70
LAPORAN PRAKTEK LAPANG WAWASAN AGRIBISNIS Asisten: 1. RIJAL SYAM FAISHAL FARRAS 2. JULITA HASANAH 3. NESYA TANTRI REFYANDA N. 4. FAKHRUDDIN YULISTIONO 5. FARIZ IRZAT ARIFIN 6. NURUL LAILI 7. NUR IDA SURYANDARI Disusun Oleh Golongan D

WordPress.com · Web viewAtas kelancaran dan keberhasilan laporan praktek lapang ini, kami sampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, khususnya kepada: Ir. Sigit Soeparjono,

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

WAWASAN AGRIBISNIS

Asisten:

1. RIJAL SYAM FAISHAL FARRAS

2. JULITA HASANAH

3. NESYA TANTRI REFYANDA N.

4. FAKHRUDDIN YULISTIONO

5. FARIZ IRZAT ARIFIN

6. NURUL LAILI

7. NUR IDA SURYANDARI

Disusun Oleh

Golongan D

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017

KEGIATAN OFF FARM KOMODITAS KOPI DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Mata Praktikum

Wawasan Agribisnis pada Laboratorium Manajemen Agribisnis

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

UniversitasJember

Asisten Pembimbing

Nesya Tantri Refyanda N.

Oleh

Golongan D/ Kelompok 2

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Koordinator

: Novan Imam Samudro

(161510501127)

Anggota

: Nanang Qosim

(161510501017)

Alifa Nur Hidayah

(161510501044)

Imam Maliki

(161510501114)

Sulistinawati

(161510501128)

Dhiaz Asihing P.

(161510501139)

Selvya Evitarani

(161510501176)

Salman Alvarishi

(161510501200)

Reza Aditya

(161510501213)

Arya Widya

(161510501277)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan praktek lapang Wawasan Agribisnis ini tepat pada waktunya yang berjudul “Kegiatan Off Farm Komoditas Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia”.

Laporan praktek lapang ini berisikan tentang manajemen off farm komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang ada pada Kabupaten Jember. Atas kelancaran dan keberhasilan laporan praktek lapang ini, kami sampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, khususnya kepada:

1. Ir. Sigit Soeparjono, MS., Ph. D., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember.

2. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur.M, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3. Dr. Triana Dewi Hapsari, SP., MP., selaku Ketua Laboratorium Manajemen Agribisnis.

4. Tim Dosen Pengampu Wawasan Agribisnis.

5. Tim Asisten Laboratorium Manajemen Agribisnis.

6. Anggota kelompok B3.

Demikian laporan praktek lapang ini kami buat.Semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.Kami menyadari bahwa laporan praktek lapang ini belum sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan praktek lapang ini.

Jember, Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOKii

KATA PENGANTARiii

DAFTAR ISIiv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi

DAFTAR TABELvii

BAB 1. PENDAHULUAN1

1.1 Latar Belakang1

1.2 Perumusan Masalah7

1.3 Tujuan dan Manfaat7

1.3.1 Tujuan7

1.3.2 Manfaat7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA8

2.1 Komoditas Kopi8

2.2 Teori Usaha Tani10

2.3 Subsistem Agribisnis12

2.4 Teori Pemasaran16

BAB 3. HASIL PRAKTEK LAPANG DAN PEMBAHASAN19

3.1 Hasil Kunjungan Lapang19

3.2 Pembahasan22

3.2.1 Penyediaan Input atau Bahan Baku Agroindustri Komoditas

Kopi di Pusat Penlitian Kopi dan Kakao Indonesia22

3.2.2 Proses Pengolahan Pengolahan Komoditas Kopi di Pusat

Penenlitian Kopi dan Kakako Indonesia24

3.23 Pemasaran Produk Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia 29

BAB 4. SIMPULAN32

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

· Dokumentasi

· Kuisioner

· Kartu Konsultasi

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

2.1Bagan Sub Sistem Agribisnis……………………….…................... 13

2.2Skema Pemasaran……………………………………..................... 17

3.1Tahapan Pengolahan Kopi di Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao……………………………………….................... 20

3.2Sortasi Biji Kopi………………………………………................... 26

3.3Pengupasan Biji Kopi…………………………………................... 27

3.4 Proses Femertasi Buah Kopi………………………….................... 27

3.5Pencucian Biji Kopi……………………………………................. 28

3.6Saluran Pemasaran Produk Kopi di Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao………………………………………................... 30

TABEL

No.

Judul

Halaman

1.1Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 2003-2007………................... 5

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang agraris yang mengandalkan sektor pertanian. Sektor pertanian salah satu sektor yang mempunyai potensi untuk kegiatan perekonomian, dengan alasan tersebut menjadikan pemerintah perlu melihat potensi sektor pertanian yang dapat dikembangkan sehingga dapat membantu perekonomian daerah serta dapat menciptakan lapangan kerja sehingga berpengaruh kepada tenaga kerja. Keberadaan penduduk dengan jumlah yang sangat besar, hal ini menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah, dengan pertimbangan tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai sektor yang sangat penting dalam struktur perekonomian. Sektor pertanian mencakup beberapa subsektor diantaranya subsektor tanaman bahan pangan, subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor perkebunan. Subsektor pertanian salah satunya adalah subsektor perkebunan yang memiliki keunggulan komparatif yang berasal kelompok industri primer yang didominasi oleh komoditas perkebunan, seperti kelapa sawit, teh, karet, lada, kopi, kakao, dan sebagainya. Perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanam tersebut. Perkebunan memiliki peluang yang besar guna untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Perkebunan setiap tahun mengalami perkembangan, dimana perkebunan memiliki lahan yang luas, biasanya terletak pada daerah tropis atau subtropis yang dapat menghasilkan komoditas pertanian dalam skala besar. Pernyataan ini menyatakan sbahwa peranan perkebunan dalam sektor pertanian perekonomian juga memiliki perananyang besar. (Rompas, J., et all. 2015)

Menurut Khalik, et all, (2013) pertanian adalah salah satu mata pencaharian terbesar masyarakat Indonesia. Pertanian memiliki dua arti yaitu pertanian dalam arti sempit dan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti sempit adalah pertanian yang hanya mencakup pertanian sebagai budidaya

tanaman pangan, sedangkan pertanian dalam arti luas adalah pertanian yang mencakup budidaya tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Pertanian tersebut merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian daerah. Pertanian di setiap daerah di Indonesia terdiri dari beberapa subsektor antara lain adalah sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Subsektor yang ada memiliki kontribusi yang besar dan berbeda-beda di setiap daerah, perbedaan itu dikarenakan perbedaan kondisi alam yang ada pada daerah tersebut. Pertanian di Indonesia umumnya adalah pertanian pangan, para petani di Indonesia rata-rata mengusahakan tanaman pangan karena hasil dari tanaman ini merupakan bahan pokok yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum.

Pembangunan pertanian merupakan kegitan yanng dilakukan untuk memperbaiki hasil perekonomian masyarakat dengan meningkatkan hasil pertaniannya melalui kegiatan yang ramah lingkungan atau tetap memperhatikan sumber daya lingkungan sekitar dengan mengikutsertakan campur tangan manusia dalam kegiatan tersebut. Teknologi yang memadai sangat diperlukan untuk keberhasilan pembangunan pangan. Bukan hanya teknologi saja, pengetahuan pun perlu dikuasai oleh petani sehingga mampu menciptakan kualitas hasil pertanian yang mampu bersaing di dunia (Soeaidy, 2013).

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia yaitu menambah devisa negara karena pertanian merupakan bermata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia yang didukung dengan kekayaan alam Indonesia. Kekayaan tersebut tidak didukung dengan sistem petani di Indonesia yang sebagian besar masih konvensional sementara dunia sudah mengarah pada industrialisasi. Kesejahteraan petani di Indonesia yang rendah perlu adanya gerakan yang dapat merubah kehidupan petani seperti kegiatan agribisnis. Agribisnis adalah suatu kegiatan di sektor pertanian dimana organisasi dan manajemennya dirancang untuk memperoleh nilai tambah melalui aktifitas pra usahatani, usahatani, dan pasca usahatani. Menurut Bilhak, A, (2014) agribisnis merupakan kegiatan pemanfaatan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah yang tinggi melalui upaya pemanfaatan, pengembangan, penguasaan teknologi dan bioteknologi sehingga memiliki potensi yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan pemerataan pembangunan.

