Upload
evapuspitasari
View
38
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ju
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUHU TUBUH
PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2013
Disusun oleh:
ZAHRO ABDANI FAUZI
107101001774
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu
Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ini
merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli
penulis atau jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 2013
Zahro Abdani Fauzi
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2013
Zahro Abdani Fauzi, NIM: 107101001774
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUHU TUBUH
PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2013
xii + 65 halaman, 12 Tabel, 2 gambar
Fluktuasi suhu tubuh akibat aktifitas fisik dan suhu lingkungan tetap dijaga agar tetap dalam
batas normal sekitar 37o
C. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 8 pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat didapatkan 2 pekerja yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o
C.
Dalam Physiological Strain Index suhu tersebut sudah termasuk dalam kategori heat strain ringan,
dimana pekerja mulai mengeluhkan pusing, kelelahan dan banyak berkeringat. Ketika fluktuasi suhu
inti tubuh melebihi batas suhu normal beberapa gangguan kesehatan atau bahkan kematian dapat
terjadi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di
kecamatan Ciputat. Dilaksanakan pada bulan Februari Juli 2013 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 59 orang dari total populasi sebesar 109 orang pekerja yang telah memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara variabel
tekanan panas, usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh dengan suhu tubuh pekerja. Pengukuran
suhu tubuh pekerja dilakukan dengan menggunakan termometer. Penentuan tekanan panas berdasarkan
Indeks Suhu Basah dan Bola lingkungan dan beban kerja. Pengukuran ISBB lingkungan dilakukan
dengan menggunakan Quest Temp 34o sedangkan pengukuran beban kerja dilakukan dengan observasi
dan wawancara estimasi energi berdasarkan tabel standar analisis tugas NIOSH (1986). Pengukuran
IMT dilakukan dengan mengunakan meteran dan timbangan berat badan. Untuk usia dan jenis kelamin
diketahui melalui wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 39 dari 59 pekerja (66,1%) yang memiliki
suhu tubuh lebih dari atau sama dengan 37,6o C. Hasil uji statistik dengan 5% menyatakan bahwa
tekanan panas berhubungan signifikan dengan suhu tubuh pekerja (P-value = 0,024).
Untuk mengurangi dan menanggulangi tekanan di tempat kerja pabrik tahu disarankan bagi
pabrik untuk mengganti cara memasak yang tradisional dengan menggunakan teknik uap seperti pabrik
tahu yang lain. Selain itu pemilik pabrik juga dianjurkan untuk membuat desain tempat kerja dengan
menambah jarak dari sumber panas atau memberikan dinding/papan penghalang, menetapakan jadwal
kerja, menyediakan alat bantu pesawat sederhana dan memberikan pelatihan praktik kerja aman bagi
pekerja. Untuk menghindari fluktuasi suhu tubuh yang berlebihan akibat bahaya paparan tekanan
panas disarankan bagi pekerja pabrik tahu untuk mengambil jeda setiap satu jam kerja dan menjaga
konsumsi air minum.
Kata Kunci: Suhu tubuh, Heat Stress, Heat Strain
Daftar Bacaan: 45 (1978 - 2012)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH, OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Skripsi, July 2013
Zahro Abdani Fauzi, NIM: 107101001774
Some Factors Related To Workers Body Temperature at Tofu Factory In
Kecamatan Ciputat Year 2013
xii + 65 Pages, 12 Tables, 2 Images
The fluctuation of body temperature caused by physical activities and environmental
temperature should be maintained in order to be at the normal limit, it is around 37 C. Based on the
preliminary study that has been done to 8 workers at Tofu factory in Kecamatan Ciputat, it was found
that there are 2 workers whose body temperature is above 37,6o C. Based on Physiological Strain
Index, that temperature is categorized as light heat strain, where the worker starts to feel dizziness,
tiredness, and over-sweat. When the fluctuation of the main body temperature exceeds the normal
temperature limit, some health disorders or even death can happen.
This research is quantitative, it used the cross sectional design which aimed to know the
factors that are related to the workers body temperature at Tofu factory in Kecamatan Ciputat. This study was done in February July 2013. The number of the sample is 59 workers from the total population 109 workers who have met the inclusive and exclusive criteria. Statistical examination was
done by using Chi Square to know the relationship between the Heat Stress, age, sex, body mass index,
and the workers body temperature. The measurement of workers body temperature was done using a thermometer. The determination of heat stress was based on Wet Bulb and Globe Temperature
(WBGT) and the workload. The measurement of WBGT environment was done using Quest Temp 34,
while the measurement of the workload was done using observation and interview of energy
estimation based on the standard table of assignment analysis NIOSH (1986). The measurement of
IMT or body mass index was done using height measuring equipment or stadiometers and body mass
scale. The age and sex of the sample was known from the interview.
Based on the result of the study, it was found that 39 out of 59 workers (66,1%) whose body
temperature is 37,6 C or more than that. The result of statistical test with 5% stated that heat stress has significant relation with workers body temperature (P-value = 0,024).
To decrease and prevent the work pressure in the tofu factory, it is suggested for the factory to
change the traditional cooking method into steam technique like the other tofu factory does. Moreover,
the factory owner should design the work place by adding the space from the heat source or giving a
wall/preventive board, determine the work schedule, provide the simple equipment and give the
practical work training, which is safe for workers. To avoid the excessive fluctuation of body
temperature caused by the danger of heat stress exposure, it is suggested for workers at tofu factory to
take a short break every hour and keep the water consumption.
Keywords: Body Temperature, Heat Stress, Heat Strain
Reading List: 45 (1978-2012)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Zahro Abdani Fauzi
TTL : Ponorogo, 23 April 1989
Agama : Islam
No Telp : (0352) 313317 / 085310655477
Email : [email protected] / [email protected]
Alamat : Jln Menur No. 23 RT 02/01 Ds. Gandu Kec. Mlarak Kab. Ponorogo.
Riwayat Pendidikan
Tahun Riwayat Pendidikan
19931995 RA MUSLIMAT Gandu
19952001 MI MAARIF Gandu
20012004 MTs AL-ISLAM Joresan
20042007 MA AL-ISLAM Joresan
2007Sekarang S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengalaman Organisasi
Tahun Pengalaman Organisasi
2007Sekarang CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20092010 Dep SosLing CSS MORA UIN Jakarta
20062007 Ketua Bagian Bahasa PonPes AL-ISLAM Joresan
20062007 Anggota Jumiyyatul Qurra Ponpes AL-ISLAM Joresan
20042005 Anggota Forum Ilmiah Santri Ponpes AL-ISLAM Joresan
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan
semesta alam, Yang mengajar (manusia) dengan perantara Qalam. Atas limpahan
rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini tanpa halangan. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW. Dialah Nabi akhir zaman, suri tauladan bagi
umatnya di setiap ihwal kehidupan. Beliaulah kotanya ilmu, dengan penuh kasih
sayang beliau mengajarkan bagaimana berjuang mencari ilmu.
Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Tidak terlepas atas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memberi
masukan dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu tercinta Asna Saadah yang senantiasa memberikan kasih sayangnya.
Selalu memotivasi penulis untuk selalu bangkit dan mendoakan demi
kebaikan dan kelancaran urusan penulis.
2. Ayah Misgiat Fauzi, Kakek Imam Syafaat, adik Alan Amani, Atqiya
Muslihati dan Award el-Hakam yang selalu mendukung dan mendoakan
penulis.
3. dr. Yuli Satar, MARS selaku pembimbing skripsi I. Terima kasih atas
ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang diberikan
dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya.
4. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku pembimbing skripsi II. Terima
kasih atas ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang
viii
diberikan dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya.
5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D, Ibu Fase Badriah, SKM,
M.Kes, Ph.D dan Ibu Izzatu Millah, SKM, M.KKK selaku penguji skripsi
ini. Semoga ilmu yang diberikan menjadi kebaikan dan bekal yang
bermanfaat untuk penulis.
6. Ibu Febrianti, SP, MKM selaku Kepala Prodi Kesehatan Masyarakat
beseta dosen-dosen lainnya.
7. Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan
kesempatan bagi para santri-santri berprestasi untuk menuntut ilmu seluas-
luasnya melalui program beasiswa S1. Semoga ilmu yang didapat para
santri dapat berguna bagi Masyarakat, Bangsa, Negara, dan Agama.
8. Bapak Gozali yang selalu membantu dalam hal persuratan dan perizinan
pada penulis. Semoga atas keikhlasannya beliau mendapat balasan dari
Allah SWT.
