KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
berkatya saya dapat menyelesaikan referat berjudul Dry Eyes yang dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit
Otorita Batam.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua dokter yang telah
membimbing saya, khususnya dr Muhammad Edrial, Sp.M yang telah memberikan
bimbingan sehingga saya data menyelesaikan referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saya sangat terbuka menerima segala saran dan kritik yang diberikan demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat yang telah saya susun ini dapat berguna
bagi kita semua.
Batam, Februari 2012
Penyusun
Siti Nurliana Mohd Dani
BAB I
PENDAHULUAN
Lebih dari 10 juta penduduk di Amerika Serikat menderita dry eyes.
Diperkirakan sebanyak 20 juta penduduk di Amerika Serikat yang menderita penyakit
ini. Dry eyes sangat memberikan dampak kepada kehidupan seharian seseorang.
Pasien dengan dry eyes paling sering mengeluhkan tentang sensasi gatal atau berpasir.
Gejala umum lainnya adalah gaal, sekresi mucus berlebihan, tidak mampu
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit dan sulit
menggerakkan palpebra. Selalunya gejala yang dikeluhkan adalah gangguan
penglihatan walaupun telah memakai kaca mata atau lens kontak.
Dry eyes merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata, presentase
insidensnya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang usianya lebih
dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Frekuensi insidens dry eyes lebih banyak
terjadi pada ras Hispanik dan Asia dibandingkan dengan ras kaukasius.
Referat ini akan membahaskan lagi tentang penyakit dry eyes dengan lebih
dalam. Diharapkan referat ini dapat digunakan pembaca untuk menambah ilmu,
khususnya untuk penyakit dry eyes.
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI DAN EMBRIOLOGI
2.1 Anatomi
Aparatus lakrimal terdiri dari bagian sekresi dan ekskresi. Komponen sekresi
terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata.
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di
fossa lakrimal di kuadran temporal atas orbita. Selain kelenjar air mata utama terdapat
kelenjar lakrimal tambahan. Meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama, namun
mempunyai peran yang penting. Bagian sekresi terdiri dari:
a) Glandula lakrimal
b) Duktus lakrimal
Glandula lakrimal terdiri dari 2 bagian:
a) bagian atas yang lebih besar letaknya di fossa lakrimal os frontalis
b) bagian bawah yang terletak di bawah konjungitva fornix superior bagian
temporal
Gambar 2.1. Sistem lakrimal bagian sekresi dan ekskresi
Selain itu, glandula lakrimalis aksesori, glandula Krause dan Wolfring yang
terletak di dalam substansia propria di konjungtiva palpebra turut berperan dalam
mengsekresikan komponen aquos air mata. Kelenjar Krause dan Wolfring identic
dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai system saluran.
Bagian ekskresi terdiri dari:
a) Pungtum lakrimal superior dan inferior
b) Kanalikuli lakrimal superior dan inferior
c) Sakus lakrimal
d) Duktus nasolakrimal
e) Meatus inferior
Air mata mengalir dari lacus lakrimalis melalui punctum superior dan inferior dan
kanalikuli ke saccus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa glandula lakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus dan bermuara ke meatus inferior
rongga hidung, lateral terhadap turbinatus inferior. Air mata diarahkan ke dalam
punctum oleh isapan kapiler, gravitasi, dan kedipan palpebral. Kombinasi kekuatan
isapan kapiler dalam kanalikuli, gravitasi dan aktivitas memompa otot Horner ke
belakang saccus lakrimalis akan meneruskan aliran air mata ke bawah melalui ductus
nasolacrimalis ke dalam hidung.
Perdarahan kelenjar air mata berasal dari arteria lakrimalis. Vena dari kelenjar
bergabung dengan vena ophthalmica. Drainase linfe bersatu dengan pembuluh limfe
konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening preaurikular.
