8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Alat Musik Dawai
Alat (noun) dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai benda
yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; Dawai diartikan sebagai kawat yang
memiliki bentuk yang halus; sedangkan musik adalah nada atau suara yang disusun
demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yg
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu. (Keraf,1990).
Berdasarkan penjabaran diatas, maka disimpulkan bahwa alat musik dawai adalah
benda yang menggunakan kawat halus (string) untuk menghasilkan bunyi.
Jenis-jenis alat musik berdawai yang sering dijumpai misalnya biola, harpa,
kecapi, gitar, sitar, banjo, sasando dan sebaginya seperti yang ditunjukan pada
gambar 3 berikut :
Gambar 2.1 Beberapa Jenis alat Musik dawai
Alat musik dawai sering ditemukan di hampir semua budaya, baik yang
berasal dari luar maupun didalam negeri. Setiap alat musik yang berasal dari berbagai
ragam budaya dan bangsa, tentunya memiliki karakteristik dan nilai filosofi yang
beragam. Satu hal yang dianggap sama adalah sama-sama menggunakan dawai
sebagai sumber bunyi. 8
9
2.1.1 Jenis dan klasifikasi Alat Musik Dawai
Alat musik yang dipakai untuk menghasilkan harmonisasi nada memiliki
berbagai varians. Berdasarkan keberagaman tersebut, maka alat musik dikelompokan
menjadi beberapa bagian. Pengelompokan ini didasarkan pada bervariasinya aspek
yang dijadikan dasar pengelompokan. Variasi pengelompokan tersebut seperti
bentuk, bahan baku, sumber bunyi cara memainkan dan sebagainya.
Kartomi (1990) menyebutkan bahwa pengelompokan alat musik yang cukup
terkenal adalah pengelompokan yang dilakukan oleh Kurt Sach dan Von Hornbostel
(1881-1959) yang mengelompokkan alat musik berdasarkan sumber bunyinya yaitu
Chordophone (getaran dawai), Membranophone (getaran selaput kulit/plastik),
Aerophone (getaran udara), Idiophone (getaran badan alat itu sendiri) dan
Elektrophone (getaran dari energi listrik). Berdasarkan pengelompokan yang
dilakukan oleh Kurt Sach dan Von Hornbostel (1881-1959), maka alat musik
berdawai masuk dalam kelompok Chordophone.
Pengelompokan berdasarkan sumber bunyi masih dianggap terlalu general,
sehingga Katomi (1990) menyebutkan bahwa Kurt Sach dan Von Hornbostel juga
mengelompokan alat musik dawai (chordophone) dalam ruang lingkup yang lebih
spesifik yaitu berdasarkan karakteristik bentuknya menjadi 5 (lima) kelompok yaitu
Kelompok Busur, Kelompok Lira, Kelompok Harpa, Kelompok Lut, dan Kelompok
Siter.
Alat chordophone jenis busur ditandai dengan kedua ujung dawai yang
diikatkan pada kedua titik ujung penyanggah. Akibat tarikan dari regangan dawai,
kedua ujung penyanggah yang lentur membentuk lengkungan busur. Jenis lira dan
10
harpa, pada prinsipnya ditandai hubungan antara posisi dawai dan kotak suaranya.
Alat musik chorpone jenis lira posisi dawai sejajar dengan sebagian permukaan kotak
suaranya, sedangkan jenis harpa posisi dawai tegak lurus terhadap kotak suara. Jenis
lut dan siter, ditandai dengan sama-sama memiliki kotak suara dan posisi dawai yang
sepenuhnya sejajar dengan permukaan kotak suara. Perbedaannya kalau jenis lut
memiliki leher (neck) yang berfungsi sebagai papan jari (finger board) atau
penyangga dawai (string bearer), sementara jenis siter tidak memiliki leher.
Komponen penting alat musik chorephone adalah dawai. Dawai memiliki
peran penting karena getaran yang dihasilkan dari dawai akan menghasilkan nada
yang dapat dibentuk menjadi harmonisasi. Moteqar (2010) menyebutkan, jumlah
dawai dalam sebuah alat musik menentukan banyaknya nada yang mampu dihasilkan
oleh alat musik tersebut. Tabel 2.1 berikut ini, menyajikan beberapa jenis alat musik
dawai dari berserta perbandingan jumlah dawainya :
Tabel 2.1 Alat Musik dawai dan Jumlah Dawainya
No Nama Alat Musik Asal Jumlah Dawai 1 Dan Bao Vietnam 1 buah 2 Shamisen Jepang 3 buah 3 Sehtar Persia 4 buah 4 Sitar India 6, 7, 13 buah 5 Kora Afrika 21 buah 6 Hasapi Toba 2 buah 7 Kulcapi Karo 2 buah 8 Rebab Jawa / Sunda 2 buah 9 Gambus Melayu 7 buah 10 Kecapi Sunda 15 – 18 buah 11 Sasando NTT 7-44 buah
Sumber : Moteqar (2010).
Karakteristik lain dari alat musik dawai adalah dalam hal kombinasi
dawainya. Dawai tunggal digunakan pada kecapi, dawai ganda digunakan pada
11
gambus dan ada tripel dawai digunakan pada piano dan saz. Alat musik dawai pun
mengenal adanya dawai simpatetik yaitu dawai yang sengaja dipasang tidak untuk
digetarkan secara langsung tetapi akan ikut bergetar ketika dawai utama dibunyikan.