9. Nur Najmi Laila, SKM selaku laboran yang membantu setiap hal teknis
lapangan dan seluruh teman angkatan K3 2007.
10. Sahabat Nurli Faiz, Muhammad Wahid Muslim, Moch Syamsul MH serta
seluruh teman CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Banyak
kekurangan dan kesalahan di dalamnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pribadi juga semua
pembaca. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan dalam hidup kita. Amiin.
Ciputat, Juli 2013
Zahro Abdani Fauzi
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI .................................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 4
1.3. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 5
1.4. Tujuan penelitian ................................................................................. 6
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................ 6
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.5.1. Manfaat Bagi Pekerja Pabrik Tahu ............................................ 7
1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti ................................................................ 7
1.5.3. Manfaat Bagi Fakultas ............................................................... 7
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
2.1. Sistem Termoregulasi Manusia ........................................................... 9
2.2. Mekanisme Perpindahan Panas ........................................................... 9
2.3. Heat Stress dan Heat Strain ............................................................... 12
2.3.1. Definisi Heat Stress dan Heat Strain........................................ 12
2.3.2. Dampak Kesehatan Yang Ditimbulkan (Heat Stress dan Heat
Strain)........................................................................................ 13
2.3.3. Evaluasi Heat Stress dan Heat Strain ....................................... 14
2.3.3.1. Mengukur Heat Stress ................................................. 14
2.3.3.2. Mengukur Heat Strain ................................................. 17
2.4. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh..................... 19
2.4.1. Tekanan Panas (Heat Stress) .................................................... 19
2.4.2. Usia ........................................................................................... 20
2.4.3. Jenis Kelamin ........................................................................... 21
x
2.4.4. Indeks Massa Tubuh (IMT) ...................................................... 21
2.4.5. Kondisi Kesehatan .................................................................... 22
2.4.6. Tingkat Aklimatisasi ................................................................ 23
2.4.7. Konsumsi Alkohol .................................................................... 23
2.4.8. Pakaian Kerja............................................................................ 23
2.5. Pengendalian dan Penanggulangan Heat Stress & Heat Strain ......... 23
2.6. Kerangka Teori ................................................................................... 26
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS .............................................................................................. 27
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................... 27
3.2. Definisi Operasional ........................................................................... 29
3.3. Hipotesis ............................................................................................. 31
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 32
4.1. Rancangan Penelitian ......................................................................... 32
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 32
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 32
4.4. Sumber Data ....................................................................................... 34
4.5. Metode Pengambilan Data ................................................................. 34
4.6. Pengolahan Data ................................................................................. 38
4.7. Analisis Data ...................................................................................... 39
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 41
5.1. Gambaran Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat ................................... 41
5.2. Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu ............................................ 42
5.2.1. Persiapan................................................................................... 42
5.2.2. Penggilingan ............................................................................. 42
5.2.3. Pemasakan ................................................................................ 43
5.2.4. Penyaringan .............................................................................. 43
5.2.5. Pengendapan ............................................................................. 44
5.2.6. Pencetakan ................................................................................ 45
5.3. Gambaran Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan
Ciputat Tahun 2013 ............................................................................ 45
5.4. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu
Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ........ 46
5.4.1. Tekanan Panas .......................................................................... 47
5.4.2. Usia ........................................................................................... 48
5.4.3. Jenis Kelamin ........................................................................... 49
xi
5.4.4. Indeks Massa Tubuh ................................................................. 49
5.5. Analisis Bivariat Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun
2013 .................................................................................................... 50
5.5.1. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun
2013 .......................................................................................... 50
5.5.2. Hubungan Antara Usia Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ................................. 51
5.5.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ......... 51
5.5.4. Hubungan Antara IMT Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ................................. 52
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................... 53
6.1. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 53
6.2. Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun
2013 .................................................................................................... 53
6.3. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh Pekerja
Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ................................ 54
6.4. Hubungan Antara Usia Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ............................................ 59
6.5. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh Pekerja
Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ................................ 60
6.6. Hubungan Antara IMT Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ............................................ 61
BAB VII PENUTUP ................................................................................................ 63
7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 63
7.2. Saran ................................................................................................... 64
7.2.1. Bagi Pengusaha ........................................................................ 64
7.2.2. Bagi Pekerja.............................................................................. 64
7.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 66
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas........................ 16
Tabel 2.2. Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB ..................................................... 17
Tabel 2.3 Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh ........ 18
Tabel 2.4 Gejala Heat Strain ...................................................................................... 19
Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................................. 29
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimal Penelitian ......................................... 34
Tabel 5.1 Daftar Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat dan Jumlah Pekerjanya
Tahun 2013 ................................................................................................ 41
Tabel 5.2 Distribusi Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat
Tahun 2013 ................................................................................................ 46
Tabel 5.3 Distribusi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 .......................... 47
Tabel 5.4 Distribusi Beban Kerja Berdasarkan Perhitungan Kalori/Jam Pekerja ...... 48
Tabel 5.5 Gambaran ISBB Lingkungan Kerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat .. 48
Tabel 5.6 Hubungan Beberapa Faktor Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ................................................... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 28
Gambar 5.1 Proses Produksi Tahu ............................................................................. 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia mempertahankan suhu inti tubuh tetap konstan sekitar 37o
C agar
organ-organ vital tubuh dapat terus berfungsi normal (Ministry of Bussines,
Innovation and Employment, 2012). Fluktuasi suhu inti tubuh akibat aktifitas fisik
dan suhu lingkungan tetap dijaga agar tetap dalam batas normal. Ketika fluktuasi
suhu inti tubuh melebihi batas suhu normal beberapa gangguan kesehatan atau
bahkan kematian dapat terjadi.
Masalah lingkungan panas lebih sering ditemukan daripada lingkungan dingin.
Terpapar oleh suhu lingkungan yang tinggi selama bekerja merupakan suatu keadaan
yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan.
Peningkatan suhu lingkungan 5,5o
C dari suhu nyaman (24-26o
C) dapat menurunkan
produktifitas kerja 30% (Livchak, 2005). Risiko tingkat cedera kerja dalam
lingkungan panaspun juga dapat meningkat seiring ketidaknyamanan pekerja
terhadap suhu lingkungan (Onder dan Sarac, 2005). Selain dapat mengganggu
kenyamanan, bekerja di lingkungan yang suhunya suhu tinggi juga dapat
meningkatkan tekanan terhadap mekanisme sistem pertahanan suhu tubuh sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan (OSHS, 1997). Hasil penelitian di Amerika
menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh tekanan panas
(Moreau dan Daater, 2005 dalam Arief, 2012). Sedangkan di Jepang dari tahun 2001-
2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena penyakit
2
akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal (Kamijo dan Nose , 2006 dalam
Arief, 2012).
Tingginya potensi bahaya pada lingkungan kerja panas tersebut perlu
diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap
terjaga. Untuk mencegah hal-hal diatas Pemerintah telah membuat Undang-Undang
keselamatan dan kesehatan kerja khususnya pada Permenaker No : Per
13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika dilingkungan kerja.
Dalam peraturan tersebut pemerintah menetapkan standar suhu lingkungan
berdasarkan kategori beban kerja dan pola istirahat kerja yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Realitanya belum banyak perusahaan yang menerapkan peraturan tersebut.
Salah satunya adalah industri tahu di Kecamatan Ciputat. Industri ini tergolong dalam
industri skala kecil dan menengah dengan jumlah pekerja dibawah 100 orang.
Perkembangan industri ini cukup subur karena luwes dalam hal tenaga kerja dan tidak
terlalu mementingkan keahlian khusus dalam seleksi karyawan. Namun hal ini tidak
diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran pengusaha terhadap potensi bahaya
yang dapat mengganggu proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja yang
sewaktu-waktu dapat mengakibatkan kecelakaan dan merugikan jiwa manusia (Agati,
2003).
Salah satu kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak
bahaya terhadap kesehatan pekerja pabrik tahu adalah iklim kerja panas (Santoso,
2008). Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di dua tempat pabrik tahu di
3
Kecamatan Ciputat didapatkan rata-rata hasil Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
lingkungan kerja 31o C dengan beban kerja sedang. Dibandingkan dengan standar
iklim kerja Per 13/Men/X/2011 hasil ini sudah melebihi NAB. Hal ini cukup
berpotensi untuk meningkatkan suhu tubuh pekerja. Dari hasil pengukuran suhu
tubuh 8 pekerja didapatkan 2 pekerja yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o C. Dalam
standar kategori Physiological Strain Index (Moran, 1998) suhu tersebut sudah
termasuk dalam kategori heat strain ringan, dimana pekerja mulai mengeluhkan
pusing, kelelahan dan banyak berkeringat. Dari hasil wawancara ternyata rata-rata
pekerja juga mengeluhkan hal tersebut.
