1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya perekonomian, bisnis dalam bidang pembangunan
di lahan pemukiman berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penawaran-penawaran akan kebutuhan perumahan yang menyediakan rumah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya kebutuhan rumah yang
tinggi, harus adanya suatu perangkat hukum yang dapat melandasi proses
pemilikan rumah. Agar suatu proses pemilikan rumah berjalan dengan baik maka
harus adanya perbuatan hukum antara pihak penjual dan pihak pembeli. Perbuatan
hukum yang dimaksud adalah adanya suatu perjanjian dalam proses pemilikan
rumah.
Perjanjian menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata merupakan suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dalam perjanjian tidak akan ada kalau tidak ada persetujuan
atau kesepakatan antara pihak-pihak. Persetujuan itu ditunjukkan dengan
penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran. Dapat dikatakan juga bahwa apa yang
ditawarkan oleh pihak satu diterima oleh pihak yang lainnya.
Salah satu bentuk perbuatan hukum yang berkenaan dengan pemilikan rumah
yaitu perbuatan hukum mengenai jual beli. Jual beli secara umum biasanya
2
dilakukan dengan perjanjian atau biasa disebut dengan perjanjian jual beli.
Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang bersifat konsensuil, dengan pengertian
jual beli telah lahir dan mengikat para pihak, yaitu penjual dan pembeli segera
setelah mereka mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang diperjualbelikan
dan harga yang harus dibayar.1 Jual beli diatur dalam ketentuan Pasal 1457
KUHPerdata yaitu suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
Kewajiban yang dibebankan pada penjual dalam suatu perjanjian,
memberikan hak pada pihak pembeli dalam perjanjian untuk menuntut
pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Hak dan
kewajiban ini berupa prestasi. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah
disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan
yang terbit dari perjanjian tersebut.2
Pengertian perikatan secara umum merupakan hubungan hukum antara
dua orang atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang
melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut.3
Hubungan hukum dalam perikatan ini melibatkan dua orang atau lebih, yang
merupakan para pihak dalam perikatan. Pihak-pihak dalam perikatan tersebut,
sekurangnya terdiri dari dua pihak, pihak penjual merupakan pihak yang berjanji
1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Jual Beli, Cet.2, Ed. 1, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Kartini Muljadi I), h. 82. 2Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,Cet.5,
Ed.1, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Kartini Muljadi II), h. 91. 3 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan pada umumnya, Cet. 2,Ed. 1,
Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja III), h. 17.
3
menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain yaitu pembeli
berjanji untuk membayar hak milik atas barang tersebut.
Di dalam perjanjian jual beli harus ada penyerahan barang yang diperjanjikan
karena hal tersebut merupakan syarat mutlak dari suatu perjanjian. Apabila telah
diperjanjikan suatu hal namun dalam prakteknya belum diserahkan objek
perjanjian maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada atau belum ada perjanjian,
selain itu juga menganut asas terang dan tunai, yaitu jual beli berupa penyerahan
hak untuk selama-lamanya dan pada saat itu juga dilakukan pembayarannya oleh
pembeli yang diterima oleh penjual.
Perjanjian jual beli harus memuat syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur
dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dalam persyaratan jual beli harus memuat keempat syarat tersebut agar
dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Akan tetapi, tidak
sedikit pihak-pihak yang melakukan perjanjian tanpa memperhatikan syarat
tersebut.
Terkait Pengikatan Perjanjian Jual Beli merupakan sebuah perjanjian
pendahuluan atas perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan yang nantinya
aktanya akan dibuat dan ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
4
(PPAT). Pada pengikatan perjanjian jual beli para pihak yang akan melakukan
jual beli sudah terikat serta sudah mempunyai hak dan kewajiban untuk
memenuhi prestasi dan kontra prestasi sebagaimana yang disepakati dalam
pengikatan perjanjian jual beli.
