BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja radikal
bebas dengan cara menyerahkan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas
sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai
kerusakan yang dapat ditimbulkan. Penggunaan senyawa antioksidan berkembang
seiring dengan semakin bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas
terhadap beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker
(Pokorny dkk., 2001; Praptiwi et.al., 2006).
Antioksidan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu
antioksidan alami yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dalam bentuk senyawa
fenolik dan antioksidan sintetik yang merupakan antioksidan hasil sintesis kimia,
seperti ter-butil hidroksi anisol (BHA), dan ter-butil hidroksi toluen (BHT).
Antioksidan sintetik memang memiliki efektifitas yang tinggi, tetapi kurang aman
bagi kesehatan dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis . Oleh karena itu,
pencarian rempah-rempah, buah atau tanaman yang mempunyai senyawa
antioksidan alami menjadi penting untuk dikembangkan karena sifatnya yang lebih
aman (Mammadov dkk., 2011; Kahl dan Kappus, 1993; Pujimulyani, 2003).
Tanaman sirih merah (Piper corcatum Ruiz. & Pav.), meniran (Phyllanthus
niruri L.), dan keladi tikus (Typhonium flagelliforme (lodd) Bl.) merupakan
tanaman yang telah dibuktikan khasiatnya sebagai imunomodulator (Apriyanto,
2011; Sriningsih dan Wibowo, 2009; Sriyanti, 2012). Selain itu, penelitian terhadap
kombinasi ketiga ekstrak juga telah dilakukan dan dibuktikan khasiatnya sebagai
imunomodulator yaitu mampu meningkatkan nilai indeks dan kapasitas fagositosis
makrofag mencit jantan galur Balb/c dibandingkan kontrol (Sagala, 2013).
Senyawa antioksidan memiliki kaitan yang erat dengan sistem imun karena
senyawa antioksidan dapat melindungi sel-sel imun terhadap kerusakan yang
diakibatkan oleh radikal bebas. Adanya produksi radikal bebas berupa spesies
reaktif oksigen (SOR) dapat dibentuk oleh sel imun itu sendiri dalam proses imun
ataupun berasal dari faktor lain. Namun produksi radikal bebas yang berlebihan
mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan sel imun dan
transduksi sinyal. Sehingga diperlukan suatu keseimbangan antara radikal bebas-
antioksidan untuk menjaga sistem imun agar dapat berfungsi secara optimal.
Antioksidan berperan di dalam menangkap kelebihan radikal bebas sehingga
kerusakan sel dapat dihindari (Puertollano dkk., 2011).
Walaupun telah terdapat penelitian mengenai aktivitas imunomodulator
ekstrak tunggal sirih merah, meniran, keladi tikus serta kombinasinya, namun
belum ada penelitian yang menguji aktivitas antioksidan dari kombinasi ketiga
ekstrak ini. Dilakukannya uji aktivitas antioksidan terhadap ektrak tunggal dan
kombinasinya untuk mengetahui pengaruh kombinasi ketiga ekstrak tanaman ini
dibanding ekstrak tunggalnya. Efek kombinasi ekstrak dibuktikan belum tentu
berupa adisi dari efek masing-masing ekstrak tunggalnya, bisa jadi kombinasi
ekstrak memberikan efek sinergis ataupun efek yang lebih rendah dibanding ekstrak
tunggalnya (Prihartanto, 2008; Sarastri, 2012).
Selain melakukan uji aktivitas antioksidan, dilakukan juga uji kadar fenolik
total pada ketiga tanaman ini beserta kombinasinya untuk mengetahui pengaruh
senyawa fenol terhadap aktvitas antioksidan. Senyawa fenol memiki kaitan yang
erat dengan antioksidan karena senyawa ini dapat menyumbang hidrogen ke radikal
bebas dan bahkan memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal
(Gulcin dkk., 2004).
Di dalam tananam keladi tikus, terdapat senyawa fenolik yang berhasil
diidentifikasi yang termasuk ke dalam glikosida flavonoid yaitu 6-glukosil apigenin
(isovitexin) (Farida dkk., 2012). Senyawa fenolik pada tanaman meniran berupa
senyawa-senyawa flavonoid, tanin, dan kumarin (Bagalkotkar dkk., 2006).
