Upload
muhammad-aly-albadyu
View
83
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Agama
Citation preview
Wahabisme : Memahami Akar, Model Dan
Peran Ekstremisme Islam
oleh Zubair Qamar, As-Sunnah Foundation of America
Pengantar
Gerakan paling semu para ekstremis Sunni
sekarang ini adalah Wahabisme (yang juga dikenal
sebagai Salafisme). Mungkin banyak orang berpikir
bahwa teror Wahabi merupakan fenomena baru yang
hanya mentargetkan non-Muslim saja, banyak orang
akan terkejut jika mengetahui kalau kelompok muslim
Sunni ortodoks adalah target pembantaian pertama
yang disembelih oleh mereka di Saudi beberapa ratusan
tahun yang lalu. Untuk mengetahui secara detail tragedi
mengerikan itu seseorang hanya cukup membaca 1
evolusi sejarah Arab Saudi - tragedi di mana ribuan
muslim Sunni dan Syiah tewas di tangan militan Wahabi.
Interpretasi ekstremis Wahabi, meskipun
sebelumnya terbatas pada sekelompok kecil orang di
Arabia, telah bertahan sampai hari ini di bawah
perlindungan, dukungan keuangan, dan pengawasan
dari organ-organ agama negara Saudi. Ini telah
mengubah Wahabisme - dan terkait kelompok Salafi
yang mendapat inspirasi dan dukungan dari mereka-
menjadi ancaman global yang harus diperhitungkan
oleh masyarakat dunia. Bagi seorang Wahabi-Salafi,
semua orang yang berbeda dengan mereka, termasuk
Muslim Sunni, Muslim Syiah, Kristen, dan Yahudi adalah
orang-orang yang menjadi sasaran pengkafiran mereka.
2
Apakah mayoritas Sunni mendukung
Wahabisme? Apakah Sunni dan Wahabi satu dan sama?
Apa Yang Dimaksud Dengan Wahabi?
Karena Wahabi mengklaim dirinya sebagai
"Sunni yang benar," adalah sulit bagi orang-orang yang
terbiasa dengan Wahabisme untuk membedakannya
dari Islam Sunni ortodoks. Jika Wahabi ditanya apakah
dia Sunni, dia akan selalu menjawab secara afirmatif.
Ketika ditanya apakah mereka Wahabi, mereka akan
menjawab dengan tegas "tidak" karena mereka
menganggap panggilan tersebut sebagai penghinaan
terhadap apa yang mereka percaya dan lakukan dalam
sebuah gerakan: "Kemurnian ibadah dan penghormatan
hanya kepada Allah saja. Para pembawa Islam otentik
3
dari zaman Nabi saw sampai sekarang "Memanggil
mereka dengan panggilan Wahabi untuk menyiratkan
bahwa mereka belajar dari ide-ide seorang pria
bernama Muhammad bin Abdul Wahhab, bukan dari Al-
Qur'an dan Sunnah - dua besar sumber Islam-. Terlepas
dari apa yang mereka pikirkan, mereka tidak mengikuti
sumber-sumber Islam yang otentik, tetapi mengikuti
interpretasi yang salah dari pendiri gerakan Wahabi
yang muncul di tahun 1700. Sunni dan kelompok lain
penentang Wahabi telah melabeli mereka dengan
sebutan Wahabi untuk membedakannya dari kaum
Sunni ortodoks.
4
Wahabi Sebagai Salafi: Kalimat Semantik yang Menipu
Wahabi sendiri telah membedakan dirinya dari
Sunni ortodoks dengan label Salafi, yang mengacu pada
kata salaf – Satu periode di mana kaum muslim awal
tinggal pada 300 tahun pertama setelah Hijrah, atau
pada periode hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekah
ke Madinah pada tahun 622, periode para sahabat,
periode mereka yang mengikuti para sahabat (disebut
Tabi'in), dan periode mereka yang mengikuti para Tabiin
(Taba al-Tabi'in) yang hidup pada periode Salaf sebagai
periode terbaik yang menggambarkan bagaimana
kehidupan muslim yang seharusnya, sebagaimana Nabi
Muhammad saw telah memuji kaum muslimin masa itu
sebagai generasi umat Islam terbaik. Oleh karena itu,
setiap muslim sejak zaman Nabi Muhammad Saw telah
5
menjadinya sebagai perode ideal dimana mereka
dituntut mematuhi dan mengikuti jejak para penganut
salaf. Ini berarti bahwa ketika seorang Wahabi
menyebut dirinya Salafi, dia mengaku dirinya sebagai
pengikut sejati Islam yang murni. Ini, bagaimanapun
jauh dari kebenaran.
Muslim Sunni Ortodoks percaya bahwa mereka
adalah pembawa Islam yang sebenarnya murni karena
ada kesenjangan waktu antara periode mulia salaf dan
abad-abad berikutnya, posisi otentik kum Muslimin awal
diaku oleh para ulama dan menjadi acuan untuk
generasi kemudian, prosesnya dilakukan melalui cara
pelestarian yang teliti, sistematis, dan metodologis. Ini
merupakan rantai pengetahuan yang tidak terputus dari
zaman salaf sampai sekarang telah dilestarikan secara
6
otentik oleh Sunni ortodoks. Oleh karena itu Sunni
Ortodoks adalah kelompok sunni yang memiliki akar
kepada salaf, dan sekarang mereka diwakili oleh empat
mazhab hukum Islam yang otentik: Madzhab Hanafi,
Syafi'i, Maliki, dan Hanbali.
Kaum Wahabi, dengan menyebut diri mereka
sebagai Salafi, tidak hanya mengklaim dirinya mengikuti
jejak kaum Muslim awal, tetapi juga menggunakan
semantik ini untuk pembodohan dan sebagai daya tarik
bagi kaum muslimin yang kurang informasi tentang
Wahabism. Wahabi berkata, "Anda harus mengikuti
umat Islam Salaf." (Ini sebuah proposisi yang tidak
diragukan lagi kebenarannya). Kemudian semantik
Wahabi berikutnya: "Karena itu Anda harus menjadi
Salafi dan jangan pernah menjadi yang lainnya. Ketika
7
Anda mengikuti jalan lain berarti Anda mengikuti jalan
yang berbeda dari umat Islam Salaf". Dengan semantik
yang menipu seperti itu, umat Islam yang kurang
informasi percaya bahwa Wahabi (yang mengaku Salafi )
benar-benar mewakili interpretasi murni kaum
muslimin Salaf awal. Setelah itu semua, kata Salafi
terdengar seperti salaf, sehingga harus benar-benar
menjadi wakil dari itu. Lebih jauh dari itu, bagi yang
kurang informasi hal itu lebih dari sekedar semantik dan
kepercayaan sebagaimana seorang Salafi percaya.
Kebenaran yang diakui secara resmi adalah bahwa
pemahaman Salafi (Wahabi) berbeda dan bertentangan
dengan pemahaman dan posisi kaum muslimin saleh
yang hidup di zaman Salaf- juga dengan mayoritas umat
Islam Sunni yang pernah hidup.
8
Berbagai Macam Wahabi-Salafi
Kelompok Wahabi-Salafi percaya bahwa
kelompo muslim Sunni telah salah langkah selama 1.000
tahun terakhir dan mereka bertujuan untuk membawa
kembali umat Islam keluar dari keadaan jahilliyyah
(seperti kondisi pra Islam, penj) yang telah ada sejak
zaman para Salaf. Bahkan mayoritas Muslim Sunni
ortodoks yang kuat hari ini memerintah sebuah
kerajaan yang membentang jauh ke setiap sudut dunia
mereka tetap masih jauh dari tradisi Salafi karena dasar-
dasar seperti sistem politik yang mereka anut
didasarkan pada sebuah inovasi tercela (bid'ah) dan
kekufiran.
Bagi kelompok Salafi, kehadiran dan kekuasaan
Sunni ortodoksi, dalam semua manifestasinya seperti
9
yang digambarkan sepanjang sejarah Islam, sama tidak
murninya sebagai bukti meningkatnya hegemoni Eropa
dalam semua manifestasinya sejak runtuhnya
Kekaisaran Muslim Ottoman. Bagi kelompok Salafi yang
menjadi minoritas di dunia ini, dunia adalah tempat
tinggal penuh dengan penghujatan, diperintah dan
dikuasai oleh orang-orang kafir yang perlu mereka
reformasi melalui kedua cara baik kekerasan dan non-
kekerasan untuk menciptakan sistem dunia yang murni
Islam.
Wahabi - Salafi datang dalam berbagai strategi,
beberapa diantaranya denga wajah lebih ekstrim
daripada yang lain. Keragaman mereka ini disebabkan
karena perbedaan dalam pendekatan untuk membawa
umat Islam kembali ke keadaan Islam murni (keyakinan
10
diperkuat) berdasarkan contoh dari para pendahulu
yang saleh (salafush shalih, penj). Harus ditekankan
bahwa meskipun semua Wahabi disebut Salafi, tidak
semua Salafi murni Wahabi. " Muslim Salafi " termasuk
orang-orang seperti Sayyid Qutb yang ingin membasmi
kebodohan (kejahiliyahan) dan membawa umat Islam
kembali ke keadaan kemurnian - yang mengingatkan
kemurnian kesucian umat Islam yang hidup pada
periode Salaf. Namun, semua Muslim Salafi, apakah
mereka Wahabi atau Qutbi sama-sama mengagumi
secara berlebihan model peran Muhammad bin Abdul
Wahhab dan Ahmad Ibn Taimiyyah, dimana kelompok
garis keras dan kaum revolusioner saat ini telah
terilhami olehnya. Oleh karena itu, meskipun tidak
semua Salafi Wahabi, mereka benar-benar sangat
11
mengagumi model tokoh yang sama, model yang telah
ditolak dan dikutuk oleh para ulama Sunni ortodoks
untuk representasi mereka tidak autentik tentang Islam
murni. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa semua
Wahabi menganggap dirinya sebagai Salafi dan lebih
memilih untuk dipanggil dengan nama ini (dibandingkan
panggilan Wahabi), meskipun masih ada perbedaan
diantara kelompok Salafi.
