG PASRAH
Geguritan ini menunjukkan bahwa bisaku mung pasrah „bisa ku hanya
pasrah‟ adalah geguritan yang didalam isinya mengandungungkapan cinta kasih
Tuhan, lahir dan batin, pikiran dan perbuatan, tingkah dan laku, berpasrah kepada
Tuhan atas apapun yang telah dilakukan dan percaya kepada Tuhan. Terbukti
pada bait-baitnya dalam baris akhir.
Kutipan :
Bisaku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon (BMP, 5)
Bisaku mung pasrah, nyadhong kawelasan langgeng (BMP, 10)
Bisaku mung pasrah, nyadhong piwulanging kawicaksanan(BMP, 15)
Bisaku mung pasrah, nyadhong panuntuning roh suci (BMP, 20)
Bisaku mung pasrah, nyadhong mustikaning urip langgeng (BMP, 25)
Terjemahan :
―bisaku hanya pasrah, menunggu turunya keselamatan”
―bisaku hanya pasrah, menunggu rasa abadi‖
“bisaku hanya pasrah menunggu ajaran kebijaksanaan”
“bisaku hanya pasrah, menunggu tuntunan roh suci”
90
“bisaku hanya pasrah, menunggu mustikanya kehidupan abadi.
5. Nilaireligius geguritanPatitis „Jelas‟
Geguritan Patitis yang berarti Terang adalah geguritan yang mempunyai nilai
bercahaya.
Kutipan :
Sukma-sukma ngorong marang Pradapaning Gusti
Padha seba
Ati lan raga (P, 3—5)
Terjemahan :
“Jiwa-jiwa yang haus akan keluhuran Tuhan”
“Semua menghadap”
“Hati dan raga”
Penulis mengungkapkan hakikat hidup dalam ajaran kejawen. Manusia tidak bisa
lepas dari sedulur papat lima pacer. Doa yang dipanjatkan dari hati yang rindu
akan Tuhan dengan sepenuh hati dan jiwa akan mendapat cahaya penerangan dari
Tuhan.
6. Nilaireligius geguritanMantra „Doa‟
91
Mantra adalah geguritan yang dibuat untuk memperingati kelahiran anak laki-laki
pengarang.
Kutipan :
Dikudang-kudang mbarengi laire anak lanang (M, 2)
Terjemahan :
“digadang-gadang menyamai lahirnya anak laki-laki”
Beberapa baris mengandung nilai siapa yang berdoa dengan bersungguh-sungguh,
doanya akan dikabulkan oleh Tuhan.
Kutipan :
sapa kang bakal tembayatan ndudhah lungiding pangawikan
kanthi rasa rinasa ing pamardi ing kapti (M, 14—15)
Terjemahan :
“siapa yang akan tolong-menolong akan membuka pengetahuan yang gaib”
“dengan rasa pencarian dan keinginan”
Nilai selanjutnya yang terdapat pada geguritanMantra mengingatkan
bahwa manusia di dunia hanya singgah untuk sementara. Dunia yang kekal adalah
akhirat. Berkaitan dengan kalimat tersebut, telah tersirat dalam ajaran kehidupan
jika menginginkan kehidupan abadi.
Kutipan :
Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe
Sinayudan laksitaning wasita langgeng(M,21—22)
92
Terjemahan :
“ingatlah jika hidup ini hanya singgah minum”
“terkait tentang ajaran kehidupan yang abadi”
7. Nilai religiusgeguritanBendu „Amarah‟
Bendu mengandung maksud yang sebaliknya dari kehidupan. Manusia berdoa
kepada Tuhan meminta ampunan. Tetapi manusia masih saja mengulangi
kesalahannya dan meminta kepada Tuhan atas rezeki mereka di dunia.
