20
Bab 3
Analisis Data
Pada bab ini, penulis akan menganalisis makna konotatif dalam bait-bait di dalam
lirik lagu Fantasy yang dihubungkan dengan konsep kematian orang Jepang menurut
agama Budha. Bagian lirik yang akan dibahas terbatas pada bagian lirik yang
memiliki kaitan dengan kematian. Karena itu pertama-tama, penulis akan
memaparkan hasil analisis medan makna yang terdapat di dalam konsep kematian
orang Jepang yang berdasarkan prespektif agama Budha. Medan makna dari konsep
kematian orang Jepang inilah yang akan menjadi acuan bagi analisis lirik lagu
Fantasy ini.
Kemudian di dalam setiap pembahasan lirik lagu, penulis akan memaparkan arti
kata dalam bahasa Indonesia dan arti kata dalam bahasa Jepang, sehingga dengan
demikian penulis akan mendapatkan makna denotatif dari kata yang dimaksud.
Kemudian, penulis akan menganalis pemakaian kata yang dihubungkan dengan
konsep kematian orang Jepang untuk mendapatkan makna yang sebenarnya yang
tersirat di dalam ungkapan konotatifnya. Setelah itu penulis akan mengasosiasikan
bagian dari lirik tersebut dengan konsep kematian orang Jepang melalui medan
makna sehingga bisa didapatkan hubungan dari lirik lagu dengan konsep tersebut.
21
3.1 Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang Menurut
Agama Budha
Seperti telah dijelaskan di dalam bab sebelumnya di mana telah dikemukakan
konsep kematian orang Jepang menurut agama Budha. Berikut ini adalah penjelasan
dan analisis medan makna dari konsep kematian tersebut.
Dalam upacara kematian menurut agama Budha, jasad dikremasi setelah satu atau
dua hari setelah meninggal. Setelah kremasi dilakukan, keluarga dan orang terdekat
almarhum mengambil tulang yang tersisa, lalu ditempatkan di dalam pot, yang
kemudian diletakkan di makam keluarga. Hal ini menandakan bersatunya almarhum
dengan para leluhurnya (Foley, 2005: 84).
Dalam kepercayaan bangsa Jepang zaman pertengahan menurut agama Budha,
mereka percaya bahwa kehidupan dan kematian adalah sesuatu yang tak bisa
dipisahkan. Kehidupan dan kematian adalah satu. Kehidupan dan kematian bukanlah
awal atau akhir, melainkan keberadaan dan ketidakberadaan (Stone, 2003:78).
Sementara dalam konsep agama Budha Mahayana, semua hal yang ada di dunia
ini dianggap tidak ada yang abadi dan kosong, jadi kehidupan di dunia ini pun hanya
sementara karena semua makhluk hidup pasti akan mati (Yamawaki, 1997:158). Juga
dikatakan bahwa kematian adalah berhentinya aktivitas yang dilakukan oleh makhluk
hidup (Ume, 2001: 53).
Dan sebelum mencapai surga, atau nirwana yang berarti berakhirnya siklus hidup
dan mati, arwah makhluk hidup akan melalui proses samsara, yaitu penghakiman
terhadap hal-hal yang dilakukan semasa hidup dan lingkaran reinkarnasi. Dan proses
22
samsara tersebut terdapat di dunia kematian sebelum roh seseorang mencapai
nirwana atau tempat tinggal Budha (Coogan, 2003: 266).
Dalam konsep kematian, surga dan neraka adalah suatu hal yang tak dapat
dipisahkan, demikian pula dengan konsep neraka dalam agama Budha. Konsep
neraka dalam agama Budha merupakan suatu hal yang kontradiksi. Neraka dianggap
sebagai hukuman atau pembalasan atas dosa yang dilakukan semasa hidup, yang
terjadi di saat proser reinkarnasi (Ashkenazi, 2003: 102). Konsep neraka dalam
agama Budha mendapat pengaruh dari pandangan Shinto mengenai adanya dunia
orang mati atau yang disebut yomi. Sementara itu, dalam agama Budha, neraka yang
disebut dengan istilah jigoku ini dikuasai oleh Enma. Setiap arwah akan diadili oleh
Enma, apakah ia akan lahir kembali sebagai binatang, dewa, atau manusia. Setelah itu,
arwah-arwah yang terlepas dari siksaan neraka tersebut akan mendapatkan kebebasan
yang abadi, yaitu nirwana (Coogan, 2002: 267).
Menurut analisis penulis, konsep neraka dalam agama Budha adalah bagian dari
konsep reinkarnasi karena memiliki persamaan di mana terdapat penghakiman
terhadap hal yang dilakukan semasa hidup. Persamaan selanjutnya adalah
penggambaran neraka dan lingkaran reinkarnasi sebagai tempat sebelum arwah
mencapai nirwana. Menurut analisis penulis, konsep neraka juga merupakan bagian
dari ‘dunia kematian’ berdasarkan kesamaan neraka dan dunia kematian sebagai
tempat sebelum arwah mencapai nirwana.
Kata-kata yang mewakili medan makna konsep kematian orang Jepang menurut
agama Budha dapat dilihat pada bagan medan makna tentang kematian berikut:
23
Tabel 3.1
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha
3.2 Analisis Larik Pertama pada Bait Pertama dalam Lagu Fantasy
Larik pertama pada bait pertama di dalam lirik lagu Fantasy adalah sebagai
berikut:
獅子座はまた瞬いて この地に涙を与えた shishiza wa mata matataite, kono chi ni namida wo ataeta Terjemahan:
Rasi bintang leo bersinar lagi, menumpahkan air mata ke bumi ini
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
Konsep kematian orang Jepang
menurut pandangan Agama
Budha
24
Tabel 3.2
Analisis Medan Makna Kata「獅子座」
Menurut penulis, kata “獅子座” dianggap mewakili kematian dalam bait pertama
tersebut. Kata “獅子座” yang dibaca shishiza, dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia,
memiliki arti “singa” (Matsura, 2005:939).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kata “leo” memiliki arti sebagai
berikut :
“Leo /Léo/ n 1 cak singa; 2 Astron nama bintang di belahan langit sebelah utara khatulistiwa; 3 Astrol lambang ke-5 zodiak yang digambarkan dengan singa sebagai lambang bagi orang yang dilahirkan antara tanggal 23 Juli—22 Agustus.”