Selain faktor lingkungan kerja panas, terdapat beberapa faktor lain yang
berhubungan dengan suhu tubuh pekerja. Seperti dalam penelitian Sari (2007) yang
menyebutkan bahwa 75% dari 20 responden pekerja PT Indocement Tunggal
Prakarsa yang bekerja diarea boiler dan mechanist dengan suhu panas diatas NAB
juga mengalami peningkatan suhu tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) pekerja dalam
penelitian Sari (2007) berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh pekerja. Dalam
penelitian Gusman (2008) di sebuah industri logam di Cirebon disebutkan bahwa
faktor umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan peningkatan suhu tubuh
pekerja.
Masalah tekanan panas yang dialami beberapa pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat menjadi salah satu potensi bahaya yang perlu untuk diteliti.
Ditambah lagi belum ada penelitian yang membahas tentang potensi bahaya tersebut
terhadap suhu tubuh pekerja, menjadikan penelitian lebih lanjut perlu untuk
dilakukan. Dengan harapan nantinya dapat memberikan sumbangsih penelitian
4
mengenai kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja pabrik tahu dan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN. Atas dasar pertimbangan inilah penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat ini dilaksanakan.
1.2. Rumusan Masalah
Pentingnya pengendalian bahaya lingkungan panas dan upaya kesehatan kerja
di industri tahu di Kecamatan Ciputat masih belum banyak diperhatikan oleh
pengelola dan tenaga kerja. Kondisi lingkungan kerja yang sehat dan nyaman masih
jarang ditemukan di beberapa pabrik tahu di Kecamatan Ciputat. Intensitas beban
kerja yang cukup berat dan suhu lingkungan yang cukup tinggi menjadikan tekanan
panas di dua pabrik tahu di Kecamatan Ciputat melebihi batas NAB yang ditetapkan
Pemerintah. Hal ini dapat berpengaruh terhadap keseimbangan suhu tubuh pekerja.
Bila ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan serangkaian penyakit akibat panas yang
sangat merugikan bagi kesehatan pekerja dan menurunkan produktifitas kerja.
Tingginya potensi bahaya tersebut ditambah belum adanya penelitian sejenis yang
membahas tentang pabrik tahu di Kecamatan Ciputat menjadikan penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013 perlu dilaksanakan.
5
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran usia pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat
tahun 2013?
4. Bagaimana gambaran jenis kelamin pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013?
5. Bagaimana gambaran IMT pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat
tahun 2013?
6. Apakah terdapat hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh
pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?
7. Apakah terdapat hubungan antara usia dengan suhu tubuh pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?
8. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh
pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?
9. Apakah terdapat hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?
6
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013.
2. Diketahuinya gambaran tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013.
3. Diketahuinya gambaran usia pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat
tahun 2013.
4. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pekerja pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat tahun 2013.
5. Diketahuinya gambaran IMT pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat
tahun 2013.
6. Diketahuinya hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
7. Diketahuinya hubungan antara usia dengan suhu tubuh pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
8. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
7
9. Diketahuinya hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pada pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Bagi Pekerja Pabrik Tahu
Diharapkan pekerja pabrik tahu dapat mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan suhu tubuh, sehingga dapat lebih waspada terhadap kondisi
dan hal-hal yang dapat menimbulkan tekanan panas yang berlebihan yang sewaktu-
waktu dapat mengganggu keseimbangan suhu tubuh pekerja.
1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu, serta sebagai penerapan ilmu
yang telah didapat selama kuliah.
1.5.3. Manfaat Bagi Fakultas
Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja dalam hal kesehatan pekerja pabrik tahu.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan februari sampai juli tahun 2013 di
seluruh lokasi pabrik tahu di Kecamatan Ciputat. Dengan tujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu. Sifat
penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional terhadap
59 pekerja.
8
Penelitian ini dilaksanakan karena berdasarkan studi pendahuluan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil bahwa rata-rata tekanan panas dibeberapa titik yang ada
di dua pabrik tahu di Kecamatan Ciputat melebihi batas NAB (31oC ISBB dengan
beban kerja sedang). Begitu juga hasil pengukuran suhu tubuh terhadap delapan
pekerja pabrik didapatkan dua pekerja yang memiliki suhu tubuh lebih dari 37,6oC
(heat strain ringan), dimana rata-rata pekerja dalam wawancara mengeluhkan pusing,
kelelahan dan banyak berkeringat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Diambil dari
hasil observasi dan pengukuran langsung terhadap responden. Data hasil tersebut
akan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dianalisa dengan uji
statistik menggunakan rumus chi square untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Termoregulasi Manusia
Suhu tubuh dipertahankan tetap konstan (homeotherm) sekitar 37o
C dalam
berbagai kondisi lingkungan oleh sistem pengaturan suhu (Hunt, 2011). Sistem
pengaturan suhu (thermoregulatory system) tersebut diatur oleh hypothalamus di
otak. Hypothalamus mengatur tekanan otot, tekanan pembuluh darah dan pengaturan
kelenjar keringat. Hypothalamus memiliki kemampuan merespon panas dan dingin
yang berfungsi menerima informasi suhu tubuh dan mengirimkan pesan kekulit, otot
dan organ lainnya untuk mengatur suhu tubuh agar tetap normal (LaDou, 2006).
Suhu tetap merupakan kesetimbangan antara panas yang dihasilkan didalam
tubuh dengan panas yang dikeluarkan ke lingkungan (Sumamur, 1996). Ketika suhu
tubuh meningkat, otak memberikan pesan untuk mengeluarkan keringat dan
meningkatkan aliran darah dikulit. Dan ketika suhu turun, otak memberikan pesan
untuk menurunkan aliran darah dan menggigil (Kenney dalam Hunt, 2011).
2.2. Mekanisme Perpindahan Panas
Tubuh menjaga suhu konstan agar sistem organ tubuh dapat berfungsi optimal.
Ketika panas terus diproduksi oleh tubuh, panas yang hilang ke lingkungan harus
tetap seimbang untuk mencegah fluktuasi kenaikan suhu inti tubuh (Hunt, 2011).
Seluruh proses biologis seperti aktifitas mekanis, reaksi kimia dan transpor aktif
memerlukan energi dalam bentuk Adenosine Triphosphate (ATP). Karbohidrat,
lemak dan protein dalam makronutrien dibongkar untuk proses metabolisme dan
10
menghasilkan energi. Sekitar 40% dari energi ini disimpan dalam rantai ATP yang
mana dapat digunakan untuk aktifitas eksternal. Sedangkan 60% sisanya keluar
sebagai panas (McArdle dalam Hunt, 2011). Metabolisme basal diperlukan tubuh
untuk menjaga kelangsungan hidup. Dari metabolisme basal tersebut tubuh selalu
menghasilkan panas. Dalam keadaan istirahat sekitar 1,2 kkal/menit energi panas
dihasilkan dalam metabolisme. Sedangkan dalam beraktifitas, metabolisme dapat
lebih meningkat (Nadel dalam Hunt, 2011). Untuk mencegah efek yang merugikan
dari naiknya suhu inti tubuh yang melebihi batas aman, jumlah panas yang dihasilkan
harus seimbang dengan jumlah panas yang hilang.
Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa panas mengalir dari tubuh
yang panas ke lingkungan yang dingin (Parsons, 2003). Dari proses ini, terdapat
beberapa cara panas untuk mengalir dari permukaan kulit ke lingkungan, yaitu
melalui cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Parsons, 2003).
Konduksi merupakan proses transfer panas melalui kontak langsung antara dua
permukaan benda. Melalui konduksi, udara disekitar tubuh menjadi hangat karena
menyeimbangkan suhu kulit. Proses ini dapat menjadi buruk bila lingkungan
memiliki tingkat panas yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan
kulit (McArdle dalam Hunt, 2011).
Agar panas yang hilang tetap kontinyu ke lingkungan, pergerakan udara sekitar
tubuh harus terus mengalir. Hal ini bertujuan agar uap air dan gas sekitar tubuh terus
berganti. Proses perpindahan panas dari tubuh kelingkungan dengan melibatkan
gerakan media itu sendiri dikenal sebagai konveksi (McArdle dalam Hunt, 2011).