Menurut Agustono (2013) peran dan berkontribusi pertanian pada pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi, mata pencaharian dan sebagai cara untuk melestarikan lingkungan, sehingga sektor ini menjadi komponen yang penting bagi pembangunan. Pertanian yang dimaksudkan bukan hanya pertanian dalam arti sempit melainkan dalam arti luas juga yang terdiri dari beberapa subsektor. Subsektor-subsektor tersebut antara lain: subsektor tanaman pangan, subsektor tanaman hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Subsektor-subsektor tersebut memiliki pangsa yang berbeda-beda dalam perekonomian Indonesia. Subsektor yang memiliki pangsa besar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perkebunan, dimana Indonesia berhasil mengekspor hasil produksi perkebunan ke pasar Internasional. Komoditas perkebunan yang berhasil menembus ekspor dunia adalah kopi dan kakao. Bahkan, Indonesia merupakan pengekspor kopi nomor tiga setelah Brazil dan Kolombia

Produksi kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao sangatlah besar, karena kopi merupakan tanaman perennial dengan tinggi mencapai 5 m yang menjadi komoditas andalan perkebunan Indonesia peran tanaman kakao cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Daerah asal tanaman kopi adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengan, tepatnya di antara 18°LU sampai 15°LS. Tanaman kakao telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560. Sekitar tahun 1930-an, Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor kopi terbesar dunia. Perkebunan kopi di Indonesia berkembang pesat dalam 20 tahun terakhir dengan pengelolaan perkebunan sebagian besar dikelola rakyat dan selebihnya dikelola negara dan swasta. Kualitas biji kopi yang diekspor Indonesia dikenal sangat rendah berada di kelas 3 dan 4, hal ini disebabkan oleh pengelolaan produk kopi Indonesia mayoritas dilakukan secara tradisional atau non-fermentasi (85% biji kopi produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas biji kopi di Indonesia menjadi rendah. Permasalahan tersebut menyebabkan harga biji kopi Indonesia di pasaran ekspor menjadi menurun sebesar 10 – 15%. Selain itu beban pajak ekspor relatif tinggi yaitu 30% dibanding dengan pajak impor produk kopi yang hanya 5% kondisi ini menyebabkan pabrik maupun perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan biji kakao terus menyusut (Davit, et all, 2013).

Kegiatan yang dilakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember meliputi kegiatan budidaya tanaman, pemeliharaan tanaman, pemupukan, pemanenan, pengolahan, serta pemasarana hasil produksi. Seluruh kegiatan di Pusat Penelitian Kopi dan Koka Indonesia dibagi menjadi dua yaitu off farm dan on farm. Kegiatan off farm kopi meliputi kegiatan pemilihan kopi yang baik, pengeringan, pengupasan kopi dari kulitnya, fermentasi, pemilihan atau sortasi kopi berdasarkan kecil dan besarnya kopi, pemasakan kopi, penghalusan, dan terakhir pengemasan kopi. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut antara lain peti fermentasi, rancang bangun pengeringan, rancang bangun sortasi kopi, dan alat-alat pemasak kopi hingga pengemasan. Kopi yang diolah di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia terdiri dari dua macam jenis kopi yaitu kopi arabica dan kopi robusta. Pengemasan bubuk kopi dibagi menjadi tiga yaitu kemasan untuk kopi robusta, kemasan kopi arabica, dan kemasan campuran kopi arbica dan robusta (Aris, dkk., 2008).

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian di subsektor perkebunan adalah dengan membangun Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di beberapa wilayah Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia berdiri sejak 1 Januari 1911 dan memiliki kantor di  Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember, namun sejak tahun 1987 seluruh kegiatan operasional dipindahkan ke Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atau yang biasa dikenal dengan Puslit Koka memiliki kewenangan untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao serta penyedia data dan informasi sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 786/Kpts/Org/9/1981 tanggal 20 Oktober 1981. Tahun 2008 terakreditasi oleh Lembaga Sertifikasi. Puslit Koka memiliki luas 380 ha. Jenis varietas kopi yang dibudidayakan di Puslit Koka adalah kopi robusta dan arabika. Kopi merupakan produk perkebunan yang mempunyai peluang pasar, baik peluang pasar di dalam negeri maupun di luar negeri, dan begitu pula dengan kopi yang memiliki peran penting dalam pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) (Chandra, et all, 2013).

Tabel 1. Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 2003-2007.

varietas

Produktivitas

2003

2004

2005

2006

2007

Pertumbuhan %

Robusta

Perk. Rakyat

610

707

723

690

690

2,26

Perk. Besar Negara

742

743

671

671

671

2,32

Perk . Besar Swasta

583

581

591

591

591

1,13

Arabika

Perk. Rakyat

540

618

804

753

752

7,14

Perk. Besar Negara

750

750

775

775

775

0,93

Perk. Besar Swasta

532

644

561

1.030

1.030

13,38

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia, Ditjen Perkebunan (2009)

Berdasarkan Tabel 1 nampak bahwa rata-rata hasil produktivitas kopi ratyat di Kabupaten Jember dalam varietas tanaman kopi robusta pada perkebunan rakyat sedikit lebih rendah dari pada perkebunan besar negara , dan perkebunan besar swasta hanya memiliki rata-rata produktivitas sebesar 1,13% yang memiliki perbedaan cukup jauh dibandingkan dengan perkebunan negara sebesar 2,32 %. Komoditas kopi arabika paling banyak produktivitasnya pada perkebunan besar swasta yang memiliki rata-rata 13,38 %, produktivitas perkebunan rakyat menempati urutan kedua yaitu sebesar 7,14%, dan perkebunan besar negara hanya memiliki sedikit sekali produktivitas tanaman kopi arabika yaitu sebesar 0,93%. Pertanian rakyat belum bisa menempati posisi pertama dalam produktivitas kopi, hal ini disebabkan karena teknologi budidaya dan pengolahan pasca panen kopi yang belum sesuai dengan standart. Kebanyakan petani di Kabupaten Jember yang tersebar di 27 kecamatan yang petaninya membudidayakan kopi juga masih kurang memperdulikan terhadap mutu dan kualitas produksi kopi, hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan harga jual produk kopi.

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sudah menjadi tanaman perkebunan yang menambah nilai ekspor negara Indonesia serta menjadi penambah devisa negara. Jaman sekarang kopi sudah dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Varietas kopi sudah mengalami beberapa tindakan pengolahan, kopi tidak hanya diolah sebagai minuman yang diseduh dengan air panas, tetapi sekarang olahan kopi sangatlah beragam antara lain diolah menjadi kopi instan, kopi latte, es krim kopi, dan kopi juga digunakan untuk perawatan tubuh dan wajah yang dibuat menjadi scrub dan masker yang dapat dimanfaat kan sebagai pemberisih badan yang alami(Tim Penulis, 2008).

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia merupakan pusat penelitian yang di dalam area lahannya memiliki pabrik yang mengolah sendiri hasil perkebunan kopi dan kakao. Komoditas yang paling banyak diusahakan oleh Puslit Koka adalah kopi dan kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia membudidayakan kopi karena komoditas tersebut sangat cocok dengan tanah yang ada di sana. Penggunaan pupuknya hanya digunakan untuk mendukung produktividas tanaman kopi.Hasil panen kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia diolah sendiri oleh pegawai yang ada di sana. Pengolahan kopi di mulai dari pengeringan, pengupasan biji kopi sortasi, dan pengolahan biji kopi menjadi oalahan yang berbentuk bubuk. Pengolahan tersebut bertujuan untuk menjadikan kopi yang telah dipanen menjadi awet dan bisa dijadikan sebagai produk agroindustri. Berdasarkan maka peneliti akan meneliti penyediaan input atau bahan baku agroindustri komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, proses pengolahan komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, dan pemasaran produk kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, diharapkan dengan pendekatan terhadap penyedian input sampai pasca panen, akan meningkatan tingkat produksi dan memiliki kualitas kopi yang baik.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyediaan input atau bahan baku agroindustri komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?

2. Bagaimana proses pengolahan komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?

3. Bagaimana pemasaran produk kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

1. Mengetahui penyediaan input atau bahan baku agroindutri komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

2. Mengetahui proses pengolahan komoditas kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

3. Mengetahui pemasaran produk kopi di Pusat Penelitiann Kopi dan Kakao Indonesia.

1.3.2. Manfaat

1. Bagi mahasiswa dapat mengetahui proses mulai dari hulu atau penyediaan input produksi (penyediaan input produksi) hingga hilir atau pemasaran.

2. Bagi masyarakat agar dapat mengetahui cara budidaya kopi yang baik dan benar.

3. Bagi pemerintah dapat lebih memperhatikan serta meningkatkan usaha pertanian, sarana dan prasarana khususnya pada komoditas kopi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditas Kopi

Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data statistik menunjukkan, Indonesia meng-ekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ 9,740,453.00 (Prastowo et al, 2010). Sejak tahun 1984 pangsa ekspor kopi Indonesia di pasar internasional menduduki peringkat ketiga setelah Brazilia dan Kolombia, bahkan untuk kopi jenis robusta ekspor Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta (94%), dan sisanya adalah kopi jenis arabika. Namun sejak tahun 1997 posisi Indonesia tergeser oleh Vietnam. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat keempat peng-ekspor kopi di dunia (Chandra et al, 2013).

Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu (Syarifuddin, 2015). Tak lama kemudian kopi mulai menyebar ke berbagai belahan dunia. Mulai dari penyebarannya di Arab sekitar abad ke 13, lalu pada tahun 1615 kopi mulai memasuki Benua Eropa. Kopi memasuki Perancis dan Brazil pada abad ke 17. Kopi mulai memasuki Indonesia pada saat adanya kebijakan tanam paksa atau Cultuurstelsel pada tahun 1830-1870an. Secara umum terdapat dua jenis biji kopi yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu arabika (kualitas terbaik) dan robusta (kopi ukuran kecil). Klasifikasi tanaman kopi adalah sebagai berikut:

Kingdom: Plantea

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Gentianacea

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica; Coffea robusta; Coffea liberic

Menurut Prastowo et al (2010) kopi dapat tumbuh baik di ketinggian kurang lebih 700 mdpl. Curah hujan yang sesuai untuk kopi adalah 1500 – 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25 derajat celcius dengan lahan kelas S1 atau S2. Kelas lahan S1 adalah lahan yang sangat sesuai. Lahan ini tidak memiliki batasan dalam penggunaan lahan atau batasannya tidak terpengaruh oleh jumlah input terhadap produktivitas. Kelas lahan S2 adalah lahan yang cukup sesuai. Lahan ini memiliki batasan dalam penggunaan lahan sehingga produktivitas dan keuntungan akan menurun. Oleh karena itu perlu diberikan input yang lebih besar lagi. Selain itu, kualitas bahan tanam kopi juga sangat menentukan produktivitas kopi, sehingga demi mendapatkan produktivitas yang optimal maka dibutuhkan varietas yang unggul pula(Prastowo et al, 2010).

Tanaman kopi dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dengan menggunakan bagian dari tanaman maupun generatif dengan menggunakan benih atau biji. Perbanyakan secara generatif lebih umum dilakukan karena lebih mudah dalam pelaksanaannya. Cara yang lebih singkat lagi untuk menghasilkan bibit siap tanam dibandingkan dengan perbanyakan bibit secara vegetatif. Penanaman dalam dilakukan dengan cara penyetekan dan penyambungan. Kopi merupakan komoditas yang membutuhkan tanaman penaung. Tanaman yang digunakan sebagai penaung kopi biasanya lamtoro, alpukat, dan sengon. Beberapa OPT yang menyerang tanaman kopi adalah seperti kutu putih, busuk buah, dan penggerek batang kopi. Pemanenan buah kopi umunya dilakukan dengan cara memetik buah yang telah masak pada tanaman kopi yang berusia mulai 2,5 – 3 tahun. Buah kopi yang matang dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah. Kulit yang berwarna hijau tua menunjukkan bahwa buah kopi masih muda, buah kopi yang berwarna kuning merupakan buah kopi yang setengah masak dan jika berwarna merah maka buah kopi sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui(Prastowo et al, 2010).

Varietas kopi ada tiga macam yaitu kopi arabika, robusta, dan liberika. Secara botani, kopi arabikamemiliki beberapa penciri morfologi utama berupa : 1.) Ukuran biji yang besar dan sedikit memutar, 2.) Warna biji kopi bervariasi mulai dari hijau sampai coklat kusam, 3.) Persentase biji poliembrioni dan biji bulat yang sangat rendah, 4.) Memiliki pertumbuhan vegetatif yang sangat gigas, 5.) Beruas panjang, 6.) Permukaan daun besar berbentuk cembung dan tumbuh menggantung di bawah cabang. Penampakan morfologi juga dapat mempengaruhi produkivitas. Menurut Hasil studi yang dilakukan Carvalho (1939), menyimpulkan bahwa rendahnya produktifitas kopi disebabkan oleh rendahnya jumlah cabang primer dan cabang sekunder, serta rendahnya jumlah bunga di setiap ketiak daun (Nugroho, et al., 2012).

2.2 Teori Pasca Panen dan Agroindustri

Hasil pertanian memiliki kerentanan terhadap kerusakan yang tinggi, sehingga diperlukan penanganan terhadap hasil pertanian tersebut secara cepat dan tepat. Penanganan tersebut harus tepat karena jika tidak akan menimbulkan kerugian terhadap petani. Kegiatan penanganan tersebut dinamakan pasca panen, yaitu kegiatan yang meliputi kegiatan pemanenan, pengolahan, hingga sampai ketangan konsumen dengan tujuan menekan kerugian akibat kehilangan hasil panen, menambah nilai jual dan kualitas, menambah keawetan suatu produk, dan menambah nilai jual produk (Hasbi, 2012).

Menurut Mutiarawati dalam Mayrowani (2013), pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu produk hasil pertanian, yang kegiatan tersebut berisi tindakan-tindakan untuk mengelola hasil pertanian dari panen hingga ketangan konsumen. Penanganan pasca panen dilakukan supaya lebih tepat dan sesuai dengan keinginan konsumen. Kegiatan pasca panen dibagi menjadi dua yaitu primer (panen komoditas langsung dikonsumsi segar atau dijadikan bahan baku ) dan sekunder (kegiatan pengolahan untuk dijadikan produk dalam bentuk yang baru yang sebelumnya melewati proses pengoalahan).

Kegiatan pasca panen memiliki masalah utama yaitu kehilangan hasil pertanian tersebut, hasil tersebut dapat diminimumkan dengan menggunakan alat-alat dengan teknologi terbaru. Teknologi pasca panen memiliki kriteria yang harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu harus yakin terhadap teknologi baru yang diperoleh, tidak mengeluarkan terlalu banyak biaya untuk menggunakan teknologi baru, dan penggunaan teknologi tersebut tidak menimbulkan konflik antar golongan masyarakat setempat. Sehingga untuk memilih suatu teknologi yang ingin digunakan maka perlu menggunakan kriteria ekonomi dan teknologi yang telah di perbaharui (Nursinah, 2009).

Pengolahan hasil produksi menentukan pengembangan dalam strategi pembangunan pertanian, dimana hasil pertanian tersebut menghasilkan nilai tambah dan mempunyai daya saing tinggi. Penerepan tersebut termasuk sistem agroindustri di dalam usahatani. Harapan sistem ini, agar mampu memotivasi komunitas petani dan pelaku agroindustri guna dapat berpartisipasi aktif sebagai subjek pembangunan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara dinamis, sehingga diharapkan terjadi kelancaran produksi dan nilai tambah produksi yang dihasilkan serta mampu meningkatkan pendapatan para petani. Nilai tambah tersebut merupakan penambahan nilai yang terdapat pada suatu produk setelah mengalami pengolahan lebih lanjut yang menghasilkan nilai lebih tinggi dari pada sebelum mengalami pengolahaan (Soejono, D, 2011).

Agroindustri adalah kegiatan pengembangan hasil pertanian dalam menggunakan teknologi mulai dari teknis budidaya sampai pemasaran, agar mendapatkan hasil yang maksimal dan dalam penerapannya sangat efesien tanpa memerlukan tenaga yang cukup besar. Teknologi agroindustri dapat meningkatkan mutu hasil pertanian dan mempermudah dalam pekerjaan. Implikasi teknologi secara baik dapat mendorong terjadinya peningkatan produksi dan pendapatan usahatani(Aklimawati, 2014).

Peningkatan pengembangan agroindustri yang berkeunggulan sangat penting dalam usahatani, dimana hasil pengolahan pertanian yang di dapat sangat baik dan memilki nilai tambah. Namun kendala dalam pengembangan agroindustry masih menghambat, diantaranya redahnya jaminan ketersediaan dan kualitas bahan baku, kualitas produk agroindustry belum mampu memenuhi persyaratan yang diminta pasar, khususnya pasar internasional, sumber daya manusia belum prfesional, sarana dan prasarana belum memadai, teknologi pengolahan belum berkembang,pemasaran belum berkembang dan belum ada kebijakan riil yang mampu mendorong berkembangnya agroindustri di dalam negeri. Permasalahan dan kendala agroindustry tersebut, seharusnya menjadi perhatian penuh dalam pengembangan agroindustry dengan tetap mempertimbangkan peran besar agroindustry dalam perekonomian. Cara mengatasi pemersalahan tersebut dibutuhkan strategi dalam pengembangan agroindustry antara lain, perubahan dari pola subsistem menjadi pola komersial dan industrial, perubahan pendekatan pembangunan dari orientasi produksi bergeser ke pendekatan agribisnis, dan penanggulangan untuk mengatasi karakteristik produksi pertanian dengan menggunakan teknologi peningkatan kualitas dserta mempertahankan kesegaran produk, keamanan konsumen dan kesesuain selera konsumen(Prianto, F.W, 2011).

2.3 Sub Sistem Agribisnis

Agribisnis berasal dari kara Agribusiness, yang berarti Agri = Agriculture (pertanian) dan Business = Usaha, jadi agribisnis merupakan kegiatan yang mencakup kegiatan pertanian dan bisnis pertanian. Agribisnis bila dijabarkan kemerupaka suatu kegiatan yang mencakup semua kegiatan pertania dari hulu atau budidaya sampai hilir atau pemasara. Kegiatan agribisnis dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan melakukan efisiensi. Kegiatan agribisnis mengacu pada berbagai aktivitas mulai dari pengadaan sarana produksi, produksi atau budidaya, pengoalahan, pemasaran yang saling terkait satu sama lain(Ma’arif, S dan A. Bilhak, 2014).

