Upload
mindiya-jandi
View
679
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERSENSITIVITAS GIGI
Hipersentivitas gigi, sensitivitas dentin atau hipersensitivitas sering digunakan
untuk mendeskripsikan kondisi klinis dari respon berlebihan dari stimulus exogen.
Stimulus exogen termasuk thermal, taktil, atau perubahan osmotik. Yang mana stimulus
ekstrim dapat membuat semua gigi sakit. Kata hipersensitivitas berarti respon sakit pada
stimulus tidak normal yang berhubungan dengan nyeri (Garg,2010). Nyeri sering di
deskripsikan “sebagai sensori tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sebenarnya atau berpotensi terjadi kerusakan
jaringan (Garg,2010)
Hipersensitivitas dentin terjadi karena terbukanya dentin yang pada umumnya
disebabkan karena resesi gingiva akibat kesalahan menyikat gigi sehingga terjadi abrasi dan
erosi. Pada umumnya terjadi di bagian servikal gigi dengan gejala sakit atau
ngilu apabila terjadi kontak dengan rangsangan dari luar seperti panas dingin,
dehidrasi (hembusan udara), asam, maupun alat alat kedokteran gigi misalnya
sonde, pinset, dan lain-lain. Bagi penderita r a s a n g i l u i t u m e r u p a k a n
s u a t u g a n g g u a n , d i m a n a s e c a r a t i d a k l a n g s u n g a k a n m e n i m b u l k a n
masalah lain seperti terganggunya pembersihan gigi dan mulut, sehingga
kebersihan mulut kurang sempurna yang akhirnya akan menyebabkan kelainan
periodontal. Untuk mencegah terjadinya kelainan lebih lanjut maka hipersensitivitas
dentin perlu dirawat.(Prijantijo, 1996).
Reaksi hipersensitifitas pada gigi sering dikaitkan dengan teori hidrodinamik. Teori
hidrodinamik pada sensitifitas dentin adalah proses penerusan perpindahan cairan dentin ke
tubulus dentin, yang mana merupakan perpindahan ke salah satu arah yaitu ke arah luar
(permukaan) atau ke arah dalam (pulpa) dan menstimulasi nervus sensoris pada dentin atau
pulpa. Gerakan cairan sangat cepat dan terjadi sebagai respon terhadap perubahan temperatur,
tekanan, atau mekanik yang menghasilkan deformasi mekanis pada odontoblas dan saraf di
dekatnya (Ingle, 2002) . Teori hidrodinamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap
panas, dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan dentin,
sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin memungkinkan cairan
dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan dentin yang dipotong atau terbuka
dapat merusak bentuk tubuli dan menyebabkan gerakan cairan. Semua rangsangan ini
mengakibatkan gerakan cairan dentin dan menggiatkan ujung saraf.(Grossman, 1988).
Pada dasarnya dentin bersifat sensitif karena secara struktural mengandung
serabut saraf yang berjalan dalam tubulus dari arah pulpa. Namun kesensitifan ini tidak
menimbulkan masalah karena adanya jaringan lain yang melindungi dentin yaitu tubulus,
enamel, dan ginggiva. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa tubulus dentin pada
pesien dengan dentin hypersensitivity ditemukan lebih banyak dan berkembang
dibandingkan dengan orang normal.Hasil ini selaras dengan hipotesis bahwa rasa nyeri
dimediasi oleh mekanisme hidrodinamik. (Orchardson and Gillam, 2006).
Erosi gigi dapat meningkatkan sensitivitas dari dentin sehingga gigi lebih sensitif saat
terpapar rangsangan, terutama rangsangan suhu. Keadaan ini sering disebut
hipersensitivitas dentin yang semakin hari semakin sering dijumpai.
Hipersensitivitas dentin ini dapat diketahui dari intensitas nyeri yang dihasilkan.
Semakin berat hipersensitivitas dentin yang terjadi, semakin berat pula intensitas nyeri
yang dihasilkan.(Mitchell, 2004).
Gigi sensitif diakibatkan oleh terbukanya lapisan dentin. Ketika lapisan dentin terbuka,
rangsang termal akan mudah terdeteksi, sehingga akan membuat gigi terasa linu ketika
makan/ minum dengan suhu yang dingin. Beberapa perawatan gigi ada juga yang
mengakhibatkan gigi sensitif. Di antaranya pemutihan gigi, pembersihan karang gigi /
skeling, perawatan kawat gigi, dan penambalan gigi (Ardyan, 2010). Penambalan gigi harus
dilakukan dengan prosedur yang tepat, selain itu menjaga kebersihan mulut tetaplah penting.
