Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PENGEMBANGAN WISATA
YOGYAKARTA
1
DAFTAR ISI
Daftar isi.................................................................................................2
Kata Pengantar .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1.Latar Belakang .........................................................................3
1.2.Rumus Masalah.........................................................................5
1.3.Tujuan........................................................................................5
1.4. Manfaat.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................6
2.1. Penjelasan Kawasan Industri Yogyakarta...........................6
2.2. Karakter Spresifik Pariwisata...............................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................
3.1. Sejarah...................................................................................15
3.2. Keistimewaan yogyakarta....................................................16
3.3. Kesimpulan............................................................................17
3.4. Saran......................................................................................20
2
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pembangunan dan
pengembangan suatu daerah atau bahkan suatu negara. Pengembangan di sektor ini sangat
tidak terlepas dari perkembangan yang nantinya akan terus terjadi di masa yang akan datang.
Pariwisata pada esensinya sangat kompleks, sehingga sangat erat kaitannya dengan interaksi
aspek-aspek lainnya, seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, agama atau kepercayaan, hingga
aspek politik, yang secara keseluruhan membutuhkan suatu gerakan yang bersifat dinamis
bukan statis.
Interaksi yang ditimbulkan oleh pariwisata juga akan melibatkan tidak hanya satu
kebudayaaan saja namun bisa bermacam-macam kebudayaan (lintas budaya/cross cultural)
yang akan dipertemukan dalam satu aktivitas yang bernama „pariwisata‟. Keuntungan yang
mampu diberikan oleh sektor pariwisata sangat bervariasi dan memberikan nilai tambah
(value added) yang sangat luar biasa. Disebutkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (UU No 10 Tahun 2009) menyebutkan bahwa ada 13 jenis usaha
yang diberi keleluasaan oleh pemerintah dalam pengembangan kepariwisataan1 , yaitu:
1. Daya tarik wisata
2. Kawasan pariwisata
3. Jasa transportasi wisata
4. Jasa perjalanan wisata
5. Jasa makanan dan minuman
6. Penyediaan akomodasi
7. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
8. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran
(MICE)
9. Jasa informasi wisata
10. Jasa konsultan wisata
11. Jasa pramuwisata
12. Wisata tirta, dan
13. Spa.
3
Pengembangan sektor ini, memiliki potensi untuk menjadi solusi bagi persoalan-
persoalan yang terkait dengan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, maju dan tidaknya
suatu daerah bahkan sampai masalah politik. Hal ini yang menyebabkan program-program
yang dibentuk oleh pemerintah yang terkait dengan sektor pariwisata akan berimbas kepada
sektor-sektor lainnya. Sedangkan untuk realisasi dari berbagai program pengembangan sektor
pariwisata bisa membawa dampak yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih berdaya,
berbudaya dan sadar akan potensi yang dimiliki oleh daerahnya.
Pengembangan kawasan wisata ini disampaikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan
Hamengku Buwono pada pidato pertama setelah dilantik pengembangan wisata berbasis
kawasan ini menjadi satu dari beberapa cara untuk meningkatkan kualitas dan keragaman
perekonomian masyarakat, atau menjadi bagian dari panca mulia kedua dari panca mulia
yang disampaikan Gubernur.Diharapkan Gubernur, wilayah-wilayah pinggiran bisa
dimajukan.Sektor pariwisata berbasis kawasan ini meliputi beberapa kawasan.Yakni kawasan
karst Gunungsewu, kawasan Siung-Wediombo, kawasan Parangtritis-Depok-Kuwaru,
kawasan Kasongan-Tembi, kawasan Malioboro, kawasan Glagah-Trisik, dan kawasan
Sermo-Menoreh-Suroloyo.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Pariwisata DIY, Aris Riyanta mengatakan secara prinsip
adalah pengembangan khusus di wilayah selatan dan banyak yang harus ditindaklanjuti.
Bukan hanya soal destinasinya saja, namun juga terkait dengan sumber daya manusia
(SDM).Kawasan ini pun sejalan dengan adanya New Yogyakarta International Airport
(NYIA) yang dibangun di Kulonprogo.
Diharapkan NYIA bisa menjadi gerbang wisatawan mancanegara.Ini tentu saja menjadi
bagian yang menarik sekaligus tantangan Jogja dengan adanya NYIA sebagai pintu
gerbang wisatawan mancanegara, ini memang benar fungsi NYIA akan mempunyai dampak
signifikan dan spending mereka untuk menyejahterakan masyarakat," lanjutnya.
