Upload
vocong
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL
Diklat ILMU FALAK
1. Menentukan Arah Kiblat2. Menyusun Jadwal Waktu Shalat3. Menghisab Awal Bulan Hijriyah4. Memprediksi Gerhana
Matahari/Bulan
KERJASAMA:OBSERVATORIUM ASSALAAM
BHRD KAB. SUKOHARJOLP2IF RHI - SURAKARTA
Sabtu – Ahad, 7 – 8 Mei 2016
PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM ASSALAAMSUKOHARJO – SURAKARTA – JAWA TENGAH – INDONESIA
1437 H / 2016 M
ILMU SEBELUM AMALSETIAP muslim tidak akan bisa melakukan amal ibadah dengan benar kecuali
dengan dasar ilmu. Ilmu menjadi landasan seseorang untuk melaksanakan kewajiban, meninggalkan larangan dan menjauhi kemaksiatan sekaligus mengupayakan mengerjakan sunnah-sunnah dimana semua itu dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.Itulah sebabnya, mencari ilmu merupakan sebuah kewajiban. Tidak boleh dipandang sebelah mata, diremehkan atau tidak diacuhkan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam:
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Mengapa wajib? Imam Abdullah menjawab, “Dengan ilmu kita bisa mengetahui bahwa yang wajib adalah wajib, yang sunnah adalah sunnah, yang haram adalah haram. Tidah hanya itu, selain mengetahui hukum tiap perbuatan, seseorang dapat menunaikan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebaik-baiknya, karena didasari ilmu.”
Demikian halnya dengan ilmu falak/astronomi islam. Ilmu ini membantu muslim,melakukan amal ibadah mahdlah (shalat, puasa, dsj). Ilmu falak melengkapi pemahaman seorang muslim sehingga tidak salah dalam beramal, tidak salah dalam beribadah. Tanpa pemahaman ilmu falak dikhawatirkan akan salah dalam menghadap kiblat ketika shalat, salah memulai awal puasa, idul fitri juga tidak sesuai waktu shalat kusuf dengan fenomena gerhana. Kesalahan dalam melaksanakan hal-hal yang wajib sama dengan meninggalkan kewajiban. Tidak sah karena tidak dikerjakan sesuai aturan yang sudah ditentukan dalam Islam. Ketika dengan sadar seseorang hanya mengetahui bahwa shalat menghadap ke barat, ia shalat tanpa tahu ke arah mana kiblat yang benar.Tanpa ilmu seseorang hanya menduga-duga dalam melakukan perbuatan. Ia menduga telah memulaipuasa Ramadhan padahal Hilal masih negatif. Contoh lain yang sering terjadi ketika seorang menyatakan melihat hilal bahkan disumpah, padahal cuaca gerimis.
Bahaya Amal Tanpa Ilmu
Seseorang yang beribadah tanpa ilmu akan lebih banyak menuai mudharat daripada manfaat. Manfaatnya sedikit justru mudharatnya lebih banyak. Itulah kenyataan yang akan dihadapi oleh setiap pengamal tanpa ilmu. Oleh karena itu, setiap muslim wajib memiliki ilmu. Dikatakan, “Barangsiapa memiliki ilmu, lalu ia amalkan dan ajarkan, ia akan dikenal oleh para penduduk langit.” Allah SWT berfirman:
“Allah Subhanahu Wata’ala akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Subhanahu Wata’ala
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Mujadilah [58] : 11).
Abdullah bin Abbas RA mengatakan orang yang memiliki ilmu dibanding orang yang tidak memilikinya, perbandingannya 700 derajat. Derajat pertama ke derajat kedua menempuh perjalan 500 tahun lamanya.Betapa mulia orang yang berilmu yang ilmunya bemanfaat. Di dunia dan di akhirat ia hidup mulia mendapat kedudukan terhormat di sisi Allah SWT.
MUQODDIMAHFalak ( Arab = -secara bahasa (etimologi) berarti orbit atau lintasan benda ( الفلك
benda langit. Ilmu Falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit-khususnya bumi, bulan, dan matahari-pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.