Menurut Setiawan (2012), konsep agribisnis memiliki beberapa penjelasan dan cakupan yaitu agribisnis meliputi satu atau keseluruhan darimata rantai agribisnis hingga kegiatan pemasaran yang dibantu atau dilengkapi oleh kegiatan penunjang lainnya. Sebuah sistem kegiatan yang memiliki tiga komponen yaitu sektor input, sektor budidaya, dan sektor pemasaran produk. Keseluruhan kegiatan agribisnis mulai budidaya sampai suatu barang telah diolah dan sampai ketangan konsumen merupakan suatu konsep agribisnis. Agribisnis memiliki rangakaian sistem yang terdiri dari, sub sistem pengadaan sarana produksi, sub sistem produksi, sub sistem pengolahan, sub sistem pemasaran, sub sistem penunjang yang terdiri dari pengadaan sarana dan pembinaan.

Sub sistem agribisnis yaitu bagian dari sistem agribisnis dimana sub sistem tersebut saling berkaitan satu sama lain yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung dengan suatu proses produksi atau budidaya guna menghasilkan produk dari hasil budidaya atau produk pengolahan dari hasil budidaya menjadi produk siap makan atau pakai yang kemudian produk tersebut dipasarkan baik di pasar domestik maupun mancanegara dengan ditunjang oleh sarana yang memadai (Soetriono, 2016). Berikut ini merupakan bagan sistem dalam agribisnis :

Gambar 2.1 Bagan Sub Sistem Agribisnis

Sub sistem penyediaan dan penyaluran sarana produksi atau subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness)yakni kegiatan yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan seperti menginovasi, perencanaan, pengelolaan, pengadaan, dan pendistribusian atau penyeluran sarana produksi guna mendukung terlaksananya kegiatan usaha dan terlaksananya penerapan teknologi usaha tani yang memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal. Sarana produksi yang didistribusikan seperti alat mesin pertanian seperti traktot, mesin diesel, mesin perontok padi, dan mesin panen. Alat mesin pertanian tradisional seperti cangkul, penyemprot pestisida,dan sabit. Sarana lainnya yaitu pupuk baik pupuk cair atau padat, benih tanaman, dan obat pengendali hama dan penyakit tanaman. Penyediaan informasi terbaru tentang pertanian juga dibutuhkan oleh petani, yaitu seperti pengarahan tentang alternatif teknologi baru yang kompetaibel dan bisa di realisasikan oleh para petani dan pengelolaan tenaga kerja dan sumber energi lain yang dapat memeperlancar pekerjaan pertanian. Untuk memperlancar kegiatan agribisnis yang stabil dan efisisen guna memperlancar kegiatan usaha tani yang baik, maka pengembangan sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi diarahkan kepada penyediaan dan penyaluran sarana dan prasaran produksi yang benar-benar berfungsi dan dibutuhkan petani secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, dan mutu yang terjamin kualitanya serta diperoleh dengan harga yang sesuai dengan keuangan petani. Informasi yang diberikan kepada petani juga harus relevan dan terjamin keberhasilannya karena pengembangan sarana dan prasarana tersebut menjadi tonggak keberhasilan kegiatan pada sektor lainnya (Suyamto, 2011).

Sub sistem budidaya atau usaha tani, kegiatan yang didalamnya bertujuan untuk menanganni, membina, dan mengembangkan suatu usaha tani atau budidaya guna meningkatkan produksi pertanian di lingkunga pertanian rakyat maupun pertanian berskala besar. Sub sistem usaha tani memanfaatkan produk yang diperoleh dari sub sistem hulu yang sebelumnya sudah disediakan. Kegiatan dalam sub sistem usaha tani menghasilkan suatu modal yang digunakan untuk kegiatan pasca panen atau kegiatan agroindusti berikutnya, namun kegiatan budidaya ini bisa langsung dipasarkan dalam bentuk segar atau hasil budidaya langsung seperti buah-buahan dan sayuran segar. Sub sistem budidaya atau usaha tani dapat berjalan dengan lancar jika ditunjang dengan pemanfaatan sarana dan prasarana tepat, dengan waktu dan pengelolaan lahan yang tepat pula. Penggunaan obat-obatan, pupuk, dan sarana irigasi yang tepat dapat menyebabkan hasil yang optimal yang dapat mempengaruhi hasil panen yang diperoleh (Winarso, 2013).

Sub sistem pengolahan hasil dan agroindustri, mencakup aktivitas yang dilakuakan untuk melakukan kegiatan pasca panen dan mengolah modal yang diperoleh dari hasil usah tani. Aktivitas yang dilakukan yang paling sederhana yaitu di tingkat petani, kegiatan yang dilakukan oleh petani bisa mulai dari kegiatan pasca panen sampai kegiatan pengolahan tingkat lanjut, dalam keadaan hasil panen tersebut masih dalam bentuk dan cita rasa yang sama. Sub sistem pengolahan hasil ini juga mencakup kegiatan pengolahan produk setengah jadi atau produk olahan yang siap makan atau siap saji. Proses yang dilakukan dalam kegiatan ini dimulai dari proses pengupasan kulit buah, pembersihan, fermentasi (tertentu), penggilingan, pengeringan, sortasi bentuk dan ukuran, dan pengemasan dalam tingkatan hasil. Proses pengolahan produk jadi juga dilakukan dengan mengolah lebih lanjut menjadi produk yang berbeda atau sama, yang dilakukan guna menambah variasi hasil produksi yang diolah menjadi berbagai makanan atau olahan yang bermacam-macam bentuk dan rasa (Tanjung, 2015)..

Sub sistem pemasaran, kegiatan yang dilakukan didalamnya yaitu kegiatan distribusi dan pemasaran hasil usah tani atau budidaya dan hasil olahan, yang ruang lingkup pemsarannya bisa di dalam negeri maupun di luar negeri secar ekspor. Untuk mengembangkan sub sistem pemasaran maka perlu dilakukan kegiatan pemantauan pasar dan pengembangan informasi pasar, keinginan para konsumen, dan apa yang lagi trend atau dibutuhkan oleh konsumen saat ini harus benar-benar di perhatikan dengan baik-baik guna lancarnya kegiatan pemasaran. Pemasaran yang paling diharapkan dalam sub sistem pemasaran yaitu keberhasilan dalam menembus pasar ekspor atau mancanegara, namun hal tersebut juga harus ditunjang dengan hasil usah tani yang maksimal (Wijayanti, 2016).

Sub sistem penunjang, sub sistem ini dibagi menjadi dua yaitu sub sistem pembinaan dan sub sistem prasarana. Sub sistem prasarana ini yang menyediakan peralatan yang dibutuhkan dalam pendistribusian alat usaha tani maupun pendidtribusian hasil pengolahan atau pemasaran. Sub sistem prasarana juga menyediaakan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengolahan atau agroindustri. Sub sistem pembinaan yang dilakukan yaitu dengan menyediakan penyuluhan agribisnis, penelitian dan pengembangan pertanian, pendidikan dan pelatihan dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sub sistem penunjang merupakan penunjang dalam kegiatan usaha tani dan pasca panen yang menyediakan dana dengan disediakannya perbankan atau perkreditan, Koperasi Unit Desa, koperai tani, BUMN, swasta, koperasi agribisnis, dan insfratruktur yang diberikan secara murah kepada petani (Kasimin, 2013).

Menurut Yudiarini, et al (2014), sistem agribisnis terdiri dari lima sub sistem yaitu subsistem usahatani, subsistem industri hulu sebagai penyedia input, sub sistem industri hilir, yang mengolah produk-produk pertanian, sub sistem pemasaran, dan subsistem penunjang. Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.Sedangkan subsistem penunjang adalah suatu kegiatan pertanian yang berhubungan dengan pemerintah untuk meningkatkan usahatani dan memiliki tujuan yaitu untuk memberi wawasan dan pengetahuan petani terhadap masalah manajemen produksi maupun jaringan pemasaran, terlibatnya petani dalam agribisnis dan aktifitas petani ke semua subsistem pertanian dan memberkan wadah organisasi petani untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di pertanian.

2.4 Teori Pemasaran

Menurut Lestari (2015), Pemasaran adalah suatu proses sosial menawarkan atau mempertukar produk yang bernilai dengan pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran mencangkup keseluruhan sistem kegitan bisnis mulai dari perencanaan, penentuan harga, promosi, dan pendistribusian barang dan jasa. Pemasaran memilki peran peting dalam usaha tani, dimana para petani menggunakan sistem agribisnis agar mendapatkan keuntunga atau nilai tambah. Aspek pemasaran adalah aspek peling penting diantara aspek yang lain, karena pemasaran merupakan aspek yang bersifat produktif yang mana petani berusaha menghasilkan atau mendatangkan keuntungan secara besar atau banyak dalam usahataninya.