Dalam kamus bahasa Jepang populer 広辞苑, koujien (Shinmura, 2008: 1669),
kata “獅子座” memiliki arti sebagai berikut :
Singa
Bintang
Zodiak
Kendaraan Budha
Hujan meteor
Rasi bintang
Surga
Dunia kematian
“獅子座” (Singa)
25
1. [仏](獅子座が百獣の王であるように、仏も一切衆生の王者である
というところから)仏の座席。また、高僧の座席。貌座。貌床。獅子座。 2. (leo) (黄道上の第六星座。乙女座の西方に南中。一流星群獅子座流
星群。(leonides)毎年一一月一五日頃、獅子座から方射されるように現
れる流星群ともいい、最も著名。千年も前から出現記録があり、約三三
年ごとの数年間は特に著しい。一八三三年には流星雨となった。
Terjemahan:
1. [Budha] (Rasi bintang leo adalah raja bintang atau singa, juga adalah raja dari semua makhluk.) Kendaraan Budha. Juga kendaraan para pendeta tinggi. Rasi bintang leo. 2. (leo) rasi ke-enam dalam zodiak. Terletak di seberang meresian sebelah barat rasi bintang virgo. Hujan meteor bintang leo. (leonides) dikenal sebagai hujan meteor yang terjadi setiap tahun sekitar tanggal 15 bulan November. Telah dikenali dan dicatat sejak milenium lalu, yang ditandai tiap 33 tahun sekali. Pada tahun 1833 terjadi hujan meteor.
Jika mendengar kata “獅子座” yang terlintas di pikiran banyak orang adalah
orang yang berasi bintang leo. Biasanya, zodiak leo, seperti zodiak lainnya dikatkan
dengan tanggal kelahiran seseorang. Seperti salah satu dari pengertian kata “leo”
menurut KBBI yang telah disebutkan di atas, bahwa leo adalah lambang rasi bintang
bagi orang yang dilahirkan pada tanggal 23 Juli sampai dengan tanggal 22 Agustus.
Namun, kata “ 獅子座 ” yang dimaksud dalam lirik ini bukanlah menandakan
kelahiran karena dalam sebuah wawancara, Hiroto, gitaris band Alice Nine, yang
menciptakan musik untuk lagu Fantasy ini, mengemukakan bahwa kata “獅子座”
yang dimaksud adalah “獅子座流星群” yang adalah hujan meteor yang terjadi setiap
tahun sekitar tanggal 15 November. Hiroto yang mengalami kejadian yang sama
dengan Shou, mengatakan bahwa teman baiknya meninggal keesokan hari setelah
hujan meteor pada tanggal 17 November. Shou sengaja menulis kata “獅子座”
26
sebagai penghormatan kepada teman Hiroto yang telah meninggal, walaupun secara
keseluruhan lagu ini ditujukan kepada almarhum temannya (Sugie, 2006: 148).
Makna konotatif dan hubungannya dengan konsep kematian orang Jepang,
dianalisis dari kata “獅子” dalam kata “獅子座” yang berarti “singa,” yang menjadi
model dari rasi bintang leo. Di dalam ritual Shinto, singa mewakili kekuatan dan
semua binatang berkaki empat. Singa, bersama dengan gajah, phoenix, dan naga
masuk ke Jepang bersamaan dengan agama Budha. Binatang-binatang tersebut
dipercayai melindungi sang Budha dari gangguan roh jahat. Pada awal dinasti Han
(206 S.M. sampai 220 M.), singa dan macan telah menjadi simbol penjaga makam
(Plutschow dan O’Neill, 1996: 132).
Di Jepang, seperti yang diadaptasi dari agama Budha di China dan India, pada saat
agama Budha masuk ke Jepang, di saat yang sama juga mengadaptasi bentuk singa
sebagai rasi bintang karena pendeta pembawa ajaran agama Budha datang dengan
mengendarai singa. Konsep ini kemudian berkembang di mana singa dianggap
sebagai hewan suci karena dapat menghubungkan Budha dengan surga atau dunia
para dewa atau dunia setelah kematian, karena itu singa menempati posisi sebagai rasi
bintang (Uesugi, 2008:57).
Menurut analisis penulis, huruf kanji yang digunakan untuk kata “Budha” adalah
kanji “仏” yang dibaca hotoke. Kanji tersebut memiliki arti “Budha,” “arwah,” dan
“roh” (Chandra, 2005: 20). Jadi, singa sebagai binatang yang menghubungkan Budha
dengan surga atau dunia para dewa atau dunia setelah kematian, juga bisa diartikan
sebagai bintang yang menghubungkan arwah dengan surga atau dunia para dewa atau
27
dunia setelah kematian. Hal ini diperkuat dengan konsep dalam agama Budha di
mana jiwa orang yang telah meninggal akan pergi menuju dunia setelah kematian
untuk diadili atas segala perbuatan yang dilakukan semasa hidup, dan menuju
lingkaran reinkarnasi (Coogan, 2003: 266).