Ilmu Falak disebut juga ilmu hisab, karena ilmu ini menggunakan perhitungan ( .(perhitungan= الحساب Ilmu Falak disebut juga ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan ( .(pengamatan= الرصد Ilmu Falak disebut juga ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas waktu ( batas-batas waktu). Ilmu Falak disebut= الميقات juga ilmu haiah, karena ilmu ini mempelajari keadaan benda-benda langit ( الهيئة = keadaan). ). Ilmu Falak disebut juga ilmu rukyat, karena ilmu ini mempelajari cara merukyat hilal ( رءية .(rukyat hilal = الهالل
Sebelum datangya Islam, bangsa Arab sudah memiliki pengetahuan dasar tentang ilmu astronomi tetapi, belum terumuskan secara ilmiyah. Ilmu astronomi terumuskan dan berkembang pada masa Bani Abbasiyyah sebagai hasil dari akulturasi budaya Persia, India, dan Yunani. Terutama sejak munculnya gairah penerjemahan buku ke dalam bahasa arab baik yang diterjemahkan oleh pelajar Kristen, penyembah berhala, maupun pelajar Islam sendiri. Buku buku karya ilmuwan terdahulu seperti ‘’Al-Magest’’ karya Ptolomeus, buku buku Plato dan Aristoteles. Dan tokoh yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, ia menulis buku berjudul ‘’Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah’’ sekitar tahun 825. Buku ini sangatlah mempengaruhi pemikiran ilmuwan Eropa nantinya. Dan, Abul Abbas Ahmad Al-Farghani, dengan karyanya ‘’Nujum wal Harakaat al-Samaawiyah’’. Ia dinobatkan sebagai pionir dalam bidang astronomi modern.
Ilmu Falak pada garis besarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu ilmu Falak Ilmiy, dan ilmu Falak Amaliy. Ilmu Falak Ilmiy disebut juga Theoritical Astronomy. Ilmu Falak Amaliy disebut juga Practical Astronomy. Ilmu Falak Amaliy inilah yang oleh masyarakat disebut sebagai ilmu Falak atau Ilmu Hisab.
Bahasan Ilmu Falak yang dipelajari dalam Islam adalah yang ada kaitannya dengan pelaksanaan ibadah, sehingga pada umumnya ilmu Falak ini mempelajari 4 bidang, yakni:
1. Arah Kiblat.Menentukan dan mengecek arah kiblat Masjid/Mushallah dan Makam.
2. Waktu-waktu Shalat.Menyusun Jadwal Waktu Shalat untuk satu kota/kabupaten.
3. Awal bulan.Menyusun data hisab awal bulan Hijriyah selama satu tahun dan menyajikan gambar Peta Kenampakan Hilal.
4. Gerhana.Menyajikan data hisab Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan selama satu tahun.
BAB I
ARAH KIBLAT
Kiblat adalah kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang Muslim mendirikan shalat. Pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah SAW dan para sahabat shalat dengan menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka shalat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu dia sering shalat di antara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah berada di antara diri dia dan Baitul Maqdis. Dengan demikian dia shalat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Ia shalat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan kiblat shalat. Allah pun mengabulkan keinginan dia dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah:
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Maksudnya ialah Nabi Muhammad SAW sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan dia menghadap ke Baitullah).”
Hal itu terjadi pada tahun 624. Dengan turunnya ayat tersebut, kiblat diganti menjadi mengarah ke Ka'bah di Mekkah. Selain arah shalat, kiblat juga merupakan arah kepala hewan yang disembelih, juga arah kepala jenazah yang dimakamkan.
Dalam 1000 tahun terakhir, sejumlah matematikawan dan astronom Muslim seperti Biruni telah melakukan perhitungan yang tepat untuk menentukan arah kiblat dari berbagai tempat di dunia. Seluruhnya setuju bahwa setiap tahun ada dua hari dimana matahari berada tepat di atas Ka'bah, dan arah bayangan matahari dimanapun di dunia pasti mengarah ke Kiblat. Peristiwa tersebut terjadi setiap tanggal 28 Mei pukul 9.18 GMT (16.18 WIB) dan 16 Juli jam 9.27 GMT (16.27 WIB) untuk tahun biasa. Sedang kalau tahun kabisat, tanggal tersebut dimajukan satu hari, dengan jam yang sama.
Cara Menentukan Arah Kiblat
Untuk mengetahui arah kiblat, kita bisa menghisabnya dengan aplikasi Accurate Times. Caranyasebagai berikut:
1. Buka aplikasi Accurate Times. (Lihat gambar-1).2. Tambahkan lokasi baru (Location) yang akan kita ketahui arah (azimuth) kiblatnya.
