Upload
phungliem
View
242
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
KELAHIRAN II : CINTA BAGAI BUNGA
Oleh:Masrovi
(Prastika Mahadewi-syster)
Kutulis cerita ini sebagai gambaran bagi khalayak tentang kehidupan kaum aktivis kerohanian islam (Rohis).Mulai dari kebudayaan, adab pergaulan sampai ke istilah-istilah khusus yang terproyeksi dalam kehidupan sehari-hari.
Semua hal diatas hanya dikemas secara tersirat.Karena untuk menggambarkannya secara utuh tetapi menarik (sebagai sesuatu yang sempurna) bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.Untuk itu semuanya telah diatur dan dikemas dengan tetap menunjukkan sisi komersial seperti:
Mohammad Rofi’i production 20081
adanya kisah percintaan, kehidupan sosial dan lain-lain.
Semoga setelah membaca tulisan-tulisan ini pembaca akan semakin mengerti dan memahami tentang wacana kehidupan yang selama ini hanya disoroti dari satu sisi belaka.
Dan semoga setelah adanya tulisan ini, celah-celah kehidupan keagamaan akan semakin menipis dan hidup kembali harmonis.
BAB I
WANITA ITU
Pagi ini seakan terasa menjadi pagi yang berhiaskan embun
surgawi.Perlahan kubuka jendela kamarku, kuhirup sejuknya udara segar
yang kesegarannya melebihi juice melon diterik siang pada musim
kemarau. Oh..betapa luar biasa anugerah dan nikmat yang diberikan oleh
Allah SWT kepada para hamba-Nya. Aku merasa takjub dengan semua ini.
Sejenak aku larut dalam perasaanku hingga tak sadar bahwa sedari
tadi Idris, teman satu kos ku memanggil-manggil.
“Mas Rafli....Mas Rafli, komputernya sudah bisa dipinjam belum?”
Aku kaget dengan sapaannya yang menggunakan nada agak keras
itu.
“Maaf Mas, kaget ya...habis dari tadi dipanggil-panggil nggak
nyahut-nyahut sih. Jadi agak dikerasin volumenya” katanya sambil
melontarkan rasa bersalah.
“Ah ngga apa-apa Id, Aku yang salah, ngelamun tadi..” tandasku.
“Lah gimana, sudah bisa dipinjam belum komputernya?, kalo
sudah nganggur gantian aku yang pakai ya?”
“Iya...silahkan dipakai aja. Aku sudah selesai”
Aku ingat kembali kalau tadi malam aku habis nglembur
mengerjakan editan skripsiku yang baru memulai bab satu. Tapi aku
merasa senang karena meskipun nglembur sampai jam satu, tapi aku tetap
bisa bangun jam empat pagi, tepat saat adzan subuh berkumandang. Jadi
aku masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan
ibadah wajib itu dengan shalat berjamaah di masjid. Subhanallah.... luar
biasa, aku sangat menyukai momen-momen seperti itu.
Setelah merasa badan sudah segar dan siap bergelut dengan hawa
dingin air dikamar mandi, aku langsung segera mengambil handuk dan
perlengkapan mandi setelah itu bergegas kebelakang. Alhamdu Lillah
teman-teman satu kos belum ada yang mau mandi, jadi aku tidak perlu
mengantri.
Kebetulan hari ini aku harus ke kampus pagi-pagi sekali, tepat
pukul tujuh aku harus ketemu Pak Teguh, dosen pembimbing skripsiku
untuk menyerahkan revisi kemarin. Pak Teguh orang yang sangat disiplin,
beliau tidak suka dengan mahasiswa yang telat. Aku merasa beruntung
mendapat dosen pembimbing seperti itu, karena jika tidak dipaksakan
Mohammad Rofi’i production 20083
untuk disiplin, aku akan sulit untuk menjadi manusia yang disiplin. Jadi
pertemuanku dengan Pak Teguh bisa melatihku untuk senantiasa hidup
disiplin.
Selesai mandi aku langsung ke kamar untuk ganti baju. Aku dapati
handphoneku berdering-dering dengan kencang. Tanpa basa-basi lagi aku
langsung mengambil alat komunikasi itu.
“Sudah dari tadi kok Mas, tapi aku nggak berani ngangkat, takut
penting” seloroh Idris kepadaku
Kulihat ternyata yang mencoba menelfonku adalah Risma, temen
satu angkatan, satu jurusan sekaligus satu program studi di kampus.
“Assalamu’alaikum Mas Rafli...”
“Wa alaikum salam...”
“Nanti sampeyan mau bimbingan skripsi sama Pak Teguh ya?”
“Iya...pagi-pagi sekali, jam tujuh. Ini aku sudah mandi, tinggal
ganti baju terus berangkat ke kampus. Dek Risma butuh sesuatu yang bisa
kubantu?”
“Iya Mas, tolong bilangin ke Pak Teguh kalau aku belum bisa
nyerahin revisi sekarang, soalnya kemarin waktuku habis buat nungguin
adik kosku di rumah sakit. Soalnya anak kos pada pulang semua, jadi
tinggal aku sama Nani yang jagain bergantian. Aku juga gak bisa ke
kampus buat ngomong langsung, pagi ini aku harus ke rumah sakit buat
nggantiin Nani. Terus sampaikan juga maafku pada beliau ya...”
