Upload
doantuong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
WORKSHOP ANALISIS PERMASALAHAN KASUS HUKUM DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU
Hotel Grand Mercure, 7 s.d 9 Mei 2018
A. Latar Belakang Kegiatan
Berdasarkan Pasal 398, Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bagian Hukum Organisasi dan
Tata Laksana menyelenggarakan fungsi penyiapan koordinasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, pengelolaan dan dokumentasi hukum, pelaksanaan advokasi
hukum serta pelaksanaan penataan organisasi dan penyusunan ketatalaksanaan di
lingkungan Direktorat Jenderal. Sub bagian Advokasi Hukum mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan advokasi hukum, dan informasi Hukum Direktorat
Jenderal.
Latar belakang dilaksanakan Workshop Analisis Permasalahan Hukum di
Lingkungan Ditjen PDTu Tahun Anggaran 2018, antara lain munculnya beberapa
Permasalahan yang menjadi perhatian kita bersama dengan adanya permintaan data
dan keterangan kepada pejabat kita oleh pihak-pihak yang berkompeten atas
permasalahan yang diajukan antara lain kepolisian, kejaksaan, pengadilan, BPK atau
lembaga terkait lainnya, dikarenakan adanya kejadian atau pengaduan masyarakat
terhadap tidak berfungsinya bantuan pemerintah yang diberikan oleh Ditjen PDTU atau
disinyalir adanya kerugian negara terhadap kegiatan/bantuan yang diberikan dan untuk
mengantisipasi agar tidak terjadi permasalahan hukum.
Permasalahan tersebut hukum tersebut dapat terjadi dikarenakan kelemahan dari
sisi perencanaan pada Direktorat Jenderal PDTU, sisi pelaksanaan, tidak berjalannya
koordinasi antara pusat, tim pengendali teknis daerah dan kelemahan pejabat PPHP
dalam menjalankan tugasnya dalam implementasi penyaluran bantuan pemerintah
serta pihak penyedia barang/jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya
dan tidak memberikan laporan akhir bahwa pelaksanaan bantuan pemerintah telah
selesai dilaksanakan. Studi kasus terhadap permasalahan hukum yang terjadi pada
Ditjen PDTU pada tahun 2015-2016 dan tahun sebelumnya, antara lain:
1. Pekerjaan Pembangunan Embung Desa Landau Kodam Kab. Sintang tahun 2015
yang memasuki tahap penyelidikan di Polres Sintang;
2. Pekerjaan pembangunan dermaga pangkalan pendaratan ikan di daerah Fandoi Kab,
Biak Numfor yang telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tipikor
Jayapura;
2
3. Pekerjaan pengadaan pembangkit listrik penerangan jalan (PLPJ) pada Direktorat
Pengembangan Daerah Perbatasan tahun 2016 di 4 (empat) Kabupaten, yakni
Sambas, Sanggau, Sintang dan Bengkayang, yang telah memasuki tahap
penyelidikan;
4. pekerjaan pembangunan Binamus-Binafun-Bonmuti-Biteobe Kec. Amfoang Tengah
Kab. Kupang, yang telah selesai ditetapkan dan menjadi pelajaran yang sangat
berharga untuk kita agar berhati hati dalam pelaksanaan bantuan pemerintah.
Pekerjaan-pekerjaan yang akan menimbukan dampak negatif dan tidak maksimal
agar diantisipasi semaksimal mungkin melalui upaya peningkatan kapasitas Satker,
Pokja, PPK, PPHP dan PPSPM. Perlu dilakukan pembenahan tidak hanya pada sarana
prasarana fisik tetapi juga non fisik termasuk pemahaman terhadap regulasi/peraturan
perundang-undangan yang mendasari pelaksanaanya dan sumber daya manusia yang
memahami tugas dan fungsinya dalam pelasakaan tugas kesatkeran. Dengan demikian
diharapkan tujuan baik dari pemberian bantuan pemerintah kepada Pemda dan
masyarakat dapat menciptakan hasil dan kegunaan serta memberikan manfaat
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
B. Dasar Hukum Kegiatan
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6);
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7);
3. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292);
4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 173/PMK.05/2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pengelolaan Anggaran Bantuan
Pemerintah Pada Kementerian/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 1745);
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.05/2017
tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima;
7. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor
6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 463).
3
C. Maksud, Tujuan Dan Sasaran Kegiatan
1. Maksud Dan Tujuan
a. Memantapkan aspek pengendalian dan dan pengawasan dalam penyaluran
bantuan pemerintah pada Ditjen PDTu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Memberikan pemahaman terkait pengamanan pelaksanaan anggaran dan
penyaluran bantuan pemerintah di lingkungan KDPDTT melalui TP4; dan
c. Memberikan pemahaman terhadap perlindungan hukum bagi Aparatur Sipil
Negara (ASN) yang terlibat dalam pelaksanaan anggaran dan penyaluran
bantuan pemerintah sesuai dengan ketenruan peraturan perundang-undangan.