Masukkan nama di dalam box Name. Isikan data lokasi yang utama : Lintang, Bujur, DPL, dan Zona Waktu. Misal kota Surakarta (7 33 00 S, 110 46 00 E, 111, 7), lalu Add. (Lihat gambar-2).
3. Masuk Menu Arah Kiblat (Qiblah)4. Dan data visual arah kiblat kota Surakarta telh didapatkan, yakni 294,6o. Angka ini
disebut Azimuth Kiblat (arah kiblat). (Lihat gambar-3).
Gambar – 1 : Aplikasi Accurate Times
Gambar – 2: Menu Penambahan Lokasi
Gambar – 3 : Azimuth Kiblat Surakarta
Dalam praktik, kita memadukan minimal 3 cara agar hasil pengukuran akurat. Tiga cara itu adalah: 1) Kompas Magnetik, 2) Satelit (Google Earth), dan 3) Bayangan Kiblat. Ketiga cara dilakukan dalam rangka menemukan hasil paling akurat,karena satu cara saja dikhawatirkan hasilnya akan kurang maksimal. Ketiga cara tersebut masing-masing uraiannya sebagai berikut:
1. Kompas Magnetik: (Azimuth Kiblat = 294.6o)a. Siapkan kompas megnetik…b. Letakkan kompas magnetik di atas media yang non-logam…c. Jauhkan pengaruh logam dari posisi kompas magnetik…d. Tentukan arah Utara Kompas…e. Ukurlah arah kiblat dari Utara Kompas, dan kurangi hasilnya dengan 1 derajat
(untuk Pulau Jawa). Jadi hasilnya 294.6o – 1 = 293.6o
Gambar – 4: Ukur Kiblat dengan Kompas. Sumber gambar: pakarfisika.wordpress.com
Gambar – 5 : Hasil Pengkuran Arah Kiblat dengan Kompas.Sumber gambar: pakarfisika.wordpress.com
2. Satelit (Google Earth):(Azimuth Kiblat = 294.6o)a. Buka software GoogleEarth…b. Tentukan lokasi yang akan diukur/tentukan arah kiblatnya.c. Aktifkan icon Ruler/Penggaris…d. Tancapkan titik awal di lokasi yang akan diukur…e. Tarik titik akhir menuju posisi Ka’bah atau di azimuth arah kiblat…
f. Cara menuju Ka’bah, ketik di box searching,koordinat Ka’bah: 21°25'21.10"N, 39°49'34.26"E atau dengan koordinat desimal : 21.42252777777778 N, 39.82618333333334 E.
g. Pasangkan titik akhir ruler/penggaris di posisi Ka’bah...h. Kembali ke lokasi awal yg akan diukur kiblatnya...i. Hasil akhir adalah Garis Arah Kiblat...j. Dengan bantuan aplikasi Editor, buatlah sketsa gambar menjadi seperti ini:
Gambar – 6 : Visual Arah Kiblat Masjid Al-Aqsha Klaten dengan Google Earth.Sumber gambar : pakarfisika.wordpress.com
3. Bayangan (Roshd) Kiblat:(Azimuth Kiblat = 294.6o)a. Tentukan lokasi yang akan diukur arah kiblatnya…b. Tentukan waktu pengukurannya (Tahun, Bulan dan Tanggal)…c. Buka Software Roshdul Qiblah…d. Isikan Tahun, Bulan dan Tanggal point b di atas…e. Software akan menampilkan Jam Kiblat…f. Pada jam itu, siapkan Waterpass atau Benda vertikal atau Lot Bandul…g. Bayangan Waterpass di muka tanah/lantai pada Jam Kiblat adalah arah
kiblat…
Gambar – 7 : Pengukuran Arah Kiblat dengan bayangan Matahari.Sumber gambar: pakarfisika.wordpress.com
BAB II
WAKTU SHALAT
Betapa pentingnya shalat, sehingga di dalam rukun Islam, Shalat menempati urutan
yang kedua setelah Syahadat. Shalat adalah tiang agama sebagaimana hadits nabi SAW.
