BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005 : 236).
Demam tifoid enteric fever adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau gangguan kesadaran (Rampengan, 2008 : 46 ).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi usus halus ditandai demam lebih 1
minggu mengalami gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran disebabkan
oleh kuman salmonella typhi (staf ilmu keperawatan anak, 2005).
Demam enterik adalah sindrom klinis sistemik yang dihasilkan oleh
organisme salmonella tertentu (Nelson, 2000).
Typhus Abdominalis adalah Penyakit infeksi yang menyerang saluran
pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa
inkubasi 10-14 hari ditandai dengan demam, muntah, sakit kepala, nyeri perut
(Mansjoer, 2000).
Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan typhus abdominalis
adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi ditandai demam lebih dari 1 minggu.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Gambar 1
struktur saluran pencernaan
Syaifudin : 2006
2. Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.
Terdiri atas dua bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut
yang dibatasi disisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi dan
disebelah belakang bersambung dengan awal faring.
Gambar 2
Mulut
Evelyn : 2002
b. Faring
Faring atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut dan laring
(tenggorokan) faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran
berotot (muskulo membranusa) dengan bagian terlebar disebelah atas dan
berjalan dari dasar tengkorak sampai diketinggian vertebra servikal ke
enam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung
dengan esophagus.
c. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm,
diatas dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung dibawah.
Terletak dibelakang trachea dan didepan tulang punggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma untuk masuk kedalam abdomen dan
menyambung dengan lambung.
d. Lambung (gaster)
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster lambung, terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilarik terletak
d
fu
dibawah dia
fundus uteri
afragma did
.
depan pangkkreas dan liimpa menemmpel disebeelah kiri
e. U
b
le
a
d
1
2
Usus halus (
Usus
berpangkal
ebih 6 m m
absorbsi ha
dikelilingi o
1) Duoden
Disebut
seperti
pangkre
2) Jejenum
(intesinum m
halus adala
pada piloru
merupakan s
asil pencern
oleh usus be
num
t juga usus
sepatu kud
eas.
m dan ilium
minor)
ah bagian
us dan ber
aluran palin
naan. Usus
sar dibagi d
12 jari pan
da melengku
Gambar
Lambung
Evelyn : 20
dari sistem
rakhir pada
ng panjang
halus terl
dalam beber
njangnya ku
ung kekiri
(E
3
g
002
m pencernaa
a seikum, p
tempat pro
etak didaer
rapa bagian
urang lebih
pada lengk
Evelyn, 200
02 : 176)
an makana
panjangnya
ses pencern
rah umbilik
yaitu :
an yang
kurang
naan dan
kus dan
h 25 cm, be
kungan ini
erbentuk
terdapat
Mempu
(yeyenu
Lekukan
dengan
sebagai
unyai panja
um) dengan
n yeyenum
perantara
mesenteriu
ang sekitar
n panjang 2
dan ilium
lipatan per
um.
G
U
f. U
P
1
2
3
4
Usus besar
Panjangnya
1) Sekum
Dibawa
cacing s
2) Kolon a
Panjang
keatas d
3) Apendi
Bagian
mempu
dilewat
4) Kolon t
kurang lebi
ah sekum te
sehingga di
asenden
gnya 13 cm
dari ilium k
ik (usus bun
dari usus b
unyai pintu
ti oleh beber
tranfersum
ih 1,5 m leb
erdapat ape
isebut juga u
m terletak dib
kebawah hat
ntu)
besar yang
keluar yang
rapa isi usu
6 m, dua
-3 m dan i
melekat pa
ritonium y
Gambar 4
sus Halus
Evelyn : 20
barnya 5-6 c
ndik vermi
umbai cacin
bawah abdo
ti.
muncul sep
g sempit tap
us.
a perlima b
ilium denga
ada dinding
yang berben
(Syai
002
cm, bagian-b
formis yang
ng, panjangn
omen sebela
perti corong
pi masih me
bagian atas
an panjang
abdomen p
ntuk kipas
ifuddin, 200
s adalah
4-5 m.
posterior
dikenal
06 : 172)
bagian ususs besar:
g berbentuk
nya 6 cm.
