Analisis Kebijakan Kenaikam Tarif Cukai dan Penyesuaian Batasan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau (Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor. 179/PMK.011/2012)
Deacy Maya dan Prof. Dr. Azhari Aziz Samudra, M.Si
Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indomesia
Email : [email protected]
Abstrak Melihat dampak positif dan negatif tembakau di Indonesia, maka dari itu pemerintah menetapkan kebijakan atas kenaikan tarif cukai tembakau. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kenaikan tarif cukai dan batas harga jual eceran hasil tembakau berdasarkan PMK179/PMK.011/2012. (2) Menganalisis perubahan – perubahan yang terjadi berdasarkan PMK179/PMK.011/2012 dengan sebelumnya. (3) Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai tembakau. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemerintah dalam menciptakan kebijakan kenaikan tarif tembakau adalah untuk penerimaan negara, untuk menciptakan sistem administrasi sederhana, faktor - faktor kesehatan, untuk dapat menekan peredaran rokok ilegal, untuk mengurangi konsumsi rokok. Perubahan – perubahan yang terjadi adalah kenaikan tarif cukai dan batasan harga eceran, penyederhanaan lapisan tarif. Dampak dari kenaikan tarif cukai tembakau adalah meningkatknya penerimaan negara, untuk mengurangi konsumsi rokok, rokok ilegal, berkurangnya pabrikan industri tembakau dan tenaga kerja. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat ke depannya agar pembuat kebijakan dapat merumuskan suatu kebijakan yang efektif sesuai dengan filosofi pengenaan cukai berdasarkan undang - undang, dan untuk menambah pengetahuan di bidang cukai hasil tembakau .
Analysis of Policies and Excise Tariff Increase Margin Adjustment retail prices of tobacco products (Regulation of the Minister of Finance Number. 179/PMK.011/2012)
Abstract
Looking at the positive and negative impacts of tobacco in Indonesia, and therefore the government established a policy on tobacco tax increase. This study aims to: (1) analyze basic considerations Government set rate increase tobacco excise and simplification retail price of tobacco products based PMK 179/PMK.011/2012.(2) to analyze changes that take place based on the previous PMK179/PMK.011/2012. (3) analyze the impact the increase in tobacco excise rates. From the results of the study found that government policy in creating tobacco tariff policy is to state revenue, to create a simple administration system, factors - health factors, in order to suppress the circulation of illegal cigarettes, to reduce cigarette consumption. Changes - the change is the increase in excise tax rates and retail price restrictions, tariff simplification layer. The impact of the increase in tobacco tax rates is the increasing state revenues, to reduce the consumption of cigarettes, illegal cigarettes, reduced tobacco manufacturing industry and labor. This research is expected to be useful in the future so that policy makers can formulate an effective policy in accordance with the philosophy of the imposition of excise duty by legislation rule, and to increase knowledge in the field of tobacco excise. Keywords: Excise Tariff Increase - Retail Selling Price Adjustment Limits 1. Pendahuluan
Penerimaan negara dari sektor perpajakan merupakan cara yang tepat dilakukan pemerintah
untuk menciptakan pembangunan yang mandiri menuju masyarakat yang adil dan makmur, agar
terlepas dari ketergantungan penerimaan dari sektor migas. Penerimaan perpajakan terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Dalam kurun waktu 2007- 2012
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penerimaan perpajakan berkontribusi rata-rata 70% terhadap total pendapatan negara dan hibah.
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan,
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan berkontribusi sangat penting
dalam APBN, terutama sektor Penerimaan dalam negeri. Cukai merupakan salah satu pungutan
tidak langsung, namun ternyata pungutan cukai memilik karakteristik yang berbeda, yang memiliki
karakteristik khusus yang tidak dimiliki pajak lainnya, bahkan tidak serupa dengan jenis pajak
tidak langsung lainnya.Pengenaan cukai terhadap (tiga) jenis barang kena cukaidiantaranya etil
alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol,hasil tembakau.Penerimaan cukai
tembakau merupakan penerimaan yang paling besar diantara pungutan cukai lainnya (Kementrian
Keuangan).
Berdasarkan kementrian keuangan perkembangan cukai tembakau terjadi setiap tahunnya
diantaranya tahun 2012 - 2013, penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau, dua golongan
untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin) serta tiga golongan untuk
jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan). Adanya penyederhanaan struktur tarif dari 15 layer menjadi
13 layer, dengan penggabungan layer tiga dengan layer dua untuk tembakau SKM golongan I dan
SPM golongan II, sedangkan untuk jenis SKT tidak mengalami perubahan (Kementrian
Keuangan). Kebijakan tarif cukai tahun 2013 sedikit demi sedikit akan mengarah kepada kebijakan
tunggal spesifik, yaitu kebijakan tarif cukai tembakau yang menyamaratakan cukai antar setiap
golongan industri hasil tembakau baik itu Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin
(SKM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Industri tembakau memberikan kontribusi besar bagi pemerintah dengan memperoleh dana
dari masyarakat bagi kas negara untuk pembiayaan belanja pemerintah. Penerimaan cukai
tembakau hampir setiap tahunnya mengalami kenaikan karena tembakau memberikan eksternalitas
negatif. Industrihasil tembakau, selain sebagai sumber penerimaan negara juga memiliki
sumbangan yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja.menurut Abdillah Ahsan di Detik.Com
berdasarkan data BPS “ Jumlah pekerja tidak langsung untuk industri tembakau berjumlah sekitar
300 ribuan se – Indonesia dan petani tembakau di Indonesia berjumlah 500 ribuan”. Meskipun
industri hasil tembakau memberikan kontribusi positif bagi ekonomi nasional, akan tetapi industri
hasil tembakau juga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyrakat dan kondisi
lingkungan, hal tersebut yang menjadikan alasan produk hasil tembakau dikenakan cukai untuk
pengurangan konsumsi rokok dan perbaikan taraf kesehatan sehingga dapat mengurangi
eksternalitas negatif yang secara tidak langsung akan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Kebijakan atas kenaikan batasan harga jual eceran dan kenaikan tarif cukai juga dilakukan
pemerintah untuk menangani maraknya rokok ilegal. Rokok ilegal merupakan rokok yang tidak
dilekati pita cukai, rokok yang dilekati pita cukai palsu, pelekatan pita cukai yang tidak sesuai
dengan golongan tembakau. Hal ini seperti yang terjadi di kota Jepara dan Kudus, Jawa Tengah
Kegiatan operasi 1.204 pabrik rokok dihentikan karena tidak mengantongi izin nomor pokok
pengusaha barang kena cukai atau NPPBKC. Pemerintah ingin menertibkan pabrik rokok yang
berbisnis tanpa membayar cukai (Sumber ; Kompas 15 Agustus 2008).
