() Selasa () Kamis o Jumat2 3 4 5 6 7 8 9 10 1118 19 20 21 22 23 24 25 26
-----,-,--------------------,(lPeb OMar ClApr CJMei JJun eJul (!Ags
12 1327 28
1429
1530
r-, Sep.:) Okt C' Nov
"Hayah...Oweh Wetah di Alung-alung"
Oleh DJOKO SUBINARTO
pEMERINTAH KotaBandung berencanamemagari kawasan
Alun-alun Bandung denganpagar setinggi 2,5 meter- Pe-magaran itu untuk mengatasikekumuhan di kawasan alun-alun akibat banyaknya peda-gang kaki lima (PKL), gelan-dangan, dan pengemis (Pikir-an Rakyat, 30 Juli 2010).
Meski demikian, sementarakalangan menilai, langkah pe-magaran tersebut dikhawatir-kan akan mengganggu fungsialun-alun sebagai ruang pub-lik Benarkah?
SejarahHampir tiap kota di Jawa
memiliki apa yang diistilahkansebagai alun-alun, Alun-alunmerujuk kepada sebuah ruangpublik berupa satu lapanganterbuka yang menjadi pusatorientasi dari sebuah kota. La-zimnya, alun-alun dikelilingioleh gedung pusat pernerin-tahan yang biasanya berada disisi utara atau selatan serta disisi baratnya terletak satu ba-ngunan masjid.
Idealnya, sebagai satu ruangpublik, alun-alun adalah tem-pat yang nirsekat di manawarga masyarakat dari bera-gam lapisan sosial bisa berin-teraksi dengan bebas, akrab,tanpa jarak. Bahkan, idealnyapula, alun-alun ini bisa menja-di semacamjembatan interak-si antara pengelola kota danpara warganya.
Jika menilik perjalanan se-jarah Kota Bandung, Alun-alun Bandung dibangun seki-tar 1900-an. Di masa lalu, ka-wasan Alun-alun Bandung ini
merupakan tempat aneka ke-giatan masyarakat. Berbagaiaktivitas, dari mulai tempat re-kreasi cuci mata hingga tem-pat jajan serbaada, berpusat diAlun-alun Bandung.
Terkait dengan suasanaalun-alun sebagai tempat re-kreasi dan cuci mata, SuryanaFatah sempat 'mendeskripsi-kannya lewat lagu bertajuk"Alung-alung". Lagu bernuan-sa jenaka yang dirilis 1978 inimengisahkan bagaimana seo-rang warga keturuhan Tiong-hoa berjalan-jalan ke kawasanAlun-alun Bandung. Liriklengkap lagunya sebagai ber-ikut:
Oweh tumpak weca kali-ling-liling (Saya naik becakberkelilinqt/ Jalana watut tu-luy ka alung-alung (Jalannyajelek hingga terus ke alun-alunl/. Di alung-alung ayakantol polisi (Di alun-alunada kantor polisit/ Kantol po-lisi nyaeta hiji (Kan,tor polisi-tuja satu)/
Nenjo aceuk-aceuk jeungakang-akang (Menyaksikanperempuan dewasa dan laki-laki deusasaj/ Di alung-alungbali pakaleng-kaleng (Dialun-alun sedang berangkul-an mesraj/ Matak kabitameuleun ngeunah kacida (Ba-rangkali sangat menyenang-kan membuat saya kepinginseperti merekal/ Oweh jadikawita wetah di alung-alung(Selain kepingin seperti mere-ka, saya merasa kerasan ber-ada di alun-alunt/
Jalana walutut keul diome-an (Jalanjelek sedang diper-baiki)/ Digeleng setum di-awulan kaliki (Diratakan
Kliping Humas Unpad 2010
menggunakan stoom dan di-taburi kerikil)/ Watu laleutikdisada pating delekdek (Batu-batu kecil bersuara gemere-tak)/ Gandeng teu katulung-an (Membuat suasana sangatbising)
Jalan geus disetum wecangagelesel (Jalan kini sudalidiratakan membuat becakmeluncur mulus)/ Teu calatumpak loda ablug-ablugan(Tidak seperti naik roda ha-rus ajrut-ajrutanl/ Nepi kaoweh nundutan henteu kalasa(Hingga tidak terasa sayapun terlelapt/ Nyaho eukeulngeukepan nangkeup indungsi kuclit (Tahu-tahu sedangmemeluk erat mamanya sikecil)
