77
LAPORAN KASUS CEDERA KEPALA BERAT Diajukan Kepada: dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH Disusun oleh: LIFIA PUTRI CITRA RAMADHANTY 1910221043 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT

Diajukan Kepada:

dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH

Disusun oleh:

LIFIA PUTRI CITRA RAMADHANTY

1910221043

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

Page 2: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD AMBARAWA

Disusun oleh:

LIFIA PUTRI CITRA RAMADHANTY

1910221043

Pembimbing

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH

2

Page 3: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Cedera Kepala Berat”.

Terselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya

bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada dr. Nurtakdir Setyawan, Sp.S, M.Sc, MH yang telah

membimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Departemen Ilmu

Kedokteran Saraf atas kerjasama dan bantuan selama penyusunan tugas ini.

Penulis mengetahui banyak kekurangan yang harus diperbaiki dan

mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan

yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,

pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, 11 Januari 2021

Penulis

3

Page 4: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. P

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 20 Oktober 1992

Umur : 28 tahun 64 bulan 0 hari

Alamat : Sidorejo, Salatiga

Agama : Kristen

Pekerjaan : Swasta

Status perkawinan : Menikah

Tanggal masuk : Masuk IGD 13/02/21

Tanggal keluar : -

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien datang ke IGD dibawa oleh temannya dengan keluhan tidak sadarkan diri

sejak 3 jam yang lalu setelah mengalami trauma kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke IGD oleh temannya dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3

jam yang lalu setelah mengalami trauma kepala. Teman pasien mengatakan

bahwa pasien dipukul dengan tangan kosong oleh temannya yang seorang

pelatih silat di bagian rahang kiri hingga terjatuh dan bagian belakang kepala

pasien sempat terbentur cor-coran sebelum masuk rumah sakit sekitar 3 jam

yang lalu. Menurut kejadian, setelah terjatuh, pasien hanya sempat berusaha

untuk berdiri namun langsung terjatuh tidak sadarkan diri. Pasien sempat

dilarikan ke klinik di tempat kerjanya, namun tidak kunjung sadar, sehingga

pasien langsung dibawa oleh temannya ke IGD RSUD Ambarawa. Pada saat di

IGD, pasien mengalami penurunan kesadaran (hanya membuka mata ketika

4

Page 5: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

diberikan rangsang nyeri, suara mengaduh saat diberikan rangsang nyeri dan

tangan pasien mampu berusaha menapis rangsang nyeri). Pasien sempat

mengalami muntah menyemprot (+), berwarna kekuningan, berbentuk makanan

yang terakhir pasien konsumsi, serta tidak tampak ada perdarahan pada

muntahannya. Pasien sempat mengeluarkan darah dari hidung dan telinga

setelah dipukul, namun saat di IGD, perdarahan tersebut sudah berhenti. Teman

pasien mengatakan ada luka memar kebiruan di bagian wajah kiri pasien. Tidak

terdapat kebiruan pada bagian mata dan belakang telinga (-). Tidak terdapat

perdarahan aktif dari lokasi benturan di belakang kepala pasien. Pasien tidak

merasa sesak nafas dan kejang. Tidak terdapat kelemahan pada bagian anggota

gerak pasien. BAK dan BAB tidak terdapat keluhan. Di IGD, pasien di diagnosis

sebagai Cedera Kepala Ringan dan sudah diberikan tatalaksana yang sesuai.

Pada pukul 12.30 tanggal 13/02/2021, pasien dipindahkan ke bangsal

Asoka, di bangsal Asoka, kesadaran pasien meningkat namun masih tampak

gelisah, sudah mulai membuka mata saat dipanggil, pasien sudah dapat

menjawab pertanyaan yang diberikan namun hanya dapat menjawab dengan

sedikit kalimat, pasien mengeluhkan merasa nyeri di belakang kepala dan kepala

terasa pusing tanpa berputar, nyeri di kepala terasa seperti penuh dan berat dan

terus menerus. Di bangsal Asoka, pasien masih mengalami muntah beberapa kali

(+), mual terutama saat makan, perdarahan pada hidung sudah tidak ada (-), Saat

ditanya mengenai kronologis kejadian, pasien mengaku tidak dapat mengingat

kejadian saat trauma tersebut. Keluarga pasien mengatakan, pasien terkadang

sedikit tidak nyambung saat diajak biacar dan terkadang pasien marah marah

kepada keluarganya. Pasien tidak mengalami sesak nafas dan kejang. Pasien

mengatakan tidak mengalami kelemahan pada anggota gerak badan kanan dan

kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah memiliki penyakit gangguan kejang, dan epilepsy. Pasien

tidak memiliki penyakit gangguan penglihatan sebelumnya.

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi

5

Page 6: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Kejadian terjadi di tempat kerja pasien. Pasien sudah bekerja selama 7 tahun dan

memiliki riwayat pekerjaan yang baik selama disana. Pasien terkadang tinggal di

kos bersama istrinya, terkadang dirumah bersama ibu dan kakaknya.

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak sedang dalam mengonsumsi obat-obatan apapun

C. ANAMNESIS SISTEM

1. Sistem Serebrospinal

Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+), kejang (-), muntah menyemprot

(+)

2. Sistem Kardiovaskuler

Riwayat hipertensi (-), riwayat jantung (-)

3. Sistem Respirasi

Sesak napas (-), batuk (-)

4. Sistem Gastrointestinal

Nyeri perut (-), BAB tidak terdapat kelainan

5. Sistem Muskuloskeletal

Keterbatasan gerak pada ekstremitas atas dan bawah (-), kelemahan pada

ekstremitas atas dan bawah (-)

6. Sistem Integumen

Terdapat luka lebam di daerah rahang kiri (+), nyeri pada wajah bagian kiri

(+), luka robek dan luka lecet (-)

7. Sistem Urogenitalia

Tidak ada keluhan saat BAK

D. RESUME ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis. Pasien

dibawa ke IGD oleh temannya dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam

yang lalu setelah mengalami trauma kepala. Pasien dipukul dengan tangan

kosong oleh temannya yang seorang pelatih silat di bagian rahang kiri hingga

terjatuh dan bagian belakang kepala pasien sempat terbentur cor-coran sebelum

masuk rumah sakit sekitar 3 jam yang lalu. Setelah terjatuh, pasien hanya sempat

6

Page 7: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

berusaha untuk berdiri namun langsung terjatuh tidak sadarkan diri. Pasien

dibawa ke IGD RSUD Ambarawa pasca 3 jam kejadian. Pada saat di IGD,

pasien mengalami penurunan kesadaran (hanya membuka mata ketika diberikan

rangsang nyeri, suara mengaduh saat diberikan rangsang nyeri dan tangan pasien

mampu berusaha menapis rangsang nyeri). Pasien sempat mengalami muntah

menyemprot (+), berwarna kekuningan, berbentuk makanan yang terakhir pasien

konsumsi, serta tidak tampak ada perdarahan pada muntahannya. Pasien sempat

mengeluarkan darah dari hidung dan telinga setelah dipukul, namun saat di IGD,

perdarahan tersebut sudah berhenti. Terdapat luka memar kebiruan di bagian

wajah kiri pasien. Tidak terdapat kebiruan pada bagian mata dan belakang

telinga (-). Tidak terdapat perdarahan aktif dari lokasi benturan di belakang

kepala pasien. Pasien tidak merasa sesak nafas dan kejang. Tidak terdapat

kelemahan pada bagian anggota gerak pasien. BAK (+), BAB (-).

Pada pukul 12.30 tanggal 13/02/2021, pasien dipindahkan ke bangsal

Asoka, kesadaran pasien meningkat namun masih tampak gelisah, sudah mulai

membuka mata saat dipanggil, pasien sudah dapat menjawab pertanyaan yang

diberikan namun hanya dapat menjawab dengan sedikit kalimat, pasien

mengeluhkan merasa nyeri di belakang kepala dan kepala terasa pusing, nyeri di

kepala terasa seperti ditusuk tusuk (nyut-nyutan) dan terus menerus. Pasien

masih mengalami muntah beberapa kali (+), mual terutama saat makan,

perdarahan pada hidung sudah tidak ada (-), Saat ditanya mengenai kronologis

kejadian, pasien mengaku tidak dapat mengingat kejadian saat trauma tersebut.

Keluarga pasien mengatakan, pasien terkadang sedikit tidak nyambung saat

diajak biacar dan terkadang pasien marah marah kepada keluarganya. Pasien

tidak mengalami sesak nafas dan kejang. Pasien mengatakan tidak mengalami

kelemahan pada anggota gerak badan kanan dan kiri.