Jadi, menurut analisis penulis, makna konotatif yang dimiliki “singa” dalam
hubungannya dengan konsep kematian orang Jepang, terutama dalam agama Budha,
adalah sebagai hewan yang dapat menghubungkan manusia dengan dunia setelah
kematian, sebagai sesuatu yang menyucikan roh dan kemudian mengantar roh
tersebut menuju dunia kematian.
Tabel 3.3
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「獅子座」
Singa
Bintang
Zodiak
Kendaraan Budha
Hujan meteor
Rasi bintang
Dunia kematian
Surga
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
28
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa persamaan kata”獅子座” dengan
konsep kematian orang Jepang menurut pandangan Budha terletak pada kata dunia
kematian dan surga.
3.3 Analisis Larik Kedua pada Bait Keempat dan Ketujuh dalam Lagu Fantasy
Larik yang akan dianalisis selanjutnya adalah larik kedua pada bait keempat dan
ketujuh yang memiliki kalimat yang sama, yaitu:
駆けた時は光を放ち 君のいないこの世界は「幻想」 Kaketa toki wa hikari no hanachi, kimi no inai kono sekai wa ”gensou” Terjemahan:
Waktu yang berlalu melepaskan cahaya, tanpamu dunia ini ”fantasi”
Tabel 3.4
Tabel Analisis Makna Kata「幻想」
Fantasi
Ilusi
Musik fantasi
Lamunan
Kebohongan
Dunia kematian
Surga
Kesenangan
“幻想” (fantasi)
29
Kata “ 幻想 ” yang dibaca gensou, dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia,
memiliki arti “khayal; khayalan; angan-angan” (Matsura, 2005: 215).
Dalam KBBI (2007), kata “khayal” memiliki arti sebagai berikut :
“Kha·yal n 1 lukisan (gambar) dalam angan-angan; fantasi: apa yang diceritakan itu -- belaka; 2 yang diangan-angankan seperti benar-benar ada: cerita --;”
Menurut Shinmura (2008: 863), kata “幻想”memiliki arti sebagai berikut:
まぼろしのようなさま。実体のなる想念。とりとめもない想像。「ーち
いだく」ーきょく[幻想曲](fantasia)楽想の自由な民開によって作曲
した形式下定のロマン的器楽曲。古くは模倣対位法による楽曲のー種・
ファンタジア・ファンタジー。ーてき[幻想的]現実から離れた、夢か
幻のようなさま。空想の世界を思わせるさま。ファンタスティック・
「ーな給」
Terjemahan:
Sama dengan ilusi. Konsep tentang wujud. Imajinasi yang tak berujung pangkal. ”Berkhayal.” Nama musik ”musik fantasi’ (fantasia) yang bertemakan kebebasan dengan komposisi instrumental bernuansa roman. Dahulu dikenal sebagai salah satu bentuk imitasi komposisi musik. Fantasia. Fantasi. Secara- ”bersifat fantasi” memisahkan sesuatu dari kenyataan, dapat disamakan dengan mimpi. Berpikir dalam angan-angan atau lamunan. Fantastis, ”lukisan yang fantastis”
Dalam analisis ini, penulis menggunakan kata “fantasi” sebagai arti dari kata “幻
想” dengan merujuk pada judul lagu yang dibahas, yaitu Fantasy. Menurut beberapa
arti kata “fantasi” di atas, dapat disimpulkan bahwa “fantasi” adalah sesuatu yang
tidak nyata.
Dalam wawancaranya menurut Matsumoto (2006), Shou mengatakan bahwa
kematian temannya itu, walupun berat, merupakan sebuah kenyataan. Karena itu,
baginya kata “fantasy” tidak hanya berupa ”幻想的” yang berarti “bersifat fantasi”
30
seperti yang telah disebutkan di atas. Baginya kata “幻想” menimbulkan perasaan
seperti yang ia tulis dalam frase “君のいないこの世界は「幻想」”
Menurut penulis, kata “幻想” memiliki dua arti. Arti yang pertama mengacu pada
perngertian bahwa fantasi adalah memisahkan diri dari kenyataan. Dalam
wawancaranya bersama Sugie (2006: 149), bagi Shou, “fantasi” bukanlah sesuatu
yang bersifat khayalan atau imajinasi, melainkan segala sesuatu yang dilihat penuh
dengan kebohongan, dan segala sesuatu yang tidak dapat dipercayainya sebagai
sebuah kebenaran. Karena itulah ia memasukkan kata “幻想” di dalam frase “君のい
ないこの世界は「幻想」” karena ia begitu terpukul karena kematian temannya
sehingga sampai sekarang ia masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa temannya
telah tiada walaupun ia tahu akan kenyataan tersebut (Takeichi, 2008: 63).
Arti kata “幻想” yang kedua yang berkaitan dengan konsep kematian orang
Jepang adalah keadaan yang menyenangkan dari dunia setelah kematian seperti
dikemukakan Kurihara (2002: 90) yang menyebutkan agar manusia mudah menerima
keadaan dunia setelah kematian, maka “dunia kematian” disebut sebagai “fantasi”
karena kata tersebut lebih mudah diterima. Kata “fantasi” menimbulkan perasaan
yang menyenangkan, dan menggambarkan suatu dunia yang bebas, terdapat makanan
yang lezat, dan bunga-bunga yang indah bermekaran, dan lain-lain. Dunia kematian
atau “dunia fantasi” yang penuh dengan segala kesenangan ini kemudian
digambarkan sebagai surga. Hal ini sesuai dengan Shou yang beranggapan bahwa
ketika seseorang yang dekat dengan kita meninggal, kita masih ingin bertemu
dengannya dan membayangkan sesuatu yang baik terjadi pada dirinya (Takeichi,
31
2008: 63). Secara tidak langsung, Shou menginginkan dirinya bisa menerima
kematian temannya dengan membayangkan dunia kematian sebagai “dunia fantasi,”
sekaligus membayangkan almarhum temannya kini berada di “dunia fantasi.”
Tabel 3.5
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「幻想」
Dengan demikian kata “幻想” memiliki persamaan dalam konsep kematian orang
Jepang menurut agama Budha terletak pada dunia kematian dan surga.
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
Fantasi
Ilusi
Musik
Lamunan
Kebohongan
Dunia kematian
Surga
Kesenangan
32
3.4 Analisis Larik Ketiga pada Bait Kelima dalam Lagu Fantasy
Larik selanjutnya yang akan dibahas adalah larik ketiga pada bait kelima dalam
lirik lagu Fantasy. Kata-kata dalam larik tersebut adalah sebagai berikut:
この花も、あの鳥も、風も、月も、時を止めて Kono hana mo, ano tori mo, kaze mo, tsuki mo, toki wo tomete Terjemahan:
Bunga ini pun, burung itu pun, angin pun, bulan pun, menghentikan waktu Kata “花,” “鳥,” “風,” dan “月” yang ditulis terpisah di dalam lirik lagu ini, juga
dapat dibaca sebagai “花鳥風月” atau “kachoufuugetsu,” yang merupakan idiom
empat karakter yang memiliki arti “keindahan alam” (Nelson dan Haig, 1997: 934).
Kata “花,” “鳥,” “風,” dan “月” seringkali digunakan Shou dalam beberapa
kesempatan, yang sayangnya tidak mau ia ungkapkan alasannya. Salah satunya dalam
judul lagu Hana Tori Kaze Tsuki (Discography, 2003) yang ditulisnya ketika ia masih
tergabung dalam band Givuss, sebelum ia tergabung dalam band Alice Nine.
Sementara itu, tema yang sama, yaitu Kachoufuugetsu digunakannya sebagai judul
CD yang didistribusikan gratis pada konser di tahun 2006 dan 2007 (Discography,
2009). Dan kemudian, kata-kata yang sama ditulisnya kembali di dalam lirik lagu
Fantasy (2006).
Kata “花,” “鳥,” “風,” dan “月” atau “花鳥風月” ini, menurut Fujitani muncul
karena orang-orang pada zaman dahulu ketika mengekspresikan perasaannya mereka
tidak mengatakannya secara langsung, tetapi menyusun hal-hal dari alam yang tidak
bersuara untuk menyatakan pendapat mereka (Maynard, 2007: 36-37). Dan di dalam
33
konteks ini, digunakan kata bunga, burung, angin, dan bulan sebagai bagian dari alam,
yang tanpa bersuara (diam) atau berekspresi secara langsung tetapi dapat
mengekpresikan keindahan alam. Menurut analis penulis, hal ini sesuai dengan Shou
yang menyatakan bahwa ia sangat terpukul dan tak percaya bahwa teman baiknya
telah meninggal (Takeichi, 2008: 63), dan tanpa banyak mengungkapkan perasaan itu
secara langsung, ia memilih untuk menulis lirik lagu Fantasy ini untuk almarhum
temannya sebagai cara untuk mengekspresikan perasannya (Takeichi, 2008: 39-40).
Dan kemudian, analisis kata-kata yang digunakan dalam larik ini dalam
hubungannya dengan konsep kematian orang Jepang menurut agama Budha akan
dijelaskan satu per satu dalam subbab berikut.
34
3.4.1 Analisis Kata「花” dalam Larik Ketiga pada Bait Kelima pada Lirik Lagu
Fantasy
Tabel 3.6
Tabel Analisis Makna Kata「花」
Kata “花” yang dibaca hana menurut Matsura (2005: 247) memiliki arti “bunga,
tata puspa atau seni merangkai bunga, dan semarak.”
Tumbuhan
Hiasan
Pertanda baik
Bunga sakura
Keindahan
Musim semi
Ketidakabadian
Sementara
Kehidupan
Kematian
Kesedihan
Singkat
Surga
Kesempurnaan
“花” (bunga)
35
Menurut KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kata “bunga” memiliki
arti sebagai berikut:
“Bu·nga n 1 bagian tumbuhan yg akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya; kembang: -- mangga; -- rambutan; 2 jenis untuk berbagai-bagai bunga; -- melati; -- mawar; 3 gambar hiasan (pada kain, pamor ukiran, dsb); 4 tambahan untuk memperindah: ceritanya itu sudah banyak -- nya; 5 tanda-tanda baik: sudah tampak -- nya bahwa tuntutan kita akan berhasil; 6 ki sesuatu yang dianggap elok (cantik) seperti bunga: gadis itu adalah -- di kampungnya.”
Dalam kamus bahasa Jepang populer 広辞苑, koujien (Shinmura, 2008: 2164),
kata “花” memiliki arti sebagai berikut:
1. ア. 種子植物の有性生殖にかかわる器官の総体。その名要素は葉の変
形である花葉と、茎の変形である花軸から成る。花被(萼と花蒄)は
形・色とも多様で、合弁花・離弁花があり、全く花被を欠くもの(裸
花)もある。雄しべ・雌しべのそろった花を両性花、いずれか一方を欠
くものを単性花という。なあ、俗にコケなどの生殖器官を花ということ
もある。万五「青柳梅との一を折りかざし」 イ. 特に、梅または桜の花。平安後期以降は桜の花。〈季春〉。古今春
「春やとき一や遅きと聞き分かん」。新古今春「吉舒山一や盛りににほ
ふら」 ウ. 仏に供える樒などの枝葉。
Terjemahan:
1. A. Seluruh organ yang terlibat dalam reproduksi seksual dari bibit tanaman. Nama elemen adalah cengkong bunga dan daun, yang terdiri dari bunga poros dari deformasi tangkai. Organ reproduksi bunga. Dalam buku haiku ”hiasan bunga oleh Aoyanagi.” I. Secara khusus, bunga plum atau sakura. Terkenal pada akhir zaman Heian. Pada puisi ”Di musim semi menyadari bunga yang mekar.” Dalam buku Shinkoukin wakashu ”Bunga berguguran di gunung Yoshino” U. Dahan pohon yang dipersembahkan untuk Budha.