Berdasarkan penjelasan latar belakang penulis mengemukakan permasalahan pokok
penelitian ini ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Pemerintah dalam menetapkan kebijakan
kenaikan tarif cukai hasil tembakau PMK No.179/PMK.011/2012 dan formulasi
kenaikan batasan HJE dalam Tahun2013 ?
2. Apakah perubahan – perubahan apakah yang terjadi pada kebijakan PMK
No.179/PMK.011/2012 dengan PMK terdahulu?
3. Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau?
2. Tinjauan Teoritis
Landasan Teori yang digundakan dalam penelitian ini adalah :
2.1 Teori Kebijakan
Kebijakan berasal dari kata yunani Polis akar katanya masuk kedalam bahasa latin menjadi
politea (negara) dan akhirnya Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari
bahasa Inggris. Kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan
tertentu (Friedrick, 2005; 1-5).
Proses analisis kebijakan merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di
dalam proses kegiatan yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat
politis (Dunn William N terjemahan Darwis, Muhadjir, 1998; 22).
2.2 Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal sering juga disebut dengan “politik fiskal” atau “fiscal policy”, kebijakan
fiskal diartikan sebagai tindakan pemerintah dalam bidang anggaran perekonomiandengan tujuan
untuk dapat mempengaruhi jalannya pembiayaan pemerintah melalui anggaran negara.Anggaran
belanja negara kita lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disingkat
dengan APBN.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tujuan Kebijakan Fiskal menurut John F. Due sebagai berikut:
a) untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi atau
memperbaiki keadaan ekonomi;
b) untuk memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran atau mengusahakan
kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga – harga
secara umum;
c) Untuk menstabilkan harga – harga secara umum, khususnya mengatasi inflasi.
Cukai merupakan salah satu dari kebijakan fiskal, sehingga diberikan definisi kebijakan
fiskal. Menurut Nurmantu “ Kebijakan fiskal adalah alternatif keputusan yang dipilih pemerintah
dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran negara” (Nurmantu, 2003).
2.3 Fungsi Pajak
Fungsi Pajak adalah:
1. Menurut Soemitro dalam Marsuni, fungsi budgeter dititik beratkan pada sektor publik,
yang mengandung makna bahwa:
a. Upaya pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat.
b. Dana yang dihimpun digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
c. Sisa atau surplus dari dana tersebut digunakan untuk membiayai investasi pemerintah
(publik investment atau publik saving) (Marsuni : 2006,57 ).
Pajak sebagai sumber penerimaan negara merupakan salah satu penafsiran dari fungsi
budgeter pajak. Maka apabila membicarakan mengenai fungsi budgeter pajak, dapat
dikaitkan dengan pernyataan Thomas R. Dye (kutipan Marsuni 2006, 58) yaitu: “The
budgeter is the single most important policy statement of any government” (anggaran
adalah merupakan suatu rumusan kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh
pemerintah).
2. Fungsi reguleren atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi
dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu (Mansury:2007, 36). Cukai di Indonesia lebih mengedepankan fungsi budgeter dan
reguleren, dilihat dari perubahan - perubahan kebijakan tarif, pengawasan terhadap
penggunaan, dan adanya pembatasan produksi rokok untuk rencana jangka panjang
pemerintah.
2.4 Kebijakan Cukai
Samuelson dalam Arsjad menjelaskan terlebih dahulu 3 instrumen pokok yang dimiliki
pemerintah yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat:
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
1) Pajak yang bisa mengurangi konsumsi atau investasi masyarakat dan oleh karena itu
ada sejumlah sumber dana yang sekarang bebas dipergunakan untuk pengeluaran
nergara; pajak juga dapat menggalakkan atau menghalang-halangi (discourage)
sejumlah macam kegiatan ekonomi tertentu.
2) Pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bisa mendorong perusahaan dan para
pekerja memproduksi barang-barang dan jasa tertentu, dan juga salahsatu jenis
pengeluaran yang disebut “transfer payments” bisa mendukung pendapatan.
3) Peraturan-peraturan atau pengawasan pemerintah yang langsung mengarahkan
masyarakat untuk berbuat sesuatu (perform) atau tidak berbuat sesuatu (desist).
Dengan adanya instrumen tersebut maka dikeluarkan kebijakan cukai didalam masyarakat
(Nurdjaman Arsjad, et.al, 1992).
2.5 Konsep Cukai
a) Pengertian Cukai
Menurut Crumbley, cukai adalah pajak yang dikenakan pada kegiatan, pekerjaan, privilege,
manufaktur, penjualan atau konsumsi. Belakangan pengertian ini dimasukkan ke dalam semua
pajak kecuali pajak penghasilan dan pajak properti.Pajak atas barang-barang seperti tembakau,
bensin, tidak dapat dikurangkan dari pajak perorangan (Crumbley, et.al, 1994; 13).
b) Karakteristik Cukai
Terdapat tiga konsep dasar cukai (Cnossen; 7) yang bersifat universal, sebagaimana
diutarakan oleh Cnossen, karakteristik cukai ialah :
1) Selectivity in coverage (Selektivitas dalam cakupan)
Karakteristik Selectivity in coverage ini mengharuskan agar barang yang dikenakan cukai
tersebut harus dilihat secara selektif.
2) Discrimination in intens (Diskriminasi dalam inten)
Pungutan cukai ditujukan untuk maksud - maksud tertentu yang diinginkan oleh otoritas
pemerintah agar suatu produk tidak secara bebas dikonsumsi masyarakat.
3) Some form of quantitative measurement (Beberapa bentuk pengukuran kuantitatif)
Ciri khas yang membedakan cukai dengan pajak lainnya adalah bahwa pemungutan cukai
pada umumnya berimplikasi pada pengawasan fisik atau pengukuran oleh otoritas cukai
untuk menentukan kewajiban pajak dan untuk memastikan peraturan cukai ditaati.
2.6 Alasan Pengenaan Cukai
Alasan adanya pemungutan cukai adalah untuk dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang tidak dapat dimungkinkan dengan pajak - pajak penjualan atau pajak-pajak yang lain
(Due, 1985 ; 495). Cukai merupakan penggantian-penggantian untuk pungutan bagi kegiatan-
kegiatan pemerintah yang memberikan keuntungan-keuntungan yang langsung, jika konsumsi
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
barang-barang tertentu mempunyai hubungan yang berarti dengan keuntungan-keuntungan
yang telah diterima dari kegiatan-kegiatan ini. Cukai juga merupakan salah satu cara untuk
mengurangi konsumsi dari barang-barang yang merugikan masyarakat.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
peneliti berusaha untuk memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana kebijakan
penetapan kenaikan tarif cukai dan penyesuain batasan harga jual eceran hasil tembakau yang
dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai, perubahan yang terjadi dalam peraturan
sekarang dengan peraturan terdahulu dan akibat apa yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai
tembakau. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif (Khusus – Umum), yaitu peneliti memulai
penelitian dengan topik yang umum dan sejalan dengan pengumpulan data awal dan analisis
sementara, penelitian kualitatif dapat memformulasikan pertanyaan penelitian hingga fokus.
