Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
WACANA HUMOR DALAM STAND UP COMEDY
(KAJIAN PRAGMATIK GRICE)
HUMOROUS DISCOURSE IN STAND UP COMEDY
(PRAGMATIC STUDY GRICE)
TESIS
Oleh:
NAJAMUDDIN
Nomor Induk Mahasiswa: 10.50.413. 03918
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
i
WACANA HUMOR DALAM STAND UP COMEDY
(KAJIAN PRAGMATIK GRICE)
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan Oleh
NAJAMUDDIN
Nomor Induk Mahasiswa: 105 04 13 039 18
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Najamuddin
NIM : 105 04 13 039 18
Program Studi : Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa tulisan ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, April 2021
Yang menyatakan
Najamuddin
v
ABSTRAK
Najamuddin, 2021. Wacana Humor Dalam Stand-Up Comedy: Kajian Pragmatik Grice. Dibimbing oleh Munirah dan Mulis Madani.
Penelitia ini bertujuan mengetahui Bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice dalam wacana humor SUC dan Makna pesan sosial yang disampaikan Komika dengan pelanggaran prinsip kerja sama Grice. Jenis pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, dan sumber data dalam penelitian ini dari situs Youtube. Teknik pengumpulan data mengunakan teknik dokumentasi, observasi,simak, dan catat. Data dianalisis menggunakan teknik reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan dan penampilan data.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice yang ditemukan yaitu; 1) maksim kuantitas yang meliputi informasi yang disampaikan kurang informatif dan melebihi yang dibutuhkan, 2) maksim kualitas meliputi mengatakan sesuatu yang diyakini salah dan menyatakan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara memadai, 3) maksim relevansi meliputi pemberian informasi yang tidak relevan dengan konteks tuturan, 4) maksim cara meliputi tuturan yang tidak jelas dan memiliki makna ganda. Dan makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika yaitu; 1) pemerintah harus menegakkan hukum, pemerataan pembangun diseluruh wilayah Indonesia, menyelesaikan angka buta huruf, pemerintah harus sigap, tanggap, meperhatikan korban bencana tanpa ada pilih kasih, dan institusi pendidikan harus memperhatikan alat musik tradisoanal, 2) senantiasa bernyukur dengan apa yang kita miliki, berhenti menilai orang dari penampilan luar, berhentilah melakukan kegiatan yang mubazir dan tidak mendidik, menjaga kebersihan, jangan mendiskreditkan beberapa pihak, berhenti melakukan bullying terhadap orang, serta para penyanyi dangdut harus lebih memperhatikan dan mementingkan kualitas dan makna lagu dibangding dengan goyangan, 3) perbedaan itu adalah hal yang wajar dan tidak perlu diributkan, banggalah dengan Indonesia, kesetaraan itu penting, namun harus proposional, dan membeli suatu barang harus lebih mengedepankan fungsi dari pada genggsi. Serta fashion kita harus enak dilihat dan bisa merepresentasikan sikap kita dan kita harus mampu bersikap toleran, dan 4) pondok pesantren selaku institusi pendidikan Islam agar memberikan perhatian serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri. Dan iklan di Tv harus dapat menumbuhkan, mengajak, dan memicu kesadaran masyarakat untuk taat beribadah terkhususnya salat tahajud. Di samping itu juga DPR harus mampu dekat dan mendengar insprirasi rakyat dan mudah ditemui, didekati, dan merakyat.
Kata kunci: Stand-up comedy, prinsip kerja sama, kritik sosial.
vi
Najamuddin, 2021. Discourse on Humor in Stand-Up Comedy: Grice's Pragmatic Study. Supervised by Munirah and Mulis Madani.
This research aims to find out the form of violation of Grice's principle of cooperation in the SUC humorous discourse and the meaning of the social message conveyed by Komika in violation of Grice's cooperation principle. This type of research approach is qualitative descriptive, and the source of the data in this study is from the Youtube site. The technique of collecting data uses documentation, observation, observing, and taking notes. Data were analyzed using data reduction techniques, data presentation, drawing conclusions and data appearance.
The results of this study indicate that the forms of violations found in Grice's cooperation principles are; 1) the maxim of quantity which includes the information conveyed is less informative and exceeds what is needed, 2) the maxim of quality includes saying something that is believed to be wrong and stating something that cannot be proven adequately, 3) the maxim of relevance includes providing information that is not relevant to the context of the speech, 4) maxims include speech that is unclear and has multiple meanings. And the meaning of the social message conveyed by Komika, namely; 1) the government must enforce the law, develop equitable distribution of builders throughout Indonesia, resolve illiteracy rates, the government must be alert, responsive, pay attention to disaster victims without favoritism, and educational institutions must pay attention to traditional musical instruments, 2) always be grateful for what we have , stop judging people from outward appearances, stop doing redundant and uneducative activities, maintain cleanliness, don't discredit some parties, stop bullying people, and dangdut singers must pay more attention and give priority to the quality and meaning of songs compared to shaking, 3) That difference is a natural thing and there is no need to be fussed about, be proud of Indonesia, equality is important, but it must be proportional, and buying an item must prioritize function rather than prestige. As well as our fashion must be pleasing to the eye and can represent our attitude and we must be able to be tolerant, and 4) Islamic boarding schools as Islamic educational institutions to pay serious attention to the problem of nutritional needs of the santri. And advertisements on TV must be able to grow, invite, and trigger public awareness to obey worship, especially the
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberi hikmah kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Berbahagialah manusia yang telah mendapat
hikmah dari Allah, karena ia telah memperoleh kebaikan hidup dan
kehidupan. Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada
Muhammad Rasulul lah yang telah menjadi al-mu’allim al-awwal bagi
kaum Muslim seluruh dunia. Juga kepada para sahabatnya, keluarganya,
dan semua manusia yang mengikuti jejak langkah konsep pendidikan
yang dipraktikkannya. Tesis ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari mencari
kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari
kehidupan seseorang. Begitupun dengan tesis ini yang tidak akan terlepas
dari kesalahan karena kapasitas penulis terbatas. Berbagai upaya telah
dilakukan demi tulisan ini selesai dengan baik.
Berbagai motivasi dari pihak yang sangat membantu selesainya
tulisan ini. Segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua tercinta penulis yang telah memberikan pendidikan
kedisiplinan, ilmu ketegaran, keyakinan dan material sehingga penulis
dapat melanjutkan pendidikan setinggi ini. Kepada Dr. Munirah, M.Pd dan
Dr. H. Muhlis Madani, M.Si dosen pembimbing I dan pembimbing II, yang
telah memberi bimbingan dan arahan serta motivasi sejak awal
penyusunan tesis hingga selesai.
viii
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
H. Ambo Asse, M.Ag, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, H.
Darwis Muhdina, M.Ag Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar, dan Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum Ketua Program Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh staf pegawai
dalam lingkungan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-
teman yang sama-sama bergelut di dalam organisasi Ikatan Mahasiswa
Muhammdiyah (IMM), Ikatan Mahasiswa Woja (IMW), dan Ikatan
Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan se Indonesia (IMAKIPSI) yang
begitu banyak memberikan saya inspirasi, ilmu, pengalaman dan motivasi
sehingga bisa sampai pada saat sekarang ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak yang membangun.
Semoga dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri
pribadi saya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Makassar, Maret 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI.................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang penelitian 1
B. Fokus Penelitian 5
C. Tinjuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 7
A. Tinjauan Hasil Penelitian 7
B. Tinjauan Teori dan Konsep 11
C. Kerangka Pikir 44
BAB III METODE PENELITIAN 46
A. Pendekatan Penelitian 46
x
B. Batasan Istilah 47
C. Data dan Sumber Data 47
D. Teknik Pengumpulan Data 48
E. Teknik Analisis Data 50
F. Mengecek Keabsahan Data 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52
A. Deskripsi Hasil Penelitian 52
B. Pembahasan 112
BAB V SIMPULA DAN SARAN 118
A. Simpulan 118
B. Saran 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR SINGKATAN
SUC : Stand Up Comedy
WH : Wacana Humor
PKS : Prinsip Kerja Sama
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
TV : Televisi
TVRI : Televisi Republik Indonesia
O1 : Orang Pertama
O2 : Orang ke Dua
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Humor merupakan kebutuhan manusia yang sulit dihindari.
Sebagai kebutuhan nonmateri, humor bisa berdampak besar bagi
penikmatnya. Setiap orang, bahkan sekelompok orang, sering membuat
humor, baik disengaja maupun tidak. Humor biasanya sengaja dilakukan
di depan orang banyak, misalnya dalam pertunjukan komedi di atas
panggung, atau dalam pidato yang bertujuan untuk mencairkan suasana.
Humor secara tidak sengaja disebabkan oleh situasi yang tiba-tiba muncul
dan membuat orang lain disekitarnya tertawa dan bahagia.
Manfaat atau keutamaan membuat orang lain bahagia dalam islam
adalah mendapatkan pengampunan dosa dari Allah SWT. Hal ini tertulis
dalam kitab Al ‘Athiyyatul Haniyyah yang berbunyi:
ك السرور سبعين روي، من ادخل على مؤمن سرورا، خلق الله من ذل
الف ملك، يستغفرون له الى يوم القيامة
Artinya: Barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah
Ta’ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan meminta ampunan
baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain.
Sudah sepatutnya orang muslim melakukan hal-hal yang terpuji
menurut pandangan Allah SWT. Salah satunya dengan membahagiakan
orang lain.
1
2
Hal ini seperti yang dituturkan dalam hadis riwayat Ibnu Abbas ra
yang menyatakan bahwa baginda Nabi Muhammad SAW bersabda:
إن رسول الله صلى الله :قال عن ابن عباس رضى الله تعالى عنهما
رور عليه وسلم قال إن احب العمال الى الله بعد الفرائض إدخال الس
.على المسلم
Artinya: Sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah
melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim
yang lain.
Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam
menyampaikan keinginan atau perasaannya. Humor merupakan cara
seseorang menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Sebagai
fenomena kebahasaan, humor dapat ditemukan di berbagai tempat, dan
dalam berbagai bentuk. Inilah yang membuat humor begitu menarik di
masyarakat.
Humor merupakan sarana komunikasi, seperti menyampaikan
informasi, mengkritik, mengungkapkan kesenangan, mengutarakan
pendapat, rasa kesal, marah, atau rasa simpatik. Selain berfungsi untuk
mengubah keadaan emosi seseorang, humor juga memiliki fungsi sebagai
sarana pendidikan dan kritik sosial (Wijana 1994: 21). Sebagai sarana
pendidikan, humor dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana untuk
menambah dan memperluas ilmu. Sebagai sarana kritik sosial, humor
3
merupakan alat atau sarana kritik yang ampuh, karena mereka yang
dikritik tidak menganggapnya sebagai konfrontasi.
Sejalan dengan perintah Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat
71:
منت بعضهم اولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون والمؤمنون والمؤ
كوة ويطيعون الله لوة ويؤتون الز عن المنكر ويقيمون الص
عزيز حكيم ان الله
ى ك سيرحمهم الله
ورسوله اول
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.
Merujuk pada ayat di atas, Al-quran menyuruh kita agar berbuat
yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Salah satu cara untuk
mencegah kemungkaran yaitu dengan mengkritik dan menyampaikan
pendapat. Syariat Islam menetapkan hak-hak diri atau individu muslim.
Allah telah mewajibkan nasihat dan perintah pada yang baik dan
mencegah kemunkaran. Tidak mungkin hal itu bisa ditegakkan jika muslim
tidak memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan
kebebasannya dalam hak tersebut. Tidaklah amar ma’ruf nahi munkar
bisa ditegakkan tanpa adanya hak kebebasan berpendapat pada diri
4
seorang muslim. Salah satu cara menyampaikan kritik dan pendapat yaitu
melalui humor pada Stand Up Comedy (SUC).
Ada berbagai macam jenis humor yang berkembang di masyarakat.
Misalnya humor yag ditampilkan dalam bentuk tulisan, gambar, dan humor
yang ditampilkan dengan gestur humor pembuatnya. Stand Up Comedy
(SUC) juga merupakan jenis humor yang berkembang di masyarakat.
Humor disampaikan melalui tuturan atau retorika dan bergantung pada
gerakan tubuh pembicara. Jenis humor ini berpotensi menambah
wawasan pengetahuan yang luas tentang karakter seorang pelawak
(Muzayyanah 2014: 3).
Dalam hal ini wacana humor yang akan diteliti oleh peneliti adalah
Stand Up Comedy (SUC). Stand Up Comedy merupakan lelucon
personal, yaitu lelucon yang dilakukan atau dibawakan oleh seorang
individu, biasanya dihadapan penonton dengan menggunakan monolog
suatu tema atau topik. Tema atau topik yang disampaikan biasanya
berkaitan dengan kehidupan pribadi atau kehidupan di lingkungan suatu
kelompok masyarakat. Namun sebagian besar peserta komedi membahas
berbagai fenomena kehidupan di negeri ini, misalnya tentang korupsi,
pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan lain-lain.
Stand up comedy dimulai pada tahun 1800-an di Amerika sebagai
teater. Menurut Odios Arminto dalam artikelnya yang berjudul "Mari Melek
Sejarah Perlawakan Kita Sendiri", SUC sudah ada sejak lama di
Indonesia. Ada Cak Markeso, seorang seniman ludruk dan garingan
(tanpa iringan musik) yang memulai karirnya sejak zaman penjajahan
5
sekitar tahun 1949. Sebelumnya, Cak Markeso adalah bagian dari
kelompok bernama "Ludruk Cinta Massa". Entah kenapa, dia memilih
keluar dari grup dan memilih bersolo karier. Cak Markeso tercatat dalam
sejarah seni ludruk karena pidatonya yang sangat khas dan lihai
menggugah imajinasi penikmatnya.
Sebuah program komedi tunggal yang mirip dengan Stand Up
Comedy (SUC) juga pernah tayang di TVRI (antara tahun 1970-an hingga
1980-an) dan cukup terkenal serta disukai masyarakat. Tercatat,
misalnya, nama komedian Arbain dengan aksen Tegal yang sangat kental
mampu membuat penonton tertawa karena lelucon yang dibuat sangat
hits. Apalagi ia juga memiliki kemampuan sulap yang sangat baik,
sehingga acaranya di TVRI berlangsung cukup lama. Sedangkan meski
tidak rutin, artis serba bisa Kris Biantoro ini menampilkan stand-up
comedy di TVRI dengan cara yang sangat khas, bahkan jika dibandingkan
dengan produk pertunjukan serupa hingga saat ini (Arminto 2014).
Humor di SUC berbeda dengan genre komedi-komedi lainnya.
Kekuatan dan keunggulan SUC terletak pada dominasi penggunaan
bahasa verbal. Komika aktif bercerita tentang hasil pengalaman,
observasi, dan aspirasinya terhadap kehidupan pribadinya dan kehidupan
di sekitarnya yang dikemas menjadi sesuatu yang lucu bagi penontonnya.
Merujuk pada hal tersebut, sebagai entitas komunikasi verbal yang
tidak lepas dari maksud dan tujuan tertentu. Sebagaimana Kundharu
Saddhono & Slamet (2012: 34) yang menyatakan bahwa berbicara secara
umum dapat diartikan sebagai penyampaian maksud yang dapat berupa
6
gagasan, pemikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Begitu pula
dengan wacana SUC yang mengandung berbagai dimensi makna dan
maksud yang luas. Pertunjukan SUC tidak hanya sebagai sarana hiburan,
tetapi juga dapat berperan sebagai media edukasi karena informasi atau
materi yang disampaikan oleh Komika mengandung pesan-pesan yang
bersifat informatif dan mengedukasi penonton.
Para Komika sering kali membawakan materi humor yang
berhubungan dengan ruang lingkup sosial. Secara umum, permasalahan
sosial tersebut meliputi permasalahan terhadap keadaan atau tatanan
sosial, ekonomi, dan tirani kekuasaan, baik dalam lingkup daerah asal
Komika, nasional, maupun dalam lingkup Internasional. Atas dasar itulah
peneliti menjadikan wacana Stand Up Comedy (SUC) sebagai objek
penelitian. Penelitian ini akan membahas dua masalah yang berhubungan
dengan wacana humor dalam Stand up comedy. Pertama, bagaimana
bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice dalam wacana humor Stand
Up Comedy (SUC)? Kedua, bagaimana makna pesan sosial yang
disampaikan Komika dengan pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS)
Grice?
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan untuk mendapatkan penelitian
yang terarah, diperlukan suatu fokus penelitian, fokus penelitian dalam
penelitian ini yaitu:
7
1. Bentuk pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS) Grice dalam wacana
humor SUC.
2. Makna pesan sosial yang disampaikan Komika dengan pelanggaran
Prinsip Kerja Sama (PKS) Grice.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice dalam
wacana humor SUC.
2. Mendeskripsikan makna pesan sosial yang disampaikan Komika
dengan pelanggaran prinsip kerja sama Grice.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan teoritis tentang analisis wacana humor,
terkhususnya terkait prinsip kerjasama Grice dan menambah
pengembangan teori kajian pragmatik pada khususnya dan wacana
pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk:
8
a. Bagi masyarakat, menumbuhkan kesadaran bahwa wacana
humor tidak hanya dinikmati sebagai hiburan saja, melainkan juga
sebagai alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.
b. Bagi guru, menjadi sumber referesi dalam proses belajar
mengajar.
c. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan
pertimbangan atau rujukan untuk penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa penelitia
relevan dan teori yang dianggap relevan yang dapat mendukung
penemuan data agar memperkuat teori dan keakuratan data.
A. Penelitian Relevan
Kajian tentang wacana humor terkait linguistik pernah dilakukan
oleh Sudarsono (2013), Wati (2013), Sari (2012), Fadilah (2015), dan
Wijayanti (2015). Sudarsono (2013), melalui skripsinya “Wacana Gombal
dalam Bahasa Indonesia: Kajian Struktural, Pragmatis, dan Kultural”,
melihat penciptaan humor dalam wacana global melalui proses berikut ini.
Pertama, penggunaan aspek kebahasaan dari tingkat rendah hingga
tinggi, yaitu (1) aspek fonologi, berupa permainan fonem dan
penambahan suku kata, (2) aspek sintaksis, berupa keterkaitan kata
dalam frasa dan keterkaitan antarklausa, (3) aspek semantik, berupa
9
polisemi, idiom, homonimi, peribahasa, hiperbola, metafora, elipsis, dan
personifikasi, dan (4) aspek wacana, berupa pantun, silogisme, dan
entailmen. Kedua, proses penciptaan humor dalam wacana global
dilakukan dengan berpaling dari Prinsip Kerja Sama (PKS) hingga
menghasilkan nilai rasa global. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS)
berupa sumbangan informasi yang berlebihan, tidak logis, ambigu, di luar
konteks.
Wati (2013) mengkaji humor SUC dalam skripsinya yang berjudul
“Bahasa Humor Pertunjukan: Kajian Prinsip Kerja Sama terhadap
Pertunjukan Stand Up Comedy Show di Metro TV”. Penelitian ini
membahas bentuk pendayagunaan maksim-maksim dalam Prinsip Kerja
Sama (PKS) Grice dan implikatur tuturan humor yang mendayagunakan
prinsip kerja sama dalam SUC Show di Metro TV. Berikut ini adalah hasil
penelitiannya. Pertama, pendayagunaan maksim kualitas pada terbagi
atas sembilan jenis: pelesetan, pemahaman yang salah, dianggap salah
oleh Komika, generalisasi yang salah, tidak masuk akal, tidak didukung
bukti-bukti, hal yang belum tentu benar, pemikiran yang menyimpang atau
tidak lazim, dan kombinasi tidak masuk akal dan dianggap salah oleh
Komika. Kedua, pendayagunaan maksim cara terdiri atas penuturan yang
tidak jelas, kabur, dan tidak langsung. Ketiga, pendayagunaan maksim
relevansi terdiri dari selipan, ketidaksinambungan dengan pernyataan
sebelumnya dalam satu topik pembicaraan, ketidaksinambungan karena
ambiguitas, ketidaksinambungan karena tuturan yang kurang lengkap,
dan penggunaan kata yang kurang tepat.
8
10
Sari (2012), dalam skripsi berjudul “Humor dalam Stand Up
Comedy oleh Raditya Dika (Kajian Tindak Tutur, Jenis, dan Fungsi)”,
mengkaji tentang jenis tindak tutur dan penerapan prinsip kerja sama
beserta penyimpangan yang terjadi dalam humor SUC oleh Raditya Dika
serta mengetahui jenis dan fungsi humor yang digunakan. Adapun hasil
penelitiannya sebagai berikut. Pertama, jenis tindak tutur dalam humor
SUC oleh Raditya Dika yang menimbulkan kelucuan adalah tindak tutur
lokusi naratif, deskriptif, dan informatif; ilokusi asertif, direktif, deklaratif,
dan ekspresif; serta tindak tutur perlokusi. Kedua, ditemukannya
penerapan dan penyimpangan maksim-maksim prinsip kerja sama dan
prinsip sopan santun dalam tuturan untuk memancing tawa penonton.
Ketiga, jenis humor yang terdapat dalam SUC oleh Raditya Dika adalah
guyonan parikena, satire, sinisme, plesetan, analogi, unggul-pecundang,
dan apologisme. Keempat, fungsi yang termuat di dalam SUC oleh
Raditya Dika adalah fungsi (1) membantu pendidikan anak muda, (2)
meningkatkan solidaritas suatu kelompok, (3) sebagai sarana kritik sosial,
(4) memberikan suatu pelarian yang menyenangkan dari kenyataan, dan
(5) mengubah pekerjaan yang menyenangkan menjadi permainan.
Fadilah (2015), melalui skripsinya: “Humor dalam Wacana Stand-
up Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV”, mengemukakan hasil
penelitiannya sebagai berikut. Pertama, penciptaan humor SUCI 4
menggunakan teknik praanggapan, teknik implikatur, dan teknik dunia
kemungkinan. Kedua, tuturan humor SUCI 4 berfungsi sebagai penyalur
keinginan dan gagasan, pemahaman diri untuk menghargai orang lain,
11
pemahaman kritis terhadap masalah yang ada, penghibur, penyegaran
pikiran, dan peningkatan rasa sosial.
Wijayanti dalam tesisnya: “Analisis Wacana Stand Up Comedy
Indonesia Session 4 Kompas TV” menemukan bahwa struktur wacana
SUCI 4 terdiri atas struktur wajib, yaitu isi lawakan yang terdiri atas
pengantar dan punch line, serta unsur opsional yang terdiri atas salam
pembukan, pertanyaan kabar, kalimat penutup, dan penyebutan nama.
Selain itu, kepaduan antarpremis dalam wacana ditemukan wacana yang
kohesif saja, kohesif dan koheren, serta tidak kohesif dan koheren.
Wijayanti juga menemukan berbagai fenomena kebahasaan dalam
acara SUCI 4 untuk menimbulkan efek humor, yaitu permainan bunyi yang
terdiri atas penggantian bunyi pada kata dan suku kata, ambiguitas yang
terdiri dari ambiguitas gramatikal (kata majemuk, frasa, amfipoli) dan
ambiguitas leksikal (polisemi dan homonimi), relasi leksikal (hiponimi dan
kohiponimi, meronimi, kolokasi, sinonimi, antonimi), permainan unsur
pembatas, metonimi, hiperbola, simile, visualisasi referen, dan entailment.
Fungsi komunikatif SUCI 4 yaitu untuk bercanda, menertawakan diri
sendiri, menyindir, mengkritik, mempengaruhi penonton, dan
menginformasikan budaya.
Berdasarkan beberapa tinjauan penelitian relevan di atas,
beberapa persamaa dari penelitian diatas ialah bentuk pelanggaran
prinsip kerjasama Grice. Kebaruan yang ditemukan di dalam penelitian ini
adalah makna pesan dalam Stand Up Comedy (SUC). Dalam pragmatik,
berbicara berorientasi pada maksud tujuan. Humor dalam acara SUC
12
tidak hanya untuk menghibur penonton saja, tetapi juga untuk menyikapi
berbagai permasalahan sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Di atas
panggung, Komika menyuarakan kritik dan aspirasinya melalui lelucon.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan membahas secara
komprehensif bentuk pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS) Grice dan
makna pesan sosial yang disampaikan Komika dalam SUC.
B. Tinjauan Teori dan Konsep
Teori yang digunakan sebagai landasan penelitian ini meliputi
beberapa aspek sebagai berikut.
1. Wacana
Istilah wacana telah dipopulerkan oleh Z. S Harris pada tahun 1952
dalam artikelnya yang berjudul Discourse Analysis dalam majalah
Language (Tarigan, 1987:21). Di Indonesia istilah wacana muncul sekitar
tahun 1970-an (dari bahasa Inggris discourse) (Djajasudarman, 1994:1).
Hal ini menandakan bahwa wacana sudah ada dan terkenal sejak dulu.
Poerwadarminta (dikutip oleh Baryadi, 2002: 1) mengartikan kata
wacana merunut dari akar atau asal katanya. Kata wacana berasal dari
kata vacana yang berarti "bacaan" dalam bahasa Sansekerta yang
kemudian dimasukkan sebagai kosakata bahasa Jawa Kuna dan Jawa
Baru, wacana yang artinya "bicara, kata, atau ucapan". Dalam ilmu
linguistik, istilah wacana dipandang sebagai satuan kebahasaan tertinggi
13
karena mencakup kalimat, gugus kalimat, paragraf, penggalan wacana,
dan wacana utuh.
a. Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa yang tinggi tatarannya dalam
ilmu linguistik. Kridalaksana (dalam Rustono 2000: 19) menyatakan
bahwa “wacana adalah satuan bahasa dengan unsur terlengkap”.
Kridalaksana adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah
wacana, yaitu pada tahun 1978.
Van Dijk memandang bahwa wacana merupakan konstruksi teoritis
abstrak yang dilaksanakan melalui teks (Rustono 2000: 20). Menurut Van
Dijk, wacana ada pada tataran langue, sedangkan teks adalah parole-nya.
Dapat disimpulkan bahwa teks merupakan realisasi wacana.
Chaer (2007: 267) mengungkapkan bahwa wacana merupakan
satuan Bahasa yang lengkap dan satuan gramatikal tertinggi. Secara
keseluruhan dalam sebuah wacana terdapat ide, gagasan, konsep, atau
pemikiran yang lengkap yang dapat dipahami oleh pembaca atau
pendengar. Sebagai satuan tata bahasa tertinggi dan terbesar, wacana
terdiri dari satuan tata bahasa di bawahnya, yaitu kalimat.
Istilah wacana juga dijelaskan oleh beberapa ahli bahasa yang
dikutip oleh Tarigan (1987:24-25) sebagai berikut; (1) Edmonson, wacana
merupakan suatu peristiwa yang terstruktur dan dimanifestasikan dalam
perilaku linguistik. Sedangkan teks merupakan suatu urutan ekspresi-
ekspresi linguistik yang terstruktur yang membenrtuk suatu keseluruhan
yang padu atau initer. (2) Stubbs, wacana adalah organisasi bahasa di
14
atas kalaimat atau klausa, dengan kata lain unit-unit linguistik yang lebih
besar dari pada kalimat atau klausa, seperti pertukaran-pertukaran
percakapan atau teks-teks tertulis. (3) Deese, wacana adalah seperangkat
proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa
kepaduan atau rasa kohesi bagi pendengar atau pembaca. (4)
Kridalaksana, wacana (discourse) merupakan satuan bahasa terlengkap,
dalam hierarki dramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan
terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku,
novel, seri ensiklopedia, dan sebagainya). Paragraf, kalimat atau kata
yang membawa amanat yang lengkap. Berdasarkan beberapa pendapat
para ahli tersebut, Tarigan (1994: 27) meyimpukan bahwa hakikat wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi, berkesinambungan,
mempunyai awal dan akhir, dan yang nyata disampaikan secara lisan atau
tertulis.
Richards, dkk (dalam Djajasudarma, 1994: 3) mengatakan bahwa
wacana dikatakan juga sebagai sebuah istilah umum dalam contoh
pemakaian bahasa, yakni bahasa yang dihasilkan oleh tindak komunikasi.
Tata bahasa, dikatakannya mengacu pada kaidah-kaidah pemakaian
bahasa, pada bentuk unit-unit gramatikal, seperti; frasa, klausa, dan
kalimat. Sedangkan wacana mengacu pada unit-unit bahasa yang lebih
besar, seperti paragraf, percakapan, dan wawancara.
Selanjutnya, Samsuri (dalam Djajasudarma, 1994: 4)
mengungkapkan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh
15
tentang suatu peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan
bahasa lisan dan tulis. Apapun bentuknya, wacana mengasumsikan
adanya penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan, penyapa adalah
pembicara, dan peserta adalah pendengar. Sedangkan dalam wacana
tulis, penyapa adalah penulis, dan pesapa adalah pembaca. Wacana
mempelajari bahasa dalam pemakaian, jadi wacana bersifat pragmatik.
Sobur (dalam Darma, 2009: 3) mengungkapkan bahwa wacana
adalah rangkaian ujaran atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan
sebuah hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu
kesatuan yang koheren, dan dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental bahasa. Eriyanto (2005: 2) yaitu; (1) wacana adalah
komunikasi verbal, ucapan, percakapan, sebuah perlakuan formal dari
subjek dalam ucapan atau tulisan; sebuah unit teks yang digunakan oleh
linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat (Collin Coneise
English Dictonary). (2) wacana adalah sebuah percakapan khusus yang
alamiah, formal, dan pengungkapannya diatur pada ide dalam ucapan dan
tulisan; pengungkapan dalam bentuk sebuah nasihat, risalah, dan
sebagainya, sebuah unit yang dihubungkan ucapan atau tulisan
(Longman, Dictornary of the Language). (3) wacana merupakan rentetan
kalimat yang saling berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat. (J.S. Badudu).
(4) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah
pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas
16
personal yang bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya (Hawthorn). (5)
wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang
kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan
yang dimaksud mewakili pandangan dunia sebuah organisasi atau
representasi dari pengalaman (Roger Fowler).
J.S. Badudu (dalam Badara, 2012: 16) membagi atas dua
pengertian wacana yakni; 1) wacana merupakan rentetan kalimat yang
saling berkitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah
makna yang serasi di antara kalimat-kalimat; 2) wacana merupakan
kesatuan bahasa yang lengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat,
atau klausa dengan koherasi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu memunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan dan tulisan.
Berdasarkan uraian menurut para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang tertinggi dan
terlengkap yang tatarannya berada di atas kalimat yang memeiliki makna
tersirat dan tersurat.
b. Jenis Wacana
Wacana pada dasarnya di bagi menjadi dua, yakni wacana lisan
dan wacana tulis. Wacana lisan merupakan segala bentuk ujaran yang
dilakukan suatu orang atau lebih. Ujaran yang dilakukan satu orang,
misalnya ceramah, berpidato, dan lain-lain, dan ujaran yang dilakukan
beberapa orang misalnya, diskusi, wawancara, dan lain-lain. Wacana tulis
17
adalah segala bentuk bahasa yang dilakukan dengan teks (tulisan/grafik),
misalnya, novel, cerpen, dongeng dan lain-lain.
Mulyana (2005:53) membagi wacana berdasarkan jumlah penutur
menjadi dua, yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog
merupakan jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Penuturnya
bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Beberapa bentuk wacana
monolog antara lain yaitu pembacaan puisi, pidato, pembacaan berita,
dan lain-lain. Wacana dialog merupakan jenis wacana yang ditututrkn oleh
dua orang atau lebih. Jeni wacana ini bisa berbentuk lisan atau tulisan.
Dalam kajian wacana, istilah penutur (addresser) atau orang pertama O1,
bisa disebut sebagai penyapa, pembicara, dan penulis (wacan tulis).
Sedangkan penutur (addresser) atau orang ke dua O2, sering disamakan
dengan sebutan pesapa, mitra bicra, pasangan bicara, lawan bicara,
pendengar, dan pembaca (wacana tulis).
Sejalan dengan itu, menurut Darma (2009:26-32, jenis wacana
dibagi menjadi dua, yaitu wacana dialog dan wacan monolog. Wacana
dialog adalah wacana yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan
antara dua belah pihak seperti terdapat pada obrolan pembicara dengan
penelpon, wawancara, dan lain-lain. Wacana monolog adalah wacana
yang tidak melibatkn suatu bentuk tutur percakapan atau pembicaraan
dua pihak yang berkepentingan.
Selanjutnya, Tarigan (1987:51) mengemukakn bahwa wacana
dapat diklasifikasi dengan berbagai cara bergantung kepada sudut
pandang seseorang. Menurutnya, wacana dapat dibagi menjadi sembiln
18
jenis, yaitu wacana lisan dan tulisan, wacana langsung dan tidak
langsung, wacana pembeberan dan penutur, wacana prosa, puisi, dan
drama. Secara garis besar, tipe-tipe wacana dapat disederhanakn menjadi
dua kelompok, yaitu wacana lisan dan tulisan. Wacana lisan terdri dari
wacana lisan langsung, tidak langsung, lisan pembeberan, dan penuturn
berupa prosa, puisi, dan drama. Wacana tulis dikategorikan menjadi
wacana tulis langsung dan tidak langsung, pembebern, penuturan, prosa,
puisi, dan drama.
Wacana tulis atau written discourse adalah wacana yang
disampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Contohnya dalam
kehidupan sehari-hari seperti dalam Koran, majalah, buku, dan lain-lain.
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan
secara lisan melalui media lisan. Contohnya sangat produktif dalam sastra
lisan di seluruh tanah air kita ini, juga dalam siaran-siaran televisi, radio,
ceramah, khotbah, kuliah, pidato, stand up comedy dan sebagainya.
Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan wacana
yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi. Wacana tidak langsung atau
direct discourse adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutif
harfiah kata-kata yang diapakai oleh pembicara dengan menggunakn
konstruksi pragmatik atau kata tertentu, antara lain dengan klausa
subordinatif, kata “bahwa”, dan sebagainya.
Wacana pembeberan atau expository discourse adalah wacana
yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok
pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Wacana penuturn
19
atau narrative discourse adalah wacana yang mementingkan urutan waktu
tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh
kronologi.