Senyawa fenolik yang berhasil diidentifikasi di dalam minyak atsiri sirih merah,
adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi
fenol dan 2-hidroksi-fenilmetil asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani
dkk.,2007).
Dengan dilakukannya uji antioksidan dan uji kadar fenolik total pada
ekstrak tunggal dan kombinasinya, diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai pengaruh kombinasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan dan kadar
fenolik total dibanding ekstrak tunggalnya serta dapat mengetahui besarnya
pengaruh kadar fenolik total terhadap aktivitas antioksidan.
B. Rumusan Masalah
1. Ekstrak tunggal dan kombinasi ekstrak manakah yang memberikan kadar
fenolik total dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tertinggi?
2. Bagaimana pengaruh kombinasi ketiga ekstrak terhadap kadar fenolik total dan
aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH jika dibandingkan dengan ekstrak
tunggalnya?
3. Bagaimana kontribusi senyawa fenolik ekstrak tunggal serta kombinasinya
terhadap aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui ekstrak tunggal dan kombinasi ketiga ekstrak yang mempunyai
nilai fenolik total dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tertinggi.
2. Mengetahui pengaruh kombinasi ketiga ekstrak terhadap kadar fenolik total
dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH jika dibandingkan dengan
ekstrak tunggalnya.
3. Mengetahui kontribusi senyawa fenolik tunggal serta kombinasinya terhadap
aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kadar
fenolik total dan aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal bebas DPPH
dari tumbuhan sirih merah, meniran, dan keladi tikus serta kombinasi ketiga
ekstraknya. Kadar fenolik total dan aktivitas antioksidan ini diharapkan dapat
dihubungkan dengan aktivitas imunomodulatornya dan nantinya dapat ditentukan
apakah ketiga tumbuhan ini layak dikombinasikan untuk menghasilkan kadar
fenolik total dan aktivitas antioksidan yang tertinggi.
E. Tinjauan Pustaka
1. Uraian Tanaman
a. Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.)
1) Klasifikasi Tanaman
Gambar 1. Tanaman Meniran (Anonim, 2012)
Klasifikasi ilmiah meniran :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri L.
(Backer dan Van Den Brink, 1965)
2) Deskripsi tanaman
Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan terna liar yang
berasal dari Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia,
Benua Afrika, Amerika, dan Australia. Di Indonesia, penyebaran
meniran cukup luas karena terdapat beberapa nama daerah yang
melekat pada tumbuhan ini, seperti sikolop (Sumatera), memeniran
(Jawa), Sidukung anak (Sulawesi), serta belalang babiji (Maluku)
(Kardinan & Kusuma, 2004).
Meniran merupakan tanaman terna atau tak berkayu, banyak
ditemukan di tempat lembab dan berbatu, di pinggir jalan, di tanah
kosong, di antara rerumputan, di pinggir selokan, dan tempat-
tempat lainnya sampai ketinggian 1000 mdpl. tingginya kurang
lebih 50 cm, bercabang terpencar dan pangkalnya agak berkayu,
batangnya berwarna hijau pucat (Phyllanthus niruri) atau hijau
kemerahan (Phyllanthus urinaria), berbentuk bulat dan basah.
Daun berupa daun majemuk, lonjong, menyirip genap, tepi rata,
ujung dan pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan
halus, panjang ±1,5 cm, lebar ± 0,7 cm, berwarna hijau kemerahan.
Permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar.
