7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
mempelajari tentang ilmu-ilmu sosial yang diberikan mulai dari SD sampai ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP dan SMA. IPS mengkaji seperangkat
peristiwa, konsep, fakta, dan generalisasi yang berkaitan dengan sosial. Mata
pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
Pemberian mata pelajaran IPS mulai dari jenjang yang rendah yaitu SD,
diharapkan peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia
yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta menjadi warga yang mencintai
perdamaian ditengah kemajuan jaman saat ini. (KTSP Standar Isi 2006).
Kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan. Pada masa yang
akan datang peserta didik akan menghadapi berbagai perkembangan dan
tantangan jaman. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan terhadap kondisi
sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Ruang lingkup dalam pengajaran IPS di sekolah dasar dibatasi sampai pada
gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Dalam
sejarah, peserta didik diharapkan dapat mempelajari tentang sejarah-sejarah
bangsa Indonesia dan sejarah yang lain. Sedangkan untuk gejala sosial dan
geografi adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-sehari yang ada
di lingkungan sekitar peserta didik. Untuk jenjang pendidikan yang tinggi, peserta
didik akan memperoleh pengetahuan Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih
8
kompleks dan lebih mendalam seperti ekonomi, dan psikologi. Ruang lingkup
mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas
No. 22 Tahun 2006):
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan.
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.
3. Sistem Sosial dan Budaya.
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis dan logis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang mejemuk di tingkat lokal, nasional, dan
internasioal.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh peserta didik yang memiliki
kemampuan standar yaitu dinamakan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke
dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar
minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. secara rinci
SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD
disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.
9
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS
Kelas V Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2.2 Menghargai peranan tokoh
pejuang dan masyarakat dalam
mempersiapkan dan
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia
2.1 Mendiskripsikan perjuangan
para tokoh pejuang pada masa
penjajahan Belanda dan Jepang
2.2 Menghargai jasa dan
peranan tokoh perjuangan
dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan
peranan tokoh dalam
memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan para
tokoh dalam mempertahankan
kemerdekaan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diatas yang digunakan dalam
pembelajaran IPS adalah Kompetensi Dasar nomor 2.4 yaitu tentang Menghargai
perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.
2.1.2 Model Pembelajaran
Arends (dalam Trianto, 2009: 51) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada
pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
10
Abdullah Sani, R (2013: 89), model pembelajaran adalah pemilihan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pembuatan struktur
suatu metode, keterampilan, dan aktivitas peserta didik.
Model pembelajaran yang digunakan bertujuan pada pendekatan atau
strategi pembelajaran yang digunakan untuk mengajar, termasuk didalamnya
materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran, peralatan yang
dibutuhkan selama pembelajaran, lingkungan pembelajaran, suasana kelas, dan
pengelolaan kelas.
Joyce (dalam Mohamad Huda, 2013: 73), model pembelajaran merupakan
suatu rencana, persiapan atau pola digunakan di sekolah untuk membentuk suatu
kurikulum pembelajaran, mendesain materi-materi pembelajaran, dan memandu
proses pembelajaran di dalam kelas.
Pengertian pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah sebuah konsep yang digunakan sebagai pedoman, pola atau
acuan dalam merencanakan suatu kegiatan pembelajaran atau proses kegiatan
belajar dan mengajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Sehingga dapat diterima oleh peserta didik bagi kemajuan dan
perkembangan prestasi peserta didik di sekolah.
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif
Alma B, Mulyadi H, Razati G, dan Nuryati L (2010: 85-97) mengemukakan
bahwa kooperatif berarti bekerja secara berkelompok dan di kerjakan secara
bersama-sama dan learning berarti belajar atau mempelajari sesuatu hal. Jadi
kooperatif learning adalah belajar melalui kegiatan yang di lakukan secara
berkelompok, dikerjakan dan didiskusikan secara bersama-sama.
Anita Lie (2007) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang tidak sama dengan sekedar belajar kelompok tetapi ada unsur-
unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Sedangkan menurut Suprijono, Agus (2010: 54) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru.
11
Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15) “In cooperative learning methods, students
work together in four member teams to master material initially presented by the
teacher”. Ini berarti bahwa kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana
sistem belajar dan bekerja kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif
sehingga dapat merangsang peseta didik lebih bergairah dalam belajar.
Pengertian pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan suatu model
pembelajaran yang terdiri dari dua orang atau lebih secara berkelompok dan
bekerja sama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan suatu topik yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif ini tidak sama dengan belajar kelompok, atau
kelompok kerja, tetapi lebih ditekankan pada keterbukaan dan saling bertukar
informasi, pendapat dan pikiran dalam kelompok, dan tidak bekerja sendiri tetapi
di selesaikan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pembelajaran kooperatif ini memiliki hubungan yang dekat dengan hakikat
manusia sebagai makhluk sosial, yang selalu berinteraksi, berkomunikasi dan
saling membantu ke arah yang lebih baik secara bersama-sama. Seperti ada
tertulis “working in a group is better”. Jadi, apabila suatu hal dikerjakan secara
bersama-sama akan dapat saling membantu satu dengan yang lain. Dalam proses
belajar cooperative learning ini benar-benar diutamakan untuk saling membantu
di antara anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa
memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan
berpikir kritis, saling bekerja sama, dan membantu teman yang mengalami
kesulitan dalam kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif
pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas
interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya.