Gigi yang telah ditambal dan tidak dijaga kebersihannya memungkinkan terjadinya karies
sekunder. Karies sekunder ini merupakan karies kompleks yang terbentuk setelah karies
primer. Karies sekunder akan berakhibat terbukanya lapisan dentin lebih dalam menuju
pulpa, sehingga rangsang termal akan lebih mudah masuk ke ujung saraf di pulpa, akhibatnya
sensitifitas gigi akan meningkat. ( David, 2008 ).
PULPITIS
Pulpa adalah organ formatif gigi dan membangung dentin primer selama perkembangan
gigi, dentin sekunder setelah erupsi dan dentin reparative sebagai respon terhadap stimulasi
selama odontoblas tetpau utuh. Pulpa bereaksi terhadap stimuli panas dan dingin yang hanya
dirasakan sebagai rasa skait. Pulpa biasanya tahan terhadap sushu sekitar 16 derajat celcius
dan 55 derajat celcius yang dikenakan secara langsung pada daerah superfisial. Rasa sakit
merupakan suatu reaksi protektif yang menjadi tanda bahwa terjadi suatu peradangan atau
kerusakan pada pulpa. Apabila terjadi kerusakan pada pulpa sangat kecil kemungkinan untuk
kembali seperti semula. Semua ini tergantung pada aktivitas seluler, suplai nutrisi, usia,
metabolik dan parameter fisiologis yang lainnya.
Etiologi yang sering didapatkan pada kerusakan yang terjadi pada pulpa adalah fisis
(mekanis ,thermal, listrik, dan radiasi), kimiawi (asam fosfat, monomer akriik, erosi akibat
asam) dan bacterial (toksin yang diproduksi oleh bakteri, invasi bakterial secara langsung
kedalam pulpa, dan kolonisasi microbial didalam pulpa).
Pupitis adalah keadaan dimana daerah pulpa mengalami inflamasi akut maupun kronis,
sebgian atau seluruhnya dan dapa pula dalam keadaan terinfeksi atau streril. Dua jenis
inflamasi pulpa yaitu kronis dan akut :
1. pulpitis kronis berasal dari pulpa yang terbuka akibat karies atau trauma.
2. pulpitis akut umunya mengalami rasa sakit yang cepat, sebentar.
Pulpitis itu sendiri ada yang bersifat reversible dan ireversibel. Pulpitis reversible adalah
suatu kondisi inflamasi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh stimulus noksius, tetapi
kemampuan pulpa untuk kembali seperti semula memiliki kemungkinan yang masih besar
dan rasa sakit akan hilang bila stimulus dihilangkan. Rasa sakit yang berlangsung sebentar
dapat diakibatkan oleh stimulus thermal, trauma maupun stimulus kimiawi. Pulpitis
reversible simtomatik ditandain dengan rasa sakit yang tajam, hanya sebentar, lebih sering
diakibatkan oleh suhu dingin daripada panas atau oleh udara dingin. Tidak timbul secara
spontan dan tidak berlanjut jika etiologi dihilangkan. Perbedaan dengan pulpitis ireversibel
adalah dimana pada pulpitis ireversibel rasa sakit yang terjadi biasanya lebih parah dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, tetap erasa sakit meskipun etiologi telah
dihilangkan dan sering disertai dengan rasa sakit yang spontan. Pulpitis ireversibel biasanya
disertain dengan keadaan pulpa yang infeksi.
Perawatan terbaik untuk pulpitis reversible adalah pencegahan. Perawatan periodik
untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas. Tes vitalitas
merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan terdapat suatu keadaan nekrosis pada
sekitar daerah pulpa atau jaringan sekitarnya. Namun dalam penanganan inflamasi hendaknya
dianggap sebagai pulpitis ireversibel.
Prognosis untuk untuk pulpa adalah baik jika etiologi dihilangkan sedini mungkin. Hal
ini berguna untuk mencegah terjadiya perluasan kearah pulpitis ireversibel yang semakin
parah
(Grossman, et al., 1988)
RESTORASI
Pada kasus yang dialami pasien, pasien ingin ditambal sewarna gigi. Hal ini bisa diatasi
dengan komposit. Komposit kini telah digunakan dalam restorasi dan dalam memperoleh
estetik yang baik, yang sebelumnya menggunakan amalgam (Horsted, et.al. 1999). Sebelum
kita melakukan suatu penumpatan alangkah baiknya kita menetukan klasifikasi dari kavitas
yang aka kita tumpat tersebut. Adapun klasifikasi kavitas Menurut Black, lesi karies
diklasifikasikan menjadi:
- Kelas I: mengenai pits dan/atau fissure serta berhubungan dengan lesi karies
- Kelas II: mengenai permukaan proksimal gigi posterior
- Kelas III: mengenai permukaan proksimal gigi anterior
- Kelas IV: mengenai permukaan proksimal gigi anterior dan melibatkan sudut incisal
- Kelas V: mengenai permukaan servikal
(Qualtrough et al, 2005)
RESIN KOMPOSIT
Generasi resin komposit yang kini beredar mulai dikenal di akhir tahun enam puluhan.