Kutipan :
Donga memule wis mungkur saka rame
kang sumawur rinucat ing pakeringan
sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E (B, 7—9)
Terjemahan :
“doa menghormati para leluhur sudah selesai dari keramaian”
“yang tersebar terbuang di takuti”
“kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya”
8. Nilaireligius Bali Marang Ancasing Reformasi „Kembali pada Tujuan
reformasi‟
93
Kutipan :
Dudu wong cilik kang ngucireng yudha
Nanging pangarsa kang kelangan rasa
Dudu kawula kang ndaga
Nanging pangwasa wis kadhung kelangan keblat (BMR, 34—37)
Terjemahan :
“bukan orang kecil yang menginginkan peperangan”
“tetapi pemimpin yang kehilangan rasa”
“bukan rakyat yang membangkang”
“tetapi penguasa sudah terlanjur kehilangan arah”
Kesimpulan keseluruhan geguritan diatas adalah kesedihan yang
mendalam melihat keadaan manusia yang melambungkan kekuasaan
mengingkari janji menelantarkan rakyat kecil. Pengarang memprotes situasi,
protes kepada pemimpin yang telah ingkar janji.
9. NilaireligiusNalika Sang Sabda Manjalma ‗Ketika Sabda Menjelma‟
Pada geguritan ini, nalika sang sabda manjalmadimaksudkan ketika Tuhan
menjelma menjadi apa yang Dia mau, manusia bisa saja tersesat tidak tau arah dan
tujuan. Tujuan terakhir manusia adalah kembali kepada sang penciptanya yaitu
Tuhannya. Jika manusia tanpa tujuan, kembalilah untuk berdoa kepada Tuhan
agar jalan didunia diterangi oleh cahaya Tuhan dan manusia kembali ke jalan
kebenaran.
Kutipan :
94
Nalika sang sabda manjalma
aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran (NSM, 1—2)
Aja nganthi kedlaran-dlaran tanpa juntrung
tarakbrata lakuning laku utama
dadi dedalane lumebu ing jagad batinmu dhewe (NSM,8—10)
Terjemahan :
“ketika sang sabda menjelma”
“aku tersesat di wilayah asing tanpa tujuan”
“jangan sampai terlanjur tanpa tujuan”
“bertapa menjalankan perbuatan baik”
“menjadi jalan masuk dalam dunia mu sendiri”
Bahwa ajaran Yesusu Kristus menjadi saksi hidup pengarang dengan
menempatkan Yesus disetiap langkah sengkeraning pangesthi dengan
berkeyakinan pasrah hati, sukma, dan raga untuk kebajikan.
10. Nilaireligius geguritanKabeh Wis Jinangkung Ing Karsane „Semua
Kehendak Tuhan‟
Kesengsaraan akan digantikan dengan kebahagiaan jika manusia mau berdoa
dan berserah diri kepada Tuhan karena semua sudah digariskan oleh Tuhan.
95
Kutipan :
Kasangsaran iku wohing kabegjan tembe
dadia paugeran sadawaning laku
marga kabeh wis jinangkung ing karsaNe (KJK, 37—39)
Terjemahan :
“kesengsaraan berbuah keberuntungan”
“jadilah yang mentaati aturan sepanjang perjalanan”
“karena semua telah ditakdirkan oleh kehendakNya”
Bahwa semua kehidupan di dunia ini berada dalam kekuasaan Tuhan. Sabda
Tuhan menyebutkan bahwa kasih itu pasrah dan kurban. Dengan berdoa akan
mencapai kemenangan mulia hidup abadi.
11. Nilaireligius geguritanDhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Terserah Kuasa
Tuhan‟
Kehidupan yang semakin modern membuat rusak ciptaanNya. Dalam doanya
pengarang memertanyakan tentang nasib alam semesta bumi yang semakin tua
dan tidak karuan banyak bencana. Hati dan sanubari berbeda pendapat.