Jika berbicara mengenai bunga kepada orang Jepang, pastilah bunga yang
dimaksud adalah bunga sakura. Bunga ceri atau bunga sakura adalah bunga nasional
36
Jepang. Orang Jepang telah mengagumi keindahan bunga sakura selama lebih dari
1500 tahun (Yamamori, et all, 2004: 20).
Keene (2002: 30) memaparkan bahwa bunga sakura adalah subjek paling umum
musim semi yang dipakai dalam puisi-puisi Jepang selain momiji atau daun maple
yang menjadi ikon musim gugur. Bunga sakura melambangkan berlalunya waktu,
masa mekar dan gugurnya yang sangat singat seakan menjadi pengingat yang
memberikan suatu kesadaran akan waktu yang terus berlalu dan berjalan begitu cepat.
Masyarakat Jepang modern mengagumi bunga sakura karena keindahannya, tetapi
kaum bangsawan pada zaman dahulu mengasosiasikan bunga sakura dengan
ketidakkekalan atau kehidupan yang sementara karena keindahan bunga sakura hanya
dapat dinikmati dalam waktu singkat (Kaneyoshi, 1993: 32).
Pada zaman Muromachi, pohon sakura tua dianggap sebagai tempat bertemunya
kehidupan dan kematian. Pohon sakura berbunga sangat cepat, tetapi keindahannya
begitu mempesona sehingga sering dianggap sebagai gambaran yang singkat
mengenai surga atau kesempurnaan (Yamamori, dkk, 2004: 20).
Ketidakabadian juga merupakan salah satu pandangan yang terdapat di dalam
ajaran agama Budha mengenai kematian (Stone, 2003:78). Dan pandangan bahwa
kehidupan di dunia ini hanyalah sementara saja karena semua makhluk hidup akan
mati (Yamawaki, 1997:158), cocok dengan konsep bunga sakura yang sudah
dijelaskan sebelumnya.
Hal ini juga diperkuat melalui pendapat Shou yang diutarakannya bahwa hidup
manusia bisa berakhir, dalam jangka waktu yang singkat manusia akan mati
(Takeichi, 2008: 63), dan juga cocok dengan pandangan bahwa kehidupan di dunia
37
ini hanya sementara saja karena semua makhluk hidup akan mati (Yamawaki,
1997:158).
Tabel 3.7
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「花」
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
Tumbuhan
Hiasan
Pertanda baik
Bunga sakura
Keindahan
Musim semi
Sementara
Ketidakabadian
Kehidupan
Kematian
Kesedihan
Singkat
Surga
Kesempurnaan
38
Jadi, makna kata “bunga” dalam kaitannya dengan konsep kematian orang Jepang
menurut agama Budha terletak pada kata sementara, ketidakabadian, surga.
3.4.2 Analisis Kata「鳥” dalam Larik Ketiga pada Bait Kelima pada Lirik Lagu
Fantasy
Tabel 3.8
Tabel Analisis Makna Kata「鳥」
Kata “ 鳥 ” yang dibaca tori menurut Matsura (2005: 1095) memiliki arti
“burung.”
Menurut KBBI (2007), kata “burung” memiliki arti sebagai berikut:
“Bu·rung n 1 binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan biasanya dapat terbang; unggas; 2 sebutan jenis unggas (biasanya yang dapat terbang).”
Binatang
Ayam
Jiwa
Langit
Bebas
Phoenix
Pelindung Budha
Surga
Reinkarnasi
“鳥” (burung)
39
Menurut Shinmura (2008: 1946), kata “鳥” memiliki arti sebagai berikut:
1. 鳥類の総称。万五「夫飛ぶやーにもがもや」 2.(「鷄」と書く)特に二ワトリの称。伊勢「ことば残りてーや鳴 きな ん」
Terjemahan:
1. Burung. Ungkapan "terbang ke langit seperti burung" 2. (Ayam) Nama bagi ayam peliharaan.
Burung, terutama burung yang sedang terbang seringkali disimbolkan sebagai jiwa
manusia yang pergi atau meninggalkan tubuh (Frazer, 2002: 185). Pada zaman dahulu,
untuk menggambarkan dewa dengan lebih dalam, maka muncul kepercayaan bahwa
sang dewa tinggal di langit. Karena itu orang pada zaman dahulu berharap agar bisa
terbang bebas ke langit, yang diartikan sebagai tempat tinggal dewa, seperti burung
(Uesugi, 2008: 38-39).
Dan jika berbicara mengenai burung dalam agama Budha, burung tersebut adalah
phoenix. Burung phoenix bersama dengan singa, gajah, dan naga masuk ke Jepang
bersamaan dengan agama Budha. Binatang-binatang tersebut dipercaya melindungi
sang Budha dari gangguan roh jahat (Plutschow dan O’Neill, 1996: 132).
Shou dalam wawancaranya bersama Takeichi (2008: 63), mempercayai adanya
proses samsara, yaitu penghakiman terhadap hal-hal yang dilakukan semasa hidup
dan lingkaran reinkarnasi yang terdapat di dunia kematian sebelum roh seseorang
mencapai surga (Coogan, 2003: 266). Oleh karena itu, konsep asosiasi burung dengan
konsep kematian orang Jepang menurut agama Budha yang terdapat di dalam lirik
lagu Fantasy ini dianalisis dengan menggunakan simbol burung phoenix berdasarkan
pandangan Shou terhadap konsep reinkarnasi tersebut.
