21
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN SINDROM WEGENER GRANULOMATOSIS OLEH : Raja Nurulain Binti Raja Nahar Putra C 111 11 838 Suci Ananda C 111 09 PEMBIMBING: dr. Richa Endah Prawesti DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT- KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Wegener Granulomatosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wegener granulomatosis

Citation preview

Page 1: Wegener Granulomatosis

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN

SINDROM WEGENER GRANULOMATOSIS

OLEH :

Raja Nurulain Binti Raja Nahar Putra

C 111 11 838

Suci Ananda

C 111 09

PEMBIMBING:

dr. Richa Endah Prawesti

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT- KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

Page 2: Wegener Granulomatosis

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

Nama : Raja Nurulain Binti Raja Nahar Putra ( C 111 11 838)

Suci Ananda (C 111 )

Judul : Wegener Granulomnatosis

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Kesehatan THT- KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2015

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Richa Endah Prawesti

Page 3: Wegener Granulomatosis

DAFTAR ISI

BAB I (PENDAHULUAN)…………………………………………………………….......

BAB II (ANATOMI)……………………………………………………………………….

BAB III (WEGENER GRANULOMATOSIS)

3.1 Definisi………………………………………………………………………………….

3.2 Etiologi dan Patofisiologi……………………………………………………………….

3.3 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………….

3.4 Diagnosis………………………………………………………………………………...

3.5 Diagnosa banding………………………………………………………………………..

3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………………………

3.7 Komplikasi………………………………………………………………………………

3.8 Prognosis………………………………………………………………………………...

BAB IV (KESIMPULAN)………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….

Page 4: Wegener Granulomatosis

BAB I

PENDAHULUAN

Wegener Granulomatosis pertama kali dijelaskan oleh Heinz Klinger pada tahun 1931 dan kemudian oleh Frederich Wegener pada tahun 1936. Wegener Granulomatosis adalah penyakit vaskulitis nekrosis dihubungkan dengan peradangan pada pembuluh darah, bentukan lengkap dari penyakit ini ditandai dengan manifestasi ke telinga, hidung dan tenggorokan. Bisa didapatkan nekrosis granuloma pada saluran pernapasan, nekrosis fokal glomerulonefritis, dan vaskulitis sistemik. Penyakit ini jarang sekali ditemukan dan bersifat idiopatik.

Beberapa daerah kepala dan leher dapat dipengaruhi oleh penyakit dengan manifestasi klinis seperti, pada hidung bias didapatkan gejala hidung tersumbat, epistaksis, debit, pengerasan kulit, sadel hidung deformitas dan perforasi septum, pada laring bias didapatkan dyspnea, stridor, suara serak, atau perubahan lain dari suara manakala pada telinga dan mastoid bias didapatkan gejala otitis media, mastoiditis, defisit pendengaran, kelumpuhan saraf wajah dan vertigo, pada rongga mulut bias terjadi ulserasi dan gingivitis, yang terakhir yaitu pada daerah orbit bias ditemukan bengkak, proptosis, kemerahan, nyeri dan gangguan penglihatan.

Lebih dari 80% pasien dengan pengalaman diagnosis ini morbiditas rhinological dan 20-40% pengalaman morbiditas otological di beberapa titik selama hidup mereka.

Page 5: Wegener Granulomatosis

BAB II

ANATOMI

TELINGA 

Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.

Telinga Luar 

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus). Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur.  Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar. 

Telinga Tengah 

Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.

Page 6: Wegener Granulomatosis

Ketiga tulang tersebut adalah: Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga) Inkus (menghugungkan maleus dan stapes) Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam). Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval. 

Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil: Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel) Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval. 

Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan. Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara. 

Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah. Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan. 

Telinga Dalam 

Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama: Koklea (organ pendengaran) Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan). 

Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut. Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf. Gelombang saraf ini lalu berjalan di

Page 7: Wegener Granulomatosis

sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak. Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada sel rambut. Jika sel rambut rusak, dia tidak akan tumbuh kembali. Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran. Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga keseimbangan. Setiap gerakan kepala menyebabkan ciaran di dalam saluran bergerak. 