11
Hilangnya panas dari tubuh juga dapat terjadi melalui radiasi. Dengan radiasi,
gelombang elektromagnetik panas menyebar dari permukaan kulit yang hangat ke
permukaan dingin di dekatnya yang tidak bersentuhan langsung dengan individu.
Pada saat istirahat, sebagian besar panas hilang melalui radiasi (McArdle dalam Hunt,
2011).
Cara terakhir hilangnya panas dari tubuh adalah evaporasi. Ketika terpapar
lingkungan yang panas, tubuh akan memproduksi keringat yang menyebar di seluruh
permukaan kulit. Air keringat menyerap panas dari tubuh. Yang mana dengan panas
tersebut keringat mendapatkan energi kinetik untuk menguap. Uap air masuk udara
dan menjauhi tubuh sehingga panas tubuh menjadi berkurang. Dalam jumlah kecil,
hilangnya panas melalui proses penguapan juga terjadi di paru-paru selama respirasi.
Dimana udara yang masuk menjadi hangat dan lembab sebelum dihembuskan
(Brooks dalam Hunt, 2011).
Berikut ini rumus keseimbangan suhu tubuh dapat diperoleh melaui persamaan
berikut:
M W = Cres+ Eres + K + C+ R + E + S
Dimana:
M = rata-rata metabolisme C = konveksi
W = kekuatan mekanis (aktifitas) R = radiasi
Cres = konveksi dari pernapasan E = evaporasi
Eres = evaporasi dari pernapanasan S = Panas tubuh
K = konduksi
Sumber: International Organization for Standardizations 2004
12
2.3. Heat Stress dan Heat Strain
2.3.1. Definisi Heat Stress dan Heat Strain
Tekanan panas (Heat Stress) menurut Sumamur (1996) adalah kombinasi
dari temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi
dengan produksi panas oleh tubuh. Dalam pengertian lain menurut (ACGIH 2001),
tekanan panas merupakan batasan kemampuan pekerja dalam menerima panas dari
kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor
lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi
perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress mendekati
batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan
meningkat.
Sedangkan pengertian heat strain menurut DiCorleto dalam Hunt (2011)
adalah gambaran respon fisiologis tubuh akibat terpapar tekanan panas. MBIE
(2012) menjelaskan bahwa manusia menjaga suhu inti tubuh tetap konstan sekitar
37oC agar organ vital tubuh dapat berfungsi normal. Ketika tubuh terpapar tekanan
panas, sistem fisiologis tubuh akan merespon untuk mempertahankan suhu inti
tubuh agar tetap dalam batas suhu konstan tersebut dengan meningkatkan proses
hilangnya panas melalui berkeringat. Ketika proses hilangnya panas ini seimbang
dengan produksi panas tubuh, suhu tubuh akan stabil. Namun jika tidak seimbang,
suhu tubuh akan terus naik melebihi batas suhu yang aman bagi tubuh (DiCorleto
dalam Hunt, 2011).
13
2.3.2. Dampak Kesehatan Yang Ditimbulkan (Heat Stress & Heat Strain)
Paparan panas terhadap tubuh secara akumulatif dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan. Menurut Arief (2012) masalah kesehatan yang terjadi
akibat heat strain adalah:
1. Heat Rash
Merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit
akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi
lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian.
Penyakit ini mungkin terjadi pada sebagaian kecil area kulit atau bagian
tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi keringat
tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.
2. Heat Syncope
Adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan
ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas
pada waktu yang cukup lama.
3. Heat Cramp
Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kaki, tangan
dan abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan
karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja
fisik yang berat di lingkungan yang panas.
4. Heat Exhaustion
Diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi
ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari
14
air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat
sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan
cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37C - 40C).
5. Heat Stroke
Adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait
dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini
dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah
detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40oC atau lebih, panas, kulit
kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di
tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing, kebingungan mental
dan pingsan.
2.3.3. Evaluasi Heat Stress dan Heat Strain
2.3.3.1. Mengukur Heat Stress
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, bahwa tekanan panas
merupakan kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan
gerakan udara dan suhu radiasi dengan produksi panas oleh tubuh. Pemenaker
2011 telah menetapkan Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe
Temperature) yang selanjutnya disingkat ISBB sebagai standar pengukuran panas
dilingkungan.
Menurut Permenaker No: 13/Per/X/2011, ISBB adalah parameter untuk
menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara
kering, suhu basah alami dan suhu bola. Pengukuran ISBB menurut OSHA dapat
15
dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-waktu
paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu
minimal 60 menit. Sedangkan untuk pajanan yang terputus-putus minimal selama
120 menit.
Hasil ISBB adalah nilai derajat suhu dalam Celsius. Dengan perhitungan
rumus sebagai berikut:
1. ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.
2. ISBB untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.
Sedangkan pengukuran produksi panas tubuh metoda yang bisa
digunakan adalah dengan melakukan estimasi panas metabolik (beban kerja),
yaitu dengan menggunakan tabel pengeluaran energi dan melakukan analisis
tugas (NIOSH, 1986).
16
Tabel 2.1
Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas
A. Body position and movement Kcal/min *
Sitting
Standing
Walking
Walking uphill
0,3
0,6
2,0 3,0 Add 0,8 per meter
rise
B. Type of work Average Kcal/min Range Kcal/min
Hand work
Light
Heavy
Work one arm
Light
Heavy
Work both arm
Light
Heavy
Work whole body
Light
Moderate
Heavy
Very heavy
0,4
0,9
1,0
1,8
1,5
2,5
3,5
5,0
7,0
9,0
0,2 1,2
0,7 2,5
1,0 3,5
2,5 9,0
C. Basal metabolism 1,0
D. Sample calculation ** Average Kcal/min
Assembling work with heavy hand
tools
Standing
Two arm work
Basal metabolism
Total
0,6
3,5
1,0
5,1
* For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1,8 m2 body surface (19,4 lt
2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial
screening
Sumber: Criteria for a recommended standard, Occupational Exposure to Hot
Evironments, Revised Criteria 1986, NIOSH.
Setelah hasil ISBB lingkungan dan beban kerja didapatkan, langkah
selanjutnya adalah membandingkan dengan standar Permenaker No 13/X/2011
tentang iklim kerja.
17
Tabel 2.2
Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB
Pengaturan waktu kerja
setiap jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31,0 28,0 -
50 % - 75% 31,0 29,0 27,5
25% - 50% 32,0 30,0 29,0
0% - 25% 32,2 31,1 30,5
Sumber : Permenaker No. Per-13/MEN/X/2011.
Catatan:
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori 200 kkal / jam.
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 - 350 kkal/ jam.
- Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 - 500 kkal /jam.
2.3.3.2. Mengukur Heat Strain
Menurut OSHA (2012) mengukur heat strain dapat dilakukan dengan
pemantauan denyut jantung, suhu inti tubuh dan keluhan subjektif pekerja.
pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara mengukur recovery heart rate.
Yaitu jenis pengukuran denyut jantung untuk mengevaluasi pengendalian tekanan
panas. Dengan denyut jantung setelah kerja (HRR1) tidak boleh melebihi 110
beats per minute (bpm). Atau HRR3 pada menit ketiga tidak melebihi 90 bpm.
Atau selisih HRR1 dengan HRR3 tidak boleh melebihi 10 bpm.
Pengukuran heat strain selanjutnya yaitu pemantauan suhu inti tubuh
(Core Body Temperature). Merupakan pengukuran utama untuk mengevaluasi
heat strain. Untuk mendapatkan gambaran suhu inti tubuh, dapat dilakukan
pengukuran suhu pada daerah esofagus atau daerah rektal. Namun dalam
18
penelitian di lapangan, dua area tersebut menjadi kendala karena alasan
ketidaknyamanan, faktor keamanan, ketidakmauan partisipan untuk dilakukan
pengukuran dan membatasi aktifitas gerak partisipan. Sehingga beberapa tahun
terakhir digunakanlah pengukuran suhu oral, yang secara luas dapat diakukan
terhadap partisipan tanpa mengganggu aktifitas normal mereka (Hunt, 2011).
Pengukuran suhu oral menurut Bernard (2006) cukup menggambarkan suhu inti
tubuh dengan menambahkan 0,5oC.
