6
BAB II
DATA AWAL PROYEK
Judul : Rumah Susun Linggawastu, Bandung
Status Proyek : Fiktif
Pemilik Proyek : Pemerintah dan swasta
Sumber Dana : Pemerintah dan swasta
Lokasi : Jl. Linggawastu, kelurahan Tamansari, kecamatan Bandung Wetan.
Batas – batas lahan :
Utara : Kawasan perkampungan Tamansari
Selatan : Jl.Wastukencana
Barat : Jl. Cihampelas
Timur : Jl. Linggawastu
Luas Lahan : +/- 2,7ha
Luas Bangunan : +/- 3,8ha
Kepadatan : 725 jiwa / ha
Persyaratan Teknis :
KDB : 40%
KLB : 1,6
GSB : 5m
Ketinggian bangunan maksimal : 12 lantai
7
2. 1 Lokasi Berdasarkan fungsi dan sasaran pengguna yang telah dijelaskan sebelumnya
demikian juga dengan RTRW kota Bandung, maka lokasi yang akan disusulkan berada di
kawasan kampung Pangumbahan, Linggawastu, kelurahan Tamansari, Kecamatan
Bandung Wetan, Bandung. Berada di belakang fungsi komersial dan jasa Jl. Cihampelas
yang membentuk suatu daerah kantung perkotaan dengan masyarakat dan budayanya yang
heterogen. Berbatasan dengan kawasan perkampungan Tamansari pada sebelah utara, Jl.
Wastukencana sebelah selatan, Jl. Cihampelas sebelah barat, dan Jl. Linggawastu sebelah
timur.
Gambar 2.1 Lokasi proyek rumah susun
2. 1. 1 Rencana Pengembangan Rumah Susun di Kawasan Tamansari
Merujuk kepada RTRW kota Bandung 2013 mengenai penanganan permasalahan
slum area (daerah kumuh). Tindak lanjut dari rencana tersebut adalah pembangunan
hunian vertikal berupa rumah susun berwawasan lingkungan. Rumah susun tersebut
ditujukan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang terkena
langsung urban renewal. Tujuan utama dari pembangunan rumah susun tersebut adalah
untuk perbaikan kualitas sosial dan ekonomi lingkungan; peningkatan intensitas
penggunaan lahan; dan jika memungkinkan penambahan densitas lahan.
8
Sasaran utama program rumah susun ini adalah masyarakat dengan penghasilan
sampai dengan Rp. 1.300.000,00 per bulan. Rencana metode sistem penyewaan adalah
sebagai berikut:
Masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp. 1.300.000,00 per bulan mengikuti
mekanisme pasar.
Masyarakat berpenghasilan antara Rp. 500.000,00 – Rp. 850.000,00 dan Rp.
850.000,00 – Rp. 1.300.000,00 tidak dibebani untuk pengembalian lahan.
Masyarakat berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000,00 dan antara Rp. 350.000,00 –
Rp. 850.000,00 akan diterapkan tarif sewa yang relatif sangat murah dengan bantuan
subsidi dari pemerintah atau subsidi silang.
(sumber: RTBL kawasan Tamansari – Cihampelas; laporan interim September 2007)
2. 2 Peraturan Dan Standar Yang Digunakan
Secara garis besar, peraturan dan standar yang digunakan dalam perencanaan
pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan adalah sebagi berikut:
Kepadatan Bangunan Dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan dan pendayagunaan lahan yang optimal
sesuai fungsinya.
1) luas lahan yang tertutup bangunan maksimum sama dengan 40%, sedangkan 60%
dari luas lahan digunakan untuk halaman dan atau ruang terbuka.
2) Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka (taman, tempat bermain anak dan lapangan
olah raga) sekurang – kurangnya 20%.
3) Luas lahan untuk fasilitas lingkungan terhadap lahan bersama seluas – luasnya
30%.
Tata Letak
Tata letak rumah susun mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan,
kawasan dan ruang. Mempertimbangkan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan dan keserasian.
Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian
Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap
bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta
kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota.
Jenis Fungsi Rumah Susun
9
Jenis fungsi peruntukan rumah susun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam
satu Rusun/ kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha.
Luasan Satuan Rumah Susun
Luas satuan rumah susun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang
tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur.
Transportasi Vertikal
Rumah susun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai,
menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal; Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah
lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal.
