ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN
MUSKULOSKELETAL DISLOKASI
Posted on June 3, 2013 by dhanti
“DISLOKASI”
A. DEFINISI
Beberapa Pengertian Dislokasi:
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) ( Brunner & Suddarth ).
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu
Bedah, hal 1138).
Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Sebuah
sendi yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi
kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila
dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus
dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan,
semakin baik penyembuhannya.
B. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olahraga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga. Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi.
Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan
panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi
kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan
cara dibidai.
D. MANIFESTASI KLINIS
1.
1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
1. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
1. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
1. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Kekakuan.
E. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi kongenital. Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik. Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik. Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi
pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
1. Menguap atau terlalu lebar.
2. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk
dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah
telapak tangan atau punggung tangan.
1. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
1. a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
1. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
2. c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
F. PENATALAKSANAAN
Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan pada tempat
kejadian. Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau
siku. Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan
gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan
kekuatan, sebab mungkin sekali mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan
kontraksi dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum. Kekenduran
otot memudahkan reposisi.
1. Lakukan reposisi segera.
2. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali.
Tindakan ini sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.
3. Dislokasi sendi :
1. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi.
Misalnya dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi
bahu.
2. Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum
3. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan
latihan yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan
sendi yang penuh, khususnya pada sendi bahu.
4. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda
gangguan neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan
vaskuler setelah reposisi tertutup berhasil dilakukan secara lembut.
Pembedahan terbuka mungkin diperlukan, khususnya kalau jaringan
lunak terjepit diantara permukaan sendi.
5. Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan
pemasangan gips, misalnya pada sendi panngkal paha, untuk
memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
6. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
7. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
8. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
9. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi
halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
10. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. 1. Pengkajian
Ø Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Ø Nama
Ø Jenis kelamin
Ø Usia
Ø Status
Ø Agama
Ø Alamat
Ø Pekerjaan
Ø Pendidikan
Ø Bahasa
Ø Suku bangsa
Ø Dx Medis
Ø Sumber biaya
Ø Riwayat keluarga
Ø Genogram
Ø Keterangan genogram
Ø Status kesehatan
Ø Status kesehatan saat ini
- Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
- Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Ø Status kesehatan masa lalu
- Penyakit yang pernah dialami
- Pernah dirawat
- Alergi
- Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan kesehatan)
Ø Riwayat penyakit keluarga
Ø Diagnosa Medis dan Therapi
Ø Pola Kebutuhan dasar (menurut Virginia Hunderson)
Ø Bernafas
Ø Makan dan minum
Ø Eleminasi
Ø Gerak dan aktifitas
Ø Istirahat tidur
Ø Pengaturan suhu tubuh
Ø Kebersihan diri
Ø Rasa nyaman
Ø Rasa aman
Ø Sosial
Ø Pengetahuan
Ø Rekreasi
Ø Spiritual
Ø Prestasi
Ø Pemeriksaan fisik
Ø Tanda – tanda vital (Nadi,Temp,RR,TD)
Ø Keadaan Fisik (IPPA)
- Pemeriksaan neurologis
- Ekstremitas (atas dan bawah )
Ø Pemeriksaan penunjang
- Foto X-ray
- Foto rontgen
Ø Data Subyektif :
- Terjadi kekauan pada sendi
- Adanya nyeri pada sendi
Ø Data Obyektif :
- Perubahan panjang ekstremitas
- Sulit menggerakkan ekstremitas
- Meringis
- Foto rontgen menunjukkan tulang lepas dari sendi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya
trauma jaringan dan tulang
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai
dengan kekakuan pada sendi
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan dilakukannya reposisi ditandai
dengan pembidaian
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan panjang ekstremitas
ditandai dengan perubahan postur tubuh
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dilakukannya reposisi
ditandai dengan pembedaian
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terjepitnya pembuluh
darah ditandai dengan edema
3. Intervensi Keperawatan
Nyeri yang berhubungan dengan kompresi serabut saraf pinggul.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam diharapkan nyeri
berkurang atau teratasi.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang/terkontrol (skala nyeri 1-3)
Pasien tidak gelisah
Tanda-tanda vital normal
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda
nyeri non faramakologis
dan non invasif
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologis lainnya telah
menunjukan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
Lakukan manajemen Istirahat secara fisiologis akan mengurangi
nyeri keperawatan :
Istirahatan klien
kebutuhan oksigen yang di perlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Dekatkan dengan orang
terdekat
Bayi yang mengalami nyeri akibat dislokasi
kongenital memerlukan orang terdekat
untuk mengurangi kegelisahannya.
Ajarkan teknik relaksasi
pernafasan dalam ketika
nyeri muncul
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia
spina .
Ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal.
Kolaborasi dengan
dokter : pemberian
analgetik
Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
Kolaborasi untuk
pemasangan traksi
pinggul
Penarikan femur dapat menurunkan
kompresi saraf sehingga dapat menurunkan
respon nyeri.