2. Sasaran
Para pejabat struktural, fungsional dan satuan kerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya
dalam pelaksanaan penyaluran bantuan pemerintah Ditjen PDTu pada daerah
tertentu sebanyak 50 orang.
D. Narasumber Dan Materi
Pelaksanaan Workshop Analisis Permasalahan Hukum di Lingkungan Ditjen PDTu
Tahun Anggaran 2018, mengundang narasumber, antara lain :
No. Jabatan Materi Narasumber
1. Inspektur IV Kemendes PDTT
Aspek Pengendalian Dalam Rangka Pengawasan Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Pemerintah Pada Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu
Yusep Fatria
2. Kepala Bagian Pelayanan dan Advokasi Hukum pada Biro Hukum dan Ortala Setjen Kemendes PDTT
Pemberian Bantuan Hukum Bagi ASN
Faried Abdurrahman
3. Satgas TP4 Kejaksaan Agung RI
Peran Kejaksaan Dalam Perlindungan Hukum Bagi ASN Dalam Pelaksanaan Tugas Dan Fungsinya
Fredy Simanjuntak
4. Satgas TP4 Kejaksaan Agung RI
Wilmar Tumimbang
5. Kepala Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal
Sharing Knowledge Permasalahan Hukum di Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal
M. Iqbal
4
E. Sumber Pendanaan Kegiatan
Sumber pembiayaan kegiatan ini berasal dari DIPA Satuan Kerja Direktorat Jenderal
Pengembangan Daerah Tertentu Tahun Anggaran 2018 Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Tranmsigrasi Nomor Surat Pengesahan-SP. DIPA.-
067.05.1.350455/2018 Tanggal 5 Desember 2017.
F. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Workshop Analisis Permasalahan Hukum di Lingkungan Ditjen PDTu
Tahun Anggaran 2018, di Hotel Grand Mercure Jakarta Pusat pada tanggal 7 s.d 9 Mei
2018.
G. Arahan dan Materi
1. Sambutan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu
a. Latar belakang dilaksanakan Workshop Analisis Permasalahan Hukum di
Lingkungan Ditjen PDTu Tahun Anggaran 2018, antara lain munculnya beberapa
Permasalahan yang menjadi perhatian kita bersama dengan adanya permitaan
data dan keterangan kepada pejabat kita oleh pihak-pihak yang berkompeten
atas permasalahan yang diajukan antara lain kepolisian dan kejaksaan, yang
bermula dari permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan anggaran dan
bantuan pemerintah pada tahun 2015;
b. Oleh karena itu, terkait pemberian keterangan dan permintaan data, maka harus
kooperatif tetapi tidak lantas harus terlalu terbuka dengan penyajian data dan
informasi yang dimaksud;
c. Selaku ASN dan PPNPN tanpa terkecuali wajib menjaga rahasia dokumen yang
ada pada unit kerjanya masing-masing;
d. Terkait pokja BMN yang telah berkomitmen sebelumnya di Kab. Manggarai,
maka pantau time schedule dan rencana aksinya;
e. Untuk BMN yang telah selesai dokumennya agar segera dilakukan SK
Penghapusannya untuk diserahkan ke daerah, sehingga kita tidak mempunyai
beban dalam pemeliharaannya;
No. Jabatan Materi Narasumber
6. Kepala Seksi Keterangan Ahli Pekerjaan Konstruksi LKPP
Permasalahan Hukum Pengadaan Pemerintah
Mira Erviana
7. Kanit II Tipikor Polres Sintang
Klinik Hukum Studi Kasus Sintang
Zul Asdi
5
f. Anggaran Kemendes PDTT mengalami penurunan karena penyerapan kita
tergolong rendah dari semula dianggarkan sebesar Rp.5.5 Triliun, menjadi hanya
Rp. 4.5 Triliun, dan Ditjen PDTu hanya mendapatkan 5% dari seluruh anggaran
Kementerian. Berdasarkan hasil TM, kemungkinan dukungan teknis yang ada
pada Direktorat akan dipindahkan ke Sekretariat, karena hasil monev akan
diminta DJA dan Bappenas;
g. Jika database kita berantakan, maka dapat memakai pihak Ketiga dalam
menyusun database tersebut. Jika mungkin, lakukan monev dari sekarang,
sehingga dapat menyampaikan laporan ke DJA dan Bappenas agar dapat dilihat
dampak bantuan program kita ke depan.
2. Aspek Pengendalian Dalam Rangka Pengawasan Pelaksanaan Penyaluran
Bantuan Pemerintah Pada Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu
(Inspektur IV Kemendes PDTT)
a. Kegiatan Inspektorat dalam rangka pendampingan dan pengawalan program
kerja Direktorat Jenderal PDTu diantaranya:
1) Kegiatan pengawalan, yang meliputi reviu RKA-K/L dan reviu revisi
anggaran, reviu juknis bantuan pemerintah, dan audit kinerja;
2) Kegiatan pendampingan yang meliputi konsultansi dan asistensi, verifikasi
hibah bmn bantuan pemerintah, tindaklanjut pengaduan dan permasalahan
hukum pelaksanaan bantuan pemerintah.
