39
PENYEMBUHAN LUKA (Wound Healing) A. DEFINISI 1. Luka Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan tubuh. Dengan demikian Luka juga diartikan sebagai kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain yang mengganggu proses selular normal sehingga mengganggu fungsinya. Berdasarkan mekanisme terjadinya, luka dibagi menjadi: 1. Luka insisi (Incised wounds/Vulnus insivum), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. 2. Luka memar (Contusion Wound/Vulnus contussum), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. 3. Luka lecet (Abraded Wound/Vulnus excoriasi), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. 1

wound healing.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wound healing

Citation preview

PENYEMBUHAN LUKA (Wound Healing)

A. DEFINISI

1. Luka

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan tubuh. Dengan

demikian Luka juga diartikan sebagai kerusakan kontinuitas kulit, mukosa

membran dan tulang atau organ tubuh lain yang mengganggu proses selular

normal sehingga mengganggu fungsinya.

Berdasarkan mekanisme terjadinya, luka dibagi menjadi:

1. Luka insisi (Incised wounds/Vulnus insivum), terjadi karena teriris oleh

instrumen yang tajam.

2. Luka memar (Contusion Wound/Vulnus contussum), terjadi akibat

benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada

jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet (Abraded Wound/Vulnus excoriasi), terjadi akibat kulit

bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak

tajam.

4. Luka tusuk (Punctured Wound/Vulnus punctum), terjadi akibat adanya

benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan

diameter yang kecil.

5. Luka gores (Lacerated Wound/Vulnus laceratum), jenis luka ini

disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka

tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko

infeksi.

1

6. Luka tembus (Penetrating Wound/Vulnusperforatum), yaitu luka yang

menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk

diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan

melebar.

7. Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :

1. Clean Wounds (Luka bersih), Clean wound atau luka bersih adalah luka

yang dibuat oleh karena tindakan operasi dengan tehnik steril , pada

daerah body wall dan non contaminated deep tissue ( tiroid, kelenjar,

pembuluh darah, otak, tulang). Kemungkinan terjadinya infeksi luka

sekitar 1% - 5%.

2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi),Merupakan luka

yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril

atau operasi yang mengenai daerah small bowel dan

bronchial.kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi),termasuk luka terbuka, fresh,

luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik

aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga

termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka

10% - 17%.

4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi,

kerusakan jaringan, serta kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.

2

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :

1. Stadium I : Luka Superfisial “Non-Blanching Erithema” : yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial

dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya

sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai

otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan

atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Gambar 1. Luka pada lapisan kulit

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan

konsep penyembuhan yang telah disepakati.

3

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2. Penyembuhan luka

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini disebut

penyembuhan luka. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang

kompleks dan dinamis karena merupakansuatu kegiatan bioseluler dan

biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Prosespenyembuhan luka

tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja padaluka,

namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

B. KLASIFIKASI PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu penyembuhan primer (primary

intention) dan skunder (scondary intention).Penyembuhan primer yaitu pada

luka bersih dan teraproksimasi baik dan sembuh tanpa komplikasi. Sedangkan

penyembuhan skunder terjadi pada luka terbuka kemudian tertutup oleh

jaringan granulasi dan akhirnya tertutup oleh sel-sel epitel. Luka terinfeksi dan

luka bakar sembuh dengan cara ini. Penyembuhan primer lebih sederhana dan

membutuhkan waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan penyembuhan

skunder. Kedua macam penyembuhan tersebut dapat terkombinasi dan disebut

penyembuhan primer tertunda (tertiary intention/delayed primary intention

healing) yang terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka sekitar 5

hari dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian ditutup. Jenis ini

biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada

intension primer atau sekunder.

4

C. TAHAP PENYEMBUHAN LUKA

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak

dicapai adalah  menghentikan perdarahan (hemostasis) dan membersihkan

area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan

dimulainya proses penyembuhan (fogositosis).

Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan

keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi

vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang  yang akan

menutup pembuluh darah.

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi

vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending),

local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin

dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma

darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara

klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut

asidosis.

Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke

ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing

dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan

5

oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil

pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis

adalah:

a.       Sintesa kolagen

b.      Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas

c.       Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d.      Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau

kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat

dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan

adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung

sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferasi

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas

sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada

persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan

selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari

jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

6

hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam

membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan

baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh

fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan

juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan

baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses

proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia.

Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:

a.       Proliferasi

b.      Migrasi

c.       Deposit jaringan matriks

d.      Kontraksi luka

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam

luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan

luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi)

atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh

karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan

invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen

dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka

terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini

fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan

7

dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag

(Growth Factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis

sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya

membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa

kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan

disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup

luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang

mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi

kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka minimal.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah

terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai

growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi / Remodeling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai

kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan

terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan

bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna

kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi

dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat

jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya

8

pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai

sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali

pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim

kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase

proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih

kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan

antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang

berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar,

sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan

parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan

jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas

yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap

penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari

kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan

dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

9

Gambar 2. fase penyembuhan luka

D. PENYEMBUHAN PADA JARINGAN KHUSUS

1. Jaringan saraf

Trauma pada saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma

yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan

menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya

masih utuh, sedangkan tarikan mungkin menyebabkan putusnya serabut

dengan kedua ujung terpisah jauh.

10

Bila akson terputus. Bagian distal akan mengalami degenerasi karena

akson merupakan perpanjangan sel saraf diganglion atau tanduk sumsum

tulang belakang.

Penyembuhan pada jaringan Otak terutama melalui pembentukan jaringan

ikat di mana sel glial dan perivascular berdiferensiasi menjadi fibroblast.

Ketika sebuah saraf perifer terputus, saraf distal berdegenerasi,

meninggalkan selubung aksonnya untuk bersama-sama menyembuhkan

luka tersebut.Sayangnya, karena selubung saraf individu tidak memiliki

pertumbuhan yang pas pada ujung distal, maka selubung akson

tersambung kembali secara acak, dan akson saraf motorisdapat tumbuh

sia-sia menjadi selubung distal sensorik dan pada akhir organ.

2. Traktus intestinal

Jumlah kesembuhan pada bagian jaringan intestinal bervariasi tergantung

pada vaskularisasinya.Anastomose-anastomose pada kolon dan esofagus

merupakan daerah berbahaya dan mudah terjadi kebocoran, walaupun

kebocoran dari usus halus jarang terjadi.Anastomose-anastomose pada

traktus intestinal biasanya dapat sembuh dengan cepat.

Luka pada usus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per

skundum intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan

peritonitis umum. Penyebuhan biasanya cepat karena dinding usus kaya

akan darah sehingga dalam 2-3 minggu kekuatannya dapat melebihi

daerah yang normal.

11

3. Tulang

Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan

yang berasal dari pembuluh darah di endostium, di kanalis havers pada

korteks, dan di periostium. Hematom yang terbentuk segera diserbu oleh

proliferasi fibroblast yang bersifat osteogenik yang berasal dari mesenkim

periostium dan sedikit dari endostium.Fibroblast osteogenik berubah

menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organic antarsel yang disebut

osteoid, osteoblast yang terkurung dalam lacuna oleh osteoid disebut

osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematoma

yang berosteoid disebut kalus yang tidak nampak secara radiologist. Kalus

akan semakin padat, seakan merekat patahan.

4. Otot

Otot lurik otot polos diketahui mampu sembuh dengan membentuk

jaringan ikat. Walaupun tidak mengalami regenerasi, faal otot umumnya

tidak berkurang karena adanya hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot

sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan baik.

5. Tendo

Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik luka atau putus, hematom

yang tarjadi akan mengalami proses penyembuhan alami dan manjadi

jaringan ikat yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bagian distal akan

mengalami hipotrofi karena tidak ada yang menggerakkan. Dengan

demekian, tendo yang putus sama sekali tidak akan berfungsi kembali.

Untuk dapat berfungsi kembali, tendo harus dijahit dengan teknik khusus

dan rapi disertai perawatan pascatindakan yang khusus agar perlekatan

12

dengan jaringan sekitarnyadikurangi dan tendo masih dapat bergerak dan

meluncur bebas.