“Iya.....nanti Insya Allah aku sampaikan pada beliau”.
“Makasih banyak ya Mas.....”
“Sama-sama......salam buat temenmu yang sakit itu, aku turut
berdo’a agar dia cepet sembuh”
“Ya udah nanti aku sampaikan... wassalamu’alaikum...”
“.Wa alaikum salam.....”
Yah....begitulah Risma, meskipun kami satu angkatan tapi
perempuan asal Jombang Jawa Timur itu lebih suka memanggilku Mas,
dan katanya ia juga lebih suka kalau ku panggil adik. Tidak tahu mengapa
sebabnya, yang jelas itu permintaan dari dia yang tidak bisa aku tolak.
Asalkan bisa membuat hatinya senang, memanggil apapun baik adik
maupun kakak bagiku tidak jadi masalah.
******************************************************
*
Aku sampai dikampus pukul 6.45, jadi masih ada waktu lima belas
menit bagiku untuk menunggui Pak Teguh sambil membuka-buka kembali
hasil revisiku, siapa tahu ada sesuatu yang akan beliau tanyakan kepadaku,
jadi aku harus melakukan persiapan. Tapi ketika baru membuka tas warna
hitam-coklat milikku, tiba-tiba aku dikagetkan dengan sosok yang ada
dihadapanku.
“Lho............Dek Risma, katanya tadi mau kerumah sakit, kok
sekarang malah disini?” tanyaku sambil keheranan, karena yang tiba-tiba
berdiri dihadapanku itu ternyata adalah Risma.
“Wah nggak jadi Mas, soalnya hari ini ada kabar gembira, Tiwi,
temen kosku yang lagi ada dirumah sakit keadaannya sudah semakin
membaik dan menurut dokter pagi ini sudah bisa pulang. Tadi Nani yang
ngabari aku, katanya dia bisa ngurus sendiri. Jadi aku nggak perlu datang
ke rumah sakit katanya. Juga biar bimbinganku hari ini bisa berjalan
lancar, maklum selama Tiwi sakit aku sudah bolos bimbingan selama tiga
kali. Tapi ajaibnya Mas, Tiwi itu sembuh tepat dihari ulang tahunku. Jadi
nanti malem kami mau ngadain syukuran kecil-kecilan. Mas Rafli dateng
ya......aku dah bilang sama yang lain, katanya boleh, malah bisa bikin
suasana tambah rame katanya, coz kami cuman bertiga, jadi kurang seru
kalo nggak ngundang temen-temen yang lain.”
“Oke...insya Allah aku bisa, jam berapa?”
“Habis isya aja Mas, sekitar jam setengah delapan. Jadi biar nggak
terlalu kemaleman. Insya Allah jam sembilan selesai”
“Tapi aku datengnya bawa temen juga ya?...”
Mohammad Rofi’i production 20085
“Iya nggak apa-apa...berapa jumlah temen yang mau diajak ikut
Mas?, biar kami bisa persiapin jumlah menunya.”
“Di kos cuma ada Idris sama Ardi, jadi hanya mereka berdua yang
akan kuajak ikut.”
“Oke...bisa, aku tunggu di kos nanti malem ya..”
Setelah itu dosen yang kami nanti-nanti akhirnya muncul juga.
Kupersilahkan Risma untuk bimbingan dahulu, karena dia yang sedang
bermasalah dengan tugasnya.
Sembari menunggu giliran untuk bimbingan, kubuka buku kecil
warna hijau yang ada di saku tasku. Sebuah kitab karangan Imam Nawawi
Al-Bantani, seorang Ulama Klasik asli Indonesia yang namanya
melegenda sampai ke semua penjuru dunia, termasuk di timur tengah.
Kitab itu berjudul “Nashaihul Ibad, nasihat-nasihat untuk para hamba”.
Kitab itu berisi tentang tuntunan-tuntunan hidup yang diambil dari hadits
Nabi, perkataan para sahabat dan juga orang-orang ‘alim. Aku suka sekali
membaca kitab itu, dulu aku pernah punya keinginan untuk mengkaji kitab
itu di pondok pesantren sekitar kampusku, tapi karena kesibukanku dan
juga menuruti perkataan orang tua yang mengharuskanku untuk lebih
konsen pada kuliah, maka hingga hari ini aku belum punya kesempatan
untuk mengkajinya. Meskipun aku belum pernah mengkajinya, aku tetap
ingin tahu isi kitab itu. Maka sebagai alternatifnya aku membeli kitab itu
dalam versi terjemahan bahasa indonesia, sehingga bisa lebih memudahkan
pemahamanku.
Setelah sekian lama tenggelam dalam isi kitab itu, tiba-tiba ada
suara memanggilku.
“Mas Rafli, aku sudah selesai, silahkan gantian sampeyan yang
bimbingan, biar aku yang gantian nunggu disini, nanti kita pulangnya
sama-sama ya?...” ucap Risma kepadaku.
