Upload
vothuan
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH DIMENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MOTIVASI INTRINSIK DAN KEADILAN KOMPENSASI FINANSIAL
TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF PADA PERAWATRS. PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Iwan Ristiawan1, Heru Kurnianto Tjahjono2
Email : [email protected]
Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar belakang : Rumah Sakit tentunya layaknya organisasi yang dihadapkan oleh situasi struktural yang berjenjang. Sepertinya hal perawat akan di pimpin oleh kepala ruang yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dalam setiap pemimpin. Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang diyakini oleh beberapa pendapat kepemimpinan yang baik dibanding kepemimpinan yang lain karena dampaknya diyakini akan sangat berpengaruh terhadap karyawan terkait komitmen afektif di tempat para karyawan bekerja, selain itu juga penilaian perawat dilihat dari motivasi intrinsik yang dimilikinya apakah komitmen itu lahir dari masing-masing perawat sehingga menimbulkan pengaruh terhadap komitmen afektif. Gaji dan tunjangan terkait keadilan kompensasi finansial yang diberikan juga akan berpengaruh dengan komitmen afektif pada perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Metode penelitian : Jenis penelitian dengan penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian deskriptif dengan tipe rancangan cross sectional survey. Menggunakan analisis regresi berganda. Subyek penelitian semua perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang berjumlah 232 korespondensi dengan kuesioner yang kembali dan yang dijadikan untuk olah data sejumlah 120 kuesioner.
Hasil : Menunjukkan bahwa pada motivasi inspirasional nilai signifikan p>0,05 (0,062), pengaruh ideal dengan nilai signifikan p>0,05 (0,490), stimulasi intelektual dengan nilai signifikan p>0,05 (0,155), dan keadilan kompenasasi finansial dengan nilai signifikan p>0,215 yang berarti tidak ada pengaruh secara positif signifikan terhadap komitmen afektif sebagai variabel terikat, dan faktor yang berpangaruh positif signifikan pada variabel motivasi intrinsik dengan nilai signifikan p<0,05 (0,000) terhadap komitmen afektif perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta sedangkan untuk variabel pertimbangan individual
1
dengan nilai signifikan p<0,05 (0,030) berpengaruh terhadap komitmen afektif tetapi nilai koefisien negatif.
Kesimpulan : Penelitian ini bahwa kepemimpinan transformasional pada dimensi pertimbangan individual dan motivasi intrinsik berpengaruh signifikan terhadap komitmen afektif sedangkan dimensi kepemimpinan transformasional yang lain pada motivasi inspirasional, pengaruh ideal dan stimulasi intelektual serta variabel keadilan kompensasi finansial tidak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap komitmen afektif perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional Dimensi Motivasi Inspirasional, Kepemimpinan Transformasional Dimensi Pengaruh Ideal, Kepemimpinan Transformasional Dimensi Pertimbangan Individual, Kepemimpinan Transformasional Dimensi Stimulasi Intelektual, Motivasi Intrinsik, Keadilan Kompensasi Finansial, Komitmen Afektif.
ABSTRACT
Background : Hospital is an organization that faced by structural situation that has gradual structure as nurses that will be lead by office-head who have different characteristics in the way of guiding. A number of opinions say that transformational leadership is better than other leadership because the effect is convinced to influence to the worker in matter of affective commitment in their work place. Besides that, nurses evaluated by the origin of their intrinsic motivation and how they develop the effect to their affective commitment. The nurses’ salary and subsidy related to financial compensation also influence affective commitment to nurses in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.
Research method : The study was conducted with quantitative method and descriptive approach with cross sectional design. Data was analyzed with double regression method. The subject of this study is of nurses in PKU Muhammadiyah Jogjakarta Hospital. There are 232 samples and the questioner that returned was120 questionnaires.
Result : The study showed that in inspirational motivation dimension, transformational leadership has significant value p>0,05 (0,062), ideal effect has significant value (0,490), intellectual stimulation with significant value p>0,05 (0.155) , and financial compensation judgment has significant value p>0,215, means that there is no significant positive influence of affective commitment as dependent variable, and factor that has significant positive influence in intrinsic motivation variable with significant value p<0,05(0,000) to affective commitment of PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital nurses. While individual consideration that has significant value p<0,05 (0.030) has influence to affective commitment with negative coefficient.
2
Resume : The study showed that transformational leadership in individual consideration and intrinsic motivation significantly influence to affective commitment, while transformational leadership in inspirational dimension, ideal effect and intellectual stimulation and financial compensation justice dimension don’t have significant influence to affective commitment of PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.
Keywords : Transformational Leadership, Inspirational Motivation Dimension of Transformational leadership, Ideal effect dimension of Transformational leadership, Individual Consideration of Transformational leadership, Intellectual Stimulation of Transformational leadership, intrinsic motivation of Transformational leadership, financial compensation, affective commitment.
LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang professional dan berkualitas di rumah sakit,
tentunya tidak terlepas dari hasil kerjasama seluruh komponen sumber daya,
khususnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam organisasi layanan
rumah sakit tersebut. Keperawatan merupakan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang paling besar proporsi dari tenaga kesehatan lain tentunya mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dan
berkualitas terhadap klien secara berkesinambungan. Pada kenyataannya saat ini
tenaga perawat yang ada dilapangan masih belum memenuhi standar. Pelayanan
keperawatan yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh faktor balas jasa yang adil
dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, berat ringannya
pekerjaan dan sifat pekerjaan yang monoton, suasana dan lingkungan pekerjaan,
peralatan yang menunjang, serta sikap kepala ruang atau supervisor dalam
memberikan bimbingan dan pembinaan (Marwansyah, 2010).
Kepemimpinan yang dilaksanakan di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta diselenggarakan dengan pendelegasian wewenang kepada karyawan,
serta memberikan kesempatan yang seluasnya dalam setiap pengambilan
kesempatan yang seluas-luasnya dalam setiap pengambilan keputusan termasuk
pembagian insentif, namun demikian masih dirasa adanya kekurangan didalam
penyelenggaraan tersebut, yang dapat dilihat dari beberapa keluhan dari karyawan
:
3
1) Pada kepatuhan perawat terhadap prosedur dan standar pelayanan yang belum
maksimal yang tidak berdasarkan pada asuhan keperawatan yang sudah
distandarkan oleh rumah sakit. Disamping itu masih banyak adanya keluhan
dari pasien mengenai pelayanan yang kurang simpatik dari petugas, baik itu
petugas administrasi maupun petugas pelayanan.
2) Disiplin perawat yang masih rendah, ditandai dengan masih adanya karyawan
yang datang tidak tepat waktu atau tidak hadir bekerja dengan berbagai alasan.
3) Penyelenggaraan kepemimpinan yang belum sesuai dengan harapan
karyawan.
4) Adanya kesenjangan penghasilan dan kompensasi antara tenaga medis,
paramedis, tenaga struktural dan tenaga non medis.
5) Tidak adanya tindakan sangsi hukum terhadap karyawan yang mangkir.
Tabel 1.1
Tingkat absensi perawat RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2012
Bulan Jumlah
Januari 6
Februari 8
Maret 6
April 4
Mei 7
Juni 5
Sumber : Diklat RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa masih ada perawat yang absen atau
tidak hadir dengan berbagai alasan. Ada yang mempunyai alasan sekolah jadwal
yang berbenturan dengan jadwal kerja, ada yang tidak hadir tanpa alasan dan ada
yang tidak hadir karena kepentingan keluarga atau sakit. Hal ini terlihat masih ada
perawat yang mempunyai tingkat komitmen rendah.
4
Tabel 1.2
Data pengunduran diri perawat per Januari-Desember 2012
Jumlah Keterangan
Konsen ke RT 2
Pindah kerja 8
Melakukan
kesalahan
2
Pensiun 1
Sumber : Diklat RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Terlihat tabel diatas adanya pengunduran dari perawat yang berarti tingkat
komitmen terhadap rumah sakit rendah ditunjukkan dari hasil data pengunduran
diri bulan Januari sampai Desember 2012. Banyak perawat pindah kerja yang
berarti tingkat komitmen afektif rendah atau dapat juga pindah kerja karena
berbagai alasan sebagai pindah kerja ikut suami.