E. FAKTOR YANG MENGHALANGI PENYEMBUHAN LUKA

1. Faktor Lokal

a. Oksigenasi

Oksigenasi mungkin faktor terpenting yang berpengaruh pada

kecepatan penyembuhan. Hal ini tampak secara klinis pada daerah

dengan vaskularisasi yang baik seperti wajah dan lidah luka sembuh

dengan cepat. Pada jaringan dengan vascularisasi yang buruk seperti

tendo dan kartilago luka sembuh dengan lambat. Penyembuhan

terhalang jika jahitan atau balutan terlalu ketat, pada pasien diabetes

atau pada usia lanjut dengan penyakit pembuluh darah kecil yang luas.

Setelah radiasi, fibrosis mengahalangi vascularisasi dan penyembuhan.

b. Hematoma

Hematoma atau seroma mengahalangi penyembuhan dengan

menambah jarak tepi-tepi luka dan jumlah debridemen yang

diperlukan sebelum fibrosis dapat terbentuk. Produk darah adalah

media subur untuk pertumbuhan bakteri dan infeksi luka. Hematoma

adalah gangguan tersering ketahahan lukajaringan terhadap infeksi,

sehingga pencegahan pembentukan hematoma merupakan keharusan

dari teknik operasi yang baik.

c. Teknik Operasi

Penyembuhan luka normal membutuhkan keseimbangan antara lisis

kolagen dan pembentukan kolagen. Enzim kolagenase menggerakkan

13

kolagen matur sebagai bagian proses remodeling. Pada luka abdomen,

kolagenasi melemahkan fasia sampai 5 mm dari tepi potong. Jahitan

harus terletak dibawah daerah lemah ini, agar tetap melekat kuat

sampai proses penyembuhan memperbaiki kekuatan kearah perbaikan.

Lisis kolagen meningkat bila ada infeksi dan dengan aksi steroid. Hal

ini menjelaskan mengapa luka memburuk pada pasien dengan luka

terinfeksi, terutama bila diberi steroid.

2. Faktor Umum

a. Nutrisi

Kekurangan vit. C menghalangi hidoksiprolin dan lisin sehingga

kolagen tidak dikeluarkan oleh fibroblast.

b. Seng

Seng diperlukan dalam proses penyembuhan pada luka bakar yang

parah, trauma, atau sepsis, tetapi aksinya belum diketahui dengan jelas.

c. Steroid

Steroid mengahalngi penyembuhan dengan menekan proses

peradangan dan menambah lisis kolagen. Efeknya sangat nyata selama

4 hari pertama. Setelah itu, efeknya berkurang hanya untuk

menghambat ketahanan normal terhadap infeksi.

d. Sepsis

Sepsis sistemik memperlambat penyembuhan. Mekanisme ini belum

diketahui, tatapi mungkin berhubungan dengan kebutuhan asam amino

untuk membentuk molekul kolagen. Inilah penyebab pemberian

14

makanan secara parenteral dapat mempercepat penyembuhan luka

pada penderita dengan malnutrisi atau sepsis.

e. Obat Sitotoksik

5-fluorourasil, metotreksat, siklofosfamid dan mustrad nitrogen

menghalangi penyembuhan luka dengan menekan pembelahan

fibroblast dan sintesis kolgen.

F. KONTAMINASI LUKA

1. Kontaminasi Endogen

Kontaminasi dari dalam pasien biasanya timbul dari traktus

gastrointestinal, genitourinatrius atau respiratorius. Sekitar 500.000

bakteri pergram diperlukan untuk menghasilkan infeksi pada luka

traumatik. Jumlah bakteri ini normal dalam usus. Persiapkan usus dengan

laksatif dan enema ditambah perawatan antibakteri dengan antibiotika

sebelum operasi pada colon dapat mengurangi insiden infeksi luka dari

sumber endogen.

2. Kontaminasi eksogen

Kontaminasi dari lingkungan terbukti kurang begitu penting daripada

kontaminasi endogen didalam genesis infeksi luka. Ritual kamar operasi

dari menyikat memakai baju khusus dan persiapan lapangan kerja dibuat

untuk mengendalikan kontaminasi eksogen ini.

G. KOMPLIKASI LUKA

1. Hematom

Hematoma timbul dini akibat kegagalan pengendalian pembuluh darah dan

dapat timbul lanjut pada pasien hipertensi atau cacat koagulasi. Biasanya

15

hematoma dapat dibiarkan hilang spontan tetapi hematoma yang meluas

membutuhkan operasi ulang dan pengendalian perdarahan.