“Pulang sama-sama?............” tanyaku dalam hati, meski ini bukan
yang pertama kali ia mengajakku untuk pulang sama-sama dengan naik
angkot saat kami melaksanakan bimbingan bersama. Maklum kos kami
agak jauh dari kampus. Dan aku pun belum mendapat restu dari orang tua
untuk membawa motor sendiri, jadi ya terpaksa sehari-harinya untuk ke
kampus aku selalu naik angkot.
Sebenarnya dalam hati kecilku aku selalu menolak ajakan dia untuk
pulang sama-sama, dengan alasan bahwa aku adalah seorang aktivis
Kerohanian Islam (Rohis). Sehingga aku takut kalau nanti ada orang yang
salah sangka dan menuduhku memberi contoh yang kurang baik bagi yang
lain. Sebenarnya Risma juga seorang muslimah yang berjilbab dan pernah
juga tergabung dalam Rohis, tapi mungkin untuk hal-hal atau adab
pergaulan semacam ini aku yang lebih tahu dari pada dia.
Namun untuk menjaga perasaan dia, ya mau bagaimana lagi, aku
menurut saja. Tapi meskipun begitu aku tidak pernah duduk berdekatan
dengan dia tatkala kami berada di angkot. Aku selalu mencoba untuk
duduk yang sekiranya aman bagiku, kecuali kalau memang terpaksa,
misalnya saat angkot penuh.
Ya.... seperti itulah. Aku menangkap sinyal-sinyal kalau Risma
ingin selalu dekat dengan aku semenjak kami saling akrab satu tahun yang
lalu. Namun sesegera mungkin kubuang jauh-jauh perasaan itu, aku hanya
menganggap Risma sebagai seorang sahabat saja, tidak lebih. Mengingat
keberadaanku dikampus yang jauh dari rumah ini adalah amanah. Dan
Bapakku sendiri pernah bilang kalau godaan orang mencari ilmu itu salah
satunya adalah wanita. Aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku, aku
juga tak ingin aktivitasku terganggu oleh wanita jika aku pacaran. Dan dari
para ustadz yang berceramah juga sering kudapati bahwa mereka sering
mengatakan kalau pacaran justru mendatangkan banyak kemadhorotan dari
pada kebermanfaatan. Intinya mereka ingin berkata kalau pacaran itu
haram namun secara halus. Terlepas dari itu semua, aku sendiri memang
harus fokus pada kuliah, supaya cita-cita yang selama ini kurintis bisa
terwujud secara sempurna.
Akhirnya bimbingan selesailah sudah untuk hari ini. Cukup lama,
satu setengah jam aku menghadap Pak Teguh. Banyak ilmu-ilmu baru
Mohammad Rofi’i production 20087
yang kudapati dari beliau di hari ini. Dengan langkah kaki penuh semangat
aku segera beranjak dari tempat duduk menuju pintu ruangan untuk keluar.
Kudapati disana ada Risma yang setia menungguiku sejak tadi. Namun kali
ini sepertinya aku punya ide untuk menolak ajakannya untuk pulang sama-
sama. Dengan cara halus kukatakan padanya:
“Maaf Dek Ris, kayaknya aku harus ke perpus dulu. Tadi Pak
Teguh menyuruhku untuk mencari tambahan referensi skripsi. Kalau Dek
Ris mau pulang dulu ya tidak apa-apa, silahkan saja.”
“Ah...nggak apa-apa Mas, aku ikut ke perpus juga. Aku kan juga
butuh tambahan referensi buat skripsiku.”
“Lah De Ris apa nggak persiapan buat acara nanti malem?” kataku
seraya menguatkan opini supaya dia mau pulang lebih dulu.
“Kalau acara nanti malem gampang Mas, ga perlu persiapan tetek-
bengek, paling dua jam juga selesai. Ayo kalau mau ke perpus kita sama-
sama”
“Aduh...maksud hati menghindar dari bahaya, ternyata aku sendiri
yang malah menambah suasana bahaya itu” ucapku dalam hati.
Akhirnya hari ini memang sudah nasibku menjalani begitu banyak
waktu bersama Risma. Mulai dari ke perpus sama-sama, sampai pulang
naik angkot pun kami sama-sama.
Hingga akhirnya sampailah angkot di depan gang jambu.
“Turun pak......” teriak Risma. Setelah itu ia turun.
“Mas Rafli, jangan lupa janjinya, nanti malem ke kosku ya!”
katanya sembari menyerahkan uang ke sopir angkot.
“Iya.... santai saja, aku pasti datang”
Risma memang lebih dulu turun dari angkot dari pada aku. Karena
tempat kosnya satu gang lebih dekat dari pada tempat kos-kosanku.
Ditengah kesendirianku didalam angkot, aku sejenak termenung
dalam lamunanku.
“Kok bisa ada wanita yang bersikap seperti itu kepadaku”
gumamku.
Sangatlah pantas kalau aku merasa heran dengan sikap Risma
kepadaku, karena sebelumnya belum pernah ada wanita yang bersikap
demikian kepadaku. Aku terkenal sebagai sosok yang dingin pada wanita,
namun sepertinya Risma tak peduli dengan semua itu.
Dan yang lebih membuatku heran adalah bahwa Risma juga
merupakan sosok yang tidak terlalu suka jalan-jalan kesana-kemari dengan
lelaki. Ia benar-benar wanita yang memproteksi diri, tapi mengapa dengan
aku dia bisa cair?.