Jenis Penelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria –
kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: Tujuan Penelitian ; Manfaat Penelitian; Dimensi Waktu ;
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan Sedangkan untuk menganalisis kebijakan kenaikan
tarif cukai dan penyesuain batasan harga jual eceran hasil tembakau, dilakukan dengan
menggunakan studi literatur , Studi lapangan dan Wawancara.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Dasar Pertimbangan Pemerintah untuk Menetapkan Kebijakan Tarif Cukai dan
Formulasi Penetapan Kenaikan Batasan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau
Undang – undang No. 39 tahun 2007 tentang cukai di Indonesia merupakan perubahan dari
Undang – undang No. 11 tahun 1995.Dalam merumuskan kebijakan cukai pemerintah harus
memperhatikan keseimbangan antara tujuan ekonomis seperti penerimaan negara, lapangan
pekerjaan untuk masyarakat, dan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat.Instansi
pemerintahan dibantu dari berbagai pihak yang ikut berperan untuk memperoleh ide – ide baru
membuat perumusan kebijakan dalam rangka memperbaharui kebijakan sebelumnya agar
memperoleh kebijakan yang lebih baik dari sebelumnya.Hal – hal yang menjadi dasar
pertimbangan pemerintah atas kebijakan kenaikan tarif dan Formulasi Penetapan Kenaikan batasan
harga jual eceran cukai hasil tembakau yang tertuang dalam PMK No.179/PMK.011/2012 adalah
sebagai berkut :
a) Kebijakan Jangka Menengah Roadmap Industri Hasil Tembakau Tahun 2012
PMK No.179/PMK.011/2012 yang dilakukan pemerintah dalam memberlakukan kenaikan
tarif dan cukai hasil tembakau dengan mempertimbangkan Roadmap industri hasil tembakau
jangka waktu untuk jangka menengah pada 2010 - 2015, prioritas industri tersebut adalah
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penerimaan negara, aspek kesehatan, dan penerimaan tenaga kerja. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan kebijakan tarif cukai tembakau harus tetap melihat dan mempertimbakan Roadmap
Industri Hasil Tembakau (IHT) .Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) telah disahkan oleh
kementrian perindustrian dan Roadmap tersebut dijadikan dasar pemikiran yang tertuang dalam
PMK No.179/PMK.011/2012 oleh Pemerintah.
Menurut penulis dengan pemberlakuan PMK No.179/PMK.011/2012 pemerintah melihat
pada Roadmap industri hasil tembakau, dimana pemberlakukan kebijakan kenaikan tarif dan
kenaikan batasan harga jual eceran tahun 2013 pada jangka menengah tujuan utamanya masih
mengedepankan penerimaan negara.
b) Semakin Banyaknya Rokok Ilegal
Produksi rokok Ilegal merupakan produksi rokok yang melanggar hukum perizinan dan
pembatasan produksi rokok.Rokok ilegal adalah rokok polos atau yang tidak mengenakan pita
cuka, rokok yang mengenakan cukai palsu dan masih banyak lagi berbagai bentuk peredaran rokok
ilegal di Indonesia.Menurut peneliti maksud dari pernyataan tersebut adalah rokok sebelum
dikeluarkan dari pabrikan atau gudang harus dilekatkan dengan pita cukai yang dikeluarkan oleh
kementrian keuangan dan dicetak oleh BUMN dan / atau institusi yang diberi kewenangan oleh
kementrian keuangan.Cukai harus dibayar oleh produsen yang dalam hal ini, sebelum rokok
dikeluarkan ke pasaran maka pabrikan harus menanggungnya terlebih dahulu.
Beredarnya rokok ilegal dan pita cukai palsu yang merupakan hambatan dari penerimaan
negara.Selain penerimaan negara berkurang, persaingan bisnis hasil tembakau juga menjadi tidak
sehat karena produk tembakau ilegal bisa menjual dengan harga lebih murah dari yang
legal.Diharapkan dengan dikeluarkannya PMK No.179/PMK.011/2012 dilakukan melalui
kebijakan adminstrasi dan pengawasan dari pihak Direktorat Jendral Bea dan Cukai dengan pihak
Kepolisian untuk mengurangi praktek rokok ilegal yang berkembang di negara ini.
c) Penyederhanaan Sistem Administrasi
Dalam pemungutan cukai perlunya penyederhanaan sistem dan adminitrasi, untuk
mempermudah pengenaan tarif cukai tembakau dilakukan upaya dengan penyeragaman dan
penyederhanaan sistem tarif cukai tembakau.Penyeragaman dan penyederhanaan hal ini tidak
terlepas dengan ketentuan dalam undang – undang cukai hasil tembakau yaitu kelayakan
administrasi.Usaha yang dilakukan pemerintah dalam penyeragaman dan penyederhanaan sistem
tarif cukai tembakau adalahdengan pengelompokan jenis tarif cukai hasil tembakau dengan
menentukan batasan harga jual eceran tembakau untuk menentukan industri tembakau masuk
kelompok dan golongan cukai tembakau.
Pemberlakuan penyeragaman dan penyederhanaan yang dilakukan pemerintah dilakukan
dengan melihat dari berbagai sisi, salah satu prinsip yang dianut dalam penyeragaman dan
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penyederhanaan adalah prinsip pemungutan pajak (cukai) ease of administration.prinsipease of
administration dinamakan simplicity. Dalam PMK No.179/PMK.011/2012 mulai diberlakukan
penyederhanaan sistem administrasi dengan diberlakukannya tarif spesifik walaupun tidak tunggal
dengan tujuan untuk mempermudah para pengusaha industri hasil tembakau dalam menentukan
tarif cukai melalui pengelompokan berdasarkan jenis tembakau, batasan harga jual eceran dan
penyederhanaan lapisan tarif.
d) Pendapatan Negara
Perubahan kebijakan penetapan tarif cukai tembakau ditahun 2013 ini memiliki beberapa
tujuan yaitu meningkatkan pendapatan negara atas cukai hasil tembakau yang ditetapkan
pemerintah dalam APBN dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kenaikan beban cukai
yang rata – rata sebesar 8,5% dalam tahun 2013 ini dilakukan pemerintah terhadap semua
pengusaha tembakau dengan mempertimbangkan asumsi makro dan harga jual eceran yang
berlaku sebelumnya dengan melihat inflasi yang terjadi pada negara tahun ini. Penerimaan yang
diperoleh dari Cukai Hasil Tembakau (HT) s/d 12 Mei 2013 cukup tinggi yaitu sebesar Rp 33,68 T
atau 95,64% dari total penerimaan cukai yang sebesar Rp 35,21 T (Data Direktorat Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan).