Alat musik berdawai simpatetik ini contohnya seperti Sitar dari India. Berkaitan
dengan nada-nada yang dihasilkan dalam alat musik dawai, nada tersebut pada
umumnya merupakan nada yang bunyinya paling kuat (fundamental). Sementara
nada-nada lain yang bunyinya lebih lemah disebut dengan anak suara atau nada
harmonik. Dalam alat musik dawai tertentu seperti Tanpura, dikenal juga nada drone,
yaitu nada yang dibunyikan secara terus-menerus dan dipertahankan sampai lama,
baik hanya satu nada maupun beberapa nada.
2.1.2 Material Dawai
Dawai merupakan bagian penting dari alat musik petik. Sumber bunyi yang
diperoleh dari dawai diperoleh ketika dawai digetarkan. Proses mengetarkan dawai
pada alat musik dapat dilakukan dengan cara digesek, dipetik ataupun dicabik. Proses
ini harus dilakukan secara terus menerus untuk menghasilkan bunyi konstan.
Mengingat dawai harus mengalami perlakuan secara terus menerus agar
menghasilkan bunyi, maka banyak hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan
dawai antara lain, pemilihan material dawai, dimensional dawai dan proses produksi
dawai.
Secara umum material yang dipilih sebagai material dawai berasal dari logam
dan non logam. Dari logam umumnya didominasi oleh baja (steel) dan padua nikel,
sedangkan dari bahan non logam (umumnya untuk konstruksi gitar akustik) seperti
nilon, Roundwound dan Flatwound.
12
1. Baja (steel)
Baja merupakan logam dengan unsur penyusun utamanya adalah besi (Fe)
dan karbon (C) dengan kadar karbon antara 0,02 % sampai 2,1 %. Baja
diklasifikasikan menjadi
a. Baja Karbon (Carbon Steel), terdiri dari :
Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel), dengan kadar karbon 0,02 %
≤ C ≤ 0,2 %. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel), dengan kadar
karbon 0,2 % < C ≤ 0,5 %. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel), dengan
kadar karbon 0,5 % < C ≤ 2,1 %.
b. Baja Paduan (Alloy Steel)
Baja paduan adalah baja yang diperoleh dari pemaduan dua unsur atau
lebih untuk mendapatkan sifat mekanik tertentu yang diinginkan. Baja paduan
dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan paduan (Baja Paduan Rendah (Low
Alloy Steel), kadar paduan ≤ 8% dan Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel),
kadar paduan > 8%). Berdasarkan kegunaan (Baja tahan karat dengan
penambahan Cr, Baja tahan aus dengan penambahan Mn, Baja tahan temperatur
tinggi dengan penambahan Mo dan W dan Tool steel Dengan penambahan Mo
dan V).
c. Besi Cor (Cast Iron)
Besi cor merupakan logam dengan unsur penyusunnya adalah Fe dan
grafit yang kadar karbonnya antara 2,1% sampai 6,67%. Berdasarkan proses
pembuatannya besi cor terbagi atas besi Cor Putih (White Cast Iron), Besi Cor
Kelabu (Gray Cast Iron) dan Besi Cor Nodular (Nodular Cast Iron).
13
2. Stainlessteel
Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan stainlessteel adalah
senyawa besi yang mengandung 10,5% kromium untuk mencegah
proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari
terbentuknya lapisan film oksida kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi
proses oksidasi besi (Fe).
Karakter baja Stainlessteel yaitu :
a. Terdiri dari 12-14% kromium (Cr), dimana sifat mekanik bajanya sangat
tergantung dari kandungan unsur karbon (C).
b. Baja dengan pengerasan lanjut, 10-12% Kromium (Cr), 0.12% Karbon (C)
dengan sedikit tambahan unsur-unsur Mo, V, Nb, Ni dengan kekuatan tekanan
mencapai 927 Mpa dipergunakan untuk bilah turbin gas.
c. Baja kromium tinggi, 17%Cr, 2,5% Ni. Memiliki ketahanan korosi yang sangat
tinggi. Dipergunakan untuk poros pompa, katup dan fitting yang bekerja pada
tekanan dan temperatur tinggi tetapi tidak cocok untuk kondisi asam.
d. Magnet tidak dapat menempel pada bahan stainlessteel.
3. Nikel
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan
murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam
lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan
besi menghasilkan baja tahan karat (stainlessteel).
14
4. Paduan Tembaga
Tembaga murni mempunyai sifat sangat lunak, lemah dan mudah
dibengkokkan. Penggunaannya diantaranya adalah untuk pipa, konduktor dan
motor. Paduannya yang paling banyak digunakan adalah kuningan (brass) dan
perunggu (bronze). Kuningan adalah paduan tembaga dengan zinc sedangkan
perunggu pada dasarnya adalah paduan tembaga dengan timah. Namun saat ini
perunggu juga terdiri dari beberapa jenis yaitu silicon bronze, beryllium bronze,
dan Phospor bronze.
2.1.3 Karakteristik Bunyi Dawai
Semua alat musik, baik alat musik yang dipetik, digesek atau ditiup sangat
bergantung pada gelombang berdiri untuk menghasilkan alunan musik yang begitu
indah. Pada alat musik yang menggunakan dawai, ketika dawai atau senar gitar
dipetik maka dihasilkan gelombang berdiri pada senar tersebut. Selanjutnya
gelombang berdiri pada senar menggetarkan udara disekitarnya sehingga dihasilkan
gelombang bunyi. Gelombang bunyi ini kemudian berosilasi hingga mampu
ditangkap dan dirasakan oleh telinga sebagai alunan nada atau musik.