Konsep pemasaran adalah suatu cara pemasaran dimana sistem tersebut memberikan keuntungan yang lebih dan diharapkan dapat terealisasi dengan baik. Konsep pemasaran bertujuan untuk memberikan keluasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen agar kebutuhan yang dijualkan memiliki nilai tambah, sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih. Konsep pemasaran yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam pemasaran terhadap kebutuhan konsumen (Hartono, H dkk, 2012).

Menurut Jumiati et al (2013), ada beberapa lembaga pemasaran yang terlibat yaitu dari produsen atau petani hingga ke tangan konsumen. Para pedagang pengumpul biasanya telah memiliki petani langgan. Proses penyebaran kopi arabika dari sentra produksi ke konsumen akhir melibatkan lembaga pemasaran, sehingga mengakibatkan lembaga pemasaran berusaha untuk memperoleh keuntungan. Lembaga pemasaran merupakan sarana untuk perpindahan barang produksi dalam hal ini kopi arabika dari produsen (petani kopi) sampai pada konsumen akhir yaitu masyarakat yang mengkonsumsi kopi. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berpengaruh terhadap marjin pemasaran. Saluran pemasaran tersebut merupakan suatu organisasi-organisasi yang saling tergantungan baik berupa barang atau jasa untuk memenuhi tujuan bersama. Proses ini di mulai dari petani yang menjual dagangmya kepada pedagang dan selanjutnya dari pedagang menjualnya kepada pengecer atau langsung dari konsumen. Saluran pemasaran akan terjadi hubungan timbal balik, dimana dari beberapa pihak saling memiliki keuntungan yang sama(Jumiati, E, ddk. 2013). Berikut merupakan skema pemasaran :

Gambar 2.2 Skema Pemasaran

Skema diatas merupakan saluran pemasaran yang di mulai dari petani sebagai produsen sampai ke konsumen. Hasil produksi pertanian yang dihasilkan oleh para petani, selanjutnya di jual ke pedagang atau pengempul kecamatan, baru

dijual ke pedagang besar atau tengkulak, disini terjadi transaksi barang yang dijual oleh dua orang atau lebih pembeli, selanjutnya dari pedagang tersebut langsung dijual ke konsumen, tetapi ada yang jual ke pengecer terlebih dahulu dan langsung konsumen.

Fungsi pemasaran adalah kegiatan utama yang khusus dilaksanakan untuk menyelesaikan proses pemasaran, dimana terjadi pertukaran atau transaksi yang berupa barang ataupun jasa. Transkasi ini terjadi dua orang atau lebih yang meliputi penjual dan pembeli di suatu pasar. Fungsi pemasaran ini bertujuan untuk mempermudah dalam transaksi barang dan jasa, sehingga dari dua pihak akan saling mengutungkan(Rufaidah, E dkk, 2008).

Menurut Moehar dalam Rumagit (2016), fungsi pemasaran memiliki tiga tipe dalam pelaksanaannya. Pertama, fungsi pemasaran yaitu fungsi yang didalamnya terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Fungsi penjualan di dalamnya terdapat kegiatan pemeriksaan kualitas, kuantitas, bentuk, waktu, dan harga yang sesuai dengan minat para konsumen, sedangkan pada fungsi pembelian di dalamnya terdapat pembelian terhadap komoditi untuk dikonsumsi atau di olah kembali. Kedua, fungsi fisik yaitu fungsi yang terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Pengangkutan adalah memindahkan barang dari produsen hingga ke daerah-daerah tertentu untuk diditribusikan kepada konsumen, sedangkan penyimpanan digunakan untuk menyimpan produk pertanian yang sifatnya musiman. Ketiga, fungsi fasilitas bertujuan untuk pemperlancar kegiatan pertukaran hingga ke konsumen dan terdiri atas fungsi penanggulangan resiko dan informasi pasar.

BAB 3. HASIL PRAKTEK LAPANG DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktek Lapang

Kopi dan kakao merupakan komoditas penting di Indonesia. Pembentukan lembaga penelitian kakao di Indonesia tidak terlepas dari berdirinya lembaga penelitian tanaman perkebunan lainnya. Kopi dan Kakao memiliki lembaga penelitian dan pengembangan komoditas tanaman tersebut. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia lahir pada tanggal 1 Januari 1911 dengan nama awal adalah Besoekisch Proefstation. Puslitkoka mengalami beberapa kali perubahan baik nama maupun pengelola, kemudian pada tahun 1957 bernama Balai Penyelidikan Perkebunan Besar (BPPB) berlokasi di kota Bogor dan memiliki cabang di Jember yang menangani penelitian kopi, kakao, karet dan tembakau. Tahun 1981, penelitian kakao di Indonesia secara resmi ditangani oleh Balai Penelitian Perkebunan Jember (BPPJ), selanjutnya nama BPPJ diubah menjadi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) sejak tahun 1993 hingga sekarang. Secara fungsional saat ini Puslitkoka berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia, sedangkan secara struktural dikelola oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia – Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (LRPI – APPI). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia berlokasi di Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember. Tahun 1987 seluruh kegiatan/operasional dipindahkan ke lokasi baru di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember berjarak kurang lebih 20 km arah Barat Daya dari Kota Jember. Pusat penelitan kopi dan kakao di Jember berada dibawah naungan lembaga riset perkebunan Indonesia pada tahun 1981.

Puslitkoka memiliki visi dan misi yang berisi tujuan yang ingin dicapai dan cara untuk mencapainya. Visi dan misi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Menjadi salah satu lembaga penelitian dan pengembangan kopi dan kakao yang unggul dan terpercaya di Asia pada tahun 2025.

2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi agroindustri kopi dan kakao yang sesuai dengan dinamika kebutuhan pengguna.

3. Rencana strategis dalam penggerakan pertanian kopi dan kakao.

Puslitkoka memiliki tujuan di dalam pelaksanaannya seperti, menghasilkan inovasi teknologi yang komprehensif yang dapat menunjang peningkatan produktivitas tanaman kopi dan kakao yang berada di lahan area puslitkoka, peningkatan dayavsaing kopi dan kakao melalui peningkatan kualitas dan diversifikasi produk, konservasi dan efisiensi sumberdaya, terciptanya industri perkebunan yang mantap dan berkesinambungan.

Pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia adalah lembaga non profit untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara nasional. Sarana yang dimiliki PPKKI yaitu kebun Percobaan dan Areal Kantor seluas 380 ha, terdiri atas kebun percobaan kopi arabika (KP. Andungsari ketinggian 100-1.200 m dpl.), kopi robusta dan kakao (KP. Kaliwining dan KP. Sumberasin ketinggian 45-550 m dpl.). Laboratorium yang dipunyai seluas 2.365 m2 dengan peralatan sejumlah 850 unit. Terdiri dari Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Laboratorium Fisika Tanah, Kimia Tanah dan Biologi Tanah, Laboratorium Kultur Jaringan, Laboratorium Mekanisasi Pertanian, Laboratorium Pengolahan Hasil, Laboratorium Pengawasan Mutu, Pusat Informasi dan Pelatihan. Koleksi buku dan majalah di perpustakaan sebanyak 38.706 judul dan 38.983 eksemplar, terdiri atas 7.622 judul artikel tentang kopi, 5.024 judul artikel kakao, dan lebih dari 15.677 judul artikel tentang karet, tembakau, dan tanaman lainnya dan sarana yang dimiliki PPKKI telah di tunjang oleh SDM berjumlah 301 orang, yang terbagi dalam 3 bidang tugas, yaitu bidang penelitian dan pelayanan, bidang usaha, dan bidang administrasi/penunjang. Peneliti berjumlah 34 orang, terdiri atas 11 orang berijasah S3, 8 orang berijasah S2, dan 15 orang berijasah S1. Berdasarkan jabatan fungsionalnya dapat dikelompokkan 11 orang Peneliti Utama, 12 orang Peneliti Madya, 1 orang Peneliti Muda, 1 orang Peneliti Pertama, dan 4 orang peneliti non kelas. Pusat penelitian kopi dan kakao mempunyai fasilitas yaitu kita bisa mempelajari pembibitan dan pembenihan, proses pengolahan, sekaligus menikmati secara langsung hasil produksi kopi dan kakao.

Puslitkoka memiliki tugas pokok yang harus dilakukan agar dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Tugas pokok dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian guna mendapatkan inovasi teknologi di bidang budidaya dan pengolahan hasil kopi dan kakao.

2. Melakukan kegiatan pelayanan kepada petani/pekebun kopi dan kakao di seluruh wilayah Indonesia guna memecahkan masalah dan mempercepat alih teknologi.

3. Membina kemampuan di bidang sumberdaya manusia, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan penelitian dan pelayanan.

