18
AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426 MODEL INTEGRASI TATA RUANG DENGAN PERENCANAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBASIS KONSERVASI AIR (Studi Kasus Sub DAS K.Sumpil DAS K. Brantas) Integration Model of the Spatial and Watershed Planning Based on Water Conservation Mohammad Bisri Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya ABSTRAK Model tataruang yang terintegrasi dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai berbasis konservasi air disusun dengan bantuan sistem informasi geografi (SIG). Dalam model ini variabel tataruang ditampilkan dalam bentuk data spasial dan atribut. Penyusunan model menggunakan analisis spasial tumpang susun (overlay) yang merupakan proses penggabungan dua buah peta atau lebih untuk membentuk peta baru. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan hasil model peta tata ruang dengan peta RTRW yang sudah ada. Hasil model tataruang dengan uji coba di DAS Kali Sumpil Sub-sub DAS Kali Brantas adalah Kawasan Penyangga seluas 469.350 ha (31,01 %), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 602.640 ha (39,81 %), Kawasan Budidaya Tanaman Semusim / Permukiman / Jasa / Industri seluas 91,507 ha (6,04 %), Kawasan Permukiman kondisi eksisting seluas 328,634 ha (21,71 %) dan Kawasan Resapan Air seluas 21,644 ha (1,43 %). Sedangkan hasil verifikasi dan kalibrasi model terhadap RTRW yang sudah ada menunjukkan kondisi sesuai seluas 762,634 ha (28,91 %) dan tidak sesuai seluas 1.875,696 ha (71,09 %). Kata kunci: tataruang, DAS, konservasi air PENDAHULUAN Air merupakan bagian dari sumber daya alam dan bagian dari ekosistem secara 582

Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

MODEL INTEGRASI TATA RUANG DENGANPERENCANAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBASIS KONSERVASI

AIR(Studi Kasus Sub DAS K.Sumpil DAS K. Brantas)

Integration Model of the Spatial and Watershed Planning Based on Water Conservation

Mohammad BisriDosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Model tataruang yang terintegrasi dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai berbasis konservasi air disusun dengan bantuan sistem informasi geografi (SIG). Dalam model ini variabel tataruang ditampilkan dalam bentuk data spasial dan atribut. Penyusunan model menggunakan analisis spasial tumpang susun (overlay) yang merupakan proses penggabungan dua buah peta atau lebih untuk membentuk peta baru. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan hasil model peta tata ruang dengan peta RTRW yang sudah ada.

Hasil model tataruang dengan uji coba di DAS Kali Sumpil Sub-sub DAS Kali Brantas adalah Kawasan Penyangga seluas 469.350 ha (31,01 %), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 602.640 ha (39,81 %), Kawasan Budidaya Tanaman Semusim / Permukiman / Jasa / Industri seluas 91,507 ha (6,04 %), Kawasan Permukiman kondisi eksisting seluas 328,634 ha (21,71 %) dan Kawasan Resapan Air seluas 21,644 ha (1,43 %). Sedangkan hasil verifikasi dan kalibrasi model terhadap RTRW yang sudah ada menunjukkan kondisi sesuai seluas 762,634 ha (28,91 %) dan tidak sesuai seluas 1.875,696 ha (71,09 %).

Kata kunci: tataruang, DAS, konservasi air

PENDAHULUAN

Air merupakan bagian dari sumber daya alam dan bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Kuantitas air pada suatu lokasi dan waktu tertentu tergantung dan dipengaruhi oleh berbagai hal, berbagai kepentingan dan berbagai tujuan. Ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan. Dalam jumlah tertentu air juga bisa mengakibatkan bencana. Jumlah air yang terlalu besar di suatu lokasi mempunyai kekuatan dahsyat dan destruktif yang menyebabkan banjir maupun longsor. Bencana ini mengakibatkan kerugian bagi makhluk hidup. Dalam jumlah yang terlalu kecil di suatu lokasi, air juga menimbulkan

bencana yang sering disebut dengan bencana kekeringan (drought). Dengan kata lain air harus ada secukupnya baik secara kualitas maupun kuantitas pada suatu lokasi tertentu (space), dan pada saat yang tepat (time).