Diagnosis awal pasien yaitu cedera kepala sedang akibat trauma kepala

pukulan benda tumpul yaitu tangan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

dahulu atau hal serupa sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga disangkal. Pasien

tidak dalam konsumsi obat-obatan tertentu.

7

Page 8: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

DISKUSI PERTAMA

Berdasarkan anamnesa, pasien mengalami truma/ cedera kepala yaitu

dipukul dan datang dengan penurunan kesadaran selama > 10 menit, disertai

adanya bekas perdarahan melalui telinga dan hidung, Pasien mengalami muntah

yang menyemprot selama di IGD.

Pasien membuka mata hanya saat dirangsang oleh nyeri dan respon suara

mengaduh saat diberikan rangsang nyeri, serta saat diberikan rangsang nyeri,

pasien mampu menjangkau atau menapis sumber nyeri yang diberikan.

Pasien langsung tidak sadarkan diri sejak kejadian, tanpa adanya periode

lucid interval, yaitu periode sadar diantara tidak sadarkan diri.

Berdasarkan keluhan yang disebutkan oleh pasien, pasien dapat

dikategorikan dlaam Cedera Kepala Sedang dengan kemungkinan terdapatnya

perdarahan intracranial dan intraventrikel (Jika CT Scan (+) terdapat kelainan

maka diagnosis akan berubah menjadi cedera kepala berat) sehingga pentingnya

dilakukan pemeriksaan penunjangan dan penelusuran neurologis sebagai berikut

1. Tanda-tanda fraktur basis kranii:

a. Hematom periorbital bilateral (racoon): negatif/negatif

b. Hematom pada mastoid (Battlesign): negatif/negatif

c. Hematom konjungtiva: negatif/negatif

d. Perdarahan hidung atau telinga: positif /negatif

2. Perlu dilakukannya pemeriksaan tingkat kesadaran untuk menentukkan

tingkat keparahan cedera kepala pasien. 13 Februari 2021 : E2V3M5

3. Mekanisme terjadinya cedera yaitu pasien dipukul oleh temannya yang

seorang pelatih silat dibagian rahang kiri bawah serta daerah hidung

kemudian terjatuh dan kepala belakang membentur permukaan keras yaitu

cor-coran.

4. Gejala Penyerta post cedera

a. Pingsan : positif

b. Nyeri kepala : positif

b. Mual-muntah : positif

c. Kejang : negatif

d. Gangguan pandangan : negative

8

Page 9: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

e. Lateralisasi : negative

Berdasarkan penelusuran tersebut ditentukan bahwa pasien mengalami

cedera kepala sedang (terdapatnya penurunan kesadaran dengan GCS 10 disertai

pingsan >10 menit), namun karena belum ada bukti adanya perdarahan pada hasil

CT Scan maka pasien masih masuk kriteria cedera kepala sedang. Setelah hasil

CT Scan keluar disertai dengan adanya tanda perdarahan, maka diagnosis akan

berubah menjadi Cedera Kepala Berat

9

Page 10: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

TINJAUAN PUSTAKA

CEDERA KEPALA

Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kapitis/ trauma

kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak

langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,

kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Lesi kontusio

dibawah area benturan disebut lesi kontusia “coup”. Apabila lesi kontra

(countercoup). Kontusio intermediet adalah lesi yang berada diantara lesi kontusio

coup dan countercoup.

Menurut Buku Ajar Neurologi, FKUI, cedera kepala adalah perubahan

fungsi otak atau terdapat bukti patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan

mekanik eksternal.

Konsekuensi akibat cedera kepala dapat dipengaruhi beberapa faktor,

seperti usia, faktor komorbid, sepsis dan tata laksanan yang didapatkan. Selain itu,

faktor genetik kini diketahui turut mempengaruhi konsekuensi patologis yang

yang mungkin didapatkan pasien. Komplikasi neurologis pascacedera meliputi

aspek neurologis dan non neurologis. Adanya komplikasi neurologis berupa

gangguan kognitif dan cedera saraf kranial sering terabaikan dalam perawatan m

sehiungga menurunkan kualitas hidup pasien.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, trauma adalah penyebab utama kematian orang yang

lebih muda dari 40 tahun. Menurut American Trauma Society, di USA kejadian

cedera otak traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan

10% diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Insidensi di Negara

berkembang seperti Indonesia meningkat. Peningkatan ini erat hubung annya

dengan meningkatnya industrialisasi dan pesatnya pertumbuhan kendaraan

bermotor. Menurut sebaran kelompok usia, cedera kepala lebih banyak terjadi

pada pasien dengan usia produktif.

10

Page 11: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi cedera kepala diawali dengan pemahaman biomekanika

trauma. Benturan kepala akan menimbulkan respons pada tengkorak dan otak

misalnya, pergerakan. Secara klinis, respons ini dapat berupa fraktur dan cedera

otak. Terdapat dua tipe cedera kepala yang terbentuk, yaitu

a. Cedera Kepala Tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,

jatuh atau pukulan benda tumpul

b. Cedera Kepala Tembus

Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya

penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk

cedera tembus atau cedera tumpul.

11

Page 12: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Gaya mekanik eksternal yang mengenai kepala menimbulkan cedera otak primer

dan sekunder.

a. Cedera Kepala Primer

Cedera otak primer terjadi karena efek yang sangat segera (immediate

effect) pada otak akibat gayaa mekanik eksternal saat trauma terjadi. Lesi

primer merupakan lesi yang timbul pada saat kejadian trauma dapat bersifat

lokal maupun difus. Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala, otot-otot

dan tendo pada kepala yang mengalami trauma dapat terjadi perdarahan

subgaleal maupun fraktur tulang tengkorak, dapat pula terjadinya kontusio

jaringan otak

b. Cedera Kepala Sekunder

Di lain pihak, cedera otak sekunder terjadi beberapa saat setelah kejadian

trauma akibat jalur kompleks, yang berkembang dan mengakibatkan

kerusakan otak yang lebih luas. Oleh karena itu, lesi sekunder timbul

beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul kerusakan primer.

Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemia-hipoksia, edema serebri,

vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan

subaraknoidal, perdarahan intraserebral, dan infeksi. Baik cedera otak

primer maupun sekunder dapat mengakibatkan lesi patologis fokal atau

difus, seperti pada tabel dibawah ini :

12

Page 13: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1) Berdasarkan Kesadaran Pasien menurut Glascow Coma Scale (GCS)

GCS digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan

dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Pasien

dalam keadaan sadar (GCS 15). Pasien dengan penurunan kesadaran :

a. Kategori minimal (GCS 15)

b. Cedera Kepala Ringan (GCS: 13-15)

c. Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-12)

d. Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)

Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10

menit, tanpa deficit neurologik, tetapi pada hasil scanning otaknya terlihat

perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR) /

komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB).

2) Berdasarkan lokasi lesi, cedera kepala dapat dibagi menjadi :

a. Cedera kepala lesi difus : aksonal dan vascular

b. Cedera kepala lesi fokal, yang terbagi menjadi :

- Kontusio dan laserasi serebri

- Perdarahan (hematom) intracranial : hematoma epidural, hematoma

subdural, hematoma intraparenkim ( hematoma subarachnoid, hematoma

intraserebral, hematoma intraseleberal)

13

Page 14: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

3) Berdasarkan patologi, cedera kepla dapat diklasifikasikan menjadi komosio,

kontusio, dan lasrasi sebrei. Pembagian lain dapat berupa komosio serebri serta

perdarahan epidural, subdual, subaraknoid dan intraserebral dengan penjelasan

sebegai berikut :

Berikut adalah beberapa contoh lesi fokal dan difus secara patologi akibat

cedera kepala;

a. Cedera Scalp

Cedera fokal pada scalo dalam bentuk laserasi dan abrasi daoat menjadi

penanda penting untuk menentukan tempat terjadinya benturan dan daoat

memberikan gambaran obyek yang mengenalnya. Sementara, adanya

memar berhubungan dengan lokasi benturan, sebagai contoh : 1) memar

periorbita seringkali berkaitan dengan patah tulang orbita akibat cedera

countra coup pada oksiput, 2) memar oada mastoid tanda battle dapat

disebabkan oleh ailran darah dari fraktur yang terjadi pada tulang temporal

pars petrosus.

b. Fraktur Kranium

Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan, garis fraktur

biasanya menjalar hingga basis kranii. Pada trauma kepala mungkin hanya

terjadi perenggangan sutura. Selain benturan kepala benda yang meruncing

dapat menimbulkan fraktura impresi dengan pecahan tulang yang melesak.