Untuk tahun 2013, diperkirakan target penerimaan cukai dapat menembus Rp 103,73 triliun,
dengan besar pertumbuhan 22,90 %. Sebagaimana terjadi setiap tahun, penerimaan cukai hasil
tembakau paling tinggi terjadi di bulan Februari 2013 yang mencapai Rp 10,65 T yang terjadi
karena pengusaha hasil tembakau melunasi cukai rokok yang dipesan pada Desember tahun
sebelumnya (dengan mendapatkan fasilitas penundaan 2 bulan). Berikut data penerimaan cukai
tembakau di Indonesia dari tahun 2006 – Mei 2013 adalah (Grafik 5.1). (Grafik 5.1)
Perbandingan Realisasi Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Terhadap Penerimaan Negara Tahun 2006 – Mei 2013
*) realisasi hingga 14 November 2012 (98% dari target APBNP 2012) **) data APBNP 2012 ***) data APBN 2013
Sumber : Kementerian Keuangan, diolah.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Dari grafik 5.1 dapat kita lihat total penerimaan dari cukai hasil tembaku ditahun 2012
berdasarkan PMK No.167/PMK.011/2011 sebesar 114,1 % dari target penerimaan cukai hasil
tembakau yang ditetapkan APBN. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari pihak Direktorat
Jendral Bea dan Cukai target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 83,3 triliun sedangkan
realisasinya sebesar Rp. 90,54 T. Kondisi yang terjadi pada tahun berjalan dalam PMK
No.179/PMK.011/2012 penerimaan yang diperoleh dari Cukai Hasil Tembakau (HT) s/d 12 Mei
2013 cukup tinggi yaitu sebesar Rp 33,68 T atau 95,64% dari total penerimaan cukai yang sebesar
Rp 35,21 T (Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan), target yang tertuang dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 senilai Rp 92 triliun, presentase
pencapaian sampai Mei 2013 mencapai 38,27 %, untuk tahun 2013, diperkirakan target
penerimaan cukai dapat menembus Rp 103,73 triliun.
e) Melindungi Industri Hasil Tembakau
Cukai adalah salah satu instrumen fiskal yang cukup penting bagi otoritas negara.Sebagai
sumber penerimaan negara, cukai (terutama cukai hasil tembakau) memiliki peran yang cukup
penting karena penerimaan cukai hasil tembakau lebih besar dibandingkan pungutan cukai lainnya,
maka konsentrasi terhadap kebijakan cukai hasil tembakau ini terlebih-lebih intensif.
Penetapan tarif cukai sebagai bagian dari strategi, fiskal nasional pun harus dengan baik
dalam memahami sifat, karakteristik dan struktur industri tembakau nasional.Kebijakan fiskal
tersebut haruslah bersifat melindungi usaha kecil - menengah (protektif), industri kecil dan
menengah harus mendapatkan perlakuan yang berbeda (diskriminatif) dengan perusahaan besar
untuk memajukan industri, menciptakan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi kemiskinan.
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam melindungi industri hasil tembakau dalam negeri
adalah salah satunya untuk mengurangi masuknya rokok impor ke Indonesia yang dijual dengan
harga murah sehingga bisa mematikan kondisi pasar industri hasil tembakau dalam negeri.Usaha
yang dilakukan pemerintah dalam membuat kebijakan PMK No.179/PMK. 011/2012 dalam
melindungi industri tembakau adalah dengan tarif spesifik yang didalamnya terdapat
pengklasifikasian tarif cukai yang dilihat berdasarkan jenis tembakau, golongan cukai dan batasan
harga jual eceran.
f) Kebijakan Jangka Panjang Roadmap Industri Hasil Tembakau
Dasar pertimbangan lahirnya PMK No.179/PMK. 011/2012 merupakan sebagai langkah
pemerintah yang menjadikan awal untuk pemindahan fungsi dari fungsi yang mengedepankan
fungsi budgeter menjadi fungsi reguleren, sama seperti karakteristik Discrimination in intents
(maksud-maksud diskriminasi) menurut cnossen cukai dipungut bukan semata – mata untuk
penerimaan negara tetapi untuk tujuan – tujuan tertentu yang ditetapkan negara.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Penyederhanaan penggolongan pengusaha industri hasil tembakau dan batasan harga jual
eceran dan pemberlakuan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dilakukan pemerintah untuk
mengarah ke jangka panjang mejadi tarif cukai yang spesifik tunggal untuk semua jenis golongan
industri untuk tujuan pembatasan konsumsi dan produksi rokok demi alasan
kesehatan.Penyesuaian terhadap harga dasar dan tarif dilakukan pemerintah pada PMK
No.179/PMK.011/2012 dengan melakukan kenaikan batasan harga jual eceran tarif cukai.Inti dari
PMK No.179/PMK. 011/2012 adalah membawa pemerintah untuk jangka panjangnya menjadi
fungsi reguleren seperti yang diatur dalam Roadmap industri hasil tembakau jangka panjang untuk
tahun 2015 – 2020.
B. Perubahan Kebijakan PMK No.179/PMK.011/2012 dengan PMK Sebelumnya
Kebijakan kenaikan tarif cukai tersebut hampir setiap tahunnya dibuat dengan tujuan untuk
dapat membatasi konsumsi dan produksi rokok. Undang – undang tentang cukai No. 39 tahun
2007 merupakan perubahan dari Undang – undang No. 11 tahun 1995 yang dibuat oleh
pemerintah. Undang – undang cukai tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu pemerintah
membuat peraturan untuk melengkapi dan memperbaharui peraturan sebelumnya. Didalam undang
– undang cukai pemerintah membuat peraturan untuk melengkapi Undang – undang No. 39 tahun
2007 apabila terjadi perubahan maka akan diatur dalam peraturan pemerintah. Perubahan
peraturan yang terjadi dalam cukai adalah seperti perubahan PMK No.179/PMK.011/2012 tentang
Tarif Cukai Hasil Tembakau yang akan dibahas oleh peneliti:
a) Kenaikan dan Penyederhanaan Batasan Harga Jual Eceran
Kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang berlaku pada tahun 2013 diatur dalam PMK
Nomor 179/PMK.011/2012 semakin membawa negara kita untuk menuju kearah sistem tarif cukai
spesifik tunggal dengan kenaikan dan penyederhanaan batasan Harga Jual Eceran (HJE). Sistem
tarif cukai spesifik secara teoritis akan mengurangi harga antara harga jual eceran penetapan
pemerintah dengan harga transaksi pasar. Perubahan kebijakan kenaikan minimum harga jual
eceran dilakukan pemerintah dengan tujuan sumber penerimaan negara dan mengurangi konsumsi
rokok.
Kebijakan cukai tahun 2013 berdasarkan PMK Nomor 179/PMK.011/2012 juga menaikkan
batasan HJE per batang dan gram untuk 10 (sepuluh) layer tarif cukai.Sejak pemberlakuan tarif
spesifik tahun 2006, tercatat baru tahun ini saja Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap HJE.