Meskipun ada perbedaan pendekatan di antara
Salafi, mereka tetap bersekutu dalam upaya untuk
membuat visi Salafi menjadi kenyataan, yang satu
dengan cara lembut dan yang satunya dengan
kekerasan.
Contoh dari hal ini adalah Salafi Deobandis yang
berorientasi dan beraliansi dengan Wahabi. Aliansi
12
antara Ikhwanul Muslimin (dan berbagai faksi dan
cabang di dalamnya) dan Wahabi di Arab Saudi
diperkuat selama tahun 1950 dan 1960-an dalam
perjuangan Ikhwanul Muslimin menentang rezim
Nasserist Mesir. Saudi telah memberikan perlindungan
bagi beberapa pemimpin Persaudaraan (Ikhwanul
Muslimin) dan juga memberikan bantuan kepada
mereka di negara-negara Arab lainnya. Aliansi Wahabi-
Salafi ini diperkuat sebagai respon terhadap
meningkatnya ancaman dari kelompok Syiah ketika
Ayatollah Ruhollah Khomeini dari Iran menggulingkan
Shah, sekutu AS pada tahun 1979.
Terakhir, aliansi terwujud dengan sendirinya
dalam perjuangan suci (jihad) menentang agresi
ateis/komunis Soviet di Afghanistan. Kelompok Salafi
13
dari semua kalangan bekerja sama sebagai "Sunni yang
benar" untuk melawan ancaman Syiah-Komunis.
Mereka menggunakan da'wah dengan cara membunuh
untuk membuat ideologi Salafi mereka menang.
Memang, Salafi telah menggunakan dakwah dengan
cara revolusioner untuk mengekspresikan pesan mereka
dengan menggunakan dua pendekatan politik dan non-
politis. Jadi yang disebut "Sunni teroris" saat ini adalag
gerakan teror yang dilakukan oleh Salafi radikal yang
ingin mengganti pemerintah "kafir" dengan
pemerintahan "ulama" yang mengikuti interpretasi dan
ideologi fanatik mereka. Cara pandang mereka pun
tersebar ke seluruh pelosok dunia, termasuk Bosnia,
Albania, Indonesia, Filipina, Uzbekistan, Inggris,
Malaysia, Afrika Selatan, Libanon, Afghanistan, dan
14
Pakistan. Kelompok Salafi telah menunjukkan
malapetaka dalam beberapa dekade terakhir.
Wahabi Sebagai Neo-Khawarij
Kaum Wahabi sangat terkenal berupaya
menghidupkan kembali cara-cara Khawarij. Khawarij
adalah mereka yang berasal dari masa kekhalifahan
Utsman dan Ali, di antara para sahabat yang paling
dekat dengan Nabi Muhammad Saw. Mereka adalah
kelompok fanatik paling awal yang memisahkan diri dari
komunitas Muslim. Mereka muncul sebagai oposisi
terhadap Ali – Menantu Nabi Muhammad saw - karena
kesediaan beliau berdamai dengan Muawiyah,
Gubernur Damaskus pada waktu itu terkait
permasalahan kekhalifahan. Kaum Khawarij, yang
15
berarti "mereka yang keluar," adalah sebutan yang
mereka sandang karena penghujatannya kepada Ali dan
Mu'awiyah -mereka dan para pengikutnya- mengatakan
bahwa Al Qur'an, dan bukan mereka, memiliki otoritas
tertinggi dalam hal ini. Ibn al-Jawzi, seorang ulama Sunni
ortodoks dalam bukunya Talbis Iblis di bawah judul
"Sebuah Perhatian dari Delusi Iblis pada Khawarij,"
mengatakan bahwa Dhul-Khuwaysira al-Tamimi adalah
Khawarij pertama dalam Islam dan bahwa adalah
kesalahan yang merasa puas dengan pandangannya
sendiri; setelah ia berhenti ia akan menyadari bahwa
tidak ada percontoham yang lebih tinggi selain dari
Rasulullah Saw". Selain itu, seorang ulama Sunni
ortodoks, Imam Abdul Qahir al-Baghdadi membahas
pemberontakan Khawarij dan pembantaian berdarah
16
mereka terhadap puluhan ribu kaum muslimin dalam
salah satu bukunya. Dia secara eksplisit menyebutkan
Azariqa, salah satu gerakan Khawarij yang paling
mengerikan yang dipimpin oleh Nafi 'Ibn al-Azraq dari
suku Bani Hanifah, suku yang sama di mana seorang
pelaku bid'ah, Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah
Sang Pembohong) yang mengklaim kenabian. Mereka
sama-sama seperti Khawarij, jika Khawarij melemparkan
tuduhan penghujatan kepada Ali dan Mu'awiyah,
kelompok Wahabi melemparkan tuduhan dan
penghujatan kepada kelompok Sunni dan Syiah.
17
Al-Sa`ud dan Muhammad Ibn 'Abdul Wahhab - Pendiri
Wahabisme
Dinamai Wahabi karena disesuaikan dengan
nama pendirinya, Muhammad Ibn 'Abdul-Wahhab
(1703-1792), berbasis di wilayah yang sekarang dikenal
sebagai Arab Saudi. Tanpa orang ini, al-Sa`ud, salah satu
klan yang banyak tersebar di jazirah Arab tidak akan
memiliki inspirasi, akal, dan tekad untuk
mengkonsolidasikan kekuatan yang mereka lakukan dan
imbalan "jihad" terhadap orang-orang yang mereka
anggap sebagai "musyrik", yaitu orang-orang yang
menghubungkan kemitraan dalam beribadah kepada
Allah Yang Mahakuasa. Bagaimana keintim hubungan al-
Sa`ud dengan Muhammad bin Abdul Wahhab? Robert
Lacey secara fasih menggambarkan hubungan ini:
18
Al Sa`ud sebelumnya adalah sebuah klan kecil
seperti kebanyakan klain lainnya di Najd sebagai
penduduk kota dan petani, hidup merasa cukup nyaman
dari hasil perdagangan dan mungkin sedikit peternakan
kuda. Sampai [Muhammad bin Abdul Wahhab] datang,
mereka menggabungkan suku-suku padang pasir untuk
menyerang ke wilayah luar ketika mereka merasa kuat.
Mereka tidak mungkin membangun jalan kekaisaran
dan tidak mungkin dunia yang lebih luas akan pernah
mendengar mereka tanpa beraliansi dengan Sang Guru.
Al-Sa`ud yang berasal dari desa ad-Diriyah, yang
terletak di Najd, di bagian timur Saudi terletak di dekat
Riyadh modern, ibu kota Saudi. Leluhur dari Sau'd Ibnu
Muhammad, yang tidak terlalu banyak diketahui,
menetap di daerah agrikulturis dan secara bertahap
19
jumlah mereka terus bertambah dari waktu ke waktu ke
dalam klan al-Sa`ud.
Muhammad bin Abdul Wahhab, dibesarkan di
Uyainah, sebuah oasis di selatan Najd dari suku Bani
Tamim. Dia berasal dari keluarga religius dan
meninggalkan Uyainah dalam mengejar pengetahuan
Islam. Dia melakukan perjalanan ke Mekah, Madinah,
Irak, dan Iran untuk memperoleh pengetahuan dari guru
yang berbeda-beda. Ketika ia kembali ke tanah airnya di
Uyainah, ia berkhotbah tentang apa yang dia yakini
sebagai Islam yang murni, yang pada kenyataannya apa
yang diyakininya itu adalah serangan kejam terhadap
kelompok muslim Sunni tradisional.
Seorang ulama Sunni ortodoks, Jamil Effendi al-
Zahawi mengatakan bahwa guru Ibnu `Abdul-Wahhab,
20
termasuk dua guru dimana ia pernah belajar dengannya
di Madinah adalah Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-
Kurdi dan Syaikh Muhammad Hayat al-Sindi, keduanya
menyadari kalau Wahabi anti terhadap keyakinan Sunni
dan keduanya memperingatkan umat Islam darinya.
Gurunya, termasuk dua syeikh tersebut pernah berkata:
"Allah mungkin membiarannya sesat, bahkan ia akan
menyesatkan banyak orang”.
Selain itu, ayahnya sendiri Ibnu Abdul Wahhab
telah memperingatkan umat Islam darinya, seperti yang
dilakukan saudara kandungnya, Sulaiman Ibn Abdul-
Wahhab, seorang ulama Sunni ortodoks yang
menyangkal dia dalam sebuah buku berjudul al-Sawa'iq
al-Ilahiyya fi al-Radd `ala al-Wahabiyya [Bantahan
terhadap Wahabi"]. Pemikiran-pemikiran Ibnu Abdul
21
Wahhab telah banyak disangkal oleh para ulama Sunni
ortodoks. Mungkin buku yang paling terkenal hasil
karyanya adalah Kitab at-Tauhid (Kitab Keesaan Tuhan)
yang beredar luas di kalangan Wahabi di seluruh dunia,
termasuk di Amerika Serikat. Bukunya populer di
kalangan mereka sendiri, meskipun para ulama Sunni
ortodoks mengatakan bahwa di dalamnya tidak ada
yang ilmiah, baik dari segi isi dan maupun gaya
penyampaiannya.
Ibnu Taimiyyah : Role Model Pendiri Wahabi
Perlu memberikan gambaran tentang seorang
pria bernama Ahmed Ibn Taimiyyah (1263-1328) yang
hidup beberapa ratus tahun sebelum Muhammad ibn
'Abdul-Wahhab. Pendiri Wahabi yang mengaguminya
22
sebagai model dan menganut ajarannya. Siapa
sebenarnya Ibnu Taimiyyah dan apa pendapat ulama-
ulama Sunni ortodoks tentangnya? Para ulama memiliki
pendapat yang beragam tentangnya tergantung pada
penafsirannya terhadap berbagai isu. Ia dianggap
menyimpang dari Islam Sunni terutama pada isu-isu
tertentu terkait keyakinan (`aqidah) dan ibadah
(`ibadah) membuatnya menjadi tokoh yang sangat
kontroversial di kalangan masyarakat Muslim.