k seperti
ah kanan meembujur
g dari akhir
emungkinka
r seikum
an dapat
Panjang
desende
hepatik
gnya 38 cm
en, berada
ka dan sebel
m, membuju
dibawah ab
ah kiri terda
ur dari kol
bdomen, se
apat flektur
lon asenden
ebelah kana
a lienalis.
n sampai k
an terdapat
ke kolon
flektura
55) Kolon d
Panjang
dari ata
bersamb
desenden
gnya 25 cm
as ke bawa
bung denga
m, terletak d
ah dari fluk
an kolon sig
dibawah ab
ksura lienal
gmoid.
domen bag
lis sampai
gian kiri, me
kedepan ili
embujur
ium kiri
66) Kolon s
Merupa
pelvis s
berhubu
sigmoid
akan lanjuta
sebelah kiri
ungan denga
an dari kolo
i, bentukny
an rektum.
on desenden
ya menyeru
n terletak m
upai huruf S
(Syai
miring dalam
S ujung ba
ifuddin, 200
m rongga
awahnya
06 : 175)
Ga
Us
Syaif
g. R
m
k
Rektum
Terleta
mayor denga
koksigis.
ak dibawah
an anus, ter
ambar 5
us Besar
fudin : 2006
h kolon sig
rletak dalam
gmoid yang
m rongga pe
6
g menghub
elvis didepa
bungkan int
an os sakrum
testinum
m dan os
h. A
r
d
Anus
Anus
ektum deng
diperkuat ol
adalah bag
gan dunia
eh 3 spinter
gian dari sa
luar (udara
r:
aluran penc
a luar) terle
cernaan yan
etak didasa
ng menghub
ar pelvis di
bungkan
idingnya
1)) Spinter Anni Internus, bekerja tidak menurutt kehendak.
2)) Spinter Leevator Ani, bekerja jugga tidak mennurut kehendak.
3)) Spinter Anni Eksternus, bekerja mmenurut kehhendak
(Syaiifuddin, 20006 : 176)
Gaambar 6
Rektum dan Anuus
Syaifudinn : 2006
C. Etiolog
Pe
typhosa
spora. K
yang se
ini, dike
Salmon
gi / Predisp
enyakit ini
a yang mer
Kuman ini d
edikit lebih
etahui bahw
nella typhos
osisi
disebabkan
rupakan kum
dapat hidup
rendah, pa
wa kuman in
a mempuny
n oleh infek
man gram
p baik sekal
ada suhu 70
ni hanya me
yai 3 macam
ksi kuman S
negative, m
li pada suhu
0 0C ataupun
enyerang ma
m antigen, y
Salmonella
motil dan t
u tubuh man
n oleh antis
anusia.
yaitu :
typhosa/Eb
tidak mengh
nusia maup
septic. Sam
berthella
hasilkan
pun suhu
mpai saat
1. Antigen O (Ohne Hauch) = antigen somatic (tidak menyerang), nilai
normalnya negatif.
2. Antigen H (Hauch) = menyebar, terdapat pada flagella dan bersifat termolabil,
nilai normalnya negatif.
3. Antigen V1 (Kapsul) = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagotisosis, nilai normalnya negatif.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
typhosa juga dapat memperoleh plasmid factor–R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multipel antibiotik. Ada 3 spesies utama, yaitu :
1. Salmonella typhosa (satu serotipe).
2. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
3. Salmonella enteritidis (lebih dari 1500 serotipe).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin 0 dan H yang ditemukan
titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien
menderita typhus. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat. Pada
pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Perlu diketahui
bahwa ada jenis dari demam thypoid yang mempunyai gejala hampir sama, hanya
bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat
pada paratifoid A, B, C, untuk menemukan kuman penyebab perlu pemeriksaan
darah seperti pasien thypoid.
Etiologi demam tifoid sembilan puluh enam persen kasus disebabkan
salmonella typhii, sisanya disebabkan oleh salmonella paratyphi.
(Pusponegoro, 2004: 109 ; Rampengan, 2008 : 46)
D. Patofisiologi
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke
makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang
sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi)
yang andal.
(Samsuridjal & heru , 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara
3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (Soegijanto, 2002).
E. Manifestasi Klinik
Demam typoid yang tidak diobati sering kali merupakan penyakit berat yang
berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih:
1. Minggu pertama: demam yang semakin meningkat, nyeri kepala, malaise,
konstipasi, batuk non produktif, brakikardi relative.