Pernah suatu ketika ada teman kuliah yang mencoba nembak dia
waktu dikampus. Langsung saja Risma menolaknya secara mentah-mentah
didepan umum. Dan kejadian seperti itu tidak terjadi sekali dua kali, tapi
sudah sampai empat kali mungkin. Maklum, Risma bisa dikategorikan
sebagai wanita yang mempunyai paras cantik. Jadi, lelaki mana yang tidak
mau jadi pacar dia. Tapi aku tidak mau seperti lelaki-lelaki itu, aku masih
punya adab pergaulan yang kujunjung tinggi serta komitmen untuk tidak
pacaran sebelum naungan yang halal (pernikahan) datang.
Aku hanya bisa berdo’a agar aku tidak terjebak dalam situasi
seperti ini. Aku masih ingin terus istiqomah dijalan yang telah kupilih.
Bukan karena Muhammad Rafli bin Abdul Rahman ini adalah seorang
aktivis Rohis, tapi lebih jauh dari itu, yakni sebagai insan yang beragama
yang mempunyai tata nilai, syariat serta adab yang harus dijunjung tinggi
dan dilaksanakan.
***
Mohammad Rofi’i production 20089
BAB II
KADO ISTIMEWA
Adzan maghrib berkumandang bersahut-sahutan. Bagi orang-
orang yang diberi nikmat berupa iman, panggilan suci itu bak kalimat-
kalimat cinta yang keindahannya jauh melebihi karya-karya Khalil Gibran.
Atau jika diibaratkan sebuah simphony, maka secara hakikat kemerduan
suaranya jauh lebih merdu dari karya-karya milik Bethoven.
Seperti biasanya aku yang bertugas untuk mengingatkan teman-
teman satu kos untuk shalat jamaah di masjid. Karena di kos akulah yang
usianya paling tua dan kebetulan diberi amanah sebagai mas’ul. Tapi
sepertinya aku tidak terlalu repot melakukan hal itu untuk hari ini. Karena
yang berada didalam kos selain aku hanya Idris dan Ardi. Mereka sudah
terbiasa untuk shalat jamaah di masjid tanpa harus dipaksa-paksa.
“Idris, ayo kita ke mesjid....”
“Iya Mas, aku ngambil sandal dulu dibelakang”
Sembari menunggu Idris, aku dan Ardi duduk-duduk dulu didepan
kos. Tapi tak lama kemudian Idris pun muncul, lalu kami berangkat ke
masjid bersama.
Diperjalanan menuju masjid aku menceritakan hal-hal yang
kualami hari ini, termasuk niatan Risma untuk mengundangku di hajatan
ulang tahunnya.
“Eh nanti habis isya aku diundang makan-makan lho. Temenku
Risma hari ini ulang tahun, sekalian syukuran temen satu kosnya yang baru
pulang dari rumah sakit. Aku sudah bilang sama dia kalau mau ngajak
kalian juga biar tambah rame. Katanya sih boleh, tapi aku nanti tolong
ditemeni beli kado buat dia ya... kan nggak enak kalau dateng ke pesta
ulang tahun tanpa membawa kado”.
“Oo...Mba Risma yang sering dateng ke kos itu ya Mas. Kok Dia
perhatian banget sama sampeyan ya Mas. Kayaknya Mas Rafli cocok kalau
Mohammad Rofi’i production 200811
sama dia. Mba Risma kan cantik sedangkan Mas Rafli juga lumayan cakep
lah. Hehe............. ”Ardi mencoba menggodaku.
“Cakep tapi dikit kan?, banyakan kamu. Hehe......” bantahku.
“Iya Ardi, dia juga sering telfon Mas Rafli. Kayaknya kalau aku
lihat dia punya feeling tuh sama Mas Rafli” tambah Idris.
“Punya feeling gimana maksudnya?” tanyaku pada Idris.
“Ya itu Mas, istilahnya dalam bahasa Romeo and juliette itu jatuh
cinta” tandasnya.
“Ah jangan ngomong yang macem-macem kamu Id, Ngga baik
ngomong kayak gitu” aku coba menepis pendapat mereka.
“Tapi kalau fakta-faktanya mendukung seperti itu gimana Mas?,
Apa Mas Rafli mau mengelak?” tambah Ardi.
“Ya meskipun seperti itu kita tetep nggak boleh bicara
sembarangan, apalagi kalau menyangkut soal cinta, urusannya bisa
menjadi rumit. Aku ngga selera kalau ngomong-ngomong dengan tema
kayak gitu”
“Ya kita-kita sebagai adik hanya bisa berdo’a supaya Allah SWT
memberikan sesuatu yang terbaik untuk Mas Rafli, termasuk untuk urusan
jodoh. Hehe..... kan sebentar lagi sampeyan mau lulus. Setelah itu pasti
kerja dan mau cepet-cepet nikah kan?. Aku masih ingat perkataan Mas
Rafli dulu, kalau sudah lulus dan punya pekerjaan mapan mau segera
menikah. Iya kan Mas?” ucap Idris.
“Iya, memang keinginanku seperti itu. Tapi belum tentu aku mau
menikah dengan Risma kan?” sekali lagi aku mencoba mematahkan opini-
opini mereka.
