Upload
doanmien
View
297
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
VISUALISASI ESTETIS PENARI GAMBYONG
DALAM KARYA SENI LUKIS
PROYEK STUDI
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Cindy Ari Anggraeni
2401411041
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Seni Rupa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Proyek studi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian
proyek studi Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang, pada :
Hari : Senin
Tanggal : 8 Mei 2017
Panitia Ujian Skripsi
Ketua
Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum.
NIP. 196202211989012001
Sekretaris
Drs. Onang Murtiyoso, M.Sn.
NIP. 196702251993031002
Penguji I
Drs. Moh. Rondhi, M.A.
NIP. 195310031979031002
Dosen Pembimbing II/ Penguji II
Mujiyono, S.Pd., M.Sn.
NIP. 197804112005011001
Dosen Pembimbing I/ Penguji III
Dr. Triyanto, M.A
NIP. 195701031983031003
Mengetahui,
Dekan FBS UNNES
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum.
NIP. 196008031989011001
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya:
Nama : Cindy Ari Anggraeni
NIM : 2401411041
Prodi / Jurusan : Pendidikan Seni Rupa / Seni Rupa
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proyek studi yang berjudul:
“Visualisasi Estetis Penari Gambyong dalam Karya Seni Lukis” yang saya
tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, yang saya hasilkan
setelah melalui pembimbingan, pameran dan pemaparan/ujian. Semua kutipan,
baik yang langsung maupun tidak langsung, baik yang diperoleh dari sumber
kepustakaan, wahana elektronik, maupun sumber lainnya, telah disertai
keterangan mengenai identitas sumbernya dengan cara sebagaimana yang lazim
dalam penulisan karya ilmiah.
Semarang, 10 Mei 2017
Cindy Ari Anggraeni
NIM. 2401411041
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Wanita juga bisa berkarya dan menjadi orang hebat, karena karya seorang wanita
lahir dari rangkaian emosi kebahagiaan, kesedihan, kekhusukan dan cinta.
(Cindy Ari Anggraeni)
Persembahan :
Proyek studi ini saya
persembahkan kepada kedua
orang tua saya, Bapak Deden
Setiawan dan Ibu Muslikah
yang selalu mendoakan dan
memberi dukungan materi
maupun motivasi.
v
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas ridho dan karunia-Nya. Karena hanya atas ridho-Nyalah segala
upaya penulis dalam menyelesaikan proyek studi yang berjudul “Visualisasi
Estetis Penari Gambyong dalam Karya Seni Lukis” ini terselesaikan sampai pada
titik akhir. Laporan proyek studi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan
akademik guna menyelesaikan program studi Pendidikan Seni Rupa Strata Satu
Universitas Negeri Semarang.
Proyek Studi ini tentunya tidak akan terselesaikan dengan tangan penulis
sendiri. Uluran tangan dari banyak pihak sangat membantu penulis. Oleh karena
itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak Deden Setiawan dan Ibu Muslikah yang
senantiasa medoakan dan memberi dukungan materi dan motivasi.
2. Pembimbing 1 Bapak Dr. Triyanto, M.A yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk memberi banyak opini, kritik dan saran dalam
pembuatan proyek studi ini .
3. Pembimbing 2 Bapak Mujiyono, S.Pd, M.Sn yang juga telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi banyak opini, kritik dan saran
dalam pembuatan proyek studi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Seni Rupa yang telah membekali ilmu
pengetahuan yang sangat membatu penulis dalam berkarya.
5. Sahabat-sahabatku yang lucu dan aneh, serta pacarku yang selalu
vi
memberikan inspirasi, semangat, cercaan dan cerita.
6. Rekan-rekan seni rupa angkatan 2011 yang telah membantu dalam
memepersiapkan penyelenggaraan pameran proyek studi.
7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan proyek studi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga laporan proyek studi ini dapat bermanfaat bagi
Penulis dan berbagai pihak yang membacanya, serta dapat dijadikan inspirasi
bagi mahasiswa seni rupa dalam pengkajian nila-nilai budaya jawa.
Semarang, 10 Mei 2017
Penulis,
Cindy Ari Anggraeni
NIM. 2401411041
vii
SARI
Anggraeni, Cindy Ari. 2017. Visualisasi Estetis Penari Gambyong dalam Karya Seni Lukis. Proyek Studi, Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Triyanto, M.A
dan Pembimbing II: Mujiyono S. Pd., M. Sn.
Kata kunci : Tari Gambyong, Seni Lukis Cat Minyak, ekspresionistik
Proyek studi ini bertujuan menghasilkan karya seni lukis bergaya ekspresionistik
dengan pendekatan representatif yang menampilkan subjek penari Gambyong dalam
bentuk visualisasi gerak dan atribut busana yang indah. Selain itu, melalui subjek penari
Gambyong yang menampilkan visualisasi estetis gerak dan atribut busananya, karya seni
lukis ini mengkomunikasikan nilai keluwesan, kelembutan, kelincahan dan keerotisan
penari yang memikat. Karya seni lukis tercipta dengan adanya media berkarya berupa
bahan, alat dan teknik. Penulis menggunakan pisau palet untuk menggoreskan cat minyak
yang dicampur linseed oil dan terpentin di atas kanvas dengan menggunakan teknik
campuran basah dan kering. Metode berkarya seni lukis melalui pencarian ide, proses
berkarya (tahap konseptualisasi dan visualisasi) dan pengemasan karya. Proyek studi ini
menghasilkan dua belas karya seni lukis. Karya penulis merepresentasikan gerakan tari
Gambyong yang halus dan luwes menunjukkan sikap seorang wanita yang ramah, lembut
dan anggun. Busana yang serba ketat membantu gerakan-gerakan halus agar terlihat
dengan jelas kelincahan dan keluwesan gerak yang bersifat erotis serta memikat. Penulis
menyarankan bagi perupa-perupa khususnya mahasiswa Seni Rupa UNNES yang
memilih proyek studi untuk memilih tema kebudayaan Indonesia. Kebudayaan
Indonesia sangat kaya dan menarik untuk diangkat sebagai tema berkarya seni, dengan
demikian kita juga turut menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia.