Gelombang yang terdapat dalam gelombang bunyi dawai adalah gelombang
berdiri. Pada prinsipnya, bahwa gelombang berdiri tidak hanya dialami oleh dawai
atau senar saja tetapi juga oleh kolom udara sebagaimana terjadi pada banyak alat
musik tiup seperti seruling, terompet dan lain-lain
2.2 Sifat Mekanik dan Akustik Material
Material yang ada dialam, diidentifikasi memiliki banyak sifat. Berkaitan
dengan konsep bunyi dan sumbernya, maka beberapa sifat marterial yang menonjol
15
antara lain sifat mekanik dan akustiknya. Sifat mekanik pada konsep bunyi
menunjukkan bahwa pemilihan material mampu mempengaruhi umur dan ketahanan
material sebagai sumber bunyi. Sedangkan pemilihan jenis material juga dianggap
mempengaruhi siaft akustik karena berkaitan dengan bunyi yang akan dihasilkan.
2.2.1. Sifat Mekanik Material
Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting yang
mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan
sebagai respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat
berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Sifat mekanik secara umum ditentukan
melalui pengujian destruktif dari sampel material pada kondisi pembebanan yang
terkontrol. Sifat mekanik yang paling baik adalah didapat dengan melakukan
pengujian prototipe atau desain sebenarnya dengan aplikasi pembebanan yang
sebenarnya. Data spesifik seperti ini tidak mudah diperoleh sehingga umumnya
digunakan data hasil pengujian standar seperti yang telah dipublikasikan oleh ASTM
(American Society of Mechanical Engineer)
Sifat-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan antara lain; tegangan
yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi persatuan luas, regangan yaitu
besar deformasi persatuan luas, modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran
kekuatan material, kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material
atau kemampuan material untuk menahan deformasi, kekuatan luluh yaitu besarnya
tegangan yang dibutuhkan untuk mendeformasi plastis, kekuatan tarik adalah
kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran mula, keuletan yaitu besar
deformasi plastis sampai terjadi patah, ketangguhan yaitu besar energi yang
16
diperlukan sampai terjadi perpatahan, dan kekerasan yaitu kemampuan material
menahan deformasi plastis lokal akibat penetrasi pada permukaan.
Pengujian prototype yang mengacu pada standar ASTM akan menghasilkan
kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material tersebut. Dalam penelitian ini
akan dilakukan pengujian secara mekanik untuk mengetahui sifat fisik material
berupa tegangan, regangan dawai dan modulus elastisitas yang terbentuk.
Berikut dijelaskan beberapa jenis pengujian yang berkaitan dengan penelitian
ini antara lain :
1. Tegangan (Stres)
Tegangan adalah reaksi yang timbul diseluruh bagian spesimen dalam
rangka menahan beban yang diberikan. Bila penampangnya kecil itu dijumlah hingga
mencapai penampang spesimen, maka jumlah gaya per satuan luas yang muncul
didalam bahan itu harus menjadi sama dengan beban yang diluar.
Satuan gaya yang digunakan dalam penjabaran tegangan adalah satuan gaya
dibagi dengan satuan luas. Pada satuan SI, gaya diukur dalam Newton (N) dan luas
diukur dengan satuan Meter Kuadrat (m2). Biasanya 1 N/m2 dikenal sebagi 1 Pascal
(Pa). Secara matematika konsep Tegangan (Stress) dituliskan :
Tegangan = Gayasatuan Luas
= σ = FA... (1)
Keterangan: F : Gaya tekan/tarik (N) A : Luas penampang (m²) σ : Tegangan/stress (N/m²)
17
Ditinjau dari arah gaya dalam yang terjadi, tegangan diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu tegangan Normal (Tegangan yang terjadi karena pengaruh
dari gaya normal) dan tegangan Tangensial (Tegangan yang terjadi karena pengaruh
arah gaya tangensial). Sedangkan menurut jenis pembebanan yang diberikan,
tegangan diklasifikasikan menjadi Tegangan Tarik (Tensile Stress), Tegangan Geser
(Shear Stress), Tegangan Tekan (Compressive Stress), Tegangan Puntir dan
Tegangan Lengkung/Bengkok
Salah satu cara yang umum dilakukan dalam pengujian sifat mekanik adalah
unjuk kerja bahan karena pengaruh tegangan. Suatu bahan (sampel) yang mengalami
deformasi dengan beban tegangan bertambah secara perlahan-lahan (kontinue)
sepanjang arah tunggal sumbu sampel akan mengalami tegangan-regangan.
2. Regangan (Strain)
Regangan atau tarik adalah hasil bagi antara pertambahan panjang (ΔL)
dengan panjang awalnya (L). Regangan atau tarik dinotasikan dengan (e) dan
regangan tidak memiliki satuan atau dimensi karena pertambahan panjang ΔL dan L
adalah sama. Regangan (Strain) dibedakan menjadi , Strain linier ( ∆𝑙𝑙 𝑙𝑙� ), Strain
volume ( ∆𝑣𝑣 𝑣𝑣� ), Strain geser = strain angular (β), Strain tarik dan Strain tekan. Secara
matematika konsep Regangan (Strain) yang diaplikasikan pada dawai dituliskan
sebagai berikut :
Regangan = 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 ℎ𝑝𝑝𝑎𝑎 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝 𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑙𝑙
atau 𝑝𝑝 = ∆𝐿𝐿𝐿𝐿0
(2) Keterangan : ∆𝐿𝐿 : Pertambahan panjang benda (m) 𝐿𝐿0 : Panjang mula-mula 𝑝𝑝 : regangan
18
Kebanyakan benda adalah elastis sampai ke suatu besar gaya tertentu disebut
batas elastis. Benda akan kembali seperti semula jika gaya yang dikerjakan lebih
kecil dari pada batas elastis. Benda tidak akan kembali ke semula jika gaya yang
diberikan melampaui batas elastis. Gambar 2.2 menunjukan grafik tegangan regangan
:
Gambar 2.2 Grafik Tegangan-Regangan
Kurva tegangan regangan pada gambar 2.2 diatas yang tidak memberikan
indikasi karekteristik deformasi yang sesungguhnya, karena kurva tersebut semuanya
berdasarkan pada dimensi awal benda uji, sedangkan selama pengujian terjadi
perubahan dimensi. Pada proses uji tarik logam liat, akan terjadi penyempitan
setempat pada saat beban mencapai harga maksimum. Karena pada tahap ini luas
penampang lintang benda uji turun secara cepat, maka beban yang dibutuhkan untuk
melanjutkan deformasi akan segera mengecil.