Sejak itu, bahan tersebut merupakan bahan restorasi anterior yang banyak dipakai karena
pemakaiannya gampang, warnanya baik, dan mempunyai sifat fisik yang lebih baik
dibandingkan dengan bahan tumpatan lain. Sejak akhir tahun enam puluhan tersebut,
perubahan komposisi dan pengembangan formulasi kimianya relatif sedikit.Bahan yang
terlebih dulu diciptakan adalah bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swapolimer),
sedangkan bahan yang lebih baru adalah bahan yang polimerisasinya dibantu dengan sinar.
Resin komposit mempunyai derajat translusensi yang tinggi. Warnanya tergantung pada
macam serta ukuran pasi dan pewarna yang dipilih oleh pabrik pembuatnya, mengingat resin
itu sendiri sebenarnya transparan. Dalam jangka panjang, warna restorasi resin komposit
dapat bertahan cukup baik. Biokompabilitas resin komposit kurang baik jika dibandingkan
dengan bahan restorasi semen glass ionomer, karena resin komposit merupakan bahan yang
iritan terhadap pulpa jika pulpa tidak dilindungi oleh bahan pelapik. Agar pulpa terhindar dari
kerusakan, dinding dentin harus dilapisi oleh semen pelapik yang sesuai, sedangkan teknik
etsa untuk memperoleh bonding mekanis hanya dilakukan di email perifer.
· Indikasi restorasi komposit :
Resin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi klinis. Secara umum, resin
komposit digunakan untuk:
a. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI
b. Fondasi atau core buildups
c. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif)
d. Prosedur estetis tambahan
1. Partial veneers
2. Full veneers
3. Modifikasi kontur gigi
4. Penutupan/perapatan diastema
e. Semen (untuk restorasi tidak langsung).
f. Restorasi sementara
g. Periodontal splinting
Restorasi kavitas klas I komposit, The American Dental Association(ADA)
mengindikasikan kelayakan resin komposit untuk digunakan sebagai pit dan fissure sealant,
resin preventif, lesi awal kelas I dan II yang menggunakan modifikasi preparasi gigi
konservatif, restorasi kelas I dan II yang berukuran sedang, restorasi kelas V, restorasi pada
tempat-tempat yang memerlukan estetika, dan restorasi pada pasien yang alergi atau sensitif
terhadap logam.
ADA tidak mendukung penggunaan komposit pada gigi dengan tekanan oklusal yang
besar, tempat atau area yang tidak dapat diisolasi, atau pasien yang alergi atau sensitif
terhadap material komposit. Jika komposit digunakan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, ADA menyatakan bahwa "ketika digunakan dengan benar pada gigi-geligi
desidui dan permanen, resin berbahan dasar komposit dapat bertahan seumur hidup sama
seperti restorasi amalgam kelas I, II, dan V. D
· Komponen resin komposit :
1. Komponen resin organik: filler anorganik
2. Coupling agent untuk menggabungkan resin dan filler
3. Inisiator dan aktivator untuk mengaktifkan mekanisme setting
4. InhibitorPigmen dan komponen lainnya
· Keuntungan penggunaan resin komposit :
1. Penghubung dengan sistem adesive dentin, dapat ditempatkan dengan minimal atau tanpa
preparasi gigi.
2. Light curing memungkinkan segera dilakukan finishing dan polishing setelah pengisian
kavitas (Sherwood, 2010).
3. Restorasi, jika diletakkan secara tepat pada gigi yang dimaksud maka akan mengurangi
marginal linkage yang dapat menyebabkan staining, karies sekunder, dan gigi sensitif.
4. Operator dapat melakukan refinish, memperbaharui atau merestorasi tambalan tersebut.
Hasilnya lebih konservative dan perawatannya sedikit mungkin menghilangkan bagian gigi.
· Kerugian penggunaan resin komposit :
1. Polimerisasi shringkage 2-3% dapat mengganggu marginal adaptasi dari material, fraktur
pada tonjol yang lemah terutama pada premolar, dan menghasilkan post-operative sensitivity.
2. Bonding ke dentin menjadi suatu masalah, terutama pada tepi preparasi, contoh : lantai
dibawah box ketika lantai dibawah cemento-enamel junction(CEJ) di preparasi proximal.