Bukan hanya bandara, adanya jalan penghubung pun dirasa penting untuk menghubungkan
antar destinasi yang ada. Dimana hal ini akan ditopang oleh jalan jalur lintas selatan (JJLS)
yang nantinya akan menghubungkan ujung Kulonprogo hingga ke ujung Gunungkidul
sepanjang 113 kilometer.
Menurut Aris, JJLS bukan hanya untuk mengkoneksikan kawasan wisata di bagian pantai,
JJLS juga diharapkan bisa menjadi koneksi ke destinasi wisata lain yang ada di Gunungkidul
yang memiliki potensi yang tak kalah dengan wisata pantai.
.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
sebuah rumusan masalah dengan pertanyaan besar dalam penelitian ini, yaitu “Problematika
apa saja yang menjadi kendala dalam perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan upaya apa saja yang bisa ditempuh untuk mengembangkan wisata MICE
menjadi wisata andalan di Daerah Istimewa Yogyakarta?”
1.3 Tujuan
Memberikan potret atau gambaran secara umum mengenai wisata MICE di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang menjadi hambatan
dalam perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini
juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang dapat menjadi pilihan untuk dilakukan
oleh seluruh stakeholder yang berhubungan dengan wisata MICE di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
1.4. Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, akan memberikan gambaran
serta informasi mengenai perkembangan wisata MICE di Yogyakarta yang dapat berguna
dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan wisata MICE di Yogyakarta.
2. Bagi pihak swasta, seperti PHRI, ASITA, event organizer dan tour and travel agencies,
penelitian ini dapat memberikan referensi mengenai perkembangan wisata MICE di
Yogyakarta.
3. Bagi masyarakat, baik yang berada di wilayah Yogyakarta maupun yang berada di luar
wilayah Yogyakarta, penelitian ini bisa digunakan untuk melihat potensi dan aset yang
dimiliki oleh Yogyakarta untuk selanjutnya diharapkan partisipasi dan kesadaran akan
Sapta Pesona dari masyarakat mampu tergali lebih dalam.
4. Bagi penulis, penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang gambaran mengenai pariwisata, terutama pada segmen MICE di
Yogyakarta.
5. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam mengangkat masalah yang berfokus sama beserta pemecahannya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan Kawasan Industri YogyakartaYogyakarta hingga saat ini menjadi salah satu kawasan industri pariwisata yang
menjadi kebanggaan Indonesia. Industri pariwisata yang dimiliki kota ini cukup berpotensi
tinggi dan memiliki bargainning position yang cukup kuat pada level nasional, regional
bahkan mencapai level internasional. Yogyakarta telah terbukti sebagai salah satu destinasi
wisata yang banyak dijadikan referensi oleh berbagai kalangan. Penawaran objek wisata yang
cukup beragam di kota ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik
wisatawan lokal/nusantara (wisnus) maupun mancanegara (wisman). Yogyakarta memiliki
berbagai potensi wisata, antara lain wisata alam seperti gunung, bukit atau perbukitan, dan
sudah sangat dikenal di Indonesia bahkan di dunia, yaitu Gunung Merapi yang merupakan
salah satu gunung aktif di dunia, pegunungan karst, wisata gua, wisata pantai yang cukup
beragam; wisata budaya seperti Kasultanan atau Pura Pakualaman, museum, kota tua; wisata
kuliner; wisata pendidikan ke Kampus PT yang menjadi trend di kalangan siswa
SMA/SMK/MAN yang akan melanjutkan ke PT di Yogyakarta, hingga wisata religi memiliki
faktor penarik destinasi wisata di Yogyakarta. Termasuk pariwisata yang bersinggungan
dengan kegiatan-kegiatan pemerintah, instansi ataupun perusahaan, berupa kegiatan Meeting,
Incentive, Convention dan Exhibition (MICE) yang semakin marak diselenggarakan
Yogyakarta. Peningkatan industri wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta terus terjadi dan
menjadi salah satu concern bagi seluruh stakeholder di bidang pariwisata, terutama
pemerintah daerah. Dalam upaya pengembangan dan kerja keras pada sektor ini telah