viii
Abstract
Keywords : Gambyong Dance, Oil Painting, Expressionistic Painting
This study project aims to produce a painting of expressionistic style with a representative approach that shows the subject of Gambyong dancers in the form of visualization of motion and beautiful fashion attributes. In addition, through the subject of Gambyong dancers who display a visualization of the aesthetic movement and fashion attributes, this painting communicates the value of flexibility, the softness,the agility and the erotic of the Gambyong dancer. Artwork created by the media include materials, tools and techniques. I used a palet knife to apply oil paint mixed with linseed oil and turpentine on a canvas using a mixture of wet and dry technique. The method work of painting through the search of ideas, the process of work (the stage of conceptualization and visualization) and packaging of the work. This study project produces twelve paintings. The movements of Gambyong dance represent smoothness and suppleness that shows the attitude of a woman who is friendly, gentle and graceful. The Clothing which is too tight helps the smooth movements to be seen clearly with agility and fluidity of motion that is erotic and enthralling. I suggests for artists especially Arts students of Semarang State University who choose study project to use the theme of Indonesian culture. Indonesian culture is very rich and interesting to be appointed as the theme of artwork, thus we also take care and preserve the culture of Indonesia.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
PRAKATA ...................................................................................................... v
SARI ................................................................................................................ vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema ........................................................... 1
1.2 Latar Belakang Pemilihan Karya ........................................................... 4
1.3 Tujuan Pembuatan Proyek Studi ........................................................... 6
1.4 Manfaat Pembuatan Proyek Studi ......................................................... 6
BAB 2 KONSEP BERKARYA ..................................................................... 7
2.1 Pengertian Seni Lukis ............................................................................ 7
2.2 Pengertian Penari Gambyong ................................................................ 11
2.3 Unsur-unsur Rupa dan Prinsip-prinsip Pengorganisasian Karya Rupa . 15
2.3.1 Unsur-unsur Rupa ............................................................................... 15
2.3.2 Prinsip-prinsip Pengorganisasian Karya Rupa……… ....................... 19
x
BAB 3 METODE PENCIPTAAN KARYA ............................................ 24
3.1 Pemilihan Media .................................................................................. 24
3.1.1 Bahan ......................................................................................... 24
3.1.2 Alat ............................................................................................ 30
3.1.3 Teknik ........................................................................................ 34
3.2 Proses Penciptaan Karya ...................................................................... 36
3.2.1 Pencarian Ide ............................................................................. 36
3.2.2 Proses Berkarya ......................................................................... 37
3.2.3 Pengemasan Karya .................................................................... 44
BAB 4 HASIL KARYA ............................................................................. 45
4.1 Karya 1 “Srisig” .................................................................................... 45
4.1.1 Spesifikasi Karya ........................................................................ 45
4.1.2 Deskripsi Karya .......................................................................... 45
4.1.3 Analisis Karya ............................................................................. 46
4.2 Karya 2 “Seblak Sampur” ................................................................... 51
4.2.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 51
4.2.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 51
4.2.3 Analisis Karya ............................................................................ 52
4.3 Karya 3 “Ulap-ulap” ............................................................................ 57
4.3.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 57
4.3.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 57
4.3.3 Analisis Karya ............................................................................ 58
xi
4.4 Karya 4 “Pilesan” ............................................................................... 63
4.4.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 63
4.4.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 63
4.4.3 Analisis Karya ............................................................................ 64
4.5 Karya 5 “pilesan 2” ............................................................................ 69
4.5.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 69
4.5.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 69
4.5.3 Analisis Karya ............................................................................ 70
4.6 Karya 6 “Lampah tiga” ....................................................................... 75
4.6.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 75
4.6.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 75
4.6.3 Analisis Karya ............................................................................ 76
4.7 Karya 7 “Gajah Ngoling” ................................................................... 81
4.7.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 81
4.7.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 81
4.7.3 Analisis Karya ............................................................................ 82
4.8 Karya 8 “Magak” ................................................................................ 87
4.8.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 87
4.8.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 87
4.8.3 Analisis Karya ............................................................................ 88
4.9 Karya 9 “Ukel Pakis” ......................................................................... 93
4.9.1 Spesifikasi Karya ....................................................................... 93
4.9.2 Deskripsi Karya ......................................................................... 93
xii
4.9.3 Analisis Karya ............................................................................ 94
4.10 Karya 10 “Ukel Karna” .................................................................... 99
4.10.1 Spesifikasi Karya ..................................................................... 99
4.10.2 Deskripsi Karya ....................................................................... 99
4.10.3 Analisis Karya .......................................................................... 100
4.11 Karya 11 “Ngembat” ......................................................................... 105
4.11.1 Spesifikasi Karya ..................................................................... 105
4.11.2 Deskripsi Karya ....................................................................... 105
4.11.3 Analisis Karya .......................................................................... 106
4.12 Karya 12 “Trap Alis” ......................................................................... 111
4.12.1 Spesifikasi Karya ..................................................................... 111
4.12.2 Deskripsi Karya ....................................................................... 111
4.12.3 Analisis Karya .......................................................................... 112
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................... 117
5.1 Simpulan ............................................................................................... 117
5.2 Saran ..................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 120
LAMPIRAN ................................................................................................... 122
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kanvas ......................................................................................... 24
Gambar 3.2 Spanram ...................................................................................... 25
Gambar 3.3 Plamir .......................................................................................... 26
Gambar 3.4 Cat Minyak .................................................................................. 27
Gambar 3.5 Linseed oil ................................................................................... 28
Gambar 3.6 Terpentin ..................................................................................... 29
Gambar 3.7 Bensin .......................................................................................... 30
Gambar 3.8 Pensil ........................................................................................... 30
Gambar 3.9 Kuas ............................................................................................ 31
Gambar 3.10 Palet .......................................................................................... 32
Gambar 3.11 Kain Lap .................................................................................... 33
Gambar 3.12 Pisau Palet ................................................................................. 34
Gambar 4.1.1 Karya 1”Srisig” ........................................................................ 4
Gambar 4.1.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 1 .................................................................................... 49
Gambar 4.2.1 Karya 2 “Seblak Sampur” ........................................................ 51
Gambar 4.2.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 2 .................................................................................... 55
Gambar 4.3.1 Karya 3 ”Ulap-ulap .................................................................. 57
Gambar 4.3.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 3 .................................................................................... 61
Gambar 4.4.1 Karya 4 “Pilesan” ..................................................................... 63
xiv
Gambar 4.4.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 4 .................................................................................... 67
Gambar 4.5.1 Karya 5 “Pilesan 2” .................................................................. 69
Gambar 4.5.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 5 .................................................................................... 73
Gambar 4.6.1 Karya 6 “Lampah Tiga” ........................................................... 75
Gambar 4.6.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 6 .................................................................................... 79
Gambar 4.7.1 Karya 7 “Gajah Ngoling” ......................................................... 81
Gambar 4.7.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 7 ................................................................................... 85
Gambar 4.8.1 Karya 8 “Magak” ..................................................................... 87
Gambar 4.8.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 8 .................................................................................... 91
Gambar 4.9.1 Karya 9 “Ukel Pakis” ............................................................... 93
Gambar 4.9.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 9 .................................................................................... 97
Gambar 4.10.1 Karya 10 “Ukel Karna” .......................................................... 99
Gambar 4.10.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 10 ................................................................................ 103
Gambar 4.11.1 Karya 11 “Ngembat” .............................................................. 105
Gambar 4.11.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 11 ................................................................................ 109
xv
Gambar 4.12.1 Karya 12 “Trap Alis” ............................................................. 111
Gambar 4.12.2 Unsur rupa dan Prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Karya 12 ................................................................................ 115
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Pembimbing ......................................................... 123
Lampiran 2. Biodata Penulis ................................................................................ 124
Lampiran 3. Desain Poster Pameran ................................................................... 127
Lampiran 4. Desain Katalog Karya ..................................................................... 128
Lampiran 5. Desain Banner Pameran .................................................................. 129
Lampiran 6. Kuratorial Pameran ........................................................................ 130
Lampiran 7. Foto Pelaksanaan Pameran ............................................................. 131
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema
Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan dalam suatu masyarakat. Oleh
karena itu, seni tak dapat terlepas dari kehidupan manusia sebagai bagian dari
masyarakat yang berbudaya. Dengan adanya seni, manusia dapat
mengekspresikan diri sebagai proses kreatif yang memang merupakan suatu
kebutuhan manusia. Menurut Rondhi (2002 : 9) berekspresi merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia. Setiap orang selalu ingin mengungkapkan apa yang
dipikirkan dan apa yang dirasakannya. Seni merupakan salah satu sarana yang
tepat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan tersebut.
Selain sebagai sarana berekspresi, seni juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi kepada orang lain. Rondhi (2002 : 10) menjelaskan bahwa
kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain merupakan kebutuhan personal yang
tidak bisa diabaikan. Kebutuhan untuk berbagi rasa dengan orang lain merupakan
kebutuhan sosial intregatif yang sama pentingnya dengan kebutuhan individual
intregatif.
Sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat berbudaya, penulis
sangatlah tertarik pada wacana kebudayaan. Salah satunya yaitu seni tari
tradisional yang syarat dengan nilai-nilai kebudayaan Jawa, khususnya Jawa
Tengah. Oleh karena itu, penulis sangat ingin mengekspresikan seni tari
tradisional ke dalam karya seni lukis. Seni tari tradisional yang penulis pilih
sebagai inspirasi dalam berkarya seni lukis yaitu tari Gambyong.