Berikut perbandingan Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) 179/PMK.011/2012 dibandingkan PMK Nomor 167/PMK.011/2011 (Tabel
5.2):
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tabel 5.2 Perbandingan Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram PMK 179/PMK.011/2012
dibandingkan PMK Nomor 167/PMK.011/2011:
Sumber : Badan Kebijakan Fiskal
Dari Tabel 5.2 terdapat perubahan kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran
rokok perbatang, pada PMK Nomor 167/PMK.011/2011 terdapat batasan harga jual eceran rokok
masih sama dengan tahun 2011 tetapi setalah diterbikan PMK 179/PMK.011/2012 terdapat
kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran.
Dari tabel diatas terdapat perubahan atas kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran :
1) Kelompok SKM : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3 batasan
harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan II
terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran.
2) Kelompok SPM : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3 batasan
harga jual eceran menjadi 1 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan II
terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran.
No. Urut
Golongan Pengusaha
Pabrik Hasil Tembakau
Batasan Harga Jual Eceran per batang
atau gram
Tarif Cukai per
batang Tahun 2012
Batasan Harga Jual Eceran per
batang atau gram
Tarif Cukai per
batang Tahun 2013
1. SKM I > Rp 660 Rp355 > Rp 669 Rp375
Rp 630 - Rp 660 Rp345
Rp 600 - Rp 630 Rp325 Rp 631 - Rp 669 Rp355
II > Rp 430 Rp270
Rp 380 - Rp 430 Rp235 > Rp 549 Rp285
Rp 374 - Rp 380 Rp235 Rp 440 - Rp 549 Rp245
2. SPM I > Rp 600 Rp365 ≥ Rp 680 Rp380
Rp 450 - Rp 600
Rp 375 - Rp 450
II > Rp 300 Rp235 > Rp 444 Rp245
Rp 254 - Rp 300 Rp190
Rp 217 - Rp 254 Rp125 Rp 345 - Rp 444 Rp195
3. SKT atau SPT
I > Rp 590 Rp255 > Rp 749 Rp275
Rp 550 - Rp 590 Rp195
Rp 520 - Rp 550 Rp195 Rp 550 - Rp 749 Rp205
II > Rp 379 Rp125 > Rp 379 Rp130
> Rp 349 - Rp 379 Rp115 > Rp 349 - Rp 379 Rp120
Rp 336 - Rp 349 Rp105 Rp 336 - Rp 349 Rp110
III Rp234 Rp75 ≥ Rp 250 Rp80
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
3) Kelompok SKT atau SPT : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3
batasan harga jual eceran menjadi 1 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan
III terdapat kenaikan batasan harga jual eceran.
b) Kenaikan Tarif Cukai
Kenaikan tarif dibuat oleh pemerintah dengan ketentuan Undang-undang Cukai Pasal 5 ayat
1 (a) no 2 yang mengatur barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif
paling tinggi 57% (lima puluh tujuh %) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan
adalah harga jual eceran. Tetapi seperti kita liat di Tabel 5.2 kenaikan cukai yang terjadi pada
tahun 2011 ke 2012 mengalami kenaikan yang melebihi 57%, sehingga PMK Nomor
167/PMK.011/2011 dianggap telah melanggar ketentuan Undang-undang Cukai karena telah
melebihi angka tarif maksimum 57% dari harga jual eceran.
Tahun 2013 pemerintah memberlakukan kenaikan tarif cukai tembakau dengan mengacu
tarif terdahulu (Tabel 5.2). Rata kenaikan tarif cukai untuk tahun 2013 adalah sekitar 8,5%.
Berikut disajikan kenaikan tarif cukai tembakau dengan perbandingan PMK Nomor
167/PMK.011/2011 melebihi 57% dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012
yang kurang dari 57%. (Tabel 5.3)
Tabel 5.3 Perbandingan Perhitungan Kenaikan Tarif Cukai Tembakau
PMK No. 167/PMK.011/2011 dan PMK No. 179/PMK.011/2012.
Jenis PMK No. 167/PMK.011/2011 PMK No. 179/PMK.011/2012. SPM golongan I
Tarif cukai sebesar Rp. 365 dengan batasan harga jual eceran 440 terdapat Kenaikkan tarif yang terjadi sebesar 60,8%. (enam puluh koma delapan %) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Perubahan kenaikan tarif cukai pada tahun 2013 Tarif cukai sebesar Rp. 380 dengan batasan harga jual eceran Rp. 681 terdapat Kenaikkan tarif yang terjadi sebesar 55,8% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Sumber : Kementrian Keuangan di olah peneliti
Kenaikan tarif yang terjadi berdasarkan PMK No. 167/PMK.011/2011 dilakukan perubahan
tarif oleh pemerintah yang diatur menjadi PMK No.179/PMK.011/2012, hal itu dikarenakan
menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang ada dalam PMK No. 167/PMK.011/2011 adalah
adanya kenaikan tarif yang melebihi dari 57% berdasarkan harga jual ecera karena di dalam
undang – undang cukai Pasal 5 ayat 1 (a) no 2 yang mengatur barang kena cukai berupa hasil
tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi 57% (lima puluh tujuh %) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Para pengusaha mengadakan protes
kepada pemerintah, sehingga putusan Mahkamah Agung pada akhirnya menerima gugatan uji
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
materi dari Formasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, pemerintah diharuskan untuk segera
mencabut pemberlakuan PMK 167/PMK.011/2011 dan terjadi perubahan dikenai cukai
berdasarkan tarif paling tinggi 57% yang diatur dalam PMK No.179/PMK.011/2012.
c) Penyederhanaan Lapisan Tarif Cukai
Dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 167/PMK.011/2011 terdapat perubahan
dalam penyederhanaan lapisan tarif cukai dari 15 layer dibandingkan PMK
No.179/PMK.011/2012 menjadi 13 layer yaitu dengan menggabungkan layer tiga dengan layer
dua untuk jenis hasil tembakau SKM golongan I dan SPM golongan II. (seperti yang kita lihat
dalam tabel 5.3).
Tabel 5.5
Perbandingan Penyederhanaan Lapisan Tarif
PMK No. 167/PMK.011/2011 PMK No.179/PMK.011/2012
Untuk SKM golongan I :
Tier 2 Rp. 630 – Rp. 660 Tarif Rp. 345 Tier 3 Rp. 600 – Rp. 630 Tarif Rp. 325
Untuk SKM golongan I perubahan :
Pemerintah melakukan penggabungan antara Tier 2 dan 3 menjadi Rp. 631 dengan Tarif Rp.355
Untuk SPMgolongan II :
Tier 2 Rp 254 - Rp 300 Tarif Rp.190
Tier 3 Rp 217 - Rp 254Tarif Rp. 125
Untuk SPMgolongan II :
Pemerintah melakukan penggabungan antara Tier 2 dan 3 menjadi Rp 345dengan Tarif Rp. 195
Sumber : Kementrian Keuangan di olah peneliti
Penyederhanaan lapisan tarif dilakukan pemerintah untuk mempermudah dalam pengenaan
tarif cukai tembakau. Pemberlakuan penyeragaman dan penyederhanaan yang dilakukan
pemerintah dilakukan dengan melihat dari berbagai sisi, salah satu prinsip yang dianut dalam
penyeragaman dan penyederhanaan adalah prinsip pemungutan pajak (cukai) ease of
administration. prinsip ease of administration dinamakan simplicity. Penyederhanaan lapisan tarif
untuk SKM golongan I danSPMgolongan II sebagai salah satu cara yang dilakukan pemerintah
untuk memberlakukan tarif spesifik tunggal kedepannya sesuai dengan Roadmap industri hasil
tembakau.