Indonesia merupakan negara air, yang secara kontinyu terjadi musim hujan selama lebih kurang enam bulan yang memberikan curah hujan cukup besar. Kondisi alam yang demikian ini, haruslah mendapat perhatian secara cermat, karena merupakan salah satu faktor yang mendasar dalam menata suatu ruang. Bertambahnya jumlah penduduk, menyebabkan kebutuhan lahan menjadi semakin meningkat. Kebutuhan yang semakin mendesak ditambah dengan

582

Page 2: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

lemahnya peraturan akan fungsi kawasan menyebabkan rentan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Pembangunan yang dilakukan akan mengalihfungsikan penggunaan lahan. Lahan yang dulunya merupakan daerah terbuka maupun daerah resapan air, berubah menjadi daerah yang tertutup perkerasan dan bersifat kedap air. Perubahan penggunaan lahan seperti ini menyebabkan pada musim penghujan, air hujan tidak dapat lagi meresap ke dalam tanah, sehingga menimbulkan limpasan di permukaan (surface runoff) yang kemudian menjadi genangan atau banjir. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi juga kelestarian dari airtanah (groundwater), karena air hujan yang meresap ke dalam tanah merupakan imbuhan airtanah secara alami (natural recharge).

Indonesia memiliki hutan cukup luas. Hampir 90 % hutan di dunia dimiliki secara kolektif oleh Indonesia dan 44 negara lain. Hutan merupakan salah satu bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berfungsi sebagai pelindung mata air dan sebagai daerah tangkapan air. Organisasi lingkungan dunia Green Peace menyebutkan, sekitar 72 % hutan Indonesia rusak serta setengah wilayah hutan yang masih ada dalam kondisi terancam karena penebangan komersial, kebakaran hutan, dan pembukaan hutan untuk aktivitas usaha tani (Jawa Pos, Selasa 4 September 2007 : hal 14). Departemen Pekerjaan Umum (Dep. PU) mengindikasikan adanya 62 DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis. Sumbangan Dep. PU dalam rangka reservasi hutan yang rusak mencapai sekitar 43 juta hektar hutan, 23 juta hektar diantaranya berada di areal ke 62 DAS yang kritis tersebut. Prioritas reboisasi akan dilakukan di DAS yang kritis, seperti di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, NTB dan NTT (Agriceli, 2004 : www.tempointeraktif.com).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas merupakan sebuah sungai terbesar di Jawa Timur dengan panjang 320 km dan luas 12.000 km2. Pemanfaatan sumber air di kawasan DAS Brantas mulai dari hulu

sampai hilir (termasuk di kawasan hutan lindung dan sekitarnya) cukup tinggi, karena merupakan sumber air bagi kebutuhan masyarakat baik untuk air minum, rumah tangga maupun untuk kebutuhan sektor lainnya. Wilayah-wilayah yang terletak di sekitar DAS Brantas merupakan daerah-daerah subur yang memberikan kontribusi besar terhadap pertanian di Jawa Timur. Namun demikian, pesatnya pembangunan dan berbagai kegiatan di Jawa Timur telah berdampak terhadap perubahan alih fungsi lahan, terutama lahan pertanian dan hutan. Kegiatan alih fungsi lahan tanpa memikirkan dampaknya dan tanpa upaya yang terencana justru akan mengganggu keseimbangan ekosistem daerah aliran sungai, khususnya terkait pada tata air yang berdampak pada semakin seringnya bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, saat ini DAS Brantas sangat berpotensi untuk mengalami peluapan air, sehingga dapat menimbulkan banjir karena kawasan pegunungan sekitarnya sudah mengalami kerusakan lebih dari 50%. Hutan di Jatim yang mencapai 1,4 juta hektar telah mengalami perubahan fungsi sebesar 51% menjadi hutan produksi. Hutan produksi merupakan kawasan illegal loging yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kerusakan hutan. Menurut Badan Statistik Badan Pengelola (BP) DAS Brantas tahun 2006, luas lahan kritis di daerah DAS Brantas sudah mencapai 207,641 Ha.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendapatkan prosedur penyusunan model tata ruang yang terintegrasi dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai berbasis konservasi air; (2) memperoleh model tata ruang yang terintegrasi dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai berbasis konservasi air.

KERANGKA KONSEP

583

Page 3: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, penataan ruang meliputi proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang yang berkualitas (yang efisien dan efektif) serta pengendaliannya, penataan ruang merupakan upaya yang bertujuan untuk mensejahterakan dan memberikan rasa aman dan nyaman pada masyarakat serta mempertahankan dan meningkatkan konservasi alam atau kelestarian lingkungan. Perencanaan ruang meliputi rencana struktur ruang (sarana prasarana) dan rencana pola ruang (zonasi kawasan). Hakekat perencanaan ruang adalah menata ruang secara terpadu dan menyeluruh, menyangkut semua aspek geografi, biologi, fisik, ekonomi dan sosial yang harus ditelaah, dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang. Perencanaan ruang tidak sekedar memunculkan segi estetika semata, lebih dari itu adalah untuk menciptakan keserasian dengan lingkungan alamiahnya.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Dengan demikian perencanaan DAS adalah menata suatu DAS yang meliputi badan sungai, sempadan sungai dan ka-wasan sungai (kawasan DAS) dalam rangka memberdayakan sumber daya air sungai untuk kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan konservasi sumber daya air.