Ibn Taimiyyah telah berhasil mencitrakan dirinya
sebagai pembawa Islam sesungguhnya dari tradisi umat
Islam saleh awal (salafush shalih), terutama di kalangan
kaum reformis revolusioner, sementara mayoritas Sunni
ortodoks telah menuduhnya melakukan bid'ah tercela,
beberapa diantara mereka menuduhnya kufur (kafir).
23
Karena itu sepatutnya kita bertanya mengapa Ibnu
Taimiyyah telah menerima penentangan begitu banyak
dari ulama-ulama Sunni terkemuka dimana mereka
dikenal dengan asketisme, kualitas dan kesalehannya.
Beberapa sikap anti-Sunni Ibnu Taimiyyah dan posisinya
yang kontroversial meliputi:
1) Klaimnya bahwa Asma Allah (nama-nama Allah) adalah
"literal", sehingga ia menghubungkan Allah dengan
atribut-atribut tertentu sehingga menjadi sebuah
anthropomorphist;
2) Klaimnya bahwa segala ciptaan (makhluk) ada secara
kekal di sisi Allah;
3) Sikap kerasnya menentang konsensus ilmiah pada
masalah perceraian;
24
4) Penentangannya terhadap praktek tawassul di kalangan
Sunni ortodoks (memohon sesuatu kepada Allah dengan
menggunakan perantara (wasilah) individu saleh
tertentu);
5) Ia mengatakan bahwa memulai perjalanan untuk
mengunjungi itu Nabi Muhammad Saw menyebabkan
tidak diperbolehkannya menjamak shalat;
6) Ia mengatakan bahwa penyiksaan terhadap penghuni
neraka akan berhenti dan tidak berlangsung selamanya;
7) Ia mengatakan bahwa Allah memiliki batas (hadd) yang
hanya Dia yang Tahu;
8) Ia mengatakan bahwa Allah secara harfiah duduk di
Tahta (al-Kursi) dan telah meninggalkan ruang bagi Nabi
Muhammad Saw untuk duduk di samping-Nya;
25
9) Ia mengatakan bahwa menyentuh makam Nabi
Muhammad Saw adalah politeisme (syirik);
10) Pernyataannya bahwa membuat permohonan di makam
Nabi Muhammad Saw untuk memohon kondisi lebih
baik dari Allah merupakan praktek bid`ah tercela;
11) Pernyataannya bahwa Allah turun dan membandingkan
"keturunan" Allah dengan nya, saat ia turun dari
mimbar saat memberikan khotbah (khutbah) kepada
kaum muslimin;
12) Ia mengklasifikasikan kesatuan dalam menyembah Allah
(tauhid) menjadi dua bagian: Tauhid al-rububiyya dan
Tauhid al-uluhiyya, yang tidak pernah dilakukan oleh
para penganut saleh salaf.
Meskipun Ibnu Taimiyyah itu tidak ortodoks, ia adalah
seorang pseudo-Sunni yang dijauhi masyarakat di Suriah
26
dan Mesir karena adanya konsensus ulama Sunni
ortodoks atas penyimpangan yang dilakukan juga atas
ajaran-ajarannya yang tetap beredar secara sembunyi-
sembunyi. Seorang ulama Sunni ortodoks mengatakan:
Memang, ketika seorang pedagang kaya dari Jeddah
mensponsori secara finansial [Keyakinan] Ibn Taimiyyah
pada awal abad ini dengan membiayai pencetakan Ibnu
Taimiyyah di Mesir berjudul Minhaj al-Sunnah al-
Nabawiyya dan karya lainnya, Mufti Mesir Muhammad
Bakhit al-Muti'i, memunculkan pertanyaan-pertanyaan
baru tentang validitas antropomorfisme, ia menulis: "Itu
adalah fitnah (Perselisihan) yang sudah terlupakan;
semoga Allah mengutuk orang yang kembali
menghidupkannya".
27
Penting untuk ditekankan bahwa meskipun
posisi Ibnu Taimiyyah dan Wahabi banyak identik,
mereka tetap bertentangan satu sama lain di beberapa
posisi. Sementara Ibnu Taimiyah menerima Sufisme
(Tasawwuf) sebagai ilmu yang sah dari Islam (karena
semua Muslim Sunni ortodoks mengakuinya), Wahabi
menolak dna menganggapnya sebagai sebuah inovasi
buruk terhadap agama (bidah). Sementara Ibnu
Taimiyah menerima legitimasi memperingati maulid
Nabi Muhammad Saw –sebagaimana diterima
keabsahannya oleh Muslim Sunni ortodoks - Wahabi
menolak dan mengkategorikannya sebagai inovasi
(bidah) yang wajib ditolak.
Ibnu Taimiyyah adalah sebuah inspirasi bagi
kelompok-kelompok Islam yang menyerukan revolusi.
28
Kepel mengatakan, "Ibnu Taimiyah (1268-1323) –
adalah referensi utama bagi gerakan Islam Sunni –
Pemikirannya banyak dikutip untuk membenarkan
pembunuhan terhadap Sadat pada tahun 1981 dan
bahkan mengutuk kepemimpinan Saudi dan
menyerukan penggulingan kekuasaan pada
pertengahan 1990 ".
Sivan mengatakan bahwa hanya enam bulan
sebelum Sadat dibunuh, mingguan Mayo memilih Ibnu
Taimiyah sebagai "Tokoh paling berpengaruh dan
merugikan bagi pemuda-pemuda Mesir." Sivan lebih
lanjut mengatakan bahwa Mayo menyimpulkan bahwa
"asosiasi Muslim banyak berkembang di universitas
[Mesir], di mana pandangan Ibn Taymiyyah
mendominasi dan telah melahirkan berbagai kelompok
29
teroris." Memang, sebuah buku berjudul The Absent
Precept, yang ditulis oleh `Abd al-Salam Faraj –seorang
rohaniawan dan pemimpin atas pembunuh Sadat yang
diadili dan dieksekusi oleh pemerintah Mesir - sangat
mengacu pada pemikiran Ibnu Taimiyah dan beberapa
tulisan murid-muridnya. Tiga dari empat pembunuh
Sadat rela membaca sendiri karya-karya Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyyah juga tercatat menjadi favorit bagi
ekstremis Salafi lainnya, termasuk Syed Quthb Ikhwanul
muslimin. Salah seorang murid Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim al-Jawziyyah, apa pun pemikirannya sering
dikutip oleh kelompok Salafi.
Ibnu Taimiyyah Ber"Fatwa" Jihad Terhadap Umat
Islam
30
Hal yang juga terkenal tentang Ibnu Taimiyyah
adalah bahwa ia tinggal di masa pergolakan ketika
Mongol telah menaklukkan Bagdad dan menaklukkan
Kekaisaran Abassid pada tahun 1258. Pada tahun 1303,
ia diperintahkan oleh Sultan Mamluk untuk memberikan
fatwa (Dekrit keagamaan) untuk legalisasi jihad
melawan Mongol. Melancarkan perang suci terhadap
Mongol untuk tujuan menghilangkan ancaman terhadap
kekuasaan Mamluk adalah hal yang mudah. Pemimpin
Mongol Khan Mahmoud Ghazan telah masuk Islam pada
tahun 1295. Meskipun ia adalah Muslim yang tidak
mematuhi praktek hukum Islam, dan juga mendukung
hukum Mongol Yasa, ia dianggap murtad oleh dekrit
Ibnu Taimiyyah. Menurut Ibnu Taimiyyah, Hukum Islam
tidak hanya ditolak oleh Mongol karena kurangnya
31
kepatuhan terhadap Islam, ia mendukung praktek
hukum "kafir" (hukum Mongol) Yasa sehingga ia
menjadi target pemusuhan. Jihad pun dilakukan dan
ancaman Mongol ke wilayah Suriah berhasil mereka
hentikan. Wahabi dan Salafi lainnya memvonis
Mahmoud Ghazan sebagai kafir (Kafir). Muslim Sunni
Ortodoks, bagaimanapun telah memuji Mahmoud
Ghazan sebagai seorang Muslim. Syaikh Muhammad
Hisham Kabbani menulis:
Bahkan, Ghazan Khan sangat percaya terhadap
Islam. Al-Dhahabi menceritakan bahwa ia menjadi
seorang Muslim di tangan para syekh sufi Sadr al-Din
Abu al-Majami 'Ibrahim al-Juwaini (d.720), salah satu
syeikh Dhahabi sendiri mengatakan selama
pemerintahannya ia memiliki masjid besar yang
32
dibangun di Tabriz di samping dua belas sekolah Islam
(madrasah), membangun banyak hostel (khaniqa),
benteng (Ribat), sebuah sekolah untuk ilmu sekuler, dan
observatorium. Ia memasok Mekah dan Madinah
dengan berbagai macam hadiah. Dia mengikuti salah
satu madzhab dari Ahl al-Sunnah [yang merupakan
Sunni ortodoks] dan menghormati para ulama. Dalam
catatan negara Dia adalah keturunan Nabi disebutkan
dihadapan pangeran dan putri raja, dan dia
memperkenalkan sorban sebagai tutup kepala di
pengadilan.
Muhammad bin Abdul Wahhab kemudian
mengikuti jejak Ibnu Taimiyyah dan melakukan ribuan
pembantaian terhadap umat Islam di Saudi.
33
Para Ulama Sunni Ortodoks Telah Mencap
Ibn Taymiyah Sebagai Pseudo-Sunni
Ulama Sunni Ortodoks yang membantah Ibnu
Taimiyyah dipenjara oleh fatwa (Dekrit keagamaan)
yang ditandatangani oleh empat hakim Sunni ortodoks
pada tahun 726 AH untuk memvonis posisi
penentangnya sebagai telah menyimpang dan tidak
ortodoks. Perhatikan bahwa empat hakim tersebut
masing-masing mewakili empat madzhab fiqih/hukum
Islam Muslim Sunni hari ini. Hal ini menggambarkan
bahwa Ibn Taimiyyah tidak mengikuti ajaran-ajaran
otentik dari Islam Sunni ortodoks yang diwakili oleh
empat madzhab fiqih/ yurisprudensi Sunni. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa ada "konspirasi"
34
terhadap Ibnu Taimiyah untuk menyebutnya sebagai
Wahabi dan lainnya sebagai Salafi . Nama-nama empat
hakim tersebut adalah: Qadhi [Hakim] Muhammad bin
Ibrahim Ibnu Jama'ah, Abu-Syafi'i, Qadhi [Hakim]
Muhammad Ibn al-Hariri, Al-`Ansari, al-Hanafi, Qadhi
[Hakim] Muhammad bin Abi Bakr, al-Maliki, dan Qadhi
[Hakim] Ahmad Ibnu 'Umar, al-Maqdisi, al-Hanbali.