Wacana prosa merupakan wacana yang disampaikan dalam bentuk
prosa, dapat lisan atau pun tulisan, dapat berupa wacana langsung atau
tidak langsung, dapat pula dengan pembeberan atau penuturan. Sebagai
contoh: novel, novelet, cerita pendek, kertas kerja, artikel, surat, skripsi,
tesis, disertasi, dan sebagainya. Wacana puisi adalah wacana yang
disampaikn dalam bentuk puisi, baik secara tertulis maupun secara lisan.
Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama,
dalam bentuk dialog, baik secara tertulis atau lisan.
Sementara itu, menurut Oktavianus (2006: 44-49), jenis-jenis
wacana dibagi atas dua kelompok yaitu:
1) Berdasarkn cara pengungkapan, terdiri dari empat jenis, yaitu: (1)
wacana lisan, (2) wacana tulisan, (3) wacana verbal, dan (4) wacana
nonverbal.
2) Berdasarkan konfigurasi makna, terdiri dari enam jenis, yaitu: (1)
wacana naratif, (2) wacana deskriptif, (3) wacana procedurl, (4)
wacana ekspositori, (5) wacana hartori, dan (6) wacana humor.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka jenis wacana yang akan diteliti
adalah jenis wacana berdasarkn cara pengungkapannya, yakni wacana
lisan yang terdapat dalam Stand Up Comedy (SUC) yang ditayangkan di
televisi maupun di media sosial youtube. Sedangkan berdasarkan
konfigurasi makna termasuk wacana humor. Jenis wacana ini bisa juga di
20
sebut wacana monolog kerana wacana ini tidak melibatkn suatu bentuk
tutur percakapan atau pembicaraan dua pihak yang berkepentingan.
c. Sifat dan Ciri-ciri Wacana
Menurut Syamsuddin (dalam Darma, 2009: 16) ciri-ciri dasar lain yang
dapat diramu dari pendapat beberapa ahli, seperti Selegloff, Merrit, dan
Sacls, Fraser, Richard, Searle, Halliday, Horn,dan Hasan, antara lain
sebagai berikut.
1) Analisis wacana bersifat interpretative pragmatis, baik bentuk
bahasanya maupun maksudnya (form and nation).
2) Analisis wacana lebih banyak bergantung pada interpretasi terhadap
konteks dan pengetahuan yang luas (interpretation of word).
3) Semua unsur yang terkandung di dalam wacana dianalisis sebagai
suatu rangkaian.
4) Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas karena didukung oleh
situasi yang tepat.
5) Khusus untuk wacana dialog, kegiatan analisis terutama berkaitan
dengan pertanyaan, jawaban, pengalaman percakapan, kesempatan
berbicara, dan lain-lain.
Selanjutnya, menurut Darma (2009: 3-4) ciri dan sifat sebuah wacana
dapat diidentifikasi berdasarkan pengertian wacana, antara lain sebagai
berikut.
1) Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan da tulisan atau
rangkaian tindak tutur.
21
2) Wacana mengungkapkan sesuatu hal (subjek).
3) Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua
situasi pendukungnya.
4) Wacana memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian.
5) Wacana dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental.
Dengan demikian, ciri-ciri wacana adalah ujaran-ujaran yang
berbentuk lisan atau tulisan, membahas suatu hal yang lengkap,
sistematis, dan koheren sesuai konteks dan situasi, serta dibentuk oleh
unsur segmental dan nonsegmental.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam suatu
komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.
Melalui analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang
terdapat pada suatu wacana. Tetapi juga mengetahui pesan yang ingin
disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan
itu tersusun, dan dipahami. Analisis Wacana memungkinkan untuk
memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau
di belakang pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya
berpusat pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa tulis
atau teks maupun lisan. Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana
adalah unit bahasa diatas kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan
konteks yang eksis dikehidupan sehari-hari, misalnya naskah pidato,
rekaman percakapan yang telah dinaskahkan, percakapan langsung,
22
catatan rapat, dan sebagainya. Pembahasan wacana pada dasarnya
merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks
yang terdapat dalam teks. Pembahasan tersebut bertujuan menjelaskan
hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk
wacana.
2. Wacana Humor
Dalam kehidupan sosial tentunya tidak lepas dari humor. Humor
merupakan kebutuhan yang sangat penting karena dapat menenangkan
pikiran yang tegang. Selain itu, dalam suasana yang kaku sekalipun,
humor berfungsi untuk mencairkan suasana. Meski humor itu dibutuhkan,
namun masih banyak orang yang belum paham apa itu humor. Tidak
semua orang mengerti humor. Hanya mereka yang bekerja di bidang
humor yang akan lebih memahaminya.
Humor berkembang di beberapa wilayah seperti Jerman dan
Yunani yang di kenal sebagai satire. Satire diartikan sebagai komedi yang
berisi sindiran (kegetiran, kepedihan, dan sebagainya) terhadap suatu
keadaan seseorang atau kelompok. Komedi berisi hal-hal jenaka yang
merupakan representasi dari kehidupan yang disajikan secara
menyenangkan, yang membutuhkan rileksasi dalam kehidupan. Komedi
digambarkan secara berlebih-lebihan atau diplesetkan dan merupakan
wujud baru dari humor. Dengan demikian, humor telah dikenal sejak
dahulu dengan nama satire.
a. Pengertian Humor
Humor menurut KBBI daring berarti (i) sesuatu yang lucu dan (ii)
23
keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelitik hati;
kejenakaan, kelucuan. Humor menurut Wikipedia adalah sikap yang
cenderung dilakukan untuk membangkitkan rasa gembira dan memicu
gelak tawa. Istilah ini berasal dari istilah medis Latin kuno, yang mengajari
bahwa keseimbangan cairan dalam tubuh manusia, yang dikenal sebagai
humor (bahasa Latin: humor, "cairan tubuh"), yang diatur oleh kesehatan
dan emosi manusia. Sedangkan menurut Danandjaja (1997)
mengemukakan bahwa humor merupakan segala bentuk folklore yang
dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya (maupun
pembawanya) merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga terdorong
untuk tertawa. Humor disampaikan dalam bentuk lelucon, teka-teki,
anekdot, plesetan, dan lain-lain. Lebih lanjut, Danandjaja menyatakan
bahwa humor biasanya mengandung sebuah kejutan, karena
mengungkapkan suatu yang tidak terduga, dapat mengecoh orang,
melanggar tabu, menampilkan yang aneh-aneh karena tidak biasa, tidak
masuk akal dan tidak logis, kontradiktif dengan kenyataan, mengandung
kenakalan untuk mengganggu orang lain, dan umumnya mengandung
makna ganda.
Suprana (dalam Rustono 2000: 33) menjelaskan bahwa ada
seorang Yunani yang tertarik pada penamaan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kesehatan. Baginya, humor sangat bermanfaat bagi
kesehatan karena dapat digunakan sebagai obat, sehingga dalam dunia
kesehatan kata humor memiliki arti “cairan tubuh”. Secara umum kamus
menjelaskan bahwa humor adalah sesuatu yang lucu dan menggelikan.
24
Pandangan ini memperkuat anggapan bahwa humor adalah stimulasi dan
tawa adalah respon. Namun, tertawa tidak selalu terjadi karena humor.
Demikian pula, humor tidak selalu membuat orang tertawa. Tersenyum,
meringis, bahkan menangis juga bisa terjadi karena humor. Dalam
Ensiklopedia Britanica terdapat batasan humor, yaitu suatu rangsangan,
baik verbal maupun nonverbal yang dapat memancing penonton untuk
tertawa.
Menurut Danandjaja, yang dikutip dalam Wijana (2003: 3),
mengungkapkan bahwa dalam masyarakat, segala bentuk humor harus
dapat memberikan kenyamanan. Humor melalui reaksi emosional, seperti
tertawa dapat meredakan masalah mental dan pikiran yang diakibatkan
oleh masalah sosial yang dihadapi masyarakat tersebut. Dengan
demikian, humor tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga dapat
menciptakan kondisi psikologis yang lebih baik dan menjaga
keseimbangan mental.
Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa bahasa juga bisa
dikaji dari aspek konteks pemakainya atau secara pragmatik. Suatu ujaran
pada umumnya memiliki tiga komponen tindak tutur seperti mengucapkan
sesuatu (tindak lokusi), melakukan sesuatu (tindak ilokusi), dan efek dari
ujaran (tindak perlokusi). Pada ketiga komponen ini, konteks sangat
berperan. Manipulasi konteks pada komponen tindak tutur ini berpotensi
menimbulkan efek lucu. Pada dasarnya manipulasi konteks inilah yang
dimanfaatkan untuk menciptkan wacan humor (Otavianus, 2006:52).
Humor adalah sesuatu yang lucu dan menggelitik hati. Santono
25
Mukadis berpendapat bahwa humor itu sesuatu seni yang di dalamnya
terdapat penjungkirbalikan nilai-nilai antara yang serius dengan yang tidak
serius. Humor yang demikian oleh Sigmud Freud mempunyai kemiripan
dengan impian. Humor merupakan rangsangan yang menyebabkan
seseorang tertawa atau tersenyum dalam kebahagiaan. Senyum dan tawa
merupakan manifestasi eksternal dari penikmat humor tersebut (Wijana,
2003:37).
Manser (dalam Rahmanadji 2007: 215) menyatakan bahwa kata
humor berasal dari bahasa latin umor "cairan". Asal kata tersebut
merupakan upaya pertama untuk menjelaskan sesuatu yang disebut
humor. Namun, humor yang artinya cairan, tidak ada hubungannya
dengan pemahaman humor secara umum seperti saat ini.
Saat ini ada banyak teori tentang humor. Banyak humor dianalisis
dengan menggunakan teori psikologi, sehingga teori humor dari sudut
pandang psikologis cukup berkembang saat ini. Lebih lanjut, humor juga
dianalisis dalam disiplin ilmu lain, seperti linguistik dan seni budaya.
Humor bukanlah komunikasi yang serius. Raskin (1985: 100)
menyebut komunikasi humor sebagai komunikasi yang non-bona-fide.
Komunikasi non-bona-fide terjadi dalam empat situasi, yaitu pembicara
berhumor secara tidak sengaja, pembicara berhumor dengan sengaja,
pendengar tidak mengharapkan humor, dan pendengar mengharapkan
humor. Wilson (dalam Soedjatmiko 1992: 70) membagi teori humor
menjadi tiga kelompok besar, yaitu teori pembebasan, teori konflik, dan
teori ketidaksesuaian.
26
Dengan demikian, humor adalah sesuatu yang tercipta baik dalam
bentuk verbal maupun nonverbal, baik disengaja maupun tidak disengaja,
yang dapat membuat orang senang, sedih, tersenyum, tertawa, bahkan
menangis. Tujuan umum humor adalah untuk menghibur atau melepaskan
ketegangan penikmat humor. Wacana di SUC termasuk humor, karena
humor dihadirkan untuk menghibur penonton. Dalam acara SUC, salah
satu bentuk menikmati humor adalah tertawa dan/atau tepuk tangan.
b. Jenis-jenis Wacana Humor
Jenis humor sangat beragam. Berdasarkan bentuknya, Rustono
(2000: 39) mengelompokkan humor menjadi dua, yaitu humor verbal dan
humor nonverbal. Humor verbal merupakan humor yang disampaikan
dengan kata-kata, sedangkan humor nonverbal adalah humor yang
disampaikan melalui gerakan tubuh atau dalam bentuk gambar. Dari segi
penyajiannya, ada humor lisan, humor tulis, dan kartun. Humor lisan
disajikan dengan tuturan, humor tulis dipresentasikan secara tertulis, dan
kartun yang diekspresikan dalam gambar dan tulisan.
Menurut Freud (dalam Rustono 2000: 39) klasifikasi humor dapat
dilakukan berdasarkan dua kriteria, yaitu motivasi dan topik. Berdasarkan
motivasinya, humor dibedakan menjadi komik, humor, dan kecerdasan.
Komik adalah humor yang tidak termotivasi untuk diolok-olok, diejek, atau
menyinggung orang lain. Humor adalah humor yang bersifat memotivasi,
seperti mengejek atau menghina. Wit adalah humor yang dimotivasi
secara intelektual. Sedangkan dari segi topik, humor dapat dikelompokkan
menjadi humor seksual, humor etnik, humor religius, dan humor politik.
27
Selanjutnya jenis humor menurut Setiawan (dalam Rahmanadji
2007: 217) dibedakan berdasarkan kriteria bentuk ekspresi yang terdiri
dari humor personal, humor dalam interaksi sosial, dan humor dalam seni.
Humor pribadi adalah humor yang cenderung menertawakan dirinya
sendiri, misalnya melihat suatu benda lucu akan membuat seseorang
tertawa. Humor dalam interaksi sosial terjadi dalam percakapan antara
dua orang atau lebih. Selain itu dalam pidato atau ceramah sering kali
terdapat humor. Humor seni dapat dibagi menjadi humor perilaku, humor
grafis, dan humor sastra. Humor dilihat dari maksud dalam komunikasi
terbagi menjadi tiga, yaitu humor yang dimaksudkan melucu dan penerima
menanggapi bahwa itu merupaka suatu humor, penutur tidak bermaksud
berhumor tetapi penerima menganggap itu humor, dan humor yang
disampiakan untuk melucu tapi penerima tidak menggap itu humor.
Menurut Pramono (dalam Rahmanadji 2007: 218) humor dapat
diklasifikasikan menjadi humor menurut penampilannya, yang terdiri dari
humor lisan, humor tertulis / bergambar, dan humor gestur. Selain itu,
humor menurut tujuannya terdiri dari humor kritis, humor beban pesan,
dan humor semata-mata pesan.
Lebih lanjut, Rahmanadji (2007: 218) membagi humor berdasarkan
kriteria indrawi berupa humor verbal, humor visual, dan humor auditif.
Humor menurut kriteria materi dibedakan menjadi humor politik, humor
seksual, humor sadis, dan humor teka-teki. Berdasarkan etik, humor
dibedakan menjadi humor sehat atau humor edukatif dan humor tidak
28
sehat. Berdasarkan estetika, humor dibedakan menjadi humor tinggi
(halus dan tidak langsung) dan humor rendah (kasar dan terlalu eksplisit).
Dengan demikian, jenis humor yang akan di teliti adalah jenis
humor verbal yang berdasarkan penampilannya yakni humor lisan, dan
humor gerak tubuh. Berdasarkan tujuannya yakni humor kritik dan humor
beban pesan.
c. Ciri-ciri Wacana Humor
Ciri-ciri wacana humor yaitu:
1) Bentuk lisan atau lisan yang sudah ditranskipkan dalam bentuk tulisan.
2) Milik kolektif.
3) Bersifat anonym.
4) Bersifat aktual dengan kejadian dalam masyarakat pad masa tertentu.
5) Bersifat spontan dan polos.
6) Mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat.
Lebih lanjut, Wijan (1995: vii) wacana humor adalah wacana yang
terbentuk dari proses komunikasi yang tidak bonafid (non-bona-fide
communication). Pernyataan tersebut merupakan ciri yang sangat penting
untuk diperhatikan sebagai ciri bahasa humor. Jadi dalam wacana ini,
maksim-maksim percakapan, maksim-maksim kesopanan, serta
parameter pragmatik dengan sengaja dilarang untuk menciptakan humor.
d. Fungsi Wacana Humor
Humor sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang memiliki banyak
fungsi. Menurut Sujoko (dalam Rahmanadji 2007: 218) humor dapat
berfungsi sebagai:
29
1) Melaksanakan semua keinginan dan semua tujuan, ide atau pesan.
2) Membuat orang menyadari bahwa mereka tidak selalu benar.
3) Mengajari orang untuk melihat masalah dari berbagai sudut.
4) Menghibur.
5) Memperlancar pikiran.
6) Membuat orang mentolerir sesuatu, dan
7) Memungkinkan orang untuk memahami pertanyaan kompleks.
Danandjaja (dalam Rahmanadji 2007: 219) mengemukakan bahwa
humor dapat berfungsi sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan
diri seseorang. Perasaan ini dapat disebabkan oleh ketidakadilan sosial,
persaingan politik, ekonomi, etnis atau kelas, dan pembatasan kebebasan
bergerak, seks, atau kebebasan berekspresi. Dari berbagai permasalahan
tersebut, humor biasanya muncul dalam bentuk kritik sosial atau tentang
seks.
Asyura dk (2014: 5) membagi fungsi humor menjadi tiga, yaitu:
1) Fungsi memahami. Humor mampu membuka pikiran seseorang
untuk memahami dan memperdalam suatu masalah yang rumit.
Permasalahan yang terjadi disampaikan dalam bentuk humor agar
dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Fungsi
memahami menjadikan humor sebagai media kritik dan komunikasi
sosial antarmanusia.
2) Fungsi mempengaruhi. Humor berfungsi untuk menyampaikan
pendapat atau gagasan dalam upaya mempengaruhi orang untuk
30
berpikir dan bertindak secara bijak. Ide-ide yang mempengaruhi ini
memiliki alasan logis bagi pembaca atau pendengarnya untuk
menindaklanjutinya.
3) Fungsi menghibur. Seperti halnya fungsi humor pada umumnya,
humor dapat menghilangkan kejenuhan atau kebosanan yang
dialami siapa saja. Dengan membaca atau mendengarkan humor
akan sangat bermanfaat bagi kesehatan
Dari berbagai pendapat tersebut, pendapat Danandjaja dan Asyura
dkk tidak dapat mendeskripsikan fungsi humor secara detail. Namun
dapat disimpulkan bahwa humor dapat berfungsi sebagai sarana hiburan,
pendidikan, peningkatan rasa sosial masyarakat, penyalur inspirasi dan
gagasan, serta sebagai bentuk kritik terhadap fenomena dalam
masyarakat atau kritik sosial.
3. Pragmatik
Menurut Lecch (1993:15) istilah pragmatik diartikan sebagai kajian
mengenai kondisi-kondisi umum bagi penggunaan bahasa secara
komunikatif. Hal ini dipertegas oleh Levinson (dalam Rahardi, 2005:48)
yang mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari
relasi bahasa dengan konteksnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Rahardi (2005:49) yang menjelaskan bahwa pragmatik adalah ilmu
bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang
pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang melatarbelakangi
bahasa tersebut.
31
Berdasarkan pendapat tersebut, Yule (2006:4) yang membagi ruang
lingkup pragmatik menjadi empat yakni (1) pragmatik merupakan studi
tentang maksud penutu, (2) pragmatik adalah studi tentang makna
kontekstual, (3) pragmatik adalah studi tentang bagaimana aga rlebih
banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan (4) pragmatik
adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis
besar, definisi pragmatik tidak dapat dilepaskan dari maksud dalam
tuturan yang disampaikan penutur. Oleh karena itu, pragmatik adalah ilmu
yang mempelajari tentang maksud dalam tuturan yang di sampaikan oleh
penutur kepada lawan tutur.
a. Implikatur
Menurut Grice dalam artikel yang berjudul Logic and Conversation
menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi
yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang di
implikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan. Dengan
demikian, dalam implikatur hubungan antara tuturan yang sesungguhnya
dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat mutlak. Inferensi maksud
tuturan itu harus didasarkan pada situasi konteks tutur yang
melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut (Rahardi, 2005:43).
Secara etimologi, implikasi dituturkan pada implikatur. Secara
nominal istilah ini hampir sama dengan kata implication, yang artinya
maksud, pengertian, keterlihatan (Echlosh dalam Ahmad, 2013:136)
sejalan dengan itu, Ahmad (2013:137). Menyatakan bahwa implikatur
32
adalah maksud, keinginan atau ungkapan-ungkapan hati yang
tersembunyi dari penutur.
Hal ini sejalan dengan pendapat lubis (2015:73) yang mengatakan
bahwa implikatur adalah arti atau aspek arti pragmatik. Arti literal (harfiah)
itu yang turut mendukung arti sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya
berasal dari fakta disekeliling kita (atau dunia ini) situasinya, dan
kondisinya.
Menurut Levinson (dalam Lubis. 2015 : 73), ada empat macam
faedah konsep implikatur yaitu :
1) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta pembahasan yang
terjangkau oleh teori linguistik.
2) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah
dari yang dimaksud sipemakai bahasa.
3) Dapat memberikan pemeriian sumantik yang sederhana tentang
hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang
sama.
4) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak
berkaitan malah berlawanan (seperti metafora).
Contoh : Muhammad Ali adalah petarung yang indah
Kata petarung pada contoh tersebut berarti “atlet tinju”. Pemaknaan
ini besar karena secara umum orang sudah mengetahui bahwa
Muhammad Ali adalah seorang atlet tinju yang legendaris. Dalam konteks
wacana tersebut orang tidak akan memahami kata petarung dengan
pengertian lain. Dengan demikian, implikatur adalah sebuah ajaran yang
33
mempunyai implikasi berupa proposal yang sebenarnya bukan bagian dari
tuturan itu.
b. Praanggapan
Praanggapan ini berasal dari perdebatan dalam filsafat, terutama
tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaan, dan sebagainya) yang
dirujuk dan ditunjuk oleh kata, frasa, atauu kalimat dan ungkapan –
ungkapan rujukan( Nababan dalam Lubis, 2015:61).
Praanggapan itu sebenarnya diketahui benar tidaknya dengan
ungkapan kebahasan yang dapat diketahui atau diidentifikasi melalui ujian
kebahasaan khususnya dengan ketepatan dalam peniadaan tetap
keberadaannya walaupun kalimatnya ditiadakan.
Contoh : kuliah Analisis Wacana diberikan di semester v
Berdasarkan contoh tersebut maka penanggapannya adalah (1)
ada kuliah analisis wacana (2) ada semester v orang yang mendengar
tuturan itu akan beranggapan bahwa ada kuliah analisis wacana yang
akan dipelajari pada semester lima. Dengan demikian, praanggapan
adalah suatau pengetahuan bersama antara penutur dengan mitra tutur.
4. Prinsip Kerja Sama Grice
Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa
seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk
mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan tutur, dan berharap lawan
tutur dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan tersebut. Untuk
itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan
konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas (concise), serta selalu
34
pada persoalan (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu
lawan tuturnya.
Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-
implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu
tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan
kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat
diasumsikan bahwa ada berupa prinsip kerja sama yang harus dilakukan
penutur dan lawan tutur agar proses komunikasi itu berjalan lancar.
Grice (1975: 45) yang dinyatakan kembali oleh Baryadi (2015: 88-
89) menyatakan prinsip kerja sama sebagai berikut. “Buatlah percakapan
Anda sebagaimana yang diminta, sesuai dengan taraf percakapan itu
terjadi, dengan tujuan dan arah yang dapat diterima dalam pertukaran
percakapan yang Anda terlibat di dalamnya‟.
Lebih lanjut Grice (1975: 47) menjelaskan bahwa dengan
memperhatikan dan menaati prinsip kerjasama tersebut, tuturan yang
diungkapkan dapat diterima secara efektif dan efisien oleh lawan bicara.
Grice berpendapat bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip
kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan
(conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity),
maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of
relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).
a. Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)
Menurut Grice (1975: 45), yang diperjelas oleh Baryadi (2015: 89),
ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan maksim kuantitas,
35
yaitu: (1) “Sampaikan informasi seinformatif mungkin (sesuai dengan
tujuan percakapan)’’. (2) “Jangan menyampaikan informasi yang
berlebihan yang melebihi yang dibutuhkan‟. Tuturan yang tidak sesuai
dengan ketentuan tersebut, maka dianggap tidak mematuhi maksim
kuantitas.
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat
memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif
mungkin. Informasi yang demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang
sebenarnya dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan yang mengandung
informasi yang tidak sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat
dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam Prinsip Kerja Sama Grice.
Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang
berlebihan akan dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas. Perhatikan
contoh berikut.
Contoh:
1) “Lihat itu Ibu Munirah memasuki ruang kuliah.”
2) “Lihat itu Ibu Munirah, dosen mata kuliah Pragmatik yang menjabat
sebagai ketua prodi PBSI Unismuh Makassar memasuki ruangan
kuliah.”
Tuturan (1) merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat
informatif isinya. Penambahan informasi seperti yang ditunjukan pada
tuturan (2) justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan
terlalu panjang. Tuturan (2) tidak sesuai dengan prinsip kerja sama Grice,
yaitu meanggar maksim kuantitas.
36
b. Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)
Grice (1975: 46) yang dijelaskan kembali oleh Baryadi (2015: 89)
menjelaskan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam
menegakkan maksim kualitas, yaitu: (1) “Jangan mengatakan sesuatu
yang tidak benar atau mengatakan sesuatu yang diyakini salah”; (2)
“Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan
secara memadai”. Tuturan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut maka
dianggap tidak mematuhi maksim kualitas.
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam
bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang
jelas.
Contoh:
1) Ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta
2) Ibu kota negara Indonesia adalah Dompu
Tuturan (1) secara kualitatif benar kerena penutur meyakini dan
memiliki bukti-bukti yang memadai seperti istana negara, kantor-kantor
kementrian, gedung DPR/MPR semuanya berada di Jakarta. Dengan
demikian tuturan (1) memenuhi prinsip kerja sama maksim kualitas.
Sedangkan tuturan (2) tidak benar dan tidak bisa di buktikan. Dengan
demikian tuturan (2) melanggar prinsip kerja sama Grice, yaitu maksim
kualits.
c. Maksim Relevansi (The Maxim of Relevance)
37
Grice (1975: 46) yang diklarifikasi kembali oleh Baryadi (2015: 89)
tentang maksim relevansi. Di bawah kategori hubungan, saya
menempatkan maksim tunggal, "Jaga agar tetap relevan". Maksim ini
menekankan kewajiban setiap peserta tutur untuk memberikan kontribusi
yang relevan dengan isu yang dibicarakan.
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja
sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya
dapat memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang
sedang dipertuturkan tersebut. Bertutur dengan tidak memberikan
kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip
kerja sama.
Contoh yang sesuai:
Najam : “Aduh, aku haus sekali, Dek.”
Alam : “Aku belikan es cendol ya, Kak.”
Apa yang diutarakan oleh Alam tersebut relevan dengan masalah
yang dihadapi di dalam pembicaraan. Tuturan Najam berisi keluhan
bahwa dia kehausan. Tuturan tersebut menyebabkan Alam
mengekspresikan tuturan yang sesuai atau terkait dengan pokok
persoalan yang diutaran.
Contoh yang tidak sesuai:
Najam : “Aduh, aku haus sekali, Dek.”
Alam : “Aku baru saja minum es cendol, Kak.”
Dengan demikian, tuturan Alam pada contoh tersebut tidak sesuai
dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja sama.
38
d. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner) atau Maksim Cara
Menurut Grice (1975: 46) yang dijelaskan kembali oleh Baryadi
(2015: 90), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar maksim
pelaksanaan dapat terlaksana secara optimal. “akhirnya, dalam kategori
cara, dalam hal ini saya memahami bukan sebagai apa yang dikatakan
(seperti kategori sebelumnya), tetapi tentang bagaimana yang dikatakan
harus diungkapkan, saya merumuskan supermaksim “ungkapan yang
tepat” dan berbagai macam maksim sebagai berikut.
1) Hindari ungkapan yang kabur.
2) Hindari ketaksaan.
3) Buatlah ringkas (hindari ungkapan yang berkepanjangan).
4) Ungkapkanlah sesuatu itu secara runtut atau teratur.
Maksim cara berkaitan dengan bagaimana cara mengungkapkan
makna. Intensi mengungkapkan maksud tuturan dilakukan dengan
berbicara secara langsung, menghindari tuturan yang tidak jelas,
menyampaikanutan yang tidak taksa, berbicara singkat (tidak berlebihan),
dan runtut (berbicara secara teratur, tidak dengan cara yang rumit).
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur
secara langsung, jelas dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar Prinsip Kerja
Sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan atau cara.
Contoh:
A: Mau yang mana, komedi atau horor?
B: Yang komedi saja. Gambarnya juga lebih bagus.
39
C: Mau yang mana, komedi atau horor?
D: Sebenarnya yang drama yang bagus sekali. Apalagi pemainnya aku
suka semua. Tapi ceritanya tidak jelas arahnya. Action bagus juga, tapi
ceritanya aku tidak mengerti
E: Jadi kamu pilih yang mana?
Kedua penggalan percakapan tersebut, dapat dilihat bahwa
jawaban B adalah jawaban yang lugas tidak berlebihan. Pelanggaran
terhadap maksim dapat dilihat dari jawaban D.
Untuk memenuhi maksim cara atau maksim pelaksanaan,
adakalanya kelugasan tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal.
Sebagai pembatas dari maksim cara atau pelaksanaan, pembicara dapat
menyatakan ungkapan seperti, bagaimana kalau, menurut saya, dan
sebagainya. Dengan demikian, prinsip kerja sama dalam berkomunikasi
harus ditaati agar komunikasi yang disampaikan dapat diterima oleh lawan
tutur. Namun, tidak tertutup kemungkinan PKS dapat dilanggar dengan
tujuan tertentu.
5. Makna Pesan
a. Pengertian Makna
Makna telah diadopsi sebagai istilah umum yang mencakup arti dan
acuan dalam linguistik (Lyons Allan dalam Noth, 1995.92) dan dalam
filsafat bahasa (Dummett dalam Noth, 1995.92) Pendapat ini sama halnya
dengan pendapat (Evans & McDowell dalam Noth, 1995.96) yang
mengatakan bahwa makna merupakan penentuan acuan dan menyiratkan
pencarian akan kebenaran empiris.
40
Berbeda halnya dengan pendapat Ogden dan Richards (dalam
Oktavianus.2006:17) yang mengatan bahwa pengertian makna sangat
kompleks. Makna dapat didefinikan dari sudut pandang yang berbeda-
beda. Demikian juga dalam suatu peristiwa komunikasi, makna bersifat
otonom dalam pikiran penutur, lawan tutur bahwa pada objek yang
dijadikan sebagai bahan penuturan. Selain itu, dikatakan demikian karena
makna tidak hanya semata-mata terkait dengan bahasa tetapi juga terkait
dengan berbagai faktor di luar bahasa.
Ada tiga hal yang dijelaskan oleh para filsuf dari linguis sehubungan
dengan usahan menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni (1)
menjelaskan makna kata secara alamiah. (2) medeskripsikan kalimat
secara alamiah, dan (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi
(Kempson dalam Sobur, 2009: 256). Dalam kaitan ini Kempson
berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi: (1)
kata: (2) kalimat: dan (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk
berkominikasi sama halnya dengan Brown (dalam Sobur, 2009:256) yang
mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk
menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Bentuk
bahasa yang dimaksud yakni kata dan kalimat.
Ada enam pandangan yang menjelaskan ihwal teori atau konsep
makna model proses makna W Johnsosn, DeVito (dalam Sobur,
2009:258-259) menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar
manusia.
41
1) Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata
melainkan pada manusia.
2) Makna berubah, kata-kata relative statis. Banyak dari kata yang orang
gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tapi makna dari kata-kata ini
terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari
makna.
3) Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata, kominikasi hanya masuk akal bilamana ia
mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4) Penyingkatan yang berlebihan atau akan merubah makna. Berkaitan
erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah
masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan dengan acuan yang kongret dan dapat diamati.
5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata
dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena
itu, kebanyakan kata mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh
dua orang yang sedang berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya
bertanya dan bukan membuat asumsi, ketidaksepakatan akan hilang
bila makna yang diberikan masing-masing pihak
6) Makna dikomunikasikan hanya sebagai makna yang peroleh dari
suatu kejadian bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya
sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat
dijelaskan.
42
Dengan demikian, makna senantiasa berada dalam suatu teks yang
disampaikan oleh seseorang secara tersirat maupun tersurat. Makna
adalah arti yang dikandung dalam teks yang dapat tersirat maupun
tersurat.
b. Jenis-Jenis Makna
Menurut Alston, teori acuan atau teori referensial merupakan salah
satu jenis teori makna yang menggali atau mengidentifikasikan makna
suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan
tersebut. Istilah referensi itu sendiri, menurut Palmer (Sobur, 2009:259)
yakni hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-
kalimat, dan dunia pengalaman yang nonlinguistik.
Lebih lanjut, teori ideasional merupakan salah satu jenis teori
makna yang menawarkan alternative lain untuk memecahkan masalah
makna ungkapan menurut Alston, teori ideasional ini adalah suatu jenis
teori makna yang mengenali atau mengidentifikasikan makna ungkapan
dengan gagasan-gagasan yang berhubungan dengan ungkapan tersebut
terakhir, menurut alston teori tingkah laku ini salah satu jenis teori makna
mengenai makna suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan-
rangsangan (stimuli) yang menimbulkan ucapan tersebut, dan atau
tanggapan-tanggapan (responses) yang ditimbulkan oleh ucapan tersebut.
Teori ini menanggapi bahasa sebagai semacam kelakuan yang
mengembalikannya kepada teori situmulus dan respons. Makna menurut
teori ini, merupakan rangsangan untuk menimbulkan perilaku tertentu
sebagai respons kepada rangsangan itu tadi dengan demikian, jenis teori
43
makna yang dikemukakan Alston dapat saja ditemukan dalam stand Up
Comedy atau di luar ketiga jenis teori makna tersebut.
6. Stand Up Comedy
Stand up comedy dimulai pada tahun 1800-an di Amerika sebagai
teater. Menurut Odios Arminto dalam artikelnya yang berjudul "Mari Melek
Sejarah Perlawakan Kita Sendiri", SUC sudah ada sejak lama di
Indonesia. Ada Cak Markeso, seorang seniman ludruk dan garingan
(tanpa iringan musik) yang memulai karirnya sejak zaman penjajahan
sekitar tahun 1949. Sebelumnya, Cak Markeso adalah bagian dari
kelompok bernama "Ludruk Cinta Massa". Entah kenapa, dia memilih
keluar dari grup dan memilih bersolo karier. Cak Markeso tercatat dalam
sejarah seni ludruk karena pidatonya yang sangat khas dan lihai
menggugah imajinasi penikmatnya.
