BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Murwani, 2007).
2. Tipe / Bentuk keluarga (Murwani, 2007)
a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan
satu saudara, misalnva nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,
bibi, dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi kerena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite Family), adalah keluarga perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tempi membentuk satu keluarga
3. Tugas Keluarga
Tugas perkembangan keluarga dengan keluarga usia lanjut dimulai saat
salah satu pasangan pension, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal. Proses
lanjut usai dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena
berbagai stressor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stressor tersebut
adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan
social,kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi
kesehatan. Dengan memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase ini diharapkan
orang tua mampu beradaptasi menghadapi stressor tersebut.
Adapun tugas keluarga dengan usia lanjut yaitu: mempertahankan
suasana rumah yang menyenangkan, adaptasi dengan perubahan kehilangan
pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan, mempertahankan keakraban
suami istri dan saling merawat, mempertahankan hubungan dengan anak dan
sosial masyarakat dan melakukan Live review (Murwani, 2007).
4. Peran keluarga
a. Peran formal Keluarga
1) Peran parental
Peran parental adalah peran dasar yang membentuk posisi sosial, yaitu
suami sebagai ayah dan istri sebagai ibu. Menurut Murwani (2007) ada
delapan peran parental. Peran – peran tersebut yaitu: peran sebagai
provider (penyedia), peran sebagai pengatur rumah tangga, peran
perawatan anak, peran sosialisasi anak, peran rekreasi, peran persaudaraan
(kinship) atau peran memelihara hubungan keluarga paternal dan
maternal, peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif pasangan), dan
peran seksual.
2) Peran perkawinan
Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan perkawinan yang
kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat mempengaruhi
hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana suami dan istri
membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan
perkawinan yang memuaskan merupakan salah satu tugas perkembangan
yang vital dari keluarga.
3) Peran informal
a) Pengharmonis: menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
b) Inisiator-kontributor: mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru
atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan
kelompok.
c) Pendamai (compromiser): merupakan salah satu bagian dari konflik
dan ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan posisi dan
mengakui kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian “setengah
jalan”.
d) Perawat keluarga: orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh
anggota keluarga lain yang membutuhkannya.
e) Koordinator keluarga: mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-
kegiatan keluarga, berfungsi - mengangkat keterikatan / keakraban
5. Fungsi Keluarga (Murwani, 2007)
a. Fungsi biologis
Tugas keluarga secara biologis adalah untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak , memenuhi kebutuhan gizi keluarga,
memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
Sedangakan keluarga secara psikologis berfungsi untuk memberikan kasih
sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
memelihara dan merawat anggota keluarga, serta memberikan identitas
keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
Fungsi keluarga dalam hal ini adalah membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga.
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang
misalnya pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
e. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan
membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
f. Fungsi perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan
yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa
aman.
g. Fungsi perasaan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan
perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain
dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
h. Fungsi religius
Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak
dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala
keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang
mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia
i. Fungsi rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi rekreatif ini tidak selalu harus pergi ke tempat
rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan
kepribadian masing-masing anggotanya.
B. Konsep Lansia
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan
masa tua (Wahyudi, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun
psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah (Mubarak,
2006).
1. Pengertian Lansia
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Wahyudi, 1999)
Menurut BKKBN (1995), lansia adalah individu yang berusia diatas 60
tahun, pada umumnya memiliki tanda - tanda terjadinya penurunan fungsi - fungsi
biologis, psikologis, sosial, ekonomi (Mubarak, 2006)
2. Teori Menua
Menurut Lueckenotte (2000), dunia barat telah menghitung dan
membincangkan teori penuaan sejak jaman Yunani kuno. Kita menemukan teori
yang bisa menjelaskan fenomena itu. Hingga sekarang, banyak siswa
menganggapnya sebagai petualangan untuk menjadi vain dan tidak begitu hanya
satu definisi teori yang masih digunakan menerangkan semua aspek penuaan.
Para ahli seperti Gerhard, Cristofalo (1992), Hayflick (1996), menemukan bahwa
beberapa teori bisa dikombinasikan untuk menerangkan aspek berbeda pada
fenomena kompleks yang disebut penuaan.
Fungsi teori membantu membuat pemahaman pada persepektif untuk
melihat fakta. Teori menyediakan gambaran luas diskusi dan riset. Beberapa
teori ditampilkan karena nilai sejarahnya, kebanyakan teori ditinggalkan karena
kekurangan bukti empiris.
Penuaan pada manusia dipengaruhi oleh penimbunan biologis,
psikologis, fungsi sosial dan faktor spiritual. Penuaan bisa dilihat sebagai
perkembangan terus menerus terjadi dari konsepsi hingga kematian
(Ignatavicius, Workman, Mishler, 1999). Teori Biologi, sosial , dan psikologi
pada penuaan nampaknya menerangkan dan menjelaskan dimensi berbeda pada
penuaan. Teori prominent penuaan sebagai panduan mengembangkan
gerontologis holistic pada teori perawatan untuk pemakaian praktek. Menurut
Comfort (1970), tidak ada teori perawatan gerontology yang diterima dengan
kekhususan seperti ini, yang membutuhkan perawatan dengan menggunakan
pendekatan elektris dari disiplin lain sebagai dasar pembuatan keputusan klinis.