(sumber: kebijakan dan rencana strategis pembangunan rumah susun di kawasan
perkotaan tahun 2007 – 2011; dan konsep perencanaan dan perancangan arsitektur
rumah susun sederhana Departemen Pekerjaan Umum)
2. 3 Pemahaman Tipologi Bangunan
2. 3. 1 Tinjauan Tentang Rumah Susun
1) Jenis – Jenis Rumah Susun
Rumah susun sebagai bangunan berlantai banyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini:
a) Menurut penyelenggara pembangunan rumah susun
BUMN / BUMD
Koperasi
BUMS
Swadaya masyarakat
b) Berdasarkan kepemilikan
Sistem sewa (setiap hak yang muncul dengan nama atau dalam bentuk apapun yang
bertujuan untuk memperoleh hak mempergunakan sesuatu perumahan atau tempat
tinggal dengan membayar secara periodik), dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Sewa biasa, yang tidak terikat batas waktu
2. Sewa beli, sebagai angsuran pembelian
3. Sewa kontrak, yang terikat dengan batas waktu
Sistem pembelian secara langsung.
c) Berdasarkan jumlah lantai per unit hunian
Simpleks: semua kebutuhan unit seperti ruang tidur, ruang makan, ruang keluarga,
dapur, kamar mandi dan lain – lain dilayani dalam satu lantai (1 unit = 1 lantai).
10
Dupleks: ruang tidur dan ruang keluarga berada di lantai atas / maisonette (1 unit =
2 lantai).
Tripleks: ruang servis berada di lantai bawah (1 unit = 3 lantai).
d) Berdasarkan pencapaian secara vertikal
Walk up: pencapaian vertikal dengan menggunakan tangga
Elevated: menggunakan lift, biasanya untuk rumah susun dengan ketinggian lebih
dari 4 lantai.
e) Berdasarkan akses sirkulasi horizontal
1. Exterior corridor
Kelebihan: penghawaan dan pencahayaan koridor dan
unit baik.
Kekurangan: sirkulasi lebih boros, pemakaian lahan lebih besar.
2. Interior corridor
Kelebihan: pemakaian lahan lebih efisien.
Kekurangan: sirkulasi lebih boros; penghawaan dan
pencahayaan koridor dan unit kurang baik (gelap).
3. Multiple exterior access
Kelebihan: privasi penghuni lebih baik, pencahayaan
dan penghawaan lebih baik.
Kekurangan: akses bertetangga jadi lebih jauh.
4. Multiple interior access
Kelebihan: privasi penghuni lebih baik
Kekurangan: pencahayaan dan penghawaan tidak
alami ruang sirkulasi.
5. Tower
Kelebihan: setiap unit mendapat cahaya dan sirkulasi udara yang
baik
Kekurangan: sirkulasi di tengah gelap, penghawaan kurang baik.
11
6. Multi tower
Kelebihan: privasi penghuni lebih baik,
semua unit dan jalur sirkulasi mendapat
pencahayaan maksimal.
Kekurangan: struktur mahal,
pemanfaatan lahan menjadi boros.
(sumber: Joseph de Chiara, Time Saver Standars for Residential development, Mc. Graw –
Hill New York)
2). Tinjauan Rumah Susun di Indonesia Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Perlembangannya
a) Aspek Ekonomi
Keterbatasan ruang dan lahan yang tersedia, dengan adanya rumah susun berarti
meningkatkan kualitas lahan dan daya tampung lahan.
Daya beli masyarakat
Lokasi, dengan pertimbangan ekonomis, banyak usaha untuk membangun rumah susun
dekat dengan pusat kegiatan kota, dengan tujuan:
1) Dekat jarak antara tempat kerja dan perumahannya, sehingga para pekerja dapat
menghemat waktu.
2) Biaya transportasi dapat dihemat.
3) Bekerja dapat efisien dan efektif.
4) Dapat mewujudkan integrasi dengan keluarga, karena dapat menjalin aspek
sosialisasi dengan baik.
Biaya konstruksi rumah susun akan lebih mahal daripada biaya pembangunan rumah
tunggal. Misalnya: untuk membangun unit T-21, harga konstruksinya lebih mahal 2
kali lipat dari pada pembangunan rumah tunggal dengan tipe yang sama.
Tingginya harga tanah di pusat kota, padahal sebenarnya pusat kota adalah tempat yang
cocok untuk membangun rumah susun karena dekat dengan pusat kegiatan.
b) Aspek Sosial
1) Ketersediaan fasilitas sosial, seperti fasilitas pendidikan, tempat belanja sehari – hari,
dan tempat – tempat rekreasi terutama bagi rumah susun untuk kalangan menengah ke
bawah.