Proses pengelolaan kopi di Puslitkoka Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji ini dilakukan di tempat, sehingga tidak memerlukan biaya transportasi untuk pengelolaan dan produksi kopi. Fasilitas-fasilitas produksi yang ada telah dirancang dengan memperhatikan keterkaitan jarak dan waktu sehingga proses produksi menjadi efektif dan efisien. Konstruksi bangunan yang digunakan Puslitkoka sebagian besar bukan merupakan ruangan tertutup. Konstruksi ini, yaitu ruangan beratap dengan dinding terbuka membuat pekerja nyaman karena sirkulasi udara dan penerangan yang baik. Ruang pengolahan untuk industri kopi dapat dibedakan menjadi dua yaitu ruang untuk pengolahan kopi hulu dan ruang untuk pengolahan kopi hilir. Ruang untuk pengolahan kopi hulu berupa konstruksi bangunan yang tidak dibatasi oleh dinding ruangan sehingga sirkulasi udara dan penerangan untuk ruangan tersebut sangat baik. Letak ruang pengolahan kopi hulu terpisah dengan ruang pengolahan kopi hilir, namun, masih dalam satu lokasi pabrik. Ruang pengolahan kopi hulu mengolah buah kopi yang datang dari kebun hingga menjadi biji kopi kering setelah difermentasi yang selanjutnya akan didistribusikan ke ruang pengolahan kopi hilir. Kondisi ruang pengolahan kopi hilir berbeda dengan ruang pengolahan kopi hulu. Ruang pengolahan kopi hilir, sebagian besar dinding ruangan dikelilingi oleh kaca yang sangat membantu dalam proses penerangan pada waktu pagi dan siang hari. Tersedianya penerangan yang baik membuat Puslitkoka tidak memerlukan energi untuk menyalakan lampu, sehingga energi listrik bisa dialihkan untuk keperluan sirkulasi udara, salah satunya untuk menyalakan kipas angin. Penerangan secara alami yang terdapat pada ruang pengolahan kopi menyebabkan cahaya matahari dengan mudahnya masuk kedalam ruangan sehingga kemungkinan ruangan terkontaminasi oleh jamur sangatlah kecil.

Kegiatan di Puslitkoka mulai dari on farm sampai ke off farm kopi, dimana on farm kopi melalui beberapa proses yaitu dari pra produksi, budidaya, dan panen sedangakan off farm kopi mulai dari penanganan pasca panen sampai pemasaranan. Penangan on farm kopi dilakukan pendekatan secara khusus agar mendapatkan hasil kopi yang berkualitas seperti kegiatan pemilihan benih kopi yang unggul, pengolahan tanaman kopi yang baik dan pengendalian hama dan penyakit yang mengganggu tanaman kopi secara bertahap serta penggunaan irigasi tetes dan fertigasi untuk mendukung budidaya di lahan marginal kering dalam mencukupi kebutuhan air, sedangkan off farm kopi dilakukan penanganan pasca panen agar mendapatkan produk yang baik dengan proses pengolahan produk menggunakan mesin seperti kegiatan sortasi, femertasi, pemanasan dan penggiling kopi dan pengemasan kopi. Hasil produk tersebut di pasarkan outlet di Puslitkoka, dengan bermacam-macam hasil produk kopi, tetapi tidak semua hasil kopi di jual dalam bentuk makanan dan minuman, ada yang di jual benihnya ke masyarakat agar dapat menanam kopi di lahan pertanian milik warga. Kegiatan di Puslitkoka diharapkan mendapatkan hasil kopi yang berkualitas dan dapat di pasarkan di masyarakat maupun pasar internasional.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Ketersedian Input atau Output Bahan Baku Pengolahan Komoditas Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Kopi yang diolah di Puslitkoka didapatkan dari hasil panen kopi para petani binaan di seluruh Indonesia. Namun, tidak jarang juga hanya mengunakan kopi dari produksi lokal yaitu dari wilayah Jember. Kopi yang dibudidayakan oleh para petani binaan dari Puslitkoka sendiri adalah kopi robusta dan arabika. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk mengolah kopi secara off farm juga berasal dari teknisi sekitar sehingga kualitasnya mungkin tidak sebaik hasil buatan negara asing, namun fungsinya tidak kalah penting karena tetap mempermudah proses pengolahan biji kopi menjadi kopi yang siap dikonsumsi. Proses pembuatan peralatan produksi olahan kopi juga dilakukan di Puslitkoka sehingga dapat dilihat bahwa para teknisi benar-benar membuatnya bukan hanya merakit hasil belian dari negara asing.

Kopi yang berada di Puslitkoka dilakukan dengan cara dikelola, adapun yang dikelola ada dua jenis kopi yang berbeda, yakni; kopi arabika dan kopi robusta. Tentu saja, dalam dua jenis kopi tersebut jelas berbeda dikarenakan ada beberapa hal yang berbeda yang dilakukan dalam budidaya kopi di Puslitkoka tersebut. Pembudidayaan yang berbeda akan berpengaruh pada kedua kopi. Salah satu contoh yang beda dari kedua kopi tersebut ialah cita rasa dari masing-masing kopi. Kedua macam jenis kopi tersebut termasuk bahan baku utama yang harus dipenuhi dengan skala besar.

Bahan baku tersebut diperoleh dari Puslitkoka yang di budidayakan sendiri. Hasil produksi kopi di Puslitkoka sudah maksimal, karana pengolahan dan perawatan yang baik yang dilakukan disetiap kegiatannya, tidak hanya di peroleh dari Puslitkoka saja, tetapi jyga diperoleh dari para petani sekitar yang berbudidaya tanaman kopi. Hal ini dapat meningkatkan mendapatkan para petani dan diharapkan hasil produksi dari Puslitkoka dan para petani dapat meningkatkan hasil produksi yang maksimal dan meningkatkan produktivitas kopi.

Seperti yang sudah dijelaskan, kopi yang dikelola oleh Puslitkoka hanya 2 macam yaitu jenis robusta dan arabika. Menurut Prastowo et al (2010) kopi robusta lebih tahan penyakit karat daun daripada varietas lainnya, danmemerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedangkan produktivitasnya jauh lebih tinggi. Robusta berasal dari kata ‘robust’ yang artinya kuat, sesuai dengan gambaran postur (body) atau tingkat kekentalannya yang kuat. Kopi robusta bukan merupakan spesies karena jenis ini turunan dari spesies Coffea canephora. Robusta dapat tumbuh di dataran rendah, namun lokasi paling baik untuk membudidayakan tanaman ini pada ketinggian 400-800 meter dpl. Suhu optimal pertumbuhan kopi robusta berkisar 24-30oC dengan curah hujan 2000-3000 mm per tahun. Berbeda dengan kopi arabika yang lebih mudah terkena serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), yang masuk ke Indonesia sejak tahun 1876. Kopi arabika hanya bisa bertahan di daerah-daerah tinggi (1000 m ke atas), di mana serangan penyakit ini tidak begitu hebat. Kopi arabika akan tumbuh maksimal dengan curah hujan berkisar 1200-2000 mm per tahun. Suhu lingkungan paling cocok untuk tanaman ini berkisar 15-24oC. Tanaman ini tidak tahan pada temperatur yang mendekati beku dibawah 4oC. Mesin-mesin pengolahan kopi juga beragam bergantung pada fungsinya. Beberapa macam mesin pengolahan kopi antara lain mesin pencuci, mesing pengering secara mekanik, mesin untuk grading, mesin pengupas, mesin penyangrai, mesin pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi, dan alat pengemas.

Jumlah kebutuhan bahan baku (input) dalam sekali produksi bergantung pada kebutuhan pasar, tapi hal ini hanya berlaku untuk input variabel saja, contohnya hasil produksi biji kopi. Jika kebutuhan pasar terhadap kopi banyak, maka biji kopi yang dibutuhkan juga banyak, beruntung bahwa petani binaan dari Puslitkoka berada di seluruh Indonesia sehingga tidak hanya bergantung pada satu wilayah saja. Berbeda dengan mesin pengolahan yang merupakan input tetap sehingga jumlah permintaan tidak mempengaruhi jumlah mesin pengolahan. Walaupun, jumlah mesin pengolahan kopi di Puslitkoka sudah cukup memadai walaupun tidak semuanya dalam keadaan baik tapi setidaknya dapat berproduksi untuk memenuhi kebutuhan pasar.