“Hehehe..........”mereka berdua malah tertawa ngekek.
Akhirnya sampai juga kami didepan Masjid Baiturrahim. Jarak
antara masjid dengan kos kami lumayan jauh, namun kami mencoba untuk
selalu istiqomah dalam melaksanakan kesempurnaan ibadah lewat shalat
berjama’ah. Itulah hal yang membuatku senang berada diantara orang-
orang seperti Idris dan Ardi serta teman-teman yang lain yang pemahaman
agamanya memang sudah bagus. Jadi kami bisa saling mengingatkan satu
sama lain tentang urusan ibadah.
Selesai shalat magrib berjama’ah biasanya kami langsung pulang
lalu melakukan tilawah Al-Qur’an bersama-sama, setelah itu ada kajin
kitab hadits Riyadlus Shalihin yang juga merupakan karya Imam Nawawi
Al-Bantani. Tapi karena banyak anak kos yang pulang, maka untuk
sementara kajian diliburkan. Untuk itu aku merubah planning, yakni
selesai shalat aku harus mencari kado untuk Risma. Maka kuajaklah kedua
temanku iIdris dan Ardi untuk jalan-jalan mencari sesuatu yang pantas
untuk dijadikan kado.
“Mau nyari kado yang seperti apa Mas?” tanya Ardi.
“Wah bagusnya kalau kado ulang tahun itu apa ya Di?, Idris, kamu
punya ide ngga?” aku balik tanya pada mereka.
“Lah Mba Risma itu hobbinya apa Mas?” gantian Idris yang tanya.
“Katanya sih dia hobby kalau baca buku, terutama tentang
kewanitaan” jawabku.
“Kalau gitu Mas Rafli ngasih kadonya berupa buku aja. Nah
kebetulan tuh didepan kan ada toko buku Nurul Hikmah, kita coba nyari-
nyari buku tentang kewanitaan disana aja gimana Mas?” Idris memberikan
usul.
“Wah encer juga otakmu Id” sambungku dengan perasaan senang
karena telah menemukan solusi.
Kalau soal pecah-memecah urusan, Idris memang jagonya.
Orangnya sangat cerdas, kreatif dan banyak ide. Makanya tak heran jika
dikampus dia mendapat amanah sebagai Ketua Departemen Penelitian dan
Pengembangan (litbang) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat
fakultas. Selain itu prestasi akademiknya juga selalu bagus. Ia sekarang
beranjak semester enam, terpaut dua semester denganku. Selama lima
semester kemarin IPnya tidak pernah kurang dari tiga koma.
Subhanallah.........
Sesampainya di toko buku Nurul Hikmah kami langsung hunting
Mohammad Rofi’i production 200813
buku dari satu rak ke rak yang lain. Untuk menghemat waktu kami berbagi
tugas, aku hunting di rak tengah, Idris di rak sebelah kiri dan Ardi di rak
sebelah kanan.
Tak lupa aku pesan pada mereka:
“Nyarinya buku tentang kewanitaan ya!, cari yang keluaran terbaru
yang kira-kira Risma belum pernah baca.”
“Oke Mas” sahut mereka.
Setelah sekitar sepuluh menit mencari akhirnya:
“Ketemu.....” teriakku kegirangan.
“Wah dapet buku apa itu Mas?” tanya Ardi.
“Who wants to be a best moslemah, karangan Mafaza An-nuriyya”
jawabku.
Ya.... resensi buku itu pernah kubaca disurat kabar ibu kota
kemarin. Isinya sangat bagus, menyikapi pola kehidupan wanita dari
berbagai sudut pandang. Didalamnya juga berisi fatwa-fatwa dari hadits
dan juga dari orang-orang populer didunia. Tak jarang pula fatwa-fatwa itu
diambil dari kitab Nashaihul Ibad yang sering aku baca. Kesempurnaan
isinya juga dilengkapi dengan tips-tips untuk menjadi muslimah yang
berkarakter, menjadi muslimah yang cerdas, menjadi istri shalihah untuk
suami yang shalih dan lain-lain. Adab pergaulan muslimah pun disinggung
disana. Intinya buku ini sangatlah bagus dan cocok untuk seorang
muslimah sekaliber Risma.
“Yah... buku ini saja, ini juga keluaran terbaru kok, dan bisa
dipastikan kalau Risma belum pernah membacanya” tandasku pada teman-
teman.
“Ya udah itu aja ngga apa-apa. Memang harganya berapa Mas?”
tanya Ardi.
“Lima puluh ribu dapet diskon sepuluh persen”
“Berarti bayarnya empat puluh lima ribu. Mas Rafli punya duitnya
nggak?” tambah Ardi.
“Oh iya, aku lupa kalau aku belum ditransfer duit dari rumah. Uang
dikantong Cuma tinggal tiga puluh lima ribu, hanya cukup untuk makan
empat atau lima hari” jawabku.
“Oh iya Id, kamu kemaren baru dapet kiriman dari kakakmu kan?,
kalau aku pinjam dulu buat beli buku ini bisa nggak?, nanti kalau aku
sudah ditransfer segera aku ganti.” Pintaku pada Idris.
