1
GAMBARAN PELAKSANAAN SISTEM SURVEILANS GIZI
DI DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT
DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010
LAPORAN MAGANG
OLEH:
Abdullah Syafei
NIM : 106101003299
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2
1431 H / 2010 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
Magang, April 2010
Abdullah Syafei, NIM : 106101003299
Gambaran Pelaksanaan Sistem Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2010
xiii+ 74 halaman,6 tabel, 6 bagan, 8 lampiran.
ABSTRAK
Salah satu upaya meyediakan data dan informasi masalah gizi yang akurat dan
memadai serta berkesinambungan yaitu melalui suveilans gizi. Surveilans gizi adalah
kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan agar pengambilan keputusan
dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat.
Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh mahasiswa peminatan gizi Program Studi
Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari – 19
Maret 2010. Kegiatan magang ini ingin mengetahui gambaran pelaksanaan sistem
surveilans gizi secara nasional di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan
RI tahun 2010 dan menilai implementasi kegiatan surveilans gizi berdasarkan teori yang
telah diperoleh dalam proses perkuliahan. Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan
melakukan observasi, diskusi, dan studi literatur.
Berdasarkan hasil magang diketahui bahwa pelaksanaan sistem surveilans gizi di
Direktorat Bina Gizi Masyarakat yang terdiri dari input surveilans gizi input surveilans gizi
yang meliputi pedoman kerja, pelaksana surveilans gizi, sarana penunjang, anggaran, dan
data surveilans gizi sudah memadai. Namun dalam proses surveilans gizi yang meliputi
pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data, analisis dan interpretasi data,
diseminasi informasi, umpan balik surveilans, dan monitoring serta evaluasi kegiatan
surveilans gizi masih belum berjalan lancar. Sedangkan output dari surveilans gizi berupa
gambaran masalah gizi secara nasional dan pemanfaatan output tersebut dalam perumusan
kebijakan teknis program perbaikan gizi sudah terlaksana dengan baik.
Saran yang dapat diberikan dalam kegiatan magang ini antara lain peningkatan
sosialisasi serta pelatihan terkait pelaksanaan surveilans gizi pada tingkat dinas kesehatan
provinsi sampai tingkat puskesmas agar tidak terjadi kekurangan tenaga terlatih, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar tingkatan pemerintahan dari tingkat pusat sampai daerah
dalam mendukung pelaksanaan surveilans agar berjalan efektif, diperlukan dukungan dari
pemerintahan pusat, lintas program, dan lintas sektor dalam mendukung pelaksanaan sistem
surveilans gizi.
3
Daftar bacaan : 14 (2000 - 2008)
4
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Magang
GAMBARAN PELAKSANAAN SISTEM SURVEILANS GIZI DI DIREKTORAT
BINA GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN
MASYARAKAT KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 6 April 2010
Mengetahui
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM Pudjo Hartono, MPS
Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan
5
PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 6 April 2010
Penguji I,
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM
Penguji II,
Pudjo Hartono, MPS
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Abdullah Syafei
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 6 Juni 1987
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Puspitek Desa Setu No.16 RT 15/04
Kecamatan Setu, Tangerang Selatan. 15314
Nomor Telepon/HP : 021 95615635
PENDIDIKAN FORMAL
1994 – 2000 : SDN SETU II CISAUK
2000 – 2003 : SMPN 1 SERPONG
2003 – 2006 : SMAN 1 CISAUK
2006 – Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dna hidayah-Nya serta nikmat yang ebrlimpah kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan magang yang bejudul ”Gambaran Pelaksanaan Sistem
Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010”.
Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
3. Ibu Febrianti, MSi, selaku penanggung jawab peminatan gizi.
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM, selaku dosen pembimbing magang yang
telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan laporan magang ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan panulis.
6. Bapak Pudjo Hartono, MPS selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
berbagai masukan dan koreksi dalam pembuatan laporan magang ini.
8
7. Semua staff di Direktorat Bina Gizi Masyarakat yang telah membantu penulis selama
magang.
8. Orang tua serta keluarga tersayang, yang tidak hentinya memberikan kasih sayang,
nasihat agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan serta do’a yang senantiasa
dipanjatkan demi kesuksesan penulis.
9. Kepada akhi, ukhti, sahabat-sahabat, aa, teteh, abang, dan seorang sahabat yang telah
banyak membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga tetap semangat.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan magang ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Thanks All.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan
datang. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, 29 Maret 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ....................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.l. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 4
1.2.1. Tujuan Umum ................................................................................ 4
1.2.2. Tujuan Khusus ............................................................................... 4
1.3. Manfaat ................................................................................................... 5
1.3.1. Bagi Mahasiswa ............................................................................. 5
1.3.2. Bagi Institusi Ttempat Magang ..................................................... 5
1.3.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .................................. 5
1.4. Ruang Lingkup ...................................................................................... 6
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7
2.1. Definisi Surveilans ................................................................................. 7
2.2. Jenis Surveilans ...................................................................................... 7
2.3. Efektifitas Surveilans .............................................................................. 8
2.4. Sistem Surveilans Epidemiologi 10
2.5. Tujuan Sistem Surveilans Epidemiologi 11
2.6. Ruang Lingkup Sistem Surveilans Epidemiologi 11
2.7. Surveilans Gizi 12
2.8. Ruang Lingkup Surveilans Gizi15
2.9. Tujuan Surveilans Gizi 15
2.10. Kegiatan Surveilans Gizi 16
2.10.1. Penilaian Pendahuluan 16
2.10.2. Pengumpulan Data 19
2.10.3. Pengolahan dan Penyajian Data 21
2.10.4. Analisis dan Interpretasi Hasil Surveilans Gizi 23
2.10.5. Penyebarluasan (Diseminasi) Hasil Analisis Surveilans Gizi 27
2.10.6. Umpan Balik dalam Surveilans Gizi 28
2.11. Organisasi Pelaksanaan Surveilans Gizi 29
2.12. Prinsip Umum Pelaksanaan Surveilans Gizi 31
11
BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG 32
3.1. Alur Kegiatan Magang 32
3.2. Jadwal Kegiatan Magang 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40
4.1. Gambaran Umum Direktorat Bina Gizi Masyarakat 40
4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Subdirektorat
dibawahnya (Depkes RI, 2005) 43
4.3. Program Kerja Direktorat Bina Gizi Masyarakat Tahun 2010 – 2014 44
4.4. Gambaran Pelaksanaan Sistem Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat 47
4.4.1. Gambaran Input Surveilans Gizi 47
4.4.1.1. Pedoman kerja 47
4.4.1.2. Pelaksana Surveilans 50
4.4.1.3. Sarana Penunjang 52
4.4.1.4. Anggaran 53
4.4.1.5. Data Surveilans56
4.4.2. Gambaran proses Surveilans Gizi58
4.4.2.1. Pengumpulan Data 58
4.4.2.2. Pengolahan dan Penyajian Data 61
4.4.2.3. Analisis dan Interpretasi Data 62
4.4.2.4. Diseminasi Informasi 64
4.4.2.5. Umpan Balik Surveilans 65
12
4.4.2.6. Monitoring dan Evaluasi 66
4.4.3. Gambaran Output Surveilans Gizi 67
4.4.3.1. Gambaran Masalah Gizi 67
4.4.4. Gambaran Pemanfaatan Hasil Surveilans 68
4.4.4.1. Kebijakan Teknis Program 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 71
5.1. Kesimpulan 71
5.2. Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 73
LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Sumber Data dan Variabel Surveilans Gizi 21
3.1 Pelaksanaan Kegiatan Magang di Direktorat Jenderal Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI 34
4.1 Indikator dan Target Pencapaian Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014 Direktorat Bina Gizi Masyarakat
45
4.2 Pembagian Indikator menjadi Lima Subdirektorat Bina Gizi
Masyarakat46
4.3 Rencana Jumlah dan Alokasi Anggaran Perbaikan Gizi pada Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Tahun 2010 – 2014 55
4.4 Jenis, Sumber, dan Variabel Data yang Dikumpulkan oleh Subdirektorat
Bina Kewaspadaan Gizi Tahun 2010 57
14
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Alur Informasi Surveilans Gizi 29
2.2 Prinsip Umum Pelaksanaan Surveilans 31
3.1 Alur Kegiatan Magang 32
4.1 Struktur Organisasi Direktorat Bina Gizi Masyarakat 42
4.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi Tahun
2010 ............................................................................................................ 50
4.3 Alur Data Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat 60
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan magang di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Lampiran 2. Jadwal magang di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Lampiran 3. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Lampiran 4. Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Kesehatan
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Lampiran 6. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Lampiran 7. Rencana Program dan Kegiatan Intervensi Bidang Gizi Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010-
2014
Lampiran 8. Daftar Jenis dan Jumlah Sarana di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Tahun
2010
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-undang kesehatan No.36 tahun 2009 dinyatakan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis. Jika kesehatan sudah merupakan prioritas
bagi pembangunan manusia maka kualitas sumber daya manusia pun akan meningkat dan
turut meningkatkan pula derajat suatu bangsa di mata dunia.
Kualitas sumber daya manusia suatu negara sangat tergantung dari derajat
kesehatan dan salah satu penentunya adalah status gizi penduduk. Indonesia merupakan
negara dengan permasalahan gizi yang masih tinggi. Data Riskesdas (Riset Kesehatan
Dasar) tahun 2007 menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar
18,4%, prevalensi Balita pendek dan sangat pendek 36,8%, sedangkan prevalensi gizi lebih
pada Balita adalah 4,3% (Depkes RI, 2008).
Masih tingginya kasus gizi buruk yang terjadi mengharuskan pemerintah
merumuskan program yang tepat untuk menurunkan angka tersebut. Salah satu upaya untuk
menurunkan angka kasus gizi dilakukan dengan program perbaikan gizi. Perbaikan gizi
adalah kebutuhan dasar bagi perencanaan kesehatan secara keseluruhan dan perencanaan
pangan dan gizi (Adi dan Mukono, 2000).
17
Dalam menanggulangi permasalahan gizi diperlukan perencanaan jangka panjang
dan akan lebih efektif ketika disusun dengan mengacu pada informasi yang memadai baik
secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu upaya meyediakan data dan informasi masalah
gizi yang akurat dan memadai serta berkesinambungan yaitu melalui suveilans gizi.
Surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan agar
pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada
perbaikan gizi masyarakat (Suhardjo, dkk, 1992 dalam Adi dan Mukono, 2000). Surveilans
gizi berperan dalam menghasilkan informasi tentang situasi pangan dan gizi penduduk serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya (Adi dan Mukono, 2000).
Informasi yang dihasilkan dari kegiatan surveilans gizi berguna sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pengolahan program yang berkaitan
dengan perbaikan gizi masyarakat. Tanpa sistem surveilans yang memadai mulai dari
tingkat nasional sampai tingkat lokal, kemungkinan masalah gizi yang timbul di masyarakat
akan berlangsung terus-menerus tanpa diketahui perkembangannya dan tentu akan
mempersulit dalam perumusan program yang tepat untuk menanggulanginya. Tanpa data
dan informasi yang memadai kejadian kasus gizi masih akan terus berlangsung dan
menimbulkan ketidaksiapan yang berkelanjutan dalam menanggulanginya (Adi dan
Mukono, 2000).
Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini
adalah Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan merupakan penyelenggara
pembangunan kesehatan pada tingkat nasional. Berdasarkan Permenkes RI No.1575 tahun
2005 tentang organisasi dan tata kerja, salah satu fungsi Departemen Kesehatan RI
adalah dalam perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan
18
teknis bidang kesehatan. Khusus dalam menangani masalah gizi dijalankan oleh Direktorat
Bina Gizi Masyarakat yang bertugas dalam melaksanakan penyiapan perumusan
kebijakan teknis, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang kesehatan gizi masyarakat (Depkes RI, 2005).
Secara teknis pelaksanaan surveilans gizi dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi di bawah Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.
Bagian ini terdiri dari dua seksi yaitu seksi standarisasi dan seksi monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.922/Menkes/SK/X/2008 tentang pedoman teknis
pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan antara Pemerintah, Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan bahwa tugas pemerintah pusat dalam hal pengelolaan
surveilans kewapadaan pangan dan gizi buruk pada skala nasional diantaranya dalam hal
menetapkan pedoman umum tentang surveilans kewaspadaan pangan dan gizi buruk,
pengelolaan surveilans kewaspadaan pangan dan gizi, melakukan kegiatan surveilans gizi
meliputi pengumpulan, penyajian, analisis dan pelaporan, dan memberikan feedback segera
atas hasil kajian dan laporan serta rencana tindak lanjut (Depkes RI, 2008).
Pemerintah pusat sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang
penting dalam sistem surveilans gizi secara nasional. Oleh karena itu, mengingat begitu
pentingnya peran pemerintah pusat dalam pelaksanaan surveilans gizi untuk menyediakan
data dan informasi masalah gizi pada lingkup nasional, maka pada kegiatan magang ini
ingin menggambarkan lebih jauh tentang pelaksanaan sistem surveilans gizi pada tingkat
nasional di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.
19
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pelaksanaan sistem surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Diketahunya gambaran umum Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian
Kesehatan RI tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran input surveilans gizi yang terdiri dari pedoman kerja,
pelaksana surveilans gizi, sarana penunjang, anggaran, dan data surveilans gizi di
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI tahun 2010.
3. Diketahuinya gambaran proses surveilans gizi yang terdiri dari pengumpulan data,
pengolahan dan penyajian data, analisis dan interpretasi data, diseminasi
informasi, umpan balik surveilans, dan monitoring serta evaluasi kegiatan
surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
tahun 2010.
4. Diketahuinya gambaran output surveilans gizi berupa gambaran masalah gizi
secara nasional di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
tahun 2010.
5. Diketahuinya gambaran pemanfaatan output surveilans gizi dalam perumusan
kebijakan teknis program perbaikan gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI tahun 2010.
20
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Mahasiswa
1. Meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman terkait pelaksanaan
sistem surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan
RI.
2. Terlibat langsung dengan kondisi yang sebenarnya dan mendapatkan pengalaman
dalam melakukan kegiatan surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI
3. Mendapatkan keterampilan praktis tentang pelaksanaan sistem surveilans gizi di
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
1.3.2. Bagi Institusi Tempat Magang
1. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di perguruan tinggi.