Beberapa teori menua antara lain :
a. Biologis
Teori biologi mengenai penuaan yaitu :
1) Teori Stokastik
a). Teori kesalahan
Menurut Sonneborn (1979) dalam Lueckenotte (2000), teori
kesalahan berdasarkan pada ide bahwa kesalahan terjadi pada
transkripsi dalam sintesis DNA. Kesalahan tersebut dianggap abadi
dan seringkali membawa sistem pada fungsi yang tidak optimal.
Penuaan pada organisme dan kematian dianggap pada kejadian ini.
b). Teori radikal bebas
Menurut Hayflick, (1996) dalam Lueckenotte (2000), radikal bebas
diproduksi oleh metabolisme. Ketika radikal bebas terkumpul mereka
merusak membran sel yang mengurangi efisiensi. Tubuh
memproduksi antioksidan yang scavenge radikal bebas.
c). Teori Cross Linkage
Menurut Hayflick, (1996) dalam Lueckenotte (2000), Dengan usia, telah
dibuat teori bahwa beberapa protein dalam tubuh menjadi cross-lingked.
Hal ini tidak mengijinkan untuk aktifitas metabolisme normal dan
membuat produk sampah terkumpul pada sel. Hasil akhirnya ialah pada
jaringan tidak berfungsi normal pada efisiensi optimal.
d). Teori pemakaian dan air mata
Teori ini menyamakan manusia dengan mesin. Ini memberikan
hipotesa bahwa penuaan adalah hasil dari pemakaian.
2. Teori Nonstochastic
a) Teori terprogram
Hayflick dan Moorehead mendemonstrasikan bahwa sel normal
membagi banyaknya dengan waktu terbatas. Oleh karena itu dianggap
bahwa harapan hidup itu telah terprogram.
b). Teori immunitas
Perubahan terjadi di sistem kekebalan, khususnya pada t-
lymphocyte, sebagai hasil penuaan. Perubahan ini membuat individu
mudah luka kena penyakit (Phipp, Sands, Marek, 1999 )
b. Sosiologis
Memfokuskan pada peraturan dan hubungan antara ikatan individu dalam
kehidupan terakhir menurut Hogstel (1995) dalam Lueckenotte (2000).
1). Teori sosiologi mengenai penuaan
a) Teori disengagement
Semakin bertambah tua mereka menarik diri dari komunitas dan
komunitas mendukung dengan penarikan ini.
b) Aktivitas / teori perkembangan tugas
Individu perlu untuk tetap aktif untuk melakukan aktifitas dengan
mandiri. Aktifitas perlu untuk menjaga kepuasan hidup dan konsep diri
yang positif.
c) Teori kontinuitas
Individu akan merespon terhadap usia pada cara yang sama mereka
merespon pada even kehidupan sebelumnya. Kebiasaan yang sama,
komitmen, pilihan, dan ciri personality lainnya dikembangkan selama
masa dewasa akan menjagai masa tua.
d) Teori stratifikasi
Masyarakat terdiri dari group Cohort yang berkumpul berdasarkan usia.
Orang dan peraturan pada Cohorts ini saling mengubah dan
mempengaruhi, sebagai komunitas besar. Lagipula tingkatan tinggi pada
hubungan dalam masyarakat muncul antara orang tua dengan
masyarakat.
e) Teori kecocokan orang dengan lingkungannya
Tiap individual memiliki kompetensi yang mendorong orang agar akrab
dengan lingkungannya. Kompetensi ini mungkin berubah dengan
penuaan, sehingga mempengaruhi kemampuan orang untuk
berhubungan dengan lingkungan.
c. Pyschologis
Dipengaruhi oleh biologi dan sosiologi dan menjelaskan bagaimana orang
merespon pada akibat dari usia mereka.
1). Teori psikologis mengenai penuaan
a) Hirarki Maslow pada kebutuhan manusia
Motivasi manusia dilihat sebagai hirarki kebutuhan atau tingkat
kebutuhan yang penting pada pertumbuhan dan perkembangan semua
orang. Individu dilihat sebagai peserta aktif dalam kehidupan, mencari
aktualisasi diri.
b) Teori Jung mengenai individualisme
Perkembangan dilihat sebagai terjadinya masa kedewasaan dengan
realisasi diri sebagai tujuan hasil pada perkembangan kepribadian.
Semakin bertambahnya usia individu, maka akan mampu untuk
mengubah ke dalam bentuk spiritual.
c ) Delapan tingkat tahapan kehidupan oleh Erikson.
Semua orang mengalami delapan tahapan psikososial dalam
kehidupannya. Tiap tahap mewakili sebuah krisis, dimana tujuan yaitu
menyatukan kedewasaan fisik dan kebutuhan psikososial. Pada tiap
tahap, orang memiliki kesempatan untuk menyelesaikan krisis. Orang
yang berhasil akan mempersiapkan individu untuk perkembangan
lanjutan. Individu akan selalu memiliki kesempatan untuk mengerjakan
tahapan psikososial menjadi hasil kesuksesan.
d) Teori Erikson mengenai Ekspansi Peck.