Beberapa ulama Sunni ortodoks yang
membantah Ibnu Taimiyah dan menyatakan bahwa ia
bertentangan dengan posisi Islam Sunni ortodoks
adalah: Taqiyy-ud-Din as-Subkiyy, Faqih Muhammad
Ibnu 'Umar Ibnu Makkiyy, Hafiz Salah-ud-Din al-' Ala'i,
Qadhi, mufassir Badr -ud-Din Ibn Jama'ah, Syaikh
Ahmad Ibn Yahya al-Kilabi al-Halabi, Hafiz Ibnu Daqiq
al-'Id, Qadhi Kamal-ud-Din az-Zamalkani, Qadhi Safi-ud-
35
Din al-Hindi, seorang Faqih (ahli fiqh) dan Muhaddits
(ahli hadis) `Ali bin Muhammad al-Baji asy-Syafi'i,
sejarawan Al-Fakhr Ibn al-Mu `allim al-Qurashi, Hafiz
Dhahabi, mufassir Abu Hayyan al-'Andalusi, dan seorang
Faqih Ibnu Batutah.
Najd- Sebuah Tempat Yang Tidak Begitu Suci
Najd, di Arab Saudi adalah tempat di mana
pendiri Wahabisme berasal. Sebagian besar lahannya
tandus dan kering yang dihuni oleh suku Badui tempat
hewan-hewan merumput. Persediaan air cukup jarang,
dan di sebuah wilayah yang memiliki iklim ekstrim panas
pada musim panas dan ekstrim dingin dan musim dingin
Najd bukanlah tempat yang nyaman untuk tempat
tinggal. Najd terkenal memiliki reputasi buruk di
36
komunitas Sunni ortodoks sebagai tempat berasalnya
berbagai fitah, jauh sebelum Muhammad Ibn 'Abdul-
Wahhab datang. Seorang ulama Sunni ortodoks asal
Irak, Jamal Effendi al-Zahawi mengatakan:
Seorang penulis terkenal membuat catatan titik
kesamaan antara awal Ibn 'Abdul-Wahhab dan para
nabi-nabi palsu di masa-masa awal Islam seperti
Musailama al-Kadzdzab (Musailima sang pembohong),
Al-Aswad al-Anasi, Tulaiha al-Asadi dan lain-lain.
Fenari mengatakan bahwa meskipun Najd
adalah wilayah paling dekat dengan kota suci Mekah
dan Madinah, itu hanya sedikit disinggung oleh Nabi
Muhammad Saw dalam hadisnya. Dia mengangkat titik
lain yang menarik bahwa sementara suku-suku Arab
banyak dipuji oleh Nabi Muhammad Saw, Bani Tamim,
37
suku paling terkenal di wilayah bagian tengah Saudi di
mana Muhammad Ibn 'Abdul Wahhab berasal- hanya
mendapat satu kali pujian. Selain itu, hadis-hadis shahih
lain mengatatkan "kritik secara eksplisit " jauh lebih
banyak terhadap Bani Tamim. Ibn al-Jawzi, seorang
ulama Sunni ortodoks telah mendokumentasikan
evolusi gerakan Khawarij dan menggambarkan
bagaimana suku dari Bani Tamim memainkan peran
utama di dalamnya. Imam Abdul Qahir juga menyatakan
bahwa Bani Tamim -dan suku-suku di bagian Arab
Tengah secara umum- memiliki keterlibatan cukup erat
dalam pemberontakan Khawarij melawan kaum
muslimin, kontribusi besar mereka cukup kontras
dengan kontribusi minimal dari anggota suku Madinah
dan Yaman. Hal ini berikut nama seorang pria dari Bani
38
Tamim, Abu Bilal Mirdas, yang meskipun ia menjadi
pemuja tanpa henti, ternyata ia orang Khawarij yang
paling barbar dan fanatik. "Dia dikenal sebagai orang
pertama yang mengatakan tahkim -penghakiman
hanyalah dari Allah sendiri' - di saat perang Shiffin, yang
kemudian menjadi slogan dakwah Khawarij." Hal ini
mengingatkan pada apa yang dikatakan Wahabi hari ini
-bahwa mereka benar-benar tidak mengikuti apa pun
kecuali Al-Qur'an dan Sunnah- meskipun itu hanyalah
tumpukan kata-kata tanpa makna yang tidak koheren.
Najda bin Amir yang berasal dari suku Bani Hanifah
adalah Khawarij, dan wanita yang paling terkenal di
antara kaum Khawarij adalah seorang wanita suku
Tamim bernama Qutam binti `Alqamah. Hal ini menarik
untuk dilihat bahwa semua jenis kefanatikan berasal
39
dari wilayah di mana Muhammad bin Abdul Wahhab
berasal.
Kelompok Wahabi Adalah Pelaku Serangan Terhadap
Kuburan Dan Pembantaian Masyarakat Muslim di
Riyadh Dan Karbala
Dengan semangat ganas dalam slogan
memperjuangkan misi "ilahi", yang ditujukan untuk
mengakhiri apa yang mereka anggap sebagai sampah
kotor politeistik. Tentara Wahabi Saudi yang dipimpin
oleh Muhammad bin Sa`ud pertama-tama mereka
hancurkan kuburan dan beberapa situs di dalam kota
Najdi dan beberapa desa yang digunakan untuk apa
yang mereka dianggap sebagai "praktek musyrik".
Gerakan Wahabi itu mengarahkan pendukungnya
berunjuk rasa di belakang perjuangan mereka,
40
meningkatkan jumlah tentara mereka, dan sukses
mempersatukan sebagian besar rakyat Najd di bawah
bendera Wahabisme pada tahun 1765.
Serangan dan "jihad" kelompok Wahabi tidak
berhenti setelah kematian Muhammad Ibn Sa`ud pada
tahun 1765, tapi terus dengan tidak ada hentinya dan
dengan kekuatan barbar di bawah kepemimpinan
anaknya, Abdul Aziz mereka merebut kota Riyadh pada
tahun 1773. Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal
pada tahun sebelumnya tetapi meninggalkan empat
putra yang terus menyebarkan Wahabisme dan
memperkuat aliansi Wahabi dengan keluarga Al-Sa`ud.
Kemudian, pada tahun 1801, tentara Wahabi bergerak
ke wilayah Karbala dengan kekuatan 10.000 orang dan
6.000 unta. Setelah mencapai kota Karbala, mereka
41
tanpa ampun dan tanpa pandang bulu menyerang
penghuninya selama delapan jam dan berhasil
membantai sekitar 5.000 orang. Selain itu, mereka
menghancurkan Masjid Imam Hussein hingga rusak
parah, menjarah isi kota dan meninggalkan kota dengan
merampas harta kekayaan sebanyak muatan 200 unta.
Bencana ini telah melahirkan kebencian dan murka luar
biasa kelompok Islam Syiah dan Sunni kepada kelompok
Wahabi dengan terus mengutuk mereka sampai hari ini.
Muslim Syiah menganggap Imam Hussein, cucu Nabi
Muhammad saw sebagai salah seorang tokoh paling
suci dan makamnya salah satu situs paling suci di muka
bumi. Setiap tahun, ribuan Muslim Syi'ah berkumpul di
lokasi itu untuk memperingati kematian Imam Hussein
a.s. bahkan bagi saya sebagai seorang Sunni yang taat
42
kunjungan ke Karbala membuat saya dipenuhi
kekaguman dan kekuatan spiritual. Kemurkaan muslim
Syiah tentu saja tidak berarti bagi banyak kaum Wahabi.
Syiah bersama dengan kaum Sunni telah diberi label
sebagai kelompok "terkutuk" karena melakukan
tawassul dan tabarruk. Apakah praktek-praktek ini?
Apakah mereka bagian dari Islam Sunni atau tidak?
Tawassul dan Tabarruk
Nuh Keller, seorang ulama ortodoks Sunni
ortodoks, mendefinisikan tawassul sebagai "memohon
kepada Allah melalui sebuah perantara, baik orang itu
masih hidup maupun sudah mati, atau melalui nama-
nama atau atribut Allah Swt ". Saya teringat melakukan
tawassul pada tahun 1989 di makam Imam Abu Hanifah,
43
seorang ulama Islam yang mulia dan terkenal yang
ijtihadnya diikuti mayoritas Muslim Sunni. Meskipun
pada waktu itu saya tidak mempelajari banyak tentang
Islam dan praktik tawassul, saya telah diberitahu oleh
umat Islam terpercaya bahwa menggunakan orang
saleh sebagai perantara ketika meminta kepada Allah
Swt untuk suatu kebutuhhan adalah kesempatan berkah
yang tidak boleh saya lewatkan. Saya juga mengunjungi
makam ulama dan tokoh besar sufi, Abdul Qadir Jilani
dan melakukan tawassul di sana. Contoh tawassul yang
diucapkan di sana adalah: "Ya Allah, saya meminta
kepada-Mu untuk kesembuhkan penyakitku dengan
berkat status mulia Imam Abu Hanifah di sisi-Mu."
Ketika melakukan tawassul, meminta kepada
Allah melalui sebuah perantara Allah bukan berarti
44
meminta kepada perantara tersebut. Perantara
hanyalah sarana untuk meminta sesuatu kepada Allah.
Meskipun bagi seorang muslim tidak menjadi sebuah
keharusan untuk menggunakan perantara seorang
individu saleh ketika meminta Allah, namun itu
dianjurkan karena itu adalah pernah dilakukan Nabi
Muhammad saw, para sahabat ra, dan para ulama besar
Islam ra. Hal ini tidak hanya kepada nabi dan orang suci
(di kuburan mereka) yang digunakan sebagai
sarana/wasilah untuk meminta kepada Allah, seorang
muslim juga dapat meminta kepada Allah dengan
bertabarruk melalui peninggalan milik orang-orang
saleh, dan bahkan dapat menggunakan tulisan ayat-ayat
pada Al-Qur'an milik mereka sebagai sarana untuk
meminta perlindungan kepada Allah Swt dari kejahatan.