Berikut ini tingkat gejala heat strain berdasarkan Physiological Strain
Index (PSI) dalam ukuran suhu tubuh inti menurut Moran dkk (1998):
Tabel 2.3
Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh
Strain PSI to C
No/Little
0 37,12
1 37,15
2 37,35
Low 3 37,60
4 37,77
Moderate 5 37,99
6 38,27
High 7 38,60
8 38,70
Sumber: Moran dkk (1998)
Evaluasi heat strain yang terakhir yaitu pemantauan keluhan subjektif
yang dialami pekerja. Menurut OSHS (1997) keluhan subjektif pekerja terhadap
heat strain dimulai dengan sakit kepala. Gejala lain juga mungkin timbul yaitu
19
keram otat, perubahan pola napas, keringat berlebih dan bintik-bintik merah pada
kulit.
Tabel 2.4
Gejala Heat Strain
Kriteria
Observasi
Heat Strain
Gejala Awal Ringan Berat
Keram otot
Ya, dapat menjadi
berat biasanya
pada tangan dan
perut
Ya, dapat menjadi
berat biasanya
pada tangan dan
perut
Ya, (mungkin
dengan gangguan
hebat atau kejang
otot)
Napas Berubah Cepat
Napas dalam pada
awal kemudian
dangkal
Denyut nadi Berubah dangkal Menurun cepat
Kelemahan Ya Pada seluruh
tubuh Ya (berat parah)
Kulit Hangat dan
lembab
Dingin hingga
lembab panas Kering dan panas
Keringat Banyak banyak Sedikit atau tidak
sama sekali
Tingkat
kesadaran
Performa
berkurang,
kadang-kadang
pusing
Sakit kepala,
pusing seperti
ingin pingsan.
Kebingungan,
kekuatan
menurun, hilang
kesadaran, pupil
dilatasi,
kemungkinan
koma atau
kematian.
Sumber: OSHS (1997)
2.4. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh
2.4.1. Tekanan Panas (Heat Stress)
Tekanan panas adalah total panas tubuh seseorang yang berasal dari
kombinasi panas metabolik (internal) dan panas lingkungan (eksternal). Yang
dimaksud dengan panas metabolik adalah hasil sampingan (by-product) dari proses
20
kimia yang terjadi pada sel, jaringan dan organ (Fundamentals of industrial
Hygiene, 4 th edition, Thermal stress). Panas yang dihasilkan dari proses
metabolisme tersebut berasal dari aktivitas manusia. Tekanan panas merupakan
faktor penyebab utama naiknya suhu tubuh. Menurut penelitian Fanani (2011),
pekerja industri krupuk yang mengeluhkan gejala heat strain (suhu tubuh tinggi,
kelelahan dan pusing), terpapar tekanan panas selama bekerja. Dalam penelitian
Sari (2007) disebutkan ada hubungan antara tekanan panas dengan peningkatan
suhu tubuh.
2.4.2. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikontrol. Walaupun tidak
banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penyesuaian terhadap lingkungan baik
panas maupun dingin bergantung pada usia seseorang, akan tetapi beberapa
pengamatan menunjukkan usia seseorang berhubungan terhadap penurunan
aktivitas fisik yang terkait dengan penyesuaian tubuh dengan lingkungan panas.
Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa
lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa
awal. Lansia sensitif terhadap suhu eskrim, karena kemunduran mekanisme kontrol,
terutama pada kontrol vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan
aktivitas kelenjar, dan penurunan metabolisme (Pearce, 1990).
Menurut Bartnicki dalam Graveling (1988), usia optimum seseorang
menyesuaikan diri dengan panas adalah 31-35 tahun, di atas usia 40 tahun tingkat
toleransi terhadap panas menurun. Hal ini juga didukung oleh NIOSH (1986) yang
21
menyatakan usia di atas 40 tahun terkait dengan respon fisiologis kelenjar keringat
yang sudah menurun.
2.4.3. Jenis Kelamin
Menurut Yousef dalam Bishop (1997), tingkat toleransi perempuan terhadap
termoregulasi lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini didukung
juga oleh Hertig, Wyndham dan Fox dalam Bishop, 1997 bahwa tingkat produksi
keringat pada perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki. Ada beberapa perbedaan
fisiologis mendasar antara perempuan dan laki-laki yang menyebabkan perbedaan
dalam tingkat aklimatisasi.
Diantara perbedaan fisiologis mendasar antara pria dan wanita yaitu fluktuasi
hormon estrogen dan progesteron terkait dengan siklus menstruasi yang dapat
mengubah kinerja dan toleransi terhadap lingkungan panas (Lindle dkk, 1997).
Nunneley (1978) menyimpulkan bahwa dibandingkan laki-laki yang sama-sama
dalam tekanan panas, perempuan memiliki suhu inti dan suhu kulit yang lebih
tinggi, denyut jantung yang lebih cepat dan tingkat berkeringat yang lebih rendah.
2.4.4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Menurut Cheung (2000), Individu dengan proporsi lemak tubuh yang lebih
tinggi memiliki toleransi panas yang lebih rendah karena penurunan kemampuan
menyimpan panas tubuh. Secara sederhana orang yang tidak gemuk mempunyai
luas permukaan tubuh lebih kecil daripada orang yang gemuk sehingga panas yang
hilang dari tubuh akibat evaporasi lebih sedikit. Selain itu orang yang gemuk
mempunyai fungsi sirkulasi yang lebih buruk daripada orang yang tidak gemuk.
22
Orang yang tidak berbadan gemuk relatif lebih tahan panas pada saat melakukan
pekerjaan mulai dari kapasitas kerja minimum sampai kapasitas kerja maksimum.
Pekerja dengan berat badan berlebih mempunyai risiko tinggi dalam lingkungan
panas maupun dingin karena ketidakseimbangan transfer panas tubuh (MBIE,
2012).
2.4.5. Kondisi Kesehatan
Pekerja yang sakit berisiko tinggi terkena stress lingkungan kerja. Menurut
Bishop (1997), demam dapat menimbulkan efek pada sistem saraf dan suhu tubuh
di atas kondisi nomal. Ini artinya beberapa pekerja yang demam akan menghasilkan
penyimpanan panas lebih tinggi dari kondisi normal dan ini sangat berbahaya bagi
pekerja.
2.4.6. Tingkat Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh terhadap panas. Diantara faktor-
faktor yang dapat dikontrol, yang paling penting adalah aklimatisasi. Ketika pekerja
terpapar kondisi lingkungan kerja panas 1 sampai 6 minggu, orang tersebut akan
secara perlahan-lahan berkeringat lebih banyak, seringkali meningkatkan sekresi
maksimal keringat 2 sampai 3 liter/jam (Guyton, 1997). Evaporasi keringat yang
lebih bayak ini dapat memudahkan panas dari tubuh dengan kecepatan lebih dari 10
kali kecepatan pembentukan panas basa normal. Peningkatan efektivitas mekanisme
berkeringat ini disebabkan oleh peningkatan langsung pada kemampuan kelenjar
keringat itu sendiri.
23
2.4.7. Konsumsi Alkohol
Menurut NIOSH (1986), alkohol merusak fungsi susunan saraf pusat dan
tepi, serta berpengaruh terhadap terjadinya hypohidration dengan menekan poduksi
hormon ADH. Mengkonsumsi alkohol selarna bekerja sebaiknya dilarang, karena
mengurangi toleransi tubuh terhadap panas dan menaikkan risiko terjadinya heat
illness.
2.4.8. Pakaian Kerja
Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika pekerja
berada di daerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah paparan
panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang tinggi,
seringkali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan (Alpaugh, 1988).
Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak terjadinya penurunan kehilangan panas
melalui radiasi dan konveksi. Terjadinya penurunan tersebut sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain ketebalan bahan pakaian, warna, dan apakah pakaian
tersebut longgar atau tidak.
2.5. Pengendalian dan Penanggulangan Heat Stress & Heat Strain
Untuk mengendalikan pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja
perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas
kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat
faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan
sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi
24
itu juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah
dilakukan di masing-masing tempat kerja (Tarwaka, 2004).
1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi.
2) Mengurangi beban panas radiasi dengan cara pengendalian teknis
(engineering control):
a. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan
panas.
b. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.
c. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan
panas.
3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui
ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara
mekanis (mechanical cooling).
4) Aklimatisasi (OSHA)
Proses penyesuaian diri terhadap panas biasanya membutuhkan 5-7 hari.
Setelah masa aklimatisasi, tuntutan kardiovaskular pekerja menjadi lebih
sedikit, berkeringat lebih efisien dan dapat lebih mudah mempertahankan
suhu tubuh normal. Pemberian waktu untuk aklimatisasi dapat mengurangi
risiko penyakit yang berhubungan dengan suhu panas bagi pekerja baru.