Kurva tegangan regangan juga akan menurun setelah melewati beban
maksimum. Keadaan sebenarnya menunjukkan, logam masih mengalami pengerasan
regangan sampai patah sehingga tegangan yang dibutuhkan untuk melanjutkan
19
Tega
ngan
deformasi juga bertambah besar. Tegangan yang sesungguhnya (σs) adalah beban
pada saat manapun dibagi dengan luas penampang lintang benda uji (Ao) dimana
beban itu bekerja.
3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus elastisitas adalah besaran yang menggambarkan tingkat elastisitas
bahan. Modulus elastisitas disebut juga modulus young (diberi lambang Y). Modulus
young juga didefinisikan sebagai perbandingan stress dengan strain. Grafik dari
tegangan pada sumbu y dan regangan pada sumbu x menghasilkan hubungan linier,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut:
Tanpa Beban
Slope = Modulus Elastisitas
0 Beban 0 Regangan
Gambar 2.3 Skematik Diagram Tegangan Regangan
Modulus elastisitas disebut konstanta, dengan demikian modulus elastis
(E) suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan
regangan yang dialami bahan. Secara matematika konsep Modulus Elastisitas
dapat dituliskan sebagai berikut :
Modulus Elastisitas = 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎 𝐸𝐸 = 𝜎𝜎𝑝𝑝 ... (3)
Keterangan : E : Modulus elastis (Pa) σ : Tegangan (N/m2 atau Pa) e : Regangan
20
Tabel 2.2 Modulus Elastis Berbagai Zat
Zat Modulus Elastis E (N/m²) Besi 100 x 10 9 Baja 200 x 10 9 Perunggu 100 x 10 9 Alumunium 70 x 10 9 Beton 20 x 10 9 Marmer 50 x 10 9 Granit 45 x 10 9 Nilon 5 x 10 9 Tilang Muda x 10 9
2.2.2 Sifat Akustik
Sifat akustik adalah sifat material yang berhubungan dengan bunyi. Semua
material dialam ini memiliki bunyi apabila diberi perlakuan. Khusus untuk semua
jenis instrumen yang berdawai, dawai yang dibentangkan akan berosilasi ketika
dipetik atau dipukul. Osilasi ini menghasilkan suara. Pada umumnya kualitas bunyi
secara akustik ditentukan oleh tegangan dawai, panjang dawai dan masa dawai.
Sifat-sifat akustik material yang diteliti merupakan sifat-sifat struktur yang
dimiliki oleh material dalam merespon perlakuan untuk menghasilkan bunyi. Sifat-
sifat akustik yang diamati pada material berupa pola gelombang, frekuensi dan
amplitudo yang dimiliki oleh setiap material.
1. Bunyi dan gelombang bunyi
Bunyi atau suara adalah pemampatan mekanik atau gelombang
longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara berupa
zat cair, padat, gas. Bunyi yang timbul berasal dari getaran sumber bunyi yang diberi
perlakuan. Untuk alat musik jenis corphone (petik) maka sumber bunyi adalah dawai
yang bergetar akibat perlakuan (petik) yang diterima. Bunyi yang timbul akibat
21
getaran sumber bunyi akan sampai ke telingga melalui gelombang bunyi yang
dibentuk selama perambatan.
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yaitu gelombang yang
arah getarnya sejajar dengan arah rambatnya. Gelombang bunyi termasuk dalam
kategori gelombang mekanik, yakni gelombang yang memerlukan medium dalam
perambatannya (Tipler, 1998). Besarnya nilai koefisien serapan (absorbsi),
koefisien refleksi dan koefisien transmisi gelombang bunyi bergantung pada sifat
material. Tekanan gelombang bunyi dalam dawai dapat dinyatakan oleh persamaan
(4) (Kinsler, dkk, 1982)
𝑃𝑃 = 𝐴𝐴𝑝𝑝𝑝𝑝(𝜔𝜔−𝑘𝑘𝑘𝑘 ) + 𝐵𝐵𝑝𝑝𝑝𝑝(𝜔𝜔+𝑘𝑘𝑘𝑘 ) (4)
Dimana A dan B berturut-turut adalah amplitudo gelombang datang
dan gelombang pantul. Besarnya amplitudo gelombang datang dan gelombang
pantul ditentukan oleh kondisi batas x yang merupakan jarak yang ditempuh oleh
gelombang bunyi selama merambat, t adalah waktu yang diperlukan gelombang
bunyi untuk merambat pada jarak x. Sedangkan ω dan k masingmasing adalah
frekuensi sudut gelombang dan bilangan gelombang.
2. Pola Gelombang pada dawai
Terbentuknya sebuah gelombang karena adanya getaran yang merambat dari
sumber bunyi. Selama fase perambatan gelombang, energy dipindahkan tetapi tidak
menyertakan perambatan mediumnya.