- Fraktur calvaria

- Fraktur dasar tengkorak (basis cranii)

c. Komosio serebri (cedera kulit kepala)

Komosio serebri atau gegar otak adalah gangguan fungsi neurologik ringan

tanpa adanya kerusakan struktur otak akibat cedera kepala. Hilang

kesadaran yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Gejalanya yaitu nyeri

kepala, vertigo, muntah, tampak pucat. Terdapat amnesia retrograd yaitu

hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya

kecelakaan.

d. Kontusio Serebri (memar otak)

Kontusio serebri adalah gangguan fungsi neurologik akibat cedera kepala

yang disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh,

14

Page 15: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang

mengalami perdarahan. Gejala yang timbul lebih khas yaitu, penderita

kehilangan gerakan, kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit

e. Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang

potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di

region temporal atau temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh

meningeal media. Munculnya Lucid Interval (sadar setelah kecelakaan),

(Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder

dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Pada hasil pemeriksaan CT-Scan

menunjukkan adanya gambaran bikonveks yang opak.

f. Hematoma Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara

duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,

ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling

sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus

draining. Namun juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau

substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,

kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya lebih

berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Hasil CT-Scan

kepala akan menunjukkan gambaran lentikuler, falx atau tentorium. Dibagi

atas : Akut (gejala timbul < 72 jam setelah cidera), Subakut (hari ke 3-21),

Kronik (timbul gejala > 3 minggu).

15

Page 16: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

g. Perdarahan Intraventrikel

Perdarahan intraventrikular primer merupakan perdarahan yang terbatas

pada sistem ventrikuler yang bersumber dari intraventrikel atau lesi yang

bersebelahan dengan ventrikel, contohnya trauma intraventrikular,

aneurisma, malformasi pembuluh darah dan tumor yang biasanya

melibatkan pleksus koroideus. Sekitar 70% dari perdarahan intraventrikular

sekunder terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau

perdarahan subarakhnoid ke dalam sistem ventrikel (Hanley dkk, 2009).

Setelah perdarahan inisial terjadi, tiga risiko utama yang akan

mempengaruhi kejadian selanjutnya yaitu rebleeding, vasokonstriksi dan

hidrosefalus. Pada perdarahan intraventrikular yang berat dijumpai tanda

penurunan kesadaran, kejang baik fokal maupun general dan tanda-tanda

kompresi batang otak (Paciaroni dkk, 2012).

h. Perdarahan Subarakhnoid

Umumnya terjadi dalam banyak kasus TBI dan jika komponen darah

menghambat vili arakhnoid maka perdarahan dapat mengakibatkan

hidrosefalus komunikans atau hidrosefalus non komunikans.

PERDARAHAN SUBDURAL

Definisi dan Epidemiologi

Subdural hematoma (SDH) adalah akumulasi darah yang terjadi antara

bagian dalam duramater dengan arachnoid. Prevalensi terjadinya subdural

hematoma pada cedera kepala berat bergeser 30%. Jumlah ini jauh lebih besar

dibandingkan dengan perdarahan epidural. Perdarahan ini sering terjadi akibat

robekan pembuluh darah atau vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.

Subdural hematoma akut telah dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien dengan

cedera kepala berat. Kejadian tahunan hematoma subdural kronis telah dilaporkan

1-5,3 kasus per 100.000 penduduk. Penelitian terbaru telah menunjukkan insiden

yang lebih tinggi. Hal itu disebabkan teknik pencitraan yang lebih baik. Tingkat

mortalitas SDH akut berkisar 45-63%. Kematian terjadi 74% pada pasien dengan

16

Page 17: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Glasgow Coma Scale Score (GCS) 3-5 kurang dari 6 jam, namun jika GCS 6-8

tingkat kematiannya menurun hingga 39%.

Perbedaan jenis kelamin dan usia-terkait dalam insiden secara

keseluruhan. Subdural hematoma lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada

wanita, dengan rasio laki-perempuan sekitar 3:1. Pria juga memiliki insiden yang

lebih tinggi pada hematoma subdural kronis. Rasio laki:perempuan telah

dilaporkan berkisar 2:1. Insiden subdural hematoma kronis meningkat tinggi pada

dekade kelima hingga ketujuh kehidupan. Satu studi retrospektif melaporkan

bahwa 56% kasus berada di pasien dalam dekade kelima dan keenam mereka,

studi lain mencatat bahwa lebih dari setengah dari semua kasus terlihat pada

pasien yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden tertinggi, 7,35 kasus per 100.000

penduduk, terjadi pada orang dewasa berusia 70-79tahun.

Klasifikasi Subdural hematom dibagi tiga, yaitu subdural hematom akut,

subakut, dan kronis. Ketiganya dibedakan berdasarkan lamanya kejadian.

Subdural hematom akut terjadi selama 48- 72 jam setelah cedera, subdural

hematom subakut terjadi 3-20 hari setelah cedera, dan subdural hematom kronis

terjadi dari tiga minggu sampai beberapa bulan setelah cedera. Subdural hematom

akut adalah tipe hematom intrakranial dimana 24 % pasien mengalami koma. Jika

sudah terjadi koma maka angka kematian meningkat menjadi 60%.3 Perdarahan

akut dimana gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma.

Terjadi pada cedera dentura kepala yang cukup berat. Hal ini dapat

mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang sudah terganggu

kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi

melebar luas. Pada gambaran scanning tomografinya, didapatkan lesi hiperdens

berbentuk cekung.

Perdarahan sub akut dapat berkembang dalam beberapa hari biasanya

sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran

dari bekuan darah dan cairan darah. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada

pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran scanning tomografinya

didapatkan lesi isodens atau hipodens berbentuk cekung. Lesi isodens didapatkan

karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

17

Page 18: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Perdarahan kronik terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.

Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu-

minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,

bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural

apabila pasien juga mengalami gangguan gangguan pembekuan darah. Pada

perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma ini lama

kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan

penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat

terbentuk mengelilingi hematoma pada yang lebih baru, kapsula masih belum

terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada

araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung

pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena

dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan

meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan

menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan hematom. Darah di dalam

kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan

subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti pada

tumor serebri. Sebagian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien

yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran scanning tomografinya didapatkan

lesi hipodens berbentuk cekung

Mekanisme Cedera

Keadaan ini timbul setelah cedera/trauma kepala hebat, seperti perdarahan

kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan

subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:

• Trauma kapitis

• Trauma di tempat lain yang berakibat terjadinya geseran atau putaran

otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

• Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah

terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada

orangtua dan juga pada anak anak.

• Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan

subdural.

18

Page 19: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

• Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan

subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor

intrakranial.

• Pascaoperasi (kraniotomi, CSF shunting)

• Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.

Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang

konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater,

membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan

membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat

dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta dikenal sebagai piamater.

Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum

tulang – tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang

berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf – saraf kranial

dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Sinus venosus

terletak dalam duramater yang mengalirkan darah ven dari otak dan meningen ke

vena jugularis interna dileher. Pemisah duramater berbentuk sabit yang disebut

falx serebri, yang terletak vertikal antara hemispherium serebri dan lembaran

horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara serebrum

dan serebellum, yang berfungsi untuk membatasi gerakan berlebihan otak dalam

kranium. Arachnoidea mater merupakan membran yang lebih tipis dari duramater

dan membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater

menjembatani sulkus – sulkus dan masuk ke bagian yang dalam antara

hemispherium serebri. Ruang antara arachnoidea dengan pia mater diketahui

sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal. Cairan

serebrospinal merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan saraf

dari benturan mekanis yang mengenai kepala. Piamater merupakan suatu

membrane vaskuler yang menyokong otak dengan erat. Suatu sarung pia mater

menyertai cabang – cabang arteri arteri serebralis pada saat mereka memasuki

substansia otak. Secara klinis, duramater disebut pachymeninx dan arachnoidea

serta pia mater disebut sebagai leptomeninges.