3. Absorbsi air pada permukaan dan marginal staining setelah beberapa tahun perawatan
4. Sensitivitas pasien dan operator terhadap bahan adesive resin terutama
hydroxyethylmethacrylate (HEMA).
5. Kurang radiopak dibandingkan amalgam pada interpretasi radiografi sehingga sedikit
menyulitkan dalam pemeriksaan.
· Indikasi penggunaan resin komposit :
1. Kecil, medium, besar restorasi oklusal pada gigi posterior
2. Kecil, medium, besar pada restorasi proximal pada gigi premolar dan kecil sampai sedang
pada preparasi proximal gigi molar permanen.
3. Lesi cervikal pada semua gigi
4. Restorasi incisal edge
5. Fissure sealant dan preventive restorasi resi
· Kontraindikasi penggunaan resin komposit
1. Preparasi proximal yang besar pada gigi molar permanen yang ada tuntutan perbaikan tonjol.
2. Restorasi lesi karies akar yang lebih baik menggunakan semen ionomer kaca .
3. Pada pasien yang mempunyai alergi pada satu atau lebih komponen resin-base-restorative-
material termasuk adesive sistem.
4. Kavitas interproxinal yang sangat dalam sehingga sinar tidak dapat mengjangkau.
(Ireland, 2006)
Keluhan pasien yang lain yaitu sisa makanan masih sering terselip di gigi yang
ditambal dengan amalgam, ini berarti tambalan dengan amalgam tersebut tidak bagus, dan
tidak benar-benar merestorasi karies yang terdapat pada gigi pasien. Hal ini bisa diatasi
dengan menumpat lubang-lubang di sela-sela gigi dengan komposit dengan prosedur yang
tepat sehingga kejadian seperti tumpatan amalgam yang lalu tidak terjadi lagi. Teknik
komposit posterior jauh lebih memerlukan ketepatan teknis dibandingkan restorasi amalgam
dan untuk menyelesaikan restorasinya memerlukan waktu lebih banyak (Horsted, et.al. 1999).
Material restorasi ini juga bertahan lama, sehingga cenderung memberikan kerapatan yang
paling baik (Walton, 2008).
KARIES SEKUNDER
Karies sekunder adalah lesi pada tepi restorasi yang telah ada sebelumnya.
Pemeriksaan histologis menunjukan suatu demineralisasi jaringan sepanjang dinding kavitas.
Karies sekunder berbeda dengan 3 wall lesions D dan merupakan hasil dari suatu
microleakage. Dan juga berbeda dengan residual karies yang merupakan sisa jaringan
terdemineralisasi yang tertinggal saat preparasi kavitas. Karies sekunder muncul pada area
penumpukan plak. Karena alasan inilah, batas cervical dari tambalan yang umumnya terkena
(Edwina, 2001).
· Mekanisme terjadinya karies sekunder
1. Proses terjadinya karies Menurut Teori Kimia parasit (WD. Miller)
Enzim dalam air ludah seperti amilase, maltose akan mengubah polisakarida menjadi glukose
dan maltose. Glukosa akan menguraikan enzim-enzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme
terutama laktobasilus dan streptokokus akan menghasilkan asam susu dan asam laktat, maka
pH rendah dari asam susu (pH 5,5) akan merusak bahan-bahan anorganik dari email (93 %)
sehingga terbentuk lubang kecil (Yuwono, 1993). Predisposisi untuk terjadinya karies gigi
yaitu Keadaan gigi yang porus, lunak (Hipoplasia), adanya fisur-fisur yang dalam seperti
foramen saekum, posisi gigi yang tidak teratur, pada wanita hamil, penderita penyakit
Diabetus militus, rematik dan lain lain
2. Teori endogen-pulpogene phospatase (Csernyei, 1932).
· Penyebab-penyebab karies sekunder
Kegagalan restorasi resin komposit yang menyebabkan kebocoran dari resin komposit,
dikarenakan:
1. Perbedaan masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara resin komposit, dentin, dan
enamel.
2. Penggunaan oklusi dan pengunyahan yang normal .
3. Kesulitan karena adanya kelembaban, mikroflora yang ada, lingkungan mulut bersifat asam.
(Hermina, 2003)
4. Adanya mikroleakage, yang merupakan suatu celah berukuran mikro antara bahan restorasi
dengan struktur gigi, sehingga margin restorasi terbuka serta (Yuwono, 1990).
5. Adaptasi yang buruk, yang menyebabkan masuknya cairan oral, bakteri maupun toksinnya
sehingga menyebabkan karies sekunder (Sularsih, 2007).
· Tindakan restoratif yang bisa dilakukan pada karies sekunder
Diagnosis dari sekunder karies merujuk pada penempatan kembali dari restorasi.