Kelenjar air mata dipersarafi oleh:
a) nervus lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari divisi pertama trigeminus
b) nervus petrosus superficialis magna (sekretoris), yang dating dari nucleus
salivarious superior
c) saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis
2.2 Fisiologi
Sekretnya dikeluarkan melalui 6-12 saluran yang berjalan kebawah dan
bermuara di konjungtiva forniks superior bagian temporal. Pada bayi yang baru lahir,
air mata belum dibentuk dan baru di bentuk pada umur 3 minggu. Dengan berkedip,
air mata disalurkan ke seluruh bagian anterior mata dan terkumpul di daerah sakus
lakrimal. Dengan berkedip, m. orbukularis okuli menekan pada sakus lakrimal,
sehingga menimbulkan tekanan negative didalamnya.
Gambar 2.2. Fisiologi air mata
Pada waktu mata dibuka, dengan adanya tekanan negative ini, air mata dapat
terserap pungtum lakrimal dan seterusnya sampai ke meatus inferior, yang bermuara
di bawah concha nasalis inferior. Air mata tidak meleleh melalui hidung, oleh karena
rongga hidung mengandung banyak pembuluh darah, sehingga suhunya panas,
ditambah dengan pernafasan, sehingga mempercepat penguapan. Air mata tidak
meleleh melalui pipi juga, karena isi dari glandula meibom menjaga tertutup rapatnya
margo palpebral pada waktu berkedip. Air mata membasahi epitel konjungtiva dan
kornea dengan ketebalan 7-10 mikrometer terdiri dari campuran air mata yang
dibentuk kelenjar air mata, sekresi kelenja goblet dan kelenjar meibom.
Air mata ini berguna untuk:
a) Membuat permukaan kornea menjadi licin
b) Membasahi permukaan konjungtiva dan kornea, untuk menghindari
kerusakan epitel pada jaringan tersebut
c) Untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme pada konjungtiva dan
kornea karena sifatnya antibakteri
Air mata mengandung protein, gamma globulin (IgA, IgG, IgE), lisozim,
betalisin, glukosa, ion kalium, natrium. Ph rata-rata air mata 7,35. Dalam keadaan
normal, air mata bersifat isotonic. Lisozim bersama gamma globulin IgA
menyebabkan lisis dari bakteri. Akhir-akhir ini ditemukan betalisin di dalam air mata,
yang uga mempunyai antibakteri seperti lisozim.
Air mata yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva terdiri dari 3 lapisan:
a) Lapisan superfisial terdiri dari secret glandula Meibom
b) Lapisan tengah mengandung cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar air mata
c) Lapisan terdalam terdiri dari lapisan mucin, yang dibentuk oleh sel goblet dan
membasahi seluruh permukaan epitel kornea dan konjungtiva
Dengan adanya kedipan mata, permukaan kornea dan konjungtiva dijaga tetap basah
dan licin.
Komponen lipid air mata disekresi oleh kelenjar Meibom dan Zeis di tepian
palpebra. Sekresi lipid ini dipengaruhi oleh serabut saraf kolinergik yang berisi kolin
esterase. Selain itu sekresi kelenjar ini dipengaruhi oleh hormone androgen sementara
hormone antiandrogen dan estrogen akan menekan sekresi kelenjar lipid. Reflex
mengedip juga memegang peran penting dalam sekresi oleh kelenjar meibom dan
zies. Mengedip menyebabkan lipid mengalir ke lapisan air mata.
Komponen aquos air mata disekresi oleh glandula lakrimalis dan glandula
lakrimalis aksesori, kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause dan Wolfring
identic dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai system saluran.
Glandula lakrimalis aksesori, glandula Krause dan Wolfring terletak di dalam
substansia propria di konjungtiva palpebra. Mekanisme sekresi aquos dipersarafi oleh
saraf kranial V (trigeminus). Stimulasi reseptor saraf V yang terdapat di kornea dan
mukosa nasal memacu sekresi air mata oleh kelenjar lakrimalis.
Komponen musin lapisan air mata diskresi oleh sel goblet konjungtiva dan sel
epitel permukaan. Mekanisme pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak diketahui.
Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari
kelenjar lakrimal.
