SISTEM PEMANTAUAN PENUTUPAN
LAHAN PULAU DAN WILAYAH
(Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh – MODIS)
Ida Bagus Ketut Wedastra Aurelie Shapiro
Ernawati Apriani
Triyoga Widiastomo
WWF INDONESIA
2013
Page | 2
SISTEM PEMANTAUAN PENATAAN RUANG PULAU DAN WILAYAH
(Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh – MODIS)
Ida Bagus Ketut Wedastra1, Aurelie Shapiro
2, Ernawati Apriani
3, Triyoga Widiastomo
4
Abstract
Menurut Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 3
menyebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan
nusantara dan ketahanan nasional dengan terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia serta terwujudnya perlindungan fungsi
ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Untuk
menghindari kehilangan hutan yang terus menerus maka diperlukan suatu tindakan, yang dapat
diawali dengan kegiatan pemantauan di kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Kegiatan
pemantauan memerlukan data dan informasi mengenai kondisi hutan secara berkala, luas dan
cepat. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, teknologi penginderaan jauh satelit (Moderate-
resolution Imaging Spectroradiometer MODIS) merupakan suatu sistem yang dapat
melakukannya.
Data yang dipergunakan adalah citra satelit MODIS Terra/Aqua Vegetation Indices
(MOD13Q1/MYD13Q1) level 2, komposit 16 hari dan diperoleh dari USGS NASA. Pengolahan
data citra satelit yang digunakan adalah pengunduhan data, koreksi geometrik, pemotongan data,
penajaman data, komposit citra, penggabungan data, klasifikasi, editing hasil klasifikasi, analisis
statistic, dan pencetakan peta. Komposit citra satelit MODIS menjadi komposisi warna merah
hijau dan biru menggunakan kanal Middle Infrared, Near Infrared dan Biru menghasilkan
kenampakan tutupan vegetasi yang berbeda dari landsekap pulau dengan tanpa adanya.
Pulau Sumatera menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan kering
47.5%, hutan lahan basah 15.7%, dan areal lain 36.8%, pada tahun 2009 memiliki luas hutan
lahan kering 40.5%, hutan lahan basah 15.6 %, dan areal lain 43.9 %, pada tahun 2010 memiliki
luas hutan lahan kering 37.4%, hutan lahan basah 14.9%, dan areal lain 47.7%., pada tahun 2011
memiliki luas hutan lahan kering 32.7%, hutan lahan basah 12.8%, dan areal lain 54.5%. dan
pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 24.1%, hutan lahan basah 10.8%, dan areal
lain 65.1%.
1 Conservation Spatial Planning and Remote Sensing Specialist, WWF Indonesia 2 Remote Sensing Specialist, WWF Germany 3 Mahasiswa Meteorologi Terapan, Institut Pertanian Bogor 4 Mahasiswa Geografi, Universitas Indonesia
Page | 3
Pulau Kalimantan menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan kering
48.1%, hutan lahan basah 14.8%, dan areal lain 37.1%, pada tahun 2009 memiliki luas hutan
lahan kering 48.0%, hutan lahan basah 14.4%, dan areal lain 37.6%., pada tahun 2010 memiliki
luas hutan lahan kering 47.6%, hutan lahan basah 14.0%, dan areal lain 38.4%., pada tahun 2011
memiliki luas hutan lahan kering 46.1%, hutan lahan basah 12.6%, dan areal lain 41.3%. dan
pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 41.8%, hutan lahan basah 8.9%, dan areal lain
49.3%.
Pulau Nusa Tenggara menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan
kering 49.5%, hutan lahan basah 1.2%, dan areal lain 49.3%, pada tahun 2009 memiliki luas
hutan lahan kering 48.1%, hutan lahan basah 1.0%, dan areal lain 50.8%., pada tahun 2010
memiliki luas hutan lahan kering 44.8%, hutan lahan basah 0.9%, dan areal lain 54.3%., pada
tahun 2011 memiliki luas hutan lahan kering 40.9%, hutan lahan basah 0.9%, dan areal lain
58.3%. dan pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 31.6%, hutan lahan basah 0.5%,
dan areal lain 67.9%.
Pulau Papua menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan kering
66.5%, hutan lahan basah 16.8%, dan areal lain 16.7%, pada tahun 2009 memiliki luas hutan
lahan kering 64.7%, hutan lahan basah 16.4%, dan areal lain 18.8%., pada tahun 2010 memiliki
luas hutan lahan kering 63.9%, hutan lahan basah 16.3%, dan areal lain 19.8%., pada tahun 2011
memiliki luas hutan lahan kering 62.4%, hutan lahan basah 16.1%, dan areal lain 21.4%. dan
pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 62.0%, hutan lahan basah 16.1%, dan areal
lain 21.9%.
Berdasarkan analisis penutupan lahan dari tahun 2008 hingga 2012 pada Pulau Sumatera,
Pulau Kalimantan, Pulau Nusa Tenggara dan Papua terjadi penurunan luas tutupan lahan
terutama pada hutan lahan kering dan hutan lahan basah. Di Pulau Sumatera, terjadi
pengurangan luasan penutupan lahan dengan perubahan rata-rata untuk hutan lahan kering
sebesar 5.85%, hutan lahan basah sebesar 1.23%, di Pulau Kalimantan terjadi pengurangan
luasan rata-rata penutupan lahan pada hutan lahan kering sebesar 1.57% dan hutan lahan basah
sebesar 1.48%, di Pulau Nusa terjadi penurunan luasan hutan lahan kering sebesar 4.48% dan
hutan lahan basah sebesar 0.18% dan di Pulau Papua terjadi penurunan luasan hutan lahan
kering sebesar 1.13% dan hutan lahan basah sebesar 0.18%.
Key Words: Landcover, Spatial Planning, Remote Sensing, MODIS
Page | 4
KATA PENGANTAR
Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini kian Pesatnya baik dari sisi teknologi
satelitnya maupun dari sisi kualitas dan kuantitas datanya. Penginderaan jauh telah
digunakan oleh lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat, penggunaan data
penginderaan jauh sudah semakin luas dan besar baik untuk aplikasi daratan, lautan dan
iklim.
Salah satu teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk kegiatan pemantauan
kondisi tutupan lahan tingkat pulau adalah teknologi penginderaan jauh MODIS
(Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer). MODIS memiliki beberapa aplikasi
yang dapat digunakan,
Hasil dari interpretasi citra MODIS terdiri dari 6 kelas penutupan lahan yaitu: hutan lahan
kering, hutan lahan basah, semak belukar, area pertanian, lahan terbuka, dan perairan.
Jakarta, June 2013
Penulis
Page | 5
DAFTAR ISI
Abstrak .................................................................................................................... 2
Kata Pengantar ........................................................................................................ 4
Daftar Isi ................................................................................................................. 5
Daftar Tabel ............................................................................................................ 6
Daftar Gambar ......................................................................................................... 7
Glossary .................................................................................................................. 8
Bab I. PENDAHULUAN 9
I.1. Latar Belakang .......................................................................................... 9
I.2. Tujuan ...................................................................................................... 10
Bab II. METODOLOGI 11
II.1. Dasar Teori ............................................................................................... 11
II.2. Perolehan Data .......................................................................................... 11
II.3. Pemrosesan Image/Data ............................................................................ 19
Bab III. HASIL DAN PEMBAHASAN 23
III.1. Pulau Sumatera ......................................................................................... 23
III.2. Pulau Kalimantan ...................................................................................... 34
III.3. Pulau Nusa Tenggara ................................................................................ 45
III.4. Pulau Papua .............................................................................................. 57
Bab IV. KESIMPULAN DAN SARAN 68
IV.1. Kesimpulan ............................................................................................... 68
IV.2. Saran ........................................................................................................ 68
Daftar Pustaka
Page | 6
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Hal
Tabel 1. Akusisi data mentah Citra Satelit MODIS ......................................... 19
Tabel 2. MOD13Q1 Pixel Realibility ........................................................ 20
Tabel 3. MOD13Q1 VI Quality ................................................................ 21
Tabel 4. Luasan Penutupan lahan Pulau Sumatera dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012 ......................................................................