Secara garis besar keluhan karyawan pada RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta adalah tersebut diatas, sehingga perlu adanya perhatian terhadap
kepemimpinan yang dirasa perlu untuk dikembangkan atau diperbaiki, sehingga
diharapkan perawat dapat termotivasi untuk bekerja dan berkomitmen dengan
baik dengan mempertimbangkan kompensasi yang diberikan pada perawat.
Sebagai seorang pemimpin gaya kepemimpinan yang diterapkan memang tidak
berpatokan pada satu gaya saja, banyak referensi dari gaya kepemimpinan
tersebut memberikan dampak positif terhadap anggotanya.
Kepemimpinan transfomasional menitikberatkan pada pendekatan dengan
cara menunjukkan perhatian terhadap bawahan, memperlakukan karyawan secara
individual, melatih dan menasehati, mempunyai keteladanan bagi bawahan, dapat
mempengaruhi bawahan agar bekerja lebih baik dengan memberikan visi dan misi
dan pemecahan masalah secara hati-hati (Luthans 2006). Konsep kepemimpinan
transformasional nampaknya sudah diterapkan di RS. PKU Muhammadiyah
5
Yogyakarta termasuk supervisor yang membawahi instalasi rawat inap secara
struktural. Hal ini terlihat dengan adanya penilaian kinerja yang dinilai dengan
DP3 (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) yang berdampak kepada penghargaan
kepada karyawan atau perawatnya apabila mereka melakukan kinerja yang tinggi,
selain menyiapkan reward berupa promosi pada jabatan tertentu, rekomendasi
untuk study lanjutan secara gratis atau dengan dana pinjaman maupun pelatihan-
pelatihan khusus atau reward dalam bentuk yang lain sebagai bentuk
penghormatan dan penghargaannya tersebut. Namun dalam perjalanannya tidak
semua pemimpin atau supervisor dapat menjalankan perannya dengan baik secara
totalitas sesuai dengan konsep kepemimpinan transformasional, hal ini terbukti
salah satunya dengan masih terdapat daftar karyawan atau perawat yang tidak
mematuhi peraturan jam kerja masuk maupun pulang, serta nampaknya tidak
semua perawat merasakan rasa yang sama atau meratanya persepsi ataupun
pandangan perawat yang satu dengan yang lainnya mengenai gaya kepemimpinan
yang diterapkan oleh supervisor.
Tiap kepala ruang atau supervisor memiliki cara dan kemampuan yang
berbeda dalam memberikan teguran kepada bawahannya. Ada kepala ruang atau
supervisor yang langsung menegur namun adapula yang langsung melaporkan
kepada seksi keperawatan untuk ditindak lanjuti. Selain itu tugas supervisor atau
kepala ruang yang tidak kalah pentingnya adalah menggaransi bahwa tugas atau
pekerjaan yang dilimpahkan kepada anggota organisasi dikerjakan sesuai dengan
yang diinginkan, sehingga untuk mewujudkan tugas tersebut, para manajer harus
mampu mendesain suasana yang dapat memotivasi orang lain karena setiap orang
yang bekerja akan terikat oleh “kontrak kerja” yang mengatur secara rinci apa
yang harus dilakukan, berapa lama dalam sehari bekerja serta berapa besar gaji
yang menjadi haknya. Namun dalam kontrak tersebut tidak pernah disinggung
secara eksplisit seberapa keras seorang pegawai harus bekerja, seberapa banyak
upaya yang harus dicurahkan dan seberapa positif sikap yang harus ditunjukkan
terhadap pekerjaannya. Tentunya kepala ruang atau supervisor mempunyai
pendekatan motivasi kepada perawat. Motivasi bukan hanya dihasilkan oleh
kebutuhan tetapi juga oleh dua kumpulan sumber yang terpisah tapi berhubungan.
6
Sumber tersebut adalah motivasi intrisik dan ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik
bersifat nyata dan dapat dilihat orang lain, meliputi gaji, benefit, dan promosi.
Didalam motivasi ekstrinsik tentunya dibutuhkan motivator ekstrinsik fungsinya
sebagai menarik orang ke dalam organisasi dan membuat mereka terus bekerja,
sehingga para pekerja khususnya perawat dapat terinspirasi untuk mencapai level
yang lebih tinggi atau mencapai tujuan baru supaya didapatkan kinerja yang
meningkat. Selain itu juga seorang perawat tentunya mempunyai motivasi
intrinsik dalam dirinya terkait dengan perasaan tanggung jawab, pencapaian,
prestasi yaitu sesuatu merupakan tugas atau tujuan yang berhubungan. Melakukan
pekerjaan yang berarti/ bermakna ada kaitannya dengan motivasi intrinsik. Seperti
yang dinyatakan oleh Manz dan Neck “ sekalipun tugas membuat kita merasa
lebih kompeten dan lebih mengontrol diri, kita masih kesulitan waktu untuk
menikmati dan termotivasi oleh pekerjaan tersebut karena kita tidak yakin
pekerjaan itu cukup berharga. Kebayakan dari kita menginginkan tujuan dan arti”
(Luthans 2006).
Kompensasi yang meliputi pembayaran uang tunai secara langsung,
imbalan tidak langsung dalam bentuk maslahat tambahan (benefit) dan pelayanan,
dan insentif untuk memotivasi pekerja agar mencapai produktivitas yang lebih
tinggi adalah komponen yang sangat menentukan dalam hubungan kerja. Jika
dikelola secara tepat, kompensasi atau balas jasa dapat membantu organisasi
dalam mencapai tujuan-tujuannya dan mendapatkan, memelihara, serta
mempertahankan pekerja-pekerja unggul dan produktif. Tidak mudah merancang
dan mengelola sebuah sistem kompensasi atau sistem imbalan yang efektif.
Secara umum ada dua pendeketan utama untuk mengevaluasi informasi analisis
jabatan untuk menentukan kompensasi yang adil yakni whole job methods
(mempertimbangkan nilai seluruh jabatan yang ada dalam organisasi) dan
compensable factor methods (aspek-aspek jabatan yang secara umum disepakati
sebagai dasar yang sah untuk membedakan gaji/ upah). Pada organisasi atau
perusahaan berskala menengah dan besar pendekatan yang biasanya digunakan
adalah compensable factor methods. Secara umum, pendekatan ini dipandang
7
lebih memberi peluang terwujudnya keadilan dalam kompensasi (Marwansyah
2010).
Terkait kompensasi yang diberikan meliputi : tunjangan kesehatan
(takaful), tunjangan keluarga, THR (bonus akhir tahun), tunjangan milad RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, bonus bantuan pendidikan, tunjangan hadir
senilai Rp. 10.000, uang makan Rp. 10.000 dan yang terakhir indeks pelayanan
(jasa pelayanan) yang diberikan 3 bulan sekali. Dari semua tunjangan yang
diberikan tentunya banyak keadilan kompensasi finansial yang nantinya
berdampak pada komitmen afektif di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Selain itu RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dibawah naungan organisasi
Muhammadiyah yang mempunyai prinsip dalam berorganisasi Muhammadiyah
yaitu “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di
Muhammadiyah” yang disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang berarti
pimpinan dan warga persyarikatan Muhammadiyah untuk memelihara dan
meneguhkan niat ikhlas hanya mencari ridho Allah SWT dalam ber-
Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah gerakan amal yang merupakan
manifestasi dari keimanan yang diyakini oleh setiap warga muhammadiyah.