terbukti, yaitu dengan adanya data pertumbuhan kunjungan wisata dari tahun ke tahun seperti
yang tertera pada tabel dibawah ini:
6
Tabel 1.1
Tahun Wisatawan Mancanegar
a
Pertum -buhan
(%)
Wisatawan
Nusantara
Pertum -
buhan (%)
Wisatawan Mancanegar
a dan Nusantara
Pertum-buhan
(%)
2008 128.660 24,64 1.156.097 0,86 1.284.757 2,83
2009 139.492 8,42 1.286.565 11,29 1.426.057 11,00
2010 152.843 9,57 1.304.137 1,37 1.456.980 2,17
2011 169.565 10,94 1.438.129 10,27 1.607.694 10,34
2012 197.751 16,62 2.162.422 50,36 2.360.173 46,80
2013 202.518 2,41 2.260.953 4,55 2.463.471 4,37
Sumber: Data Statistik Kepariwisataan 2012-2013
Terlihat dari tabel diatas, bahwa pariwisata di Yogyakarta, yang dapat dilihat dari
kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara, pada masa periode 2008 hingga 2013
mengalami pergerakan yang fluktuatif. Peluang yang dimiliki pariwisata merupakan salah
satu sektor yang akan memberikan pengaruh juga terhadap sektor-sektor lainnya. Lonjakan
yang cukup besar terjadi pada tahun 2011 ke tahun 2012. Namun secara keseluruhan, dari
tahun 2008 hingga tahun 2013, pertumbuhan kunjungan wisatawan bergerak secara positif
dan tidak menunjukkan adanya penurunan. Hal tersebut membuktikan bahwa Yogyakarta
tetap menjadi salah satu daerah yang tidak kehilangan pesonanya di mata para wisatawan.
Baik dari segi atraksi, amenitas maupun aksesibilitas, Yogyakarta ternyata mampu
menunjukkan kekuatan dalam mempertahankan kinerja pada ketiga sisi tersebut. Sehingga
secara langsung maupun tidak langsung, pencapaian pada aspek tersebut bisa membuahkan
hasil pada aspek-aspek lain.
Berawal dari kondisi tersebut, penyerapan Sumber Daya Manusia (SDM) mulai
terjadi, baik yang berada pada taraf profesional hingga masyarakat awam di sekitar daerah
tujuan wisata. Hal ini menunjukkan bahwa pembukaan lapangan kerja yang baru dapat
terwujud dan pemberdayaan masyarakat terhadap potensi pariwisata yang dimiliki di
daerahnya dapat terjadi. Kegiatan perdagangan pasti akan menggeliat ketika pariwisata telah
masuk di daerah tersebut, misalnya kuliner, pemanfaatan rumah untuk penginapan, industri
rumah tangga, pengisi acara, seperti kesenian tradisional, penyedia transportasi lokal, menjadi
pemandu wisata, penyedia jasa, seperti tukang foto, tukang parkir, keamanan, pengojek
7
payung, menyewakan kuda, bendi atau andong adalah beberapa contoh yang akan ikut
mengalami perkembangan dan mendorong roda perekonomian masyarakat di daerah wisata.
Kreativitas dan inovasi masyarakat pun semakin terpacu untuk bersaing seiring dengan
kompetensi yang terjadi didalamnya serta kesempatankesempatan yang muncul. Oleh sebab
itulah, tidak heran apabila Pendapatan Asli Daerah DIY juga meningkat, seperti terlihat pada
tabel 1.3.
Grafik 1.1 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sektor Pariwisata
Grafik PAD tersebut sebagai satu catatan bagi pemerintah Yogyakarta, khususnya
bagi para pemangku kebijakan dan pelaku industri pariwisata bahwa sektor pariwisata terus
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. PAD menjadi salah satu indikator
keberhasilan program-program yang telah dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan oleh para
stakeholder yang berkepentingan di dalamnya. Ketika PAD bisa mengalami peningkatan,
maka kegiatan seperti penajaman promosi, peningkatan aksesibilitas, kemudahan
transportasi, meningkatnya local support dan inovasi-inovasi kegiatan lain telah membuahkan
suatu hasil yang signifikan.
8
B. Karakter Spesifik Pariwisata
Salah satu karakter yang spesifik dari pariwisata yang memiliki arti untuk dapat
menkonsumsi suatu produk kepariwisataan yang ditawarkan oleh suatu destinasi, industri ini
mengharuskan konsumennya (wisatawan) untuk berkunjung mendatangi lokasi dimana
produk pariwisata itu berada (dihasilkan). Dari satu karakter itu saja, sudah dapat
tergambarkan bahwa PAD pariwisata mampu mendatangkan keuntungan-keuntungan yang
berasal dari wisatawan-wisatawan saat wisatawan tersebut berada pada saat perjalanan atau
berada di lokasi wisata, yaitu akan mengeluarkan biaya-biaya keperluan wisatanya.