Oweh sampe teu kalasa(Saya sampai tidak sadar)/Ngalamun yeuh jadi lasaoweh teh di mana atuh (Mela-mun hingga bingung sedangberada di manaj/ Siholeng dialung-alung (Ternyata se-dang di alun-alunl/ Oweh se-dang jalan-jalan jeung in-dung baludak (Saya sedangjalan-jalan dengan mamanyaanak-anakj/ Tadi diajakoweh pelesil kaditu kadieu(Barusan saya ajak pelesir kesana ke marij/ Aduh lesep ye-uh di alung-alung (Sang atmenyenangkan berada dialun-alunj/ Kacida lesepnahayah (Betul-betul sangatmenyenangkan)
Ternpat olah ragaDi 'masa silam, selain men-
jadi tempat jalan-jalan dan cu-ci mata, Alun-alun Bandungkerap dijadikan arena berolahraga masyarakat. Berbagai ke-lompok masyarakat secara ru-tin biasa memanfaatkan ka-wasan Alun-alun Bandung se-
If
-L
bagai tempat olah raga senampagi. Untuk keperluan berolahraga pula, sejumlah warga lan-jut usia memilih untuk berja-lan kaki mengelilingi Alun-alun Bandung sepanjang bebe-rapa putaran setiap pagi. Sete-lah itu, mereka beristirahatsembari berbincang-bincangakrab dengan sesama rekanmereka.
Sementara sebagian wargaKota Bandung barangkali ma-sih ingat bagaimana di era1970-an hingga awal roxo-an,Alun-alun Bandung ini biasamenjadi arena unjuk kabisatukang sulap dan tukang obat.Para tukang sulap dan tukangobat kerap memamerkan ke-bolehannya di Alun-alun Ban-dung. Atraksi mereka menjadihiburan sekaligus daya tariktersendiri bagi warga masyara-kat yang dolan ke Alun-alunBandung.
Terdapat empat jalan yangmengelilingi Alun-alun Ban-dung di masa lalu. Di sebelahbarat, terdapat Jalan Alun-alun Barat, persis berada didepan Masjid Raya Bandung.Di sebelah selatan, ada JalanDalem Kaum. Di utara, adaJalan Asia-Afrika dan di sebe-lah timur, ada J alan Alun-alunTimur.
Khusus menyangkut JalanAlun-alun Barat yang beraspalhalus mulus dan berada tepatdi depan Masjid Raya Ban-dung itu, dulu saban Ahad pa-gi, tatkala suasana lalu lintasmasih sangat sepi, sering di-manfaatkan oleh anak-anakuntuk ajang bermain sepakbola. Jika ada angkutan kotaatau kendaraan roda empatlainnya yang melewati jalantersebut, mereka harus ber-henti sejenak. Setelah itu, me-
reka melanjutkan permainansepak bola di jalan itu penuhdengan keceriaan.
Sehabis bermain sepak bola,mereka melepas lelah denganberistirahat di taman alun-alun sembari menikmati mi-numan dan makanan yang di-jual para pedagang minumandan makanan yang berjualandi sana.
Semenjak halaman MasjidRaya Bandung diperluas, Ja-lan Alun-alun Barat benar-be-nar lenyap tidak bersisa. Ten-tunya, tidak akan pernah terli-hat lagi ada anak-anak yangbermain sepak bola setiapAhad pagi. Kelompok wargayang biasa bersenam pagi danberjalan-jalan pagi juga tidakpernah tampak lagi.
Para tukang sulap, tukangobat -- bahkan tukang ramalgaris tangan dan tukang lotre -- yang dulu bisa kita jumpaiberada di sudut Alun-alunBandung dan bercengkramadengan para warga tidak keli-hatan lagi batang hidungnya.
Kembali ke soal rencana pe-magaran kawasan Alun-alunBandung, menurut sementarakalangan, kawasan alun-alunharus diupayakan tetap terbu-ka dan bisa diakses oleh wargadari golongan mana pun. Pe-magaran kawasan alun-alun,selain dinilai sebagai tidak la-zim, hanya akan semakinmenghilangkan fungsi alun-alun sebagai sebuah ruangpublik terbuka.
Padahal, mendapatkan ru-ang publik terbuka adalah haksosial setiap warga kota, tanpaterkecuali. ***
Penulis, alumnus Univer-sitas Padjadjaran Bandung,penulis lepas.