Namun dalam pelaksanaanya, pengikatan perjanjian jual beli antara pihak
Perusahaan Pengembang dan pembeli bukan tanpa kendala. Dalam prosesnya,
tidak jarang salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam kasus
jual beli perumahan salah satu permasalahan yang pernah terjadi yaitu mengenai
permasalahan pembatalan pengikatan jual beli properti yang dilakukan oleh PT.
Srikandi selaku penjual. Permasalahan ini berawal ketika pihak pembeli yaitu Ni
Putu Suastini tertarik untuk membeli 1 (satu) unit bidang tanah dan bangunan
yang berdiri di atasnya yang terletak di Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan,
Kabupaten Badung, Provinsi Bali yang dikenal dengan perumahan “Bukit Hijau
Residence”. Pihak pembeli telah membeli serta membayar lunas 1 (satu) unit
kavling tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya yang dikenal dengan “Bukit
Hijau Residence Blok B3”. Sertifikat Hak Milik atas 1 (satu) unit bidang tanah
dan bangunan tersebut tercatat atas nama pembeli. Namun, setelah pembeli
menempati tempat tersebut justru merasa luasnya kecil, dan kurang nyaman untuk
ditempati dan usaha. Kemudian pihak pembeli dan pihak penjual sepakat untuk
menukar tanah bangunan tersebut dengan 1 (satu) unit kavling tanah dan
bangunan yang berdiri di atasnya, namun bangunan tersebut belum utuh atau
bangunan setengah jadi yang berlokasi di areal “Bukit Hijau Residence Blok A3”.
Karena telah adanya kesepakatan mengenai harga dan bangunan milik pembeli
5
yaitu “Blok B3” dengan tanah dan bangunan “Blok A3”, kemudian pihak pembeli
dan penjual membuat dan menandatangani Perjanjian Pembelian Tanah dan
Bangunan pada tanggal 14 Juni 2011. Kemudian, pihak penjual menyerahkan
sepenuhnya tanah dan bangunan kepada pembeli. Namun, Akta Jual Belinya
belum bisa ditandatangani dengan alasan Sertifikat Hak Milik dan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) masih dalam proses. Di lain pihak,
pembeli telah menyerahkan tanah dan bangunan (Blok B3) sebagai penukarnya
sebagaimana yang telah disepakati. Walaupun tanah beserta bangunan sepenuhnya
telah diserahkan secara fakta (feitelijke levering) oleh penjual kepada pembeli
yang telah dibayar lunas akan tetapi penyerahan secara yuridis (juridische
levering) yaitu balik nama atas tanah milik penjual kepada pembeli belum
dilakukan dengan alasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) belum selesai karena masih tertulis secara
global/belum dipecah.
Untuk meyakinkan pembeli, pihak penjual membuat dan menandatangani
surat pernyataan pada tanggal 25 September 2012 bahwa pihak penjual akan
menyerahkan Sertifikat Hak Milik dan rumah/bangunan Blok A3 paling lambat
pada tanggal 30 Oktober 2012. Setelah ditunggu hingga tanggal 30 Oktober 2012,
pihak penjual belum juga bisa menyerahkan Sertifikat Hak Milik dan
Penandatanganan Akta Jual Beli. Untuk meyakinkan pihak pembeli, pihak penjual
membuat dan menandatangani surat pernyataan yang ditujukan kepada pihak
pembeli. Yang dalam hal ini telah mengakui dan membenarkan tanah dan
bangunan tersebut atas nama Masfufah (Direktur Utama PT.Srikandi) telah dijual
6
dan dibayar lunas oleh pembeli dan dengan begitu tanah beserta bangunan adalah
sah milik pembeli. Kemudian setelah 3 tahun, pembeli belakangan mengetahui
bahwa tanah dan bangunan tersebut dibuatkan “pengikatan perjanjian jual beli dan
kuasa menjual” oleh dan diantara pihak penjual dan pihak ketiga pada bulan
Januari 2012. Kemudian Hak Milik atas tanah tersebut balik nama atas nama
pihak ketiga dan buku sertifikat hak milik atas tanah berada dalam penguasaan
pihak ketiga yaitu Susilawati. Dalam hal ini, tanah dan bangunan sengketa
terhitung sejak tanggal 14 Juni 2011 atau setidak-tidaknya tanggal 20 Juni 2011
hingga sekarang adalah sah milik pembeli atas dasar jual beli, maka perbuatan
hukum yang berupa pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan
sengketa yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak penjual dan pihak ketiga
setelah tanggal 14 Juni atau setidak-tidaknya 20 Juni 2011 adalah merupakan
perbuatan melawan hukum, melanggar kesusilaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dengan demikian adapun hal
yang dapat dikaji secara mendalam melalui karya ilmiah yang berjudul,
“Batalnya Pengikatan Perjanjian Jual Beli atas Tanah dan Bangunan karena
Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh PT. Srikandi”.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diajukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan
tersebut dapat dibatalkan?