12
2) Faktor kebiasaan, terbiasa hidup di rumah tunggal, menyebabkan masyarakat harus
dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, yang sama sekali berbeda dengan
cara hidup yang sebelumnya.
3) Budaya, penghuni rumah susun terdiri dari banyak keluarga dengan latar belakang
sosial dan budaya yang berbeda – beda. Kondisi ini bisa menimbulkan kesulitan dalam
menjalin hubungan sosial antar penghuninya.
2. 4 Tinjauan Teori Yang Berhubungan 2. 4. 1 Inclusionary Housing
Kampung Pangumbahan berada di lahan kantung perkotaan dari jalan Cihampelas
dengan karakter masyarakatnya baik budaya maupun kelas ekonomi yang heterogen,
sehingga teori yang berhubungan adalah inclusionary housing. Inclusionary housing adalah
pengembangan kawasan perumahan di daerah padat yang komposisi masyarakatnya
bercampur dari masyarakat berpenghasilan rendah sampai berpenghasilan tinggi. Dengan
demikian pengembangannya meliputi keluarga dari berbagai golongan penghasilan.
Berikut ini adalah beberapa pendekatan dalam sistem inclusionary housing, yaitu:
Lahan hibah (donasi)
Pengembang mendonasikan (atau menjual dengan harga murah) sebagian tapak
kepada pengembangan hunian terjangkau atau kepada pengembang perumahan
nonkomersial.
Penambahan kepadatan
Penambahan kepadatan dan pergantian penggunaan fungsi lahan untuk
memperbaiki kualitas kapasitas pengembangan perumahan. Dengan hal ini akan
mengganti kerugian finansial dari dampak kebutuhan pengembangan lahan
(infrastruktur).
Sistem inclusionary housing memberikan beberapa keuntungan yaitu menciptakan
komunitas yang tereintegrasi dari perbedaan level penghasilan dan dekonsentrasi daerah
kemiskinan. Dengan sistem inclusionary housing, para pekerja dapat tinggal dekat dengan
daerah tempat mereka bekerja, sehingga mengurangi beban pengeluaran transportasi
mereka.
13
2. 4. 2 Registered Social Landlords (RSL)
Berdasarkan kepemilikan tanah, kampung Pangumbahan dimiliki oleh beberapa
tuan tanah, maka pendekatan teori yang berhubungan adalah Registered Social Landlords
(RSL). RSL telah banyak dikembangkan dalam sistem perumahan di berbagai negara,
namun di Indonesia sendiri belum begitu dikenal. RSL adalah nama secara teknis untuk
seorang social landlord yang telah terdaftar di dalam badan perumahan. RSL adalah
penyedia utama dari jenis perumahan sosial. Perumahan sosial sendiri adalah perumahan
yang terjangkau yang dikhususkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Secara
teknis social landlord adalah seorang tuan tanah yang menyumbangkan sebagian atau
seluruh tanahnya untuk keperluan penyediaan lahan perumahan atau infrastruktur.
Pada proyek yang akan di desain, di asumsikan bahwa para tuan tanah merupakan
social landlord yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam keperluan
penyediaan lahan perumahan atau infrastruktur.
2. 4. 3 Karakteristik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Sebagian besar penduduk di kampung Pangumbahan merupakan MBR, oleh sebab
itu diperlukan teori mengenai karakteristik MBR dalam kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar ataupun kemampuan dalam pelaksanaan peran sosial.
a) Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar
Sebagian besar pengeluaran lebih terkonsentrasi untuk makan sehari-hari dan
masih di bawah standar. Jenis pekerjaan yang mereka mempunyai keterkaitan dengan
rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, sehingga untuk mengakses peluang
pekerjaan yang lebih baik relatif sulit.
b) Kemampuan dalam Pelaksanaan Peran Sosial
Peran sosial yang dilaksanakan oleh keluarga MBR lebih banyak bersifat intern,
lebih terkonsentrasi dalam urusan keluarga. Mereka tidak begitu aktif untuk melakukan
kunjungan keluarga, rekreasi, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kelembagaan.
Kegiatan ini tidak dijadikan sebagai kegiatan prioritas. Besarnya tuntutan kebutuhan
keluarga membutuhkan konsentrasi lebih besar sehingga waktu mereka lebih banyak
dihabiskan untuk mencari nafkah dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
c) Strategi Menghadapi Permasalahan Keluarga.