Diagnosis dan perawatan harus mengikuti prosedur yang sama seperti lesi karies primer yaitu
dengan replacement seluruh restorasi (Mjor,2006).
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
· Tes sondasi dilakukan dengan menggunakan ujung sonde yang tajam dengan menggoreskan
di dasar kavitas. Bila terjadi perforasi pulpa biasanya pasien akan kesakitan
· Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan oklusal atau incisal darigigi yang
diduga mengalami karies Dan gigi di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut
untuk mendeteksi adanya nyeri.
· Tes palpasi dilakukan dengan meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas
region apical gigi. Nyeri pada saat palpasi bisa saja menunjukan adanya suatu abses pada
tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya. Palpasi juga dapat
menunjukan pembengkakan yang tidak disertai nyeri.
(Roberson, 2002)
GANGREN PULPA
Gangren Pulpa adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati sebagai
sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa
yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel
pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-selsebagian besar pulpa yang
masih hidup. Proses terjadinya gangren pulpa diawali oleh proses karies. Karies dentis adalah
suatu penghancuran struktur gigi (email, dentindan sementum) oleh aktivitas sel jasad renik
(mikro-organisme) dalam dental plak.
Jadi proses karies hanya dapat terbentuk apabila terdapat faktor yang
salingtumpang tindih. Adapun faktor-faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat makanan,
kerentanan permukaan gigi serta waktu. Perjalanan gangrene pulpa dimulai dengan adanya
karies yang mengenai email (karies superfisialis), dimana terdapat lubangdangkal, tidak lebih
dari 1mm. Selanjutnya proses berlanjut menjadi karies pada dentin (karies media) yang
disertai dengan rasa nyeri yang spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin atau
makanan yang manis dan segera hilang jika rangsangan dihilangkan. Karies dentin kemudian
berlanjut menjadi karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai pulpitis. Pada pulpitis terdapat
lubang lebih dari 1mm. pada pulpitis terjadi peradangan kamar pulpa yang berisi saraf,
pembuluh darah, dan pempuluh limfe, sehingga timbul rasa nyeri yang hebat, jika proses
karies berlanjut dan mencapai bagian yang lebih dalam (karies profunda). Maka akan
menyebabkan terjadinya gangren pulpa yang ditandai dengan perubahan warna gigi terlihat
berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan pada lubang perforasi tersebut tercium bau busuk
akibat dari proses pembusukan dari toksin kuman.
Gejala klinik
Gejala yang didapat dari pulpa yang gangren bisa terjadi tanpa keluhan sakit,
dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna
kecoklatan atau keabu-abuan Pada gangrene pulpa dapat disebut juga gigi non vital dimana
pada gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi pada cavity test (tes dengan panas atau
dingin) dan pada lubang perforasi tercium bau busuk, gigi tersebut baru akan memberikan
rasa sakit apabila penderita minum atau makan benda yang panas yang menyebabkan
pemuaian gas dalam rongga pulpa tersebut yang menekan ujung saraf akar gigi sebelahnya
yang masih vital.
Tindakan yang dilakukan pada gangrene pulpa yaitu ekstraksi pada gigi yang sakit,
karena pada kondisi ini gigi akan menjadi non-vital (gigi mati) sehingga akan menjadi
sumber infeksi (fokal infeksi).
BAB IV
PEMBAHASAN
I. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Mengacu pada kasus dan teori yang telah diuraikan, diagnose awal yang merupakan
hasil pemeriksaan subjektif adalah pulpitis reversible. Dimana pasien yang datang
mengalami gejala nyeri apabila terdapat rangsangan suhu rendah atau dingin, tidak nyeri
spontan, terdapat lesi karies disekitar tumpatan. Seperti apa yang telah diterangkan dalam
teori, hipersensitifitas pasien terjadi akibat adanya keadaan dentin yang terbuka, sehingga
pasien sangat sensitif apabila diberikan suatu stimulus yang ekstrim (Prijantijo, 1996).
Keadaan ini bila dihubungkan dengan kasus akibat terjadinya karies yang pada saat ini pasien
telah mengalami restorasi kavitas yang disertai dengan lesi karies sekunder disekitar daerah
restorasi. Rasa sakit yang dialami pasien bukan merupakan rasa sakit yang spontan kedaan ini
dapat dikaitkan dengan keadaan pulpitis reversible dimana gejala klinis pasien yang
mengalami pulpitis reversible adalah ditandai dengan rasa sakit yang tajam, hanya sebentar,
lebih sering diakibatkan oleh suhu dingin daripada panas atau oleh udara dingin. Tidak timbul
secara spontan dan tidak berlanjut jika etiologi dihilangkan (Grossman, et al., 1988).