Dari sahabat Umar beliau berkata : Seorang laki-laki mendatangi Rosulullah SAW dan
bertanya "Sesuatu apakah yang lebih dicintai Alloh di dalam Islam?". Maka Rosululloh SAW
menjawab "Yaitu melaksanakan shalat pada waktunya, barangsiapa meninggalkan shalat
maka sama dengan tidak beragama, Shalat adalah tiang agama" (Diriwayatkan oleh Imam
Baihaqi)
Ibadah shalat adalah ibadah yang ada waktunya untuk mengetahui masuknya waktu
shalat tersebut Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk memberi arahan kepada Rasululloh
SAW tentang waktu-waktunya shalat tersebut dengan acuan matahari dan fenomena cahaya
langit yang disebabkan oleh pancaran sinar matahari. Jadi sebenarnya petunjuk dasar untuk
mengetahui masuknya awal waktu shalat adalah dengan melihat(merukyat) matahari.
Shalat disyaria’tkan dalam Islam pada bulan Rajab tahun ke-11 kenabian, saat Rasulullah di Isra’ dan Mi’rajkan ke Sidratil Muntaha. Shalat diwajibkan bagi umat Islam dalam sehari semalam sebanyak lima (5) kali, yaitu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’. Dan Allah telah menentukan waktu-waktu baginya. Firman Allah di dalam Al-Qur’an :
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (An-Nisaa:103).
Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu Shubuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Dzuhr (Ar-Rum:17-18)
Mengetahui waktunya Shalat adalah termasuk syarat shahnya Shalat. Shalat adalah salah satu ibadah yang ada batasan waktunya, batas awal dan akhirnya. Waktu Shalat berakhir ketika datang waktu Shalat berikutnya, kecuali waktu Shalat shubuh yang berakhir ketika Matahari terbit. Waktu Isya sebenarnya ada dua pendapat, pertama waktu isyaa berakhir pada saat tengah malam (nisf al-lail)dan kedua waktu Isyaa berakhir saat kemunculan fajar shadiq.
Nah, kapan awal dan akhir dari setiap waktu shalat itu? Berikut petunjuk yang diberikan Allah dalam Al-Qur’an :
Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau dia menghendaki niscaya dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, Kemudian kami jadikan Matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu. (Al-Furqaan: 45)
Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Huud: 114)
Dirikanlah shalat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh.Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Israa:78)
Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit Matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang,(Thaahaa: 130)
Dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menerangkan kriteria-kriteria awal waktu Shalat diatas kurang detail sehingga menimbulkan multitafsir. Untuk memperkuat ayat Al-Qur’an diatas, berikut sebagian hadits yang secara rinci dan detail menerangkan waktu-waktu Shalat.
Dari Ibn ‘Abbas (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Jibril a.s. pernah mengimami saya untuk shalat di Baitullah dua kali. Ia shalat Dzuhur mengimami saya ketika matahari tergelincir dan membentuk bayang-bayang sepanjang tali sepatu, dan shalat Ashar mengimami saya pada saat bayang-bayang sama panjang dengan bendanya. (Selanjutnya) ia shalat mengimami saya –maksudnya shalat Maghrib– ketika orang berpuasa berbuka. Ia shalat Isya mengimami saya ketika syafak menghilang. Ia shalat fajar (Shubuh) mengimami saya ketika makanan dan minuman tidak lagi boleh disantap oleh orang berpuasa.Kemudian pada keesokan harinya ia shalat Dzuhr mengimami saya ketika bayang-bayang sama panjang dengan bendanya; ia shalat Ashr mengimami saya ketika bayang-bayang dua kali panjang bendanya; ia shalat Maghrib mengimami saya ketika orang berpuasa berbuka; ia shalat Isya mengimami saya ketika menjelang berakhir sepertiga malam; dan ia shalat fajar (Shubuh) mengimami saya ketika Shubuh sudah sangat terang. Kemudian beliau berpaling kepada saya dan berkata: Wahai Muhammad, ini adalah waktu shalat para nabi sebelum engkau. Waktu shalat itu adalah antara kedua waktu ini [HR Abu Daawud, Turmuudizi dan Ibn Maajah].