Manfaat cooperative learning adalah:
1. Dapat mengembangkan kualitas diri peserta didik.
12
2. Siswa dapat saling terbuka dan bertukar pendapat antar anggota
kelompok.
3. Memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran karena mereka
mencoba membahas bersama serta memecahkan permasalahan yang
diajukan oleh guru.
4. Mendorong tumbuhnya tanggung jawab sosial dan meningkatkan gairah
belajar.
5. Dapat memunculkan sifat kesetiakawanan dan keterbukaan di antara
sesama siswa.
6. Berkembangnya perilaku demokratisasi dalam kelas.
7. Memberi kesempatan siswa untuk berinteraksi secara aktif dalam
kelompok.
8. Terbentuknya keterampilan berpikir kritis dan kerjasama.
9. Muncul persatuan, hubungan antar pribadi yang positif, menghargai
pendapat teman antar anggota kelompok.
2.1.4 Model Pembelajaran Gallery Walk
2.1.4.1 Pengertian Gallery Walk
Kata Gallery Walk secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu Gallery dan
Walk. Gallery adalah pameran, dan Walk adalah berjalan. Jadi, Gallery Walk
adalah pameran merupakan kegiatan untuk memperlihatan dan memperkenalkan
sebuah produk, karya atau gagasan kepada khalayak umum. Sedangkan Walk
artinya berjalan atau melangkah. (Ismail, 2011: 89)
Silberman (2009: 264) mengemukakan bahwa Gallery Walk atau galeri
belajar merupakan suatu cara untuk melihat, menilai dan mengingat apa yang
telah siswa pelajari selama ini dengan cara mendiskusikan hal-hal yang mencakup
pengetahuan baru dalam pembelajaran yaitu hal-hal yang ditemukan pada saat
diskusi kelompok ditulis dalam kertas plano, kemudian ditempel di dinding kelas
untuk dilihat kelompok lain. Setiap kelompok mengamati hasil diskusi kelompok
lain yang digalerikan, kemudian bertanya jawab tentang materi yang belum
dipahami.
13
Uno dan Mohamad (2014: 79) mengemukakan bahwa model berbagi
pengalaman atau Gallery Walk merupakan pembelajaran aktif di kelas yang
melibatkan siswa untuk berdiskusi bersama dalam satu kelompok dan
memaparkan hasil diskusi mereka di dinding dan dipresentasikan oleh salah satu
anggota kelompok dan ditanggapi oleh kelompok lain. Oleh karena itu, dengan
model pembelajaran Gallery Walk dapat melatih mental dan keberanian siswa
untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka di depan kelas dan
mengkritisi pendapat antar kelompok.
Gallery Walk merupakan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk
berbagi pengalaman dan dapat meyakinkan siswa bahwa pendapat, ide-ide, dan
pengalaman mereka berharga, karena siswa lebih cenderung untuk berbagi ide-ide
di dalam kelompok (Taylor, 2001).
Pengertian beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
Gallery Walk (galeri belajar) merupakan suatu model pembelajaran yang aktif di
kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling memberikan ide,
gagasan, atau pendapat untuk berdiskusi bersama dalam satu kelompok untuk
mencapai suatu tujuan bersama dan hasil dari diskusi mereka ditempel di dinding
agar dapat dapat dilihat oleh kelompok lain dan mempresentasikan hasil kerja
mereka di depan kelas untuk mengkritisi pendapat antar kelompok.
Gallery Walk (galeri belajar) juga dapat memotivasi keaktifan siswa dalam
proses belajar karena bila sesuatu yang baru ditemukan berbeda antara satu
dengan yang lainnya maka dapat saling mengkoreksi antara sesama siswa baik
kelompok maupun antar siswa itu sendiri. Siswa akan mendapat pengetahuan baru
setelah mereka mengelilingi setiap pameran belajar antar kelompok tersebut.
Sehingga akan membuat siswa aktif dan tidak cepat bosan dengan pelajaran yang
sedang berlangsung.
Gallery walk atau galeri belajar dapat mengatasi kendala-kendala
pembelajaran seperti materi pelajaran yang diperoleh oleh siswa secara tidak
maksimal sehingga hasil belajar siswa menjadi maksimal, karena metode ini dapat
mengefisiensikan waktu pelajaran dan siswa dapat lebih mudah memahami
pelajaran karena strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
14
membuat suatu karya sendiri dan melihat langsung ketidakpahamannya dengan
materi tersebut dengan melihat hasil karya teman yang lain dan dapat saling
membantu untuk mengatasi ketidakpahaman tersebut dengan saling bertukar
informasi sesuai yang mereka butuhkan.