Tujuh tugas yang berkembang didefinisikan sebagai berlangsungnya
final Erikson dalam dua tahapan. Akhiran tiga dari tiap perkembangan
diidentifikasikan untuk orang tua yaitu : perbedaan ego versus peran
dalam pekerjaan, transcendence diri versus preoccupation diri dan
transcendence ego versus preoccupation ego.
e) Pengoptimalan terpilih dengan kompensasi
Kapasitas fisik diminishes dengan usia. Seorang yang menua dengan
lancer akan mengganti defisit tersebut melalui sekesi, optimasi, dan
kompensasi.
d. Moral atau spiritual
Menjelaskan dan meneliti bagaian individu mencari penjelasan dan
menerapkan kondisi mereka (Edelman, Mandle, 1998). Manusia mencari
penjelasan dan mengukuhkan keberadaanya di dunia. Bagi kebanyakan hal ini
harus melalui perkembangan moral dan sebagai pemikir spiritual. Kolberg
mengeluarkan teori mengenai perkembangan moral yang didasarkan pada
interview dengan anak muda. Dia menemukan ada tahapan yang berkurang
pada pemikiran moral. Sayangnya dia tidak mempelajari orang tua, paralel
tidak bisa disamakan antara tahapan tertinggi pada perkembangan moral,
prinsip etis universal, dan level tertinggi Maslow pada kebutuhan transcendent
diri. Pada tiap kesempatan hanya segmen kecil pada populasi yang mencapai
level tertinggi pada perkembangan dimana populasi mencapai level ini, dimana
kebutuhan pribadi berubah untuk kebaikan dari masyarakatnya.
Penting untuk perawat memahami dimensi spiritual pada orang dan
mendukung tampilannya dan perkembangannya (Hogstel, 1995). Spiritulitas
tidak lagi berhubungan dengan religi keagamaan, hal ini merupakan
perkembangan dari kontemplasi dari individu tersebut. penyakit, kondisi hidup
krisis, atau bahkan pemahaman mengenai hari kehidupan di dunia terbatas
yang akan membuat seseorang untuk kontemplasi dengan spiritual. Perawat
bisa mendapingi klien untuk menemukan arti pada kehidupan masa krisis.
Riset telah mempelajari hubungan antara hasil pemusatan klien dan
spiritualitas. Hubungan yang kuat antara hasil dan spiritualitas telah
ditampilkan dari riset ini. berdasarkan hasilnya, perawat perlu untuk
menempatkan spiritualitas sebagai komponen pada perawatan holistic (Phips,
Sands, Marek, 1999).
3. Perubahan pada Lansia
Menurut Wahyudi (1999), perubahan – perubahan pada lansia meliputi :
a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya.
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurang cairan interselular.
4) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.
5) Jumlah sel otak menurun.
6) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
7) Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10 %.
b. Sistem Persarafan
1) Berat otak menurun 10-20 %. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya ).
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
3) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
4) Mengecilnya saraf panca indera. Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitif tehadap sentuhan.
c. Sistem Pendengaran
1) Presbiakusis (ganggian pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50 %
terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
2) Membrana Timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
3) Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratin.
4) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres.
d. Sistem Penglihatan
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
5) Hilangnya daya akomodasi.
6) Menurunnya lapangan pandang: berkurang luas pandangnya.
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Elastisitas, dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darh menurun 1 % setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah; kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer; sistolis normal ± 140mmHg. Diastolis normal ±
90 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap sebagai suatu termostat, yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Yang sering ditemui antara lain :
1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35ºC ini
akibat metabolisme yang menurun.
2) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
g. Sistem Respirasi
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2) Menurunnya aktivitas dari silia.
3) Paru-paru kehilangan elastisitas; kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun.
4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) CO2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dinding, dada, dan kekuatan otot penafasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
h. Sistem Gastrointestinal
1) Kehilangan gigi; penyebab utama adanya Periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan
gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitifitas dari saraf
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas
dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit.
3) Lambung; rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
4) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
5) Fungsi absorbsi melemah (daya absorpsi terganggu).
i. Sistem reproduksi.
1) Menciutnya ovari dan uterus.
2) Atrofi payudara.
3) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
4) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal kondisi
kesehatan baik).
5) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi
berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan
warna.
j. Sistem Genitourinaria
1) Ginjal; merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,
melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satua (unit)
terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus).
Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya; kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
(biasanya + 1); BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg %;
nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih): otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
k. Sistem muskuloskeletal
1) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh
2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan
dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang
tersebut
4) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus
5) Gerakan pinggang, lutut dan jari – jari pergelangan terbatas
6) Gangguan gaya berjalan
7) Kekakuan jaringan penghubung
8) Persendian membesar dan menjadi kaku
9) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
10) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
4. Peran Keluarga Terhadap Lansia
Menurut Mubarak (2006), peran keluarga terhadap lansia adalah sebagai
berikut :
a. Sistem keluarga besar
1) Lansia adalah sesepuh yang patut dihargai, dihormati dan diminta nasehat
atau doa restu
2) Usahakan menyediakan fasilitas – fasilitas kebutuhan harian (first and the
best)
3) Jagalah privacy
b. Sikap keluarga dan masyarakat terhadap lansia
1) Adanya kecenderungan berpersepsi negatif
2) Diharapkan mempunyai persepsi positif pada lansia karena merupakan
peristiwa alamiah dimana tiap – tiap individu akan mengalaminya
c. Membangun kebutuhan untuk dicintai, aktualisasi dari lanjut usia
d. Menciptakan suasana yang menyenangkan yaitu hubungan yang harmonis
(saling pengertian antara generasi muda dan generasi lansia)
e. Menggalakkan dan melaksanakan program mendem jero mikul duwur
f. Kepada pihak pemerintah keluarga atau masyarakat mengharapkan adanya :
1) Bantuan kesejahteraan bagi lansia yang berupa perbaikan ekonomi,
kesehatan, transportasi, dan perumahan bagi lansia yang tidak mempunyai
perumahan.
