Upload
maruf
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/14/2019 ws4007
1/64
8/14/2019 ws4007
2/64
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
DEKLARASI .................................................................................................. ii
NOTA PEMBIMBING.................................................................................... iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................... 4
D. Tinjauan Pustaka .................................................................... 5
E. Kerangka Teori ....................................................................... 9
F. Metode Penelitian .................................................................. 10
G. Sistematika Pembahasan ........................................................ 13
BAB II TUJUAN UMUM TENTANG KEWAJIBAN NAFKAH
IDDAH KEPADA SUAMI ISTRI YANG TELAH DICERAI
A. Pengertian Iddah .................................................................... 15
B. Dasar Hukum Iddah ............................................................... 18
8/14/2019 ws4007
3/64
8/14/2019 ws4007
4/64
iv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 55
B. Saran-saran ............................................................................. 56
C. Penutup.................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
8/14/2019 ws4007
5/64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak sekali permasalahan-
permasalahan yang timbul, umumnya pada permasalahan perkawinan. Di
Pengadilan Agama (PA) Salatiga banyak pengajuan kasus perkawinan
khususnya dalam kasus penyelesaian nafkah iddah. Dimana norma-norma dan
kaidah-kaidah yang ada dan mengatur masalah ini sudah dikesampingkan.
Dan hukum-hukum yang mengatur hal ini, sepertinya sudah tidak diindahkan
(dipedulikan) lagi. Walaupun ini hanya terjadi di kota-kota besar khususnya
seperti yang terjadi di Bandung, Jakarta, dan daerah khusus kota Salatiga.
Pada prinsipnya perkawinan itu bertujuan untuk selama hidup dan
untuk mencapai kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi suami istri yang
bersangkutan. Sehingga Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian
antara suami istri, baik itu dilakukan atas inisiatif pihak laki-laki (suami)
maupun pihak perempuan (istri). Karena semua bentuk perceraian itu akan
berdampak buruk bagi masing-masing pihak. Suatu perceraian yang telah
terjadi antara suami istri secara yuridis memang mereka itu masih mampunyai
hak dan kewajiban antara keduanya, terutama pada saat si istri sedang
menjalani masa iddah.
8/14/2019 ws4007
6/64
2
Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan
oleh mantan suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun
karena suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri
belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain. 1
Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah
mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban
antara keduanya. Bila suami melalaikan kewajibannya maka akan timbul
berbagai permasalahan, misalnya si anak putus sekolahnya, sehingga anak
tersebut menjadi terlantar atau bahkan menjadi gelandangan. Sedangkan
mantan istrinya sendiri tidak menutup kemungkinan akan terjerumus ke
lembah hitam.
Inilah fenomena-fenomena yang sering timbul dari perceraian yang
mana suami tidak melaksanakan kewajibannya terhadap hak istri dan anak
pada masa iddah. Setelah terjadi perceraian pada hakikatnya si suami harus
memberikan minimal perumahan pada mantan istri dan anaknya. Berkenaan
dengan itu kewajiban suami tersebut, alam Kompilasi Hukum Islam pasal
18 ayat 1 yang berbunyi Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi
istri dan anak-anaknya atau mantan istrinya yang masih dalam masa iddah. 2
Dari bunyi di atas sudah jelas bagi suami yang telah menceraikan
istrinya wajib untuk menyediakan tempat tinggal, ataupun membolehkan
1 Muhammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan , cet. 6, PT. RajaGrafindo, Pustaka Pelajar, Jakarta, hlm. 125
2 Moh. Mahfud, Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia , cet. I, Yogyakarta Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 199
8/14/2019 ws4007
7/64
3
istrinya untuk bertempat tinggal di rumahnya sampai batas masa iddah habis
(berakhir).
Bila suami melalaikan kewajiban ini, maka istri dapat mengajukan
gugatannya ke Pengadilan Agama. Gugatan tersebut dapat diajukan bersama-
sama sewaktu istri mengajukan berkas gugatan atau dapat pula gugatan
tersebut diajukan di kemudian. Akan tetapi ada pula kewajiban tersebut tidak
dapat dibebankan kepada mantan suami, misalnya pada waktu terjadi
perceraian tersebut disebabkan istri murtad atau sebab-sebab lainnya yang
menjadi sebab suami tidak wajib menunaikan hak istri dan bila telah ada
kemufakatan bersama atas putusan Pengadilan Agama tentang nafkah anak
tersebut, maka dapat pula nafkah si anak ditanggung bersama antara keduanya
(suami-istri).
Pengadilan Agama adalah lembaga yang berwenang dalam
menyelesaikan masalah nafkah iddah. Namun untuk menyelesaikan masalah-
masalah tersebut di atas para pencari keadilan yang selalu agresif mengajukan
permasalahannya ke Pengadilan Agama. Bila tidak mendapatkan kejelasan
dan kepastian hukum sudah barang tentu pengajuan perkara haruslah sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Bertitik tolak dari realitasyang ada ini penyusun merasa terpanggil
untuk membahas lebih mendalam tentang penyelesaian nafkah iddah. Dengan
pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu gambaran, dan
jawaban yang konkrit dalam implikasi Pengadilan Agama dan Undang-
undang kehidupan masyarakat.
8/14/2019 ws4007
8/64
4
Perkara yang diterima Pengadilan Agama Salatiga dalam pengajuan
cerai talak dan cerai gugat Pengadilan Agama pada tahun 2004 kurang lebih
ada 20% perkara yang diputuskan hanya kurang lebih 19%. Dan pada tahun
2005 Pengadilan Agama Salatiga dalam pengajuan cerai thalak dan cerai
gugat Pengadilan Agama kurang lebih ada 20% perkara, yang diputuskan oleh
Pengadilan Agama hanya kurang lebih 19%.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas
maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang merupakan
sentral pembahasan dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana konsep nafkah iddah menurut hukum Islam dan perundang-
undangan di Indonesia?
2. Bagaimana cara penyelesaian nafkah iddah dan pertimbangan hakim
Pengadilan Agama Salatiga dalam mengabulkan permohonan nafkah
iddah?
3. Bagaimana kesesuaian putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga tentang
nafkah iddah dengan hukum Islam?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui konsep nafkah iddah menurut hukum Islam dan
perundang-undangan di Indonesia.
8/14/2019 ws4007
9/64
5
b. Untuk mengetahui cara penyelesaian nafkah iddah dan pertimbangan
hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam mengabulkan permohonan
nafkah iddah.
c. Untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim Pengadilan Agama
Salatiga tentang nafkah iddah dengan hukum Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :
a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
dan kontribusi kepada peneliti khususnya dalam ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan nafkah iddah.
b. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih gelar Sarjana
Strata 1 (S-1) dalam bidang hukum Islam (syariah)
c. Sebagai wacana bagi para pembaca.
D. Tinjauan Pustaka
Menurut historis iddah telah dikenal sejak zaman dahulu. Orang-orang
Arab tidak pernah meninggalkan iddah bagi istri-istri mereka yang telah
diceraikan dan ini telah menjadi kebiasaan. Para ulama telah sepakat iddah itu
hukumnya wajib bagi istri yang telah diceraikan.
Iddah ialah masa tunggu atau tenggang waktu sesuai dengan jatuhnya
thalak dari suami, dimana pada masa iddah ini suami boleh untuk merujuk
kepada istrinya. Sehingga pada masa iddah ini si istri belum boleh untuk
melangsungkan perkawinan dengan laki-laki lain.
8/14/2019 ws4007
10/64
6
Pada masa iddah ini sebenarnya untuk meyakinkan kekosongan rahim
si istri agar terhindar dari percampuran atau kekacauan nasab bagi anak yang
dikandung. Disamping itu untuk memikir kembali atau jalan yang mereka
tempuh, apakah untuk merujuk kembali atau tetap meneruskan perceraian
yang telah terjadi. Bagi istri yang telah diceraikan oleh suaminya, baik istri
tersebut dicerai hidup dari pihak si sumai ataukah si istri tersebut sedang
mengandung atau tidak. Maka si istri tersebut wajib untuk menjalani masa
iddah sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 153 ayat
(1) yang berbunyi : Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku
waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla dukhul dan perkawinan putus bukan
karena kematian suami. 3
Dari bunyi pasal tersebut di atas dapat dipahami bahwa setiap istri
yang diceraikan suaminya diharuskan untuk menjalani masa iddah, yang lama
waktunya ditetapkan menurut keadaan istri yang diceraikan atau suami yang
menceraikannya, yakni apakah perceraian itu terjadi karena cerai proses
pengadilan atau cerai karena kematian. Setelah terjadinya perceraian
berdasarkan hukum perdata maupun hukum syara si suami dibebankan untuk
memberikan perumahan kepada pihak mantan istri. Dan apabila si suami tidak
memberikannya, baik itu perumahan ataupun nafkah kehidupan (uang belanja)
maka si istri dapat mengajukan masalah tersebut kepada pengadilan agama.