Gerakan cairan di salah satu saluran bisa lebih besar dari gerakan cairan di saluran lainnya; hal ini tergantung kepada arah pergerakan kepala. Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.  Sel rambut ini memprakarsai gelombang saraf yang menyampaikan pesan ke otak, ke arah mana kepala bergerak, sehingga keseimbangan bisa dipertahankan. Jika terjadi infeksi pada kanalis semisirkuler, (seperti yang terjadi pada infeksi telinga tengah atau flu) maka bisa timbul vertigo (perasaan berputar).

HIDUNG 

Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata. Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago). Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang. Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan. Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara. 

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah. Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan segera. Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru. Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas. Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu). Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak. 

SINUS PARANASALIS 

Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung. Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis: Sinus maksilaris Sinus etmoidalis Sinus frontalis Sinus sfenoidalis. 

Page 8: Wegener Granulomatosis

Dengan adanya sinus ini maka: - berat dari tulang wajah menjadi berkurang - kekuatan dan bentuk tulang terpelihara - resonansi suara bertambah. 

Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia. Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung. Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis). 

TENGGOROKAN 

Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea). Tenggorokan terbagi lagi menjadi: - nasofaring (bagian atas) - orofaring (bagian tengah) - hipofaring (bagian bawah. 

Page 9: Wegener Granulomatosis

Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tempat jalannya udara ke paru-paru. Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia. Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan. 

Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung bagian belakang. Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi. Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut. 

Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan suara. Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat dengan bebas. Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan. 

Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di depan laring. Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.

Page 10: Wegener Granulomatosis

BAB III

WEGENER GRANULOMATOSIS

3.1 DEFINISI

Wegener Granulomatosis (WG) adalah penyakit sistemik yang didefinisiskan dengan peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), ginjal (glomerulonephritis) dan saluran pernapasan bagian atas dan bawah (sinus, hidung, trakea dan paru-paru). Selain menyebabkan nekrosis reaksi inflamasi tersebut sering m,enyebabkan bentukan granuloma yang aseptik.

3.2 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penyebab dari Wegener Granulomatosis belum diketahui secara pasti, akan tetapi diperkirakan disebabkan oleh reaksi autoimun atau infeksi, tetapi belum terbukti secara jelas. Sebuah penelitian in vitro telah menunjukkan peningkatan interferon-gamma dan tumor necrosis factor yang diproduksi oleh sel T perifer pada pasien dengan penyakit ini. Sitokin yang dihasilkan ini akhirnya mencetuskann lesi granulomatosis.

Patofisiologi dari Wegener Granulomatosis belum diketahui secara lengkap. Ditemukannya ANCA (anti-neutrophil cystoplasmic antibodies) menunjukkan antibody patogenik tersebut dapat terlibat secara langsung pada peradangan pembuluh darah. Dibawah pengaruh antigen yang tidak diketahui dan beberapa sitokin (TNF-alpha dan IL-beta), neutrofil diaktivasi dan mengekspresikan sitoplasma protease 3 (PR-3) pada permukaan selnya. Mengawali dari produksi antibody anti-PR3 atau disebut ANCA, reactive oxygen species dilepaskan dan mempengaruhi kerusakan dari pembuluh darah dan ANCA juga menyerang secara langsung dari pembuluh darah, kemudian terjadi thrombosis pembuluh darah. Pembentukan granuloma terbentuk secara sekunder dan membutuhkan input dari subpopulasi limfosit, dimana mekanisme yang jelas belum dapat diuraikan. Sebagai tambahan, menyesuaikan dengan stadium dari penyakit, terkonsentrasinya masing-masing elemen vaskulitis dan granuloma dapat bervariasi. Terkadang yang lebih dominan vaskulitis, yang lain dominan dalam bentuk granuloma.

Gambar 1 : Etiologi Wegener Granulomatosis

Page 11: Wegener Granulomatosis

3.3 MANIFESTASI KLINIK

Secara klasik, dua bentuk kelompok dalam penyakit ini bisa didapatkan yaitu bentuk umum dan lokal. Sebanyak 95% penderita menunjukkan gejala umum yang melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah serta ginjal dan memberi afek kepada system organ yang lain juga. Selebihnya, 5% penderita hanya menunjukkan gejala local yang hanya melibatkan hidung dan sinus paranasal.