2) Bantuan hukum bagi lansia serta perlindungan hukum
3) Melaksanakan penelitian atau kegiatan yang riil untuk kesejahteraan
lansia, memberikan gizi yang baik dan obat – obatan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang bisa mempercepat proses penuaan.
5. Tugas Perkembangan Keluarga Berkaitan dengan Lansia
a. Mengenal masalah kesehatan lansia
b. Mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada
lansia
c. Merawat anggota keluarga lansia
d. Memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehingga lansia dapat
beradaptasi terhadap proses penuaan tersebut
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial dengan tepat sesuai
dengan kebutuhan lansia
(Mubarak, 2006)
6. Alasan Lansia Perlu Dirawat di Lingkungan Keluarga
a. Keluarga merupakan unit pelayanan keperawatan dasar
b. Tempat tinggal keluarga merupakan lingkungan atau tempat alamiah dan
damai bagi lansia, apabila keluarga tersebut harmonis
c. Kesejahteraan keluarga dan kemampuan keluarga untuk menentukan diri
sendiri merupakan prinsip – prinsip untuk mengarah kepada pengambilan
keputusan
d. Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga
merupakan kesepakatan antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan
e. Perawat kesehatan masyarakat memberikan pelayanan kesehatan utama
kepada keluarga untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
f. Pelayanan kesehatan sekunder dan tertier dilakukan apabila perawatan
kesehatan dilakukan oleh keluarga dengan bimbingan tenaga kesehatan
g. Proses keperawatan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang
terkait dengan kesehatan
h. Kontrak keluarga dan perawat dalam pelayanan keperawatan merupakan
cara yang efektif untuk mencapai tujuan
i. Konseling dan pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengarahkan
interaksi keluarga dan perawat
j. Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah oleh keluarga atau lansia
dengan perawat ahli didalam keperawatan lansia sebagai pemberi
pelayanan, konselor, pendidik, pengelola, fasilitator dan koordinator
pelayanan kepada lansia.
(Mubarak, 2006)
7. Masalah – Masalah Kesehatan yang Dapat Muncul pada Keluarga dengan
Lansia
a. Ancaman Kesehatan
1) Risiko terjadinya cidera atau bahaya fisik
2) Risiko terjadinya kekurangan atau kelebihan nutrisi
b. Keadaan kurang sehat atau tidak sehat
1) Diabetes melitus
2) Hipertensi
3) Arthritis
4) Penyakit jantung
5) Kanker
6) Penyakit ginjal
7) Penyakit paru obstruksi menahun
8) Penyakit kulit
9) Kasus fraktus atau luka
10) Lansia dengan menarik diri atau isolasi sosial
11) Kasus depresi
12) Koping yang tidak efektif
c. Krisis
1) Lansia yang memasuki masa pensiun atau kehilangan pekerjaan
2) Kesepian karena ditinggal pasangan hidup (suami atau istri)
3) Kesepian karena anak sudah berkeluarga
(Mubarak, 2006)
C. Teori Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persistem dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg (Brunner dan Suddarth, 2002).-
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan
sistolik lebih besar / sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar 95 mmHg (Nasim, 2003).
2. Anatomi fisiologi
Gambar 2.1 peredaran darah
(http://prestasiherfen.blogspot.com/2009/02/sistem-peredaran darahmanusia.html)
3. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar dari 90 mmHg dan hipertensi sistolik terisolasi lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. (Darmojo, 1999).
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC VI) sebagai
berikut : (Rahardjo, 2000)
No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120
4. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001)
a. Hipertensi esensial (Hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu disebabkan oleh penyakit lain hipertensi
primer terdapat lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan 10%
sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi
primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi, faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (Jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin
(Laki-laki lebih tinggi dari perempuan) dan ras (Ras kulit hitam
lebih banyak dari kulit putih).
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30gr),
kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain.
5. Pathofisiologi
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Smeltzer:2001)
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion kepembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup,
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Brunner & Suddarth, 2002).
6. Pathway
Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas
HIPERTENSI
Nyeri kepala
Resistensi
pemb. drh otak
Tek. pemblh drh otak
Gx. rasa nyaman ; nyeri
Ginjal
Vasokonstriksi pemblh. Darah
Ginjal
Blood flow
Vasokonstriksi
Rangsang
aldosteron
Retensi Na
Gx. Keseimbangan cairan
Resiko injuri
Jantung Sistemik
Beban kerja jantung Hipertrofi ventrikel kiri
Hilang mekanisme Kompensasi Infark miokard COP
Suplai O2 dengan Kebutuhan Tubuh tidak seimbang metabolisme anaerob sel fatigue
Intoleran aktifitas
Gangguan perawatan diri
Nyeri dada
Koroner jantung
Retina
Spasmus Arteriole
Diplopia
Resiko injuri
Suplai O2 otak
Kesadaran
Otak
7. Manifestasi klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah yang bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah
gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai
respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan
tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan
peningkatan beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (Peningkatan urinasi pada
malam hari) dan azotemia (Peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi
(Hemiplegi) atau gangguan ketajaman penglihatan. (Smeltzer: 2001)
8. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu :
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan.