C. Akibat Yang di Timbulkan dari Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau
a) Akibat Bagi Penerimaan negara
Kontribusi yang diterima dari pungutan cukai hasil tembakau adalah lebih dari 90% dari
seluruh penerimaan cukai. Target dan realisasi penerimaan atas cukai tembakau hampir setiap
tahunnya tercapai bahkan mengalami peningkatan , bahkan realisasi melampaui yang ditargetkan.
Menurut Bank Dunia, peningkatan harga riil rokok 10% akan meningkatkan penerimaan
pemerintah dari sektor cukai tembakau sebesar 7%. Jadi dengan adanya kenaikan tarif cukai hasil
tembakau akan memberikan akibat positif bagi penerimaan negara untuk pembiayaan APBN.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
b) Akibat Munculnya Rokok Ilegal
Dengan adanya Kenaikan tarif cukai tembakau untuk tahun 2013 dengan besaran tarif rata-
rata sekitar 8,5% terdapat kekhawatiran akan mengakibatkan munculnya kenaikan perdaran rokok
Ilegal. Hal ini karena kenaikan cukai rokok akan membebankan harga jual eceran rokok di
pasaran. Produksi rokok Ilegal merupakan produksi rokok yang melanggar hukum perizinan dan
pembatasan produksi rokok.
Rokok ilegal terjadi karena kenaikan tarif cukai yang tinggi sehingga banyak pengusaha
nakal yang bermain dengan memasukkan rokok ilegal, mereka tidak membayar cukai sehingga
harga rokok dipasaran menjadi murah. Negara akan mengalami kerugian dengan munculnya rokok
ilegal, khususnya dari sektor perpajakan yang nilainya diperkirakan mencapai ratusan milyar
rupiah. Estimasi kerugian negara berkisar 412 hingga 596 milyar rupiah, atau sekitar 0,52 hingga
0,75 % dari target penerimaan 80 triliun rupiah di tahun 2012 (Warta Bea dan Cukai).
Rokok ilegal ini mengakibatkan jumlah produk hasil tembakau di pasaran meningkat, dan
masyarakat dapat memperoleh dengan mudah akibatnya berdampak pada kesehatan masyarakat
karena konsumsi tembakau yang meningkat (Roadmap Industri Pengolahan Tembakau ;
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia). Rokok ilegal menganggu pasar hasil tembakau ,
karena hasil tembakau ilegal dijual dengan harga murah hingga dapat menganggu pasar hasil
tembakau legal.
c) Akibat yang ditimbulkan bagi kesehatan
Tembakau merupakan penyebab tunggal kematian utama yang dapat dicegah. Pemberlakuan
cukai spesifik yang seragam diharapkan akan meminimumkan perbedaan harga antar produk rokok
sehingga akan menyelamatkan nyawa akibat berkurangnya konsumsi rokok. Disamping itu,
mereka juga memprediksi bahwa jika tingkat cukai maksimal diberlakukan (57% dari Harga Jual
Eceran untuk semua jenis produk tembakau) maka masih ada 50 juta penduduk dewasa yang
merokok (turun dari 56,9 juta perokok), hal ini berlangsung dalam jangka panjang. Ini
menunjukkan bahwa konsumsi rokok bersifat adiktif (menimbulkan kecanduan).Oleh karena itu,
peningkatan cukai tembakau adalah win-win solution.Penulis berpendapat bahwa kebijakan
kenaikan tarif cukai tembakau dengan menaikkan tarif cukai tembakau yang melebihi 57% dari
harga jual eceran dengan alasan agar para masyarakat dapat mengurangi konsumsi rokok dengan
alasan kesehatan.
Hal ini sama dengan pendapat Barber et al bahwa “Jika tingkat cukai tembakau
ditingkatkan sampai menjadi 57% dari harga jual eceran maka diperkirakan jumlah perokok akan
berkurang sebanyak 6,9 juta orang, jumlah kematian yang berkaitan dengan konsumsi rokok akan
berkurang sebanyak 2,4 juta kematian, dan penerimaan negara dari cukai tembakau akan
bertambah sebanyak Rp. 50,1 Trilliun” (Barber et al;2008).
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Harapan kedepannya dari hasil estimasi supaya Kebijakan “cost-effective” untuk
mengendalikan tembakau harus dilaksanakan secara efektif dalam mengedepankan fungsi
reguleren, pemerintah melakukan kenaikan cukai diatas 57% sampai dengan kenaikan 70 % dari
harga jual supaya dapat mencegah kematian sebanyak 2,5 juta sampai 5,9 juta, atau sekitar 9 %
sampai 21 % kematian yang akan terjadi pada kelompok perokok saat ini (Ekonomi Tembakau di
Indonesia; 2008).
d) Akibat yang ditimbulkan bagi produksi rokok
Dalam 3 tahun terakhir tahun 2007 – 2009 mengalami penurunan tingkat
produksi.Sedangkan Produksi dari tahun 2011 – 2013 mengalami kenaikan. (dalam tabel 5.4
diatas ). Produksi rokok tersebut didominasi oleh rokok jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) sebesar
rata-rata 57,7% per tahunnya, kemudian diikuti oleh SKT (Sigaret Kretek Tangan) sekitar 35,5%
per tahunnya dan SPM (Sigaret Putih Mesin) rata-rata 6,8% per tahunnya.
Tahun 2013 menurut Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia, memiliki total target
mencapai 301,2 miliar batang rokok, meningkat 32,8 % jika dibandingkan dengan tahun 2012
dimana produksi rokok sebesar 268,4 miliar batang. Bila dibandingkan dengan total produksi
rokok pada tahun 2008 yang mencapai 249,7 miliar batang, total produksi rokok pada tahun 2009
turun sebesar 2,92% dari tahun 2010, 2012 dan Tahun produksi rokok mengalami kenaikan dari
249,1 miliar batang menjadi 301,2 miliar batang. Kenyataan dilihat dari tabel diatas kenaikan tarif
cukai tembakau tidak mempengaruhi pengurangan produksi rokok di Indonesia.Kenaikan tarif
cukai di Indonesia yang dilakukan pemerintah untuk tujuan mengurangi batasan produksi rokok
nyatanya belum berjalan, nyatanya sampai tahun 2013 ini Indonesia masih mengalami peningkatan
batasan produksi.
e) Akibat yang Ditimbulkan Bagi Tenaga Kerja
Tenaga kerja industri rokok sebagian besar merupakan tenaga kerja industri rokok kretek
yang terdiri dari SKM dan SKT.Dilihat dari penyerapan tenaga kerja, industri rokok kretek
menyerap 92% dari total tenaga kerja industri rokok.Sisanya adalah industri rokok putih yang
merupakan penghasil rokok putih (SPM) dan industri rokok lainnya. (Tabel 5.7 Jumlah Tenaga
Kerja Industri Hasil Tembakau 2004 – 2010 dan Jumlah industri rokok berdasarkan jenis rokok,
2011).
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tabel 5.7 Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau 2004 - 2010
Sumber: a) Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia (Sakernas) 1996-2011, BPS, Jakarta
Jumlah Industri Rokok Berdasarkan Jenis Rokok Tahun 2011
Masyarakat banyak yang bermata pencaharian dalam pabrikan rokok, dengan kebijakan
kenaikan tarif cukai hasil tembakau banyak perusahaan yang mengalami kemerosotan dalam
menjalankan usahanya karena tidak mampunya mereka bersaing dengan industri besar.Kita disini
dapat melihat dalam kelompok SKT biaya yang dikeluarkan 12% biaya produksi adalah lebih
tinggi dibandingkan rokok mesin.Kecenderungan industri tembakau dengan mesin lebih maju
dibandingkan dengan tangan, hal ini ditandai dengan adanya mesin – mesin baru.Dengan kenaikan
tarif cukai dan HJE yang tinggi juga menyebabkan banyak kelompok yang bangkrut dan habis,
sehingga para tenaga kerja banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja.Kenaikan tarif
cukai yang tinggi saat ini mengakibatkan banyak terjadinya pengurangan tenaga kerja, akibat
industri hasil tembakau khususnya industri tembakau kecil yang mengalami kebangkrutan dan
tidak dapat bersaing dengan pasar.
f) Akibat yang Ditimbulkan Bagi Penerimaan Perusahaan Rokok
Menurut seorang peneliti di Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan: “Dengan kenaikan
cukai hasil tembakau sebesar 38-44 % dapat menurunkan konsumsi rokok hingga 4,7 %,
Pemerintah menaikan cukai tembakau sebesar 44-46 % dapat menurunkan konsumsi rokok sebesar
2,7 %, perubahan total pada penerimaan pajak sebesar 11,2 % dan pengaruhnya terhadap
penerimaan perusahaan rokok turun sebesar 2,20 persen.
Subsektor Tembakau
Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau
Jumlah Tenaga Kerja Petani Tembakau
2004 258,678 693.551 2005 272,343 683.603 2006 316,991 512.338 2007 334,194 597.501 2008 346,042 595.653 2009 331,590 640.998 2010 327,865 689.360
Jenis HT Jumlah pabrik Jumlah tenaga kerja
SKT 871 579.000
SKM 242 20.400
SPM 19 600
JUMLAH 1.132 600.000 Sumber: Direktorat Cukai, 2011
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Penulis berpendapat kenaikan cukai yang tinggi memberikan beban berat bagi kelompok
industri hasil tembakau khusunya industri kecil dengan modal terbatas sehingga pengurangan
tingkat pendapatan perusahaan tembakau.Perusahaan rokok harus menanggung terlebih dahulu
cukai tembakau tersebut agar rokok turun ke pasaran. Perusahaan sudah mengeluarkan biaya untuk
ongkos produksi rokok, dan penanggungan terlebih dahulu terhadap tarif cukai tembakau, tetapi
karena tingginya tarif cukai tembaku tersebut sehingga menyebabkan rokok dipasaran harus
dinaikkan sehingga banyak rokok mahal yang tidak laku dipasaran, sedangkan industri hasil
tembakau besar masih dapat menanggulangi kenaikan tarif tersebut. Masyarakat khususnya
kalangan bawah pindah konsumsi ke rokok yang memiliki harga jual rendah.Hal tersebut membuat
banyak perusahaan yang tadinya mengalami keuntungan 50% menjadi turun keuntungannya.
g) Akibat Pada Rumah Tangga Menegah Ke bawah
Rokok hampir menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat yang mengkonsumsinya setiap
hari. Pada umumnya kelompok masyarakat menengah ke bawah memiliki relevansi merokok lebih
tinggi daripada golongan masyrakat atas. Masyarakat masyarakat menengah ke bawah banyak
yang mengkonsumsi rokok jenis SKT, karena harganya yang murah.
Dampak peningkatan harga terhadap konsumsi rokok menurut kelompok pengeluarandengan
menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 mengestimasi penelitian mereka
menyimpulkan bahwa peningkatan 10% harga rokok akan menurunkan konsumsi rokok perokok
masyarakat menengah ke bawah sebanyak 16%. Sementara itu, konsumsi rokok perokok
masyarakat berpenghasilan besar hanya akan turun 6%. Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa
perokok berpenghasilan menengah ke bawah lebih sensitif terhadap harga dibandingkan dengan
perokok terkaya. Sehingga kebijakan peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai
tembakau akan melindungi penduduk termiskin dari kecanduan dan perangkap akibat konsumsi
rokok. (Ahsan dan Tobing ;2008)
Persentase pengeluaran untuk membeli rokok bagi keluarga menengah ke bawah ternyata
lebih besar dibandingkan dengan keluarga berpenghasilan tinggi. Hasil Susenas (2006)
menemukan fakta bahwa pengeluaran untuk mengkonsumsi rokok bagi keluarga miskin mencapai
11,9 %, sementara oleh keluarga berpenghasilan tinggi hanya 6,8 %. Ironisnya, pengeluaran
keluarga menengah ke bawah khusus untuk membeli rokok yang sebesar 11,9 % itu menempati
urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Fenomena ini memperlihatkan bahwa konsumsi
rokok pada kelompok keluarga menengah ke bawah mampu menggeser kebutuhan akan konsumsi
makanan bergizi dan bagi pendidikan.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
4. Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dan analisis pokok permasalahan pada bab sebelumnya serta
didukung oleh teori-teori yang ada, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:
1) Dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan kenaikan tarif cukai dan
formulasi penetapan kenaikan batasan harga jual eceran hasil tembakau berdasarkan PMK
179/PMK.011/2012 pemerintah mengacu pada Roadmap industri hasil tembakau dalam
jangka menengah tahun 2010 – 2015 dengan tujuan untuk penerimaan negara, mengurangi
konsumsi rokok dengan alasan kesehatan, dilakukanpenyederhanakan sistem administrasi,
pemerintah juga tetap melindungi kondisi industri hasil tembakau dalam negeri khususnya
industri kecil dengan diberlakukannya tarif spesifik yang penentukan tarif cukai
berdasarkan golongan jenis tembakau dan produksi hasil tembakau. PMK
179/PMK.011/2012 merupakan alasan pemerintah menuju sistem tunggal untuk menuju
fungsi regurelen dalam jangka panjang Roadmap industri hasil tembakau.