Bunganya berseling, dalam satu tanaman terdapat bunga jantan di
bawah ketiak daun dan bunga betina yang keluar di atas ketiak daun
(tunggal, di pangkal). Buahnya bulat berdiameter 2 mm- 2,5 mm,
beruang tiga dan berwarna hijau keunguan. Biji berbentuk ginjal,
keras dan berwarna coklat serta perakarannya merupakan akar
tunggang (Hutapea, 1994; Wijayakusuma dan Dalimartha, 2001;
Sastroamidjojo,2001)
3) Kandungan Kimia dan Khasiat
Meniran banyak mengandung berbagai unsur kimia sebagai
berikut
Tabel I. Kandungan senyawa tanaman meniran (Bagalkotkar et al, 2006)
Lignan Filantin, hipofilantin, nirantin, lintetralin,filtetralin, nirtetralin,
isolintetralin, 2,3-Desmetoksi seko-isolintetralin, 2,3-
Desmetoksi seko-isolintetralin diasetat, linantin,
Demetilendioksinirantin, urinatetralin, kubebib dimetil eter,
nirfilin, filnirurin, seko-4-hidroksilintetralin, seko-
isolariciresinol trimetil eter, hidroksinirantin, 3,4-
metilendioksibensil-3’,4’-dimetoksibesilbutirolakton
Terpen Simen, limonen, lupeol
Flavonoid Kuersetin, kuersitrin, gallokatekin, astragalin, rutin, kuersetol,
nirurin, niruriflavon
Saponin Diosgenin
Alkaloid Norsekurinin, nirurin, filokrisin
Kumarin Asam elagat, metil brevifolinkarboksilat
Tanin Asam repandusinat, geraniin, korilagin
Khasiat meniran yang beragam berkaitan erat dengan
senyawa yang dikandungnya. Filantin dan hipofilantin merupakan
komponen utama yang berkhasiat melindungi hati dari zat toksik
atau disebut memiliki efek antihepatotoksik. Senyawa flavonoid
kuersetin yang terkandung dikenal sebagai antikarsinogen
(Kardinan & Kusuma, 2004).
Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai
antibakteri, antihepatoksik, antipiretik, antiradang, antivirus,
diuretik, ekspektoran, hipoglikemik, serta sebagai
immunostimulan (Kardinan & Kusuma, 2004). Menurut Harish
dan Shivanandappa (2006), ekstrak metanol daun dan buah
meniran memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH
dengan IC50 sebesar 14,5 µg/mL dan 32,6 µg/mL. Ekstrak 80%
herba meniran pada dosis 40 mg/200 g BB dapat meningkatkan
aktivitas fagositosis makrofag peritoneum tikus (Sriningsih dan
Wibowo,2009).
b. Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz. & Pav.)
1) Klasifikasi Tanaman
Gambar 2. Daun Sirih Merah (Anonim, 2012)
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnollophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz. & Pav.
(Backer & Van Den Brinck, 1963)
2) Deskripsi tanaman
Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau.
Batangnya berwarna hijau keunguan dan berbentuk bulat.
Tanaman sirih merah tidak berbunga. Daunnya bertangkai
membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata,
dan permukaannya mengkilap. Panjang daunnya bisa mencapai 15-
20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan.
Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir,
berasa pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur
dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm di setiap buku tumbuh daun
dan bakal akar (Kardinan dan Taryono, 2003)
Tanaman sirih merah termasuk cukup langka karena tidak
tumbuh di setiap daerah atau tempat. Sirih merah dapat tumbuh di
daerah yang berhawa dingin dengan baik namun pada daerah yang
berhawa panas tanaman ini tidak dapat tumbuh subur. Selain itu,
apabila sirih merah terlalu banyak terkena sinar matahari, batang
sirih merah akan mengering, tetapi jika disiram berlebihan akar dan
batangnya akan cepat membusuk. Sirih merah tumbuh dengan baik
jika ditempatkan pada daerah yang mendapat 60-75% cahaya
matahari (Sudewo, 2010)
3) Kandungan Kimia dan Khasiat
Di dalam daun sirih merah terdapat senyawa flavonoid,
polifenol, alkaloid, minyak atsiri dan tanin (Safitri dan Fahma,
2008). Senyawa minyak atsiri sirih merah yang merupakan
senyawa fenolik adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol,
karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi fenol dan 2-hidroksi-fenilmetil
asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani dkk.,2007). Persen
penangkapan radikal bebas yang dimiliki oleh ekstrak etanol sirih
merah dengan konsentrasi 100 µg/mL sebesar 59,34% (Alfarabi
dkk., 2010)
Secara empiris diketahui tanaman sirih merah dapat
menyembuhkan penyakit batu ginjal, kolesterol, asam urat,
serangan jantung, stroke, radang prostat, radang mata, masuk angin
dan nyeri sendi (Sudewo, 2010). Pemberian ekstrak etanol daun
sirih merah (Piper crocatum) pada dosis 10 mg/kgBB,
100mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat meningkatkan indeks
fagositosis makrofag tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B
(Apriyanto,2011).
c. Tanaman Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Bl.)