Pengeluaran tersebut antara lain: penginapan, makan dan minum, trasportasi, biro perjalanan,
jasa pramuwisata, hingga kerajinan untuk buah tangan akan menjadi sumber pendapatan bagi
masyarakat pada daerah destinasi wisata. Pertumbuhan pendapatan ini pun akan berimbas
pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
PAD yang meningkat juga mampu membuat kemudahan bagi pemerintah untuk
melakukan berbagai kegiatan pemeliharaan dan pengembangan fasilitas pariwisata di
Yogyakarta. Hal tersebut menjadi hal yang sangat crucial untuk dilakukan agar menjaga
kestabilan kualitas pariwisata yang telah dicapai oleh Yogyakarta. Penglokasian dana PAD
untuk berbagai langkah strategi, misalnya untuk program-program kepariwisataan
selanjutnya juga harus terus dilaksanakan serta diawasi pelaksanaannya agar tepat sasaran
dan sesuai dengan kebutuhan sektor ini.
Sektor pariwisata tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya sebagai penggerak
ekonomi yang cukup diandalkan. Bahkan saat terjadi „gonjang-ganjing‟ faktor ekonomi di
Indonesia bahkan dunia, salah satu sektor yang hampir tidak terkena imbas secara signifikan
adalah sektor pariwisata. Berdasarkan banyaknya jenis wisata yang ditawarkan di Daerah
Istimewa Yogyakarta seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wisata MICE (Meeting,
Incentive, Convention, and Exhibition) menjadi salah satu wisata yang menjadi primadona
saat ini. data berikut ini menunjukkan perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa
Yogyakarta yang semakin berkembang dari waktu ke waktu.
9
Grafik 1.2
Berdasar grafik diatas, dapat terlihat bagaimana pergerakan perkembangan industri wisata
MICE di Yogyakarta pada periode 2011 ke 2012 dan tergambarkan pula bahwa ada
pergerakan yang terjadi pada industri wisata ini. Lebih dari 100 persen realisasi yang
diperoleh dari target yang telah ditentukan. Tentu saja, hasil ini juga mampu membuat
reputasi dan citra Yogyakarta menjadi meningkat dimata nasional, regional bahkan di dunia
internasional. Pertumbuhan wisata MICE di Yogyakarta ini memang cukup mencengangkan.
Realisasinya bisa menembus angka 13.000 lebih selama satu tahun event yang tercatat
berhasil terselenggarakan di berbagai tempat di Yogyakarta. Bisa dibayangkan apabila
selama satu tahun kegiatan yang terselenggara mencapai 13.000 lebih, maka akan berapa
banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan industri-industri lainterkena dampaknya. Tenaga
kerja yang dibutuhkan pada setiap event MICE cukup berbeda dengan tenaga kerja di
kegiatan wisata yang lain. Sebagai contoh adalah di setiap event MICE, pasti membutuhkan
jasa Professional Conference Organizer (PCO) atau Event Organizer (EO) dan juga Tour
and Travel Agency yang merupakan orang-orang yang berkompeten atau qualified labor di
bidang tersebut. Bukan perkara mudah dalam hal penanganan penyelenggaraan setiap
kegiatan MICE. Dibutuhkan kualifikasi tertentu agar dapat terpilih sebagai organizer suatu
event meeting/conference, terlebih lagi yang bertaraf internasional. Lain halnya dengan event
pameran atau exhibition yang sifat kegiatannya lebih informal namun selalu membutuhkan
man power dalam jumlah cukup besar. Hal lain yang ikut terkena dampak dari
penyelenggaraan kegiatan MICE adalah Convention Center, misalnya JEC dan hotel-hotel
yang telah mempunyai fasilitas sebagai persyaratan penyelenggaraan meeting/conference.
Industri kuliner yang juga otomatis akan terpengaruh dari setiap kehadiran para wisatawan
MICE. Hingga industri kerajinan yang ikut ramai di setiap adanya kegiatan MICE. Oleh
10
sebab itulah, multiplier effect yang dibawa oleh MICE mendatangkan magnet tersendiri bagi
industri wisata di Yogyakarta khususnya.
