BAB II
KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR
2.1 Tujuan Pengujian
1. Mengetahui angka kekerasan suatu bahan
2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas
3. Mengetahui salah satu cara pengukuran kekerasan
4. Mengetahui perubahan struktur pada setiap perlakuan
2.2 Teori Dasar Pengujian
Dalam ilmu metalurgi terdapat teori-teori tentang sifat mekanik logam
termasuk kekerasan. Karena hal tersebut erat hubungannya dengan praktikum
pengujian kekerasan, maka sebaiknya kita dapat memahami teori tersebut.
2.2.1 Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan tusukan
(penetrasi) dan gesekan benda yang lebih keras dari luar. Dapat juga
dikatakan kemampuan untuk menahan deformasi plastis.
2.2.2 Macam-macam Pengujian Kekerasan
Secara garis besar dibagi menjadi :
1. Resistance to cutting or abration, yaitu dengan cara moh’s.
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggoreskan suatu material
dengan material standart yang telah diketahui nilai kekerasannya.
Urutan kekerasan mineral berdasarkan cara moh’s adalah :
1. Tail 6. Fieldspar
2. Gips 7. Kwarsa
3. Kalsit 8. Topas
4. Flourite 9. Titanium
5. Apatik 10. Intan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Skala moh’s jarang digunakan dalam pengujian bahan karena
interval skala yang dibagi terlalu besar, sehingga hasilnya kurang
tepat. Terutama untuk logam.
Gambar 2.1 : Skala Moh’s
Sumber :
http://academic.brooklyncuny.edu/geology/leveson/core/linksa/hardex_24.html
2. Resistance to Indentation, yaitu dengan cara :
a. Cara brinnel
Pengukuran ini dilakukan dengan cara menekan secara tegak lurus
menggunakan bola baja (sebagai indentor) yang sudah diketahui
diameter pada permukaan benda uji. Bekas yang ditimbulkan
diukur dan kekerasannya dihitung dengan rumus :
BHN = Gayatekan
Luas
=2 P
Π∗D∗(D∗√D2−d2)
Pengujian kekerasan dengan cara brinnel biasanya menggunakan
electrical brinnel hardness tester (mesin uji kekerasan brinnel).
Gambar 2.2 : Mesin uji kekerasan brinell
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
Gambar : 2.3 Brinell test
Sumber : www.alatuji.com/article/detail/3/what-1-hardness-test-uji-kekerasan
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pengukuran harus
dilakukan pada permukaan yang datar. Kerak dan kotoran pada
permukaan benda kerja sangat mempengaruhi hasil pengukuran.
b. Cara Vickers
Prinsipnya sama dengan pengujian brinnel, hanya saja
menggunakan indentor yang berbentuk piramid beralas bujur
sangkar dengan sudut puncak antara 2 sisi berhadapan 136 . Tapak⁰
tekan berbentuk bujur sangkar. Beban yang diberikan antara lain
5,10,20,30,50,100 atau 120 kg. Angka kekerasan dinyatakan :
VHN = 8544 P
a2
Gambar 2.4 : Vickers test
Sumber : www.twi.co.uk/content/jk74.html
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Cara vickers merupakan cara pengujian kekerasan yang paling
sensitif. Cara ini memiliki satu skala kontinyu untuk semua
material dan angka. Kekerasan vickers tergantung dari beban yang
diberikan. Sangat memungkinkan sekali penggunaan beban ringan
pada pengujian vickers. Oleh karena itu cara itu hanya digunakan
untuk pengujian kekerasan pada material yang tipis sampai 0,005m.
c. Cara Mikrovickers
Prinsipnya sama dengan pengujian cara vickers, tapi yang
membedakan hanya skala yang digunakan. Microvickers
menggunakan skala yang lebih kecil dibanding dengan vickers.
Gambar 2.5 : microvickers
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
d. Cara Rockwell
Cara ini menggunakan prinsip yang sama dengan cara brinell
hanya saja indentor yang dipakai ada 2 jenis dan berukuran lebih
kecil daripada indentor brinell. Indentor yang digunakan adalah :
1. Menggunakan kerucut intan dengan sudut puncak 120 ,⁰
ujung agak bulat berjari-jari 0,2 mm
2. Menggunakan bola baja berdiameter 1/16 in, 1/8 in, ¼ in, ½
in.
Rumus yang digunakan :
HRC = 1– (h1−h2)
c
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.6 : Rockwell Test
Sumber : www.farasia.sobn.cn/product/image/rockwell
Dalam rockwell terdapat beberapa skala yaitu a-v, masing-masing skala
memiliki beban serta indentor tersendiri dan digunakan untuk kebutuhan
tertentu. Skala A digunakan untuk material yang sangat keras, skala B
untuk material dengan kekerasan medium, skala c untuk material dengan
kekerasan rendah, dan seterusnya. Skala v untuk plastik dan soft metal
seperti timbal. Terdapat juga superficial rockwell untuk menguji
spesimen tipis sampai 0,006 in dan juga bowdered metal.
3. Elastic hardness yaitu dengan cara share scheleroscope
Disebut juga sebagai metode pantulan. Pengujian dengan menggunakan
intan tipped hammers (palu hitam) yang dapat dinaikkan pada ketinggian
tertentu dan dijalankan secara bebas pada permukaan logam. Setelah
menyentuh permukaan, intan akan memantul. Ketinggian pantulan akan
menunjukkan kekerasan yang diukur. Semakin tinggi pantulan, kekerasan
semakin besar. Prinsipnya adalah konversi energi dari energi potensial
menjadi energi kinetik, sebagian diserap oleh material dan sisanya
menyebabkan terjadinya pantulan. Energi yang diserap sebenarnya
menunjukkan resilence yaitu energi yang dapat diserap oleh material
pada daerah elastisnya. Keuntungan dari cara ini adalah peralatan kecil
dan bekas penetrasinya kecil, hampir tidak merusak bahan.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.7 : Share scheleroscope
Sumer :
www.shopyourtoolingstore.com/images/1277237323778_452730155.jpeg
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi kekerasan
Kekerasan logam dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain :
1. Kadar karbon
Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin keras tapi
rapuh. Kadar karbonnya sebesar 0,6 - 1%. Merupakan kadar karbon
yang sangat berpengaruh pada kekerasan logam. Setelah lebih dari 1%
maka kadar karbon tidak berpengaruh pada nilai kekerasannya.