Sebuah program komedi tunggal yang mirip dengan Stand Up
Comedy (SUC) juga pernah tayang di TVRI (antara tahun 1970-an hingga
1980-an) dan cukup terkenal serta disukai masyarakat. Tercatat, misalnya,
nama komedian Arbain dengan aksen Tegal yang sangat kental mampu
membuat penonton tertawa karena lelucon yang dibuat sangat hits.
Apalagi ia juga memiliki kemampuan sulap yang sangat baik, sehingga
acaranya di TVRI berlangsung cukup lama. Sedangkan meski tidak rutin,
artis serba bisa Kris Biantoro ini menampilkan stand-up comedy di TVRI
dengan cara yang sangat khas, bahkan jika dibandingkan dengan produk
pertunjukan serupa hingga saat ini (Arminto 2014).
Stand Up Comedy merupakan sebuah budaya komedi lama dan
44
baru terkenal di Indonesia, yang istilahnya Fresh From the Oven. Namun,
meski terbilang baru, budaya ini telah menarik banyak orang untuk
melakukannya. Seniman, pejabat, dokter, buruh dan mahasiswa
menjajahnya, bahkan tidak sedikit yang menjadikannya pekerjaan yang
menjanjikan. Menurut Roman Papana, pakar dan pelopor Stand up
comedy di Indonesia. Stand up comedy adalah salah satu bentuk
pertunjukan komedi di mana komedian tampil di depan penonton dan
berbicara langsung kepada mereka. Ramon juga menambahkan bahwa
Komika (Stand Up Comedy Actor) menceritakan cerita pendek lucu,
lelucon pendek (biasa disebut bits), dan one-lines yang biasa disebut
monology atau routine comedy (Adrianus, 2013).
Stand Up Comedy biasanya dilakukan oleh satu orang (ada yang
berbentuk kelompok), membawa materi asli atau buatan sendiri (ada yang
membawa ini dinamakan komedian, stand komik atau Komika. Biasanya
para komedian membawa materi mereka dengan gaya monolog walaupun
ada beberapa jurus yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan
penonton.
7. Struktur Wacana Stand Up Comedy
Struktur atau bagian utama wacana Stand Up Comedy (SUC) terdiri
dari setup dan punch line. Menurut Dean (2012: 14), setup merupakan
bagian pertama dari humor SUC yang mempersiapkan orang untuk
tertawa. Punch line merupakan bagian kedua dari humor SUC, yang
membuat orang tertawa. Dengan kata lain, setup tersebut menciptakan
45
ekspektasi dan punch line membawa kejutan. Bagian setup menuntun
penonton ke arah ekspektasi. Selanjutnya, punch line tersebut
mengejutkan penonton, namun berbeda dengan ekspektasi yang telah
terbentuk di benak penonton. Dean (Ibid.hlm.18) memberi contoh sebagai
berikut.
Saya telah menikah selama tiga puluh lima tahun dan cinta sejati
saya hanya ada pada satu wanita. Jika istri saya mengenal
wanita ini, saya bisa saja terbunuh.
Setup: Saya telah menikah selama tiga puluh lima tahun dan cinta sejati
saya hanya ada pada satu wanita.
Ketika dan setelah Komika mengatakan setup-nya, pikiran
penonton akan berasumsi pada tuturan yang kemungkinan akan seperti
ini: Pria ini membanggakan dirinya akan betapa dia mencintai istrinya
dengan sepenuh hati. Mereka telah menikah selama tiga puluh lima tahun
dan mereka sangat bahagia. Pria ini tidak pernah selingkuh sekalipun dan
akan setia selama sisa hidupnya.
Melalui anggapan tersebut, penonton akan curiga dan berharap
wanita yang dicintai pria adalah istrinya sendiri. Namun, Komika
memberikan puch line yang tepat yang sekaligus mematahkan atau
menangkis ekspektasi penonton.
Punch Line: Jika istri saya mengenal wanita ini, saya bisa saja terbunuh.
Ternyata, meski sudah tiga puluh lima tahun menikah dengan
istrinya, pria ini tidak bahagia dan lebih suka mencintai wanita lain.
46
Namun, pria ini takut istrinya akan membunuhnya jika mengetahui
perselingkuhannya dengan wanita lain.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan pembahasan teoritis yang dikemukakan sebelumnya,
menunjukan hubungan yang saling berkesinambungan setiap alur
pembahasan, sehingga tampak alur pikiran dalam penelitian ini. Kerangka
pikir penelitian ini pada hakikatnya merupakan garis petunjuk yang
digunakan untuk menopang dan mengarahkan peneliti dalam
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji wacana humor
yang terdapat dalam acara Stand-Up Comedy di media televisi dan
youtube dengan menggunkan teori pendekatan Grice. Bagaimana bentuk
pelanggaran prinsip kerja sama Grice dalam wacana SUC dan makna
pesan yang disampaikan Komika dengan pelanggaran prinsip kerja sama
Grice. Kemudian dianalisis dan mendapatkan temuan berupa wujud
pelanggaran prinsip kerja sama Grise yaitu berupa maksim kuantitas,
kualitas, relevansi, dan pelaksanaan atau cara.
Bagan Kerangka Pikir
Wacana Humor
47
Bagan 2.1. Kerangka Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan mulai dari
pendekatan penelitian, batasan istilah, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengecekan keabsahan data.
Stand-Up Comedy
Pendekatan Grice
Bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice (Maksim
kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan/cara
Makna pesan sosial pelanggaran prinsip kerja
sama
Korpus Data
Analisis
Temuan
48
A. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian ini termasuk dalam jenis pendekatan
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena suatu subjek penelitian dengan cara
mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau tulisan (Moleong, 2010:6).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang
dilakukan oleh Komika. Apabila terdapat angka-angka dalam penelitian ini
hanya untuk mendukung dalam mendeskripsikan hasil penelitian.
Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut.
Penelitian ini difokuskan pada prinsip kerja sama Grice yang
terdapat dalam Stand Up Comedy yang bertujuan untuk menemukan dan
mendeskripsikan pelangaran prinsip kerja sama dan makna pesan yang
disampaikan Komika dalam Stand Up Comedy.
B. Batasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam memahami
penelitian. Isilah dalam penelitian ini diberikan batasan secara
operasional. Batasan terhadap beberapa istilah diuraikan sebagai berikut.
47
49
1. Wacana merupakan satuan bahasa tertinggi dan terlengkap yang
tatarannya berada di atas kalimat yang memiliki makna tersitar
maupun tersurat.
2. Wacana humor adalah bentuk tuturan yang dapat menyebabkan
orang lain senang, tersenyum, sedih, tertawa, dan bahkan menangis.
3. PKS Grice adalah sebuah prinsip kerja sama yang dalam rangka
melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama tersebut, setiap penutur
harus mematuhi empat maksim percakapan, yakni maksim kuantitas,
maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan atau
cara
4. Stan Up Comedy adalah suatu lawakan personal yang dibawakan
dengan bermonolog di depan penonton.
5. Youtube adalah media elektronik berupa audio visual yang dijadikan
sumber data bagi peneliti.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah tuturan lisan Komika dalam
Stand-up comedy di media social Youtube. Bentuk tuturan lisan itu
akan di transkip dalam bentuk tertulis berupa wacana humor. Setiap
data penelitian tersebut akan dijadikan secara spesifik ke dalam sub
data dan akan diklasifikasikan.
2. Sumber Data
50
Sumber data adalah sesuatu yang dapat memberikan suatu
informasi atau keterangan tentang objek yang akan diteliti
(Sudaryanto, 1993:91). Menurut Mahsun (2013:28) Sumber data
adalah hal yang berhubungan dengan data yang di dalamnya
terdapat masalah yang berhubungan dengan populasi, sampel, dan
informan. Sumber data dalam penelitian ini adalah Stand Up Comedy
oleh Abdul Arsad, Akbar, Ari Kriting, dan Dzawin yang ditayangkan di
media sosial (Televisi/Youtube) yang diunduh melalui youtube.
Penetepan sumber data akan disesuaikan berdasarkan kebutuhan
data yang diperlukan oleh peneliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara yang dilakukan untuk memeroleh
informasi melalui dokumen-dokumen. Dokumen yang dimaksud
adalah rekaman video (Sugiyono, 2016:329).
2. Teknik Observasi
Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan
pancaindera. Bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,
kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa
atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam
51
penelitian ini menggunakan Observasi non-partisipasi. Observasi non-
partisipasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan tanpa
adanya keterlibatan langsung peneliti sebagai observer.
a. Teknik Simak
Menurut Sudaryanto (1988:2) pada dasarnya teknik simak
dapat diwujudkan dengan cara penyadapan untuk mendapatkan
data pertama kali, dengan menyadap pembicaraan seseorang
atau beberapa orang. Kegiatan menyadap itu dapat dipandang
sebagai teknik dasarnya, dan dapat disebut teknik sadap.
Teknik simak adalah teknik yang digunakan dalam
mengumpulkan data dengan cara menyimak/mendengar rekaman
video. Teknik simak ini adalah teknik simak bebas libas cakap
yaitu kegiatan menyimak perilaku pembahasan di dalam suatu
peristiwa tutur (Mahsun, 2005:219).
b. Teknik Catat
Teknik catat adalah teknik yang digunakan dalam
mengumpulkan data dengan cara mencatat dialog yang didengar
dari rekaman video yang berupa wacana humor. Hal yang dicatat
berkaitan dengan fokus penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan saat proses pengumpula data dan
setelah pengumpulan data. Hasil data yang telah terkumpul, baik dengan
52
menggunakan teknik dokumentasi, maupun catat, dioraganisasikan,
diklasifikasikan, dikodekan, dan dikategorika. Teknik analisis data
menggunakan metode deskripsi kualitatif. Langkah-langkah analisis data
dilakukan dengan model analisis interaktif, yaitu:
1. Reduksi Data
Dalam reduksi data diadakan seleksi data sehingga diperoleh data
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan
kemudian dikelompokan dengan karakteristik PKS Grise. Tahap
menyeleksi data agar diperoleh data yang berkualitas.
2. Sajian Data
Proses ini, data yang diperoleh kemudian dibuktikan guna
menemukan pelanggaran dan makna yang sesuai dengan
pendekatan PKS Grice. Data disajikan dalam bentuk deskriptif.
3. Penarikan Kesimpulan
Semua hasil dari pembuktian pelanggaran PKS Grice disimpulkan,
sehingga memudahkan pembacaan hasil penelitian.
4. Menampilkan Data
Menampilkan data yaitu hasil analisis yang dapat memberikan
hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Mengecek Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan digunakan untuk
53
mempertanggung jawabkan secara ilmiah penelitian yang dilakukan agar
tidak ada kesalahan dalam proses perolehan data penelitian yang
tentunya akan berdampak terhadap analisis data dan hasil akhir dari
penelitian. Teknik pemeriksaan data yang digunakan adalah teknik
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2010: 330).
Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi yang
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data (Moleong, 2010:331).
Pemeriksaan data dengan cara ini adalah dengan cara peneliti membaca
berulang-ulang hasil analisis untuk mengurangi kesalahan yang mungkin
terjadi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
54
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice dalam Wacana Humor
Stand Up Comedy (SUC).
Hasil penelitian didapatkan berdasarkan empat karakter prinsip kerja
sama Grice yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksi relevansi, dan
maksim pelaksanaan atau cara.
Berdasarkan karakteristik prinsip kerja sama Grice, ditemukan
pelanggaran maksim dan diurutkan mulai dari maksim kuantitas, kualitas,
maksim relevansi dan maksim pelaksanaan atau cara.
a. Pelanggaran Maksim Kuantitas
Dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat
memberikan informasi yang relatif memadai, seinformatif mungkin, dan
informasi tersebut tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya
dibutuhkan oleh lawan tutur. Tuturan yang tidak memuat informasi yang
dibutuhkan oleh lawan tutur dapat dikatakan telah melanggar maksim
kuantitas dalam prinsip kerjasama Grice. Berikut adalah hal-hal yang
harus dipenuhi dalam mematuhi maksim kuantitas menurut Grice: 1)
menyampaikan informasi seinformatif mungkin (sesuai tujuan
pembicaraan), dan 2) tidak menyampaikan informasi berlebihan yang
melebihi yang dibutuhkan. Berikut ini pelanggaran terhadap maksim
kuantitas.
(1) Di Malang itu teman-teman, saya suka sekali nonton Arema di
stadion. Dan aremania di sana itu sudah mulai ada kubu-
53
55
kubunya. Jadi, ada aremania tribun utara, tribun selatan, tribun
ekonomi, manajemen, akuntasi, oi macam-macam, macam-
macam. Akhirnya saya berpikir, kayaknya saya juga harus buat
kubu sendiri. Saya beri nama Aremania tribun tenggara timur
laut. Yang lain bawa terompet, kami bawa kompas. “Ini tenggara
timur laut di bagian mana?” Begitu dapat tempat duduk, ada
yang protes, “ah, di sini bukan tenggara timur laut. Di sini ini
selatan barat daya”. Akhirnya harus cari lagi. Begitu dapat
tempat duduk yang benar, pertandingan sudah bubar. Tapi
teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari
tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu,
cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu
masih gelap, listrik tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi,
dikasih sofa, makrgergheran enak-enak, tapi di tribun timur itu
masih beralaskan tanah, makan seadanya. Bahkan orang dari
tribun barat itu berteriak ke tribun timur, “Woi, kalian yang ada di
tribun timur, sabar saja, nanti kami bangun kursi di situ. Kami
kasih makan enak.” Tetapi, sampai pertandingan berakhir tidak
ada yang datang. (Abdur, SUCI 4)
(2) Orang sekolah sekarang itu, tambah aneh-aneh kurikulum itu,
coba kalia perhatikan! Sekolah sudah macam-macam jenis
sekolah, tiba-tiba di kota-kota besar ada lagi yang bikin sekolah,
“sekolah alam”. Saya pas perhatikan, sekolah alam konsepnya
apa? Dihutan-hutan, saya omong kosong. Bukannya apa-apa,
56
kalian itu sepertinya tidak bersyukur, orang-orang kota itu.
Sudah syukur-syukur dapat gedung, mereka pilih sekolah di
hutan lagi. Eh saya kasih tahu, di Indonesia Timur sana banyak
orang sekolah di hutan karena tidak bisa dapat gedung. Coba
bersyukur kah. Kalau memang kamu mau sekolah di hutan,
tidak usah kalian bikin lagi sekolah alam itu. Lebih bagus kita
tukaran aja kan? Kita datang di kota sekolah di gedung. Kamu
yang mau sekolah di alam itu, kamu pergilah di Indonesia Timur
itu, sekolah dengan kaswari-kaswari sekalian di sana. (Ari, The
Tour).
(3) Gue benaran kurang suka sama bola gitu. Tapi ada teman gue
bilang katanya gue banci karena gue enggak suka nonton bola.
Sekarang gini, nonton bola itu adalah Fashion men. Lu suka
nonton bola itu karena Fashion, gue nggak suka nonton bola
karena gue punya Fashion lain, gue suka naik gunung. Dan naik
gunung itu adalah salah satu olahraga ekstrem. Dan lu masih
mau bilang kalu gue banci? Iya kan. Sekarag gini, kita kalau
naik gunung kita pakai perlengkapan lengkap men. Kita bawa
kompas, matras, tenda, kos-kossan, kamar madi dalam, ibu kos,
waow dibawa semuanya. (Dzawin, SUCI 4).
Wacana (1) Komika melakukan pelanggaran maksim kuantitas.
Pelanggaran maksim kuantitas terjadi ketika awalnya Komika membahas
terkait tribun yang ada di stadion namun berbalik membahas nama-nama
jurusan dalam perkuliahan. Pembahasan nama-nama jurusan oleh
57
Komika merupakan sebuah informasi yang berlebihan, tidak sesuai
dengan tujuan pembahasan Komika sebelumnya terkait tribun stadion
dalam sepak bola. Sehingga dalam wacana Komika melanggar makasim
kuantitas yaitu menyampaikan informasi yang melebihi yang dibutuhkan
oleh mitra tutur atau penonton.
Pada Wacana (2) Komika tidak mematuhi maksim kuantitas.
Pelanggaran terjadi ketika Komika mengatakan “Kamu yang mau sekolah
di alam itu, kamu pergilah di Indonesia Timur itu, sekolah dengan kaswari-
kaswari sekalian disana”. Pada kalimat tersebut, Komika menyampaikan
informasi yang menimbulkan efek humor, namun informasi yang
disampaikan oleh Komika merupakan informasi yang berlebihan yang
melebihi yang dibutuhkan yaitu dengan menyuruh orang-orang di kota
untuk sekolah dengan kaswari-kaswari. Kalimat ini jelas berlebihan,
karena bagaimana mungkin manusia sekolah dan belajar dengan hewan
yang ada di hutan, yang nota benenya hewan merupakan mahkluk yang
tidak berakal. Sehingga dalam wacana ini Komika melanggar maksim
kuantitas yaitu mengatakan sesuatu yang berlebihan.
Selanjutnya wacana (3) Wacana tidak mematuhi maksim kuantitas.
Itu terdapat pada tuturan “kita kalau naik gunung kita pakai perlengkapan
lengkap men. Kita bawa kompas, matras, tenda, kos-kossan, kamar madi
dalam, ibu kos, waow dibawa semuanya”. Informasi pada tuturan Komika
berlebihan melebihi yang dibutuhkan oleh lawan tutur atau penonton.
Karena pada wacana, Komika mengatakan bahwa ketika mereka naik
gunung maka mereka membawa Ibu kos. Penyataan ini merupakan
58
pernyataan yang berlebihan, yang mengundang tawa penonton namun
melanggar maksim kuantitas, yaitu mengatakan sesuatu yang berlebihan.
b. Pelanggaran Maksim Kualitas
Dalam peristiwa percakapan peserta tutur, diwajibkan mengatakan
sesuatu yang sebenarnya kepada mitra tutur untuk memenuhi prinsip-
prinsip kerja sama maksim kualitas. Kontribusi perserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai dan dapat diterima
dalam kehidupan nyata. Tuturan yang tidak benar atau tidak mengandung
kebenaran dan tuturan yang kebenarannya tidak dapat dibuktika secara
memadai dianggap melanggar maksim kualitas.
(4) Teman-teman, di sini ada yang tahu Rokatenda? Tidak ada.
Inilah suara minor yang mau saya bawa malam ini. Teman-
teman, Rokatenda adalah gunung berapi di Pulau Flores. Dia
meletus dari bulan Oktober 2012 sampai Desember 2013.
Empat belas bulan, empat belas bulan. Bahkan dari pertama
kali dia meletus, sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup-
tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada. Wajar kalau
teman-teman tidak tahu, karena memang berita Rokatenda
meletus pada waktu itu, itu tertutup oleh berita banjir Jakarta.
Bahkan berita banjir Jakarta itu diarahkan menjadi bencana
nasional karena merugikan negara hampir Dua Puluh Triliun.
Rokatenda, selama empat belas bulan meletus itu, negara
cuma rugi seribu rupiah. Iya, dua koin Lima Ratus untuk tutup
telinga. (Abdur, SUCI 4).
59
(5) Bapak saya itu jadi caleg di 2014. Kemarin beliau buat kartu
nama, bagus sekali, lengkap dengan foto seperti Ursula potong
poni begitu. Kemudian beliau bagi keseluruh masyarakat
kampong, beliau bagi, beliau bagi, beliau bagi. Begitu KPU
datang untuk sosialisasi, ternyata di surat suara tahun ini itu
tidak ada foto caleg, tidak ada. Bapak saya langsung stres, iya.
Karena kalau tidak ada foto caleg, itu bagai mana masyarakat
disana mau memilih? Masyarakat disanakan rata-rata masih
buta huruf. Jangankan mau memilih, huruf A besar macam
gunung Krakatau saja mereka pikir lam alif. (Abdur, SUCI 4).
(6) Teman-teman, memang kita sering kali menilai orang itu dari
penampilan. Banyak orang yang bilang don’t judge the book by
its cover, tapi kita ini manusia, stop tipu-tipu, stop tipu-tipu. We
are judging the book by its cover, we are. Cewek pake hotpants
kita bilang cabe-cabean, cewek tutup aurat kita bilang ninja.
Bahkan ada yang pake hotpants tapi tutup aurat, a kalau ini gila.
(Abdur, SUCI 4).
(7) Dua minggu yang lalu kami ke pantai ancol itu teman-teman,
aduh. Saya baru pertama kali lihat itu pantai ancol itu air lautnya
itu hitam gelap tidak bisa lihat apa-apa. Itu macam oli mesin kita
kasih pasir gitu. Itu pantai ancol men. Ada ubur-ubur yang
berenang itu napas satu-satu heu ha heu ha heu. Ada kala dia
membentuk huruf SOS. Orang Jakarta mungkin kasihan lihat
60
saya main lampu merah, tapi jujur saya menangis melihat kalian
bisa mandi di pantai seperti itu, jujur. (Abdur, SUCI 4).
(8) Teman-teman, beberapa tahun belakangan ini pemerintah kita
itu menekankan pada pembelajaran kontekstual. Artinya
pembelajaran yang diambil dari kehidupan kita sehari-hari. Tapi
masih banyak kejadian di sekolah itu yang tidak kontekstual
pada kehidupan kita. Ambil contoh pelajaran matematika, ada
soal begini. Sebuah menara tingginya 60m, jika seorang
mengamat dengan puncak menara membentuk sudut 60
derajat. Hitunglah jarak pengamat dengan menara. Soal ini
kalau diberikan kepada kami yang di timur kami bingung. Bukan
bingung hitungnya, kami bingung ini menara seperti apa?
Seperti apa? Tempat saya itu tidak ada menara. Kenapa tidak
diganti saja dengan tiang kapal kah, pohon kelapa kah, atau
tiang listrik. Tapi percuma, listrik juga belum ada. Dan contoh
lain. Pembelajaran membaca kelas 1 SD sampai sekarang,
sampai detik ini itu masih ada pembelajaran begini ini: ini budi,
ini ibu budi. Aduh mama sayang eeee. Ini pelajaran perasaan
dari zaman Pithecanthropus sampai politikus begini saja, tidak
ada perubahan. Lagian ini tidak kontekstual untuk daerah timur,
sejak kapan ada orang timur nama budi? Sejak kapan? Jangan-
jangan budi itu makhluk astral. Seharusnya kalau mau
kontekstual untuk daerah timur itu diganti. Ini eduardus, ini
61
mama eduardus, eduardus senang Karena sumberair sudah
dekat. (Abdur, SUCI 4).
(9) Saya heran pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu
dibeda-bedakan. Padahal kita ini kan satu Ibu Pertiwi teman-
teman, satu Ibu Pertiwi. Saya itu terkadang berpikir itu dengan
frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu Ibu Pertiwi begitu,
apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan,
kemudian melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah? Iya, jadi
kamar bersalin begitu, lampu terang, follow spot di mana-mana
begitu, kemudian Ibu Pertiwi berbaring.
O1: Ya Ibu Per. (Ini panggilan akrab Ibu Pertiwi ya).
O1: Ya Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, terus,
iya, terus, kuat, terus, kepalanya sudah keluar, oke, ya.
Sumatera.
Sumatera lahir, dan itu adalah pulau yang paling susah lahir
karena gunungnya paling banyak. Itu Ibu Pertiwi sampai robek-
robek itu. Dan mungkin setelah itu, Kalimantan lahir, Jawa lahir,
Bali lahir, dan pulau-pulau di bagian Indonesia Timur itu
lahirnya paling terakhir.
O1: Ya Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, iya
terus, sedikit lagi, sedikit lagi, iya kepalanya sudah keluar, oke,
iya, listrik mati. Begitulah cara kami lahir, makanya wajar kalau
kami gelap-gelap. (Abdur, SUCI 4).
62
(10) Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya
Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah
menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang
sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah diributin
datangnya bulan. (Akbar, SUCI 1)
(11) Indonesia telah meredeka bagi sebagian orang, karena apa,
ingat! kita tentu diajari dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar ya. Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia, mengantar rakyat
Indonesia dengan selamat sentosa ke pintu gerbang. Cuman
sampai pintu gerbang lo ya, belum masuk lo ya. Cuman sampai
pintu gerbang, kita belum masuk. Masih antri, hanya sebagian
yang masuk, pejabat masuk, semua masuk, rakyat banyak yang
belum masuk. Menuju masyarakat yang merdeka, berdaulat,
adil dan makmur. (Akbar, SUCI 1)
(12) Tapi bebicara tentang harga diri, harga diri saya itu tercoreng,
karena apa? Tim sepak bola kita kalah terus. Menurut saya
kekalahan timnas sepak bola itu karena satu, dia punya satu
kekurangan, kekurangan orang timur. Serius, sungguh ini.
Karena orang timur itu paling jago kalau main bola, dan kita jago
main bola karena kebiasaan berburu. Betul, iyo. Orang lain
kalau berburu itu pakai panah, tombak, senapan. Kalau kita
orang timur beda, kita kalau berburu itu yang namanya anoa,
63
kaswari, babi hutan itu kita kejar, kita kejar, kita kejar, kemudian
kita tackling. (Ari Kriting, SUCI 3).
(13) Jangan kaya anak-anak alay. Anak alay kalau temannya ulang
tahun malah dikerjain sama dia. Wis saya paling benci dengan
yang begitu. Temannya ulang tahun diikat, iyakan diikat,
ditimpuk-timpukkin, disiram bensi, dibakar. Sudah begitu kenapa
kalau orang ulang tahun itu identik dengan suka di lempar-
lempar dengan telur, iya kan?. Itu kan mubazir, mending
telurnya dimakan. Apalagi yang masih mahasiswa, sok kaya lagi
lempar-lempar orang pakai telur, mending kalian goreng untuk
dikossan kan. Ini di lempar-lempar dengan telur, menurut saya
itu kegiatan yang mubazir dan tidak mendidik sama sekali.
Kalau mau, teman-teman kalian pas ulang tahun lakukanlah
acara yang mendidik. Jangan dilempar telur, dilempar
pertanyaan. Pas ulang tahun, siapakah penemu benua
amerika?. Colombus. Bagus, jangan dilempar telur. (Ari Kriting,
Indosiar, lucunya tu disini)
(14) Dan terkait untuk masalah budaya. Saya sebenarnya juga
bangga dengan seluruh budaya Indonesia, kecuali satu, budaya
wayang orang. Menurut saya itu agak mendiskriminasi. Karena
mendiskriminasi orang timur kalau menurut saya. Karena di
budaya wayang orang itu. Kalau kita lihat itu tokoh-tokoh
utamanya itu yang namanya Arjuna, yang namanya Rama, dan
lain sebagainya itu kan gagah-gagah kan. Giliran penjahatnya
64
itu diwujudkannya hitam dan rambutnya kriting. Itu pasti orang
timur. Dan juga itu dinamakan Buto. Ini kalau menurut saya ini
plesetan saja ini. Sebenarnya ini pasti namanya Beta itu. (Ari
Kriting)
(15) Tapi lo sadar nggak sih ya, ketika banyak orang sekarang itu
lebih rela untuk bangun malam untuk nonton bola ketimbang
bangun malam sholat tahajud, benar nggak sih? Iya nggak sih?
Benarkan. Gue pikir-pikir ini adalah akibat dari salah satu
faktornya adalah kebanyaka iklan-iklan, iya kan? Banyak iklan di
Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tetapi nggak
ada satu pun iklan di Indonesia yang memacu kita untuk sholat
tahajud. Bener nggak, sih? Iya, nggak? Emang di sini ada yang
pernah lihat iklan sholat tahajud gitu? Nggak ada kan?
Seharusnya ada, men, seharusnya ada kayak “Extra joss susu
jahe untuk menemani sholat tahajudmu”, atau “Kuku bima
religi”, atau “Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”.
(Dzawin, SUCI 4).
(16) Kalau menurut gue, fungsi dari pakaian, fungsi dari fashion itu
ada dua. Yang pertama fisual, yang kedua fungsional. Enak
dilihat dan bisa merepresentasikan sikap. Percuma pakai peci,
koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas bulan puasa,
ada warteg masih digerebek. Iya kan? Padahal udah ditirai
masih digerebek. Kan kasihan. Gue belum kenyang. Lagian gini
men. Orang-orang yang makan di warteg pas bulan puasa,
65
emang mereka pas makan pernah ada yang pamer? Keluar dari
warteg terus bawa es teh gitu, ada orang yang lagi puasa, cie
aus. Enggak pernah kan?. Gini men. Percuma gitu pakai peci,
koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas lagi ceramah
di atas panggung, kepala orang dipiting. Percuma. Siapa
namanya tuh? Ustad apa? Ustad apa? Ya, Ustad Harajuku. Ini
mungkin waktu dia masih di pesantren, temen-temennya
bangun malam buat sholat tahajud, dia bangun malam buat
nonton smackdown. (Dzawin, SUCI 4).
(17) DPR itu tugasnya kan untuk mendengarkan suara rakyat,
aspirasi rakyat. Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan
suara rakyat, ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu
tinggi, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry, ya kan?
Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di
tengah-tengah pasar, iya. Di pasar itu kan segala macam ada
kan? Dari tukang ayam, sampai tukang cabe, ayam kampus,
cabe-cabean. Ada dari gembel ngemis, sampai gembel ngelem,
ada men. Biasa ke kantor pake Camry, ini jalan jalan kaki, pas
lagi jalan ketemu preman. Tapi enggak akan dipalak. Ndak
berani preman pasar malak preman negara. (Dzawin, SUCI 4).
Wacana (4) Komika tidak mematuhi maksim kualitas, itu terlihat
pada kalimat “Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang
tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak
ada”. Pada kalimat tersebut menunjukan adanya pelanggaran prinsip kerja
66
sama yaitu Komika tidak mematuhi maksim kualitas. Komika mengatakan
sesuatu yang tidak benar atau mengatakan sesuatu yang diyakini salah.
Karena tepat satu tahun meletusnya gunung Rokatenda tidak ada acara
peringatan tiup-tiup lilin ulang tahun seperti yang dikatakan oleh Komika
pada wacana.
Dalam Wacana (5) tersebut, Komika melanggar maksim kualitas.
Pelanggara terdapat pada kalimat “Masyarakat disanakan rata-rata masih
buta huruf. Jangankan mau memilih, huruf A besar macam gunung
Krakatau saja mereka piker lam alif”. Kalimat huruf A besar seperti gunung
krakatau adalah kalimat yang tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Karena
tidak pernah ada bukti bahwa pernah ada huruf A sebesar gunung
Krakatau seperi yang dikatakan oleh Komika pada wacana. Informasi
yang disampikan Komika menimbulkan efek humor bagi penonton, namun
melanggar prinsip kerja sama. Oleh sebab itu, wacana yang disampaikan
oleh Komika merupakan wacana yang melanggar maksim kualitas, yaitu
mengatakan sesuatu yang idak dapat dibuktikan kebenarannya.
Wacana (6) Pada kalimat terakhirnya, Komika mengatakan bahwa
“ada yang pake hotpants tapi tutup aurat, a kalau ini gila”. Pernyataan ini
merupakan pernyataan yang tidak bisa dibuktikan secara memadai.
Sebab, bisa jadi orang-orang yang berpakain hotpants tapi tutup aurat
adalah fashion mereka dalam berpenampilan dan tidak bisa langsung
dijastifikasi bahwa mereka yang berpenampilan seperti itu adalah orang
gila. Walaupun dalam pandangan Agama Islam berpakaian tertutup tetapi
memperlihatkan lekuk tubuh itu merupakan sesuatu yang dilarang, namun
67
bukan berarti mereka yang menggunakan pakaian hotpants merupakan
orang gila. Sehingga wacana yang disampaikan Komika merupaka
wacana yang melangagar maksim kualitas, yaitu mengatakan sesuatu
yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara memadai.
Wacana (7) tidak mematuhi masksim kulitas. “Ada ubur-ubur yang
berenang itu napas satu-satu heu ha heu ha heu. Ada kala dia
membentuk huruf SOS”. Kalimat yang disampaikan oleh Komika diatas
adalah sebuah kalimat yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara
memadai. Karena ubur-ubur yang membentuk huruf SOS belum pernah
ditemukan, sehinga kalimat yang disampiakan oleh Komika merupakan
kalimat yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara memadi dan
kalimat teresebut merupakan kalimat yang melanggar prinsip kerja sama,
yaitu melanggar maksim kualitas.
Wacana (8) “Pembelajaran membaca kelas 1 SD sampai sekarang,
sampai detik ini itu masih ada pembelajaran begini: ini budi, ini ibu budi.
Aduh mama sayang e. Ini pelajaran perasaan dari zaman Pithecanthropus
sampai politikus begini saja, tidak ada perubahan”. Pada wacana, Komika
tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu mengatan sesuatu yang tidak
benar. Komika mengatakan bahwa pembelajaran ini budi dan ini ibu budi
sudah ada sejak zaman Pithecanthropus. Padahal manusia
Pithecanthropus merupakan manusia purba yag hidup pada zaman batu
tua (Palaeolthikum) yang berdasarkan sejarah dan hasil penelitian
bahwasanya pada zaman itu belum mengenal huruf. Dan buku peraga ini
68
budi diterbitkan 1976. Sehingga pada wacana, Komika melanggar maksim
kualitas dengan mengatakan sesuatu yang tidak benar.
Wacana (9) ini melanggar prinsip kerja sama Grice, yaitu tidak
mematuhi maksim kualitas, karena tuturan yang disampaikan oleh Komika
tidak benar. Hal ini ditandai melalui tuturan “Saya itu terkadang berpikir itu
dengan frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu Ibu Pertiwi begitu,
apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan, kemudian
melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah?” peristilahan Ibu Pertiwi
merupakan ungkapan kata yang menyimpang atau berbeda dengan
makna dari kata-kata pembangunnya yang memiliki makna “tanah air”
atau “tanah tumpah darah” bukan sosok seorang wanita yang bernama
Pertiwi yang melahirkan pulau-pulau di Indonesia seperti yang di
ungkapkan oleh Komika pada wacana.