Sebagai landasan atau filosofi dasar integrasi tataruang dengan perencanaan DAS adalah daur hidrologi.

Asdak (2004), menjelaskan bahwa ketersediaan air, khususnya airtanah, tidak terlepas dari proses berlangsungnya daur

hidrologi yang merupakan suatu siklus air yang terjadi di bumi. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung-gunung maupun datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, maka sebagian dari uap air tersebut akan turun menjadi hujan. Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan akan tersimpan di permukaan tajuk atau daun, sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon. Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfir (dari tajuk) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception). Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltration). Air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention), untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (surface runoff) yang selanjutnya masuk ke sungai. Air yang terinfiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban tanah telah cukup jenuh, maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal), untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (sub surface runoff) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal menuju lapisan tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari airtanah (groundwater). Airtanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya.

584

Page 4: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Konservasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwodarminto, 1994), diartikan sebagai usaha-usaha untuk memanfaatkan dan menjaga serta melindungi sumber daya alam. Menurut Pinchot dalam Suparmoko (1997) konservasi merupakan suatu tindakan pengembangan dan proteksi terhadap sumber daya alam. Dengan demikian, konservasi air merupakan usaha-usaha dalam pemanfaatan serta perlindungan terhadap sumber daya air, dan dapat diartikan bahwa konservasi air adalah upaya untuk memasukkan air ke dalam tanah (menabung air) dalam rangka pengisian air tanah, baik secara alami (natural recharge) atau secara buatan (artificial recharge). Pengertian masuknya air ke dalam tanah identik dengan pengertian infiltrasi.

Pemodelan tataruang berarti menyederhanakan suatu sistem tataruang. Sistem adalah bagian dari dunia nyata (part of reality). Sistem tataruang selama ini yang ada, lebih banyak dipengaruhi oleh variable ekonomi dan sosial. Porsi variable hidro (air) maupun geo (tanah) sangat kecil, padahal secara geografis dan sifat alam, Indonesia ádalah negara air dalam arti terjadi hujan secara terus menerus selama lebih kurang enam bulan bahkan lebih dalam setiap tahunnya. Oleh karena itu sudah semestinya penyusunan tataruang untuk variabel air dan tanah harus mendapat perhatian yang besar dan sangat serius, agar keseimbangan lingkungan dapat terjaga sehingga terjadinya banjir dan longsor dapat diminimalisasi.

Syarat batas suatu model untuk perencanaan ruang yang berbasis sumber daya air adalah menggunakan batas Daerah Aliran Sungai (DAS). Berbeda dengan batas tataruang yang telah ada selama ini, yaitu menggunakan batas wilayah administrasi yang secara fisik bisa berubah sesuai kehendak politik pengelola negara. Dengan demikian dalam analisis tataruang berbasis hidrogeologi batas analisisnya akan menggunakan batas DAS, sedangkan hasil analisis akan menyesuaikan dengan

batas wilayah administrasi negara, propinsi, kabupaten atau kota yang bersangkutan. Selain itu syarat batas model adalah pola ruang (zonasi kawasan) yang menyatu dengan kawasan DAS, bukan badan sungai, sempadan sungai maupun sarana prasarananya.

Model tataruang disusun dengan bantuan sistem informasi geografi (SIG). Sistem informasi geografis menawarkan suatu sistem yang mengintegrasikan data yang bersifat keruangan (spasial/geografis) dengan data tekstual yang merupakan deskripsi menyeluruh tentang obyek dan keterkaitannya dengan obyek lain. Dengan sistem ini data dapat dikelola, dilakukan manipulasi untuk keperluan analisis secara komprehensif dan sekaligus menampilkan hasilnya dalam berbagai format baik dalam bentuk peta maupun berupa tabel atau laporan (report). Penyusunan model menggunakan analisis spasial tumpang susun (overlay) yang merupakan proses penggabungan dua buah peta untuk membentuk peta baru.

Kalibrasi dan verifikasi model dibutuhkan untuk membuktikan bahwa model tersebut mewakili dengan kondisi sebenarnya apa tidak. Kalibrasi dan verifikasi model dilakukan dengan cara membandingkan hasil model dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ada.