2
Perkembangan tari Gambyong tidak terlepas dari nilai estetis yang
mengungkapkan keluwesan, kelembutan, dan kelincahan wanita. Nilai estetis ini
terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antara gerak dan ritme, khususnya
antara gerak dan irama kendang (Widyastutieningrum, 2004).
Menurut Sedyawati (dalam Wiyastutieningrum, 2002:8-9), sebagai bentuk
tari hasil perpaduan tari rakyat dan tari istana atau kraton, tari Gambyong
mempunyai bentuk yang khas. Sifat spontan dan komunikatif dari tari rakyat,
berpadu dengan sifat halus, luwes, dan lembut dari tari istana. Selain itu, tari
Gambyong mempunyai gerakan-gerakan yang menarik, banyak berliku dan
bersifat luwes, memikat dan lincah, serta bernilai teknik cukup tinggi.
Widyastutieningrum (2002:9) menjelaskan bahwa tari Gambyong
memiliki daya tarik yang sangat kuat karena keindahan gerak-geraknya yang
bersifat erotis, dari susunan gerak menunjukkan sifat-sifat gerak yang penuh
gairah dan serba pamer. Motif-motif gerak dalam tari Gambyong merupakan
gerak-gerak non-representatif (Tan Wadhag) atau gerak-gerak yang sangat
distilisasi, sehingga tari tersebut mempunyai teba tafsir yang lebih luas bagi
penonton/penikmat. Selain itu, motif gerak yang bervariasi dengan tempo gerak
yang cepat serta cekatan, menjadikan tari Gambyong lebih dinamis. Kekhasan
motif-motif gerak tari Gambyong yang dapat menimbulkan kesan erotis
menjadikan penyajian tari Gambyong menarik untuk dinikmati para
penonton/penikmat.
Sumargono (2001) menjelaskan bahwa gerak tari Gambyong secara umum
terdiri dari bagian awal, isi, dan akhir yang di dalam istilah tari Jawa gaya
3
Surakarta disebut maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Bagian awal gerak
tari ini berupa maju kapang-kapang pacak yang berkarakter bergas, sedikit
wibawa, dan terselip keanggunan sehingga rasa geraknya menep dan sareh selaras
dengan rasa iringan yang anggun. Pada bagian beksan terbentuk harmoni antara
gerak, gendhing, dan pacak penari yang sareh menunjukkan rasa menep, perbawa
dan riang sedikit kenes yang merupakan kedewasaan jiwa. Pada bagian akhir atau
mundur beksan hampir sama dengan bagial awal menghadirkan suasana riang,
kenes, anggun dan gembira.
Selain keindahan gerak, penari Gambyong memiliki keindahan dari segi
busana yang dikenakan pada saat menari. Menurut Widyastutieningrum (2002)
busana dan rias tari Gambyong mempunyai peranan yang mendukung ekspresi
penari dan juga faktor penting untuk suksesnya penyajian. Bentuk tata rias
sederhana menghasilkan wajah cantik dan tampak alami sehingga menarik untuk
dilihat. Sementara itu, busana penari Gambyong yang disebut angkinan atau
kembenan, menjadikan lekuk-lekuk tubuh penari tampak terbentuk. Dengan
demikian, bagian-bagian tubuh yang digerakan kelihatan jelas, sehingga gerak
seperti ogek lambung yang bevolume kecil dapat tampak jelas. Bentuk busana ini
memungkinkan juga memberikan keleluasaan gerak sesuai dengan perwujudan
dan kelincahan penari Gambyong. Dengan penggunaan kain yang diwiru, maka
pada saat berjalan atau bergerak, lipatan kain (Wiron) itu akan membuka dan
menutup serta terlihat hidup, sehingga dapat memperkuat kesan kenes. Maka
busana yang dianggap sesuai untuk ekspresi tari Gambyong adalah busana
angkinan dengan gelung gedhe. Bagian bahu dibuat terbuka, bahkan kadang-
4
kadang payudara dinaikkan sehingga tampak montok, yang disebut glathik
mungup (lekukan payudara tampak seperti gelatik muncul).
Dari penjelasan mengenai keindahan gerak dan busana penari Gambyong
di atas memperkuat keinginan penulis untuk mengekspresikan visualisasi estetis
gerak dan busana penari Gambyong tersebut ke dalam karya seni lukis. Hal ini
dikarenakan adanya getaran-getaran kekaguman dalam diri penulis ketika melihat
penari Gambyong berlenggak-lenggok. Tak hanya membuat penonton berdesir,
secara visualitas gerak tari dan balutan busana yang dikenakan penari Gambyong
memang sedap dipandang dan patut didokumentasikan dalam karya seni lukis.
Selain dapat dipandang sebagai karya seni lukis, juga dapat menambah kekayaan
budaya dalam bentuk dokumentasi.
1.2 Latar Belakang Pemilihan Karya
Berkomunikasi dan berinteraksi dengan publik merupakan sesuatu yang
diharapkan oleh penulis. Sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi tersebut,
penulis memilih seni lukis. Ada beberapa faktor yang penulis pertimbangkan
sebagai alasan memilih seni lukis sebagai sarana dalam mengungkapkan gagasan.
Pertama, seni lukis merupakan salah satu cabang seni rupa yang penulis
kuasai. Dibandingkan dengan karya seni rupa yang lain seperti seni patung, seni
gambar, seni instalasi, dan lain sebagainya, seni lukis membutuhkan penghayatan
yang mendalam baik itu dari segi konsep maupun teknik. Teknik dalam melukis
khususnya dengan bahan cat minyak membutuhkan kepekaan estetik yang tinggi
untuk mempertimbangkan pemberian warna, goresan-goresan artistik, komposisi,
dan lain sebagainya. Menurut penulis, hal-hal tersebut adalah proses yang
5
menyenangkan karena prosesnya panjang dan melalui beberapa tahapan membuat
penulis banyak belajar dan konsentrasi, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan kepekaan estetis penulis dalam hal melukis. Selain itu penulis
merasakan perbedaan ketika membuat karya seni lukis yang prosesnya lebih
bervariasi dibandingkan karya seni gambar yang dominan berupa garis. Oleh
karena itu, penulis memilih seni lukis dengan proses pengerjaan yang kompleks.
Kedua, seni lukis sangat populer dibandingkan dengan seni rupa lainnya
dan paling diminati. Hal ini dapat kita telaah bahwa seni lukis paling banyak dan
paling sering diadakan dalam sebuah pameran. Begitu juga mahasiswa Seni Rupa
UNNES khususnya lebih banyak menampilkan karya seni lukis dalam proyek
studi mereka. Di samping itu, pasar seni lukis yang mendapat apresiasi tinggi
membuat seni lukis menjadi sesuatu yang dihargai secara ekonomis. Harga
lukisan yang cukup tinggi, menjadi prospek yang positif bagi pekerja seni.
Dalam menempuh masa studi sebagai mahasiswa seni rupa, penulis
mendapat beberapa mata kuliah yang mendukung kemampuan dalam melukis
baik itu praktik maupun teori. Di antara beberapa mata kuliah praktik, penulis
tertarik pada seni lukis. Di samping itu, selama menempuh mata kuliah seni lukis
penulis membuat beberapa karya seni lukis baik itu sebagai tugas maupun sebagai
tugas ujian. Dari hasil penilaian karya oleh dosen pengampu mata kuliah, penulis
mendapat nilai B. Berdasarkan alasan-alasan tersebut penulis memutuskan untuk
melilih seni lukis sebagai sarana mengekspresikan ketertarikan pada seni tari
traditional dengan menghadirkan penari Gambyong sebagai subjek karya.