Dalam wacana (10) ini Komika melanggar maksim kualitas, yaitu
mengatakan sesuatu yang diyakini salah. Pelanggaran terdapat pada
kalimat “Istri saya taggal 25, itu tanggal 36”. Pada kalender tanggal hanya
dimulai dari taggal 1 sampai dengan tanggal 31. Tidak ada dalam
kalender sampai tanggal 36. Pernyataan Komika pada wacana
menghasilkan humor, namun melanggar maksim kualitas.
Wacana (11) tidak mematuhi maksim kualitas. Komika mengatakan
sesuatu yang tidak benar atau salah. Pelanggaran terdapat pada kalimat
“Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia, mengantar rakyat Indonesia dengan selamat sentosa ke
pintu gerbang”. Pernyataan Komika terkait UUD 1945 adalah salah,
69
kesalahan terjadi karena Komika tidak menyebutkan beberapa bagian
yang tedapat pada UUD 1945. Susunan UUD 1945 yang benar adalah
“dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
Selanjutnya, pada wacana (12) mengandung humor yang
menyebabkan lawan tutur tertawa, namun Komika tidak mematuhi maksim
kualitas, yaitu mengungkapkan sesuatu yang kebenarannya tidak bisa
dibuktikan secara memadai. Itu terdapat pada kalimat “Orang lain kalau
berburu itu pakai panah, tombak, senapan. Kalau kita orang timur beda,
kita kalau berburu itu yang namanya anoa, kaswari, babi hutan itu kita
kejar, kita kejar, kita kejar, kemudian kita tackling”. Kalimat ini melanggar
maksim kualitas, karena Komika mengatakan sesuatu yang kebenarannya
tidak bisa dibuktika secara memadai. Itu karena Komika mengatakan
bahwa orang timur kalau berburu anoa, kaswari, dan babi dengan cara
dikejar lalu di tackling. Padahal orang timur masih menggunakan alat
seperti panah untuk berburu.
Wacana (13) tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu Komika
mengungkapkan sesuatu yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara
memadai. Itu terdapat pada kalimat “temannya ulang tahun diikat, iyakan
diikat, ditimpuk-timpukkin, disiram bensi, dibakar”. Kalimat ini tidak dapat
dibuktikan kebenarannya secara memadai, karena biasanya orang-orang
ketika ulang tahun hanya mengikat dan menipuk temannya menggunakan
70
telur dan tepung. Tidak pernah ada kasus yang ketika orang ulang tahun
disiram dan dibakar seperti yang disampaikan oleh Komika.
Wacana (14) tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu mengatakan
sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai. Itu
terdapat pada kalimat “Itu pasti orang timur. Dan juga itu dinamakan Buto.
Ini kalau menurut saya ini plesetan saja ini. Sebenarnya ini pasti namanya
Beta itu”. Pada kalimat tersebut, Komika menyebutkan bahwa nama Buto
yang merupakan raksasa yang dikenal berperangai jahat dalam mitologi
Jawa adalah plesetan dari nama Beta yang merupakan bahasa yang
sering digunakan oleh orang timur yang artinya adalah aku atau saya.
Pernyataan ini merupakan pernyataan yang tidak mampu dibuktikan
kebenarannya.
Wacana (15) tersebut tidak mematuhi maksim kualitas, karena
terkandung tuturan-tuturan yang tidak benar. Itu terdapat pada tuturan
“Extra joss susu jahe untuk menemani sholat tahajudmu, Kuku bima religi,
dan Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”. Tuturan Komika
memiliki efek humor, namun tuturan Komika dianggap sebagai tuturan
yang keliru dan tidak logis. Produk minuman energi seperti Extra Joss dan
Kuku Bima berfungsi untuk menambah energi bagi peminumnya, terutama
saat melakukan pekerjaan berat. Begitu juga dengan produk kacang
Garuda yang biasanya dinikmati dalam keadaan santai. Produk makanan
dan minuman ini biasanya tidak dikonsumsi saat beribadah atau salat
seperti yang dikatakan oleh Komika.
71
Wacana (16) tidak mematuhi maksim kualitas, ketakpatuhan
terdapat pada tuturan “dia bangun malam buat nonton smackdown”.
Tuturan ini tidak mematuhi maksim kualitas karena hanya merupakan
asumsi Komika yang bisa saja tidak berdasarkan fakta, dengan tujuan
untuk menyindir Ustad Hariri yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap jamaah.
Selanjutnya, wacana (17) tidak mematuhi maksim kualitas.
Pelangaran ditandai melalui tuturan “Seharusnya DPR itu bukan
diletakkan di Senayan, tapi di tengah- tengah pasar”. Pendapat Komika
melalui tuturan tersebut terlalu mengada-ada dan mustahil terjadi, karena
cakupan tugas dan fungsi anggota DPR yang begitu luas. Bukan hanya
mencakup pada tataran pasar atau pada level rakyat kecil saja, namun
pada tataran yang lebih luas.
c. Pelanggaran Maksim Relevansi
Komunikasi penutur diharapkan memberikan informasi yang
relevan dengan permasalahan yang sedang dibicarakan, jika tidak maka
terjadi pelanggaran maksim relevansi. Adanya pelanggaran maksim
relevansi menjadikan komunikasi terganggu sehingga dapat menimbulkan
efek dalam komunikasi. Berikut data yang melanggar maksim relevansi.
(18) Ketika semua yang di sini itu sudah bersistem dengan online, di
tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. Buat akte
kelahiran itu teman-teman di sana itu gratis. Tapi karena masih
manual, itu antriannya itu panjangnya masyaAllahhuakbar.
(Abdur, SUCI 4).
72
(19) Dangdut yang sekarang itu lebih mementingkan goyangan
daripada lagu. Teman-teman ada yang tahu lagunya Zaskia?
Tidak tahu? Kita tahunya dia goyang itik. Teman-teman tahu
lagunya Inul Daratista? Tidak tahu? Kita tahunya dia goyang
ngebor. Teman-teman tahu lagunya Angel Elga? Tidak tahu?
Kita tahunya dia mantan Rhoma Irama. (Abdur, SUCI 4).
(20) Film-film di Indonesia itu mendiskriminasikan orang Timur
sebenarnya teman-teman. Iya. Orang timur itu misalkan kita
ambil contoh Iko Uwais gitu. Iko Uwais kalau mau main film
berperan jadi orang timur itu gampang, tinggal jemur dia di
panas pakai baju merah, celana biru, sepatu hijo, goyang-
goyang bombastic, selesai, selesai. Tapi, kalau orang Timur
mau jadi Iko Uwais itu susah. Kalau pun main dengan Iko
Uwais, paling jadi penjahat, tukang pukul, pegang parang,
kemudian, “Hei, ko stop tipu-tipu saya e”. (Abdur, SUCI 4).
(21) Teman-teman, Indonesia itu telalu terpusat di Jakarta. Makanya
penjahat itu juga datang disini. Pencuri itu teman-teman di timur
itu dapat tangkap itu pasti dapat pukul sampai busuk, sampai
busuk. Pencuri disini itu dapat foto, dapat suting, wawancara,
masuk Tv, masuk penjara fasilitas mewah. Makanya anak-anak
timur sana itu pikir-pikir, ah kita pencuri yang sama, tapi kok kita
tidak pernah masuk Tv? Kita pencuri di Jakarta saja. Akhirnya
mereka datang kesini, mencuri disini, dapat tangkap
Alhamdulillah. Dipukul sampai busuk juga, sampai busuk um
73
sampai busuk. Kenapa mereka tidak masuk Tv? Karena mereka
ini bukan pencuri yang berijazah. Akhirnya mereka pulang ke
timur lagi untuk sekolah, tapi mereka tidak sadar, di timur itu
sekolah juga susah. Jadi sama saja. (Abdur, SUCI 4). (22) Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya
Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah
menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang
sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah diributin
datangnya bulan. (Akbar, SUCI 1). (23) Tapi sebenarnya jujur, gua kurang suka sama bola, gua kurang
suka nonton bola, nggak suka bahkan. Karena kalau menurut
gua, bola itu penuh dengan provokasi. Loe lihat kemarin itu ada
kasus Materazzi disundul sama Zidane. Itu karena Materazzi
memprovokasi Zidane. O1: Eh, Zidane, ibu kamu teroris ya? (Zidane masih sabar).
O1: Eh, Zidane, adik kamu teroris ya? (Zidane masih sabar).
O1: Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya?
O2: Eh, anjir, gua digombalin. Derrr (menanduk dada O1).
(Dzawin SUCI 4).
(24) Banyak orang sekarang itu beli Hp lebih mengedepankan
gengsi ketimbang fungsi. Beli Hp sampai 12 Juta, tapi pengen
pamerin, niatnya di pamerin. Pengen dipamerein tapi
dikantongin, lu kalau pengen pamer jangan dikantongin, tempel
di jidat, Hp, Hp, Hp. Beli Hp mahal banget sampai 12 Juta.
Motor gue aja beli seken itu cuman 7 Juta. Lu beli Hp 12 Juta
74
buat apa coba? Dipake ngojek nggak bisa, pake boncengan
enggak bisa, ditaru di parkiran ilang. Beli Hp 12Juta, itu Hp 12
Juta 2 biji kalau digabungin dijual, mak gue umroh. (Dzawin
SUCI 4). Wacana (18) tidak mematuhi maksim relevansi. Hal tersebut
terdapat pada tuturan online dan oh lain. Terminologi online memiliki
makna “konektivitas antarperanti elektronik atau peranti elektronik dengan
jaringan internet”. Pada wacana ini, tuturan tersebut merupakan tuturan
yang mengimplikasikan kemajuan teknologi informasi yang berada di
Pulau Jawa, terkhususnya Ibu Kota Jakarta. Sedangkan tuturan “oh lain”
bukan merupakan terminologi khusus sebagai antitesis dari istilah online,
meskipun pada tuturan tersebut mengimplikasikan perbedaan
perkembangan teknologi informasi di Nusa Tenggara Timur, secara
khusus di Larantuka.
Pada wacana (19) melalui tuturan “Teman-teman tahu lagunya
Angel Elga? Tidak tahu. Kita tahunya dia mantan Rhoma Irama”. Tuturan
yang disampaiakan oleh Komika mengdandung humor yang
mengakibatkan penonton tertawa, namun tuturan tersebut tidak mematuhi
maksim relevansi, karena tuturan Komika merupakan tuturan yang tidak
berkaitan dengan pokok pembicaraan Komika atau informasi yang telah
mendahuluinya, karena pedangdut yang dimaksud oleh Komika hanya
terbatas pada mereka yang dikenal karena memiliki goyangan khasnya,
bukan karena sensasi hubungannya dengan pedangdut laki-laki.
Wacana (20) Informasi yang disampaikan tidak relevan. “jika Iko
75
Uwais ingin bermain film berperan jadi orang timur itu gampang. Tinggal
jemur dia di panas pakai baju merah, celana biru, sepatu hijo, goyang-
goyang bombastic, selesai”. Pada kalimat pertama bahwa untuk berperan
menjadi orang timur yang identik dengan kulit hitam harus berjemur
dipanas itu relevan, karena untuk menjadikan kulit hitam seperti orang
timur itu bisa dengan berjemur. Namun, jika harus memakai baju merah,
celana biru, sepatu hijo itu tidak relevan.
Dalam wacana (21) tidak mematuhi maksim relevansi.
Ketakpatuhan terdapat pada kalimat “Akhirnya mereka datang kesini,
mencuri disini, dapat tangkap Alhamdulillah. Dipukul sampai busuk juga,
sampai busuk ummm sampai busuk”. Penggunaan kata Alhamdulillah
pada kalimat diatas tidaklah relevan dengan situasi dan kondisi saat itu.
Karena kalimat Alhamdulillah digunakan atau diungkapkan untuk
menyatakan rasa syukur atas segala nikamat kebaikan. Bukan untuk
mensyukuri perbuatan buruk seperti pada wacana tersebut. Kalimat yang
disampaikan Komika mampu memancing penonton untuk tertawa, namun
ungkapan tersebut tidak mematuhi maksim relevansi.
Pada wacana (22) Komika melanggar maksim relevansi.
Pelanggaran terdapat pada kalimat “Ini ada sedikit kejadian menarik
mengenai perbedaan hari raya Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya
Idul fitri itu adalah menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak
ada yang sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36”. Tuturan ini tidak
mematuhi maksim relevansi, karena tuturan Komika tidak berkaitan
dengan pokok pembicaraan Komika atau informasi yang mendahuluinya,
76
karena menanti datangnya bulan yang di maksud Komika sebelumnya
adalah bulan untuk merayakan Idhul Fitri, bukan bulan yang dimaksudkan
Komika setelahnya, yaitu datang bulan perempuan.
Wacana (23) tidak mematuhi maksim relevansi terdapat pada
dialog terakhir O1 dan O2: “Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya?”
“Eh, anjir, gua digombalin. Derrr (menanduk dada O1).” Turan Komika
mampu mengundang tawa penonton, namun tuturan tersebut tidak
relevan, karena kehadiran kedua bagian wacana tersebut justru menjadi
berlebihan dan tidak menambah informasi apapun yang relevan dengan
tindakan provokasi berupa ucapan berbau SARA yang dilakukan oleh O1
kepada O2.
Selanjutnya, wacana (24) tidak mematuhi maksim relevan.
Pelanggaran terdapat pada kalimat “Beli Hp mahal banget sampai 12
Juta. Motor gue aja beli seken itu cuman 7 Juta. Lu beli Hp 12 Juta buat
apa coba? Dipake ngojek nggak bisa, pake boncengan enggak bisa,
ditaru di parkiran ilang”. Kalimat tersebut tidak relevan karen fungsi dari
Motor dan Hp berbeda dan tidak ada keterkaitan. Sehingga
membandingkan fungsi Hp dan motor tidaklah relevan.
d. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan atau Cara
Dalam peristiwa percakapan peserta tutur, pelangaran maksim cara
terjadi karena peserta tutur bertutur dengan menggunakan tuturan yang
tidak jelas, tuturan yag ambigu atau bermakna ganda, tuturan yag
berlebihan (berbelit) dan tuturan yang tidak teratur.
77
(25) Teman-teman, sudah 16 Tahun kita tertatih dalam revormasi,
ditipu oleh politisi yang katanya berikan bukti bukan janji. Tetapi
ketika ada tangis seorang minor di pelosok negeri, mereka sibuk
mencari kualisi bukan solusi. Makanya teman-teman, dari pada
sibuk nonton mereka debad di televisi, lebih baik datang kesini!
Bisa cuci mata ada tate Veni. (Abdur, SUCI 4).
(26) Sebenarnya malam hari ini tuh saya kepingin sekali berada di
panggung ini, kemudian bawa sasando, alat musik asli NTT
begitu. Cuma apa daya, saya tidak bisa main sasando. Teman-
teman, di NTT sekalipun belajar sasando itu tidak masuk dalam
kurikulumm tidak masuk, sedikit lagi masuk museum itu. Saya
takutnya, ini lama-kelamaan sasando itu hanya bisa tinggal
cerita. Saya punya anak begitu, kemudian saya punya anak
datang, tanya ke saya.
O1: Bapak, katanya sasando itu alat musik NTT. Itu dia pung
cara main bagaimana e?
O2: Ah, dia punya cara main itu, anak, ya begitu.
O1: Ya begitu bagaimana?
O2: Ya, begitu. Ya, kalau gitar kan begini (sambil memetik gitar).
Nah, gitar begini. Nah, sasando begitu.
O1: Ya itu begitu begitu bagaimana?
O2: Ah, sudah anak. Tidak usah pikirm mari kita minum tuak
saja. (Abdur, SUCI 4).
78
(27) Banggalah dengan Indonesia, banggalah dengan Indonesia.
Tapi kita harus prihatin dengan Indonesia, semuanya banyak
yang dikuasai asing. Pertambangan milik asing, bank milik
asing, perusahaan-perusahaan milik asing. Tapi yang saya
bingung, waktu saya tanya bapak saya, ya saya tanya bapak
saya.
O1: Pak, semua itu milik asing ya?
O2: Ah itu sudah tidak asing,
Hahahahahaha jadi sudah barang basi. (Akbar, SUCI 1)
(28) Dan masalah kulit, orang yang kulitnya gelap itu paling sering
dibullying. Saya itu kalau masih menelpon di tempat umum ada
saja yang celoteh-celoteh tidak enak itu. O1: Ih penumpang
gelap ya. Kalau naik angkot juga begitu, baru naik, tak, ini
sudah ada lagi penumpang di dalam. O1: Ihiyyy, penumpang
gelap?. Sampai di dalam angkot ditanya lagi.
O1: Mau kemana mas?
O2: Mau ke pasar
O1: Pasti pasar gelap ya?
Padahalkan tidak ada hal-hal seperti itu, omong kosong semua
kan?. Mana ada tuh yang namanya pasar gelap. Memang
pernah ke pasar terus
O1: Ibu, mau beli
O2: Beli apa?
O1: Beli baju
O2: Sabar sebentas saya carikan, ini gelap, ini gelap. (Ari, SUCI
3)
79
(29) Lagian gini men. Cewek itu sering banget ngomongin masalah
kesetaraan gender. Bener gak sih? Lagian kesetaraan gender
itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal
sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Contohnya
begini. Gua naik bis, gua naik kereta sama adek gua, tempat
duduknya cuma satu. Adek gua duduk, gua berdiri, nggak
setara, tetapi proporsional, karena gua lebih kuat, hitungannya
setara. Atau pakai solusi yang kedua, gua duduk, adik gua gua
pangku. Ini cewek mintanya kesetaraan gender, tapi giliran di
kereta tempat duduk cuma satu, gua duduk dia berdiri ngelihatin
gua terus. Ya, nggak gua kasih, kan setara. Kalau mau, pakai
solusi yang kedua, elu gua pangku. Iya, nggak? Kalau elu gua
pangku, ya adik gua berdiri. Iya kan? Kalau masih nggak mau
juga, ya udah silakan duduk, tapi elu pangku gua, ya adik gua
berdiri lagi. (Dzawin, SUCI 4).
(30) Eh, loe tahu nggak sih, dari sekian banyak makanan nusantara,
makanan yang menurut gue paling enak itu adalah makanan
pesantren. Kenapa? Karena makanan pesantren itu bergizi
men, bergizi rendah. Pagi-pagi kita makan nasi, tahu, kerupuk.
Siang-siang kita makan nasi, tempe, kerupuk. Malam-malam
kita makan hati men. Makannya itu-itu mulu. (Dzawin, SUCI 4).
Wacana (25) Komika tidak mematuhi maksim pelaksanaan atau
cara. Ajakan untuk datang ke studio kompas tv untuk cuci mata karena
ada tante veni memiliki makna ganda atau ketaksaan. Karena cuci mata
80
bisa berarti mencuci mata ditemani tante Veni dan cuci mata yang artinya
bersenang-senang dengan melihat tante Veni.
Dalam wacana (26) Informasi yang disampaikan Komika tidak jelas,
ungkapan berkepanjangan dan tidak runtut atau teratur. Itu terjadi ketika
dalam percakapan antara bapak dan anak. Seorang anak yang
menanyakan bagaimana cara memainkan alat musik sasando kepada
bapaknya. Kemudian ayahnya menjawab dengan jawaban yang tidak
jelas, ungkapan yang disampaikan berkepanjangan dan tidak
runtut/teratur, sehingga tidak menemui kejalasan dari suatu yang
dipertanyakan oleh anaknya tersebut.
Pada wacana (27) ini Komika tidak mematuhi maksim cara, yaitu
menggunakan kalimat yang bermakna ganda. Itu terdapat pada
percakapan O1 dan O2. O1: Pak, semua itu milik asing ya? O2: Ah itu
sudah tidak asing. Jawaba dari O2 mengandung makna ganda. Makna
pertama, yaitu sudah tidak asing lagi yag bermakana kekayaan Indonesia
bukan milik atau dikelola oleh orang asing lagi, dan makna kedua yaitu
semua kekeyaan Indonesia yang dikelolah oleh orang asing sudah
menjadi rahasia umum atau sudah diketahui oleh banyak rakyat
Indonesia.
Wacana (28) tidak mematuhi makasim cara, yaitu menggunakan
kalimat yang memiliki makna ganda. Itu terdapat pada kalimat O1. “Kalau
naik angkot juga begitu, baru naik, tak, ini sudah ada lagi penumpang di
dalam O1: Ihiyyy, penumpang gelap ya?”. Kata penumpang gelap memiliki
makna ganda yaitu penumpang yang tidak membayar angkot, dan
81
penumpang gelap yang memiliki makna penumpang yang memiliki rupa
yang gelap atau hitam. Namun pada wacana ini Komika membahas
tentang orang yang memandang sebelah mata orang yang berkulit hitam.
Dalam wacana (29) tuturan tidak mematuhi maksim cara. Tuturan
melanggar maksim cara terletak pada ambiguitas frasa “adik gua”. Pada
awal tuturan Komika, frasa “adik gua” bermakna “saudara kandung yang
lebih muda”. Sementara pada akhir tuturan Komika, frasa “adik gua”
dapat bermakna “kemaluan laki-laki” mengalami sebuah ketaksaan,
terutama ketika diikuti oleh kata kerja “berdiri”. Sehingga maknanya tidak
saja bermakna tunggal “saudara mudanya yang berdiri”, namun bisa juga
bermakna “kemaluannya berereksi”. Dengan demikian, tuturan Komika
tidak mematuhi maksim cara.
Selanjutnya wacana (30) Wacana tidak mematuhi maksim cara.
Wacana tidak mematuhi maksim cara terdapat pada tuturan “malam-
malam kita makan hati, men”. Tuturan “makan hati” diasumsikan
mengandung dua arti. Pertama, makan hati yang berarti aktivitas
mengonsumsi jeroan hati ampela. Dan kedua, ungkapan yang bermakna
kecewa, sedih, atau kesal. Adapun tuturan yang dimaksudkan Komika
mengacu pada arti yang kedua, yaitu kecewa, sedih, atau kesal.
1. Makna Pesan Sosial yang Disampaikan Komika Dengan
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice dalam Wacana Humor
Stand-Up Comedy (SUC).
Stand Up Comedy merupakan salah satu genre komedi yang
disampaikan melalui kegiatan berbicara (lisan). Dalam pragmatik,
82
berbicara adalah aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Dengan
demikian, penampilan Stand Up Comedy (SUC) dilandasi oleh orientasi
pada tujuan tertentu, sekaligus sebagai media hiburan. Dalam penelitian
ini, tujuan komedi para Komika di SUC berorientasi pada kritik sosial.
Sehubungan dengan itu, yang dikaji dalam pembahasan ini adalah makna
pesan dalam kritik sosial oleh Komika.
a. Makna Pesan Sosial Abdur
Makna pesan sosial yang disampaikan Abdur terdapat pada data
berikut ini:
(31) Di Malang itu teman-teman, saya suka sekali nonton Arema di
stadion. Dan aremania di sana itu sudah mulai ada kubu-
kubunya. Jadi, ada aremania tribun utara, tribun selatan, tribun
ekonomi, manajemen, akuntasi, oi macam-macam, macam-
macam. Akhirnya saya berpikir, kayaknya saya juga harus buat
kubu sendiri. Saya beri nama Aremania tribun tenggara timur
laut. Yang lain bawa terompet, kami bawa kompas. “Ini
tenggara timur laut di bagian mana?” Begitu dapat tempat
duduk, ada yang protes, “ah, di sini bukan tenggara timur laut.
Di sini ini selatan barat daya”. Akhirnya harus cari lagi. Begitu
dapat tempat duduk yang benar, pertandingan sudah bubar.
Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari
tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu,
cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu
masih gelap, listrik tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi,
83
dikasih sofa, makrgergheran enak-enak, tapi di tribun timur itu
masih beralaskan tanah, makan seadanya. Bahkan orang dari
tribun barat itu berteriak ke tribun timur, “Woi, kalian yang ada di
tribun timur, sabar saja, nanti kami bangun kursi di situ. Kami
kasih makan enak.” Tetapi, sampai pertandingan berakhir tidak
ada yang datang. (Abdur, SUCI 4)
(32) Teman-teman, di sini ada yang tahu Rokatenda? Tidak ada.
Inilah suara minor yang mau saya bawa malam ini. Teman-
teman, Rokatenda adalah gunung berapi di Pulau Flores. Dia
meletus dari bulan Oktober 2012 sampai Desember 2013.
Empat belas bulan, empat belas bulan. Bahkan dari pertama
kali dia meletus, sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup-
tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada. Wajar kalau
teman-teman tidak tahu, karena memang berita Rokatenda
meletus pada waktu itu, itu tertutup oleh berita banjir Jakarta.
Bahkan berita banjir Jakarta itu diarahkan menjadi bencana
nasional karena merugikan negara hampir Dua Puluh Triliun.
Rokatenda, selama empat belas bulan meletus itu, negara
cuma rugi seribu rupiah. Iya, dua koin Lima Ratus untuk tutup
telinga. (Abdur, SUCI 4).
(33) Bapak saya itu jadi caleg di 2014. Kemarin beliau buat kartu
nama, bagus sekali, lengkap dengan foto seperti Ursula potong
poni begitu. Kemudian beliau bagi keseluruh masyarakat
kampong, beliau bagi, beliau bagi, beliau bagi. Begitu KPU
84
datang untuk sosialisasi, ternyata di surat suara tahun ini itu
tidak ada foto caleg, tidak ada. Bapak saya langsung stres, iya.
Karena kalau tidak ada foto caleg, itu bagai mana masyarakat
disana mau memilih? Masyarakat disanakan rata-rata masih
buta huruf. Jangankan mau memilih, huruf A besar macam
gunung Krakatau saja mereka pikir lam alif. (Abdur, SUCI 4).
(34) Teman-teman, memang kita sering kali menilai orang itu dari
penampilan. Banyak orang yang bilang don’t judge the book by
its cover, tapi kita ini manusia, stop tipu-tipu, stop tipu-tipu. We
are judging the book by its cover, we are. Cewek pake hotpants
kita bilang cabe-cabean, cewek tutup aurat kita bilang ninja.
Bahkan ada yang pake hotpants tapi tutup aurat, a kalau ini
gila. (Abdur, SUCI 4).
(35) Dua minggu yang lalu kami ke pantai ancol itu teman-teman,
aduh. Saya baru pertama kali lihat itu pantai ancol itu air
lautnya itu hitam gelap tidak bisa lihat apa-apa. Itu macam oli
mesin kita kasih pasir gitu. Itu pantai ancol men. Ada ubur-ubur
yang berenang itu napas satu-satu heu ha heu ha heu. Ada
kala dia membentuk huruf SOS. Orang Jakarta mungkin
kasihan lihat saya main lampu merah, tapi jujur saya menangis
melihat kalian bisa mandi di pantai seperti itu, jujur. (Abdur,
SUCI 4).
(36) Teman-teman, beberapa tahun belakangan ini pemerintah kita
itu menekankan pada pembelajaran kontekstual. Artinya
85
pembelajaran yang diambil dari kehidupan kita sehari-hari. Tapi
masih banyak kejadian di sekolah itu yang tidak kontekstual
pada kehidupan kita. Ambil contoh pelajaran matematika, ada
soal begini. Sebuah menara tingginya 60m, jika seorang
mengamat dengan puncak menara membentuk sudut 60
derajat. Hitunglah jarak pengamat dengan menara. Soal ini
kalau diberikan kepada kami yang di timur kami bingung. Bukan
bingung hitungnya, kami bingung ini menara seperti apa?
Seperti apa? Tempat saya itu tidak ada menara. Kenapa tidak
diganti saja dengan tiang kapal kah, pohon kelapa kah, atau
tiang listrik. Tapi percuma, listrik juga belum ada. Dan contoh
lain. Pembelajaran membaca kelas 1 SD sampai sekarang,
sampai detik ini itu masih ada pembelajaran begini ini: ini budi,
ini ibu budi. Aduh mama sayang eeee. Ini pelajaran perasaan
dari zaman Pithecanthropus sampai politikus begini saja, tidak
ada perubahan. Lagian ini tidak kontekstual untuk daerah timur,
sejak kapan ada orang timur nama budi? Sejak kapan?
Jangan-jangan budi itu makhluk astral. Seharusnya kalau mau
kontekstual untuk daerah timur itu diganti. Ini eduardus, ini
mama eduardus, eduardus senang Karena sumberair sudah
dekat. (Abdur, SUCI 4).
(37) Saya heran pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu
dibeda-bedakan. Padahal kita ini kan satu Ibu Pertiwi teman-
teman, satu Ibu Pertiwi. Saya itu terkadang berpikir itu dengan
86
frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu Ibu Pertiwi begitu,
apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan,
kemudian melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah? Iya, jadi
kamar bersalin begitu, lampu terang, follow spot di mana-mana
begitu, kemudian Ibu Pertiwi berbaring.
O1: Ya Ibu Per. (Ini panggilan akrab Ibu Pertiwi ya).
O1: Ya Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, terus,
iya, terus, kuat, terus, kepalanya sudah keluar, oke, ya.
Sumatera.
Sumatera lahir, dan itu adalah pulau yang paling susah lahir
karena gunungnya paling banyak. Itu Ibu Pertiwi sampai robek-
robek itu. Dan mungkin setelah itu, Kalimantan lahir, Jawa lahir,
Bali lahir, dan pulau-pulau di bagian Indonesia Timur itu
lahirnya paling terakhir.
O1: Ya Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, iya
terus, sedikit lagi, sedikit lagi, iya kepalanya sudah keluar, oke,
iya, listrik mati. Begitulah cara kami lahir, makanya wajar kalau
kami gelap-gelap. (Abdur, SUCI 4).
(38) Ketika semua yang di sini itu sudah bersistem dengan online, di
tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. Buat akte
kelahiran itu teman-teman di sana itu gratis. Tapi karena masih
manual, itu antriannya itu panjangnya masyaAllahhuakbar.
(Abdur, SUCI 4).
87
(39) Dangdut yang sekarang itu lebih mementingkan goyangan
daripada lagu. Teman-teman ada yang tahu lagunya Zaskia?
Tidak tahu. Kita tahunya dia goyang itik. Teman-teman tahu
lagunya Inul Daratista? Tidak tahu. Kita tahunya dia goyang
ngebor. Teman-teman tahu lagunya Angel Elga? Tidak tahu. Kita
tahunya dia mantan Rhoma Irama. (Abdur, SUCI 4).
(40) Film-film di Indonesia tuh mendiskriminasikan orang Timur
sebenarnya teman-teman. Iya. Orang timur itu, misalkan kita
ambil contoh Iko Uwais gitu. Iko Uwais, kalau mau main film
berperan jadi orang timur itu gampang, tinggal jemur dia di
panas pakai baju merah, celana biru, sepatu hijo, goyang-
goyang bombastic, selesai, selesai. Tapi, kalau orang Timur
mau jadi Iko Uwais itu susah. Kalau pun main dengan Iko Uwais
paling jadi penjahat, tukang pukul, pegang parang, kemudian,
“Hei, ko stop tipu-tipu saya e”. (Abdur, SUCI 4).
(41) Teman-teman, Indonesia itu telalu terpusat di Jakarta. Makanya
penjahat itu juga datang disini. Pencuri itu teman-teman di timur
itu dapat tangkap itu pasti dapat pukul sampai busuk, sampai
busuk. Pencuri disini itu dapat foto, dapat suting, wawancara,
masuk Tv, masuk penjara fasilitas mewah. Makanya anak-anak
timur sana itu pikir-pikir, ah kita pencuri yang sama, tapi kok kita
tidak pernah masuk Tv? Kita pencuri di Jakarta saja. Akhirnya
mereka datang kesini, mencuri disini, dapat tangkap
Alhamdulillah. Dipukul sampai busuk juga, sampai busuk um
88
sampai busuk. Kenapa mereka tidak masuk Tv? Karena mereka
ini bukan pencuri yang berijazah. Akhirnya mereka pulang ke
timur lagi untuk sekolah, tapi mereka tidak sadar, di timur itu
sekolah juga susah. Jadi sama saja. (Abdur, SUCI 4). (42) Teman-teman, sudah 16 Tahun kita tertatih dalam revormasi,
ditipu oleh politisi yang katanya berikan bukti bukan janji. Tetapi
ketika ada tangis seorang minor di pelosok negeri, mereka sibuk
mencari kualisi bukan solusi. Makanya teman-teman, dari pada
sibuk nonton mereka debad di televisi, lebih baik datang kesini!
Bisa cuci mata ada tate Veni. (Abdur, SUCI 4).
(43) Sebenarnya malam hari ini tuh saya kepingin sekali berada di
panggung ini, kemudian bawa sasando, alat musik asli NTT
begitu. Cuma apa daya, saya tidak bisa main sasando. Teman-
teman, di NTT sekalipun belajar sasando itu tidak masuk dalam
kurikulumm tidak masuk, sedikit lagi masuk museum itu. Saya
takutnya, ini lama-kelamaan sasando itu hanya bisa tinggal
cerita. Saya punya anak begitu, kemudian saya punya anak
datang, tanya ke saya.
O1: Bapak, katanya sasando itu alat musik NTT. Itu dia pung
cara main bagaimana e?
O2: Ah, dia punya cara main itu, anak, ya begitu.
O1: Ya begitu bagaimana?
O2: Ya, begitu. Ya, kalau gitar kan begini (sambil memetik gitar).
Nah, gitar begini. Nah, sasando begitu.
89
O1: Ya itu begitu begitu bagaimana?
O2: Ah, sudah anak. Tidak usah pikirm mari kita minum tuak
saja. (Abdur, SUCI 4).
Wacana (31) Komika mengkritisi perbedaan perlakuan pemerintah dalam
pemerataan pembangunan daerah di Indonesia. Hal itu terlihat dalam
tuturan “Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari
tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu, cahaya
terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu masih gelap, listrik
tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi, dikasih sofa, makan enak-enak,
tapi di tribun timur itu masih beralaskan tanah, makan seadanya”.
Pernyataan Komika merupakan ungkapan kiasan yang mengandung
makna dalam konteks ketimpangan pembangunan di wilayah Indonesia.
Frasa “tribun timur” mengacu pada wilayah Indonesia Timur yang
digambarkan miskin infrastruktur dan kebutuhan hidup. Di sisi lain,
ungkapan “tribun barat” merujuk pada wilayah Indonesia Barat yang
digambarkan memiliki pembangunan infrastruktur yang baik dan
penduduk yang sejahtera.
