9
Pembahasan mengenai besar bagian harta warisan bagi saudara tidak dapat dilepaskan dari kalalah, karena saudara barulah dapat tampil sebagai ahli waris setelah pewaris meninggal dunia dalam keadaan kalalah atau mati punah. Pengertian kalalah secara hukum terdapat perbedaan pendapat di antara ketiga sistem hukum kewarisan islam yang dikenal dan berlaku di Indonesia, namun semuanya menempatkan istilah kalalah sebagai kunci utama bagi tampilnya saudara sebagai ahli waris. Menurut Hazairin dan Sajuti Thalib beserta para murid beliau, kalalah adalah orang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan beserta keturunannya. Dalam ajaran bilateral Hazairin ini, eksistensi ayah tidak mempengaruhi dan tidak menentukan kedudukan pewaris dalam keadaan kalalah atau tidak kalalah. Tetapi eksistensi ayah berpengaruh terhadap tampilnya saudara pewaris dalam menggunakan ketentuan bear bagian harta warisan bagi saudara berdasarkan surah an-Nisa ayat 12 g dan 12 h ( Q.4:12g dan Q.4:12h), atau an-Nisa ayat 176 (Q.4:176). Dasar hukum saudara sebagai ahli waris sebagaimana dijelaskan diatas berada pada Q.4:12g dan Q.4:12h serta Q.4:176. Satu-satu dari dasar hukum tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: - Surah an-Nisa Ayat 12 Mengenai saudara, “.... jika seseorang mati baik laki- laki maupun perempuan daam keadaan kalalah tetapi mempunyai seorang saudara laki-lak atau seorang saudara

Warlam Saudara Hazairin Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Warlam Saudara Hazairin Fix

Pembahasan mengenai besar bagian harta warisan bagi saudara tidak dapat dilepaskan

dari kalalah, karena saudara barulah dapat tampil sebagai ahli waris setelah pewaris

meninggal dunia dalam keadaan kalalah atau mati punah. Pengertian kalalah secara hukum

terdapat perbedaan pendapat di antara ketiga sistem hukum kewarisan islam yang dikenal dan

berlaku di Indonesia, namun semuanya menempatkan istilah kalalah sebagai kunci utama

bagi tampilnya saudara sebagai ahli waris.

Menurut Hazairin dan Sajuti Thalib beserta para murid beliau, kalalah adalah orang

meninggal dunia tanpa meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan beserta

keturunannya. Dalam ajaran bilateral Hazairin ini, eksistensi ayah tidak mempengaruhi dan

tidak menentukan kedudukan pewaris dalam keadaan kalalah atau tidak kalalah. Tetapi

eksistensi ayah berpengaruh terhadap tampilnya saudara pewaris dalam menggunakan

ketentuan bear bagian harta warisan bagi saudara berdasarkan surah an-Nisa ayat 12 g dan 12

h ( Q.4:12g dan Q.4:12h), atau an-Nisa ayat 176 (Q.4:176).

Dasar hukum saudara sebagai ahli waris sebagaimana dijelaskan diatas berada pada

Q.4:12g dan Q.4:12h serta Q.4:176. Satu-satu dari dasar hukum tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

- Surah an-Nisa Ayat 12

Mengenai saudara, “.... jika seseorang mati baik laki-laki maupun perempuan daam

keadaan kalalah tetapi mempunyai seorang saudara laki-lak atau seorang saudara

perempuan, maka bagi masing-masing dari kedua orang saudara itu seperenam harta

warisan. Tetapi jika saudara-saidara itu lebih dari satu orang, maka mereka besekutu

dalam sepertiga, sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya atau sesudah dibayar

utangnya, dengan tidak memberi kemudaratan (kepada ahli waris), demikianlah

ketentuan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Hazairin dan Sajuti Thalib telah merumuskan beberapa garis hukum kewarisan bagi

saudara yang ditentukan dalam surah an-Nisa ayat 12 sebagai berikut.

1. Garis hukum mengenai ketentuan besar bagian bagi satu saudara berdasarkan

Q.4:12g: jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan diwarisi secara penuh

sedangkan baginya ada seseorang saudara laki-laki atau seorang saudara

perempuan, maka setaip mereka itu mendapat seperenam.

Page 2: Warlam Saudara Hazairin Fix

Penyelesaian kasus kewarisan menurut Hazairin dikembangkan oleh Sajuti Thalib,

yang melanjutkan pemikiran Hazairin sebagai amanah Hazairin, diantaranya

mengenai saudara dan radd. Krena itu terdapat perbedaan pendapat anatara

Hazairin dengan Sajuti Thalib tentang jumlah saudara yang dapat menghijab-

nuqsan ibu (mengurangi jumlah bagian warisan ibu dari 1/3 menjadi 1/6).