2. Unsur paduan
Unsur padua akan mempengaruhi sifat mekanik baja, beberapa
unsur paduan yang terdapat pada baja beserta pengaruhnya pada sifat
mekanik antara lain:
a. Nikel, memiliki fungsi :
- Meningkatkan kekuatan dan kekerasan baja
- Meningkatkan ketahanan korosi
- Meningkatkan keuletan dan tahan gesek
b. Chromium, memiliki fungsi :
- Menambah kekerasan baja
- Membentuk karbida
- Menambah keelastisitasan, sehingga baik buat pegas
c. Mangan, memiliki fungsi :
- Meningkatkan kekerasan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
- Meningkatkan kekerasan terhadap suhu tinggi
- Membuat baja mengkilap
d. Wolfram, memiliki fungsi :
- Memberikan senyawa karbida dalam material yang
menyebabkan material menjadi kuat.
e. Vanadium, memiliki fungsi :
- Memberikan pengaruh positif pada kekuatan tarik, kekuatan
dan kekerasan pada temperatur tinggi serta meningkatkan
batas mulur.
f. Tembaga, memiliki fungsi :
- Meningkatkan ketahan baja terhadap atmosfer
g. Molibdenum, memiliki fungsi :
- Meningkatkan kemampukerasan baja
- Menurunkan kerentanan terhadap temperembrittlement (400-
500 C)⁰
- Meningkatkan kekuatan tarik pada temperatur tinggi dan
kekuatan creep.
h. Titanium, memiliki fungsi :
- Pengontrolan dalam pertumbuhan butir
i. Cobalt, memiliki fungsi :
- Mempunyai sifat rapuh agak keras
- Tahan aus dan tetap keras pada suhu tinggi
j. Silissium, memiliki fungsi :
- Menambah sifat elastis
- Mengurangi perkembangan gas didalam baja sehingga lebih
homogen.
3. Perlakuan panas (hardening, normalizing, tempering, stress relieving,
annealing)
Pengaruh perlakuan panas akan mempengaruhi kekerasan logam
tergantung dari perlakuan apa yang diberikan. Annealing akan
menurunkan kekerasan baja. Tempering akan menurunkan kekerasan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
baja dibawah hardening. Normalizing akan meningkatkan kekerasan
baja dibandingkan keadaan baja tanpa perlakuan panas.
4. Bentuk dan Dimensi Butir
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki kekerasan yang
tinggi akan memiliki. Sedangkan butir besar akan memiliki kekerasan
yang rendah. Material dengan butiran yang halus akan memiliki
kekerasan tinggi dibandingkan dengan material butiran kasar.
5. Homogenitas
Bahan dan ukuran butir suatu logam merupakan jenis struktur
mikro logam tersebut. Apabila memiliki struktur yang homogen, maka
gaya ikat antar butiran tinggi dengan kekuatan kekerasan yang tinggi.
2.2.4 Pembentukan Butir
Pembentukan butir terjadi pada saat logam saat cair membeku. Atom-atom
mengatur dan mengikuti pola geometris. Mula-mula, setelah terbentuk
(nuklei) yang stabil dalam logam yang membeku. Inti ini berubah menjadi
kristal seperti gambar dengan susunan yang teratur.
Dalam tiap pembukaan kristal, atom-atom diatur dalam pola yang teratur.
Setelah proses ini selesai, kristal-kristal ini bergabung dan membentuk batas
kristal disebut polikristal. Sedangkan kristal dalam logam yang telah
membeku disebut butir dan permukaan singgung kristal-kristal tersebut
disebut batas butir. Pada umunya pertumbuhan kristal tidak merata, artinya
pertumbuhan dalam arah tertentu lebih cepat.
Dengan menggunakan mikroskop logam, butir logam tersebut dapat kita
lhat pada permukaan logam tersebut dihaluskan, dipoles dan di etsa dengan
asam tertentu yang dapat menampilkan batas-batas butir. Besar butir
tergantung pada laju pendinginan pada proses pengerjaan panas atau
pengerjaan dingin sewaktu logam tersebut dibentuk.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.8 : Pertumbuhan kristal dan pembentukan butir
Sumber : Groenendyrie.G.material reprocessing alih bahasa oleh Ir. Soebandi
Suchri,Binacipta,Jakarta(1984)
2.2.5 Struktur Kristal Logam
Dari analisa difraksi sinar-X menunjukkan atom dalam kristal disusun oleh
pola ulang tiga dimensional yang teratur. Susunan atom digambarkan
sebagai bola kertas pada lokasi khusus dalam suatu susunan geometris.
Macam-macam kristal logam :
1. Struktur sederhana (structure simple cubic)
Merupakan struktur kristal yang paling elementer, yaitu berupa
buah kubus dengan satu atom titik dimana titik sumbunya. Sehingga
dalam suatu kisi kristal terdapat 8 atom. Pada struktur ini adalah jenis
sel dasar yang dijumpai untuk kristal ionic, misalya NaCl dan Lif.