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam
zona latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
3) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi
:
a) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan
cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND
TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
- Dosis obat pertama dinaikkan
- Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
- Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta
blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
- Obat ke-2 diganti
- Ditambah obat ke-3 jenis lain
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
- Ditambah obat ke-3 dan ke-4
- Re-evaluasi dan konsultasi
c. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (
perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan
petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil
pengukuran tekanan darahnya
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai
tekanan darahnya
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh,
namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortilitas
4) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan
tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan
darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter
5) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih
dahulu
6) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita
7) Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita
atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal
1 x sehari atau 2 x sehari
10) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti
hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
11) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau
mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan
efektifitas maksimal
12) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih
sering
14) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan.
9. Komplikasi
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang
mungkin terjadi mencakup :
a. perdarahan retina
b. gagal jantung kongestif
c. insufisiensi ginjal
d. cedera serebrovaskuler (CVA: Cerebrovaskular Accident) atau stroke.
(Doenges,Marlynn E: 1999).
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urine.
g. Foto dada dan CT scan
C Proses keperawatan keluarga
1. Definisi
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau
kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai
saran / penyalur (Murwani, 2007).
2. Alasan Keluarga sebagai unit pelayanan.
a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masyarakat.
b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam
kelompoknya.
c. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila
salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh
terhadap anggota keluarga lainnya.
d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (Pasien),
keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara
kesehatan para anggotanya.
e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai upaya
kesehatan masyarakat.
3. Pengkajian Keluarga
Friedman ( 1998 ) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga ke dalam
tahap - tahap meliputi identifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data
lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.
a. Mengidentifikasi Data
1) Umur
Risiko hipertensi umumnya dijumpai pada usia 30 -40 tahun atau lebih
dari 60. (Mansjoer, 1999)
2) Jenis kelamin
Pada umumnya pria lebih mudah terserang hipertensi disbanding wanita,
hal ini mungkin disebabkan kaum pria lebih banyak mempunyai faktor
risiko terjadinya hipertensi seperti stress, kelelahan, merokok dan
makanan yang tidak terkontrol. (Purwati, 1998)
3) Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat berat seperti kuli bangunan, kuli panggul, petani dan
sebagainya lebih berisiko untuk menderita hipertensi, karena tingkat
stress mereka lebih tinggi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh dalam pengelolaan hipertensi
keluarga, keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung
tidak merasakan hipertensi karena tidak mengenal hipertensi, akibat dan
cara perawatannya.
5) Genogram
Adanya riwayat hipertensi dalam keluarga meningkatkan risiko
hipertensi pada anggota keluarga lainnya, hal itu dipengaruhi faktor
genetik.
6) Tipe keluarga
Bentuk keluarga besar lebih cenderung menderita hipertensi daripada
keluarga lebih kecil (Isselbacher, 1999)
7) Latar belakang budaya
Budaya atau kebiasaanyang mendukung terjadinya hipertensi antara lain
kebiasaan diet yang banyak mengandung lemak, garam, kolesterol,
makanan yang diawetkan. Kebiasaan lain adalah merokok, kurang
olahraga, keengganan untuk mendatangi fasilitas kesehatan untuk
mengontrol tekanan darah.
8) Agama
Mengkaji agama serta kepercayaan yang dianut keluarga yang dapat
mempengaruhi kesehatan keluarga
9) Sosial ekonomi keluarga
Tingkat ekonomi keluarga mempengaruhi terhadap pengambilan
keputusan keluarga untuk mengambil keputusan keluarga untuk
membawa ke pelayanan kesehatan atau merawat penderita hipertensi
10) Aktifitas rekreasi keluarga
Situasi yang rileks dalam keluarga dapat menimbulkan relaksasi,
sehingga tahapan perifer menurun. Keluarga yang stressful tidak
mengembangkan fungsi relaksasi akan terpengaruh pada kondisi
emosional atau psikologis anggotanya, faktor emosi ini menjadi pemicu
peningkatan tekanan darah.
11) Kebiasaan kehidupan sehari hari
a) Kebiasaan makan
Kebiasaan keluarga mengkonsumsi makanan yang tinggi garam,
ikan asin, minum kopi, menjadi faktor penyebab terjadinya
peningkatan tekanan darah (Nugroho,1996)
b) Kebiasaan tidur
Kebiasaan istirahat dan tidur pada penderita hipertensi biasanya
mengalami gangguan, pada penderita hipertensi sering terjadi
insomnia karena merasa berta di kepala,selain itu juga karena
nokturia ( kencing pada malam hari ) yang dapat mempengaruhi
pola tidur pada penderita hipertensi
c) Kebiasaan eliminasi
Pada orang dengan hipertensi dapat menimbulkan gangguan pada
tingkat filtrasi glomerulus yang menurun dan gagal ginjal.