2. Infeksi

Infeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering dari tindakan operasi

dan sering mengikuti hematoma padatahun 1867 Lister dalam

peneliatiannya tentang antiseptik mengatakan bahwa gangren rumah sakit

ikut berperan pada jumlah kematian antara 20-100%. Dewasa ini, infeksi

luka sering tidak fatal tetapi dapat menimbulkan cacat. Dua faktor penting

yang jelas berperan pada patogegenesis infeksi adalah dosis kontaminasi

bakteri dan ketahanan pasien.

H. Beberapa Prinsip Perawatan Luka

1. Debridement :

Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik à “debris” & dapat

menghambat penyembuhan luka à diperlukan tindakan untuk

membersihkan luka dari semua materi asing ini.Nekrotomi (pembuangan

jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka.Debridemen

dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound

bed) bersih & vital.

2. Moist wound bed :

Dasar luka (wound bed) harus selalulembab.Lembab bukan berarti basah.

Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” & bukan

“lembab”, karena kassa yang basah dapat menjadi kering, sehingga tidak

pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat

yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih,

16

growth factors, & enzim2 yang berguna dalam proses penyembuhan luka.

Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi

& pembentukan pus.

3. Prevent further injury:

Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan

antar selnya kurang kuat.Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak

membuat luka/kerusakan yang baru pada jaringan di sekitarnya.Imobilisasi

lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan lainnya misalnya

terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll.

4. Nutritional therapy :

Nutrisi : suatu terapi & bukan hanya sebagai suplemen/tambahan. Terapi

nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka sebab komponen

jaringan yang rusak & harus diganti pada setiap luka memerlukan elemen

pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.

5. Treat underlying disease(s):

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka :

penyakit yang mendasari luka tersebut, mis., diabetes mellitus, chronic

venous insufficiency. Jika penyakit yang mendasarinya tidak diatasi,

kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.

6. Work with the law of nature:

“Time heals all wounds”. Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan

oleh tubuh penderita itu sendiri, yang dapat kita lakukan : memberikan

suasana & kondisi yang ideal agar luka dapat sembuh tanpa adanya

hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang menghambat penyembuhan

17

luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik sampai keadaan status lokalis

luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat sembuh.

I. Tahapan Perawatan Luka Secara Umum

1. Describe: Luka akut/ kronis, luas/ kecil, permukaan / dalam, terbuka /

tertutup (punctured wound), dengan atau tanpa underlying diseases,

dsb.

2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris,

pus, jaringan nekrotik, corpus alienum, & semua hal yang menghambat

penyembuhan luka. Jika perlu, lakukan debridement dengan anestesi

umum agar pasien tidak kesakitan & debridement dapat dilakukan

dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar

luka. Irigasi cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% / aqua

(H2O). Hindari pemakaian antiseptik/cairan lain yang dapat merusak

jaringan yang sehat (H2O2, povidone iodine, alkohol, dll).

Debridement hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah

kerusakan jaringan sehat yang berlebihan.

3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang

memenuhi prinsip perawatan luka yakni “moist” / lembab, bukan

“wet” atau basah. Jika memungkinkan, pilih dressing yang dapat

menciptakan suasana tekanan negatif pada dasar luka (negative

pressure), artinya debris/pus/eksudat di dasar luka

diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih tipe wound dressing yang

paling ideal & memenuhi prinsip penanganan luka.

18

4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease)

timbulnya luka tidak diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, dll),

luka tidak akan dapat sembuh dengan sempurna.

5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan

luka.

J. Perawatan Luka Akut

Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang

dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan).

Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai “golden period” untuk luka.

Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak mendapatkan asupan O2 dari

darah) selama lebih dari 8 jam akan menjadi nekrosis & kerusakannya tidak

dapat dikembalikan ke keadaan normal (sering disebut irreversible injury).

Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai secepatnya sejak luka/injury

terjadi & tidak menunggu hingga nekrosis.

Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan

pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi

penyembuhan luka secara primer (primary wound healing).Luka akut yang

kotor memerlukan penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum

penjahitan luka, sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum.

Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka terjadi.

Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa

pendapat mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril,& flora normal pada

luka masih diperlukan untuk melawan kuman patogen.