Apabila dikaitkan dengan prinsip tersebut tentunya anggota organisasi
Muhammadiyah tidak mengedepankan kompensasi yang diberikan tetapi
komitmen terhadap organisasi tersebut. Komitmen secara harfiah diartikan
sebagai sebuah level kedekatan pekerja dengan beberapa aspek dalam
pekerjaannya. Komitmen ini merupakan sebuah konsep penting yang
merefleksikan adanya kealamian dan kuatnya ikatan individu baik terhadap
pekerjaan, karir maupun organisasi tempat kerja. Oleh karena itu komitmen
organisasi sebagai salah satu bagian penting dari komitmen karyawan, khususnya
perawat akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Sikap kerja berupa
komitmen organisasi dikorelasikan dengan stabilitas ketenagakerjaan (rendahnya
tingkat keluarnya karyawan secara sukarela), tingkat rajin tidaknya karyawan
(rendahnya tingkat absensi karyawan), kinerja, kualitas layanan pelanggan, dan
perilaku organisasi (perilaku profesional yang mengarah pada harapan dan
terpenuhinya tugas yang diberikan). Komitmen organisasi ini dapat digunakan
8
sebagai indikator adanya tingkat rajin tidaknya individu dan loyalitasnya terhadap
organisasi. Komitmen yang tinggi akan terlihat dari tingginya tingkat retensi
karyawan, sehingga tidak mudah untuk meninggalkan organisasi. Hal ini
menunjukkan korelasi komitmen organisasi dengan berbagai variabel kerja
lainnya. Terbentuknya sebuah komitmen ditentukan oleh sejumlah faktor yang
tidak terjadi begitu saja, akan tetapi melalui proses yang cukup panjang dan
bertahap. Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi, yaitu faktor personal, faktor organisasi dan faktor non organisasional.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor personal yang meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status marital, masa kerja dan status pegawai. Faktor personal
ini merupakan salah satu determinan penting yang mempengaruhi komitmen
organisasi ditempat kerjanya (Asmaningrum, 2009).
Data dari bagian kepegawaian didapatkan kurang lebih 40% dari jumlah
perawat di instalasi rawat inap RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki
lama kerja lebih dari 10 tahun, hal ini mencerminkan adanya kesetiaan perawat
terhadap rumah sakit. RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah
sakit swasta yang tidak semata-mata profit oriented atau mencari keuntungan
semata, sehingga dalam perekrutan karyawan atau perawat sudah ditanamkan
sejak dini pada diri calon karyawan atau perawat bahwa RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta mempunyai tujuannya mensejahterakan umat yang
membutuhkan karyawan atau perawat yang dapat bekerja dengan hati serta
melibatkan perasaan secara emosional. Dengan demikian adanya perawat
sebanyak kurang lebih 40% dengan masa kerja lebih dari 10 tahun menunjukkan
secara implisit bahwa mereka telah melibatkan diri secara emosional terhadap RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta tentunya menginginkan adanya
eksistensi dan terus berkembang untuk mendapatkan hati dari para pelanggan atau
customer, sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja perawat untuk mendapatkan
hasil yang baik terhadap pelayanan yang diberikan. Peningkatan mutu pelayanan
yang baik tentunya dibutuhkan motivasi dan komitmen yang tinggi dari perawat.
Kesejahteraan bagi para perawat tetap harus diperhatikan melalui konsep keadilan
9
kompensasi finansial. Selain itu juga diperlukan strategi kepemimpinan para
supervisor atau pimpinan untuk dapat mempengaruhi cara pandang perawat agar
melakukan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab demi mewujudkan
tujuan organisasi yang akan berujung terhadap keberhasilan organisasi dan
pemenuhan karyawan atau perawat serta kepuasan pasien akan mutu pelayanan
yang diberikan oleh RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Peneliti memilih pemimpin yang bersifat transformasional dibanding
kepemimpinan transaksional atau kepemimpinan yang lainnya yang sebagai
pengobservasian bagi manajer dalam masa kepemimpinan yang dijalaninya dan
kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi dan kinerja
pengikut dengan membuat mereka sadar mengenai pentingnya hasil-hasil
pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi dari pada
kepentingan diri sendiri dan menstimulus kebutuhan-kebutuhan mereka yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dimana
kepemimpinan transaksional hanya memotivasi para pengikutnya demi
kepentingan pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan transformasional dibangun
diatas fondasi kepemimpinan tranksaksional, dimana kepemimpinan
transformasional ini dapat menghasilkan tingkat-tingkat usaha dan kinerja
bawahan kearah yang lebih baik, diatas standar yang biasa terjadi bila hanya
menggunakan kepemimpinan transformasional (Luthans, 2006).
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai analisis kepemimpinan transformasional,
motivasi intrinsik dan keadilan kompensasi finansial terhadap komitmen afektif di
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio mengemukakan bahwa, “Kepemimpinan
transformasional sebagai pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Para
bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat
10
kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang
diharapkan. Kepemimpinan transformasional harus dapat mengartikan dengan
jelas mengenai visi untuk organisasi, sehingga pengikutnya akan menerima
kredibilitas pemimpin tersebut”. Bass dan Avolio mengemukakan, “Ada tiga cara
seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
a. Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
b. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok;
c. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan
aktualisasi diri”.
Para Kepemimpinan transformasional mereka yang memberikan
pertimbangan perseorangan dan stimulasi intelektual dan yang memiliki charisma
(Muchlas 2008, h. 346). Karakteristik dan pendekatan kepemimpinan
transformasional bersumber dari Bernard M. Bass, dalam bukunya yang berjudul
“Transformational Leadership: Learning to Share the Vision, “Organizational
Dynamics, Winter 1990 hal. 22 diantaranya sebagai berikut :
a. Karisma
Memberikan visi dan misi; memunculkan rasa bangga; mendapatkan respek
dan kepercayaan.
b. Inspirasi
Mengkomunikasikan harapan tinggi; menggunakan symbol-simbol untuk
memfokuskan usaha; mengekspresikan tujuan pentingh dalam cara yang
sederhana.
c. Simulasi Intelektual
Menunjukkan intelegensi; rasional; pemecahan masalah secara hati-hati.
d. Memperhatikan Individu
Menunjukkan perhatian terhadap pribadi; memperlakukan karyawan secara
individual; melatih; menasehati.
Kepemimpinan transformasional dibangun diatas suatu pekerjaan.
Kepemimpinan transformasional dibangun diatas fondasi kepemimpinan
transaksional, dimana kepemimpinan transformasional ini dapat menghasilkan
tingkat-tingkat usaha dan kinerja bawahan, diatas standar yang biasa terjadi, bila
11
hanya menggunakan kepemimpinan transaksional. Lebih jauh lagi, kepemimpinan
transformasional ini ternyata lebih dari sekedar kharisma. Pemimpin yang murni
kharismatik mungkin menginginkan para bawahannya mengadopsi pandangan
kharismatiknya dan tidak lebih dari itu. Dipihak lain, pemimpin transaksional
akan berusaha untuk mengajarkan para bawahannya kemampuan bertanya, tidak
hanya untuk membangun tanggapan pendapat yang dilontarkan oleh pimpinannya.
Jadi kesimpulannya banyak bukti yang menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional ini memiliki korelasi kuat dengan angka pindah kerja yang lebih
rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi
pula daripada kepemimpinan transaksional.
Motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dalam diri individu tersebut, yang lebih dikenal
dengan faktor motivasional. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans
(1992), yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah :
a) Achievement (Keberhasilan)
Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya
Agar sesorang pegawai dapat berhasil dalam melakasanakan pekerjaannya,
maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan
memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha
mencapai hasil yang baik.
b) Recognition (pengakuan/penghargaan)
Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pimpinan harus memberi
pernyataan pengakuan terhadap keberhasilan bawahan
c) Work it self (Pekerjaan itu sendiri)
Pimpinan membuat usaha-usaha ril dan meyakinkan, sehingga bawahan
mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan usaha
berusaha menghindar dari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta
mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.
12
d) Responsibility (Tanggung jawab)
Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan,
pimpinan harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan
bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan
menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi
membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan
pekerjaannya.
e) Advencement (Pengembangan)
Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan.