22
Gambar 2.4 Proses terjadinya gelombang pada tali
Gambar 2.4 diatas menunjukkan perambatan gelombang bunyi dengan
mediumnya berupa dawai atau tali yang teregang. Jika ujung kiri dawai digoyang
sedikit ke atas, maka goyangan itu akan merambat sepanjang tali. Secara berurutan,
bagian-bagian dawai mengalami gerak yang sama seperti yang diberikan pada ujung
dawai. Pada gelombang ini pergeseran medium (tali) tegak lurus terhadap arah
rambat gelombang. Gelombang yang terjadi pada dawai dinamakan gelombang
transversal.
Gelombang transversal pada dawai yang diregangkan seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.4, merupakan salah satu contoh pulsa gelombang yang berjalan
sepanjang dawai. Apabila pada ujung bebas dawai digerakkan secara periodik ke atas
dan ke bawah, setiap partikel pada dawai juga akan mengalami gerakan periodik
sehingga diperoleh gelombang periodik. Jika kita menggerakkan dawai itu ke atas
dan ke bawah dalam gerak harmonik sederhana dengan amplitudo A, frekuensi f,
frekuensi sudut ( fπω 2= ) dan periode ( )/2/1( ωπ== fT maka diperoleh
gelombang periodik yang menyerupai fungsi sinus (sinusoidal). Oleh karena itu,
gelombang periodik juga dikenal dengan istilah gelombang sinusoidal.
23
Pada alat musik dengan dawai yang terikat pada kedua ujung, pada saat diberi
perlakukan berupa petikan, dapat terjadi pola - pola gelombang seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Pola Gelombang Pada Dawai
Kemungkinan pertama terjadi seperti pada Gambar 2.5(a). Pola ini disebut
nada dasar (n = 0). Pada gelombang stasionernya terjadi 2 simpul dan 1 perut dan
memenuhi l = 1/2λ. Jika dipetik di tengah dawai, maka akan terbentuk pola
gelombang seperti Gambar 2.5 (b). Ada 3 simpul dan 2 perut. Pola ini dinamakan
nada atas pertama (n =1) dan berlaku l = λ. Sedangkan pada Gambar 2.5
(c) dinamakan nada atas kedua, l = 3/2λ. Jika pola gelombangnya digambarkan terus,
maka setiap kenaikan satu nada akan bertambah ½ gelombang lagi. Sifat dawai ini
dapat dituliskan seperti berikut.
Pola gelombang nada dawai,
n = 0, 1, 2, ...
Panjang gelombang,
l = ½ λ, λ, 3/2λ, ....
Sesuai sifat gelombang, pada bunyi juga berlaku hubungan
24
v = λf. ... (5)
Panjang gelombang λ dapat ditentukan, v dapat ditentukan dari hukum
Melde,
𝑉𝑉 = �𝐹𝐹 𝜇𝜇� ... (6)
dengan F adalah tegangan dawai (N), µ adalah massa tiap satu satuan panjang
dawai (kg/m), dan v adalah laju gelombang transversal pada dawai (m/s)
Dengan demikian, pada nada dasar dapat berlaku:
l=1/2λ; → λ = 2l... (7)
𝑓𝑓0 = 12𝑙𝑙�𝐹𝐹 𝜇𝜇� ... (8)
3. Gelombang Berdiri Pada Dawai
Gelombang berdiri merupakan bentuk kontinue mode normal. Dalam
gelombang berdiri, semua elemen ruang (yaitu (x, y, z) koordinat) berosilasi pada
frekuensi yang sama dan pada fase (mencapai titik ekuilibrium bersama-sama), tetapi
masing-masing memiliki amplitudo yang berbeda.
Gambar 2.6 Model Gelombang Berdiri
25
Gelombang yang terjadi pada dawai yang kedua ujungnya tertambat adalah
gelombang berdiri atau gelombang stasioner. Jika tegangan dawai diubah
(disetel) dan atau panjang dawai diubah (ditekan pada grip yang berbeda),
maka dawai itu akan menghasilkan nada yang berbeda pula.
Gelombang berdiri atau gelombang stasioner pada dawai terjadi karena
interferensi gelombang datang dan gelombang pantul. Gelombang berdiri
mempunyai amplitudo yang berbeda pada tiap titik di sepanjang dawai.
Amplitudo maksimum disebut perut, sedangkan amplitudo nol atau tidak ada
simpangan disebut dengan simpul. Panjang gelombang pada gelombang berdiri
pada dawai dapat diamati dan dihitung dari panjang dawai, jumlah simpul, dan
jumlah perut yang terjadi pada dawai itu.
Gambar 2.7 Percobaan Melde
Percobaan Melde tentang gelombang berdiri pada dawai yang kedua ujungnya
ditambatkan pada gambar 2.7 di atas menunjukkan bahwa massa beban yang
digantung menghasilkan/menyebabkan dawai tegang dengan besar tegangan sama
dengan gaya berat beban itu. Tegangan dawai itu adalah :
𝐹𝐹 = 𝑝𝑝.𝑝𝑝... (9)
26
dengan F adalah tegangan dawai (N), m adalah massa beban (kg), dan g
adalah percepatan gravitasi (dianggap = 9,8 m/s²). Frekuensi gelombang sama
dengan frekuensi sumbernya, sedangkan laju gelombang pada dawai ditentukan
oleh tegangan dan kerapatan massa linear dawai.
4. Frekuensi Nada Dasar Pada Dawai
Frekuensi pada dawai terikat adalah frekuensi nada dasar yang terjadi ketika
dawai bergetar tetapi kedua ujung dawai yang terikat tidak bebas bergerak. Frekuensi
nada dasar juga sering disebut frekuensi harmonik kesatu. Nada dasar ini akan
didapat jika dawai dipetik tepat pada tengah-tengahnya. Pada saat itu terbentuk 2
simpul dan satu perut.