Mengajukan tuntutan perumahan ataupun biaya nafkah dapat diajukan
bersama-sama dengan permohonan cerai dan dapat pula diajukan kemudian.
3 Ibid. , hlm. 210
8/14/2019 ws4007
11/64
7
Kewajiban suami terhdap istri tersebut diatur dalam Undang-undang
No. 1 1974 pasal 41 (c), yang berbunyi : Pengadilan Agama dapat
mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya kehidupan dan
atau untuk menentukan suatu kewajiban bagi mantan suami. 4
Suatu yang telah diputuskan di Pengadilan Agama haruslah dipatuhi
dan dijalankan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, bila tidak dijalankan
maka Pengadilan Agama dapat menjatuhkan eksekusi kepada pihak tersebut.
Inipun apabila pihak dirugikan mengadu kepada Pengadilan Agama yakni
tentang putusan yang dilalaikan oleh pihak lain. Dalam mengeksekusi pihak
yang melalaikan putusan majlis hakim tersebut, Pengadilan Agama dapat
menarik atau meminta bantuan kepada pihak kepolisian.
Perceraian yang terjadi karena si istri murtad atau melanggar syara
lainnya, maka si istri tersebut tidak mempunyai hak untuk menuntut
perumahan dan biaya nafkah. Ini berakibat si suami mempunyai kewajiban
untuk memberi perumahan ataupun nafkah belanja. Akan tetapi adapun si istri
mempunyai hak namun si suami tidak wajib menunaikannya. Ini hanya
berlaku pada perceraian yang terjadi karena mati atau setelah bercerai si suami
meninggal dunia. Menurut Azhar Basyir, suatu perceraian yang terjadi karena
kematian suaminya baik itu perceraian yang terjadi, kemudian si suami
meninggal dunia maka bekas istrinya tidaklah dapat menuntut hak kepada
orang yang telah meninggal dunia. Tetapi nafkah dapat diambil dengan
menyisihkan sebagian harta peninggalan si suami yang meninggal tersebut. 5
4 H. Arso Armojo, Hukum Perkawinan di Indonesia , cet. III, Bulan Bintang, Jakarta,1981, hlm. 59
5 Azhari Basyir, Hukum Perkawinan di Indonesia , cet. I, Yogyakarta, 1997, hlm. 77
8/14/2019 ws4007
12/64
8
Jadi istri (perempuan) yang ditinggal mati suaminya itu tidak
sepenuhnya dia mendapat nafkah namun bila bekas suami tersebut
meninggalkan harta yang cukup, maka sesudah dibaginya harta si istri dan
mendapatkan dispensasi dalam mendapatkan bagiannya.
M. Tholib dalam masalah hak istri pada masa iddah itu menjelaskan
bahwa perempuan beriddah mendapatkan hak kediaman (perumahan), dan ia
haruslah tetap tinggal, di rumah suaminya habis masa iddahnya. Dan suami
tidak berhak menyuruh istrinya keluar rumah tersebut, sekalipun telah jatuh
talak atau perpisahan ketika tidak di rumah suami, maka istri tetaplah wajib
untuk pulang ke rumah suaminya itu begitu ia mengetahui bahwa telah jatuh
talak tersebut. 6
Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa istri yang telah
ditalak suaminya walaupun waktu tidak ada di rumah kediaman suami
tersebut, maka istri tersebut tetap wajib untuk kembali dan tinggal di rumah
tersebut, suamipun tidaklah berhak untuk melarang dan mengusir istri tersebut
dengan alasan apapun, karena merupakan salah satu hak istri terhadap suami
dimana si suami haruslah menunaikannya.
Dalam tunjangan ini apabila tidak memuaskan dapat mengajukan
kembali permohonan supaya penetapan ini hakim ditinjau kembali. Ada
kalanya jumlah tunjangan itu ditetapkan oleh kedua belah pihak atas dasar
mufakat, namun ada juga jumlah tunjangan itu ditetapkan oleh hakim dengan
pertimbangan dan keadaan suami.
6 M. Thalib, Liku-liku Perkawinan , cet. I, P.D. Hidayat, Yogyakarta, 1986, hlm. 168
8/14/2019 ws4007
13/64
9
E. Kerangka Teori
Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan
pemikiran dan sebagai alat analisisnya.
1. Surat At Thalak ayat 7
Artinya : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinyahendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allahkepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorangmelainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allahkelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan .7
2. Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tentang Hak dan Kewajiban
Suami Istri pasal 34
a. Suami wajib melindungi istri dan memberi segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai kewajiban.
b. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
c. Jika suami atau istri melainkan kewajiban masing-masing dapat
mengusulkan gugatan ke pengadilan
Dari bunyi pasal di atas dapat diketahui bahwa kewajiban seorang
ayah dalam memenuhi hak-hak anaknya. Hendaknya diberikan untuk baik
semasa perkawinan maupun sesudah perceraian dengan ibu dari anaknya.
Namun itu merupakan bukti dari peraturan yang kadang terhenti
pada tataran teori dan harapan. Sedangkan kehidupan anak yang akan
8/14/2019 ws4007
14/64
10
menekan biaya adalah realitas yang tidak bisa ditawar. Sehingga yang
dibutuhkan adalah penanganan secara riil dan serius, sehingga kesadaran
hukum untuk melaksanakan peraturan sangatlah dibutuhkan atau dengan
kata lain terbentuknya peraturan idenya efektif pelaksanaannya.
Bagaimana nasibnya anak yang lahir dari seorang ibu yang telah disertai
oleh suaminya kalau pasal di atas tidak terlaksana.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Beberapa pendekatan yang penyusun pergunakan untuk
melaksanakan penelitian ini, antara lain :
a. Pendekatan historis ialah penulis mempelajari sejarah perkembangan
dari tahun ke tahun kewenangan Pengadilan Agama Salatiga dalam
menyelesaikan nafkah serta proses penyelesaian iddahnya di
Pengadilan Agama
b. Pendekatan Aplikatif
Pendekatan aplikatif ialah dengan mengalisa tiap permasalahan
yang terjadi dari tahun ke tahun dan menganalisa tentang sikap
Pengadilan Agama dalam menyelesaikan permasalahan dengan tidak
mengakibatkan faktor-faktor situasi dan ruang lingkup dimana mereka
berada.
7 Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya , Yayasan Penyelenggara, 1986,hlm. 916
8/14/2019 ws4007
15/64
11
2. Definisi Operasional
a. Yang dimaksud kewenangan Pengadilan Agama ialah suatu proses
hukum dimana Pengadilan Agama atau majlis hakim berhak untuk
memeriksa, menyelesaikan, menetapkan dan memutuskan perkara atau
permasalahan yang diajukan oleh pihak-pihak untuk mendapatkan
kepastian hukum, selama masalah tersebut dalam ruang lingkup
kewenangan Pengadilan Agama.
b. Yang dimaksud masa iddah ialah masa tunggu bagi si istri yang telah
diceraikan oleh suaminya dimana istri belum boleh kawin lagi dengan
laki-laki lain (bukan suaminya) sebelum masa iddah itu habis dan
masa iddah ini juga merupakan masa berfikir bagi suami apakah ia
untuk meneruskan perceraian tersebut atau kembali bekas istrinya.
c. Yang dimaksud dengan nafkah iddah akibat perceraian sesuatu
pemberian yang berupa nafkah yang diberikan pada seorang istri. Hak
itu milik seseorang yang menjadi milik orang lain.
3. Jenis Data
Sebelum penyusun kemukaan subyek dari penelitian, terlebih
dahulu perlu diketahui tentang jenis data yang diperlukan dalam kaitannya.
4. Subyek penelitian
Subyek penelitian dalam istilah lain dapat pula disebut dengan
sumber data: sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
subyek dari mana data itu dapat diperoleh. Sehubungan dengan wilayah
8/14/2019 ws4007
16/64
12
sumber data yang dijadikan sebagai sumber penelitian, maka dikenal
dengan populasi dan sampel.
a. Populasi, meliputi masyarakat yang telah bercerai berai di Pengadilan
Agama Salatiga berjumlah 227 kasus pada tahun 2004 dan pada tahun
2005 berjumlah 231
b. Sampel diambil berdasarkan penelitian subjektif bahwa sampel benar-
benar mencerminkan populasi. 8 Dari 723 kasus yang diklasifikasikan.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang sehubungan dengan penelitian ini,
maka penyusun menggunakan metode antara lain :
a. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data
dengan melakukan tanya jawab sepihak secara sistematis, berdasarkan
tujuan, wawancara ini dilakukan dengan hakim pengadilan Agama
yang berwenang.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu membaca buku-buku literature dan
mengkajinya sesuai dengan pembahasan yang ada hubungan dengan
pembahasan yang dibahas.