Makna pesan sosial pada wacana ini ialah pemerintah harus
melakukan pemerataan pembangun diseluruh wilayah Indonesia, agar
tidak ada wiyalah yang tertinggal oleh karena ketidak merataan
pembangunan.
Wacana (32) Komika mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah
pusat di daerah terpencil di Indonesia, seperti di Flores Nusa Tenggara
Timur. Hali tersebut ada di dalam kalimat “Bahkan dari pertama kali dia
90
meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada
kado yang datang, tidak ada”. Tuturan ini menyiratkan periode terakhir
letusan Gunung Rokatenda yang terjadi selama satu tahun, yaitu pada
bulan Oktober hingga Desember 2013. Rokatenda merupakan gunung
berapi yang terletak di Pulau Palue, sebelah utara Pulau Flores. Akibat
letusan ini, beberapa desa ditimpa kerikil dan abu vulkanik, makanan dan
air bersih berkurang, dan warga di sekitar Rokatenda meninggal dunia
akibat tersapu awan panas. Meski bencana alam ini berlangsung lama,
Komika mengaku pemerintah pusat tidak memberikan bantuan logistik
dan uang kepada korban erupsi Rokatenda dan lebih memperhatikan
banjir di Ibu Kota Jakarta.
Makna pesan sosial, yaitu pemerintah harus sigap, tanggap, dan
meperhatikan korban bencana tanpa ada pilih kasih.
Pada wacana (33) Komika mengkritisi aturan KPU pada pemilu
2014 tentang surat suara caleg 2014 yang tidak memuat gambar para
caleg, tetapi hanya nomor urut dan nama masing-masing calon. Pada
pemilu 2014, surat suara yang memuat foto caleg hanya untuk caleg DPD
RI. Menurut Komika, hal ini membuat masyarakat di kampung tempat
tinggal Komika kesulitan untuk memilih calon yang mereka ingin pilih. Itu
dikarenakan masyarakat di sana rata-rata masih buta huruf sehingga
mereka kesulitan membaca nama calon pada surat suara pileg 2014
silam. Makna pesan sosial pada wacana ialah pemerintah atau KPU harus
mampu membuat aturan yang tepat sasaran tanpa merugikan orang lain.
91
Dan pemerintah diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan angka
buta huruf di wilayah Timur Indonesia.
Wacana (34) Komika mengkritik tentang orang-orang yang sering
melihat orang lain dari sampulnya saja. Menurut Komika, kata-kata
“jangan menilai buku dari sampulnya” itu omong kosong untuk orang
zaman sekarang, stop tipu-tipu tegasnya. Karena kita sekarang lebih
banyak menilai buku dari sampunya atau menilai orang dari luarnya saja.
Contohya sering terjadi dilingkup masyarakat, ketika kita melihat
perempuan memakai rok mini atau pakaian ketat, kita sering mengatakan
mereka cabe-cabean, perempuan nakal atau tidak baik. Dan ketika kita
melihat perempuan memakai jilbab dan menutup aurat, kita sering
mengolok mereka dengan sebutan ninja karea menggunakan cadar
bahkan menyebut mereka teroris. Itulah realitas yang disampaikan oleh
Komika terkait kita yang sering menilai orang dari luarnya saja.
Makna pesan sosial dalam wacana ialah berhenti menilai orang
dari penampilan luarnya saja.
Dalam wacana (35) Komika mengkritik bagaimana kondisi pantai
ancol yang kotor dan airnya yag berwarna hitam, yang tidak layak
digunakan untuk mandi dan dijadikan tempat pariwisata atau liburan.
Saking gelapnya, Komika mengibaratkan air di pantai ancol seperti pasir
yang diberikan oli mesin, hitam pekat. Komika juga menyampaikan rasa
keprihatinannya kepada orang-orang yang bisa mandi di pantai yang
kondisinya kotor.
92
Makna pesan sosial pada wacana adalah bagaimana kita harus
menjaga kebersihan, sehingga tempat-tempat pariwisata tetap bersih dan
terjaga. Sehingga masyarakat bisa menikmati tempat pariwisata dengan
nyaman dan aman.
Wacana (36) ini, Komika mengkritisi tentang kurikulum yang
menekankan pada pembelajaran kontekstual. Artinya pembelajaran yang
diambil dari kehidupan kita sehari-hari. Namun menurut Komika, masih
banyak pembelajaran di sekolah yang tidak kontekstual pada kehidupan
kita. Komika mengambil contoh pembelajaran yang tidak kontekstual itu di
wilayah Komika. Contoh “Sebuah menara tingginya 60m, jika seorang
mengamat dengan puncak menara membentuk sudut 60 derajat.
Hitunglah jarak pengamat dengan menara.” Soal ini menurut Komika
kalau diberikan kepada mereka diwilayah Timur akan kebingungan. Bukan
karena mereka bingung bagaimana cara menghitungnya, melaingkan
mereka bingung bentuk menara yang dimaksud pada pertanya tersebut.
Karena menurut informasi dari Komika, di NTT tempat tinggal Komika
tidak ada menara, sehingga mengakibatkan mereka sulit menjawab
pertanyaan yang diberikan.
Pada wacana ini Komika memberikan saran agar pertanyaan
seperti itu diganti dengan tiang kapal atau pohon kelapa yang notabeninya
mereka sering melihatnya. Makna pesan sosial pada wacana ialah
sekolah harus mampu menerapkan pembelajaran kontekstual dalam
kehidupan sehari-hari.
93
Selanjutnya, wacana (37) Komika mengkritisi sikap diskriminatif
pemerintah pusat dalam hal melaksanakan pembangunan di Indonesia
(seperti pembangunan manusia dan infrastruktur) di Kawasan Timur
Indonesia. Ini ditunjukkan dengan tuturan “Saya heran, pembangunan itu
selalu dibeda-bedakan, selalu dibeda-bedakan dan Pulau-pulau di bagian
Indonesia Timur itu lahirnya paling terakhir”. Kedua kalimat kunci di atas
menyiratkan dikotomi dan kesenjangan pembangunan manusia dan
pembangunan infrastruktur antardaerah di Indonesia, khususnya di
kawasan timur Indonesia. Dalam pembangunan nasional, Indonesia Timur
selalu dibelakangkan, sehinga mengakibatkan pembangunan tidak
merata.
Makna pesan sosial, yaitu permerintah harus melakukan
pembangunan secara merata di seluruh wilayah Indonesia tanpa
membeda-bedakan.
Wacana (38) Sasaran kritik Komika ialah pemerintah. Hal itu terlihat
dalam tuturan “di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain”.
Tuturan ini menyiratkan kegagalan pemerintah menyediakan teknologi
informasi di kampung halaman Komika. Kritikan Komika menyiratkan sikap
diskriminatif pemerintah dalam pemerataan fasilitas teknologi informasi di
berbagai daerah di Indonesia. Dalam wacana ini, Komika mengungkap
dikotomi keberadaan dan kemajuan teknologi antara daerah asal yang
sangat memprihatinkan, yang ditandai melalui tuturan “oh lain”, dengan
Jakarta yang diungkapkan melalui frasa “di sini”, dimana perkembangan
teknologi informasi semakin maju, yaitu tersistematisnya berbagai aktivitas
94
berbasis online. Hal ini diterangkan melalui tuturan "semuanya di
sinisudah bersistem online".
Makna pesan sosial ialah pemerintah harus mampu melakukan
pemerataan fasilitas teknologi informasi pada berbagai daerah di
Indonesia. Sehingga tidak ada daerah yang susah dalam mengurus
administrasi dll seperti yang dikeluhkan oleh Komika.
Wacana (39) Komika mengeluhkan karya musik artis dangdut saat
ini yang lebih identik dengan tarian atau goyangan, bukan lagu. Hal itu
ditunjukkan Komika melalui kalimat “Dangdut yang sekarang itu lebih
mementingkan goyangan daripada lagu”. Eksistensi musik dangdut dalam
khazanah kancah hiburan Indonesia yang identik dengan nafas religius
yang menjunjung tinggi etika dan estetika masih tetap dipertahankan
hingga saat ini. Sayangnya, Komika berpandangan bahwa dangdut yang
diperkenalkan dan dibawakan oleh generasi 2000-an itu bertentangan
dengan karya pendahulunya. Seniman dangdut era 2000-an telah
mengalihkan dan mengaburkan esensi seni yang mereka tampilkan,
sehingga ironisnya publik lebih mengenalnya karena goyangannya, bukan
lagu yang mereka nyanyikan. Sebut saja Inul Daratista yang lebih dikenal
dengan goyang ngebornya, Zaskia Gotik yang terkenal dengan goyang
itiknya, dan lain sebagainya. Sedangkan pedangdut Angel Elga terkenal
karena hubungan asmaranya dengan Rhoma Irama, bukan karena karya
atau lagunya.
95
Makna pesan sosial dalam wacana ini ialah para penyanyi dangdut
harus lebih memperhatikan dan mementingkan kualitas dan makna lagu
dibangding dengan goyangan.
Dalam wacana (40), Komika mengkritik karya sinematografi
Indonesia yang mendiskreditkan masyarakat Timur karena kerap
meberikan peran peran subversif. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat (1)
Film-film di Indonesia tuh mendiskriminasikan orang timur sebenarnya dan
(2) Kalau pun main dengan Iko Uwais paling jadi penjahat, tukang pukul,
pegang parang.
Salah satu contohnya, Komika menyebut lakon antagonis aktor
bernama Alfridus Godfred yang merupakan orang timur dalam film laga
The Raid. Hal tersebut terungkap dalam kalimat "Hei, ko stop tipu-tipu
saya e" yang merupakan penggalan dialog Alfridus Godfred di film The
Raid. Aktor tersebut memainkan peran gangster dalam film The Raid.
Mirip dengan Alfridus Godfred, di film laga lainnya, banyak aktor dari
Indonesia Timur juga berperan sebagai antagonis, peran yang identik
dengan kekerasan. Sehingga menjauhkan karakter dari simpati dan
empati penonton khususnya penonton Indonesia.
Makna pesan sosial, yaitu para sinematografi Indonesia harus
memberikan peran yang tanpa mendiskreditkan beberapa pihak.
Wacana (41) Komika mengkritik tentang tentang perlakuan yang
tidak adil oleh aparat hukum. Hukum tumpul ke atas dan runcing ke
bawah kata yang tepat untuk menggambarkan hal yang dikritik oleh
Komika. Hukum di Indonesia timpang sebelah atau tumpul ke atas runcing
96
ke bawah. Keadilan di negara ini lebih tajam menghukum masyarakat
kelas bawah daripada pejabat tinggi seperti para koruptor. Komika
membandingkan dengan para pencuri yang berijazah yang notabenenya
para pejabat yang ekonominya kelas atas yang terjerat kasus korupsi dan
suap. Mereka diperlakukan seperti seorang raja, foto dengan gagah,
masuk TV, dan masuk penjara dengan fasilitas mewah. Berbeda dengan
mereka yang melakukan kejahat kecil. Seperti mereka yang maling ayam,
ubi, sandal dll. Mereka diperlakukan tidak manusiawi dan bahkan
diperlakukan kasar sebelum dimasukan di dalam penjara. Hal ini sangat
bertentangan dengan negara Indonesia yang notabenenya negara hukum.
Komitmen Indonesia sebagai Negara hukum pun selalu dan dinyatakan
secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.
Makna pesan sosial pada wacana yaitu Indonesia sebagai negara
hukum harus menegakkan hukum tanpa ada perlakuan yang tidak adil.
Hukum tidak boleh tumpul keatas dan runcing kebawah.
Wacana (42) Komika mengkritisi tentang politisi yang sering menipu
rakyatnya dengan mengumbar-ngubar jani politiknya, yang katanya
memberikan bukti bukan sekadar janji. Padahal, ketika ada tangisan dari
rakyat karena penderitaan. Mereka malah sibuk mengurusi
kekuasaannya, mencari kualisi untuk melanggengkan kekuasaan mereka.
Padahal yang dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah solusi dari para
politisi atau para pejabat Negara, buka janji-janji manis.
97
Makna pesan sosial pada wacana ialah janji harus ditepati. Dan
politisi harus mampu memberikan bukti nyata dari janji-janji yang telah
mereka katakan.
Selanjutnya wacana (43) Komika mengkritik ketidakpedulian
lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Timur untuk memasukkan
kesenian sasando dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Hal tersebut
diungkapkan melalui tuturan Komika “Di NTT sekalipun belajar sasando
itu tidak masuk dalam kurikulum”.
Sebagai salah satu ikon kesenian NTT, sasando dihadapkan pada
situasi yang ironis hingga tahun 2014, sasando belum pernah diajarkan
secara formal oleh sekolah-sekolah di NTT. Secara tersirat, Komika
menilai salah satu cara atau upaya pelestarian sasando adalah dengan
meneruskan dan mengajarkannya kepada generasi muda melalui
pembelajaran di sekolah. Dengan cara ini, sasando akan tetap menjadi
budaya yang langgeng dan dapat dikenali dan dimainkan oleh generasi
sekarang dan yang akan datang.
Makna pesan sosial dalam wacana tersebut adalah bahwa
lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Timur harus lebih memperhatikan
alat musik tradisional dan memasukkan kesenian sasando dalam
kurikulum pembelajaran di sekolah.
b. Makna Pesan sosial Akbar
Makna pesan sosial yang disampaikan Akbar terdapat pada data
berikut ini:
98
(44) Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya
Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah
menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang
sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah diributin
datangnya bulan. (Akbar, SUCI 1).
(45) Indonesia telah meredeka bagi sebagian orang, karena apa,
ingat! kita tentu diajari dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar ya. Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia, mengantar rakyat
Indonesia dengan selamat sentosa ke pintu gerbang. Cuman
sampai pintu gerbang lo ya, belum masuk lo ya. Cuman sampai
pintu gerbang, kita belum masuk. Masih antri, hanya sebagian
yang masuk, pejabat masuk, semua masuk, rakyat banyak yang
belum masuk. Menuju masyarakat yang merdeka, berdaulat,
adil dan makmur. (Akbar, SUCI 1).
(46) Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya
Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah
menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang
sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah diributin
datangnya bulan. (Akbar, SUCI 1).
Wacana (44) Komika mengkritisi perbedaan hari raya Idhul Fitri di
Indonesia. Perbedaan itu dikarenakan metode yang digunakan untuk
melihat hilal berbeda. Pemerintah menggunakan metode ruqyat,
99
sedangkan Muhammadiyah menggunakan hisab untuk mentukan bulan
baru 1 Syawal.
Makna pesan sosial dalam wacana ini ialah bahwa perbedaan itu
adalah hal yang wajar dan tidak perlu diributkan.
Pada wacana (45) Komika mengritisi kemerdekaan yang hanya
dinikmati oleh sebagian orang. Kemerdekaan hanyalah milik para pejabat
dan penguasa di negri Indonesia. Rakyat Indonsia hanya di antar sampai
ke pintu gerbang kemerdekaan namun belum bisa masuk dan menikmati
kemerdekaan.
Makna pesan pada wacana ini, yaitu pemerintah harus mampu
memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia sesuai bunyi UUD
1945.
Selanjutnya, wacana (46) Kekayaan alam Indonesia yang
melimpah ternyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Penyebanya karena banyaknya kekayaan Indonesia yang
dikuasai oleh asing. Komika mengkritisi tentang bayaknya kekayaan atau
aset Indonesia yang dimiliki atau dikelolah oleh Negara luar, itu terlihat
pada wacana “Tapi kita harus prihatin dengan Indonesia, semuanya
banyak yang dikuasai asing. Pertambangan milik asing, bank milik asing,
perusahaan-perusahaan milik asing”.
Penguasaan kekayaat atau aset Indonesia oleh asing sudah tidak
asing dan sudah menjadi rahasia umum. Itu terlihat kertika percakapan O1
dan O2.. O1: Pak, semua itu milik asing ya? O2: Ah itu sudah tidak asing.
Komika prihatin dengan Indonesia yang begitu banyak kekayaannya
100
namun banyak yang dikuasai oleh asing. Asing kendalikan semua sektor.
Menurut pengamat Ekonomi UGM Revrizon Baswir, sebagaimana dikutip
dari Hitbut-Tahrir.or.id, bahaya yang paling penting adalah asing tidak
hanya akan mengendalikan ekonomi tetapi mereka akan mengendalikan
semuanya. Sehingga siapapun yang berkuasa di negeri ini akan
bergantung kepada asing, karena asinglah yang mempunyai modal,
mereka yag menguasai lahan, mengendalika regulasi, sampai pada
kebijakan-kebijakan di tingkat mikro.
Makna pesan sosial pada wacana ialah banggalah dengan
Indonesia, namun mari kita kembali mengelola sendiri kekayaan Indonesia
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
c. Makna Pesan sosial Ari Kriting
Makna pesan sosial yang disampaikan Ari Kriting terdapat pada
data berikut ini:
(47) Orang sekolah sekarang itu, tambah aneh-aneh kurikulum itu,
coba kalia perhatikan! Sekolah sudah macam-macam jenis
sekolah, tiba-tiba di kota-kota besar ada lagi yang bikin sekolah,
“sekolah alam”. Saya pas perhatikan, sekolah alam konsepnya
apa? Dihutan-hutan, saya omong kosong. Bukannya apa-apa,
kalian itu sepertinya tidak bersyukur, orang-orang kota itu.
Sudah syukur-syukur dapat gedung, mereka pilih sekolah di
hutan lagi. Eh saya kasih tahu, di Indonesia Timur sana banyak
orang sekolah di hutan karena tidak bisa dapat gedung. Coba
bersyukur kah. Kalau memang kamu mau sekolah di hutan,
101
tidak usah kalian bikin lagi sekolah alam itu. Lebih bagus kita
tukaran aja kan? Kita datang di kota sekolah di gedung. Kamu
yang mau sekolah di alam itu, kamu pergilah di Indonesia Timur
itu, sekolah dengan kaswari-kaswari sekalian di sana. (Ari
Kriting, THE TOUR)
(48) Tapi bebicara tentang harga diri, harga diri saya itu tercoreng,
karena apa? Tim sepak bola kita kalah terus. Menurut saya
kekalahan timnas sepak bola itu karena satu, dia punya satu
kekurangan, kekurangan orang timur. Serius, sungguh ini.
Karena orang timur itu paling jago kalau main bola, dan kita jago
main bola karena kebiasaan berburu. Betul, iyo. Orang lain
kalau berburu itu pakai panah, tombak, senapan. Kalau kita
orang timur beda, kita kalau berburu itu yang namanya anoa,
kaswari, babi hutan itu kita kejar, kita kejar, kita kejar, kemudian
kita tackling. (Ari, SUCI 3)
(49) Jangan kaya anak-anak alay. Anak alay kalau temannya ulang
tahun malah dikerjain sama dia. Wis saya paling benci dengan
yang begitu. Temannya ulang tahun diikat, iyakan diikat,
ditimpuk-timpukkin, disiram bensi, dibakar. Sudah begitu kenapa
kalau orang ulang tahun itu identik dengan suka di lempar-
lempar dengan telur, iya kan?. Itu kan mubazir, mending
telurnya dimakan. Apalagi yang masih mahasiswa, sok kaya lagi
lempar-lempar orang pakai telur, mending kalian goreng untuk
dikossan kan. Ini di lempar-lempar dengan telur, menurut saya
102
itu kegiatan yang mubazir dan tidak mendidik sama sekali.
Kalau mau, teman-teman kalian pas ulang tahun lakukanlah
acara yang mendidik. Jangan dilempar telur, dilempar
pertanyaan. Pas ulang tahun, siapakah penemu benua
amerika?. Colombus. Bagus, jangan dilempar telur. (Ari,
Indosiar, lucunya tu disini).
(50) Dan terkait untuk masalah budaya. Saya sebenarnya juga
bangga dengan seluruh budaya Indonesia, kecuali satu, budaya
wayang orang. Menurut saya itu agak mendiskriminasi. Karena
mendiskriminasi orang timur kalau menurut saya. Karena di
budaya wayang orang itu. Kalau kita lihat itu tokoh-tokoh
utamanya itu yang namanya Arjuna, yang namanya Rama, dan
lain sebagainya itu kan gagah-gagah kan. Giliran penjahatnya
itu diwujudkannya hitam dan rambutnya kriting. Itu pasti orang
timur. Dan juga itu dinamakan Buto. Ini kalau menurut saya ini
plesetan saja ini. Sebenarnya ini pasti namanya Beta itu. (Ari
Kriting).
(51) Dan masalah kulit, orang yang kulitnya gelap itu paling sering
dibullying. Saya itu kalau masih menelpon di tempat umum ada
saja yang celoteh-celoteh tidak enak itu. O1: Ih penumpang
gelap ya. Kalau naik angkot juga begitu, baru naik, tak, ini
sudah ada lagi penumpang di dalam. O1: Ihiyyy, penumpang
gelap?. Sampai di dalam angkot ditanya lagi.
O1: Mau kemana mas?
103
O2: Mau ke pasar
O1: Pasti pasar gelap ya?
Padahalkan tidak ada hal-hal seperti itu, omong kosong semua
kan?. Mana ada tuh yang namanya pasar gelap. Memang
pernah ke pasar terus
O1: Ibu, mau beli
O2: Beli apa?
O1: Beli baju
O2: Sabar sebentas saya carikan, ini gelap, ini gelap.
Wacana (47) Komika mengkritisi tentang sekolah alam yang
dilakukan oleh orang-orang kota. Komika mengkritis sekolah alam yang
bertemakan di hutan-hutan dan mengatakan orang-orang yang
mengadakan sekolah itu tidak berysukur dengan fasilitas gedung yang
ada di kota. Komika membandingkan dengan orang-orang yang ada di
timur yang masih tertinggal terkait infrastruktur, terkhususnya infrastruktur
untuk pendidikan. Di wilayah Papua, perkembangan pendidikan masih
sangat memprihatinkan. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Papua
masih rendah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan jika
lebih dari 50% anak-anak usia sekolah (3-19 tahun) tidak mendapatkan
pendidikan di sekolah. Minimnya fasilitas masih menjadi faktor utama. Di
Papua masih banyak sekolah yang berdiri seadanya dengan
menggunakan tenda dan kursi yang lapuk.
Melihat fenomena tersebut. Komika menawarkan untuk tukar
sekolah. Orang-orang timur datang untuk sekolah di kota dan
104
menggunakan fasilitas gedung dan orang-orang yang mau sekolah di
alam pergi sekolah di wilayah Indonesia timur.
Makna pesan sosial dalam wacana Komika, yaitu kita harus
senantiasa bernyukur dengan apa yang kita miliki, terkhususnya fasilitas
pendidikan yang layak. Karena masih banyak di tempat atau daerah lain
yang pendidikannya belum atau tidak layak.
Pada wacana (48) Komika mengkritik Tim Nasional Indonesia
(Timnas) yang kalah terus, terkhususnya Timnas sepak bola Indonesia
terus menerus merasakan kekalahan. Menurut Komika, kekalahan Timnas
sepak bola Indonesia karena kekurangan pesepak bola dari timur.
Indonesia memiliki potensi besar sebagai sebuah bangsa yang besar.
Dikarenakan budaya dari ujung barat hingga ujung timur, membuat
bangsa Indonesia begitu besar. Begitupun yang terlihat di dunia sepak
bola. Di mana bintang-bintang Timnas Indonesia datang dari segala
penjuru Nusantara. Tak sedikit pula mutiara dari timur Indonesia yang
begitu berkilau mebela bangsa di level Internasional. Pesepak poda dari
timur memang terkenal dengan talenta pesepak bolanya. Seperti Ronny
Pattinasarani (Makassar), Rochi Putiray (Ambon), Elie Aiboy (Jayapura),
Boaz Solossa (Papua), dan begitu banyak pemain yang berasal dari timur
yang memiliki potensi yang sangat luar biasa di persepak bolaa Indonesia.
Makna pesan sosial adalah agar pemerintah banyak merekrut
orang timur masuk di Timnas Indonesia, karena orang-orang timur
memiliki talenta dalam sepak bola.
105
Wacana (49) ini Komika mengkritisi perilaku anak-anak ketika
merayakan ulang tahun. Komika menyebut mereka anak alay karena
berlebihan dalam melakukan sesuatu, terutama merayakan ulang tahun.
Anak-anak zama sekarang sering kali merayakan ulang tahun dengan
melempar telur dan tepung kepada temannya yang sedang berulang
tahun. Menurut Komika kegiatan seperti itu sangat mubazir apatahlagi jika
hal tersebut dilakukan oleh mahasiswa yang hidup kos, menurut Komika
lebih baik telur itu dimasak dan dimaka oleh anak-anak kos. Dilain sisi,
kegiatan semacam ini juga tidak terdidik. Senghingga pada akhir
kalimatnya Komika memberikan saran kepada mereka untuk jangan
melempar telur, melainkan melempar pertanyaan yang menambah
wawasan ilmu pengetahuan kepada teman yang sedang ulang tahun.
Makna pesan sosialnya adalah berhenti melakukan kegiatan yang
mubazir dan tidak mendidik, terkhususnya ketika perayaan ulang tahun.
Dalam wacana (50) Komika mengkritisi tenyang budaya-budaya
yang selalu mendiskriminasi orang-orang yang berkulit hitam dan
berambut kriting. Seringkali tokoh-tokong yang ada dalam sebuah cerita
budaya menjadikan tokoh utamanya adalah orang-orang yang gagah,
tanpan, dan putih. Sedangkan penjahat selalu diperankan oleh orang-
orang yang berkulit hitam, dan berambut keriting. Menurut Komika, ini
merupakan perlakuan yang diskriminasi orang-orang timur yang secara
fisik wajahnya hitam dan berambut keriting.
106
Makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika adalah agar
diskriminasi itu dihilangkan, agar semua tidak ada yang di beda-bedakan
dan agar tidak ada kecemburuan sosial.
Selanjutnya wacana (51) tersebut. Komika mengkritisi tentang
orang-orang yang sering membullying orang yang berkulit hitam,
terkhususnya orang-orang timur yang memiliki kulit hitam da rambut
keriting. Komika menceritakan bagaimana Komika dibully dengan kata
penumpang gelap oleh orang lain ketika dia hendak menaiki angkot.
Bullying memang sering kali terjadi di sekitara kita, terutama bullying yang
berkaitan dengan fisik. Bullying memiliki dampang yang besar terhadap
korban bully, dampaknya merusak kepercayaan diri korban dan bahkan
sampai membuat korban bisa membunuh dirinya karena tidak sanggup
menahan penderitaan mental dikarenakan bullying.
Makna pesan sosial yaitu janganlah kita melakukan bullying
terhadap orang lain, terutama bullying terhadap fisik orang lain, karena
bisa merusak psikologis orang lain.
d. Makna Pesan Sosial Dzawin
Makna pesan sosial yang disampaikan Dzawin terdapat pada data
berikut ini:
(52) Gue benaran kurang suka sama bola gitu. Tapi ada teman gue
bilang katanya gue banci karena gue enggak suka nonton bola.
Sekarang gini, nonton bola itu adalah Fashion men. Lu suka
nonton bola itu karena Fashion, gue nggak suka nonton bola
karena gue punya Fashion lain, gue suka naik gunung. Dan naik
107
gunung itu adalah salah satu olahraga ekstrem. Dan lu masih
mau bilang kalu gue banci? Iya kan. Sekarag gini, kita kalau
naik gunung kita pakai perlengkapan lengkap men. Kita bawa
kompas, matras, tenda, kos-kossan, kamar madi dalam, ibu kos,
waow dibawa semuanya. (Dzawin, SUCI 4).
(53) Tapi lo sadar nggak sih ya, ketika banyak orang sekarang itu
lebih rela untuk bangun malam untuk nonton bola ketimbang
bangun malam sholat tahajud, benar nggak sih? Iya nggak sih?
Benarkan. Gue pikir-pikir ini adalah akibat dari salah satu
faktornya adalah kebanyaka iklan-iklan, iya kan? Banyak iklan di
Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tetapi nggak
ada satu pun iklan di Indonesia yang memacu kita untuk sholat
tahajud. Bener nggak, sih? Iya, nggak? Emang di sini ada yang
pernah lihat iklan sholat tahajud gitu? Nggak ada kan?
Seharusnya ada, men, seharusnya ada kayak “Extra joss susu
jahe untuk menemani sholat tahajudmu”, atau “Kuku bima
religi”, atau “Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”.
(Dzawin, SUCI 4).
(54) Kalau menurut gue, fungsi dari pakaian, fungsi dari fashion itu
ada dua. Yang pertama fisual, yang kedua fungsional. Enak
dilihat dan bisa merepresentasikan sikap. Percuma pakai peci,
koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas bulan puasa,
ada warteg masih digerebek. Iya kan? Padahal udah ditirai
masih digerebek. Kan kasihan. Gue belum kenyang. Lagian gini
108
men. Orang-orang yang makan di warteg pas bulan puasa,
emang mereka pas makan pernah ada yang pamer? Keluar dari
warteg terus bawa es teh gitu, ada orang yang lagi puasa, cie
aus. Enggak pernah kan?. Gini men. Percuma gitu pakai peci,
koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas lagi ceramah
di atas panggung, kepala orang dipiting. Percuma. Siapa
namanya tuh? Ustad apa? Ustad apa? Ya, Ustad Harajuku. Ini
mungkin waktu dia masih di pesantren, temen-temennya
bangun malam buat sholat tahajud, dia bangun malam buat
nonton smackdown. (Dzawin, SUCI 4).
(55) DPR itu tugasnya kan untuk mendengarkan suara rakyat,
aspirasi rakyat. Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan
suara rakyat, ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu
tinggi, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry, ya kan?
Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di
tengah-tengah pasar, iya. Di pasar itu kan segala macam ada
kan? Dari tukang ayam, sampai tukang cabe, ayam kampus,
cabe-cabean. Ada dari gembel ngemis, sampai gembel ngelem,
ada men. Biasa ke kantor pake Camry, ini jalan jalan kaki, pas
lagi jalan ketemu preman. Tapi enggak akan dipalak. Ndak
berani preman pasar malak preman negara. (Dzawin, SUCI 4).
(56) Tapi sebenarnya jujur, gua kurang suka sama bola, gua kurang
suka nonton bola, nggak suka bahkan. Karena kalau menurut
gua, bola itu penuh dengan provokasi. Loe lihat kemarin itu ada
109
kasus Materazzi disundul sama Zidane. Itu karena Materazzi
memprovokasi Zidane. O1: Eh, Zidane, ibu kamu teroris ya? (Zidane masih sabar).
O1: Eh, Zidane, adik kamu teroris ya? (Zidane masih sabar).
O1: Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya?
O2: Eh, anjir, gua digombalin. Derrr (menanduk dada O1).
(Dzawin SUCI 4).
(57) Banyak orang sekarang itu beli Hp lebih mengedepankan
gengsi ketimbang fungsi. Beli Hp sampai 12 Juta, tapi pengen
pamerin, niatnya di pamerin. Pengen dipamerein tapi
dikantongin, lu kalau pengen pamer jangan dikantongin, tempel
di jidat, Hp, Hp, Hp. Beli Hp mahal banget sampai 12 Juta.
Motor gue aja beli seken itu cuman 7 Juta. Lu beli Hp 12 Juta
buat apa coba? Dipake ngojek nggak bisa, pake boncengan
enggak bisa, ditaru di parkiran ilang. Beli Hp 12Juta, itu Hp 12
Juta 2 biji kalau digabungin dijual, mak gue umroh. (Dzawin
SUCI 4). (58) Lagian gini men. Cewek itu sering banget ngomongin masalah
kesetaraan gender. Bener gak sih? Lagian kesetaraan gender
itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal
sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Contohnya
begini. Gua naik bis, gua naik kereta sama adek gua, tempat
duduknya cuma satu. Adek gua duduk, gua berdiri, nggak
setara, tetapi proporsional, karena gua lebih kuat, hitungannya
setara. Atau pakai solusi yang kedua, gua duduk, adik gua gua
110
pangku. Ini cewek mintanya kesetaraan gender, tapi giliran di
kereta tempat duduk cuma satu, gua duduk dia berdiri ngelihatin
gua terus. Ya, nggak gua kasih, kan setara. Kalau mau, pakai
solusi yang kedua, elu gua pangku. Iya, nggak? Kalau elu gua
pangku, ya adik gua berdiri. Iya kan? Kalau masih nggak mau
juga, ya udah silakan duduk, tapi elu pangku gua, ya adik gua
berdiri lagi. (Dzawin, SUCI 4).
(59) Eh, loe tahu nggak sih, dari sekian banyak makanan nusantara,
makanan yang menurut gue paling enak itu adalah makanan
pesantren. Kenapa? Karena makanan pesantren itu bergizi
men, bergizi rendah. Pagi-pagi kita makan nasi, tahu, kerupuk.
Siang-siang kita makan nasi, tempe, kerupuk. Malam-malam
kita makan hati men. Makannya itu-itu mulu. (Dzawin, SUCI 4).
Wacana (52) Komika mengkritisi orang-orang yang menilai bahwa
laki-laki yang tidak suka menonton sepak bola adalah banci. Tidak semua
orang suka dengan sepak bola dan tidak semua orang yang tidak suka
sepak bola tersebut adalah banci. Karena menurut Komika, menonton
sepak bola adalah Fashion dan tidak semua orang Fashionnya sama.
Jadi, makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika ialah
jangan menghujat atau menjustifikasi orang yang tidak suka menonton
sepak bola adalah banci. Karena semua orang punya hobi yang berbeda-
beda.
Wacana (53) Komika mengkritisi tayangan iklan yang disiarkan di
televisi Indonesia, yang hanya menampilkan konten produk barang dan
111
jasa saja, tanpa memiliki pesan moral tertentu yang bisa bermanfaat untuk
masyarakat, misalnya ajakan beribadah seperti salat tahajud. Dampaknya,
kesadaran masyarakat untuk menjalankan ibadah pun berkurang,
terkhususnya salat wajib dan tahajud. Hal ini ditunjukkan Komika pada
kalimat “Banyak iklan di Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola,
tapi nggak ada satupun iklan di Indonesia yang memacu kita untuk sholat
tahajud.” Contoh beberapa iklan produk makanan dan minuman ringan
mempersuasi masyarakat untuk lebih menyaksikan pertandingan sepak
bola pada dini hari atau subuh, alih-alih melaksanakan salat tahajud (bagi
pemeluk agama Islam).