Berdasarkan ayat-ayat dan satu dari 543 hadits tentang waktu shalat, seperti dikutip
dikutip diatas dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter yang digunakan untuk
menentukan waktu shalat adalah dengan fenomena sinar matahari; akhirnya disimpulkan oleh
para ulama Madzahibul Arba’ah bahwa awal waktu shalat fardlu ( 5 waktu ) dan shalat sunah
sebagai berikut :
1. DHUHUR : dimulai ketika tergelincirnya matahari dari tengah langit(istiwa’) ke arah
barat ditandai dengan terbentuknya bayangan suatu benda sesaat setelah posisi
matahari di tengah langit, atau bertambah panjangnya bayangan suatu benda, sesaat
setelah posisi matahari di tengah langit. Waktu Dhuhur berakhir ketika masuk waktu
Ashar. Maksud tengah langit bukanlah zenit, akan tetapi tengah-tengah langit diukur
dari ufuk timur dan barat.
Pada waktu zawal, yakni ketika matahari melewati garis zawal/istiwa’ (garis
langit yang menghubungkan utara dan selatan) ada tiga kemungkinan arah bayangan
benda yang berdiri tegak.
a) Pertama : arah bayangan berada di utara benda tersebut, yaitu ketika matahari
melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit selatan, azimuth 180°.
b) Kedua : arah bayangan berada di selatan benda tersebut, yaitu ketika matahari
melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit utara, azimuth 0°/360°.
c) Ketiga : tidak ada bayangan sama sekali, yaitu ketika matahari melintasi zawal,
posisinya tepat berada di atas zenit yakni posisi matahari berada pada sudut 90°
diukur dari ufuk. Di wilayah pulau Jawa fonemena ini hanya terjadi 2 kali di
dalam setahun. Yang pertama antara tanggal 28 Februari sampai 4 Maret,
sedangkan yang kedua antara 9 Oktober sampai 14 Oktober, di dalam bahasa
Jawa, fonemena ini disebut dengan Tumbuk. Di Solo akan terjadi pada setiap1
Maret dan 13 Oktober.
Pada saat kondisi pertama dan kedua, bayangan suatu benda sudah ada pada
saat zawal, sehingga masuknya waktu dhuhur adalah bertambah panjangnya bayangan
suatu benda tersebut sesaat setelah zawal.Pada kondisi ketiga, pada saat zawal, suatu
benda yang berdiri tegak tidak menimbulkan bayangan sedikitpun, sehingga masuknya
waktu Dhuhur adalah ketika terbentuknya/munculnya bayangan suatu benda sesaat
setelah istiwa’/zawal. Panjang bayangan saat datangnya waktu Dhuhur ini akan
berpengaruh pula pada penentuan waktu Ashar.
Tumbuk atau Istiwa untuk wilayah Solo Raya terjadi setiap tahun 2 kali, masing-
masing tgl 1 Maret sekitar jam 11:49 WIB dan 13 Oktober jam 11:21 WIB.Peristiwa ini
juga dapat disebut sebagai Hari Tanpa Bayangan. Karena pada hari itu, bayangan
semua benda berada tepat di bawahnya, seolah-olah bayangan menjadi hilang.
Fenomena istiwa/zawal terjadi setiap hari, namun bayangan asih tetap nampak dengan
panjang berubah sesuai posisi Matahari (deklinasi).
Untuk membuktikannya, kita dapat mendirikan sebuah spidol, lalu pada jam
istiwa, akan kita saksikan bahwa bayangan benda tidak terlihat. Kalau spidol itu bisa
melayang, maka tepat di bawahnya akan ada bayangan berupa lingkarang kecil.
Di hari sebelum dan sesudahnya, bayangan nampak di sisi selatan dan utara
benda. Bayangan ini pada saat istiwa kalau kita hubungkan akan menjadi garis lurus,
inilah garis Utara-Selatan Sejati. Dengan cara seperti ini kita dapat menentukan mata
angin dengan cukup akurat dan mudah.
2. ASHAR : dimulai ketika panjang bayangan suatu benda, sama dengan panjang benda
tersebut ditambah panjang bayangan waktu Dhuhur, dan berakhir ketika masuk waktu
Maghrib. Terkecuali pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa masuknya waktu Ashar ialah
ketika panjang bayangan suatu benda dua kali dari panjang bendanya.