6. Metode Analisis Data
Setelah seluruh data-data terkumpul maka barulah langkah
selanjutnya penyusun menentukan bentuk pengolahan terhadap data-data
tersebut antara lain :
8/14/2019 ws4007
17/64
8/14/2019 ws4007
18/64
14
Pengadilan Agama terhadap bekas suami yang tidak mampu menjalankan
kewajibannya pada masa iddah istri.
Bab V berisi tentang hasil analisa yang menggabungkan antara bab
ketiga dan keempat, sehingga menjadi kesimpulan sebagai bagian penutup
bagian ini juga berisi tentang kesimpulan dan saran.
8/14/2019 ws4007
19/64
15
BAB II
TUJUAN UMUM TENTANG KEWAJIBAN NAFKAH IDDAH
KEPADA SUAMI ISTRI YANG TELAH DICERAI
A. Pengertian Iddah
Bagi istri yang putus hubungan perkawinan dengan suaminya baik
karena ditalaq atau karena ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai akibat
hukum yang harus diperhatikan yaitu masalah iddah. Keharusan beriddah
merupakan perintah Allah yang dibebankan kepada bekas istri yang telah
dicerai baik dia (istri) orang yang merdeka maupun hamba sahaya untuk
melaksanakannya sebagai manifestasi ketaatan kepadanya.
Untuk memudahkan pembahasan kita mengenai pengertian iddah ini,
maka penulis mencoba mengungkapkan dan menyajikan dari dua segi yaitu
segi bahasa dan segi istilah.
1. Dari Segi Bahasa
Sebelum kita mengkaji lebih lanjut tentang nafkah iddah terlebih
dahulu penulis kemukakan arti iddah ditinjau dari segi bahasa, iddah
berasal dari kata yang mempunyai arti bilangan atau hitungan. 9
Dalam Kamus Arab Indonesia karangan Mahmud Yunus, iddah
berasal dari kata yang berarti menghitung. 10
9Muhammad Idris Abdurra'uf, Al Marbawy Juz I, Kamus Idris Melayu , Darul Ulum AlIslamiyah, 354, hlm. 8-9 bagian 2
10Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia , Hida Karya Agung, Jakarta, 1997, hlm. 42
8/14/2019 ws4007
20/64
16
Dengan demikian jika ditinjau dari segi bahasa, maka kata iddah
dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid atau hari suci pada
wanita. 11
2. Dari Segi Istilah
Para ulama telah merumuskan pengertian iddah dengan rumusan,
antara lain
12
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa iddah adalah suatutenggang waktu tertentu yang harus dijalani seorang perempuan sejak ia
berpisah. Baik disebabkan karena talak maupun karena suaminya meninggal
dunia. Dalam hal iddah ini wanita (istri) tidak boleh kawin dengan laki-
laki lain sebelum habis masa iddahnya. Dengan demikian dapat diambil
suatu pengertian bahwa iddah itu mempunyai beberapa unsur yaitu :
a. Suatu tenggang waktu tertentu
b. Wajib dijalani si bekas istri
c. Karena ditinggal mati oleh suaminya maupun diceraikan oleh
suaminya.
d. Keharaman untuk melakukan perkawinan selama masa iddah
Untuk memperjelas pengertian tersebut di atas, dapat dikemukakan
hasil Tim Departemen Agama RI yang merumuskan bahwa iddah menurut
pengertian hukum Islam ialah masa tunggu yang ditetapkan oleh hukum
11 Chuzaiman T. Yanggo dkk., Problematika Hukum Islam Kontemporer , cet. I, PT.Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994, hlm. 149
8/14/2019 ws4007
21/64
17
syara bagi wanita untuk tidak melakukan akad perkawinan dengan laki-
laki lain dalam masa tersebut. Sebagai akibat perceraian atau ditinggal
mati suaminya. Dalam rangka membersihkan diri dari pengaruh dan akibat
hubungan dengan suaminya itu. 13 Jadi iddah itu adalah kewajiban pihak
perempuan untuk menghitung hari-harinya dan masa bersihnya dan ini
merupakan nama bagi masa lamanya perempuan (istri) menunggu dan
tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau setelah pisah dengan
suaminya. 14 Bertolak dari beberapa definisi tersebut di atas dapat
dirumuskan bahwa iddah menurut pengertian dalam hukum Islam adalah
masa tunggu yang ditetapkan oleh hukum syara bagi wanita (istri) untuk
tidak melakukan aqad nikah baru dengan laki-laki lain dalam masa
tersebut, dengan tujuan untuk membersihkan diri dari pengaruh akibat
hubungan antara mantan suaminya itu serta sebagai taabudi kepada Allah
SWT.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yang
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Perkawinan No. 1
tahun 1974 akan kita ambil pengertian yang sifatnya sudah cukup tegas.
Hal ini disebabkan karena definisi waktu tunggu iddah itu sendiri sudah
diulas secara konkrit dan jelas. Menurut H. Arso Sastroadmojo dalam
bukunya Hukum Perkawinan Indonesia dijelaskan bahwa :
Iddah adalah tenggang waktu dimaa janda bersangkutan tidak boleh kawin
bahkan dilarang pula menerima pinangan atau lamaran dengan tujuan
12 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , Darul Fikry, Beirut, t.t., hlm. 277
8/14/2019 ws4007
22/64
18
untuk menentukan nasab dari kandungan janda itu bila ia hamil. Dan juga
sebagai masa berkabung bila suami yang meninggal dunia dan untuk
menentukan masa rujuk bagi suami bila talak itu berupa talak faji. 15
Pemahaman ini diinspirasikan secara implisif oleh pasal-pasal yang
berhubungan dengan masalah iddah itu sendiri yaitu pasal 11 Undang-
undang No. 1 tahun 1974 dan pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
1975. dengan demikian pengertian iddah adalah masa tenggang waktu atau
tunggu sesudah jatuhnnya talak. Di dalam waktu iddah itu bekas suami
diperbolehkan untuk merujuk kepada bekas istrinya. Atas dasar inilah si istri
tidak diperbolehkan melangsungkan perkawinan baru dengan laki-laki
lain. 16
B. Dasar Hukum Iddah
Setelah membahas masalah iddah dari segi pengertian, maka di bawah
ini penyusun bahas dasar-dasar hukum iddah yang mengacu pada hukum naqli
guna memperjelas tentang iddah itu sendiri.
1. Dasar dari Al Qur'an
13 Chuzaimah T. Yanggo dkk., op. cit. , hlm. 14914 Muhammad Idris Abdurra'uf, op. cit. 15 H. Sastroadmojo, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia , cet. III, Bulan Bintang,
Jakarta, 1981, hlm. 7016 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan , cet. I,
Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm. 120
8/14/2019 ws4007
23/64
19
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yangdiciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinyadalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itumenghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yangseimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akantetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripadaisterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana .(QS. Al Baqarah : 228) 17
Ayat di atas walaupun sebenarnya telah dinasakh oleh ayat yang
kemudian, akan tetapi kandungan dari hukum ayat tersebut tetaplah
dipakai dan dipergunakan sebagai dalil hukum dalam penetapan hukum
Islam syara yang berkenaan dengan masalah iddah istri. Ayat yang
demikian ini dalam istilah ilmu ulumul quran disebut dengan
baqouttilawah wa hukmi adamul
2. Dasar dari Hadits
Hadits dari Bukhari dan Muslim yang berbunyi
18 Dari Abu Mas'ud Al Badry ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda"Apabila seseorang menafkahkan harta untuk keperluan keluarga,hanya berharpa dapat memperoleh pahala maka hal itu akan
dicatat sebagai sedekah baginya. "3. Dasar Hukum Perdata
17 Departemen Agama RI, Al Qur'an Terjemah , Pelita III, Jakarta, 1991-199218 Imam Nawawi, Riyadhus Sholihin Jilid I , Pustaka Amani, Jakarta, 1992, hlm. 308
8/14/2019 ws4007
24/64
20
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan
waktu tunggu bagi seorang wanita yang putus perkawinan. 19
Selanjutnya atas dasar pasal 11 Undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan ditetapkan waktu tunggu sebagai berikut :
Ayat (1) Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka
waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat satu akan
diatur dalam peraturan pemerintah lebih lanjut. 20
Demikian pula pada Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975,
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan mengatur waktu tunggu yang dituangkan pada bab VII pasal 39.
Pada pasal 153 Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan dalam
menentukan waktu tunggu sebagai berikut :
Ayat (1) Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu
tunggu atau iddah kecuali qobla ardhukhul dan perkawinannya
putus bukan karena kematian suami.