Oleh karena itu, makna pesan sosial yang disampaikan oleh
Komika ialah agar iklan di televise dapat menumbuhkan, mengajak, dan
memicu kesadaran masyarakat untuk taat beribadah terkhususnya salat
tahajud.
Dalam wacana (54) Tuturan tersebut mengimplikasikan ormas
Islam yang diasosiasikan melalui frasa “peci, koko, sarung serta kata
gerebek” yang berkenaan dengan aksi penggeledahan dan razia rumah
makan oleh ormas Islam tertentu pada Bulan Ramadhan.
Makna pesan sosial pada wacana ini yaitu fashion kita harus enak
dilihat dan bisa merepresentasikan sikap kita dan kita harus mampu
bersikap toleran terkhususnya ormas Islam.
Wacana (55) Komika mengungkapkan, fungsi keterwakilan suara
rakyat yang diemban oleh anggota DPR tidak berjalan secara ideal. Hal ini
ditandai melalui tuturan “Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara
112
rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke
Kantor, ke Kantor itu pakai Camry”. Tuturan Tembok yang begitu tinggi
merupakan ungkapan yang berhubungan dengan Kantor DPR RI yang
berada di Senayan Jakarta. Kata Camry mengacu pada mobil sedan
berkelas menengah ke atas yang bernama Toyota Camry. Tuturan ini
merupakan gambaran simbol kemewahan anggota DPR. Oleh demikian,
tuturan tersebut mengimplikasikan para anggota DPR yang begitu sulit,
ditemui, didekati, dan tidak merakyat.
Sebagai simbol kerakyatan, Komika mengusulkan agar Kantor DPR
RI dipindahkan ke lingkungan sosial yang dekat dengan aktivitas
masyarakat, misalnya pasar tradisional yang dijadikan sebagai simbol
kerakyatan, pasar menjadi tempat jual-beli masyarakat, terutama
masyarakat lapisan menengah ke bawah. Hal itu dilakukan agar anggota
DPR bisa mengetahui masalah yang dialami masyarakat serta
mendengarkan aspirasi dan kebutuhan mereka secara langsung.
Makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika adalah DPR
harus mampu dekat dan mendengar insprirasi rakyat dan mudah ditemui,
didekati, dan merakyat.
Dalam wacana (56) Pada wacana Komika mengungkapkan ketidak
sukaannya terhadap sepak bola. Ketidak sukaannya dikarenakan sikap
provokasi yang ada dalam sepak bola yang berbau SARA. Hal tersebut
ditandai melalui tuturan “bola itu penuh dengan provokasi, Materazzi, dan
Zidane”. Ketiga tuturan tersebut mengimplikasikan kasus provokasi
berbau isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dilakukan
113
oleh pemain bertahan timnas Italia, Marco Materazzi terhadap pemain
Prancis Zinedine Zidane.
Makna pesan sosial yang disampaikan Komika, yaitu agar dalam
persepakbolaan tidak ada provokasi yang mengandung SARA agar
meminimalisir perkelahian dan permusuhan dalam sepak bola.
Wacana (57) Pada wacana ini Komika mengkritisi terkait orang-
orang yang membeli suatu barang dengan lebih mengedepankan gengsi
ketimbang fungsi. Contoh yang disampaikan oleh Komika ialah orang-
orang yang membeli Hp sampai 12 Juta hanya untuk dipamerkan.
Makna pesan sosial dalam wacana ini, yaitu mengajak agar orang-
orang membeli suatu barang lebih mengedepankan fungsi dari pada
genggsi.
Pada wacana (58) Dalam wacana, Komika mengkritik kaum
perempuan, secara khusus yang sering membicarakan dan menuntut
persamaan hak atau kesetaraan gender terhadap kaum laki-laki. Hal
tersebut terdapat pada kalimat “Cewek itu sering banget ngomongin
masalah kesetaraan gender”. Hal yang dikritik pada wacana ini ialah
kesalahpahaman kaum perempuan terhadap konsep kesetaraan gender.
Hal ini ditunjukkan melalui tuturan “Lagian kesetaraan gender itu
maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum
tentu proporsional, belum tentu pas”. Dalam ilustrasinya di atas, seorang
wanita di kereta api yang tengah berdiri karena tidak mendapatkan kursi
kosong, ia selalu memandangi Komika yang sedang duduk bersama
adiknya, dengan harapan Komika mempersilakan wanita tersebut
114
menduduki kursinya. Komika tidak memberikan kursinya untuk ditempati
oleh wanita tersebut karena ia memiliki hak untuk tetap menduduki kursi
yang sudah ditempatinya sejak awal dan ia merasa tidak adil jika ia harus
berdiri karena memberikan kursi yang didudukinya ditempati oleh wanita
tersebut. Dengan kata lain, wanita itu ingin berusaha mendapatkan
haknya untuk menduduki kursi tersebut dengan melanggar atau
mengabaikan hak Komika menempati kursi tersebut. Makna pesan sosial
Komika, yaitu kesetaraan itu penting, namun harus proposional.
Selanjutnya, wacana (59) Komika mengkritisi pondok pesantren
selaku institusi pendidikan Islam yang tidak terlalu memberikan perhatian
serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri. Hal tersebut
diungkapkan pada tuturan “Karena makanan pesantren itu bergizi, men,
bergizi rendah”.
Pada pagi hari, para santri dihidangakan nasi, kerupuk, dan tahu.
Pada siang hari, nasi, tempe, dan kerupuk menjadi menu santap siang
para santri. Jika menakar kandungan gizi makanan tersebut, maka
didapat hasil sebagai berikut: nasi mengandung karbohidrat; tahu
mengandung protein, lemak, dan karbohidrat; tempe mengandung protein,
lemak, dan karbohidrat; kerupuk mengandung karbohidrat serta kadar
gula dan garam yang tinggi. Komika menilai, kandungan dan
keseimbangan gizi dari pangan-pangan tersebut memprihatinkan.
Sementara itu, tuturan “makan hati” yang diungkapkan Komika
bukan mengacu pada aktivitas mengonsumsi jeroan ati ampela,
melainkan sebuah ungkapan yang bermakna “kecewa, sedih, atau kesal‟.
115
Komika kecewa dan sedih karena sepanjang dan setiap hari para santri
selalu disajikan menu makanan yang sama yang memiliki kualitas gizi
yang rendah dan tidak seimbang.
Jadi makna pesan sosial pada wacan ini, yaitu harapan agar
pondok pesantren selaku institusi pendidikan Islam agar memberikan
perhatian serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri.
B. Pembahasan
1. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice dalam Wacana Humor
Stand Up Comedy (SUC).
Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada bagian hasil
penelitian ditemukan bahwa bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice,
yakni pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,
dan maksim cara. Keempat maksim tersebut, yang paling menonjol atau
paling banyak ditemukan pada Stand Up Comedy wacana sosial, yaitu
maksim kualitas.
Hasil temuan diperoleh bahwa pelanggaran maksim kualitas dalam
Stand Up Comedy wacana sosial di Indonesia disebabkan oleh penutur
yang mengatakan sesuatu yang tidak benar atau mengatakan sesuatu
yang diyakini salah dan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak
dapat dibuktikan secara memadai. Pelanggaran ini terjadi jika penutur
tidak memiliki keyakinan untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra
tutur atau pendengar. Pelanggaran maksim kualitas merupakan
pelanggaran yang banyak dilakukan oleh Abdur. Pelanggaran sengaja
dilakuakan oleh Komika agar tercipta kelucuan dan efek humor. Dengan
116
demikian, diperoleh bahwa pelanggaran maksim kualitas berupa
pernyataan sesuatu yang tidak benar atau pernyataan sesuatu yang
diyakini salah dan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara memadai dapat menimbukan humor atau kelucuan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Tustiantina (2014:95) dalam penelitiannya
yang mengatakan bahwa untuk membentuk kelucuan diperlukan
pelanggaran maksim kualitas yakni mengungkapkan informasi yang
diragukan kebenarannya.
Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pelanggaran maksim kuantitas yakni adanya informasi yang disampaikan
tidak informatif dan informasi yang disampaikan berlebihan yang melebihi
yang dibutuhkan. Pelanggaran maksim kuantitas dilakukan oleh penutur
dengan tujuan untuk menimbulkan efek humor yang mengakibatkan gelak
tawa oleh lawan tutur atau penonton. Hal ini sejalan dengan pendapat
Yule (2006) yang mengatakan untuk menciptakan kelucuan, maka harus
memberikan informasi yang kurang dari informasi yang dibutuhkan.
Dengan demikian, apabila informasi yang disampaikan kurang informatif,
maka informasi tersebut dapat mengandung humor.
Pelanggaran maksim relevansi terjadi karena pemberian informasi
yang tidak relevan dengan konteks tuturan. Antara penutur dan lawan
tutur tidak terjadi hubungan yang relevan sehingga terjadi pelanggaran
maksim relevansi. Dalam penelitian ini lebih banyak ditemukan
pelanggaran relevansi yang dilakuakan oleh Abdur. Pelanggaran maksim
relevansi biasanya terjadi karena penutur sengaja agar terjadi efek
117
kelucuan atau humor didalam Stand Up Comedy. Hal ini selaras dengan
temuan Tustiantina (2014:95), yaitu pelanggaran maksim relevansi
menghasilkan kelucuan karena ketidaksingkronan topik pembicaraan.
Selanjutnya, hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
pelanggaran maksim cara, yaitu adanya informasi yang taksa atau
ambigu, tidak jelas, dan tidak teratur. Pelanggaran in sengaja dilakukan
agar yang disampaikan menimbulkan efek humor. Hal ini sejalan dengan
temuan Tustiantina (2014:95) yang mengatakan bahwa kelucuan dapat
hadir ketika maksim cara dilanggar.
Dengan demikian, dalam berkomunikasi diharapkan penutur
menerapkan prinsip kerja sama agar komunikasi berlangsung dengan
lancar. Namun, pada kenyataannya prinsip kerja sama tidak harus selalu
ditaati. Prinsip kerja sama hanya dapat diterapkan pada konteks
kebahasaan yang formal atau resmi. Tetapi dalam konteks yang
nonformal prinsip kerja sama dapat dilanggar dengan tujuan memberikan
hiburan dan kritikan terhadap fenomena yang terdapat dalam masyarakat.
Hal ini diperkuat dalam temuan yang diperoleh peneliti, yakni berdasarkan
teori Grice yang membagi empat maksim tersebut masing-masing dimulai
dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim
cara.
2. Makna Pesan Sosial yang Disampaikan Komika Dengan
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice dalam Wacana Humor
Stand Up Comedy (SUC).
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian pada bagian terdahulu
118
ditemukan bahwa makna pesan yang disampiakan oleh Komika Stan Up
Comedy berupa kritik terhadap fenomena yang ada di masyarakat. Seperti
Abdur yang menyampaikan Stan Up Comedy dengan makna pesan sosial
bahwa pemerintah harus menegakkan hukum, melakukan pemerataan
pembangun diseluruh wilayah Indonesia, menyelesaikan angka buta
huruf, serta pemerintah harus sigap, tanggap, meperhatikan korban
bencana tanpa ada pilih kasih, dan terkhusus institusi pendidikan di Nusa
Tenggara Timur agar lebih memperhatikan alat musik tradisoanal dan
memasukkan kesenian sasando dalam kurikulum pembelajaran di
sekolah.
Selain itu, makna pesan sosial yang disampaiakan Komika Abdur
terhadap masyarakat bahwa berhenti menilai orang dari penampilan
luarnya saja, dan serta mari menjaga kebersihan, sehingga tempat-tempat
pariwisata tetap bersih dan masyarakat bisa menikmati tempat pariwisata
dengan nyaman dan aman. Di samping itu, terhadap dunia seni dan
perfilman, pesan sosial yang disampaikan oleh Komika bahwa
sinematografi Indonesia harus memberikan peran yang tanpa
mendiskreditkan beberapa pihak, serta para penyanyi dangdut harus lebih
memperhatikan dan mementingkan kualitas dan makna lagu dibangding
dengan goyangan.
Selanjutnya, makna pesan yang disampaiakan oleh Akbar bahwa
perbedaan itu adalah hal yang wajar dan tidak perlu diributkan dan
pemerintah harus mampu memberikan kemerdekaan kepada rakyat
Indonesia sesuai bunyi UUD 1945. Selain itu, dalam wancananya Komika
119
menyampaikan bahwa banggalah dengan Indonesia, namun mari kita
kembali mengelola sendiri kekayaan Indonesia untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Makna pesan sosial yang disampaikan Ari Kriting yaitu bahwa kita
harus senantiasa bernyukur dengan yang kita miliki, terkhususnya fasilitas
pendidikan yang layak. Karena masih banyak di tempat atau daerah lain
yang pendidikannya belum atau tidak layak. Selain itu, makna pesan
sosial yang disampaiakan oleh Ari Kriting bahwa berhentilah melakukan
kegiatan yang mubazir dan tidak mendidik. Serta berhenti melakukan
bullying terhadap orang, terutama bullying terhadap fisik orang, karena
bisa merusak psikologis orang lain. Di samping itu, ia juga menyampaikan
bahwa diskriminasi itu dihilangkan, agar semua tidak ada yang dibeda-
bedakan dan agar tidak ada kecemburuan sosial.
Makna pesan sosial yang ada dalam wacana Dzawin bahwa
kesetaraan itu penting, namun harus proposional, dan jangan menghujat
atau menjustifikasi orang yang tidak suka menonton sepak bola adalah
banci. Karena semua orang punya hobi yang berbeda-beda. Dan ia pun
mengatakan bahwa jika kita membeli suatu barang harus lebih
mengedepankan fungsi dari pada genggsi. Serta fashion kita harus enak
dilihat dan bisa merepresentasikan sikap kita dan kita harus mampu
bersikap toleran terkhususnya ormas Islam.
Selain itu, makna pesan sosial yang disampaiakan oleh Dzawin
bahwa pondok pesantren selaku institusi pendidikan Islam agar
memberikan perhatian serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri.
120
Dan iklan di Tv harus dapat menumbuhkan, mengajak, dan memicu
kesadaran masyarakat untuk taat beribadah terkhususnya salat tahajud.
Di samping itu, ia juga menyampaikan bahawa DPR harus mampu dekat
dan mendengar insprirasi rakyat dan mudah ditemui, didekati, dan
merakyat.
Dengan demikian, wacana humor yang diciptakan oleh Komika
dengan berbagai cara yang unik untuk menyampaikan makna pesa sosial
terhadap fenomena sosial, sehingga bukan hanya humor yang bisa di
ambil oleh lawan tutur, melainkan pesan-pesan yang disampaikan oleh
Komika melalui lelucon atau humor. Sesuai dengan penelitan yang
dilakukan oleh Sari (2012) yang menemukan fungsi humor dalam Stand
Up Comedy yang disampaikan oleh Raditya Dika. Hal ini pun selaras
dengan teori yang dikemukakan oleh Danandjaja (dalam Rahmanadji
2007:219), yaitu humoe dapat berfungsi sebagai sarana penyalur
perasaan yang menekan diri seseorng. Persaan tersebut dapat
disebabkan oleh ketidak adilan social persaingan politik, ekonomi, suku
bangsa tau golongan, dan kengkangan dalam kebebasan bergerak, seks,
atau kebebasan megeluarkan pendapat.
121
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab empat dapat disimpulkan
bahwa bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice yang ditemukan oleh
peneliti, yaitu (1) maksim kuantitas meliputi informasi yang disampaikan
kurang informatif dan melebihi yang dibutuhkan, (2) maksim kualitas
meliputi mengatakan sesuatu yang diyakini salah dan menyatakan
sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara memadai, (3) maksim
relevansi meliputi pemberian informasi yang tidak relevan dengan konteks
tuturan, dan (4) maksim cara meliputi tuturan yang tidak jelas dan memiliki
makna ganda.
Makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika, yaitu (1)
pemerintah harus menegakkan hukum, melakukan pemerataan
122
pembangun diseluruh wilayah Indonesia, menyelesaikan angka buta
huruf, serta pemerintah harus sigap, tanggap, meperhatikan korban
bencana tanpa ada pilih kasih, dan terkhusus institusi pendidikan agar
memperhatikan alat musik tradisoanal, (2) senantiasa bernyukur dengan
apa yang dimiliki, berhenti menilai orang dari penampilan luarnya saja,
berhentilah melakukan kegiatan yang mubazir dan tidak mendidik,
menjaga kebersihan, jangan mendiskreditkan beberapa pihak, berhenti
melakukan bullying terhadap orang, terutama bullying terhadap fisik
orang, karena bisa merusak psikologis orang lain, serta para penyanyi
dangdut harus lebih memperhatikan dan mementingkan kualitas dan
makna lagu dibangding dengan goyangan, (3) perbedaan itu adalah hal
yang wajar dan tidak perlu diributkan, banggalah dengan Indonesia,
kesetaraan itu penting, namun harus proposional, dan membeli suatu
barang harus lebih mengedepankan fungsi dari pada genggsi. Serta
fashion kita harus enak dilihat dan bisa merepresentasikan sikap kita dan
kita harus mampu bersikap toleran, dan (4) pondok pesantren selaku
institusi pendidikan Islam agar memberikan perhatian serius pada
persoalan kebutuhan gizi para santri. Dan iklan di Tv harus dapat
menumbuhkan, mengajak, dan memicu kesadaran masyarakat untuk taat
beribadah terkhususnya salat tahajud. Di samping itu juga DPR harus
mampu dekat dan mendengar insprirasi rakyat dan mudah ditemui,
didekati, dan merakyat.
Dengan demikian, dalam berkomunikasi diharapkan penutur
menerapkan prinsip kerja sama agar komunikasi berlangsung dengan
123
lancar. Namun, pada kenyataannya prinsip kerja sama tidak harus selalu
ditaati. Prinsip kerja sama hanya dapat diterapkan pada konteks
kebahasaan yang formal atau resmi. Tetapi dalam konteks yang
nonformal prinsip kerja sama dapat dilanggar dengan tujuan memberikan
hiburan dan kritikan terhadap fenomena yang terdapat dalam masyarakat.
Dan wacana humor yang diciptakan oleh Komika dengan berbagai cara
yang unik untuk menyampaikan makna pesan sosial terhadap fenomena
sosial, sehingga bukan hanya humor yang bisa di ambil oleh lawan tutur,
melainkan pesan-pesan yang disampaikan oleh Komika melalui lelucon
atau humor.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh peneliti,
maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Kepada para pendengar atau penonton Stand Up Comedy agar lebih
bijak dalam merespon dan memahami Stand Up Comedy serta dapat
mengambil pesan-pesan positif terhadap apa yang disampaikan oleh
Komika.
2. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan pendekatan
Grice pada aspek implikasi wacana humor terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia.
124
3. Kepada guru agar bisa menggunakan teori penelitian ini dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianus. 2013. “Stand Up Comedy Apa Itu?” (Online). (https://apostleadrianus.
Wordpress. Com /2013/01/07/221-research-standup-comedy-apa-sih-
itu/. Diakses tanggal 21 Juli 2020 pukul 19.00)
Aliah Darma, 2009, Analisis Wacana Kritis, Bandung: Yayasan Widya bekerja
sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI.
Andrianto, Oktavianus. 2006. Evaluasi Kebijakan Metode Penyusutan Aktiva
Tetap dan pengaruhnya Terhadap Laba.
Arminto, Odios. 2014. “Mari Melek Sejarah Perlawakan Kita Sendiri”.
http://hiburan.kompasiana.com/humor/2014/10/02/mari-melek-sejarah-
perlawakan-kita-sendiri-692478.html(diakses tanggal 20 Januari 2015
pukul 22.05).
Asyura, Muhammad, Chairil Effendy, dan Martono 2014. Makna dan fungsi
humor dalam kumpulan cerita Abu Nawas (Jurnal) Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Untan, Vol 3, No 4, April 2014. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana Teori, Metode, dan Penerapanya pada
Wacana Media. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Baryadi, Pratomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam bahasa.
Yogyakarta: Pustaka ganda Suli
2015. Teori-teori Linguistik Pascastruktural Memasuki
Abad ke-21. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Compas TV, Stand Up. 2016. “Abdur: Angka Kriminalisasi Tertinggi
(SUCI 4 Grand Final)”. (Online), (http://youtu.be/pFzsQpCFp_8.
Diakses 20 September 2020).
______2016. “Abdur: Di-Folbek Raditya Dika (SUCI 4
Preshow)”. (Online), (http://youtu.be/YBnYbUhjWwU. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Handphone Sumber Kecelakaan (SUCI 4
Show 4)”. (Online), (http://youtu.be/tbGjHRM1D3k. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Indonesia Ibarat Kapal Tua (SUCI 4 Gran
Final)”. (Online), (http://youtu.be/3754EDgx_rc. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Indonesia Masuk Piala Dunia (SUCI 4
Show)”. (Online), (http://youtu.be/UEYEzNocKWc. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Orasi Dari Timur (SUCI 4 Show 6)”.
(Online), (http://youtu.be/WfCVdopmpEE. Diakses 20 September
2020).
_____________ 2016. “Abdur: Pe Es Ka Kupang (SUCI 4 Show 9)”.
(Online), (http://youtu.be/thLEyKQGkwQ. Diakses 20 September
2020).
_____________ 2016. “Abdur: Sasando (SUCI 4 Show 14)”. (Online),
(http://youtu.be/2Gmejlze-Z8. Diakses 20 September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Saya Mau Seperti Kakak Glenn Fredly
(SUCI 4)”. (Online), (http://youtu.be/qMlvouSMcZk. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Abdur: Suara Mior Dari Timur (SUCI 4 Show 1)”.
(Online), (http://youtu.be/KRrdfOnMLWo. Diakses 20 September
2020).
_____________ 2016. “Abdur: Tempat Kejadian Fashian (SUCI 4 Show
13)”. (Online), (http://youtu.be/64k5X8nOxe8. Diakses 20
September 2020).
_____________ 2016. “Akbar: Mencintai Indonesia (SUCI 1 Show 6)”.
(Online), (https://youtu.be/GAgBjreqxxM. Diakses 15 Oktober 2020).
_____________ 2016. “Dzawin: Tim U 19 (SUCI 4 Show 15)”. (Online),
(https://youtu.be/V5QnTjJKAv0. Diakses 15 Oktober 2020).
_____________ 2016. “Dzawin: Makanan Terenak Se-Nusantara (SUCI
4 Show 3)”. (Online), (https://youtu.be/KY3sw-5Kg. Diakses 15
Oktober 2020).
_____________ 2016. “Dzawin: Pedagang Asongan (SUCI 4 Show 10)”.
(Online), (https://youtu.be/7kq_qpidE0Y. Diakses 15 Oktober 2020).
_____________ 2020. “Dzawin: Buta Fashion (SUCI 4 Show 13)”.
(Online), (https://youtu.be/KY3sw-5Kg. Diakses 15 Oktober 2020).
_____________ 2016. “Grand Final Stand Up Comedy Akbar: Fenomena
di Indonesia, TKI Sudah Seperti Pakaian (SUCI 1)”. (Online),
(https://youtu.be/37D9hoz1YzY. Diakses 15 Oktober 2020).
_____________ 2020. “Stan Up Comedy Arie Kriting: Pasar Barang
Antik, Tapi Tidak Ada Yang Istimewa (THE TOUR)”. (Online),
(https://youtu.be/fXkxE0cbur8. Diakses 20 Oktober 2020).
_____________ 2020. “SUCI 3-Stand Up Arie Kriting: Harga Diri Saya
Tercoreng, Diskriminasi Terhadap Orang Timur”. (Online),
(https://youtu.be/JrfLICx1_dE. Diakses 20 Oktober 2020).
___________ 2020. “SUCI 3-Stand Up Arie Kriting: Beta Bangga Jadi
Orang Timur, Indonesia Timur Itu Beda”. (Online),
(https://youtu.be/UYfkl2NKaUE. Diakses 20 Oktober 2020).
____________ 2020. “SUCI 3-Stand Up Arie Kriting: Orang Timur Itu
Sering Dibully Pakai Fisik”. (Online), (https://youtu.be/A-
lOywUgG9c. Diakses 20 Oktober 2020).
____________ 2020. “PECAH! Dzawin Roasting Abdur, Bilang Beli
Sepati 1,2 Juta Dapat 4 Biji tapi KW-SUCI 4”. (Online),
(https://youtu.be/Eb-glHWR2oQ. Diakses 15 Oktober 2020).
____________ 2020. “Stand Up Comedy Dzawin: Harusnya DPR Jangan
di Senayan, Tapi di Tengah asar! - SUCI 4”. (Online),
(https://youtu.be/NBfsCRhnkgE. Diakses 15 Oktober 2020).
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum cetakan ketiga. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana (Pemahaman Antar Unsur). Bandung:
PT
Eresco.
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain
lain.
Cetakan V. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
Dean, Greg. 2012. Step by Step To Stand-Up Comedy. Jakarta: Bukune.
Dendy Sugono dkk, 2008, “Kamus Bahasa Indonesia”, Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation”. Dalam Syntax and Semantics:
Speech Act 3. New York: Academic Press. Halaman 41-58.
Hassan Shadily, 1993, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Indosiar. 2020. “Lucunya Tuh Disini: Arie Kriting-Judul Film”. (Online),
(https://youtu.be/ccZsltcoGE. Diakses 20 Oktober 2020).
Kundharu Saddhono & Slamet. (2012). Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia (Teori dan Aplikasi). Bandung: Karya Putra Darwati.
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka,
M.D.D. 1993. Jakarta: UI-Press.
Mahsun, M.S. 2013. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode,
dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Press.
Moleong. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Mansur. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Tinjauan Deskriptif Sistem
Bunyi Bahasa Indonesia. Malang; Bumi Aksara.
Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya.
Muzayyanah, Fitrotul. 2014. “Retorika Dakwah dalam Tayangan Stand-up
Comedy Show Metro TV Edisi Maulid Nabi”. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Noth, Winfried. 1995. Semiotik. Diterjemahkan oleh Abdul Syukur Ibrahim, dkk.
2006. Surabaya: Airlangga University Press
Oktavianus. 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa. Yogyakarta: Andalas
University Press.
Rahmadi, Kurjana. 2005. Pragmatik: kesantunan Imperatif Bahasa
Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rahmanadji. 2007. “Sejarah, Teori, Jenis, dan Fungsi Humor”. Artikel. Malang:
Universitas Negeri Malang
Rustono. 2000. Implikatur Tuturan Humor. Semarang: CV. IKIP Semarang
Press.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soedjatmiko, Wuri. 1992. “Aspek Linguistik dan Sosiokultural di dalam Humor”
dalam PELLBA 5. Jakarta: Lembaga bahasa unika Atma Jaya.
Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa (Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung:
PenerbitAngkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung. Penerbit Angkasa.
___________________1987. Teknik Pengajaran Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tarigan, 1997. Pengajaran Wacana, Bandung: Angkasa.
______ 1987 Wacana Persuasi: Sarana Strategis bagi Komunikasi
Pembangunan, dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Bhratara
Karya Aksara, Jakarta.
Tustiantina, Diana 2014, Analisis Wacana Humor pada Stiker di Kendaran.
Dalam Faizah Sari (Eds) Prosiding KIMLI 2014 Peranan Bahasa Ibu
dan Bahasa Nasional dalam Pengembangan Potensi Penutur Bahasa
(92-96). Lampung: Universitas Lampung.
Wati, Desy Winda. 2013. “Kajian Prinsip Kerja Sama terhadap Pertunjukan
Stand Up Comedy Show di Metro TV”. Skripsi pada Program Studi
Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Malang.
Wijana, I Dewa Putu. 1994. “Pemanfaatan Homonimi di dalam Humor”. Jurnal
Humaniora. No 1, Tahun 1994, Hlm. 21-28. Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan Oleh Indah Fajar Wahyuni.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Zhar, Ghifari. 2020. “Stand Up Comedy Dzawin: Penyakit Menyebabkan
masuk Neraka”. (Online), (https://youtu.be/TqoWtWVQbuc. Diakses
15 Oktober 2020).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Deskripsi Data Terpilih
2. Surat Keterangan Penelitian
DESKRIPSI DATA TERPILIH ABDUR
NO JUDUL VIDEO WAKTU DATA TERPILIH
PELANGGARAN MAKSIM
MAKNA
1 PSK Kupang (Abdur, SUCI 4) Alamat Website: (http://youtu.be/thLEyKQGkwQ)
2:19-3:46 Di Malang itu teman-teman, saya suka sekali nonton Arema di stadion. Dan aremania di sana itu sudah mulai ada kubu- kubunya. Jadi, ada aremania tribun utara, tribun selatan, tribun ekonomi, manajemen, akuntasi, oi macam-macam, macam- macam. Akhirnya saya berpikir, kayaknya saya juga harus buat kubu sendiri. Saya beri nama Aremania tribun tenggara timur laut. Yang lain bawa terompet, kami bawa kompas. “Ini tenggara timur laut di bagian mana?” Begitu dapat tempat duduk, ada yang protes, “ah, di sini bukan tenggara timur laut. Di sini ini selatan barat daya”. Akhirnya harus cari
Maksim Kuantitas: Komika melakukan pelanggaran maksim kuantitas. Pelanggaran maksim kuantitas terjadi ketika awalnya Komika membahas terkait tribun yang ada di stadion namun berbalik membahas nama-nama jurusan dalam perkuliahan. Pembahasan nama-nama jurusan oleh Komika merupakan sebuah informasi yang berlebihan, tidak sesuai dengan tujuan pembahasan Komika sebelumnya terkait tribun stadion dalam sepak bola. Sehingga dalam wacana Komika melanggar makasim
Komika mengkritisi perbedaan perlakuan pemerintah dalam pemerataan pembangunan daerah di Indonesia. Hal itu terlihat dalam tuturan “Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu, cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu masih gelap, listrik tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi, dikasih sofa, makan enak-enak, tapi di tribun timur itu masih beralaskan tanah, makan seadanya”. Pernyataan Komika merupakan ungkapan kiasan yang mengandung makna dalam konteks ketimpangan pembangunan di wilayah
lagi. Begitu dapat tempat duduk yang benar, pertandingan sudah bubar. Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu, cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu masih gelap, listrik tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi, dikasih sofa, makrgergheran enak-enak, tapi di tribun timur itu masih beralaskan tanah, makan seadanya. Bahkan orang dari tribun barat itu berteriak ke tribun timur, “Woi, kalian yang ada di tribun timur, sabar saja, nanti kami bangun kursi di situ. Kami kasih makan enak.” Tetapi, sampai pertandingan berakhir tidak ada yang datang. (Abdur, SUCI 4)
kuantitas yaitu menyampaikan informasi yang melebihi yang dibutuhkan oleh mitra tutur atau penonton.
Indonesia. Frasa “tribun timur” mengacu pada wilayah Indonesia Timur yang digambarkan miskin infrastruktur dan kebutuhan hidup. Di sisi lain, ungkapan “tribun barat” merujuk pada wilayah Indonesia Barat yang digambarkan memiliki pembangunan infrastruktur yang baik dan penduduk yang sejahtera. Makna pesan sosial pada wacana ini ialah pemerintah harus melakukan pemerataan pembangun diseluruh wilayah Indonesia, agar tidak ada wiyalah yang tertinggal oleh karena ketidak merataan pembangunan.
2 Suara minor dari 1.25-2.15 Teman-teman, di sini ada Maksim Kualitas: Komika mengeluhkan
timur (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/KRrdfOnMLWo)
yang tahu Rokatenda? Tidak ada. Inilah suara minor yang mau saya bawa malam ini. Teman- teman, Rokatenda adalah gunung berapi di Pulau Flores. Dia meletus dari bulan Oktober 2012 sampai Desember 2013. Empat belas bulan, empat belas bulan. Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada. Wajar kalau teman-teman tidak tahu karena memang berita Rokatenda meletus pada waktu itu, itu tertutup oleh berita banjir Jakarta. Bahkan berita banjir Jakarta itu diarahkan menjadi bencana nasional karena merugikan negara hampir Dua Puluh Triliun. Rokatenda selama empat belas bulan meletus itu negara cuma rugi seribu
Komika tidak mematuhi maksim kualitas, itu terlihat pada kalimat “Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada”. Pada kalimat tersebut menunjukan adanya pelanggaran prinsip kerja sama yaitu Komika tidak mematuhi maksim kualitas. Komika mengatakan sesuatu yang tidak benar atau mengatakan sesuatu yang diyakini salah. Karena tepat satu tahun meletusnya gunung Rokatenda tidak ada acara peringatan tiup-tiup lilin ulang tahun seperti yang
minimnya perhatian pemerintah pusat di daerah terpencil di Indonesia, seperti di Flores Nusa Tenggara Timur. Hali tersebut ada di dalam kalimat “Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada”. Tuturan ini menyiratkan periode terakhir letusan Gunung Rokatenda yang terjadi selama satu tahun, yaitu pada bulan Oktober hingga Desember 2013. Rokatenda merupakan gunung berapi yang terletak di Pulau Palue, sebelah utara Pulau Flores. Akibat letusan ini, beberapa desa ditimpa kerikil dan abu vulkanik, makanan dan air bersih berkurang, dan warga di sekitar Rokatenda meninggal dunia akibat tersapu awan panas. Meski
rupiah. Iya, dua koin lima ratus untuk tutup telinga.
dikatakan oleh Komika pada wacana.
bencana alam ini berlangsung lama, Komika mengaku pemerintah pusat tidak memberikan bantuan logistik dan uang kepada korban erupsi Rokatenda dan lebih memperhatikan banjir di Ibu Kota Jakarta. Makna pesan sosial, yaitu pemerintah harus sigap, tanggap, dan meperhatikan korban bencana tanpa ada pilih kasih.