33
Tabel 5. Luasan Penutupan lahan Pulau Kalimantan dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012 ..............................................................
44
Tabel 6. Luasan Penutupan lahan Pulau Nusa Tenggara dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012 ..............................................................
55
Tabel 7. Luasan Penutupan lahan Pulau Papua dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012 ......................................................................
67
Page | 7
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Hal
Gambar 2.1. Program R Interface ...................................................................... 18
Gambar 2.2. Grid horizontal dan vertical akusisi citra MODIS ......................... 20
Gambar 3.1. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2008 ................................................
24
Gambar 3.2. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2009 ................................................
25
Gambar 3.3. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2010 ................................................ 26
Gambar 3.4. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2011 ................................................
27
Gambar 3.5. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2012 ................................................
28
Gambar 3.6. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2008 ...........................................................................................................................
29
Gambar 3.7. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun
2009 ........................................................................................................................... 30
Gambar 3.8. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2010.............................................................................................................................
31
Gambar 3.9. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2011 ...........................................................................................................................
32
Gambar 3.10. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun
2012 ........................................................................................................................... 33
Gambar 3.11. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Sumatera Citra Modis
Tahun 2008 – 2012 .................................................................................................... 34
Gambar 3.12. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2008. ...........................................................
35
Gambar 3.13. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2009 ............................................................
36
Gambar 3.14. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2010 ............................................................ 37
Gambar 3.15. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2011 ............................................................ 38
Gambar 3.16. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2012 ............................................................
39
Gambar 3.17. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2008 ...........................................................................................................................
40
Gambar 3.18. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun
2009 ........................................................................................................................... 41
Gambar 3.19. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun
2010............................................................................................................................. 42
Gambar 3.20. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2011 ...........................................................................................................................
43
Gambar 3.21. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2012 ...........................................................................................................................
44
Gambar 3.22. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Kalimantan Citra
Modis Tahun 2008 – 2012......................................................................................... 45
Gambar 3.23. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008. ..................................................... 46
Gambar 3.24. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 ......................................................
47
Gambar 3.25. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010 ......................................................
48
Page | 8
Gambar 3.26. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 ......................................................
49
Gambar 3.27. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 ...................................................... 50
Gambar 3.28. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008 ................................................................................................................
51
Gambar 3.29. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 ................................................................................................................
52
Gambar 3.30. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010 ................................................................................................................
53
Gambar 3.31. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara
Tahun 2011 ................................................................................................................ 54
Gambar 3.32. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 ................................................................................................................
55
Gambar 3.33. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Nusa Tenggara Citra Modis Tahun 2008 – 2012.........................................................................................
57
Gambar 3.34. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Papua Tahun 2008. ....................................................................
58
Gambar 3.35. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue)
Citra Modis Pulau Papua Tahun 2009 ..................................................................... 59
Gambar 3.36. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Papua Tahun 2010 .....................................................................
60
Gambar 3.37. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Papua Tahun 2011 .....................................................................
61
Gambar 3.38. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Papua Tahun 2012 .....................................................................
62
Gambar 3.39. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Papua Tahun 2008
..................................................................................................................................... 63
Gambar 3.40. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Papua Tahun 2009 .....................................................................................................................................
64
Gambar 3.41. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Papua Tahun 2010 65
Gambar 3.42. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Papua Tahun 2011 .....................................................................................................................................
66
Gambar 3.43. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Papua Tahun 2012 .....................................................................................................................................
67
Gambar 3.44. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Papua Citra Modis Tahun 2008 – 2012 ....................................................................................................
68
Page | 10
BAB 1. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Menurut Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang Pasal 3
menyebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Indonesia dengan luas hutan terbesar ke 3 di dunia, menjadi kebanggaan bangsa
sebagai sumber daya alam yang berlimpah, dengan keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi. Akan tetapi sumber daya alam tersebut kurang mendapatkan perhatian dalam
pelestariannya. Saat ini kondisi hutannya mengalami penurunan kualitas dan kuantitas
setiap tahun. Berdasarkan data tahun 2008 (Kementerian Kehutanan 2008), luas hutan
Indonesia mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan
Indonesia. Sedangkan pada tahun 2012 luas hutan di Indonesia seluas 90,95 juta Ha atau
sekitar 48,40% dari luas daratan Indonesia (Kementerian Kehutanan 2012). Kondisi ini
menunjukkan bahwa kondisi hutan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 12,60% dan
apabila kondisi ini dibiarkan secara terus menerus, maka hutan alam tropis di Indonesia
akan hilang.
Untuk menghindari kehilangan hutan yang terus menerus maka diperlukan suatu
tindakan, yang dapat diawali dengan kegiatan pemantauan di kawasan hutan maupun diluar
kawasan hutan. Kegiatan pemantauan memerlukan data dan informasi mengenai kondisi
hutan secara berkala, luas dan cepat. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, teknologi
penginderaan jauh satelit merupakan suatu sistem yang dapat melakukannya.
Teknologi penginderaan jauh merupakan suatu sistem yang melakukan
pengambilan data atau informasi di permukaan bumi tanpa adanya kontak langsung dengan
objek yang dikajinya dan teknologi penginderaan jauh ini dapat mencakup areal yang luas
dan waktu yang cepat. MODIS (moderate resolution imaging spectroradiometer)
Page | 11
merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang tepat dalam kegiatan pemantauan
kondisi penutupan lahan atau kondisi hutan untuk skala pulau. Satelit MODIS memiliki
resolusi spasial sebesar 250 m, 500 m dan 1 Km, resolusi spektral 36 kanal dan resolusi
temporal 1 hari serta memiliki cakupan penyiaman data sebesar 2330 km. Satelit MODIS
ini sangat sesuai dengan kegiatan monitoring hutan untuk skala provinsi maupun skala
pulau dan juga dapat digunakan sebagai kegiatan pemantauan karbon stok.
I.2. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun pola pemantauan penutupan lahan dan
kondisi hutan di pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Papua dan kepulauan Nusa
Tenggara dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh MODIS.
Page | 12
BAB. II. METODOLOGI
II.1. Dasar Teori
Citra MODIS merupakan citra dengan 36 kanal dengan 3 resolusi spasial. Data
MODIS terdapat dalam beberapa level data yaitu level-0, level-1A, level 1-B, level-2, dan
level-3. Data MODIS level-0 merupakan data mentah hasil perekaman satelit yang
diterima secara langsung oleh stasiun penerima di bumi. MODIS level-0 memiliki
informasi berupa kanal yang belum diperkecil. Ukuran datanya lebih besar dibandingkan
dengan data MODIS level-1.
Data MODIS level-1 terdiri dari dua tipe yaitu MODIS level-1A dan MODIS
level-1B. Data level-1A merupakan data mentah ditambah dengan informasi kalibrasi
sensor dan geolokasi. Geolokasi berisi informasi tentang lintang dan bujur pada setiap
pusat piksel yang beresolusi 1 km. Informasi pada data ini diperkecil dan dikelompokkan
dimana kanal dan sebagian data yang tidak digunakan akan dihilangkan.
Data level-1B memiliki kalibrasi dan geolokasi terhadap koordinat tengah piksel.
Tidak ada koreksi untuk efek bowtie dari MODIS level-1B sehingga perlu diperhatikan
bahwa, pada piksel di pinggir penyiaman (scanning) memilki cakupan lebih luas serta
cakupan piksel yang mengikuti arah penyiaman sebagian mengalami timpang tindih
(duplikasi).