Optilalisasi sumber daya manusia (SDM), seprti melakukan aktivitas sendiri,
memperpanjang jam kerja, memanfaatkan atau mengerahkan anggota keluarga
untuk memperoleh penghasilan.
14
Penekanan / pengetatan pengeluaran keluarga, misalnya pengeluaran biaya untuk
sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan
sehari-hari lainnya.
Pemanfaatan jaringan (relasi sosial) untuk keperluan ekonomi, seperti memininjam
uang kepada tetangga dan mengutang ke warung terdekat,. Kondisi ini
menunjukkan, bahwa di antara mereka mempunyai solidaritas yang kuat dan saling
percaya.
Berdasarkan karakteristik MBR di atas, maka diperlukan suatu area komersial dalam tapak
untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar. Pendekatan desain yang membantu dalam
hal sosialisasi antar penghuni juga diperlukan.
2. 4. 4 Arsitektur berwawasan perilaku
Berdasarkan karakteristik penghuni yang akan menghuni bangunan, maka
diperlukan suatu teori arsitektur berwawasan perilaku. Bangunan sebagai suatu wadah
kegiatan mempengaruhi kegiatan orang – orang yang terjadi di dalamnya. Kegiatan orang –
orang secara fisik di dalam bangunan dapat diprediksikan, terlihat pada gambar di samping.
Hanya pada situasi yang ekstrem saja delapan orang akan tidur bersama. Yang kurang
sering adalah suatu grup pria
dan wanita tidur bersama.
Suatu bangunan akan
menghasilkan suatu perilaku
tertentu dan berperan dalam
mengatur hal tersebut. Agar
bangunan menjadi fleksibel,
maka harus diperhatikan hal –
hal berikut ini:
Kegiatan sosial yang
ditampung bangunan.
Derajat fleksibilitas yang
dinyatakan oleh tiap
kegiatan.
“kebebasan – kebebasan”
yang mempengaruhi atau
akan dipengaruhi. Gambar 2. 2 Interaksi fisik yang mungkin dari 1 – 8 orang
15
Latar belakang dan sasaran penghuni.
Perilaku seseorang dalam bangunan akan dipengaruhi oleh personal space dan
territorial behaviour. Terrirorial behaviour merupakan batas (peraturan) wilayah antara
ruang seseorang dengan ruang milik orang lain. Kepemilikan dalam personal space
mengindikasikan bahwa sebuah ruangan secara khusus dimiliki oleh individu atau
kelompok. Personal space dan territorial behaviour dapat dipengaruhi oleh hal – hal
berikut ini:
Non fisik : kebudayaan, sifat individu, konteks, dan hubungan.
Fisik : indoor dan outdoor, ketinggian langit – langit, bukaan, audio, cahaya
(terang – gelap), dan bau.
Adanya sebuah teritorial yang jelas dibutuhkan untuk:
Survival, untuk mempertahankan eksistensinya dari invasi orang lain.
Organizer, untuk mengatur daerah teritorialnya sebagai pembatas antar teritori
miliknya dan milik orang lain.
Identity, untuk menentukan identitas di suatu daerah.
Walaupun MBR mempunyai hubungan sosial yang erat antara satu dan yang lainnya,
namun jika berlebihan akan menyebabkan ketidaknyamanan dan konflik. Oleh sebab itu,
dalam bangunan harus didesain agar kualitas personal space dan territorial behaviour
dapat terjaga tanpa mengabaikan hubungan sosial yang terjadi.
Kesimpulan
Dalam suatu daerah yang berkepadatan cukup tinggi di mana masyarakat yang
mendiami daerah tersebut bercampur antara golongan ekonomi atas dan bawah, maka
kebijakan inclusionary housing dapat diterapkan agar komposisi masyarakatnya lebih
terintegrasi. Sementara dalam mengupayakan tersedianya perumahan bagi masyarakat
miskin, pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan para pemilik tanah dengan
persentase tertentu, di mana pemilik tanah akan mendapatkan keuntungan tertentu dengan
menyediakan sebagian atau seluruh tanahnya untuk penyediaan sarana atau prasarana
permukiman. Untuk menciptakan hunian yang nyaman bagi penghuninya dibutuhkan suatu
pendekatan perilaku untuk menganalisa perilaku dan keinginan target sasaran agar terjadi
kepuasan saat mendiami hunian tersebut.