Model Gallery Walk atau galeri belajar ini menuntun dan menuntut siswa
untuk membuat suatu daftar, ringkasan, catatan kecil baik berupa gambar atau
skema sesuai dengan hal-hal apa yang di temukan atau diperoleh pada saat diskusi
kelompok untuk dipajang di depan kelas. Setiap kelompok menilai hasil karya
orang lain yang digalerikan kemudian dipertanyakan pada saat diskusi kelompok,
kemudian kelompok tersebut menanggapi setiap pertanyaan yang dipertanyakan.
Penggalerian hasil kerja dilakukan pada saat siswa telah mengerjakan tugasnya,
setelah semua kelompok melaksanakan tugasnya, guru memberi kesimpulan dan
klarifikasi apabila ada yang perlu dibenarkan dari pemahaman siswa. Dengan
demikian mereka dapat belajar dengan lebih menyenangkan dan tidak
membosankan sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan bisa tercapai.
2.1.4.2 Langkah-langkah Model Gallery Walk
Abdullah Sani, R (2013:252) mengemukakan langkah-langkah model
pembelajaran Gallery Walk adalah sebagai berikut :
a. Guru membuat beberapa soal/tema yang terkait dengan topik yang dibahas, masing-
masing soal ditulis pada selembar kertas. Kemudian, lembaran soal tersebut
ditempelkan lembaran diatas meja atau pada dinding ruangan. Perhatikan bahwa bahan
untuk menempelkan soal dipilih yang mudah untuk dibersihkan.
b. Guru mengelompokkan peserta didik dengan jumlah kelompok sebanyak soal yang
dibuat.
c. Guru menentukan tema/topik/soal dan menugaskan masing-masing kelompok untuk
mendiskusikan dan menulis jawaban dibawah soal pada lembaran yang sama. Tulisan
harus mudah dibaca dan ringkas agar mudah dipahami kelompok lain.
d. Masing-masing kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain.
e. Semua kelompok kemudian berpindah ke dinding lain yang ditempelkan soal yang
berbeda dan menambahkan jawaban yang mungkin belum dikerjakan oleh kelompok
sebelumnya. Kelompok lain juga dapat memberikan koreksi atas jawaban yang telah
ditulis. Perpindahan kelompok dilakukan sampai semua soal dibahas oleh semua
kelompok.
f. Pada soal yang terakhir, kelompok membuat ringkasan yang akan dilaporkan di depan
kelas. Masing-masing kelompok membuat ringkasan untuk soal yang berbeda.
g. Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk memaparkan ringkasan
penyelesaian soal yang paling tepat di depan kelas.
h. Mengoreksi bersama-sama
i. Klarifikasi dan penyimpulan.
15
Ismail (2011: 89) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran
Gallery Walk sebagai berikut:
a. Peserta dibentuk dalam kelompok yang terdiri dari 4-8 orang
b. Kelompok diberi kertas plano/flipcard
c. Menentukan topik/tema pelajaran
d. Hasil kerja kelompok ditempel di dinding
e. Masing-masing kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain
f. Salah satu wakil kelompok bertugas mempresentasikan hasil kerja kelompok dan
menjawab pertanyaan dari kelompok lain
g. Koreksi bersama-sama
h. Klarifikasi dan penyimpulan
Rogers (dalam Ghufron, 2011: 14), langkah-langkah model pembelajaran
Gallery Walk adalah sebagai berikut:
a. Peserta dibagi dalam beberapa kelompok
b. Kelompok diberi kertas plano atau flip cart
c. Tentukan topik atau tema pelajaran
d. Hasil kerja kelompok ditempel di dinding
e. Masing-masing kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain
f. Salah satu wakil kelompok menjelaskan setiap apa yang ditanyakan oleh kelompok lain
g. Melakukan koreksi bersama-sama
h. Klarifikasi dan penyimpulan
Pengertian pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan langkah-
langkah atau sintaks model pembelajaran Gallery Walk adalah sebagai berikut:
a. Tahap 1 yaitu menyajikan informasi
Dalam fase ini, guru menyampaikan informasi berkaitan dengan materi
pembelajaran yang akan disampaikan
b. Tahap 2 yaitu mengorganisir siswa ke dalam kelompok
Dalam fase ini guru membagi siswa dalam beberapa kelompok,
kemudian membagi kertas plano/ kertas karton pada tiap kelompok,
menentukan tema/topik pelajaran, masing-masing kelompok
mendapartkan topik yang berbeda, kemudian berdiskusi bersama dan
hasil kerja kelompok ditempelkan didinding, setelah itu masing-masing
kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain.
c. Tahap 3 yaitu membimbing kerja tim dan belajar
Dalam fase ini dilakukan presentasi dan tanya jawab antar kelompok
yang mengunjungi galeri dalam setiap kelompok yang berbeda,
kemudian dilanjutkan dengan presentasi antar kelompok didepan kelas.