2. Memahami peran Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam bidang gizi masyarakat
khususnya dalam kegiatan surveilans gizi.
3. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan manfaat antara institusi
magang dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.3.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
1. Laporan magang dapat menjadi salah satu evaluasi internal kualitas pembelajaran.
2. Mendapatkan masukan yang berguna untuk menyempurnakan kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.
21
3. Terbinanya jaringan kerjasama dengan institusi tempat magang dalam upaya
meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara subtansi akademik dengan
pengetahuan dan keterampilan SDM yang dibutuhkan dalam pembangunan
kesehatan masyarakat.
1.4. Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh mahasiswa peminatan gizi Program Studi
Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari – 19
Maret 2010. Kegiatan magang ini ingin mengetahui gambaran pelaksanaan sistem
surveilans gizi secara nasional di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan
RI tahun 2010 dan menilai implementasi kegiatan surveilans gizi berdasarkan teori yang
telah diperoleh dalam proses perkuliahan.
Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan melakukan observasi, diskusi, dan
studi literatur. Observasi dilakukan dengan mengamati langsung pelaksanaan program
surveilans gizi dan turut serta dalam proses kerja surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI serta mencatat hal-hal yang dianggap penting di
tempat magang. Diskusi dilakukan dengan pembimbing lapangan, pembimbing akademik,
staff dan pegawai yang ada di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.
Studi kepustakaan akan menggali informasi melalui penelusuran buku dan literatur guna
memperoleh konsep teoritis yang terkait dengan sistem surveilans gizi.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Surveilans
Menurut WHO (1987) dalam Adi dan Mukono (2000) surveilans berasal dari
bahasa Perancis “surveiller”, yang berarti pengamatan, mengawasi dengan perhatian penuh,
berwibawa dan seringkali mengandung kecurigaan. Hal ini berbeda dengan kata survey
yang berarti kegiatan mengumpulkan informasi atau data tentang sesuatu hal pada suatu
waktu tertentu. Dengan demikian sistem surveilans menunjukkan perlu diadakannya survey
khusus mengenai masalah tertentu. Masih menurut WHO (2002), surveilans didefinisikan
sebagai suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara
sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan.
Sejalan dengan pengertian diatas, menurut Depkes RI (2006) surveilans adalah
proses pengamatan berbagai masalah yang berkaitan dengan suatu program secara terus
menerus melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara
sistematis serta penyebarluasan informasi kepada unit terkait yang membutuhkan dalam
rangka pengambilan tindakan.
2.2. Jenis Surveilans
Menurut jenis kegiatannya surveilans dapat dibedakan menjadi surveilans aktif
dan pasif. Surveilans aktif adalah kegiatan pengumpulan data dan seluruh kegiatan
surveilans yang dilakukan sendiri oleh tenaga surveilans berdasarkan aturan yang ada.
23
Sedangkan surveilans pasif, yaitu kegiatan pengumpulan data dilakukan oleh pengumpul
data dari berbagai sektor berdasarkan aturan yang ada, misalnya dokter harus melaporkan
secara berkala dan menyerahkan laporan kepada petugas surveilans. Laporan kemudian
akan dikirim ke pusat untuk dianalisis, diinterpretasikan, kemudian disebarluaskan kepada
pihak yang berkepentingan (Muninjaya, 2004).
2.3. Efektivitas Surveilans
Untuk dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam penanganan masalah
kesehatan, sistem surveilans yang berfungsi sebagai penyedia informasi harus berjalan
secara efektif. Agar surveilans yang berjalan dapat berfungsi secara efektif harus memenuhi
beberapa syarat. WHO (2002) memberikan lima kriteria agar surveilans yang efektif
dengan akronim “SMART”, yaitu Spesific (masalah yang dihadapi harus khusus dan
spesifik), Measurable (indikator harus dapat diukur), Action-Oriented (hasil dari surveilans
harus berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan), Realistic (sesuai dengan
sumber daya yang dimiliki), dan Timely (mempunyai batas waktu dalam pencapaian
tujuan). Menurut Eylenbosch dan Noah (1988) surveilans efektif harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Sederhana
Struktur maupun operasi yang sederhana dan praktis merupakan
salah satu kunci surveilans dapat berjalan efektif. Hal ini agar pihak-pihak
yang terlibat dalam sistem surveilans bersedia memberikan data dan
memonitor sistem. Data yang relevan untuk mendukung sistem surveilans
harus tersedia dan diperoleh dengan mudah, oleh karena itu format pelaporan
24
yang terlalu rumit harus dihindari. Sistem surveilans yang tidak efektif
biasanya terjebak pada penambahan sasaran baru tanpa membuang sasaran
lama yang tidak berguna, sebagai akibatnya akan membebani pengumpul data.
2. Fleksibel dan acceptable
Sistem surveilans yang efektif mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan terhadap kebutuhan informasi, fokus penyakit, atau pun
kondisi di lapangan. Jika informasi tertentu tidak diperlukan, maka
pengumpulan data harus dihentikan dan perhatian harus dialihkan kepada
persoalan kesehatan masyarakat yang lebih aktual. Untuk memeihara
penerimaan dan komitmen dari pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
surveilans, secara berkala harus diperbaharui kesepakatan di setiap tingkat
lembaga.
3. Tepat waktu
Ketepatan waktu dalam pengumpulan data lebih penting artinya dari
pada akurasi dan kelengkapan data. Informasi yang dapat diperoleh dengan
cepat memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Investigasi lebih lanjut hanya dilakukan jika memerlukan
informasi tertentu yang lebih mendalam tentang suatu masalah.
4. Akurat
Keakuratan suatu sistem surveilans dalam mendeteksi semua
insidens penyakit dan bukan penyakit yang sesungguhnya dalam populasi
turut mempengaruhi tingkat efektifitas dari sistem surveilans yang sedang
berjalan.
25
5. Representative dan lengkap
Suatu sistem surveilans yang efektif akan mampu memonitor situasi
yang sesungguhnya terjadi pada populasi yang diamati. Keterwakilan dan
kelengkapan data surveilans dapat menemui kendala apabila petugas
kesehatan menutupi kasus penyakit atau dengan sengaja tidak melaporkannya.
Hal ini mungkin saja terjadi sebab KLB (kejadian luar biasa) masih dipandang
sebagai sesuatu yang menunjukkan buruknya kinerja pemerintahan atau
petugas setempat dalam melakukan pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan di wilayahnya.
2.4. Sistem Surveilans Epidemiologi
Sistem surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan agar
dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan (WHO, 2002).
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan
surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan
laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara
program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat (WHO, 2002).
26
2.5. Tujuan Sistem Surveilans Epidemiologi
Pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi memiliki beberapa tujuan,
diantaranya (WHO, 2002):
1. Memprediksi dan mendeteksi secara dini terjadinya epidemi/wabah
(outbreak).
2. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan,
pengendalian penyakit, dan masalah kesehatan.
3. Menyediakan informasi untuk menentukan prioritas program intervensi,
pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya
kesehatan.
4. Menitoring kecenderungan (trend) penyakit endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa datang.
5. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.
2.6. Ruang Lingkup Sistem Surveilans Epidemiologi
Masalah kesehatan dapat disebabkan berbagai macam faktor. Oleh karena itu,
secara operasional masalah-masalah kesehatan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh sektor
kesehatan sendiri, tetapi diperlukan tatalaksana yang terintegrasi dan komprehensif serta
kerjasama lintas sektor dan program. Dalam mendukung hal tersebut, diperlukan
pengembangan sistem surveilans epidemiologi kesehatan menjadi subsistem yang terdiri
dari (Depkes RI, 2008):
27
1. Surveilans epidemiologi penyakit menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
menular dan faktor resikonya untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit menular.
2. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
tidak menular dan faktor resikonya untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit tidak menular.
3. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
dan faktor resikonya untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
4. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor resikonya untuk mendukung program kesehatan tertentu.
5. Sistem surveilans epidemiologi kesehatan matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor resikonya untuk mendukung upaya program kesehatan
matra.
2.7. Surveilans Gizi
Surveilans gizi merupakan salah satu bagian dari surveilans epidemiologi masalah
kesehatan. Menurut Depkes RI (2008) surveilans gizi adalah proses pengamatan berbagai
masalah yang berkaitan dengan upaya perbaikan gizi masyarakat secara terus-menerus baik
28
pada situasi normal maupun darurat dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka mencegah memburuknya status gizi masyarakat,
menentukan intervensi yang diperlukan, manajemen program, dan evaluasi dari program
yang sedang dan telah dilaksanakan.
Sedangkan menurut NAS (National Academy of Science) dalam Adi dan Mukono
(2000) surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan agar
pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada
perbaikan gizi masyarakat golongan miskin. Informasi harus dikumpulkan secara teratur
dan harus digunakan oleh para penentu kebijakan dan perencana program. Institusi yang
terlibat harus mempunyai hubungan yang erat dengan mekanisme perencanaan dan
intervensi.
Surveilans gizi berbeda dengan surveilans penyakit pada umumnya. Meskipun
antara keduanya memiliki kesamaan dalam hal kegiatan mengumpulkan informasi untuk
kebijakan program dan tindakan, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang menjadi ciri
tersendiri dari surveilans gizi. Beberapa perbedaan tersebut antara lain (Adi dan Mukono
2000):
1. Masalah yang dihadapi oleh kegiatan surveilans gizi lebih rumit dari
surveilans penyakit. Hal ini disebabkan masalah gizi mempunyai penyebab
yang multi faktor dan sangat erat kaitannya dengan masalah kemiskinan.
2. Identifikasi gejala dan cara penanggulangan masalah gizi lebih sulit dari pada
masalah penyakit.
29
3. Dalam penanganan masalah gizi jauh lebih sulit dibandingkan dengan masalah
penyakit karena dalam penggulangan masalah gizi melibatkan lintas sektor
yang lebih luas.
Syarat pertama dari kegiatan surveilans adalah pengumpulan informasi secara
teratur. Dengan demikian, suatu pengkajian yang tidak didasarkan atau dikaitkan dengan
data yang dikumpulkan secara periodik tidak disebut sebagai suatu surveilans. Syarat kedua
adalah data yang dikumpulkan secara periodik dan setelah dianalisis harus dapat digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pengelolaan program perbaikan gizi
masyarakat. Oleh karena itu, data yang dikumpulkan harus merupakan data yang bersifat
tetap dan siap untuk digunakan sesuai tujuan tersebut. Disamping itu harus terdapat
hubungan yang erat antara instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam hal surveilans
dan perencanaan atau penentu kebijakan (Adi dan Mukono 2000).
Selain hal diatas perlu juga ditekankan bahwa tujuan surveilans gizi berbeda
dengan penapisan gizi. Tujuan surveilans gizi adalah mengidentifikasi kelompok
masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat, daerah atau di tingkat nasional.
Sedangkan tujuan penapisan gizi adalah mengidentifikasi individu (perseorangan) yang
beresiko terhadap masalah gizi dan hasil dari kegiatan tersebut digunakan sebagai dasar
dalam memberikan intervensi secara individu pula. Walaupun demikian dalam keadaan
tertentu data yang dikumpulkan dalam program penapisan dapat juga digunakan untuk
kepentingan surveilans gizi (Adi dan Mukono, 2000).
30
2.8. Ruang Lingkup Surveilans Gizi
Surveilans gizi terdiri dari dua komponen yang berkaitan dan saling tergantung,
yaitu komponen informasi dan tindakan. Informasi yang dikumpulkan tidak akan
bermanfaat apabila tidak digunakan sebagai dasar dalam pertimbangan untuk tidakan
penanggulangan masalah gizi. Di sisi lain informasi yang dikumpulkan harus tepat waktu
dan selalu didasarkan pada kebutuhan para pengambil keputusan dan kebijakan (Adi dan
Mukono 2000).
Pada dasarnya dalam konsep surveilans gizi terdapat tiga macam pemanfaatan
yang didasarkan pada perbedaan tipe dalam menentukan kebutuhan. Adapun ketiga
manfaat surveilans gizi tersebut antara lain (Adi dan Mukono 2000):
1. Perencanaan tingkat pelaksana teknis sampai nasional.
2. Manajemen dan evaluasi program.
3. Sistem isyarat dini dan intervensi.
2.9. Tujuan Surveilans Gizi
Sebagai sebuah sistem, surveilans gizi merupakan suatu proses berkelanjutan yang
mempunyai tujuan sebagai berikut (Adi dan Mukono 2000):
1. Menentukan status gizi penduduk dengan merujuk secara khusus pada
kelompok penduduk yang diketahui sedang dalam keadaan menderita atau
berisiko. Penentuan status gizi tersebut meliputi tanda-tanda dan luasnya
masalah gizi yang ada dan gambaran tentang trend kejadian.
31
2. Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk menganalisa tentang
sebab-sebab dan faktor-faktor yang terkait. Hasil kajian tersebut digunakan
dalam menentukan tindakan pencegahan yang dilaksanakan.
3. Menyediakan informasi bagi pemerintah untuk menentukan prioritas yang
sesuai dengan tersedianya sumber daya dalam memperbaiki status gizi
penduduk baik dalam situasi normal maupun darurat.
4. Memberikan peramalan tentang perkembangan masalah gizi yang akan datang
berdasarkan analisis perkembangan (trend) yang telah dan sedang terjadi dan
dilengkapi dengan informasi tentang potensi kemampuan dan sumber daya
yang tersedia. Hasil dari peramalan tersebut akan membantu perumusan
kebijakan yang tepat.
5. Melakukan pemantauan (monitoring) program-program gizi serta menilai
(evaluasi) tentang efektifitasnya.