45
Ini bukan berarti benda atau tulisan tersebut yang
memberikan perlindungan, tapi Allah lah yang
memberinya.
Wahabi Menolak Satu Jenis Tawassul Yang Diterima
Oleh Muslim Sunni Ortodoks
Meskipun Sunni, Syiah, dan Wahabi percaya
bahwa tawassul menggunakan nama atau atribut Tuhan
merupakan perbuatan baik, atau memohon syafaat
kepada seseorang yang masih hidup adalah
diperbolehkan, Wahabi menuduh Sunni (dan Syiah)
(Menghubungkan mitra dalam beribadah kepada Allah)
ketika melakukan tawassul melalui perantara orang
yang masih hidup atau sudah mati. Artinya, bagi
Wahabi bertawassul melalui perantara orang yang telah
46
meninggal dan dikuburkan tidaklah diperbolehkan. Hal
ini penting untuk diketahui karena inilah alasan utama
mengapa Muhammad Ibn 'Abdul-Wahhab dan Al-Sa`ud
bekerja sama dalam melakukan pembantaian kepada
umat Islam di Jazirah Arab. Kaum muslimin telah
melakukan tawassul selama lebih dari 1.000 tahun,
namun Wahhab percaya itu merupakan perbuatan
buruk yang harus dibasmi oleh pedang. Apa yang
dilakukan Wahabi dalam kenyataannya mereka telah
membantai Muslim Sunni ortodoks, meskipun
bodohnya mereka percaya bahwa mereka berjuang
melawan komunitas jahat yang tidak layak untuk hidup.
Sebenarnya Wahabi tidak mengikuti jejak orang-orang
saleh Salaf, namun jejak Ibnu Taimiyah yang beberapa
ratus tahun sebelum mereka mengecam dan
47
mengatakan bahwa tawassul sebagai perbuatan dosa.
Sekarang Wahabi melarang umat Islam melakukan
tawassul melalui perantara Nabi Muhammad Saw, dan
telah memberlakukan aturan ketat di sekitar kubur
beliau di Madinah, Arab Saudi. Karena alasan inilah
Wahabi melarang kaum muslimin mengunjungi makam
orang-oang muslim yang saleh, dan telah
menghancurkan tanda di atas kuburan mereka untuk
mencegah kaum muslimin mengetahui di titik-titik mana
saja orang-orang suci telah dimakamkan. Namun,
menarik untuk dicatat bagaimana sifat munafik
kelompok Wahabi ketika mereka telah menolak
menghancurkan makam Ibnu Taimiyyah di Damaskus,
Suriah untuk proyek pembuatan jalan. Entah bagaimana
48
bagi mereka ini bukan "politeisme", tetapi ini adalah
"politeisme" bagi mayoritas umat Islam.
Kesalahan Wahabi Memahami Tawassul: Menyamakan
Media Tawasul Dengan Allah
Wahabi salah menuduh Sunni ortodoks
melakukan politeisme ketika mereka meminta sesuatu
kepada Allah menggunakan sebuah perantara/wasilah,
apakah perantara tersebut adalah seorang manusia
yang saleh yang sudah mati, bertabarruk dengan objek
tertentu, atau mencari perlindungan dari Allah dengan
menggunakan jimat yang ditulis dari ayat-ayat Al-Qur'an
(ruqya). Kelompok Wahabi percaya bahwa meminta
sesuatu kepada Allah melalui sebuah sarana/media
adalah sama dengan menyembah sarana itu sendiri.
Artinya, bagi orang yang melakukan tawassul melalui
49
seorang saleh di kuburnya berarti ia meminta kepada
orang saleh itu dan bukan kepada Allah. Orang yang
melakukan tabarruk (mencari berkah, penj) melalui
benda-benda peninggalan Nabi Muhammad saw untuk
meminta berkat -dan bukan Tuhan-, dan orang yang
memakai ruqya untuk memohon perlindungan -dan
bukan Tuhan-. Ketika seorang muslim mengunjungi
makam Nabi Muhammad Saw dan meminta kepada
Sang Nabi (saw), "Wahai Nabi," wahai Rasulullah,
Wahabi menuduh orang seperti ini telah menyembah
Nabi saw. Mereka tidak mau menerima pemahaman
bahwa Nabi sendiri adalah sarana untuk meminta
kepada Allah Swt. Orang seperti ini menurut Wahabi
telah keluar dari agama Islam. Singkatnya, Wahabi
percaya bahwa orang tersebut menyembah makhluk
50
bersama Allah, dan karenanya itu disebut politeisme -
menyertakan mitra dalam beribadah kepada Allah-.
Mantan mufti Arab Saudi -sekarang almarhum-,
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz telah membela Ibn
Abdul-Wahhab yang menuduh kemusyrikan sudah
sedemikian memuncak di kalangan umat Islam dan
menyerukan "jihad" kepada umat Islam yang
menurutnya telah tersesat karena "menyembah"
sesuatu selain Allah. Ia berkata:
Orang-orang Najd hidup dalam kondisi yang jauh
dari ciri-ciri kehidupan orang beriman. Politeisme telah
muncul dan menyebar luas di sana. Orang menyembah
kubah, pohon, batu, gua-gua atau orang yang mengaku
sebagai Auliya (wali) meskipun mereka mungkin
seorang gila dan bodoh.
51
Ada beberapa hal penting perlu dilakukan untuk
bangkit demi Allah dan mendukung Agama-Nya. Situasi
di Makkah dan Madinah serta Yaman ternyata sama
saja dimana orang-orang membangun kubah di atas
kuburan, memanggil orang-orang suci untuk memohon
bantuan, berbagai bentuk kemusyrikan telah
mendominansi ketiga wilayah itu. Namun demikian di
Najd keyakinan terhadap politeisme dan praktiknya
sudah jauh lebih intens.
Di Najd orang–orang menyembah berbagai
macam objek sembahan mulai dari gua-gua, kuburan
dan pohon juga kepada orang-orang gila dan berobsesi
yang disebut orang suci.
Ketika Sheikh [Ibn Abdul-Wahhab] melihat
bahwa kemusyrikan telah mendominasi banyak orang
52
dan tidak ada orang yang menunjukkan penolakan juga
tidak ada yang siap untuk memanggil mereka kembali
kepada Allah Saw, ia memutuskan untuk berjuang
sendiri dan bersabar di lapangan. Dia tahu tidak ada
jihad (perang suci) yang bisa dicapai tanpa kesabaran
dan penderitaan.
Sunni Ortodoks, bagaimanapun tidak pernah
mengaku telah menyembah sarana (dalam bertawassul,
penj), hanya Allah yang mereka sembah tidak yang lain.
Namun Wahabi tidak mentolerir alasan ini dan mereka
tetap membantai ribuan kaum muslimin yang mereka
lihat sebagai pelaku "musyrik" di Saudi. Kenyataan
sebenarnya, Muslim Sunni adalah orang-orang yang
mengikuti Islam dalam kemurniannya seperti yang
53
diajarkan oleh para pendahulu yang saleh yang hidup
pada periode Salaf.
Wahabi Menghubungkan Tempat Dan Arah Kepada
Allah
Sementara menuduh kaum Muslim lain sebagai
musyrik, Wahabi sendiri telah membedakan dirinya dari
umat Islam lainnya dalam pemahaman mereka tentang
keyakinan (aqidah). Karena Wahabi bukan ortodoks
mereka memahami atribut-atribut Allah secara harfiah,
mereka percaya bahwa Allah memiliki atribut seperti
atribut manusia, dan untuk menyembunyikan
antropomorfismenya mereka mengatakan bahwa
mereka tidak tahu bagaimana Allah memiliki atribut
54
tersebut. Sebagai contoh, Bilal Philips, penulis Wahabi
mengatakan:
Dia tidak memiliki tubuh jasmani dan Dia juga tidak
berbentuk. Dia memiliki bentuk yang cocok dengan
keagungan-Nya [tulisan miring dari saya], yang tidak
ada seorangpun mampu melihat atau memahaminya,
dan yang hanya akan terlihat oleh manusia di surga
(dengan tingkat keterbatasan manusia yang terbatas).
Membahas setiap bagian dari pernyataannya
akan menjelaskan bagaimana keyakinan Wahabi
sebenarnya. Bilal Philips mengatakan bahwa "Allah
memiliki bentuk..." artinya mereka meyakini bahwa
Allah pasti memiliki form (bentuk). Sekalipun Ia tidak
menentukan bagaimana bentuk yang dimaksud, dengan
mengatakan: "Dia [Allah] tidak memiliki tubuh
55
jasmani ..." yang berarti bahwa Allah memiliki bentuk
yang tidak seperti bentuk-bentuk ciptaan-Nya, dan
kemudian berkata, " Ia memiliki bentuk yang cocok
dengan keagungan-Nya ..." Masalah dengan pernyataan
seperti itu untuk seorang Muslim adalah bahwa mereka
mengekspresikan antropomorfisme secara terang-
terangan. Apa yang dilakukan Bilal Philips di sini adalah
pernyataan bodoh menisbatkan "bentuk" kepada Allah.
Oleh karena itu, Bilal Philips percaya bahwa Allah
memiliki beberapa jenis bentuk, atau tubuh non-
jasmani. Dan tidak ada seorang ulama Sunni ortodoks
pun yang pernah mengatakan hal seperti itu.
Imam Ahmad Ibn Hanbal, salah seorang imam
mujtahid Sunni terbesar yang pernah hidup,
membantah pernyataan antropomorfik seperti itu lebih
56
dari seribu tahun sebelum Bilal Philips lahir. Seorang
ulama besar Sunni Ash`ari, Imam al-Baihaqi, dalam
bukunya “Manaqib Ahmad” berdaarkan sebuah riwayat
shahih bahwa Imam Ahmad mengatakan:
Seseorang melakukan perbuatan kafir jika dia
mengatakan Allah memiliki tubuh, bahkan sekalipun ia
mengatakan: “Allah memiliki tubuh tapi tubuh-Nya tidak
seperti tubuh-tubuh lainnya”, ia adalah kafir.