MODIS level-2 dihasilkan dari produk level-1 dimana isi data utama adalah nilai
geofisik untuk setiap piksel, yang berasal dari data level-1 dengan menerapkan kalibrasi
sensor, koreksi atmosfir, dan algoritma bio-optik. Setiap produk level-2 ini berhubungan
dengan cakupan geografis dari produk level 1-A dan disimpan dalam format HDF.
Sedangkan produk MODIS level-3 adalah terdiri dari kumpulan produk level-2.
Citra satelit Aqua dan Terra MODIS level-3 biasanya sudah terkoreksi radiometrik
maupun geometrik. MODIS Terra Vegetation Indices (MODIS13Q1) merupakan salah satu
produk data level-2 dan merupakan komposit data selama 16 hari.
II.2. Perolehan Data
Pemantauan tutupan lahan/hutan dapat dinilai melalui data time series spasial di
berbagai tahun. Dalam kegiatan ini, data time series yang digunakan adalah data komposit
Page | 13
16 harian dari satelit Terra dan Aqua -MODIS 250 m (MOD13Q1) dari tahun 2008 hingga
2012
Data MODIS diperoleh dari Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA
(National Aeronautics and Space Administration) melalui media berbasis website di
http://modis.gsfc.nasa.gov. Data ini dapat diunduh (download) secara gratis.
Dalam kegiatan ini pengunduhan (download) data menggunakan script yang
dijalankan pada perangkat lunak R-program bersama MODIS Re-projection Tool (MRT)
untuk mosaic datanya.
Berikut program R script yang digunakan:
###########################################################################################################
####################################################################################
# Modis Dow nload startscript
# (needs engine-script to run)
# title : MODIS_dow nloader
# purpose : Dow nload of MODIS Products and out mosaic, subset using ex ternal MRT
# requirements : Fast Internet, and an installed Modis Reprojection Tool (MRT)
# based on : http://spatial-analy st.net/w iki/index .php?title=Dow nload_and_resampling_of_MODIS_images
# last update : July 2011, Dept. of Remote Sensing (Max Reinw and, Julian Zeidler)
# contact : julian.zeidler@uni-w uerzburg.de
# inputs : Coordinates of the area of interest; modis tiles, time scale ( y early only ) # outputs : (optionally ) a series of images (geoTIFF or HDF) projected to latlon or the MODIS projection and mosaiked and
subsetted to specified ex tent as w ell as the original hdfs
# remarks 1 : To run this script, y ou need to obtain and install the MODIS resampling tool from
https://lpdaac.usgs.gov /lpdaac/tools/modis_reprojection_tool
# remarks 3 : optional: make sure y ou disable y our antiv irus tools such as Norton or McAfee otherw ise it might block w get from
running!
# specify Platform specific Options.
###########################################################################################################
#################################################################
#autoload required libraries, if missing automatically dow nload and install
loadandinstall <- function(my pkg) {if (!is.element(my pkg, installed.packages()[,1])){install.packages(my pkg)}; library (my pkg, character.only =TRUE) }
loadandinstall("rgdal")
loadandinstall("RCurl")
loadandinstall("chron")
loadandinstall("stringr")
loadandinstall("XML")
loadandinstall("MODIS")
#-------------------------------------------------------
# set options
#-------------------------------------------------------
#changes start from here
# The Path that r should w ork in on Window s Seperatore either / or \\ !!!!!!!!!
setw d("D:/03_PROGRAM/MODIS_MONITORING/EXERCISE/")
# R Workingdirectory
# path to the 2nd prov ided dow nloadscript
scriptpath <-
"D:/03_PROGRAM/MODIS_MONITORING/TRAINING/R_SCRIPT/MODIS_dow nload_mosaic_sub_MRT_all_OS_engine.R"
# destinationfolder for dow nloaded HDFs, w ill be created if it does not ex ist
dow nd <- "D:/03_PROGRAM/MODIS_MONITORING/EXERCISE/MODIS/2011/" # The name of MODIS product w hich is to be dow nloaded and processed.
prodname <- 'MOD13Q1'
#collection should alw ay s be 5! 4 is obsolete!
collection <- 5
Page | 14
#only dow nload images that are in y ears
y ears <- as.character(c(2011)) #or as.character(c(2012) eg tiles <- c("h28v 08","h28v 09","h29v 08","h29v 09")
#paste("h",21:26,"v 05",sep=""), # "h16v 06" "h17v 06" "h18v 06" "h19v 06" "h20v 06" "h21v 06"
#paste("h",22:27,"v 06",sep="") # ...
# Do y ou w ant to mosaik, subset or reproject, then set to TRUE ?
# If not y ou can skip this the rest of the configs!
mosaik <- TRUE
#mosaik <- FALSE
# destinationfolder for the final mosaic, subset
outputd <- "D:/03_PROGRAM/MODIS_MONITORING/EXERCISE/MODIS_Mozaic/2011/"
# Lat Lon coordinates for spatial subsetting (Upper left corner and dow ner right corner)
ulc <- "10.0 105.0"
lrc <- "-7.0 122."
# 1 for selectet lay ers of the modisdata to be subsetted, NR must correspond to the number of bands in the chosen MODIS-product
lay er <- "1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1"
outputFilety pe<-".tif"
# string to attach to subsetted filename, eg subset, w ill be included at the end of the filename. Leav e as empty string if not required
postfix <-"_subset"
#reproject to latlon otherw ise keep original projection sinsoidal
tolatlon<-TRUE
#define Folder w here the prf files should be sav ed. Default is the dow nload directory directory
prffolder<- dow nd
# location of the MODIS mosiacing tool for Window s Users w ithout /bin!
mrtpath <- "C:/MRT"
# FTP to the folder w here the directories w ith the product names are located, normally no change necessary ! ftp <- "ftp://e4ftl01.cr.usgs.gov /MODIS_Composites/MOLT/"
# full ftp adress of the MODIS data: in the end this must be the URL to the directory w hich holds the directory named by date .
##################################################################
# end of configuration options
##################################################################
#build dow nload link
MODIS <- str_c(ftp,prodname,".00",collection,"/")
t<-.Platform
w in=unix =FALSE
#do not edit!
if(t$OS.ty pe == "w indow s") w in=TRUE
if(t$OS.ty pe == "unix ") unix =TRUE
# PREFIX needed
# ------------
MRT <- paste(mrtpath,"/bin/",sep="")
# build the env ironment paths for mrt under Linux . Might n ot be necessary but makes mrt w ork ev en w itout proper installation to
sy stem and updates to .bashrc #if(unix ) mrtprefix <- str_c("MRT_HOME=",mrtpath,";PATH=$PATH:",mrtpath,"/bin;MRTDATADIR=",mrtpath,"/data;ex port
MRT_HOME PATH MRTDATADIR; ")
if(w in) mrtprefix <- str_c("set MRT_HOME=",mrtpath,"& set MRTDATADIR=",mrtpath,"/data& set MRT_DATA_DIR=",mrtpath,"/data&
")
#aktuell Dow nload starts here!!!!
#first run of the script
source(scriptpath)
# if dow nloadconnection is broken a tx t w ill iniciate a restart fo the script
w hile (file.ex ists("broken.tx t")){
Page | 15
source(scriptpath)
}
print("all files dow nloaded")
berikut adalah program R Script untuk proyeksi koordinasi (MODIS Reprojection Tool):
##############################################################################################
# MODIS DOWNLOAD
################################################################################################
# title : MODIS_dow nload.R
# purpose : Dow nload of MODIS Products and out mosaic, subset using ex ternal MRT This programm part should be sourced by a
starstscript w here all the user settings are done
# requirements : Fast Internet, and an installed Modis Reprojection Tool (MRT)
# based on : http://spatial-analy st.net/w iki/index .php?title=Dow nload_and_resampling_of_MODIS_images
# last update : March 2011, Dept. of Remote Sensing (Max Reinw and, Julian Zeidler)
# contact : julian.zeidler@uni-w uerzburg.de
# inputs : Coordinates of the area of interest; proj4 parameters; ftp addresses etc.; # outputs : a series of images (geoTIFF or HDF) projected to latlon or the MODIS projection and mosaiked and subsetted to
specified ex tent
# remarks 1 : To run this script, y ou need to obtain and install the MODIS resampling tool from
https://lpdaac.usgs.gov /lpdaac/tools/modis_reprojection_tool
# remarks 3 : optional: make sure y ou disable y our antiv irus tools such as Norton or McAfee otherw ise it might block w get from
running!