2.10. Kegiatan Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan tergantung pada
kebutuhan-kebutuhan yang spesifik (Adi dan Mukono 2000):
2.10.1. Penilaian Pendahuluan
Sebelum menentukan desain suatu sistem surveilans gizi, maka perlu terlebih
dahulu dilakukan penilaian keadaan dan kondisi suatu tempat. Penilaian ini mencakup
beberapa hal berikut:
32
1. Jenis, tingkat dan waktu terjadinya masalah gizi
Penilaian terhadap masalah gizi yang meliputi jenis, tingkat
keparahan dan juga waktu terjadinya harus sedapat mungkin berdasarkan
pengambilan sampel yang memenuhi syarat statistik dan mencakup penduduk
dengan resiko masalah gizi yang paling gawat. Hasil penilaian akan sangat
berguna jika dapat membedakan kelompok-kelompok beresiko menurut pola
waktu, misalnya kejadian berulang (insiden siklis) dan kejadian tak tentu
(insiden acak).
2. Pengenalan dan penggambaran kelompok-kelompok yang khusus
mempunyai resiko
Proses untuk mengenal dan menggambarkan sifat-sifat kelompok
resiko dimulai dengan menggambarkan kelompok berisiko. Sebagai contoh
adalah Balita yang hidup di suatu daerah yang mempunyai curah hujan rata-
rata tahunan rendah. Makanan terutama berasal dari hewan peliharaan. Contoh
lain adalah anak-anak dari penduduk yang bermigrasi ke daerah perkotaan dan
orang tuanya tidak bekerja. Suatu pendekatan dalam menggambarkan
kelompok berisiko dapat digunakan tiga klasifikasi berikut ini:
a. Keadaan biologis, meliputi: umur, jenis kelamin, status faal
(hamil), penyakit menular atau gangguan kesehatan lain.
b. Situasi fisik, meliputi: jenis daerah (kota/desa), ekologi, jenis
pangan, geografis, sanitasi dan penyakit endemis.
c. Sosio-ekonomis dan budaya, meliputi: kelompok etnis atau
budaya, pekerjaan, pelayanan kesehatan.
33
Ketelitian dalam mengenal dan menggambarkan kelompok berisiko
sangat tergantung pada kecermatan analisis terhadap keterangan yang tersedia.
Keterangan yang dihasilkan dari sistem surveilans gizi akan membantu dalam
identifikasi kelompok berisiko sehingga penggambaran tersebut menjadi lebih
tepat.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah gizi
Gambaran tentang faktor-faktor penyebab suatu masalah gizi dapat
dilakukan dengan menganalisis data yang tersedia. Dari hasil analisis tersebut
akan dihasilkan berbagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya msalah
gizi yang tengah dihadapi. Bila faktor-faktor tersebut disusun dapat
membentuk suatu model peristiwa yang dapat digunakan sebagai hipotesis
kerja.
Dengan demikian akan diketahui indikator-indikator apa saja yang
sesuai untuk melakukan pemantauan terhadap faktor-faktor penyebab masalah
gizi. Proses ini dapat menilai kekurangan-kekurangan data yang tersedia dan
memperlihatkan daerah yang masih memerlukan keterangan tambahan.
4. Sumber data yang tersedia dan dapat digunakan oleh sistem surveilans
gizi
Pelaksanaan penilaian pendahuluan harus dilaksanakan berdasarkan
sumber data yang tersedia untuk menentukan masalah gizi, kelompok
beresiko, dan kemungkinan sebab-sebab timbulnya masalah gizi. Sumber-
sumber data dari badan statistik, kesehatan, pertanian dan sumber data lainnya
34
termasuk survey konsumsi makanan penduduk akan menyediakan informasi
penting dalam pelaksanaan penilaian pendahuluan.
2.10.2. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data perlu dipertimbangkan mengenai indikator
surveilans yang digunakan dan sumber data yang tersedia. Indikator dan jenis sumber data
dijelaskan sebagai berikut:
1. Indikator yang dipergunakan dalam surveilans gizi
Setelah dilaksanakan penilaian pendahuluan tentang masalah gizi
yang akan dihadapi oleh suatu sistem surveilans gizi, maka langkah berikutnya
adalah mempertimbangkan dan memilih indikator-indikator yang akan
digunakan dalam sistem tersebut.
Dalam menentukan suatu indikator darus dipertimbangkan beberapa
hal berikut:
a. Mudah dalam melakukan pengukuran
Data yang dapat dikumpulkan dengan mudah dengan
peralatan yang minimal dan sedikit memerlukan pengolahan serta
dapat dianalisis dengan mudah lebih baik dari pada data yang
memerlukan metode yang rumit dalam pengumpulan maupun
interpretasinya.
d. Kecepatan dan frekuensi ketersediaan data
Bila data yang dihasilkan bersifat berkesinambungan,
maka indikatornya mempunyai kelebihan dalam hal waktu. Hal
ini sangat penting bagi penemuan dini perubahan yang mungkin
35
terjadi. Nilai indikator dapat ditingkatkan dengan semakin
seringnya frekuensi pengumpulan data, tetapi harus
dipertimbangkan tambahan biaya yang diperlukan.
e. Biaya
Biaya dalam pengumpulan data merupakan salah satu
hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih indikator yang
akan dipergunakan. Dana berkaitan erat dengan sifat-sifat
indikator diatas. Oleh karena itu harus diperhatikan dengan
seksama keseimbangan antara nilai data dan biaya untuk
mencapainya.
2. Sumber data surveilans gizi
Pada penilaian pendahuluan data yang telah dikumpulkan dapat
dipergunakan untuk menggambarkan kelompok berisiko. Pada waktu yang
bersamaan sumber data lain yang ada harus pula diidentifikasi sambil
menentukan syarat-syarat sebuah sumber data. Sumber data dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Data yang dicatat belum lama berselang atau tersedia secara potensial
dalam rangka sistem pengumpulan yang sedang dilaksanakan.
b. Data tambahan/baru yang didapat melalui dinas-dinas yang ada (dinas
pertanian, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya).
Tipe-tipe data dari sumber yang ada dan biasa digunakan dalam
sistem surveilans gizi dapat diperlihatkan pada tabel berikut:
36
Tabel 2.1 Sumber Data dan Variabel Surveilans Gizi
No Sumber Variabel
Aktual Potensial
1. Klinik kesehatan BB, TB, umur,
prevalensi penyakit,
cakupan imunisasi
Pekerjaan, jarak
klinik
2. Sekolah BB, TB, umur Jarak sekolah dari
rumah
3. Laporan administrasi Angka kelahiran dan
kematian
Pekerjaan, BB lahir
4. Sensus, demografi, perumahan,
pertanian
Demografi, sosial
ekonomi, petanian,
lingkungan
5. Survey rumah tangga Variabel sosial ekonomi BB,TB, umur
6. Laporan pertanian Produksi pertanian
(hasil, area)
Sumber daya
pertanian
Sumber: (Adi dan Mukono, 2000)
2.10.3. Pengolahan dan Penyajian Data
Setelah data dikumpulkan selanjutnya diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan.
Pengolahan data dimaksudkan untuk menyiapkan data agar dapat dianalisis dengan mudah
dan terbebas dari kesalahan (Adi dan Mukono, 2000).
Data yang telah dikumpulkan dari kegiatan surveilans gizi dapat diolah menurut
waktu (bulanan atau tahunan), kelompok umur, jenis kelamin, dan wilayah (insidens,
proporsi, dan prevalensi). Setelah dilakukan pengolahan, data selanjutnya disajikan dalam
berbagai bentuk sesuai jenis data dalam bentuk narasi, tabel, grafik, dan peta wilayah
37
(Depkes, 2006). Menurut Muninjaya (2004) terdapat tiga teknik penyajian data yang biasa
digunakan untuk menggambarkan informasi yang berhasil dikumpulkan dan dalam rangka
mempermudah dalam menganalisis data, yaitu bentuk narasi, tabel, dan grafik. Beberapa
bentuk penyajian data dijelaskan sebagai berikut:
1. Narasi
Penyajian secara narasi adalah penjelasan dengan menggunakan
kalimat tertulis tentang informasi kesehatan. Kalimat yang dipakai singkat dan
jelas serta mampu memberikan gambaran tentang apa yang disampaikan.
Narasi biasanya digunakan untuk menjelaskan arti dari suatu tabel atau grafik.
2. Tabel
Tabel adalah penyajian data yang disusun dalam kolom dan baris
dengan lebih mengutamakan frekuensi suatu kejadian dalam bentuk kategori
data yang berbeda. Tabel dapat menggambarkan satu variabel atau lebih.
Apabila menggambarkan dua variabel atau lebih disebut dengan tabel silang.
Tabel silang digunakan untuk melihat hubungan antar dua variabel atau lebih
yang dapat bersifat deskriptif maupun analitik (Adi dan Mukono, 2000).
Semua data yang disajikan dalam bentuk tabel sebaiknya
diklasifikasikan dengan jelas agar dapat dengan cepat dan mudah dimengerti
oleh pembaca tanpa melihat data aslinya. Beberapa prinsip pokok yang harus
diperhatikan adalah tabel harus sederhana, maksimal memiliki tiga variabel,
dan harus menjelaskan dirinya sendiri (self explanatory) (Muninjaya, 2004).
38
3. Grafik
Grafik adalah suatu metode untuk menyajikan data kuantitatif
menggunakan sistem koordinat x dan y. Sumbu x menggambarkan variabel
independen (tidak tergantung), dan sumbu y menggambarkan variabel
dependen (tergantung). Grafik dapat membantu pembaca mengerti dengan
cepat perbedaan yang ada pada data yang disajikan.
Beberapa macam bentuk grafik yang biasanya dipakai dalam
menyajikan data diantaranya grafik garis, histogram, poligon, grafik
balok/batang, grafik lingkaran, dan peta.
4. Peta
Peta adalah cara penyajian data dengan mempergunakan peta suatu
wilayah. Setiap data atau kasus digambarkan dengan simbol data absolut. Jika
simbol menggambarkan rate (angka), penyajian peta dikenal dengan area
map. Spot map dapat digambarkan dengan angka mutlak, misalnya jumlah
penderita suatu penyakit di daerah tertentu maupun dengan angka relatif,
misalnya insidens atau prevalens penyakit.
2.10.4. Analisis dan Interpretasi Hasil Surveilans Gizi
Analisis data merupakan suatu proses untuk menghasilkan rumusan masalah dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan data yang telah terkumpul. Untuk dapat
mengidentifikasi masalah program atau masalah kesehatan masyarakat, hasil analisis pada
umumnya dibandingkan dengan target atau ukuran keberhasilan program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Hal ini tergantung dari tujuan analisis dan data yang tersedia
(Muninjaya, 2004).
39
Selain itu analisis data dilakukan untuk melihat variabel-variabel yang dapat
menggambarkan suatu permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
bagaimana data yang ada dapat menjelaskan tujuan dari suatu sistem surveilans gizi. Sejauh
mana kemampuan dalam menganalisis data tergantung pada organisasi pelaksana yang
bersangkutan serta keterampilan petugas yang menangani hal tersebut (Adi dan Mukono,
2000).
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, dapat dibuat tanggapan-tanggapan
dan saran-saran dalam menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang ada. Selain
itu juga dapat ditentukan apakah masalah gizi yang terjadi perlu mendapat prioritas untuk
ditangani terlebih dahulu.
Data yang dikumpulkan dalam surveilans gizi sebaiknya dimasukkan dalam
program komputer. Penggunaan komputer memudahkan dalam melakukan analisis data
yang bersifat kompleks. Program yang sering digunakan antara lain SPSS dan Epi-info
(Adi dan Mukono, 2000).
Menurut Adi dan Mukono (2000) dalam melakukan analisis dan interpretasi data
yang harus dilakukan adalah:
1. Memahami kualitas data dan mencari metode terbaik untuk menarik
kesimpulan. Hal ini dilakukan karena setiap data mempunyai kelemahan yang
harus dipahami benar sebelum seorang petugas surveilans memanfaatkan data
tersebut.
2. Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif. Kesimpulan yang
dibuat dapat dilakukan dengan beberapa cara analisis berikut:
a. Kecenderungan
40
Analisis kecenderungan merupakan hubungan antara jumlah
kejadian gizi atau kondisi populasi dengan waktu kejadian pada
sekelompok populasi. Misalnya: data bulanan penimbangan (BB/U), data
tahunan kasus gizi buruk (prevalensi KEP), dan data periodik lainnya.
b. Perbandingan
Analisis perbandingan merupakan upaya untuk membandingkan
antara jumlah satu kejadian dengan kejadian yang lain pada satu populasi
atau populasi berbeda. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menyamakan jumlah populasi yang diamati dengan mengubah data
menjadi ukuran frekuensi yang sesuai. Misalnya prevalensi KEP menurut
tingkatannya berdasarkan batas yang telah disepakati.
c. Perbandingan dari suatu kecenderungan
Dilakukan dengan cara membandingkan kecenderungan
perubahan dari data kejadian berdasarkan waktu terhadap data kejadian
lain berdasarkan waktu pada populasi yang sama atau berbeda. Misalnya
frekuensi makan, ketersediaan pangan antar waktu (musim), grafik
pertumbuhan individu.
Menurut Muninjaya (2004) analisa data program pelayanan kesehatan di lapangan
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis dampak dan analisis cakupan.
1. Analisis dampak
Analisis dampak biasanya diolah di tingkat nasional atau provinsi
dengan memanfaatkan data umum, antara lain berupa angka kematian umum
atau Crude Death Rate (CDR), Angka Kematian Bayi (AKB), angka kelahiran
41
kasar atau Crude Birth Rate (CBR), dan angka kesakitan beberapa kejadian
sakit yang dihitung dengan angka insidens dan prevalens.
2. Analisis cakupan
Analisis cakupan biasanya dilakukan pada lingkup pelaksana
program (Puskesmas) sesuai dengan program pelayanan yang dilaksanakan di
tempat tersebut, misalnya cakupan imunisasi, KB, KIA, dan sebagainya.
Analisis cakupan dilakukan dengan membandingkan antara cakupan suatu
program kesehatan dengan standar keberhasilan program yang ditetapkan
dalam bentuk target. Dari hasil perbandingan ini akan dapat ditentukan
besarnya kesenjangan antara target yang diharapkan dengan hasil kegiatan
program.