6
1.3 Tujuan Pembuatan Proyek Studi
Adapun tujuan dari proyek studi yang berjudul “Visualisasi Estetis Penari
Gambyong dalam Karya Seni Lukis” ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Ingin membuat karya seni lukis bergaya ekspresionistik dengan
pendekatan representatif yang menghadirkan subjek penari Gambyong
dalam bentuk visualisasi gerak dan atribut busana yang indah.
1.3.2 Ingin mengkomunikasikan ketertarikan penulis terhadap visualisasi estetik
gerak dan atribut busana penari Gambyong yang mampu mengekspresikan
nilai keluwesan, kelembutan, dan kelincahan penari melalui karya seni
lukis.
1.4 Manfaat Pembuatan Proyek Studi
Hasil proyek studi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak.
Manfaat karya seni lukis sebagai tugas akhir/ proyek studi adalah sebagai berikut.
1.4.1 Menambah bahan referensi atau ide bagi perupa-perupa lainya baik secara
teknik seni lukis cat minyak dengan gaya ekspresionistik maupun konsep
tentang tari tradisional khususnya tari Gambyong.
1.4.2 Menjadi objek apresiasi oleh masyarakat pada umumnya dan penikmat
seni pada khususnya, untuk merasakan nilai-nilai keluwesan, kelembutan
dan kelincahan serta nilai-nilai esensi seni lukis ekspresionistik yang
bersubject matter tari Gambyong.
1.4.3 Sebagai dokumentasi visualisasi estetik gerak dan atribut busana penari
Gambyong dalam bentuk karya seni lukis ekspresionistik.
7
BAB 2
KONSEP BERKARYA
2.1 Pengertian Seni Lukis
Menurut Rondhi (2002:9) berekspresi merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.
Setiap orang selalu ingin mengungkapkan apa yang dipikirkan dan apa yang
dirasakannya. Seni merupakan sarana yang tepat untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan tersebut. Menurut Sahman (1993:187) seni adalah
kemampuan,teknik, atau membuat sesuatu. Seni juga perbuatan atau kegiatan
dalam berbagai perumusan yaitu ekspresi, komunikasi, imitasi, desain,
interpretasi, subtitusi, atau simbolisasi. Batasan lain pengertian seni adalah
sebagai implikasi dan konsekuensi adanya kegiatan kreatif.
Salah satu bentuk seni rupa adalah seni lukis. Pada dasarnya seni lukis
merupakan bahasa ungkapan dari pengalaman estetis dengan menggunakan
ungkapan warna, garis, tekstur, raut, gelap terang, dan sebagainya guna
mengungkapkan emosi atau mengekspresikan gerak dari kondisi subjektif
seseorang. Seni lukis merupakan salah satu bentuk ungkapan pengalaman,
khususnya pengalaman estetis dari manusia. Menurut Sunaryo dan Sumartono
(2006: 3) seni lukis sering diartikan sebagai ungkapan perasaan dan pikiran pada
suatu bidang datar melalui susunan garis, bidang atau raut, dan warna atas hasil
pengamatan dan pengalaman estetis manusia. Sedangkan menurut Sahman (dalam
Sunaryo dan Sumartono, 2006:3) memandang kegiatan melukis adalah
memulaskan pigmen atau cairan warna di atas permukaan datar (kanvas, panel,
dinding, kertas) untuk menghasilkan sensasi atau ilusi ruang, gerak, tekstur, dan
8
bentuk maupun tegangan yang dihasilkan dari kombinasi unsur-unsurnya, agar
dapat mengekspresikan berbagai makna atau nilai subjektif.
Seni lukis pada umumnya dipandang sebagai ungkapan pribadi, karena
bersifat personal dan merupakan pencerminan pribadi penciptanya. Seni lukis
pada saat ini mengalami banyak perkembangan bahkan pada media dan bahan
yang digunakan. Para pelukis tidak hanya memakai cat dalam membuat
lukisannya melainkan bergantung pada keinginan pelukis.
Seni lukis merupakan bentuk realisasi ide dalam sebuah karya seni. Setiap
bentuk yang muncul dalam sebuah karya seni tidak harus sama dengan wujud
aslinya (realistis), namun dapat berupa gambaran dari sang pencipta karya seni.
Ditinjau dari segi cara berkaryanya seni lukis dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis di antaranya karya mural, karya seni lukis dengan menggunakan penyangga,
karya seni lukis berdasarkan teknik pembuatan dan sebagainya. Sedangkan
berkaitan dengan gaya, gaya seni dikelompokkan ke dalam gaya (1) ketepatan
objek, (2) susunan formal, (3) emosional, dan (4) fantasi (Sunaryo dan
Sumartono, 2006: 9).
Dalam karya lukis itu sendiri, sekarang ini sudah berkembang menjadi
berbagai macam aliran (lukis realistik, ekspresif, impresif, abstrak, kubistik, dll.),
aliran-aliran tersebut di atas tentunya dalam penggunaan bahwa lukis dasar
banyak yang menggunakan bahan dasar cat minyak, cat air, akrilik sampai pada
penggunaan media campuran. Dari berbagai macam gaya dalam melukis, penulis
memilih gaya ekpresionistik.
9
Penganut paham ekspresionisme memiliki dalil bahwa “Art is an
expression of human feeling” atau seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan
manusia. Aliran ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seseorang
seniman ketika menciptakan suatu karya seni. Perintis aliran ini Benedetto Croce
(1866-1952) menyatakan bahwa seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan (art
is expression of impresion). Menurut Croce ekspresi sama dengan intuisi. Intuisi
adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui pengkhayalan tentang hal-hal
individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images) (The Liang Gie
dalam Mahfud, 2013).
Ekspresionistik mengutamakan curahan batin secara bebas. Bebas dalam
menggali objek yang timbul dari dunia batin, imajinasi dan perasaan.
Ekspresionistik juga didefinisikan sebagai kebebasan distorsi bentuk dan warna
untuk melahirkan emosi ataupun sensasi. Ekspresionis yang menjelajahi jiwa dan
pancaran emosi yang keluar merupakan cara yang baik untuk melukiskan
emosinya kepada orang lain. Tokoh pelukis ekspresionisme di Indonesia adalah
Affandi (Toekio dalam Mahfud, 2013).
Ekspresionistik mengacu pada seni yang mengandung perasaan subjektif
seniman dengan menekankan pada kinerja dan pengalaman diri. subjektivitas
menyebabkan bentuk berlebihan, distorsi, bahkan keanehan dari proses berpikir
untuk melampiaskan emosi mereka. Hal tersebut menegaskan dunia nyata hanya
berlaku objektivitas. Pada awal abad ke-20 di negara-negara Nordic terjadi tren
artistik, krisis sosial-budaya dan kebingungan spiritual tercermin dalam era
kerusuhan sosial yang sangat kuat. Beberapa faktor yang mempengaruhi
10
ekspresionisme seni yaitu seni barbar Jermanik awal, seni Gothic dari Abad
Pertengahan, Renaissance di Baoci, Bruegel bersama pelukis lainnya yang
melakukan deformasi berlebihan pada gambar dan gambar absurd dengan efek
artistik. Faktor tersebut telah mengungkapkan kecenderungan ekspresionis yang
kuat (Swewe, 2015)
Menurut (Rahayu, 2014) lukisan ekspresionistik berusaha menggambarkan
atau melukiskan aktualitas yang sudah didistorsikan ke arah suasana bentuk dan
warna guna melahirkan emosi ataupun sensasi. Gambaran tragedi, emosi, berbagai
dinamika dan peristiwa direkam pelukis untuk divisualisasikan ke permukaan
kanvas. Aliran ini mengutamakan curahan batin sendiri secara bebas dan
mengungkap perwatakan atas suatu gejala, lebih jauh sampai kepada
pengungkapan renungan batin yang bebas dari kenyataan di luar dirinya.