5) Penggantian cairan (OSHA)
Air dingin (50 - 60F) diusahakan selalu tersedia bagi pekerja untuk
mendorong mereka untuk minum sedikit namun sering. Misalnya, satu
25
gelas setiap 20 menit. suplai air yang cukup dapat menggantikan cairan
tubuh yang hilang ketika bekerja dilingkungan panas.
6) Pengendalian administratif dan praktik kerja
Pengendalian secara administratif merupakan alternatif pelengkap
pengendalian teknis yang telah dilakukan. Pengendalian secara
administratif pada dasarnya adalah untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap dampak pajanan panas. Beberapa pengendalian secara
administratif antara lain adalah :
a. Pembatasan temperatur dan waktu pajanan dengan penerapan jadwal
kerja.
b. Memberikan pelatihan K3.
c. Monitoring kerja.
7. Menyediakan alat pelindung diri berupa baju atau jaket dingin, pakaian
yang terbuat dari katun.
26
2.6. Kerangka Teori
Teori yang mendukung rancangan penelitian ini adalah:
Sumber: Sumamur (1996), Pearce (1990), MBIE (2012), Guyton (1997), Bishop
(1997), Alpaugh, 1988, NIOSH (1986), Hunt (2011).
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Aklimatisasi
Indeks Massa Tubuh
Kondisi Kesehatan
Konsumsi Obat atau
Alkohol
Tekanan Panas
Suhu Tubuh Pekerja
Pakaian Kerja
27
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, ada beberapa variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh pekerja
pabrik tahu di Kecamatan Ciputat, sedangkan variabel independennya adalah
tekanan panas, usia, jenis kelamin, pekerja dan indeks massa tubuh pekerja.
Ada beberapa variabel yang tidak diikutsertakan atau diteliti, yaitu kondisi
kesehatan, tingkat aklimatisasi, konsumsi alkohol dan pakaian kerja. Variabel
tersebut tidak dimasukkan dalam penelitian karena terdapat beberapa pertimbangan.
Variabel kondisi kesehatan tidak diteliti karena untuk mendapatkan status kesehatan
yang representatif sangatlah sulit. Pemeriksaan medis dalam hal ini perlu dilakukan.
Untuk meminimalisir hal tersebut dilakukan wawancara mengenai status kesehatan
sebelum penelitian. Begitu juga dengan variabel tingkat aklimatisasi pekerja, semua
pekerja yang sudah beraklimatisasi dengan tekanan panas dalam masa kerja paling
tidak dua minggu di lingkungan panas pabrik tahu adalah pekerja yang memenuhi
kriteria menjadi responden, sehingga tidak ada variasi dalam kategori aklimatisasi.
Variabel alkohol dan konsumsi obat juga tidak diteliti karena dimungkinkan adanya
bias informasi karena ketidakjujuran ataupun rasa malu responden dalam menjawab
pertanyaan. Variabel pakaian kerja tidak diteliti karena jenis pakaian dan tingkat
ketebalan pakaian pekerja hampir sama sehingga sulit untuk dikaji hubunganya
dengan suhu tubuh pekerja.
28
Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar kerangka konsep di bawah ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Jenis Kelamin
Indeks Massa Tubuh
Usia
Tekanan Panas
Suhu tubuh Pekerja
29
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Kriteria hasil ukur Skala Ukur
1. Suhu tubuh
pekerja
Keseimbangan antara panas
yang diproduksi dengan panas
yang dikeluarkan dari tubuh
dalam satuan derajat yang
disesuaikan dengan
Physiological Strain Index
(PSI)
Termometer
Mengukur suhu
tubuh pekerja dengan
menempelkan
termometer dibawah
lidah pekerja sesudah
bekerja.
0. Suhu tubuh >37,60
oC
1. Suhu tubuh
30
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Kriteria hasil ukur Skala Ukur
3. Usia
Masa waktu hidup pekerja yang
dihitung dalam satuan tahun
hingga bulan ketika penelitian ini
mulai dilaksanakan.
Kuesioner Wawancara
0. > 40 tahun 1. < 40 tahun NIOSH (1986)
Ordinal
4. Jenis kelamin Status pertanda gender pekerja.
Yaitu laki-laki atau perempuan. Kuesioner Wawancara
0. Perempuan 1. Laki-laki Bishop (1997)
Ordinal
5. Indeks Massa
Tubuh
Kondisi status gizi pekerja saat
dilakukan penelitian. Diukur
berdasarkan rasio antar berat
badan (Kg) dengan tinggi badan
(meter) pangkat dua hasilnya
dibandingkan dengan tabel
standar nilai IMT menurut WHO
2005.Dengan rumus TB/BB2.
Timbangan
badan dan
meteran
Pengukuran langsung
1. Gemuk (>25) 2. Sedang (18,5-25) 3. Kurus (
31
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
2. Ada hubungan antara usia dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat tahun 2013.
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
4. Ada hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat tahun 2013.
32
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Bertujuan untuk untuk
melihat hubungan antara variabel dependen (suhu tubuh pekerja) dengan variabel
independen (tekanan panas, usia, jenis kelamin dan IMT pekerja) dalam sekali waktu.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juli 2013 di beberapa pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
1) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat yang berjumlah 109 orang.
2) Sampel
Sampel penelitian adalah beberapa pekerja di pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat.
a. Kriteria Sampel:
Kriteria Inklusi: Semua pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat yang
bersedia menjadi responden selama penelitian ini dilaksanakan.
33
Kriteria Eksklusi: Pekerja pabrik tahu yang dalam kondisi sakit,
pekerja yang belum mencapai masa kerja 2 minggu dan pekerja yang
tidak bersedia menjadi responden penelitian.
b. Metode Pengambilan Sampel:
Metode yang digunakan adalah simple random sampling. Yakni
pengambilan sampel acak sederhana. Dengan rumus uji hipotesis beda
dua proporsi:
n = {Z 1- / 2 2 [P(1-P) + Z 1- [P1 (1 P1) + P2 (1 P2)}2 (P1 - P2 )2
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z 1- / 2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan / kemaknaan pada 2
sisi: 5 % (1, 96)
Z 1- = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1 : 80 % (0,80)
P = (P1 + P2)/2
P1 = Proporsi pekerja yang mengalami heat strain (suhu tubuh >37,60
oC) pada kelompok yang berisiko.
P2 = Proporsi pekerja yang mengalami heat strain (suhu tubuh >37,60
oC) pada kelompok yang tidak berisiko.
34
Tabel 4.1
Perhitungan Besar Sampel Minimal Penelitian
No. Topik P1 P2 OR Jumlah
Sampel (n) Penulis, Tahun
1. Tekanan Panas 1 0,6 1,686 15 Mauludi, 2010
2. Tekanan Panas 0,29 0,02 17,7 27 Brahmapurkar,
2012
3. Usia 0,76 0,5 3,2 58 Mauludi, 2010
4. Status hidrasi 0,34 0,16 2,6 90 Hunt, 2011
Total jumlah sampel minimal dalam penelitian adalah 27. Karena untuk
dua proporsi maka dikalikan 2 menjadi 54 sampel. Untuk
mengantisipasi drop out ditambah 5 pekerja menjadi 59.
4.4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data
suhu tubuh sesudah bekerja, tekanan panas, jenis kelamin, usia dan IMT pekerja.
4.5. Metode Pengambilan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Tekanan panas (ISBB lingkungan kerja dengan beban kerja)
a. Data mengenai tekanan panas (ISBB) diperoleh dari laboran yang
melakukan pengukuran langsung pada lokasi penelitian dengan
menggunakan thermal environmental monitor quest temp 34o dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
35
Persiapan pengukuran
- Menentukan lokasi pengukuran
- Menyiapakan alat ukur
Memastikan alat ukur dalam kondisi baik dan berfungsi.
Melakukan kalibrasi internal menggunakan akat kalibrasi
yang tersedia.
Menutup termometer suhu basah dengan kain katun.
Melakukan set-up untuk mengatur beberapa indikator
pengukuran yaitu: bahasa, satuan, tanggal/bulan/tahun,
jam/menit/detik, heat index, humidity index dan logging
rate.
Mengisi kotak dengan aquades hingga setengah bagian
dan menunggu selama 10-15 menit.
Pasang WBGT pada alat penyangga.
Pelaksanaan pengukuran
- Meletakkan alat pada lokasi sampling (untuk pekerja yang
dominan duduk, yaitu 2 kaki atau +60 cm dari permukaan
tanah. Sedangkan untuk pekerja yang dominan berdiri, yaitu
3,5 kaki atau +100-110 cm dari permukaan tanah).