19

Page 20: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Subdural Hematoma AkutPatofisiologi SDH akut disebabkan robekan kapiler cortical akibat

akselerasi otak dalam kranium disebabkan benturan. Saat kepala berbenturan

dengan benda keras, menimbulkan energi yang berakibat otak berakselerasi di

dalam kranium. Jika akselerasi ini berjalan hanya sesaat, kerusakan terjadi hanya

di sekitar permukaan otak dan pembuluh darah termasuk bridging veins. Jika

akselerasi dalam jangka waktu lama, regangan dapat masuk lebih dalam

menyebabkan diffuse axonal injury (DAI). Sumber perdarahan lain subdural

hematom adalah laserasi atau ruptur arteri dan vena kecil di korteks yang

berkaitan dengan kontusio. Subdural hematom biasanya berada sepanjang

konveksitas cerebral. Tempat paling sering kontusio cerebral yang menyebabkan

subdural hematom adalah di bagian temporal dan berikutnya di bagian frontal dan

cerebral konveksitas. Subdural hematom juga dapat terjadi antara falx dan

permukaan medial hemisfer cerebral. Ini sering disebut parafalcine subdural

hematom yang dikarakterisasikan dengan hemiparese kontralateral pada

ekstremitas bawah dibanding ekstremitas atas (falx syndrome). Autopsi yang

dilakukan Maixner menyatakan dua pertiga kasus SDH akut disebabkan oleh

kontusio dan sepertiga disebabkan oleh ruptur bridging vein. Bridging vein yang

berasal dari permukaan superolateral posterior lobus frontal, parietal dan oksipital

berjalan ke depan menuju sinus sagitalis superior dengan sudut kemiringan 100 -

850 . SDH akut dapat juga disebabkan oleh aneurisma, tumor, dan arteriovenous

malformation. Namun mayoritas penyebab SDH adalah ruptur bridging vein.

Angiografi cerebral menyatakan 8-12 vena kortikal yang mengalir ke sinus

sagitalis superior. Vena ini mengalirkan bagian medial, lateral dan superior

cerebral. Dapat dibagi menjadi area prerolandic (1-6 vena), area rolandic (1-3

vena), dan retrorolandic (1-3 vena). Kebanyakan satu atau vena bergabung

menjadi satu, mengalirkan area yang luas, ada juga vena yang berdekatan

mengalirkan area yang kecil. Leary dan Edward menyatakan lapisan dura bagian

dalam berupa sel datar yang sama dengan fibroblas dikenal sebagai dural border

cells. Jika ada robekan bridging vein maka darah akan masuk ke lapisan dural

border cells sehingga terjadi SDH. Ada juga yang membuat SDH bertambah

besar, yaitu tekanan vena cerebral yang berjalan sama dengan tekanan

20

Page 21: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

intrakranial, hanya ada perbedaan sedikit diantaranya. Jika tekanan vena cerebral

meningkat maka darah dari vena kortikal sulit masuk ke dalam sinus sagitalis

superior menyebabkan darah menumpuk di vena kortikal. Akibatnya SDH akan

bertambah besar, tekanan intrakranial juga meningkat kembali.

21

Page 22: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Gejala Klinis SDH akut dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan lalu

lintas atau penganiayaan. Pasien dengan SDH akut mengalami benturan

benda tumpul di kepala baik sedang maupun berat. Gambaran klinis

tergantung letak lokasi dan luasnya perdarahan. Pasien dengan SDH akut

biasanya berusia lebih tua dibanding cedera tanpa SDH akut. Hematoma

subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam

setelah cedera. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan

pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang

selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan

cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas

denyut nadi dan tekanan darah.

Gejala klinis SDH akut tergantung peningkatan tekanan intrakranial

dan keparahan cedera difus pada otak. Perubahan kesadaran ditentukan oleh

keparahan perkembangan hematom dan waktu terjadinya cedera. Gejala

klinis dan tanda pasien dengan SDH akut supratentorial, yaitu pupil

abnormal, hemiparese, kejang, afasia, deserebrasi dan lateralisasi yaitu,

ditemukannya dilatasi pupil ipsilateral dan kelemahan motorik kontralateral.

Dapat juga terjadi Kernohan’s notch dimana kelemahan motorik ipsilateral

dan dilatasi pupil kontralateral. Diagnosis Subdural hematom berlokasi

diantara arachnoid dan bagian dalam duramater. Oleh karena dura dan

arachnoid tidak menempel secara ketat maka SDH sering terlihat lapisan

mengikuti konveksitas hemisfer dari falx anterior ke falx posterior.

Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak

sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit

sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat

pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih

sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural hematom

berbentuk cekung, unilateral dan terbatasi oleh garis sutura. Jarang sekali,

subdural hematom berbentuk cembung seperti epidural hematom.

22

Page 23: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan

gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT

window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada

perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline

shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus

dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. SDH akut dapat terjadi juga

sepanjang falx atau tentorium seperti gambar di bawah ini :

23

Page 24: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Tidak seperti EDH, SDH terjadi pada lokasi kounterkoup. Karena SDH

berkaitan dengan cedera parenkim, derajat efek masa dapat muncul lebih hebat

dibanding ukuran SDH. Dibandingkan otak normal 20-30 HU, densitas SDH akut

50-60 HU lebih tinggi karena bekuan darah. Densitas SDH akan akan berkurang

secara progresif karena degradasi protein. Ini mungkin sulit dibedakan dengan

subarachnoid pada cerebri yang atrofi. Pada kondisi subakut, biasanya antara 1-3

minggu bergantung pada tingkat hematokrit, faktor pembekuan, dan ada atau

tidaknya perdarahan berulang, terjadilah fase isodens. Selama fase akut ke kronis,

lapisan tipis konveksitas isodens SDH sulit diidentifikasi Perdarahan subdural

24

Page 25: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga

merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang terdapat disana. Perdarahan

subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks

serebri menebal dan tidak beraturan. Gambaran ini terjadi pada beberapa kasus

berhubungan dengan child abused

Subdural Hematoma KronikEpidemiologi subdural hematom telah dilaporkan terjadi pada 5- 25%

pasien cedera kepala berat. Insiden SDH kronik dilaporkan dalam setahun 1-5,3

kasus per 100.000 penduduk. SDH lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding

perempuan dengan perbandingan 3:1. Lakilaki lebih sering terjadi SDH kronik.

Kejadian SDH kronik paling tinggi terjadi pada usia 50-70 tahun. Penelitian lain

insiden tertinggi terjadi usia 70-79 tahun, yaitu 7,35 kasus per 100.000 penduduk.

Pada infan dapat terjadi SDH interhemisphere dikarenakan kasus-kasus “child

abuse”.

Patofisiologi Pada SDH kronik, Virchow pada tahun 1857 menyebut

pachymeningitis haemorrhagica interna. Berdasarkan itu diasumsikan bahwa

infeksi bakteri (meningitis) dikendalikan respon inflamasi kronis di duramater

menghasilkan eksudat fibrin dan pertumbuhan kapiler baru. Bagaimanapun

inflamasi terjadi juga pada proses cedera kepala. Pada duramater secara histologi

diidentifikasi terdapat lapisan yang berperan sebagai fagosit atau fibro-selular

jaringan ikat, yang berperan membentuk membran baru pada SDH kronis,

jaringan ikat tersebut dinamakan dural border cells. Sel-sel inflamasi direkrut

masuk ke dalam ruang subdural untuk memperbaiki dural border cells, dan saat

itulah dibentuk membran baru dan pembuluh darah baru, dimana pembuluh darah

tersebut dapat terjadi kebocoran atau perdarahan kecil yang masuk ke ruang

subdural.

25

Page 26: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral.

Vena jembatan (bridging vein) akan meregang bila volume otak mengecil

sehingga walaupun hanya trauma kecil saja dapat menyebabkan robekan pada

vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang

rendah. Keadaan volume otak yang mengecil menyebabkan terbentuknya

hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Pada awal perdarahan

subdural yang kecil terjadi akibat perdarahan spontan. Pada hematoma yang besar

dapat menyebabkan terbentuknya membran vaskular yang membungkus

hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam

26

Page 27: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran

ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari

perdarahan subdural kronik. Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan

tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra

kranial dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi

oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relative

perlahan karena compliance tekanan intra cranial yang cukup tinggi. Meskipun

demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui

mekanisme kompensasi tersebut. Compliance intrakranial mulai berkurang yang

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar.

Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut

dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui

foramen magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah

melalui incisura tentorial oleh karena meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga

pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan

ganglia basalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak lainnya.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,

yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan

mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam

kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan

onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Tekanan onkotik yang meningkat

inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata

di dapati kontroversi dari teori Gardner ini, yaitu tekanan onkotik di dalam

subdural kronik ternyata hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah

merah. Teori yang kedua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat

mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis

ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena

turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar

membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level

abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dan

memperberat terjadinya SDH.

27

Page 28: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Gejala Klinis Pasien dengan SDH kronis dapat terjadi tanpa riwayat cedera

kepala, dapat muncul gejala penurunan kesadaran yang berfluktuasi, demensia

progresif, dan peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai tandatanda lokal.