3.2.2 Proses Budidaya Komoditas Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Salah satu subsistem agribisnis tanaman kopi adalah subsistem agroindustri. Subsistem agroindustri merupakan subsistem dalam agribisnis yang memiliki peran dan fungsi untuk melakukan pengolahan hasil dari proses budidaya tanaman kopi menjadi produk primer ataupun produk jadi (produk akhir), adapun proses-proses dalam subsistem agroindustri adalah sortasi, pengupasan, femertasi, pemanasan, pencucian, dan pengemasan. Pengolahan hasil dari budidaya tanaman kopi yang ada di puslitkoka dilakukan didalam wilayah puslitkoka itu sendiri menggunakan peralatan-peralatan yang sudah tersedia. Peralatan-peralatan yang tersedia di puslitkoka sudah termasuk peralatan-peralatan yang modern, seperti mesin pengupas, mesin pemanasan, mesin sortasi, mesin penggiling, dan mesin pengemasan. Peralatan-peralatan yang ada di Puslitkoka sudah cukup baik, tidak ada kerusakan, karena petugas Puslitkoka sering diperiksa secara intensif. Proses pengolahan hasil budidaya tanaman kopi sampai menjadi produk jadi melalui beberapa tahap, tahapan-tahapan tersbut antara lain:

Gambar 3.1. Tahapan pengolahan kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

1. Sortasi buah kopi

Proses yag akan dilakukan selanjutnya setelah biji buah kopi dipanen adalah memisahkan biji kopi yang baik dengan biji kopi yang rusak baik karena hama maupun penyakit. Proses ini dinamakan dengan proses sortasi. Sortasi biasa dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. proses sortasi dilakukan dengan memilih buah kopi yang meiliki warna merah segar, tidak pecah, tidak busuk ataupun berjamur. Buah kopi yang siap panen berwarna warna , pada keadaan ini buah kopi masih menyipan aroma dan cita rasa yang kahas, di timbang buah kopi yang berwarna kuning, hijau, dan hitam. Proses sortasi sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas kopi yang akan diolah, karena setiap ukuran buah kopi kualitasnya berbeda-beda.

Gambar 3.2 Sortasi Biji Kopi

Gambar tersebut menjelaskan proses sortasi biji kopi, dimana proses tersebut bertujuan untuk memisahkan biji-biji kopi yang tidak seukuran, agar mempermudah dalam proses selanjutnya. Proses tersebut menggunakan mesin sortasi, dimana mesin tersebet sangat efektif dan efesien yang tidak memerlukan tenaga yang cukup besar serta menghasilkan biji kopi yang ukuran yang sama.

2. Pengupasan

Proses pengupasan atau “pulping” pada biji buah kopi sendiri ialah proses yang pengupasan dilakukan pada bagian kulit buah dan daging buah dengan tujuan untuk menghilangkan kulit luar pada biji buah kopi agar pada proses selanjutnya lebih mudah untuk diproses. Proses pengupasan kulit biji kopi bisa dilakukan secara manual dan secara otomatis dengan menggunakan mesin pengupas. Puslitkoka melakukan pengupasan kulit biji kopi dengan menggunakan mesin yang diproduksi oleh puslitkoka sendiri. Penggunaan mesin pada proses ini mampu meningkatkan efisiensi waktu dalam proses ini, karena dengan menggunakan mesin proses pengupasan menjadi lebih cepat dan tidak memerlukan tenaga kerja yang besar serta hasil kopi yang berkualitas baik tanpa menghilangkan cita rasa dari kopi tersebut.

Gambar 3.3 Pengupasan biji kopi

Sumber gambar: http://klinikkopi.com/2016/01/arabica-ratamba-dengan-beberapa-proses/

Gambar tersebut menjelaskan proses pengupasan biji kopi dengan menggunakan mesin. Hasil kopi yang dihasilkan oleh mesin pengupasan sangatlah baik, dan dalam pengerjaannya sangatlah efektif ditimbang memakai proses manual. Hasil kopi yang telah dikupas oleh mesin pengupasan akan ditempatkan pada suatu wadah yang ditempatkan dibawah, dan dalam pengerjaannya di memerlukan waktu yang lama serta menghasilkan kopi yang maksimal.

4. Fermentasi

Setelah proses pengupasan atau “pulping” pada biji buah kopi telah selesai dilakukan, maka berlanjut pada proses yang selanjutnya ialah proses fermentasi, pada alat fermentasi sendiri terdapat lubang-lubang kecil yang berguna sebagai tempat keluar masuknya udara. Tujuan utama dilakukan proses fermentasi pada biji kopi ialah bukan bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa pada biji buah kopi itu sendiri, melainkan untuk mempermudah proses pelepasan lendir yang masih terdapat pada biji buah kopi, dimana pada fase proses ini bagian yang ketigalah yang dihilangkan. Berikut ini gambar proses femertasi.

Gamabar 3.4 Proses femertasi buah kopi.

Gambar tersebut menjelaskan proses femertasi biji kopi. Tujuan proses ini untuk menghilangkan lendir pada biji kopi, hal ini akan mempermudah dalam proses selanjutnya. Proses femertasi menggunakan wadah berbentuk balok yang terbuat dari kayu. Wadah tersebut diberi lubang kecil di sebagian titik, yang bertujuan untuk masuknya udara dalam wadah.

5. Pencucian

Proses pengolahan yang dilakukan setelah proses fermentasi ialah dilakukan proses pencucian atau “washing” dengan tujuan untuk menghilangkan secara total lapisan lembutnya yang masih melekat pada lapisan yang keempat atau kulit tanduk agar pada proses selanjutnya biji buah kopi ini lebih mudah untuk diproses. Proses pencucian dilakukan pada bak besar dengan dialiri air sampai biji kopi benar-benar tergenang. Sebelum dicuci, biji terlebih dahulu direndam selama beberapa menit kemudian air pada bak dikeluarkan sampai habis.

Gambar 3.5 Pencucian biji kopi

Sumber Gambar: https://muhamadjack.wordpress.com/2008/04/07/gambar-mesin-produksi-kakao/

Gambar tersebut menjelaskan proses pencucian yang menggunakan teknologi canggih berupa mesin pencuci. Penggunaan mesin ini sangat mempermudah dalam pengerjaannya dan tidak memerlukan waktu yang lama, sehingga pengerjaanya sangat efektif dan efesien. Proses ini dilakukan setelah proses femertasi. Biji kopi yang di hasilkan sangat bersih dan merata serta dijamin kebersihaannya akan kotoran yang ikut dalam proses pengolahan kopi sebelumnya.

3.2.3 Pemasaran Komoditas Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Komoditas kopi yang ada di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia tidak hanya dipasarkan dalam bentuk kopi gelondongan atau kopi bijian tetapi kopi hasil budidaya juga diolah menjadi berbagai macam olahan, baik olahan setengah jadi atau olahan jadi (langsung konsumsi). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia mengambangkan berbagai olahan kopi guna meningkatkan penghasilan dengan mengembangkan produk olahan kopinya. Pusat Penelitian Kopi dan Kakako Indonesia menerapkan sistem agribisnis dari hulu sampai ke hilir yaitu dari kegiatan budidaya hingga pemasaran hasil produksi.

Produk yang dipasarkan di outlet Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia bermacam-macam yang merupakan hasil olahan dari kopi dan kakao yang dibudidayakan di sana. Produk kopi yang di pasarkan di outlet memiliki merk yang berbeda-beda dan ukuran kemasan yang berbeda-beda. Kopi yang di jual di outlet terdiri dari olahan kopi arabika dan kopi robusta dengan dikemas di kemasan plastik yang diberi merk olahan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Kopi di outlet adayang dikemas dalam kemasan gelas kaca, yaitu kopi yang masih dalam bentuk biji kopi yang sudah di sangrai dan ada juga kopi yang dipasarkan dalam bentuk botol yang ditaruh pada lemari pendingin, sehingga bisa langsung diminum atau dinikmati. Harga yang produk yang ada di outlet Pusat Peneitian Kopi dan Kakao Indonesia cukup terjangkau yaitu berkisar antara Rp 3.000 sampai Rp 75.000. Pelanggan juga bisa menikmati produk kopi yang langsung di seduh di cafe outlet tersebut sambil beristirahat sejenak.

Divisi pemasaran yang berperan dalam menangani hasil dari produksi kopi ini juga dapat dikatakan sebagai divisi kecil, karena hasil dari komoditas kopi hanya dijadikan kedalam bentuk olahan jadi dengan kapasitas yang kecil. Pengolahannya juga dilakukan dengan jumlah pengelola yang minim atau tidak terlalu banyak sehingga hasil pengolahannya juga lebih sedikit. Karena kapasitas jumlah pengolahannya sedikit, maka pemasarannya juga dilakukan dengan cara yang sederhana dan tidak melibatkan komponen yang besar. Hasil produksi yang sudah dibentuk kedalam barang jadi hanya dapat dimiliki apabila konsumen mengunjungi Puslit.

Pemasaran produk olahan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia hanya dilakukan di outlet yang ada di wilayah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Pemasaran tersebut hanya dipasarkan di outlet karena produksi yang terbatas, kemasan produk yang kalah dengan kemasan pabrik besar, dan pemasarannya yang kurang bisa mencakup seluruh Indonesia. Hasil olahan kopi Pusat Peneltian Kopi dan Kakao Indonesia bisa dijual ke luar wilayah jika ada orang yang memesan, maka Pusat Penelitian Kopi dan Kakao bisa membuatkan produk olahan sesuai dengan pesanan. Konsumen hasil olahan kopi tersebut kebanyakan adalah pengunjung Pusat Penelitian Kopi dan Kakao yang biasanya beristirahat di outlet atau hanya sekedar ingin membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Berikut merupakan skema pemasaran produk kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Gambar 3.2 Saluran Pemasaran Produk Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Berdasarkan saluran di atas dapat dijelaskan bahwa pemasaran yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yaitu dengan cara yang singkat atau tidak begitu panjang. Pemasaran hasil produk olahannya dimulai dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang merupakan produsen utama pembuat produk olahan tersebut. Hasil pengolahan produk tersebut kemudian disalurkan ke outlet yang terdapat di wilayah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia guna dipasarkan kepada para pelanggan atau para pengunjung Puslitkoka tersebut. Produk yang dipasarkan di outlet Puslitkoka bisa langsung dipilih macam dan jenis produknya sesuai dengan keinginan konsumen, dan produk-produk tersebut sampai ke tangan para konsumennya.