Demikian pula dalam pasal 154 dan pasal 155 Kompilasi Hukum
Islam tentang perkawinan, mengatur waktu iddah.
19 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia , cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta,1978, hlm. 20
20 Undang-undang Perkawinan di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan, cet. PT. PradyaParamita, Jakarta, 1987, hlm. 10
8/14/2019 ws4007
25/64
21
C. Macam-macam Iddah
Mengenai macam-macam iddah atau waktu tunggu menurut
perundang-undangan hukum Indonesia, khususnya dalam Undang-undang No.
1 tahun 1974 tentang perkawinan serta dalam peraturan pelaksanaannya yaitu
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam. Telah
memberikan klasifikasi dengan tidak menyebut suatu istilah tertentu yang
dipergunakan, akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa materi dari Undang-
undang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya merupakan cuplikan yang
diambil dari norma masing-masing agama di Indonesia yang didominasi oleh
aturan-aturan yang digariskan dalam syariat Islam.
Sedangkan secara spesifikasi maka macam-macam iddah itu antara
lain ialah :
1. Iddah Perempuan yang Haid
Jika perempuannya bisa haid maka iddahnya tiga kali quru'.
Sebagaimana firman Allah :
21 Dan perempuan-perempuan yang berthalaq, hendaklah merekamenahan diri mereka tiga kali quru' (QS. Al Baqarah : 228)
Dengan ayat tersebut di atas jelaslah bahwa istri yang diceraikan
oleh suaminya. Sedangkan istri tersebut belum pernah disetubuhi oleh
suami yang mentalaknya, maka bagi si istri tersebut tidak mempunyai
masa iddah. Sedangkan istri yang ditinggal suami dan pernah bersetubuh,
21Departemen Agama RI, op. cit. , QS. Al Ahzab (33) : 49
8/14/2019 ws4007
26/64
22
maka ia harus beriddah seperti iddah orang yang disetubuhi, hal ini
berdasar firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut :
...Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu denganmeninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari.Kemudian apabila telah habis `iddahnya, maka tiada dosa bagimu(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri merekamenurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. Al Baqarah : 234) 22
Wajib iddah bagi istri tersebut dimaksudkan untuk menghormati
bekas suaminya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Sabiq
sebagai berikut : istri yang kematian suaminya wajib iddah sekalipun
belum pernah disetubuhi, hal ini untuk menyempurnakan dan juga untuk
menghargai hak suami yang meninggal dunia. 23
Istri yang telah dicerai dalam keadaan masih haid harus menjalani
iddah (waktu tunggu) selama 3 (tiga) kali suci dan bila diharikan minimal
90 (sembilan puluh) hari. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam pasal
39 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975, ayat (1) sub (b) yang berbunyi
sebagai berikut :
Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi
yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan
sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari 24
22 Ibid. QS. Al Baqarah (2) : 23423 Sayyid Sabiq, op. cit. , hlm. 14224 Arso Sastroadmojo, op. cit. , hlm. 129
8/14/2019 ws4007
27/64
8/14/2019 ws4007
28/64
24
Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi
yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari. 26
3. Iddah istri yang telah disetubuhi
Iddah istri yang telah disetubuhi masih haid dan adakalanya tidak
berhaid lagi. Masa iddah yang masih haid adalah selama 3 kali quru
sebaaimana disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut :
27 Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yangdiciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinyadalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itumenghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yangseimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akantetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripadaisterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Al Baqarah : 228)
Arti quru ( ) dalam ayat di atas adalah ( ) jamak dari kata( ) yang berarti haid, hal ini dikuatkan oleh Ibnul Qoyyim yangditerangkan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah bahwa kata
quru hanya digunakan oleh agama yang berarti haid. Sesuai dengan
firman Allah sebagai berikut :
... ... Massa iddah untuk istri yang telah disetubuhi tetapi tidak mengalai
haid maka lama iddah 3 (tiga) bulan atau 90 hari.
26 Moh Mahfud, op. cit. , hlm. 21027 Depag RI, op. cit. , Al Baqarah 228
8/14/2019 ws4007
29/64
25
4. Iddah perempuan hamil
Perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suami dan sedang
hamil iddahnya sampai ia melahirkan. Hal ini didasarkan pada firman
Allah yang berbunyi sebagai berikut :
28 Dan Perempuan-perempuan hamil masa iddah mereka ialahsesudah melahirkan (QS. At Thalaq : 4)
Istri tersebut harus menjalani masa tunggu yakni sampai ia
melahirkan bayinya. Ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal
135, ayat (2), sub (c), yang berbunyi sebagai berikut :
Apabila perkawinan putus karena perkawinan sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai
melahirkan.
5. Iddah perempuan yang suaminya meninggal dunia
Iddah wanita yang ditinggal suaminya dan ia dalam keadaan tidak
hamil maka lama iddahnya ialah 4 bulan 10 hari, ini didasarkan pada
firman Allah yang berbunyi
...29
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu denganmeninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari (QS. Al Baqarah : 234)
28 Depag RI, op. cit. , Ath Thalaaq (65) : 129 Depag RI, op. cit. , Al Baqarah : 234
8/14/2019 ws4007
30/64
8/14/2019 ws4007
31/64
27
meinggalkan kebiasaan ini dan tatkala Islam datang kebiasaan itu diakui dan
dijalankan terus karena banyak terdapat kebaikan dan faedah di dalamnya. 32
Para ulama telah mencoba menganalisa hikmah disyariatkannya iddah
secara global dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan, sehingga tidak
tercampur antara keturunan seseorang dengan yang lain, atau dengan kata
agar tidak terjadi percampuran dan kekacauan nasab.
2. Memberikan kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk berfikir
kembali, apakah untuk rujuk kembali kepada istrinya ataukah akan
meneruskan cerai tersebut jika hal tersebut dianggap lebih baik.
3. kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri
sama-sama hidup lama dalam ikatan aqadnya. 33
Untuk lebih jelas dan lebih mendetailnya hikmah disyariatkannya
iddah tersebut maka dapat dikemukakan seperti di bawah ini.
1. Sebagai Pembersih Rahim
Ketegasan penisaban keturunan dalam Islam merupakan hal yang
amat penting. Oleh karena itu segala ketentuan untuk menghindari
terjadinya kekacauan nisab keturunan manusia ditetapkan di dalam Al
Qur'an dan As Sunnah dengan tegas. Diantara ketentuan tersebut adalah
larangan bagi wanita untuk menikah dengan beberapa orang pria dalam
waktu yang bersamaan. 34 Dan disamping itu untuk menghilangkan keragu-
raguan tentang kesucian rahim perempuan tersebut, sehingga pada
32 Sayyid Sabiq, op. cit. , hlm. 140
8/14/2019 ws4007
32/64
28
nantinya tidak ada lagi keragu-raguan tentang anak yang dikandung oleh
perempuan itu apabila ia telah kawin lagi dengan laki-laki yang lain. 35
2. Kesempatan untuk berfikir
Iddah khususnya dalam talak raji merupakan suatu tenggang
waktu yang memungkinkan tentang hubungan mereka. Dalam masa ini
kedua belah pihak dapat mengintropeksi diri masing-masing guna
mengambil langkah-langkah yang lebih baik. Terutama bila mereka telah
mempunyai putra-putri yang membutuhkan kasih sayang dan pendidikan
yang baik dari orang tuanya. 36 Disamping itu memberikan kesempatan
berfikir kembali dengan pikiran yang jernih setelah mereka menghadapi
keadaan rumah tangga yang panas dan yang demikian keruh sehingga
mengakibatkan perkawinan mereka putus. Kalau pikiran mereka telah
jernih dan dingin diharapkan pada nantinya suami akan merujuk istri
kembali dan begitu pula si istri tidak menolak untuk rujuk dengan
suaminya kembali. Sehingga perkawinan mereka dapat diteruskan
kembali. 37
33 Ibid. , hlm. 14034 Chuzaimah T. Yanggo, dkk., op. cit. , hlm. 16635 Kamal Muhtar, Asas Hukum Perkawinan , cet. II, Bulan Bintang, Jakarta, 1987,
hlm. 23036 Chuzaimah T. Yanggo, dkk., op. cit. , hlm. 16737 Soemiyati, op. cit. , hlm. 120
8/14/2019 ws4007
33/64
29
3. Kesempatan untuk bersuka cita
Iddah khususnya dalam kasus cerai mati, adalah masa duka atau
bela sungkawa atas kematian suaminya. Cerai karena mati ini merupakan
musibah yang berada di luar kekuasaan manusia untuk membendungnya.