Gejala umum SDH kronis adalah sakit kepala yang kemudian diikuti penurunan

kesadaran. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa hari, minggu, dan

bahkan beberapa bulan setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah

satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat

dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah

dikelilingi oleh membrane fibrosa. Adanya selisih tekanan osmotik yang mampu

menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam

hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan

lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,

menambah ukuran dan tekanan hematoma.

Subdural hematoma yang bertambah luas secara perlahan, utamanya

terjadi pada usia lanjut (karena vena yang rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua

keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak

dihiraukan. Subdural hematoma pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah

besar karena tulang tengkoraknya belum menyatu, dengan fontanella atau ubun-

ubun besar yang masih terbuka. Subdural hematoma yang kecil dapat diserap

secara sepontan. Subdural hematoma yang besar, dan menyebabkan gejala-gejala

neurologis harus dikeluarkan melalui pembedahan. Lobus frontalis pada korteks

serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan

alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi

wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab

terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku

dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi

kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi

otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun

dapat menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang

lobus frontalis menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan inkontinensia. Kerusakan

luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan

perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka

28

Page 29: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi

disebabkan perilakunya.

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk,

tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan

matematika dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu

mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian

tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati

rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang luas dapat menyebabkan

hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini

disebut apraksia) dan menentukan arah kiri dan kanan. Kerusakan yang luas bisa

mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau

ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang

sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).

Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian

maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya. Lobus temporalis mengolah

kejadian yang baru saja terjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang.

Lobus temporalis juga memahami suara dan gambar, menyimpan memori dan

mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus

temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan

bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan

pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat

penderita dalam mengekspresikan bahasanya Penderita dengan lobus temporalis

sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti

tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan

kehilangan gairah seksual. Mekanisme yang menghasilkan subdural hematoma

akut adalah dampak berkecepatan tinggi ke tengkorak. Hal ini menyebabkan

jaringan otak untuk mempercepat atau memperlambat relatif terhadap struktur

dural tetap, merobek pembuluh darah. Pembuluh darah robek adalah pembuluh

darah yang menghubungkan permukaan kortikal otak ke sinus dural (disebut vena

bridging). Pada orang lanjut usia, vena jembatan sudah meregang karena atrofi

otak (penyusutan yang terjadi dengan usia). Benturan keras kortikal dapat

29

Page 30: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

merusak baik vena atau arteri kecil, bisa rusak oleh karena cedera langsung atau

laserasi.

MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA

1. Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh Diffuse axonal injury (DAI)

merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan kesadaran

setelah terjadinya trauma lebih dari 6 jam tanpa ditemukan penyebab yang

jelas penurunan kesadaran. Lesi yang timbul pada cedera kepala dapat

menyebabkan peregangan dari akson-akson di otak hingga mengalami

gangguan konduksi dan fungsi.

2. Tanda Fraktur Kranium

a. Battlesign (ekimosis pada mastoid)

b. Racoon Eyes (ekimosis perorbital)

c. Hemotipanum (perdarahan membrane timpani telinga)

d. Rinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)

3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

mual muntah, penglihatan ganda, perasaan gelisah, papil edema

4. Gejala lain

Mual, muntah proyektil (muntah seperti makanan disembur keluar),

penurunan kesadaran, perubahan ukuran pupil, posisi abnormal ekstremitas,

trias cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan).

30

Page 31: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

c. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran, Nyeri Kepala, Mual Muntah,

Amnesia Post Trauma

Diagnosis topis : Intrakranial

Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Sedang

Diagnosis Insidensi : Luka Memar pada Regio Rahang Bawah Kiri

d. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada saat perawatan di Bangsal Asoka Kamar 204.2 RSGM

Ambarawa (15/02/2020 pukul 05.00 WIB)

-Status generalis

KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS E4V5M6 (pasien membuka mata secara spontan disertai

dengan kontak mata, dapat menjawab sesuai pertanyaan pemeriksa, serta dapat

menggerakan anggota gerak nya sesuai perintah pemeriksa, namun pasien

masih tampak gelisah dengan membolak-balikkan badannya dan hanya

menjawab pertanyaan secara singkat) Compos Mentis (tampak gelisah)

Pasien mengalami peningkatan kesadaran, dimana sebelumnya saat kejadian

selama di IGD, GCS pasien yaitu 10.

Tanda Tanda Vital

TD : 120/60mmHg

N : 108x/menit

T : 37.8oC

RR : 20 x/menit

SpO2 : 97%

Pemeriksaan Fisik

Kepala: Normocephal/konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor

2/2, periorbital ekimosis/racoon eyes (-/-), subconjungtiva hemorrhage dextra

(-), reflex kornea +/+, reflex pupil +/+, ekimosis retroaurikuler/battlesign (-),

epistaksis (-), otorrhea (-), tampak adanya lembab di daerah sekitar pipi, rahang

kiri bawah warna kebiruan tidak ditemukan tanda tanda fraktur basis cranii

pada pasien, tidak ditemukannya perdarahan aktif pada pasien dari kepala

31

Page 32: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

(hidung dan telinga), ditemukan adanya bekas trauma tumpul pada daerah

sekitar pipi, rahang kiri bawah pasien

Leher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

dan tiroid, leher belakang terasa kaku (+), cervical syndrome (+)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis (-)

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas atas jantung: ICS II parasternal sinistra

Batas kanan jantung : Linea parasternal dextra

Batas kiri jantung : Mid clavicula sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar,

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Normal

Ekstremitas Superior : Akral dingin -/-, CRT < 2 detik

Ekstremitas Inferior : ROM tidak terbatas, Akral dingin -/-, CRT < 2

detik

Kulit : Turgor kulit normal

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Simetris

Gerakan abnornal : tidak ada

Cara berjalan : masih Pusing untuk berjalan

32

Page 33: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Pemeriksaan Saraf Kranial :

e. LAMPIRAN

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N.I. Olfaktorius Daya penghidu Normal

N.II. Optikus Daya penglihatan

NormalPenglihatan warna

Lapang pandang

N.III. Okulomotor Ptosis - -

Gerakan mata ke medial N N

Gerakan mata ke atas N N

Gerakan mata ke bawah N N

Ukuran pupil 2 mm 2 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N.IV. Troklearis Strabismus divergen -

Normal

-

Gerakan mata ke lateral

bawah

Strabismus konvergen

N.V. Trigeminus Menggigit +

Membuka mulut +

Sensibilitas muka N N

Refleks kornea + +

N.VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Normal

-Strabismus konvergen

N.VII. Fasialis Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial - -

Sudut mulut N N

Mengerutkan dahi + +

Menutup mata + +

Meringis + +

Menggembungkan pipi + +

Daya kecap lidah 2/3 + +

33

Page 34: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

anterior

N.VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik + +

Tes Rinne Tidak dilakukan

Tes Schwabach

N.IX.

Glosofaringeus

Arkus faring N N

Daya kecap lidah 1/3

posterior

N N

Refleks muntah N N

Tersedak - -

N.X. Vagus Denyut nadi 92 x/ min

Arkus faring N N

Bersuara +

Menelan +

N.XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +

Sikap bahu N N

Mengangkat bahu N N

N.XII.

Hipoglossus

Sikap lidah N N

Artikulasi N N

Fasikulasi lidah - -

Menjulurkan lidah +

Trofi otot lidah - -

Reflek patologis : negatif

34

Page 35: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Pemeriksaan sensibilitas : normal

Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :

Miksi : dalam batas normal

Defekasi : dalam batas normal

Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan

- Cara berjalan : sdn

- Tes Romberg : sdn

- Tes Fukuda : sdn

- Tes telunjuk hidung : N

- Disdiadokinesis : N

Pemeriksaan Rangsang Meningeal (Negatif)

- Kaku kuduk : (leher belakang terasa kaku cervical spasme)

- Kernig Sign : -

- Brudzinski I : -

- Brudzinski II : -

- Brudzinski III : -

- Brudzinski IV : -

Pemeriksaan Lokalis

Terdapat Luka lebam daerah pipi dan rahang kiri bawah, warna kebiruan

Nyeri tekan daerah oksipital Suspek terdapat tanda fraktur daerah oksipital?