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses lelang, meliputi:
1) Perencanaan Pengadaan pengadaan, adakah di dalam perencanaan
terkandung makna pesanan atau benar-benar dilihat sebagai kebutuhan.
Sebagai contoh ada jalan sirip/embung, artinya harus ada juknisnya;
2) Pembentukan Panitia Pengadaan/Penunjukkan Pejabat Pengadaan, harus
professional, karena akan riskan dalam audit PBJ nantinya;
3) Penetapan Sistem Pengadaan
4) Penyusunan Jadual Pelaksanaan Pengadaan, adanya lelang pra DIPA
ditujukan untuk memastikan setahun sebelumnya/melakukan kajian-kajian
sebelum dilaksanakannya tandatangan kontrak;
5) Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS), harus ada dasar dalam
penetapannya;
6) Penyusunan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa, Pokja diharapkan bersifat
netral, tidak menentukan pemenang lelang secara sepihak;
7) Pengumuman dan Pendaftaraan Peserta Pelelangan yang telah diumumkan
pasti ada sanggahan, dikarenakan ada beberapa perusahaan yang dirasa
memenuhi kualifikasi tetapi tidak dipanggil;
6
8) Tahap Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa dan Pengambilan Dokumen
Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
9) Penjelasan Lelang (Aanwijzing)
10) Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran, dalam hal ini KPA bisa
menghentikan/melanjutkan kegiatan;
11) Evaluasi Penawaran, Pembuktian Kualifikasi dan Pembuatan Berita Acara
Hasil Pelelangan
12) Evaluasi Penawaran, Pembuktian Kualifikasi dan Pembuatan Berita Acara
Hasil Pelelangan
13) Sanggahan Peserta Lelang dan Pengaduan Masyarakat
14) Penandatanganan dan Pelaksanaan Kontrak
15) Penyerahan Barang/Jasa dan Pembayaran Pekerjaan.
c. Titik kritis yang perlu diwaspadai dalam bantuan pemerintah, meliputi:
1) Pembangunan Sarana Air Bersih
Perlu Diketahui Bantuan RO sebelum tahun 2015 dapat dipastikan lebih
90% tidak berfungsi (data verifikasi lapangan APIP Hibah BMN 2017).
Lokasi untuk bantuan RO dipastikan tidak ada sumber air bersih yang
mengalir secara kontinyu.(pada bantuan sebelum 2015 RO ditempatkan di
pulau yang sudah ada sumber air yang kontinyu (12 bulan) sehingga tidak
digunakan penduduk). Untuk Pelatihan operasional RO kepada masyarakat
setempat agar lebih ditingkatkan. (perlu diketahui pada bantuan
sebelumnya RO hanya berfungsi Kurang dari 2 Bulan, dikarenakan ada
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki masyarakat). Direktur, KPA dan PPK
untuk terus memantau kondisi RO pada masa pemeliharaan, dan meminta
Penyedia untuk memperbaiki apabila ada kerusakan/tidak berfungsi karena
kontak person perusahaan tidak dapat dihubungi penduduk atau mengaku
tidak ada biaya pemeliharaan). Pada Bantuan PSAB Perpipaan Gravitasi,
perlu disurvei ketersediaaan mata air dan rencana kebutuhan (debit mata
air kurang sehingga PSAB tidak dapat digunakan secara maksimal);
2) Kapal Penumpang Dan Barang
Dipastikan penerima bantuan mampu membiayai operasional kapal
sehingga kapal tidak mangkrak. Diperhitungkan waktu penyelesaian kapal
tepat waktu dan diperhitungkan pengiriman saat tidak dalam musim
gelombang tinggi sehingga pengiriman tidak terlambat. Pelatihan
Operasional Kapal perlu ditingkatkan kepada penerima bantuan. Perlu
adanya kebijakan suku cadang kapal diutamakan umum/banyak dipasaran
sehingga mengurangi potensi bantuan mangkrak;
7
3) PLTS/Elektrifikasi
Agar dipastikan bantuan pemerintah berupa barang lampu elektrifikasi
sampai ke masyarakat (jumlah lampu sangat banyak perlu dipastikan
volume barang di kontrak sama dengan yang diberikan masyarakat dan
persebaran bantuan secara geografis sangat luas dimasyarakat kepulauan);
4) Potensi Sumberdaya
Bantuan Sarpras Rumput laut dan pasca panen, agar pelaksana pekerjaan
memperhitungkan kemampuan distributor dalam menyediakan barang-
barang sarpras yang dipesan. Penerima Bantuan agar dipersiapkan dalam
hal kemampuan mengelola bantuan dan memastikan pemerintah daerah
untuk mendorong kelompok penerima bantuan menjadi BUMDES.
d. Tujuan bantuan pemerintah hakikatnya mendukung pengentasan 5000 desa
tertinggal menjadi desa berkembang. PDTu mempunyai kegiatan sesuai dengan
tujuan pada RPJMN dimaksud, sekarang jika telah dibangun maka perlu
dievaluasi ada tidaknya impact kepada masyarakat. Jika tidak ada impact yang b
erhasil, maka tidak efektif dan tidak akan mengentaskan kemiskinan.