Faktor pengembangan ini benar-benar berfungsi sebagai motivator, maka
pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan
yang lebih bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya
pemimpin member rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk
pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya, dikirim mengikuti
pendidikan dan pelatihan lanjutan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri yang
turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang yang dikenal
dengan teori hygiene factor. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans
(1992), yang tergolong sebagai hygiene factor antara lain ialah berikut:
a) Policy and administration (Kebijakan dan administrasi)
b) Quality supervisor (Supervisi)
c) Interpersonal relation (Hubungan antar pribadi)
d) working condition (Kondisi kerja)
e) wages (Gaji)
Keadilan Kompensasi Finansial
Newman & Milkovich (2004) dalam Ulupui (2005) berpendapat keadilan
adalah suatu fundamental dari sistem kompensasi. Pernyataan seperti “perlakuan
yang adil untuk semua pegawai” merefleksikan sebuah perhatian terhadap
keadilan. Tujuan keadilan berusaha untuk menjamin keadilan kompensasi untuk
13
semua individu dalam hubungan ketenagakerjaan. Tujuan keadilan fokus kepada
pembuatan sistem kompensasi yang mengenali baik kontribusi pekerja (semakin
tinggi kinerja atau pengalaman atau training maka semakin tinggi pula
kompensasi yang diberikan) dan kebutuhan pekerja (memberikan upah minimum,
atau asuransi kesehatan).
Menurut Cascio, tujuan yang mungkin paling penting dari setiap sistem
pembayaran atau kompensasi adalah keadilan (fairness atau equity). Keadilan
dapat dinilai paling tidak dari tiga dimensi, yaitu :
a. Keadilan internal (internal equity) : artinya, jika dipandang dari nilai relatif
setiap jabatan terhadap sebuah organisasi, apakah tingkat pembayarannya
adil?
b. Keadilan eksternal (exrternal equity) : artinya, apakah gaji/ upah yang
dibayarkan oleh sebuah organisasi adil jika dibandingkan dengan tingkat upah
yang dibayarkan organisasi sejenis?
c. Keadilan individual (individual equity) : artinya, apakah imbalan yang
diterima oleh seseorang “adil” jika dibandingkan dengan imbalan yang
diterima oleh orang lain yang mengerjakan pekerjaan yang sama atau sejenis?
Mondy (2008) mengungkapkan malakukan penambahan dalam teori
Cascio sebagai berikut :
a. Teori keadilan (equity theory) adalah teori motivasi di mana orang menilai
kinerja dan sikap mereka dengan membandingkan kontribusi mereka pada
pekerjaan dan keuntungan yang mereka peroleh dari situ dengan kontribusi
dan keuntungan dari orang lain yang sebanding (comparison others).
b. Keadilan finansial (financial equity) : persepsi para karyawan mengenai adil
tidaknya pembayaran yang mereka terima.
c. Keadilan karyawan (employee equity) : terwujud ketika orang-orang yang
menjalankan jabatan yang serupa untuk perusahaan yang sama menerima
bayaran menurut faktor-faktor yang unik pada diri karyawan, seperti tingkat
kinerja atau senioritas.
Pengertian keadilan kompensasi finansial adalah merupakan persepsi para
karyawan mengenai adil tidaknya pembayaran yang mereka terima (Mondy,
14
2008). Pembayaran/ kompensasi yang dilakukan baik kompensasi langsung
maupun kompensasi tidak langsung.
Komitmen Afektif
Meyer & Allen mengemukakan ada 3 bentuk dasar dari komitmen
organisasi yaitu : Affective Commitment, Continuance Commitment, dan
Normative Commitment. Yang dimaksudkan ketiganya adalah :
a. Affective Commitment (komitmen Afektif)
Menurut Meyer & Allen, Affective Commitment mengacu pada keterikatan
emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang pegawaipada suatu
organisasi. Artinya bahwa komitmen dipandang sebagai suatu sikap, yaitu
suatu usaha dari individu dalam mengidentifikasikan dirinya pada organisasi
beserta tujuannya, serta tetap ingin menjadi anggota organisasi tersebut agar
bisa mencapai tujuannya. Affective commitment muncul karena terdapat
adanya kesesuaian nilai antara organisasi & pekerja. Diantaranya adalah
karakteristik individu, karakterstik struktur organisasi, signifikansi tugas dan
keahlian. Komitmen jenis ini akan menjadi kuat bila pengalamannya dalam
suatu organisasi/lembaga konsisten atau sesuai dengan harapan-harapan dan
dapat memuaskan kebutuhan dasarnya, begitu sebaliknya.
b. Continuance Commitment (komitmen berkelanjutan)
Meyer & Allen, mengemukakan bahwa Continuance Commitment mengacu
pada komitmen yang didasarkan pada kerugian-kerugian pegawai bila
meninggalkan organisasi.
c. Normative Commitment (Komitmen Normatif)
Menurut Meyer & Allen, komitmen ini mengacu pada perasaan pegawai untuk
tetap tinggal dalam suatu organisasi.
Konsep Unidimensional dan Multidimensional
Dalam kajian organisasi, salah satu aspek penting yang menjadi perhatian
organisasi adalah seberapa tinggi derajat komitmen karyawan di dalam organisasi
atau selanjutnya kita bahasakan komitmen keorganisasian. Mengapa komitmen
15
menjadi penting? Pakar organisasi meyakini bahwa konsep itu salah satu
prediktor kinerja yang cukup kritikal (Tjahjono, 2008).
Konsep komitmen keorganisasian merupakan konsep yang multi
perspektif. Halaman ini menjelaskan bahwa komitmen keorganisasian
merupakan konsep yang dapat dilihat sebagai konsep unidimensional dan
multidimensional (Tjahjono, 2008).
Dalam sudut pandang unidimensional, konsep komitmen keorganisasian
dilihat sebagai bentuk keterikatan individu atau karyawan dengan organisasinya
sehingga mereka memutuskan untuk bertahan di organisasi ini. Konsep ini
diinisiasi Mowday et al. (1982).
Sedangkan dalam sudut pandang multidimensional, konsep komitmen
keorganisasian dapat dilihat dari dimensi afektif yang menunjukkan keterikatan
individu dan organisasi secara emosional, dimensi continuance yang melihat
ikatan dari sisi pragmatis karyawan dan dimensi normatif sebagai bentuk
keterikatan individu dan organisasi dari sisi kewajiban moral. Konsep ini
diinisiasi Allen & Meyer (1990) dan Meyer et al. (1993).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan penelitian deskriptif dengan tipe rancangan cross sectional survey.
Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian adalah responden dalam penelitian ini adalah perawat
yang bertugas di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang berjumlah 232
orang. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan untuk pengambilan data kuesioner.
Obyek penelitian dilakukan di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah perawat tetap dan yang bersedia menjadi
responden. Kriteria eksklusi dalam penelitian tersebut adalah perawat tetap sedang
cuti, perawat tetap sedang melanjutkan studi keluar, perawat tetap tidak bersedia
16
menjadi subyek penelitian, perawat tetap yang dalam pengisian angket penelitian
tidak lengkap.
Instrumen Penelitian
Dimensi yang diukur berdasarkan pada Avolio, Bass dan Jung (1999) dan
Antonakis (2001) mengidentifikasi perilaku kepemimpinan transformasional atas
empat dimensi diantaranya : dimensi motivasi inspirasional (5 item), dimensi
pengaruh ideal (3 item), dimensi pertimbangan individual (4 item), dimensi
stimulasi intelektual (2 item). Kuesioner yang ada mengacu pada teori motivasi
intrinsik yang meliputi : penyelesaian tugas (task completion) berjumlah 2 item,
pencapaian prestasi (achievement) berjumlah 5 item, otonomi (autonomy)
berjumlah 1 item, dan pengembangan pribadi (personal growth) berjumlah 3 item.
pertanyaan yang diberikan oleh peneliti terkait keadilan kompensasi finansial
berjumlah 5 item. Pengukuran oleh Allen dan Mayer (1990) dan Mayer et.al
(1993) dan dikembangkan oleh Tjahjono (2008) terdiri atas 6 item pertanyaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
RS PKU Muhammadiyah awalnya didirikan berupa klinik dan poliklinik
pada tanggal 15 februari 1923, lokasi pertama di Jagang Notoprajan
No.72 Yogyakarta. Awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoeom)
dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa’. Didirikan
atas inisiatif H.M. Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Seiring dengan waktu, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan
Umat). Pada tahun 1928, klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi
ke jalan Ngabean No.12 B Yogyakarta (sekarang jalan K.H. Ahmad Dahlan).