16
d. Tahap 4 yaitu evaluasi
Dalam fase ini dilakukan evaluasi hasil belajar yaitu mengoreksi dan
melakukan klarifikasi tentang materi yang telah dipelajari. Kemudian
dilanjutkan dengan penutup.
2.1.4.3 Tujuan-tujuan Model Gallery Walk
Marini (2012: 5) mengemukakan tujuan-tujuan dari model Gallery Walk
adalah sebagai berikut:
1) Menarik siswa ke dalam topik yang akan dipelajari
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan keyakinan
mereka tentang topik yang akan dibahas (pemahaman yang benar maupun keliru)
3) Mengajak siswa menemukan hal yang lebih dalam dari pengetahuan yang sudah mereka
peroleh
4) Memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya (seperti
berpikir, meneliti, berkomunikasi dan bekerjasama) dalam mengumpulkan informasi
baru.
5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memilah, mengolah dan menyajikan
informasi dan pemahaman baru yang diperoleh.
6) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri cara mendemonstrasikan
hal yang telah dipelajari (pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai).
2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Gallery Walk
Ismail (dalam Ghufron, 2011:14), kelebihan model pembelajaran Gallery
Walk antara lain adalah sebagai berikut:
a. Siswa terbiasa membangun budaya kerjasama memecahkan masalah dalam belajar.
b. Terjadi sinergi saling menguatkan pemahaman terhadap tujuan pembelajaran.
c. Membiasakan siswa bersikap menghargai dan mengapresiasi hasil belajar kawannya.
d. Mengaktifkan fisik dan mental siswa selama proses belajar.
e. Membiasakan siswa memberi dan menerima kritik.
f. Membiasakan siswa untuk berkreasi sesuai kreatifitasnya.
g. Membantu siswa dalam mengingat materi dari masing-masing kelompok
Ismail (dalam Ghufron, 2011:15), kelemahan model pembelajaran Gallery
Walk antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bila anggota kelompok terlalu banyak akan terjadi sebagian siswa menggantungkan kerja
kawannya.
b. Guru perlu ekstra cermat dalam memantau dan menilai keaktifan secara individu dan
kolektif.
c. Pengaturan setting tempat yang lebih rumit.
d. Membutuhkan waktu yang lama apabila siswa tidak bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan dan berdiskusi bersama kelompok.
17
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
diatas, antara lain:
a. Apabila jumlah siswa terlalu banyak, maka pembagian kelompok
disesuaikan dan tidak terlalu banyak siswa dalam satu kelompok
b. Guru harus dapat mengatur waktu selama pembelajaran dan mengatur
jalannya proses pembelajar, supaya dapat memantau dan menilai keaktifan
siswa secara merata.
c. Pengaturan kelas disesuaikan dengan jumlah siswa dan keadaan kelas.
Apabila ruangan kelas tidak mencukupi, maka dapat dilakukan di luar
ruangan kelas.
d. Membuat peraturan berupa kesepakatan dalam pengaturan waktu
pembelajaran yaitu selama berdiskusi dan berpresentasi.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model
cooperative learning. Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slavin
dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Lie (dalam Rusman, 1999:73),
pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 anggota
kelompok belajar secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan
positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Kunci dari tipe Jigsaw adalah
saling ketergantungan, yakni setiap siswa bergantung kepada teman satu
kelompoknya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat
berkinerja baik saat penilaian.
Arends (dalam Sumarni, 2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
18
Slavin (2011: 24 ) Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif dimana
siswa ditempatkan dalam tim-tim yang beranggotakan 3-6 orang untuk
mengerjakan akademis yang dipecah menjadi bagian-bagian untuk masing-masing
anggota. Dalam pembelajaran jigsaw akan dibentuk kelompok-kelompok yang
terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli yang bekerja sama dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa
yang terbentuk secara heterogen. Artinya mempunyai kemampuan dan latar
belakang yang berbeda, dimana kelompok asal merupakan gabungan dari
beberapa ahli. Sedangkan yang dimaksud dengan kelompok ahli adalah kelompok
yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami materi tertentu. Selain itu kelompok ahli juga
bertugas untuk menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan topik tersebut.
Kelompok ahli juga mempunyai tugas untuk menjelaskan materi yang telah
dipelajarinya kepada anggota lain dalam kelompok asalnya.
Pengertian beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran
yang menekankan adanya kerjasama dalam kelompok yang dapat menimbulkan
saling ketergantungan antar anggota kelompok, dan ditandai dengan adanya
pembagian kelompok asal dan kelompok ahli. Masing-masing anggota kelompok
secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (ekspert) pada suatu aspek tertentu dari
materi tersebut. Kelompok ahli berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama
dari kelompok lain sampai mereka menjadi “ahli” pada konsep yang mereka
pelajari. Ketika selesai mempelajarinya, kemudian mereka kembali ke kelompok
semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman-teman
sekelompoknya.
Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah
dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran dirinya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain sehingga siswa terlibat aktif dalam
memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok (Isjoni, 2012:
81). Dalam model ini siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi
mereka juga siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota
19
kelompoknya. Selain itu, dalam pembelajaran Jigsaw siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong rotong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi (Lie,
2002: 58). Dengan demikian, pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan kerja
sama antar siswa dan membuat materi menjadi lebih bermakna.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ada
beberapa tahapan yang perlu diperhatikan. Adapun tahapan yang telah
dikemukakan oleh Kunandar (2009: 365) adalah sebagai berikut:
1. Kelompok asal
a) Siswa dibagi dalam kelompok kecil 3-6 siswa.
b) Guru membagi tugas sesuai dengan materi yang diajarkan.
c) Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan tugas yang berbeda-beda dan
memahami informasi tersebut.
2. Kelompok ahli
a) Kumpulkan masing-masing siswa yang mempunyai tugas sama dalam satu
kelompok. Sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan topik atau tugas yang
diberikan.
b) Dalam kelompok ahli siswa ditugaskan untuk belajar secara bersama-sama menjadi
ahli sesuai dengan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
c) Tugaskan semua kelompok ahli untuk memahami dengan baik materi dan dapat
menyampaikan informasi tersebut kepada anggota kelompok asalnya.
d) Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing-masing siswa
kembali ke kelompok asalnya.
e) Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil
dari tugas kelompok ahli.
f) Apabila kelompok sudah selesai menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan
masing-masing kelompok melaporkan hasilnya guru memberikan klarifikasi.
2.1.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Kunandar (2009: 365) dan Wuryanto (2010: 9) mengemukakan kesimpulan
langkah-langkah pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
1) Guru membagi siswa kedalam kelompok asal secara heterogen dengan anggota 3-6
siswa.
2) Guru membagi siswa menjadi kelompok ahli sesuai dengan jumlah pokok materi atau
tugas yang akan dibahas oleh siswa.
3) Dalam kelompok ahli siswa ditugaskan berdiskusi untuk memahami materi yang
menjadi bagiannya masing-masing.
4) Masing-masing anggota kelompok ahli kembali lagi ke kelompok asalnya untuk
memberikan penjelasan tentang materi yang menjadi bagiannya secara bergiliran
kepada kelompok asalnya. Dan setiap anggota kelompok asal dipastikan harus
memahami semua materi yang dipelajari kelompok ahli.
5) Siswa dalam kelompok asal diminta memaparkan hasil kerja mereka.
6) Guru melakukan penilaian untuk mengukur hasil belajar siswa secara individu
mengenai seluruh pembahasan.
Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2007: 59)
mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw sebagai berikut:
20
a. Pilihlah materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen (bagian).
b. Bagi siswa/mahasiswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang
ada. Jika jumlah siswa adalah 50, sementara jumlah segmen yang ada adalah 5, maka
masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu besar,
bagi lagi menjadi dua, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelah
proses selesai gabungkan kedua kelompok pecahan tersebut.
c. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi kuliah yang berbeda-
beda.
d. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa
yang telah mereka pelajari di kelompok.
e. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-
persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
f. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi..
Trianto (2013: 73) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran
Jigsaw sebagai berikut:
a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi
menjadi beberapa sub bab.
c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab
untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaian mengenai sistem
ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa
yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitupun siswa
lainnya mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati
d. Anggota dari kelommpok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu
dengan kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya
e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar
teman-temannya.
f. Pada pertemuuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis.
Pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa sintaks atau
langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama yaitu pembagian kelompok
Maksud dari tahap pembagian kelompok yaitu berisi:
a. Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
5-6 siswa dengan kemampuan yang heterogen dan membagikan soal
atau materi kepada setiap anggota kelompok.
b. Guru membagikan materi/tema pelajaran kepada siswa.
c. Apabila siswa telah mendapatkan topiknya masing-masing, berikan
kepada mereka kesempatan untuk membaca bahan bacaan tersebut.
d. Siswa yang mendapat topik ahli (tugas/materi) yang sama berkumpul
pada satu meja dan kelompok baru ini disebut dengan kelompok ahli
e. Dalam masing-masing kelompok ahli, guru menunjuk satu siswa
sebagai pemimpin diskusi.
21
f. Kelompok ahli diberi waktu sekitar 20 menit atau lebih sesuai dengan
yang dibutuhkan untuk mendiskusikan topik-topik mereka
g. Ketika kelompok ahli sedang bekerja, guru berkeliling kelas
bergantian mendatangi dan memfasilitasi setiap kelompok.