Ciri-ciri lukisan ekspresionistik, adalah sebagai berikut:
o Cara melukis lebih mengutamakan ekspresi perasaan atau ekspresi batin
pelukis dari pada kemiripan objek yang digambar.
o Dipengaruhi oleh seni tradisional.
o Sifat lukisan subjektif (menurut imajinasi pelukis).
o Objek lukisan dihasilkan dari imajinasi atau ekspresi batin/perasaan pelukis.
o Cara penggambaran dengan menyederhanakan garis-garis (Purwito, 2014).
Sekarang ini lukisan ekspresionistik berkembang di seluruh dunia. Corak
lukisan ekspresionistik ada yang figuratif hingga abstrak. Metode berkaryanya ada
yang menggunakan kuas, tetesan cat, hingga menggunakan tubuh sebagai alat
mengekspresikan warna. Lukisan ekspresionistik figuratif maupun abstrak
11
berkembang juga di Indonesia. Affandi adalah pelukis ekspresionis terkemuka
Indonesia. Penulis memilih gaya ekspresionistik dengan pendekatan representatif
melalui subjek penari Gambyong yang menunjukkan keluwesan gerak dan
keindahan atribut busana yang melengkapi penampilan penari.
Karya seni lukis yang penulis buat tidak berupa goresan liar dan
keabstrakan bentuk seperti gaya ekspresionistik yang telah dibuat oleh seniman-
seniman terdahulu. Tidak seperti Affandi dengan goresan yang sangat bebas,
karya penulis lebih ke lukisan ekspresionistik figuratif yang menyajikan subjek
secara representatif dengan pendistorsian di beberapa bagian tubuh subjek penari.
Bagian-bagian yang didistorsi yaitu tangan yang lebih dipanjangkan, kaki yang
dipanjangkan, wajah penari yang dibuat lonjong dan lekukan tubuh dengan sikap
tribangga. Selain itu, nilai ekspresif dalam karya penulis ditunjukkan dengan
warna-warna yang kuat dan cerah dengan goresan pisau palet yang memberi efek-
efek tertentu yang artistik.
2.2 Pengertian Penari Gambyong
Penari adalah orang yang melakukan atau mempunyai pekerjaan menari.
Beberapa ahli mendefinisikan penari berdasarkan sudut pandang berbeda. Penari
adalah orang yang pernah/sedang menari di atas pentas/dihadapan penonton atau
mereka yang profesinya nanti dalam dunia tari sebagai pemain/aktor pada suatu
pentas tari (Rosjid dan Iyus dalam Artaluki, 2011:11).
Menurut Soedarsono (dalam Widyastutieningrum, 2002:16) penari dapat
disebut seniman interpretatif atau seniman penafsir. Dalam hal ini seorang penari
yang menyajikan tari itu menafsirkan atau menginterpretasikan karya tari dari
12
seorang koreografer.
Menurut konsep tari tradisional Jawa, penari adalah seseorang yang dapat
memadukan tiga unsur, yaitu wiraga, wirama, dan wirasa secara harmonis. Dalam
konsep ini ditunjukkan adanya hubungan yang erat antara gerak tari seorang
penari, iringan tari, dan penjiwaan penari sesuai dengan karakter tari yang
disajikan (Widyastutieningrum, 2002:16).
Tari Gambyong merupakan perkembangan bentuk tari Taledhek atau
Tayub. Gambyong dapat juga berarti tarian tunggal yang dilakukan oleh wanita
dan dipertunjukkan untuk permulaan penampilan tari atau pesta tari, sedangkan
gambyongan mempunyari arti golekan (boneka yang terbuat dari kayu) yang
menggambarkan wanita menari dalam pertunjukkan wayang kulit sebagai
penutup. Gambyong mengungkapkan keluwesan wanita dan bersifat erotis. Istilah
Gambyong pada mulanya adalah nama seorang penari Tayub atau Taledhek
Barangan, yang memiliki kemampuan tari dan vokal (suara) yang sangat baik
sehingga sangat terkenal (Widyastutieningrum, 2004:34).
Asal mula kata Gambyong awalnya merupakan nama dari seorang
waranggana atau wanita yang terpilih (wanita penghibur) yang pandai serta
piawai dalam membawakan tarian indah serta lincah. Nama lengkap dari
waranggana tersebut di atas ialah Mas Ajeng Gambyong (Sedyawati, 1984:130).
Konon tari Gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan
(Taledhek) yang bernama si Gambyong yang hidup pada zaman Sinuhun Paku
Buwono IV di Surakarta (Widyastutieningrum, 2004:4). Ronggowarsito (dalam
Widyastutieningrum, 2004:4) mengungkapkan adanya penari ledhek yang
13
bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan
dalam suara sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
Nilai estetis tari Gambyong akan muncul apabila penarinya menjiwai dan
mampu mengekspresikan dengan sempurna, sehingga muncul ungkapan tari yang
erotis-sensual. Ungkapan itu akan tercapai apabila disajikan oleh penari yang
memenuhi kriteria joged Mataram dan hastha sawanda. Dengan demikian diduga
kuat, ungkapan erotis-sensual tari Gambyong ini menjadi daya tarik, sehingga
berkembang di masyarakat Jawa. Selain itu, juga dipengaruhi oleh sifat-sifatnya
yang njawani, situasional, dan fleksibel (Widyastutieningrum, 2004).
Widyastutieningrum (2002) menjelaskan konsep joged Mataram terdiri
dari empat prinsip yaitu; (1) Sewiji/sawiji (konsentrasi tanpa menimbulkan
ketegangan jiwa); (2) Greget (dinamik atau semangat di dalam jiwa seseorang);
(3) Sengguh (percaya pada kemampuan diri sendiri tanpa menjurus pada
kesombongan); (4) Ora mingkuh (pantang mundur dalam menjalankan kewajiban
sebagai penari).
Widyastutieningrum (2002) menjabarkan konsep hastha swanda (delapan
prinsip penyajian tari), yakni konsep untuk menunjuk kriteria bagi seorang penari.
Apabila dijabarkan konsep hastha sawanda itu sebagai berikut.
1. Pacak mengacu pada penampilan fisik penari yang sesuai dengan bentuk dasar
atau pola dasar dan kualitas gerak tertentu, sesuai dengan karakter yang
dibawakan. Pacak pada pokoknya mengenai sikap dasar, posisi tubuh, posisi
lengan, tangan, dan kepala,
14
2. Pancat mengacu pada gerak peralihan yang telah diperhitungkan secara
matang, sehingga enak dilakukan dan dilihat. Pancat pada dasarnya
merupakan aturan mengenai gerak tungkai dan gerak ujung kaki dalam
berpindah tempat.
3. Ulat mengacu pada pandangan mata dan ekspresi wajah sesuai dengan
karakter peran yang dibawakan serta suasana yang diinginkan. Sikap dasar
arah pandang mata bagi penari putri terbatas pada dua sampai lima langkah
kaki dan mengarah ke bawah.
4. Lulut mengacu pada gerak yang menyatu atau melekat dengan penarinya,
seolah-olah gerak yang dilakukan tidak dipikirkan lagi. Yang hadir dalam
penyajian tari bukan pribadi penarinya, melainkan keutuhan tari yang
disajikan. Keutuhan tari merupakan perpaduan antara gerak, iringan, dan
karakter tari yang diwujudkan.
5. Luwes adalah kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk dan karakter tari yang
disajikan. Penari mencapai kualitas gerak tanpa canggung, selalu rapi, tenang,
dan menyenangkan. Luwes berarti mampu atau terampil bergerak secara
sempurna dan menimbulkan kesan yang menyentuh penonton
(Widyastutieningrum, 2002:18).
6. Wiled adalah garap variasi gerak, atau pengembangan pola gerak yang ada
berdasarkan kemampuan penari.
7. Wirama mengacu pada hubungan gerak dan iringan tari, dan alur tari secara
keseluruhan.