Fenomena tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya yang menjadi
push factor kemajuan wisata MICE di Yogyakarta, berdasarakan penelitian pada beberapa
pemberitaan di media dan wawancara dengan pihak yang terkait, seperti Dinas Pariwisata
Daerah Istimewa Yogyakarta dan PHRI chapter DIY, antara lain:
1. Pembangunan berbagai fasilitas pendukung. Yogyakarta termasuk daerah yang sangat
pesat pengembangan fasilitas pendukung pariwisata, seperti hotel berbintang, hotel melati,
maupun berbagai usaha kecil atau perorangan yang menyediakan penginapan, fasilitas
perbelanjaan, pusat informasi wisata hingga jasa penyedia perjalanan wisata merupakan
suatu upaya pemerintah daerah Yogyakarta dan sebagai bukti kesiapan pemerintah untuk
menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai destination MICE setelah Bali dan
Jakarta. Terlebih lagi semenjak tahun 2002, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki salah
satu Convention Centre yang menjadi salah satu icon kebanggaan rakyat Yogyakarta.
Dengan daya tampung yang mencapai sekitar 3000 orang, yaitu Jogja Expo Center (JEC)
hadir untuk menambah aset daerah yang memiliki daya tarik bagi industri wisata MICE.
Hotel-hotel berbintang, khususnya hotel berbintang 4 dan 5 yang sudah mendeklarasikan
diri sebagai hotel convention, dengan kepemilikian ballroom maupun meeting room yang
memiliki kapasitas cukup banyak, juga menjadi salah satu indikasi mengapa industri
wisata MICE mengalami pertumbuhan yang tinggi.
2. Dibukanya akses jalur penerbangan dari berbagai wilayah ke Yogyakarta. Bahkan saat ini
jumlah penerbangan ke Ibu Kota bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari hingga
penerbangan langsung (direct flight) dari beberapa negara tetangga juga sudah dapat
diakses. Akses jalan darat dan kereta api pun juga telah mampu memberikan option bagi
para wisatawan yang akan berkunjung ke Yogyakarta. Di samping itu kesadaran
pemerintah daerah untuk membuka dan memperbanyak jalur penerbangan, menjadi
kemudahan tersendiri bagi penyelenggara kegiatan untuk menjangkau Daerah Istimewa
Yogyakarta.
3. Promosi yang berbasis teknologi juga terus dilakukan secara gencar untuk menarik para
wisatawan ke Yogyakarta oleh para pelaku usaha pariwisata. Operasionalisasi website
yang bertajuk visitingjogja.com pun memberikan pengetahuan bagi para wisatawan
domestik maupun mancanegara tentang apa saja yang menjadi referensi tujuan wisata.
11
Kegiatan promosi kepariwisataan dan meningkatkan kualitas pelayanan (service public) di
bidang ini juga menjadi prioritas utama yang untuk selanjutnya diharapkan mampu
memberikan kontribusi lebih pada pertumbuhan industri pariwisata di Yogyakarta.
4. Kondisi serta posisi Yogyakarta yang berada cukup strategis dan juga faktor keamanan,
membuat para penyelenggara event MICE memiliki ketertarikan tersendiri untuk
menyelenggarakan kegiatan mereka di Yogyakarta. Julukan kota pendidikan atau kota
pelajar, kota budaya, kota perjuangan juga menjadi salah satu faktor pendukung
perkembangan bisnis wisata ini. Dengan banyaknya perguruan tinggi di Yogyakarta, yaitu
5 PTN dan 100-an lebih PTS serta instansi pendidikan di Yogyakarta membuat MICE
semakin menggeliat untuk diselenggarakan. Hal tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar
wisata ini, peminat yang ikut serta dalam setiap event MICE cukup besar, sehingga
penyelenggara juga melihat hal ini sebagai nilai tambah tersendiri. Sejumlah kegiatan-
kegiatan yang berskala besar menjadi salah satu bukti bahwa industri wisata ini sudah
berhasil menarik perhatian berbagai kalangan, seperti Jogja Air Show, Jogja Fashion
Week, Fashion Carnaval, dan event-event meeting atau conference baik yang berskala
nasional maupun internasional dibeberapa venue. Hal ini belum data yang berasal dari
Perguruan Tinggi yang sering menyelenggarakan berbagai macam kegiatan semacam ini
yang berskala nasional, regional dan internasional, kalau ini terdata dengan baik maka
akan menunjukkan seberapa besar potensi wisata MICE yang dimiliki oleh Yogyakarta.