Pada tahun 1936, klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi lagi ke
jalan K.H. Ahmad Dahlan No.20 Yogyakarta sampai sekarang ini. Pada tahun
1970-an, status klinik dan poliklinik berubah menjadi RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah adalah salah satu rumah sakit swasta di
Yogyakarta yang merupakan amal usaha pimpinan pusat persyarikatan
17
Muhammadiyah di Yogyakarta yang telah terakreditasi 16 bidang pelayanan
dengan tipe B. Rumah sakit ini selain memberikan pelayanan kesehatan juga
digunakan sebagai tempat pendidikan bagi calon dokter dan perawat.
Untuk melihat perbedaan komitmen pada perawat di RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, maka dilakukan pembagian masing-masing
karakteristik yaitu: 1) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan, 2) Usia, 3)
Pendidikan : SMA, D3, S1, 4) Masa kerja dan 5) Bagian Ruangan.
Sebagian responden berjenis kelamin perempuan yaitu 88,3% dan
sebanyak 11,7% berjenis laki-laki. Berdasarkan hasil pengujian, ditemukan hasil
bahwa tidak terdapat perbedaan komitmen yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Namun demikian, komitmen yang dimiliki perawat perempuan lebih
tinggi daripada perawat laki-laki. Dilihat dari jumlah karyawan perempuan lebih
banyak dari laki-laki, maka sangatlah wajar jika komitmen pada perawat
perempuan lebih tinggi daripada perawat laki-laki. Hasil ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Farooq et al (2011) yang mengemukakan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada komitmen yang ditinjau dari
perbedaan jenis kelamin, dan karyawan perempuan memiliki tingkat komitmen
yang sedikit lebih tinggi daripada karyawan laki-laki. Selain kewajiban perawat
yang berat, rumah sakit seperti RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta ini
membutuhkan keramah-tamahan dalam melayani para pasien agar suasana hangat
dapat terbentuk di lingkungan RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta.
Data umur responden penelitian menunjukkan bahwa 54,2% berusia 25-35
tahun, 40,8% berusia 36-45 tahun dan berusia >45 tahun sebesar 5%. Perbedaan
komitmen yang ditinjau dari perbedaan umur menunjukkan hasil bahwa tidak
terdapat perbedaan tingkat komitmen pada perawat di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat komitmen perawat di RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta sama ke seluruh perawat. Dengan komitmen
tertinggi antara umur 25-45 tahun. Hasil pengujian tersebut didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2010) yang meneliti hubungan antara faktor
demografi karyawan dengan komitmen karyawan menemukan hasil bahwa faktor
demografi umur pada karyawan tidak mempengaruhi tingkat komitmen yang ada.
18
Tingkat pendidikan responden menunjukkan sebagian besar pendidikan
D3 perawat sebesar 75%, pendidikan S1 perawat sebesar 23,3% dan 1,7%
berpendidikan SMA. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Iqbal
(2010) dalam penelitiannya melihat hubungan antara demografi karyawan dengan
komitmen menunjukkan hasil bahwa jenjang pendidikan yang dimiliki karyawan
tidak berhubungan dengan tingkat komitmen yang dimilikinya. Penemuan ini
mendukung fakta bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang karyawan,
maka semakin tinggi pula harapannya terhadap perusahaan. Pernyataan
dikemukakan oleh (Allen dan Meyer, 1997:44) bahwa tingkat pendidikan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karyawan.
Sebagian besar responden bekerja selama 1-5 tahun sebesar 41,7%, urutan
kedua sebesar 28,3% bekerja selama 16-20 tahun kemudian 11-15 tahun sebesar
15,8% selanjutnya 7,5% bekerja selama 6-10 tahun dan yang terakhir sebesar
6,7% bekerja selama >20 tahun. Adanya perbedaan serta kesenjangan dari lama
bekerjanya perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta membuat perawat
memiliki motivasi tersendiri dalam bekerja. Komitmen yang tinggi pada
karakteristik ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Mathieu dan
Zajac (1990) bahwa karakteristik lama bekerja memiliki korelasi positif-rendah
terhadap komitmen karyawan.Hasil penelitian didukung oleh Coble (2004) yang
menyatakan bahwa komitmen karyawan akan tinggi saat pertama kali bergabung
dengan perusahaan, kemudian pada tahun pertama akan menurun secara
signifikan. Tahun ke 1-10 komitmen karyawan menurun secara signifikan
terutama pada tahun ke-10 terdapat penurunan tingkat komitmen afektif pada
karyawan.
Jumlah kuesioner yang dikembalikan pada kamar bayi sebanyak 10%,
kamar bersalin sebanyak 9,2%, bangsal yang terdiri dari bangsal arofah, mina
multazam, ibnu sina, marwah, zam-zam, raudoh dan muzdalifah sebanyak 69,2%
sedangkan pada poli sebanyak 11,7% sehingga dapat diurutkan yaitu bangsal,
poli, kamar bayi dan kamar bersalin. Apabila dikaitkan dengan komitmen
tentunya tidak ada yang membedakan karena sesuai dengan proporsi kerja
masing-masing bagian.
19
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa dari keseluruhan pertanyaan
dari semua variabel menunjukkan bahwa nilai maksimal dan minimal serta rata-
rata dari setiap variabel mempunyai respon yang baik oleh responden karena tidak
mempunyai nilai minimal 0 dan secara keseluruhan mempunyai nilai maksimal,
sehingga dapat dikatakan responden menerima secara baik apa yang diberikan
dalam setiap pertanyaan.
Dilihat dari keseluruhan butir pernyataan dari masing-masing variabel,
untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional pada masing-masing dimensi
dengan rata-rata tertinggi terjadi pada butir pernyataan ”terinspirasi dari pimpinan
saya, saya harus merasa bekerja lebih baik dan pimpinan saya senang memberi
kesempatan saya untuk bertindak mandiri” pada dimensi motivasi inspirasional
dengan masing-masing nilai rata-rata 3,91 atau 78,19%, butir pertanyaan pada
dimensi pengaruh ideal pada pertanyaan “pemimpin saya merupakan salah satu
panutan bagi saya” dengan nilai rata-rata 3,93 atau 78,68%, pada dimensi
pertimbangan individual pada pertanyaan “saya percaya kompetensi pimpinan
saya” dengan nilai rata-rata 3,83 atau 78,19% dan pada dimensi stimulasi
intelektual pada pertanyaan “pimpinan saya banyak memberikan inspirasi bagi
saya” dengan nilai sebesar 3,83 atau 76,55%. Dari ke-4 dimensi tersebut yang
paling besar rata-rata pada dimensi pengaruh ideal, hal ini menunjukkan bahwa
kepala ruang pada tiap-tiap ruangan di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta
mampu menjadi panutan bagi para perawat.
Kepemimpinan transformasional mempengaruhi sisi komitmen para
pengikutnya dengan memberikan pengaruh, serta mengajak para pengikutnya
untuk berpikir kritis terhadap segala pendekatan yang ada dan melibatkan mereka
dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya hal tersebut dapat
meningkatkan komitmen para karyawan (Jemier dan Berkes, 1979).
Variabel bebas pada kepemimpinan transformasional pada dimensi
motivasi inspirasional (X1) mempunyai nilai signifikan 0,062 dapat dikatakan
tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada komitmen afektif, dimensi
pengaruh ideal (X2) nilai signifikan 0,490 yang berarti tidak mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan pada komitmen afektif, mempunyai nilai pengaruh dan
20
signifikan pada komitmen afektif terjadi pada dimensi pertimbangan individual
(X3) dengan nilai signifikan 0,030 tetapi nilai koefisien negatif dan yang terakhir
pada dimensi stimulasi intelektual (X4) nilai signifikan 0,155 yang berarti tidak
mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada komitmen afektif. Dari ke-4
variabel bebas yang mempunyai pengaruh pada komitmen afektif pada variabel
dimensi pertimbangan individual tetapi nilai koefisien negatif. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat bentuk interaksi penting dalam rangka
peningkatan komitmen afektif yang terjadi dalam lingkungan kerja di RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Contoh bentuk interaksi tersebut dapat berupa
dukungan kepada para karyawan, menghargai para karyawan, dan juga bisa
berupa ajakan untuk bersama-sama melakukan sebuah pekerjaan atau bahkan
terlibat dalam pengambilan keputusan.