16
2. 4. 5 Studi Preseden
a) Rumah Susun Sarijadi Bandung
(sumber: studi lapangan)
Berada di Kecamatan Sukasari, Kelurahan Sukarasa, Bandung. Dibangun tahun
1979 di atas lahan seluas 3.8 ha, dengan 864 unit rumah dari tipe 36. Diperuntukkan untuk
golongan bawah yang mempunyai variasi penghasilan antara 100 ribu -1 juta rupiah
perbulan. Terdiri dari 9 blok rumah susun berlantai empat. Satu blok terdiri dari 64 unit
rumah. Luas masing-masing unit adalah 36 m2. Setiap blok memiliki masing-masing 1
ruang serbaguna dan kantor.
Bentukan dan Orientasi Massa
Massa blok berbentuk persegi panjang. Umumnya bentuk ini mempunyai sirkulasi
udara yang lebih baik, namun membutuhkan ruang yang lebih banyak pada lahan.
Sistem Sirkulasi Bangunan
Setiap blok hanya memiliki sistem sirkulasi horizontal di lantai dasar. Satu-satunya
sarana hubungan antar unit rumah adalah tangga.
Sistem utilitas
Setiap massa tidak memiliki shaft khusus untuk jalur-jalur utilitas, hanya sebatas
menggunakan pipa-pipa yang diletakkan di dinding luar.
Sistem ventilasi bangunan
Kebutuhan penghawaan di perumahan susun ini dipenuhi dengan bukaan-bukaan
jendela yang cukup besar dengan aliran udara Timur-Barat. Sampai dengan ketinggian
lantai 3, aliran angin masih normal, sedangkan pada lantai 4, aliran angin sudah lebih kuat,
kurang nyaman untuk kegiatan luar rumah.
Gambar 2. 3 Lingkungan rumah susun Sarijadi
17
Keamanan terhadap Bahaya Kebakaran
Penanganan terhadap bahaya kebakaran sangat sederhana, hanya dengan
menempatkan tangga monyet darurat di dinding luar bangunan. Selain itu tidak tersedia
sarana-sarana penanganan keamanan terhadap
bahaya kebakaran yang lain.
b) Rumah Susun Manis Dan Rumah Susun
Alam Jaya
(sumber: www.suarapembaruan.com;
www.tangerangkota.go.id)
Kedua rumah susun dibangun dengan
konsep dasar menggabungkan peran serta
pemerintah setempat dan warga sekitarnya termasuk pemilik tanah (social Landlord) dalam
penyediaan lahan. Hal tersebut berdasarkan diskusi oleh Ir. Yus Ruslan Achmad MS
(Ketua Bappeda kota Tangerang tahun 1992), Ir. Tjuk Kuswartojo (ITB) dan Ir. Johan
Silas dari (ITS). Dalam diskusi tersebut dihasilkan beberapa formula dalam perancangan
pembangunan rumah susun di kota Tangerang, yaitu:
Lahan disediakan oleh perorangan/masyarakat setempat,
Biaya membangun disediakan oleh APBD sebagai dana awal untuk digulirkan
Uang sewa diperoleh dari para karyawan industri di sekitarnya;
Pihak Pemda melobby perusahaan pabrik sekitar untuk mau memanjar uang sewa para
karyawannya dengan perhitungan pertimbangan ekonomi dan waktu bagi karyawannya
dalam mencapai pabrik
Setelah lima belas tahun, bangunan rumah susun sewa mutlak menjadi milik pemilik
lahan yang menyediakan.
H. Napis di Kelurahan Alam Jaya bersedia menyediakan lahan seluas 0,25 Ha.
Dibangunlah rumah susun pada tahun 1994-1996 yang terdiri dari 2 buah blok berlantai 4.
Masing-masing blok terdiri dari 48, dengan ukuran masing-masing kamar ukuran 3m x 6m
yang dapat dihuni oleh 2 orang
Selain H. Napis, dilakukan juga lobby terhadap pemilik tanah di Kelurahan Manis
Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Para tuan tanah (Koko dan Abun) bersedia
menghibahkan lahan 1ha kepada pemerintah. Sedangkan sisa 11ha untuk pengembangan
apartemen. Di atas lahan satu hektar tersebut dibangun rumah susun 2 blok bertingkat 4
sebanyak 128 kamar, ukuran 3m x 7m dan dapat dihuni 2 orang. Pada tahun 2003. lahan
Gambar 2. 5 Rumah susun Manis
18
yang masih bisa dibangun didirikan bangunan rumah susun 11/2 twin block (3 block) yang
dana pembangunannya berasal dari bantuan Departemen Kimpraswil berlantai 5 dengan
jumlah kamar 144. masing-masing kamar ukuran 3m x 7 m.