Gambar 2.8 Pola Setengah Gelombang
Berdasarkan gambar 2.8 diketahui bahwa panjang dawai (senar) sama dengan
panjang setengah gelombang. Jika panjang dawai (l) dan panjang gelombang (λ)
maka dapat dirumuskan sesuai persamaan (7) l = 1/2 λ atau λ = 2l
Jika dipadukan dengan persamaan 7 dan 11 dengan rumus frekuensi f = v/λ maka
akan didapatkan frekuensi nada dasar dengan rumus (fo) :
𝑓𝑓0 = 𝑣𝑣2𝑙𝑙
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎 𝑓𝑓0 = 12𝑙𝑙 �
𝐹𝐹𝜇𝜇
... (10)
27
Keteragan : F : Tegangan dawai (N) μ : Massa persatuan panjang (Kg/m) l : Panjang dawai (m) fo : Frekuensi nada dasar (Hz)
Nada atas pertama dihasilkan pada saat dawai atau senar dipetik atau digesek
pada posisi 1/4 dari panjang dari salah satu ujungnya. Frekuensi dari nada ini disebut
juga dengan harmonik kedua. Pada saat terjadi nada atas pertama pada dawai
terbentuk 3 buah simpul dan 2 buah perut. Gambar berikut menunjuukan model
gelombang untuk nada dasar pertama :
Gambar 2.9 Model Gelombang Untuk Nada Dasar Pertama
Model gelombang untuk nada dasar pertama pada gambar 2.9 diatas,
menunjukkan bahwa nada tersebut terbentuk satu buah gelombang (satu gunung dan
satu lembah). Jadi dapat disimpulkan kalau panjang dawai itu sama dengan panjang
satu gelombang (l = λ). Jika f = v/λ maka frekuensi dari nada atas pertama (f1) dapat
di cari dengan rumus
𝑓𝑓1 = 𝑣𝑣𝑙𝑙
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎 𝑓𝑓1 = 1𝑙𝑙 �
𝐹𝐹𝜇𝜇... (11)
Frekuensi nada atas kedua (harmonik ketiga) dihasilkan apabila dawai dipetik pada
jarak 1/6 panjang dawai dari salah satu ujungnya. Pada nada ini terbentuk 3 perut dan
4 simpul. Jika fo maka pertunya 1, jika f1 maka perutnya 2, jika f2 pertunya 3, dan
seterusnya. Jumlah simpul selalu jumlah perut ditambah dengan satu.
28
Gambar 2.10 Model Gelombang Untuk Nada Dasar Kedua
Pada gambar 2.10 di atas terjadi 1,5 gelombang (3/2). Sehingga panjang
dawai sama dengan panjang 3/2 gelombang
l = 3/2 λ... (12)
dari persamaan tersebut dapat dibuat rumus frekuensi nada atas kedua
𝑓𝑓2 = 3𝑣𝑣2𝑙𝑙
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑎𝑎 𝑓𝑓2 = 32𝑙𝑙 �
𝐹𝐹𝜇𝜇... (13)
Untuk menentukan frekuensi Nada Atas Ke-N Pada Dawai ditentukan dengan
membandingkan nada dasar dan nada-nada atas pada sumber bunyi berupa dawai
dengan persamaan :
𝑓𝑓0: 𝑓𝑓1: 𝑓𝑓2 = 𝑣𝑣2𝑙𝑙
: 𝑣𝑣𝑙𝑙
: 3𝑣𝑣2𝑙𝑙
... (14)
Selanjtnya ruas kanan dikalikan dengan 2l/v maka didapat
f0 : f1 : f2 = 1 : 2 : 3... (15)
Persamaan di atas dapat menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi nada
dasar dan nada-nada atas suatu dawai yang keuda ujungnya terikat merupakan
bilangan-bilangan bulat positif. Dari deret sederhana tersebut dapat disimpulkan
Jumlah (∑) Perut = n + 1
Jumlah (∑) Simpul = n + 2
Jumlah (∑) Simpul = Jumlah (∑) Perut + 1
29
Jadi frekuensi nada atas ke-n pada sumber bunyi dawai dapat dirumuskan
𝑓𝑓𝑎𝑎 = (𝑎𝑎+1)𝑣𝑣2𝑙𝑙
... (16)
2.3 Kawat Baja
Kawat baja biasanya digunakan untuk mengangkat dan menurunkan beban
yang digulungkan pada drum. kawat baja dibuat dari bahan baja yang mempunyai
batas tegangan tarik antara σb = 130 – 180 kg/mm2, yaitu tegangan putus pada kawat
baja tersebut. Kawat baja yang merupakan sarana untuk pengangkatan mempunyai
sifat -sifat yang berbeda dengan rantai, yaitu lebih ringan, lebih tahan terhadap
sentakan atau beban kejut, dapat digunakan untuk kecepatan angkat yang tinggi, bila
akan putus memperlihatkan tanda-tanda, berat persatuan panjang adalah kecil, elastic
dan tidak berisik bila digunakan. Sedangkan kelemahan kawat baja bila dibandingkan
dengan rantai adalah tidak tahan terhadap korosi, sukar untuk ditekuk, dapat mulur
atau memanjang dan cenderung untuk berputar atau memuntir. Kawat baja terbuat
dari beberapa wire yang dipilin membentuk strand, lalu beberapa strand tersebut
dipilin mengelilingi core untuk membentuk kawat baja.
Gambar 2.11 Konstruksi Tali Baja
Gambar 2.11, konstruksi kawat baja menunjukkan banyaknya wire dan strand
dalam suatu kawat baja. Format konstruksi konstruksi kawat baja yng digunakan
adalah banyaknya strand x Banyaknya wire. Misalkan: kawat baja 6 x 37 terdiri dari
30
6 strand yang mengelilingi 1 core dimana masing masing strand terdiri dari 37 wire.