Hasil uji pada regresi nilai koefisien negatif pada variabel kepemimpinan
transformasional dimensi pertimbangan individual memungkinkan ada nilai bias
pada variabel tersebut dikarenakan pertanyaan yang diberikan tumpang tindih
dengan pertanyaan pada keadilan kompensasi finansial sedangkan hasil keadilan
kompensasi finansial tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kepala ruang di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta tersebut dalam menjalankan peran kepemimpinannya tidak
menggunakan gaya kepemimpinan transformasional secara sepenuhnya.
Hasil yang sama ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tuna et
al (2011) hasil menunjukkan bahwa salah satu dimensi gaya kepemimpinan
transformasional yaitu idealized influence memiliki hubungan yang sangat rendah
terhadap komitmen kontinuans dan dimensi intellectual stimulation terhadap
komitmen yang memiliki hubungan sangat rendah terhadap komitmen normatif.
Penelitian yang dilakukan McCann et al (2006) menunjukkan hasil yang sama
bahwa dimensi idealized influence hanya mempengaruhi komitmen afektif dan
tidak tedapat pengaruh yang signifikan terhadap komitmen kontinuans dan
komitmen normatif.
Leach (2005) dengan penelitiannya menunjukkan hasil bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional
21
yang digunakan para pemimpin terhadap komitmen para perawat di Rumah Sakit
Anak California. Begitu juga dengan gaya kepemimpinan transformasional pada
manajer tidak mempengaruhi.
Variabel motivasi intrinsik dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti
mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada komitmen afektif di perawat RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan skor persepsi perawat di RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta terhadap motivasi intrinsik tertinggi 4,29 terdapat
pada pertanyaan saya bangga bekerja di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta ini
karena saya ikut tumbuh didalamnya. Dengan item pertanyaan tersebut yang
merupakan dimensi pada personal growth (pengembangan pribadi) pada motivasi
intrinsik menandakan rasa dalam diri untuk mengembangkan diri dan
berkomitmen didalam RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta sangat tinggi.
Menurut Herzberg motivasi intrinsik adalah motivasi yang mendorong seseorang
untuk berprestasi yang bersumber dalam diri individu tersebut. Dengan hasil yang
berpengaruh positif dan signifikan yang berarti motivasi intrinsik dipunyai oleh
masing-masing perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada penelitian Choong dkk (2005) menguji hubungan antara motivasi
intrinsik dan komitmen organisasi para akademisi pada perguruan tinggi swasta
Malaysia dengan hasil motivasi intrinsik secara signifikan berkorelasi dengan tiga
komponen komitmen yaitu; afektif, berkelanjutan dan komitmen normatif. Selain
itu, hasil dari penelitian bahwa motivasi intrinsik telah diprediksi signifikan
terhadap komitmen organisasi. Apabila motivasi intrinsik akan terbentuk lebih
baik pada perawat sebaiknya dilakukan pelatihan yang memadai, lokakarya,
seminar dan konferensi yang terkait dengan lingkup pekerjaan. Dengan
melakukan hal ini, RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta akan dapat lebih
meningkatkan motivasi intrinsik pada perawat. Selanjutnya, hal ini akan
memperkuat komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja. Harapan ini, pada
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta akan dapat berjuang untuk status yang
lebih baik, reputasi dan kinerja. Akhirnya, akan mampu menarik lebih banyak
pasien yang ingin berkunjung di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan
22
tentunya akan menambah jumlah kunjungan pasien dan pendapatan RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Faktor keadilan kompensasi finansial di perawat RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta secara umum dari penyebaram kuesioner hampir
sama persepsi dari masing-masing perawat di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta terlihat dari nilai rata-rata yang ada. Dari pertanyaan yang diberikan
kepada responden terkait adil tidaknya upah yang berikan RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta kepada perawat baik langsung maupun tidak
langsung rata-rata tertinggi pada pertanyaan kompensasi finansial (pembayaran
keuangan) dirasakan adil di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan nilai
rata-rata 4,25 yang berarti dirasakan cukup adil pembayaran yang diberikan
kepada perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Menurut Cascio tujuan
paling penting dari setiap sistem kompensasi adalah terwujudnya keadilan
internal, keadilan ekternal dan keadilan invidual (Marwansyah, 2010).
Dari pengujian hasil regresi pada keadilan kompensasi finansial terhadap
perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan nilai signifikansi 0,215
yang berarti tidak pengaruh positif dan signifikan antara keadilan kompensasi
finansial terhadap komitmen afektif di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Ketika karyawan mempersepsikan keadilan prosedural dan distributif yang tinggi,
komitmen organisasi juga ikut tinggi. Karyawan akan lebih berkomitmen pada
perusahaan saat ini jika persepsi keadilan yang diterima dalam organisasi tinggi
dalam penelitian Ponnu and Chuah tahun 2010 yang berjudul Organizational
commitment, organizational justice and employee turnover in Malaysia. Selain itu
juga apabila kita kaitkan dengan organisasi Muhammadiyah terkait dengan
keadilan kompensasi finansial tidak ada pengaruh karena pada perinsipnya orang
yang bekerja di organisasi Muhammadiyah bukan mencari materi semata didalam
bekerja tetapi mengedepankan ingin menghidupkan organisasi Muhammadiyah
karena niat ikhlas karena Allah SWT. Jadi berapapun kompensasi yang diberikan
oleh organisasi Muhammadiyah tidak akan berpengaruh terhadap komitmen
afektif.
23
Newman & Milkovich (2004) dalam Ulupui (2005) berpendapat keadilan
adalah suatu fundamental dari sistem kompensasi. Pernyataan seperti “perlakuan
yang adil untuk semua pegawai” merefleksikan sebuah perhatian terhadap
keadilan.
Komitmen afektif para perawat masuk ke dalam kategori tinggi sehingga
dapat ditarik kesimpulan yaitu pemimpin kepala ruang bidang keperawatan di RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam menjalankan perannya tidak
menggunakan gaya kepemimpinan transformasional dan terkait keadilan
kompensasi finansial tidak ada pengaruh berapapun kompensasi yang diberikan
tetapi dengan prinsip organisasi Muhammadiyah yaitu “Hidup-hidupilah
Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” yang disampaikan
oleh KH. Ahmad Dahlan yang berarti pimpinan dan warga persyarikatan
Muhammadiyah untuk memelihara dan meneguhkan niat ikhlas hanya mencari
ridho Allah dalam ber-Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah gerakan amal
yang merupakan manifestasi dari keimanan yang diyakini oleh setiap warga
muhammadiyah.
Menurut Meyer & Allen (1991), Affective Commitment mengacu pada
keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang pegawai pada suatu
organisasi. Artinya bahwa komitmen dipandang sebagai suatu sikap, yaitu suatu
usaha dari individu dalam mengidentifikasikan dirinya pada organisasi beserta
tujuannya, serta tetap ingin menjadi anggota organisasi tersebut agar bisa
mencapai tujuannya. Affective commitment muncul karena terdapat adanya
kesesuaian nilai antara organisasi & pekerja. Diantaranya adalah karakteristik
individu, karakterstik struktur organisasi, signifikansi tugas dan keahlian.
Komitmen jenis ini akan menjadi kuat bila pengalamannya dalam suatu
organisasi/lembaga konsisten atau sesuai dengan harapan-harapan.