Tidak Terdapat tanda fraktur kranii : battle sign (-), raccoon eyes (-/-)

Pasien tidak mampu mengingat kejadian yang terjadi pada pasien.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

35

Bekas perdarahan di telinga pasien

Luka Memar di bagian rahang kiri

bawah pasien

Page 36: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Head CT-Scan Aksial Non Kontras (15/02/2021)

36

Page 37: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Hasil Expertise Head CT-Scan (15/01/2021)

a. Tampak lesi hipodens pada cerebelum kiri

b. Tampak lesi hiperdens pada falx cerebri posterior

c. Sulkus kortikalis daerah kanan kiri dan fissure sylvii normal

d. Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III dan IV baik

e. Tak tampak midline shifting

f. Cisterna perimesencephalic normal

g. Pons baik

h. Bone Window, tampak diskontinuitas os occipital kiri

i. Kesuraman densitas darah pada sinus sfenoid kanan, ethmoid kanan

j. Deviasi septum Nasi

Kesan :

- Subdural hematom falxis cerebri posterior

- Infark kortikal cerebelii kiri

- Fraktur os occipital kiri

- Deviasi septum nasi

- Gambaran hemosinus ethmoid dan sfenoid kanan

37

Page 38: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (13/02/2021) 14:18

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hb 12.0 ↓ 13.2 – 17.3

Leukosit 20.4 ↑ 3.8-10.6

Eritrosit 4.57 4.4-5.9

Hematokrit 36.4 ↓ 40-52

Trombosit 209 150-400

MCV 79.7 ↓ 82-98

MCH 26.2 ↓ 27-32

MCHC 32.9 32-27

MPV 8.35 7-11

Limfosit 4.95 ↑ 1.0-4.5

Monosit 0.350 0.2-1.0

Eosinofil 0.004 ↓ 0.04-0.8

Basofil 0.292 ↑ 0-0.2

Neutrofil 14.8 ↑ 1.8-7.5

Limfosit% 24 25-40 %

Monosit% 1.72 2-8 %

Eosinofil% 0.22 ↓ 2-4 %

Basofil % 1.43 0-1 %

Neutrofil % 72.6 ↑ 50-70 %

PCT 0.174 0.2-0.5

PDW 26.1 ↑ 10-18

PTT 4950 ↑ 1000-4500

KONSULTASI

- Konsultasi spesialis bedah

38

Page 39: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

DISKUSI KEDUA

Penurunan kesadaran dengan GCS <13 saat datang ke igd dan GCS < 15 selama >

2 jam tidak membaik merupakan salah Satu dari indikasi perlu dilakukannya

pemeriksaan CT-Scan pada pasien dengan cedera kepala untuk memastikan

morfologi dari lesi pada cedera Kepala pasien (National Institute for Healthand

Care Exellence, 2019).

INDIKASI DILAKUKANNYA CT-SCAN (NICE, 2019):

a. Jika GCS <13 saat datang ke IGD

b. Jika GCS <15 dalam waktu 2 jam tidak membaik

c. Terdapat tanda-tanda fraktur basis cranium

d. Terdapat gangguan fungsi neurologis fokal

e. Post-traumatic seizure

f. Amnesia anterograde ataupun retrograde selama >5 menit

Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai

berikut:

a. Minimal (Simple head injury)

- Tidak ada penurunan kesadaran

- Tidak ada amnesia post trauma

- Tidak ada deficit neurologi

- GCS = 15

b. Ringan (Mild head injury)

- Kehilangan kesadaran <10 menit

- Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom

- Amnesia post trauma <1 jam

- GCS =13-15

c. Sedang (Moderate head injury)

- Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam

- Terdapat lesi operatif intracranial atau abnormal CT scan

- Dapat disertai fraktur tengkorak

- Amnesia post trauma 1-24 jam

- GCS = 9-12

d. Berat (Severe head injury)

39

Page 40: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

- Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam

- Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema serebral

- Abnormal CT Scan

- Amnesia post trauma >7 hari

- GCS = 3-8

Bila pasien datang dengan penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai

deficit neurologis dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intracranial, maka

dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat (Perdossi, 2006).

Pada pemeriksaan fisik, ditemukannya penurunan kesadaran namun tanpa

disertai kelainan neurologis fokal seperti kesulitan memahami, menulis,

membaca, gangguan pandangan maupun gangguan berjalan dengan hasil CT-Scan

menunjukkan adanya perdarahan intrakranial yaitu subdural hematoma falxis

cerebri posterior dan infark kortikal cerebelii kiri. Selain itu, ditemukan adanya

fraktur os occipital kiri, Sehingga menguatkan diagnosis berupa Cedera Kepala

Berat. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan kausa bersaing yang

menyebabkan penurunan kesadaran sehingga perdarahan intrakranial merupakan

etiologi utama dari penurunan kesadaran pada kasus ini.

Pada kunjungan pertama bagian saraf (13/01/2021) pasien didiagnosis

menderita Cedera Kepala Sedang karena ditemukannya kesadaran menurun

dengan GCS 10. Pada pasien, saat dilakukan pemeriksaan tgl 15/02/2021 di

bangsal, terdapat peningkatan kesadaran menjadi GCS 15 meski tampak gelisah.

Pasien masih tidak mengingat kejadian sesaat dan setelah trauma (mengalami

amnesia post trauma). Hasil CT scan pada tanggal (15/01/2020) menunjukkan

hasil yang abnormal yaitu terdapatnya subdural hematom falxis cerebri posterior,

infark kortikal cerebelii kiri, fraktur os occipital kiri, deviasi septum nasi,

gambaran hemosinus ethmoid dan sfenoid kanan. Terdapatnya subdural

hematoma dapat dilihat dari adanya lesi hiperdensitas berbentuk bulan sabit pada

region falxis cerebri posterior dari kepala pasien. Infark kortikal cerebelii kiri

didapatkan dari lesi hipodensitas pada daerah cerebellum kiri. Bagian sulkus

kortikalis daerah kanan kiri dan fissure sylvii normal, menandakan tidak terdapat

perdarahan di daerah subarachnoid pasien. Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel

III dan IV baik, tidak ditemukan adanya perdarahan ventrikel. Tidak tampak

40

Page 41: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

adanya midline shifting pada hasil CT scan pasien. Fraktur Os Occipital kiri

didapatkan pada Bone Window, ditemukan ada nya diskontinuitas pada os

occipital kiri, dimana hal tersebut sesuai dengan mekanisme trauma tumpul yang

terjadi pada pasien yaitu dipukul oleh temannya kemudian terjatuh dengan kepala

belakang menghantam cor-coran terlebih dahulu).

Perdarahan subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara

duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan

sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat

robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun juga

dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura

tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari

hematoma subdural akut biasanya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari

hematoma epidural. Hasil CT-Scan kepala akan menunjukkan gambaran

lentikuler, falx atau tentorium.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bekas perdarahan dari telinga

dan hidung, namun tidak ditemukan adanya tanda tanda fraktur basis cranii seperti

raccoon eyes, battlesign, hematoma konjugtiva. Hal ini diperkuat dengan hasil CT

scan berupa deviasi septum nasi, gambaran hemosinus ethmoid dan sfenoid

kanan, yang mengarahkan perdarahan hanya terjadi dari hidung melalui

mekanisme trauma tumpul langsung pada hidung dan telinga.

Berdasarkan guideline oleh National institution for Health and Care tahun

2019, perlunya dilakukan pengawasan setiap setengah jam (2 jam pertama), setiap

1 jam (4 jam setelahnya), setiap 2 jam (seterusnya) terhadap Glasgow Coma

Scale, Refleks pupil, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pergerakan

tungkai, suhu tubuh dan saturasi oksigen.