2. Bagaimanakah akibat hukum atas dibatalkannya pengikatan perjanjian
jual beli atas tanah dan bangunan karena perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh PT. Srikandi?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Sebelum melangkah kepada pembahasan, maka dipandang perlu adanya
pembatasan yang cukup dalam ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan
agar pembahasan lebih terarah serta tidak menyimpang dari pokok pembahasan
yang justru akan mengaburkan inti kajian serta pokok pembahasan. Adapun ruang
lingkup yang dibahas adalah:
1. Terhadap permasalahan pertama ruang lingkupnya meliputi
pembatalan pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan.
2. Terhadap permasalahan kedua ruang lingkupnya meliputi akibat
hukum atas dibatalkannya pengikatan perjanjian jual beli akta kuasa
menjual.
8
1.4 Orisinilitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian asli karena belum ada penelitian secara
khusus yang membahas terkait karya ilmiah dengan judul ini. Akan tetapi,
terdapat kemiripan dengan beberapa karya ilmiah lain namun tidak sama.
Melalui penusuran media internet, adapun skripsi yang membahas mengenai
pembatalan pengikatan jual beli tanah dan bangunan. Adapun judul dan
rumusan masalah karya ilmiah lain tersebut, sebagai berikut:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Zefanya Siahaan, tahun 2012, dengan
judul Analisis Yuridis Terhadap Kasus Gugatan Wanprestasi
pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) Tanah (Studi Kasus Mahkamah
Agung Nomor 280 K/PDT/2006). Permasalahan yang diangkat adalah
apakah Pengikatan Perjanjian Jual Beli tanah yang dilakukan antara
PT. Patra Jasa dengan Sdr. Benny Sumampouw pada tanggal 18
Agustus 1990 sah menurut hukum? Apakah PT. Patra Jasa dan PT.
Pertamina dapat dikatakan melakukan wanprestasi atas PPJB tanah
yang dilakukan dengan Sdr. Beny Sumampouw? Serta bagaimanakah
perlindungan hukum terhadap PT. Pulau Seribu Paradise sebagai pihak
yang dirugikan akibat putusan Pengadlan Tinggi Jakarta yang
menyatakan PPJB tanah batal demi hukum?
b. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede Hady Sunantara, tahun 2013,
dengan judul Wanprestasi dalam Pengikatan Perjanjian Jual Beli
Rumah Siap Huni Pada PT. Mitrasurya Cemerlang. Permasalahan yang
diangkat adalah apa bentuk wanprestasi yang dilakukan pihak
9
Perusahaan Pengembang PT. Mitrasurya Cemerlang?; Serta,
bagaimana akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan oleh
Perusahaan Pengembang PT. Mitrasurya Cemerlang?
Untuk jelasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat di
lihat pada tabel berikut ini.