# specify Platform specific Options.
t<-.Platform
w in=unix =FALSE
if(t$OS.ty pe == "w indow s") w in=TRUE if(t$OS.ty pe == "unix ") unix =TRUE
#loadandinstall <- function(my pkg, repos=getCRANmirrors()[31,"URL"]) {if (!is.element(my pkg,
installed.packages()[,1])){install.packages(my pkg, repos=repos)}; library (my pkg, character.only =TRUE) }
#if(unix ) print("If y ou are running this script for the first time please make sure to run sudo apt-get install libgdal1-dev libproj-dev prior
to first use")
#loadandinstall("rgdal")
#loadandinstall("RCurl")
#loadandinstall("chron")
#loadandinstall("stringr") #loadandinstall("MODIS", repos=c("http://w w w .omegahat.org/R","http://R-Forge.R-project.org", getCRANmirrors()[31,"URL"]))
library (MODIS)
#Definitions
#jz: hack for MODIS Package it requires a file in "~/.MODIS_Opts.R", copy it the default from the package source to make it keep quiet
if(!file.ex ists("~/.MODIS_Opts.R"))
{
file.copy (file.path(find.package('MODIS'),'ex ternal','MODIS_Opts.R'),'~/.MODIS_Opts.R' )
} repeatgetURL <- function(link, w aittime=10,.opts = list()){
w hile(class(url<- try (getURL(link,.opts=.opts)))=="try -error"){
print(str_c("Ein Fehler ist aufgetreten. Es w ird erneut v ersucht in ", w aittime, " Sekunden"))
Sy s.sleep(w aittime)
w aittime <- w aittime * 2
}
return(url)
}
# \n for linux /mac and \r\n for w indow s
if(unix ) lineseparator<-"\n" if(w in) lineseparator<-"\r\n"
# logical operator to break out of a w hile loop if dow nloadable data is not av ailable.
skipIt <- FALSE
Page | 16
# get the list of directories (thanks to Barry Row lingson): ([1] "drw x r-x r-x 2 90 118784 Jan 5 2009 2000.02.01\r")
#items <- strsplit(getURL(MODIS), lineseparator)[[1]]
url <-repeatgetURL(MODIS)
items <- strsplit(url, lineseparator)[[1]]
#check for folder ex istance
if (!file.ex ists(dow nd)) {dir.create(dow nd, show Warnings = TRUE, recursiv e = TRUE, mode="0777")} # Make sure that it is there.
if (!file.ex ists(outputd)) {dir.create(outputd, show Warnings = TRUE, recursiv e = TRUE, mode="0777")} # Make sure that it is there.
####################################################################################
# gets dow nloaddatainfo and checks if ex istng in dow nloadfolder
###########################################################################################################
# Dow nload method options
options(dow nload.file.method="auto")
# get the last w ord of any lines that start w ith 'd':
folderLines <- items[substr(items, 1, 1)=='d']
# get the directory names and create a new data frame:
dirs <- unlist(lapply (strsplit(folderLines, " "), function(x ){x [length(x )]}))
y ear <- dirs[substr(dirs,1,4) %in% y ears] # grep(dirs, pattern = y ears,v alue=T) # the grep function is not robust for multiple y ears. ..
dates <- data.frame(dirname=unlist(strsplit(y ear, "\r")))
# get the list of *.hdf files:
dates$BLOCK1 <- rep(NA, length(dates$dirname))
# reset of the for-loopv ariables for scriptrestart
i=1
dirname1=1
BLOCK1=1
# Empty object to be filled w ith dates for w hic data are not av ailable
datanotav ailable <- NULL
for (i in 1:length(dates$dirname))
{
# deletes ex isting Mosaicsourcedata
if (file.ex ists(str_c(prffolder, "TmpMosaic.prm"))) unlink(str_c(prffolder, "TmpMosaic.prm"))
# creates new Mosaicsourcefile to w rite in if w ished
if (mosaik) {mosaicname <- file(str_c(prffolder, "TmpMosaic.prm"), open="w t")}
# stop us doing mosaik of the first tiles all ov er again if the script is run more than once to resume failed dow nloads alltilesallready dow nloaded<-TRUE
for (t in 1:length(tiles))
{
tile<-tiles[t]
# creates Julian dates and according data number in destination folder
#print(paste("Julian day for w hich tile", tile,"is being calculated"))
datespl <- as.integer(unlist(strsplit(as.character(dates$dirname[i]),".",fix ed = TRUE)))
jday <-(julian(datespl[2], datespl[3],datespl[1],c(month = 1, day = 0, y ear= datespl[1])))
jy day <- datespl[1]*1000+jday datanumber <- grep(dir(dow nd),pattern = paste("",prodname,".A",jy day ,".",tile,".*.005.*.hdf$",sep=""))
#print(paste("datanumber:", datanumber))
# Check if data is y et ex isting in destinationfodler and starts Dow nload of the raw data
if (length(datanumber) == 0 || file.info(paste(dow nd,dir(dow nd)[datanumber],sep=""))[1,1]== 0)
{
#w rite file to restart the ex ternal source(script)-loop
broken<-file("broken.tx t", open="w t")
w rite("test",broken, append=TRUE)
close(broken)
Page | 17
#w e only hav e to get the list once for all tiles of the same day if(alltilesallready dow nloaded){
getlist <- strsplit(repeatgetURL(str_c(MODIS, dates$dirname[[i]], "/"), .opts=curlOptions (ftplistonly =TRUE)),
lineseparator)[[1]]
# "total 0" is the return v alue of the a failed dow nload (e.g. data does not ex ist, RETR response: 550)
# getlist is the object that normally contains the ftp adresses of the MODISimages to dow nload.
# If no data is av ailable the inner loop ov er the tile is stopped (break/nex t) and breaks out/increases the iterator of the for loop (tileloop)
if(sum(str_detect(getlist,"total 0"))>0){print("There is no data in the ftp-folder. Jump to follow ing MODIS
date");skipIt=TRUE;nex t} #break
}
BLOCK1 <- getlist[grep(getlist, pattern=(paste("",prodname,".*.", tile, ".*.hdf", sep = "")))[1]]
alltilesallready dow nloaded<-FALSE
if(is.na(BLOCK1)) {
datanotav ailable <- c(datanotav ailable, dates$dirname[i]); print(paste(prodname,'data for the
date',dates$dirname[i],'is not av ailable...'))
skipIt=TRUE;nex t
}else{
w hile(!file.ex ists(paste(dow nd, BLOCK1, sep=""))||file.info(paste(dow nd, BLOCK1, sep=""))[1,1]==0){
print(paste("Dow nloading",BLOCK1,"..."))