3. Peran Kejaksaan Dalam Perlindungan Hukum Bagi ASN Dalam Pelaksanaan
Tugas Dan Fungsinya (Satgas TP4 Kejaksaan Agung RI)
a. Berdasarkan MoU yg telah ditandatangani antara Kemendes dengan Kejaksaan
beberapa waktu yang lalu, kami didorong dari Biro Hukum dan Ortala Setjen
Kemendes PDTT untuk menyampaikan kegiatan-kegiatan di Ditjen PDTu yang
umumnya pembangunan infrastuktur dan potsuda untuk dikawal mekanisme
pengelolaaannya oleh TP4;
b. Dalam perkara Pidana, Pegawai Negeri tidak boleh menjadi pengacara bagi
Pegawai Negeri yang terkena perkara. Hal ini dikarenakan kodrat hukum
materiil pidana yang bersifat pribadi. Jika Pegawai Negeri menjadi pengacara
bagi orang yang terkena pidana, maka Pegawai Negeri tersebut bertindak atas
nama pribadi dan menjadi kuasa dari orang tersebut;
c. Inpres No. 1 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Program Strategis
Nasional, Jaksa Agung dan Kapolri sebelum melakukan Penyidikan atas laporan
masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam PSN
mendahulukan proses Administrasi Pemerintahan sebagaimana ketentuan UU
No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
d. Jaksa Pengacara Negara adalah Jaksa dalam ruang lingkup lembaga Kejaksaan
yang diberi wewenang di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yang bertindak
berdasarkan suatu kuasa khusus baik untuk dan atas nama negara/pemerintah,
meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan
daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
8
e. TP4 lebih condong ke pencegahan Tipikor. Satgas TP4 yang akan meminta
keterangan dan data akan dibekali SPT (warna hijau dikerjakan Jamintel).
Setelah keterangan dan data didapat, maka ditingkatkan ke tahap penyelidikan
yang bertujuan untuk mencari bukti permulaan;
f. Latar belakang dibentuknya TP4 bermula dari Inpres Nomor 7 Tahun 2015
Tanggal 6 Mei 2015 tentang Aksi Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi
Tahun 2015, dimana pada tanggal 24 Agustus 2015 dilaksanakan pertemuan
Presiden dengan para Kajati, Kapolda dan para Gubernur se Indonesia di Istana
Bogor, yang pada intinya membahas mengenai latar belakang dibentukny TP4
sebagai Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan yang dalam
tugasnya tidak boleh terlampau cepat memidanakan kebijakan atau teroboson
yang diambil pejabat negara atau daerah dikarenakan penyerapan anggaran
yang kurang, stigma kriminalisasi pejabat, dan timbul keragu-raguan dalam
menjalankan proyek kegiatan;
g. Tugas dan fungsi TP4 diantaranya mengawal, mengamankan dan mendukung
keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya
pencegahaan /preventif dan persuasif di tingkat pusat dan daerah, memberikan
pengawalan dan pengamanan dalam setiap tahapan program pembangunan dari
awal sampai akhir di tingkat pusat dan daerah, melakukan koordinasi di tingkat
pusat dengan aparat pengawasan intern pemerintah untuk mencegah terjadinya
penyimpangan yg berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan
kerugian bagi keuangan negara, bersama-sama melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pekerjaan dan program pembangunan, melaksanakan
penegakkan hukum di tingkat pusat dan daerah secara represif ketika
menemukan adanya perbuatan melawan hukum yg dimungkinkan dapat
merugikan keuangan negara;
h. Ruang lingkup TP4 meliputi, Pemerintah Pusat, K/L, Pemerintah Daerah, BUMN,
dan BUMD;
i. Mekanisme bagi K/L yang ingin dilakukan pengawalan, dapat mengirimkan
surat permohonan kepada Direktur (D) Penanganan Pembangunan Strategis,
kemudian didalam surat tersebut harap dipaparkan pekerjaan apa yang ingin
dikawal, berapa nilainya dan apa yang menjadi kekhawatirannya, selanjutnya
kita akand iminta paparan di Kejagung tentang pekerjaan apa yang ingin
dikawal, berapa pagunya, apa yang dikhawatirkan, dll;
j. TP4 pun mengawal dan mendampingi K/L dalam pembuatan juknis dan
mendampingi Kementerian untuk turun kedaerah dalam rangka verifikasi calon
penerima bantuan pemerintah, kalaupun sampai dilakukan pelelangan maka
diverifikasi sampai dengan penyedianya.