No. Nama Judul Rumusan Masalah
1. Zefanya
Siahaan
Analisis Yuridis
Terhadap Kasus
Gugatan Wanprestasi
pengikatan Perjanjian
Jual Beli (PPJB) Tanah
(Studi Kasus Mahkamah
Agung Nomor 280
K/PDT/2006)
1. Apakah PPJB tanah yang
dilakukan antara PT. Patra
Jasa dengan Sdr. Benny
Sumampouw pada tanggal
18 Agustus 1990 sah
menurut hukum?
2. Apakah PT. Patra Jasa dan
PT. Pertamina dapat
dikatakan melakukan
wanprestasi atas PPJB
tanah yang dilakukan
dengan Sdr. Beny
Sumampouw?
3. Bagaimanakah
perlindungan hukum
terhadap PT. Pulau Seribu
10
Paradise sebagai pihak
yang dirugikan akibat
putusan Pengadlan Tinggi
Jakarta yang menyatakan
PPJB tanah batal demi
hukum?
2. I Gede
Hady
Sunantara
Wanprestasi dalam
Pengikatan Perjanjian
Jual Beli Rumah Siap
Huni Pada PT.
Mitrasurya Cemerlang
1. Apa bentuk wanprestasi
yang dilakukan pihak
Perusahaan Pengembang
PT. Mitrasurya
Cemerlang?
2. Bagaimana akibat hukum
dari wanprestasi yang
dilakukan oleh Perusahaan
Pengembang PT.
Mitrasurya Cemerlang?
Adapun penelitian dari skripsi ini yaitu Pembatalan Pengikatan Perjanjian
Jual Beli Tanah dan Bangunan karena perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh PT. Srrikandi, permasalahan yang diangkat adalah apakah
pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan dapat dibatalkan?
Serta bagaimanakah akibat hukum atas dibatalkannya pengikatan perjanjian
11
jual beli atas tanah dan bangunan karena perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh PT. Srikandi?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dari penulisan skripsi ini
adalah:
1. Sebagai media untuk mengemukakan pendapat secara tertulis,
kritis, sistematis, dan objektif.
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan pembulat studi
dalam ilmu hukum.
4. Untuk mengembangkan diri pribadi dalam kehidupan
masyarakat.
5. Untuk mengetahui mengenai alasan-alasan pembatalan
pengikatan perjanjian jual beli secara umum.
6. Untuk mengetahui akibat hukum atas dibatalkannya
pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan bangunan karena
perbuatan melawan hukum.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk memahami alasan-alasan pembatalan pengikatan
perjanjian jual beli tanah dan bangunan.
12
2. Untuk memahami akibat hukum dari adanya pembatalan
pengikatan perjanjian jual beli.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Manfaat dari penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu
memberikan kontribusi pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum,
khususnya Hukum Perikatan mengenai batalnya pengikatan perjanjian
jual beli serta akibat hukum atas dibatalkannya pengikatan perjanjian
jual beli tanah dan bangunan.
b. Untuk dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat
dalam hal batalnya pengikatan perjanjian jual beli tanah dan bangunan
karena perbuatan melawan hukum.
2. Manfaat praktis
Dari segi prakis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pemerintah dalam membuat peraturan di bidang
pengikatan perjanjian jual beli tanah dan bangunan serta masyarakat
pada umumnya dalam melaksanakan pengikatan perjanjian jual beli
tanah dan bangunan.
1.7 Landasan Teoritis
Untuk membahas rumusan masalah di atas, maka dianggap perlu adanya
suatu landasan yang dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya ilmiah, hal
13
ini dimaksudkan agar pembahasan menjadi lebih terarah dalam menjawab
suatu permasalahan dan agar tidak menyimpang dari apa yang akan dibahas
dalam penulisan karya ilmiah ini.
Pokok pikiran pertama yaitu mengenai pengertian perjanjian. Hukum
tentang Perjanjian diatur dalam Buku III pada pasal 1313 KUHPerdata tentang
Perikatan yang menyatakan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk
mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam
perjanjian itu. Dalam suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari
satu atau lebih kepada satu orang lainnya yang berhak atas prestasi tersebut.