Dalam perhitungan waktu Ashar panjang bayangan pada waktu Dhuhur yang
merupakan panjang bayangan minimum perlu diperhitungkan, karena suatu saat
mungkin panjang bayangan saat Dhuhur itu lebih panjang dari tinggi benda itu
sendiri. Seperti di daerah Madinah yang lintangnya 24° 28’, pada bulan akhir bulan
Desember deklinasi matahari 23°, sehingga pada saat Dhuhur sudut matahari sudah
mencapai 47° lebih, dan tentunya pada saat Dhuhur, panjang bayangan suatu benda
sudah melebihi panjang benda itu sendiri. Sehingga waktu Ashar adalah ketika
panjang bayangan sebuah benda sama dengan panjang benda tersebut ditambah
panjang bayangan waktu Dhuhur.
3. MAGHRIB dimulai ketika terbenamnya semua piringan matahari di ufuq barat yakni
tenggelamnya piringan atas matahari di ufuk barat. Waktu Maghrib berakhir ketika
masuk waktu Isya’.
4. ISYA’ dimulai ketika hilangnya cahaya merah yang disebabkan terbenamnya matahari
dari cakrawala dan berakhir ketika masuk waktu Shubuh. Menurut asumsi ahli hisab
kita posisi matahari pada sa’at itu sekitar -18° dari ufuq barat, sebagian pendapat
lainnya berkisar -15° sampai -17.5°. sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ketika
hilangnya cahaya putih yakni ketinggian matahari sekitar -19°.
5. SHUBUH dimulai ketika munculnya Fajar Shodiq, yaitu cahaya keputih-putihan yang
menyebar di ufuq timur. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi matahari pada sa’at itu
sekitar -20° dari ufuq timur, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -19.5°,
munculnya fajar shodiq ditandai dengan mulai pudarnya cahaya bintang. Firman-Nya:
dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu
terbenam (pudarnya cahaya) bintang-bintang (di waktu fajar) (Ath-Thuur 49).Waktu
Shubuh berakhir ketika piringan atas matahari muncul di ufuq timur.
6. DLUHA dimulai ketika ketinggian matahari sekitar satu tombak yakni 7 dziro’, dalam
bahasa ahli hisab kita ketinggian matahari tersebut sekitar 4° 30’. Sedangkan menurut
Imam Abu Hanifah ketinggian matahari sekitar dua tombak atau dalam ukuran ahli
hisab 9°. Waktu Dluha berakhir ketika matahari tergelincir.
7. IDUL FIHTRI & IDUL ADHA, Waktu shalat Idul Fitri & Idul Adha menurut imam
Syafi’I dimulai ketika terbitnya matahari dari ufuk timur dan utamanya adalah pada saat
masuknya waktu Dhuha dan berakhir pada saat zawal. Sementara menurut imam, Maliki,
Hanafi dan Hambali masuknya waktu shalat Id adalah masuknya waktu Dhuha sampai
zawal.
8. NISFUL LAIL Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu separuh malam yang akhir
dihitung dari pertengahan waktu maghrib dan waktu shubuh.
Hakikat penentuan masuknya waktu shalat bagi ummat adalah dengan melihat fenomena alam akibat sinar Matahari. Di era kini kemudian muncul Jadwal Waktu Shalat, adalah ijtihad untuk tidak memberatkan ummat Islam. Melihat Matahari di setiap akan mendirikan Shalat adalah sangat mustahil, ketika langit berawan atau hujan.Maka, untuk memudahkan kita dalam mengetahui awal masuknya waktu Shalat kita bisa menggunakan perhitungan hisab, sehingga tidak harus melihat Matahari setiap kali kita akan melaksanakan Shalat. Namun melihat Matahari untuk mengetahui awal waktu shalat selama kondisi alam masih mungkin adalah lebih afdlal.
MENYUSUN JADWAL WAKTU SHALAT
Untuk menyusun Jadwal Waktu Shalat,kita dapat menggunakan aplikasi Accurate Times. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
5. Buka aplikasi Accurate Times.6. Tambahkan lokasi baru (Location) yang akan kita buatkan Jadwal Waktu Shalatnya.
Masukkan nama di dalam box Name. Isikan data lokasi yang utama : Lintang, Bujur, DPL, dan Zona Waktu. Misal kota Surakarta (7 33 00 S, 110 46 00 E, 111, 7), lalu Add
7. Masuk Menu Tanggal (Date) dan pilih rentang perhitungannya selama satu tahun.
Gambar – 8 : Setting Tanggal di Accurate Times
8. Masuk Jadwal Shalat (Prayer Times) dan data langsung diproses dan dalam hitungan detik segera jadi...
9. Pindahkan (copy-paste) data ke dalam format Jadwal Waktu Shalat dan cantumkan nama hasib(penghitung/penyusun) nya...
10. Siap dicetak dan dipasang di Masjid..
BAB III
KALENDER (AWAL BULAN) HIJRIYAH
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: ;التقويمالهجري at-taqwim al-
hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal
atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini
dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana
terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun
622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga
digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran
bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang
menggunakan peredaran Matahari.
Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai
pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari
dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan,
bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah
yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1
tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu
jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak
terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari
bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi)
dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia
bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga
benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada
fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di
ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan
tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang
memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan
hilal.
Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, yang
menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah
juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini
sesuai dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun
memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa” - At Taubah(9):36 -
Nama bulan dalam Kalender Hijriyah yang terdiri dari 12 bulan, adalah:
1. Muharram
2. Shafar
3. Rabiul Awal
4. RabiulAkhir
5. Jumadal Ula
6. Jumadal Akhirah
7. Rajab
8. Sya’ban
9. Ramadhan
10. Syawwal
11. Dzulqo’dah
12. Dzulhijjah
Cara Menentukan Awal Bulan
1. Buka aplikasi Accurate Times.1. Tambahkan lokasi baru (tombol Location) yang akan kita buatkan Data hisab awal
bulannya. Masukkan nama di dalam box Name. Isikan data lokasi yang utama : Lintang, Bujur, DPL, dan Zona Waktu. Misal kota Surakarta (7 33 00 S, 110 46 00 E, 111, 7), lalu tekan tombol Add
2. Masuk Menu Hisab Hilal (tombol Crescent Visibility), lalu tentukan nama bulan dan tahun yang akan dihitung. Misal, Muharram 1437 H. Tentukan pula parameternya, seperti gambar berikut:
Gambar – 9 : Setting Hisab awal bulan pada Accurate Times
3. Klik tombol Preview, dan hasilnya pada boks konjungsi akan muncul tanggal. Tanggalitu adalah tgl terjadinya Konjungsi atau Ijtimak atau hari Bulan baru (new moon).
4. Tekan Calculate untuk melihat hasil perhitungan yang akan muncul dalam bentuk file TXT.
5. Tekan CrescentVisibility untuk melihat hasil gambar Peta kenampakan Hilal di muka Bumi. Pilih tanggal yang akan ditampilkan lalu tekan tombol Draw. Tekan Save untuk menyimpan gambar.
Gambar – 10 :Menu menggambar Peta Kenampakan Hilal pada Accurate Times
6. Setelah selesai, satukan data Hisab awal bulan dengan gambar Peta kenampakan hilal,
dan buatlah datanya seperti data berikut:
Gambar – 11 : Brosur Data Visibilitas Hilal
Data Hisab Awal Muharram 1437 H
Lokasi: Surakarta, (Bujur = 110:46:00 T, Lintang = 07:33:00 S, DPL =111m, Zona = UTC + 7)
Konjunsi Geosentris = Tanggal 13 Okt 2015, pukul = 07:06 WIB
Matahari terbenam = 17:32 WIB, pada Azimuth: +262°:02':14"
Bulan terbenam = 17:50 WIB, pada Azimuth = +262°:54':05"
Usia Bulan/Hilal = 10 Jam 27menit
Elongasi = +05°:10':23"
Menurut Kriteria Odeh, maka:
Tinggi Hilal dari Surakarta =+04°:15':20" (04,3°)
Status Hilal =Tidak dapat dirukyat meskipun menggunakan alat optik.
Peta Kenampakan Hilal pada 13 Okt 2015
BAB IV
GERHANA
Gerhana adalah fenomena astronomi yang terjadi apabila sebuah benda angkasa
bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Istilah ini umumnya digunakan
untuk gerhana Matahari ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari, atau
gerhana bulan saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh bayangan
Bumi. Namun, gerhana juga terjadi pada fenomena lain yang tidak berhubungan dengan
Bumi atau Bulan, misalnya pada planet lain dan satelit yang dimiliki planet lain.
Di dalam agama Islam, umat Muslim yang mengetahui atau melihat terjadinya
gerhana Bulan ataupun Matahari, maka disunnahkan segera melakukan shalat kusuf (shalat
gerhana Matahari) dan shalat khusuf (shalat gerhana Bulan).