3 Orasi dari timur (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/WfCVdopmpEE)
2:34-4:34 Bapak saya itu jadi caleg 2014. Kemarin beliau buat kartu nama, bagus sekali, lengkap dengan foto seperti Ursula potong poni begitu. Kemudian beliau bagi keseluruh masyarakat kampung. Beliau bagi, beliau bagi, beliau bagi. Begitu KPU datang untuk sosialisasi, ternyata di surat suara tahun ini itu tidak ada foto caleg, tidak ada. Bapak saya langsung stres. Iya, karena kalau tidak ada foto caleg, itu
Maksim Kualitas: Komika melanggar maksim kualitas. Pelanggara terdapat pada kalimat “Masyarakat disanakan rata-rata masih buta huruf. Jangankan mau memilih, huruf A besar macam gunung Krakatau saja mereka piker lam alif”. Kalimat huruf A besar seperti gunung krakatau
Komika mengkritisi aturan KPU pada pemilu 2014 tentang surat suara caleg 2014 yang tidak memuat gambar para caleg, tetapi hanya nomor urut dan nama masing-masing calon. Pada pemilu 2014, surat suara yang memuat foto caleg hanya untuk caleg DPD RI. Menurut Komika, hal ini membuat masyarakat di kampung tempat tinggal Komika kesulitan untuk memilih calon yang mereka ingin
bagai mana masyarakat disana mau memilih? Masyarakat disanakan rata-rata masih buta huruf. Jangankan mau memilih, huruf A besar macam gunung Krakatau saja mereka pikir lam alif.
adalah kalimat yang tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Karena tidak pernah ada bukti bahwa pernah ada huruf A sebesar gunung Krakatau seperi yang dikatakan oleh Komika pada wacana. Informasi yang disampikan Komika menimbulkan efek humor bagi penonton, namun melanggar prinsip kerja sama. Oleh sebab itu, wacana yang disampaikan oleh Komika merupakan wacana yang melanggar maksim kualitas, yaitu mengatakan sesuatu yang idak dapat dibuktikan kebenarannya.
pilih. Itu dikarenakan masyarakat di sana rata-rata masih buta huruf sehingga mereka kesulitan membaca nama calon pada surat suara pileg 2014 silam. Makna pesan sosial pada wacana ialah pemerintah atau KPU harus mampu membuat aturan yang tepat sasaran tanpa merugikan orang lain. Dan pemerintah diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan angka buta huruf di wilayah Timur Indonesia.
4 Tempat kejadian 1.50-2.20 Teman-teman, memang Maksim Kualitas: Komika mengkritik tentang
fashion (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/64k5X8nOxe8)
kita sering kali menilai orang dari penampilan. Banyak orang yang bilang Don’t judge the book by its cover, tapi kita ini manusia. Stop tipu-tipu. Stop tipu-tipu. We are judging the book by its cover, we are. Cewek pake hotpants kita bilang cabe-cabean, cewek tutup aurat kita bilang ninja. Bahkan ada yang pake hotpants tapi tutup aurat, a kalau ini gila.
Pada kalimat terakhirnya, Komika mengatakan bahwa “ada yang pake hotpants tapi tutup aurat, a kalau ini gila”. Pernyataan ini merupakan pernyataan yang tidak bisa dibuktikan secara memadai. Sebab, bisa jadi orang-orang yang berpakain hotpants tapi tutup aurat adalah fashion mereka dalam berpenampilan dan tidak bisa langsung dijastifikasi bahwa mereka yang berpenampilan seperti itu adalah orang gila. Walaupun dalam pandangan Agama Islam berpakaian tertutup tetapi memperlihatkan
orang-orang yang sering melihat orang lain dari sampulnya saja. Menurut Komika, kata-kata “jangan menilai buku dari sampulnya” itu omong kosong untuk orang zaman sekarang, stop tipu-tipu tegasnya. Karena kita sekarang lebih banyak menilai buku dari sampunya atau menilai orang dari luarnya saja. Contohya sering terjadi dilingkup masyarakat, ketika kita melihat perempuan memakai rok mini atau pakaian ketat, kita sering mengatakan mereka cabe-cabean, perempuan nakal atau tidak baik. Dan ketika kita melihat perempuan memakai jilbab dan menutup aurat, kita sering mengolok mereka dengan sebutan ninja karea menggunakan cadar bahkan menyebut mereka
lekuk tubuh itu merupakan sesuatu yang dilarang, namun bukan berarti mereka yang menggunakan pakaian hotpants merupakan orang gila. Sehingga wacana yang disampaikan Komika merupaka wacana yang melangagar maksim kualitas, yaitu mengatakan sesuatu yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara memadai.
teroris. Itulah realitas yang disampaikan oleh Komika terkait kita yang sering menilai orang dari luarnya saja. Makna pesan sosial dalam wacana ialah berhenti menilai orang dari penampilan luarnya saja.
5 Tempat kejadian fashion (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/64k5X8nOxe8)
3.18-3:53 Dua minggu yang lalu kami ke pantai ancol itu teman-teman, aduh. Saya baru pertama kali lihat itu pantai ancol itu air lautnya itu hitam gelap tidak bisa lihat apa-apa. Itu macam oli mesin kita kasih pasir gitu. Itu pantai ancol men. Ada ubur-ubur yang berenang
Maksim Kualitas: “Ada ubur-ubur yang berenang itu napas satu-satu heu ha heu ha heu. Ada kala dia membentuk huruf SOS”. Kalimat yang disampaikan oleh Komika diatas adalah sebuah kalimat yang
Komika mengkritik bagaimana kondisi pantai ancol yang kotor dan airnya yag berwarna hitam, yang tidak layak digunakan untuk mandi dan dijadikan tempat pariwisata atau liburan. Saking gelapnya, Komika mengibaratkan air di pantai ancol seperti pasir yang
itu napas satu-satu heu ha heu ha heu. Ada kala dia membentuk huruf SOS. Orang Jakarta mungkin kasihan lihat saya main lampu merah. Tapi jujur saya menangis melihat kalian bisa mandi di pantai seperti itu. Jujur.
kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai. Karena ubur-ubur yang membentuk huruf SOS belum pernah ditemukan, sehinga kalimat yang disampiakan oleh Komika merupakan kalimat yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara memadi dan kalimat teresebut merupakan kalimat yang melanggar prinsip kerja sama, yaitu melanggar maksim kualitas.
diberikan oli mesin, hitam pekat. Komika juga menyampaikan rasa keprihatinannya kepada orang-orang yang bisa mandi di pantai yang kondisinya kotor. Makna pesan sosial pada wacana adalah bagaimana kita harus menjaga kebersihan, sehingga tempat-tempat pariwisata tetap bersih dan terjaga. Sehingga masyarakat bisa menikmati tempat pariwisata dengan nyaman dan aman.
6 Difolbek Raditya Dika (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/YBnYbUhjWwU)
2:10-3:36 Teman-teman, beberapa tahun belakangan ini pemerintah kita itu menekankan pada pembelajaran kontekstual. Artinya pembelajaran yang diambil dari kehidupan kita sehari-hari. Tapi masih banyak kejadian di sekolah
Maksim Kualitas: “Pembelajaran membaca kelas 1 SD sampai sekarang, sampai detik ini itu masih ada pembelajaran begini: ini budi, ini ibu budi. Aduh mama sayang
Komika mengkritisi tentang kurikulum yang menekankan pada pembelajaran kontekstual. Artinya pembelajaran yang diambil dari kehidupan kita sehari-hari. Namun menurut Komika, masih banyak pembelajaran di
itu yang tidak kontekstual pada kehidupan kita. Ambil contoh pelajaran matematika, ada soal begini. Sebuah menara tingginya 60m, jika seorang mengamat dengan puncak menara membentuk sudut 60 derajat. Hitunglah jarak pengamat dengan menara. Soal ini kalau diberikan kepada kami yang di timur kami bingung. Bukan bingung hitungnya, kami bingung ini menara seperti apa? Seperti apa? Tempat saya itu tidak ada menara. Kenapa tidak diganti saja dengan tiang kapal kah, pohon kelapa kah, atau tiang listrik. Tapi percuma, listrik juga belum ada. Dan contoh lain. Pembelajaran membaca kelas 1 SD sampai sekarang, sampai detik ini itu masih ada pembelajaran begini ini: ini
e. Ini pelajaran perasaan dari zaman Pithecanthropus sampai politikus begini saja, tidak ada perubahan”. Pada wacana, Komika tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu mengatan sesuatu yang tidak benar. Komika mengatakan bahwa pembelajaran ini budi dan ini ibu budi sudah ada sejak zaman Pithecanthropus. Padahal manusia Pithecanthropus merupakan manusia purba yag hidup pada zaman batu tua (Palaeolthikum) yang berdasarkan sejarah dan hasil penelitian bahwasanya pada zaman itu belum mengenal huruf. Dan
sekolah yang tidak kontekstual pada kehidupan kita. Komika mengambil contoh pembelajaran yang tidak kontekstual itu di wilayah Komika. Contoh “Sebuah menara tingginya 60m, jika seorang mengamat dengan puncak menara membentuk sudut 60 derajat. Hitunglah jarak pengamat dengan menara.” Soal ini menurut Komika kalau diberikan kepada mereka diwilayah Timur akan kebingungan. Bukan karena mereka bingung bagaimana cara menghitungnya, melaingkan mereka bingung bentuk menara yang dimaksud pada pertanya tersebut. Karena menurut informasi dari Komika, di NTT tempat tinggal Komika tidak ada menara, sehingga mengakibatkan mereka
budi, ini ibu budi. Aduh mama sayang eeee. Ini pelajaran perasaan dari zaman Pithecanthropus sampai politikus begini saja, tidak ada perubahan. Lagian ini tidak kontekstual untuk daerah timur, sejak kapan ada orang timur nama budi? Sejak kapan? Jangan-jangan budi itu makhluk astral. Seharusnya kalau mau kontekstual untuk daerah timur itu diganti. Ini eduardus, ini mama eduardus, eduardus senang Karena sumberair sudah dekat.
buku peraga ini budi diterbitkan 1976. Sehingga pada wacana, Komika melanggar maksim kualitas dengan mengatakan sesuatu yang tidak benar.
sulit menjawab pertanyaan yang diberikan. Pada wacana ini Komika memberikan saran agar pertanyaan seperti itu diganti dengan tiang kapal atau pohon kelapa yang notabeninya mereka sering melihatnya. Makna pesan sosial pada wacana ialah sekolah harus mampu menerapkan pembelajaran kontekstual dalam kehidupan sehari-hari.
7 Indonesia ibarat kapal tua (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/3754EDgx_rc)
5:17-6:37 Saya heran, pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu dibeda-bedakan. Padahal, kita ini kan satu Ibu Pertiwi, teman- teman, satu Ibu Pertiwi. Saya itu terkadang berpikir itu dengan frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu
Maksim kualitas: Wacana melanggar prinsip kerja sama Grice, yaitu tidak mematuhi maksim kualitas, karena tuturan yang disampaikan oleh Komika tidak benar. Hal ini ditandai
Komika mengkritisi sikap diskriminatif pemerintah pusat dalam hal melaksanakan pembangunan di Indonesia (seperti pembangunan manusia dan infrastruktur) di Kawasan Timur Indonesia. Ini ditunjukkan dengan tuturan “Saya
Ibu Pertiwi begitu, apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan, kemudian melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah? Iya, jadi kamar bersalin begitu, lampu terang, follow spot di mana-mana begitu, kemudian Ibu Pertiwi berbaring.
O1: Ya, Ibu Per. Ini panggilan akrab Ibu Pertiwi, ya. O1: Ya, Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, terus, iya, terus, kuat, terus, kepalanya sudah keluar, oke, ya. Sumatera. Sumatera lahir, dan itu adalah pulau yang paling susah lahir karena gunungnya paling banyak. Itu Ibu Pertiwi sampai robek- robek itu. Dan mungkin setelah itu, Kalimantan lahir, Jawa lahir, Bali lahir, dan pulau-
melalui tuturan “Saya itu terkadang berpikir itu dengan frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu Ibu Pertiwi begitu, apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan, kemudian melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah?” peristilahan Ibu Pertiwi merupakan ungkapan kata yang menyimpang atau berbeda dengan makna dari kata-kata pembangunnya yang memiliki makna “tanah air” atau “tanah tumpah darah” bukan sosok seorang wanita yang bernama Pertiwi yang melahirkan pulau-pulau di
heran, pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu dibeda-bedakan dan Pulau-pulau di bagian Indonesia Timur itu lahirnya paling terakhir”. Kedua kalimat kunci di atas menyiratkan dikotomi dan kesenjangan pembangunan manusia dan pembangunan infrastruktur antardaerah di Indonesia, khususnya di kawasan timur Indonesia. Dalam pembangunan nasional, Indonesia Timur selalu dibelakangkan, sehinga mengakibatkan pembangunan tidak merata. Makna pesan sosial, yaitu permerintah harus melakukan pembangunan secara merata di seluruh wilayah Indonesia tanpa membeda-bedakan.
pulau di bagian Indonesia Timur itu lahirnya paling terakhir. O1: Ya, Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, iya terus, sedikit lagi, sedikit lagi, kepalanya sudah keluar, oke, iya, listrik mati. Begitulah cara kami lahir. Makanya wajar kalau kami gelap- gelap.
Indonesia seperti yang di ungkapkan oleh Komika pada wacana.
8 Handphone sumber kecelakaan (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/tbGjHRM1D3k)
1:30-1:50 Ketika semua yang di sini itu sudah bersistem dengan online, di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. Buat akte kelahiran itu teman-teman di sana itu gratis. Tapi karena masih manual, itu antriannya itu panjangnya masyaAllahhuakbar.
Maksim Relevansi: Wacana tidak mematuhi maksim relevansi. Hal tersebut terdapat pada tuturan online dan oh lain. Terminologi online memiliki makna “konektivitas antarperanti elektronik atau peranti elektronik dengan jaringan internet”. Pada
Sasaran kritik Komika ialah pemerintah. Hal itu terlihat dalam tuturan “di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain”. Tuturan ini menyiratkan kegagalan pemerintah menyediakan teknologi informasi di kampung halaman Komika. Kritikan Komika menyiratkan sikap diskriminatif pemerintah dalam pemerataan fasilitas teknologi informasi di berbagai daerah di
wacana ini, tuturan tersebut merupakan tuturan yang mengimplikasikan kemajuan teknologi informasi yang berada di Pulau Jawa, terkhususnya Ibu Kota Jakarta. Sedangkan tuturan “oh lain” bukan merupakan terminologi khusus sebagai antitesis dari istilah online, meskipun pada tuturan tersebut mengimplikasikan perbedaan perkembangan teknologi informasi di Nusa Tenggara Timur, secara khusus di Larantuka.
Indonesia. Dalam wacana ini, Komika mengungkap dikotomi keberadaan dan kemajuan teknologi antara daerah asal yang sangat memprihatinkan, yang ditandai melalui tuturan “oh lain”, dengan Jakarta yang diungkapkan melalui frasa “di sini”, dimana perkembangan teknologi informasi semakin maju, yaitu tersistematisnya berbagai aktivitas berbasis online. Hal ini diterangkan melalui tuturan "semuanya di sinisudah bersistem online". Makna pesan sosial ialah pemerintah harus mampu melakukan pemerataan fasilitas teknologi informasi pada berbagai daerah di Indonesia. Sehingga tidak ada daerah yang susah dalam mengurus administrasi dll seperti yang dikeluhkan oleh Komika.
9 Indonesia 2:51-3:08 Dangdut yang sekarang itu Maksim Relevansi: Komika mengeluhkan karya
masuk piala dunia (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/UEYEzNocKWc)
lebih mementingkan goyangan daripada lagu. Teman-teman ada yang tahu lagunya Zaskia? Tidak tahu. Kita tahunya dia goyang itik. Teman-teman tahu lagunya Inul Daratista? Tidak tahu. Kita tahunya dia goyang ngebor. Teman-teman tahu lagunya Angel Elga? Tidak tahu. Kita tahunya dia mantan Rhoma Irama.
Pada wacana melalui tuturan “Teman-teman tahu lagunya Angel Elga? Tidak tahu. Kita tahunya dia mantan Rhoma Irama”. Tuturan yang disampaiakan oleh Komika mengdandung humor yang mengakibatkan penonton tertawa, namun tuturan tersebut tidak mematuhi maksim relevansi, karena tuturan Komika merupakan tuturan yang tidak berkaitan dengan pokok pembicaraan Komika atau informasi yang telah mendahuluinya, karena pedangdut yang dimaksud oleh Komika hanya terbatas pada mereka yang dikenal karena memiliki goyangan khasnya, bukan karena sensasi hubungannya dengan
musik artis dangdut saat ini yang lebih identik dengan tarian atau goyangan, bukan lagu. Hal itu ditunjukkan Komika melalui kalimat “Dangdut yang sekarang itu lebih mementingkan goyangan daripada lagu”. Eksistensi musik dangdut dalam khazanah kancah hiburan Indonesia yang identik dengan nafas religius yang menjunjung tinggi etika dan estetika masih tetap dipertahankan hingga saat ini. Sayangnya, Komika berpandangan bahwa dangdut yang diperkenalkan dan dibawakan oleh generasi 2000-an itu bertentangan dengan karya pendahulunya. Seniman dangdut era 2000-an telah mengalihkan dan mengaburkan esensi seni yang mereka tampilkan, sehingga ironisnya publik
pedangdut laki-laki. lebih mengenalnya karena goyangannya, bukan lagu yang mereka nyanyikan. Sebut saja Inul Daratista yang lebih dikenal dengan goyang ngebornya, Zaskia Gotik yang terkenal dengan goyang itiknya, dan lain sebagainya. Sedangkan pedangdut Angel Elga terkenal karena hubungan asmaranya dengan Rhoma Irama, bukan karena karya atau lagunya. Makna pesan sosial dalam wacana ini ialah para penyanyi dangdut harus lebih memperhatikan dan mementingkan kualitas dan makna lagu dibangding dengan goyangan.
10 Saya mau jadi seperti kakak Glen (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/qMlvouSMcZk)
1.40-2.10 Film-film di Indonesia tuh mendiskriminasikan orang Timur sebenarnya, teman-teman. Iya. Orang timur itu, misalkan kita ambil contoh Iko Uwais gitu. Iko Uwais kalau mau main film berperan jadi orang timur
Maksim Relevansi: Informasi yang disampaikan tidak relevan. “jika Iko Uwais ingin bermain film berperan jadi orang timur itu gampang. Tinggal
Komika mengkritik karya sinematografi Indonesia yang mendiskreditkan masyarakat Timur karena kerap meberikan peran peran subversif. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat (1) Film-film di Indonesia
itu gampang. Tinggal jemur dia di panas pakai baju merah, celana biru, sepatu hijo, goyang-goyang bombastic, selesai, selesai. Tapi, kalau orang Timur mau jadi Iko Uwais itu susah. Kalau pun main dengan Iko Uwais paling jadi penjahat, tukang pukul, pegang parang, kemudian, “Hei, ko stop tipu-tipu saya e”
jemur dia di panas pakai baju merah, celana biru, sepatu hijo, goyang-goyang bombastic, selesai”. Pada kalimat pertama bahwa untuk berperan menjadi orang timur yang identik dengan kulit hitam harus berjemur dipanas itu relevan, karena untuk menjadikan kulit hitam seperti orang timur itu bisa dengan berjemur. Namun, jika harus memakai baju merah, celana biru, sepatu hijo itu tidak relevan.
tuh mendiskriminasikan orang timur sebenarnya dan (2) Kalau pun main dengan Iko Uwais paling jadi penjahat, tukang pukul, pegang parang. Salah satu contohnya, Komika menyebut lakon antagonis aktor bernama Alfridus Godfred yang merupakan orang timur dalam film laga The Raid. Hal tersebut terungkap dalam kalimat "Hei, ko stop tipu-tipu saya e" yang merupakan penggalan dialog Alfridus Godfred di film The Raid. Aktor tersebut memainkan peran gangster dalam film The Raid. Mirip dengan Alfridus Godfred, di film laga lainnya, banyak aktor dari Indonesia Timur juga berperan sebagai antagonis, peran yang identik dengan kekerasan. Sehingga menjauhkan karakter dari simpati dan
empati penonton khususnya penonton Indonesia. Makna pesan sosial, yaitu para sinematografi Indonesia harus memberikan peran yang tanpa mendiskreditkan beberapa pihak.
11 Angka kriminalisasi (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/pFzsQpCFp_8)
3:44:5:05 Teman-teman, Indonesia itu telalu terpusat di Jakarta. Makanya penjahat itu juga datang disini. Pencuri itu teman-teman di timur itu dapat tangkap itu pasti dapat pukul sampai busuk, sampai busuk. Pencuri disini itu dapat foto, dapat suting, wawancara, masuk Tv, masuk penjara fasilitas mewah. Makanya anak-anak timur sana itu pikir-pikir, ah kita pencuri yang sama, tapi kok kita tidak pernah masuk Tv? Kita pencuri di Jakarta saja. Akhirnya mereka datang kesini, mencuri disini,
Maksim Relevansi: Wacana tidak mematuhi maksim relevansi. Ketakpatuhan terdapat pada kalimat “Akhirnya mereka datang kesini, mencuri disini, dapat tangkap Alhamdulillah. Dipukul sampai busuk juga, sampai busuk ummm sampai busuk”. Penggunaan kata Alhamdulillah pada kalimat diatas tidaklah relevan
Komika mengkritik tentang tentang perlakuan yang tidak adil oleh aparat hukum. Hukum tumpul ke atas dan runcing ke bawah kata yang tepat untuk menggambarkan hal yang dikritik oleh Komika. Hukum di Indonesia timpang sebelah atau tumpul ke atas runcing ke bawah. Keadilan di negara ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah daripada pejabat tinggi seperti para koruptor. Komika membandingkan dengan para pencuri yang berijazah yang notabenenya para pejabat
dapat tangkap Alhamdulillah. Dipukul sampai busuk juga, sampai busuk ummm sampai busuk. Kenapa mereka tidak masuk Tv? Karena mereka ini bukan pencuri yang berijazah. Akhirnya mereka pulang ke timur lagi untuk sekolah, tapi mereka tidak sadar, di timur itu sekolah juga susah. Jadi sama saja.
dengan situasi dan kondisi saat itu. Karena kalimat Alhamdulillah digunakan atau diungkapkan untuk menyatakan rasa syukur atas segala nikamat kebaikan. Bukan untuk mensyukuri perbuatan buruk seperti pada wacana tersebut. Kalimat yang disampaikan Komika mampu memancing penonton untuk tertawa, namun ungkapan tersebut tidak mematuhi maksim relevansi.
yang ekonominya kelas atas yang terjerat kasus korupsi dan suap. Mereka diperlakukan seperti seorang raja, foto dengan gagah, masuk TV, dan masuk penjara dengan fasilitas mewah. Berbeda dengan mereka yang melakukan kejahat kecil. Seperti mereka yang maling ayam, ubi, sandal dll. Mereka diperlakukan tidak manusiawi dan bahkan diperlakukan kasar sebelum dimasukan di dalam penjara. Hal ini sangat bertentangan dengan negara Indonesia yang notabenenya negara hukum. Komitmen Indonesia sebagai Negara hukum pun selalu dan dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Makna pesan sosial pada wacana yaitu Indonesia sebagai negara hukum
harus menegakkan hukum tanpa ada perlakuan yang tidak adil. Hukum tidak boleh tumpul keatas dan runcing kebawah.
12 Orasi dari timur (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/WfCVdopmpEE)
0:49-1:07 Teman-teman, sudah 16 Tahun kita tertatih dalam revormasi. Ditipu oleh politisi yang katanya berikan bukti bukan janji. Tetapi ketika ada tangis seorang minor di pelosok negeri, mereka sibuk mencari kualisi bukan solusi. Makanya teman-teman, dari pada sibuk nonton mereka debad di televisi, lebih baik datang kesini bisa cuci mata ada tate Veni.
Maksim Pelaksanaan/cara: Komika tidak mematuhi maksim pelaksanaan atau cara. Ajakan untuk datang ke studio kompas tv untuk cuci mata karena ada tante veni memiliki makna ganda atau ketaksaan. Karena cuci mata bisa berarti mencuci mata ditemani tante Veni dan cuci mata yang artinya bersenang-senang dengan melihat tante Veni.
Komika mengkritisi tentang politisi yang sering menipu rakyatnya dengan mengumbar-ngubar jani politiknya, yang katanya memberikan bukti bukan sekadar janji. Padahal, ketika ada tangisan dari rakyat karena penderitaan. Mereka malah sibuk mengurusi kekuasaannya, mencari kualisi untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Padahal yang dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah solusi dari para politisi atau para pejabat Negara, buka janji-janji manis. Makna pesan sosial pada wacana ialah janji harus ditepati. Dan politisi harus mampu memberikan bukti
nyata dari janji-janji yang telah mereka katakan.
13 Sasando (Abdur, SUCI 4) (http://youtu.be/2Gmejlze-Z8)
0:08-1:11 Sebenarnya malam hari ini tuh saya kepingin sekali berada di panggung ini, kemudian bawa sasando, alat musik asli NTT begitu. Cuma apa daya, saya tidak bisa main sasando. Teman- teman, di NTT sekalipun belajar sasando itu tidak masuk dalam kurikulum. Tidak masuk. Sedikit lagi masuk museum itu. Saya takutnya, ini lama-kelamaan sasando itu hanya bisa tinggal cerita. Saya punya anak begitu, kemudian saya punya anak datang, tanya ke saya.
O1: Bapa, katanya
sasando itu alat musik NTT. Itu dia pung cara main bagaimana e?
O2: Ah, dia punya cara main itu, anak, ya
Maksim Pelaksanaan/cara: Informasi yang disampaikan Komika tidak jelas, ungkapan berkepanjangan dan tidak runtut atau teratur. Itu terjadi ketika dalam percakapan antara bapak dan anak. Seorang anak yang menanyakan bagaimana cara memainkan alat musik sasando kepada bapaknya. Kemudian ayahnya menjawab dengan jawaban yang tidak jelas, ungkapan yang disampaikan berkepanjangan dan tidak runtut/teratur, sehingga tidak menemui kejalasan
Komika mengkritik ketidakpedulian lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Timur untuk memasukkan kesenian sasando dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Hal tersebut diungkapkan melalui tuturan Komika “Di NTT sekalipun belajar sasando itu tidak masuk dalam kurikulum”. Sebagai salah satu ikon kesenian NTT, sasando dihadapkan pada situasi yang ironis hingga tahun 2014, sasando belum pernah diajarkan secara formal oleh sekolah-sekolah di NTT. Secara tersirat, Komika menilai salah satu cara atau upaya pelestarian sasando adalah dengan meneruskan dan mengajarkannya kepada generasi muda melalui pembelajaran di sekolah.
begitu. O1: Ya begitu bagaimana? O2: Ya, begitu. Ya, kalau
gitar kan begini (sambil memetik gitar). Nah, gitar begini. Nah, sasando begitu.
O1: Ya itu begitu begitu bagaimana?
O2: Ah, sudah anak. Tidak usah pikir. Mari kita minum tuak saja.
dari suatu yang dipertanyakan oleh anaknya tersebut.
Dengan cara ini, sasando akan tetap menjadi budaya yang langgeng dan dapat dikenali dan dimainkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Makna pesan sosial dalam wacana tersebut adalah bahwa lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Timur harus lebih memperhatikan alat musik tradisional dan memasukkan kesenian sasando dalam kurikulum pembelajaran di sekolah.
DESKRIPSI DATA TERPILIH AKBAR
NO JUDUL VIDEO WAKTU DATA TERPILIH
PELANGGARAN MAKSIM
MAKNA
1 Fenomena di Indonesia, TKI Sudah Seperti Pakaian (Akbar, SUCI 1) (https://youtu.be/37D9hoz1YzY)
4:26-4:44 Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah diributin datangnya bulan.
Maksim Kualitas: wacana ini Komika melanggar maksim kualitas, yaitu mengatakan sesuatu yang diyakini salah. Pelanggaran terdapat pada kalimat “Istri saya taggal 25, itu tanggal 36”. Pada kalender tanggal hanya dimulai dari taggal 1 sampai dengan tanggal 31. Tidak ada dalam kalender sampai tanggal 36. Pernyataan Komika pada wacana menghasilkan humor, namun melanggar maksim kualitas.
Komika mengkritisi perbedaan hari raya Idhul Fitri di Indonesia. Perbedaan itu dikarenakan metode yang digunakan untuk melihat hilal berbeda. Pemerintah menggunakan metode ruqyat, sedangkan Muhammadiyah menggunakan hisab untuk mentukan bulan baru 1 Syawal. Makna pesan sosial dalam wacana ini ialah bahwa perbedaan itu adalah hal yang wajar dan tidak perlu diributkan.
2 Mencintai Indonesia (Akbar, SUCI 1) (https://youtu.be/GAgBjreqxxM)
3:43-4:24 Indonesia telah meredeka bagi sebagian orang, karena apa, ingat! kita tentu diajari dalam pembukaan Undang-Undang Dasar ya. Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, mengantar rakyat Indonesia dengan selamat sentosa ke pintu gerbang. Cuman sampai pintu gerbang lo ya, belum masuk lo ya. Cuman sampai pintu gerbang, kita belum masuk. Masih antri, hanya sebagian yang masuk, pejabat masuk, semua masuk, rakyat banyak yang belum masuk. Menuju masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Maksim Kualitas: Wacana tidak mematuhi maksim kualitas. Komika mengatakan sesuatu yang tidak benar atau salah. Pelanggaran terdapat pada kalimat “Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, mengantar rakyat Indonesia dengan selamat sentosa ke pintu gerbang”. Pernyataan Komika terkait UUD 1945 adalah salah, kesalahan terjadi karena Komika tidak menyebutkan beberapa bagian yang tedapat pada UUD 1945.
Komika mengritisi kemerdekaan yang hanya dinikmati oleh sebagian orang. Kemerdekaan hanyalah milik para pejabat dan penguasa di negri Indonesia. Rakyat Indonsia hanya di antar sampai ke pintu gerbang kemerdekaan namun belum bisa masuk dan menikmati kemerdekaan. Makna pesan pada wacana ini, yaitu pemerintah harus mampu memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia sesuai bunyi UUD 1945.
Susunan UUD 1945 yang benar adalah “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
3 Fenomena di Indonesia, TKI Sudah Seperti Pakaian (Akbar, SUCI 1) (https://youtu.be/37D9hoz1YzY)
4:26-4:44 Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya Idhul Fitri di Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36. Enggak usah
Maksim Relevansi: Komika melanggar maksim relevansi. Pelanggaran terdapat pada kalimat “Ini ada sedikit kejadian menarik mengenai perbedaan hari raya Idhul Fitri di
Komika mengkritisi perbedaan hari raya Idhul Fitri di Indonesia. Perbedaan itu dikarenakan metode yang digunakan untuk melihat hilal berbeda. Pemerintah menggunakan metode ruqyat, sedangkan Muhammadiyah menggunakan hisab untuk
diributin datangnya bulan. Indonesia. Padahal namanya Idul fitri itu adalah menanti datangnya bulan. Dari dulu datang bulan gak ada yang sama. Istri saya taggal 25, itu tanggal 36”. Tuturan ini tidak mematuhi maksim relevansi, karena tuturan Komika tidak berkaitan dengan pokok pembicaraan Komika atau informasi yang mendahuluinya, karena menanti datangnya bulan yang di maksud Komika sebelumnya adalah bulan untuk merayakan Idhul Fitri, bukan bulan yang dimaksudkan Komika setelahnya,
mentukan bulan baru 1 Syawal. Makna pesan sosial dalam wacana ini ialah bahwa perbedaan itu adalah hal yang wajar dan tidak perlu diributkan.
yaitu datang bulan perempuan.
4 Mencintai Indonesia (Akbar, SUCI 1) (https://youtu.be/GAgBjreqxxM)
2:38-3:04 Banggalah dengan Indonesia, banggalah dengan Indonesia. Tapi kita harus prihatin dengan Indonesia, semuanya banyak yang dikuasai asing. Pertambangan milik asing, bank milik asing, perusahaan-perusahaan milik asing. Tapi yang saya bingung, waktu saya tanya bapak saya, ya saya tanya bapak saya. O1: Pak, semua itu milik asing ya? O2: Ah itu sudah tidak asing, Hahahahahaha jadi sudah barang basi.
Maksim Cara: Komika tidak mematuhi maksim cara, yaitu menggunakan kalimat yang bermakna ganda. Itu terdapat pada percakapan O1 dan O2. O1: Pak, semua itu milik asing ya? O2: Ah itu sudah tidak asing. Jawaba dari O2 mengandung makna ganda. Makna pertama, yaitu sudah tidak asing lagi yag bermakana kekayaan Indonesia bukan milik atau dikelola oleh orang asing lagi, dan makna kedua yaitu semua kekeyaan Indonesia yang dikelolah oleh orang
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ternyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan bangsa Indonesia. Penyebanya karena banyaknya kekayaan Indonesia yang dikuasai oleh asing. Komika mengkritisi tentang bayaknya kekayaan atau aset Indonesia yang dimiliki atau dikelolah oleh Negara luar, itu terlihat pada wacana “Tapi kita harus prihatin dengan Indonesia, semuanya banyak yang dikuasai asing. Pertambangan milik asing, bank milik asing, perusahaan-perusahaan milik asing”. Penguasaan kekayaat atau aset Indonesia oleh asing sudah tidak asing dan sudah menjadi rahasia umum. Itu terlihat kertika percakapan O1 dan O2.. O1:
asing sudah menjadi rahasia umum atau sudah diketahui oleh banyak rakyat Indonesia.