Justru itu mereka telah berpisah secara lahiriyah akan tetapi dalam
hubungan batin mereka begitu akrab. 38 Jadi apabila perceraian tersebut
karena salah seorang suami istri meninggal dunia, maka masa iddah itu
adalah untuk menjaga agar nantinya jangan timbul rasa tidak senang dari
pihak keluarga suami yang ditinggal, bila pada waktu ini si istri menerima
lamaran ataupun ia melangsungkan perkawinan baru dengan laki-laki
lain. 39
4. Kesempatan untuk rujuk
Apabila seorang istri dicerai karena talak yang mana bekas suami
tersebut masih berhak untuk rujuk kepada bekas istrinya. Maka masa iddah
itu adalah untuk berpikir kembali bagi suami untuk apakah ia akan
kembali sebagai suami istri. Apabila bekas suami berpendapat bahwa ia
sanggup mendayung kehidupan rumah tangganya kembali, maka ia boleh
untuk merujuk kembali istrinya dalam masa iddah. Sebaliknya apabila
suami berpendapat bahwa tidak mungkin melanjutkan kehidupan rumah
tangga kembali, ia harus melepas bekas istrinya secara baik-baik dan
38 Chuzaimah T. Yanggo, dkk, op. cit. , hlm. 16839 Kamal Mukhtar, op. cit. , hlm. 231
8/14/2019 ws4007
34/64
30
jangan menghalang-halangi bekas istrinya itu untuk kawin dengan laki-
laki lain. 40
Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa iddah itu memiliki
berbagai keutamaan di berbagai aspek, yang mana masing-masing
mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Sehubungan dengan
itu maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidaklah dapat
mengubah ketentuan dalam kasus-kasus yang sudah jelas
dikemukakan dan ditetapkan oleh Al Qur'an dan as sunnah. Namun
hanya dalam kasus wathsyubhat dan zina perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan, sebab hukum antara
pria dan wanita dalam kasus ini hanya terkait pada masalah dhuhul
yang menggunakan kesucian rahim.
b. Meskipun terdapat keyakinan bahwa rahim perempuan (istri) bersih
dan diantara mereka (suami istri) tidak mungkin rujuk kembali, namun
tidaklah dapat dibenarkan bagiperem tersebut (bekas istri) melanggar
ketentuan iddah yang sudah dibentukan.
c. Begitu pula sebaliknya tidaklah dapat dibenarkan untuk
memperpanjang iddah bagi istri yang dapat mengakibatkan
penganiayaan maupun yang mendatangkan keuntungan baik bagi
bekas suami ataupun bagi bekas istri. 41
40 Ibid. , hlm. 23041 Chuzaimah T. Yanggo, dkk., op. cit. , hlm. 168-169
8/14/2019 ws4007
35/64
31
E. Hak dan Kewajiban Suami Istri pada Masa Iddah
1. Hak Istri pada Masa Iddah
a. Mendapatkan nafkah selama masa iddah
b. Mendapatkan perumahan selama masa iddah
c. Istri berhak memutuskan untuk rujuk kembali, sedangkan kewajiban
istri adalah masa berkabung bila ia ditinggal mati suaminya.
2. Kewajiban suami pada masa iddah istri
a. Suami wajib memberikan nafkah pada istri
b. Suami wajib memberikan perumahan pada istri
c. Suami berhak untuk merujuk kembali atau tidak
F. Hak dan Kewajiban Suami Istri pada Masa Iddah
Hak istri merupakan kewajiban suami untuk melaksanakan atau
memenuhi hak-hak istri. Sedangkan kewajiban istri merupakan hak suami
yang harus dijalankan oleh istri pada masa iddah.
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 (sub c) yang
berbunyi :
Pengadilan Agama dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban
bagi istri. 42
Hal ini juga dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 81 ayat (1
dan 2) yang berbunyi :
42Arso Sastroatmodjo, Hukum Perkawinan Islam , Bulan Bintang, Jakarta, 1981,hlm. 95
8/14/2019 ws4007
36/64
32
1. Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi istri dan anak-anaknya atau
bekas istrinya yang masih dalam iddah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal 43
Berdasar pada pasal di atas dan dipertegas dalam Kompilasi Hukum
Islam menunjukkan bahwa perumahan masuk ke dalam kategori dari bunyi
pasal dan hukum di atas untuk mewajibkan suami menyediakan tmepat
kediaman bagi istri selama masa iddah atau tempat kediaman bagi istri dapat
dialih artikan suami memberikan rumah yang lain untuk ditempati istri baik
selama pada masa iddah ataupun setelahnya. Akan tetapi bila istri itu sendiri
yang meninggalkan rumah yang telah ditetapkan tanpa alasan yang
dipertanggung jawabkan, maka istri tersebut telah dianggap nusyuz.
Adapun kewajiban lainnya bagi suami adalah memberikan biaya
nafkah selama masa iddah, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 149 (sub a
dan b) yang berbunyi antara lain :
Bila perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
a. Memberikan mutah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla audukhul
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama
dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain atau
nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil 44
43 Moh. Mahfud, op. cit. , hlm. 19944 Ibid. , hlm. 210
8/14/2019 ws4007
37/64
33
Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Dra. Siti Nurjanah Diaz,
S.H. nafkah iddah itu tidak tergantung pada pihak istri itu sendiri. Adapun
suami sendiri yang dengan suka rela tnapa dituntut dulu oleh istri di
Pengadilan Agama memenuhi kewajiban istri yang pada masa iddah. 45
Apabila istri berkeinginan menuntut nafkah iddah, maka dapat
dilaksanakan berdasarkan pada pasal 86 ayat (1) Undang-undang No. 7 tahun
1989 yang berbunyi :
Gugatan soal pengasuhan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta
bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dalam gugatan
perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan
hukum tetap 46
Nafkah iddah ini merupakan hak istri pada masa iddah dan kewajiban
suami pula untuk melaksanakannya. Akan tetapi dari tahun 1993 sampai 1995
masih relatif kecil yang melaksanakannya. Hal ini dikarenakan banyak faktor,
salah satunya adalah pendidikan. 47 Mengenai jumlah nafkah iddah istri
tersebut sangat relatif. Bila terjadi perselisihan mengenai jumlah, dapat
dianjurkan dan diberikan pengarahan oleh Pengadilan Agama untuk
diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. Akan tetapi bila tidak
terjadi kesepakatan dalam penentuan jumlah maka pengadilan agama dapat
menentukan jumlahnya yang disesuaikan dengan kemampuan suami dan tidak
memberatkannya, dan sebaliknya diberikan pada saat setelah pembacaan
sighot thalak di muka majelis hakim Pengadilan Agama.
45 Siti Nurjannah Dias, op. cit.
8/14/2019 ws4007
38/64
8/14/2019 ws4007
39/64
35
BAB III
WEWENANG PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN
KEWAJIBAN NAFKAH IDDAH KEPADA SUAMI ISTRIYANG TELAH DICERAI
G. Kewenangan Pengadilan Agama dalam Menetapkan Nafkah Iddah
3. Kewenangan Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan suatu badan peradilan yang turut
melaksanakan kekuasaan hakim dan memegang peranan penting di dalam
melaksanakan Undang-undang perkawinan. keberadaan lembaga
Pengadilan Agama di Indonesia merupakan wadah untuk menyelesaikan
perkara ummat Islam, dimana kewenangan dan ruang lingkup Pengadilan
Agama mengalami pasang surut.
Setelah Indonesia merdeka, perkembangan tata hukum pengadilan
agama sangat pesat. Hal ini ditandai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dimana dengan peraturan perundang-undangan
semakin mempertegas ruang lingkup dan eksistensi kekuasaan wewenang
pengadilan agama dalam menegakkan lembaga kehakiman.
Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain :
1. Undang-undang No. 14 tahun 1976 tentang Ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman
2. Undang-undang No. 1 tahun 1976 tentang Perkawinan
3. Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
8/14/2019 ws4007
40/64
36
4. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Undang-undang Peradilan
Agama
5. Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Pemasyarakatan Kompilasi Hukum
Islam. 50
Dengan adanya perundang-undangan di atas maka nampak jelas
kemajuan dan perkembangan Peradilan Agama. Dimana peraturan yang
menjadi dasar hukum Pengadilan Agama merupakan wujud nyata bahwa
kedudukan Pengadilan agama sekarang telah dipertegas dengan
perundang-undangan, seperti Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. 51
Dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 14 tahun 1970
berbagai sebagai berikut :
Kekuasaan kehakiman dilakukan pengadilan dalam lingkungan :
a. Pengadilan Umum
b. Pengadilan Agama
c. Pengadilan Militer
d. Pengadilan Tata Usaha Negara 52
Dari bunyi pasal tersebut, nampak jelas telah adanya klasifikasi
lembaga peradilan dan ruang lingkup masing-masing yang berarti
menunjukkan kemajuan dalam Tata Hukum Indonesia.