- Mengaktifkan alat tanpa logging selama 15 menit untuk
adaptasi.
- Mengaktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran
yang diinginkan.
36
- Mematikan logging data ketika selesai dan data siap untuk
diproses.
Analisis
Analisis hasil pengukuran sesuai dengan data yang diperoleh.
b. Data mengenai beban kerja didapatkan melalui observasi pengukuran
dan wawancara kepada tentang cara dan posisi saat bekerja. Hasil
tersebut akan dibandingkan dengan standar dari NIOSH. Menurut
NIOSH beban kerja diklasifikasikan menjadi kerja ringan, sedang dan
berat. Sedangkan panas metabolik dilihat dari postur kerja yang akan
disesuaikan dengan jumlah kalori/jam yang digunakan berdasarkan
standar.
Amati setiap aktifitas pekerja (jenis dan posisinya) yang diambil
sebagai sampel setiap jam.
Hitung dan catat setiap posisi dan lama gerakan dengan
menggunakan stopwatch.
Hitung beban kerja yang dikeluarkan menggunakan tabel analisis
tugas NIOSH (1986), kemudian disesuaikan dengan kriteria beban
kerja menurut Permenaker No: 13/Men/X/2011.
2) Data suhu tubuh pekerja.
Data suhu tubuh pekerja diperoleh dengan cara mengukur langsung suhu
tubuh pekerja. Termometer dijepit dibawah lidah responden. Ditunggu 30
detik setelah itu hasil dicatat. Pengukuran dilakukan sesudah bekerja.
37
3) Data jenis kelamin pekerja.
Data jenis kelamin pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan
pekerja.
4) Data usia pekerja
Data usia pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja.
5) Data IMT pekerja
Data IMT memerlukan pengukuran dua variabel. Yaitu data berat badan
dalam kilogram dan tinggi badan dalam meter. Untuk pengukuran berat
badan pekerja diminta untuk menimbang berat badan diatas timbangan
yang telah disediakan. Sedangkan untuk data tinggi badan, peneliti
mengukur dengan menggunakan meteran. Data hasil berat badan dan tinggi
badan kemudian dihitung menggunakan rumus standar IMT (WHO, 2005).
IMT
38
4.6. Pengolahan Data
Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap berikut:
a. Mengkode data (Data Coding)
Proses pengklasifian data dan pemberian kode jawaban responden.
Dilakukan saat pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data
selanjutnya. Data coding yang dilakukan dikuesioner tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Suhu tubuh
>37,60oC. kode: 0
40 tahun = 0, < 40 tahun = 1)
e. Indeks Massa tubuh
Gemuk: IMT > 25. Kode: 1
Sedang: IMT = 18,5-25. Kode: 2
Kurus: IMT < 18,5. Kode: 3
b. Menyunting data (Data Editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap
39
jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian
ini.
c. Memasukkan data (Data Entry)
Memasukkan data hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada
masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan
memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan
analisis univariat. Yakni untuk mengetahui gambaran suhu tubuh, tekanan
panas, jenis kelamin, usia dan IMT pekerja. Serta analisis bivariat untuk
mengetahui variabel-variabel yang berhubungan.
d. Membersihkan data (Data Cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data
tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah
siap diolah dan dianalisis.
4.7. Analisa Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, yaitu suhu tubuh, tekanan
panas, jenis kelamin, usia dan indeks massa tubuh. Hasil penelitian yang
diperoleh berupa prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel.
40
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel dependen
(suhu tubuh) dengan variabel independen (tekanan panas, jenis kelamin,
usia dan IMT) dengan uji Chi Square. Nilai alpha yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 0,05. Dengan demikian bila hasil penelitian P-value
(nilai probabilitas) < 0,05 dapat dikatakan kedua variabel tersebut
berhubungan.
41
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat
Banyaknya pabrik tahu di Kecamatan Ciputat berjumlah 9 pabrik yang tersebar
di beberapa lokasi, yaitu di jalan Legoso, Ciputat dan Tabanas. Dalam klasifikasi
industri menurut BPS (2012) pabrik-pabrik tahu tersebut tergolong dalam industri
rumah tangga, industri kecil dan industri sedang. Berikut ini data pabrik tahu dan
pekerjanya yang ada di Kecamatan Ciputat tahun 2013.
Tabel 5.1
Daftar Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat dan Jumlah Pekerjanya Tahun 2013
Pabrik Jumlah Pekerja
Pabrik 1 13
Pabrik 2 8
Pabrik 3 15
Pabrik 4 11
Pabrik 5 14
Pabrik 6 4
Pabrik 7 18
Pabrik 8 6
Pabrik 9 20
Total 109
42
5.2. Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu
Tahapan pembuatan tahu dimulai dari persiapan bahan baku kedelai,
penggilingan, pemasakan, penyaringan, pengendapan dan pencetakan.
Gambar 5.1. Proses Produksi Tahu
5.2.1. Persiapan
Pada tahap ini kedelai direndam kurang lebih 3 jam untuk mempermudah
proses penggilingan dan penghilangan kulit ari pada kedelai sehingga dapat
dihasilkan bubur kedelai yang kental. Setelah direndam, kedelai dicuci bersih
dengan air mengalir untuk membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran
supaya tidak mengganggu proses penggilingan serta agar kotoran-kotoran tidak
tercampur ke dalam adonan tahu.
5.2.2. Penggilingan
Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling biji
kedelai dengan tenaga penggerak dari motor lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk
memperoleh bubur kedelai yang kemudian dimasak sampai mendidih. Saat proses
penggilingan dialiri air secukupnya untuk didapatkan kekentalan bubur yang
diinginkan.
Persiapan Penggilingan Pemasakan Penyaringan Pengendapan Pencetakan
43
5.2.3. Pemasakan
Proses pemasakan pada masing-masing pabrik dibedakan berdasarkan
sumber panas yang digunakan. Ada yang menggunakan sumber panas dari kayu
bakar yang diatasnya diletakkan tungku/wadah bubur kedelai (teknik tradisional).
Ada juga yang menggunakan sumber uap panas yang berasal dari ketel uap yang
diletakkan agak jauh dari proses pemasakan. Perbedaan kedua teknik tersebut
berdampak kepada suhu lingkungan di sekitar pekerja dimana suhu lingkungan
yang menggunakan teknik masak tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
lingkungan yang menggunakan teknik uap.
Ketika proses memasak dilakukan, bubur kedelai diaduk dengan kedua
tangan pekerja secara berulang-ulang. Tujuan tersebut adalah untuk mendenaturasi
protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam.
Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung panas dan
mengentalnya larutan/bubur kedelai.
5.2.4. Penyaringan
Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan proses penyaringan
dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari proses penyaringan ini adalah
memisahkan antara sari kedelai dengan ampas kedelai yang tidak diinginkan. Pada
proses penyaringan ini bubur kedelai yang telah mendidih dan sedikit mengental
dipindahkan ke dalam bak yang diatasnya terdapat kain saring. Bubur kedelai
disaring dengan cara dialirkan keatas kain saring tersebut.
44
Saat penyaringan secara terus-menerus dilakukan, air ditambahkan dengan
cara dituangkan pada bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di
saringan. Penuangan air ini diakhiri ketika sari yang dihasilkan sudah mencukupi.
Kemudian saringan yang berisi ampas diperas sampai benar-benar kering. Ampas
hasil penyaringan disebut ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam
karung. Ampas tersebut dimanfaatkan untuk makanan ternak ataupun dijual untuk
bahan dasar pembuatan tempe gembus. Proses penyaringan ini melibatkan seluruh
aktifitas tubuh mulai dari memindahkan beban, menyaring hingga kaki menekan
saringan.
5.2.5. Pengendapan
Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu yang kemudian
akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan asam cuka
dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan asam cuka adalah mengendapkan dan
menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara whey dengan
gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
atas (whey) dan lapisan bawah (filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi
karena adanya koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein dan
asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan bahan utama yang akan
dicetak menjadi tahu.
45
5.2.6. Pencetakan
Proses pencetakan merupakan tahap akhir pembuatan tahu. Terdapat dua
Cetakan yang digunakan, yaitu cetakan kain dan cetakan kayu berukuran 70x70 cm
yang berisi ruang-ruang persegi 5x5 cm.