Para karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan
dan pekerjaannya dengan alasan yang berbeda-beda seperti contoh, mereka
senang dengan pekerjaan yang mereka miliki saat ini atau keuntungan yang
didapat lebih baik daripada bekerja di tempat lain. Mereka telah menemukan
pekerjaan cocok dengan orang-orang yang menarik berada di dalamnya. Selain
24
itu, terdapat faktor penting yang membantu peningkatan komitmen dan loyalitas
karyawan yaitu kepemimpinan transformasional, yang merupakan kepemimpinan
yang memiliki kharisma dengan kemampuan memberikan inspirasi, memberikan
semangat,dan yang memperhatikan kebutuhan para karyawan (Bass dan Riggio,
2006).
Green dan Baron sebagaimana dikutip oleh N.H. Setiadi Widjaya
berpendapat bahwa komitmen pada organisasi tampak mempengaruhi beberapa
aspek kunci dari perilaku kerja. Hal ini didapat dari beberapa hasil studi yang
telah dilakukan oleh peneliti. Seperti dikemukan Greenberg dan Baron bahwa
terdapat konsekuensi dari komitmen organisasi pada pekerja, antara lain yaitu :
1. Tingginya tingkat komitmen pada organisasi cenderung dikaitkan dengan
rendahnya tingkat absensi dan pergantian (turn over). Bahkan mereka yang
lebih banyak melibatkan diri ternyata kecil kemungkinannya untuk mencari
pekerjaan baru dibandingkan dengan mereka yang belum aktif terlibat.
2. Komitmen pada organisasi dikaitkan dengan tingginya tingkat keinginan
untuk berbagi dan melakukan pengorbanan. Oleh karena itu dapat diharapkan
mereka yang paling banyak terlibat dengan organisasi adalah mereka yang
dengan segenap kesadarannya berkorban demi organisasi.
3. Komitmen pada organisasi juga memiliki konsekuensi personal yang positif.
Mereka yang sangat lekat dengan organisasi cenderung menikmati
keberhasilan kariernya dan kehidupan di luar pekerjaan.
Adanya komitmen bukan hanya dapat meningkatkan tanggung jawab
pegawai, akan tetapi yang sesungguhnya diharapkan terjadi adalah munculnya
rasa memiliki organisasi.Timbulnya rasa memiliki ini akan berakibat pada
keberhasilan organisasi/ lembaga, karena para anggota organisasi akan berusaha
menghindari perilaku yang disfungsional dengan demikian akan bekerja lebih
produktif. Jadi, komitmen organisasi memiliki arti penting baik bagi organisasi
maupun pegawai itu sendiri, terutama dalam menciptakan keadaan positif dari
lingkungan kerja organisasi.
25
KESIMPULAN
1. Dimensi-dimensi gaya kepemimpinan transformasional yang terdiri dari
dimensi idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation,
dan individual consideration hanya pada 1 variabel yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap komitmen afektif yaitu variabel individual
consideration dengan nilai signifikansi sebesar 0.030 sedangkan nilai
signifikansi yang lain diatas p>0.050 yang berarti pada kepala ruang bidang
keperawatan di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak secara penuh
menggunakan kepemimpinan transformasional.
2. Hasil nilai koefisiensi dan uji t pada variabel kepemimpinan transformasional
dimensi pertimbangan individual mempunyai nilai negatif yang
memungkinkan terjadi tumpang tindih antara konsep variabel ini dengan
keadilan kompensasi finansial pada setiap pertanyaan yang diberikan.
3. Variabel motivasi intrinsik dan keadilan kompensasi finansial terhadap
komitmen afektif pada perawat RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya
pada variabel motivasi intrinsik yang berpengaruh positif dan signifikan
dengan nilai signifikansi 0.000, hal ini menandakan semakin baiknya prestasi,
tanggung jawab, kemajuan dan pengakuan terhadap pekerjaan itu sendiri maka
semakin tinggi pula komitmen afektif perawat di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Untuk keadilan kompensasi finansial tidak mempunyai pengaruh
positif dan signifikan dengan p>0.05 yang berarti berapapun kompensasi yang
diberikan kepada perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak
mempunyai pengaruh terhadap komitmen afektif.
4. Komitmen afektif para perawat masuk ke dalam kategori tinggi sehingga
dapat ditarik kesimpulan yaitu pemimpin kepala ruang bidang keperawatan di
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam menjalankan perannya tidak
menggunakan gaya kepemimpinan transformasional dan terkait keadilan
kompensasi finansial pada perawat tidak ada pengaruh berapapun kompensasi
yang diberikan tetapi dengan prinsip organisasi Muhammadiyah yaitu “Hidup-
hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”
yang disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang berarti pimpinan dan warga
26
persyarikatan Muhammadiyah untuk memelihara dan meneguhkan niat ikhlas
hanya mencari ridho Allah dalam ber-Muhammadiyah. Muhammadiyah
adalah gerakan amal yang merupakan manifestasi dari keimanan yang
diyakini oleh setiap warga muhammadiyah.
KETERBATASAN PENELITIAN
1. Penelitian ini hanya menggunakan 6 variabel bebas dengan harapan lebih
terfokus dan lebih detail.
2. Diharapkan kedepannya ada penelitian dengan obyek seluruh perawat dan
mengisi kuesioner yang ada.
3. Penelitian dilakukan dengan bantuan diklat untuk membagikan kuesioner
kepada perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta, hal tersebut
membuat keakuratan data tidak terjamin, dikarenakan peneliti tidak terjun
langsung kelapangan untuk mengambil data penelitian diharapkan kepada RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah konsisten menjadi rumah sakit
pendidikan, dapat memberikan kesempatan pada peneliti selanjutnya untuk
dapat mengambil data yang diperlukan secara mandiri dengan syarat dan
ketentuan tertentu yang tentu saja lebih diperketat untuk menjaga hal-hal yang
dikhawatirkan terjadi oleh pihak manajemen.
4. Banyaknya peneliti yang melakukan penelitian di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta serta adanya kesibukan perawat membuat penelitian ini menjadi
lebih lama dalam pengumpulan data yaitu selama dua bulan.
SARAN
a. Saran Kepada RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
1) Berdasarkan hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi informasi
mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan
komitmen afektif perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta
27
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dalam menyusun
kebijakan dalam rangka meningkatkan komitmen afektif perawat di RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan
mengenai dominasi dari faktor motivasi intrinsik dan faktor kepemimpinan
transformasional dimensi pertimbangan individual yang dapat
meningkatkan komitmen afektif perawat di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, sehingga hal ini merupakan informasi penting bagi RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta bahwa kebijakan organisasi dan administrasi,
gaji atau upah, keamanan kerja, kondisi tempat bekerja, hubungan antar
temen sejawat serta hubungan dengan supervisor atau atasan secara
simultan berpengaruh dominan dalam mempengeruhi komitmen afektif
perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
4) Hasil penelitian ini tidak pengaruh yang positif dan signifikan pada
kepemimpinan trasformasional (motivasi inspirasional, pengaruh ideal,
stimulasi intelektual) dan keadilan kompensasi finansial terhadap
komitmen afektif sehingga dapat memberikan evaluasi kepada pihak RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk dapat lebih meningkatkan
perilaku kepemimpinan transformasional dan keadilan kompensasi
finansial melalui pelatihan-pelatihan khusus terkait variabel-variabel
tersebut dan pemberian kompensasi yang lebih bagi para perawat di RS.