Semakin banyak jumlah wire didalam strand membuat ukuran individual wire lebih
kecil sehingga tali baja lebih flexible, sebaliknya semakin sedikit jumlah wire di
dalam strand membuat ukuran wire menjadi lebih besar sehingga tali baja menjadi
lebih kaku.
Kawat baja yang flexible mempunyai daya tahan terhadap tekukan yang baik
sehingga cocok digunakan sebagai penarik dan salah sataunya adalah sebagai penarik
kopling sepeda motor. Kawat baja dengan ukuran individual wire yang besar
mempunyai ketahanan terhadap gesekan yang baik sehingga sesuai digunakan untuk
menarik. Inti tali baja (Core kawat baja) umumnya terdiri dari 3 bahan utama yaitu
fiber Core (FC) tali plastic, Hemp Core (HC) tali manila, dan Wire Core (WRC)
kawat baja. Keuntungan fiber (FC) atau henep core (HC) adalah kawat baja lebih
flexible dan lebih tahan karat. Keuntungan kawat baja (WRC) adalah breaking load
yang lebih tinggi. Ukuran diameter kawat baja dinyatakan dalam mm atau inch dan
dapat diukur menggunakan sigmat. Faktor yang mempengaruhi ukuran tali baja
adalah besarnya sheave yang dilalui kawat baja dan beban yang akan digerakkan oleh
kawat baja.
Putaran menunjukkan arah strand kawat baja diputar mengelilingi Core.
Kawat baja strand yang diputar searah jarum jam disebut putaran kanan atau right
hand regular lay disingkat (RHRL). Sebaliknya strand yang diputar berlawanan arah
jarum jam disebut putaran kiri atau left hand regular lay (LHRL). Guna
membedakan, kawat baja putaran kanan jika dilihat secara vertikal, sudut pada strand
31
akan membentuk huruf Z, sedangkan kawat baja putaran kiri, jika dilihat secara
vertikal akan membentuk huruf S.
Pada proses finising kawat baja, terdapat 2 tipe finishing kawat baja, yaitu
bright/ungalvanis dan Galvanis. Kawat baja galvanis permukaan luarnya berwarna
putih karena dilapisi zinc. Keuntungannya lebih tahan karat daripada kawat baja
ungalvanis. Kerugiannya adalah harganya lebih mahal. Sedangkan kawat baja
ungalvanis keuntungannya lebih murah namun kurang tahan karat dibandingkan
kawat baja galvanis. Untuk menunjukkan kualitas kawat baja, maka kawat baja
diproduksi berdasarkan beberapa grade. Setiap grade memberikan kombinasi tensile
strength, kekerasan, ketahanan terhadap gesekan dan tekukan yang berbeda. Standard
industri yang banyak dipakai untuk menentukan grade adalah A.P.I (American
Petroleum Institute) dan JIS (Japan Industrial Standard).
Karena sifatnya yang kaku dan dikosntruksikan secara melilit, maka kawat
baja perlu selalu mendapatkan pelumasan. Lubrikasi pada kawat baja berfungsi
mencegah karat dan mengurangi gesekan antar strand dan wire didalam kawat baja
sehingga memperpanjang usia. Empat jenis lubrikasi yang umum:
1. Dry: tanpa gemuk hanya dilapisi minyak ringan dibagian dalam core dan strand.
2. A: Gemuk ringan, warna coklat kekuningan biasa diaplikasikan pada kawat baja
galvanis.
3. B: Gemuk hitam.
4. C: Gemuk hitam pekat, memberi proteksi yang baik terhadap karat. Ideal
digunakan di laut, konstruksi, dan logging.
32
2.4 Metode Elemen Hingga (Abaqus)
Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) adalah salah satu metode
numerik untuk menyelesaikan berbagai problem rekayasa, seperti mekanika struktur,
mekanika tanah, mekanika batuan, mekanika fluida, hidrodinamik, aerodinamik,
medan magnet, perpindahan panas, dinamika struktur, mekanika nuklir, aeronautika,
akustik, mekanika kedokteran dan sebagainya. (Katili, Irwan. 2008). Tujuan utama
analisis dengan menggunakan metode elemen hingga adalah untuk memperoleh
pendekatan tegangan dan peralihan (displacement) yang terjadi pada suatu struktur
(Indrakto, Rifky. 2007).
Aplikasi Metode Elemen Hingga sebagai salah satu metode numerik untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan rekayasa tidak terlepas dari perkembangan
komputer dengan berbagai bidang terkait lainnya seperti Computer Aided Design
(CAD) dan Computer Aided Engineering (CAE) terus menerus menjadi konsentrasi
yang diminati bidang rekayasa. Hal ini dapat dibuktikan dari makin ramainya
penawaran berbagai perangkat lunak metode elemen hingga dengan beragam
kemampuan rekayasa yang berkemampuan tinggi untuk memenuhi tantangan dan
permintaan dari kalangan industri dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah
aktual mereka. Pada penggunaannya, secara umum perangkat lunak metode elemen
hingga memiliki tiga tahapan utama, yakni :
1. Prepocessing (pembuatan komponen meliputi displacement)
2. Analysis (input data untuk membangun dan menyelesaikan sistem persamaan
aljabar linier atau non linier.