Kutipan :
Antara swara ati lan nurani
96
wis suwe ginerus erosi (DGKP, 1—2)
Apa bener bumi iki wis tuwa
sapa bisa maca tandha-tandha (DGKP, 21—22)
dhuh Gusti punapa karsa paduka? (DGKP, 27)
Terjemahan :
“antara suara hati dan nurani”
“sudah lama tergerus erosi”
“apa benar bumi ini sudah tua?”
“siapa bisa membaca tanda-tanda”
“dhuh Gusti apa kehendak Paduka?”
12. Nilai religiusgeguritanBalia „Kembalilah‟
Semua yang telah diciptakan sudah digariskan oleh Tuhan. Kita manusia
semestinya bersyukur dan menerima apa adanya yang telah diberikan Tuhan.
Kutipan :
Yektine manungsa mung wayang kanggoNe
abang putih ireng wis pinurba
sadurungemancik sadyaning mangsakala
97
balia udinen pusering kasunyatan(Ba, 24—27)
Terjemahan :
“sebenarnya manusia hanya bayangan bagiNya”
“merah putih hitam sudah diputuskan”
“sebelum masuk pada segala musim”
“pulanglah pelajari perputaran kenyataan”
Sadar akan diri bahwa manusia adalah wayang dan yang menggerakkan
(dalang) adalah Tuhan. Penulis ingin mengajak kita untuk menggali kembali
pada nilai-nilai kebenaran.
13. Nilaireligius geguritanSuhing Leluhur „KekutanLeluhur‟
Semua isi alam semesta berdoa menyembah Tuhan. Membuat keinginan
didalam mimpi. Menantikan leburnya leluhur.
Kutipan :
Delengen sayuk manunggaling jiwa-jiwa tanpa pamrih
Ngudi cahya kang anggrengkuh batin
Wahya wahyaning cipta tumelun
Kinarya rerepan ing madyaning bebrayang gung
Ambuka werding budaya bangsa
Kang wis manunggal ing rah ragawi
Kinanthi wasita suhing leluhur (SL, 25—31)
98
Terjemahan :
“lihatlah sayuk bersatunya jiwa-jiwa tanpa pamrih”
“mencari cahaya yang merengkuh batin”
“waktunya keinginan yang besar”
“sebagai pelipur di tengah-tengah masyarakat luas”
“membuka arti budaya bangsa”
“yang telah menjadi satu didalam raga”
“menanti ajaran leburnya leluhur”
Ingat bahwa kita telah diwariskan budaya adi luhung dari nenek moyang yang
semestinya kita jaga dan kita lestarikan.
14. Nilaireligius geguritanPadupan „Wadah Pembakaran Kemenyan‟
Doa yang dilantukan bersama-sama dengan menghadap Tuhan pasrah akan
semua yang diberikan oleh Tuhan dengan memberantas kemurkaan dan angkara
murka di bumi.
Kutipan :
Tembang-tembang panguripan
ngumandhang mbedhah crita pagedongan
linaras mangesthi Hyang Widi
kang cinipta wedharing kasunyata
tumungkul pasrah mbirat kamurkan
rikala bumi kinungkung angkara(Pad, 1—6)
Terjemahan :
“lagu-lagu kehidupan”
99
“berkumandang membuka cerita istana”
“dilambangkan ke arah keberadaan Tuhan”
“yang tercipta ditunjukkannya kenyataan”
“giat dalam pasrah memberantas kemurkaan”
“ketika bumi dikelilingi angkara”
15. Nilaireligius geguritanNyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E
„Menyatu dalam Nafasku-Nafasmu-NafasNya
Kalimat ajakan agar manusia tidak putus asa dan selalu berdoa meminta
kepada Tuhan agar ditunjukkan jalan kebenaran. Dengan menyembah dan berdoa
kepadaNya, manusia akan menyatu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
terlebih kepada Tuhan.