15
8. Gendhing menunjuk pada penguasaan iringan tari, meliputi : bentuk-bentuk
gendhing, pola tabuhan, rasa lagu, irama, tempo, rasa seleh, kalimat lagu, dan
juga penguasaan tembang/vokal(Widyastutieningrum, 2002:18-19).
Tingkatan kemampuan seseorang sebagai penari pemula, madya, atau
utama, ditentukan oleh kriteria yang tercakup dalam hasta sawandha itu dengan
bobot yang berbeda. Untuk penari pemula dan madya, misalnya, belum dituntut
wiled (Widyastutieningrum, 2002:19).
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa Penari
Gambyong adalah seorang wanita yang memenuhi syarat sebagai penari dan
melakukan gerak tari Gambyong di atas pentas dengan keindahan dan
kelincahannya dalam suatu pertunjukkan tari. Menjadi seorang penari harus
memiliki rasa percaya diri sehingga dapat melakukan pertunjukkan tanpa harus
berpikir untuk melakukan gerakan dan memiliki rasa mantap untuk melakukan
gerakan secara sempurna.
2.3 Unsur-unsur Rupa dan Prinsip-prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
2.3.1 Unsur-unsur Rupa
Dalam pembuatan sebuah karya seni tidak terlepas dari unsur-unsur pembuat
karya seni tersebut. Unsur rupa adalah sebuah atau sesuatu hal yang harus ada
dalam setiap pembuatan karya seni. Dapat dikatakan bahwa unsur rupa dalam
setiap karya seni rupa sifatnya memaksa dan mengikat dalam proses penciptaan
karya seni.
2.3.1.1 Garis
Garis dalam unsur seni rupa merupakan salah satu unsur dasar yang sangat
16
penting sebagai media ungkap yang efektif dan efisien sebagai bentuk
pengucapan isi dan perasaan manusia serta memberikan kesan gerak/ritme dan
menciptakan kontur. Dengan adanya suatu garis, maka karya seni dapat terwujud.
Kaitannya dengan seni lukis, Sunaryo (2002:7-8) menjelaskan
beberapa pengertian tentang garis. Pertama, garis merupakan tanda yang
memanjang dan membekas pada satu permukaan. Kedua yaitu garis
merupakan batas suatu bidang atau permukaan, bentuk atau warna. Sebagai
unsur visual, garis memiliki arti sebagai tanda memanjang yang membekas pada
permukaan, seperti goresan kapur pada papan tulis dan tarikan pena pada
selembar kertas.
Penulis menciptakan garis dari penggunaan sebagian pembatas bidang,
pertemuan dua warna dan juga pertemuan arah cahaya (gelap-terang). Unsur
kegarisan pada subjek karya penulis banyak menggunakan garis-garis
lengkung pada bagian tubuh subjek penari. Ada pula beberapa garis lurus
pada bagian lengan dan kaki.
2.3.1.2 Warna
Warna merupakan suatu kualitas yang memungkinkan seseorang dapat
membedakan dua objek yang identik berupa bentuk, tekstur, raut, dan
kecerahan. Warna terkait langsung dengan perasaan dan emosi (Sunaryo,
2002:10).
Adanya sistem susunan warna agar tercipta paduan komposisi warna
dalam kombinasi yang harmonis. Secara teoritis susunan warna berikut dipandang
sebagai paduan warna harmonis, yaitu susunan warna monokromatik,
17
polikromatik, susunan warna analogus dan susunan warna kontras. Selain itu,
berdasarkan sifatnya warna dibagi menjadi warna dingin dan warna panas/hangat.
Penulis menggunakan warna kontras antara latar belakang dan subjek agar
terlihat lebih dramatis, juga untuk menunjukan subjek utama dalam lukisan.
Penulis juga menggunakan warna analogus, warna hangat, warna dingin, atau
kombinasi warna hangat dan dingin dengan pemilihan warna-warna cerah.
2.3.1.3 Tekstur
Pengertian tekstur secara umum adalah kualitas permukaan suatu benda. Dalam
buku Paparan Perkuliahan Mahasiswa Nirmana I (2002:18) Sunaryo menyatakan,
“Tidak selamanya kesan yang ditimbulkan oleh suatu tekstur nampak sama jika
dilihat dan diraba. Ada kalanya sebuah tekstur nampak halus jika dilihat dengan
mata, tapi berkesan kasar apabila diraba, demikian pula sebaliknya. Atas dasar
itu, kemudian dibedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu.” Tekstur semu
adalah sebuah kesan yang dapat dirasakan melalui indera penglihatan namun jika
diraba tidak ada, sedangkan tekstur nyata merupakan tekstur yang benar-benar
dapat dirasakan melalui indera peraba.
Penulis menggunakan tekstur semu seperti pada wajah yang terdiri dari
hidung, mata, bibir yang jika dilihat permukaannya tidak sama datar dengan pipi
dan seluruh bagian wajah, namun jika diraba semua bagian tersebut tidak ada.
Tekstur nyata tercipta karena penggunaan pisau palet dalam melukis. Penggunaan
pisau palet yang ekspresif ketika menggoreskan cat pada kanvas memberikan
tekstur nyata dengan tingkat tebal tipis cat yang berbeda.
18
2.3.1.4 Raut
Menurut Sidik (dalam Prasetyo, 2009:17), raut dapat diartikan sebagai daerah dari
luas, warna, garis atau ketiganya dan mampu mempunyai dimensi yang dapat
diukur. Raut dapat juga penulis katakan sebagai daerah sapuan warna dan
memiliki luas. Dari segi bentuknya ada berbagai macam raut, antara lain raut
organis, raut geometris, dan raut tak beraturan. Dalam berkarya seni rupa
biasanya dikenal sebagai penggambaran suatu subjek. Namun dalam
kenyataannya tergantung dari keinginan senimannya. Subjektivitas seniman
berubah menjadi ekspresif personal yang dapat dilukiskan sebagai subjek visual.
Penggunaan garis lengkung pembentuk raut sangat dominan dikarenakan garis
lengkung sangat luwes dan fleksibel menurut penulis.
Dalam karya seni lukis yang penulis buat, terdapat beberapa raut di
antaranya raut organis, raut geometris, dan raut tak beraturan. Raut organis
terbentuk dari raut bola mata, bibir, dan kontur wajah. Raut geometris
terbentuk dari motif kain bawahan atau jarit, meski tidak berbentuk sempurna
tetapi goresan dari setiap warnanya membentuk persegi/persegi panjang. Raut
tak beraturan terdapat pada torehan warna-warna yang berbeda pada latar
belakang dengan goresan yang ekspresif sehingga membentuk raut yang tidak
beraturan.
2.3.1.5 Ruang
Ruang adalah sesuatu yang mengelilingi bentuk, ruang memiliki dimensi luas,
sempit bahkan tinggi. Dalam desain dwimatra ruang hadir sebagai latar
belakang sosok atau figur (Sunaryo, 1993:15-16). Ruang dapat dikatakan sebagai
19
daerah yang mengelilingi bentuk, lebih jauh lagi ruang adalah suatu dimensi di
mana suatu benda berada. Ruang dapat bersifat nyata, yaitu ruang yang
sesungguhnya, tetapi ruang juga dapat bersifat semu seperti halnya ruang yang
kita lihat pada cermin atau gambar.
Dalam karya penulis, ruang terbentuk dari kesan gelap terang yang
membentuk dimensi pada figur. Kesan ruang terlihat dari gelap terang yang
terdapat pada wajah dan tubuh secara keseluruhan. Selain itu, ruang terbentuk dari
warna pada latar belakang yang kontras dengan subjek dan warna gelap di bagian
bawah lukisan sehingga menciptakan suatu latar tertentu di sekitar subjek.
2.3.1.6 Gelap Terang
Setiap bentuk objek baru dapat dilihat jika terdapat cahaya, cahaya adalah sesuatu
yang berubah-ubah derajat intensitasnya, maupun sudut jatuhnya (Sunaryo,
1993:14).