1) Klasifikasi Tanaman
Gambar 3. Tanaman Keladi Tikus (Anonim, 2007)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Arales
Familia : Araceae
Subfamili : Aroidae
Genus : Typhonium
Spesies : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume
(Backer & van den Brink, 1968)
2) Deskripsi tanaman
Tanaman keladi tikus adalah tanaman sejenis talas setinggi
25-30 cm dan termasuk tumbuhan semak. Daun berbentuk bulat
dengan ujung runcing seperti jantung dan berwarna hijau segar.
Umbi berbentuk bulat rata sebesar buah pala (Harfia & Lucie,
2006)
Keladi tikus merupakan salah satu tanaman yang langka.
Dimana tanaman ini sangat sulit tumbuh di tempat terbuka,
biasanya tumbuh di tempat lembab yang tidak terkena sinar
matahari langsung. Tumbuhan keladi tikus ini tumbuh pada
ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Keladi tikus muncul
pada musim hujan, tumbuh di pinggir pematang sawah, kebun-
kebun kosong, serta parit-parit di pinggir jalan yang bertanah
lembab dan mendapatkan cahaya matahari 60%. Keladi tikus
terdapat di Malaysia, Korea bagian selatan, dan Indonesia.
Tumbuhan keladi tikus sering dijumpai tumbuh secara liar di
beberapa daerah di Indonesia. Keladi tikus mudah ditemukan
sepanjang pantai utara Pulau Jawa, sebagian Kalimantan, Sumatra,
dan Papua (Sudewo dan Bambang 2004).
3) Kandungan Kimia dan Khasiat
Senyawa yang terkandung dalam tanaman keladi tikus yaitu
alkaloid, saponin, steroid, glikosida flavonoid, dan triterpenoid
(Syahid, 2007). Salah satu kandungan senyawa fenolik keladi tikus
adalah 6-glukosil apigenin (isovitexin) berhasil diisolasi dari
ekstrak etil asetat keladi tikus yang mempunyai aktivitas
antioksidan (penangkapan radikal bebas DPPH) dengan IC50
sebesar 34,39 µg/mL (Farida dkk., 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Choo dkk. (2001)
menunjukkan bahwa ekstrak heksan keladi tikus memiliki efek
sitotoksik terhadap P388 murine leukemia (IC50~15 µg/ml). Studi
etnofarmakologi mengindikasikan bahwa ekstrak keladi tikus
mampu mencegah terjadinya hepatokarsinogenesis pada tikus
(Choon dkk., 2008). Menurut Sriyanti (2012), ekstrak keladi tikus
dengan dosis 250 mgkgBB, 500 mg/kgBB, dan 1000 mg/kgBB
dapat meningkatkan fagositosis makrofag tikus yang terinduksi
cyclophosphamide. Penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada
ekstrak metanol keladi tikus sudah dilakukan dan didapatkan
persen penangkapan radikal bebas DPPH pada konsentrasi 100
µg/mL sebesar 60,1% (Mohan, 2008).
2. Kombinasi Ekstrak
Kombinasi ekstrak digunakan dengan harapan dapat memberikan
efek yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman tunggalnya. Terdapat
berbagai macam interaksi mungkin yang terjadi di dalam kombinasi ekstrak
yaitu efek sinergis, efek tidak sinergis, dan efek aditif (Heo dkk.,2006).