METODE PENELITIAN

Uji coba model dilakukan di DAS Kali Sumpil Sub-Sub DAS Kali Brantas dengan luas 15,387 Km2 , dan secara administratif terletak di Kabupaten Malang seluas 13,63 Km2, di Kota Batu seluas 0,26 Km2 dan seluas 1,49 Km2 di Kota Malang.

Menggunakan pendekatan metode survei, yaitu perolehan data dilakukan dengan cara langsung dikumpulkan dari sumber pertama atau pengukuran langsung di lapangan (data primer) dan dari instansi terkait atau secara tidak langsung (data sekunder). Jenis data yang dikumpulkan

585

Page 5: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

terdiri dari data ruang dan data non ruang yang menggambarkan karakteristik DAS Kali Sumpil. Data primernya adalah data sifat fisik tanah (sampel tanah), sedangkan data sekundernya adalah: 1) data curah hujan, 2) jenis tanah, 3) peta topografi, 4) peta penggunaan lahan, 5) Peta Rencana Tataruang Wilayah (RTRW), dan 6) Peta Daerah Aliran Sungai.

Penyusunan model menggunakan analisis spasial tumpang susun (overlay) yang merupakan proses penggabungan dua buah peta untuk membentuk peta baru. Untuk kawasan pemukiman eksisting tidak

dirubah dianggap sebagai kawasan yang harus tetap dipertahankan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batas model adalah DAS, dan DAS Kali Sumpil yang digunakan untuk uji coba model. Peubah bebas dari model tata ruang ini adalah 1. Peta guna lahan, 2. Peta arahan fungsi kawasan dan 3. Peta konservasi air. Penggunaan lahan di DAS Kali Sumpil adalah: sawah irigasi, tegal, kebun, semak belukar, tanah kosong dan pemukiman.

Peta Arahan Fungsi Kawasan Kemampuan lahan dapat diartikan

sebagai kemampuan suatu lahan untuk

digunakan sebagai usaha pertanian yang paling intensif, termasuk penentuan tindakan pengelolaannya, tanpa menye-

586

Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan

DAS K. Sumpil

Page 6: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

babkan lahan menjadi rusak. Analisis kemampuan lahan dimaksudkan untuk memilih kawasan-kawasan yang harus dilindungi dan/atau kawasan mana yang bisa digunakan untuk budidaya. Penilaian kemampuan suatu lahan dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengelom-pokkan sifat-sifat dari lahan tersebut, khususnya faktor pembatas lahan (kualitas lahan). Hasil arahan fungsi kawasan DAS Kali Sumpil dibagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan dan kawasan budidaya tanaman semusim / permukiman.

Kawasan Penyangga

Keadaan fisik kawasan ini masih memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian secara ekonomis, asalkan tidak merugikan dari segi ekologi/lingkungan hidup.

Kawasan Budidaya Tanaman TahunanKawasan yang sesuai untuk

dikembangkan usaha tani tanaman tahunan (tanaman perkebunan, tanaman industri), selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga.

Kawasan budidaya Tanaman Semusim / Permukiman

Kawasan yang sesuai untuk dikem-bangkan usaha tani tanaman semusim serta terletak di tanah milik, tanah adat, dan tanah negara.

587

Gambar 2. Peta Arahan Fungsi Kawasan

Page 7: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Peta Konservasi Air

Untuk pembuatan peta konservasi air dalam penelitian ini menggunakan Model Kineros. Berdasarkan analisis potensi konservasi air hasil model KINEROS, maka dapat diketahui bahwa DAS Kali Sumpil mempunyai potensi konservasi air.

Rata-rata prosentase nilai potensi konservasi air yang terjadi adalah sebesar 20,73% untuk hujan kala ulang 2 tahun dan 13,62% untuk hujan dengan kala ulang 5 tahun. Hasil tersebut digambarkan dalam bentuk peta potensi konservasi air untuk setiap simulasi hujan.

588

Gambar 3. Peta Potensi Konservasi Air

Hasil Model Kineros (Kala Ulang 2 Tahun)

Hasil Model Kineros (Kala Ulang 2 Tahun)

Page 8: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

589

Page 9: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Hasil Model TataruangHasil model integrasi antara tataruang

dengan perencanaan DAS berbasis kon-servasi air dengan kala ulang 2 tahun, terdapat lima peruntukan kawasan untuk DAS Kali Sumpil, yaitu Kawasan Penyangga seluas 469.350 ha (31,01 %), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 602.640 ha (39,81 %), Kawasan Budidaya Tanaman Semusim / Per-mukiman/ Jasa / Industri seluas 91,507 ha (6,04 %), Kawasan Permukiman kondisi eksisting seluas 328,634 ha (21,71 %) dan

Kawasan Resapan Air seluas 21,644 ha (1,43 %).