2. Minggu kedua: demam terus menerus, apatis, diare, distensi abdomen, ‘rose
spot’ (dalam 30%), splenomegali (pada 75%).
3. Minggu ketiga: demam terus menerus, delirium, mengantuk, distensi abdomen
massif, diare ‘pea soup’.
4. Minggu keempat: perbaikan bertahap pada semua gejala.
Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada 10% kasus (jarang terjadi
setelah terapi fluorokuinolon). Kasus dapat berlangsung ringan atau tidak tampak.
Kasus paratyphoid serupa dengan typhoid namun biasanya lebih ringan. Masa
tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30)hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal
(gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas), antara lain :
1. Perasaan tidak enak badan
2. Lesu
3. Nyeri kepala dan pusing
4. Diare
5. Anoreksia
6. Bradikardi relatif
7. Nyeri otot
(Mandal, 2008 : 161)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien typhus abdominalis menurut Rampengan, 2008: 46 ;
Widiastuti, 2001 : 4, antara lain :
1. Perawatan.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan. Diet yang diperoleh penderita typhus abdominalis
yaitu TKTP :
a. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring, bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan penderita.
b. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
c. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari
3. Obat-obatan.
a. Klorampenikol.
b. Triampenikol.
c. Kotrimoxazol.
d. Amoxilin dan ampicillin
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit typhus abdominalis menurut Mandal, 2008 : 161, antara lain
:
1. Perdarahan dan perforasi usus(terutama pada minggu ketiga).
2. Miokarditis.
3. Neuropsikiatrik: Psikosis, ensefalomielitis.
4. Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis.
5. Abses pada limpa, tulang atau ovarium(biasanya setelah pemulihan).
6. Keadaan karier kronik(kultur urin / tinja positif setelah 3 bulan) terjadi pada
3% kasus(lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon).
H. Pengkajian Fokus (Termasuk Pemeriksaan Penunjang)
1. Identitas
Menurut Smeltser, 2002 : 84-89 di dalam profil pasien, informasi yang
dikumpulkan lebih bersifat biografis . Susunan atau profil yang lengkap
mengenai pasien sangatlah penting untuk menganalisa keluhan utama dan
mengenai kemampuan pasien menghadapi masalahnya, antara lain
a. Nama : untuk membina hubungan saling percaya dan yakin.
b. Pekerjaan : mengungkapkan mengenai status ekonomi dan latar
pendidikan.
c. Agama : sejauh mana agama menjadi bagian hidup pribadi,
kepercayaan agama yang berhubungan dengan
persepsi sehat dan sakit, kegiatan keagamaan.
d. Alamat : mengindetifikasi bahaya lingkungan, seperti polusi
dan fasilitas yang tidak memadai.
e. Latar belakang etnik : berhubungan dengan bahasa lisan, kebiasaan dan
tradisi yang dianut.
f. Hubungan keluarga : untuk mengetahui struktur keluarga, peran yang
diemban, pola komunikasi dan sistem pendukung.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien typhus abdominalis biasanya mengeluh nyeri perut, merasa
anoreksia (mual, muntah), kembung, nafsu makan menurun, panas,
menggigil, diare, konstipasi, batuk, kelemahan dan demam.
(Soegijanto, 2002)
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien typhus abdominalis sebelumnya pernah menderita typhus atau
penyakit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien typhus abdominalis pada umumnya demam, anorexia(mual,
muntah), diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri
kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ditanyakan untuk mengindetifikasi penyakit-penyakit
yang diturunkan, menular, atau berhubungan dengan lingkungan hidup. Dan
perlu ditanyakan juga riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi.
e. Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
(Smeltzer, 2002 : 85, 1108)
3. Pola-Pola Fugsional Kesehatan ( menurut GORDON)
a. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien typhus abdominalis biasanya mengalami tanda gejala seperti
anoreksi, mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
penurunan berat badan, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga
dapat mempengaruhi status nutrisi berubah, penurunan lemak
subkutan/massa otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat, luka
inflamasi di mulut.
c. Pola eliminasi
Pasien typhus abdominalis gejala kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi
bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan dalam BAB tekstur feses berfariasi
dari bentuk lunak sampai bau atau berair episode diare berdarah tak dapat
diperkirakan, hilang timbul, sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20-
30kali/hari) bila sudah terjadi ulkus ada perasaan dorongan/kram
(tenesmus), defekasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feses.