# haserror <-dow nload.file(paste(MODIS, dates$dirname[[i]], "/", BLOCK1,sep=""), destfile=paste(dow nd,
BLOCK1, sep=""), mode='w b', method="auto", quiet=T, cacheOK=FALSE)
haserror <- try (dow nload.file(paste(MODIS, dates$dirname[[i]], "/", BLOCK1,sep=""), destfile=paste(dow nd, BLOCK1, sep=""), mode='w b', method="auto", quiet=T, cacheOK=FALSE))
if (class(haserror) == "try -error"){
print("Dow nload interrupted, try ing again")
t <- t - 1
}else {print(paste(BLOCK1,"...finished,",(i-1)*length(tiles)+t,"done and",(length(dates$dirname)- i)*length(tiles)+length(tiles)-
t,"to do..."))}
} # closes w hile loop
} # End of if-loop for the av ailability of data
# check imagesize and dow nload again if not correct getXml(localArcPath=dow nd,HdfName=BLOCK1)
# delete "broken.tx t" for ex ternal source(script)-loop
unlink("broken.tx t")
} # if (length(data..
else
{
BLOCK1 <- dir(dow nd)[datanumber]
print(paste("File",dir(dow nd)[datanumber],"ex ists, dow nload w as skipped"))
} dates[i,2] <- get("BLOCK1")
# remov e "." from date and replace w ith "_"(2001.10.01 --> 2001_10_01):
dirname1 <- gsub(pattern="/.", replacement="_", dates$dirname[[i]])
# If there are dates w here data is not av ailable for this particular tile:
if(!is.null(datanotav ailable)){w rite.table(data.frame("date"=datanotav ailable),file=paste(dow nd,prodname,tile,'_no_data_dates .tx t',sep=''
))}
# w rites the folder in the file(mosaicname) for mosaicking
if(mosaik) {w rite(str_c(dow nd, BLOCK1), mosaicname, append=T)} } # for tile in tiles
# "total 0" is the return v alue of the a failed dow nload (e.g. data does not ex ist, RETR response: 550)
# getlist is the object that normally contains the ftp adresses of the MODISimages to dow nload.
# If no data is av ailable the inner loop ov er the image is stopped and the itaration ov er the nex t date starts (nex t)
if(skipIt==TRUE){skipIt <- FALSE;nex t}
if(mosaik) {close(mosaicname)}
#############################################################################################
Page | 18
# Mosaic, subset, reproject, outputformat
########################################################################################################### # split Modis name at the .
nameparts<-str_split(BLOCK1, "[[:punct:]]")[[1]]
othertilenames<-""
if (length(tiles) >= 2) for (pt in 1:(length(tiles)-1)) othertilenames<-str_c(othertilenames,"_",tiles[pt])
outputfilename <- str_c(outputd,nameparts[[1]],".", nameparts[2],".", nameparts[3],".",
nameparts[4],othertilenames,postfix ,outputFilety pe)
outputfilepattern <- str_c(nameparts[[1]],".", nameparts[2],".", nameparts[3],".",
nameparts[4],othertilenames,postfix ,".*",outputFilety pe,"$")
numberoflay erstocalc <- sum(as.integer(unlist(str_split(lay er," "))))
if(outputFilety pe==".hdf") numberoflay erstocalc <- 1
#check files to mosaik
filestomosaik <- readLines(str_c(prffolder, "TmpMosaic.prm"))
ex istSizeCheck <- (file.ex ists(filestomosaik))&(file.info(filestomosaik)[1,1]!=0)
filesToMosaicCheck <- length(tiles)==sum(ex istSizeCheck)
# mosaic if inputfiles are ok or outputfiles are not ex isting
if(mosaik & (filesToMosaicCheck & length(list.files(outputd,pattern=outputfilepattern))!=numberoflay erstocalc)){
# w riting of the parameterfile used from MRT to process (resample) the dada
filename = file(str_c(prffolder, "MODIS_mosaik_subset.prm"), open="w t") w rite(str_c('INPUT_FILENAME = ', dow nd, 'TmpMosaic.hdf'), filename)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
if (length(tiles) < 2)w rite(str_c('SPECTRAL_SUBSET = ( ', lay er ,' )'), filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite('SPATIAL_SUBSET_TYPE = INPUT_LAT_LONG', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite(str_c('SPATIAL_SUBSET_UL_CORNER = (', ulc, ')'), filename, append=TRUE)
w rite(str_c('SPATIAL_SUBSET_LR_CORNER = (', lrc, ')'), filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite(str_c('OUTPUT_FILENAME = ', outputfilename), filename, append=TRUE) w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite('RESAMPLING_TYPE = NEAREST_NEIGHBOR', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
if(!tolatlon) w rite('OUTPUT_PROJECTION_TYPE = SIN', filename, append=TRUE)
if(tolatlon) w rite('OUTPUT_PROJECTION_TYPE = GEO', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
w rite('OUTPUT_PROJECTION_PARAMETERS = ( ', filename, append=TRUE)
if(!tolatlon) w rite(' 6371000.181 0.0 0.0', filename, append=TRUE)
if(tolatlon) w rite(' 0.0 0.0 0.0', filename, append=TRUE)
w rite(' 0.0 0.0 0.0', filename, append=TRUE)
w rite(' 0.0 0.0 0.0', filename, append=TRUE) w rite(' 0.0 0.0 0.0', filename, append=TRUE)
w rite(' 0.0 0.0 0.0 )', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
if(tolatlon) w rite('DATUM = WGS84', filename, append=TRUE)
if(!tolatlon) w rite('DATUM = NODatum', filename, append=TRUE)
w rite(' ', filename, append=TRUE)
#w rite(paste('OUTPUT_PIXEL_SIZE = ', ps, sep=""), filename, append=TRUE)
#w rite(' ', filename, append=TRUE)
close(filename)
# if equal or more tiles are av ailable mosaicing and resampling starts
if (length(tiles) >= 2) {
# ckeck if the needed files are esisting
mosaicFilepath <- readLines(str_c(prffolder, "TmpMosaic.prm"))
#if(file.ex ists(mosaicFilepath)&(file.info(mosaicFilepath)[1,1]!= 0)){
print(paste("Tiles",list(tiles), "are being mosaicked and selceted bands subsetted." ))
# generate temporary mosaic using the crated mosaicnamefile: usage definition see cmd comm and or MRT
Manual: cd C:\Programme\MRT\bin>mrtmosaic /?
if (w in) shell(str_c(mrtprefix , MRT, 'mrtmosaic -i ', prffolder, 'TmpMosaic.prm -s ',shQuote(lay er, ty pe = "cmd"),' -o ',dow nd,
'TmpMosaic.hdf'),intern=F,mustWork = TRUE)#"\"0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1\""funktioniert
Page | 19
if (unix ) sy stem(str_c(mrtprefix , MRT, 'mrtmosaic -i ', prffolder, 'TmpMosaic.prm ',shQuote(lay er, ty pe = "sh"),' -o ', dow nd,
'TmpMosaic.hdf'),intern=F,mustWork = TRUE)
# resample using the parameterfile
if (w in) shell(str_c(mrtprefix , MRT, 'resample -p ', prffolder, 'MODIS_mosaik_subset.prm'),intern=T) # funktioniert
if (unix ) sy stem(str_c(mrtprefix , MRT, 'resample -p ', prffolder, 'MODIS_mosaik_subset.prm'),intern=T)
}
else # (for 1 tile, no mosaicing necessary )
{
#if(file.ex ists(str_c(dow nd, BLOCK1))&(file.info(str_c(dow nd, BLOCK1))[1,1]!= 0)){
# Mosaic the images to get the w hole area: see cmd: cd C: \Programme\MRT\bin>resample /?
print(str_c("Subsetting File ", BLOCK1)) if (w in) shell(str_c(mrtprefix , MRT, 'resample -p ', prffolder, 'MODIS_mosaik_subset.prm -i ', dow nd, BLOCK1),intern=F,mustWork =
TRUE)
if (unix )sy stem(str_c(mrtprefix ,MRT, 'resample -p ', prffolder, 'MODIS_mosaik_subset.prm -i ', dow nd, BLOCK1),intern=F,mustWork =
TRUE)
#}else{broken}
}
}else{print(str_c(nameparts[[1]],".", nameparts[2],".", nameparts[3]," ex ists or should not be mosaiced or resampled"))} # End of
mosaic "if"-task
} # End of entire for-loop
# end of script!
print("Finished dow nload and (optionally ) mosaiking/subsetting")
Proses download data MODIS, menggunakan script yang dapat dijalankan pada perangkat
lunak R-program dan digunakan bersama MODIS Re-projection Tool (MRT) untuk proses
penggabungan tiles.