40
Phoenix adalah simbol Cina kuno yang menggambarkan kelahiran kembali atau
reinkarnasi. Dan, menurut ajaran agama Budha, sang Budha berjanji untuk
menyelamatkan semua jiwa yang percaya padaNya, dan menuntun mereka ke ‘Tanah
Suci’ atau surga (Dodd dan Richmond, 2001: 508).
Konsep phoenix sebagai hewan pelindung Budha tersebut dituangkan dalam karya
seni di aula kuil Byoudou, Kyoto. Phoenix tersebut dikenal dengan nama Hououdou
atau aula phoenix. Di dalam aula tersebut terdapat dua phoenix perunggu yang
posisinya berlawanan di atap. Di sini phoenix menggambarkan tempat tinggal Budha
yang tenang di surga (Rowthorn, dkk, 2007: 347). Jadi phoenix adalah hewan
pelindung Budha yang menggambarkan reinkarnasi dan surga.
41
Tabel 3.9
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang Menurut Agama
Budha dan「鳥」
Dari tabel medan makna di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan kata “burung”
dengan konsep kematian orang Jepang menurut agama Budha adalah melalui kata
surga dan reinkarnasi.
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
Binatang
Ayam
Jiwa
Langit
Bebas
Phoenix
Pelindung Budha
Surga
Reinkarnasi
42
3.4.3 Analisis Kata “風” dalam Larik Ketiga pada Bait Kelima pada Lirik Lagu
Fantasy
Tabel 3.10
Tabel Analisis Makna Kata「風」
Aliran udara
Kesempatan
Kosong
Kesenangan
Hasil
Kebiasaan
Penyakit
Cepat
Ketidakpastian
Ketidakberadaan
Kekuatan Tuhan
Keinginan manusia
Surga
Keserakahan
Kebencian
Keputusasaan
Kehancuran
Ketidakberadaan
“風” (angin)
43
Kata “風” yang dibaca kaze menurut Matsura (2005: 456) memiliki arti “angin.”
Menurut KBBI (2007), kata “angin” memiliki arti sebagai berikut:
“Angin n 1 gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah; tiupan -- kencang merobohkan beberapa rumah penduduk; 2 hawa; udara: ban berisi --; 4 ki kesempatan; kemungkinan: menantikan -- baik; 5 ki hampa; kosong: cakap --; 6 ki kecenderungan yang agak menggembirakan: sejak pertengahan tahun 1999 terasa ada -- baru dalam percaturan politik negara itu.”
Menurut Shinmura (2008: 505), kata “風” memiliki arti sebagai berikut:
1. 空気の流れ。気流。特に、肌で感じるもの。記中「畝火山木の葉騒
ぎぬー吹くかむとす」。「ーが出る」「ーで流される」「世間の冷たい
ーに当たる」 2. なりゆき。形勢。風向き。酒、辰巳之園「サアサアでへぶーの悪い
請だ。行かう行かう」 3. ならわし。風習。しきたり。流儀。新勅撰雑「大和島根のーとし
て」 5. ア. 風の病。 イ.(「風邪」と書く)感昌。〈季冬〉
Terjemahan:
1. Udara yang bergerak. Aliran udara, sesuatu yang dirasakan di kulit. Dalam diari “angin yang bertiup di gunung”. “angin bertiup” “terbawa angin” “dunia sepeti angin dingin yang bertiup” 2. Hasil. Kondisi. Arah angin. Tatsumino Niwa “sepertinya suasananya buruk. Ayo pergi dari sini.” 3. Kebiasaan. Tradisi. Kebiasaan yang dilakukan. Mode. Dalam Shinchokusen “angin di Yamato Shimane.” 5. A. Penyakit angin. B. Masuk angin (berkaitan dengan musim dingin)
Angin dianggap sebagai simbol dari sesuatu yang berlalu dengan cepat,
ketidakpastian, dan ketidakberadaan karena sifatnya yang tidak dapat dilihat dengan
nyata dan perubahan arah tujuannya. Angin juga merupakan simbol dari kekuatan
Tuhan atau keinginan kuat manusia (Garmer, 2000: 330).
44
Nirwana atau surga, berasal dari kata “nir” yang berarti “tanpa” dan “va” yang
berati “angin”, yang secara harafiah nirwana berarti “tempat tanpa angin.” Kata
“tanpa angin” di sini mengacu kepada keadaan tanpa ego manusia karena di dalam
ajaran Budha seringkali ditemui idiom “angin akan memperbesar kobar api.” Api di
sini menyimbolkan ego manusia yang akan semakin besar jika tertiup angin. Dan
angin di sini menyimbolkan keserakahan, kebencian, dan keputusasaan (Brazier,
2002: 85)
Angin juga digambarkan memiliki daya untuk memusnahkan kehidupan di dalam
salah satu literatur agama Budha. Digambarkan bahwa yang menghanrcurkan
kehidupan daripada matahari kedua, adalah angin. Dia yang bertiup dari atas bumi
dan dari bawah akan bertemu dan menghancurkan kehidupan, sampai akhirnya angin
yang berasal dari bumi bertiup mencapai surga dan berhenti di sana (Stryk, 1994:
171). Dari keterangan tentang angin tersebut, penulis menyimpulkan bahwa angin
digambarkan sebagai sesuatu yang membawa kehancuran, atau ketidakberadaan dari
dunia menuju sang Budha di surga.
Hal ini juga diperkuat melalui pendapat Shou yang diutarakannya bahwa hidup
manusia bisa berakhir, dalam jangka waktu yang singkat manusia akan mati
(Takeichi, 2008: 63), cocok dengan pandangan bahwa kehidupan di dunia ini hanya
sementara saja karena semua makhluk hidup akan mati (Yamawaki, 1997:158).