“Iya Mas ngga apa-apa, aku malah merasa senang bisa membantu
Mas Rafli” jawab Idris dengan kata-kata yang sangat menghibur hatiku.
Memang kami anak-anak satu kos sudah terbiasa untuk hidup
saling berbagi, termasuk masalah uang. Jadi masalah pinjam-meminjam
uang sudah menjadi hal yang lumrah bagi kami. Dan kami tidak pernah
ribut untuk urusan itu, karena semuanya orang-orang yang sangat amanah.
“Buku ini Mba, sekalian bungkus pakai kertas kado yang rapi ya...
nanti mau aku bikin hadiah untuk temenku yang lagi ulang tahun” pintaku
pada seorang wanita penjaga toko buku itu.
“Kertasnya warna apa Mas?” tanya wanita itu.
“Yang pink aja, wanita biasanya suka dengan warna pink”
jawabku.
Selesai menerima buku yang telah terbungkus kado, kami langsung
cabut ke kos. Waktu untuk sampai pada shalat isya masih lumayan lama,
sekitar lima belas menit lagi. Kusuruh teman-temanku untuk
mempersiapkan diri, jadi selesai shalat jamaah isya nanti kami tidak pulang
lagi ke kos, tapi langsung menuju tempat kosnya Risma.
*********************************************************
Tepat jam setengah delapan aku dan teman-teman sudah sampai
didepan kosnya Risma.
“Assalamu’alaikum................”
“Wa alaikum salam..... wah pangerannya Mba Risma sudah
dateng” jawab seorang wanita dari belakang pintu.
Mohammad Rofi’i production 200815
Kalau aku boleh menebak, wanita itu pasti Nani, teman satu kos
dengan Risma. Karena yang ada dikos katanya hanya dia, Nani dan Tiwi.
Tapi Tiwi kan baru sembuh dari sakit, jadi nggak mungkin membukakan
pintu malam-malam.
“Tuh bener kan firasatku Mas, temen satu kosnya aja nyebut Mas
Rafli sebagai pangeran buat Mba Risma” Idris kembali menggoda. Tapi
aku acuh, aku tak mau meributkan hal semacam itu ditempat orang lain.
Apalagi ini dikosnya Risma.
Tak lama kemudian orang yang punya gawe keluar.
“Mas Rafli masuk, temen-temennya diajak juga ya. Nih disini
sudah pada ngumpul kok” sapa Risma dengan suara khas wanita yang
lembut dan penuh kesahajaan.
Aku melihat disana juga ada teman-teman kampusku yang lain.
Tapi yang ada hanya para wanita. Rupanya satu-satunya lelaki yang
diundang di hajatan ulang tahunnya hanyalah aku. Untung aku mengajak
teman-teman kos, kalau tidak, aku pasti tidak bisa membayangkan
bagaimana nasibku saat ini.
Kulihat disana ada Santi, Nilam, Dewi, Cindy, dan beberapa yang
lain aku kurang begitu mengenal.
“Eh Raf, kamu dateng juga ya.... aku kira Risma cuma ngundang
cewek-cewek doank” seloroh Nilam kepadaku.
“Iya Nilam, tadi pagi kami ketemu dikampus dan aku diundang
buat dateng malam ini. Jadi ya.....aku dateng aja” jawabku dengan enteng.
Sepertinya hajatan akan segera dimulai. Namun sebelum hajatan
dimulai aku ingin menyerahkan kado yang sudah kubawa kepada Risma.
Rupanya Risma masih agak repot dengan persiapan hajatan. Lalu tak lama
kemudian sepertinya dia sudah agak luang. Tanpa basa-basi aku segera
beranjak dari tempatku lalu menghampiri Risma.
“Dek Ris, ini aku ada sedikit hadiah dihari ulang tahunmu”
“Wah apa ini Mas, kado untukku ya. Harusnya mas Rafli nggak
perlu repot-repot. Aku ngundang Mas Rafli kan bukan berharap supaya
dapet kado”
“Iya aku tahu itu. Tapi aku juga ngasih kado itu dengan tulus ngga
ada perasaan terbebani. Ya sudah yang penting diterima saja.”
“Makasih ya Mas. Mas Rafli memang baik hati”
Akhirnya hajatan dimulai juga. Dan aku ditugasi untuk memimpin
do’a. Hajatan malam itu sangatlah menyenangkan. Meski yang hadir hanya
beberapa, tapi kehangatan suasananya membuat kami merasa bahagia.
Terlebih Risma, karena ini adalah hajatan ulang tahunnya.
Tanpa sepengetahuan teman-temanku yang lain, karena aku takut
mereka salah paham, aku selipkan sepucuk surat dibagian bawah kado itu.
Kepada Sahabatku Kharisma
WidyastutiDi dalam naungan cinta Allah SWT
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kuberanikan diriku menulis sepucuk surat ini meski ketakutanku jauh lebih besar dari padanya. Melalui surat ini pula terpanjat sebuah do’a dari hambaNya yang tulus dengan berharap bahwa Dia akan memberikan perlindungan dunia-akhirat pada wanita yang berseri-seri hatinya, yang sedang membaca surat ini.