APF = VatomV Cell
= 43Π r3
8 r3 =
Π6
= 0,52
Gambar 2.9 : Simple Cubic
Sumber : http//glossary.periodic.com/image/cubic_simple.gif
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
2. Struktur Kubik Pemusatan Ruang (Body Centered Cubic)
Struktur ini mempunyai sebuah atom ditiap-tiap sudut dan atom
lainnya pada pusat lubang kubus. Tiap atom sudut dikelilingi oleh 8
atom yang berbatasan, seperti atom yang terdapat didalam titik pusat
sel. Contohnya logam yang mempunyai struktur ini Fe, Cr, Mn,
Wolfram,T
APF = VatomV Cell
=
83Π r3
649
∗√3∗r3 = 0,68
Gambar 2.10 : Body Centered Cubic
Sumber : http//www.ilml.gov/sir/november05/gofs/bulatoul.jpg
3. Struktur Kubik Pemusatan Kisi
Berupa sebuah kubus dengan atom dimasing-masing dan satu atom
dimasing-masing pusat sisinya sehingga dalam satu kristal FCC
terdapat 14 atom. Banyak dijumpai pada aluminium, tembaga, nikel,
dan emas
APF = VatomV Cell
= 163Π r3
¿¿ =
Π3√2
= 0,74
Gambar 2.11 : FCC (Face Centered Cubic)
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Sumber : http://repesitory.mad.dl.org/repositoryeseru/matdl:829/web_wifi
2fe2437.jpg
4. Struktur Hexagonal Tumpukan Padat (Hexagonal Closed Packed)
Berupa sebuah hexagonal dengan sebuah atom dimasing-masing
pusat bidang alas dan tutupnya. Serta tiga atom ditengah-tengah
sehingga satu kisi kristal ini terdapat 17 atom. Dan logam yang
mempunyai struktur ini terdapat 17 atom. Dan logam yang
mempunyai struktur ini adalah Mg, seng, dan kadmium.
APF = VatomV Cell
= 163Π r3
¿¿ =
Π3√2
= 0,74
Gambar 2.12 : Closed Packed Hexagonal
Sumber : http//benbest.com/cryonics/HCP.gif
2.2.6 Besar Butir dan Pengaruhnya pada Sifat Logam
Besar butir pada logam tergantung pada laju pendinginan juga pada proses
pengerjaan dingin sewaktu logam tersebut dibentuk logam dengan butiran
yang halus. Umumnya memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih baik
dibandingkan dengan logam berbutir kasar. Hal ini disebabkan karena ada
proses deformasi logam berbutir halus mempunyai hambatan slip yang lebih
besar.
Bahan dengan butir yang kasar lebih muda permesinannya lebih mudah
dikeraskan melalui perlakuan panas dan memiliki daya hantar panas dan
listirk yang lebih baik. Logam yang berbutir kasar akan mengeras secara
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
merata. Bahan berbutir halus tidak mudah retak sewaktu didinginkan secara
tiba-tiba
Untuk mendapatkan logam dengan sifat yang baik, agar diusahakan agar
kristal yang terbentuk seragam dan halus. Hal ini dilakukan dengan
mengurangi tebal daerah kristal kolom dan merangsang terjaidnya nukleas.
Sebelum logam melanjutkan pembekuan. Adapun sejumlah unsur-unsur
yang menyebabkan terjadinya nukleasi yang berfungsi sebagai pusat
nukleasi heterogen, misalnya C untuk paduan magnesium dan Al untuk
baja.
2.2.7 Mekanisme Deformasi
Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk logam karena adanya
logam luar yang diberikan transformasi fase pada pembekuan . proses
deformasi dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Deformasi elastis
Yaitu deformasi yang segera hilang setelah gaya luar yang
mengenainya dihilangkan. Pada deformasi elastis, tegangan yang
terjadi sebanding dengan bebannya. Perbandingan ini disebut
modulus elastisitas young.
2. Deformasi Plastis
Yaitu deformasi suatu benda yang tidak dapat kembali ke
keadaan semula walaupun beban dihilangkan. Kemungkinan yang
menyebabkan adalah:
a. Sliding bidang atom satu dengan atom yang lain
b. Ikatan atom-atomnya pecah akibat slip yang tergantung pada
kondisi pembebanan.
3. Creep
Yaitu deformasi permukaan dari suatu bahan karena
pembebanan yang relatif lama.
4. Fracture (pecah)
Pada kondisi beban dan suhu tertentu logam dapat pecah.
Bentuk fracture dapat terjadi bila logam akan patah saat dibebani
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
dengan deformasi plastis. Sifat ini dijumpai pada kristal BCC dan
HCP. Sedang ductic fracture terjadi apabila deformasi plastis
dikembangkan lebih jauh lagi. Ketidaksempurnaan kisi-kisi kristal
diklasifikasikan berdasarkan geometri yang terbatas disekitar atom
sehingga hanya berupa titik.
Cacat adalah kerusakan atau ketidaksempurnaan susunan atom dalam
kristal yang terjadi akibat kekurangan atau kelebihan atom, macamnya
antara lain :
1. Cacat titik
Yaitu penyimpngan dari susunan periodik atom dalam kristal yang
terbatas disekitar aotm sehingga hanya berupa titik. Macamnya antara
lain :
a. Kekosongan (vacancy)
Bilamana sebuah atom lepas dari posisi kisi normal.
Disebabkan oleh gangguan lokal selama pertumbuhan kristal.
b. Sisipan (interaksi)
Terjadi bila atom bertahan dalam kristal di titik pertengahan
antara posisi kisi yang normal.
Bila ditinjau dari cacat titik pada kristal ionicnya terdapat 2
ketidaksempurnaan, yaitu :
- Senotku Imperfection, karena adanya kekosongan pasangan ion
dalam senyawa yang harus memiliki keseimbangan muatan.
- Frankel Imperfection, karena adanya perpindahan ion dari kisi ke
tempat sisipan.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.13 : Macam-macam cacat titik
Sumber : Smith WT, princoples of materials and engineering, mcbrawel,
singapore 1988, hal 130,131
2. Cacat garis (dislokasi)
Dislokasi ini merupakan gabungan dari cacat titik. Dislokasi adalah
ketidaksempurnaan periodic atom dalamkristal yang membentuk satu
jalur tertentu. Dislokasi pada kristal merupakan cacat yang
menyebabkan gejala slip (luncur) maupun sebagai penyebab dari
sebagian besar logam yang berubah bentuk secara plastis. Karena itu,
suatu cara berpikir tentang dislokasi adalah menganggap bahwa itu
adalah daerah gangguan kisi terlokalisir yang memisahkan daerah slip
dengan daerah-daerah tanpa slip dalam kristal. Pada gambar AB
menggambarkan suatu dislokasi yang terletak dalam bidang slip yaitu
bidang kertas, misalkan bahwa slip sedang menuju ke sebelah kanan
semua arom-atom sebelah antar D belum mengalami slip, maka AB
merupakan perbatasan antara daerah slip dengan daerah tanpa slip.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.14 : Dislokasi dalam bidang slip
Sumber : A.Gguy, Essentials of materials science mc graw-
hill.book.company,new york, 1976, page 153
Dislokasi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu dislokasi sisi dan dislokasi
ulir. Kombinasi keduanya dinamakan dislokasi campuran.
a. Dislokasi sisi
Dapat digambarkan sebagai satu sisipan bidang atom
tambahan dalam struktur kristal disekitar lokasi dislokasi
terdapat daerah yang mengalami tekanan dan tegangan sehingga
terdapat energi tambahan di sepanjang dislokasi tersebut jarak
geser atom disekitar dislokasi tersebut diseut vektor geser
(vektor burger), vekto ini tegak lurus pada garis dislokasi.
Gambar 2.15 : Susunan atomic dalam bidang dislokasi
Sumber : Smith WF.Principles of materials science and engineering
b. Dislokasi ulir
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Menyerupai spiral dengan garis cacat sepanjang sumbu ulir.
Vektor luncurnya sejajar dengan garis dislokasi. Atom-atom
disekitar dislokasi ulir mengalami gaya geser. Oleh karena itu,
diana terdapat energi tambahan. Dislokasi ini memudahkan
pertumbuhan kristal, karena atom dan sel tambahan dapat
bertumpuk pada setiap anak tangga ulir.
Gambar 2.16 : Susunan atomic dalam dislokasi ulir
Sumber : Smith WF.Principles of materials science and engineering Mc
grawhill,singapore 1988, page 133
c. Dislokasi campuran
Dislokasi mudah terjadi sewaktu bahan mengalami
deformasi. Dimana suatu pergeseran dapat mengakibatkan
terjadinya dislokasi ulir maupun dislokasi sisi. Keduanya
menghasilkan deformasi akhir yang sama dan sebetulnya di
hubungan satu sam lainnya oleh garis dislokasi yang terjadi.
Gambar 2.17 : Dislokasi campuran
Sumber : Smith WF.Principles of materials science and engineering Mc
grawhill,singapore 1988, page 133
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
3. Cacat 2 dimensi
a. Cacat permukaan luar (eksternal surface)
Permukaan merupakan batas struktur kristal, sehingga koordinasi
atom pada permukaan memiliki energi yang paling tinggi dan
ikatannya kurang kuat. Karena memiliki tetangga pada satu sisi
saja.
Gambar 2.18 : Macam-macam cacat 2 dimensi
Sumber : Djuprie.snah.ilmu dan tekhnologi bahan,Erlangga, Jakarta,1983,halaman
228
b. Planar detect
Pada batas antara 2 butir yang berdasarkan terdapat daerah transisi
yang tidak searah dengan pola dalam kedua butiran.
4. Slip
Terjadinya pergeseran kristal relative terhadap bagian kristal
lainnya sepanjang bidang kristalografi tertentu. Bidang terjadinya slip
disebut bidang slip (slip direction). Umumnya bahwa slip lebih mudah
terjadi pada daerah yang lebih padat atom.
Slip terjadi secara bertahap yang ditandai dengan bergesernya garis
dislokasi sedikit demi sedikit. Garis dislokasi adalah garis batas antara
kristal yang mengalami slip dengan kristal yang tidak mudah
mengalami slip. Dengan demikian pergeseran garis dislokasi berarti
pergeseran slip. Mula-mula atom yang paling padat bergeser akibat
suatu pembebanan sehingga mendesak atom tetangganya, kemudian
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
tegangan dalam atom membesar dan ikut bergeser. Slip berkhir jika
tegangan yang terjadi tida cukup untuk menggeser atom dari posisi
semula.
Gambar 2.19 : Slip
Sumber : Avner,sydney,Intorduction to physical metalurgy,1974,109
5. Twinning (kembaran)
Suatu fenomena adanya perubahan arah orientasi suatu bagian butir,
kristal sehingga susunan atom dibagian tersebut akan simetri dengan
bagian lain yang tidak mengalami perubahan. Bidang yang merupakan
pusat simetri dan menjadi cermin antara kedua bagian ini disebut
bidang kembaran (twinning plain).
Gambar2.20 : kembaran (twinning)
Sumber : Avner,sydney,Intorduction to physical metalurgy,1974,109
2.3 Pelaksanaan Pengujian
2.3.1 Alat dan bahan yang digunakan
1. Spesifikasi alat yang digunakan
a. Uji Kekerasan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
1. Electric Brinell Hardness Tester
Merk : Hauser Henry 5A
Diameter bola baja : 1,2 mm
Berat beban : 43,2 kg (100-500bhn) dan 12,48 kg (30-120BHN)
Buatan : Swiss
Gambar : 2.21 : Electircal Brinell Hrdness Test
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
2. Centrifugal Sand Paper Machine
Merk : Saphir
Buatan : Jerman
Gambar 2.22 : Centrifugal sand paper machine
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
b. Uji Mikrostruktur
1. Mikrostruktur Logam
Merk : Nikon
Buatan : Jepang
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.23 : Mikrostruktur logam
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
2. Kamera
Gambar 2.24 : Kamera
Sumber : Laboratorium pengujian bahan universitas brawijaya
3. Etsa
Digunakan untuk memperjelas permukaan struktur mikro
spesimen. Etsa berupa cairan kimia yang akan bereaksi dengan
atom tertentu pada logam, terutama atom-atom yang tidak stabil,
misalnya atom pada batas elastis. Etsa yang digunakan pada
pengujian ini adalah nital merupakan campuran 1-5 ml white
nitric acid dalam 100 ml ethyl methyl alcohol 95-100%. Nital
akan mengendapkan pearlite. Menampakkan batas butir ferrite
dan membedakan ferrit dari martensite.
4. Kertas Gosok
Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen
5. Batu hijau
Digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan spesimen
dari batu hijau yang tersisa.
2. Komposisi Kimia
Spesimen : : Baja assab XW-5
Komposisi : C : 2,05%
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Cr : 13,0%
Mn : 0,75%
W : 1,25%
3. Pergeseran Titik Eutectoid
Unsur Paduan KomposisiTC
Suhu Eutectoid
%C
Komposisi Eutectoid
Cr 13,0% 860 C⁰ 0,38
Mn 0,75% 725 C⁰ 0,75
W 1,25% 800 C⁰ 0,45
TC=∑i=A
(TC∗%C)
∑i=A
%C
=(860∗0,38)+(725∗0,75)+(800∗0,45)
0,83+0,75+0,45
= 778,83 ⁰C
%C = ∑i=A
(TC∗%C)
∑i=A
TC =
(860∗0,38)+(725∗0,75)+(800∗0,45)860+725+800
= 0,52%
Grafik pergeseran titik eutectoid
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar dan dimensi spesimen
2.3.2 Prosedur Pengujian
a. Uji kekerasan
1. Dilakukan proses heat treatment
2. Permukaan spesimen yang akan diuji dibersihkan dahulu dari
terak dan kotoran dengan centrifugal sand paper machine sampai
betul-betul rata, halus, dan siap diuji
3. Pemasangan benda kerja yang akan diuji harus benar-benar
diperhatikan
4. Dilakukan pengujian kekerasan dengan electric brinell hardness
tester dengan pengambilan data secara acak pada permukaan benda
uji. Dalam pengujian ini diambil 10 titik secara acak
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
b. Uji Mikrostruktur
1. Permukaan spesimen yang akan difoto diratakan dan dihaluskan
dengan centrifugal sand paper machine
2. Permukaan spesimen dihaluskan dengan batu hijau dan digosok
dengan kain flanel sampai benar-benar mengkilap dan halus
3. Permukaan spesimen yang sudah mengkilap dibersihkan dengan
alkohol kemudian ditetesi dengan etsa
4. Spesimen diletakkan pada mikroskop logam, kemudian fokus diatur
sampai didapatkan gambar yang jelas dengan perbesaran sampai 450 kali
5. Dilakukan pemotretan dengan kamera, kemudian hasilnya dicuci dan
dicetak
2.4 Hipotesa
1. Heat treatment, dapat menyebabkan perubahan tingkat kekerasan pada
logam. Kekerasan itu berubah dengan perlakuan panas yang dikenakan pada
bahan. Perlakuan panas fisik yang dikenakan sesuai dengan tingkat
kekerasan yang tertinggi ke terendah.
a. Hardening
Dapat meningkatkan kekerasan secara maksimum, tapi memiliki
tegangan dalam yang tinggi, distorsi yang tinggi dan sifat yang rapuh.
b. Martempering
Merupakan perbaikan dari prosedur dan digunakan unuk
mengurangi distorsi dan chocking selama pendinginan
c. Tanpa Perlakuan
Tidak mengalami proses perlakuan panas apapun.
d. Stress relieving
Suhu pemanasan pada proses ini yaitu tepat dibawah suhu
rekristalisasi dan perlakuan panas ini tidak mengubah struktur
mikrokristal.
e. Normalizing
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Digunakan untuk menghasilkan struktur bahan butiran yang
mengalami pemanasan berlebihan (overheated), menghilangkan tegangan
dalam.
2. Holding, juga memiliki pengaruh terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan
3. Temperatur, semakin tinggi temperatur pemanasan maka semakin banyak
pula butiran- butirannya dan akan mengakibatkan material tersebut semakin
keras.
2.5 Pengolahan Data
Data dari hasil perhitungan disusun dalam bentuk tabel, amasing-
masing untuk spesimen tanpa perlakuan, selain data tersebut diambil pula hasil
pengujian berupa kekerasan rata-rata untuk perlakuan panas yang berbeda. Dari
data-data tersebut diatas dilakukan 2 macam pengolahan data yaitu :
2.5.1 Data Kelompok
Dilakukan perbandingan nilai kekerasan sebelum dengan sesudah
perlakuan panas untuk menentukan ada tidaknya perubahan nilai kekerasan
untuk keperluan pengujian.
- Data spesimen tanpa perlakuan panas
No. x [ x−x ] ¿¿
1. 230 1 1
2. 230 1 1
3. 232 1 1
4. 230 1 1
5. 230 1 1
6. 235 4 16
7. 230 1 1
8. 229 2 4
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
9. 230 1 1
10. 230 1 1
ε 2306 0 28
Foto mikospesimen tanpa perlakuan
Gambar 2.25 : Foto mikrospesimen tanpa perlakuan
Sumber : Laboratorium Pengujian Bahan Universitas Brawijaya
- Kekerasan rata-rata
x= ε xn
= 2306
10 = 230,6
- Standar deviasi
δ=√ε ( x−x )2
n−1
¿ √289
= 1,76
Standar deviasi rata-rata
δ= δ
√n
¿ 1,76
√10 = 0,56
Db = n-1 = 10-1 = 9
Dengan a = 5% maka nilai t tabel t (a/2 : db ) = t (0,025:9) = ± 2,26.
Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
x - { t ( a/2 : db ) * δ } < μ < x + { t ( a/2 : db ) * δ}
230,6 – ( 2,26 * 0,56 ) < μ < 230,6 + ( 2,26 * 0,56 )
230,6 – 1,27 < μ < 230,6 + 1,27
229,33 < μ < 231,87
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Jadi kekerasan rata-rata spesimen tanpa perlakuan panas berkisar antara
2,2933% sampai 2,3187% dengan tingkat keyakinan 95%
- Data spesimen dengan perlakuan panas hardening 850⁰C, holding 15
menit
No. X [ x−x ] ¿¿
1. 251 -22 484
2. 290 -17 289
3. 271 -2 4
4. 270 -3 9
5. 270 -3 9
6. 274 1 1
7. 276 3 9
8. 280 7 49
9. 271 -2 4
10. 279 6 36
ε 2732 0 894
Foto mikospesimen dengan perlakuan panas
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Gambar 2.26 : Foto mikrospesimen dengan perlakuan panas
Sumber : Laboratorium Pengujian Bahan Universitas Brawijaya
- Kekerasan rata-rata
x= ε xn
= 2732
10 = 273,2
- Standar deviasi
δ=√ε ( x−x )2
n−1
¿ √8949
= 9,97
Standar deviasi rata-rata
δ= δ
√n
¿ 9,97
√10 = 3,15
Db = n-1 = 10-1 = 9
Dengan a=5% maka nilai t tabel t (a/2 : db ) = t (0,025:9) = ± 2,26.
Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
x - { t ( a/2 : db ) * δ } < μ < x + { t ( a/2 : db ) * δ }
273,2 – ( 2,26 * 3,15 ) < μ < 273,2 + ( 2,26 * 3,15 )
273,2 – 7,119 < μ < 273,2 + 7,119
266,081 < μ < 280,319
Jadi kekerasan rata-rata spesimen tanpa perlakuan panas berkisar antara
2,66081% sampai 2,8039% dengan tingkat keyakinan 95%
- Uji beda dua rata-rata
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan pada
spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen dengan perlakuan panas,
dilakukan uji beda dua rata-rata dengan uji standart t.
Hipotesis
H0 : μ1 = μ2
H1 : μ1 ≠ μ2
Digunakan pengujian dua arah dengan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
A = 5% dan db = (n1-1) + (n2-1)
= (10-1) + (10-1) = 18
Maka nilai t tabel t (0,025:18) = ± 2,101
Perhitungan t hitung
t hitung =
X1−X 2
√ { (n1−1)∗δ12+(n2−1)∗δ2
2 }∗( 1n1
− 1n2
)
n1+n2−2
=
230,6−273,2
√ { (10−1)∗(0,56 )2+(10−1 )∗(3,15)2 }∗( 110
− 110
)
10+(10−2)
=
−42,6
√ {2,82+89,30}∗( 210
)
18
=
−42,6
√ 5,12∗210
= -4,22
Kedudukan t hitung pada kurva distribusi t adalah sebagai berikut :
Dari kurva uji t diketahui bahwa t hitung terletak di daerah tolak /
terima berarti terdapat perbedaan / tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara rata-rata kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen
dengan perlakuan panas.
- Analisa Varian Dua Arah
Tujuan :
Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan, waktu
holding dan kombinasi keduanya terhadap kekerasan spesimen
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Hipotesis :
H01 : a1 = a2 (media tidak berpengaruh)
H11 : a1 ≠ a2 (media tidak berpengaruh)
H02 : β1 = β2 (heating tidak berpengaruh)
H12 : β1 ≠ β2 (heating tidak berpengaruh)
H03 : (aβ1) = (aβ2) (media dan heating tidak berpengaruh)
H13 : (aβ1) ≠ (aβ2) (media dan heating berpengaruh)
Perulangan (z) = 20
Banyaknya data = 20
Banyaknya data tiap kolom (U) = 10
Banyaknya data tiap baris (V) = 10
Banyaknya variasi holding (x) = 2
Banyaknya variasi heating (y) = 2
FAKTOR SUHU
KEROSENE
850 C⁰ 950 C⁰ ε
251 230 481
290 240 530
271 242 513
270 230 500
270 250 520
ε 1352 1192 2544
MINERAL
OLI
250 274 524
251 285 536
285 290 575
250 290 540
250 290 540
1286 1429 2715
ε 2638 2621 5259
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
FAKTOR MEDIA
FK=(εn)2
n
¿(5259)2
20 = 1.382.854.05
JKT = (a2 + b2 + c2 + ... + t2)
= {(251)2 + ( 290)2 + (271)2 + (270)2 + (270)2 +(230)2 + (240)2 +
(242)2 + (230)2
+(250)2+(250)2+(251)2+(285)2+(250)2+(250)2+(274)2+(285)2+(290)2+(290)2+(290)2}−¿
FK
= (63001 + 84100 + 73441 + 72900 + 72900 + 52900 + 57600 +
58564 + 52900 + 62500 + 62500 + 63001 + 81225 + 62500 +
62500 + 75076 + 81225 + 84100 + 84100 + 84100 ) – FK
= 1.391.133 – 1.382.854,05
= 8278,95
JKA = {¿¿ FK
= (2544)2+(2715)2
2∗5 - 1.382.854,05
= 6471936+7371225
10−1.382 .854,05
= 1.462,05
JKB = {¿¿ FK
= (2638)2+(2621)2
2∗5 - 1.382.854,05
= 6959044+6869041
10−1.382 .854,05
= 14,45
JKP = {¿¿ FK
= (1352)2+(1192)2+(1286)2+(1429)2
5 - 1.382.854,05
= 1.827 .904+1.420 .864+1.653 .796+2.042.041
10−1.382 .854,05
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
= 6.066,95
JKAB = JKP – JKA – JKB
= 6.066,95 – 1.462,05 – 14,45
= 4.590,45
JKG = JKT – JKA –JKB – JKAB
= 8.278,95 – 1.462,05 – 14,45 – 4.590,45
= 2,212
Keterangan :
FK = Frekuensi Kumulatif
JKT = Jangkauan Kuartil Tengah
JKA = Jangkauan Kuartil Atas
JKB = Jangkauan Kuartil Bawah
JKP = Jangkauan Kuartil
JKG = Jangkauan Kuartil Galat
F tabel dengan a = 5% ( a1, v1, v2 )
F1 tabel : v1 = (x-1) = 1
v2 = (x*y)*(z-1) = 4*4 = 16
F1 tabel : (5%, 1, 16 ) = 4,49
F2 tabel : (5%, 1,16 ) = 4,49
F3 tabel : v1 = (x-1)*(y-1) = 1
v2 = (x*y)*(z-1) = 4*4 = 16
F4 tabel : (5%, 1, 16) = 4,49
Tabel analisa varian
Sumber
KeragamanDb JK KT F Hitung
Pengaruh A media 1 1.462,05 δ 12=¿1.462,05/(2-1)
= 1.462,05
F1 = 1.462,05/138,25
= 10,5754
Pengaruh B
heating
1 14,45 δ 22=¿14,45/(2-1)
= 14,45
F2 = 14,45/138,25
= 0,10452
Pengaruh A*B
heating dan media
1 4.590,45 δ 32=¿4.590/(2-1)*(2-1)
= 4590
F3 = 4590/138,25
33,20072
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Galat 1 2212 δ 2=¿ 2212/(2*2)*(5*1)
=138,25
- Analisis
F1 hitung < F1 tabel
F2 hitung > F2 tabel
F3 hitung < F3 tabel
1. F1 hitung > F1 tabel
10,5754 > 4,49
Keterangan =
Variasi media yang diberikan pada spesimen berpengaruh pada
kekerasan. Hal ini dikarenakan nilai dari F1 hitung yang muncul
lebih besar daripada nilai dari F1 tabel, maka didapatkan bahwa
variasi media berpengaruh pada kekerasan
2. F2 hitung < F2 tabel
0,10452 < 4,49
Keterangan :
Variasi heating yang dikenakan pada spesimen tidak berpengaruh
pada kekerasan. Hal ini dikarenakan nilai dari F2 hitung yang
muncul lebih kecil daripada nilai dari F2 tabel, sehingga didapatkan
bahwa variasi heating tidak berpengaruh pada kekerasan.