Pasien ingin dilakukan restorasi ulang, dengan menggunakan bahan restorasi yang
sewarna dengan gigi asli. Dalam hal ini bahan retorasi dapat menggunakan resin komposit.
Karena warna dari resin komposit seperti yang telah diuraikan dalam teori bahwa komposit
kini telah digunakan dalam restorasi dan dalam memperoleh estetik yang baik, yang
sebelumnya menggunakan amalgam. (Horsted, et.al. 1999).
Namun diagnosis terhadap pasien dapat dipastikan setelah melakukan pemeriksaan
secara objektif.
II. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
A. Gigi Molar 1 atas kiri
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondasi, perkusi, dan palpasi.
Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan oklusal atau incisal dari gigi yang
diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut
untuk mendeteksi adanya nyeri.
Pada uji perkusi dan palpasi pada gigi ini menunjukkan hasil yang negatif (-) karena pasien
tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi dan palpasi, kemungkinan pasien tidak
mengalami inflamasi periodontal maupun abses pada tulang alveolarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung gigi masih sehat. Untuk mengetahui
vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE. Stimulus dingin dilakukan dengan
membasahi kapas dengan ethyl chloride dan diaplikasikan pada gigi.
Jika terdapat respon positif, maka dapat diasumsikan bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-
kadang gigi non-vital dapat memberikan respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan
stimulus mengalir melalui dentin ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya
lambat sedangkan respon gigi yang masih vital lebih cepat (Kidd et al, 2003). Akan tetapi uji
vitalitas negatif. Dari uraian di atas dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon negatif nyeri
sesaat, gigi tersebut kemungkinan sudah hampir tidak memperoleh suplai saraf.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi kemungkinan sudah tidak vital karena
nekrosis pulpa yang ditunjukkan dengan uji CE negatif walaupun nyeri sesaat.
B. Gigi Premolar 2 atas kiri
Karies yang terjadi sudah mencapai dentin, akan tetapi kemungkinan karies yang terjadi
belum terlalu parah, karies yang terjadi baru memasuki tahap awal karies dentin dikarenakan
tes pemeriksaan sondasi, perkusi, palpasi masih negatif. Tetapi, karies yang telah mencapai
dentin bisa saja sensitive terhadap rangsangan panas, dingin, asam atau manis. Untuk
mengetahui vitalitas gigi tersebut bisa dilakukan test dengan menggunakan CE. Stimulus
dingin dilakukan dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan diaplikasikan pada gigi.
Apabila responnya positif (+) dapat diasumsikan bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang –
kadang gigi non vital dapat memberikan respon positif hal ini kemungkinan disebabkan
stimulus mengalir melalui dentin ke membrane periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya
lambat sedangkan respon gigi yang masih vital lebih cepat.
(Kidd et al, 2003)
1. Kavitas di distal, kedalaman dentin
ü Menentukan kelas kavitas
Pada gigi premolar kedua rahang atas kiri terdapat kavitas di bagian distal dengan kedalaman
sampai dentin.Berdasarkan klasifikasi Black, maka karies yang dialami pasien
dapatdigolongkan dalam kelas II.
ü Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Tipe perawatan restoratif yang diberikan bisa dengan bahan tumpatan komposit karena
tumpatan dengan bahan komposit memiliki warna yang mirip dengan gigi sehingga pasien
mendapatkan kepuasan baik dari segi kuratif maupun estetik. Selain itu, tumpatan pada
kavitas dibagian distal menanggung beban oklusi yang tinggi dan resin komposit adalah salah
satu bahan tumpatan yang memiliki tekanan kompresi yang tinggi.
ü Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif tersebut (alat, bahan, dan
langkah-langkah)
a. Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
b. Pertimbangan resistensi dan retensi.
c. Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
d. Penyingkiran karies dentin
e. MenghaluskanTepi preparasi.
ü Alat-alat yang digunakan untuk perawatan :
o Rubber Dam : untuk mengisolasi gigi caries
o Bur kecil : untuk membuka akses ke jaringan karies pada sisi mesial
o Round Steel bur : membersihkan jaringan karies
o Cervical Margin trimmer : untuk membuat dinding enamel
o Matrix retainer & Matrix band : untuk mengarahkan bentuk restorasi
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondasi, perkusi, dan palpasi.
Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan oklusal atau incisal dari gigi yang
diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut
untuk mendeteksi adanya nyeri. Nyeri pada tes perkusi menunjukkan kemungkinan luka
sampai membran periodontal dari pulpa atau disebut juga inflamasi. Sedangkan palpasi
dilakukan dengan meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio
apikal gigi. Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya
dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan pembengkakan
yang tidak disertai nyeri (Roberson, 2002). Uji sondasi, perkusi, dan palpasi pada gigi ini
menunjukkan hasil yang negatif, karena pasien tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi
dan palpasi, kemungkinan pasien tidak mengalami inflamasi periodontal maupun abses pada
tulang alveolarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung gigi masih sehat.
Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE. Stimulus dingin dilakukan
dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan diaplikasikan pada gigi. Jika terdapat
respon positif, maka dapat diasumsikan bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-kadang gigi
non-vital dapat memberikan respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus
mengalir melalui dentin ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat
sedangkan respon gigi yang masih vital lebih cepat (Kidd et al, 2003). Pada uji vitalitas ini
diperoleh hasil positif.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon positif, gigi tersebut masih
memperolah suplai saraf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi ini masih vital.
2. Tindakan yang perlu dilakukan pada kasus 2B:
Dilakukan proses pembuangan jaringan karies dengan mempertimbangkan retensi dan
resistensi, Dilakukan penumpatan pada bagian gigi yang jaringan karies nya telah dibuang,
dilakukan penghalusan pada tepi preparasi.
C. Gigi Molar 2 atas kiri
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif (ekstraoral dan intraoral)
Berdasarkan pemeriksaan klinis, secara objektif didapatkan :
ü Karies profunda (+)
ü Pemeriksaan sonde (-) dengan menggunakan sonde mulut, lalu ditusukkan beberapa kali ke
dalam karies, hasilnya negatif. Pasien tidak merasakan sakit.
ü Pemeriksaan perkusi (-) dengan menggunakan ujung sonde mulut yang bulat,diketuk-ketuk
kedalam gigi yang sakit, hasilnya (-).pasien tidak merasakan sakit.
ü Pemeriksaan penciuman, dengan menggunakan pinset, ambil kapas lalusentuhkan pada gigi
yang sakit kemudian cium kapasnya, hasilnya (+) akan tercium bau busuk dari mulut pasien.
ü Pemeriksaan foto rontgen, terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan terlihat juga rongga
pulpa yang telah terbuka dan jaringan periodontium memperlihatkan penebalan.
· Kavitas di proksimal, kedalaman dentin
ü Menentukan kelas kavitas
Pada gigi premolar kedua rahang atas kiri terdapat kavitas di bagian distal dengan kedalaman
sampai dentin.Berdasarkan klasifikasi Black, maka karies yang dialami pasien
dapatdigolongkan dalam kelas II.
ü Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Tipe perawatan restoratif yang diberikan bisa dengan bahan tumpatan komposit karena
tumpatan dengan bahan komposit memiliki warna yang mirip dengan gigi sehingga pasien
mendapatkan kepuasan baik dari segi kuratif maupun estetik. Selain itu, tumpatan pada
kavitas dibagian distal menanggung beban oklusi yang tinggi dan resin komposit adalah salah
satu bahan tumpatan yang memiliki tekanan kompresi yang tinggi.
ü Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif tersebut (alat, bahan, dan
langkah-langkah)
f. Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
g. Pertimbangan resistensi dan retensi.
h. Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
i. Penyingkiran karies dentin
j. MenghaluskanTepi preparasi.
ü Alat-alat yang digunakan untuk perawatan :
o Rubber Dam : untuk mengisolasi gigi caries
o Bur kecil : untuk membuka akses ke jaringan karies pada sisi mesial
o Round Steel bur : membersihkan jaringan karies
o Cervical Margin trimmer : untuk membuat dinding enamel
o Matrix retainer & Matrix band : untuk mengarahkan bentuk restorasi
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondai, perkusi, dan palpasi.
Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan oklusal atau incisal dari gigi yang
diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut
untuk mendeteksi adanya nyeri. Nyeri pada tes perkusi menunjukkan kemungkinan luka
sampai membran periodontal dari pulpa atau disebut juga inflamasi. Sedangkan palpasi
dilakukan dengan meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio
apikal gigi. Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya
dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan pembengkakan
yang tidak disertai nyeri (Roberson, 2002). Uji sondasi, perkusi, dan palpasi pada gigi ini
menunjukkan hasil yang negatif, karena pasien tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi
dan palpasi, kemungkinan pasien tidak mengalami inflamasi periodontal maupun abses pada
tulang alveolarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung gigi masih sehat.
Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE. Stimulus dingin dilakukan
dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan diaplikasikan pada gigi. Jika terdapat
respon positif, maka dapat diasumsikan bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-kadang gigi
non-vital dapat memberikan respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus
mengalir melalui dentin ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat
sedangkan respon gigi yang masih vital lebih cepat (Kidd et al, 2003). Pada uji vitalitas ini
diperoleh hasil positif.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon positif, gigi tersebut masih
memperolah suplai saraf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi ini masih vital.