Tanda pasien typhoid menurunnya bising usus, tidak ada peristaltic atau
adanya peristaltic yang dapat di lihat.
d. Pola aktifitas dan latihan
Pasien typhus abdominalis akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya, kelelahan, malaise, insomnia, merasa gelisah dan ansietas.
e. Pola tidur dan istirahat
Pasien typhus abdominalis akan terganggu kebiasaan tidur dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien typhus abdominalis mengalami danya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami
tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Pasien typhus abdominalis mengalami perubahan kondisi kesehatan dan
gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri. Persepsi terhadap nyeri dengan pendekatan.
h. Pola reproduksi dan sexual
Pasien typhus abdominalis dalam pola reproduksi dan sexual yang telah
atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien typhus abdominalis terjadi perubahan apabila pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.
j. Pola mekanisme koping stres
Pasien typhus abdominalis stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pasien typhus abdominalis dapat menimbulkan distres dalam spiritual pada
pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta
kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
(Doengoes, 2000: 471-475; Perry & Potter, 2005: 274)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien typhus abdominalis mengalami Composmentis.
b. Tingkat kesadaran
Pasien typhus abdominalis dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis,
somnolen).
c. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : Hipotensi
2) Suhu : Meningkat 39-400C
3) Nadi : Bradikardi
d. Kepala dan Leher
Pada dasarnya pasien typhus abdominalis tidak ada benjolan di kepala,
rambut normal, kelopak mata normal, leher simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
e. Mata
Pada pasien typhus abdominalis konjungtiva anemis, kelopak mata anemis,
mata cekung, muka tidak edema.
f. Mulut
Pada pasien typhus abdominalis memiliki ciri di bagian mulut yaitu lidah
kotor, membran mukosa kering dan pecah-pecah, ditepi dan ditengah
merah.
g. Dada dan abdomen
Pada pasien typhus abdominalis bentuk simetris, normal, pola nafas teratur,
didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan, kembung, dan disertai
pembesaran hati dan limpa.
h. Sistem respirasi
Pada pasien typhus abdominalis memiliki suara pernafasan terdengar
ronchi, rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam, dengan gambaran
seperti bronchitis.
i. Telinga
Pada pasien typhus abdominalis mengalami penurunan pendengaran.
j. Sistem eliminasi
Pada pasien typhus abdominalis kadang-kadang diare atau konstipasi,
produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal).
Normal ½ -1 cc/kg BB/jam.
k. Sistem integumen
Pada pasien typhus abdominalis kulit kelihatan bersih, turgor kulit
menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
l. Sistem musculoskeletal
Pada pasien typhus abdominalis sistem muskuloskeletal tidak ada gangguan
pada ekstremitas atas dan bawah.
m. Sistem endokrin
Pada pasien typhus abdominalis terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan
tonsil.
(FKUI, 1974; Soegijanto, 2002)
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara
lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
1) Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri
2) Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri
3) Aglutinin V1: karena rangsangan antigen V1 yang berasal dari simpai
bakteri.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid.
(Samekto, 2001)
I. Tumbuh Kembang
Tumbuh-kembang, dianggap sebagai satu kesatuan yang mencerminkan
berbagai perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Seluruh perubahan
merupakan proses dinamis yang menekankan beberapa dimensi yang saling
terkait. Istilah tumbuh kembang mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda
tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan yang didefinisikan sebagai berikut :
a. Pertumbuhan (growth):peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat
membelah diri dan mensintesis protein baru, menghasilkan peningkatan
ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel.
b. Perkembangan (defelopment):perubahan dan perluasan secara bertahap,
perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi,
peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui pertumbuhan dan
maturasi serta pembelajaran (Wong, 2009 : 109).