Gambar 2.1. Program R Interface.
Page | 20
Cakupan citra MODIS untuk masing-masing pulau adalah: Pulau Sumatera memerlukan 4
tiles (h27v08, h27v09, h28v08, h28v09), Pulau Kalimantan memerlukan 4 grid, Pulau
Nusa tenggara memerlukan 4 Grid dan Pulau Papua Memerlukan 6 Grid. Berikut adalah
pembagian grid dari cakupan data MODIS:
Gambar 2.2. Grid horizontal dan vertical akusisi citra MODIS
2. Pengolahan Data MODIS
Pengolahan data MODIS melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Pembuatan data set (Stacking)
Produk data Terra-MODIS (MOD13Q1) dan Aqua-MODIS (MYD13Q1) memiliki
12 band yaitu, NDVI, EVI, VI Quality detailed QA, red reflectance (band1), NIR (band 2),
Blue (band 3), MIR (band 7), view zenith angle, sun zenith angel, relative azimuth angle,
composite day of the year, dan pixel reliability summary QA. Setiap perekaman data
dalam satu hari, data ini merekam 12 band tersebut, yang kemudian dibuat data set untuk
komposit 16 harinya yang menghasilkan 23 data pada tiap tahunnya (Tabel 1, Tabel 2 dan
tabel 3).
Tabel 1. Akusisi data mentah Citra Satelit MODIS
Tahun Jumlah RawData Jumlah Data
2008 92 23
2009 92 23
2010 92 23
2011 92 23
2012 84 21
Page | 21
b. Pemilihan data (Masking)
Produk data komposit 16 harian dari Terra/Aqua MODIS masih mengandung data
kurang baik yang disebabkan oleh adanya awan atau nilai reflektansi yang buruk, sehingga
perlu dilakukan pemilihan (masking) agar data yang didapat adalah data yang bagus saja.
Proses masking dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Er Mapper dan
digunakan beberapa formula sederhana untuk menghilangkan awan.
Tabel 2. MOD13Q1 Pixel Realibility
Pemilihan data didasarkan pada informasi data dari web MODIS, dimana band yang
menentukan adalah Pixel Reliability dan VI Quality. Pixel Realibility menunjukkan bahwa
jika nilainya 0 maka data dikatakan bagus, dan semakin tinggi nilai Pixel Realibility maka
data semakin tidak bagus. Sedangkan band VI Quality digunakan untuk masking, jika
ternyata hasil masking menggunakan Pixel Realibility masih kurang mencukupi untuk
mengetahui informasi tutupan lahan yang dibutuhkan. Data Aqua-MODIS digunakan, jika
setelah masking masih terdapat data kosong sehingga harus di fill menggunakan data
Aqua-MODIS.
Page | 22
Tabel 3. MOD13Q1 VI Quality
Sumber : https://lpdaac.usgs.gov
c. Penggabungan data (Mosaic)
Pengabungan data atau image atau mosaic citra adalah penggabungan beberapa citra yang
telah memiliki proyeksi yang sama, dengan penyesuaian nilai spektral dan dihasilkan citra
komposit merah, hijau dan biru yang siap untuk melakukan proses selanjutnya.
Page | 23
d. Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan dengan menggunakan metode komposit warna merah,
hijau dan biru dari band atau kanal yang tersedia pada citra modis. Pada layer merah
digunakan kanal/band Middle Infrared yang memiliki Kemampuan untuk
membedakan antara jenis tanah lahan kering ataupun lahan basah, layer hijau
digunakan kanal/band Near Infrared, Hijau, NDVI dan TVI yang dikombinasikan
dengan layer lainnya, kanal/band tersebut memiliki fungsi yang dapat membedakan
tipe vegetasi dan layer biru digunakan kanal/band biru yang berfungsi untuk
mengidentifikasi perairan.
e. Klasifikasi citra
Pada Analisis klasifikasi citra MODIS menggunakan metode kombinasi antara
metode klasifikasi terbimbing (Supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing
(Unsupervised classification) atau lebih dikenal dengan metode Klasifikasi Hybrid.
Klasifikasi terbimbing dilakukan dengan mengidentifikasi visual dari perbedaan warna
yang ada dari hasil penajaman citra, sedangkan klasifikasi tidak terbimbing dilakukan
pengkelasan nilai piksel menggunakan bantuan perangkat lunak pemroses citra, seperti Er
Mapper. Hasil Klasifikasi ditumpangsusunkan dengan data ketinggian untuk memperoleh
informasi jenis hutan dataran kering dan dataran basah.
f. Harmonisasi/Normalisasi Hasil Klasifikasi
Harmonisasi atau normalisasi dilakukan untuk mendapatkan hasil klasifikasi yang
konsisten sehingga dapat meminimalisasi kesalahan klasifikasi akibat dari perbedaan
waktu perekaman citra yang berdampak pada nilai reflektansi dari tiap piksel citra.
Normalisasi dilakukan dengan mengabungkan semua citra hasil klasifikasi dan dilakukan
analisis perubahan yang terjadi dari tahun ke tahunnya.
Page | 24
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses komposit citra dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa pilihan
kombinasi merah, hijau dan biru pada layer merah digunakan band Middle Infrared (MIR),
pada layer hijau digunakan Near Infrared (NIR) atau NDVI atau TVI, sedangkan layer biru
(Blue) menggunakan band biru. Hasil kombinasi untuk Pulau Sumatera menggunakan
kombinasi MIR, NIR and Blue disajikan pada Gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6.
III.1. PULAU SUMATERA
Gambar 3.1. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Sumatera Tahun 2008.
Page | 25
Gambar 3.2. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Sumatera Tahun 2009.
Page | 26
Gambar 3.3. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Sumatera Tahun 2010.
Page | 27
Gambar 3.4. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Sumatera Tahun 2011.
Page | 28
Gambar 3.5. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Sumatera Tahun 2012.
Perbedaan hasil kombinasi pada citra MODIS untuk Pulau Sumatera terjadi
dikarenakan pada proses tumpang susun data memiliki posisi layer yang berbeda tanggal
perekaman sehingga mengakibatkan perbedaan rona hasil pewarnaan pada citra
kompositnya, sebagai contoh: pada citra tahun 2008 layer pertama atau yang paling atas
menggunakan citra bulan Juni, dikarenakan citra bulan Juni memiliki penutupan awan
yang rendah, sedangkan pada tahun 2011 layer pertamanya pada bulan Agustus.
Page | 29
Hasil Klasifikasi
Analisis klasifikasi citra MODIS menggunakan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised
classification) menghasilkan 100 klas berdasarkan pada perbedaan nilai piksel yang ada,
dan dilakukan reklasifikasi menjadi 5 kelas penutupan lahan. Lima (5) kelas penutupan
lahan tersebut terdiri dari: Hutan, Semak Belukar, Lahan Pertanian, Lahan Terbuka, dan
Perairan. Kemudian citra hasil klasifikasi tersebut ditumpangsusunkan (overlay) dengan
data ketinggian untuk mendapatkan dataran kering dan dataran basah, sehingga hasil
klasifikasi penutupan lahannya terdiri dari : Hutan Lahan Kering, Hutan lahan Basah,
Gambar 3.6. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2008.
Page | 30
Semak Belukar, Lahan Terbuka dan Perairan. Tabel xx menunjukkan bahwa hasil analisis
penutupan lahan untuk Pulau Sumatera tahun 2008 memiliki 21,964,100.00 Ha (47.53%)
hutan lahan kering, 7,270,862.50 Ha Hutan Lahan Basah (15.73%), 8,176,450.00 Ha areal
Pertanian, 2,210,093.75 Ha Semak Belukar, 6,371,843.75 Ha Lahan terbuka dan Hasil
perhitungan luas dari hasil analisis
Gambar 3.7. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2009.