Gambar 2.3. Struktur air mata
2.3 Embriologi
Kelenjar lakrimal dan kelenjar lakrimal aksesorius berkembang dari epitel
konjungtiva. System drainase lakrimal (kanalikuli, saccus lakrimalis, dan duktus
nasolacrimalis) juga merupakan derivate ectoderm permukaan, yang berkembang dari
korda epitel padat yang terbenam di antara processus maxillaris dan nasalis struktur-
struktur muka yang sedang berkembang. Saluran korda ini terbentuk sesaat sebelum
lahir.
BAB III
DRY EYE
3.1 Definisi
Dry eye atau nama lain keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan di
mana terjadi pengeringan pada bagian kornea dan konjungtiva mata disebabkan oleh
defisiensi komponen film air mata atau penguapan film air yang terlalu cepat. Dry eye
merupakan penyakit multifactorial pada kelenjar air mata dan permukaan okuler yang
menyebabkan perasaan tidak nyaman, gangguan pengliharan, air mata yang tidak
stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan kerusakan pada permukaan okuler.
Dry eye sering disertai dengan peingkatan osmolaritas dari air mata dan peradangan
dari permukaan okuler.
3.2 Epidemiologi
Dry eye adalah penyakit yang sering terjadi dengan presentase rata-rata
berkisar antara 10-30% dari jumlah populasi, terutama terjadi ada pasien usia lebih
dari 40 tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3,23 juta wanita dan 1,68
juta pria yang berusia 50 tahun ke atas yang menderita dry eyes. Frekuensi penyakit
dry eyes di beberapa negara hamper serupa dengan frekuensi di Amerika Serikat.
Frekuensi dan diagnosis klinis penyakit dry eyes lebih banyak terdapat pada
populasi Hispanic dan Asia berbanding populasi Caucasian. Dry eye juga lebih
cenderung terjadi pada pasien wanita berbanding laki-laki.
3.3 Patofisiologi
Sindrom dry eyes terjadi karena penurunan produksi komponen-komponen
dalam film mata dan perubahan komposisi film mata. Film air mata terdiri dari
komponen lipid, aquous dan musin. Apabila produksi lipid oleh kelenjar Meibom
berkurang, maka produksi untuk proteksi air mata turut berkurang. Ini menyebabkan
air mata lebih mudah menguap.
Defisiensi lapisan aquoes ini merupakan penyebab utama dari sindrom dry
eye. Lapisan aquoes diproduksi oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor yang
mengandung protein, elektrolit dan air. Apabila produksi aquoes berkurang, mata
akan menjadi kering dan kurang mendapat nutrisi dan oksigen.
Apabila produksi lapisan musin berkurang, perlekatan air mata dengan lapisan
epitel superfisial di kornea turut berkurang. Hal ini menyebabkan air mata mudah
menguap. Mata akan berkompensasi dengan memproduksi air mata yang berlebihan.
Kemudian proses penguapan terjadi lagi, ini menyebabkan mata cepat kering. Kornea
yang kering menyebabkan mata menjadi lebih rentan untuk kemasukan bakteri dan
debu karena tidak ada enzim lisozim, gamma-globulin dan factor antibakteri non-
lisozim lain yang membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Jika
sudah teriritasi maka akan timbul gejala mata merah, gatal dan rasa berpasir.
3.4 Etiologi
Dry eye disebabkan oleh sebarang penyakit yang berkaitan dengan defisiensi
komponen film air atau berakibat pada perubahan permukaan mata yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil.