2. Tahap kedua yaitu tahap penularan
Maksud dari tahap penularan yaitu berisi:
a. Setiap siswa (para ahli) kembali ke kelompok asal.
b. Setiap siswa dalam kelompok asal saling menularkan dan menerima
materi dari siswa lain dengan cara masing-masing ahli
mempresentasikan atau berperan sebagai guru untuk teman-teman
dalam kelompoknya dan juga mereka berperan sebagai siswa
(pendengar) untuk teman/siswa (ahli) topik lain.
c. Guru dapat meminta para ahli memberi kuis pada teman satu
kelompoknya, setelah mereka membuat laporan kelompok untuk
mencari tahu bahwa mereka telah belajar bahan ajar tersebut dan siap
menghadapi evaluasi.
d. Dari diskusi siswa diharapkan memahami semua materi
3. Tahap ketiga yaitu penutup
Maksud dari tahap penutup yaitu guru menyimpulkan, mengkritik dan
mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.
2.1.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Wardani (2002: 87) memaparkan kelebihan model pembelajaran tipe
Jigsaw, yaitu:
a) Dari segi efektivitas, secara umum pada model cooperative learning tipe Jigsaw lebih
aktif dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Karena suasana belajar lebih
kondusif, baru dan adanya penghargaan yang diberikan kelompok, maka masing-
masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik.
b) Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya.
c) Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab secara individual.
Hamruni (2009: 170-171) memaparkan kelebihan model pembelajaran tipe
Jigsaw, yaitu:
a) Meningkatkan prestasi akademik dan kemampuan sosial, termasuk mengembangkan
rasa harga diri, hubungan intrapersonal, keterampilan mengelola waktu dan sikap
positif terhadap sekolah
22
b) Mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahaman siswa sendiri serta
menerima umpan balik. Siswa dapat menerapak teknik pemecahan masalah tanpa takut
membuat kesalahan karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
c) Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan mengubah belajar
abstrak menjadi nyata
d) Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir dna berguna untuk
proses pendidikan jangka panjang.
Ibrahim (2000) memaparkan kelebihan-kelebihan model pembelajaran tipe
Jigsaw, yaitu:
a) Mengembangkan tingkah laku kooperatif
b) Menjalin/mempererat hubungan yang baik antar siswa
c) Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa
d) Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari para guru.
Pengertian beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
kelebihan dari model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Menumbuhkan dalam diri siswa untuk dapat bersosialiasi dengan teman
kelompoknya dalam memecahkan suatu permasalahan atau berdiskusi
bersama.
b) Menimbulkan keberanian dalam diri siswa untuk mengutarakan
pendapat dan berbicara didepan umum.
c) Dapat mempererat hubungan yang baik antar siswa baik dalam
kelompok ahli maupun dalam kelompok asal.
Kurnia (2005: 43) memaparkan beberapa kelemahan model kooperatif tipe
Jigsaw, yaitu:
a) Alokasi waktu kurang mencukupi
b) Masih ada siswa yang kurang bertanggung jawab, sehingga pelaksanaan cooperative
learning tipe jigsaw menjadi kurang efektif.
c) Siswa tidak berbiasa dengan model pembelajarann tipe jigsaw, sehingga proses
pembelajarannya menjadi kurang maksimal.
d) Kebiasaan adanya pembicaraan yang didominasi oleh seseorang.
e) Sering ada siswa yang pendiam dan pasif.
Hamruni (2009: 171-172) memaparkan kelemahan model pembelajaran
Jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Ciri utama dalam pembelajaran ini adalah siswa saling membelajarkan,
oleh karena itu tanpa adanya peer teaching yang efektif maka
dibandingkan dengan pembelajaran langsung dari guru bisa jadi cara
23
belajar yang demikian siswa tidak bisa memahami apa yang seharusnya
dipahami.
b) Kemampuan kerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting
untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kepada kemampuan individual. Solusi yang tepat adalah
selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana
cara membangun kepercayaan diri
Roy Killen (dalam Slavin, 2005: 154) memaparkan kelemahan model
pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri dalam menyampaikan
suatu pendapat atau menyampaikan materi ketika berpresentasi di kelas.
b) Data siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah
dimiliki oleh guru dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelompok tersebut
c) Aplikasi model ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah
sulit, tetapi bisa diatasi dengan model team teaching.
Pengertian beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan kelemahan model
pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Terdapat kelompok siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat
atau bertanya, sehingga kelompok tersebut dalam diskusi menjadi
kurang hidup dan kondusif.
b) Membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembelajaran apabila
jumlah siswa terlalu banyak sehingga ketika berdiskusi dalam
kelompok juga memerlukan tambahan waktu.
c) Tidak semua siswa dapat mempertanggungjawabkan apa yang sudah
menjadi tugas mereka sebagai anggota kelompok ahli, sehingga
sebelum memulai pelajaran sebaiknya guru memberikan sebuah
motivasi kepada para siswanya.