Efek sinergis terjadi apabila masing-masing komponen mempunyai
efek tertentu dan kombinasi komponen dapat memberikan efek yang lebih
tinggi daripada kalkulasi masing-masing efek komponen tunggalnya (Shao
dkk., 2004; Vattem dkk, 2005). Efek tidak sinergis terjadi apabila kombinasi
memberikan efek yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen
tunggalnya (Pinelo, 2004; Wang dkk., 2000). Kombinasi akan memberikan
efek adisi apabila efek yang diberikan oleh kombinasi merupakan
penjumlahan dari efek masing-masing komponen tunggalnya (Heo dkk.,
2006)
3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan/senyawa kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Pemisahan senyawa aktif
dalam ekstrak melalui partisi. Proses partisi bergantung pada perbedaan
kemampuan larut solut dalam dua macam pelarut (solven) yang tidak saling
campur dan berbeda polaritasnya. Prinsip partisi yaitu menggunakan pelarut
yang kepolarannya sesuai dengan kepolaran senyawa seperti melarutkan
senyawa polar dalam pelarut polar ataupun senyawa non polar dalam pelarut
non polar. Senyawa aktif dapat terpisah berdasarkan kelarutannya dalam
dua macam pelarut yang tidak saling campur dan berbeda polaritasnya
berdasarkan prinsip like dissolves like (Snyder & Kirkldan, 1997).
Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia biasanya digolongkan
ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti
rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu penyerbukan
simplisia tidak perlu sampai halus sebelum diekstraksi. Penyerbukan sampai
halus diperlukan pada simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit
akar karena zat aktifnya susah diserap oleh pelarut. Disamping
memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia harus juga
diperhatikan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam simplisia seperti
protein,karbohidrat, lemak, dan gula, karena senyawa ini akan
mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula
pada proses pelarutan senyawa aktif (Depkes RI, 2000).
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin. Maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip
metode pencapaian konsentrasi keseimbangan. Maserasi kinetik berarti
dilakukan pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan
penambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,
dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
4. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu molekul yang dapat menetralkan
radikal bebas dengan mendonorkan elektron. Hal ini berarti molekul
antioksidan menjadikan dan membuat molekul radikal bebas menjadi non-
radikal (Praptiwi et.al.,2006).
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom
hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering
disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom
hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R•,ROO•) atau mengubahnya ke
bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) atau
prooksidan tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.
Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat
laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan
rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil
(Gordon,1990).
Berdasarkan sumbernya, antiksiodan dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Senyawa fenolik atau
polifenolik umumnya merupakan senyawa antioksidan alami yang terdapat
di dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dan polifenolik ini dapat dalam bentuk
senyawa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol,
dan asam-asam organik polifungsional (Pratt dan Hudson, 1990).
Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesa reaksi kimia. Antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah ter-
butil hidroksi anisol (BHA), ter-butil hidroksi toluen (BHT), propil galat
(PG), dan ter-butil hidroksi kuinon (TBHQ). Penggunaan antioksidan
sintetik pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan efek toksik bagi
manusia (Barlow, 1990).
5. Hubungan Antioksidan dan Imunomodulator
Antioksidan memiliki kaitan yang erat dengan sistem imun karena
antioksidan dapat mencegah terjadinya kerusakan yang terjadi pada sel
akibat radikal bebas dan dapat menjaga kesehatan tubuh. Selama proses
inflamasi, aktivasi dari sel fagosit dan/atau reaksi antara bakteri dengan
reseptor yang spesifik mampu untuk mempromosikan pembentukan
flavoprotein NADPH oksidase, yang dapat mengkatalisasi produksi dari
radikal superoksida (O2-). Selain itu, neutrofil dan makrofag dikenal mampu
memproduksi radikal bebas dan H2O2, yang penting dalam pertahanan
melawan mikroba atau benda asing (Puertollano dkk., 2011). Namun
apabila terjadi kelebihan produksi dari radikal bebas ini dapat berbahaya
bagi sel imun sendiri, karena radikal bebas dapat menyerang dan
mengakibatkan kerusakan sel imun. Sehingga pemberian antioksidan yang
cukup sangat penting karena dapat menghindari kerusakan sel imun yang
diakibatkan oleh radikal bebas.
Antioksidan juga dapat memproteksi respon imun dari efek-efek
imunosupresan yang berasal dari lingkungan seperti sinar ultraviolet dan
asap rokok (Bendich, 1993). Penelitian Sutomo (2014) membuktikan bahwa
isolat dari buah kasturi yang merupakan senyawa antioksidan mempunyai
efek sebagai imunomodulator melalui peningkatan (stimulasi) makrofag
terhadap fagositasi latex bead. Selain itu, senyawa apigenin (golongan
flavonoid) (Romanovä dkk., 2001; Kumar dkk., 2012), dan andrografolid
(golongan terpenoid) (Trivedi dkk., 2007; Wang dkk., 2010; Vasu dkk.,
2010; Kumar dkk., 2012) yang juga merupakan senyawa antioksidan
terindikasi memiliki aktivitas sebagai imunomodulator.
6. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan komponen yang
terkandung dalam ekstrak dimana komponen tersebut terdistribusi di antara
dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Kromatografi lapis tipis merupakan
metode yang mudah, cepat, tidak mahal, dan memiliki kelebihan dibanding
kromatografi kertas yang memiliki keterbatasan dalam penggunaan fase
geraknya (Striegel dan Hill, 1996).
Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai
permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam yang sering
dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (alumina oksida), kiselgur
(tanah diatom), dan selulosa (Fried dan Sherma, 1999). Selain itu, fase diam
agar dapat memadamkan flouresensi semua senyawa di bawah sinar UV254
haruslah mengandung indikator flouresensi (Gandjar dan Rohman, 2009).
Fase gerak merupakan media transport komponen yang akan
dipisahkan. Komponen tersebut akan memisah berdasarkan kapilaritas dan
hasil gaya tarik dari fase gerak dan gaya hambat dari fase diam (Fried dan
Sherma, 1999). Fase gerak di dalam kromatografi lapis tipis dapat berupa
pelarut tunggal ataupun campuran pelarut.
Setelah dielusi dengan fase gerak, kromatogram hasil elusi dapat
dideteksi dengan berbagai cara. Deteksi kromatogram akan lebih mudah
dilakukan apabila senyawa yang dipisahkan memiliki warna, berpendar,
atau menyerap sinar ultraviolet. Penyerapan sinar ultraviolet biasanya
terjadi pada senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi atau
senyawa aromatik. Akan tetapi tidak semua senyawa memiliki warna,
berpendar, ataupun menyerap sinar ultraviolet secara alami, sehingga perlu
diberi pereaksi penampak bercak sehingga dapat menghasilkan warna atau
pendaran (Sherma, 1994).
Pengamatan pada kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara
melihat nilai Rf (Retardation factor) dari solut. Nilai Rf didefinisikan sebgai
jarak yang ditempuh solut dibagi jarak yang ditempuh fase gerak. Nilai
minimum Rf yaitu 0, ini terjadi ketika solut tertahan pada posisi titik awal
permukaan fase diam. Apabila solut bermigrasi dengan kecepatan yang
sama dengan fase gerak yang menunjukkan bahwa solut mempunyai
perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0, maka
nilai Rf bernilai maksimal yaitu 1 (Gandjar dan Rohman, 2009).
7. Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik atau polifenol merupakan sekelompok metabolit
sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau
lebih substituen gugus hidroksi yang berasal dari jalur metabolisme asam
sikimat dan fenil propanoid. Termasuk di dalam kelompok senyawa fenolik
adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tanin, dan flavonoid. Dalam
tanaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau
esternya (Proestos dkk., 2006).
Senyawa fenolik yang terdapat di dalam tumbuhan tinggi adalah
golongan flavonoid seperti flavonol, flavon, antosianidin, isoflavon dan
golongan non flavonoid seperti asam-asam fenolat, asam benzoat, dan asam
hidrosinamat.
Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antioksidan karena
senyawa fenolik dapat berperan sebagai donor hidrogen ke pada radikal
bebas sehingga menghasilkan radikal stabil yang benergi rendah yang
berasal dari senyawa fenolik yang kehilangan atom hidrogen, struktur
radikal baru ini menjadi stabil karena terjadinya resonansi pada cincin
benzenanya (Shahidi dan Naczk, 2004). Selain itu, senyawa fenolik dapat
memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal (Gulcin dkk.,
2004).
Kadar senyawa fenolik total dapat ditetapkan secara
spektrofotometri visibel dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalcetau
(Vermerris dan Nicholson, 2006). Di dalam pereaksi Folin-Ciocalteu
terdapat natrium tungstat (Na2WO4.H2O) dan natrium molibdat
(Na2MoO4.H2O) yang berwarna kuning intens dalam air. Adanya senyawa
fenolik akan dioksidasi oleh reagen yang berisi asam fosfomolibdat-tungstat
menghasilkan produk “molybdenum blue” yang berwarna biru dan dapat
diukur absrobansinya pada panjang gelombang maksimal 750-765 nm
(Jakobek dkk., 2007).