3. F3 hitung > F3 tabel
33,20072 > 4,49
Keterangan :
Variasi holding dan heating yang dikenakan pada spesimen
berpengaruh pada kekerasan. Hal ini dikarenakan nilai dari F3
hitung yang muncul lebih kecil daripada nilai dari F3 tabel, oleh
karena itu maka variasi holding dan heating yang diberikan
berpengaruh terhadap kekerasan.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
2.5.2 Data Antar Kelompok
- Uji kekerasan
Hardening 850⁰C, 15 menit
No. Kekerasan (BHN)
1. 251
2. 290
3. 271
4. 270
5. 270
6. 274
7. 276
8. 280
9. 271
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
10. 279
ε 273,2
Tanpa perlakuan
No. Kekerasan (BHN)
1. 230
2. 230
3. 232
4. 230
5. 230
6. 235
7. 230
8. 229
9. 230
10. 230
ε 230,6
Stress relieving 400⁰C, 15 menit
No. Kekerasan (BHN)
1. 218
2. 220
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
3. 250
4. 252
5. 255
6. 259
7. 250
8. 250
9. 249
10. 251
ε 245,4
Martempering 500⁰C, 15 menit
No. Kekerasan (BHN)
1. 261
2. 260
3. 275
4. 269
5. 286
6. 286
7. 268
8. 290
9. 282
10. 280
ε 275,7
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Normalizing 950⁰C 15 menit
No. Kekerasan (BHN)
1. 129
2. 198
3. 219
4. 271
5. 228
6. 265
7. 260
8. 261
9. 246
10. 241
ε 231,8
Tabel data spesimen dengan berbagai perlakuan panas
No. Perlakuan Kekerasan (BHN)
1. Martempering 275,7
2. Hardening 273,2
3. Stress Relieving 245,4
4. Normalizing 231,8
5. Tanpa Perlakuan 230,6
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Diagram data spesimen dengan berbagai perlakuan panas
Martempering
Hardening Stress Relieving
Normalizing Tanpa Perlakuan
0
50
100
150
200
250
300275.7
273.2
245.4231.8 230.6
PERLAKUAN
KE
KE
RA
SA
N (
BH
N )
2.6 Pembahasan
2.6.1 Data Kelompok
Pemberian perlakuan panas pada spesimen dapat merubah sifat mekanik
suatu spesimen. Spesien tanpa perlakuan panas memiliki sifat kekerasan
yang berbeda dengan spesimen yang mendapatkan perlakuan panas,
tergantung dari perlakuan panas yang diberikan.
Pada pengujian ini kelompok kami menggunakan baja jenis XW-5 yang
diberi perlakuan hardening 850 C/ 15 menit dan didapatkan nilai kekerasan⁰
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
rata-ratanya 273,2 BHN. Dari perhitungan yang dilakukan menggunakan
rumus interval-interval penduga spesimen diperoleh bahwa nilai kekerasan
dari spesimen kami tersebut berkisar antara 266,081-280,319 dengan tingkat
keyakinan 95%.
Dari hasil ini dapat diketahui bahwa nilai kekerasan baja dengan
perlakuan panas lebih besar daripada baja tanpa perlakuan panas. Hal ini
disebabkan karena pada proses hardening ukuran butiran dari baja akan
menjadi lebih kecil dan menyebabkan batas butirnya banyak. Hal ini
menyebabkan hambatan slip menjadi besar dan kekerasannya akan
bertambah. Selain itu juga memiliki butiran yang homogen sehingga
kekerasannya bertambah.
Pada analisa varian dua arah dengan menganalisis fakor media yang
diperoleh bahwa nilai kekerasannya yang berbeda pada media yang berbeda.
Hal ini disebabkan karena media pendingin dapat mempengaruhi tingkat
kekerasan yang dikernakan pada spesimen. Selain media, temperatur juga
dibandingkan dalam analisa varian dua arah. Temperatur yang dianalisis
adalah 950 C. Dari analisa varian dua arah terdapat perbedaan nilai⁰
kekerasan pada spesimen yang dipanaskan pada suhu 850 C dan 950 C.⁰ ⁰
Perbedaa tersebut terjadi karena semakin tinggi temperatur pemanasan
benda maka nilai kekerasan yang dihasilkan semakin besar. Karena struktur
butiran yang ada di dalam material terebut menjadi homogen dan butiran-
butiran tersebut menjadi banyak sehingga kemungkinan untuk terjadi slip
adalah kecil.
2.6.2 Data Antar Kelompok
Dari garfik dapat diketahui secara analisis hubungan nilai kekerasan
dengan berbagai perlakuan panas, spesimen yang memiliki nilai kekerasan
dari yang tinggi sampai terendah berturut-turut adalah martempering pada
suhu 500 C selama 15 menit, hardening 850 C selma 15 menit, stress⁰ ⁰
relieving 400 C selama 15 menit, normalizing 950 C selama 15 menit dan⁰ ⁰
yang terakhir adalah data tanpa perlakuan.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
Martempering memiliki nilai kekerasan sebesar 275,7 BHN.