Perjanjian juga memberikan kepastian bagi penyelesaian sengketa, dan
perjanjian ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum. Menurut
Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan.4Namun, apabila hak dan kewajiban salah satu pihak
dilanggar karena tidak dipenuhinya kewajiban penjual dalam memberikan
bukti kepemilikan atas suatu bangunan yang berdiri di atas tanah atau tidak
melaksanakan kewajibannya tepat waktu maka hal ini dapat dikatakan
wanprestasi. Menurut Hari Saherodji, wanprestasi adalah seorang debitur yang
4 Abdulkadir Muhammad, 1990,Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya
disingkat Abdulkadir Muhammad I), h. 4.
14
tidak melakukan prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru atau
terlambat melakukan prestasi.5
Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan
yang mengikat kedua belah pihak, adapun asas umum yang merupakan
pedoman atau patokan untuk mengatur perjanjian yang akan dibuat hingga
pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak. Berikut ini
dibahas asas-asas umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata:.
a. Asas Konsensualitas memperlihatkan, bahwa pada dasarnya suatu
perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah
mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu
atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang
tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan
tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.6Dalam hal ini berarti
prinsip perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan tidak
memerlukan formalitas, namun untuk menjaga kepentingan debitor
perlu adanya suatu bentuk formalitas atau syarat dari adanya suatu
tindakan nyata tertentu. Mengenai ketentuan yang mengatur mengenai
konsensualitas ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320
KUHPerdata yang memerlukan empat syarat sahnya suatu perjanjian,
yang memuat:
5 H. Hari Saherodji, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet.1, Angkasa Baru, Jakarta, h. 91.
6Kartini Muljadi II, opcit, h.34.
15
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu,
4. Suatu sebab yang halal.
b. Asas Kebebasan Berkontrak, dasar eksistensi dari asas ini termuat
dalam angka 4 pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal.
Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang
membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun
dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban
apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut
bukanlah sesuatu yang terlarang. Ketentuan Pasal 1357 KUHPerdata
menyatakan bahwa, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
Undang-Undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum.
c. Perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang (Pacta Sun Servanda),
asas ini diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian
sebagai sumber dari perikatan yang dibuat dengan sengaja oleh kedua
belah pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati
dan disetujui oleh kedua belah pihak harus dilaksanakan oleh kedua
belah pihak sebagaimana yang telah disepakati. Apabila salah satu
pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya maka pihak lain dalam
16
perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui
mekanisme maupun jalur hukum yang berlaku.
d. Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik diatur dalam Pasal 1338
ayat (3) KUHPerdata. Rumusan tersebut memberikan arti bahwa
sebagai sesuatu yang telah disepakati dan disetujui oleh para pihak,
pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati
sepenuhnya, sesuai dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian
ditutup.
Menurut pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang
telah dibuat karena sesuatu sebab, yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai
kekuatan. Pasal ini hanya mempertegas mengenai salah satu syarat obyektif
dari sahnya suatu perjanjian, yaitu mengenai suatu sebab yang halal, yang
apabila suatu perjanjian bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan atau
ketertiban umum, maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan atau
yang disebut juga dengan batal demi hukum yang diatur dalam ketentuan
pasal 1337 KUHPerdata. Maksud dari batal demi hukum yaitu tidak adanya
dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka Hakim, karena sejak
semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Dengan kata lain, apabila suatu
perjanjian dibuat tanpa causa atau sebab, maka suatu perjanjian dianggap tidak
ada.