Sahabatku Risma....Hari ini begitu berharga bagimu,
semoga Engkau mendapat keluhuran sebagai wanita mulia diusiamu yang
Mohammad Rofi’i production 200817
kedua puluh dua ini. Semoga Allah SWT menganugerahimu dengan waktu-waktu yang diagungkan. Penuh kesyukuran tatkala memperoleh kebahagiaan, serta penuh kesabaran tatakala menghadapi cobaan. Semoga keimanan selalu melekat dihati laksana pakaian yang tak pernah lapuk dimakan usia. Dan semoga ketakwaan selalu menjadi penghias akhlakmu dalam setiap laku.
Sahabatku Risma.....Diriku turut memuja dan mendo’a
untuk dirimu, keluargamu dan orang-orang yang kau cintai agar senantiasa dianugerahi dengan keselamatan dan kebahagiaan oleh-Nya, Sang Raja Manusia. Amiin amiin ya Robbal ‘Aalamiin..
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sahabatmu
Rafli
Semoga kado yang kuberikan padanya tidak salah. Kado itulah
yang kelak akan melabuhkan aku menuju dermaga cinta dengan pilihan
yang benar-benar sulit.
***
Mohammad Rofi’i production 200819
BAB III
BERTEMU DENGAN HATI MUTIARA
Tepat pukul 14.00 aku telah sampai di kos, panas sekali cuaca
saat itu. Aku baru pulang dari kuliah dan bimbingan. Rasanya capek sekali,
ingin aku merasakan nikmatnya istirahat dengan tidur siang, paling tidak
sampai menjelang shalat ashar nanti. Belum sempat mataku terpejam,
handphoneku berbunyi nyaring sekali. Rupanya ada yang menelfon,
langsung saja kuangkat.
“Assalamu alaikum Akh Rafli, nanti sore kita syuro ya?, antum
tidak lupa kan?”.
Rupanya yang sedang menghubungi aku adalah Mba Ani. Dia
adalah seketarisku di lembaga.
“Astaghfirullah,.. aku hampir lupa Mba. Nanti syuro’nya jam
empat kan?ditempatnya Mba Ani. Insya Allah aku bisa. Kalau temen yang
lain gimana?” aku menjawab.
“Yang lain sudah aku hubungi. Ukhti Ranti, Akh Ridwan, Ukhti
Mawar dan Ukhti Santi. Semuanya Insya Allah bisa”
“Oke..Insya Allah aku juga bisa. Syukran ya sudah diingatkan”
“Sama-sama, Wassalamu alaikum....”
“Wa alaikum salam”
Dilembaga aku adalah koordinator meski dari segi usia bukan yang
paling tua. Mba Ani, Mba Ranti dan Mas Ridwan satu angkatan diatasku,
sedangkan Mawar dan Santi angkatan dibawahku. Bahkan Mba Ani, Mba
Ranti dan juga Santi kebetulan satu program studi denganku.
Lembaga kami bergerak dibidang pendidikan, kami mempunyai
beberapa lini yang mengelola bidang masing-msing. Ada Lembaga
Bimbingan Belajar (LBB), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Perpustakaan dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Lembaga kami
bersifat independen namun masih tetap mengusung agenda dakwah, karena
dakwah itulah semangat kami dalam berjuang.
****************************************************
Waktu menunjukkan pukul 15.45, itu artinya aku harus bersiap-siap
untuk berangkat syuro’. Seperti biasanya, Mas Ridwan sudah ada didepan
kosku untuk mengajakku berangkat bersama.
“Akh Rafli sudah siap?,....ayo berangkat bareng” ajaknya.
“Iya Akh aku sudah siap”
Sampai ditempat Mba Ani tepat pukul 16.00, itu artinya kami tidak
telat dan syuro pun langsung dimulai. Seperti biasanya pula aku yang
memimpin syuro, karena akulah koordinatornya. Setelah mengucap salam,
aku mengawali dengan puji-pujian kehadirat Allah SWT dan salawat pada
Nabi Muhammad SAW, setelah itu kusuruh Mas Ridwan untuk membaca
Mohammad Rofi’i production 200821
tilawah Al-Qur’an, baru agenda syuro dimulai. Dan tak lupa diakhir nanti
kami pun akan menutupnya dengan bacaan hamdalah dan do’a penutup
majelis. Begitulah adab syuro kami dan akan selalu dilaksanakan dengan
format seperti itu.
Selesai syuro akupun berniat untuk langsung pulang menuju tempat
kos, namun singgah dimasjid dulu untuk mengikuti jamaah salat magrib.
Syuro sore itu berjalan agak alot, sehingga selesainya jam 17.45, hampir
mendekati waktu maghrib.
Namun baru sampai dihalaman, tiba-tiba ada suara yang
memanggilku.
“Akh Rafli.....Akh Rafli”
“Iya..........” aku menyahut.
Ternyata yang memanggilku adalah Mba Ranti, bendaharaku di
lembaga. Kulihat sekilas ia tengah lari-lari kecil menghampiriku.
“Akh Rafli, antum kosnya dekat dengan toko buku Nurul Hikmah
kan?”
“Iya betul, ada yang bisa kubantu Ukhti?”