Imam Ahmad melanjutkan:
Kata tersebut diambil baik secara bahasa
maupun istilah (Islam). “Tubuh” menurut ahli bahasa
berarti suatu hal yang memiliki panjang, lebar,
ketebalan, bentuk, struktur, dan komponen. Sementara
menurut perspektif syariah masih belum ada. Oleh
karena itu, tidak valid dan tidak dapat digunakan.
57
Imam Ahmed adalah salah seorang saleh yang
hidup pada periode para salaf yang dipuji oleh Nabi
Muhammad Saw. Bagaimana Bilal Philips berani
mengklaim bahwa Wahabi mewakili pandangan para
salaf saleh? Dia tidak hanya bertentangan dengan
mereka namun dibantah keras oleh mereka. Para
pendahulu yang saleh telah membantah orang seperti
Bilal Philips di zaman mereka dahulu.
Antropomorfisme terang-terangan juga
diilustrasikan oleh juru bicara Wahabi, Ibnu Baz dalam
karya besar Imam Abu Ja'afar at-Tahawi disebut "aqidah
at-Tahawiyyah", suatu karya yang telah dipuji oleh kaum
Sunni ortodoks sebagai perwakilan model Sunni
ortodoks. Ibn Baz -sekarang almarhum- adalah seorang
mufti besar Arab Saudi.
58
Pasal 38 dari karya Imam Tahawi ini:
Dia (Allah) berada di luar batas yang dapat ditempatkan
pada-Nya, atau dibatasi, atau memiliki bagian atau
anggota badan. Juga Dia tidak dikandung oleh enam
arah sebagaimana dikandung oleh semua entitas yang
ada (diciptakan).
Ibnu Baz, dalam catatan kaki berkomentar:
Allah berada di atas batas yang kita tahu tetapi memiliki
batas yang hanya Dia yang tahu.
Dalam catatan kaki lain, ia berkata:
Hudud (batas), penulis [mengacu pada pernyataan
Imam Tahawi] berarti pengertiannya [batas] seperti
yang dipahami oleh orang-orang karena tidak ada
seorang pun kecuali Allah SWT yang tahu batas-Nya.
59
Ibnu Baz mencoba menipu untuk mewakili Imam Sunni
yang mulia al-Tahawi sebagai sebuah anthropomorphist
dengan menempatkan interpretasi sendiri
antropomorfik tentang kata-kata Imam Tahawi dalam
mulutnya. Harus ditekankan bahwa tidak satu ulama
Sunni ortodoks pun yang memahami pernyataan Imam
Tahawi sebagaimana diahami oleh Ibnu Baz.
Ibnu Baz juga menunjukkan antropomorfisme
dalam sebuah komentar terhadap seorang ulama besar
Sunni Ibnu Hajar al-'Asqalani. Ibnu Baz mengatakan:
Adapun Ahlulssunnah -ini adalah para sahabat dan
mereka yang mengikuti keutamaan para sahabat-
mereka menegaskan arah untuk Allah, dan itulah arah
yang dimaksud, percaya bahwa Allah Swt berada di atas
Arasy.
60
Ulama Wahabi lain –juga sudah meninggal-,
Muhammad Saleh Al-Utsaimin, terang-terangan
mengungkapkan keyakinan antropomorfismenya. Dia
mengatakan:
Pengertian Allah di atas takhta itu berarti bahwa
Dia duduk 'secara pribadi' pada Arasy-Nya.
Ulama besar Sunni Hanbali, Ibn al-Jawzi, ratusan tahun
lalu telah membantah anthropomorphists yang
mengatakan bahwa Allah berdiri pada Tahta secara
pribadi (bi dhatihi). Ia berkata:
Siapapun yang mengatakan: Dia berdiri pada
Tahta 'secara pribadi' (bi dhatihi), ia telah
menyalahartikan maksud ayat tersebut dengan persepsi
sensorik. Orang seperti itu tidak boleh mengabaikan
bahwa prinsip yang dibentuk oleh pikiran dimana
61
dengannya kita telah mengenal Allah. Jika Anda berkata:
Kami membaca hadis dan diam, tidak ada yang
mengkritik Anda, melainkan hanya mengajak mereka
menerima pengertian eksternal Anda yang mengerikan.
Oleh karena itu madzhab ini tidak membawa orang
kepada kehidupan para Salaf saleh – dimana Imam
Ahmad [Ibn Hanbal] - tidak termasuk di dalamnya. Anda
telah mengidentikkan madhab ini [atau madzhab
yurisprudensi/fiqh] sehingga tidak lagi berkata 'Hambali'
kecuali dalam arti 'anthropomorphist'.
Sulaiman Ibn Abdulllah Ibn Muhammad Ibn Abd
al-Wahhab, cucu pendiri gerakan Wahabi, mengatakan:
Setiap orang yang percaya atau mengatakan
bahwaAllah secara pribadi (bi dhatihi) ada di setiap
tempat, atau di satu tempat berarti dia adalah kafir
62
(kafir). Ini adalah wajib untuk menyatakan bahwa Allah
adalah berbeda dari ciptaan-Nya, berdiri di atas Arsy-
Nya tanpa modalitas atau rupa atau exemplarity
apapun. Allah telah ada sebelum ada (tempat) itu Ia
adakan, maka Dia menciptakan tempat dan Dia suci dari
kebutuhan/kebergantungan pada tempat, sebagaimana
Dia sebelum menciptakan tempat
Sama seperti Bilal Philips menegaskan bentuk untuk
Allah dalam pikirannya, dan Ibnu Baz menegaskan batas
kepada Allah dalam pikirannya, al-Utsaimin menegaskan
bahwa Allah secara harfiah duduk 'secara pribadi' di
atas Arsy-pikirannya. Semua dari mereka telah setia
mengikuti jejak Ibnu Taimiyah dan Muhammad ibn
'Abdul-Wahhab - dua lengkungan-bidat yang berperan
dalam menyebabkan kesengsaraan (fitnah) dan
63
interpretasi ortodoks mereka dari sumber-sumber
Islam.
Anthropomorphists Wahabi mengatakan: Allah adalah
arah, Allah memiliki batas, Allah secara harfiah di atas
Arasy, dan bahwa Allah duduk 'secara pribadi' (bi
dhatihi) di Arsy. Seorang Muslim memahami bahwa
kenyataannya Arasy berada dalam arah tertentu dan
tempat tertentu. Dengan memahami Allah berada di
atas Arsy secara harfiah sebagaimana dipahami Wahabi,
mereka yang menghubungkan Allah dengan atribut
yang diciptakan-Nya, sebagai hasil atau kesimpulan itu
menyiratkan bahwa bagian dari penciptaan adalah kekal
dengan Allah. Ini bertentangan dengan apa yang telah
dikatakan Al-Qur'an dan juga hadits shahih yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari. Ia mengatakan: Allah ada
64
secara abadi dan tidak ada (yang abadi, penj) selain-
Nya].
Sunni Ortodoksi telah membersihkan Allah dari
segala arah dan tempat. Untuk seorang Sunni, Allah
selalu ada tanpa perlu tempat dan Dia tidak mengambil
tempat untuk diri-Nya setelah Ia membuatnya. Seorang
ulama Sunni Ortodoks mengatakan persis apa yang
dipahami oleh Nabi Muhammad Saw dan para
sahabatnya (ra). Imam Abu Hanifah, para Imam
mujtahid besar yang tinggal dalam jangka waktu salaf
berkata: "Allah tidak memiliki batas ...", titik. Dan inilah
yang mewakili Sunni ortodoksi.
Ulama Sunni Ortodoks Menentang Wahabisme
65
Saya mengakhiri artikel ini dengan sebuah daftar
ulama Sunni ortodoks yang membantah Wahabisme
dan memperingatkan umat Islam dari racunnya. Daftar
nama para ulama, bersama dengan nama buku-buku
mereka dan informasi terkait, yang dikutip dari seorang
ulama Sunni ortodoks, Muhammad Hisham Kabbani :
1. Al-Ahsa'i Al-Misri, Ahmad (1753-1826): naskah tidak
diterbitkan karena ada tekanan dari sekte Wahabi.
Anaknya Syaikh Muhammad bin Ahmad ibn 'Abd al-
Latif al-Ahsa'i juga menulis buku menyangkal
mereka.
2. Al-Ahsa'i, Al-Sayyid `Abd al-Rahman: menulis enam
puluh tujuh bait puisi yang dimulai dengan bait:
Badat fitnatun kal layli qad ghattatil aafaaqa # wa
66
sha `` di fa kadat tublighul gharba wasy syaraqa
[Sebuah kebingungan muncul seperti malam yang
menutupi langit # Dan menjadi luas mencapai
hampir seluruh dunia]
3. Al-`Amrawi,` Abd al-Hayy, dan `Abd al-Hakim
Murad (Universitas Qarawiyyin, Maroko): Al-tahdhir
min al-ightirar bi ma ja'a fi kitab al-hiwar ["
Peringatan jangan Menjadi Tertipu Dengan isi Kitab
(oleh Ibnu Mani) Debat dengan al-Maliki (serangan
terhadap Ibn` Alawi al-Maliki oleh seorang penulis
Wahabi) "] (Fes: Qarawiyyin, 1984).
4. `Ata 'Allah al-Makki: Al-Sarim al-hindi fil` unuq al-
najdi ["Pedang-Pedang India untuk Leher Najdi "].
5. Al-Azhari, `Abd Rabbih bin Sulaiman al-Shafi` i
(Penulis al-Ushul Syarh Jami 'li Ahadis al-Rasul,
67
sebuah buku dasar Ushul al-Fiqh: Fayd al-Wahhab fi
Bayan Ahl al-Haqq wa man dalla `an al-sawab, 4 jilid
[" Curahan anugrah Allah dalam Membedakan
Muslim sejati Dari Mereka yang menyimpang dari
kebenaran "].
6. Al-`Azzami,` Allamah al-Syaikh Salamah (wafat
1379H): Al-Barahin al-Sati `at.