Cara pemasaran yang dilakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yaitu pemasaran yang dilakukan di wilayah Puslitkoka tersebut. Pemasaran produknya hanya dipasarkan di outlet yang terdapat di lingkungan Puslitkoka. Sehingga produk hasil pengolahan langsung di pasarkan secara langsung dan konsumen dapat membeliya di oulet tersebut. Hasil olahan yang ada di Puslitkoka tidak di pasarkan di wialayah yang lebih luas karena input atau bahan bakunya yang terbatas dan pengemasannya yang kurang menarik pelanggan, sehingga masih kalah dalam hal kemasan produk.

BAB 4. SIMPULAN

1. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang membudidayakan tanaman kopi dan kakao. Kopi dan kakao merupakan bahan utama dalam pembuatan bubuk kopi dan coklat, diamana budidayanya dikelolah sendiri oleh karyawan Puslit koka. Pengolahan kopi dan kakao di mulai dari hulu sampai hilir dengan teknik pendakatan khusus dalam budidayanya dan penggunaan teknologi modern dalam pasca panennya.

2. Pengolahan hasil kopi untuk menjadi produk primer ataupun produk jadi dilakukan beberapa proses dengan menggunakan mesin, adapun pengolahan kopi dimulai dari sortasi yang bertujuan untuk memisahkan buah kopi yang seukuran. Selanjutnya proses pengupasan bertujuan untuk memisahkan biji kopi dengan kulit luar, selanjutnya proses femertasi, dimana proses ini bertujuan untuk mempermudah proses pelepasan lendir yang masih terdapat pada kopi. Proses selanjutnya yaitu proses pencucian yang tujuan untuk menghilangkan secara total lapisan lembutnya yang masih melekat pada lapisan yang keempat atau kulit tanduk agar pada proses selanjutnya biji buah kopi ini lebih mudah untuk diproses.

3. Pemasaran budidaya tanaman kakao yang ada di puslitkoka di pasarkan dalam bentuk bibit tanaman kakao yang memiliki kualitas yang baik dan bisa di gunakan sebagai bibit pada perkebunan rakyat. Pemasaran produk dari puslitkoka tidak hanya bibit kakao saja, tetapi juga dipasarkan di outlet kemudian disalurkan ke outlet yang terdapat di wilayah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, guna dipasarkan kepada para pelanggan atau para pengunjung Puslitkoka tersebut. karena produksi yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Aklimawati, L, Yusianto dan Surip Mawardi. 2014. Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa. Jurnal Pelita Perkebunan. 30(2):159-180.

Chandra, D., R. H. Ismono, dan E. Kasymir. 2013. Prospek Perdagangan Kopi Robusta Indonesia di Pasar Internasional. JIIA, 1(1): 10-15.

Hartono, H,. K. Hutomo dan Marshelia Mayangsari. 2012. Pengaruh Strategi Pemasaran Terhadap Peningkatan Penjualan Pada Perusahaan”Dengan Menetapkan Alumni Dan Mahasiswa Universitas Bina Nusantara sebagai Objek Penelitian. Binus Business ReviewI. 3(2) : 882-897.

Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Lahan Suboptimal, 1(2): 186-196.

Jumiati, E, ddk. 2013. Analisis Saluran Pemasaran dan Marjin Pemasaran Kelapa dalam di Dalam Daerah Perbatasan Kalimtan Timur. Jurnal Agrifor. 12(1):1-10.

Kasimin, Suyanti. 2013. Keterkaitan Produk Dan Pelaku Dalam Pengembangan Agribisnis Hortikultura Unggulan Di Provinsi Aceh. Manajemen & Agribisnis, 10(2): 117-127.

Lestari,S.P.2015.Hubungan Komunikasi Pemasaran dan Promosi dengan Keputusan Memilih Jasa Layanan Kesehatan. Jurnal Interaksi. 4(2): 139-147.

Ma’arif, S., dan A. Bilhak. 2014. Pengembangan Agribisnis Kopi Dalam

Kerangka Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Aceh Tengah. Teknik PWK, 3(2): 254-261.

Mayrowani, Henny. Kebijakan Penyediaan Teknologi Pascapane Kopi dan Masalah Pengembangan. Penelitian Agro Ekonomi, 31(1): 31-49.

Nasrul, W. 2012. Pengembangan Kelembagaan Petanian untuk Peningkatan Kapasitas Petani Terhadap Pembangunan Pertanian. Jurnal Menara Ilmu. 3(29):166-174.

Nugroho, D dkk. 2012. Karakterisasi Muu Fisik dan Cita Rasa Biji Kopi Arabika Varietas Maragogip ( Coffea Arabika L.var. Maragogype Hort. Ex Frroehner) dan Seleksi Pohon Induksi di Jawa Timur. Jurnal Pelita Perkebunan .28(1):1-13.

Nursinah, I. Z., dan M. I, Rahmanto. Strategi Adopsi Teknologi Panen dan Pasca Panen Tanaman Padi di Kabupaten Bekasi. Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, 1(1): 1-16.

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Prianto,F.W. 2011. Pola Pengembangan Agroindustri yang Berdaya Saing (Studi Kasus Kabupaten Malang). Jurnal JEAM. 10(1):48-71.

Putri, I.C.K. 2013. Analisis Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Parigi-Moutong. Jurnal EMBA. 1(4):2195-2205.

Rufaidah., dkk. 2008. Analisis Pemasaran Buah Duku di Kabupaten Ogan Komering Ilir(OKI) Sumatera Selatan. Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian. 7(1):24-40.

Rumagit, G. A. J., J. M. Sambuaga, dan R. Kaunang. 2016. Analisi Pemasran Buah Pepaya di Desa Matungkas Kecamatan Dimember Kabupaten Minahasa Utara. Agri-Sosioekonomi, 12(2): 53-76.

Sagita, T. dan D. R. Hidayati. 2013. Keragaan Kopi Pasar Domestik Indonesia. Agriekonomika, 2(1): 49-57.

Setiawan, Iwan. 2012. Agribisnis Kreatif. Penebar Sawadaya Group : Jakarta.

Soejono, D. 2011. Stetegi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Sub Sektor Tanaman Pangan di Kabupaten Situbondo. Jurnal SEP. 5(3):54-60.

Soetriono dan S. Anik. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Intimedia : Malang.

Suyamto. 2011. Revitalisasi Sistem Perbenihan Tanaman Pangan : Sebuah Pemikiran. Iptek Tanaman Pangan, 6(1): 1-13.

Syarifuddin. 2015. Perancangan Peralatan Pengongsengan Biji Kopi Sistem Blower. Jurnal Hasil Pelitian Industri. 28(2):1-114.

Tanjung, F., R. Hariance, dan R. Febriamansyah. 2015. Agribisnis Perkebunan Rakyat Kopi Robusta Di Kabupaten Solok. AGRISEP, 14(1): 11-25.

Wijayanti, P. U., N. L. W. Surya, dan I. M. Sudarman. 2016. Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kopi Arabika pada Unit Usaha Produktif Ulian Murni Kabupaten Bangli. Agribisnis dan Agrowisata, 5(1): 15-25.

Winarso, Bambang. 2013. Kebijakan Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan dalam Mendukung Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Studi Kasus di Propinsi Gorontalo. Pertanian Terapan, 13(2):85-102.

Yulia, N.K,. B. Srusa dan N.W. Sri. Astiti. 1014. Dampak Pengembangan Agribisnis pada Subak terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani, Jurnal Manajemen Agribisnis. 2(1):37-43.

Sub Sistem

Pengolahan hasil roduksi

Produksi / Budidaya

Penyediaan Sarana Produksi

Pemasaran

Penunjang

Prasarana

Pembinaan

Petani

Pedagang/pengumpul kecamatan

Pedagang/pengumpul kecamatan

Pedagang besar/ Tengkulak

Pedagang besar/ Tengkulak

Pengecer

Konsumen

Melakukan sortasi pada buah kopi

Melakukan pengupasan kulit buah kopi

Melakukan fermentasi pada biji kopi

Mencuci biji kopi yang sudah dikupas

Mengeringkan biji kopi yang sudah dicuci

Mengupas kulit tanduk atau kulit ari pada biji kopi

Melakukan grading biji kopi berdasarkan ukuran

Melakukan pengemasan

Konsumen

Outlet Puslit

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

ii