33
3. Post processing (Menampilkan hasil akhir setelah penganalisisan (Saeed
Moaveni, 1999)
Untuk menyelesaiakan persoalan mekanik dan akustik material dawai, maka
penelitian ini menggunakan Finite Element Analisis ABAQUS sebagai softwere
simulasi. Abaqus adalah paket program simulasi rekayasa, yang didasarkan pada
metode elemen hingga, untuk dapat memecahkan masalah mulai dari analisis linier
relatif sederhana sampai simulasi nonlinier yang paling menantang. Abaqus berisi
informasi yang luas dari unsur-unsur yang dapat memodelkan hampir semua geometri
apapun. Program Abaqus memiliki daftar yang sangat luas dari model material yang
dapat mensimulasikan perilaku sebagian besar bahan rekayasa, termasuk logam,
karet, polimer, komposit, beton bertulang, busa yang lentur dan kuat, dan bahan
geoteknik seperti tanah dan batuan.
Dirancang sebagai alat simulasi untuk keperluan umum, Abaqus dapat
digunakan untuk mempelajari lebih dari sekedar masalah struktural (stres/
perpindahan). Program ini dapat mensimulasikan masalah di berbagai bidang seperti
perpindahan panas, difusi massal, manajemen termal dari komponen listrik (ditambah
termal listrik analisis), akustik, mekanika tanah (ditambah cairan pori stres analisis),
analisis piezoelektrik, dan dinamika fluida. Abaqus menawarkan berbagai
kemampuan untuk simulasi aplikasi linier dan nonlinier. Masalah dengan beberapa
komponen dimodelkan dengan mendefinisikan masing-masing komponen dengan
model bahan yang sesuai dan menentukan interaksi komponen.
34
Gambar 2.12 Antar Muka Sofwere Abaqus
Penggunaan Finit element Analisys Abaqus dalam membuat pemodelan
memiliki tahapan yang meliputi membuat geometri ukuran benda yang diinginkan,
mendefinisikan material yang akan digunakan, melakukan diskretisasi kontinum,
memberikan perlakuan (petikan), menentukan kondisi batas (boundary condition),dan
melakukan analisa terhadap elemen yang dimasukan. Pemodelan respon material
dawai dengan program bantu Abaqus ini bertujuan untuk melihat perilaku mekanik
berupa tegangan, regangan dan modulus elastisitas, serta melihat pula perilaku
akustik berupa pola gelombang, frekuensi dan amlitudo.
2.5 Peneliti Terdahulu
Penyelidikan atas karakter akustik pada sebuah instrumen musik, harus
dilakukan agar diperoleh informasi yang akurat mengenai struktur dan model akustik
yang dimiliki oleh intrumen tersebut. Berkaitan dengan kualitas akustik intrumen
musik, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan antara lain :
35
1. M. French and G. Bissinger (2001) melakukan riset mengenai sebuah pengantar
pengukuran akustik alat musik berdawai pada alat musik biola dan gitar
mengungkapkan bahwa radiasi vibrasi model suara yang dihasilkan oleh alat
musik berdawai bergantung pada dua elemen dasar yaitu kekuatan mode yang
dihasilkan dan eficiensi radiasi. Mode gelombang yang dihasilkan oleh biola
bergantung pada arah dan posisi gaya yang diberikan. Saat efisiensi radiasi
diproduksi, kekuatan relatif semua mode radiasi dapat dipredisksi. Respon struktur
dan model gelombang yang dihasilkan oleh gitar klasik tidak sekomplit biola.
Kondisi gitar akustik dipengaruhi oleh pemilihan material dan belum memahami
mekanika dasar. Selain itu karena kurangnya standarisasi dan keinginan akan
variasi gitar dari pembeli, dan tidak tersediannya deskripsi umum kualitas suara.
2. Kusumaningtyas, et.al (2010) studi tentang posisi pemetikan dawai gitar yang
menghasilkan kejernihan bunyi, menemukan bahwa Penelitian bunyi pada dawai
gitar bertujuan untuk mengetahui posisi pemetikan dawai gitar yang menghasilkan
bunyi yang jernih. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kejernihan bunyi yang
dihasilkan oleh dawai diperoleh ketika dipetik di 1/100 bagian dari panjang dawai.
Hasil penelitian merekomendasikan bahwa tindakan konkret yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan kejernihan bunyi pada dawai gitar adalah memetik dawai di
daerah yang paling dekat dengan daerah ketika fret ditekan.
3. Andrew V. Olver, et.al (2006), Investigasi kegagalan layanan kawat baja musik,
mengemukakan bahwa semua kegagalan dawai ditemukan mengandung retakan
kelelahan melintang, sebagian besar berada di dekat akhir dari panjang getar
(misalnya di jembatan alat instrumen) dan meluas ke sekitar sepertiga dari
36
ketebalan. Satu kawat telah berkarat parah sebelum gagal dalam
kelelahan. Kegagalan terakhir terjadi oleh patah ulet. Analisis tekanan layanan
menunjukkan bahwa dawai yang dikenakan tegangan tarik menghasilkan
regangan yang tinggi terutama pada daerah elastoplastis lentur yang berlawanan
dengan lokasi kegagalan. Hal ini menunjukkan bahwa ketegangan aksial terjadi
akibat pemetikan berulang selama bermain dan ini dapat menyebabkan inisiasi
kelelahan dan propagasi lebih pada bagian besar penyimpangan bagian kawat.
Hasil pengujian juga menemukan bahwa pada permukaan dawai terjadi cacat
massal dan memiliki tekanan kontak yang besar.
Penelitian dengan judul uji eksperimental dan numerikal material kawat baja
sebagai bahan alternatif pengganti dawai alat musik sasando, didesain dengan
menggunakan kawat baja, untuk mengetahui kemampuan secara mekanikal dan
numerikal serta mengkaji kelayakan secara akustikal dari kawat baja tersebut sebagai
alternatif pengganti dawai sasando jenis gong.