9
4. Pemberian Bantuan Hukum Bagi ASN (Kepala Bagian Pelayanan dan
Advokasi Hukum pada Biro Hukum dan Ortala Setjen Kemendes PDTT)
a. Maksud dan tujuan pendampingan dan pemberian bantuan hukum ASN adalah
sebagai jaminan dari pemerintah untuk memberikan pendampingan dan
bantuan hukum kepada aparatur yang mengalami permasalahan hukum baik di
dalam pengadilan maupun di luar pengadilan;
b. Biro Hukum, Organisasi dan Tata Laksana tentunya tidak dapat bergerak sendiri
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, berkoordinasi dengan Bagian Hukum
dan Ortala di masing-masing UKE I khususnya Bagian Hukum dan Ortala
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu merupakan salah satu upaya
tercapainya amanat tugas dan fungsi;
c. Pemberian Bantuan Hukum oleh Kementerian diberikan kepada Unit,
Menteri/Mantan Menteri, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan
Pegawai di lingkungan Kementerian yang mendapatkan Masalah Hukum;
d. Skema Pemberian Bantuan Hukum, dapat diurai sebagai berikut:
1) Menteri/Mantan Menteri, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan
Pegawai mengajukan permohonan kepada Biro Bantuan Hukum secara
tertulis;
2) Berisi uraian singkat pokok Masalah Hukum yang dimohonkan pemberian
Bantuan Hukum dan dokumen yang berkenaan dengan Masalah Hukum;
3) Dalam hal tertentu, permohonan Bantuan Hukum dapat dilakukan secara
lisan;
4) Diajukan kepada Unit eselon I yang mempunyai Unit Bantuan Hukum;
5) Permohonan tersebut disampaikan kepada pimpinan Unit eselon II yang
membidangi Unit Bantuan Hukum dari Unit eselon I dimaksud, dengan
tembusan Biro Bantuan Hukum.
e. Penanganan Bantuan Hukum terdiri dari Penanganan Bantuan Hukum yang
mengarah pada proses pengadilan, Penanganan Bantuan Hukum yang sedang
dalam proses pengadilan, Penanganan Bantuan Hukum setelah adanya putusan
pengadilan
f. Saat ini, Tipikor tidak saja menyorot tindak pidana dari sisi pelaksanaan saja,
tapi dari awal perencanaan, karena sebelumnya sudah terinformasikan adanya
indikasi yang direncanakan seperti RAB dan HPS yang direkayasa;
g. Sekecil apapun info permasalahan yang ada, atau ada APH yang datang secara
mendadak, mohon Biro Hukum segera diinfo agar dapat memberi bantuan
hukum dan pendampingan hukum sebelum, selama dan setelah persidangan;
10
h. Terjadi banyak kelemahan dari sisi perencanaan dan pengawasan, dimana tidak
berjalannya koordinasi pusat dan daerah terutama OPD dan pengendali teknis
daerah;
i. Sebagai informasi, bahwa tahun ini atau sekitar pertengahan tahun depan, KPK
akan masuk ke K/L untuk menyelidiki terkait gratifikasi. Agar waspada, karena
hal ini bisa dipancing oleh rekanan / pihak ketiga.
5. Permasalahan Hukum Pengadaan Pemerintah (Kepala Seksi Keterangan Ahli
Pekerjaan Konstruksi LKPP)
a. Review terhadap Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah, sebagai berikut:
1) Perpres ini statusnya mencabut Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan
turunannya. Otomatis ini menjadi berubah, bukan peraturan tambahan
sifatnya, karena perubahannya cukup signifikan. Termasuk Perka LKPP
turunan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 pun akan dicabut dan dilaunching
turunan Perka LKPP baru per bulan Juli nanti;
2) Poin-poin yang tidak disebut di dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018, maka
dapat dipakai Perpres Nomor 54 Tahun 2010;
3) Akan ada swakelola yang awalnya ada 3 tipe menjadi 4 tipe, akan
dimungkinkan swakelola dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan;
4) Khusus untuk jasa konsultasi sifatnya repeat order maksimal 2 kali.
Dilakukan proses rekayasa terhadap penyedianya, karena memang di
Perpres baru dimungkinkan untuk hire lagi konsultan yang telah dipakai
sebelumnya. Diatur pula batasan waktu kapan untuk dapat repeat ordernya,
batasan nominal pekerjaan dari kontrak pertamanya;
5) Layanan penyelesaian sengketa pengadaan barang/jasa juga diatur baru,
dimana didalamya antara lain mengatur mengenai:
a) Mediasi, Mediator memahami Pengadaan, Proses Penyelesaian 30 hari
Kalender, Biaya Gratis, Penyelesaian sengketa didorong melalui
kesepakatan para pihak (win win solution);
b) Konsiliasi, Konsiliator memahami Pengadaan Proses Penyelesaian 30
hari kalender, Biaya Gratis, Konsiliator memberi pendapat atas
permasalahan, Penyelesaian sengketa didorong melalui kesepakatan
para pihak (win win solution);
c) Arbitrase, Arbiter memahami Pengadaan, Proses penyelesaian 90 hari
kalender, Biaya Gratis, Berkekuatan hukum tetap dan mengikat, Dapat
diminta pendapat hukum (Binding Opinion).