Hazairin berpendapat bahwa jumlah saudara yang dapat mengurangi bagian

warisan ibu adalah dua orang saudara. Sedangkan Sajuti Thalib berpendapat

bahwa jumlah saudara tidak dibatasi minimal dua orang, tetapi satu orang

saudarapun sudah dapat menhijab-nuqsan ibu.

Pada mulanya, ajarah Hazairin yang dikemukakan oleh Hazairin sendiri, bahwa

besar bagian harta warisan ibu yang menjadi ahli waris bersama seorang saudara

pewaris, baik saudara sekandung, saudara seayah, maupun saudara seibu, adalah

sepertiga harta warisan.

Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Sjuti Thalib, dimana menurutnya ibu

mendapat 1/6 bagian jika mewaris bersama satu orang saudara atau lebih. Menurut

Hazairin ibu mnedapat 1/3 harta warisan bila:

Pewaris tidak berketurunan dan bersaudara, ibu mendapat 1/3

Pewaris bersaudara tetapi semuanya mati punah, ibu mendapat 1/3

Pewaris hanya mempu nyai seorang saudara yang masih hidup, baik

saudara sekandung, atau seayah, atau seibu, sedangkan saudara-saudara

yang lain mati punah, ibu mendapatkan 1/3

Pewaris hanya mempunyai seorang saudara yang masih hidup, atau

seorang saudara yang telah meninggal dunia tetapi meninggalkan

keturunan, baik saudara laki-laki maupun perempuan, baik sekandung,

seayah, ataupun seibu, maka ibu mendapatkan 1/3.

2. Garis hukum menegenai ketentuan besar bagian dua orang saudara atau lebih

berdasarkan Q.4:12h: jika ada seseorang perempuan diwarisi secara punah

sedangkan baginya ada saudara-saudara yang jumlahnya dua orang, maka mereka

bersekutu untuk sepertiga.

Page 3: Warlam Saudara Hazairin Fix

3. Garis hukumQ.4:12 lainnya :

i. Pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut dalam garis hukum g dan h

sesudah dibayarkan wasiat/atau utang pewaris

j. Pembagian wasiat dan/atau pembayaran utag itu tidak boleh mendatangkan

kemudaratan kepada ahli waris

k. Demikianlah ketentuan Allah

l. Bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun

- Surah an-Nisa Ayat 176

Selain didalam an-Nisa ayat 12 g dan 12 h, besar bagian saudara juga diatur dalam an-

Nisa ayat 176, “Mereka meminta fatwa kepadamu. Katakanlah “Allah memberi fatwa

kepadamu tentang kalalah: jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak

meninggalkan anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang

perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-

laki mempusakai, jika ia tidak mempunyai anak tetapi jika saudara perempuan itu dua

orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang

meninggal. Dan jika mereka saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian

seorang saudara laki-laki sebanyak dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan

kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Menurut Hazairin dan Sajuti Thalib, saudara termasuk dalam kelompok keutamaan

kedua, dengan tanpa membedakan jenis saudara, apakah saudara seayah, atau saudara

seibu, mereka secara bersama-sama dapat tampil sebagai ahli waris. Apabila pewaris

tidak meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan beserta

keturunannya, menurut kedua ahli hukum kewarisan Islam itu, maka saudara dapat

tampil sebagai ahli waris.

Jika ayah masih hidup, menurut ajaran Bilateral Hazairin, saudara berkedudukan

sebagai zul-fara’id semuanya, karena itu dasar hukum yang diterapkan adalah Q.4:12

gdan Q.4:12h. Tetapi, apabila ayah telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris

maka bagian harta warisan bagi saudara diselesaikan berdasarkan Q.4:176.

Selain perbedaan pengertian kalalah di antara ketiga aliran kewarisan islam yang

terdapat di Indonesia, yang dapat menentukan tampil atau tidak tampilnya saudara sebagai

Page 4: Warlam Saudara Hazairin Fix

ahli waris, juga terdapat perbedaan kedudukan saudara yang dapat tampil sebgai ahli waris

berdasarkan garis hubungan darah antara pewais dengan saudara atau saudara-saudara

pewaris. Perbedaan kedudukan saudara yang dapat tampil sebagai ahli waris tersebut

sehubungan dengan adanya perbedaan ketentuan kedudukan ahli waris dan besar bagian harta

warisan yang ditentukan dalam surah an-Nisa ayat 12g dan 12h dengan surah an-Nisa ayat

176.