2) Perubahan – perubahan yang ditimbulkan dari PMK 179/PMK.011/2012 dengan PMK
No.167/PMK.011/2011 pada dasarnya adalah adanya perubahan kenaikan dan
penyederhanaan batasan harga jual eceran, adanya kenaikan tarif cukai sebesar 8.5%.
Terdapat perubahan dalam pentuan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dari PMK
179/PMK.011/2012 dengan PMK No.167/PMK.011/2011 berdasarkan UU cukai tidak
boleh melebih 57% dari harga jual eceran dan adanya perubahan dalam penyederhanaan
lapisan tarif dari 15 layer menjadi 13 layer untuk menuju tarif spesifik tunggal.]
3) Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau ada sisi positif dan
negatif, yaitu :
a. Sisi positif pemerintah dan masyarakat banyak yang dirasakan pemerintah dan
masyarakat salah satunya dari sisi penerimaan negara karena menambah pendapatan
negara, serta dari sisi kesehatan berkurangnya konsumsi rokok oleh masyarakat .
b. Sisi negatif juga dirasakan oleh pemerintah, pengusaha pabrikan yaitu akibat yang
ditimbulkan dari sisi pabrikan dan masyarakat yang bermata pencaharian dalam
bidang industri hasil tembakau menyebabkan banyak pabrikan yang bangkrut karena
tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga terjadinya pengurangan tenaga kerja, dan
juga akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat khususnya masyarakat golongan
menengah kebawah adalah pengeluaran mereka jadi meningkat dengan naiknya cukai
hasil tembakau dan banyak munculnya peredaran rokok ilegal .
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU Atmosudirdjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, Cetakan ke – 10. 1994.
Ahsan dan Tobing. Ekonomi Tembakau di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. 2008.
Anshari, Tunggul. Pengantar Hukum Pajak. Malang : Banyumedia Publishing,2006.
Asri, Istyastuti Wuwuh. Kebijaksanaan Pajak Tak Langsung Cukai Studi Kasus Cukai Tembakau Indonesia
;1969-1992.
Barber, S., Adioetomo, S.M., Ahsan, A., dan Setyonaluri, D. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Paris:
International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease. 2008.
Brotodihardjo R.Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Eresco,1995.
Cnossen, Sijbren. Excise Sistem : A Global Study of the Selective Taxation of Goods and Services. London :
The John Hopkins University Press.
Crumbley, D. Larry, et.al. Dictionary of Tax Terms. New Jersey: Barron’s Educational series, inc.1994.
Darwis, Muhadjir. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yoyakarta: PT Hanindita.1988.
Due, John F. Keuangan Negara : Perekonomian Sektor Pemerintah, Terjemahan Iskandarsyah & Arif
Janin.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.1985.
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik .Terjemahan Samodra Wibawa. Yogyakarta :
Gajah Mada University Pers. 2013.
Islamy , Irfan. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Penerbit Bumi Aksara. 2004.
Jha, Prabhat, dan J, Frank terjemahan Adioetomo, Murtianingsih, Sri. Meredam wabah : pemerintah dan
aspek ekonomi: pengawasan tehadap tembakau: Indonesia. 2008.
John W. Creswell.Research Design :Qualitative and Quantitative Approach, California : Sage Publication.
1994.
Lasswell, Harold D. and Abraham Kaplan. Power and Society: A Framework for Political Inquiry.
Paperback : Yale University Press, 1963.
Mansury, R. Kebijakan Fiskal. Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4),
Jakarta : Cetakan Pertama. 1999. _______, R. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan
Perpajakan (YP4). 2000.
Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Penerbit Granit, edisi 3.2005
Nurdjaman Arsjad, et.al., Keuangan Negara, Intermedia, Jakarta ; 1992, hal 3, dikutip dari Paul A.
Samuelson (1985).
Rimsky K. Judisseno. Pajak dan Strategy Bisnis : Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan
Penerapan Akuntansi di Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. 1997.
Ross, H. & Chaulopka, K. Economic Policies For Tobacco Control In Developing Countries. Salud Publica
de Mexico. 2006.
Sommerfeld, Ray M, et. Al. An Introduction to Taxtation. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Sukandarrumidi, Haryanto. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian.Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press. 2008.
Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih.Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep, dan Implementasi.Jakarta :
Penerbit Kompas.2004.
Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI). Bunga
Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012 ; 2012.
Umar , Husein. Metode Riset Ilmu Administrasi. Gramedia Pustaka Utama. 2004.
W. Lawrence Neuman. Author of Social Research Methods. 2005.
Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta : Media Pressindo. 2002.
II PERUNDANG - UNDANGAN
Republik Indonesia, Undang – undang No. 39 tahun 2007.Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang
Cukai.
Kementrian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.04/2010 Perubahan Atas Peraturan
Menteri No. 200/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencatatan Nomor
Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai Untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil
Tembakau.Kementrian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan No. 179/PMK.011/2012.Perubahan
ke empat Atas Peraturan Menteri No. 167/PMK.11/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
Kementrian Keuangan, Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor : P-43/BC/2009 Tata Cara
Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau Pemberian Identitas Pabrik dan Pita Cukai.
IV Sumber Lainnya
Abdillah Ahsan di www. Detik.com ,Jumlah tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau.
Agung , Permana.“Optimalisasi Tarif Cukai Tembakau Suatu Analisis dengan Kurva Laffer”, Jakarta 1999.
Antariksa,Y.,2010. Blog Strategi + Manajemen.http://strategimanajemen.net/2010/03/15/industri-
rokokindonesia- sedang-menjemput-kematian/.
Direktur Cukai, Drs. Bachtiar M. Si di Warta Bea Cukai.
Santoso,S.. Pengawasan di Bidang Cukai. Jakarta. Artikel pada majalah bulananWarta Bea Cukai. Edisi
395. Oktober 2007 Wawancara dengan Bapak H. Muhaimin Moeftie, Senin, 13 May 2013 di Gabungan Produsen Rokok Putih
Indonesia. Wawancara dengan Bapak YusmanJuandi , Rabu, 22 May 2013 di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Wawancara dengan Bapak Zairil, Rabu, 22 May 2013 di Pusdiklat Bea dan Cukai.
Wawancara dengan Bapak David S, Yandiho N, Ihsanul Fikri, Rabu, 5 Juni2013 di Pabrikan Rokok.
Wawancara dengan Bapak Nazzrudin Djoko, Selasa, 11 Juni 2013 di Badan Kebijakan Fiskal.
www.anggaran.depkeu.go.id.
www.bps.go.id.
www.djbc.go.id.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013