Faktor lain yang memengaruhi wisata MICE adalah aktor-aktor yang berada di balik
layar untuk menjalankan seluruh kebijakan yang telah disepakati. Peran dari setiap aktor
tentu memberikan kontribusi yang berbeda-beda. Pengembangan akan terlaksana apabila
sebelumnya telah terbentuk suatu perencanaan yang matang dan terarah. Berdasarkan
perencanaan tersebut akan menjadi sebuah strategi yang optimal apabila dilaksanakan sesuai
dengan kewenangan dan kemampuan setiap stakeholder. Oleh sebab itulah, pemerintah yang
bekerjasama dengan stakeholder lainnya, seperti Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) Provinsi DIY, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Association of The
Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA) Provinsi DIY terus berupaya untuk membuat
wisata MICE menjadi salah satu tujuan destinasi wisata yang tumbuh secara terus menerus
dan berkesinambungan. Kerjasama ini pun telah tertuang pada Rencana Induk Pembangunan
Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Provinsi DIY periode 2012-2025. Semangat ini juga telah
terbukti dengan penerimaan award dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk
12
Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Desember tahun 2013 lalu sebagai: “The Most
Popular MICE Destination dan The Best Achievement Tourism” .
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terbutki mampu mengalahkan kotakota lain yang
ikut diseleksi dalam kompetisi tersebut, termasuk mengalahkan Bali dan Jakarta yang sudah
sangat terkenal sebagai „surga‟- nya pagelaran MICE. Penghargaan tersebut merupakan
pencapaian lain dan bukti penghargaan dari pihak luar yang patut dibanggakan. Keberhasilan
aktor-aktor pariwisata untuk mempromosikan pariwisata Yogyakarta membuat daerah ini
menjadi daerah yang disegani dan mampu disandingkan dengan kota-kota besar lainnya.
Penghargaan tersebut juga menjadi bukti bahwa pariwisata Yogyakarta mampu memberikan
kualitas pelayanan yang baik bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Baik yang
bertujuan untuk leisure tourism hingga wisata dalam bentuk perjalanan bisnis atau
pendidikan. Hal ini tentu juga menjadi titik tumpu dan dorongan bagi tidak hanya pemerintah
saja namun seluruh pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk masyarakat yang juga telah
memiliki kesadaran akan potensi pariwisata yang semakin hari semakin diminati oleh para
wisatawan dari berbagai penjuru daerah. Termasuk wisata MICE yang ikut menjadi salah satu
wisata yang berkontribusi cukup besar dalam perkembangan insutri wisata di Yogyakarta.
Disisi lain, walaupun telah mengukir prestasi dengan menunjukkan eksistensinya di
dunia pariwisata Yogakarta, namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa masih ada
problematika yang terjadi di dalam perkembangan wisata MICE.
Beberapa problematika yang ditemukan berdasarkan pra penelitian penulis pada Dinas
Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, PHRI Provinsi DIY dan Pusat Studi Pariwisata
(Puspar) UGM, diantaranya adalah:
- Belum adanya regulasi khusus tentang wisata MICE dan ketersediaan data yang masih
bisa dikatakan minim. Bahkan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta „justru
mempertanyakan data yang bersumber dari Lakip Dinas Pariwisata itu sendiri‟. Hal ini
menunjukkan bahwa belum adanya koordinasi dan sinergi yang baik antar instansi. -
Data yang minim juga dinyatakan oleh PHRI yang memang belum memiliki inisiatif
untuk mencatat setiap penyelenggaraan kegiatan MICE di setiap hotel di Yogyakarta.
- Menurut Pusat Studi Pariwisata (Puspar), data yang sangat minim juga terjadi pada
penyelenggaraan MICE di desa-desa wisata, bahkan Puspar menyebutkan bahwa
13
kegiatan MICE cukup banyak terselenggara di desa wisata, namun belum ada inisiatif
dari pihak manapun untuk mencatatnya.
- Belum adanya regulasi yang mengatur tentang standar Professional Conference
Organizer (PCO) di Yogyakarta, sehingga beberapa EO dan Tour and Travel yang ingin
meningkatkan kualifikasinya mengalami kesulitan.
- Persoalan sinergitas yang belum optimal antara pemerintah yang berperan besar sebagai
regulator dengan aktor-aktor pelaku di bisnis wisata MICE, seperti event organizer dan
tour and travel agencies. Karena pada RIPARDA hanya tertera koordinasi pemerintah
daerah dengan PHRI saja, tidak dengan pihak yang lainnya yang berkepentingan dalam
pengembangan wisata MICE.