11
b. Kembali ke harfiah, PPHP adalah staf KPA yang seharusnya supporting ke KPA
bukan PPK dalam proses penerimaannya, lalu siapa yang mewakili pemerintah
dalam menerima dengan penyedia, dalam hal ini yang berkontrak yaitu PPK. Jadi
tidak ada PPHP daerah. PPHP dipusat hanya melakukan checkin kontrak, untuk
yang diatas Rp. 200 juta dimungkinkan PPHP dibuat tim;
c. PPK dimungkinkan dibantu oleh tim teknis/jasa konsultan pembantu yang lebih
paham teknis pelaksanaannya, tetapi tanggungjawab nya tetap ada pada PPK;
d. Bagaimana serah terima pekerjaan terhadap kontrak yang lewat di bulan Juli,
jika kontrak sebelum 1 Juli, maka serah terimanya mengikuti Perpres lama.
kunci pd saat lelangnya. Harmonisasikan dengan auditor;
e. Perkara Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah banyak diajukan oleh Para
Pihak ke Pengadilan Umum (Negeri) maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara;
f. Jika diajukan upaya hukum, kesemuanya akan bermuara ke Mahkamah Agung
dan diputus melalui Putusan Kasasi maupun Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung;
g. Di pekerjaan konstruksi terdapat jaminan penawaran dan sanggah banding
untuk paket diatas Rp. 10 Miliar, sedangkan dibawah Rp. 10 Miliar tidak perlu,
sementara di pekerjaan barang dan jasa lainnya dan jasa konsultasi tidak ada;
h. Perkara sanggah berita acara hasil evaluasi dan lelang tidak bisa ditunut ke
PTUN tetapi silahkan selesaikan secara perdata;
i. Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan sampai dengan tanggal 30 Juni 2018
dapat diberlakukan berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, sementara
kontrak yang ditandatangani berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak.
6. Permasalahan Hukum di Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal (Kepala Bagian
Hukum dan Ortala Sekretariat Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
Tertinggal)
a. Potensi Permasalahan Hukum pada ditjen PDT:
1) Pekerjaan yang tidak selesai Pada tahun anggaran (Lelang dilakukan pada bulan
Oktober, Pekerjaan di mulai pada Bulan November, dan kurangnya koordinasi
antar Satker);
2) Permintaan kelengkapan dokumen bantuan di Pasaman Barat pada tahun 2013,
Bagian Hukum melakukan koordinasi dengan PPK pada Tahun berkenaan detail
permasalahan dan kelengkapan dokumen.
12
b. Penanganan yang dilakukan:
1) Identifikasi bantuan oleh PPK, KPA, Struktural, dan Penyedia (Pekerjaan sudah
sampai berapa %, dan dapat di selesaikan 90 hari kalender tahun tahun
berikutnya);
2) KPA mengambil keputusan dengan konsultasi kepada APIP;
3) PPK melakukan perubahan kontrak yang memuat adanya surat pernyataan dari
penyedia yang berisi Kesanggupan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan,
Bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesasian pekerjaan, Penyedia
tidak akan menuntut denda/ bunga atas keterlambatan pembayaran atas
penyelesaian pekerjaan (dikarenakan revisi DIPA), Penyedia menyampaikan
jaminan pelasanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan;
c. Tata cara penyelesaian sisa pekerjaan, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada
KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya
(maksimal 5 hari kerja setelah tahun anggaran berkenaan) dengan kelengkapan
surat pernyataan kesanggupan dari Penyedia;
d. Hasil Identifikasi:
1) Permintaan dokumen tersebut adanya laporan dari Intansi Daerah berkenaan
dengan akan di adakan nya Pilkada Serentak di daerah tersebut;
2) Permasalahan tidak terdapat di Pusat akan tetapi berada di Daerah yang
bantuannya tidak di serahkan oleh Dinas daerah terkait kepada Masyarakat
Daerah.
7. Klinik Hukum Studi Kasus Sintang (Kanit II Tipikor Polres Sintang)
Terkait Pekerjaan Pembangunan Embung Desa Landau Kodam Kab. Sintang Prov.
Kalimantan Barat tahun anggaran 2015 yang mengakibatkan gagal bayarnya pekerjaan
Pembangunan Embung tersebut dinyatakan tidak berfungsi, maka Kuasa Pengguna
Anggaran Satuan Kerja Ditjen PDTu Tahun Anggaran 2015 dimintai keterangannya
sebagai saksi dalam pemeriksaan alur proses pencairan pada dugaan tindak pidana
korupsi pembangunan embung Desa Landau Kodam Kab. Sintang Prov. Kalimantan
Barat tahun anggaran 2015.