Page | 31
Gambar 3.8. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2010.
Page | 32
Gambar 3.9. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2011.
Page | 33
Gambar 3.10. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Sumatera Tahun 2012.
Hasil klasifikasi citra modis untuk Pulau Sumatera menunjukkan bahwa pada tahun
2008 memiliki luas hutan lahan kering 47.5%, hutan lahan basah 15.7%, dan areal lain
36.8%. pada tahun 2009 memiliki luas hutan lahan kering 40.5%, hutan lahan basah
15.6%, dan areal lain 43.9%., pada tahun 2010 memiliki luas hutan lahan kering 37.4%,
hutan lahan basah 14.9%, dan areal lain 47.7%., pada tahun 2011 memiliki luas hutan
lahan kering 32.7%, hutan lahan basah 12.8%, dan areal lain 54.5%. dan pada tahun 2012
memiliki luas hutan lahan kering 24.1%, hutan lahan basah 10.8%, dan areal lain 65.1%.
Page | 34
Tabel 4. Luasan Penutupan lahan Pulau Sumatera dan Persentasenya pada tahun 2008 -
2012
PENUTUPAN LAHAN 2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 %
HUTAN LAHAN KERING 21,964,100.00 47.5% 18,723,768.75 40.5% 17,365,118.75 37.4% 15,176,362.50 32.7% 11,270,050.00 24.1%
HUTAN LAHAN BASAH 7,270,862.50 15.7% 7,192,843.75 15.6% 6,922,250.00 14.9% 5,921,450.00 12.8% 5,034,393.75 10.8%
AREAL PERTANIAN 8,176,450.00 17.7% 8,740,012.50 18.9% 9,246,075.00 19.9% 15,771,450.00 34.0% 14,428,337.50 30.9%
SEMAK BELUKAR 2,210,093.75 4.8% 5,326,400.00 11.5% 4,797,406.25 10.3% 4,244,893.75 9.1% 6,048,887.50 13.0%
LAHAN TERBUKA 6,371,843.75 13.8% 6,037,437.50 13.1% 7,832,787.50 16.9% 4,995,518.75 10.8% 9,617,800.00 20.6%
PERAIRAN 219,300.00 0.5% 222,881.25 0.5% 254,587.25 0.5% 285,925.00 0.6% 273,262.50 0.6%
Total 46,212,650.00 100.0% 46,243,343.75 100.0% 46,418,224.75 100.0% 46,395,600.00 100.0% 46,672,731.25 100.0%
Gambar 3.11. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Sumatera Citra Modis Tahun 2008 -
2012.
0.00
2,500,000.00
5,000,000.00
7,500,000.00
10,000,000.00
12,500,000.00
15,000,000.00
17,500,000.00
20,000,000.00
22,500,000.00
HUTANLAHANKERING
HUTANLAHANBASAH
AREALPERTANIAN
SEMAKBELUKAR
LAHANTERBUKA
PERAIRAN
2008 2009 2010 2011 2012
Page | 35
III.2. PULAU KALIMANTAN
Gambar 3.12. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Kalimantan Tahun 2008.
Page | 36
Gambar 3.13. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Kalimantan Tahun 2009.
Page | 37
Gambar 3.14. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Kalimantan Tahun 2010.
Page | 38
Gambar 3.15. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Kalimantan Tahun 2011.
Page | 39
Gambar 3.16. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Kalimantan Tahun 2012.
Page | 40
Gambar 3.17. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2008.
Page | 41
Gambar 3.18. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2009.
Page | 42
Gambar 3.19. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2010.
Page | 43
Gambar 3.20. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2011.
Page | 44
Gambar 3.21. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Kalimantan Tahun 2012.
Pulau Kalimantan menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan
kering 48.1%, hutan lahan basah 14.8%, dan areal lain 37.1%, pada tahun 2009 memiliki
luas hutan lahan kering 48.0%, hutan lahan basah 14.4%, dan areal lain 37.6%., pada
tahun 2010 memiliki luas hutan lahan kering 47.6%, hutan lahan basah 14.0%, dan areal
lain 38.4%., pada tahun 2011 memiliki luas hutan lahan kering 46.1%, hutan lahan basah
12.6%, dan areal lain 41.3%. dan pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 41.8%,
hutan lahan basah 8.9%, dan areal lain 49.3%.
Hal. | 45
Tabel 5. Luasan Penutupan lahan Pulau Kalimantan dan Persentasenya pada tahun 2008 - 2012
PENUTUPAN LAHAN 2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 %
HUTAN LAHAN KERING 36,594,028.53 48.1% 36,516,394.89 48.0% 36,195,297.12 47.6% 35,117,099.64 46.1% 31,816,459.80 41.8%
HUTAN LAHAN BASAH 11,247,267.15 14.8% 10,965,923.37 14.4% 10,689,552.18 14.0% 9,595,019.43 12.6% 6,760,627.74 8.9%
SEMAK BELUKAR 3,602,922.93 4.7% 3,252,269.07 4.3% 5,488,881.57 7.2% 5,253,071.13 6.9% 7,988,191.65 10.5%
AREAL PERTANIAN 19,129,163.31 25.1% 19,514,561.31 25.6% 18,416,982.15 24.2% 20,632,511.16 27.1% 22,574,755.89 29.7%
LAHAN TERBUKA 2,497,584.78 3.3% 2,734,304.85 3.6% 2,403,370.44 3.2% 2,282,277.87 3.0% 3,430,034.91 4.5%
PERAIRAN 3,039,785.82 4.0% 3,127,299.03 4.1% 2,916,669.06 3.8% 3,230,773.29 4.2% 3,540,682.53 4.7%
Total 76,110,752.52 100.0% 76,110,752.52 100.0% 76,110,752.52 100.0% 76,110,752.52 100.0% 76,110,752.52 100.0%
Gambar 3.22. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Kalimantan dengan Citra Modis Tahun 2008 - 2012.
-
5,000,000.00
10,000,000.00
15,000,000.00
20,000,000.00
25,000,000.00
30,000,000.00
35,000,000.00
40,000,000.00
HUTAN LAHANKERING
HUTAN LAHANBASAH
SEMAK BELUKAR AREALPERTANIAN
LAHAN TERBUKA PERAIRAN
2008 2009 2010 2011 2012
Hal. | 46
III.3. PULAU NUSA TENGGARA
Gambar 3.23. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008.
Hal. | 47
Gambar 3.24. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009.
Hal. | 48
Gambar 3.25. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010.
Hal. | 49
Gambar 3.26. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011.
Hal. | 50
Gambar 3.27. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012.
Hal. | 51
Gambar 3.28. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008.
Hal. | 52
Gambar 3.29. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009.
Hal. | 53
Gambar 3.30. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010.
Hal. | 54
Gambar 3.31. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011.
Hal. | 55
Gambar 3.32. Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Modis Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012.
Hal. | 56
Pulau Nusa Tenggara menunjukkan bahwa pada tahun 2008 memiliki luas hutan lahan kering 49.5%, hutan lahan basah 1.2%, dan areal
lain 49.3%, pada tahun 2009 memiliki luas hutan lahan kering 48.1%, hutan lahan basah 1.0%, dan areal lain 50.8%., pada tahun 2010 memiliki
luas hutan lahan kering 44.8%, hutan lahan basah 0.9%, dan areal lain 54.3%., pada tahun 2011 memiliki luas hutan lahan kering 40.9%, hutan
lahan basah 0.9%, dan areal lain 58.3%. dan pada tahun 2012 memiliki luas hutan lahan kering 31.6%, hutan lahan basah 0.5%, dan areal lain
67.9%.