Untuk mengetahui distribusi masalah, informasi cakupan program
dapat dianalisis lebih lanjut menurut orang, tempat, dan waktu. Dengan cara
ini dapat diketahui dimana, kapan, dan kelompok penduduk mana yang
menderita masalah kesehatan ini dan memerlukan perhatian pengelola
program yang lebih besar. Selanjutnya, untuk menyusun rencana operasional
program penanggulangan terhadap masalah ini, masalah tersebut dapat
dianalisis lagi menurut faktor-faktor yang diperkirakan menjadi resiko dengan
distribusi masalah tersebut (Muninjaya, 2004).
Selain beberapa cara analisis diatas hasil dari kegiatan surveilans gizi
dapat juga dianalisis dengan mengaitkannya kepada surveilans kesehatan
lainnya untuk dapat dilakukan analisis situasi dan identifikasi faktor-faktor
yang berkaitan dengan masalah gizi, misalnya penggabungan grafik gizi
42
dengan grafik diare, penggabungan grafik kemiskinan dan gizi kurang, atau
penggabungan grafik kemiskinan, gizi kurang, dan kejadian diare (Depkes,
2006).
2.10.5. Penyebarluasan (Diseminasi) Hasil Analisis Surveilans Gizi
Hasil dari suatu pelaksanaan surveilans gizi akan bermanfaat apabila hasil tersebut
diinformasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan bahasa yang mudah
dipahami. Namun kenyataannya penyebaran informasi yang disampaikan masih sering
diartikan dalam bentuk data-data yang begitu banyak dan belum diinterpretasikan menjadi
suatu informasi yang mudah dipahami (Adi dan Mukono, 2000).
Diseminasi informasi lebih tepat dimaksudkan untuk memberi informasi yang
dapat dimengerti dan kemudian dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,
upaya pengendalian dan evaluasinya, baik berupa data atau interpretasi dan kesimpulan
analisis (Adi dan Mukono, 2000).
Terdapat beberapa cara dalam diseminasi informasi hasil surveilans gizi, antara
lain sebagai berikut (Adi dan Mukono, 2000):
1. Membuat suatu laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat
yang lebih tinggi
2. Membuat suatu laporan yang disampaikan dalam seminar atau pertemuan lain
3. Membuat suatu tulisan dalam majalah atau jurnal kesehatan
Rekomendasi merupakan salah satu bentuk diseminasi informasi. Rekomendasi
dapat disampaikan pada penanggung jawab program pencegahan dan penanggulangan,
serta pada pelaksana kegiatan surveilans gizi. Hasil dari surveilans yang akan
43
disebarluaskan dalam bentuk laporan harus ditulis sesuai dengan sasaran dari pengguna
laporan tersebut.
Jika laporan ditujukan kepada pimpinan atau pengelola program, maka sebaiknya
laporan disajikan dengan informasi yang mempunyai implikasi untuk perubahan dan
perbaikan program saja. Sedangkan jika laporan ditulis dengan tujuan kepada kalangan
akademik atau profesional, maka harus menggunakan bahasa baku epidemiologi dengan
kecermatan analisis statistik dan laporan disajikan dalam bentuk lengkap.
2.10.6. Umpan Balik dalam Surveilans Gizi
Surveilans merupakan suatu kegiatan yang berjalan terus-menerus dan
berkesinambungan. Oleh karena itu, maka umpan balik atau pengiriman informasi kembali
sebagai umpan balik kepada sumber-sumber data mengenai arti data yang telah mereka
berikan dan kegunaannya setelah selesai diolah, merupakan suatu kegiatan yang yang
sangat penting, sama pentingnya dengan tindakan follow up lainnya. Dengan dilakukannya
hal tersebut diharapkan pelapor secara terus-menerus mengadakan pengamatan penyakit
dan melaporkan hasil pengamatannya (Adi dan Mukono, 2000).
Bentuk dari umpan balik dapat berupa ringkasan dari informasi yang dimuat
dalam buletin atau surat yang berisi pertanyaan terkait informasi yang dilaporkan atau
berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya serta
mengadakan perbaikan jika perlu. Jika umpan balik berupa buku laporan atau buletin maka
harus diperhatikan ketepatan dalam waktu terbit (Adi dan Mukono, 2000).
44
2.11. Organisasi Pelaksanaan Surveilans Gizi
Dalam mengorganisasikan kegiatan surveilans perlu terlebih dahulu ditetapkan
beberapa hal berikut ini (Depkes, 2006):
1. Alur informasi dari sumber data paling bawah sampai kepada pengguna dan
pengambil keputusan. Alur informasi surveilans gizi dapat dilihat pada bagan
2.1.
2. Penentuan siapa yang berperan sebagai simpul.
3. Identifikasi tugas pokok dan fungsi masing-masing tingkat yang dilalui alur
informasi.
4. Identifikasi pengguna potensial (potential users) pada berbagai tingkat
pengguna.
Bagan 2.1 Alur Informasi Surveilans Gizi
Keterangan :
Distribusi data surveilans dari sumber data kepada unit surveilans yang akan melakukan
kompilasi data.
Pengguna
Simpul/rekap
data
Sumber data
45
Distribusi data surveilans/umpan balik dari unit surveilans yang melakukan kompilasi
data kepada semua sumber data.
a. Sumber data
Sumber data adalah institusi atau lembaga yang memiliki data yang dapat
dimanfaatkan, misalnya: Posyandu sebagai sumber data pertumbuhan, bidan desa
sebagai sumber data anemia.
b. Simpul
Simpul adalah institusi atau lembaga yang mengolah atau menganalisis dan
menyebarluaskan hasil dari kegiatan surveilans kepada pengguna. Pada kondisi
tertentu simpul dapat melakukan konfirmasi ke sumber data, misalnya bidan desa
sebagai simpul data pertumbuhan di tingkat kecamatan.
c. Pengguna
Pengguna adalah institusi atau lembaga atau individu yang memanfaatkan
informasi yang dihasilkan oleh masing-masing simpul, diantaranya adalah:
1) Pelaksana program dari tingkat kecamatan kebawah, informasi
digunakan untuk keperluan konfirmasi, koordinasi dan intervensi.
2) Pelaksana program di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, informasi
digunakan untuk keperluan konfirmasi, perumusan kebijakan,
pengmabilan keputusan, perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, dan
evaluasi.
3) Pelaksana program di tingkat pusat, informasi digunakan untuk
konfirmasi, perumusan kebijakan, dan bimbingan serta evaluasi.
46
2.12. Prinsip Umum Pelaksanaan Surveilans Gizi
WHO (2002) menjelaskan bahwa prinsip umum pelaksanaan surveilans terdiri
dari kegiatan pengumpulan data dari kejadian dan peristiwa kesehatan yang terjadi
dimasyarakat kemudian dilakukan analisis dan interpretasi terhadap data yang telah
dikumpulkan untuk menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan
intervensi yang akan dilakukan terhadap keadaan yang terjadi. Kegiatan umpan balik
(feedback) dari informasi yang dihasilkan kepada unit pelapor dilakukan guna pengambilan
keputusan di daerah masing-masing. Prinsip umum ini juga berlaku dalam proses
pelaksanaan surveilans gizi. Prinsip umum surveilans dapat dilihat pada bagan 2.2
Bagan 2.2 Prinsip Umum Pelaksanaan Surveilans
Sumber: WHO, 2002
47
BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG
3.1. Alur Kegiatan Magang
Bagan 3.1. Alur Kegiatan Magang
Tahap Persiapan :
1. Pembuatan Proposal Magang
2. Pengajuan permohonan magang ke pihak Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Keseharan RI dengan persetujuan dosen
pembimbing magang yang ditunjuk fakultas
3. Konfirmasi ulang ke pihak institusi magang
4. Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi
Tahap Pelaksanaan :
1. Melaksanakan kegiatan magang mulai tanggal 8 Februari – 19 Maret
2010.
2. Mengikuti alur kerja institusi magang
3. Pengumpulan data yang diperlukan untuk laporan yang meliputi:
a. Gambaran umum Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian
Kesehatan RI tahun 2010
b. Input surveilans gizi yang terdiri dari pedoman kerja, pelaksana
48
surveilans gizi, sarana penunjang, anggaran, dan data surveilans
gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan
RI tahun 2010.
c. Gambaran proses surveilans gizi yang terdiri dari pengumpulan
data, pengolahan dan penyajian data, analisis dan interpretasi data,
diseminasi informasi, umpan balik surveilans gizi, dan monitoring
serta evaluasi kegiatan surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI tahun 2010.
d. Gambaran output surveilans gizi yang meliputi informasi gizi dan
kebijakan teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI tahun 2010.
4. Bimbingan dengan dosen pembimbing akademik dan pembimbing
lapangan
5. Pemantauan pelaksanaan magang oleh pembimbing lapangan dan
pembimbing fakultas
Tahap Evaluasi dan Presentasi Laporan
1. Penyusunan Laporan magang dibimbing oleh pembimbing
akademik dan pembimbing lapangan
2. Presentasi laporan magang yang dihadiri oleh tim penguji yang
terdiri atas pembimbing akademik, pembimbing lapangan, dan
seorang penguji lain yang ditunjuk oleh panitia magang.
49
3.2. Jadwal Kegiatan Magang
Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Magang di Direktorat Jenderal Bina Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
1. Senin, 8 Feb 2010 Pengarahan pembimbing lapangan
terkait permasalahan gizi secara
umum, penjelasan perencanaan
anggaran program gizi dari staff
tata usaha bidang perencanaan
Sub Bagian Tata
Usaha
2. Selasa, 9 Feb 2010 Mengikuti presentasi bersama
mahasiswa Universitas
Cendrawasih Papua dari kelima
subdirektorat terkait program dan
permasalahan gizi yang ditangani
Ruang rapat
Direktorat Gizi
Depkes RI
3. Rabu, 10 Feb 2010 Diskusi dengan staff Subdit Bina
Gizi Makro terkait program yang
dilaksanakan, laporan kegiatan,
proses standarisasi, dan
monitoring serta evaluasi program
yang dilakukan
Ruang kerja
Subdit Bina Gizi
Makro
50
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
4. Kamis, 11 Feb 2010 Diskusi dengan staff Subdit Bina
Gizi Mikro terkait program yang
dilaksanakan (suplementasi vit.A,
Fe, dan pemantauan konsumsi
garam beryodium)
Ruang kerja
Subdit Bina Gizi
Mikro
5. Senin, 15 Feb 2010 Diskusi dengan staff Subdit Bina
Gizi Klinik terkait program yang
dilaksanakan, mengumpulkan data
terkait buku pedoman dan
standarisasi yang dikeluarkan
Subdit Bina Gizi
Klinik
6. Selasa, 16 Feb 2010 Diskusi dan mengikuti presentasi
dari kepala seksi bidang
standarisasi Subdit Bina Konsumsi
makanan, mengumpulkan dan
membaca buku pedoman yang
dikeluarkan oleh Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Sub direktorat
Bina Konsumsi
Makanan
7. Rabu, 17 Feb 2010 Diskusi dengan staff Subdit Bina
Kewaspadaan Gizi terkait
gambaran umum pelaksanaan
surveilans gizi
Subdit Bina
Kewasapadaan
Gizi
51
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
8. Kamis, 18 Feb 2010 Membantu pelaksanaan input data,
mencari data surveilans,
mengumpulkan buku pedoman
terkait suveilans gizi
Subdit Bina
Kewasapadaan
Gizi,
Perpustakaan
Depkes
9. Jumat, 19 Feb 2010 Mencari data surveilans gizi: buku
gizi dalam angka dan pedoman
kerja surveilans gizi pada tingkat
pusat
Subdit Bina
Kewasapadaan
Gizi,
Perpustakaan
Depkes
10. Senin, 22 Feb 2010 Mencari data surveilans gizi
(SDM, struktur organisasi
Kementerian kesehatan),
bimbingan dengan pembimbing
lapangan
Depkes, rumah
pembimbing
lapangan
11. Selasa, 23 Feb 2010 Mencari data surveilans gizi dan
penyusunan outline laporan
magang
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
52
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
12. Rabu, 24 Feb 2010 Mencari data surveilans gizi,
penyusunan laporan
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
13. Kamis, 25 Feb 2010 Mencari penyajian data surveilans,
penyusunan laporan
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
14. Senin, 1 Mar 2010 Mencari data ruang lingkup kerja
pemerintah pusat di bidang
surveilans, menyusun laporan
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
15. Selasa, 2 Mar 2010 Mencari sumber-sumber data
surveilans yang digunakan,
penyusunan laporan
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
16. Rabu, 3 Mar 2010 Mencari data tentang website
gizi.net, penyusunan laporan
Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
53
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
17. Kamis, 4 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
18. Jumat, 5 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
19. Senin, 8 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
20. Selasa, 9 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
21. Rabu, 10 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
54
No Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat Ket.
22. Kamis, 11 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
23. Jumat, 12 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
24. Senin, 15 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
25. Rabu, 17 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
26. Kamis, 18 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
27. Jumat, 19 Mar 2010 Penyusunan laporan magang Depkes, UIN
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat merupakan salah satu direktorat yang berada di
bawah Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dalam strutur organisasi
Kementerian Kesehatan RI (lampiran 1). Direktorat Bina Gizi Masyarakat inilah yang
berhubungan dengan pelaksanaan teknis mengenai program perbaikan gizi masyarakat pada
tingkat pusat termasuk di dalamnya program surveilans gizi.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat dikapalai oleh seorang direktur yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing subdirektorat
yang berada dibawahnya. Subdirektorat yang berada di bawah direktur bina gizi
masyarakat, yaitu Subdirektorat Bina Gizi Makro, Subdirektorat Bina Gizi Mikro,
Subdirektorat Bina Gizi Klinik, Subdirektorat Bina Konsumsi Makanan, dan Subdirektorat
Bina Kewaspadaan Gizi. Setiap Subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala yang
membawahi dua kepala seksi, yaitu seksi standarisasi dan seksi bimbingan dan evaluasi.
Struktur organisasi Direktorat Bina Gizi Masyarakat dapat dilihat pada tabel 4.1
Dalam tata hubungan antar bagian dalam struktur organisasi kementerian
kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
diwajibkan membuat laporan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang bina gizi makro, gizi
mikro, gizi klinik, konsumsi makanan, serta kewaspadaan gizi. Laporan ini akan
disampaikan kepada pihak Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat yang kemudian
56
akan melaporkannya kepada tingkat yang lebih tinggi sampai kepada tingkat menteri
kesehatan sebagai pemegang kebijakan tertinggi.
Peran Direktorat Bina Gizi Masyarakat dalam Struktur organisasi Kementerian
Kesehatan adalah sebagai pelaksana teknis kebijakan dari lembaga diatasnya. Struktur ini
termasuk dalam jenis organisasi lini dan staff dimana peranan dari organisasi dan staff di
bawahnya tidak hanya terbatas pada peranan sebagai pemberi nasehat dan rekomendasi,
tetapi juga sebagai penanggung jawab kegiatan tertentu.
Keuntungan dari organisasi jenis ini adalah keputusan yang diambil oleh pimpinan
organisasi akan jauh lebih baik karena telah melalui pembahasan dan rekomendasi
sejumlah orang sehingga akan mengurangi tanggung jawab pimpinan organisasi dan karena
itu dapat lebih memusatkan perhatian pada masalah yang lebih penting (Azwar, 1996).
Sedangkan kelemahan dari jenis organisasi ini adalah pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh pimpinan akan lebih lama serta jika staff dan organisasi pelaksanan di
bawahnya tidak mengetahui batas-batas wewenangnya dapat menimbulkan kebingungan
pelaksana (Azwar, 1996). Masalah ini dapat diatasi dengan lebih menyederhanakan bentuk
organisasi dan sistem birokrasi sehingga pengambilan keputusan terutama mengenai hal-hal
yang bersifat penting dan mendesak dapat dilakukan dengan segera mungkin.
Bagan 4.1. Struktur Organisasi Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Kelompok Fungsional
Direktur
Bina Gizi Masyarakat
Kasubdit Bina
Gizi Klinik
Kasubdit Bina
Gizi Makro
Kasubdit Bina
Kewaspadaan Gizi
Kasubag Tata Usaha
Seksi Standarisasi
Seksi Bimb. & Evaluasi
Seksi Standarisasi
Seksi Bimb. & Evaluasi
Seksi Standarisasi
Seksi Bimb. & Evaluasi
Seksi Standarisasi
Seksi Bimb. & Evaluasi
Seksi Standarisasi
Seksi Bimb. & Evaluasi
Kasubdit Bina
Konsumsi Makanan
Kasubdit Bina
Gizi Mikro
Sumber: Permenkes No. 1575/Menkes/PER/XI/2005
4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Subdirektorat
dibawahnya (Depkes RI, 2005)
Berdasarkan Permenkes RI No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang struktur
organisasi Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat bertugas dalam
melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, standardisasi, bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kesehatan gizi masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat berfungsi dalam penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyiapan
penyusunan standar; norma; pedoman; kriteria; dan prosedur, pemberian bimbingan
teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang bina
gizi makro, gizi mikro, gizi klinik, konsummi makanan, serta kewaspadaan gizi, serta
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat terdiri dari lima subdirektorat sebagai pelaksana teknis di bidang perbaikan
gizi masyarakat, yaitu Subdirektorat Bina Gizi Makro, Subdirektorat Bina Gizi
Mikro, Subdirektorat Bina Gizi Klinik, Subdirektorat Bina Konsumsi Makanan, dan
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi.
Setiap subdirektorat mempunyai tugas dan fungsi yang mengacu pada tugas
dan fungsi direktorat yang disesuiakan dengan bidang kerja masing-masing. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, seluruh subdirektorat dibagi menjadi dua seksi,
yaitu:
1. Seksi Standardisasi yang bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan standar, norma, pedoman, dan kriteria di
bidang bina gizi makro, bina gizi mikro, bina gizi klinik, bina konsumsi
makanan, dan bina kewaspadaan gizi.
2. Seksi Bimbingan dan Evaluasi yang bertugas melakukan penyiapan bahan
bimbingan, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
bina gizi makro, bina gizi mikro, bina gizi klinik, bina konsumsi makanan,
dan bina kewaspadaan gizi.
4.3. Program Kerja Direktorat Bina Gizi Masyarakat Tahun 2010 – 2014
Dalam rencana program jangka menengah nasional tahun 2010-2014 bidang
gizi telah ditetapkan tiga belas indikator yang akan dicapai dalam rentang waktu lima
tahun oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Ketiga belas indikator tersebut dijalankan
untuk mencapai sasaran peningkatan penanganan masalah gizi. Target yang akan dicapai
dalam periode waktu lima tahun dari tiga belas indikator yang telah ditetapkan dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Indikator dan Target Pencapaian Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 Direktorat Bina Gizi Masyarakat
No Indikator Target (dalam persen)
2010 2011 2012 2013 2014
1. Persentase Balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
100 100 100 100 100
2. Persentase Balita Gakin 6-24 bulan
mendapat MP-ASI
100 100 100 100 100
3. Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat
ASI eksklusif
65 67 70 75 100
4. Cakupan garam beryodium 75 77 80 85 90
5. Persentase 6-59 bulan dapat kapsul
vitamin A
75 78 80 83 85
6. Persentase ibu hamil mendapat Fe 90
tablet
71 74 78 81 85
7. Persentase Puskesmas yang
menyelengarakan pemantauan status gizi
dan SKD KLB- Gizi Buruk
100 100 100 100 100
8. Jumlah kabupaten/kota yang
melaksanakan surveilans gizi
100 100 100 100 100
9. Persentase Balita ditimbang berat
badannya (D/S)
65 70 75 80 85
10. Jumlah Balita gizi kurang Gakin
mendapatkan PMT pemulihan
100 100 100 100 100
11. Jumlah ibu hamil KEK Gakin
mendapatkan PMT pemulihan
100 100 100 100 100
12. Jumlah penyediaan bufferstock MP-ASI
untuk daerah bencana
100 100 100 100 100
13. Persentase keluarga sadar gizi (Kadarzi) 60 65 70 75 80
Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Dalam mencapai indikator dan target tersebut, secara teknis dilaksanakan oleh
kelima subdirektorat yang ada di bawah Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pembagian
tiga belas indikator tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Pembagian Indikator menjadi Lima Subdirektorat Bina Gizi
Masyarakat
No Sub direktorat Indikator
1. Bina gizi makro Persentase keluarga sadar gizi (Kadarzi)
2. Bina gizi mikro a. Cakupan garam beryodium
b. Persentase 6-59 bulan dapat kapsul vitamin A
c. Persentase ibu hamil mendapat Fe 90 tablet
3. Bina gizi klinik Persentase Balita gizi buruk yang mendapat perawatan
4. Bina konsumsi
makanan
a. Persentase Balita Gakin 6-24 bulan mendapat MP-ASI
b. Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif
c. Jumlah penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah
bencana
d. Jumlah ibu hamil KEK Gakin mendapatkan PMT
pemulihan.
e. Jumlah Balita gizi kurang Gakin mendapatkan PMT
pemulihan
5. Bina
kewaspadaan gizi
a. Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
b. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans
gizi
c. Persentase Puskesmas yang menyelengarakan
pemantauan status gizi dan SKD KLB- Gizi Buruk
Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Indikator yang akan dicapai dalam mewujudkan sasaran peningkatan
penanganan masalah gizi masyarakat direalisasikan dalam program kerja prioritas yang
akan dijalankan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat dalam periode lima tahun.
Rencana kegiatan pokok yang akan dijalankan antara lain:
1. Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif (PP-ASI)
2. Pemantauan Pertumbuhan
3. Pemberian MP ASI
4. Suplementasi zat gizi
5. Penanggulangan GAKY
6. Penanganan gizi buruk
7. SKD KLB gizi buruk
Rencana kegiatan pokok diatas diturunkan menjadi rencana program dan
kegiatan intervensi yang akan dilaksanakan. Rencana program dan kegiatan intervensi
tersebut dapat dilihat pada lampiran 5.
4.4. Gambaran Pelaksanaan Sistem Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat
4.4.1. Gambaran Input Surveilans Gizi
4.4.1.1. Pedoman kerja
Berdasarkan Permenkes RI No.1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi
dan tata kerja Departemen Kesehatan, tugas Direktorat Bina Gizi Masyarakat adalah
dalam hal penyiapan perumusan kebijakan teknis, standardisasi, bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kesehatan gizi masyarakat (Depkes RI,
2008). Dalam melakukan kegiatan kerja, pedoman inilah yang menjadi acuan utama.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat
adalah surveilans gizi yang secara teknis dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi. Seperti dijelaskan diatas subdirektorat ini bertugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan standar, norma, pedoman,
kriteria, prosedur, bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
kewaspadaan gizi termasuk di dalamnya surveilans gizi (Depkes RI, 2005). Peraturan ini
sudah dilaksanakan dengan baik yang diimplementasikan dalam pembuatan pedoman
terkait program kewaspadaan gizi (PWS-Gizi, SKD KLB Gizi Buruk, dll) termasuk
surveilans gizi dan bimbingan serta evaluasi kegiatan dalam bentuk kunjungan lapangan
dan sosialisasi pedoman teknis program ke daerah.
Terkait pelaksanaan kegiatan surveilans gizi pada tingkat pusat telah diatur
dalam Kepmenkes RI No.922/Menkes/SK/X/2008 tentang pedoman teknis pembagian
urusan pemerintahan bidang kesehatan antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan bahwa tugas pemerintah pusat dalam hal pengelolaan surveilans kewaspadaan
pangan dan gizi buruk pada skala nasional mencakup kegiatan sebagai berikut (Depkes
RI, 2008):
1. Menetapkan pedoman umum tentang surveilans kewaspadaan pangan dan
gizi buruk
2. Menetapkan hadware dan software untuk sistem pelaporan surveilans gizi.
3. Pengendalian kualitas data yang meliputi pelatihan, penyiapan materi, dan
pembinaan.
4. Kesiapsiagaan dalam hal tenaga, tim, anggaran, logistik, makanan formula
dan obat-obatan untuk bufferstok nasional, informasi, dan transportasi.
5. Pengelolaan surveilans kewaspadaan pangan dan gizi yang meliputi
pelaksanaan kegiatan program: PWS-Gizi, SKD-KLB, SKG, PSG.
6. Melaksanakan TOT (training of trainer) untuk pengelolaan surveilans gizi
dan penggunaan hardware dan software untuk sistem pelaporan surveilans
gizi di tingkat nasional.
7. Melakukan perlakuan terhadap data surveilans gizi meliputi pengumpulan,
penyajian, analisis dan pelaporan.
8. Menetapkan kajian epidemiologi bersumber data rutin dan khusus untuk
mengidentifikasi ada tidaknya potensi bencana/ancaman KLB gizi buruk di
masyarakat.
9. Memberikan feedback segera atas hasil kajian dan laporan.
10. Mengkoordinasikan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
menghadapi KLB gizi buruk.
11. Mengelola pendistribusian logistik, makanan formula, dan obat-obatan.
12. Mengembangkan, mengelola, dan meningkatkan jaringan kewaspadaan
pangan dan gizi.
13. Memberikan feedback dan rencana tindak lanjut.
14. Memberikan pembinaan teknis kepada petugas terkait.
15. Monitoring dan evaluasi sistem dalam penerapan pelaksanaan pedoman,
pendistrubusian bantuan dan intervensi yang dilakukan di lapangan.
Peraturan ini juga menjadi salah satu acuan yang digunakan oleh Direktorat
Bina Gizi Masyarakat khususnya Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi dalam
melaksanakan kegiatan surveilans gizi. Namun dalam implementasinya masih ada
kegiatan yang tercantum dalam pedoman peraturan tersebut yang belum dilaksanakan
dengan maksimal yaitu memberikan feedback segera atas hasil kajian dan laporan dari
unit pelapor.
4.4.1.2. Pelaksana surveilans
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pada pelaksanaannya kegiatan surveilans
gizi yang dilakukan di Direktorat Bina Gizi Masyarakat secara teknis dilaksanakan oleh
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang terkait. Kegiatan surveilans gizi yang dijalankan lebih memfokuskan pada
kewaspadaan gizi.
Dalam melaksanakan kegiatan surveilans gizi, Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi tidak bekerja sendiri, akan tetapi terintegrasi antar subdirektorat
lainnya. Intergrasi kerja ini terkait dengan data gizi yang akan dikumpulkan. Sebagai
contoh data cakupan suplementasi vitamin A yang direkapitulasi oleh Subdirektorat
Bina Gizi Mikro dilaporkan kepada Subdirektorat Bina Kewapadaan Gizi. Struktur
organisasi yang terdapat di Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Bagan 4.2. Struktur Organisasi Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi Tahun 2010
Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Kasubdit
Kasi
Standarisasi
Kasi Monitoring
dan Evaluasi
Staff Staff
Tenaga pelaksana surveilans yang ada di Direktorat Bina Kewaspadaan Gizi
terdiri dari dua belas orang yang terdiri dari satu orang kepala subdit, dua orang kepala
seksi, yaitu seksi standarisasi dan seksi monitoring dan evaluasi serta sembilan orang
staff yang mempunyai tugas masing-masing sebagai staff teknis, kesekretariatan dan
staff bidang. Latar belakang pendidikan tenaga pelaksana surveilans terdiri dari lima
orang lulusan S2, tiga orang lulusan S1, dua orang ahli madya gizi, dan dua orang
lulusan SLTA.
Tugas dan fungsi masing-masing bagian yang terdapat di Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi telah diatur dalam tugas dan fungsi subdirektorat berdasarkan
Permenkes No.1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang tugas dan fungsi Departemen
Kesehatan. Kepala subdirektorat bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan
kegiatan pada Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi. Kepala seksi standarisasi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan standar, norma, pedoman, dan kriteria di bidang kewaspadaan gizi.
Sedangkan kepala seksi monitoring dan evaluasi bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyiapan bahan bimbingan, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan
laporan di bidang kewaspadaan gizi.
Disamping itu dalam membantu kelancaran seluruh proses kegiatan yang ada,
maka subdirektorat bina kewaspadaan gizi juga terdiri dari beberapa orang staff yang
bertugas antara lain dalam bidang standarisasi, monitoring dan evaluasi, serta fungsi
kesekretariatan, keuangan, dan fungsi umum lainnya. Proses kerja yang dilaksanakan
oleh staff tidak sepenuhnya mengacu pada struktur organisasi yang ada. Artinya, tugas
yang memang dapat dikerjakan oleh seorang staff, walaupun bukan tugas rutinnya, maka
dapat diambil alih. Prinsip yang digunakan adalah pekerjaan dilakukan secara bersama-
sama.
Suatu perencanaan yang baik harus mencantumkan uraian terkait susunan
tenaga pelaksananya yang akan menyelenggarakan rencana yang telah ditetapkan.
Sebaiknya, uraian tersebut dilengkapi pula dengan pembagian tugas serta kewenangan
masing-masing tenaga pelaksana (Azwar, 1996). Apabila tenaga pelaksana tidak
memadai dalam jumlah maupun kualitas, maka akan sulit diwujudkan suatu kinerja yang
bermutu baik (Bruce, 1990; Fromberg, 1988 Gambone, 1991 dalam Azwar, 1996). Jika
dilihat dari jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana surveilans gizi di Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi dapat dikatakan sudah memadai karena mengingat tugas dan fungsi
organisasi.
4.4.1.3. Sarana penunjang
Sarana yang terkait dalam pelaksanaan surveilans gizi di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat diantaranya pedoman pelaksanaan program terkait surveilans gizi dan
formulir pelaporan. Sedangkan perangkat pendukung surveilans gizi diantaranya
komputer, faximile, dan perangkat komunikasi lainnya seperti telepon sudah memadai.
Namun jika dilihat dari sarana fisik ruang kerja masih belum memadai dikarenakan
ruang yang relatif terbatas, khususnya untuk ruangan subdirektorat.
Sarana termasuk unsur yang penting dalam menunjang suatu kegiatan termasuk
kegiatan surveilans. Apabila sarana baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan (standard of facilities), maka akan sulit
diharapkan suatu kegiatan akan berjalan dengan baik (Bruce, 1990; Fromberg, 1988
Gambone, 1991 dalam Azwar, 1996). Sarana yang terdapat di Direktorat Bina Gizi
Masyarakat sudah memadai dalam mendukung pelaksanaan surveilans gizi, baik dalam
hal jumlah maupun jenis sarana. Sarana dan perangkat pendukung yang ada juga sudah
dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam mendukung seluruh proses kegiatan kerja
termasuk pelaksanaan sistem surveilans.
Sarana lain yang terlihat belum memadai adalah akses internet yang terbatas.
Akses terhadap jaringan internet sangat diperlukan dalam mendukung proses surveilans
khususnya proses pengumpulan data dan diseminasi informasi yang banyak melibatkan
jaringan internet. Salah satu mekanisme pelaporan rutin masalah gizi dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan melalui jaringan internet dengan
mengisi format yang tersedia pada website yang dimiliki oleh Direktorat Bina Gizi
Masyarakat yaitu gizi.net. Akses terhadap jaringan internet juga diperlukan untuk
mencari berita terkini kasus gizi yang ada di masyarakat yang mungkin belum diketahui.
4.4.1.4. Anggaran
Anggaran merupakan salah satu komponen penting dan sangat diperlukan bagi
terlaksananya suatu program termasuk dalam hal ini program gizi. Dengan tersedianya
anggaran yang memadai diharapkan program perbaikan gizi masyarakat dapat terlaksana
dengan baik dan mencapai target yang diinginkan.
Setidaknya suatu anggaran atau biaya bagi program kesehatan haruslah
memenuhi tiga persyaratan pokok. Pertama adalah ketersediaan yang cukup dalam hal
jumlah. Artinya, biaya yang ada harus dapat membiayai seluruh program kesehatan yang
diselenggarakan suatu organisasi (Azwar, 1996). Dalam hal jumlah anggaran yang
direncanakan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat masih belum mencukupi untuk
mendukung program perbaikan gizi masyarakat termasuk surveilans gizi. Hal ini
dikarenakan masalah gizi merupakan masalah yang mempunyai penyebab multi faktor
yang penanganannya membutuhkan intevensi tidak hanya dalam hal kesehatan namun
menyangkut pula bidang ekonomi, sosial, politik dan bidang lainnya yang berkaitan erat
dengan timbulnya masalah gizi di masyarakat. Oleh karena itu penanganannya
membutuhkan kerja sama lintas sektor yang berkelanjutan untuk mendukung program
perbaikan gizi masyarakat.
Kedua, suatu anggaran kesehatan harus dialokasikan kepada seluruh bagian
yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia tidak dialokasikan
dengan baik akan menimbulkan kesulitan dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan (Azwar, 1996). Dalam hal alokasi anggaran sudah dilaksanakan sebagaimana
mestinya karena setiap penggunaan anggaran wajib menyerahkan terlebih dahulu
rencana penggunaan anggaran. Mekanisme ini sudah tepat agar alokasi anggaran sesuai
dengan kebutuhan masing-masing subdirektorat.
Ketiga adalah pemanfaatan yang seksama dari dana yang telah dialokasikan.
Walaupun jumlah dan alokasi dana telah berjalan sebagaimana mestinya, tetapi jika
pemanfaatannya tidak diatur dengan baik, akan mendatangkan masalah. Jika keadaan ini
berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan tidak efisiennya penggunaan
anggaran dan target yang seharusnya dicapai akan sulit diwujudkan (Azwar, 1996). Dari
aspek pemanfaatan anggaran sudah tepat dimana seluruh anggaran yang ada
dimanfaatkan seluruhnya untuk program perbaikan gizi masyarakat.
Anggaran dalam pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat yang
dilaksanakan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat termasuk di dalamnya kegiatan
surveilans berasal dari dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang
berasal dari pajak maupun non-pajak. Seluruh biaya yang dialokasikan untuk Direktorat
Bina Gizi Masyarakat telah tercantum dalam DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran)
setelah melalui berbagai proses pembahasan dengan institusi pemerintah lainnya yang
terkait (DPR, BAPPENAS, kementrian keuangan). Untuk tahun 2010 – 2014 Direktorat
Bina Gizi Masyarakat merencanakan alokasi dana sebesar 2,8 triliun untuk mencapai
indikator program gizi yang telah ditetapkan. Rincian anggaran tersebut adalah:
Tabel 4.3. Rencana Jumlah dan Alokasi Anggaran Perbaikan Gizi pada Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Tahun 2010 - 2014
Tahun Jumlah anggaran (dalam Rp Milyar)
2010 393.2
2011 536.0
2012 564.0
2013 s643.0
2014 668.0
Total anggaran
(dalam Rp Milyar)
2,804.2
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Dari tabel diatas diketahui bahwa perencanaan anggaran dalam program
perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat meningkat dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Peningkatan jumlah anggaran ini sebagai
penyesuaian terhadap target yang akan di capai pada akhir periode RPJMN. Alokasi
anggaran yang dipergunakan untuk program surveilans gizi yang dilaksanakan oleh
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi terantum dalam DIPA (Daftar isian penggunaan
anggaran). Mekanisme penggunaan anggaran adalah mengajukan TOR (Term of
reference) kegiatan yang akan dilaksanakan kepada bendahara Direktorat Bina Gizi
Masyarakat dan pada akhir kegiatan diwajibkan melaporkan penggunaan dana sebagai
syarat untuk pengajuan anggaran kegiatan selanjutnya.
4.4.1.5. Data Surveilans
Data surveilans gizi yang dikumpulkan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat
terdiri dari data internal dan data eksternal seperti terlihat pada tabel 4.4. Dari Tabel
tersebut dapat diketahui bahwa data internal berasal dari laporan rutin Dinas Kesehatan
Povinsi dan Kabupaten/Kota yang bersifat rutin dalam periode bulanan maupun tahunan
dan insidental berdasarkan kejadian di masyarakat.
Sedangkan data eksternal bersumber dari lembaga lainnya misalnya BPS,
BULOG, Kementerian Pertanian, LIPI, Universitas dan lembaga lainnya yang
menghasilkan data gizi. Data yang berasal dari kedua sumber ini akan digunakan sebagai
input dalam proses surveilans gizi.
Sistem surveilans termasuk didalamnya surveilans gizi merupakan tatanan
prosedur penyelenggaraan surveilans yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara
surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan
penyelenggara program kesehatan yang meliputi hubungan surveilans antar wilayah
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat (WHO, 2002). Data yang digunakan oleh Direktorat
Bina Gizi Masyarakat dalam menghasikan informasi masalah gizi telah melibatkan
peran berbagai sumber data yang dihasilkan oleh lintas program maupun lintas sektor.
Tabel 4.4. Jenis, Sumber, dan Variabel Data yang Dikumpulkan oleh
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi Tahun 2010
Jenis Sumber Variabel
Internal Laporan dinas
provinsi dan
kabupaten/kota
Cakupan distribusi vitamin A
Cakupan pemberian tabel Fe
Cakupan konsumsi garam yodium
Rekapitulasi Kasus gizi buruk
Ketenagaan dan pemantauan
tatalaksana anak gizi buruk
Suber daya pendukung
KADARZI
Cakupan pemebrian ASI dan
pendistribusian MP-ASI
Cakupan posyandu (SKDN,
BGM, 2T)
Eksternal Survey kesehatan,
riskesdas, SDKI,
SKRT, SUSENAS,
dan survey
kesehatan lainnya
yang berkaitan
dengan masalah gizi
masyarakat.
Kasus gizi buruk, KVA, GAKY,
KEP, dan indikator masalah
kesehatan masyarakat lain yang
berkaitan dengan gizi.
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Hal ini terlihat juga dalam salah satu kegiatan yang dilaksanakan yaitu forum
Jaringan informasi pangan dan gizi (JIPG). JIPG merupakan jaringan kerjasama antar
pusat informasi yang terkait dalam bidang pangan dan gizi untuk mengelola data dan
informasi tentang pangan dan gizi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien
oleh para pengambil keputusan, pengelola program, peneliti, ilmuwan, penuluh, dan
masyarakat umum. Lintas sektor yang terkait antara lain Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi, Deptan, BULOG, LIPI, BPS, universitas, dll. Pelibatan semua sektor
ini sudah sesuai dengan hakikat sistem surveilans yang melibatkan berbagai lembaga
dan sektor terkait yang menghasilakan berbagai sumber data.
4.4.2. Gambaran Proses Surveilans Gizi
4.4.2.1. Pengumpulan Data
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa data yang diperoleh Direktorat Bina Gizi
Masyarakat bersifat rutin dan insidental. Dalam mekanisme pelaporan data rutin oleh
dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada tingkat pusat dilakukan melalui
website yang dimiliki oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat yaitu gizi.net pada kolom
info daerah, faximile, email dan sarana lain yang memungkinkan untuk melaporkan
data. Sedangkan data yang bersifat insidental dikumpulkan melalui email dan info gizi
dalam website gizi.net, dan media lain yang mendukung.
Pemanfaatan website sebagai media pelaporan data belum dapat berjalan
secara maksimal diantaranya dikarenakan perlengkapan yang terbatas. Keadaan ini
terjadi karena sumber daya sarana yang kurang memadai sehingga perlengkapan yang
seharusnya ada menjadi kurang diperhatikan sehingga proses surveilans yang harusnya
berjalan lancar menjadi terhambat.
Sebab lain terhambatnya proses pengumpulan data surveilans adalah karena
petugas yang telah mendapatkan pelatihan dalam penggunaan website pindah tugas ke
daerah lain. Penggunaan website sebagai media pelaporan surveilans, walaupun
sederhana, namun membutuhkan sumber tenaga yang terlatih. Oleh karena itu, tenaga
kesehatan maupun kader masyarakat yang belum mendapatkan pelatihan tentang tata
cara penggunaan website cenderung akan mendapatkan kesulitan di bandingkan tenaga
yang telah mendapat pelatihan.
Masalah lain yang timbul adalah petugas yang bertanggung jawab melaporkan
hasil kegiatan surveilans dengan media website di daerahnya lupa password untuk
membuka website sehingga data yang telah dikumpulkan dan seharusnya dilaporkan
segera menjadi tidak terdata oleh direktorat bina gizi masyarakat. Laporan puskesmas
yang belum lengkap juga menjadi kendala dalam pengumpulan data. Hal ini dapat
dipahami karena data tentang masalah gizi di masyarakat membutuhkan waktu dalam
proses pengumpulannya. Belum lagi proses perekapan data data cukup lama, karena
keterbatasan tenaga dan sarana yang ada.
Masalah yang cukup memprihatinkan adalah terkadang ada petugas surveilans
yang lupa atau tidak terfikir harus melaporkan data surveilans gizi ke Pusat. Keadaan ini
seharunya tidak perlu terjadi jika sistem surveilans yang ada berjalan dengan baik,
tentunya disertai pengawasan, monitoring, dan evaluasi dari pusat. Selain itu masih ada
daerah yang tidak mau melaporkan data kasus gizi buruk kepada tingkat diatasnya
karena menganggap kasus gizi buruk merupakan indikator pembangunan kesehatan
daerah yang tidak berhasil sehingga kasus gizi yang seharusnya dapat dideteksi lebih
awal menjadi terlambat dilaporkan.
Selain data yang bersifat rutin dari laporan dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten/kota, Direktorat Bina Gizi Masyarakat juga menggunakan data dari hasil
survey yang dilakukan oleh lembaga, seperti hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
yang dilaksanakan oleh Kementerian kesehatan, hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) oleh badan pusat statistik (BPS), dan lembaga lain seperti Kementerian
pertanian, universitas, dan sumber lain yang terkait dengan data gizi. Mekanisme
pengumpulan data yang berasal dari eksternal Direktorat Bina Gizi Masyarakat ini
dilakukan melalui permintaan secara tertulis (surat permohonan) kepada lembaga yang
bersangkutan dan juga melalui forum JIPG yang menghimpun data dari lembaga-
lembaga lain yang terkait dengan masalah pangan dan gizi. Alur data internal dan
eksternal yang ada di direktorat bina gizi masyarakat dapat dilihat pada bagan 4.3.
Bagan 4.3. Alur Data Surveilans Gizi di Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Sistem surveilans merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans
yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium,
sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program
kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat (WHO, 2002).
Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi
Masyarakat sudah dilakukan dengan baik yaitu melalui pelibatan berbagai sumber-
Direktorat Bina Gizi
Masyarakat
Dinas Kesehatan
Provinsi
Survey, studi kasus, pusat-
pusat penelitian kesehatan,
dan sumber data lain
Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Puskesmas, Rumah
Sakit
sumber data yang ada, tetapi dalam pengumpulannya masih mengalami kendala. Data
yang belum lengkap, mekanisme pelaporan yang kurang dipahami, dan kurangnya
tenaga terlatih sebagai pengumpul dan pelapor menjadi kendala yang masih sering
dihadapi.
Akan tetapi kegiatan pengumpulan terhadap data internal yang berasal dari
dinas kesehatan provinsi dan kebupaten/kota masih bersifat pasif, artinya tingkat pusat
menunggu laporan dari unit tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab proses
pengumpulan data menjadi terhambat. Oleh karena itu sebaiknya surveilans dilakukan
secara aktif dengan mengumpulkan data secara langsung ke unit pelapor di bawah
kementerian kesehatan. Namun mengingat tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Gizi
Masyarakat tidak mencakup hal ini, maka kegiatan ini sulit dilakukan.
4.4.2.2. Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian
dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan
interpretasi data. Proses pengolahan data yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi diantaranya dilakukan berdasarkan waktu (cakupan vitamin A pada
anak 6 – 59 bulan dari tahun 1995 – 2002), wilayah dalam bentuk insidens (jumlah
kasus gizi buruk menurut provinsi pada bulan februari 2010), proporsi (cakupan
distribusi kapsul vitamin A), dan prevalensi (prevalensi kasus gizi buruk berdasarkan
provinsi tahun 2010). Menurut Depkes RI, 2006 pengolahan data dapat dilakukan
diantaranya menurut waktu (bulanan atau tahunan), kelompok umur, jenis kelamin, dan
wilayah dalam bentuk insidens, proporsi, dan prevalensi. Kegiatan pengolahan data
surveilans yang dilakukan Sub Direktorat Bina Kewaspadaan Gizi sudah dilakukan
sesuai dengan konsep pengolahan data yang umum dilakukan untuk menghasilkan sajian
data yang baik.
Data gizi yang telah diolah oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi
kemudian disajikan dengan berbagai bentuk, diantaranya bentuk tabel, grafik garis,
grafik batang, histogram, dan peta. Setelah dilakukan pengolahan data perlu disajikan
kepada pihak-pihak yang akan menggunakan data tersebut dalam bentuk informasi. Data
yang disajikan dengan baik dapat mendukung dan melengkapi suatu laporan tertulis
(Muninjaya, 2004). Penyajian data surveilans yang dilakukan terlihat sudah baik dan
dapat dilihat dari hasil penyajian data pada buku gizi dalam angka yang diterbitkan oleh
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi yang didalamnya menggambarkan berbagai
bentuk penyajian data gizi yang cukup bermanfaat bagi penggunanya.
4.4.2.3. Analisis dan interpretasi data
Langkah selanjutnya dari proses surveilans adalah analisis dan interpretasi dari
data yang telah disajikan dengan berbagai bentuk. Analisis data merupakan suatu proses
untuk menghasilkan rumusan masalah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan data
yang telah terkumpul. Untuk dapat mengidentifikasi masalah program atau masalah
kesehatan masyarakat, hasil analisis pada umumnya dibandingkan dengan target atau
ukuran keberhasilan program yang telah ditatpkan sebelumnya. Hal ini tergantung dari
tujuan analisis dan data yang tersedia (Muninjaya, 2004).
Kesimpulan yang dibuat dapat dilakukan dengan beberapa cara analisis
kecenderungan, perbandingan, dan perbandingan dari suatu kecenderungan (Adi dan
Mukono, 2000). Sedangkan menurut Muninjaya (2004) analisa data program pelayanan
kesehatan di lapangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis dampak dan
analisis cakupan.
Dalam hal ini kegiatan analisis data telah dilakukan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi, dilakukan dengan membandingkan antara target cakupan program
dengan standar yang telah ditetapkan, misalnya cakupan program suplementasi vitamin
A yang ditargetkan mencapai seratus persen, namun menurut data yang pada beberapa
daerah tidak sesuai dengan target yang ada. Analisis lainnya adalah dengan melihat
kecenderungan suatu masalah gizi pada periode waktu tertentu. Misalnya prevalensi
kasus gizi buruk di indonesia dari tahun 2000 – 2010.
Data yang telah telah disajikan dalam bentuk buku gizi dalam angka yang
diterbitkan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi tidak disertai dengan analisis
secara tertulis seperti pada laporan penelitian atau survey pada umumnya, tetapi hanya
dilakukan analisis sesuai kebutuhan program saja. Artinya, analisis yang dilakukan
terhadap data yang telah disajikan dilakukan hanya untuk keperluan tindakan monitoring
dan evaluasi pada skala program Direktorat Bina Gizi Masyarakat khususnya
Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi.
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, dapat dibuat tanggapan-
tanggapan dan saran-saran dalam menentukan tindakan dalam menghadapi masalah
yang ada. Selain itu juga dapat ditentukan apakah masalah gizi yang terjadi perlu
mendapat prioritas untuk ditangani terlebih dahulu (Adi dan Mukono, 2000). Hasil dari
analisis data yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi ini antara lain
akan dipergunakan untuk melakukan tindakan evaluasi ke daerah yang bersangkutan dan
perencanaan program perbaikan gizi selanjutnya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa kegiatan analisis data
sudah dilakukan dengan baik. Namun, pada proses interpretasi data surveilans gizi
belum secara maksimal terlihat karena masih bersifat terbatas untuk kebutuhan program
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Interpretasi data sebaiknya juga dilakukan secara
tertulis agar para pengguna data dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap terkait
data yang disajikan.
4.4.2.4. Diseminasi Informasi
Hasil dari suatu pelaksanaan surveilans gizi akan bermanfaat apabila hasil
tersebut diinformasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan bahasa yang
mudah dipahami. Diseminasi informasi lebih tepat dimaksudkan untuk memberi
informasi yang dapat dimengerti dan kemudian dimanfaatkan dalam menentukan arah
kebijakan kegiatan, upaya pengendalian dan evaluasinya, baik berupa data atau
interpretasi dan kesimpulan analisis. Diseminasi informasi dapat dilakukan diantaranya
dengan membuat suatu laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat
yang lebih tinggi, laporan pada seminar atau pertemuan tertentu, dan tulisan dalam
majalah atau jurnal kesehatan (Adi dan Mukono, 2000).
Penyebarluasan informasi yang telah dihasilkan dari kegiatan surveilans gizi
yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi diantaranya melalui website
yang dimiliki oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat, yaitu gizi.net, lembar berita, buku
(gizi dalam angka), pertemuan lintas program dan lintas sektor dalam rangka koordinasi,
advokasi, dan sosialisasi, dan pada waktu kunjungan ke daerah untuk monitoring dan
evaluasi program maupun undangan dari dinas kesehatan provinsi maupun
kabupaten/kota.
Kegiatan ini sudah dilakukan dengan baik, akan tetapi proses diseminasi
informasi pada unit pelapor, misalnya dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
belum berjalan secara rutin dan masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, proses
diseminasi data juga sebaiknya dilakukan terhadap unit tersebut agar pihak dinas
kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat pula menggunakan data tersebut untuk
perbaikan dan perencanaan program di daerahnya masing-masing.
4.4.2.5. Umpan balik surveilans
Bentuk dari umpan balik dapat berupa ringkasan dari informasi yang dimuat
dalam buletin atau surat yang berisi pertanyaan terkait informasi yang dilaporkan atau
berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
serta mengadakan perbaikan jika perlu. Jika umpan balik berupa buku laporan atau
buletin maka harus diperhatikan ketepatan dalam waktu terbit (Adi dan Mukono, 2000).
Umpan balik surveilans merupakan suatu kegiatan yang sangat penting, sama
pentingnya dengan tindakan follow up lainnya. Dengan dilakukannya hal tersebut
diharapkan pelapor secara terus-menerus mengadakan pengamatan penyakit dan
melaporkan hasil pengmatannya (Adi dan Mukono, 2000).
Kegiatan umpan balik surveilans yang dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi belum dilaksanakan secara rutin. Laporan yang telah dibuat biasanya
tidak disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota secara
rutin, namun hanya pada kegiatan kunjungan ke daerah untuk melakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi kegiatan yang dijalankan. Hal ini dikarenakan laporan dari
dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota yang terkadang terlambat. Surveilans
merupakan suatu kegiatan yang berjalan terus-menerus dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, maka umpan balik atau pengiriman informasi kembali sebagai umpan balik
kepada sumber-sumber data mengenai arti data yang telah mereka berikan dan
keguanaannya setelah selesai diolah. Dari gambaran tersebut dapat terlihat bahwa
kegiatan umpan balik surveilans kepada unit pelapor belum dilakukan secara maksimal
dan masih perlu peningkatan.
4.4.2.6. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring atau pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah
disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi (Sihombing, 2009). Sementara itu, Robert
J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) dalam sihombing
(2009) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial
proses pengawasan, bahwa pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber
daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-
tujuan.
Kegiatan monitoring oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi terhadap
pelaksanaan surveilans gizi dilakukan dengan melihat ketepatan waktu pelaporan data.
Data yang berasal dari dinas provinsi dan kabupaten/kota harus dikumpulkan secara
rutin menurut periode palaporannya. Jika ditemukan ada masalah pada proses ini maka
akan dilakukan identifikasi penyebab masalah tersebut untuk dilakukan perbaikan.
Kualitas data juga menjadi sesuatu yang penting untuk selalu dilakukan monitoring,
karena kualitas data sangat penting dalam menentukan validitas informasi yang
dihasilkan.
Sedangkan kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina
Kewaspadaan Gizi adalah dengan melakukan kunjungan ke daerah untuk melakukan
pelatihan terkait pelaksanaan surveilans gizi yang ada dalam buku pedoman yang telah
dibuat. Tim pelaksana akan melakukan evaluasi terkait pelaksanaan surveilans gizi dan
kendala yang dihadapi di daerah masing-masing. Kendala dan masalah yang ditemukan
di lapangan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan dari sistem surveilans yang ada dan
sedang berjalan.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan surveilans gizi yang dilakukan
oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi sudah cukup baik dalam mengidentifikasi
dan mencari solusi terhadap masalah dan kendala dalam yang ditemukan di lapangan
baik pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai tingkat masyarakat.
4.4.3. Gambaran Output Surveilans Gizi
4.4.3.1. Gambaran Masalah Gizi
Output utama dari suatu kegiatan surveilans gizi adalah data dan informasi
tentang gambaran masalah gizi. Data dan informasi tersebut akan digunakan sebagai
perumusan kebijakan di bidang perbaikan gizi. Dalam kegiatan surveilans gizi yang
dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi, data dan informasi gizi yang
dihasilkan dipublikasikan diantaranya melalui lembar berita JIPG yang terbit setahun
dua kali, informasi pangan dan gizi yang merupakan kumpulan abstrak penelitian
pangan dan gizi yang terbit setahun sekali, buku situasi pangan dan gizi, buku gizi dalam
angka, dan publikasi melalui internet dalam website gizi.net yang berisi informasi gizi
menurut provinsi berdasarkan laporan rutin.
Jika informasi gizi dalam bentuk laporan ditujukan kepada pimpinan atau
pengelola program, maka sebaiknya laporan disajikan dengan informasi yang
mempunyai implikasi untuk perubahan dan perbaikan program saja. Sedangkan jika
laporan ditulis dengan tujuan kepada kalangan akademik atau profesional, maka harus
menggunakan bahasa baku epidemiologi dengan kecermatan analisis statistik dan
laporan disajikan dalam bentuk lengkap ( Adi dan Mukono, 2000).
Informasi gizi yang dihasilkan dari kegiatan surveilans gizi di Direktorat Bina
Gizi Masyarakat ditujukan kepada para pengambil kebijakan dan masyarakat umum.
Namun masih terdapat kekurangan pada interpretasi data secara statistik dan
epidemiologi sehingga bagi kalangan akademik masih perlu mengkaji lebih dalam
terhadap laporan yang ada. Karena itu sebaiknya semua laporan yang dipublikasikan
dilengkapi dengan analisis dan interpretasi data yang baik agar seluruh kalangan dapat
menggunakan data.
4.4.4. Gambaran Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi
4.4.4.1. Kebijakan Teknis Program
Berdasarkan Permenkes RI No.1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang tugas dan
fungsi Departemen Kesehatan salah satu tugas dari Subdirektorat Bina Kewaspadaan
Gizi adalah penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang Bina Kewaspadaan
Gizi (Depkes RI, 2005). Kebijakan teknis tersebut merupakan salah satu output dari
surveilans gizi yang sedang berjalan. Sistem surveilans akan sangat berguna jika
informasi yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam perumusan
kebijakan.
Informasi gizi yang dihasilkan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi
dalam kegiatan surveilans akan digunakan untuk pembuatan standar baru sebuah
program dalam bentuk buku pedoman pelaksanaan teknis surveilans gizi pada tingkat
daerah maupun sebagai dasar dalam penyempurnaan kebijakan dan buku pedoman
sebelumnya yang telah disusun. Buku pedoman terkait surveilans gizi yang telah dibuat
oleh Subdirektorat Kewaspadaan Gizi diantanya Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat-Gizi (PWS-Gizi), Pedoman Sistem Kewaspadaan Gizi (SKD) KLB-Gizi
Buruk, Pedoman Penanganan Gizi dalam Situasi Darurat, Pedoman Pemberian Makanan
Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat, Pedoman Respon Cepat Penanganan Gizi Buruk,
dan Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi.
Hasil analisis dan interpretasi data surveilans akan menghasilkan gambaran
sejauh mana program yang dilaksanakan mencapai target yang telah ditetapkan dan
sebab-sebab yang berhubungan dengan kurang berhasilnya program yang dilaksanakan.
Misalnya, data cakupan konsumsi garam beryodium yang belum mencapai target yang
ditetapkan dalam program. Data ini akan dianalisis untuk mengetahui faktor apa yang
menyebabkan ketidakberhasilan pencapaian target yang akan berguna dalam perbaikan
program gizi selanjutnya yang akan dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan
Gizi.
Sedangkan menurut NAS (National Academy of Science) dalam Adi dan
Mukono (2000) surveilans gizi bertujuan agar pengambilan keputusan dalam penentuan
kebijakan dan program dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat. Informasi harus
dikumpulkan secara teratur dan harus digunakan oleh para penentu kebijakan dan
perencana program.
Dapat dikatakan bahwa kegiatan surveilans yang dilakukan cukup efektif
dalam mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan teknis di bidang perbaikan
gizi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari rencana program kegiatan yang selalu
diperbaiki dengan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari data surveilans gizi
yang dikumpulkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Direktorat Bina Gizi Masyarakat merupakan unit struktural Kementerian
Kesehatan yang bertugas dalam pelaksanaan surveilans gizi secara nasional dan
secara teknis dilaksanakan oleh Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi dengan
melibatkan lintas sektor dan lintas program yang terkait.
2. Input surveilans gizi yang terdiri dari pedoman dan prosedur teknis pelaksanaan
surveilans, sarana penunjang kegiatan surveilans gizi, anggaran, dan data
surveilans gizi di direktorat bina gizi masyarakat secara umum sudah memadai
dan cukup mendukung kegiatan surveilans yang berjalan. Namun dalam input
data masih terdapat kendala khususnya data surveilans rutin dari dinas kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3. Proses surveilans yang meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan dan
penyajian data, analisis dan interpretasi, diseminasi informasi gizi, umpan balik
surveilans kepada unit pelapor, serta kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap
kegiatan surveilans yang sedang berjalan sudah dilakukan sesuai dengan
prosedur dan pedoman yang ada. Akan tetapi masih terdapat kendala terutama
dalam proses pengumpulan data yang tidak tepat waktu, analisis dan interpretasi
data belum sepenuhnya dilakukan, dan kegiatan umpan balik survelans gizi
belum secara rutin dilaksanakan.
4. Output yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan surveilans gizi pada
Subdirektorat Bina Kewaspadaa Gizi antara lain berupa publikasi informasi gizi
dalam website yang dimiliki oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat yaitu gizi.net,
lembar berita, dan buku (gizi dalam angka).
5. Pemanfaatan hasil surveilans sudah cukup memadai dalam perumusan kebijakan
teknis program perbaikan gizi dan baik berupa kebijakan baru atau pun kebijakan
yang bersifat menyempurnakan kebijakan sebelumnya dalam bentuk revisi
pedoman pelaksanaan kegiatan surveilans.
5.2. Saran
1. Sosialisasi serta pelatihan terkait pelaksanaan surveilans gizi pada tingkat dinas
kesehatan provinsi sampai tingkat puskesmas masih perlu ditingkatkan agar tidak
terjadi kekurangan tenaga terlatih.
2. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antar tingkatan pemerintahan dari tingkat
pusat sampai daerah dalam mendukung pelaksanaan surveilans agar berjalan
efektif.
3. Diperlukan dukungan dari pemerintahan pusat, lintas program, dan lintas sektor
dalam mendukung pelaksanaan sistem surveilans gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Adi dan Mukono, Suveilans Epidemiologi, Bagian Proyek Pengembangan Kesehatan
Dan Gizi Masyarakat, Dikti (Proyek CHN-III Kompilasi Dikti). Jakarta:
Depdiknas. 2000
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga. Jakarta:
Binarupa Aksara
Departemen Kesehatan RI. 2003. Gizi dalam Angka sampai dengan Tahun 2002.
Jakarta: Departemen Kesehatan
____________________. 2006. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta:
Departemen Kesehatan
____________________. 2006. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas. Jakarta:
Departemen kesehatan
____________________. 2005. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1575/Menkes/Per/XI/2005. Jakarta: Departemen Kesehatan
___________________. 2006. Info Pangan dan Gizi-Forum Koordinasi Jaringan
Informasi Pangan Dan Gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan
____________________. 2008. Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang Kesehatan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Dan Pemerintah Darah Kabupaten/Kota: Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.922/Menkes/SK/X/2008. Jakarta: Departemen
Kesehatan
___________________. 2008. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Gizi (PWS-
Gizi). Jakarta: Departemen Kesehatan
___________________. 2008. Pedoman Sistem Kewaspadaan Gizi (SKD) SKD KLB
Gizi-Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan
Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
WHO, 2002. Surveillance: slides. Tersedia dalam http://www.who.int/. Diambil dari
kumpulan bahan kuliah surveilans epidemiologi Program Studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif hidayatullah jakarta 2009.
Sihombing, Ferdian. 2009. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian dalam
Manajemen Kesehatan. Tersedia dalam
http://nersferdinanskeperawatan.wordpress.com. Diakses tanggal 22
maret 2010
LAMPIRAN
Lampiran 3
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan (Depkes RI, 2005)
MENTERI
KESEHATAN INSPEKTORAT
JENDERAL
SEKRETARIAT
JENDERAL
DITJEN
BINA KESEHATAN
MASYARAKAT
BADAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN
BIRO
PERENCANAAN
DAN
ANGGARAN
BIRO
KEPEGAWAIAN
INSPEKTORAT
STAFF AHLI MENTERI
BIRO
KEUANGAN DAN
PERLENGKAPAN
BIRO
HUKUM DAN
ORGANISASI
BIRO
UMUM
DITJEN
BINA PELAYANAN
MEDIK
DITJEN
PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN
DITJEN
BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT
KESEHATAN
DIT
DIT
DIT
DIT
BADAN
PENGEMBANGAN DAN
PEMBERDAYAAN SDM
KESEHATAN
PUSAT
PUSAT
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Sumber: Permenkes No. 1575/Menkes/PER/XI/2005
SET
SET SET SET SET
SET SET
PUSAT DATA
DAN
INFORMASI
PUSAT
KOMUNIKASI
PUBLIK
PUSAT SARANA,
PRASARANA, DAN
PERALATAN
KESEHATAN
PUSAT
PROMOSI
KESEHATAN
PUSAT
PENANGGULANGAN
KRISIS
PUSAT JAMINAN
PEMELIHARAAN
KESEHATAN
PUSAT KAJIAN
PEMBANGUNAN
KESEHATAN
MENTERI
KESEHATAN INSPEKTORAT
JENDERAL
SEKRETARIAT
JENDERAL
DITJEN
BINA KESEHATAN
MASYARAKAT
BADAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN
BIRO
PERENCANAAN
DAN
ANGGARAN
BIRO
KEPEGAWAIAN
INSPEKTORAT
STAFF AHLI MENTERI
BIRO
KEUANGAN DAN
PERLENGKAPAN
BIRO
HUKUM DAN
ORGANISASI
BIRO
UMUM
DITJEN
BINA PELAYANAN
MEDIK
DITJEN
PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN
DITJEN
BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT
KESEHATAN
DIT
DIT
DIT
DIT
BADAN
PENGEMBANGAN DAN
PEMBERDAYAAN SDM
KESEHATAN
PUSAT
PUSAT
SET
SET SET SET SET
SET SET
Lampiran 4
Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Kesehatan (Depkes RI, 2005)
Kementrian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang
kesehatan. Institusi ini dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan kedudukan ini Menteri Kesehatan
melalui Kementeriannya mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis
di bidang kesehatan;
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang
tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut diatas, Kementerian Kesehatan
mempunyai kewenangan dalam hal-hal berikut ini :
1. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro;
2. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang
wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang kesehatan;
3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;
4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
professional, ahli, serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervise
di bidang kesehatan;
6. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang
disahkan atas nama negara di bidang kesehatan;
7. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;
8. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan;
9. Penetapan kebijakan sistem informasi nasionaldi bidang kesehatan;
10. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan,
11. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;
12. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak;
13. Penetapan kebijakan ssstem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
14. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga
kesehatan;
15. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
16. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;
17. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan
dan gizi;
18. Penetapan standard an akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
19. Penetapan survailans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;
20. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar sangat esensial (buffer stock national);
21. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu:
a. Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu;
b. Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
Lampiran 5
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat (Depkes RI
2005)
Bagan 4.2
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Sumber: Permenkes No. 1575/Menkes/PER/XI/2005
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KESEHATAN
MASYARAKAT
SEKRETARIAT
DIREKTORAT
JENDERAL
DIREKTORAT
BINA
KESEHATAN
IBU
DIREKTORAT
BINA
KESEHATAN
ANAK
DIREKTORAT
BINA
GIZI
MASYARAKAT
DIREKTORAT
BINA
KESEHATAN
KOMUNITAS
DIREKTORAT
BINA
KESEHATAN
KERJA
Lampiran 6
Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
(Depkes RI, 2005)
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kesehatan
masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kesehatan ibu, kesehatan anak,
kesehatan komunitas, gizi masyarakat, serta kesehatan kerja;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan
komunitas, gizi masyarakat, serta kesehatan kerja;
3. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang
kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan komunitas, gizi masyarakat, serta
kesehatan kerja;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi;
5. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal.
Lampiran 7
Rencana Program dan Kegiatan Intervensi Bidang Gizi Masyarakat Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010-2014
No. Rencana program Kegiatan intervensi
1. Peningkatan Pemberian ASI
Eksklusif
a. Pelatihan konselor menyusui
b. Penyediaan bahan KIE (komunikasi
informasi dan edukasi)
c. Penyusunan regulasi
d. “Up-grade” puskesmas PONED
(pelayanan obstetri neonatal dasar) &
RS PONEK (pelayanan obstetri
neonatal dasar) jadi Puskesmas/RS
Sayang Ibu BAYI
e. Sistem informasi ASI
f. Bimbingan teknis dan monitoring serta
evaluasi program secara berjenjang
2. Pemantauan Pertumbuhan di
Posyandu
a. Penimbangan bulanan di Posyandu
b. Refreshing kader Posyandu
c. Bantuan biaya operasional posyandu
d. Penyediaan alat dan sarana posyandu
e. Bintek dan monev secara berjenjang
f. Pemberian Vitamin A Balita
g. Pemberian MPASI Gakin
h. Pemberian PMT pemulihan pada Balita
gizi kurang/gizi buruk
i. Penyuluhan Kadarzi (ASI, MPASI, gizi
seimbang, garam beryodium)
j. Sistem informasi pemantauan
pertumbuhan
3. Pemberian MP ASI a. MPASI Balita 6-23 bulan Gakin 90
HMA
b. MPASI Balita 6-23 bulan kurang/buruk
90 HMA
c. Manajemen MPASI (penyimpanan dan
distribusi sampai puskesmas)
d. Sisinfo pemberian MPASI
4. Suplementasi zat gizi a. Pemberian PMT bumil KEK 90 HMI
b. Pemberian PMT murid SD/MI 72
HMA
c. PMT pemulihan Balita 2-5 tahun gizi
kurang/buruk 90 HMA
d. Suplementasi Vit A Balita 2 x /thn
e. Suplementasi Vit A bufas 2 kapsul
f. Suplementasi tab tambah darah bumil
90 tablet
g. Suplementasi TABURIA Balita 2-5
tahun GAKIN 120 HMA
h. Manajemen suplementasi zat gizi
(penyimpanan dan distribusi sampai
puskesmas)
i. Sisinfo pemberian suplementasi
5 Penanggulangan GAKY a. Regulasi/PERDA
b. Advokasi/fasilitasi kab/kota risiko
GAKY
c. Kampanye dan penyuluhan
penggunaan garam beryodium
d. Sentinel area
6 Penanganan gizi buruk a. Pembentukan TFC di puskesmas
b. Pembentukan CTC di poskesdes
c. ACF kasus gizi buruk
d. Pendampingan Balita gizi buruk paska
rawat
e. Pelatihan berbasis kompetensi
tatalaksana gizi buruk
f. Pemberian makanan formula khusus
pemulihan gizi buruk
g. Biaya perawatan dan rujukan Balita
gizi buruk
7 SKD KLB Gizi Buruk a. Pelaksanaan SKDN di tingkat
posyandu
b. Pelaksanaan PWS gizi tingkat desa
c. Pelacakan gizi buruk di tingkat
puskesmas
d. SKPG – sistem kewaspadaan dini
KLB gizi buruk di tingkat
kabupaten/kota
e. Sistem informasi surveilans gizi
Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010
Lampiran 8
Daftar Jenis dan Jumlah Sarana di Direktorat Bina Gizi Masyarakat Tahun
2010
No Nama barang Jumlah
1. Mobil Sedan 2 unit
2. Station wagon 2 unit
3. Mini bus (kapasitas 14 orang) 6 unit
4. Motor 14 unit
5. Mesin Scanner 9 buah
6. Mesin ketik manual 4 buah
7. Mesin ketik listrik 1 buah
8. Mesin ketik elektronik 4 buah
9. Mesin stensil 1 unit
10. Mesin foto copy folio 1
11. Lemari besi/metal 47
12. Lemari kayu 9
13. Rak besi 4
14. Rak kayu 34
15. Filing cabinet besi 80
16. Brankas 2
17. Papan visual 1
18. White board 6
19. Alat penghancur kertas 1
20. Over head proyektor (OHP) 15
21. White board elektronik 1
22. Meja kerja besi 40
23. Meja kerja kayu 15
24. Kursi besi 145
25. Sice 10
26. Meja rapat 3
27. Meja computer 43
28. Meja ketik 8
29. Kursi fiber glass 12
30. Jam mekanik 1
31. Jam elektronik 1
32. Lemari es 2
33. A.C. Split 4
34. Kipas angin 3
35. Radio 2
36. Televise 1
37. Video casset 1
38. Gambar presiden dan wakil presiden 2
39. Handycame 2
40. Film proyektor 1
41. Camera 2
42. Slide proyektor 2
43. Printer 36
44. Layar film 1
45. Telephone 17
46. Faximile 2
47. Kursi dorong 17
48. Qurimeter dan print 2
49. APAR (alat pemadam api ringan) 12
50. Meja kerja 49
51. Computer 68
52. Notebook 20
53. Printer 9
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010