45
Tabel 3.11
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「風」
Aliran udara
Kesempatan
Ketidakberadaan
Kesenangan
Hasil
Kebiasaan
Penyakit
Cepat
Ketidakpastian
Kosong
Kekuatan Tuhan
Keinginan manusia
Surga
Keserakahan
Kebencian
Keputusasaan
Kehancuran
Ketidakberadaan
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
46
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hubungan “angin” dengan konsep kematian orang
Jepang menurut agama Budha adalah lewat kata ketidakberadaan, kosong, dan surga.
3.4.4 Analisis Kata “月” dalam Larik Ketiga pada Bait Kelima pada Lirik Lagu
Fantasy
Tabel 3.12
Tabel Analisis Makna Kata「月」
Satelit
Masa
Cahaya
Nama bulan
Kehidupan
Kematian
Reinkarnasi
Kesuburan
Ketidakabadian
Kegelapan
Kehidupan setelah kematian
Takdir
Siklus
Dualisme
“月” (bulan)
47
Kata “月” yang dibaca tsuki menurut Matsura (2005: 1115) memiliki arti “bulan.”
Menurut KBBI (2007), kata “bulan” memiliki arti sebagai berikut:
“Bu·lan n 1 benda langit yang mengitari bumi, bersinar pada malam hari karena pantulan sinar matahari: pesawat antariksa Apollo berhasil mendarat di --; bumi bermandikan cahaya --; 2 masa atau jangka waktu perputaran bulan mengitari bumi dari mulai tampaknya bulan sampai hilang kembali (29 atau 30 hari); masa yang lamanya 1/12 tahun: penataran itu berlangsung selama dua --; istrinya sedang hamil empat --; -- jatuh dalam ribaan, ki mendapat untung besar; bagai -- kesiangan, pb pucat dan lesu; bagai -- dengan matahari, pb sebanding; sesuai.”
Menurut Shinmura (2008: 1771), kata “月” memiliki arti sebagai berikut:
1. 地球の衛星。半径一七三八。質量は地球の約八一分の一。大気は存
在は存在しない。自転しつつ約一月で地球を一周し、自転と公転の周期
がほぼ等しいので常にー定の半面だけを地球に向けている。太陽に対す
る位置の関係にあって新月・上弦満月・下弦の位相現象を生ずる。日本
では古来「花鳥風月」「雪月花」などと、自然を代表するもののーつと
され、特に秋の月を賞美する。太陰。つく。つくよ。月輪。〈季秋〉。
万ー「熟田津に船乗りせむとー待てば」。古今秋「ー見ればちぢに物こ
そ悲しけれ」 2. 衛星。「木星のー」 5. 一月の称。
Terjemahan:
1. Satelit bumi. Jarak sejauh 1738 kilometer. Massa bumi adalah delapan kali bulan. Benda yang tidak memiliki atmosfir. Bulan yang berputar mengelilingi bumi, bergerak dalam periode yang sama mengelilingi bumi. Berlawanan posisi dengan matahari; bulan sabit; bulan seperempat. Muncul dalam idiom lama "keindahan alam" dan "salju, bulan, bunga", bulan di musim gugur dikagumi. Yang berkaitan dengan bulan. Bulan. Malam berbulan. Bulan (berkaitan dengan musim gugur).Dalam puisi ”bulan sangat penting bagi para kelasi.” Dalam Koukin ”Ketika memandang bulan, kesedihan ini terbagi menjadi serpihan kecil.” 2. Satelit. "satelit jupiter" 5. Nama bulan.
Bulan, terutama fase bulan sering diasosiasikan dengan kehidupan manusia, yaitu
kehidupan, kematian, dan kebangkitan kembali atau reinkarnasi. Fase bulan inilah
48
yang bergerak dalam satu sistem inilah yang digunakan manusia untuk
menyimbolkan kehidupan. Selain itu, bulan juga menyimbolkan bermacam hal
seperti kesuburan, ketidakabadian, kegelapan, keberadaan sebelum kelahiran dan
kehidupan setelah kematian, takdir, kematian, dan lainnya. Simbolisasi mengenai
siklus, dualisme, hal yang bertentangan juga termasuk di dalam siklus bulan (Eliade,
1993: 156). Dan simbol umum mengenai bulan seperti yang sudah dikemukakan di
atas juga terdapat di dalam ajaran agama Budha (Stone, 2003: 200). Dari keterangan
di atas, kehidupan setelah kematian adalah dunia kematian, dan yang dimaksud
dengan takdir adalah nasib yang tidak dapat dihindari, dan juga merupakan suatu
kepastian nasib.
Di dalam agama Budha, terdapat sebuah perkataan bahwa bulan yang bersinar
kemarin tidak berbeda dari bulan yang bersinar kemarin lusa. Ini merupakan
perkataan simbolik di mana ‘bulan’ adalah sang Budha (Stone, 2003: 208). Hal ini
menggambarkan bahwa bulan digambarkan sebagai suatu kepastian. Hal ini juga
sesuai dengan Shou yang berpendapat bahwa kematian adalah suatu kepastian bagi
manusia (Takeichi, 2008: 63).
49
Tabel 3.13
Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「月」
Satelit
Masa
Cahaya
Nama bulan
Ketidakabadian
Kehidupan
Kematian
Siklus
Dunia kematian
Kegelapan
Kesuburan
Takdir
Reinkarnasi
Dualisme
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
50
Dengan demikian, makna dalam kata “bulan” yang berhubungan dengan konsep
kematian orang Jepang menurut agama Budha terletak pada kata siklus, dunia
kematian, ketidakabadian, dan reinkarnasi.