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
5) Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, didapatkan data
mengenai tingkat pendidikan perawat di RS. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dengan dominan pada pendidikan D3 sebesar 75% dan ada
yang masih berpendidikan SMA sebesar 1.7%. Hal tersebut dapat menjadi
hal yang patut diperhatikan dan menjadi tanggung jawab RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta untuk dapat meningkatkan tingkat
pendidikan perawat mengingat peraturan menteri kesehatan republik
Indonesia nomor HK.02.02/MENKES/148/2010 mengenai standar
minimal tingkat pendidikan perawat di rumah sakit adalah S1. Hal tersebut
28
mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan diikuti
dengan menurunnya tingkat komitmen pada diri karyawan. Kesimpulan ini
sangat beralasan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan
maka semakin tinggi harapan mereka terhadap perusahaan dan jika sekali
waktu harapan tersebut tidak dipenuhi akan berakibat pada menurunnya
tingkat komitmen pada karyawan tersebut maka dengan pendidikan tinggi
kualitas yang diberikan karyawan dalam bekerja akan lebih tinggi. Dengan
kondisi yang ada RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta dapat
memberikan beasiswa maupun dana pinjaman kepada perawat yang ingin
melanjutkan studynya, dan RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta
diharapkan berupaya semaksimal mungkin untuk mengurangi tenaga
perawat baru dengan tingkat pendidikan D3 dengan cara membuat
kebijakan baru mengenai standar minimal penerimaan perawat baru
dengan lulusan S1.
b. Saran Kepada Akademisi
1) Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
melakukan penelitian di rumah sakit lain sehingga hasil penelitian lebih
mencerminkan gambaran tentang kepemimpinan transformasional,
motivasi intrinsik, keadilan kompensasi finansial dan komitmen afektif
dalam setiap rumah sakit tentunya akan berbeda persepsinya.
2) Peneliti dapat menambahkan variabel lain atau faktor lain sebagai variabel
yang digunakan misalnya mengganti kepemimpinan transformasional
dengan kepemimpinan transaksional atau yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Raemah Hasyim and Mahmood, Rosli, 2012, How Do Our Malaysian
Academic Staff Perceive Their Leader’s Leadhersihp Styles In Relation To Their Commitment To Service Quality?, University of Management and Technology, Malaysia and Universiti Utara, Malaysia, Internationaljournal.org.
Asmaningrum, Nurfika 2009, http___lontar.ui.ac.id_file_file=digital_125274-TESIS0574 Nur N09p-Pengaruh Penerapan-Pendahuluan, FIK UI.
29
Ayu, Rahmi Budi Amalia 2013, Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi terhadap Komitmen Afektif Perawat di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Tesis Progam Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit.
Bass, Bernard M., dan Riggio, Ronald E. (2006). Transformational leadership. New Jersey: Lawrence Elrbaun Associates. New York : Simmon and Schuster
Brantas. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Bandung; CV Afabeta. Choong, Yuen-Onn and Wong, Kee-Luen and Lau, Teck-Chai, 2011, Intrinsic Motivation and Organizational Commitment In The Malaysian Private Higher Education Institutions : An Empirical Study, Faculty of Business and Finance, Universiti Tunku Abdul Rahman, Malaysia, International Refereed Research Journal, www..researchersworld..com.
Coble. Dianne. P. (2004). Employee Commitment and Organizational Influence: A Study of the Ways in Wich Tenure, Work Group, and Job Level Influence Employee Commitment. Disertasi. Download at: http://search.proquest.com/docview/305049968/136BFA835D057EE1B1/
2 ?accountid=31533Farooq, N., Irfan, M., Farooq, M,. (2011) Measurement of the Degree of
Organizational Commitment Among the Faculty Member of Private Sector Universities in Peshwar City. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research in Business. Vol 3 (4). 151 – 162.
Ferdinand, Augusty 2011, Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi Ilmu Manajemen, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gie, The Liang. 1998, Ensikiopedi Administrasi, Gunung Agung, Jakarta.Greenberg, J, 1995, Managing Behavior In Organization, USA : practice-hall.inc.Gustiyah, Raikan. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
penyeluhan perindustrian pada kantor perindustrian dan perdagangan kota medan. Tesis.
Hasibun, M.S.P 2005. Organisasi Dan Motivasi; Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta; PT. Bumi Aksara.
Herzberg, F., (1968). Work and the nature of man. London. UK: Crosby.Iqbal, Adnan. (2010). An Empirical Assessment of Demographic Factors,
Organizational Ranks, and Organizational Commitment. Internatioanl Journal of Business and Management.Vo, 5 (3). 16 - 27
Jermier, J. dan Berkes, L.(1979).Leader behaviour in a police command bureaucracy: Acloser look at the quasi-military model, Administrative Science Quarterly, 24, 1–23.
Kutipan Wahjosumadjo dalam buku Manullang (2000).Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2005. “Perilaku Organisasi”. Buku 1. Edisi
Kelima. Salemba Empat. Jakarta.
30
Leach, Linda, S. (2005). Nurse Executive Transformational Leadership and Orgabizational Commitment. Journal of Nurse Academy.Vol 35 (5).228-237.
Luthans, Fred 2006, Perilaku Organisasi Edisi 10, Yogyakarta, Andi.Marquis, Bassie L & Huston, Carol J 2003, Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan Teori dan Aplikasi, Jakarta, EGC.Marwansyah, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Alfabeta CV.Mathieu, John.E., Dennis M. Zajac. (1990). A Review and Meta-Analysis of then
Antecendents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment.Journal Of Applied Psychology. Vol 108.171-194.
McCann, John, A.J., Langford, Peter, H., Rawlings, Robert, M. (2006). Testing Behling and McFillen’s Syncretial Model of Charismatic Transformational Leadership.Group and Organizational Management.Vol 31 (2). 237.
Milton, C.L., (1999). Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives.Nursing.
Muchlas, Makmuri 2008, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Notoatmojo. S, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.Dewi, Arlina dkk 2011, Panduan Tesis, Yogyakarta, Program Studi Manajemen
Rumah Sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pangesti, G.L 2013. Analisis Kepemimpinan Transformasional, Faktor Motivator dan Faktor Hygiene terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Balai Besar Pelatihan Ketransmigrasian Yogyakarta.
Pranajati, Lucky 2012, Pengaruh Keadilan Kompenasi Terhadap Komitmen Organisasi Pada Perawat RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan, Tesis S2 Pada Program Studi Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Purnomo, Heru. 2013. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik, Motivasi Intrinsik dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Pada KPP Pratam Yogyakarta. Tesis Program Magister Manajemen Program Pasca Sarjana. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ragil, Tribhakti Hutomo. 2013 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Tesis Program Magister Manajemen Program Pasca Sarjana. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Riyanto, Agus 2011, hal. 148. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.
Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.Siregar, Syahrial 2009, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kemampuan
Berkomunikasi Kepala Bidang terhadap Kinerja Pegawai Pelayanan Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara, Medan, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
Sopiyudin, dr. M. Dahlan, 2006, hal. 159. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS. PT. Arkans. Jakarta.
31
Sugiyono 1999, Statistik untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung.Sujudi, Achmad 2011, Menjadi Seniman Organisasi Seni Mengelola “Healthcare
Industry”, Jakarta, Rujut Publishing.Tjahjono, H.K 2008, Komitmen Keorganisasian dapat dilihat sebagai Konsep
Unidimensional dan Multidimensional, diakses 09 Oktober 2013 dari http://hkt.staff.umy.ac.id/files/2010/07/komitmen-afektif.pdf.
Tjahjono, H.K 2009, Metode Penelitian Bisnis 1.0. Yogyakarta, Visi Solusi Madani.
Tjahjono, H.K 2010, Manajemen Berkeadilan dan Pengaruhnya pada Outcomes Perusahaan Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Trisnantoro, Laksono 2009, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.Tuna, Muharrem., Ghazzawi, I., Tuna, A.A., dan Catir, Oza. (2011).
Transformational Leadership and Organizational Commitment: The Case of Turkey’s Hospitality Industry. S.A.M. Advanced Management Journal. Vol 76 (3). 10.
Ulupui, I.G.K., 2005, “ Pengaruh Partisipasi Anggaran, Persepsi Keadilan Distributif, Keadilan Prosedura, dan Goal Commmitment terhadap Kinerja”. Kinerja . Vol. 9, No.2, p. 98-112.
Umar, Husein 2010, Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan : Paradigma Positivistik dan Berbasis, Pemecahan Masalah/ Husein Umar, Jakarta, Rajawali Press.
Usri, Kosterman & Faizal, Emmyr Moeis, 2011, Manajemen Rumah Sakit, Teori dan Aplikasi, Bandung, LSKI.
Yukl, Gary 2010, Kepimimpinan dalam Organisasi, Jakarta, Indeks.
32