Kedua mengenai jual beli, pengertian jual beli itu sendiri diatur dalam
ketentuan pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa, jual beli adalah
persetujuan dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
17
menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
dijanjikan. Dan pada pasal 1458 KUHPerdata ditegaskan bahwa jual beli telah
dianggap terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu
mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun
barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Berbeda dengan
jual beli dalam konsep hukum barat, menurut hukum adat pengertian jual beli
tanah adalah perbuatan hukum penyerahan tanah untuk selama-lamanya
dengan penjual menerima pembayaran sejumlah uang, yaitu harga pembelian
yang sepenuhya atau sebagian dibayarkan secara tunai.7Berdasarkan
pengertian tersebut, diketahui adanya 2 (dua) asas jual beli tanah dalam
hukum adat yaitu asas terang yang berarti jual beli tanah tersebut dilakukan
dihadapan Kepala Desa yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga
dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tanah
tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku dan asas tunai yang berarti
harga tanah yang dibayar itu bisa seluruhnya, bisa sebagian. Walaupun
dibayar sebagian, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh.
Ketiga, mengenai perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
diatur pada ketentuan pasal 1365 KUHPerdata yaitu tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
7 Sahat HMT Sinaga, 2007, Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra,
Bandung, h. 18.
18
1.8 Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan sehubungan dengan skripsi ini termasuk
jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah
penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan
serta melihat objek berkaitan dengan pembatalan pengikatan perjanjian
jual beli tanah dan bangunan karena perbuatan melawan hukum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sifat penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, sifat penelitian yang digunakan adalah
penelitian secara deskriptif, yaitu dalam penelitian ini
menggambarkan fakta-fakta hukum yang ada juga bertujuan untuk
menjelaskan dengan menggunakan analisis data yang diperoleh secara
sistematis, faktual dan akurat serta dikaitkan dengan ketentuan-
ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perjanjian.
3. Jenis pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
Pendekatan Perundang-Undangan (The Statue Approach) dan
Pendekatan Fakta (The Fact Approach). Pendekatan Perundang-
Undangan digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan tentang
pengikatan perjanjian jual beli tanah dan bangunan. Sedangkan
Pendekatan Fakta digunakan untuk menganalisa secara langsung gejala
19
hukum dalam praktik kehidupan nyata mengenai konsep pengikatan
perjanjian jual beli tanah dan bangunan.
4. Data dan sumber data
Sumber data adalah sumber darimana data diperoleh yang pada
umumnya dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari
masyarakat (data primer) dan data-data yang diperoleh dari bahan-
bahan pustaka (data sekunder).8
Data primer yakni data yang diperoleh langsung melalui penelitian
lapangan (Field Research) yaitu melalui wawancara dengan salah satu
informan dari instansi pemerintahan Kabupaten Badung dan beberapa
dari Pengadilan Negeri Denpasar. Wawancara dapat dilakukan dengan
daftar pertanyaan terbuka dan tertutup kepada pihak pejabat dari
Badan Pertanahan Nasional Kota Denpasar serta Pengacara dan
Hakim di Pengadilan Negeri Denpasar.
Data Sekunder, diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library
Research). Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk menggali data
dari buku-buku yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.
Sumber data sekunder terdiri dari tiga bahan, yaitu:
1. Bahan hukum primer, berupa KUHPerdata, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria,
8 Ade Saptomo, 2009, Pokok-pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Sebuah Alternatif,
Universitas Trisakti, Jakarta, h.71.
20
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku
hukum, hasil penelitian, pendapat dari para pakar (doktrin) serta
jurnal-jurnal hukum.9
3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan
ensiklopedia.10
5. Teknik pengumpulan data
1. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan ini dilakukan dengan upaya memperoleh data
primer berupa wawancara, dan keterangan atau informasi dari
responden.
2. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dengan
mengadakan penelitian kepustakaan terhadap bahan-bahan bacaan
berkaitan dengan skripsi ini, baik berupa buku-buku maupun
perundang-undangan.
6. Teknik pengolahan dan analisis data
9 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, h. 32. 10
Ibid.
21
Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
teknik analisis data kualitatif.11
Maka keseluruhan data yang terkumpul
baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis
dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola
dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data
lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam
situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah
memahami keseluruhan kualitas data.12
Data kemudian disajikan
secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.13
11
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 53. 12
Ibid. 13
Ibid.