Dalam karya penulis gelap terang diterapkan pada figur penari. Gelap
terang dipengaruhi dimensi warna value dan intensity. Value merupakan gelap
terang warna akibat hubungan dengan campuran hitam (shade) dan putih (tint).
Intensity menunjuk pada cerah kusamnya daya pancar warna. Intensitas yang rendah
menjadikan warna gelap dan kusam, sedangkan warna dengan intensitas penuh
menjadi cerah dan mencolok.
2.3.2 Prinsip-prinsip Pengorganisasian Unsur Rupa
Dalam menyusun unsur-unsur rupa diperlukan prinsip-prinsip pengorganisasian
unsur rupa agar komposisi karya seni lukis memiliki nilai estetis yang harmonis.
Dengan demikian, unsur-unsur rupa dalam karya seni tertata dengan baik dan
20
membentuk kesatupaduan yang indah ketika dilihat. Prinsip-prinsip pengorganisasian
unsur rupa yang mendukung karya penulis adalah sebagai berikut.
2.3.2.1 Keseimbangan
Menurut Faviker (dalam Bastomi, 1992:71) ada tiga jenis keseimbangan, yaitu:
(1) keseimbangan simetri atau keseimbangan setangkup yang merupakan
keseimbangan belah dua sama berat; (2) keseimbangan asimetri yaitu
keseimbangan yang bertentangan dengan keseimbangan simetri karena bagian
kanan kiri pada karya tidak sama beratnya, namun jika dilihat dari kesan visualnya
tetap memiliki nilai yang seimbang; (3) keseimbangan radial yaitu keseimbangan
memusat, keseimbangan ini terjadi karena dalam satu desain ada dua unsur yang
menjadi pusat dari unsur-unsur lainnya. Bagian-bagian itu tetap seimbang karena
unsur yang lain saling beraturan dan berkelanjutan. Dalam berkarya seni lukis,
penulis menggunakan keseimbangan asimetri dengan menyajikan bentuk
keseimbangan dari pengaturan penggunaan warna dan arah gerak subjek yang
ditampilkan.
2.3.2.2 Irama
Irama dalam seni rupa, berbeda dengan irama pada seni musik, irama di seni rupa
merupakan susunan bentuk dan warna. Menurut Sunaryo (1993:23), irama
merupakan prinsip desain yang berkaitan dengan pengaturan unsur-unsur rupa
sehingga dapat membangkitkan kesatuan rasa gerak. Dapat dikatakan pula
irama adalah gerak unsur-unsur rupa dari satu unsur ke unsur yang lain, baik
menyangkut warna, bentuk, bidang dan garis.
Dalam karya penulis, terdapat irama mengalur dan irama repetitif. Irama
21
mengalur terbentuk dari kombinasi penggunaan garis lengkung dan bentuk garis
tubuh yang memiliki alur berkelok-kelok. Irama repetitif terdapat pada
pengulangan bentuk seperti motif kain jarit dan rangkaian bunga melati yang
dipakai sebagai asesoris penari.
2.3.2.3 Kesebandingan
Proporsi atau kesebandingan berarti hubungan antara bagian dengan keseluruhan.
Hubungan yang dimaksud bertalian dengan ukuran, yaitu besar kecilnya bagian,
luas sempitnya bagian, panjang pendeknya bagian, atau tinggi rendahnya
bagian. Keseimbangan merupakan prinsip desain yang mengatur hubungan unsur-
unsur, termasuk hubungan dengan keseluruhan, agar tercapai kesesuaian
(Sunaryo, 1993:23).
Penulis membuat perbandingan bentuk subjek dengan mempertimbangkan
proporsi manusia secara nyata sehingga masih terlihat sedikit realistik sebagai
sosok manusia. Dalam mengolah figur penari, penulis melakukan sedikit
pendistorsian pada tangan, kaki, dan wajah yang dibuat lebih panjang serta
penstilasian bentuk penari dengan menggunakan postur atau sikap tubuh
tribangga. Sikap tubuh tribangga yaitu sikap tubuh dengan tiga tekukan sehingga
figur penari terlihat lebih luwes. Sikap tubuh tribangga biasanya digunakan pada
relief-relief candi.
2.3.2.4 Pusat Perhatian
Sunaryo (1993:23) menjelaskan bahwa pusat perhatian merupakan penekanan
pada salah satu unsur visual tertentu pada sebuah karya seni. Pada karya proyek
studi ini pusat perhatian terdapat pada figur penari khususnya bagian wajah
22
yang menampilkan ekspresinya. selain itu, penggunaan warna yang kontras antara
latar belakang dan figur penari memberikan efek terpusat pada sosok penari.
2.3.2.5 Keserasian
Menurut Sunaryo (2002:32) keserasian (harmony) merupakan prinsip desain yang
yang mempertimbangkan keselarasan antarbagian dalam suatu keseluruhan
sehingga cocok satu dengan yang lain, serta terdapat keterpaduan yang tidak
saling bertentangan. Susunan yang harmonis menunjukkan adanya keserasian
dalam bentuk raut, garis, warna, dan tekstur. Semuanya berada dalam
kesatupaduan untuk memperoleh suatu tujuan atau makna.
Keserasian mencakup 2 jenis, yakni keserasian fungsi dan keserasian
bentuk. Keserasian fungsi menunjukkan adanya kesesuaian di antara objek-objek
yang berbeda, karena berada dalam hubungan simbol, atau karena adanya
hubungan fungsi (Graves dalam Sunaryo, 2002:32). Keserasian bentuk merupakan
jenis keserasian karena adanya kesesuaian raut, ukuran, warna, tekstur, dan aspek-
aspek bentuk lainnya. Untuk mencapai keserasian bentuk, dapat diperoleh dengan
cara memadukan unsur-unsur secara berulang, memadukan unsur-unsur yang
memiliki kemiripan, atau memadukan unsur-unsur yang berbeda tetapi terdapat
suatu unsur yang mengikat agar perbedaan yang ada tidak tampak bertentangan
(Graves dalam Sunaryo, 2002:33).
Keserasian dalam karya penulis terdapat pada keserasian bentuk dan
keserasian fungsi. Keserasian bentuk tercipta dari bentuk figur yang lebih banyak
menggunakan bentuk, garis, dan kontur lengkung. Bentuk-bentuk lengkung dan
berkelok-kelok selaras dengan adanya irama mengalur. Keserasian fungsi
23
mencakup atribut busana dan asesoris yang dikenakan penari sehingga
melengkapi penampilan estetis subjek sebagai penari Gambyong. Kain wiron
yang membuka dan menutup pada saat penari bergerak, sampur yang digerakan
sampai terbang mengikuti arah gerak penari, cundhuk mentul dan bunga melati
yang dironce melengkapi keindahan gerak penari Gambyong.
2.3.2.6 Kesatuan
Kesatuan adalah hubungan antara bagian-bagian secara menyeluruh dari
unsur-unsur visual pada karya seni bagai satu kesatuan yang utuh (Sunaryo,
1993:27). Dalam hal ini, kesatuan adalah pengorganisasian elemen-elemen visual
yang menjadi satu kesatuan organik, serta ada harmoni antara bagian-bagian
dengan keseluruhan untuk mencapai suatu arah tujuan.
Penulis tetap memperhatikan unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip
pengorganisasian unsur rupa dalam karya seni lukis yang penulis buat. Hadirnya
unsur-unsur rupa dan prinsip pengorganisasian unsur rupa menunjukkan proses
kreatif penulis dalam berkarya seni lukis yang dalam prosesnya membutuhkan
kepekaan estetis. Kesatuan merupakan hasil yang tercipta dari kombinasi unsur
rupa yang dikomposisikan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengorganisasian
unsur rupa sehingga unsur-unsur rupa tersusun dengan baik dan terlihat indah.