H. Diskusi dan Pembahasan
1. Diskusi
Adapun diskusi pada Workshop Analisis Permasalahan Hukum di Lingkungan
Ditjen PDTu Tahun Anggaran 2018, adalah sebagai berikut:
a. Sesditjen PDTu:
1) Paket-paket yang sudah kami usulkan, akan dinilai mana yg akan dikawal, TP4
tentunya juga punya kriteria paket-paket yang memiliki critical strategic, seperti
13
misalnya memiliki postur anggaran diatas Rp. 100 M. Mengapa ini perlu kita
ketahui, karena biro hukum meminta data kegiatan dan sudah kami sampaikan
seluruh paket karena tidak tau kriteria penyampaiannya seperti apa;
2) Setiap UKE 1 diperkenankan melakukan PKS dengan TP4, jika kami diijinkan
melaksanakan PKS, bagaimana dengan pembiayaan para pihak. Kalau kami
menyiapkan anngaran dan TP4 juga menyiapkannya maka akan terjadi double
acocount.
b. Kasubdit Wil I Dit. PDRB:
1) Masalah timbul ketika memberi bantuan, mulai dari step perencanaan program,
kadang-kadang pelaksana selalu disalahkan. Apakah semua kesalahan ada di
pelaksana, atau boleh menyalahkan di perencanaan program;
2) PDTu tidak memiliki Direktorat Perencanaan, sehingga tidak berjalan dengan
step yang jelas, kualitas perencanaan dari kegiatan itu tidak pernah ada;
3) Ditjen PDTu pandai di pelaksanaan tetapi hasil dari pelaksanaan tersebut yang
tidak baik, berawal dari perencanaan yang tidak matang. Ditjen PDTu diisukan
tidak lagi difungsikan untuk pembangunan fisik tetapi bersifat koordinatif.
Perpres 16 Tahun 2018 memposisikan PPK dan Satker sebagai manusia
setengah dewa, karena harus hadir dari awal proses perencanaan sampai serah
terima barang.
c. Kasubdit Wil. V Dit. PDPKT:
1) Masalah perencanaan sudah ada di awal seperti pengadaan kapal dan embung
yang tidak memuat detail terhadap kebutuhan daerah. Banyak PPK tidak
memiliki keahlian di bidang infrastruktur, menyusun HPS, dll dan tidak dikawal
pula oleh tenaga ahli, harapannya agar Inspektorat juga hadir disini;
2) Pokja harus bersifat normatif, bebas dari intervensi dengan berdasar hukum.
Maka kami butuh tenaga ahli di bidang tertentu, tetapi post RKAKL sampai saat
ini tidak ada anggaran untuk hal tersebut;
3) Ketika PDTu ingin mengusulkan jenis kegiatan yang akan dikawal melalui TP4
tentunya memiliki dasar yang kuat. Jika nanti pelaksanaan pekerjaan dari pihak
penyedia dinyatakan tidak mampu, apakah bisa di stop di tengah jalan melalui
pertimbangan TP4, karena kegiatan kami riskan di daerah dari pengawasan LSM
dan aparat daerah;
4) Jika ada permasalahan hukum pada tahun-tahun sebelumnya, apakah TP4 dapat
menjadi pengacara negara untuk kasus sebelum tahun 2015, atau bersurat
kembali ke Kejaksaan.
14
d. Kepala Sub Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana Wil. III
Pihak ketiga pasti mengajukan pencairan di hari-hari terakhir dengan Bank Garansi
agar dieksekusi PPK, apa yang harus dilakukan jika Bank Garansi sudah ada tetapi
pekerjaan belum selesai.
e. Kepala Sub Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik Wil. I
1) Ada beberapa solusi yang ditawarkan oleh Bpk. Setyabudi (LKPP), salah satunya
agar dari pertemuan PPK dan Pokja agar membuat Berita Acara jika itu
merupakan pernyataan lisan, maka buat Berita Acara secara tertulis, agar
memiliki kekuatan hukum dan tidak melanggar aturan Perpres lama dan baru,
apakah ini selanjutnya memiliku kekuatan hukum/tidak;
2) Bagaimana menyelesaikan sengketa perdata yang ada dalam kegiatan
pengadaan. Di sisi lain kita juga menghadapi pengadaan akan datang. Disana ada
mediasi, arbitrase, dll. Jika bisa, maka berharap semuanya diselesaikan secara
musyawarah.