7. Al-Barakat al-Shafi `i al-Ahmadi al-Makki,` Abd al-
Wahhab bin Ahmad: naskah tidak diterbitkan
karena ada penentangan dari sekte Wahabi.
8. al-Bulaqi, Mustafa al-Masri menulis sanggahan
untuk puisi San `a'i dimana ia puisi terakhir telah
memuji Ibnu` Abd al-Wahhab. Hal ini dalam
Samnudi "Sa`adat al-Darayn " terdiri dari 126 bait
yang dimulai dengan: Bi hamdi wali al-hamdi la al-
68
dhammi astabdi # Wa bil Haqqi la bil khalqi lil Haqqi
astahdi [Dengan kemuliaan Pemilik kemuliaan, tidak
ada kehinaan, apakah saya lakukan # Dan demi
Allah, tidak melalui makhluk, apakah saya mencari
bimbingan kepada Allah
9. Al-Buti, Dr Muhammad Sa `id Ramadhan
(Universitas Damaskus): Al-Salafiyyatu marhalatun
zamaniyyatun mubarakatun la madhhabun Islami
["Salafiyah adalah periode sejarah yang diberkati
bukan madzhab hukum Islam"] (Damaskus: Dar al-
fikr , 1988); Al-lamadhhabiyya akhtaru tawaran `Atin
tuhaddidu al-syariah al-Islamiyyah [" tidak ada
madhhab yang paling berbahaya dan mengancam
saat ini terhadap hukum Islam "] (Damaskus:
Maktabat al-Farabi, nd).
69
10. Al-Dahesh ibn 'Abd Allah, Dr (Universitas Arab
Maroko), ed. Munazara `ilmiyya bayna` Ali bin
Muhammad al-Sharif wa al-Imam Ahmad bin Idris fi
al-Radd `ala Wahabiyyat Najd ["Debat Ilmiah Antara
Sharif Ali bin Muhammad dan Ahmad bin Idris
Terhadap Wahabi Najd "].
11. Dahlan, al-Sayyid Ahmad ibn Zayni (w. 1304/1886).
Mufti Mekah dan Syekh al-Islam (otoritas
keagamaan tertinggi di wilayah hukum Ottoman)
untuk wilayah Hijaz: al-Durar al-Saniyyah fi al-Radd
ala al-Wahabiyyah ["Mutiara Murni Menjawab
Wahabi"] pub. Mesir 1319 & 1347 H; Fitnat al-
Wahabiyyah ["Fitnah Kelompok Wahabi"]; al-Balad
al-Khulasat Kalam fi bayan Umara 'al-Haram
["Uraian Banding Mengenai Para pemimpin al-
70
Haram"], sebuah sejarah fitnah kelompok Wahabi di
Najd dan Hijaz.
12. al-Dajwi, Hamd Allah: al-Basa'ir li Munkiri al-
tawassul ka amthal Muhd. Ibnu Abdul Wahhab
["Berbagai Bukti Terhadap Mereka yang menolak
Tawassul Seperti Muhammad Ibnu Abdul Wahhab"].
13. Syaikh al-Islam Dawud bin Sulaiman al-Baghdadi al-
Hanafi (1815-1881 M): al-minha al-Wahbiyya fi Radd
al-Wahabiyya ["Keringanan Mengenai bantahan
terhadap Wahabi"]; Ashadd al-Jihad fi Ibtal Da`wa
al-Ijtihad ["Jihad dengan banyak kekerasan
Membuktikan Kepalsuan Mereka yang secara salah
mengklaim Ijtihad "].
14. Al-Falani al-Maghribi, al-Muhaddith Shalih: menulis
sebuah buku besar menyusun jawaban para ulama
71
dari Empat Madzhab kepada Muhammad ibn 'Abd
al-Wahhab.
15. al-Habibi, Muhammad `Ashiq al-Rahman:` Adhab
Allah al-Mujdi li Junun al-Munkir al-Najdi ["Hukuman
Mengerikan Allah untuk kelompok Majdi (Wahabi,
penj) dari Najd"].
16. Al-Haddad, al-Sayyid al-'Alawi bin Ahmad bin
Hasan bin Al-Qutb. Sayyidi `Abd Allah ibn 'Alawi al-
Haddad Al-Shafi`i: al-Sayf al-batir li `unq al-munkir`
ala al-akabir ["Pedang Tajam untuk Leher para
penyerang ulama besar"]. Naskah dengan ketebaan
sekitar 100 folio ini tidak diterbitkan; al-zalam
Misbah al-anam wa jala 'fi Radd shubah al-tawaran `i
al-najdi al-Lati adalla biha al-' awamm ["Lentera bagi
Manusia dan Penerangan Kegelapan Mengenai
72
sanggahan terhadap Kesalahan dari pemikiran-
pemikirna baru Najd (Wahabi, penj) dimana dia
telah menyesatkan Rakyat biasa "]. Diterbitkan
1325H.
17. Al-Hamami al-Misri, Syekh Mustafa: Ghawth
al-'ibad bi bayan al-Rashad ["Penolong Para Hamba
Allah dengan Penegasan hukum"].
18. Al-Hilmi al-Qadiri al-Sakandari, Syekh Ibrahim: Jalal
al-haqq fi Kashf ahwal al-khalq ashrar ["Keagungan
Al-Haq (Allah,penj) dalam menyingkap berbagai
rahasia makhluk] (pub. 1355H).
19. Al-Husayni, 'Amili, Muhsin (1865-1952). Kashf al-
irtiyab fi atba `Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab
["Menghilangkan Keraguan para Pengikut
73
Muhammad Ibn' Abd al-Wahhab "] [Yaman]:.
Maktabat al-Yaman al-Kubra, 198?.
20. Al-Kabbani, Muhammad Hisyam, Ensiklopedia
Ajaran Islam, vol. 1-7, As-Sunnah Foundation of
America, 1998.
_____, Islamic Beliefs and Doctrine According to Ahl as-
Sunna - A Repudiation of "Salafi" Innovations (Islam
Doktrin dan Keyakinan Menurut Ahl as-Sunnah –
Sebuah Penolakan Terhadap Inovasi kelompok "Salafi"),
ASFA, 1996.
_____, Innovation and True Belief: the Celebration of
Mawlid According to the Qur'an and Sunna and the
Scholars of Islam, (Inovasi dan Kepercayaan Yang Benar:
Perayaan Maulid Menurut Al-Qur'an dan Sunnah dan
Cendekiawan Islam,) ASFA, 1995.
74
_____, Salafi Movement Unveiled (Gerakan Salafi
Dibongkar), ASFA, 1997.
21. Ibn `Abd al-Latif al-Shafi`i, `Abd Allah: Tajrid Sayf al-
jihad `ala mudda`i al-ijtihad [" Gambar pedang jihad
sesungguhnya melawan penuntut ijtihad palsu "].
22. Keluarga Ibnu `Abd al-Razzaq al-Hanbali dalam
Zubara dan Bahrayn memiliki kedua naskah dicetak
oleh para ulama dari Empat Madzhab dari Mekah,
Madinah, Al-Ahsa', al-Basrah, Baghdad, Aleppo,
Yaman dan daerah Islam lainnya.
23. Ibn `Abd al-Wahhab al-Najdi,` Allamah al-Syaikh
Sulaiman, kakak Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab:
al-Sawa'iq al-Ilahiyya fi al-Radd' ala al-Wahabiyya
["Kilat-Kilat Ilahi dalam menjawab kelompok Wahabi
"]. Ed. Ibrahim Muhammad al-Batawi. Kairo: Dar al-
75
insan, 1987. dicetak ulang oleh Waqf Ikhlas,
Istanbul: hakikat Kitabevi, 1994. Prefaces oleh
Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Shafi `i
dan Syaikh Muhammad Hayyan al-Sindi (Syaikh
Muhammad bin` Abd al-Wahhab) yang menyatakan
bahwa Ibn `Abd al-Wahhab adalah" dall mudill
"("Sesat dan Menyesatkan ").
24. Ibnu Abidin al-Hanafi, al-Sayyid Muhammad Amin:
Radd al-Muhtar `ala al-Durr al-mukhtar, Vol. 3, Kitab
al-Iman, Bab al-bughat ["Jawaban untuk yang
Bingung: Sebuah Komentar terhadap buku " al-Durr
al-mukhtar", Kitab Iman, bab tentang Pemberontak].
Kairo: Dar al-Tiba `ah al-Misriyya, 1272 H.
25. Ibnu al-Hanbali Afaliq, Muhammad bin `Abdul
Rahman: Tahakkum al-muqallidin bi man idda`a
76
tajdid al-din [Kesewenang-wenangan/pengendalian
kekuasa para pengikut orang yang mengklaim
sebagai Pembaharuan Agama]. Sebuah buku yang
sangat komprehensif menyangkal ajaran sesat
Wahabi dan berbagai pertanyaan yang sebagian
besarnya tidak dapat dijawab oleh Ibnu Abdul
Wahhab dan para pengikutnya.
26. Ibnu Dawud al-Hanbali, 'Afif al-Din `Abd Allah: as-
Sawa`iq wa al-ru`ud [" terjadilah kilat dan guntur "],
buku yang sangat penting terdiri dari 20 bab.
Menurut Mufti Yaman Syaikh al-'Alawi ibn Ahmad
al-Haddad, "Buku ini telah mendapatkan
persetujuan dari` ulama Basrah, Baghdad, Aleppo,
dan Ahsa' [semenanjung Arab]. Diringkas oleh
Muhammad bin Bashir kadi Ra al-Khayma di Oman. "
77
27. Ibnu Ghalbun al-Libi juga menulis sanggahan dalam
empat puluh bait puisi al-San`ani di mana pada
bagian terakhir telah memuji Ibnu` Abd al-Wahhab.