Gambar 4. Reaksi senyawa fenolik dengan pereaksi Folin Ciocalteu (Sambada,2011).
Metode ini berlangsung dalam suasana basa sehingga perlu
ditambahkan natrium karbonat. Metode ini sederhana, sensitif, teliti, dan
mendeteksi semua kelompok fenolik dalam ekstrak (Prior dkk., 2005; Zin
dkk., 2004).
8. Uji Penangkapan Radikal DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)
DPPH merupakan radikal bebas, stabil pada suhu kamar, dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau
ekstrak bahan alam. Metode dengan menggunakan DPPH dapat
menunjukkan secara langsung kemampuan ekstrak atau antioksidan untuk
Senyawa Fenol Pereaksi Folin Ciocalteu Kuinon Kompleks Molybdenum-blue
menyumbangkan hidrogen dan/atau elektron untuk menetralkan DPPH. Jika
semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna
larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan serapan pada
panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara
stoikiometri sesuai dengan jumlah penangkapan elektron atau hidrogen oleh
molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Green,2004: Gurav dkk.,
2007)
Gambar 5. Reaksi reduksi DPPH oleh donor atom hidrogen (Pokorny dkk., 2001)
F. Landasan Teori
Salah satu cara untuk menguji aktivitas antioksidan pada ekstrak adalah
dengan menggunakan metode DPPH. Ekstrak meniran, sirih merah, dan keladi tikus
telah dibuktikan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas DPPH.
Ekstrak metanol daun keladi tikus dan ekstrak etanol sirih merah pada konsentrasi
100 µg/mL memberikan persen penangkapan radikal sebesar 60,1% dan 59,34%
(Mohan, 2008; Alfarabi dkk., 2010). Menurut Harish dan Shivanandappa (2006),
ekstrak metanol daun dan buah meniran memiliki aktivitas penangkapan radikal
bebas DPPH dengan IC50 sebesar 14,5 µg/mL dan 32,6 µg/mL.
Senyawa-senyawa fenolik dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan karena
dapat berperan sebagai donor hidrogen kepada radikal bebas sehingga
menghasilkan radikal stabil yang benergi rendah, radikal baru dapat distabilkan
DPPH• + Antioksidan (AH) DPPH-H +A•
DPPH• + R• DPPH-R
dengan resonansi pada cincin benzenanya (radikal peroksi) dan senyawa fenolik
juga dapat memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal (Shahidi
dan Naczk, 2004; Gulcin dkk., 2004).
Kombinasi ekstrak digunakan dengan harapan dapat memberikan efek yang
lebih baik dibandingkan dengan tanaman tunggalnya. Terdapat berbagai macam
interaksi mungkin yang terjadi di dalam kombinasi ekstrak yaitu efek sinergis, efek
tidak sinergis, dan efek aditif (Heo dkk.,2006).
Di dalam tananam keladi tikus , terdapat senyawa fenolik yang berhasil
diidentifikasi yang termasuk ke dalam glikosida flavonoid yaitu 6-glukosil apigenin
(isovitexin) (Farida dkk., 2012). Senyawa fenolik pada tanaman meniran berupa
senyawa-senyawa flavonoid, tanin, dan kumarin (Bagalkotkar dkk., 2006).
Senyawa fenolik sirih merah yang berhasil diidentifikasi adalah hidroksikavikol,
kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi fenol dan 2-hidroksi-
fenilmetil asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani dkk.2007).
G. Hipotesis
Kombinasi ketiga ekstrak, yaitu ekstrak etanolik sirih merah (Piper
crocatum Ruiz. & Pav), meniran (Phyllanthus niruri L.), dan keladi tikus
(Typhonium flagelliforme (Lodd) Bl.) memiliki aktivitas antioksidan melalui
kemampuannya untuk menangkap radikal bebas DPPH yang dipengaruhi oleh
kandungan senyawa fenoliknya.