· Tindakan yang perlu dilakukan pada kasus 2C:
Dilakukan proses pembuangan jaringan karies dengan mempertimbangkan retensi dan
resistensi, Dilakukan penumpatan pada bagian gigi yang jaringan karies nya telah dibuang,
dilakukan penghalusan pada tepi preparasi.
· Differential diagnosis Periodontitis merupakan komplikasi dari karies profunda non vitalis
atau gangren pulpa, dimana pada pemeriksaan klinis ditemukan gigi non vital, sondase (-),
dan perkusi (+).
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pada kasus, teori dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa :
1. Hipotesis awal berdasar hasil pemeriksaan subjektif, pasien megalami pulpitis reversible.
2. Bahan restorasi yang dapat digunakan sesuai dengan keinginan pasien adalah resin kompisit.
3. Diagnosia dapat sangat dipastikan setelah melihat hasil pemeriksaan objektif.
4. Diagnosis dapat ditentukan dengen mempertimbangkan keseluruhan hasil pemeriksaan
objektif berupa tes sondasi, perkusi, palpasi, dan CE. Selain itu juga pemeriksaan subjektif
turut dipertimbangkan hingga dihasilkan diagnosis final mengenai kondisi pasien
5. Pemeriksaan objektif pada gigi Molar 1 atas kiri menunjukkan gigi mengalami nekrosis
pulpa dan non vital; gigi premolar 2 atas kiri menunjukkan gigi mengalami karies media dan
gigi vital; gigi molar 2 atas kiri menunjukkan gigi mengalami karies media dan gigi masih
vital. Ketiganya bisa direstorasi dengan tumpatan jenis komposit
DAFTAR PUSTAKA
Ardyan, G.R. 2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut.Jakarta: redaksi Bukune.
David, P. C. 2008.Prevention in Clinical Oral Health Care.Missiori: Mosby
Edwina, A.M., 2001.,Diagnosis of Secondary Caries., Journal of Dental Education 65(10): 997-
1000
Elsevier.
Garg, Nisha, Amit Garg. 2010. Textbook of Endodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd.
Grossman, Louis I, et al.1988.Edodontic Practice eleventh edition. Philadelphia: Pennsylvania,
U.S.A
Hermina, M.T. 2003. Perbaikan Restorasi Resin Komposit Klas I. Sumatera Utara: USU Digital
Library.
Ingle, J.I. & Leif K.B., 2002, Endodontics, 5th ed. Canada: BC Decker Inc.
Ireland, Robert. 2006. Dental Hygiene and Therapy. USA : Blackwell
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N.,Watson,T.F., 2003, Pickards Manual of Operative
Dentistry,8thedition, Oxford University Press,New York
Lamlanto, Nurhaida. 2010. Prosedur Menegakkan Diagnosis dalam Praktik Kedokteran Gigi Anak.
Makassar : Bagian Kedokteran Gigi Anak Universitas
Mitchell, S. 2004. Dental Hygiene : Concepts, Cases, and The Competencies.
Mjor, I.A. 2006. Secondary/Recurrent Caries. US Dentistry.
Munksgaard.Kidd, Adwina A M. 2003. Pickard¶s Manual of Operative Dentistry, Eighth edition.
New York : Oxford University Press.
New York: Mosby.
Orchardson, Robin and Gillam, David G. 2006. Managing Dentin Hypersensitivity. Journal of
AmDent Associate. Vol 137, No 7, pp: 990-998.
Prben Horsted, Laszlo Magos, Palle Holmstrup, Dorthe Arenholt-Bindslev. 1999.Tambalan
Amalgam Berbahaya Untuk Kesehatan? (Alih Bahasa: drg. Narlan Sumawinata, SpKG).
Jakarta: EGC.
Prijantijo. 1996. Evaluasi Klinis Perawatan Hipersensitivitas Dentin dengan Potasium Nitrat. Jurnal
Cermin Dunia Kedoktera. No. 109. pp 57-61.
Qualtrough, A.J.E., Satterthwaite, J.D., Morrow, L.A., Brunton, P.A., 2005, Principles of Operative
Dentistry. Great Britain: Blackwell Munksgaard.
Roberson,T.M, Heymann, H.O., Swift, E.J., 2002, S tudervants Art & S cience
of Operative Dentistry, 4th edition, Mosby Inc., St. Louis
Sherwood, Anand. 2010. Essentials of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee brothers Medical
Publishers.
Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endondonsia, edisi 3 (Alih Bahasa: drg. Narlan
Sumawinata, SpKG). Jakarta: EGC.