50 Moh. Mahfud MD, op. cit. , hl. vii51 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan di Indonesia , Ind. Hill Co. Jakarta, 1991,
hlm. 9952 Ibid. , hlm. 100
8/14/2019 ws4007
41/64
37
Akan tetapi bila ditilik sampai seberapa jauh ruang lingkup
kewenangan mengadili dalam lingkungan Pengadilan Agama maka dapat
ditarik kesimpulan sementara bahwa kewenangan Pengadilan Agama
hanya meliputi perkara-perkara tertentu saja, ini berarti klasifikasi ruang
lingkup Pengadilan Agama yang ada belumlah sempurna. 53
Berdasarkan penjelasan dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang
No. 14 tahun 1970, maka akan dapat berakibat kesalah pahaman dan
kesimpang siuran dalam menentukan batasan-batasan kompetensi absolut
dari pada lembaga pengadilan. 54
Mengenai kewenangan Pengadilan Agama dan ruang lingkup
dalam hubungan dengan Undang-undang Perkawinan No. 3 tahun 2006,
berdasarkan penjelasan pasal 49 huruf a, isinya antara lain :
Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur
dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang
berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain :
(2) Izin beristri lebih dari seorang
(3) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21
(dua puluh satu) tahun, dalamhal orang tua wali, atau keluarga
dalam garis lurus ada perbedaan pendapat
(4)
Dispensasi kawin
(5) Pencegahan perkawinan
(6) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
53 M. Yahya Harahap, op. cit. , hlm. 136
8/14/2019 ws4007
42/64
38
(7) Pembatalan perkawinan
(8) Gugatan kelalaian tas kewajiban suami dan istri
(9) Perceraian karena talak
(10) Gugatan perceraian
(11) Penyelesaian harta bersama
(12) Penguasaan anak-anak
(13) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
mematuhinya
(14) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri
(15) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
(16) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
(17) Pencabutan kekuasaan wali
(18) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut
(19) Penunjukan seoragn wali dalam hal seorang anak yang belum cult
up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
(20) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang
ada di bawah kekuasaannya
(21) Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam
54 Ibid. , hlm. 135
8/14/2019 ws4007
43/64
39
(22) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran
(23) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain 55
4. Kewenangan Pengadilan Agama dalam Menetapkan Iddah
Kewenangan Pengadilan Agama merupakan sistem yang dimiliki
oleh badan peradilan untuk menerima, menyelesaikan dan memutuskan
atas perkara tertentu.
Kewenangan Pengadilan Agama dalam menetapkan dan
memutuskan suatu perkara tertentu itu merupakan kewenangan absolut
Pengadilan Agama. Masa iddah itu sendiri merupakan akibat dari suatu
perceraian dimana permasalahan dari perkara ini termasuk pada
kewenangan absolut Pengadilan Agama. 56
Ini menunjukkan bahwa penetapan masa iddah itu sendiri
merupakan dampak dari suatu perkara perceraian yang dituntutkan. Berarti
merupakan kewenangan Pengadilan Agama untuk memutuskan serta
menetapkannya. Berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 7 tahun 1989,
dimana semua perkara perdata yang masuk dalam ruang lingkup
Pengadilan Agama menjadi yurisdiksi Pengadilan Agama.57
Bunyi pasal 2 Undang-undang No. 7 tahun 1989 yaitu :
Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
55 Ibid. , hlm. 138
8/14/2019 ws4007
44/64
40
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu yang mengatur dalam undang-undang ini. 58
Berdasarkan bunyi pasal di atas bahwa setiap warga negara yang
beragama Islam dapat mencari keadilan di Pengadilan Agama dan
perangkat Pengadilan Agama harus menerima dan dapat menyelesaikan
perkara yang diajukan terutama dalam masalah perceraian. Dalam
menetapkan perceraian yang berakibat pula penetapan iddah bagi istri.
Setelah suatu perkara perceraian antara suami istri telah
diputuskan, maka dengan demikian Pengadilan Agama menetapkan pula
masa iddah istri. Akan tetapi setiap perceraian yang terjadi bagi setiap istri
akan mengalami masa iddah. Sehingga ini merupakan kewajiban dan
wewenang Pengadilan Agama untuk menetapkan tenggang waktu masa
iddah bagi istri.
Pihak istri harus mematuhi putusan tersebut dan menjalankan masa
iddah yang telah diputuskan oleh pihak Pengadilan Agama karena itu
untuk kepentingan suami istri itu sendiri bila akan ruju kembali.
Bila diperhatikan antara Kompilasi Hukum Islam Bab XVII pasal
30 yang berbunyi :
Bekas suami berhak melakukan ruju kepada bekas istrinya yang
masih dalam masa iddah.59
56 Moh. Mahfud, op. cit. , hlm. 6057 Ibid. , hlm. 13658 Ibid. , hlm. 14559 Ibid. , hlm. 210
8/14/2019 ws4007
45/64
41
Ini berjalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada
karena penetapan masa iddah itu sendiri bagi hakim Pengadilan Agama
merupaka suatu rangkaian perkara perdata yang diputuskan sebagaimana
pula dalam Kompilasi Hukum Islam
BAB XVIII pasal 163 (sub i) yang berbunyi :
seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah 60
Akan tetapi jika seorang istri tidak mematuhi masa iddah yang
telah diputuskan sebagaimana mestinya. Hal ini bukan merupakan
kewenangan Pengadilan Agama untuk menetapkan sanksi ataupun
sejenisnya. Ini menunjukkan bahwa Pengadilan Agama benar-benar hanya
menangani perkara-perkara khusus yang menjadi kewenangannya dan
diajukan ke Pengadilan Agama. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal
49 ayat (1) yang termasuk perkara dibidang perdata.
Bunyi pasal 49 ayat 1 (sub a) undang-undang No. 7 tahun 1989
antara lain :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang, memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
lain :
a. Perkawinan
b.
Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam
c. Wakaf dan shodaqoh. 61
60 Ibid. , hlm. 210
8/14/2019 ws4007
46/64
42
Dari bunyi pasal di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
penetapan nafkah iddah itu merupakan tugas dan wewenang Pengadilan
Agama dalam yuridisnya. Adapun dalam penetapan masa iddah itu sendiri
walaupun itu merupakan suatu rangkaian dari penyelesaian perkara
perceraian akan tetapi merupakan traktat atau kebiasaan hakim-hakim
terdahulu dalam menetapkan suatu perkara.
61 Ibid. , hlm. 154
8/14/2019 ws4007
47/64
43
BAB IV
PROSES PENYELESAIAN KEWAJIBAN NAFKAH IDDAH SUAMI
KEPADA ISTRI YANG TELAH DICERAI
H. Proses Penyelesaian dan Sikap Pengadilan Agama terhadap Bekas Suami
yang Tidak Menjalankan Kewajiban
Pengadilan Agama merupakan lembaga kehakiman yang mempunyai
hak dan kekuasaan untuk menerima memeriksa dan memutuskan perkara
perdata khusus.
Sebenarnya sikap Pengadilan Agama terhadap bekas suami yang tidak
menjalankan kewajibannya pada masa iddah isteri tergantung dari bekas isteri
itu sendiri apakah ia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama atau
tidak.
Sebagaimana bunyi pasal 66 ayat (5) Undang-undang No. 7 tahun
1984 antara lain :
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan
harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak ataupun ikrar talak diucapkan. 62
Dari bunyi pasal tersebut di atas maka dapat ditarik pengertian bahwa
perkara dapat diselesikan dan menjadi hak Pengadilan Agama apakah perkara
tersebut dituntutkan di Pengadilan Agama.
62 Moh. Mahfud, dkk., Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia , UII Press, Yogyakarta, 1999, hlm. 159
8/14/2019 ws4007
48/64
44
Ini sejalan dengan pasal 77 ayat (5) Bab XII Kompilasi Hukum Islam
yang berbunyi :
Jika suami istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan tuntutan di Pengadilan Agama 63
Apabila suami tidak melaksanakan keputusan Pengadilan Agama
tentang keharusan membayar nafkah iddah, tetapi istri sudah merelakannya
maka Pengadilan Agama tidak berhak menuntut kepada suami.
4. Pengadilan agama berusaha untuk mendamaikan
Tentang istri yang memintakan atau menuntutkan kembali ke
Pengadilan Agama tentang bekas suami tidak menjalankan kewajiban
dapat dilihat.
Pada pasal 55 Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang berbunyi
antara lain :
Tiap pemeriksaan perkara di pengadilan dimulai sesudah diajukan
suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara
telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku 64
Bunyi pasal di atas memberikan pengertian bahwa setelah
diajukannya suatu permohonan atau gugatan perkara bekas suami
melalaikan kewajiban, maka Pengadilan Agama akan memanggil para
pihak untuk diminta keterangannya yang berhubungan dengan pokok
permasalahan perkara tersebut. Setelah pemanggilan para pihak
Pengadilan Agama berusaha meramalkan para pihak. Jadi permasalahan
63 Ibid. , hlm. 198
8/14/2019 ws4007
49/64
45
tentang suami yang tidak melakukan kewajiban tersebut Pengadilan
Agama dapat menganjurkan kepada si suami untuk diselesaikan secara
damai dan kekeluargaan.