41

Page 42: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

DIAGNOSIS CEDERA KEPALA

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kesadaran (GCS)

Pemeriksaan neurologis fokal

Pemeriksaan Lokalis (lokasi lesi)

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Radiologi: CT-Scan, MRI

G. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Nyeri Kepala, Mual

Muntah, Amnesia Post Trauma

Diagnosis Topis : Intrakranial

Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Berat

Diagnosis Insidensi : Luka Memar Regio Rahang Kiri Bawah

H. PENATALAKSANAAN

Farmakologis

- Inf Asering 20 tpm

- Inj Citicolin 2 x 500

- Inj Piracetam 3x3 gr (hari ketiga STOP)

- PO Flunarizine 2x 5g

- Inj Kalnex (Asam Tranexamat) 3 x 1g

- Inj Ketorolac 2 x30 mg

- Inj Ceftriaxone 2x1g

- Inj Metilprednisolon 4 x 125 (tetap)

- Inj Ondansetron 3x1

- Inj Ranitidin 2x1

Non-Farmakologis

Resusitasi ABCDE (awal di IGD)

Head up 30o

42

Page 43: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

O2 3 lpm

I. PROGNOSIS

Death : dubia

Disease : dubia

Disability : dubia

DISKUSI KETIGA

TATALAKSANA CEDERA KEPALA

Tujuan minimum dari tatalaksana Cedera Kepala (McCarthy, 2018):

1. PaO2 >60

2. SaO2 >90%

3. PaCO 235-40

4. Tekanan Sistolik >90mmHg

Dasar penatalaksanaan Cedera Kepala (McCarthy, 2018):

1. Resusitasi (ABCDE) dan observasi pada 4 jam pertama

2. Posisikan pasien 30o

3. Konsultasi Neurologis

4. Tatalaksana Pembedahan berupa kraniotomi, jika:

Pada trauma tertutup

a. Fraktur impresi

b. Perdarahan epidural: volume perdarahan >30 cc tanpa memperhitungkan

GCS atau midlineshift >5 mm, GCS <8.

c. Perdarahan subdural: jika volume perdarahan >10 mm atau midlineshift

>5 mm, jika GCS berkurang 2 poin sejak pasien masuk, reflex pupil

abnormal atau ICP >20 mmHg.

d. Perdarahan intraserebral: jika GCS 6-8 dengan lesi temporal atau frontal

>20 cc, midlineshift >5 mm, volume perdarahan >50 cc.

Pada trauma terbuka

a. Fraktur multipel

b. Dura yang robek disertai laserasi

c. Liquorhea

Tatalaksana Medikamentosa, yaitu:

43

Discomfort : dubia

Dissatisfaction: dubia

Distitution : dubia

d. Pneumoencephali

e. Corpus alienum

f. Luka tembak

Page 44: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

a. Bolus Mannitol (20%,100mL) IV jika terjadi peningkatan tekanan

intracranial (tetap diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran di

IGD)

b. Antibiotik profilaksis jika terdapat fraktur basis kranii ataupun lesi terbuka

c. Antikonvulsan untuk kejang pasca trauma

d. Pemberian anti-nyeri

e. Kontra indikasi terhadap pemberian obat-obatan narkotik maupun sedative

karena dapat menurunkan kesadaran

TATALAKSANA PADA KASUS

Citicholin 2x500 mg

Berperan untuk perbaikan membrane sel saraf melalui peningkatan sintesis

phophatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik. Citicholine juga mampu

meningkatkan kemampuan kognitif.

Piracetam 3x3 gr

Piracetam adalah obat nootropik turunan asam gamma-aminobutirik

(GABA). Obat ini memiliki efek neuronal dan juga vaskular.[9,10] Efek

neuronal piracetam antara lain adalah meningkatkan neuroplastisitas,

memperbaiki proses neurotransmisi, neuroprotektif, dan antikonvulsan.

Piracetam bekerja dengan mempengaruhi neurotransmiter serotonergik,

noradrenergik, dan glutamanergik, terutama pada reseptor post-sinaps. Obat

ini juga dapat mempengaruhi fluiditas dan plastisitas membran. Fluiditas dan

plastisitas membran merupakan komponen penting dalam mempertahankan

struktur sel, sehingga dapat terproteksi dari kerusakan (neuroproteksi).

Piracetam juga dinilai bermanfaat dalam meningkatkan oksidasi glukosa dan

menghasilkan ATP, sehingga dapat melindungi sel-sel saraf dari hipoksia.

Piracetam juga memiliki efek vaskular, yaitu menurunkan vasospasme,

mengurangi adesi eritrosit ke endotel, meningkatkan vaskularisasi otak dan

mikrosirkulasi perifer. Piracetam juga memiliki efek antikoagulasi karena

dapat menurunkan kadar fibrinogen dan faktor vonWillebrand. Faktor

vaskular yang dimiliki piracetam ini dinilai bermanfaat dalam terapi struk

iskemik akut.[5,7,10]

44

Page 45: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Metcobalamin 1x1

Mecobalamin merupakan bentuk tunggal dari vitamin B12 yang dapat

menembus sawar darah otak tanpa mengalami perubahan biologis berarti (12)

. Pengunaan mecobalamin secara sublingual sering diberikan dengan alasan

bioavailabilitas yang tinggi (12) . Mecobalamin secara aktif meningkatkan

proses metabolisme protease, lipid, dan jaringan saraf serta berperan dalam

sintesis mielin lipid lecithin yang berperan dalam memperbaiki kerusakan

sistem saraf pusat, metabolisme, dan transmisi jaringan saraf sehingga

membantu dalam fungsi perbaikan setelah stroke iskemik (9). Vitamin B12

juga mengatur downregulation dari endoplasmic reticulum stress-related

apoptosis signaling pathway serta menstabilkan microtubule yang berperan

dalam regenerasi akson. Microtubule juga terlibat dalam injury induced glial

response dan adaptive neuroplasticity pada kerusakan neuron. Selain itu, B12

juga meningkatkan Myelin Basic Protein (MBP) yang berperan vital dalam

proses mielinisasi dan mengatur pembentukan dan kepadatan mielin yang

sempurna. Dengan demikian vitamin B12 berperan sebagai neuroprotektor

yang meningkatkan kelangsungan hidup sel saraf

Methylprednisoloine 4x125 mg

Methylprednisolone pada kasus ini digunakan sebagai tatalaksana untuk

menurunkan TIK pada edema vasogenik. Edema vasogenik terjadi karena

gangguan pada persimpangan endotel yang ketat yang membentuk sawar

darah-otak. Hal ini memungkinkan protein dan cairan intravaskular

menembus ke dalam ruang ekstraseluler parenkim. Mekanisme yang

berkontribusi terhadap disfungsi sawar darah-otak termasuk gangguan fisik

akibat hipertensi atau trauma arteri, dan pelepasan senyawa destruktif

vasoaktif dan endotel. Edema serebri lainnya adalah edema sitotoksik, edema

intersisial, edema osmotic dan edema hidrostatik. Pada edema sitotoksik

sawar darah-otak tetap utuh tetapi gangguan metabolisme seluler merusak

fungsi pompa natrium dan kalium dalam membran sel glial, yang

menyebabkan retensi seluler natrium dan air. Astrosit yang bengkak terjadi

pada materi abu-abu dan putih (grey matter dan white matter). Pada edema

sitotoksik, dapat diberikan manitol untuk menurunkan TIK. Edema serebri

45

Page 46: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

osmotic terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma

darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan

osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK.

Bentuk edema serebral hidrostatik terlihat pada hipertensi maligna akut.

Diperkirakan merupakan hasil dari transmisi langsung tekanan ke kapiler otak

dengan transudasi cairan dari kapiler ke kompartemen ekstravaskular. Edema

interstisial terjadi pada hidrosefalus obstruktif akibat pecahnya sawar otak-

CSF. Ini menghasilkan aliran trans-ependim CSF, menyebabkan CSF

menembus otak dan menyebar ke ruang ekstraseluler dan materi putih.

Edema serebral interstisial berbeda dari edema vasogenik karena CSF hampir

tidak mengandung protein.

Asam Tranexamat 3 x 1g

Asam Tranexamat berperan untuk menghentikan perdarahan pada kaskade

koagulasi ( antifibrinolisis), menghambat hancurnya bekuan darah yang

sudah terbentuk.

PO Flunarizine 2 x 5g

Mekanisme Flunarizine untuk menghambat masuknya kalsium kedalam sel

(memblok kalsium channel) dan menghambat aktivitas histamine (memblok

reseptor H1). Efetktif meredakan migraine, nyeri kepala m vertigo serta

gangguan vestibular. Obat ini tidak efektif apabil adigunakan saat sedang

serangan migraine.

46

Page 47: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

Ondansetron 3x1

Untuk menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, untuk meredakan

mual dan muntah

Ranitidin 2x1 gram

Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin pada

sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam lambung.

Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan inhibisi Histamin yang

diproduksi oleh sel ECL gaster.

Ketorolac 2 x 30 mg

Ketorolac merupakan NSAID (non steroid anti inflamamatory drug) dengan

efek analgesik kuat disertai aktivitas anti inflamasi sedang. Ketorolac adalah

salah satu obat yang masuk ke dalam kelompok terapi obat anti-inflamasi

non-steroid (AINS) yang digunakan untuk mengobati peradangan (inflamasi)

dan nyeri. Ketorolac lebih efektif dalam mengatasi nyeri akibat peradangan

dan non-peradangan dibandingkan obat lain dalam kelompok AINS, seperti:

ibuprofen, asam mefenamat, paracetamol, dan lain-lain. Ketorolac bekerja

dengan cara menghabat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim

cyclooxygenase, apabila produksi prostaglandin dihambat maka dapat

mengurangi rasa nyeri dan mengurangi pembengkakan.