d) Kebiasaan latihan
Orang yang kurang aktifitas melakukan olahraga pada umumnya
cenderung mengalami kegemukan yang dapat menaikkan tekanan
darah.Olahraga juga dapat menurunkan berat badan yang akan
meningkatkan efektifitas pengobatan farmakologis.
e) Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok menjadi faktor penyebab terjadinya hipertensi
dan pengaruh narkoba yang menyebabkan pelepasan katekolamin
oleh system saraf otonom
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Hipertensi sering ditemukan pada keluarga dengan anggota keluarganya
berusia lanjut ataupun yang berusia lebih dari 65 tahun
2) Riwayat keluarga
Adanya salah satu keluarga atau orang tua yang mempunya hipertensi
atau penyakit jantung, arterosklerosis, DM, dan sebagainya mempunyai
risiko lebih besar untuk terkena hipertensi
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Pengobatan dan lingtkungan yang tidak aman (penempatan perabotan
rumah yang tidak teratur, pencahayaan yang kurang, lantai yang licin,
tempat tidur yang tinggi) menyebabkan risiko terjadinya injuri, karena
pada penderita hipertensi mengalami ganguan pada system neurosensori
seperti pusing, penglihatan kabur (Doenges, 1999)
2) Tipe lingkungan
Keadaan lingkungan perkotaan, perindustrian (Jakarta) mempunyai angka
prevalensi yang lebih besar yaitu 14 % dari penduduknya dibandingkan
pada masyarakat yang terisolir ( irian jaya ) yang hanya 0,64 %
3) Fasilitas kesehatan lingkungan
Adanya fasilitas kesehatan sangat menentukan pemulihan kesehatan,
pencegahan penyakit seerta pengobatan
4) Fasilitas transportasi
Transportasi yang memadahi sangat berpengaruh terhadap kemampian
keluarga untuk menjangkau fasilitas kesehatan
d. Struktur keluarga
1) Struktur komunikasi keluarga
Komunikasi dan int6eraksi antar sesame angota keluarga merupakan
tugas keluarga dan dapat menurunkan tingkat bstres yang menjadi
pemicu terjadinya hipertensi
2) Struktur kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pengambil keputusan yang
mempunyai hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan dalam
mengatasi masalah kesehatan (hipertensi) dalam keluarga
3) Struktur peran
Peran antar anggota keluarga menggambarkan perilku inter personal
yang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi dan situasi
tertentu
4) Nilai kepercayaan
Beban keluarga (hipertensi) sangat tergantung pada nilai kepercayaan dan
kebutuhan akan asuhan keperawatan
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Memberikan kasih saying dan rasa aman pada penderita hipertensi
merupakan salah satu fungsi afektif keluarga yang dapat menurunkan
tingkat stress atau masalah
2) Fungsi sosialisasi
Adanya interaksi antar anggota keluarga dan nilai adaptif terhadap
masyarakat sekitar dapat menurunkan stress pada penderita hipertensi
3) Fungsi perawtan kesehatan
Pendidikan ataupun pengetahuan keluarga yang rendah mempunyai
kecenderungan yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi
f. Pemeriksaan fisik
Beberapa data focus yang didapatkan pada klien yang menderita hipertensi
antara lain : (joseph,1998)
1) Nadi : pengukuran tanda-tanda vital,suhu,dan tinggi serta berat
tubuh merupakan dasar dari pengkajian fisik. Arteri radialis amatlah
memudahkan untuk menentukan rentang rata-rata denyut jantung.
2) Tekanan darah: Tekanan darah harus diperiksa baik saat pasien dalam
posisi telentang ataupun berdiri, terutama bila pasien mempergunakan
obat-obat hipertensi. Arterosklerosis dapat mengakibatkan kesalahan
pengukuran tekanan darah tersebut mungkin akan bervariasi dari satu
lengan ke lengan lainnya dikarenakan oleh adanya arteriosklerosis maka
kedua lengan tersebut menjadi tidak simetris. Intregitas ego riwayat
perubahan kepribadian, marah
3) Pernapasan : setelah pengkajian nadi dan tekanan darah dilakukan
maka, observasi pernapasan dilaksanakan berkenaan dengan
penghitungan serta pengkajian frekuensi dan kedalaman pernapasannya.
Pemeriksaan tersebut harus melihat penggunaan ototr-otot pernapasan
aksesori dan adanya retraksi tulang supralavikular. Selama proses
pengambilan data riwayat kesehatan, apakah klien tersebut harus
berhenti sejenak untuk menarik nafas? Rentang frekuensi pernapasan
rata- rata pada orang dewasa adalah 12 samapi 18 kali permenit.
4) Suhu : secara umum telah lazim diketahui bahwa lansia seringkali tidak
memiliki respon demam yang baik terhadap infeksi. Bahwa radang paru-
paru dapat saja terjadi tanpa adanya demam, sebagai contoh seperti yang
telah diobservasi oleh Osler, yang menyatakan “dalam usia lanjut radang
paru-paru mungkin akan bersifat laten dan terjadi tanpa adanya serangan
demam. Sebaliknya lansia tersebut rentan terhadap terjadinya hipotermia
bahkan dalam suhu dingin ringan yang terus berubah-ubah.