Martempering setelah mengalami pendinginan dan melewati fase martensite
diholding kemudian dipanaskan mencapai suhu eutectoid kemudian
diholding kembali dan didinginkan. Karena adanya proses pendinginan dan
holding berulang-ulang maka menyebabkan berkurangnya distorsi sehingga
melunakkan bahan.
Hardening memiliki nilai kekerasan sebesar 273,2 BHN. Nilai kekerasan
ini didapat dari suhu pemanasan tepat dibawah temperatur rekristalisasi.
Pemanasan ini biasa digunakan untuk mengurangi tegangan sisa yang ada
pada material awal dengan tidak mengubah strukturnya.
Normalizing memiliki nilai kekerasan sebesar 231,8 BHN. Hal ini
disebabkan proses pendinginan normalizing yang lambat dengan media
pendinginnya yaitu udara luar yang menghasilkan butiran yang lebih besar.
Normalizing juga digunakan untuk mengurangi tegangan sisa sehingga
mengurangi nilai kekerasan dengan mengubah struktur dari suatu material.
Dan data tanpa perlakuan berada di urutan paling akhir dalam urutan nilai
kekerasan dari yang tertinggi sampai terendah. Nilai kekerasannya adalah
230,6 BHN. Dalam data tanpa perlakuan ini, material tidak mengalami
perlakuan apapun.
Pada penjelasan diatas banyak sekali terjadi penyimpangan. Secara
teoritis urutan nilai kekerasan dari yang tertinggi sampai terendah adalah
hardening, martempering, tanpa perlakuan, stress relieving, dan
normalizing. Penyimpangan pertama terjadi pada hardening, hardening
seharusnya berada pada urutan pertama atau tertinggi dalam nilai kekerasan,
hal ini disebabkan karena pada waktu pendinginan telah tercampur dengan
udara luar yang mengakibatkan pendinginan menjadi lambat padahal
hardening, membutuhkan pendinginan yang sangat cepat untuk memperoleh
nilai kekerasan yang maksimal. Sebab yang kedua adalah pada saat uji
kekerasan ada beberapa titik sampel yang diuji adalah terdapat cacat jadi
dapat mengurangi nilai kekerasan material tersebut. Pada martempering
terjadi penyusunan kembali posisi butiran pada saat pemanasan, akibat hal
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
ini ikatan antar butiran semakin kuat dan mengakibatkan nilai kekerasan dan
martempering bertambah.
Pada penyimpangan yang kedua adalah tanpa perlakuan yang seharusnya
berada sebelum stress relieving dan normalizing, penympangan ini terjadi
karena pada proses stress relieving dan normalizing, ikatan antar butirannya
semakin kuat dikarenakan butiran-butiran yang terdapat didalam material
tersebut saling berdekatan sehingga gaya tarik menarik antar butiran
menjadi kuat dan dapat menambah nilai kekerasan dari material tersebut.
2.7 Kesimpulan dan Saran
2.7.1 Kesimpulan
1. Kandungan unsur paduan berpengaruh pada kekerasan logam. Hal ini
terlihat dari pergeseran titik eutectoid
2. Butiran yang homogen dapat meningkatkan nilai kekerasan dikarenakan
ikatan antar butirannya semakin kuat dan kecil kemungkinan untuk
terjadinya hambatan slip antara butiran.
3. Kekerasan suatu material dipengaruhi oleh :
a. Kandungan unsur paduan, hal ini terlihat dari pergeseran titik eutectoid
b. Perlakuan panas yang diberikan kepada material tersebut
c. Struktur butiran, semakin besar bentuk butirnya maka material tersebut
semakin kuat karena tidak terjadi slip diantara butiran tersebut
d. Secara ideal menurut teoritis, urutan nilai kekerasan yang tertinggi
sampai terendah adalah hardening, martempering, tanpa perlakuan,
stress relieving, dan normalizing. Namun dalam pengujian kali ini
terdapat penyimpangan yang menyebabkan urutan nilai kekerasan
tidak sesuai dengan teori yaitu martempering, hardening, stress
relieving, normalizing, dan tanpa perlakuan. Hal ini terjadi karena
terdapat beberapa faktor :
1. Pada waktu pengujian kekerasan, titik yang dijadikan sampel
terdapat cacat ataupun goresan sehingga dapat mengurangi nilai
kekerasan
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011
2. Karena adanya udara dari luar yang mengakibatkan terjadinya
pendinginan lambat dan hal ini dapat mengurangi nilai kekerasan
3. Posisi butiran, semakin teratur posisi butiran suatu material maka
ikatan yang ditimbulkan oleh antar butiran akan semakin kuat dan
hal ini dapat menambah nilai kekerasan suatu material.
2.7.2 Saran
1. Praktikan lebih teliti dan berhati-hati dalam menghaluskan permukaan
benda kerjanya agar didapatkan niai kekerasan yang maksimal nantinya
dalam praktikum pengujian bahan sekaligus
2. Pada waktu asistensi, untuk pendalaman teori harap diperbanyak atau
diperdalam
3. Untuk laboratorium, agar segera mengganti alat-alat yang sudah tidak
berfungsi agar dapat menunjang kelancaran praktikum nantinya
4. Koordinasi antar anggota kelompok selalu diutamakan, karena pada
praktikum kali ini sangat membutuhkan kerjasama antar anggota
kelompok yang baik
5. Sebaiknya praktikan diberikan kesempatan untuk melakukan uji
mikrostruktur agar praktikan paham cara mengoperasikan alat
mikrostruktur logam
6. Pada saat penggosokan di centrifugal sand paper machine harus searah
materialnya agar didapatkan hasil yang baik
7. Dalam pemberian materi, suara asisten diharapkan agar dikencangkan
agar jelas materi yang disampaikan oleh asistennya.
Laporan Praktikum Perlakuan Panas dan Permukaan Semester Genap 2010/2011