2. Pembahasan
a. Perencanaan harus kuat, cek lokasi 2018 apakah cocok dengan kebutuhan di
dalam RPJMN;
b. Perlu adanya kajian upaya kegiatan, perlu dievaluasi pula di 2018 dimana
macetnya kontrak tsb mengalami hambatan, dll;
c. PPK sangat berat tugas dan ranahnya. Harapan kami di Kejaksaan agar jangan
dilakukan pengawalan/pengamanan pada saat pelaksanaan, jika memungkinkan
harus dari awal pelaksanaan, maka dapat didalami penyedianya. Dalam proses
pendampingan, TP4 bisa bertindak sebagai partner K/L. Jika mengalami
hambatan dan kendala terhadap proses pemberian bantuan pemerintah yang
berpotensi menjadi masalah, maka dapat dilakukan pengawalan oleh TP4 melalui
penyampaian surat. Kami akan membuat schedule untuk meminta progress
pekerjaan maka akan lebih dari sekedar penasihat hukum;
d. Tidak serta merta seluruh kegiatan di PDTu dikawal oleh TP4. Kementerian dapat
memilah-milah kegiatan-kegiatan yang bentuk pengawalan antara kegiatan satu
dengan yang lain tidak harus sama karena titik kerawanannya berbeda-beda;
e. Tidak ada batasan nilai pekerjaan pengawalan kegiatan oleh TP4;
f. Jika sudah didampingi 1 penegak hukum, maka yang lain tidak dapat lagi
menanganinya. Pada saat pendampingan TP4 untuk kegiatan ternyata ada
laporan pengaduan terkait barang yang tidak sesuai spesifikasi misalnya ke Polda
Metro, maka Polda Metro dapat berkoordinasi dengan TP4 dan masalah tersebut
tidak berlanjut;
g. jka memang OPD juga akan melakukan PKS dengan TP4D, maka akan lebih baik
terutama dalam hal koordinasi kedepannya;
15
h. Jaksa pengacara negara akan bekerja dengan surat khusus terkait gugatan
perdata dan TUN, namun jika ada gugatan di tahun-tahun sebelumnya, dapat
memberikan kuasa kepada Datun untuk permasalahan ini;
i. Harapan kami setidaknya ada 2 yang diperoleh oleh TP4 yaitu, semaksimal
mungkin terjadi efisiensi anggaran dan efisiensi waktu serta nilai lebih dari
pendampingan tersebut. Apa yang TP4 dilakukan saat ini blm tentu /tidak
terlepas dari pidana, oleh karena daluarsanya 18 tahun, maka sesuai aturan dan
koridor hukum kegiatan TP4 kuncinya ada di transparansi dan diselesaikan
secara bersama-sama.
I. Penutup dan Tindak Lanjut
1. Dalam perkara Pidana, Pegawai Negeri tidak boleh menjadi pengacara bagi Pegawai
Negeri yang terkena perkara. Hal ini dikarenakan kodrat hukum materiil pidana
yang bersifat pribadi;
2. Mekanisme bagi K/L yang ingin dilakukan pengawalan, dapat mengirimkan surat
permohonan kepada Direktur (D) Penanganan Pembangunan Strategis, kemudian
didalam surat tersebut harap dipaparkan pekerjaan apa yang ingin dikawal, berapa
nilainya dan apa yang menjadi kekhawatirannya;
3. Terjadi banyak kelemahan dari sisi perencanaan dan pengawasan, dimana tidak
berjalannya koordinasi pusat dan daerah terutama OPD dan pengendali teknis
daerah;
4. Poin-poin yang tidak disebut di dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018, maka dapat
dipakai Perpres Nomor 54 Tahun 2010;
5. Terjadi perubahan tipe swakelola dari semual 3 tipe, menjadi 4 tipe. Yang
membedakan hanya penambahan Tipe 3 yaitu oleh Organisasi Kemasyarakatan
(Ormas);
6. Terjadi perubahan istilah/nomenklatur pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018,
dimana salah satunya yang semula K/L/DI (Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi menjadi K/L/PD (Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah), semula Dokumen Pengadaan, menjadi Dokumen Pemilihan, semula
Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) menjadi Pejabat/Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PJPHP/PPHP);
7. Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan sampai dengan tanggal 30 Juni 2018 dapat
diberlakukan berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, sementara kontrak yang
ditandatangani berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya kontrak;
8. Bercermin dari kejadian kebocoran data dan dokumen, maka ASN maupun PPNPN
diminta untuk menjaga rahasia negara dan jabatan;
16
9. BMN tahun 2017 agar diselesaikan BAST nya, jangan sampai terhutang. Pekerjaan
tertunggak akan dilaksanakan Trilateral Meeting pada tanggal 16 Mei, sebelum itu
tolong cek lokasi apakah sudah selesai atau belum pekerjaannya;
10. PPNPN tahun ini akan menjadi fokus pemeriksa BPK, hati-hati dengan Perdin,
absensi, dan buat laporan serta setiap 3 bulan akan diperiksa daftar hadirnya. Jika 2
bulan tidak memenuhi absensi maka dapat dikeluarkan.
J. Penyusunan Laporan Kegiatan
Penyusunan laporan kegiatan Workshop Analisis Permasalahan Hukum di
Lingkungan Ditjen PDTu Tahun Anggaran 2018 dilaksanakan oleh Tim Bagian Hukum
Ortala Setditjen PDTu, dengan sistematika sebagai berikut:
1. Latar Belakang Kegiatan;
2. Dasar Hukum Kegiatan;
3. Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan;
4. Narasumber dan Materi;
5. Sumber Pendanaan Kegiatan;
6. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan;
7. Arahan dan Materi oleh:
a. Sambutan Sektretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu;
b. Inspektur IV Kemendes PDTT;
c. Kepala Bagian Pelayanan dan Advokasi Hukum pada Biro Hukum dan Ortala
Setjen Kemendes PDTT;
d. Satgas TP4 Kejaksaan Agung RI;
e. Kepala Seksi Keterangan Ahli Pekerjaan Konstruksi LKPP;
f. Kepala Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Direktorat Jenderal Pembangunan
Daerah Tertinggal;
g. Kanit II Tipikor Polres Sintang
17
K. Dokumentasi Kegiatan
18
19
20