5) Tinggi dan Berat badan : meskipun pengukuran berat badan merupakan
suatu standart untuk setiap lokasi pelayanan pasien namun pengukuran
tinggi badan bukan merupakan standart sejenis. Individu lansia
mengalami peningkatan resiko terjadinya malnutrisi karena masukan
makanan yang tidak benar,isolasi sosial, ketidakmampuan tertentu,
keadaan medis kronis dan pengobatan-pengobatan yang dialami
6) Kulit : pengkajian kulit harus dilakukan selama pemeriksaan terhadap
tubuh pasien yang sedang dilaksanankan. Lansia pada umumnya
memiliki lemak subkutan lebih sedikit, sehingga dengan demikian
kulitnya menjadi lebih tipis, terutama pada telapak tangan dan lengan
atas. Lansia biasanya mengalami penurunan produksi keringat dan
produksi kelenjar sebasea lainnya, sehingga kulit kering merupakan
suatu keadaan yang lazim ditemukan. Perubahan kulit normal yang
terjadi saat penuaan meliputi pula, lesi-lesi maskular dengan
hiperpigmintasi yang disebut sebagai bercak-bercak senil atau lengitin
dan juga termasuk bercak-bercak pada heoar.
7) Rambut dan kuku : Salah satu indikator-indikator proses penuaan adalah
perubahan-perubahan dalam warna dan distribusi rambut. Warna rambut
berubah keabu-abuan atau memutih.penipisan progresif terjadi pada
seluruh rambut dan bulu pada tubuh, termasuk bulu pada ketiak dan
pubis. Pertumbuhan bulu-bulu wajah pada lansia-lansia wanita, kadang
dapat menyebabkan tingkat stres yang cukup berat. Kuku biasanya mulai
terpengaruhi dengan apa yang disebut sebagai onikomikosis, suatu
keadaan kuku kronis.
8) Kepala : pasien diperiksa dalam keadaan duduk, dimulai dari kepala dan
terus kebawah. Kepala dan tengkorak harus diperiksa mengenai terjadi
tidaknya trauma. Perubahan pada tulang tengkorak yang
dikarakteristikan oleh penyakit paget’s harus difikirkan, seperti
pembesaran bagian frontal atau pembesaran ukuran topi.
9) Mata : lansia yang mungkin disebabkan oleh terjadinya penurunan
ukuran pupil dan peningkatan ketebalan serta opasi tes lensa,
memerlukan kompensasi iluminasi lebih dibandingkan dengan individu
yang berusia lebih muda. Pemeriksaan optalmoskopik pada masing-
masing mata harus dimulai dengan memfokuskan pada struktur anterior
dan kemudian baru ke arah retina.
10) Telinga : Perubahan – perubahan sehubungan dengan proses penuaan
yang lazim ditemukan antara lain memanjangnya liang
telinga,penumbuhan rambut pada kanal telinga serta akumulasi
serumen.kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan kanal telinga
eksternal meliputi dampak buruk serumen, otitis ekterna atau adanya
benda-benda asing.
11) Hidung : pada proses penuaan, indra pengecap ras pada lidah anterior
yang merasakan manis dan asin mulai fungsinya terlebih dahulu dari
simpul-simpul pengecap rasa pada bagian lidah posterior, yang sensitif
pada rasa pait dan asam.
12) Mulut dan hidung : Chelosis atau fisura yang membatasi sudut-sudut
mulut, mungkin merupakan tanda terjadinya nutrisi yang buruk dan
defisiensi vitamin. Lansia yang masih mampu mempertahankan
keberadan giginya, perlu dikaji kebersihan atau higien oralnya.
Pemeriksaan pada lidah juga dapat menunjukan, lidah lebam, kemerahan
atau terinflamasi mungkin akan ditemukan pada pasien dengan
defisiensi zat besi atau vitamin B12.
g. Koping keluarga
1) Stessor yang muncul dalam keluarga
Stressor yang dialami keluarga dapat menjadi factor pemicu trimbulnya
hipertensi yang meningkatkan aktifitas saraf pusat sehingga akan
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan tinggi.
2) Koping keluarga dalam menghadapi stressor
Menghindari / menghadapi stressor dengan relaksasi dan juga
pendalaman agama merupakan suatu upaya untuk menghindari
terjadinya hipertensi.
4. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hipertensi:
a. Penurunan curah jantung
b. Gangguan nutrisi : kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan asupan tidak adekuat.
c. Gangguan persepsi sensori : pendengaran, penglihatan yang berhubungan
dengan adanya hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan.
d. Kurang perawatan diri yang berhunbungan dengan penurunan minat dalam
merawat diri.
e. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan kecemasan atau nyeri
f. Perubahan pola eliminasi yang berhubungan dengan penyempitan jalan nafas
atau adanya secret pada jalan nafas
g. Gangguan mobilitas fisik yang berhunbungan dengan kekuatan sendi.
(Nugroho, 2008)
5. Diagnosa keperawatan keluarga dengan hipertensi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
b. Kelebihan persepsi sensori visual
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
c. Gangguan persepsi sensori visual
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
d. Intoleransi aktivitas
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
e. Defisit perawatan diri
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
f. Risiko injuri
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
g. Penurunan curah jantung
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang baik untuk
penderita hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan di
masyarakat
6. Fokus intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral
1) Kognitif
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
pengertian , tanda dan gejala, gangguan perfusi jaringan seperti : pucat,
kulit kebiruan, kulit dingin,/ lembab, bengkak / odema.