Kalibrasi dan Verifikasi ModelKalibrasi dan verifikasi model

dilakukan dengan cara membandingkan hasil model dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ada. Hasil dari kalibrasi dan verifikasi model tataruang di DAS Kali Sumpil yaitu seluas 4375,705 ha (28,91 %) sesuai model dan tidak sesuai model seluas 10.762,040 ha (71,09 %).

590

Gambar 4. Peta Potensi Konservasi Air

Hasil Model Kineros (Kala Ulang 5

Tahun)

Page 10: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Gambar 5. Prosedur Penyusunan Model Tataruang

591

Fungsi Kawasan Landuse Eksisting Konservasi Air

Model TataruangRTRW Yang AdaVerifikasi & Kalibrasi

Page 11: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Gambar 6. Peta Hasil Model Tataruang-Perencanaan DAS Berbasis Konservasi Air

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis, maka dapat diambil kesimpulan:1. Prosedur penyusunan model

tataruang yang terintegrasi dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai berbasis konservasi air, disusun dengan bantuan sistem informasi geografi (SIG). Dalam penyusunan model tersebut variabel-variabel

sebagai fungsi dari tataruang ditampilkan dalam bentuk data spasial dan atribut. Hasil analisis secara kuantitatif mendapatkan peta konservasi air (peta infiltrasi) dan peta arahan fungsi kawasan. Penyusunan model menggunakan analisis spasial tumpang susun (overlay) yang merupakan proses penggabungan dua buah peta atau lebih untuk membentuk peta baru.

592

Page 12: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

Tumpang susun pertama adalah antara peta arahan fungsi kawasan dengan peta penggunaan lahan eksisting, hasilnya ditumpang susunkan dengan peta konservasi air, sehingga didapatkan peta tata ruang berbasis konservasi air. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan hasil model peta tata ruang dengan peta RTRW yang sudah ada.

2. Hasil model tataruang di DAS Kali Sumpil adalah Kawasan Penyangga seluas 469.350 ha (31,01 %), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 602.640 ha (39,81 %), Kawasan Budidaya Tanaman Semusim / Permukiman / Jasa / Industri seluas 91,507 ha (6,04 %), Kawasan Permukiman kondisi eksisting seluas 328,634 ha (21,71 %) dan Kawasan Resapan Air seluas 21,644 ha (1,43 %). Sedangkan hasil verifikasi dan kalibrasi model terhadap RTRW yang sudah ada menunjukkan kondisi sesuai seluas 762,634 ha (28,91 %) dan tidak sesuai seluas 1.875,696 ha (71,09 %).

SARAN

Hendaknya planolog menjadikan peta potensi konservasi air dan peta arahan fungsi kawasan sebagai landasan dalam menata ruang, sehingga ada integrasi antara perencanaan DAS dengan tataruang.

DAFTAR PUSTAKA

Agriceli. 2004. Puluhan Daerah Aliran Sungai Kritis. Tempo interaktif. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/07/09/brk,20040709-32,id.html. [8 Oktober 2004].

Anonim, 1998. “Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS”, Jakarta : Departemen Kehutanan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan).

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Anonim, 2005. Undang Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

Purwodarminto,1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Aronoff. 1989. Geographic Information System – A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Bisri, Mohammad. 2006. Konservasi Air Sebagai Landasan Dalam Perencanaan Ruang (Studi Kasus di DAS Kali Sumpil). Disertasi Tidak Diterbitkan. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Linsley, R.K.Jr., M.A. Kohler, J.L.H. Paulhus dan Y. Hermawan (penerjemah). 1996. Hidrologi untuk Insinyur. Edisi ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Prahasta, E. 2004. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung.

Soemarto, C. D. 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.

Suresh, R. 1993. Soil and Water Conservation Engineering. Nem Chand Jain, Standard Publisher Distributors. Nai Sarak. Delhi.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Tarboton, David. 2000. Distributed Modeling in Hydrology using Digital Data and Geographic Information System. Utah State University.

593

Page 13: Xkh1d Model Tataruang Berbasis Konservasi Air

AGRITEK VOL. 17 NO. 3 MEI 2009 ISSN. 0852-5426

http://www.engineering.usu.edu.dta rb

594