Sebelum proses pencetakan yang harus dilakukan adalah memasang kain
saring tipis di permukaan cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada
tahap sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam wajan secara
pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat dan kemudian diletakkan kayu
yang berukuran hampir sama dengan cetakan di bagian atasnya. Setelah itu, bagian
atas cetakan diberi beban untuk membantu mempercepat proses pengepresan tahu.
Waktu untuk proses pengepresan ini tidak ditentukan secara tepat, pekerja hanya
memperkirakan dan membuka kain saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai
parameter bahwa tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah
cukup keras dan tidak hancur bila digoyang.
5.3. Gambaran Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat
Tahun 2013
Pengukuran suhu tubuh dilakukan sekali setelah satu jam pekerja terpapar
tekanan panas. Suhu tubuh pekerja didapatkan berdasarkan pengukuran suhu mulut
pekerja. Hasil penelitian mengenai suhu tubuh dapat dilihat melalui tabel berikut.
46
Tabel 5.2
Distribusi Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013
Suhu Tubuh Pekerja N Prosentase
> 37,6o
C 39 66,1%
< 37,6o
C 20 33,9%
Total 59 100%
Dari tabel diatas, data suhu tubuh yang diambil melalui pengukuran suhu mulut
terhadap 59 pekerja yang tersebar di 9 pabrik tahu di Kecamatan Ciputat menyatakan
bahwa terdapat 39 pekerja (66,1%) yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o
C dan 20
pekerja (33,9%) yang memiliki suhu tubuh 37,6o
C. Batas rentang suhu tubuh pekerja
diatas 37,6o
C yang paling tinggi ialah 37,8o
C. Dibandingkan dengan standar
physiological strain index Moran (1998), tingkat heat strain yang dialami pekerja
mencapai kategori sedang.
5.4. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Empat variabel yang diukur sebagai faktor-faktor yang berhubungan dengan
suhu tubuh meliputi tekanan panas, usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh
pekerja. Berikut ini tabel gambaran univariat faktor-faktor tersebut.
47
Tabel 5.3
Distribusi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja
Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013
Variabel Kategori N Prosentase
Tekanan Panas Iya 50 84,7%
Tidak 9 15,3%
Usia Diatas 40 tahun 10 16,9%
Dibawah 40 tahun 49 83,1%
Jenis Kelamin Perempuan 8 13,6%
Laki-laki 51 86,4%
Indeks Massa
Tubuh
Gemuk 5 8,5%
Sedang 44 74,6%
Kurus 10 16,9%
5.4.1. Tekanan Panas
Tekanan panas merupakan hasil kombinasi panas lingkungan dengan panas
tubuh akibat beban kerja. Panas lingkungan diukur dari beberapa titik dimana
pekerja terpapar di masing-masing pabrik. Kemudian hasil pengukuran
dibandingkan dengan menghitung beban kerja yang dialami oleh pekerja. Beban
kerja diukur dengan melihat keadaan dan posisi pada masing-masing pekerja,
metabolisme basal dan dikalikan waktu berdasarkan tabel estimasi pengeluaran
energi NIOSH (1986). Kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar nilai
ambang batas tekanan panas berdasarkan lamanya kerja (Permenaker No
13/X/2011). Hasil pengukuran ini menggambarkan pekerja yang terpapar dan yang
tidak terpapar tekanan panas. Berikut ini gambaran distribusi frekuensi beban kerja,
ISBB dan tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat.
48
Tabel 5.4
Distribusi Beban Kerja Berdasarkan Perhitungan Kalori/Jam Pekerja
Beban Kerja Frekuensi (N) Prosentase (%)
Berat (350 - 500 kkal/jam)
Sedang (200 - 350 kkal/jam)
Ringan (>200 kkal/jam)
34
15
10
57,6
25,4
16,9
Total 59 100
Tabel 5.5
Gambaran ISBB Lingkungan Kerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat
Variabel Minimum Maximum Mean SD
WBGTi 29,0 31,0 29,924 0,8974
Dari hasil pengukuran ISBB lingkungan kerja didapatkan rata-rata pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat mempunyai ISBB diatas 29,9o
C. Sedangkan hasil
pengukuran beban kerja didapatkan rata-rata beban kerja pekerja pabrik tahu di
kecamatan Ciputat adalah sedang. Dari tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa pekerja
yang mengalami tekanan panas berjumlah 50 pekerja (84,7%). Sedangkan pekerja
yang tidak mengalami tekanan panas berjumlah 9 pekerja (15,3%).
5.4.2. Usia
Data usia pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja.
Distribusi frekuensi usia pekerja dikategorikan dalam dua kelompok. Yaitu diatas
40 tahun dan dibawah 40 tahun. Rata-rata usia pekerja pabrik tahun Informal di
49
Kecamatan Ciputat lebih didominasi usia muda. Dengan rentang usia yang paling
muda mulai dari 18 tahun hingga yang paling tua yaitu 60 tahun.
Dari tabel 5.2 memperlihatkan bahwa pekerja yang berusia diatas 40 tahun
berjumlah 10 pekerja (16,9%). Sedangkan pekerja yang berusia dibawah 40 tahun
berjumlah 49 pekerja (83,1%).
5.4.3. Jenis Kelamin
Data jenis kelamin didapatkan melalui wawancara langsung. Dari hasil
wawancara pekerja laki-laki lebih mendominasi. Dari tabel 5.2 memperlihatkan
bahwa pekerja perempuan berjumlah 8 pekerja (13,6%). Sedangkan pekerja laki-
laki berjumlah 51 pekerja (86,4%).
5.4.4. Indeks Massa Tubuh
Data indeks massa tubuh didapatkan melalui pengukuran langsung. Dari hasil
pengukuran IMT, pekerja yang mempunyai badan sedang lebih mendominasi.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja yang mempunyai
badan gemuk adalah 5 pekerja (8,5%), pekerja yang mempunyai badan sedang
adalah 44 (74,6%) dan pekerja yang mempunyai badan kurus adalah 10 pekerja
(16,9%).
50
5.5. Analisis Bivariat Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja dapat dilihat
melalui tabel berikut:
Tabel 5.6
Hubungan Beberapa Faktor Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di
Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Variabel
Suhu Tubuh Total
Pvalue >37,6oC 40 Tahun 7 70 3 30 10 100
0,775 37,6o
C dan 3 dari 9
pekerja tanpa tekanan panas (33.3%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o
C. Dari
51
hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,024. Hal ini dapat diartikan
bahwa pada 5 % ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan suhu
tubuh pekerja.
5.5.2. Hubungan Antara Usia Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di
Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 7 dari 10 pekerja
dengan usia diatas 40 tahun (70%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o
C dan 32 dari
49 pekerja dengan usia dibawah 40 tahun (65,3%) yang memiliki suhu tubuh >
37,6o C.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,775. Hal ini dapat
diartikan bahwa pada 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
suhu tubuh pekerja.
5.5.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik
Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 3 dari 8 pekerja
perempuan (37,5%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o
C dan 36 dari 51 pekerja
laki-laki (70,6%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,066. Hal ini dapat
diartikan bahwa pada 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin pekerja dengan suhu tubuh pekerja.
52
5.5.4. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Suhu Tubuh Pekerja
Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 2 dari 5 pekerja (40%)
dengan IMT kategori gemuk yang mempunyai suhu tubuh > 37,6oC. Sejumlah 28
dari 44 pekerja (63,6%) dengan IMT kategori sedang yang memiliki suhu tubuh >
37,6oC dan 9 dari 10 pekerja (90%) dengan IMT kategori kurus yang memiliki suhu
tubuh > 37,6oC.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,123. Hal ini dapat
diartikan bahwa pada 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan
suhu tubuh pekerja.
53
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
1. Salah satu keterbatasan desain penenelitian cross sectional ini adalah
pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan dalam sekali
waktu dan tidak ada kontrol rasio proporsi dalam variabel independen,
sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menilai hubungan sebab-akibat
dan korelasi waktu.
6.2. Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013
Pengukuran suhu tubuh pekerja pabrik tahu bertujuan untuk mengetahui respon
fisiologis akibat bekerja di lingkungan panas. Dalam bekerja dilingkungan panas,
suhu tubuh akan terus meningkat akibat panas yang dihasilkan tubuh ketika bekerja
ditambah faktor lingkungan panas yang menjadi beban tambahan kerja (Moran,
1999). Meningkatnya suhu tubuh pekerja di lingkungan panas sangatlah bervariasi
tergantung aktifitas kerja dan lingkungan ysng menjadi faktor utama, serta perbedaan
karakteristik masing-masing individu sebagai faktor