Mendamaikan kedua belah pihak di dalam suatu perkara yang
ditangani oleh Dewan Hakim pengadilan itu merupakan salah satu asas
Pengadilan Agama, dan bila dalam perdamaian tersebut ada kata sepakat
antara kedua belah pihak maka Pengadilan Agama dalam ruang
lingkupnya hanya mencukupkan perkara tersebut sampai tercapai
perdamaian saja, dan itu menunjukkan salah satu dari asas Pengadilan
Agama telah tercapai sebagaimana yang terdapat dalam pasal 56 ayat (2)
Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang berbunyi antara lain :
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutuskan
suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang
jelas melainkan wajib memeriksa memutuskannya
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup
kemungkinan usaha penyelesaian perkara damai. 65
Lebih lanjut mengenai permasalahan perdamaian di dalam proses
penyelesaian suatu perkara diatur dalam pasal 82 ayat (2) yang berbunyi :
Dalam bidang perdamaian tersebut suami istru harus datang
secara pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat tinggal di
luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat
64 Ibid. , hlm. 15565 Ibid. , hlm. 155
8/14/2019 ws4007
50/64
46
diwakili oleh kuasa hukumnya yang secara khusus dikuasakan
untuk itu. 66
Dari bunyi kedua pasal tersebut di atas memberikan suatu
pengertian dan batasan tentang ketentuan perdamaian bagi pihak-pihak
yang berperkara. Sebab perdamaian itu sendiri memang sangat layak dan
penting dimuat dalam menyelesaikan perkara tersebut. Kalau
kemungkinan upaya perdamaian dapat tercapai di dalam menyelesaikan
suatu perkara yang dilaksanakan secara damai dan kekeluargaan itu telah
menunjukkan bahwa untuk meneruskan perkara tersebut dianggap selesai
pada tahap perdamaian oleh pihak dewan majlis hakim pengadilan
Agama.
Disamping itu memang di dalam acara perdata usaha untuk
mendamaikan oleh dewan majlis hakim Pengadilan Agama terhadap yang
berperkara juga diatur dan merupakan hal yang sangat penting. 67
Apabila benar-benar telah tercapai perdamaian antara kedua bleah
pihak dalam suatu perkara maka Dewan Hakim Pengadilan Agama di
dalam menunaikan kewajibannya dan interpensi terhadap perkara tersebut
sudah dianggap selesai, karena ini sangat sejalan dengan peraturan
perundangan-undangan yang ada tentang perdamaian antara kedua belah
pihak yang berperkara, seperti yang telah diatur pula pada pasal 31 ayat
(2) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yang berbunyi antara lain :
66 Ibid. , hlm. 15967K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia , Galia Indonesia, Jakarta, 1986,
hlm. 42
8/14/2019 ws4007
51/64
47
Selama masalah belum diputuskan usaha perdamaian dapat
dilakukan pada setiap sidang-sidang. 68
Di dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan tersebut di
atas tidak adanya menunjukkan batasan-batasan ketentuan yang
menyatakan bahwa apabila telah tercapainya suatu perdamaian maka dari
perdamaian tersebut dapat dibuatkan suatu akta perdamaian yang mana
akta tersebut dapat memberikan kekuatan yang sama dengan suatu
putusan atau penetapan dimana dapat dijalankan seperti halnya suatu
putusan atau penetapan itu sendiri yang mempunyai kekuatan hukum
tetap. 69
5. Pengadilan Agama Menjatuhkan Putusan
Pengadilan Agama di dalam operasionalnya bersikap aktif terhadap
para pihak terutama kepada para pihak mantan suami yang tidak
menjalankan kewajibannya atau dimintakan di Pengadilan Agama, maka
Pengadilan Agama berperan aktif di dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Pengadilan Agama berdasarkan pada undang-undang No. 1 tahun
1974 pasal 41 bahwa hakim Pengadilan Agama dapat menetapkan kepada
mantan suami untuk memberikan hak istri pada masa iddah.
Jadi berdasarkan undang-undang Perkawinan dalam pasal 41 ayat
(c) Undang-undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan bahwa Pengadilan
68 Ibid. , hlm. 8069 Ibid. , hlm. 43
8/14/2019 ws4007
52/64
48
Agama dapat memutuskan bahwa suami wajib memberikan biaya
penghidupan pada masa iddah bekas istri. 70
Sedangkan apabila terjadi perselisihan pendapat antara suami dan
istri mengenai besar kecil jumlah nafkah ersbut maka Pengadilan Agama
dapat menentukan jumlah dan wujud nafkah iddah kepada istri, dimana
jumlah dan wujud nafkah tersebut disesuaikan dengan kemampuan suami
dengan tanpa memberatkan si suami. 71
Sebagaimana ditegaskan padal 41 ayat (c) Undang-undang No. 1
tahun 1974 berbunyi sebagai berikut :
Pengadilan Agama membantu para pencari keadilan dan berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat biayanya. 72
Bunyi pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa Pengadilan
Agama sesungguhnya bersifat membantu menyikapi terhadap perkara
suami yang diajukan istri ke pengadilan dikarenakan tidak menunaikan
kewajiban.
Sikap pengadilan agama terhadap perkara tersebut adalah
memberikan putusan atau penetapan perkara tersebut. Dimana dengan
sendirinya putusan telah memerintahkan kepada mantan suami untuk
menjalankan kewajiban terhadap bekas istri.
70 Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan Islam ,cet. 2, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 124
71 Ibid. , hlm. 12472 Ibid. , hlm. 125
8/14/2019 ws4007
53/64
49
Untuk mengetahui bentuk putusan atau penetapan Pengadilan
Agama secara spesifik dapat dirujuk dari ketentuan perundang-undangan
pasal 57 ayat (2), pasal 59 ayat (2) pasal 60-64 Undang-undang No. 7
tahun 1989.
Kemudian selain ketentuan peraturan perundang-undangan pasal-
pasal tersebut di atas maka bentuk keputusan atapun penetapan Pengadilan
Agama ditegaskan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 60 Undang-undang
No. 7 tahun 1989 yang berbunyi :
Penetapan dan putusan pengadilan hanya syah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum. 73
Suatu putusan atau penetapan Pengadilan Agama dianggap syah
dan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila diucapkan pada sidang
terbuka untuk umum dan apabila setelah putusan perkara tersebut tidak
adanya cacat hukum atau pihak lain mengajukan banding. Dengan
sendirinya kedua belah pihak harus mematuhi dan menjalankan daripada
isi pokok materi keputusan tersebut.
Jumlah nafkah itu sendiri dapat dimusyawarahkan antara kedua
belah pihak yang berkepentingan yaitu antara suami dan istri secara
langsung. Bila tidak tercapai suatu kesepakatan di dalam musyawarah
maka Pengadilan Agama dapat pula dengan wewenangnya menentukan
73 Moh Mahfud, op. cit. , hlm. 155
8/14/2019 ws4007
54/64
50
besar kecilnya jumlah nafkah tersebut berdasarkan kemampuan suami dan
tidak memberatkan kepada pihak mantan suami. 74
I. Suami yang Menjalankan Kewajiban dan yang Tidak Menjalankan Kewajiban
pada Masa-Masa Iddah Istri yang Telah Dicerai
Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan perkara perdata khusus pada tingkat pertama
bagi orang-orang yang beragama Islam. Implikasinya setiap orang yang
beragama Islam dapat mengajukan atau menuntut semua perkara perdata
khusus ke Pengadilan Agama sesuai dengan daerah yuridis dan kompetensi
absolut.
Salah satu tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah menetapkan
nafkah iddah bagi si istri yang dicerai oleh suaminya dimana perkara tersebut
merupakan suatu rangkaian perkara perdata dari akibat terjadinya suatu
perceraian. Masalah ini telah diatur dalam peraturan perundang-undangan No.
14 tahun 1970, Undang-undang No. 1 tahun 1974 peraturan pemerintahan No.
9 tahun 1975 Undang-undang No. 14 tahun 1985 Undang-undang No. 7 tahun
1989 dan inpres No. 1 tahun 1991 tentang pemasyarakatan Kompilasi Hukum
Islam.
Dari peraturan perundang-undangan yang ada tersebut telah
menunjukkan dan merupakan suatu keberadaan Pengadilan Agama di
Indonesia itu telah sejajar dengan lembaga pengadilan lainnya.