Manifestasi klinisnya dapat dibagikan seperti berikut :

1- Manifestasi non-kepala dan leher :

Keterlibatan paru mulai dikesan dari temuan CXR insidental, batuk dan dyspnea, sehingga ditemukan perdarahan alveolar. Keterlibatan ginjal berkisar dari temuan urine terkait dengan gross hematuri, hipertensi, oliguria atau glomerulonefritis progresif cepat. Manifestasi lainnya termasuk: muskuloskeletal (arthralgia, mialgia, arthritis), jantung (aritmia, penyakit katup), sistem saraf perifer (sensorimotor polineuropati), sistem saraf pusat (meningitis, diabetes insipidus sentral, kejang, trombosis pembuluh darah) dan gejala sistemik (demam, keringat malam, penurunan berat badan).

2- Manifestasi kepala-leher

Manifestasi sinonasal adalah yang paling umum dan gejalanya adalah termasuk epistaksis, pengerasan kulit, mukosa gembur, sinusitis akut atau kronis, perforasi septum, deformitas hidung plana, mucocele dan epifora. Keterlibatan sinonasal juga sering salah diagnosa sebagai rhinitis atau sinusitis kronik.

Keterlibatan pada saluran nafas adalah terutama sebagai stenosis subglotis (SGS) yang berkembang pada 20% pasien. Presentasi klinis termasuk suara serak, dispnea, batuk dan stridor. Temuan endoskopi termasuk stenosis melingkar dan mukosa gembur, biasanya terbatas pada subglottis, atau meluas 3-4cm inferior.

Manifestasi otologic termasuk eksternal, tengah dan keterlibatan telinga bagian dalam. Otitis media serosa adalah penemuan yang paling umum dan kelumpuhan saraf wajah dapat berhubungan dengan otitis media. Gangguan pendengaran sensorineural berkembang pesat (dalam jangka waktu hari sampai minggu). 

Keterlibatan okular termasuk episkleritis (paling umum), konjungtivitis, vaskulitis retina, uveitis, scleritis, epifora dan granuloma orbital.

Rongga mulut dan keterlibatan orofaringeal termasuk bisul, nodul mukosa, fistula oroantral, langit-langit osteonekrosis dan patognomonik "strawberry" hiperplasia gingiva.

Kelenjar submandibular dan parotid jarang terpengaruh.

Keterlibatan kulit termasuk fotosensitivitas, vesikel, papula, purpura teraba, bisul dan nodul subkutan.

Page 12: Wegener Granulomatosis

(a)  (b) (c)Gambar 2 : (a) Perforasi septal anterior, (b) Deformitas hidung plana (c) Stenosis

subglotis pada endoskopi

 3.4 DIAGNOSIS Menurut American College of Rheumatology, setidaknya dua dari empat kriteria harus hadir: ulkus oral atau secret nasal, sedimen urin nefritik, CXR abnormal atau peradangan granulomatosa pada biopsi. Kehadiran dua atau lebih kriteria memiliki sensitivitas 88% dan spesifisitas 92%. Diagnosis pada akhirnya berdasarkan sejarah, pemeriksaan fisik, laboratorium penelitian dan patologi. The sitoplasma antibodi sitoplasma antineutrophil (cANCA atau PR3-ANCA) adalah khusus untuk WG, menghasilkan pola pewarnaan sitoplasma pada imunofluoresensi, dan diarahkan terhadap proteinase 3 dalam sitoplasma neutrofil. Imunofluoresensi dan ELISA adalah tes yang digunakan untuk mendeteksi cANCA. Temuan histologis termasuk vaskulitis pembuluh kecil, peradangan granulomatosa dan parenkim nekrosis.

(a) (b)

Page 13: Wegener Granulomatosis

(c) (d)

Gambar 3 : (a) Sugestif perdarahan pulmo (b) resolusi komplit lobus bawah dengan resolusi parsial lobus kanan atas, kavitas pada lobus kirir atas (c) kavitas semakin membesar (setelah 1 tahun) ditambah kavitas baru dan nodul di paru kanan (d) kavitas dengan dinding tebal di

lobus kanan atas paru.