Gerhana Matahari
Gerhana Matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari
sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil,
bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang
berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang
mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer. Perhatikan gambar di bawah
Gambar – 12 : Sektsa terjadinya Gerhana Matahari.Sumber gambar: vancitybuzz.com
Gerhana Matahari dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1. Gerhana Total (GMT), terjadi apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup
sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar
dari piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri
berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.
2. Gerhana Sebagian (GMS), terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya
menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari
piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.
3. Gerhana Cincin (GMC), terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya
menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran
piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan
berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh
piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan,
berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.
4. Gerhana Hibrida (GMH), terjadi apabila pada titik tertentu di permukaan Bumi,
gerhana ini muncul sebagai gerhana total, sedangkan pada titik-titik lain muncul
sebagai gerhana cincin. Gerhana Hibrida relatif jarang.
Untuk menentukan dan mengetahui kapan terjadinya gerhana, kita dapat mengunakan
aplikasi Stellarium atau dapat membuka alamat internet. Alamat di internet, salah satunya
bisa menggunakan alamat ini http://www.timeanddate.com/eclipse/.
Gerhana Bulan
Gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh
bayangan Bumi. Itu terjadi bila Bumi berada di antara Matahari dan Bulan pada satu garis
lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai Bulan karena terhalangi oleh
Bumi. Dengan penjelasan lain, gerhana Bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan
Matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika sebesar 5
derajat, maka tidak setiap oposisi bulan dengan Matahari akan mengakibatkan terjadinya
gerhana Bulan. Perpotongan bidang orbit Bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan
2 buah titik potong yang disebut node, yaitu titik di mana Bulan memotong bidang ekliptika.
Gerhana Bulan ini akan terjadi saat Bulan beroposisi pada node tersebut. Bulan
membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke titik oposisi lainnya.
Maka seharusnya, jika terjadi gerhana Bulan, akan diikuti dengan gerhana Matahari karena
kedua node tersebut terletak pada garis yang menghubungkan antara Matahari dengan Bumi.
Gambar – 13 : Kemiringan bidang edar Bulan dan Bumi.Sumber gambar: www.astronomy.ohio-state.edu
Sebenarnya, pada peristiwa gerhana Bulan, seringkali Bulan masih dapat terlihat. Ini
dikarenakan masih adanya sinar Matahari yang dibelokkan ke arah Bulan oleh atmosfer
Bumi. Dan kebanyakan sinar yang dibelokkan ini memiliki spektrum cahaya merah. Itulah
sebabnya pada saat gerhana Bulan, Bulan akan tampak berwarna gelap, bisa berwarna merah
tembaga, jingga, ataupun coklat. Gerhana Bulan dapat diamati dengan mata telanjang dan
tidak berbahaya sama sekali.
Gambar – 14 : Sketsa terjadinya Gerhana Bulan.Sumber gambar : Ensiklopedia Britanica
Jenis Gerhana Bulan:
1. Gerhana Bulan Total (GBT). Pada gerhana ini, Bulan melalui titik pusat daerah umbra
dan warna Bulan menjadi merah merata.
2. Gerhana Bulan Sebagian (GBS). Pada gerhana ini, Bumi tidak seluruhnya
menghalangi Bulan dari sinar Matahari. Sedangkan sebagian permukaan Bulan yang
lain berada di daerah penumbra. Sehingga masih ada sebagian sinar Matahari yang
sampai ke permukaan Bulan.
3. Gerhana Bulan Penumbra (GBP). Pada gerhana ini, seluruh bagian Bulan berada di
bagian penumbra. Sehingga Bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.
Untuk menentukan dan mengetahui kapan terjadinya gerhana, kita dapat mengunakan
aplikasi Stellarium atau dapat membuka alamat internet. Alamat di internet, salah satunya
bisa menggunakan alamat ini http://www.timeanddate.com/eclipse/.
Gerhana terdekat akan terjadi pada tahun 2016, yakni Gerhana Matahari Total dan
Gerhana Bulan Penumbral:
Gambar – 15 : Daftar Gerhana Tahun 2016Sumber gambar : timeanddate.com
-: Semoga Bermanfaat :-
Penyusun: AR Sugeng Riyadi+62 81 393 706090 @pakarfisika [email protected]