c) Rumah Susun Kemayoran
(sumber: www.liputan6.com; www.kompas.com)
Merupakan bagian dari program peremajaan hunian perkampungan kota ke
perumahan yang berkepadatan tinggi. Luas areal rumah susun ini sebesar 30ha. Sasaran
penghuni adalah masyarakat yang terkena langsung program peremajaan ditambah dengan
sebagian unit yang dijual bebas kepada masyarakat lain. Alokasi rumah susun berdasarkan
kebutuhan ruang keluarga yang bersangkutan, dengan standar 7 – 9m2 per jiwa. Jadi bila
anggota keluarga yang bersangkutan akan mendapat sebuah unit F-42 atau 2 buah unit F-
21. kesempatan ini hanya diberikan kepada masyarakat yang memiliki tanah dan bangunan,
sedangkan penyewa diberi kesempatan untuk menyewa unit rumah susun F-18 (sewa rata –
raata pada tahun 1994 Rp. 1000 per hari). Semua rumah susun memiliki 5 lantai dengan
sirkulasi vertikal tangga.
2. 5 Kriteria Perancangan Berdasarkan hasil “tinjauan teori yang berhubungan” dan “studi preseden” pada
subbab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah rumah susun agar dapat
mengakomodasi setiap kegiatan yang terjadi di dalamnya sebaiknya memenuhi kriteria
sebagai berikut di bawah ini:
Penghuni rumah susun cenderung memodifikasi unit huniannya, terutama perubahan
lay out hunian sesuai dengan kebutuhan keluarganya dan berbagai perbaikan pada
dinding, lantai dan langit langit. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah desain satuan unit
yang fleksibel, sehingga dapat mengakomodasi setiap perubahan yang terjadi di
dalamnya pada masa sekarang ataupun yang akan datang.
Gambar 2. 6 Rumah susun Kemayoran
19
Hunian sering kali berubah fungsi menjadi tempat usaha bahkan dilantai atas rumah
susun. Oleh sebab itu harus dipikirkan sebuah tempat untuk mengakomodasi kegiatan
tersebut (adaptasi budaya di darat => rumah sebagai tempat usaha) sehingga tidak
terjadi konflik di dalam rumah susun, baik antar penghuni ataupun antar fungsi.
Denah open lay out sesuai untuk masyarakat kampung kota, karena dapat memberikan
keleluasaan dalam mengubah loy out ruangan sesuai dengan kebutuhannya masing –
masing, terutama pada satuan unit hunian dengan luasan yang sempit.
Rumah susun harus mampu menyediakan pencahayaan dan penghawaan alami
semaksimal mungkin bagi penghuninya untuk mengurangi beban pencahayaan dan
penghawaan bantuan.
Sirkulasi merupakan bagian terpenting pada rumah susun karena merupakan puasat
interaksi antar penghuni. Oleh sebab itu sistem sirkulasi yang digunakan harus
semaksimal mungkin mampu menghadirkan sebuah suasana yang nyaman bagi
penghuninya untuk saling bersosialisasi.
Desain rumah susun harus dapat menyediakan sebuah tempat untuk bersosialisasi antar
penghuninya agar tercipta kesehatan sosial.
Kekurangan tempat untuk menjemur selalu menjadi masalah pada hunian berkepadatan
tinggi. Oleh sebab itu desain rumah susun harus mampu mengakomodasi kegiatan
menjemur dan menjadikan tempat tersebut bukan sebagai sumber kekumuhan di dalam
rumah susun.
Daerah di bawah tangga merupakan bagian yang potensial karena disukai anak – anak
untuk bermain dan sering kali tidak terdesain dengan baik.
Penggunaan sistem struktur yang tepat agar dapat mengefisienkan biaya pembangunan.
Desain rumah susun semaksimal mungkin harus dapat mengakomodasi setiap
perubahan yang terjadi di dalamnya, sebagai contoh lahan parkir harus terdesain
dengan baik, karena kehidupan ekonomi penghuni selalu berubah, dan dengan
perubahan itu manusia cenderung ingin memiliki sesuatu yang lebih.
Desain rumah susun semaksimal mungkin harus dapat mengakomodasi setiap kegiatan
budaya hidup di darat, sebagai contoh yaitu budaya memanam di halaman depan.
Desain rumah susun harus dapat mencegah terjadinya konflik teritorialitas antar
cluster, blok, dan antar penghuni.