3.5 DIAGNOSIS BANDING

- Gusi Stroberi

- Hiperplasia Ginggival kerna obat (eg, antikonvulsan fenitoin, sebagian calcium channel

blockers, siklosporin, konyugat estrogen)

- Sarkoidosis

- Tuberculosis

- Sindrom Churg Strauss

- Polyarteritis nodosa

- Scurvy

- Proses Neoplastik (Karsinoma skuamosa, leukemia, Sarkoma Kaposi)

Page 14: Wegener Granulomatosis

3.6 PENATALAKSANAAN

1- Manajemen farmakologis

Steroid dan imunosupresan adalah terapi utama dan dimulai secara bersamaan. Sukses remisi-induksi diikuti dengan terapi remisi-pemeliharaan kurang agresif, karena tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan penghentian lengkap terapi. Siklofosfamid umumnya digunakan untuk remisi-induksi, sementara methotrexate yang paling sering digunakan untuk terapi remisi-pemeliharaan. Terapi pada kasus akut berupa pemberian kortikosteroid dan cyclophosphamide. Pemberian cyclophosphamide oral (2mg/kg/hr) dikombinasikan dengan steroid dosis tinggi (prednisone 1mg/kg/hr). Terapi diteruskan sampai terlihat perbaikan yang signifikan atau terjadi remisi, biasanya dalam waktu 3-6 bulan.

2- Manajemen bedah

Terapi bedah meliputi bedah sinus endoskopi fungsional (untuk yang akan datang komplikasi sinusitis, sinusitis kronis refraktori atau dekompresi Mucocele); dacryocystorhinostomy (untuk epifora kronis); dan dekompresi orbital (untuk pseudotumor). Mukosa-sparing teknik harus digunakan dengan perawatan pasca-operasi rutin. Sebagai aturan umum, operasi saluran napas harus diminimalkan selama keadaan penyakit aktif. Teknik bedah termasuk prosedur endoskopi saluran napas (dilations, suntikan steroid, CO2 laser) dan prosedur terbuka seperti laryngotracheoplasty, reseksi cricotracheal dan trakeostomi.

3.7 KOMPLIKASI

Komplikasi penyakit ini dapat dibagikan seperti berikut :

Hidung : deformitas dan hidung plana akibat pembentukan granuloma dan nekrosis yang terjadi.

Paru-paru : pseudotumor, nodulmultiple, efusi pleura dan yang paling berat Acute Respiratory Distress Syndrome yang diakibatkan oleh pendarahan pada alveolar.

Ginjal : glomerulonephritis yang dimana dapat menyebabkan proteinuria, hematuria hingga gagal ginjal.

Mata : konjungtivitis, episkleritis, skleritis, elserasikornea, uveitis, vaskulitis retina, neuropatioptik, massa orbital, sellulitis orbita, dan obstruksi duktus nasolakrimalis.

3.8 PROGNOSIS

Tingkat kelangsungan hidup untuk pasien WG adalah 7% tanpa pengobatan (dua tahun) dan setinggi 94% dengan imunosupresan (lima tahun). Kematian biasanya karena perkembangan dari ginjal dan dan / atau penyakit paru-paru dan / atau komplikasi dari terapi medis seperti infeksi atau kanker.

Page 15: Wegener Granulomatosis

BAB IV

KESIMPULAN

Wegener granulomatosis adalah idiopatik, penyakit sistemik dengan necrotizing peradangan granulomatosa dan vaskulitis pembuluh darah kecil. Vaskulitis yang mungkin berhubungan dengan ANCA, ditujukan terhadap proteinase 3. Setiap sistem organ dapat dipengaruhi dan mayoritas awalnya hadir dengan temuan THT. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan laboratorium, dan dikonfirmasi dengan biopsi. Terapi medis adalah pilihan lini pertama dan harus terus sebagai bagian dari perawatan untuk mengurangi tingkat kekambuhan dinyatakan tinggi. Pembedahan idealnya dilakukan selama fase remisi, terutama untuk pasien dengan keterlibatan saluran napas. Dengan terapi yang tepat, pasien mungkin mengalami perbaikan mutu hidup.