Pak, semua itu milik asing ya? O2: Ah itu sudah tidak asing. Komika prihatin dengan Indonesia yang begitu banyak kekayaannya namun banyak yang dikuasai oleh asing. Asing kendalikan semua sektor. Menurut pengamat Ekonomi UGM Revrizon Baswir, sebagaimana dikutip dari Hitbut-Tahrir.or.id, bahaya yang paling penting adalah asing tidak hanya akan mengendalikan ekonomi tetapi mereka akan mengendalikan semuanya. Sehingga siapapun yang berkuasa di negeri ini akan bergantung kepada asing, karena asinglah yang mempunyai modal, mereka yag menguasai lahan, mengendalika regulasi, sampai pada kebijakan-kebijakan di tingkat mikro. Makna pesan sosial pada wacana ialah banggalah
dengan Indonesia, namun mari kita kembali mengelola sendiri kekayaan Indonesia untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
DESKRIPSI DATA TERPILIH ARI KRITING
NO JUDUL VIDEO WAKTU DATA TERPILIH PELANGGARAN
MAKSIM MAKNA
1 Pasar barang antik, tapi tidak ada yang istimewa (Ari Kriting, THE TOUR) (https://youtu.be/fXkxE0cbur8)
6:40-7:36 Orang sekolah sekarang itu, tambah aneh-aneh kurikulum itu, coba kalia perhatikan! Sekolah sudah macam-macam jenis sekolah, tiba-tiba di kota-kota besar ada lagi yang bikin sekolah, “sekolah alam”. Saya pas perhatikan, sekolah alam konsepnya apa? Dihutan-hutan, saya omong kosong. Bukannya apa-apa, kalian itu sepertinya tidak bersyukur, orang-orang kota itu. Sudah syukur-syukur dapat gedung, mereka pilih sekolah di hutan lagi. Eh saya kasih tahu, di Indonesia Timur sana banyak orang sekolah di hutan karena tidak bisa dapat gedung. Coba bersyukur kah. Kalau
Maksim Kuantitas: Komika tidak mematuhi maksim kuantitas. Pelanggaran terjadi ketika Komika mengatakan “Kamu yang mau sekolah di alam itu, kamu pergilah di Indonesia Timur itu, sekolah dengan kaswari-kaswari sekalian disana”. Pada kalimat tersebut, Komika menyampaikan informasi yang menimbulkan efek humor, namun informasi yang disampaikan oleh Komika merupakan informasi yang berlebihan yang melebihi yang dibutuhkan yaitu dengan menyuruh
Komika mengkritisi tentang sekolah alam yang dilakukan oleh orang-orang kota. Komika mengkritis sekolah alam yang bertemakan di hutan-hutan dan mengatakan orang-orang yang mengadakan sekolah itu tidak berysukur dengan fasilitas gedung yang ada di kota. Komika membandingkan dengan orang-orang yang ada di timur yang masih tertinggal terkait infrastruktur, terkhususnya infrastruktur untuk pendidikan. Di wilayah Papua, perkembangan pendidikan masih sangat memprihatinkan. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Papua masih rendah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan jika lebih dari 50% anak-anak usia sekolah (3-19 tahun) tidak mendapatkan pendidikan di sekolah. Minimnya fasilitas masih menjadi faktor utama. Di Papua masih banyak sekolah yang berdiri seadanya dengan menggunakan
memang kamu mau sekolah di hutan, tidak usah kalian bikin lagi sekolah alam itu. Lebih bagus kita tukaran aja kan? Kita datang di kota sekolah di gedung. Kamu yang mau sekolah di alam itu, kamu pergilah di Indonesia Timur itu, sekolah dengan kaswari-kaswari sekalian di sana.
orang-orang di kota untuk sekolah dengan kaswari-kaswari. Kalimat ini jelas berlebihan, karena bagaimana mungkin manusia sekolah dan belajar dengan hewan yang ada di hutan, yang nota benenya hewan merupakan mahkluk yang tidak berakal. Sehingga dalam wacana ini Komika melanggar maksim kuantitas yaitu mengatakan sesuatu yang berlebihan.
tenda dan kursi yang lapuk. Melihat fenomena tersebut. Komika menawarkan untuk tukar sekolah. Orang-orang timur datang untuk sekolah di kota dan menggunakan fasilitas gedung dan orang-orang yang mau sekolah di alam pergi sekolah di wilayah Indonesia timur. Makna pesan sosial dalam wacana Komika, yaitu kita harus senantiasa bernyukur dengan apa yang kita miliki, terkhususnya fasilitas pendidikan yang layak. Karena masih banyak di tempat atau daerah lain yang pendidikannya belum atau tidak layak.
2 Harga diri saya tercoreng, diskriminasi terhadap orang timur (Ari, SUCI 3) (https://youtu.be/JrfLICx1_dE)
0:58-1:38 Tapi bebicara tentang harga diri, harga diri saya itu tercoreng, karena apa? Tim sepak bola kita kalah terus. Menurut saya kekalahan timnas sepak bola itu karena satu, dia punya satu kekurangan, kekurangan orang timur. Serius, sungguh ini.
Maksim Kualitas: Wacana mengandung humor yang menyebabkan lawan tutur tertawa, namun Komika tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu mengungkapkan sesuatu yang kebenarannya tidak
Komika mengkritik Tim Nasional Indonesia (Timnas) yang kalah terus, terkhususnya Timnas sepak bola Indonesia terus menerus merasakan kekalahan. Menurut Komika, kekalahan Timnas sepak bola Indonesia karena kekurangan pesepak bola dari timur. Indonesia memiliki potensi besar sebagai sebuah bangsa yang besar. Dikarenakan budaya dari ujung
Karena orang timur itu paling jago kalau main bola, dan kita jago main bola karena kebiasaan berburu. Betul, iyo. Orang lain kalau berburu itu pakai panah, tombak, senapan. Kalau kita orang timur beda, kita kalau berburu itu yang namanya anoa, kaswari, babi hutan itu kita kejar, kita kejar, kita kejar, kemudian kita tackling.
bisa dibuktikan secara memadai. Itu terdapat pada kalimat “Orang lain kalau berburu itu pakai panah, tombak, senapan. Kalau kita orang timur beda, kita kalau berburu itu yang namanya anoa, kaswari, babi hutan itu kita kejar, kita kejar, kita kejar, kemudian kita tackling”. Kalimat ini melanggar maksim kualitas, karena Komika mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak bisa dibuktika secara memadai. Itu karena Komika mengatakan bahwa orang timur kalau berburu anoa, kaswari, dan babi dengan cara dikejar lalu di tackling. Padahal orang timur masih menggunakan alat seperti panah
barat hingga ujung timur, membuat bangsa Indonesia begitu besar. Begitupun yang terlihat di dunia sepak bola. Di mana bintang-bintang Timnas Indonesia datang dari segala penjuru Nusantara. Tak sedikit pula mutiara dari timur Indonesia yang begitu berkilau mebela bangsa di level Internasional. Pesepak poda dari timur memang terkenal dengan talenta pesepak bolanya. Seperti Ronny Pattinasarani (Makassar), Rochi Putiray (Ambon), Elie Aiboy (Jayapura), Boaz Solossa (Papua), dan begitu banyak pemain yang berasal dari timur yang memiliki potensi yang sangat luar biasa di persepak bolaa Indonesia. Makna pesan sosial adalah agar pemerintah banyak merekrut orang timur masuk di Timnas Indonesia, karena orang-orang timur memiliki talenta dalam sepak bola.
untuk berburu.
3 Judul Film (Ari, Indosiar, lucunya tu disini) (https://youtu.be/ccZsltcoGE)
1:47-2:44 Jangan kaya anak-anak alay. Anak alay kalau temannya ulang tahun malah dikerjain sama dia. Wis saya paling benci dengan yang begitu. Temannya ulang tahun diikat, iyakan diikat, ditimpuk-timpukkin, disiram bensi, dibakar. Sudah begitu kenapa kalau orang ulang tahun itu identik dengan suka di lempar-lempar dengan telur, iya kan?. Itu kan mubazir, mending telurnya dimakan. Apalagi yang masih mahasiswa, sok kaya lagi lempar-lempar orang pakai telur, mending kalian goreng untuk dikossan kan. Ini di lempar-lempar dengan telur, menurut saya itu kegiatan yang mubazir dan tidak
Maksim Kualitas: Wacana tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu Komika mengungkapkan sesuatu yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara memadai. Itu terdapat pada kalimat “temannya ulang tahun diikat, iyakan diikat, ditimpuk-timpukkin, disiram bensi, dibakar”. Kalimat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara memadai, karena biasanya orang-orang ketika ulang tahun hanya mengikat dan menipuk temannya menggunakan telur dan tepung. Tidak pernah ada kasus yang ketika orang ulang tahun disiram dan dibakar seperti
Komika mengkritisi perilaku anak-anak ketika merayakan ulang tahun. Komika menyebut mereka anak alay karena berlebihan dalam melakukan sesuatu, terutama merayakan ulang tahun. Anak-anak zama sekarang sering kali merayakan ulang tahun dengan melempar telur dan tepung kepada temannya yang sedang berulang tahun. Menurut Komika kegiatan seperti itu sangat mubazir apatahlagi jika hal tersebut dilakukan oleh mahasiswa yang hidup kos, menurut Komika lebih baik telur itu dimasak dan dimaka oleh anak-anak kos. Dilain sisi, kegiatan semacam ini juga tidak terdidik. Senghingga pada akhir kalimatnya Komika memberikan saran kepada mereka untuk jangan melempar telur, melainkan melempar pertanyaan yang menambah wawasan ilmu pengetahuan kepada teman yang sedang ulang tahun. Makna pesan sosialnya adalah berhenti melakukan kegiatan yang
mendidik sama sekali. Kalau mau, teman-teman kalian pas ulang tahun lakukanlah acara yang mendidik. Jangan dilempar telur, dilempar pertanyaan. Pas ulang tahun, siapakah penemu benua amerika?. Colombus. Bagus, jangan dilempar telur.
yang disampaikan oleh Komika.
mubazir dan tidak mendidik, terkhususnya ketika perayaan ulang tahun.
4 Beta Bangga Jadi Orang Timur, Indonesia Timur Itu Beda. (Ari Kriting) (https://youtu.be/UYfkl2NKaUE)
1:23-2:02 Dan terkait untuk masalah budaya. Saya sebenarnya juga bangga dengan seluruh budaya Indonesia, kecuali satu, budaya wayang orang. Menurut saya itu agak mendiskriminasi. Karena mendiskriminasi orang timur kalau menurut saya. Karena di budaya wayang orang itu. Kalau kita lihat itu tokoh-tokoh utamanya itu yang namanya Arjuna, yang
Maksim Kualitas: Wacana tidak mematuhi maksim kualitas, yaitu mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai. Itu terdapat pada kalimat “Itu pasti orang timur. Dan juga itu dinamakan Buto. Ini kalau menurut saya ini plesetan saja ini. Sebenarnya ini pasti namanya Beta itu”. Pada kalimat tersebut,
Komika mengkritisi tenyang budaya-budaya yang selalu mendiskriminasi orang-orang yang berkulit hitam dan berambut kriting. Seringkali tokoh-tokong yang ada dalam sebuah cerita budaya menjadikan tokoh utamanya adalah orang-orang yang gagah, tanpan, dan putih. Sedangkan penjahat selalu diperankan oleh orang-orang yang berkulit hitam, dan berambut keriting. Menurut Komika, ini merupakan perlakuan yang diskriminasi orang-orang timur yang secara fisik wajahnya hitam dan berambut keriting. Makna pesan sosial yang
namanya Rama, dan lain sebagainya itu kan gagah-gagah kan. Giliran penjahatnya itu diwujudkannya hitam dan rambutnya kriting. Itu pasti orang timur. Dan juga itu dinamakan Buto. Ini kalau menurut saya ini plesetan saja ini. Sebenarnya ini pasti namanya Beta itu.
Komika menyebutkan bahwa nama Buto yang merupakan raksasa yang dikenal berperangai jahat dalam mitologi Jawa adalah plesetan dari nama Beta yang merupakan bahasa yang sering digunakan oleh orang timur yang artinya adalah aku atau saya. Pernyataan ini merupakan pernyataan yang tidak mampu dibuktikan kebenarannya.
disampaikan oleh Komika adalah agar diskriminasi itu dihilangkan, agar semua tidak ada yang di beda-bedakan dan agar tidak ada kecemburuan sosial.
5 Orang Timur Itu Sering Dibully Pakai Fisik. (Ari, SUCI 3) (https://youtu.be/A-lOywUgG9c)
2:17-3:03 Dan masalah kulit, orang yang kulitnya gelap itu paling sering dibullying. Saya itu kalau masih menelpon di tempat umum ada saja yang celoteh-celoteh tidak enak itu. O1: Ih penumpang gelap ya. Kalau naik angkot juga begitu, baru naik, tak, ini sudah ada lagi
Maksim Cara: Wacana tidak mematuhi makasim cara, yaitu menggunakan kalimat yang memiliki makna ganda. Itu terdapat pada kalimat O1. “Kalau naik angkot juga begitu, baru naik, tak, ini sudah ada lagi penumpang di dalam
Komika mengkritisi tentang orang-orang yang sering membullying orang yang berkulit hitam, terkhususnya orang-orang timur yang memiliki kulit hitam da rambut keriting. Komika menceritakan bagaimana Komika dibully dengan kata penumpang gelap oleh orang lain ketika dia hendak menaiki angkot. Bullying memang sering kali terjadi di sekitara kita, terutama bullying yang berkaitan dengan
penumpang di dalam. O1: Ihiyyy, penumpang gelap?. Sampai di dalam angkot ditanya lagi. O1: Mau kemana mas? O2: Mau ke pasar O1: Pasti pasar gelap ya? Padahalkan tidak ada hal-hal seperti itu, omong kosong semua kan?. Mana ada tuh yang namanya pasar gelap. Memang pernah ke pasar terus O1: Ibu, mau beli O2: Beli apa? O1: Beli baju O2: Sabar sebentas saya carikan, ini gelap, ini gelap.
O1: Ihiyyy, penumpang
gelap ya?”. Kata penumpang gelap memiliki makna ganda yaitu penumpang yang tidak membayar angkot, dan penumpang gelap yang memiliki makna penumpang yang memiliki rupa yang gelap atau hitam. Namun pada wacana ini Komika membahas tentang orang yang memandang sebelah mata orang yang berkulit hitam.
fisik. Bullying memiliki dampang yang besar terhadap korban bully, dampaknya merusak kepercayaan diri korban dan bahkan sampai membuat korban bisa membunuh dirinya karena tidak sanggup menahan penderitaan mental dikarenakan bullying. Makna pesan sosial yaitu janganlah kita melakukan bullying terhadap orang lain, terutama bullying terhadap fisik orang lain, karena bisa merusak psikologis orang lain.
DESKRIPSI DATA TERPILIH DZAWIN
NO JUDUL VIDEO WAKTU DATA TERPILIH PELANGGARAN
MAKSIM MAKNA
1 Tim U 19 (Dzawin, SUCI 4). (https://youtu.be/V5QnTjJKAv0)
2:37-3:05 Gue benaran kurang suka sama bola gitu. Tapi ada teman gue bilang katanya gue banci karena gue enggak suka nonton bola. Sekarang gini, nonton bola itu adalah Fashion men. Lu suka nonton bola itu karena Fashion, gue nggak suka nonton bola karena gue punya Fashion lain, gue suka naik gunung. Dan naik gunung itu adalah salah satu olahraga ekstrem. Dan lu masih mau bilang kalu gue banci? Iya kan. Sekarag gini, kita kalau naik gunung kita pakai perlengkapan lengkap men. Kita bawa kompas, matras, tenda, kos-kossan, kamar madi dalam, ibu kos, waow dibawa semuanya.
Maksim Kuantitas:
Wacana tidak mematuhi maksim kuantitas. Itu terdapat pada tuturan “kita kalau naik gunung kita pakai perlengkapan lengkap men. Kita bawa kompas, matras, tenda, kos-kossan, kamar madi dalam, ibu kos, waow dibawa semuanya”. Informasi pada tuturan Komika berlebihan melebihi yang dibutuhkan oleh lawan tutur atau penonton. Karena pada wacana, Komika mengatakan bahwa ketika mereka naik gunung maka mereka membawa Ibu kos. Penyataan ini merupakan
Komika mengkritisi orang-orang yang menilai bahwa laki-laki yang tidak suka menonton sepak bola adalah banci. Tidak semua orang suka dengan sepak bola dan tidak semua orang yang tidak suka sepak bola tersebut adalah banci. Karena menurut Komika, menonton sepak bola adalah Fashion dan tidak semua orang Fashionnya sama.
Jadi, makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika ialah jangan menghujat atau menjustifikasi orang yang tidak suka menonton sepak bola adalah banci. Karena semua orang punya hobi yang berbeda-beda.
pernyataan yang berlebihan, yang mengundang tawa penonton namun melanggar maksim kuantitas, yaitu mengatakan sesuatu yang berlebihan.
2 Dzawin Roasting Abdur, bilang Beli Sepatu 1,2 Juta Dapet 4 Biji tapi KW (Dzawin, SUCI 4). (https://youtu.be/Eb-glHWR2oQ)
4:17-5:10 Tapi lo sadar nggak sih ketika banyak orang sekarang itu lebih rela untuk bangun malam untuk nonton bola ketimbang bangun malam sholat tahajud. Benar nggak sih. Iya nggak sih? Benarkan. Gue pikir-pikir ini adalah akibat dari salah satu faktornya adalah kebanyaka iklan. Iya kan?. Banyak iklan di Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tapi nggak ada satupun iklan di Indonesia yang memacu kita untuk sholat tahajud. Bener nggak, sih? Iya,
Maksim Kualitas: Wacana tersebut tidak mematuhi maksim kualitas, karena terkandung tuturan-tuturan yang tidak benar. Itu terdapat pada tuturan “Extra joss susu jahe untuk menemani sholat tahajudmu, Kuku bima religi, dan Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”. Tuturan Komika memiliki efek humor, namun tuturan Komika dianggap sebagai tuturan yang keliru dan tidak logis.
Komika mengkritisi tayangan iklan yang disiarkan di televisi Indonesia, yang hanya menampilkan konten produk barang dan jasa saja, tanpa memiliki pesan moral tertentu yang bisa bermanfaat untuk masyarakat, misalnya ajakan beribadah seperti salat tahajud. Dampaknya, kesadaran masyarakat untuk menjalankan ibadah pun berkurang, terkhususnya salat wajib dan tahajud. Hal ini ditunjukkan Komika pada kalimat “Banyak iklan di Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tapi nggak ada satupun iklan di Indonesia yang memacu kita
nggak? Emang di sini ada yang pernah lihat iklan sholat tahajud gitu? Nggak ada, kan? Seharusnya ada, men, kayak “Extra joss susu jahe untuk menemani sholat tahajudmu”; atau “Kuku bima religi”; atau “Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”.
Produk minuman energi seperti Extra Joss dan Kuku Bima berfungsi untuk menambah energi bagi peminumnya, terutama saat melakukan pekerjaan berat. Begitu juga dengan produk kacang Garuda yang biasanya dinikmati dalam keadaan santai. Produk makanan dan minuman ini biasanya tidak dikonsumsi saat beribadah atau salat seperti yang dikatakan oleh Komika.
untuk sholat tahajud.” Contoh beberapa iklan produk makanan dan minuman ringan mempersuasi masyarakat untuk lebih menyaksikan pertandingan sepak bola pada dini hari atau subuh, alih-alih melaksanakan salat tahajud (bagi pemeluk agama Islam).
Oleh karena itu, makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika ialah agar iklan di televise dapat menumbuhkan, mengajak, dan memicu kesadaran masyarakat untuk taat beribadah terkhususnya salat tahajud.
3 Buta Fashion (Dzawin, SUCI 4). (https://youtu.be/KY3sw-5Kg)
4:35-5:39 Kalau menurut gue fungsi dari pakaian, fungsi dari fashion itu ada dua. Yang pertama fisual, yang kedua fungsional. Enak dilihat dan bisa merepresentasikan sikap.
Maksim Kualitas:
Wacana tidak mematuhi maksim kualitas, ketakpatuhan terdapat pada tuturan “dia bangun malam
Tuturan tersebut mengimplikasikan ormas Islam yang diasosiasikan melalui frasa “peci, koko, sarung serta kata gerebek” yang berkenaan dengan aksi penggeledahan dan razia
Percuma pakai peci, koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas bulan puasa, ada warteg masih digerebek. Iya kan? Padahal udah ditirai masih digerebek. Kan kasihan. Gue belum kenyang. Lagian gini men. Orang-orang yang makan di warteg pas bulan puasa, emang mereka pas makan pernah ada yang pamer? Keluar dari warteg terus bawa es teh gitu, ada orang yang lagi puasa, cie aus. Enggak pernah kan?. Gini men. Percuma gitu pakai peci, koko, sarung, peci, koko, sarung. Tapi giliran pas lagi ceramah di atas panggung, kepala orang dipiting. Percuma. Siapa namanya tuh? Ustad apa? Ustad apa? Ya, Ustad Harajuku. Ini
buat nonton smackdown”. Tuturan ini tidak mematuhi maksim kualitas karena hanya merupakan asumsi Komika yang bisa saja tidak berdasarkan fakta, dengan tujuan untuk menyindir Ustad Hariri yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jamaah.
rumah makan oleh ormas Islam tertentu pada Bulan Ramadhan.
Makna pesan sosial pada wacana ini yaitu fashion kita harus enak dilihat dan bisa merepresentasikan sikap kita dan kita harus mampu bersikap toleran terkhususnya ormas Islam.
mungkin waktu dia masih di pesantren, temen-temennya bangun malam buat sholat tahajud, dia bangun malam buat nonton smackdown.
4 Pemilu (Dzawin, SUCI 4). (https://youtu.be/aeSZAEaA-ts)
2:23-3:07 DPR itu tugasnya kan untuk mendengarkan suara rakyat, aspirasi rakyat. Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry, ya kan? Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di tengah-tengah pasar, iya. Di pasar itu kan segala macam ada kan? Dari tukang ayam sampai tukang cabe, ayam kampus, cabe-cabean. Ada dari gembel ngemis sampai gembel ngelem ada men. Biasa ke kantor
Makasim Kualitas: wacana tidak mematuhi maksim kualitas. Pelangaran ditandai melalui tuturan “Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di tengah- tengah pasar”. Pendapat Komika melalui tuturan tersebut terlalu mengada-ada dan mustahil terjadi, karena cakupan tugas dan fungsi anggota DPR yang begitu luas. Bukan hanya mencakup pada tataran pasar atau pada level rakyat kecil saja, namun pada
Komika mengungkapkan, fungsi keterwakilan suara rakyat yang diemban oleh anggota DPR tidak berjalan secara ideal. Hal ini ditandai melalui tuturan “Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke Kantor, ke Kantor itu pakai Camry”. Tuturan Tembok yang begitu tinggi merupakan ungkapan yang berhubungan dengan Kantor DPR RI yang berada di Senayan Jakarta. Kata Camry mengacu pada mobil sedan berkelas menengah ke atas yang bernama Toyota Camry. Tuturan ini merupakan gambaran simbol kemewahan anggota DPR.
pake Camry, ini jalan jalan kaki, pas lagi jalan ketemu preman. Tapi enggak akan dipalak. Ndak berani preman pasar malak preman negara.
tataran yang lebih luas.
Oleh demikian, tuturan tersebut mengimplikasikan para anggota DPR yang begitu sulit, ditemui, didekati, dan tidak merakyat.
Sebagai simbol kerakyatan, Komika mengusulkan agar Kantor DPR RI dipindahkan ke lingkungan sosial yang dekat dengan aktivitas masyarakat, misalnya pasar tradisional yang dijadikan sebagai simbol kerakyatan, pasar menjadi tempat jual-beli masyarakat, terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah. Hal itu dilakukan agar anggota DPR bisa mengetahui masalah yang dialami masyarakat serta mendengarkan aspirasi dan kebutuhan mereka secara langsung.
Makna pesan sosial yang disampaikan oleh Komika adalah DPR harus mampu dekat dan mendengar insprirasi rakyat dan mudah ditemui, didekati, dan
merakyat.
5 Tim U 19 (Dzawin, SUCI 4). (https://youtu.be/V5QnTjJKAv0)
0:58-1:28 Tapi sebenarnya jujur, gua kurang suka sama bola, gua kurang suka nonton bola, nggak suka bahkan. Karena kalau menurut gua, bola itu penuh dengan provokasi. Loe lihat kemarin itu ada kasus Materazzi disundul sama Zidane. Itu karena Materazzi memprovokasi Zidane. O1: Eh, Zidane, ibu kamu teroris ya? Zidane masih sabar. O1: Eh, Zidane, adik kamu teroris ya? Zidane masih sabar. O1: Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya? O2: Eh, anjir, gua digombalin. Derrr (menanduk dada O1).
Maksim Relevansi: Wacana tidak mematuhi maksim relevansi terdapat pada dialog terakhir O1 dan O2
: “Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya?” “Eh, anjir, gua digombalin. Derrr (menanduk dada O1).” Turan Komika mampu mengundang tawa penonton, namun tuturan tersebut tidak relevan, karena kehadiran kedua bagian wacana tersebut justru menjadi berlebihan dan tidak menambah informasi apapun yang relevan dengan tindakan provokasi berupa ucapan berbau SARA yang dilakukan oleh O1
Komika mengungkapkan ketidak sukaannya terhadap sepak bola. Ketidak sukaannya dikarenakan sikap provokasi yang ada dalam sepak bola yang berbau SARA. Hal tersebut ditandai melalui tuturan “bola itu penuh dengan provokasi, Materazzi, dan Zidane”. Ketiga tuturan tersebut mengimplikasikan kasus provokasi berbau isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dilakukan oleh pemain bertahan timnas Italia, Marco Materazzi terhadap pemain Prancis Zinedine Zidane.
Makna pesan sosial yang disampaikan Komika, yaitu agar dalam persepakbolaan tidak ada provokasi yang mengandung SARA agar meminimalisir perkelahian dan permusuhan dalam sepak bola.
kepada O2.
6 Penyakit Hati (Dzawin SUCI 4) (https://youtu.be/TqoWtWVQbuc)
4:14-5:00 Banyak orang sekarang itu beli Hp lebih mengedepankan gengsi ketimbang fungsi. Beli Hp sampai 12 Juta, tapi pengen pamerin, niatnya di pamerin. Pengen dipamerein tapi dikantongin, lu kalau pengen pamer jangan dikantongin, tempel di jidat, Hp Hp Hp. Beli Hp mahal banget sampai 12 Juta. Motor gue aja beli seken itu cuman 7 Juta. Lu beli Hp 12 Juta buat apa coba? Dipake ngojek nggak bisa, pake boncengan enggak bisa, ditaru di parkiran ilang. Beli Hp 12Juta, itu Hp 12 Juta 2 biji kalau digabungin dijual, mak gue umroh.
Maksim Relevansi:
wacana tidak mematuhi maksim relevan. Pelanggaran terdapat pada kalimat “Beli Hp mahal banget sampai 12 Juta. Motor gue aja beli seken itu cuman 7 Juta. Lu beli Hp 12 Juta buat apa coba? Dipake ngojek nggak bisa, pake boncengan enggak bisa, ditaru di parkiran ilang”. Kalimat tersebut tidak relevan karen fungsi dari Motor dan Hp berbeda dan tidak ada keterkaitan. Sehingga membandingkan fungsi Hp dan motor tidaklah relevan.
Pada wacana ini Komika mengkritisi terkait orang-orang yang membeli suatu barang dengan lebih mengedepankan gengsi ketimbang fungsi. Contoh yang disampaikan oleh Komika ialah orang-orang yang membeli Hp sampai 12 Juta hanya untuk dipamerkan.
Makna pesan sosial dalam wacana ini, yaitu mengajak agar orang-orang membeli suatu barang lebih mengedepankan fungsi dari pada genggsi.
7 Pedagang Asongan (Dzawin, SUCI
2:42-3:41 Lagian gini men. Cewek itu sering banget ngomongin masalah
Maksim cara:
Wacana tidak mematuhi maksim
Komika mengkritik kaum perempuan, secara khusus yang sering membicarakan
4). (https://youtu.be/7kq_qpidE0Y)
kesetaraan gender. Bener gak sih? Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Contohnya begini. Gua naik bis, gua naik kereta sama adek gua, tempat duduknya cuma satu. Adek gua duduk, gua berdiri; nggak setara, tetapi proporsional karena gua lebih kuat, hitungannya setara. Atau pakai solusi yang kedua, gua duduk, adik gua gua pangku. Ini cewek mintanya kesetaraan gender, tapi giliran di kereta tempat duduk cuma satu gua duduk dia berdiri ngelihatin gua terus. Ya, nggak gua kasih. Kan setara. Kalau mau, pakai solusi yang kedua: elu gua pangku.
cara. Tuturan melanggar maksim cara terletak pada ambiguitas frasa “adik gua”. Pada awal tuturan Komika, frasa “adik gua” bermakna “saudara kandung yang lebih muda”. Sementara pada akhir tuturan Komika, frasa “adik gua” dapat bermakna “kemaluan laki-laki” mengalami sebuah ketaksaan, terutama ketika diikuti oleh kata kerja “berdiri”. Sehingga maknanya tidak saja bermakna tunggal “saudara mudanya yang berdiri”, namun bisa juga bermakna “kemaluannya berereksi”. Dengan demikian, tuturan Komika tidak mematuhi maksim
dan menuntut persamaan hak atau kesetaraan gender terhadap kaum laki-laki. Hal tersebut terdapat pada kalimat “Cewek itu sering banget ngomongin masalah kesetaraan gender”. Hal yang dikritik pada wacana ini ialah kesalahpahaman kaum perempuan terhadap konsep kesetaraan gender. Hal ini ditunjukkan melalui tuturan “Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas”. Dalam ilustrasinya di atas, seorang wanita di kereta api yang tengah berdiri karena tidak mendapatkan kursi kosong, ia selalu memandangi Komika yang sedang duduk bersama adiknya, dengan harapan Komika mempersilakan wanita tersebut menduduki kursinya. Komika tidak
Iya, nggak? Kalau elu gua pangku, ya adik gua berdiri. Iya kan? Kalau masih nggak mau juga, ya udah silakan duduk, tapi elu pangku gua, ya adik gua berdiri lagi.
cara.
memberikan kursinya untuk ditempati oleh wanita tersebut karena ia memiliki hak untuk tetap menduduki kursi yang sudah ditempatinya sejak awal dan ia merasa tidak adil jika ia harus berdiri karena memberikan kursi yang didudukinya ditempati oleh wanita tersebut. Dengan kata lain, wanita itu ingin berusaha mendapatkan haknya untuk menduduki kursi tersebut dengan melanggar atau mengabaikan hak Komika menempati kursi tersebut. Makna pesan sosial Komika, yaitu kesetaraan itu penting, namun harus proposional.
8 Makanan Terenak Se-Nusantara (Dzawin, SUCI 4) (https://youtu.be/KY3sw-5Kg)
0:10-0:37 Eh, loe tahu nggak sih, dari sekian banyak makanan nusantara, makanan yang menurut gue paling enak itu adalah makanan pesantren. Kenapa? Karena makanan
Maksim Cara: Wacana tidak mematuhi maksim cara. Wacana tidak mematuhi maksim cara terdapat pada tuturan “malam-malam kita makan
Komika mengkritisi pondok pesantren selaku institusi pendidikan Islam yang tidak terlalu memberikan perhatian serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri. Hal tersebut diungkapkan pada tuturan “Karena
pesantren itu bergizi men, bergizi rendah. Pagi-pagi kita makan nasi, tahu, kerupuk; siang-siang kita makan nasi, tempe, kerupuk. Malam-malam kita makan hati men. Makannya itu-itu mulu.
hati, men”. Tuturan “makan hati” diasumsikan mengandung dua arti. Pertama, makan hati yang berarti aktivitas mengonsumsi jeroan hati ampela. Dan kedua, ungkapan yang bermakna kecewa, sedih, atau kesal. Adapun tuturan yang dimaksudkan Komika mengacu pada arti yang kedua, yaitu kecewa, sedih, atau kesal.
makanan pesantren itu bergizi, men, bergizi rendah”.
Pada pagi hari, para santri dihidangakan nasi, kerupuk, dan tahu. Pada siang hari, nasi, tempe, dan kerupuk menjadi menu santap siang para santri. Jika menakar kandungan gizi makanan tersebut, maka didapat hasil sebagai berikut: nasi mengandung karbohidrat; tahu mengandung protein, lemak, dan karbohidrat; tempe mengandung protein, lemak, dan karbohidrat; kerupuk mengandung karbohidrat serta kadar gula dan garam yang tinggi. Komika menilai, kandungan dan keseimbangan gizi dari pangan-pangan tersebut memprihatinkan.
Sementara itu, tuturan “makan hati” yang diungkapkan Komika bukan mengacu pada aktivitas mengonsumsi jeroan ati ampela, melainkan sebuah
ungkapan yang bermakna “kecewa, sedih, atau kesal‟. Komika kecewa dan sedih karena sepanjang dan setiap hari para santri selalu disajikan menu makanan yang sama yang memiliki kualitas gizi yang rendah dan tidak seimbang.
Jadi makna pesan sosial pada wacan ini, yaitu harapan agar pondok pesantren selaku institusi pendidikan Islam agar memberikan perhatian serius pada persoalan kebutuhan gizi para santri.
RIWAYAT HIDUP
Najamuddin, lahir pada tanggal 21 Mei 1996 di
kelurahan Kandai Dua kecamatan Woja
kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Anak ke
Dua dari Dua bersaudara. Buah kasih sayang dari
pasangan bapak Jamaluddin dan ibu Nurjanah.
Peneliti memasuki jenjang pendidikan dasar
dibangku SD Negeri 7 Woja tahun 2002 dan tamat pada tahun 2008. Peneliti
melanjutkan jenjang pendidikan menengah pertama pada tahun 2008 di SMP
Negeri 1 Woja dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun 2011 peneliti
melanjutkan pendidikan sekolah menegah atas di SMA Negeri 1 Woja dan tamat
pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa
pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Program Studi Strata I
dan lulus pada tahun 2018. Kemudian di tahun itu juga peneliti melanjutkan
pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar dan
mengambil Jurusan Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Kerja keras, pengorbanan serta kesabaran dan atas izin Allah Swt,
pada tahun 2021 peneliti mengakhiri masa perkuliahan dengan menyusun karya
ilmiah yang berjudul “Wacana Humor Dalam Stand Up Comedy (Kajian
Pragmatik Grice).”