Kolaborasi untuk
dilakukan reduksi tertutup
Dislokasi harus di reduksi secepat mungkin
di bawah pengaruh anastesi umum. Reduksi
tertutup akan menurukan kompresi saraf
skiatika.
Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang
panggul, cedera neuromuskular, pemasangan fiksasi eksterna.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko trauma tidak terjadi.
Kriteria hasil :
klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma.
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan tirah baring
dan mobilisasi sesuai
indikasi.
Meminimalkan rangsangan nyeri akibat
antara fragmen tulang dengan jaringan
lunak disekitarnya.
Gunakan pagar tempat
tidur.
Mencegah klien jatuh.
Kolaborasi pemberian
obat antibiotik pasca
bedah.
Antibiotik bersifat
bakteriosida/bakteriostatik untuk
membunuh/menghambat perkembangan
kuman.
Evaluasi tanda/gejala
perluasan cedera jaringan
(peradanagn
lokal/sistemik,seperti
peningkatan nyeri, edema,
demam).
Meniali perkembangan masalah klien.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera neuromuskulular
sekunder akibat dilokasi sendi pinggul.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hambatan mobilitas
hilang/berkurang/teradaptasi.
Kriteria hasil :
Klien terlihat mampu melakukan mobilitas fisik secara bertahap.
Klein dapat mengenal cara melakukan mobilisasi
Klien secara kooperatif mau melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan
mobilisasi 9 ekstermitas.
Membantu dalam mengantisifasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
Kaji kemampuan
ekstermitas untuk menilai
adanya defisit neurologis
pada kondisi motorik.
Kelemahan pada ekstermitas di periksa
untuk mengetahui adanya defisit neurologis.
Ajarkan berjalan dengan
penggunaan alat bantu.
Penggunaan alat bantu dapat membantu
mobilisasi berjalan tanpa memberikan beban
pada sendi pinggul yang mengalami
dislokasi atau pasca bedah.
Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancan terhadap konsep
diri, perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas klien berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
Klien terlihat rileks dan secara subjektif menyatakan ansietas berkurang.
INTERVENSI RASIONAL
Bantu klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
Ansietas berkelanjutan menimbulkan
dampak serangan jantung selanjutnya.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerjasama dan
mungkin memperlambat proses
penyembuhan.
Mulai melakukan Mengurangi rangsangan eksternal yang
tindakan untuk
mengurangi ansietas. Beri
lingkungan yang tenang
dan suasana penuh
istirahat.
tidak perlu.
Tingkatkan kontrol
sensasi klien.
Kontrol sensasi klien dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan terhadap sumber koping
yang posistif, membantu latihan relaksasi
dan teknik pengalihan dan memberikan
respon yang posistif.
Orientasikan klien
terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang
diharapakan.
Orientasi dapat mengurangi ansietas .
Beri kesempatan kepada
klien untuk
mengungkapkan
ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak di ekspresikan.
Berikan privasi untuk
klien dan orang
terdekatnya.
Memberiakan waktu untuk
mengekspresikan perasaan, menghilangkan
ansietas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga atau teman yang dipilih klien
untuk melayani aktivitas dan pengalihan
akan mengurangi terisolasi.
5. Evaluasi
Evaluasi : fase akhir dari keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang
diberikan, sedangkan hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan
kualitas data teratasi atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketetapan
intervensi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian terhadap respon pasien setelah dilakukan keperawatan yang
disusun pada tahap perencanaan. Pada pasien fraktur tibia dan fibula (cruris) post op
orif dengan tujuan dan kriteria hasil seperti yang ada di atas, maka evaluasi yang
diharapkan :
1. Menyatakan perasaan nyeri, hilang atau terkontrol.
2. Pasien memperlihatkan kemandirian dalam aktifitas.
3. Pasien mengetahui kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan medis,
memperlihatkan tanda vital yang normal.
4. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik.
5. Memperlihatkan suhu tubuh yang normal.
KASUS DISLOKASI
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 20 tahun
Alamat : Tulang Bawang
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Masuk RSUAM : 30 April 2007
B. ANAMNESIS (Autoanamnesa)
1. Keluhan Utama : Panggul kiri belakang terasa linu
2. Keluhan Tambahan : Kesulitan berjalan secara normal.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Tiga bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan antara motor dengan motor dan
keduanya saling bertabrakan dengan kecepatan tinggi ± 80 km/jam. Pasien mengaku
terpental ke kiri sejauh 3m hingga jatuh ke selokan dengan panggul kiri menghantam
dinding selokan . Pasien merasakan ada pembengkakan di panggul kiri belakang.
Pasien mengaku tidak hilang kesadaran saat kecelakaan.
Sesaat setelah terjatuh pasien mencoba berdiri namun tidak sanggup karena merasa
nyeri pada panggul kiri belakangnya. Setelah kecelakaan di bawa ke tukang urut
hingga belasan kali dan berhenti pergi ke tukang urut sejak 1 bulan yang lalu karena
masih merasa ada benjolan pada panggul kiri belakang yang terasa nyeri disekitarnya
dan terpincang-pincang saat berjalan. Hal ini yang kemudian membawa pasien datang
berobat ke RSUAM.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan perdarahan, hipertensi dan
diabetes mellitus.