19

Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine,

alkohol, atau peroksida (H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan pada luka terbuka.

Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen luka adalah cairan

fisiologis (NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi bersih.

Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat

dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian

dressing.Waktu 3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang

diperlukan bagi luka untuk melewati fase proliferasi & epitelisasi pada luka

akut tipe primary healing/repair.

Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut bukan lagi dinamakan

luka terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound dressing&

pencucian.Pencucian dilakukan dengan menggunakan air / NaCl fisiologis

untuk mencuci krusta & kemungkinan adanya kuman yang menempel saat

dressing dibuka.

K. Perawatan Luka Kronis

Luka kronis : luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-

fase penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka kronis melewati

seluruh fase penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi & struktur

anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis jika terdapat

hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase penyembuhan, misalnya

adanya penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti

diabetes, dll.), nutrisi yang kurang, / akibat perawatan luka yang tidak benar.

Gangren diabetikum à salah 1 luka kronis yang paling sering dijumpai dan

sering berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara baik & benar

yang dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur sesungguhnya dapat

mencegah tindakan amputasi yang berlebihan.

20

Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka akut.

Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan

faktor penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat dilakukan secara

bertahap untuk mengurangi kemungkinan further injury pada jaringan sehat

disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan

wound dressing yang tepat. Nutrisi & pengobatan penyakit yang mendasari

juga harus selalu dievaluasi supaya pasien memperoleh asupan gizi yang baik

untuk mempercepat penyembuhan luka.

Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya sel-

sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan

sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti

prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.

L. Moist Wound Healing

Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang

tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive

dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka

kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers”.

Dan metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan

kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban,

sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara

alami

Keuntungan dari permukaan luka yang lembab:

• Mengurangi pembentukan jaringan parut

21

• Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan

• Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan

devitalisasi/yang mati

• Menambah pertahanan immun permukaan luka

• Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast

• Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan

air yang tipis

• Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari

balutan kasa konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi

penggantian balutan dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat

menghemat biaya yang dibutuhkan.

Balutan Luka

Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel,

dan film transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap

air yang membantu pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap

eksudat dan melindungi lingkungan dasar luka secara alami.

Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada

area luka. Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.

Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi

oklusive, berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan

ini dan termasuk juga dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap

lembab.

Berbagai tipe ”moist wound dressing” (balutan luka yang mampu

mempertahankan kelembaban)

22

Foam/Busa

• Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan

pada tahap awal masa pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak

mengeluarkan drainase. Balutan busa nyaman dan lembut bagi kulit dan

dapat digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk, ukuran, dan

ketebalan dari busa tersebut sangat bervariassi, dengan atau tanpa perekat

pada permukaannya.

Foam silikon lunak/balutan yang menyerap

Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan

yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekap

pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya

menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan

membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk

luka dengan drainase dan luas.

23

Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid

Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga elastis, merekat, dan dari agen-

agen gell (seperti pectin atau gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap

lainnya. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan

komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti gel yang

menciptakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka. Balutan

hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan, dan digunakan

pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya

diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka,

derajad paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia.

Balutan hidrokoloid tidak biasa digunakan pada luka yang terinfeksi.

Hydrogels

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan

memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman

pasien. Gel sangat baik menciptakan dan mempertahankan lingkungan

24

penyembuhan luka yang moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan

drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan

biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk

mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung

penyembuhan luka.

Hydrofibers

Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan

pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan

penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-

komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk membentuk

gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir dari permukaan luka. Hidrofiber

digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan luka yang

dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada

luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan

menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7

hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka

25

DAFTAR PUSTAKA

Baxter C.1990.:The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual; Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons.

 Lawrence w. way.2003. Current Surgical Diagnostis & Treatment,11thMcGraw-

Hill Companies, Inc.United States of America.

Morris PJ and Malt RA .1995., eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press:

 Szabo Z. et al.,eds: Surgical Technology-International III. Universal Medical

Press Inc.

Sabiston.2001. TEXTBOOK of SURGERY : The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 16th Edition. B. Saunders Company

Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997. Buku ajar Ilmu Bedah; EGC, Jakarta.

http://journals.cambridge.org/fulltext_content/ERM/ERM5_08/S1462399403005817sup002.htm

26