J. Pathways Keperawatan
Masuk melalui mulut
Peningkatan asam lambung
Perasaan tidak enak pada perut, mual, muntah
Terjadi proses infeksi Merangsang peningkatan peristaltik usus
Melalui duktus toraktus
Kelemahan fisik
Keterbatasan gerak
Tirah baring yang lama
Penekanan pada daerah kulit
Hepatomegali / hati membesar
Kuman berkembang biak
Peradangan
Kurangnya intake cairan
Kekurangan volume cairan dan elektrolit
Bibir kering dan pecah
Gg. Integritas kulit
Intoleransi aktifitas
Gg. Rasa nyaman : nyeri
Diare /konstipasi
Gg. Eliminasi
Pelepasan zat pirigen dan sirkulasi meningkat
Hipertermi
Endotoksin hipotalamus oleh leukosi
Demam
(Supriyadi
& yuliana :
2006 ;
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Peredaran darah
Masuk saluran pencernaan
Etiologi : Air dan makanan yang mengandung bakteri salmonella typhi
Diserap oleh usus
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi, takut
makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan lemak, subkutan/ massa otot, tonus otot buruk, bunyi usus hiperaktif,
konjungtiva dan membrane mukosa pucat.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit kemerahan, hangat
waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi karena infeksi salmonella
typhi.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama,
iritasi kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula ditandai dengan laporan
nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri
wajah, perhatian diri sendiri.
4. Gangguan eliminasi : diare/konstipasi berhubungan dengan inflamsi, iritasi, atau
malabsorbsi usus, adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen
ditandai dengan peningkatan bunyi usus/peristaltic, defeksi sering dan berair,
perubahan warna feses, nyeri abdomen, tiba-tiba, kram.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tanda-tanda dehidrasi ditandai
dengan mulut kering dan bibir pecah-pecah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak ditandai dengan
bantuan dari orang lain.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penekanan yang terlalu lama /
berbaring yang lama.
L. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi, takut makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan penurunan
berat badan, penurunan lemak, subkutan/ massa otot, tonus otot buruk, bunyi
usus hiperaktif, konjungtiva dan membrane mukosa pucat.
a. Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi selama perawatan
b. Kriteria hasil :
a) Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang sudah disediakan.
b) Tidak mengalami lemah, lesu, dan rasa mual dapat berkurang.
c) Berat badan bertambah sesuai dengan berat badan ideal.
c. Intervensi :
a) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan
terapi.
b) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan
kalori dan simpanan energi.
c) Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional :Menenangkan peristaltic,dan meningkatkan rasa makanan.
d) Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
e) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.
Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
f) Catat masukan dan perubahan simtomatologi
Rasional : Memberikan rasa control pada pasien dan kesempatan untuk
memilih makanan yang diinginkan/dinikmati, dapat
meningkatkan masukan.
g) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diet.
Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut
makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
h) Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : Program inii mengistirahatkan saluran GI sementara
memberikan nutisi penuh.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit kemerahan, hangat
waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi karena infeksi salmonella
typhi.
a. Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah suhu tubuh sampai dengan normal (36- 37 C
b. Kriteria hasil:
a) Pasien merasa nyaman
b) Kulit tidak terasa kering
c) Muka tidak merah
c. Intervensi :
a) Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan menggigil
Rasional : Suhu 38,9-41,1’C menunjukan proses penyakit infeksius akut.
b) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambah linen temat tidur, sesuai indikasi.
Rasional : Suhu lingkungan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
c) Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. (penggunaan
alcohol/air es mungkin menyebabkan, peningkatan suhu secara
actual. Selain itu, alkohol dapat mengringkan kulit.
d) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam untuk aksi sentralnya
pada hipotalamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna
dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
e) Berikan selimut dingin
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada
otak.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama,
iritasi kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula ditandai dengan laporan
nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri
wajah, perhatian diri sendiri.
a. Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi nyeri berkurang selama dalam perawatan
b. Kriteria hasil :
a) Tidak kesakitan
b) Pasien mengatakan nyeri berkurang, perut tidak sakit /tegang.
c) Ekspresi wajah teenang
c. Intervensi :
a) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta
analgetik.
b) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,intensitas
(skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
Rasional : Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit crohn. Nyeri sebelum
defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana
dapat berat dan terus-menerus.perubahan pada karakteristik
nyeri dapat menunjukan penyebaran penyakit/terjadinya
komplikasi.
c) Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati
engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk
verbal dan non verbal.