- Kegiatan promosi kepariwisataan yang belum terintegrasi dengan seluruh aktor di bidang
pariwisata, termasuk Badan Promosi Pariwisata Daerah DIY yang belum terbentuk.
Di samping itu Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta pun menggaris bawahi bahwa
ada beberapa isu strategis dalam pengembangan pariwisata di DIY, diantaranya:
- Kurangnya kemitraan antar usaha pariwisata, sehingga tidak tercipta rantai nilai (value
chain) produk wisata yang dihasilkan.
- Belum terstandarisasinya kualitas berbagai produk kepariwisataan yang dihasilkan.
- Iklim persaingan usaha kepariwisataan yang cenderung mengarah kepada persaingan
kurang atau bahkan tidak sehat.
- Rendahnya kesadaran kalangan industri pariwisata terhadap pengembangan daya tarik
wisata dan tanggungjawab sosial korporasi (CSR).
Berawal dari situasi yang menggambarkan potensi maupun problematika dalam
perkembangan wisata MICE yang telah dipaparkan sebelumnya, maka limitasi penelitian ini
adalah untuk memberikan potret atau gambaran mengenai apa yang terjadi pada wisata
MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. SEJARAH
Saat pertama kali didirikan oleh Pangeran Mangkubumi pada saat itu, Yogyakarta
bernama Ngayogyakarto Hadiningrat. Luas Yogyakarta sekitar 3.186 km persegi, dengan
total penduduk 3.226.443 (statistic Desember 1997). Semula Yogyakarta merupakan
bagian dari Kerajaan Mataram, namun mulai 1755 Kerajaan Mataram dibagi menjadi
Yogyakarta dan Surakarta (Solo). Keraton Yogyakarta memegang kebudayaan murni
ditengah modernisasi selamaberabad-abad.Yogyakarta merupakan pusat kebudayaan
Jawa seperti tarian, lukisan, wayang kulit, music gamelan, hingga kesenian lainnya.
Selain kesenian tradisional ada pula seni kontemporer yangdimajukan oleh ASRI
(Akademi Seni Rupa).
Yogyakarta adalah kota yang padat penduduk dan merupakan pintu gerbang untuk
mencapai tengah pulau Jawa. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu
dari 34 propinsi di Indonesia. Propinsi ini dibagi menjadi 5 daerah tingkat II, Kotamadia
Yogyakarta, Kabupaten Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten
Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul.Berdasarkan sejarah, sebelum 1755 Surakarta
merupakan Ibukota Kerajaan Mataram. Setelah perjanjian Gianti (Palihan Nagar) pada 1755,
Mataram dibagi menjadi 2 kerajaan: Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan
Ngayogyakarto Hadiningrat . mengikuti kebiasaan, Pangeran Mangkubumi Susuhunan
Pakubuwono II, dimahkotai sebagai Raja Ngayogyakarto Hadiningrat . kemudian beliau
disebut sebagai Sultan Hamengku Buwono I.
Pada tahun 1813, dibawah penjajahan Inggris, pemisahan kerajaan Mataram terjadi untuk
ketiga kalinya. Pangeran Notokusumo, putra dari Hamengku Buwono I, dimahkotai sebagai
Pangeran Paku Alam I. Kerajaannya terpisah dari Kasultanan Yogyakarta. Ketika Republik
Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945, yang dilambangkan dengan penandatanganan
Proklamasi Kemerdekaan, Ngayogyakarto Hadiningrat dan Pakualam menyatu sebagai salah
15
satu propinsi di Indonesia dimana Sri Sultan Hamengku Buwono IX ditunjuk ssebagai
wakilgubernurnya.
3.2. KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta provinsi yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus.
Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan
Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY,
memiliki status sebagai "Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state" dalam
pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-
Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan
terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang).
Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang
disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa
kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah
pengawasan pemerintah penjajahan tentunya.Status ini pula yang kemudian juga diakui dan
diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam
BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah Negara.
Pada 19 Agustus 1945 terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI di Jakarta membahas
tentang kedudukan Kooti. Sebenarnya kedudukan Kooti sendiri sudah dijamin dalam UUD,
namun belum diatur dengan rinci. Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari
Yogyakarta Kooti, meminta pada pemerintah pusat supaya Kooti dijadikan 100% otonom,
dan hubungan dengan Pemerintah Pusat secara rinci akan diatur dengan sebaik-baiknya.
Usul tersebut langsung ditolak oleh Soekarno karena bertentangan dengan bentuk negara
kesatuan yang sudah disahkan sehari sebelumnya. Puruboyo menerangkan bahwa banyak
kekuasaan sudah diserahkan Jepang kepada Kooti, sehingga jika diambil kembali dapat
menimbulkan keguncangan.
Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian Negara , Oto
Iskandardinata, dalam sidang itu menanggapi bahwa soal Kooti memang sangat sulit
dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih lanjut dan
16
menyerahkannya kepada beleid Presiden. Dengan dukungan Mohammad Hatta, Suroso,
Suryohamijoyo, dan Soepomo, kedudukan Kooti ditetapkan status quo sampai dengan
terbentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pada hari itu juga Soekarno
mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi kedua penguasa tahta Kesultanan
Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September
1945 setelah sikap resmi dari para penguasa monarki dikeluarkan.
Pada tanggal 1 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta
dibentuk dengan merombak keanggotaan Yogyakarta Kooti Hookookai. Pada hari yang
sama juga dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Usai terbentuknya KNID dan BKR,
Sultan HB IX mengadakan pembicaraan dengan Sri Paduka PA VIII dan Ki Hajar
Dewantoro serta tokoh lainnya. Setelah mengetahui sikap rakyat Yogyakarta terhadap
Proklamasi, barulah Sultan HB IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan
Amanat 5 September 1945.
Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia.Dekrit
integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai
monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang menunggu ditegakkannya
pemerintahan Nederland Indie setelah kekalahan Jepang. Dekrit semacam itu mengandung
risiko yang sangat besar. Seperti di daerah Sulawesi, Raja Kerajaan Luwu akhirnya terpaksa
meninggalkan istananya untuk pergi bergerilya melawan Sekutu dan NICA untuk
mempertahankan dekritnya mendukung Indonesia.
Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S.
Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, sehari sesudahnya Sultan HB IX dan Sri Paduka
PA VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945)
yang isinya menyerahkan kekuasaan Legislatif pada BP KNI Daerah Yogyakarta.
Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan memulai persatuan
kembali kedua kerajaan yang telah terpisah selama lebih dari 100 tahun. Sejak saat itu dekrit
kerajaan tidak dikeluarkan sendiri-sendiri oleh masing-masing penguasa monarki.
Selain itu dekrit tidak hanya ditandatangani oleh kedua penguasa monarki, melainkan juga
oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta yang dirangkap oleh Ketua KNI Daerah
Yogyakarta.
17
Seiring dengan berjalannya waktu, berkembang beberapa birokrasi pemerintahan (kekuasaan
eksekutif) yang saling tumpang tindih antara bekas Kantor Komisariat Tinggi (Kooti
Zimukyoku) sebagai wakil pemerintah Pusat, Paniradya (Departemen) Pemerintah Daerah
(Kerajaan) Yogyakarta, dan Badan Eksekutif bentukan KNID Yogyakarta.
Tumpang tindih itu menghasilkan benturan yang cukup keras di masyarakat dan
menyebabkan terganggunya persatuan. Oleh karena itu, pada 16 Februari 1946 dikeluarkan
Maklumat No. 11 yang berisi penggabungan seluruh birokrasi yang ada ke dalam satu
birokrasi Jawatan (Dinas) Pemerintah Daerah yang untuk sementara disebut dengan
Paniradya. Selain itu melalui Maklumat-maklumat No 7, 14, 15, 16, dan 17, monarki
Yogyakarta mengatur tata pemerintahan di tingkat kalurahan (sebutan pemerintah desa saat
itu).
3.3 Kesimpulan
Dari bacaan diatas dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta memiliki banyak sekali
tempat wisata yang unik dan mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat
yang indah. Dan semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena dengan
mengetahui tempat-tempat wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan menambah ilmu
pengetahuan. Dan tempat-tempat pariwisata yang ada di Yogyakarta itu sangat banyak, dan
kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya. agar menarik
para wisatawan untuk berlibur ke jogja.
Selain itu, kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-
budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trendy. tapi justru itu salah,kita harus tetap
menjaga budaya asli itu sendiri,agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk
berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di
Yogyakarta. walaupun banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat luas, para
wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
18
3.4. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan karya tulis
ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan
karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai manusia
biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi kita semua.
19