Tabel 6. Luasan Penutupan lahan Pulau Nusa Tenggara dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012
TUTUPAN LAHAN 2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 %
HUTAN LAHAN KERING
3,705,072.03 49.5% 3,602,905.92 48.1% 3,350,948.13 44.8% 3,057,379.83 40.9% 2,366,575.38 31.6%
HUTAN LAHAN BASAH
88,621.29 1.2% 77,803.74 1.0% 69,843.06 0.9% 64,392.57 0.9% 35,428.59 0.5%
SEMAK BELUKAR 483,578.91 6.5% 1,018,592.82 13.6% 403,757.46 5.4% 1,464,935.22 19.6% 1,559,375.55 20.8%
DAERAH PERTANIAN 359,824.68 4.8% 671,474.61 9.0% 522,446.76 7.0% 990,736.92 13.2% 1,197,736.47 16.0%
PADANG RUMPUT 2,323,041.93 31.0% 1,797,505.02 24.0% 2,639,731.68 35.3% 1,401,233.58 18.7% 2,035,261.08 27.2%
LAHAN TERBUKA 506,480.04 6.8% 296,890.92 4.0% 478,754.55 6.4% 485,574.75 6.5% 272,893.05 3.6%
PERAIRAN 16,916.04 0.2% 18,361.89 0.2% 18,053.28 0.2% 19,282.05 0.3% 16,264.80 0.2%
Total 7,483,534.92 100.0% 7,483,534.92 100.0% 7,483,534.92 100.0% 7,483,534.92 100.0% 7,483,534.92 100.0%
Hal. | 57
Gambar 3.33. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Nusa Tenggara dengan Citra Modis Tahun 2008 - 2012.
-
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
3,000,000.00
3,500,000.00
4,000,000.00
HUTAN LAHAN
KERING
HUTAN LAHAN
BASAH
SEMAK BELUKAR DAERAH
PERTANIAN
PADANG RUMPUT LAHAN TERBUKA PERAIRAN
2008 2009 2010 2011 2012
Hal. | 58
III.4. PULAU PAPUA
Gambar 3.34. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Papua Tahun 2008.
Hal. | 59
Gambar 3.35. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Papua Tahun 2009.
Hal. | 60
Gambar 3.36. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Papua Tahun 2010.
Hal. | 61
Gambar 3.37. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Papua Tahun 2011.
Hal. | 62
Gambar 3.38. Citra Komposite Merah, Hijau dan Biru (Middle Infrared, Near Infrared, Blue) Citra Modis
Pulau Papua Tahun 2012.
Hal. | 68
Tabel 7. Luasan Penutupan lahan Pulau Papua dan Persentasenya pada tahun 2008 – 2012
TUTUPAN LAHAN 2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 %
HUTAN LAHAN KERING 28,384,695.54 66.5% 27,645,119.37 64.7% 27,301,471.20 63.9% 26,662,680.09 62.4% 26,499,459.42 62.0%
HUTAN LAHAN BASAH 7,167,564.45 16.8% 7,017,381.54 16.4% 6,953,022.18 16.3% 6,894,425.97 16.1% 6,870,358.44 16.1%
SEMAK BELUKAR 2,897,675.37 6.8% 3,077,588.52 7.2% 3,231,752.58 7.6% 3,427,639.74 8.0% 3,472,745.40 8.1%
AREA PERTANIAN 1,174,715.46 2.8% 1,775,336.94 4.2% 1,917,056.16 4.5% 2,192,704.02 5.1% 2,643,178.23 6.2%
LAHAN TERBUKA 1,635,849.27 3.8% 1,724,472.18 4.0% 1,789,809.21 4.2% 2,013,784.74 4.7% 1,623,612.60 3.8%
PERAIRAN 1,446,776.64 3.4% 1,467,378.18 3.4% 1,514,165.40 3.5% 1,516,042.17 3.5% 1,597,922.64 3.7%
Total 42,707,276.73 100.0% 42,707,276.73 100.0% 42,707,276.73 100.0% 42,707,276.73 100.0% 42,707,276.73 100.0%
Gambar 3.44. Grafik Hasil Analisis Klasifikasi Tutupan Lahan Pulau Papua Citra Modis Tahun 2008 - 2012.
-
2,500,000.00
5,000,000.00
7,500,000.00
10,000,000.00
12,500,000.00
15,000,000.00
17,500,000.00
20,000,000.00
22,500,000.00
25,000,000.00
27,500,000.00
30,000,000.00
HUTAN LAHANKERING
HUTAN LAHANBASAH
SEMAK BELUKAR AREA PERTANIAN LAHAN TERBUKA PERAIRAN
2008 2009 2010 2011 2012
Hal. | 69
BAB IV. KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Hasil analisis penutupan lahan pulau sumatera, Kalimantan, nusa tenggara dan Papua dari
tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 dengan mempergunakan data satelit MODIS
Terra/Aqua dengan durasi 16 hari dapat memberikan informasi luasan dan sebaran tutupan
lahan secara berkelanjutan.
Informasi tutupan lahan yang dapat dianalisis terdiri dari Hutan Lahan Kering, Hutan
Lahan Basah, semak belukar, area pertanian, lahan terbuka dan perairan dengan persentase
luasannya pada tahun 2012 untuk pulau Sumatera pada Hutan Lahan Kering sebesar
24.1%, Hutan Lahan Basah sebesar 10.8%, semak belukar sebesar 13.0%, Areal Pertanian
sebesar 30.9%, lahan terbuka sebesar 20.6% dan perairan sebesar 0.6%; persentase
luasannya tahun 2012 untuk pulau Kalimantan pada Hutan Lahan Kering sebesar 41.8%,
Hutan Lahan Basah sebesar 8.9%, Semak Belukar sebesar 10.5%, Areal Pertanian sebesar
29.7%, lahan terbuka sebesar 4.5% dan perairan sebesar 4.7%; persentase luasannya tahun
2012 untuk pulau Nusa Tenggara pada Hutan Lahan Kering sebesar 31.6%, Hutan Lahan
Basah sebesar 0.5%, semak belukar sebesar 20.8%, Areal Pertanian sebesar 16.0%, lahan
terbuka sebesar 3.6% dan perairan sebesar 0.2%; persentase luasannya tahun 2012 untuk
pulau Papua pada Hutan Lahan Kering sebesar 62.0%, Hutan Lahan Basah sebesar 16.1%,
semak belukar sebesar 8.1%, Areal Pertanian sebesar 6.2%, lahan terbuka sebesar 3.8%
dan perairan sebesar 3.7%.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh juga informasi pernurunan luasan penutupan hutan
lahan kering untuk pulau Sumatera dari tahun 2008 hingga 2012 sebesar 23.4%, untuk
pulau Kalimantan dari tahun 2008 hingga 2012 sebesar 6.3%, untuk pulau Nusa Tenggara
dari tahun 2008 hingga 2012 sebesar 17.9% dan pulau Papua dari tahun 2008 hingga 2012
sebesar 4.5%. hasil perubahan penutupan lahan hutan lahan kering di pulau Papua
memiliki nilai terendah dan pulau Sumatera memiliki nilai perubahan penutupan hutan
lahan kering terbesar.
4.2. Saran
Data citra satelit MODIS Terra/Aqua dapat digunakan untuk kegiatan pemantauan
penutupan lahan dalam skala pulau maupun Provinsi. Penggunaan data MODIS dalam
resolusi temporal 8 hari dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari hasil
analisisnya.
Hal. | 70
Daftar Pustaka
Lillesand TM and Kiefer RW. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. Jhon
Wiley&Son Inc. New York.
Prahasta Eddy. 2008, Remote Sensing, Praktis Penginderaan Jauh & Pengolahan data Citra
Dijital dengan Perangkat Lunak ER Mapper, Informatika Bandung.
Purwadhi, Sri Hadiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. Grasindo. Jakarta.