A. Kondisi Ditandai dengan Hipofungsi Kelenjar Lakrimal
1. Kongenital
a. Disautonomia familial (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Displasia ectodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom Sjogren
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukemia, limfoma
5) Amiloidoisis
6) Hemokromatosis
b. Infeksi
1) Parotitis
c. Cedera
1) Pengangkatan secara bedah atau kerusakan kelenjar lakrimal
2) Radiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik : atropine, skopolamin
3) Penyekat beta-adrenergik : timolol
e. Neurogenik (paralisis nervus fasialis)
B. Kondisi Ditandai dengan Defisiensi Musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom Steven-Johnson
3. Pemfigoid ocular
4. Konjungtivitis kronik
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi – Antihistamin
7. Obat tradisional
C. Kondisi Ditandai dengan Defisiensi Lipid
1. Parut tepian palpebral
2. Blefaritis
D. Penyebaran film air mata yang kurang sempurna disebabkan oleh:
1. Kelainan palpebral
a. Defek, koloboma
b. Ektropion, entropion
c. Keratinasi tepian palpebral
d. Kurang atau tidak adanya berkedip
1) Gangguan neurologic
2) Hipertiroidisme
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagoftalmos
1) Lagoftalmos nocturnal
2) Hipertiroidisme
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterigium
b. Simblefaron
3. Proptosis
3.5 Manifestasi klinis
A. Anamnesis
Pasien dengan dry eye sering mengeluhkan sensasi tergores atau berpasir.
Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mucus berlebih, ketidakmampuan
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, kemerahan, sakit dan sulit
menggerakkan palpebra.
B. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik pasien dengan dry eye dapat ditemukan:
- Dilatasi konjungtiva bulbi
- Penurunan meniscus air mata
- Permukaan kornea yang irregular
- Penurunan absorbsi air mata
- Keratopati epitel kornea punctate
- Korea berfilamen
- Peningkatan debris pada lapisan air mata
- Keratitis punctata superfisialis
- Secret mucus
- Ulkus korena pada kasus berat
Gejala-gejala dry eye selalunya tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry
eyes. Pada kasus berat, dapat ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau
ulkus kornea. Keratitis infeksi sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea
karena steril atau infeksi dapat terjadi.
3.6 Pemeriksaan penunjang
a) Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schimer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul-de-sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebral inferior. Bagian basah
yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang
dari 10mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Gambar 3.1. Tes Schirmer
b) Tes Break up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam
cairan air mata, diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescin di konjungtiva
bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa
dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak
berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis
fluorescin kornea adalah break up time. Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu
akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata.
c) Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata,
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca objek bersih.
d) Sitologi
Impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran
infranasal.
e) Pemulasan Flourescin
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluoresin untuk melihat derajat
basahnya air mata dan melihat meniscus air mata. Fluoresin akan memulas daerah
yang tidak tertutup oleh epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mongering
dari kornea dan konjungtiva.
f) Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitive daripada fluoresin. Pewarna ini akan memulas semua sel
epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan
konjungtiva.
Gambar 3.2. Pemulasan Rose Bengal pada sel kornea dan konjungtiva pada pasien
dengan keratokonjungtivitis sicca
g) Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schimer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.
h) Osmolaritas air mata
Hiperosmolaritas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan
pemakai lensa kontak, diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolaritas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien
dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
i) Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimalis.
Untuk mengukur kuantitas komponen aquous dalam air mata dapat dilakukan
tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indicator tidak langsung untuk menilai
produksi air mata. Berkurangnya komponen aquous dalam air mata mengakibatkan air
mata tidak stabil. Kestabilan air mata pada dry eyes disebabkan kerusakan epitel
permukaan bola mata sehingga mucus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat
pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai stabilitas
lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time (BUT).
j) Slit lamp
Pada pemeriksaan dengan slit lamp didapatkan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva dan injeksi perikornea. Ciri khas pada pemeriksaan ini adalah terputus
atau tiadanya meniscus air mata di tepian palpebral inferior. Benang- benang mucus
kental kekuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix konjungtiva inferior. Pada
konjungtiva bulbaris tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
edema, dan hiperemis.
3.7 Diagnosis banding
- Konjungtivitis (alergi, bacterial, viral)
- Kelainan kornea (abrasi, erosi, corpus alienum)
- Keratitis
- Komplikasi lensa kontak
- Dermatitis atopi
- Dermatitis kontak
- Episkleritis
- Skleritis
3.8 Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sika, penglihatan sedikit terganggu.
Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan bisa sangat mengganggu. Pada
kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Sesekali
dapat terjadii infeksi bakteri sekunder dan berakibat parut serta vaskularisasi pada
kornea yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-
komplikasi ini.
3.9 Penatalaksanaan
Terdapat banyak penyebab dari dry eyes oleh itu, deteksi dini dan terapi yang
agresif dapat membantu dalam mencegah terjadinya ulkus kornea dan sikatriks.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah penggantian cairan mata. Air
mata buatan dijadikan sebagai pelumas air mata dan salep berguna sebagai pelumas
jangka panjang terutama saat tidur. Terapi tambahan dapat dilakukan juga dengan
memakai pelembap, kacamata pelembap atau kacamata renang.
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan cepat dapat digunakan
punctual plug, dengan demikian mata akn lebih terasa lembap, tidak kering, tidak
gatal dan tidak seperti terbakar. Salmon merupakan sumber asam lemak omega 3
yang dapat mengurangi resiko dry eyes.
Jika permasalahan timbul akibat lingkungan, maka dapat digunakan kacamata
hitam ketika beraktivitas di luar ruangan untuk mengurangi paparan sinar matahari,
angin dan debu.
Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis pada ujung mata
dapat menjaga air mata terdrainase lebih lambat sehingga menjaga kelembapan mata.
Alat ini dikenal dengan istilah lakrimal plug. Untuk sebagian orang, silicon plug
terasa tidak nyaman di mata maka dapat dilakukan puncta kauterisasi.
Gambar 3.3. Terapi dry eye dengan menggunakan silicon plug
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis, kortikosteroid topical,
tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis memiliki efek dalam memproduksi cairan air
mata sehingga mata dapat menghasilkan air mata alami sehingga dapat mengurangi
kekeringan pada mata disebabkan oleh proses penuaan atau agen yang menyebabkan
produksi menurun. Tindakan pembedahan dilakukan jika terdapat kelainan anatomis
dari bulu mata.
BAB IV
KESIMPULAN
Dry eye merupakan penyakit multifactorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
penglihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Sindrom dry eye lebih sering terjadi pada wanita
yang berusia 50 tahun ke atas. Karena bersifat multifactorial, maka penyebab dry eyes
sangat bervariasi dan cara pengangannya disesuaikan dengan penyebabnya. Dry eye
dapat terjadi karena produksi film mata yang berkurang atau penguapan film air yang
terlalu cepat.
Pasien sering mengeluhkan terdapat sensasi tergores atau berpasir, gatal,
sekresi mucus berlebih, kemerahan, fotosensitiviti, sakit dan sulit menggerakkan
palpebra. Untuk mendiagnosa pasien dengan dry eye dapat dilakukan pemeriksaan tes
Schirmer untuk mengetahui jumlah produksi mata air. Pemeriksaan tear break-up time
pula dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan komponen musin dalam
cairan air mata.
Terapi pada saat ini adalah air mata buatan. Deteksi dini dry eyes diperlukan
karena keluhan dry eyes ini sangat mengganggu penglihatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Asbury T. General Ophthalmology. 16th edition. The McGraw
Hill Companies Inc. 2007. Chapter 4. Lids, Lacrimal Apparatus, & Tears.
2. Gerhard K. Lang. Opthalmology A Short Textbook. Georg Thieme Verlag.
2000. Lacrimal System. pg 49-53.
3. Schlote T, Rohrbach J, et al. Pocket Atlas of Ophthalmology. Georg Thieme
Verlag. 2006. Dry Eye. Pg 34-35.
4. Ming A, Constable I.J, Color Atlas of Ophthalmology. 3rd edition. Dry eyes.
Pg 39.
5. Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 5th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2002. Dry eyes. Pg 106-108.
6. Kanski J. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 5th edition.
Butterworth-Heinemann. 2003. Tear film. Pg 89-98.
7. Ventocilla M, Roy H. Keratitis Sica. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1196733-overview. Access on 10
February 2012.
8. Keenan J. Dry Eyes: Causes, Symptoms and Treatment. Available from: