Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilu(kada) adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang dilaksanakan secara LUBER JURDIL.
Pemilu pada Pancasila tertulis pada sila keempat dimana tertulis untuk
mencapai keputusan dilakukan dengan musyawarah dan mufakat serta
adanya kesamaan hak bagi seluruh warga Negara Indonesia dalam
melaksanakan Pemilu. Berdasarkan UUD 1945, Pemilukada tercatat pada
Pasal 18 UUD 1945 ayat (4) yakni : “Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota dipilih secara demokratis”. a“Dipilih secara demokratis” = kepala
daerah dapat dipilih secara tidak langsung oleh DPRD (UU 22/1999)
atau dipilih secara langsung oleh rakyat (sebagaimana dianut oleh UU
32/2004), (Putusan MK dalam perkara No. 072-073/PUU-II/2004).
Sedangkan pada UU Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 56 tentang Perubahan
Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan :
1
2
1. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
2. Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
partai politik, gabungan partai politik atau perseorangan.
Dalam pemilihan kepala daerah untuk periode 2011 di Kota
Yogyakarta yang bersifat langsung, terlalu berlebihan jika ada seorang
bakal calon yang berani mengklaim bakal memenangi Pemilukada
sebelum pemungutan suara digelar. Meski didukung oleh partai pemenang
pemilu legislatif, hal tersebut bukanlah ukuran seorang calon bakal
memenangi pemilihan kepada daerah.
Sekarang ini, kondisi rakyat semakin cerdas dan pintar. Rakyat
juga cukup paham bahwa pilihan yang mereka tetapkan dalam pemilihan
kepala daerah nanti, akan ikut menentukan nasib mereka setidaknya
hingga lima tahun mendatang. Untuk itu, rakyat akan berpikir lebih
panjang sebelum menjatuhkan pilihan.
Namun yang pasti, pemilihan kepala daerah secara langsung adalah
pemilihan figur. Rakyat tidak memilih lambang partai tetapi langsung
memilih figur atau sosok calon walikota dan wakil walikota mereka. Calon
kepala daerah yang mendapat dukungan suara paling banyak, maka dia
yang akan terpilih menjadi kepala daerah. Pada mekanisme pemilihan
seperti ini, satu suara dari rakyat akan sangat berarti.
3
Tentu banyak faktor yang mempengaruhi aspirasi masyarakat
dalam menentukan pilihan. Satu hal yang pasti, rakyat akan memilih calon
yang mereka kenal, baik mengenal secara pribadi, mengenali perilaku sang
calon maupun mengenali visi dan misi sang calon. Faktor lain adalah
rakyat akan mencari persamaan dari sang calon sehingga mereka
mempunyai rasa yang sama sebagai alasan mereka dalam menentukan
pilihan ketika akan mencoblos di bilik suara nanti.
Atas pertimbangan di atas, satu hal yang harus dan mutlak
dilakukan oleh calon atau bakal calon agar mendapat dukungan dari rakyat
adalah lebih mendekatkan diri kepada rakyat. Kemudian, melakukan
politik pencitraan sehingga rakyat bisa mengenal dan lebih mengetahui
karakter calon Walikota dan Wakil Walikota mereka.
Hal lain yang juga mutlak harus dilakukan adalah membangun tim
kampanye yang solid. Tim kampanye tersebut juga harus terkoordinasi
secara baik sehingga setiap ada persoalan bisa segera diselesaikan. Tim
kampanye harus sudah bergerak jauh sebelum masa kampanye dimulai
untuk mendeteksi kekurangan-kekurangan yang mesti diperbaiki.
Tak bisa dipungkiri, dewasa ini peran media massa semakin besar.
Media massa, baik cetak maupun elektronik punya kekuatan yang besar
untuk mengarahkan, menjadi pedoman sekaligus membentuk opini
masyarakat. Media massa, juga bisa menjadi alat penghibur sekaligus
media komunikasi serta meningkatkan citra seseroang di mata masyarakat.
4
Selain itu populartias seseorang bisa tiba-tiba melejit karena sering
muncul di media. Namun, citra seseorang juga bisa jatuh di mata rakyat
dalam waktu sekejap karena pemberitaan media.
Siapa yang menguasai informasi akan menguasai dunia, realita itu
semakin terbukti dan berlaku dalam setiap sisi kehidupan termasuk dalam
dunia politik. Presiden Amerika Serikat Barack Obama, bisa memenangi
pemilihan presiden tahun 2008 kemarin, salah satu faktor utamanya adalah
dukungan besar dari media. Lewat jejaring sosial seperti facebook, twitter
dan website, Obama mampu menggalang dukungan dari rakyat secara
signifikan.
Melihat besarnya peran media, maka merupakan langkah yang
tepat jika pasangan bakal calon Walikota dan wakil Walikota atau tim
pendukungnya, juga menggalang dukungan masyarakat lewat media.
Selain memanfaatkan media konvensional yang ada, membangun karakter
dan pencitraan dalam menggalang dukungan, juga cukup efektif dan
efisien dengan cara mempolulerkan karakter calon secara khusus melalui
media.
Marketing politik dapat memperbaiki kualitas hubungan antara kontestan dengan pemilih. Pemilih adalah pihak yang harus dimengerti, dipahami dan dicarikan jalan pemecahan dari setiap permasalahan yang dihadapi. Marketing politik meletakkan bahwa pemilih adalah subjek, bukan objek manipulasi dan eksploitasi. Marketing politik tidak menentukan kemenangan sebuah partai politik atau kandidat tertentu, melainkan hanyalah sebuah metode dan peralatan bagi partai politik atau calon perseorangan untuk melakukan pendekatan kepada publik.1
1 Firmansyah, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Buku Obor, Jakarta, 2007, hal. 311
5
Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 merupakan pemilihan kepala
daerah yang dipilih secara langsung dan tanpa gejolak fisik yang berarti
sejak tahun 2006 silam. Hal ini merupakan suatu pencapaian yang luar
biasa dibandingkan dengan Pemilukada di beberapa daerah yang selalu
muncul dinamika politik hingga gejolak sosial secara fisik, bahkan dalam
banyak kasus sampai harus diselesaikan pada tingkat Mahkamah
Konstitusi (MK).
Sebenarnya Pemilihan Kepala Daerah hanyalah sebagian kecil dari proses demokrasi di daerah. Hiruk Pikuk Pilkada hanya berlangsung kurang dari tiga bulan, dan hanya memberikan ruang partisipasi yang sangat terbatas dalam proses pemberian suara (votes) saja. Sementara itu, ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas dan lebih langsung dalam politik terdapat pada rentang antar Pilkada selama lebih dari lima puluh bulan. Memperkuat demokrasi adalah memperkuat peran masyarakat dalam pemerintahan sehari-hari. Dalam konteks ini, Pilkada bukanlah segala-galanya dalam praktik demokrasi di daerah.2
Adapun peserta yang berhak untuk mencalonkan diri menjadi bakal
calon walikota dan wakil walikota dalam pemilukada adalah :
1. Pasangan calon walikota dan wakil walikota yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan
sebagai satu kesatuan; dan/atau
2. Pasangan calon perseorangan walikota dan wakil walikota yang
didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi persyaratan
secara berpasangan sebagai satu kesatuan.
2 Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta, Gempa Bumi Ke Gempa Politik, Perjalanan Pilkada Kota Yogyakarta 2006, Yogyakarta, hal. 157.
6
Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan
bakal pasangan calon, apabila memenuhi persyaratan :
1. Memperoleh kursi pada pemilu Anggota DPRD Tahun 2009
paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD
yang bersangkutan; atau
2. Memperoleh suara sah pada pemilu anggota DPRD tahun 2009
paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.
Tabel 1.1Komposisi Perolehan Suara & Kursi Parpol
Di Kota Yogyakarta
No PARPOL ∑ KURSI ∑ SUARA KET.
1 PDI-P 11 (27,5%) 47.414 (23%) Mandiri
2 DEMOKRAT 10 (25%) 45.620 (22%) Mandiri
3 PAN 5 (12,5%) 26.828 (13%) Bergabung
4 PKS 5 (12,5%) 21.546 (10,5%) Bergabung
5 GOLKAR 5 (12,5%) 15.868 (7,8%) Bergabung
6 PPP 2 (5%) 13.777 (6,7%) Bergabung
7 GERINDRA 2 (5%) 8.788 (4%) Bergabung
8 Parpol Lainnya 0 24.368 (12%) Bergabung
JUMLAH 40 (100%) 204.209 (100%)
Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011.
Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta tahun 2011 meloloskan
tiga pasangan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota. Ketiganya
dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai Berita Acara rapat pleno tentang
7
penetapan nama-nama bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil
Walikota yang telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peserta
dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota
Yogyakarta tahun 2011 nomor 315/BA/VIII/2011 yang dilakukan KPU
Kota Yogyakarta pada Senin tanggal 8 Agustus 2011.
Tanggal 25 September 2011 Kota Yogyakarta menyelenggarakan
Pemilukada untuk memilih walikota dan wakil walikota yang baru, dengan
jumlah DPT 322.872 jiwa (Sumber : KPU Kota Yogyakarta, 2011) dan
tiga pasang calon (paslon) maju untuk memperebutkan kursi walikota dan
wakil walikota.
Tiga calon pasangan tersebut yakni :
1. Zuhrif Hudaya – Aulia Reza Bastian
2. Ahmad Hanafi Rais – Tri Harjun Isnaji
3. Haryadi Suyuti – Imam Priyono
Dalam prosesnya, masyarakat mempunyai kekuasaan mutlak
dalam pengambilan keputusan untuk memilih siapa yang akan menjadi
walikota dan wakil-walikota dan sudah tidak lagi didelegasikan oleh
partai, bahkan calon perseorangan / independen pun berhak untuk
mencalonkan diri, meskipun dengan syarat yang cukup berat.
Beberapa syarat untuk pengajuan bakal calon perseorangan :
1. Syarat dukungan
Kota berpenduduk > 250.000 – 500.000 jiwa sebesar 5%
Kota berpenduduk > 500.000 – 1.000.000 jiwa sebesar 4%
8
2. Jumlah dukungan harus tersebar di lebih dari 50% (lima puluh per
seratus) jumlah kecamatan.
3. Dukungan dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai
dengan fotokopi KTP atau dokumen kependudukan lainnya seperti
Kartu Keluarga dan Pasport yang masih berlaku sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan kata lain bila ada calon perseorangan yang maju di
Pemilukada Yogyakarta harus memenuhi jumlah minimal dukungan bakal
pasangan calon perseorangan, yakni :
1. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta per 25 Maret 2011 sebanyak
430.735
2. Persentase minimal dukungan adalah 5%
3. Jumlah minimal dukungan 21.537
Secara keseluruhan pelaksanakaan Pemilukada Kota Yogyakarta
2011 dapat berjalan lancar dan tertib tidak adanya bentrokan antar
pendukung, meskipun beberapa kali sempat terjadi insiden perusakan
atribut pemenangan paslon oleh pendukung paslon lain beberapa kali
sempat terjadi, namun secara umum situasi tetap normal sampai
pelaksanaan Pemilukada berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Berbagai poster, spanduk, baliho saat itu banyak menghiasi di
berbagai tempat di kota Yogyakarta. Ketiga pasangan berupaya keras
memperebutkan hati pemilih yang telah terdaftar sebagai daftar pemilih
tetap (DPT).
9
Tiga pasang kontestan, berikut sekaligus pembacaan terhadap pesan-pesan simbolisnya:
1. Muhammad Zuhrif Hudaya, S.T. dan Drs. Aulia Reza Bastian, M.Hum. (ZULIA)
Pasangan dengan visi “Kampung Jogja kampung sejahtera, yaitu kampung cerdas yang mampu menjadi sekolah bagi individu dan keluarga, memiliki daya tarik wisata, kondusif terhadap pertumbuhan industri rumah tangga, dengan lingkungan hijau yang senantiasa terjaga ” ini memang sangat gencar menyuarakan jargon “Mbangun Kampung”. Tentang jargon “Mbangun Kampung”, ZULIA menjadi satu-satunya paslon melakukan berdasar representasi dari program unggulannya. Mereka tidak larut dalam persaingan dua pasangan lain yang berebut “warisan kesuksesan” walikota sebelumnya serta isu pro penetapan (sekalipun ada juga alat peraga kampanye bertuliskan “pro penetapan”
2. Ahmad Hanafi Rais, S.IP., M.PP. dan Ir. Tri Harjun Ismaji, M.Sc. (FITRI)
Sedangkan visi lengkapnya adalah “Membangun Yogyakarta sebagai kota kreatif untuk mengembangkan mutu pendidikan, pariwisata, dan kesejahteraan warga yang didukung oleh penataan dan pembangunan kota dan kampung yang semakin nyaman huni”. Secara lisan FITRI hampir tak pernah mensosialisasikan visi mereka. Yang banyak muncul hanyalah klaim sebagai penerus walikota sebelumnya, Herry Zudianto, dan pernyataan pro penetapan.
3. Drs. H Haryadi Suyuti dan Imam Priyono D Putranto, S.E., M.Si. (HATI)
Pasangan ini mengusung visi “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai kota Pendidikan berkualitas dan Inklusif, Pariwisata berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang berwawasan lingkungan dan ekonomi kerakyatan”. HATI mengangkat pesan simbolik demikian karena pasangan ini didukung oleh mayoritas kerabat Kraton seperti GBPH Prabukusuma, GKR Pembayun, dan nama-nama lainnya. Maka tak mengherankan nama-nama tersebut dieksploitasi menjadi pendukung dalam alat peraga kampanyenya. Bahkan, GBPH Prabukusuma menjadi salah satu juru kampanyenya. Lebih lanjut, hal tersebut dapat
10
pula menjadi pesan bahwa pasangan ini adalah yang paling pro penetapan.3
Pasangan nomor urut 1 adalah kader Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Zuhrif Hudaya bersama wakilnya, Aulia Reza Bastian. Bakal calon
wali kota yang telah ditinggal Gerindra ini diusung PKS, Partai Hati
Nurani Rakyat, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Karya Peduli
Bangsa, dan Partai Republikan Nusantara.
Pasangan nomor urut 2 adalah Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji,
yang saat itu menjabat sebagi Sekretaris Daerah Provinsi DIY. Hanafi dan
Tri Harjun diusung empat partai besar dan sembilan partai yang tergabung
dalam Koalisi Mataram. Keempat partai pengusung Hanafi-Tri Harjun
adalah Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat
Nasional, dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Adapun sembilan partai
yang tergabung dalam Koalisi Mataram adalah Partai Bulan Bintang,
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Damai Sejahtera, Partai Demokrasi
Kebangsaan, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai Peduli Rakyat
Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Demokrasi
Pembaruan, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama.
Pasangan nomor urut 3 adalah, Wakil Wali Kota Yogyakarta,
Haryadi Suyuti, yang berpasangan dengan Imam Priyono. Pasangan ini
didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar.
3 Pro Penetapan dan Kampanye Pemilukada Jogja, Kompasiana, 27 September 2011
11
Tabel 1.2Kalkulasi Suara Koalisi Partai PolitikPemilukada Kota Yogyakarta 2011
Nama Pasangan ParpolPendukung ∑ KURSI
1M. Zuhrif Hudaya
&Aulia reza
Bastian
1 PKS 5 (12,5%)
2 Gerindra 2 (5%)
JUMLAH 7 (17,5%)
2Hanafi Rais
&Tri Harjun Ismaji
1 Demokrat 10 (25%)
2 PAN 5 (12,5%)
3 PPP 2 (5%)
4 Parpol Lain -
JUMLAH 17 (42,5%)
3Haryadi Suyuti
&Imam Priyono
1 Golkar 5 (12,5%)
2 PDI-P 11 (27,5%)
JUMLAH 16 (40%)
Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011.
Dalam Pemilukada Kota Yogyakarta 2011, isu Keistimewaan
Yogyakarta, merupakan bahan utama yang dalam Pemilukada yang
diselenggarakan di Kota Yogyakarta. Pemilukada Walikota Yogyakarta
kali ini digelar dalam kondisi semakin rumitnya pembahasan RUU
Keistimewaan Yogyakarta. Dalam situasi ini, sebagian besar kandidat
Walikota Yogya menyatakan dirinya pro-keistimewaan (pro-penetapan).
Masalah RUUK Yogyakarta semakin tak menentu, kemungkinan besar
bakal berhenti dan berkonsekuensi perpanjangan lagi masa jabatan
Gubernur DIY yang akan habis pada bulan Oktober. Masyarakat
Yogyakarta yang sudah sekian lama menanti kejelasan UUK Yogyakarta
tentu berharap akan kejelasannya.
12
Isu-isu inilah yang dibidik beberapa kandidat dalam Pemilukada
Walikota Yogyakarta. Mereka jelas-jelas mengangkat isu keistimewaan
Yogyakarta dengan menegaskan diri mereka pro ”penetapan”. Dengan
demikian, soal keistimewaan Yogya sesungguhnya telah menjadi
komoditas dalam pesta demokrasi sekarang ini.
Namun yang jelas, masyarakat Yogyakarta yang berpendidikan
pastilah bisa membaca bahwa demokrasi prosedural senantiasa sarat
dengan kepentingan politik. Dengan demikian, pengusungan isu
keistimewaan (“penetapan”) oleh para kandidat itu pun pasti juga sarat
dengan kepentingan politik masing-masing.
Terlepas incumbent lain yang secara politis mendukung pasangan
Hanafi Rais dan Tri Harjun, sudah tentu hal ini menjadikan popularitas
pasangan lain menurun. Namun satu hal lagi yang harus digaris bawahi
bahwa pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono (HATI) adalah salah satu
paslon yang mempunyai pandangan cukup jelas dan tegas terhadap
keistimewaan yogyakarta yang saat masa Pemilukada berlangsung menjadi
isu aktual di masyarakat, dan menurut mereka bahwa keistimewaan
Yogyakarta tidak akan ada artinya apa-apa tanpa ada penetapan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta berhasil
penetapkan calon walikota dan wakil walikota periode 2011-2016.
Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara pasangan
Haryadi Suyuti - Imam Priyono berhasil memenangkan pemilukada Kota
Yogyakarta tahun 2011.
13
Sidang pleno penetapan calon walikota dan calon wakil walikota
terpilih, dan dihadiri langsung oleh ketiga pasangan calon yakni pasangan
nomor 1, Zuhrif Hudaya - Aulia Reza Bastian, nomor 2, Ahmad Hanafi
Rais - Tri Harjun Ismaji dan nomor 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono.
Sebelum ditetapkan dan dibacakan hasil rekapitulasi perolehan
suara secara keseluruhan yang telah dilakukan, total jumlah suara sah
sebanyak 200.726 suara. Sedangkan suara tidak sah 8.017 suara.
Jumlah pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di KPU
Sebanyak 322.872. Pasangan nomer urut 1, Zuhrif Hudaya-Aulia Reza
Bastian memperoleh 19.557 suara atau 9,7 persen. Pasangan nomer 2,
Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji memperoleh 84.122 suara atau 41,9 persen.
Pasangan nomer 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono memperoleh 97.074
suara atau 48,3 persen. Karena ada dua pasang calon yang mendapatkan
suara di atas 30 persen, maka pemilukada hanya satu putaran.
14
Tabel 1.3Perhitungan Suara Pemilukada Kota Yogyakarta 2011
No Kecamatan JumlahTPS
Zuhrif Hudaya -Aulia Reza
Bastian
Hanafi Rais - Tri Harjun
IsmajiHaryadi Suyuti -Imam Priyono
JumlahSuaraSah
1 DANUREJAN 51 1.172(10,73%)
4.399(40,48%)
5.351(48,99%) 10.922
2 GEDONGTENGEN 47 896(8,45%)
3.391(31,98%)
6.315(59,56%) 10.602
3 GONDOKUSUMAN 89 1.555(7,94%)
6.760(34,53%)
11.261(57,52%) 19.576
4 GONDOMANAN 32 445(5,9%)
2.973(39,45%)
4.118(54,64%) 7.536
5 JETIS 58 887(6,78%)
4.919(37.58%)
7.285(55,65%) 13.091
6 KOTAGEDE 59 2.363(14,65%)
7.803(48,38%)
5.963(36,97%) 16.129
7 KRATON 48 666(5,98%)
4.369(39,23%)
6.102(54,79%) 11.137
8 MANTRIJERON 72 1.483(8,43%)
7.823(44,47%)
8.284(47,09%) 17.590
9 MERGANGSAN 67 1.190(7,57%)
6.778(43,11%)
7.755(49,32%) 15.723
10 NGAMPILAN 36 1.103(11,51%)
4.213(43,94%)
4.271(44,55%) 9.587
11 PAKUALAMAN 24 372(6,77%)
2.042(37,17%)
3.079(56,05%) 5.493
12 TEGALREJO 72 2.076(11,55%)
7.696(42,83%)
8.195(45,61%) 17.967
13 UMBULHARJO 130 4.561(14,35%)
14.771(46,48%)
12.447(39,17%) 31.779
14 WIROBRAJAN 53 1.069(8,08%)
5.622(42,50%)
6.536(49,41%) 13.227
TOTAL SUARA 19.557(9,7%)
84.122(41,9%)
97.074(48,39%) 200.726
Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011.
Secara langsung atau tidak langsung, kepemimpinan Walikota
Yogyakarta jelas akan mempengaruhi nasib dan masa depan keistimewaan
Yogyakarta. Karena itu rakyat berharap supaya visi keistimewaan para
kandidat itu jangan sekadar menjadi taktik kampanye untuk merebut
dukungan, namun menjadi komitmen kenegarawanan yang benar-benar
bias dipertanggung jawabkan. Ditengah persaingan ketat para paslon sekali
lagi pemasaran politik merupakan elemen penentu kemenangan, karena itu
15
masing-masing calon menyiapkan strategi pemasaran politik untuk
memenangkan pertarungan. Melihat kompetisi yang terjadi dalam
pemilihan kepala daerah, maka bagaimana strategi pemasaran politik salah
satu paslon sehingga bisa memenangkan Pemilukada Yogyakarta tahun
2011 dan paslon tersebut adalah Haryadi Suyuti – Imam Priyono (HATI)
yang akan dikaji lebih jauh dalam penelitian ini.
Mengapa Haryadi Suyuti dan Imam Priyono? Terkait dengan isu
aktual di masyarakat yaitu masalah keistimewaan, pasangan ini
mempunyai pandangan yang jelas dan tegas. Bagi mereka, keistimewaan
Yogyakarta tidak akan ada artinya apa-apa tanpa ada penetapan. Mereka
menyatakan sebagai masyarakat Yogyakarta dan memahami sejarah
panjang Yogyakarta serta jasa para pendahulu, maka penetapan Sri Sultan
sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai wakil Gubernur, merupakan
sesuatu yang tidak dapat ditawar. Jadi menurut pasangan Haryadi Suyuti
dan Imam Priyono, keistimewaan sama halnya dengan penetapan. Hal ini
tercermin salah satunya dengan mengenakan pakaian adat Jawa (Blangkon
& Surjan) di setiap sesi jadwal kampanye yang mereka lakukan maupun
foto-foto yang terpampang di media. Selain itu dengan menggandeng
kerabat Kraton untuk menjadi bagian dari Tim Sukses mereka merupakan
langkah yang tepat dalam upayanya memenangkan Pemilukada.
Selain itu dalam visinya yang akan mewujudkan Kota Yogyakarta
sebagai kota pendidikan berkualitas dan inklusif, pariwisata berbasis
budaya dan pusat pelayanan jasa yang berwawasan lingkungan dan
16
ekonomi kerakyatan. Dan misi pasangan ini adalah memperkuat dan
mengembangkan keterpaduan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan,
kota pariwisata, kota budaya dan kota perjuangan.
Pasangan ini juga berjanji, akan meningkatkan kinerja birokrasi
berdasarkan paradigma pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Layanan
KMS juga akan ditingkatkan melalui perbaikan mekanisme, prosedur
penetapan, dan layanan yang diberikan. Pemberantasan korupsi
menurutnya juga juga menjadi misi utamanya. Jaminan pelayanan publik
tanpa komersialisasi juga sesuatu yang akan diperjuangkan.
Apapun bentuk dan upaya dalam memenangkan Pemiluklada,
setiap kandidat harus bisa mengoptimalkan cara agar rakyat mendukung
dan memilihnya pada saat pemilukada. Dalam kondisi penuh kompetisi
inilah pendekatan pemasaran sangat diperlukan untuk memenangkan
persaingan.
“Political marketing adalah serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada para pemilih. Tujuannya membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi, dan perilaku pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan adalah ekspresi mendukung dengan berbagai dimensinya, khususnya menjatuhkan pilihan pada partai atau kandidat tertentu.”4
Kemenangan pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada
Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011 melahirkan pertanyaan besar,
yaitu bagaimanakah strategi pemasaran politik yang dilakukan sehingga
dapat memenangkan suara sebanyak itu. Keberhasilan Haryadi Suyuti –
4 Adman Nursal, Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 23
17
Imam Priyono memperoleh suara terbanyak Pemilukada Kota Yogyakarta
tahun 2011 menunjukkan keberhasilan sebuah strategi pemasaran politik
serta keberhasilan komunikasi politik yang dibangun. Keberhasilan
komunikasi politik disini yaitu bagaimana upaya komunikasi politik
membangun image politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono secara positif
telah berhasil. Image politik yang bagus akan memberikan efek positif
terhadap pemilih guna memberikan suaranya dalam Pemilukada. Image
politik sebagai suatu strategi positioning dapat menjadi satu sumber
penentu kemenangan.
Menarik kemudian melihat bagaimana strategi pemasaran politik
Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam Pemilukada Kota Yogyakarta
tahun 2011 untuk kemudian Bagaimana gambaran penerapan pemasaran
politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota Yogyakarta
tahun 2011, dan tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap bagaimana
strategi pemasaran politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam
Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011. Karena di balik sebuah
kemenangan, ada sebuah rahasia besar tentang bagaimana kemenangan ini
dapat diraih.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
18
1. Bagaimana strategi pemasaran politik tim sukses pasangan
Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota
Yogyakarta tahun 2011?
2. Faktor apa saja yang menentukan keberhasilan pasangan
Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam memenangkan
Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yang ingin dicapai adalah
a) Untuk mengetahui strategi pemasaran politik pasangan
Haryadi Suyti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota
Yogyakarta tahun 2011.
3. Untuk mengetahui faktor – factor penghambat dan
pendukung yang mempengaruhi keberhasilan pasangan
Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam memenangkan
Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011.
2. Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Teoritik
Secara teoritis manfaat dari penelitian ini berfungsi untuk
memberikan pembelajaran atau kajian ilmiah dan edukasi
berpolitik bagi masyarakat bahwa pemasaran / marketing
19
politik memiliki peran yang sangat besar dalam
menentukan proses demokratisasi.
b. Praktis
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan
memperkaya referensi dalam kajian pemasaran politik bagi
pihak – pihak yang membutuhkan.
D. Kerangka Dasar Teori
Adapun kerangka dasar teori dalam penelitian ini mencakup :
1. Pemilu / Pemilukada
Landasan hukum dalam pelaksanaan kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung tertuang dalam Undang-Undang No.32 Tahun
2004 dan PP No. 6 Tahun 2006. Dalam PP No. 6 Tahun 2006 pasal 1
ayat 1 menyebutkan, pemilihan kepala daerahdan wakil kepala daerah
yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan atau kabupaten/kota
berdasarkan Panasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah secara
langsung yang dilakukan oleh rakyat di daerah merupakan suatu proses
pembelajaran politik. Dengan adanya pemilihan langsung kepala
Daerah dan Wakil kepala Daerah diharapkan akan terciptanya
20
kehidupan berpolitik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab.
Tujuan utama dari adanya Pilkada langsung itu sendiri adalah
penguatan masyarakat dalam rangka peningkatan kapasitas demokrasi
ditingkat lokal dan peningkatan harga diri masyarakat yang sudah
sekian lama dimarginalkan.
Menurut Joko Prihatmoko, Pilkada Langsunh berarti
mengembalikan “hak-hak dasar” masysrakat di daerah dengan
memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen lokal
secara demokratis. Dalam Konteks ini, negara memberikan kesempatan
kepada masyarakat di daerah untuk menentukan sendiri pemimpin
mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang
menyangkut harkat hidup rakyat di daerah5.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 pasal 56 ayat 1 menyebutkan,
Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
a) Langsung
Rakyat yang berkedudukan di daerah sebagai pemilih
mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung
dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara
b) Umum
5 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem, Problem Penerapan di Indonesia, Pustaka Pelajar dengan LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang, Yogyakarta, 2005, hlm.21
21
Seluruh warga negara berhak menggunakan hak memilihnya
apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 maupun PP No.6 Tahun
2005. Bersifat umum mengandung makna menjamin
kesempatan seluas-luasnya bagi warga negara tanpa
memandang perbedaan.
c) Bebas
Setiap negara yang ditetapkan sebagai pemilik berhak
menentukan pilihannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
d) Rahasia
Dalam menentukan pilihannya pemilih dijamin tidak akan
diketahui pilihannya oleh siapapun
e) Jujur
Dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah, pasangan calon, aparat pemerintah, partai
politik, pengawas pemilihan, pelaksana pemilihan dan pihak-
pihak terkait lainnya harus bersikap jujur.
f) Adil
Dalam hal ini, penyelenggara pemilihan dan pihak-ihak terkait
harus bersikap adil terhadap pemilih dan pasangan calon.
Dalam pengajuan pasangan calon kepada KPUD (Komisi
Pemilihan Umum Daerah) syaratnya adalah partai politik atau
gabungan parta politik dapat mendaftarkan pasangan calon
22
apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya
15% dari jumlah ]kursi DPRD atau 15% dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan Umum anggita DPRD di
daerah yang bersangkutan.
Syarat calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah :6
a) Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
b) Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
Dasar Republik Tahun 1945, dan Kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta Pemerintah.
c) Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat
atas atau sederajat.
d) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
e) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan menyeluruh dari tim dokter.
f) Tidak pernah dijatuhi tindak pidana penjara berdasarkan
putusan pengasilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih.
g) Tidak dicatut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
h) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerah
lainnya.
6 Pasal 58 UU No.2 Tahun 2004 op.cit hlm 58-59
23
i) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk
diumumkan.
j) Tidak memiliki utang secara perseorangan atau secara badan
hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan
keuangan negara
k) Tidak dinyatakan sedang pailit berdasarkan putusan pengadilan
yang telat memperoleh kekuatan hukum tetap.
l) Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
m) Memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) atau yang belum
mempunyai NPWP wajib menyertakan bukti pembayaran
pajak.
n) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antar
lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung,
suami atau istri.
o) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil
kepala daerah selam 2 kali massa jabatan dalam jabatan yang
sama.
p) Tidak dalam status sebagai pejabat kepala daerah.
2. Kampanye Politik
Pada PP No. 6 Tahun 2006 tentang pemilihan, pengesahan,
pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang menyebutkan, “Kampanye merupakan bagian dari penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Daerah adanya
kampanye masing-masing kandidat dapat menyampaikan visi-misi tentang
24
program-program yang akan diajukan apabila terpilih menjadi Kepala
daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selain itu dengan adanya kampanye
dapat dijadikan sarana sosialisasi pasangan calon kepada masyarakat
umum.
Kampanye politik adalah kegiatan individual atau kelompok
mempengaruhi individu atau kelompok lain agar mau memberikan
dukungan (dalam bentuk suara) kepada mereka dalam satu pemilihan.
Kampanye berusaha membentuk tingkah laku kolektif agar masyarakat
lebih mudah digerakkan untuk mencapai satu tujuan7.
Menurut Sudiharto Djiwandono kampanye politik dalam rangka
pemilihan merupakan kesempatan bagi para kontestan guna menanamkan
pengaruh dan simpati dikalangan masyarakat dengan menjelaskan
program-program perjuangan politiknya bagi kepentingan bangsa dan
negara, sehingga dengan demikian masing-masing kontestan berusaha
meraih suara sebanyak-banyaknya pada saat pemungutan suara8.
Setiap kampanye politik memerlukan pimpinan untuk
menggerakkan sumberdaya dan warga sukarela untuk memilih calon.
Pimpinan harus membantu mengorganisir dan mengaktifkan panitia yang
terdiri dari para pendukung dan pengumpul dana sukarela. Ia juga harus
membimbing dan menasehati sang calon, menganalisa masalah dan
menyusun strategi.
Kegiatan kampanye harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Efektif adalah melaksnakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya agar
7 Riswanda Imawan, membedah Politik Orde Baru, PustakaPelajar, Yogyakarta, 1977, hlm.1438 Dalam Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1989 hlm 100
25
memenangkan pemilihan. Sedangkan efisien adalah pemanfaatan sumber-
sumber yang tersedia secara sebaik-baiknya untuk memenangkan
pemilihan.
Kampanye politik mengambil bentuk dan memperoleh makna bagi
pemberi suara melalui komunikasi. Keterlibatan pemberi suara tidaklah
dibatasi, baik dalam mendaftarkan atribut dan sikap yang tetap maupun
dalam menggapai imbauan kanpanye yang ditetapkan sebelumnya.
Keterlibatan aktif menyangkup orang yang meninterpretasikan peristiwa,
isu, partai, dan personel. Dengan demikian menetapkan dan menyusun
maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan9.
Kampanye Politik adalah penciptaan, penciptaan ulang, dan
pengalihan lambang signifikan secara berkesinambungan melalui
komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif yang melakukan
kampanye dan pemberi suara. Yang melakukan kampanye berusaha
mengatur kesan pemberi suara tentang mereka dengan mengungkapkan
lembang-lambang yang oleh mereka diharapkan akan menghimbau para
pemilih10.
Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat 4 teknik kampanye yakni :
a) Kampanye pintu ke pintu
Kampanye ini dilakukan dengan cara kandidat atau pasangan
calon mendatangi langsung para pemilih menanyai permasalah-
permasalan yang mereka hadapi
b) Diskusi kelompok
9 Dan Nimmo, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm 17210 Ibid
26
Ini dilakuak dengan membentuk kelompok diskusi kecil yang
membicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Teknik ini memungkinkan anggota masyarakat
terlibat langsung dengan persoalan dan usahauntuk
memecahkan masalah masyarakat bersama pasangan calon.
c) Kampanye massa langsung
Dilakuakn dengan cara melakukan aktivitas yang dapat
menarik perhatian massa seperti pawai, peresmian proyek,
lomba kreatovotas dan lain-lain.
d) Kampanye massa tidak langsung
Dilakukan dengan cara seperti melakukan dialog di TV, Radio,
ataupun memasang ilan di berbagai media cetak.
Menurut PP No.6 Tahun 2005 pasal 56, kampanye dapat dilakuka melalui:
a) Pertemuan terbatas.
b) Tatap muka dan dialog
c) Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik.
d) Penyiaran melalui radio dan TV.
e) Pemasangan alat Peraga di tempat umum.
f) Rapat Umum.
g) Debat publik atau debat antar calon dan atau kegiatan yang
melanggar peraturan perundang-undangan.
Selain itu, adapun hal-hal yang dilarang dalam pelaksanaan kampanye
adalah :
a) Mempersoalkan dasar negara Pancasial dan pembukaan
Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
27
b) Menghina seseoran, agama, suku, ras, golongan, calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah lain dan partai politik.
c) Menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan,
dan kelompok masyarakat.
d) Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan,
kelompok masyarakat dan partai politik.
e) Mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum.
f) Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk
mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang syah.
g) Merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye pasangan
calon lainnya.
h) Menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
i) Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan utnuk
kampanye.
j) Melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan denga
berjalan kaki dan dengan kendaraan di jalan raya.
Pelaksanaan kampanye politik memenrlukan penggunaan rencana
kampanye dan konsep kampanye secara total. Yang terpenting dalam
persiapan kampanye adalah perumusan kampanye itu sendiri. Untuk
melaksanakn rencana kampanye harus ada ide yang melandasinya, yaitu
harus ada formasi awal dari organisasi kampanye , yang terdiri atas politikus
yang berpengalaman (baik pejabat pemerintah maupun pimpinan partai),
juru kampanye profesional (termasuk jhenis personil dari manajer
28
kampanye dan konsultan sampai specialis dalam polling opini publik),
merencanakan pesan iklan, mengumpulkan data, membuat iklan media
massa, menulis naskah untuk berorasi dan melatih pasangan calon dalam
penampilan didepan umum serta mencari sukarelawan dari kalangan
warga11.
Rencana Kampanye harus merinci bagaimana dan harus
dikumpulkan dan digunakan. Perpaduan segi-segi kampanye yang
menangani ide, organisasi, pengangguran, dan unsur-unsur komunikasi ini
tidak selalu merupakan hasil perenanaan awal yang rasional.
3. Strategi Pemasaran Politik
Konsep pemasaran mengalami pergeseran perspektif dari orientasi
internal perusahaan (internal oriented) ke orientasi pasar (market
oriented). Perusahaan atau produsen saat ini tidak cukup hanya sekedar
berorientasi pada produk, tapi juga harus mempehitungkan kondisi pasar
yang dihadapi. Dalam orientasi pasar terdapat dua hal yang harus
diperhatikan, yaitu : orientasi pada konsumen (customer oriented) dan
orientasi pada pesaing (competitor oriented).
Konsep market oriented yang digunakan dalam pemasaran politik
bukan berarti bahwa partai politik atau kandidat harus sepenuhnya
memenuhi apa keinginan pasar. Karena masing-masing partai politik juga
memiliki ideologi dan aliran pemikiran yang menjadi ciri khasnya.
Yang ditawarkan dari pandangan pro dan kontra pemasaran politik
adalah bahwa pemasaran politik berbeda dengan pemasaran komersial
11 Dab Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator Pesan dan Media, PT Remaja Rosda Karya, Bandung 1989 hlm 219
29
yang menjual partai atau kandidat kepada pemilih sebagai proses
transaksional. Pemasaran politik memerlukan berbagai pendekatan
keilmuan dan bersifat khas dibandingkan konsep pemasaran dalam ilmu
ekonomi manajemen, karena produk politik sangat berbeda dengan produk
komersial baik ditinjau dari karakteristik produk maupun karakteristik
konsumen. Pemasaran politik memiliki dimensi yang lebih luas dan
menjadi lebih kompleks.
Firmanzah dalam bukunya, Marketing Politik: Antara Pemahaman
dan Realitas, mengatakan bahwa hal penting yang ingin disampaikan
dalam konsep pemasaran politik adalah:
1) Pemasaran politik menempatkan pemilih sebagai subyek, bukan obyek dari partai politik atau kandidat.
2) Pemasaran politik menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi masing-masing partai atau kandidat.
3) Pemasaran politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih, sehingga dari sini akan terbangun kepercayaan untuk selanjutnya memperoleh dukungan suara mereka.
Pada dasarnya pemasaran politik adalah strategi kampanye politik
untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para
pemilih. Serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para
pemilih menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk
memilih kontestan tertentu. Makna politis inilah yang menjadi output
penting dari pemasaran politik.
Pemasaran politik disini merupakan konsep yang menawarkan
bagaimana sebuah partai politik atau kontestan bisa membuat program
30
yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Pemasaran politik
merupakan konsep yang permanen yang harus dilakukan secara terus
menerus oleh partai politik atau kandidat dalam membangun kepercayaan
dan image politik. Membangun kepercayaan politik dan image ini hanya
bisa dilakukan melalui hubungan jangka panjang antara partai politik atau
kandidat dengan pemilih, tidak sekedar pada masa kampanye pemilu saja.
Dengan demikian, pemasaran politik memiliki beberapa fungsi bagi partai politik, yaitu:1) Menganalisa posisi pasar, yakni untuk memetakan persepsi
dan preferensi pemilih, baik konstituen maupun non-konstituen, terhadap kontestan pemilu.
2) Menetapkan tujuan obyektif kampanye, marketing effort, dan pengalokasian sumber daya.
3) Mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif-alternatif strategi.
4) Mengimplementasikan strategi untuk membidik segmen-segmen tertentu yang disasar berdasarkan sumberdaya yang ada.
5) Memantau dan mengendalikan penerapan strategi untuk mencapai sasaran obyektif yang telah ditetapkan.
Menurut Lees Marshmant, pemasaran politik harus
dilakukan secara kompehensif, karena cakupan pemasaran
politik yang luas dan bersifat jangka panjang :
1) Pemasaran politik lebih dari sekedar komunikasi politik.2) Pemasaran politik diaplikasikan dalam keseluruhan proses
organisasi partai. Tidak hanya tentang kampanye, tapi juga sampai pada tahap memformulasikan produk politik mulai dari symbol, image, platform partai, dan program yang ditawarkan.
3) Pemasaran politik menggunakan konsep pemasaran secara luas. Tidak hanya pada teknik pemasaran, namun juga sampai pada strategi pemasaran, mulai dari teknik publikasi, penawaran ide dan program, desain produk, market intelligent, dan pemrosesan informasi.
31
4) Pemasaran politik melibatkan banyak cabang ilmu dalam pembahasan dan peneapannya, seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, dan psikologi.
5) Konsep pemasaran politik bisa diterapkan dalam berbagai situasi politik, mulai dari pemilu sampai proses lobi di parlemen.
Adman Nursal menawarkan sebuah framework
pemasaran politik yang relatif lebih praktis untuk diaplikasikan.
Framework tersebut terdiri dari empat komponen, yaitu:
Gambar 1.1Bagan Political Marketing
Sumber : Adman Nursal, Political Marketing (2004; hlm. 44 &45)
1) Lingkungan Pemasaran. Terdiri lingkungan internal dan lingkungan eksternal dari kontestan pemilu. Faktor-faktor internal dan eksternal merupakan input yang diperlukan bagi proses pemasaran. Lingkungan internal terdiri dari: strategi inti, sumberdaya strategis, link dengan pemilih, dan jaringan nilai. Lingkungan eksternal terdiri dari: sistem pemilu, model kompetisi, regulasi pemerintah, sistem media, kultur politik, tingkat modernisasi masyarakat, dan lingkungan demografis.
2) Strategi Pemasaran. Meliputi serangkaian aktivitas yang terdiri dari :
i. Strategic marketing (segmentating, targeting, dan positioning).Pada dasarnya merupakan proses penyusunan nilai-nilai inti yang sesuai dengan aspirasi para pemilih tertentu, tetapi juga cocok dengan visi – misi dan
32
sumberdaya kontestan yang dipasarkan. Serangkaian nilai – nilai inti diikat dengan sebuah benang merah yang disebut positioning.
ii. Penyusunan produk politik (policy, person, party).iii. Penyampaian produk politik kepada para pemilih
(push marketing, pull marketing, pass marketing).Push marketing adalah sebuah upaya dari pasangan calon berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulant yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapat dorongan dan energi untuk pergi ke bilik suara dan mencoblos suatu kontestan. Pass Marketing menggunakan strategi yang dapat memanfaatkan individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi opini publik. Sedangkan Pull marketing lebih menitik beratkan pembentukan image politik yang positif.
3) Pasar Sasaran. Terdiri dari pasar perantara (influencer, media massa, dan pemilih). Para influencer dan media massa pada akhirnya juga akan berperan menyampaikan produk politik.
4) Output Pemasaran. Terdiri dari makna politis yang diterima oleh masyarakat yag akan mempengaruhi perilaku pemilih (orientasi perilaku pemilih).12
Gambar 1.2Diagram Marketing berdasar Architecture
Sumber : Kotler, kartajaya, Huan dan Liu, Rethinking Marketing, 2006, Hal. 5
1) Strategi
12 Adman Nursal, Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 110
33
a. Segmentasi
Pengertian segmen adalah kelompok. Segmentasi sendiri
adalah upaya memetakan pasar yang luas dan heterogen menjadi
lebih terkelompokan dengan klasifikasi-klasifikasi tertentu agar
dapat merumuskan dan melakuan pendekatan yang tepat sesuai
dengan karakteristik segmen-segmen tersebut. Ini dilakukan
karena pada hakekatnya masyarakat adalah market yang
bersifat heterogen.
Segmentasi atau pemetaan ini penting dilakukan
mengingat institusi politik diharapkan dapat selalu hadir dalam
berbagai karakteristik pemilih.13
Segmentasi dapat dilakukan dengan menganalisa
Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pemilih. Mengadaptasi
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam marketing
secara umum, faktor tersebut adalah
a) Faktor kebudayaan
Faktor ini terdiri dari dimensi budaya, sub budaya,
dan kelas social.
b) Faktor Sosial
Terdiri dari kelompok yang terbagi menjadi
kelompok keanggotaan (membership groups) dan
kelompok acuan (reference groups), keluarga,
peran dan status.13 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Hal. 212
34
c) Faktor Pribadi
Terdiri dari umur dan siklus hidup, pekerjaan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan
konsep diri.
d) Faktor Psykologis
Terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, serta
kepercayaan dan sikap.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, segmentasi kemudian
dapat disusun dengan menggunakan beberapa variabel seperti
geografi (wilayah, luas daerah, kepadatan, iklim), psikografi
(kelas sosial, gaya hidup, kepribadian), behavioristik (pengetahuan,
sikap), demografi (Usia, jenis kelamin, siklus hidup, pendapatan,
pekerjaan, agama, ras).
b. Targeting
Setelah melakukan segmentasi, selanjutnya adalah
mengevaluasi beragam segmen tersebut untuk memutuskan
segmen mana yang menjadi target market, inilah yang dinamakan
targeting. Terkadang targeting disebut juga dengan istilah selecting
atau menyeleksi. Kegiatan targeting menghasilkan apa yang
disebut target market. Dalam politik, pasar politik meliputi media
massa dan influencer groups sebagai pasar perantara, dan para
pemilih sebagai pasar tujuan akhir.
35
Terdapat tiga strategi penguasaan pasar, salah satu dari
ketiga strategi itu kemudian dapat diadopsi dalam melakukan
targeting. Strategi-strategi tersebut adalah 14:
a) Pemasaran tak dibedakan (undifferentiated
marketing).
Dalam strategi ini perbedaan-perbedaaan antar
segmen diabaikan, dan seluruh pasar diberikan
satu penawaran yang sama.
b) Pemasaran dibedakan (differentiated marketing)
Dalam strategi ini beberapa segmen pasar atau
ceruk yang telah diputuskan, disikapi dengan
pendekatan dan penawaran yang berbeda-beda pula.
c) Pemasaran terkonsentrasi
Dalam strategi ini, segala kegiatan pemasaran
terfokus pada ruang lingkup yang lebih kecil.
c. Positioning
Positioning adalah apa yang ingin diciptakan di dalam
benak pemilih. Positioning adalah strategi untuk mengambil
posisi dalam ingatan pemilih sehingga mengalahkan para pesaing
dan pada akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada produk yang
ditawarkan.
14 Kotler dan Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001),Hal. 314-319
36
Konsep positioning dalam konteks politik adalah
bagaimana partai politik atau kandidat dapat menempatkan produk
politik dan image politik dalam sistem kognigtif pemilih. Pada
kenyataanya, semua kandidat selalu ingin berada di benak (diingat)
pemilih dengan harapan agar dalam Pemilu kandidat tersebut
adalah yang dipilih oleh pemilih.
Ini artinya pertarungan dalam positioning antar kandidat
adalah sebuah keniscayaan. Pemenang dari pertarungan ini adalah
image politik positif yang terkuat yang kemudian akan akan dipilih
oleh pemilih.
Positioning dimulai dengan mendefinisikan cilai-nilai
inti (core values defining). Nilai-nilai inti ini dapat terangkat dan
dikembangkan dari identitas agama, kelas, etnis dan sebagainya.
Kemudian positioning politik tidak akan dapat dilakukan tanpa
adanya proses penciptaan dan komunikasi pesan politik. Pesan
politik tersebut dapat berupa jargon politik. Jargon tersebut
secara implisit maupun eksplisit memberikan janji politik yang
diberikan oleh kandidat tersebut.15
2) Taktik
Tahapan selanjutnya setelah merumuskan strategi
pemasaran adalah merumuskan taktik pemasaran. Keberhasilan 15 Firmanzah, Marketing Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Hal. 216
37
menjalankan taktik akan menentukan kemenangan dalam Pemilu.
Dalam taktik bukan berbicara mengenai kualitas tapi lebih
berbicara mengenai kuantitas.
Indikatornya adalah berapa pangsa pasar yang dikuasi
dengan melihat berapa proporsi suara yang diperoleh pada hari
pencoblosan. Tapi bagaimanapun juga taktik tidak dapat berdiri
sendiri, dia harus didukung dengan bagaimana upaya untuk
memenangkan pikiran dan hati dari masyarakat.
a. Differensiasi
Diferensiasi adalah tahapan selanjutnya yang dilakukan
setelah positioning. Differentiation diperlukan untuk
mengkongkritkan positioning. Jika positioning adalah suatu
persepsi yang diinginkan dibenak target market yang dituju,
sedang differentsiasi, merupakan semua aspek yang harus
mendukung positioning tersebut.
Banyak pakar yang mendefinisikan diferensiasi sebagai
semua usaha merek atau perusahaan untuk menciptakan
perbedaan di antara para pesaing dalam rangka memberikan
value terbaik. Diferensiasi itu bisa terlihat pada macam-macam
aspek, seperti diferensiasi produk, citra, tampilan dan lain
sebagainya.
Diferensiasi dalam marketing politik menjadi sesuatu yang
penting.
38
Kandidat politik harus membangun diferensiasi yang
akan menjadi pilar keunggulan berkompetisi. Dengan melakukan
diferensiasi dengan kandidat pesaing lainnya dapat memperbesar
peluang untuk menang dalam Pemilu.16
b. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Dalam pemasaran politik juga mengadaptasi konsep
bauran pemasaran politik yang juga terdiri dari produk, promosi,
harga, tempat. Akan tetapi konsep itu tidaklah sama dangan konsep
pada dunia pemasaran pada umumnya. Bahkah oleh Adman
Nursal, konsep bauran pemasaran hanya diwakili oleh bauran
produk yang terdiri dari subtansi dan presentation.
a) Produk
Produk politik adalah pesan-pesan politik yang
melahirkan interpretasi berupa makna politik.
Produk yang ditawarkan dalam pemasaran politik
adalah sesuatu yang kompleks. Karakteristik produk
politik meliputi intangibility (tak dapat diraba),
inseparability (tidak dapat dipisah-pisahkan),
variability (sangat beragam), perisdhability (tak
tahan lama), dan kepemilikannya tidak dapat
diklaim oleh satu pihak.
Adman Nursal mengelompokkan komponen -
komponen dari produk politik menjadi dua, yaitu 16 Hermawan Kartarajaya, Hermawan Kartarajaya on Differentiation, (Bandung: Mizan, 2004),
39
subtansi yang terdiri dari policy, person, dan
party dan presentasi64. Subtansi terdiri policy,
person, dan party. Sedangkan presentasi adalah
ketiga substansi produk politik (policy, person,
party) disajikan.
Policy adalah tawaran program kerja apabila
terpilih kelak. Tawaran ini terlihat dari visi dan
misi. Pada umumnya policy adalah jualan inti dari
produk, karena policy merupakan janji atau solusi
yang ditawarkan.
Person adalah kandidat legislatif yang akan
dipilih melalui Pemilu. Person atau figur menjadi
kunci dalam Pemilu. Terkadang, pemilih lebih
melihat figur dari pada partai atau kebijakan
politiknya.
Sedangkan Party terdiri dari elemen
ideologi, struktur, dan visi-misi organisasi. Party
juga bisa dilihat sebagai subtansi produk politik dan
memiliki identitas utama, aset reputasi, dan identitas
estetis. Identitas partai dapat mempengaruhi pemilih
karena citra partai dapat juga melekat pada seorang
kandidat. Sedangkan konsep presentasi,
40
penjelasannya sama dengan konsep promosi pada
marketing secara umum.
b) Price (harga)
Harga merupakan suatu “pengorbanan” yang
harus dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan
kualitas yang dipersepsi itu. Harga dalam
pemasaran politik adalah besaran nilai-nilai abstrak
yang dimiliki pemilih yang dapat mempengaruhi
pemilih tersebut menjatuhkan pilihan politiknya.
Nilai-nilai tersebut dapat berupa pertimbangan,
kepercayaan, dan keyakinan. Harga adalah
kesepakatan nilai yang disetujui antara pemilih
dan kandidat, sehingga terjadi pertukaran nilai
antara yang dipilih dan yang memilih.17
c) Place (Tempat)
Place diterjemahkan sebagai Saluran Distribusi,
yaitu penentuan rute-rute (chanel) yang efektif yang
digunakan dalam metode penyampaian produk/jasa
ke pasar hingga tiba pada tempat yang tepat.
d) Promosi
Adalah berbagai kegiatan yang dilakukan kandidat
dam tim sukses untuk menonjolkan keistimewaan-
17 Hermawan Kartajaya, Maketing Plus 2000: Strategi Memenangkan Persaingan Global,(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003), Hal. 197.
41
keistimewaan produknya dan membujuk pemilih
agar memilihnya. Promosi merupakan satu
kesatuan dari marketing mix. Artinya promosi
tidak dapat dipisahkan, ini karena promosi berkaitan
dengan bagaimana menyampaikan produk politik.
c. Selling / Penjualan
Pengertian selling bukanlah penjualan dengan makna yang
sempit. Prinsip selling juga berbeda dengan personal selling pada
kegiatan promosi. Selling Tidak juga terkait dengan aktifitas
menjual produk pada pelanggan. Yang dimaksudkan dengan
selling adalah taktik menciptakan hubungan jangka panjang
dengan pelanggan melalui produk-produk politik.
3) Value / Nilai
Value atau nilai adalah apa yang dapat ditawarkan kepada
publik. Nilai dalam perfektif pemilih adalah perkiraan pemilih
tentang kemampuan total suatu produk politik untuk memenuhi
kebutuhannya. Kusnaedi mendefinisikan dua alasan pentingnya
nilai dalam pemasaran politik, Yaitu pertama semakin besar nilai
harapan yang dirasakan calon pemilih terhadap kandidatnya, maka
semakin kuat keyakinan pemilih. Serta yang ke dua, kandidat
yang terpilih adalah kandidat yang dapat membangun nilai
kepuasan pada para pemilih.
a. Brand
42
Dari perspektif pemilih dalam politik, brand adalah
persepsi keseluruhan terhadap sebuah partai politik atau seorang
kandidat.18
b. Service
Service adalah pembuktian dari brand. Brand akan
semakin kuat dan bertambah nilainya dengan adanya Service.
Service bukan bagian dari produk, tapi justru merupakan sesuatu
yang bisa membuat produk dari suatu brand akan tetap bernilai
tinggi.19
Servis-servis dalam masa kampanye yang dapat diberikan
contohnya seperti mengisi pengajian, membagi – bagikan
sembako, memberikan pelatihan, dan beberapa bentuk kegiatan
pelayanan lainnya.
c. Process
Terbagi menjadi 3 :
a) Pull Marketing, program atau produk yang
ditawarkan untuk menarik minat para pemilih
melalui saluran media massa.
b) Pass Marketing, pihak-pihak yang ikut terlibat
dalam upaya memasarkan produk politik.
c) Push Marketing, program atau produk yang
ditawarkan oleh kedua pasangan untuk menarik
18 Hermawan Kartajaya, Marketing Klasik Indonesia, (Bandung: Mizan, 2006) Hal. 166.19 Hermawan Kartajaya, Hermawan Kartajaya On Service, (Bandung: Mizan, 2006), Hal. 15-23
43
minat para pemilih melalui berbagai saluran non-
media massa.
4. Gabungan atau Koalisi Partai Politik
Hakekatnya partai politik atau sering disebut sebagai organisasi
perjuangan, tempat seseorang atau kelompok mencari dan
memperjuangkan kedudukan politiknya dalam negara. Dalam setiap
negara yang demokratis terdapatnya partai politik lebih dari satu
merupakan syarat yang menonjol. Dengan banyaknya partai politik dalam
suatu negara maka rakyat memiliki banyak alternatif. Dengan banyaknya
alteernatif yang tersedia, rakyat akan lebih mudah untuk menyalurkan
aspirasi yang sesuai dengan pemikirannya.
Menurut Carl J. Friedrich, partai politik adalah sekelompok
manusia yang terorganisisr secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun material20.
Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisisr yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang
dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih sekaligus
melaksanakan tujuan agar menguasai pemerintahan dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka.
Definisi yang telah dipaparkan diatas maka partai politik adalah
suatu organisasi yang meliputi sekelompok orang yang memiliki tujuan,
cita-cita dan orientasi serta kepentingan yang sama dalam rangka berusaha
20 Meriam Budiarjo, dasar-dasar ilmu Politik, PT Gramedia, jakarta, 1992, hlm 161
44
untuk memperoleh dukungan dari masyarakat dalam berbegai lapisan
untuk kemudioan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada
masyarakat, dengan cara terlibat atau turut serta dalam kekuasaan atau
pemerintahan.
Adapun fungsi-fungsi partai politik adalah :
a. Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu fungsi adanya partai politik adalah menyalurkan
beberapa ide dan pendapat serta aspirasi masyarakat dan
mengaturnya sedemikian rupa, sehingga kesimpangsiuran ide
dan pendapat didalam masyarakat tersebut berkurang. Pendapat
dan ide yang berbeda didalam masyarakat kemudian
diakomidasi oleh elite partai yang kemudian disalurkan kembali
kemasyarakat dalam bentuk kebijakan yang berpihak dalam
masyarakat, dan tentu berdasar atas kepentingan bersama. Akan
tetapi sebelum ide tersebut diterapkan dalam masyarakat terlebih
dahulu menetapkan kedalam program partai yang kemudian
diteruskan ke pemerintah. Partai politik juga memiliki fungsi
untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-
rencana dan kebijakan pemerintah.
b. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui seseorang
dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena
politik yang berlaku dimasyarakat. Yakni partai politik memiliki
fungsi sebagai sarana sosialisasi politik dalam rangka
memenangkan pasangan calon yang dijagokan partai ini pada
45
pemilukada untuk memperoleh dukungan seluas-luasnya dari
masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini partai berupaya
menciptakan image yang baik dimata masyarakat bahwa calon
pasangan yang diusung benar-benar memperjuangkan
kepentingan rakyat.
c. Partai politik sebagai rekruitmen politik
Salah satu fungsi adanya partai politik adalah sebagai alat
mempermudah seseorang untuk mencapai kedudukan dalam
kekuasaan maupun pemerintahan. Dari adanya salah satu fungsi
partai politik tersebut, maka tidak menutup kemungkinan sebuah
partai politik melakukan penjaringan kader-kader yang akan
difungsikan untuk menjadi politisi partai politik.
E. Definisi Konsepsional
Konsep yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
diantaranya :
1. Pemasaran Politik adalah sebuah ilmu yang tersusun dari
ilmu politik dan ilmu pemasaran dimana menawarkan
partai politik atau kontestan bisa membuat program yang
berhubungan dengan permasalahan aktual.
2. Kampanye politik adalah suatu anjuran yang dilakukan oleh
pasangan calon, dalam hal ini calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah kepada masyarakat agar menjatuhkan
pilihannya kepada pasangan calon yang bersangkutan
dalam pelaksanaan pemilihan.
46
3. Pemilukada adalah merupakan proses pemilihan wakil atau
pemimpin suatu daerah berdasarkan peraturan yang telah
ditetapkan oleh undang-undang
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang
memberikan batasan-batasan tertentu agar peneliti mengetahui pengukuran
suatu variabel, sehingga mencapai tujuan penelitian.
Strategi pemasaran politik Tim Sukses haryadi Suyuti – Imam
Priyono (HATI) dalam upaya pemenangan Pemilukada Kota Yogyakarta
2011 dapat dilihat dari :
1. Strategi Positioning
Yakni membentuk image dan produk yang mempunyai nilai
lebih dibandingkan dengan pasanag calon lain. strategi ini
sekaligus untuk menanamkan citra pasangan calon kepada
calon pemilih mengapa pasangan ini layak untuk dipilih.
a. Person, melihat kualitas dari kedua pasangan secara
instrumental dan dimensi yang baik sehingga dicalonkan
untuk maju dalam Pemilukada.
b. Party, terkait dengan produk - produk yang ditawarkan
oleh kedua pasangan calon kepada calon pemilih,
termasuk di dalamnya visi & misi.
47
c. Policy, program-program yang dijanjikan oleh pasangan
kepada masyarakat dan kebijakan tersebut harus
memenuhi unsure ekonomi, politik, sosial, budaya, dan
hukum.
d. Presentation, alat atau media yang digunakan untuk
menyajikan atau memasarkan produk politik dari kedua
pasangan dengan konteks simbolik.
2. Pendekatan Pemasaran Politik
a. Pull Marketing, program atau produk yang ditawarkan
untuk menarik minat para pemilih melalui saluran media
massa.
b. Pass Marketing, pihak-pihak yang ikut terlibat dalam
upaya memasarkan produk politik.
c. Push Marketing, program atau produk yang ditawarkan
oleh kedua untuk menarik minat para pemilih melalui
berbagai saluran non-media massa.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini berdasarkan pokok
permasalahan yang telah disebutkan, maka menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif.
48
Metode penelitian deskriptif merupakan sebuah metode
penelitian yang menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan
data yang akan diteliti, dengan menggunakan teknik-teknik yaitu:
interview, observasi, dokumentasi dan studi pustaka.
Metode penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu:
a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada
pada masa sekarang atau masalah aktual
b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan
kemudian dianalisis.21
2. Unit Analisis Data
Istilah unit analisis dapat diartikan sebagai obyek nyata
yang akan diteliti yaitu untuk mengetahui bagaimana peran Tim
Sukses haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam upaya yang
dilakukan untuk memenangkan Pemilukada Kota Yogyakarta
2011. Sekaligus melihat langkah-langkah strategis yang dilakukan
oleh tim sukses termasuk di dalamnya visi dan misi, jaringan relasi
dengan stakeholder, media masa maupun dengan kader-kader yang
ada di dalam partai koalisi pendukung, khususnya PDI-P dan Partai
Golkar.
3. Jenis Data
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, maka
dibutuhkan jenis data penelitian primer dan sekunder. Winarno
21 Ibnu Syamsi, Dasar-dasar Kebijakan Media, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hal. 190.
49
Surachmad menjelaskan data penelitian primer dan sekunder
sebagai berikut :
“Data primer ialah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidikan untuk tujuan yang khusus itu, sedangkan data sekunder ialah data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar dari penyelidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya atau yang asli”22
Jadi jenis data dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Data Primer
Yaitu data-data yang didapat langsung dari responden
untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan program-
program pemenangan Pemilukada Kota Yogyakarta 2011.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang telah diolah terlebih dahulu untuk
memperoleh data dokumentasi mengenai program-program
yang dicanangkan Tim Sukses di masa kampanye.
4. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam usaha mengumpulkan data yang diperlukan dari
obyek penelitian akan menggunakan teknik-teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi ini adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis sehingga bermanfaat untuk melengkapi data primer yang
diperoleh agar menjadi lebih tepat dan akurat.
22 Ibid, hal. 163.
50
b. Interview/ Wawancara
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan jalan mengadakan tanya jawab. Manfaat dari teknik ini
adalah menjelaskan masalah sampai sedetail-detailnya pertanyaan
yang diajukan. Dalam hal ini pihak-pihak yang diwawancarai
adalah Ketua Tim Sukses Pemenangan Haryadi Suyuti – Imam
Priyono beserta anggota Media Center HATI, Ketua kader
pengusung pasangan yang ada di tingkat Kecamatan, khususnya
untuk Kecamatan Mergangsan yang meliputi 3 kelurahan.
Kelurahan Wirogunan, Kelurahan Keparakan, dan Kelurahan
Brontokusuman.
c. Dokumentasi
Merupakan langkah yang ditentukan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen atau catatan-
catatan yang tersedia di kantor sesuai dengan materi yang akan
digunakan dalam penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini sudah
terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis
data. Analisis data di sini bersifat kualitatif.
Adapun analisis data kualitatif menurut Koentjaraningrat
adalah sebagai berikut:23
23 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Sosial, Gramedia, Jakarta, 1981, hal. 42.
51
“Analisis data kualitatif merupakan data yang dikumpulkan hanya sedikit-sedikit bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus, sehingga tidak disusun dalam suatu struktur klasifikator.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data kualitatif juga bisa berwujud kasus yang dapat dijadikan sebagai sumber penelitian.