menurut Hazairin, garis hubungan darah yang mempertalikan pewaris dengan saudara

atau saudara-saudara pewaris tidak dibedakan. Dengan kata lain, Hazairin tidak membedakan

hubungan pewaris dengan saudara atau saudara-saudara pewaris, baik sebagai saudara

sekandung, saudara seayah, maupun saudara seibu. Menurutnya, saudara sekandung, seayah

dan seibu mempunyai kedududkan sederajat sehingga tidak dibedakan antara mereka selaras

dengan sistem kewarisan bilateral menurut al-Quran. Argumentasi yang diajukan Hazairin,

bahwa kata-kata yang digunakan dalam al-Quran tidak memberikan perincian tentang

hubungan perasaudaraan, apakah sekandung, seayah atau seibu. Oleh sebab itu yang

dimaksud akhun, ukhtun, ikhwatun adalah saudara dalam semua jenis hubungan

persaudaraan, baik karena adanya pertalian darah dengan ayah maupun pertalian darah

dengan ibu. Mereka semua dalam posisi yang sama, yaitu secara bersama-sama dapat tampil

dan menjadi ahli waris dari saudaranya yang telah meninggal dunia.Perbedaan bagian saudara

antara ketentuan ayat 12 dengan ayat 176, bukan karena perbedaan pertalian darah antara

ayah dan ibu (sekandung, seayah dan seibu), melainkan karena perbedaan keadaan (kasus)

yang terjadi. Artinya kasus kalalah pada ayat 12 tidak sama dengan kasus kalalah pada ayat

176.

Penerapan surah an-Nisa ayat 12, menurut Hazairin, yaitu jika pewaris meninggal

dunia dalam keadaan kalalah, yaitu tidak meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun

anak perempuan beserta keturunannya, dan ayah masih hidup. Ketentuan yang diterapkan

untuk menetapkan besar bagian harta warisan bagi audara pewaris, baik saudara sekandung,

saudara seayah maupun saudara seibu, adalah berdasarkan an-Nisa ayat 12.

Sedangkan jika pewaris meninggal dunia dalam keadaan kalalah, yaitu tidak

meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan beserta keturunannya

sedangkan ayah pewaris pun telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, maka

menurut Hazairin, digunakan an-Nisa ayat 176.

Page 5: Warlam Saudara Hazairin Fix

Mengenai besar bagian saudara sebagai ahli waris menurut Hazairin maka dapatlah

kita untuk lebih memahaminya melihat pada duduk perkara kasusnya. Oleh karena dalam

sistem kewarisan bilateral Hazairin seperti yang dibahas diatas dinyatakan bahwa yang

menjadi patokan dalam menentukan dasar hukum yang akan dipakai dalam suatu pewarisan

ialah ada atau tidaknya ayah pewaris pada saat pewaris meninggal dunia. Sedangkan jenis-

jenis saudara tidaklah menjadi penentu dalam penentuan penggunaan dasar hukum karena

Hazairin tidaklah mengenal pembedaan diantara saudara-saudara seperti pada sistem

kewarisan menurut Patrilineal Syafi’i dan KHI. Dengan demikian maka apabila dalam kasus

yang terjadi :

- ayah dari si pewaris masih hidup, digunakan Q.4:12g dan Q.4:12h

Apabila pewaris meninggal dengan meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau

seorang audara perempuan, maka saudara laki-laki atau perempuan tersebut

memperoleh 1/6 bagian (Q.4:12g). Bila pewaris meninggal dengan meninggalkan dua

orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki atau perempuan, maka mereka

memperoleh 1/3 secara bersama-sama (Q.4:12h). Bila seorang saudara laki-laki atau

seorang saudara perempuan mewaris bersama dengan ibu, maka menurut Hazairin

bagian ibu adalah 1/3 (Q.4:11e) dan bagian saudara pewaris tersebut 1/6 bagian

(Q.4:12g). Bila dua orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki atau perempuan

mewaris bersama dengan ibu makabagian ibu adalah 1/6 (Q.4:11f) dan saudara-

saudara pewaris tersebut mendapatkan 1/3 secara bersama-sama (Q.4:12h).

- ayah dari si pewaris telah meninggal lebih dahulu, digunakan Q.4:176

Apabila pewaris meninggal dengan meninggalkan seorang saudara perempuan, maka

ia mendapatkan 1/2 dari harta warisan pewaris (Q.4:176b) mewaris dengan ibu maka

ibu mendapatkan 1/3 bagian (Q.4:11e). Bila pewaris meninggal dengan meninggalkan

saudara laki-laki satu orang atau lebih, maka saudara laki-laki tersebut mendapatkan

seluruh harta warisan pewaris tersebut (Q.4:176c). Jika pewaris meninggal dengan

meninggalkan saudara perempuan dua orang atau lebih, maka mereka mendapatkan

2/3 harta warisan secara bersama-sama (Q.4:176d) mewaris bersama dengan ibu maka

ibu mendapatkan 1/6 bagian (Q.4:11f). Sedangkan bila pewaris meninggal dengan

meninggalkan saudara laki-laki dan perempuan maka bagian laki-laki adalah dua kali

bagian perempuan (Q.4:176e) mewaris bersama dengan ibu,maka ibu mendapatkan

1/6 bagian (Q.4:11f).