74 Sukartun, op. cit.
8/14/2019 ws4007
55/64
8/14/2019 ws4007
56/64
52
Akan tetapi kewajiban si suami atas nafkah iddah menjadi hilang
dikarenakan alasan-alasan yang menyebabkan hilangnya kewajiban si suami
terhadap si istri yang telah dicerai.
J. Macam-macam Alasan Suami yang Tidak Melaksanakan Kewajiban pada
Masa Iddah
Alasan si suami untuk tidak menjalankan kewajiban pada masa iddah
bagi mantan istrinya, sangatlah berfariatif. Hal ini dikarenakan berdasarkan
pada keadaan suami itu sendiri. Seperti kesediaan suami itu sendiri, atau
alasan ekonomi seperti mempunyai pekerjaan tapi tidak mencukupi atau tidak
mempunyai pekerjaan yang mapan, atau bisa jadi si istri tidak menuntut
nafkah tersebut di Pengadilan Agama.
1. Alasan suami tidak melaksanakan disebabkan istri itu sendiri merelakan
nafkah tersebut
Sejalan dengan pasal 80 ayat (4-7) Kompilasi Hukum Islam yang
berbunyi sebagai berikut :
(4) Sesuai dengan penghasilan suami menanggung
(a) Nafkah, kiswah, biaya perawatan dari biaya pengobatan bagi istri
dan anak
(b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dari biaya pengobatan bagi
istri dan anak
(c) Biaya pendidikan bagi anak
8/14/2019 ws4007
57/64
53
(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4)
huruf (a dan b) di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna
dari istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajibannya terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf (a dan b).
(7) Kewajiban suami yang dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
2. Alasan tidak melaksanakan nafkah disebabkan istri tidak menuntut nafkah
iddah di muka Pengadilan Agama
Suatu perkara dapat menjadi kekuasaan dan kewenangan Pengadilan
Agama dalam ruang lingkup yurisdiksi dan kekuasaannya apabila perkara
tersebut dituntutkan di muka Pengadilan Agama oleh pihak yang
berkepentingan. Akan tetapi bila perkara tersebut tidak dituntutkan maka
dengan sendirinya Pengadilan Agama tidak mempunyai kewenangan untuk
berinteraksi dalam perkara tersebut. Jadi para pencari keadilanlah yang harus
agresif dalam menuntut hak-haknya dalam perkara perdata di Pengadilan
Agama dengan demikian Pengadilan Agama akan memberikan keadilan
seadil-adilnya.
Akibat tidak dituntutnya suatu perkara, maka dengan sendirinya baik
secara langsung maupunt tidak langsung hak-hak istri terhadap suami pada
masa iddah yang harusnya ia mendapatkannya menjadi gugur atau hilang
dengan sendirinya.
Hal ini sejalan dengan pasal 56 ayat (1) Undang-undang No. 7 tahun
1989 yang berbunyi sebagai berikut :
8/14/2019 ws4007
58/64
54
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
memutuskan suatu perkara yang diajukan dikarenakan alasan
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya.
3. Alasan suami tidak mampu dalam ekonomi
Masalah mendasar suami yang tidak menjalankan kewajibannya
terhadap istri pada masa iddah adalah dikarenakan permasalahan
perekonomian.
Apabila suami memang benar-benar tidak mampu dalam masalah
ekonomi maka Majelis Hakim Pengadilan Agama dapat membebaskan suami
dari tuntutan nafkah iddah tersebut, akan tetapi perkara ini sama sekali belum
pernah terjadi dalam bentuk suatu perkara perdata tentang suami tidak mampu
di dalam menunaikan kewajibannya pada masa iddah isteri. 76
76 Moh Mahfud, op. cit. hlm. 155
8/14/2019 ws4007
59/64
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rumusan permasalahan yang merupakan central pembahasan skripsi
ini dapat disimpulkan
1. Konsep iddah menurut hukum Islam dan hukum perundang-undangan
adalah sebagai berikut :
a. Menurut hukum Islam
Al Qur'an surat At Thalak ayat 7, konsep nafkah iddah dijelaskan yang
artinya : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikul beban kepada seseorang melainkan (sekedar), apa yang
Allah berikan kepadanya, Allah kelak akan memberikan kelapangan
sesudah kesempitan .
b. Menurut Perundang-undangan
Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tentang hak dan
kewajiban suami istri pasal 34
1)
Suami wajib melindungi istri dan memberi segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai kewajiban.
2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya
8/14/2019 ws4007
60/64
56
3) Jika suami atau istri melalaikan kewajiban masing-masing dapat
mengusulkan gugatan ke pengadilan.
2. Seorang Hakim Pengadilan Agama dalam mengmabil keputusan-
keputusan atau penetapan nafkah iddah mempunyai kekuatan hukum tetap
apabila diucapkan pada sidang terbuka untuk umum.
Akan tetapi dalam pengambilan putusan atau ketetapan Pengadilan Agama
dalam penyelesaian nafkah iddah melalui sebuah proses pertimbangan-
pertimbangan yang menyangkut kesepakatan antara suami istri yang
mengajukan gugatan perceraian.
3. Dalam pengambilan putusan, seorang Hakim Pengadilan Agama Kota
Salatiga pada tahun 2005 dalam penyelesaian nafkah iddah sudah ada
kesesuaian dengan hukum Islam. Akan tetapi ada beberapa kasus yang
diputuskan tidak sesuai dengan hukum Islam hal ini dikarenakan berbagai
pertimbangan-pertimbangan sehingga tidak merujuk kembali dengan
hukum Islam bahwa nafkah iddah dalam Islam itu wajib dilaksanakan bagi
suami yang bercerai dengan istrinya.
B. Saran-saran
1. Hendaknya masalah hak dan kewajiban suami istri pada masa iddah
mendapat perhatian dari instansi terkait terutama lembaga Pengadilan
Agama. Karena banyak suami istri yang mengajukan gugatan perceraian
tidak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Maka harus
diadakannya penyuluhan-penyuluhan kepada para pihak-pihak terkait
tentang undang-undang perkawinan dan aturan-aturan lainnya.
8/14/2019 ws4007
61/64
8/14/2019 ws4007
62/64
58
DAFTAR PUSTAKA
A. Kelompok Al-Quran dan Tafsir
Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya , YayasanPenyelenggara, 1986.
B. Kelompol Al-Hadis
Imam Nawawi, Riyadhus Sholihin Jilid I , Pustaka Amani, Jakarta, 1992
C. Kelompok Fiqih dan Ushul Fiqih
Mahfud, Moh., dkk., Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia , UII Press, Yogyakarta, 1999.
Mahfud, Moh., Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia , cet. I, Yogyakarta Press, Yogyakarta, 1993.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid VIII , terj. Drs. Muh. Thalib, PT AlMaruf, Bandung, 1987.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan ,cet. I, Liberty, Yogyakarta, 1982.
______________, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan Islam , cet. 2, Liberty, Yogyakarta, 1986.
Undang-undang Perkawinan di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan, cet. PT.Pradya Paramita, Jakarta, 1987.
D. Kelompok Umum
Abdurra'uf, Muhammad Idris, Al Marbawy Juz I, Kamus Idris Melayu ,
Darul Ulum Al Islamiyah, 354.Ali, Muhammad Daud, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan , cet.
6, PT. Raja Grafindo, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Armojo, H. Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia , cet. III, Bulan Bintang,Jakarta, 1981.
8/14/2019 ws4007
63/64
59
Basyir, Azhari, Hukum Perkawinan di Indonesia , cet. I, Yogyakarta, 1997.
Muhtar, Kamal, Asas Hukum Perkawinan , cet. II, Bulan Bintang, Jakarta,
1987.
Ramulyo, M. Idris, Hukum Perkawinan di Indonesia , Ind. Hill Co. Jakarta,1991.
Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia , cet. IV, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1978.
Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia , Galia Indonesia, Jakarta,1986.
Sastroadmojo, H., Hukum Perkawinan Islam di Indonesia , cet. III, Bulan
Bintang, Jakarta, 1981.Thalib, M., Liku-liku Perkawinan , cet. I, P.D. Hidayat, Yogyakarta, 1986.
Yanggo, Chuzaiman T. dkk., Problematika Hukum Islam Kontemporer , cet.I, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia , Hida Karya Agung, Jakarta, 1997.
8/14/2019 ws4007
64/64
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Khurul Aini
Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 1 Juni 1980
Agama : Islam
Nama Ayah : Mujarobah, A.Ma
Alamat : Pulutan, RT 3 RW 4 Salatiga
Pendidikan : - MI Pulutan, lulus tahun 1992
- MTs N Salatiga, lulus tahun 1998
- MAN 2 Salatiga, lulus tahun 2001
- STAIN Salatiga lulus tahun 2007
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.