Kutipan :
Ayo padha tembayatan udhu salugu
mrantas kumara wisa angah-angah
kanthi mesu rasa mesu raga salamba
nggugah rina lan wengi kang lagi kepati
nyawiji ing napasku-napasmu-napasE (NN, 41—45)
Terjemahan :
“ayo bersama-sama iuran semestinya”
“menghilangkan sukma berbisa seakan-akan ingin memakan”
100
“dengan mengolah rasa mengolah raga dengan jujur”
“membangunkan siang malam yang telah mati”
“menyatu dalam nafasku-nafasmu-nafasNya”
16. Nilaireligius geguritanManembah „Menyembah Tuhan‟
Manusia bisa memergunakan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah setiap waktu.
Karena diatas langit masih ada langit. Meskipun banyak rintangan yang
menghadang, manusia harus tetap tegar menghadapinya. Ada Tuhan yang selalu
ada disampingnya.
Kutipan :
Manembah angolah daya sandyakala(Ma, 1)
Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit
Pancuran panggrahita kebak sandi siningit
udinen kuncine pagedhongan
kang tinemu glibeting pangangen
kangen ing pangangkah (Ma, 8—12)
Terjemahan :
“beribadah mengolah daya segala waktu”
“dibalik cakrawala tersimpan jernihnya langit”
“pancuran perasaan penuh petunjuk tersembunyi”
“carilah kuncinya istana‟„carilah kuncinya istana”
“yang ditemui sebersit kerinduan”
“rindu yang menjadi keinginan”
101
17. Nilai religiusgeguritanGurit Pepesthen „Puisi Kepastian‟
Gurit pepesthen ini mengandung nilai bahwa manusia menantikan kepastian
yang diberikan oleh Tuhan. Manusia hanya bisa menerima apa yang telah
digariskan oleh Tuhan untuk umatnya bukan membantah dan menyalahi aturan.
Kutipan :
ing sadhegah terakah kang lumampah
mung kang kinajab mangsa tinarbuka
netepi jejibahan mangsa baya pakewuh
linambaran dina-dina pecah ing palugon
kang wis giniring ing guriting Gusti (GP, 12—16)
Terjemahan :
“dalam keadaan apapun yang berjalan”
“yang diharapkan hanya musim dibuka”
“memenuhi kewajiban segala macam masalah”
“beralaskan hari-hari hancur di peperangan”
“yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan”
102
Menggambarkan suasana kehidupan pedesaan yang berpegang teguh pada ajaran
Tuhan.
18. Nilaireligius geguritanNgracik Tumtuming Kayuwanan „Menuju Dunia
Baka‟
Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan. Sebaliknya jika manusia
berbuat keburukan, maka manusia juga akan menuai keburukan pula. Jika
manusia menginginkan kebahagiaan, manusia harus sabar. Semua telah diatur
oleh takdir Tuhan.
Kutipan :
Pinateg catur mung ngalambur
Gunem gumampang tinampa gothang
Pathok-pathok kakuwataning batin
Ngangkah kinabul ing kabegjan
Samethine ngundhuh wohing pikoleh (NTK, 1—5)
Urip kang ginanduhan karep
Sumeleh pambudidaya yasa pamengku (NTK, 17—18)
Terjemahan :
“nasehat kata hanya omong kosong”
“gampang bicara yang diterima hanya kekosongan”
“batas-batas kekuatan batin”
103
“berharap dikabulkan oleh keberuntungan”
“sepatutnya menuai buah dari perbuatan”
“hidup yang dipenuhi keinginan”
“ikhlas membudidaya membuat kesabaran”
19. Nilaireligius geguritanPujabrata „Meditasi‟
Geguritanpujabrata ini mengandung nilai apapun yang akan kita lakukan
nanti, jangan mengeluh dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita
karena sejatinya, Tuhan telah menggariskan apa-apa yang akan kita terima dengan
usaha dan hati yang mantap.
Kutipan :
kabeh wis ginaris peparinge Hyang Widi
senajan ta dina-dina pecah ing paligon (Pu, 23—24)
Terjemahan :
“semua telah digariskan oleh Tuhan”
“meskipun hari-hari berantakan dijalanan”