2) Afektif
Memotifasi klien untuk minum obat teratur
3) Psikomotor
a) Memodifikasi secara dini adanya Gangguan perfusi jaringan
b) Lakukan pemantaun tekanan darah secara teratur
c) Bantu klien dan keluarga untuk mencegah komplikasi, misalnya
dengan mambatasi asupan garam dan kolesterol yang berlebihan
d) Bantu klien untuk memodifikasi factor risiko, misalnya membatasi
merokok , mengatur pola diet, manajemen stress.
b. Penurunan curah jantung
1) Kognitif
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
hipertensi, pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat, dan
komplikasi hipertensi.
2) Afektif
a) Anjurkan klien dan keluarga untuk membatasi aktifitas yang
berlebihan dan aktifitas cukup
b) Motifasi keluarga untuk membatasi makanan tinggi natrium dan
tinggi kolesterol
c) Memotifasi klien untuk minum obat teratur
3) Psikomotor
a) Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi tanda dan gejala
penurunan curah jantung, seperti: nadi cepat, sianosis, nyeri dada,
produksi urin sedikit, kelelahan, vertigo, odema, dan kulit teraba
dingin.
b) Pembatasan asupan garam, lemak, kolesterol dalam diet
c) Lakukan pemantaun tekanan darah secara teratur
d) Olahraga teratur
e) Lakukan dan anjurkan kepada klien dan keluarga untuk melakukan
tindakan kenyamanan, misalnya :pijatan punggung dan leher,
merendahkan kepala tempat tidur serta tehnik relaksasi
f) Bantu keluarga cara menyusun diet untuk penderita hipertensi
c. Kelebihan volume cairan
1) Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
manifestasi klinik kelebihan volume cairan sebagai akibat
memberatnya hipertensi
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memantau output urine
2) Afektif
Anjurkan klien dan keluarga untuk mempertahankan posisi duduk / tirah
baring dengan posisi semifowler, selama masa fase akut.
3) Psikomotor
a) Monitor output urine ( catat warna dan jumlah setiap hari )
b) Buat jadwal pemasukan cairan bersama klien dan keluarga
c) Ukur lingkar abdomen
d) Timbang berat badan setiap hari
e) Rujuk kepelayanan kesehatan untuk pengobatan lanjut
d. Gangguan persepsi sensori visual
1) Kognitif
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
terjadinya gangguan persepsi sensori visual ( pandangan kabur ) sebagai
manifestasi penyakit hipertensi
2) Afektif
a) Anjurkan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin
A
b) Anjurkan klien untuk memakai alat bantu penglihatan ( kacamata )
3) Psikomotor
a) Observasi ketajaman penglihatan , catat apakah satu / dua mata
terlibat
b) Orientasikan klien terhadap keluarga, lingkungan dan orang lain
c) Perhatikan kejadian iritasi mata
d) Letakkan barang yang dibutuhkan didekat klien
e) Penggunaan kacamata dan pemberian tetes mata
f) Rujuk kepelayanan kesehatan untuk pemeriksaan selanjutnya
e. Intoleransi aktivitas
1) Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
gangguan aktifitas yang sering terjadi pada penderita hipertensi
b) Ajarkan klien dan keluarga tentang ROM
c) Ajarkan klien dan keluarga tentang tehnik menghemat energy
misalnya : menggunakan kursi pada waktu mandi
2) Afektif
a) Motifasi klien untuk olahraga secara teratur
b) Motifasi klien untuk melakukan gerakan ROM sesuai gerakan yang
diajarkan
c) Beri dorongan pada klien untuk melakukan aktifitas mandiri secara
bertahap sesuai toleransi
3) Psikomotor
a) Monitor respon klien terhadap aktifitas , peningkatan nadi, tekanan
darah, adanya nyeri dada, dan keletihan
b) Kelemahan jantung
c) Malakukan terapi okupasi
d) Pertahankan untuk melakukan gerakan ROM
e) Rujuk kepelayanan kesehatan jika terdapat keluhan setelah aktifitas
seperti : nyeri dada, pusing dan pingsan.
f. Defisit perawatan diri
1) Kognitif
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
pentingnya perawatan diri
2) Afektif
a) Motifasi klien dan keluarga untuk melakukan perawatan diri
b) Motifasi keluarga untuk membantu klien dalam melakukan perawatan
diri
3) Psikomotor
a) Observasi derajat ketidakmampuan klien
b) Berikan alat bantu sesuai indikasi
c) Pertahankan adanya keletihan dan kelelahan
d) Monitor dan observasi usaha klien / keluarga dalam melakukan
perawatan diri
e) Rujuk / kolaborasi ke pelayanan kesehatan jika terjadi kelemahan
f) Adakan terapi okupasi
g. Risiko injuri
1) Kognitif
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
terjadinya risiko injuri
2) Afektif
a) Anjurkan pada keluarga agar lantai tidak licin
b) Ingatkan klien untuk memakai kacamata
c) Pertahankan dan motivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan
rumah yang nyaman
3) Psikomotor
a) Orientasi klien terhadap lingkungan
b) Jangan letakkan benda berbahaya dekat klien
c) Observasi terjadinya pandangan kabur, pusing dan nyeri pada mata
d) Bantu klien untuk bangun dari tempat tidur, motifasi keluarga untuk
membantu klien
e) Pertahankan lingkungan yang aman