Pasien dapat dipulangkan jika GCS sudah mencapai 15 (Compos Mentis),

pemeriksaan fisik kembali stabil dan tidak adanya penyakit penyerta. Sudah tidak

ada tanda dan gejala dari cedera kepala maupun peningkatan tekanan intracranial,

tidak ada kelainan pada CT-Scan ulang ataupun tidak adanya indikasi untuk

dilakukannya pemeriksaan CT-Scan dan mendapat pengawasan yang baik jika

dipulangkan (keluarga) selama 24 jam pertama setelah dipulangkan (NICE, 2019).

Pada tanggal 19/02/2021, kondisi pasien sudah stabil dengan GCS 15,

dengan klinis baik, sehingga pasien boleh dipulangkan

K. FOLLOW UP

Selasa 16/02/2021 S: Pasien mengeluhkan nyeri di belakang kepala masih

47

Page 48: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

dirasa, pusing mulai berkurang, pasien masih tidak

mengingat kejadian saat trauma, mual dan muntah tidak

ada, kaku leher - , kejang -, BAK dan BAB lancar

O: KU sedang, Kesadaran Compos Mentis ( gelisah

berkurang )

TD = 110/70

HR = 82 x/ menit

RR = 20x/menit

Saturasi Oksigen = 98%

Suhu = 36.4 derajat celcius.

Pemeriksaan motoric = 5/5/5/5

Refleks Fisiologis = +

Hasil CT Scan :

- Subdural Hematome Falxis Cerebri Posterior

- Infark Kortikal Cerebelli kiri

- Fraktur Os Occipital kiri

- Deviasi Septum nasi

- Gambaran Hematome Ethmoid dan sfenoid kanan

A: Cedera Kepala Berat H 4

P: - Inf Asering 20 tpm

- Inj Citicolin 2 x 500

- Inj Piracetam 3x3 gr (STOP)

- PO flunarizine 2x 5g

- Inj Kalnex (Asam Tranexamat) 3 x 1g

- Inj Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ceftriaxone 2x1g

- Inj Metilprednisolon 4 x 125 (tetap)

- Inj Ondansetron 3x1

- Inj Ranitidin 2x1

Konsul Bedah terapi sesuai TS saraf

Rabu 17/01/2021 S: Pasien mengeluhkan nyeri di belakang kepala masih

dirasa, pusing mulai berkurang, pasien masih tidak

48

Page 49: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

mengingat kejadian saat trauma, mual dan muntah tidak

ada, kaku leher - , kejang -, BAK dan BAB lancar,

cegukan beberapa kali

O: O: KU sedang, Kesadaran Compos Mentis ( tidak

tampak gelisah )

TD = 120/80

HR = 92 x/ menit

RR = 24x/menit

Saturasi Oksigen = 99%

Suhu = 36.8 derajat celcius.

Pemeriksaan motoric = 5/5/5/5

Refleks Fisiologis = +

Hasil CT Scan :

- Subdural Hematome Falxis Cerebri Posterior

- Infark Kortikal Cerebelli kiri

- Fraktur Os Occipital kiri

- Deviasi Septum nasi

- Gambaran Hematome Ethmoid dan sfenoid kepala

A: Cedera Kepala Berat H5

P: - Inf Asering 20 tpm

- Inj Citicolin 2 x 500

- Inj Piracetam 3x3 gr (STOP)

- PO flunarizine 2x 5g

- Inj Kalnex (Asam Tranexamat) 3 x 1g

- Inj Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ceftriaxone 2x1g

- Inj Metilprednisolon mulai tap off ( hari ini 3x1)

- Inj Ondansetron 3x1

- Inj Ranitidin 2x1

Konsul Bedah terapi sesuai TS saraf

Kamis 18/01/2021 S: Pasien mengeluhkan nyeri di belakang kepala masih

dirasa, pusing mulai berkurang, pasien masih tidak

49

Page 50: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

mengingat kejadian saat trauma, mual dan muntah tidak

ada, kaku leher - , kejang -, BAK dan BAB lancar

O: KU sedang, Kesadaran Compos Mentis ( tidak

tampak gelisah )

TD = 120/66

HR = 93 x/ menit

RR = 20x/menit

Saturasi Oksigen = 99%

Suhu = 36.2 derajat celcius.

Pemeriksaan motoric = 5/5/5/5

Refleks Fisiologis = +

Hasil CT Scan :

- Subdural Hematome Falxis Cerebri Posterior

- Infark Kortikal Cerebelli kiri

- Fraktur Os Occipital kiri

- Deviasi Septum nasi

- Gambaran Hematome Ethmoid dan sfenoid

kepala

A: Cedera Kepala Berat H6

P: - Inf Asering 20 tpm

- Inj Citicolin 2 x 500

- Inj Piracetam 3x3 gr (STOP)

- PO flunarizine 2x 5g

- Inj Kalnex (Asam Tranexamat) 3 x 1g

- Inj Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ceftriaxone 2x1g

- Inj Metilprednisolon tapering off ( hari ini 2x1)

- Inj Ondansetron 3x1

- Inj Ranitidin 2x1

Konsul Bedah terapi sesuai TS saraf

Jumat 19/02/2021 S: Pasien mengeluhkan nyeri di belakang kepala sudah

berkurang, pusing mulai berkurang, pasien masih tidak

50

Page 51: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

mengingat kejadian saat trauma, mual dan muntah tidak

ada, kaku leher - , kejang -, BAK dan BAB lancar,

sudah bisa aktivitas, klinis baik

O:

KU sedang, Kesadaran Compos Mentis ( tidak tampak

gelisah )

TD = 120/70

HR = 92 x/ menit

RR = 22 x/menit

Saturasi Oksigen = 99%

Suhu = 36.2 derajat celcius.

Pemeriksaan motoric = 5/5/5/5

Refleks Fisiologis = +

Hasil CT Scan :

- Subdural Hematome Falxis Cerebri Posterior

- Infark Kortikal Cerebelli kiri

- Fraktur Os Occipital kiri

- Deviasi Septum nasi

- Gambaran Hematome Ethmoid dan sfenoid

kepala

A: Cedera Kepala Berat H7

P: P:

- Inf Asering 20 tpm

- Inj Citicolin 2 x 500

- Inj Piracetam 3x3 gr (STOP)

- PO flunarizine 2x 5g

- Inj Kalnex (Asam Tranexamat) 3 x 1g

- Inj Ketorolac 3x30 mg

- Inj Ceftriaxone 2x1g

- Inj Metilprednisolon Tapering off ( hari ini 1x1)

- Inj Ondansetron 3x1

- Inj Ranitidin 2x1

51

Page 52: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

+ Atrovastasin 1x1

Konsul Bedah terapi sesuai TS Saraf

Pasien rencana BLPL hari ini

Obat Pulang :

Citicolin 2 x 500mg

Vertilon 2 x 5 mg

Ranitidin 3 x 1

Meloxicam 1 x 15 mg

DAFTAR PUSTAKA

52

Page 53: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTerselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

1. Bullock MR, Hovda DA. Introduction to Traumatic Brain Injury. In :

Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier

Saunders. 2011 : 3267-69.

2. Schouton JW, Maas AIR. Epidemiology of Traumatic Brain Injury. In :

Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier

Saunders. 2011 : 3267-69.

3. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury

Pathophysiology and Management. London : Hodder Arnold. 2005 : 3-25.

4. Fane RA, Nassar T, Mazuz A, Waked O, Heyman SN, dkk. Neuroprotection

by glucagon: role of gluconeogenesis. J Neurosurg 114:85-91, 2011.

5. Imron A. Pola pasien cedera otak traumatika di RSHS. 2012.

6. Data Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Tahun 2011.

7. Parmeet K, Shaurabh S. Recent Advances in Pathophysiology of Traumatic

Brain Injury. Curr Neuropharmacol. 2018 Oct; 16(8): 1224–1238.

8. McCarthy, Sally, 2018, Head Injury, Emergency Care Institute.

9. National Institute for Health and Care Excellence (NICE), 2019. Head

Injury : assessment and early management. http://nice.org.uk

10. Onose G, Daia-chendreanu C, Haras M, Ciurea a V, Anghelescu A.

Traumatic brain injury: Current endeavours and trends for neuroprotection

and related recovery. Rom Neurosurg. 2011;18:11–30

11. Pathan AB. Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed

Dose Combination. AJPS. 2012;2:15–20

12. Winblad B. Piracetam: A Review of Pharmacological Properties and Clinical

Uses. CNS Drug Rev. 2006;11:169–82

53