24
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
model pembelajaran Jigsaw, antara lain:
a. Membuat peraturan berupa kesepakatan dalam pengaturan waktu
pembelajaran yaitu selama berdiskusi dan berpresentasi.
b. Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam mengungkapkan
pendapat, diawal pembelajaran sebaiknya guru memberikan
kesepakatan bahwa apabila siswa kurang percaya diri dalam
menyampaikan pendapat maka dapat ketika berpresentasi mereka
diharapkan membuat ringkasan atau inti-inti dari materi dan
diperbolehkan membaca inti-inti ringkasan materi tersebut kemudian
disampaikan kepada teman-temannya.
c. Diawal pembelajaran sebaiknya guru memberitahukan kepada siswa
tentang penilaian yang dilakukan oleh guru. Sehingga aapabila terdapat
siswa yang tidak dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya dan
menggantungkan temannya, maka akan mendapat penilaian yang
berbeda.
2.1.6 Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,
tepat atau manjur. Starawaji (dalam Mawardi, 2010) efektivitas menunjukkan
taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif apabila usaha itu
mencapai tujuannya.
Sambasalim (dalam Mawardi, 2010) pembelajaran dikatakan efektif apabila
dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta
merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana atau
fasilitas memadai, serta guru yang profesional. Tinjuan utama efektivitas
pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai
apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajran
berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas
pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan
evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
25
Pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa efekivitas
pembelajaran adalah keberhasilan atau pencapaian dalam suatu proses
pembelajaran yaitu berupa tujuan pembelajaran maupun kegiatan selama proses
pembelajaran.
Baso (2003) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
proses belajar mengajar yaitu:
1. Peran pengajar (guru)
a. Guru mempunyai kemampuan profesional yang disyaratkan sehingga
dapat menyusun rencana program mengajar yang materinya relevan
dan menarik minat para siswa.
b. Jika guru dapat menyajikan pelajaran yang membangkitkan motivasi
belajar
c. Jika guru dapat menaksir kemampuan dan kebutuhan belajar para
siswa sehingga pelajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan para siswa
2. Faktor murid
a. Tingkat kecerdasan para siswa yang memadai
b. Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar di rumah
c. Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anaknya dengan memantau
kegiatan belajar, seraya memperingati, menegur, dan mendorong untuk
belajar.
3. Faktor situasi dan kondisi proses belajar mengajar
a. Situasi dan kondisi seperti alat belajar klasikal, papan tulis, dan media
pengajaran lainnya walaupun sederhana.
b. Situasi kelas yang sejuk karena cukup ventilasi
c. Situasi fisik yang segar karena jarak sekolah tidak begitu jauh dari
rumah, sehingga tidak perlu mengeluarkan energi untuk berjalan kaki
setiap hari
d. Situasi gembira menghadapi pelajaran karena adanya hubungan yang
akrab antara siswa dengan guru
26
e. Adanya rasa tentram dalam mengajar karena adanya hubungan yang
baik antara guru dengan orang tua, masyarakat, dan pemerintah
setempat.
4. Faktor materi
Materi yang dapat menarik minat dan perhatian siswa dalam belajar
5. Faktor media
Tersedianya media atau alat peraga yang dapat menunjuang proses belajar
mengajar
2.1.7 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Sedangkan Kingsley
(dalam Sudjana, 2011:22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu keterampilan
dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, sikap dan cita-cita.
Lindgren (dalam Suprijono, 2015:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap. Gagne (dalam Suprijono, 2015:5-6) bahwa hasil
belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
keterampilan motorik, dan sikap.
Pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu kemampuan yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari perbuatan belajar
dalam aspek kognitif sehingga mengalami perubahan tingkah laku. Hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dalam diri siswa dan
faktor dari luar diri siswa. Faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang
paling dominan berupa kualitas pembelajaran.
Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009: 5) menyatakan bahwa hasil belajar
berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan
melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
27
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Faktor-fakor yang mempengaruhi hasil belajar dari setiap individu adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri individu yang belajar)
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar yang lebih ditekankan pada
faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang
mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain
yaitu: perhatian, motivasi, tanggapan, pengamatan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar individu yang belajar)
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar
siswa. Adapun faktor uyang mempengaruhi adalah mendapat
pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan
sikap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut merupakan sesuatu
yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal
tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan, dan kecakapan dasar
yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tampak pada diri
individu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan kecakapan dasar
yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan dalam perubahan tingkah laku
secara kuantitatif.
28
2.1.8 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nur Utami, hasil penelitian
menunjukkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen
lebih baik dari kelas kontrol. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan
aktivitas yang ditimbulkan model pembelajaran Problem Solving berbasis Gallery
Walk mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa sebesar 80%.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan model pembelajaran Problem
Solving berbasis Gallery Walk efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswa pada mata pelajaran Matematika materi pokok segiempat.
Penelitian kedua dilakukan oleh Siti Maulidatun. Hasil penelitian
menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar IPS dengan penggunaan metode Gallery
Walk lebih baik dari rata-rata hasil belajar IPS dengan pembelajaran ceramah.
Nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 74,33. Nilai tersebut lebih besar dari pada
nilai sebelumnya sebesar 65,37. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen meningkat dari
nilai sebelum eksperimen, dimana nilai tersebut juga lebih besar daripada kelas
kontrol, sehingga dapat dikatakan penggunaan metode Gallery Walk berpengaruh
terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS.
Penelitian yang relevan berkaitan dengan hasil belajar Jigsaw adalah
penelitian yang dilakukan oleh Puspasari. Hasil penelitian diketahui bahwa dari
hasil uji t, data hasil belajar diperoleh t hitung = 5,006 dengan signifikansi sebesar
0,000 < 0,05. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
PKN siswa kelas IV yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menunjukkan ketuntasan belajar sebesar 96%
(24 siswa) dari (25 siswa). Sedangkan pembelajaran konvensional menunjukkan
ketuntasan belajar sebesar 60% atau 15 siswa. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil
belajar PKN.
Penelitian kedua dilakukan oleh Tanti Listiani. Hasil penelitian menunjukkan
adanya keberhasilan dalam model pembelajaran Jigsaw yaitu data penelitian
29
menunjukkan nilai rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi yaitu sebesar 85, 19 dan nilai rata-rata siswa
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 74,81.
Sedangkan hasil analisis normalitas gain di dapat untuk model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw 0,67, hal ini menunjukkan keefektivan penggunaan Jigsaw
di kelas eksperimen ada pada kategori sedang.hal ini membuktikan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif digunakan daripada
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Gallery Walk dan Jigsaw menunjukkan keberhasilan
dan dapat diterapkan di sekolah dasar maupun sekolah tingkat menengah. Oleh
karena itu peneliti akan mencoba melakukan penelitian kembali tentang
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Gallery Walk dan Jigsaw pada
kelas V SD Pangudi Luhur Ambarawa. Dalam penelitian ini dapat dilihat hasil
dari kedua model tersebut apakah terdapat perbedaan dan lebih efektif digunakan
dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS kelas V SD Pangudi Luhur
Ambarawa.
2.1.9 Kerangka Pikir
Masalah yang ada pada pembelajaran IPS adalah IPS dikenal sebagai mata
pelajaran yang menghafal tentang materi-materi dan membuat siswa kesulitan
untuk memahami materi tersebut. Hal ini disebabkan guru kurang kreatif dalam
menggunakan media dan model pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas guru
cenderung lebih aktif sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa
yang diterangkan oleh guru. Pembelajaran dengan metode ceramah seperti itu
membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang
dipelajari sehingga hasil yang dicapai menjadi rendah.
Sebagai seorang guru diharapkan dapat mengajar bukan hanya sekedar
memberikan teori dengan metode ceramah yang berpedoman dengan buku
pegangan dan membuat siswanya pasif ketika pelajaran berlangsung. Tetapi guru
harus bisa menggunakan dan menerapkan suatu metode pembelajaran yang dapat
memungkinkan siswa terlibat aktif dan ikut berpartisipasi di kelas. Guru dituntut
30
mencari dan menemukan suatu cara mengajar yang dapat menumbuhkan motivasi
belajar agar siswa dapat berpikir logis, kritis, dan dapat memecahkan masalah
secara kreatif dan inovatif untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Gallery Walk dan
Jigsaw diharapkan siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami materi
yang sulit. Apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut
dengan anggota kelompoknya melalui diskusi bersama, maka akan terjalin dimana
siswa saling berbagi pengetahuan dan pendapat yang dimiliki sehingga terjadi
pemahaman yang sama mengenai hal yang mereka diskusikan, dengan penerapan
model pembelajaran ini diharapkan siswa menjadi lebih tertarik dan fokus dalam
memahani materi yang diberikan sehingga hasil siswa akan meningkat.
Kerangka berpikir dalam penilaian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Hubungan antara pembelajaran kooperatif tipe Gallery Walk dan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Kelompok
eksperimen
Perlakuan
dengan
model
Gallery
Walk
Hasil belajar
dengan
perlakuan
dengan model
Gallery Walk
Kelompok
kontrol
Pre test
Perlakuan
dengan
model
Jigsaw
Post test
Hasil belajar
dengan
perlakuan
dengan model
Jigsaw
Dibandingkan
31
2.1.10 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan. Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan hipotesisnya
sebagai berikut:
1) Hipotesis Nol
H0 : X1=X2 yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata hasil
belajar IPS kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif Gallery
Walk dengan rata-rata hasil belajar IPS kelas kontrol dengan model
pembelajaran Jigsaw.
2) Hipotesis Alternatif
H1 : X1 ≠ X2 yaitu terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar
IPS kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif Gallery Walk
dengan rata-rata hasil belajar IPS kelas kontrol dengan model pembelajaran
Jigsaw.