3.5 Analisis Larik Kedua pada Bait Keenam Dalam Lagu Fantasy
Analisis kata terakhir dalam skripsi ini adalah kata「灰” yang terdapat pada larik
kedua pada bait keenam lirik lagu Fantasy adalah sebagai berikut:
灰になった 君はとても小さかった Hai ni natta kimi wa totemo chisakatta Terjemahan:
Menjadi abu, kau sangat kecil
Tabel 3.14 Tabel Analisis Makna Kata「灰」
Sisa pembakaran
Debu
Kremasi
Kematian
Ketidakabadian
Penyesalan
Pertobatan
Penyucian
Kebangkitan
“灰” (abu)
51
Kata “灰” yang dibaca hai memiliki arti “abu” (Matsura, 2005: 237). Menurut
KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kata “abu” memiliki arti sebagai
berikut :
“Abu n 1 sisa yang tinggal setelah suatu barang mengalami pembakaran lengkap: -- rokok; rumahnya telah menjadi -- (habis terbakar); 2 debu: bajunya kotor oleh --; berdiang di -- dingin, pb tidak mendapat apa-apa (dr saudara, tuan rumah, dsb); jadi -- arang, pb sudah usang atau basi (tt pembicaraan dsb); kalah jadi -- , menang jadi arang, pb pertengkaran tidak akan menguntungkan kepada pihak mana pun; (spt) -- di atas tanggul, pb tidak tetap kedudukannya (sewaktu-waktu dapat dipecat dsb); terpegang di -- hangat, pb mendapat atau mencampuri sesuatu yang menyusahkan saja;”
Dalam Koujien, (Shinmura, 2008: 2106), kata “灰” memiliki arti sebagai berikut :
物の焼け尽した後に残る粉状の物質。灰燼。
Terjemahan:
Benda berupa bubuk yang merupakan sisa dari benda yang terbakar. hancur menjadi abu.
Kata “abu” yang terdapat di dalam larik ini berhubungan dengan almarhum teman
Shou karena ia dikremasi. Dan di saat itu Shou beranggapan bahwa almarhum
temannya menjadi sangat ‘kecil’ karena yang tersisa hanya abu dan tulang, seperti
yang dikemukannya dalam larik yang dianalisis pada subbab ini. Dan karena itu pula
ia masih tidak percaya bahwa temannya telah meninggal bahkan setelah proses
kremasi. Walaupun demikian, Shou berpendapat bahwa terdapat sebuah arti
mengenai kehidupan di dalam proses kremasi, yang menurutnya adalah sebuah
perpisahan terhadap jasad temannya tersebut, yang juga merupakan perpisahan
terhadap kehidupan menuju kematian (Takeichi, 2008: 63). Jadi lewat pendapat Shou
tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa, di dalam kematian temannya ia
52
menemukan arti mengenai kehidupan, dan terdapat kehidupan di dalam kematian. Hal
ini juga sesuai dengan pandangan agama Budha di mana kehidupan tidak dapat
dipisahkan dari kematian (Stone, 2003: 78).
Sementara itu, dalam katiannya dengan kematian, menurut kepercayaan dari
berbagai kebudayaan di berbagai negara, abu adalah simbol kematian, ketidakabadian,
penyesalan dan pertobatan, juga penyucian dan kebangkitan. Bangsa Yunani, Mesir,
Yahudi, Arab, dan beberapa suku primitif sampai sekarang menggunakan abu yang
diurapkan di kepala sebagai tanda berduka cita (Garmer, 2000: 25).
Dalam hubungannya di dalam agama Budha, terdapat analogi mengenai abu dan
kayu bakar. Sekali kayu bakar menjadi abu, ia tidak akan dapat menjadi kayu bakar
lagi. Di sini kayu bakar tidak dilihat sebagai masa lalu dan abu adalah masa depan.
Keduanya merupakan masa depan dan masa lalu, tetapi di masa sekarang, tidak ada
masa lalu dan masa depan. Hal ini juga menggambarkan bahwa orang yang telah
meninggal tidak akan hidup kembali. Dalam hal ini pula digambarkan bahwa
kehidupan adalah salah satu momen dalam waktu, dan kematian juga adalah salah
satu momen dalam waktu (De Bary, et all,. 2001: 326).
Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi sebuah transisi atau peralihan,
keabadian jiwa manusia, dan kehidupan abadi setelah kematian. Namun, kehidupan
adalah kehidupan, dan kematian adalah kematian, sehingga kehidupan dan kematian
merupakan kedua hal yang berbeda (Abe dan Heine, 1992: 72). Namun, kehidupan
dan kematian tidak bisa dipisahkan sehingga kedua hal tersebut adalah satu (Stone,
2003: 78).
53
Dari beberapa makna konotatif kata “abu,” penulis menyimpulkan bahwa abu
adalah hal yang menggambarkan bahwa orang yang telah meninggal tidak akan hidup
lagi, juga sekaligus transisi dari kehidupan menuju kematian. Abu juga merupakan
simbol ketidakabadian berkaitan dengan transisi dari kehidupan ke kematian tersebut.
Tabel hasil analisis medan makna dari konsep kematian orang Jepang menurut
agama Budha dengan kata “灰” dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.15 Analisis Medan Makna dari Konsep Kematian Orang Jepang
Menurut Agama Budha dan「灰」
Dari tabel analisis medan makna di atas, persamaan konsep kematian orang Jepang
menurut agama Budha dan “灰” teletak pada tiga buah kata, yaitu kata “kremasi”, dan
“ketidakabadian.”
Kremasi
Ketidakberadaan
Kosong
Sementara
Ketidakabadian
Siklus
Dunia kematian
Surga
Reinkarnasi
Sisa pembakaran
Debu
Kremasi
Kematian
Ketidakabadian
Penyesalan
Pertobatan
Penyucian
Kebangkitan