117
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan deskripsi dan analisis karya dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, proyek studi ini menghasilkan karya seni lukis bergaya ekspresionistik
dengan pendekatan representatif yang menampilkan subjek penari Gambyong
dalam bentuk visualisasi gerak dan atribut busana yang indah. Penulis
menekankan nilai ekspresionistik pada penggambaran penari Gambyong dengan
sedikit pendistorsian pada tangan, kaki, dan wajah yang lebih dipanjangkan serta
menggunakan sikap tubuh tribangga (tiga tekukan)agar terlihat luwes. Selain itu,
penggunaan warna-warna cerah dan kontras memberi kesan dramatis. Sapuan
pisau palet yang ekspresif membuat efek-efek yang tak terduga dan tekstur yang
tidak rata pada lukisan.
Kedua, melalui subjek penari Gambyong yang menampilkan visualisasi
estetis gerak dan atribut busananya, karya seni lukis ini mengkomunikasikan nilai
keluwesan, kelembutan, kelincahan dan keerotisan penari yang memikat. Gerakan
tari Gambyong yang halus dan luwes menunjukkan sikap seorang wanita yang
ramah, lembut dan anggun. Busana yang serba ketat membantu gerakan-gerakan
halus agar terlihat dengan jelas kelincahan dan keluwesan gerak yang bersifat
erotis serta memikat. Pemakaian assesoris memiliki arti tersendiri seperti cundhuk
mentul yang selalu bergerak-gerak melambangkan kehidupan manusia yang selalu
berubah-ubah, kadang berada diatas, kadang berada dibawah, kadang susah,
118
kadang senang, kadang kurang, kadang lebih, tetapi harus tetap menyelaraskan
kehidupan sosial dan dirinya. Rangkaian bunga melati putih yang dironce
melambangkan kesucian, kemurnian, ketulusan dan keanggunan yang sederhana,
melati putih juga dapat melambangkan keindahan dalam kerendahan hati.
5.2 Saran
Dalam perencanaan proyek studi penulis banyak memikirkan tema untuk
berkarya, pada akhirnya penulis memilih tema kebudayaan untuk membuat karya
seni lukis. Pada saat proses pembutan karya seni lukis ini, penulis menemukan
beberapa kesulitan yang sebelumnya tidak terpikirkan. Dalam membuat figur
penari penulis membutuhkan beberapa kali percobaan untuk mendapat figur yang
luwes dan indah dipandang. Penulis juga mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan warna latar belakang dan subjek. Pada awal pembuatan karya
penulis memberi warna terlebih dahulu pada subjek kemudian latar belakang.
Pada saat memberi warna latar belakang seringkali warna tidak cocok dengan
subjek dan penulis harus menggantinya hingga beberapa kali.
Berdasarkan kesulitan yang penulis alami, disarankan bagi perupa-perupa
khususnya mahasiswa Seni Rupa UNNES baik pendidikan maupun non-
pendidikan yang memilih proyek studi untuk memilih tema kebudayaan
Indonesia. Kebudayaan Indonesia sangat kaya dan menarik untuk diangkat
sebagai tema berkarya seni, dengan demikian kita juga turut menjaga dan
melestarikan kebudayaan Indonesia. selain itu, dalam berkarya seni lukis sangat
disarankan untuk membuat figur manusia yang luwes dan tidak kaku dengan cara
mengeksplorasi subjek melalui berbagai pendekatan untuk meningkatkan
119
kualitas figur. Pendekatan gubahan bentuk seperti stilasi, distorsi, dan deformasi
sangat membantu dalam pencapaian bentuk figur yang luwes dan menarik. Dalam
pewarnaan latar belakang harus sesuai dan mendukung subjek dalam lukisan.
Oleh karena itu, penulis meyarankan pewarnaan latar belakang dilakukan terlebih
dahulu sebelum pewarnaan subjek. Cara ini sangat efektif dan efisien, serta
memudahkan penyesuaian warna subjek dengan latar belakang.
120
DAFTAR PUSTAKA
Anditya, 2008. Cara Pintar menguasai Desain 3D Minimalis dengan ArchiCAD 10. Jakarta : PT Elex Media Computindo.
Artaluki A, Evi. 2011. “Profil Penari Gambyong Laki-laki Sedap Malam di Desa
Mageru Kidul Plumbungan Kecamatan Karangmalang Kabupaten
Sragen”. Skripsi, Jurusan Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang.
Bastomi, Suwaji. 1992. Wawasan Seni. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ermawati, dkk. 2008. Tata Busana untuk SMK Jilid 1. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Hambor, Rahman Rohim. 2005. Panduan Dasar Melukis dengan Cat Minyak. Jakarta : Kawan Pustaka.
Indonesia Berkarya, 2015. “Macam-macam Gerakan Tarian”, dalam http://inndonesiaberkarya.blogspot.co.id/2015/03/macam-macam-gerakan-tarian.html
Junaidi. 2013. “Menafsir Gerak Memaknai Tari”, dalamhttp://www.riaupos.co/1193-spesial-menafsir-gerak,-memaknai-tari.html#.VgwQiOztmko
Mahfud, Edi. 2013. “Aliran Ekspresionisme”, dalam
http://www.bijeh.com/2013/12/aliran-ekspresionisme.htmlNinggar, Solha. 2012. “Gerak Tari”, dalam
http://gagasa.blogspot.co.id/2012/10/gerak-tari.htmlPrabekti, Ratih. 2012. “Rias Karakter Tokoh Rampak Kera dalam Pergelaran
“The Futuristic of Ramayana”. Proyek Akhir. Program Studi Tata Rias
dan Kecantikan, Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta.
Prasetyo, Singgih Adi. 2009. “Perjalanan Psikologi Sang Lebah dalam Karya
Lukis”. Proyek Studi. Jurusan Seni Rupa Unnes, Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang.
Purwito, Antonuis Eko. 2011. “Aliran Seni Rupa Ekspresionisme”, dalamhttp://antoniusekopurwito.blogspot.co.id/2014/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Rahayu, Hilda Putri. 2014. “Seni Lukis Ekspresionisme”, dalam
http://hildaputrirahayu.blogspot.co.id/2014/10/seni-lukis-ekspresionisme.html
Rondhi, Moh dan Anton Sumartono. 2002. “Tinjauan Seni Rupa I”. Bahan Ajar.Jurusan Seni Rupa Unnes, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang.
Sahman, Humar. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Sediyawati, Edi. 1984. Tari, Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta : Pustaka Jaya.
121
Sumargono. 2009.”Estetika Tari Gambyong Solo Minulya Karya S.Maridi”. Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya 1/1:21. Surakarta. Institut Seni
Indonesia Surakarta
Sunaryo, Aryo. 1993. “Desain Dasar I”. Bahan Ajar. Jurusan Seni Rupa Unnes,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Sunaryo, Aryo. 2002. “Nirmana 1”. Bahan Ajar. Jurusan Seni Rupa Unnes,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Sunaryo, Aryo dan Anton Sumartono. 2006. “Seni Lukis Dasar”. Bahan Ajar.Jurusan Seni Rupa Unnes, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang.
Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa : Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta :
Kanisius
Susanto, Mikke. 2012. Diksi Rupa : Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa.
Yogyakarta : DictiArt Lab.
Ratih, Endang E.W. 2001.” Fungsi Tari sebagai Seni Pertunjukkan”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni . Jurusan Sendratasik, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2004. Tari Gambyong Seni rakyat Menuju Istana. Surakarta : Citra Etnika
Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2002. “Nilai-nilai Estetis Tari Gambyong”.Jurnal Greget 1/2:3. Surakarta. Institut Seni Indonesia Surakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Terpentinhttp://id.swewe.net/word_show.htm/?447368_1&Ekspresionisme