Dalam `Sa Samnudi dimulai sebagai berikut:
Salami `ala ahlil isabati wal-Rushdi # Wa laysa `ala najdi
wa pria Halla fi najdi
[Salam saya kepada para pengikut kebenaran dan
petunjuk # dan bukan pada orang-orang Najd (Wahabi,
penj) maupun orang yang menetap di Najd]
28. Ibnu `Ulyawi Khalifa al-Azhari: Hadhihi` aqidatu al-
salaf wa al-khalaf fi Dhat Allahi ta `ala wa` sifatihi wa
alihi wa al-Jawab al-Shahih li ma waqa`a fihi al-khilaf
min al-furu` bayna al-da` li al-Salafiyah wa atba` al-
madzhab al-Arba`ah al-Islamiyyah ["Ini adalah
doktrin aqidah Salaf dan Khalaf tentang Dzat Alalh
78
Swt dan sifat-Nya, dna Jawaban yang benar
terhadap perselisihan yang ada terkait
permasalahan Furu`uddin (cabang-cabang Agama)
untuk para pengikut salafi dan para pengikut Empat
Madzhab Hukum Islam "] (Damaskus: Matba` di
Zaid bin Tsabit, 1398/1977.
29. Kawthari al-Hanafi, Muhammad Zahid. Maqalat al-
Kawthari. (Kairo: al-Maktabah al-Azhariyah li al-
Turats, 1994).
30. Al-Kawwash al-Tunisi, `Allamah Al-Syaikh Shalih:
Sanggahannya terhadap sekte Wahabi terkandung
dalam buku Samnudi berjudul:" Sa`adat al-darayn fi
al-Radd` ala al-firqatayn. "
79
31. Khazbek, Syaikh Hasan Al-Maqalat al-Wafiyyat fi al-
Radd `ala al-Wahabiyyah [" Risalah Lengkap
Bantahan terhadap Kelompok Wahabi "].
32. Makhluf, Muhammad Hasanayn: Risalat fi hukmi al-
tawassul bil-anbiya wal-awliya ["risalah tentang
Hukum bertawassul kepada para nabi dan para
wali"].
33. Al-Maliki al-Husayni, Al-Muhaddith Muhammad al-
Hasan ibn 'Alawi: Mafahimu Yajibu an Tusahhah
["Berbagai Pemahaman yang perlu diluruskan"] 4th
ed. (Dubai: Hashr bin Muhammad Dalmuk, 1986);
Muhammad al-Insanu al-Kamil ["Muhammad,
Manusia Sempurna "] 3rd ed. (Jeddah: Dar al-
Shuruq, 1404/1984).
80
34. Al-Mashrifi al-Maliki al-Jaza'iri: Izhar al-'uquq
mimman mana`a al-tawassul bil nabi wa al-wali al-
saduq ["Sebuah Paparan dari orang-orang yang
Melarang bertawassul kepada Nabi dan wali].
35. Al-Mirghani al-Ta'ifi, `Allamah` Abd Allah ibn
Ibrahim (w. 1793): Tahrid al-aghbiya 'ala al-
Istighatha bil-anbiya' wal-awliya ["Sebuah Provokasi
Terhadap Tawassul kepada para nabi dan para wali"]
(Kairo: al-Halabi, 1939).
36. Mu'in al-Haqq al-Dehlawi (w. 1289): Saif al-Jabbar
al-maslul `ala a`da 'al-Abrar ["Pedang Maha Kuasa
Yang diperintukkan untuk Musuh orang-orang
baik"].
81
37. Al-Muwaysi al-Yamani, `Abdullah Ibn 'Isa: Naskah
tidak diterbitkan karena ada penentangan dari sekte
Wahabi.
38. Al-Nabhany al-Shafi`i, al-kadi al-Muhaddith Yusuf
bin Isma`il (1850-1932): Shawahid al-Haqq fi al-
istighatha bi sayyid al-Khalq (s) ["Bukti-Bukti
Kebenaran dalam mencari Syafaat dari Nabi Saw"].
39. Al-Qabbani al-Basri al-Shafi`i, Allamah Ahmad ibn
'Ali: Sebuah risalah denagnketebalan sekitar 10 bab.
40. Al-Qadumi al-Nabulusi al-Hanbali: `Abdullah: Rihlat
[" Journey "].
41. Al-Qazwini, Muhammad Hasan, (w. 1825). Al-
Barahin al-jaliyyah fi `raf tashkikat al-Wahabiyah
["Bukti0Bukti Yang Jelas tentang Kekeliruan Wahabi
82
"]. Ed. Muhammad Munir al-Husayni al-Milani. 1st
ed. Beirut: Mu'assasat al-Wafa ', 1987.
42. Al-Qudsi: al-Suyuf al-Siqal fi A`naq al-ankara `ala al-
awliya ba`d al-intiqal ["Sebuah Pedang di leher
orang-orang yang Tidak menerima/Mengakui
Kedudukan Para Wali setelah mereka Meninggal
Dunia "] .
43. Al-Rifa `i, Yusuf al-Sayyid Hasyim, Presiden the
World Union of Islamic Propagation and
Information: `Adillat Ahl al-Sunnah wa al-Jama`at aw
al-Radd al-muhkam al-mani` ala munkarat wa
shubuhat Ibnu Mani `fi tahajjumihi` ala al-sayyid
Muhammad `Alawi al-Maliki al-Makki ["Berbagai
Bukti Ahlus Sunnah Waljama`ah sebagai sebuah
Penolakan kuat dan Tegas dari Ibnu Mani atas
83
penyimpangan Muhammad `Alawi al-Maliki al-
Makki"] (Kuwait: Dar al-siyasah, 1984).
44. Al-Samnudi al-Mansuri, al-'Allamah al-Syaikh
Ibrahim: Sa`adat al-darayn fi al-Radd `ala al-
firqatayn al-Wahabiyya wa muqallidat al-zahiriyyah
["Sa`adat al-darayn: Sebuah Bantahan terhadap dua
sekte Wahabi dan Pengikut Zahiri "].
45. Al-Saqqaf al-Shafi `i, Hasan ibn 'Ali, Intitute Riset
Islam di Amman, Yordania: al-Ighatha bi al-adillat
istighatha wa al-Radd al-Mubin `ala munkiri al-
tawassul ["Argumen memohon Syafaat dan
bantahan yang Jelas bagi Mereka yang Menolak
Tawassul"]; Ilqam al Hajar li al-mutatawil` ala al-
Asha `ira min al-Bashar ["Rajam (Pelemparan Batu,
penj) bagi Mereka yang menentang Ash'aris "];
84
Qamus al-Albani shata'im wa al-Alfaz al-munkara al-
Lati yatluquha fi al-haqq ulama wa fudalai'ha wa
ghayrihim ... ["Encyclopedia al-Albani tentang Orang
yang Mengingkari Hak dan Berbagai Keutamaan
para Ulama dan Selainnya ..."] Amman: Dar al-Imam
al-Nawawi, 1993.
46. Al-Sawi al-Misri: Hashiyat `ala al-Jalalayn ["
Komentar terhadap Tafsir Jalalain"].
47. Saif al-Din Ahmed bin Muhammad Al-Albani:
Sebuah Eksposisi Kesalahannya tentang berbagai Isu
Penting Lainnya, ed 2. (Jakarta: sn, 1994).
48. Al-Shatti al-Athari al-Hanbali, al-Sayyid Mustafa bin
Ahmad bin Hasan, Mufti Suriah: al-Nuqul al-
shar'iyyah fi al-Radd 'ala al-Wahabiyya ["Berbagai
Bukti Hukum Dalam Menjawab Wahabi" ].
85
49. Al-Subki, al-hafiz Taqi al-Din (w. 756/1355): Al-
Durra al-mudiyya fi al-Radd `ala Ibn Taimiyah, ed.
Muhammad Zahid al-Kawthari ["Sebuah Penolakan
terhadap Ibnu Taimiyah"]; Al-rasa'il al-subkiyya fi al-
Radd `ala Ibn Taimiyah wa tilmidhihi Ibnu Qayyim al-
Jawziyyah, ed. Kamal al-Hut ["Sebuah Risalah
Sebagai Bantahan Terhadap Ibnu Taimiyah dan
Muridnya Ibnu Qayyim al-Jawziyyah"] (Beirut: `Alam
al-Kutub, 1983); Al-Sayf al-saqil fi al-Radd` ala Ibn
Zafil ["Pedang Mengilap Sebagi Jawaban/Bantahan
terhadap Ibnu Zafil (Ibnu Qayyim al-Jawziyyah)"
Kairo: Matba `di al-Sa` ADA, 1937; al-siqam Shifa 'fi
ziyarat khair al-anam ["Penyembuhan Orang Sakit
Dengan Mengunjungi Rasulullah Saw, Makhluk
Terbaik"].
86
50. Sunbul al-Hanafi al-Ta'ifi, Allamah Tahir: Sima al-
Intisar lil awliya 'al-Abrar ["Menanti Kemenangan
Para Wali Allah Yang Bijak"].
51. Al-Tabataba'i al-Basri, al-Sayyid: juga menulis
balasan untuk puisi San`a'i yang dikutip dalam al-
Darayn. Setelah membacanya, San`a'i membalik
posisinya dan berkata:". Saya telah bertobat dari
apa yang saya katakan tentang Najdi "
52. Al-Tamimi al-Maliki, `Allamah Isma`il (wafat 1248),
Syaikh al-Islam di Tunis: menulis sanggahan
terhadap sebuah risalah Ibn `Abd al-Wahhab.
53. Al-Wazzani, al-Syaikh al-Mahdi, Mufti Maroko:
Menulis sebuah sanggahan terhadap larangan
bertawasul oleh Muhammad `Abduh.
87
54. al-Zahawi al-Baghdadi, Effendi Jamil Sidqi (w.
1355/1936): Al-Fajr al-Shadiq fi al-Radd 'ala al-
tawassul munkiri wa al-khawariq ["Fajar Sejati dalam
Membuktikan Mereka yang tolak syafaat dan
Karamah para wali "]. 1323/1905 di Mesir.
55. Al-Zamzami al-Shafi`i, Muhammad Saleh, Imam di
Maqam Ibrahim di Mekkah, menulis buku dalam 20
bab sebagai bantahan yang merujuk kepada
pandangan al-Sayyid al-Haddad.
56. Ahmad, Qeyamuddin. Gerakan Wahabi di India. 2
rev. ed. Baru Delhi: Manohar, 1994.
88