12/8/13 8:52 PM
Pengertian Disentri
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. Gejala-gejala
disentri antara lain adalah Buang air besar dengan tinja berdarah , diare encer dengan volume
sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus), nyeri saat buang air besar
(tenesmus).
Disentri Amoeba
infeksi usus (usus) yang disebabkan oleh amoeba Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan diarebercampur dengan darah. Ada beberapa spesies yang berbeda amoeba,
tapi yang paling berbahaya salah satunya seperti Entamoeba histolytica (penyebab
penyakit disentri amoeba) yang hidup terutama di daerah tropis. Spesies ini mampu melalui
dinding usus dan menyebar melalui aliran darah untuk menginfeksi organ lain, seperti hati,
paru-paru dan otak.
Gejala Klinis
- Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
- Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
- Sakit perut hebat (kolik)
- Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
Penangannannya
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang
diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan
sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan
menurunkan risiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut
anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol
50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak
didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10. •
Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal
IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. • Perbaikan seharusnya
tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi
BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan
diganti dengan alternatif lain. • Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan
trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah
menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2
hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. • Terapi yang dipilih sebagai antiamebik
intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3
hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting.
Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik d
iperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali
seminggu dan sebaiknya dilakukansebelum pasien mendapat pengobatan.Pada pemeriksaan
tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit
tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaanlangsung tampak kista berbentuk bulat dan
berkilau seperti mutiara. Di dalamnyaterdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang
dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat
digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak
tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista
akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan
tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung
darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif
seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca.
Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit didalamnya. Bentik inti akan
nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
2. Pemeriksaan Sigmoidoskopi dan Kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri,
terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan
ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini
akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa
usus antara ulkus-ulkus tampak normal
3. Foto Rontgen Kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak tampak.
Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema
tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip
karsinoma.
4. Pemeriksaan Uji Serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh
karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentriamoeba dan negatif pada
carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderitaamebiasis aktif, tetapi bila negatif
pasti bukan amebiasis.
Diferensial Diagnosis
a. Disentri Basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanyatoksemia, tenesmus
akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak
berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir.
Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya
daerah yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput
lendir akan menebal. Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta
ieksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat
melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat
yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman
ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon
merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis dapat juga
terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam
dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut
terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan
transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat
tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei
menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang
mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut
merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel
eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai
warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang
tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen
usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
Gejala Klinis
Pengobatan
b. Escheriae coli
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel
usus sehingga menyebabkan kematian seldan respon radang cepat (secara klinis dikenal
sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller,
ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfo nuklear dengan khas edem
mukosa dan submukosa.
Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyerikejang abdomen, tenesmus,
dan diare cair atau darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau dengan
nyeri abdomen.
Diare padamulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitishemoragik).
Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya
demam yang merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan
sindrom hemolitik uremik.