Rasional : Bahasa tubuh/ petunjuk non verbal dapat secara psikologis
dan fisiologis dan dapat digunakan pada hubungan petunjuk
verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
d) Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
Rasional : Dapat menunjukan dengan tepat pencetus dan factor pemberat
seperti stress, tidak toleran terhadap makanan atau
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
e) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut fleksi
Rasional : Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa
control.
f) Berikan tindakan nyaman (mis, pijatan punggung, ubah posisi) dan
aktivitas senggang.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan
meningkatkan kemampuan koping.
4. Gangguan eliminasi : diare/konstipasi berhubungan dengan inflamsi, iritasi, atau
malabsorbsi usus, adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen
ditandai dengan peningkatan bunyi usus/peristaltic, defeksi sering dan berair,
perubahan warna feses, nyeri abdomen, tiba-tiba, kram.
a. Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pada eliminasi (BAB) selama dalam perawatan
b. Kriteria hasil :
a) Pasien BAB 1X sehari
b) Konsistensi lunak, tidak cair
c) Pasien tidak kembung/ kembung berkurang
d) Pasien menyatakan tidak kesulitan seelama BAB
c. Intervensi :
a) Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah
Rasional : Membantu mengukur cairan yang hilang dan cairan yang akan
dibutuhkan.
b) Dorong diet tinggi serat/bulk dalam batasan diet, denngan masukan
cairan sedang sesuai diet yang dibuat
Rasional : Meningkatkan konsistensi Fases. Meskipun cairan perlu untuk
fungsi tubuh optimal, kelebihan cairan mempengaruhi diare.
c) Batasi masukan lemak sesuai indikasi
Rasional : Diet rendah lemak menurunkan risiko faces cairan dan
membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.
d) Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai indikasi.
Berikan rendam pada pusaran air
Rasional : Iritasi anal, ekskorisasi dan pruritus terjadi karena diare.
Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk
membersihkan dan dapat membuat malu untuk meminta
bantuan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tanda-tanda dehidrasi ditandai
dengan mulut kering dan bibir pecah-pecah.
a. Tujuan :
Cairan dan elektrolit terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
b. Kriteria hasi :
a) Mempertahankan volume sirkulasi adekuat.
b) Tanda vital dalam batas normal.
c) Nadi perifer teraba.
d) Produksi urine terhambat.
c. Intervensi :
a) Observasi tannda- tanda vital : suhu,, nadi, pernafasan dan keadaan
umum pasien.
Rasional : Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kasar kehilangan darah (misalnya TD <90 mm Hg, dan nadi
>110 diduga 25% penurunan volume dan kurang lebih !000
ml). Hipotensi postural menunjukan penurunan volume
sirkulasi.
b) Monitor tanda-tanda dehidrasi (mukosa mulut dan bibir kering)
Rasional : Untuk mengidentifikasi apakah tanda-tanda dehidrasi.
c) Monitor intake dan out put
Rasional : Mengukur cairan yang masuk dan keluar, sehingga
pencegahan atau pengobatan dehidrasi dapat tercapai dengan
tepat.
d) Kolaborasi dokter untuk pemberian cairan parenteral dan obat anti
emetic jika pasien muntah.
Rasional : Dengan memberikan obat anti emetik diharapkan out put
cairan dapat.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak ditandai dengan
bantuan dari orang lain.
a. Tujuan :
Kebutuhan akan aktifitas terpenuhi selama dalam perawatan
b. Kriteria hasil :
a) Pasien dapat melakukan aktifitas
b) Pasien dapat melakukan gerakan_ gerakan kecil
c. Intervensi :
a) Tingkatkan tirah baring/duduk
Rasional : meningkatkan istirahat dan ketenangan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit dengan baik
Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan.
c) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang
gerak
Rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
d) Dorong penggunaan teknik manajemen stress
Rasional : meningkatkan relaksasi.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penekanan yang terlalu lama /
berbaring yang lama.
a. Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit selama dalam masa perawatan
b. Kriteria hasil :
Tidak ditemukan tanda- tanda gangguan integritas kulit
c. Intervensi :
a) Kaji integritas kulit (Kemerahan, lecet, panas)
Rasional : area ini meningkatkan risikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
b) Dorong mandi tiap 2hari 1kali, pengganti mandi tiap hari
Rasional : sering mandi membuat kekeringan kulit.
c) Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktifitas
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah
tekanan lama pada jaringan.
d) Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat
Rasional : perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
(Doenges, 2000)
Recommended