5. Riwayat Terdahulu : -
6. Riwayat Pengobatan
Skeletal traksi 10 kg : Mulai tanggal 1 April 2007
C. PEMERIKSAAN FISIK, 1 Mei 2007
1. Status Present
* Keadaan umum : Tampak sakit sedang
* Kesadaran : komposmentis
* Tekanan Darah : 120/70 mmHg
* Nadi : 80x/mnt
* RR : 20 x/mnt
* Suhu : 36,8 o C
2. Status Generalis
a. Kepala
* Bentuk : Normal
* Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
* Mata : sokor, refleks pupil (+), sklera tidak kuning, konjungtiva palpebra
tidak tampak pucat, palpebra tak tampak bengkak
* Telinga : Simetris, liang lapang, sekret (-)
* Mulut : Bibir tidak pucat, tidak kering, gusi tak berdarah, lidah tak
nampak kotor
b. Leher
* Inspeksi : Simetris, tak tampak benjolan, JVP tak tampak.
* Palpasi : trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
c. Thoraks
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB supraklavikula dan aksila
d. Paru-Paru
* Inspeksi : Pernafasan simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan abnormal,
* Palpasi : Fremitus vokal kanan = kiri, KGB aksila tak ada pembesaran.
* Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
* Auskultasi : suara vesikuler normal, suara nafas tambahan (-)
e. Jantung
* Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
* Palpasi : Ictus tak teraba
* Perkusi : Batas kanan : ICS 4, sternal kanan
Batas kiri : ICS 5, midklafikula kiri
* Auskultasi : Bunyi jantung murni, frekuensi normal, regular, bunyi jantung
tambahan (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, simetris.
Palpasi : Hepar tak teraba, lien tidak teraba, ginjal tak teraba nyeri tekan
(-), KGB inguinal tak ada pembesaran.
Perkusi : Suara timpani
Auskultasi : Bising usus normal
g. Ekstremitas
* Superior : Oedem (-)
* Inferior : Oedem (-)
3. Status Lokalis Ekstremitas Inferior regio coxae sinistra:
a. Look. (persiapan operasi)
v Pemendekan pada tungkai kiri
v Tungkai atas kiri nampak flexi, serta keseluruhan tungkai kiri tampak adduksi dan
endorotasi
v Warna kulit sama dengan daerah sekitar
v Terdapat benjolan pada panggul kiri belakang yang keras
(hari ke1, post operasi)
v Terpasang traksi dengan beban 10 kg pada femur distal sinistra
b. Feel.( tgl 1 Mei 2007, persiapan operasi )
v Nyeri tekan : (-) pada pelvis sinistra
v Nyeri sumbu : (-) pada pelvis sinistra
v Suhu kulit hangat
v Krepitasi (-)
( Hari ke 1, post operasi)
v Nyeri tekan : (+) pada tempat traksi( femur distal sinistra)
v Nyeri sumbu tidak silakukan
c. Move (tgl 1 Mei 2007, persiapan operasi )
v ROM : Aktif (+)200 , Pasif (+) 400
(hari ke 1, post operasi )
v Tak dapat dinilai karena nyeri pada lokasi pemasangan traksi
d. Neurovaskuler
v Sensibilitas : Rangsangan raba (+)
v A.dorsalis pedis : Teraba (+)
D. DIAGNOSIS KERJA
Dislokasi caput femur posterior sinistra
E. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- Antibiotik
- Analgetik
2. Tindakan
- Skeletal Traksi
- Reposisi dislokasi
F. PROGNOSIS
1. Mekanisme trauma
Caput femur dipaksa keluar dan ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang
dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau
semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut
penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras bagian depan lutut.
misalnya kecelakaan mobil dimana lutut terbentur ke dasboard.
Lima puluh persen dislokasi disertai fraktur pada pinggir acetabulum dengan fragmen
kecil atau besar.
2. Gambaran klinis
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang
dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak
bawah.
3. Pemeriksaan Radiologis
Dengan sinar-x akan diketahui jenis dislokasi dan apakah dislokasi disertai fraktur
atau tidak. Pemeriksaan radiografi menunjukkan caput os femur berada di atas
acetabulum.
4. Terapi
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi
yang cukup. Penderita dibaringkan dengan pembantu menahan panggul. Sendi
panggul difleksikan serta lutut difleksikan 900 dan kemudian dilakukan penarikan
pada paha secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi
panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi
panggul.
Pada tipe II setelah reposisi, maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara
operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen
yang terjebak dalam acetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V
juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tak
tereposisi maka harus dilakukan reposisi dengan operasi.
5. Perawatan pasca reposisi
Traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan
mempergunakan tongkat selama 3 bulan.