“Gini Akh,...boleh nggak kalau aku minta tolong pada antum buat
beliin aku buku disana, judulnya who wants to be a best moslemah,
karangan Mafaza An-nuriyya. Aku dah kebelet pengen baca buku itu, tapi
untuk kesana malem ini aku nggak sempet, malem ini aku banyak tugas.
Kalau nitip antum kan besok pagi aku sudah bisa membacanya. Kita besok
pagi jam tujuh kuliah bareng kan?”
“who wants to be a best moslemah? Itu kan buku yang kubelikan
untuk kado buat Risma kemarin” kataku dalam hati.lalu kujawab:
“Iya Ukhti, Insya Allah ya. Kebetulan aku sekarang mau ke masjid
Baiturrahim untuk shalat maghrib. Toko buku Nurul Hikmah kan ada
didepannya, jadi nanti Insya Allah bisa langsung kubelikan. Nah besok
paginya pas kita kuliah bareng nanti aku kasih ke antum. Gitu aja ya....”
“Iya, syukran Akh Rafli”
“Sama-sama. Yuk...Assalamu alaikum” ucapku untuk berpamitan.
“Wa alaikum salam” jawab Mba Ranti.
“Oh ya ini uangnya Akh Rafli” Mba Ranti kembali bicara
denganku.Tapi kali ini dengan volume agak keras karena aku sudah ada
diatas motor dan segera cabut.
“Ah gampang, besok aja Ukhti” sahutku.
“Oo..gitu, sekali lagi syukran jazakillah Akh Rafli”
“Iya, wassalamu alaikum” jawabku lagi.
Lalu aku tak lagi mendengar suaranya, mungkin ia menjawab
salam itu tapi dengan suara yang lirih.
Sebenarnya aku sudah lama berada dalam satu organisasi dengan
Mba Ranti, semenjak kami sama-sama di Rohis jurusan kami dulu. Selama
ini aku mengenal sosok Beliau hanya sebatas rekan kerja saja. Tidak
pernah sama sekali kami membicarakan hal yang lain selain agenda
organisasi saat kami bertemu. Bahkan dikampus sekalipun kami sangat
sungkan untuk ngobrol, kecuali itu penting dan berkaitan dengan agenda
dakwah. Mungkin karena rasa saling perkewuh itulah yang membuatku
kurang mengenal sosok beliau secara pribadi.
Namun perasaan saling perkewuh itu menjadi sirna tatkala aku
mengirim ucapan selamat menunaikan ibadah puasa pada beliau saat
momen ramadhan kemarin. Aku memang nekat melakukannya, karena jika
difikir-fikir beliau itu sudah lama jadi rekan kerjaku, jadi sangat lucu kalau
tidak ada saling keakraban diantara kami. Memang, menjaga adab
pergaulan sangatlah perlu. Tapi menurutku untuk sekedar bisa saling
bertegur sapa dan saling mengenal satu sama lain bukanlah hal yang salah.
Bukankah dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwasannya manusia
diciptakan sebagai pria, wanita, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
adalah untuk saling mengenal satu sama lain. Selain itu juga disebutkan
bahwasannya sesama muslim ibarat satu tubuh (saudara). Jika yang satu
sakit maka yang lain pun ikut merasakan sakitnya. Jika sesama muslim
tidak saling mengenal, bagaimana ia bisa berbagi dengan saudaranya?.
Bagaimana ia bisa tahu permasalahan saudaranya?. Dan bagaimana ia bisa
Mohammad Rofi’i production 200823
merasakan sakit saudaranya?
Semenjak saat itu beliau dan aku mulai berani bertegur sapa tatkala
bertemu. Baik dijalan, dikampus ataupun dimana saja. Keakraban pun
mulai tejalin perlahan demi perlahan. Hingga saat ini, keakraban kami
telah berlangsung selama tiga bulan. Namun aku sendiri tak mau telalu
cair. Aku tetap menjaga adab-adab pergaulan yang sesuai dengan syariat.
Mengingat juga bahwa statusku yang saat ini adalah seorang Ikhwan dan
beliau pun seorang akhwat.
Setelah ada rasa saling mengenal itulah aku baru bisa menilai
beliau. Ternyata beliau itu seorang yang sangat menyayangi keluarga.
Berhati lembut, mulia dan bersahaja. Akhlak beliau yang layak dipuji itu
mengimbangi nikmat dari Allah SWT berupa paras nan cantik. Beliau juga
adalah sosok yang sangat mempunyai jiwa wanita dan Insya Allah
Shalihah. Aku merasa seakan telah mengenal sosok yang berhati mutiara.
Pernah suatu ketika dikala malam beliau missed call ke
handphoneku. Aku tak berani mengangkat karena waktu masih
menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh menit. Aku bingung sekaligus
keheranan ada akhwat sekaliber Mba Ranti berani melakukan hal itu.
Karena biasanya untuk sekedar mengirim sms diatas jam delapan malam
saja mereka enggan. Tidak akhsan katanya.
Lalu pagi harinya setelah usai shalat subuh (waktu yang dianggap
sudah akhsan untuk menelfon atau mengirim sms kepada lawan jenis) aku
coba kirim sms pada beliau untuk konfirmasi.
“Asssalamu alaikum. Afwan Ukhti, tadi malem antum missed call aku ya. Kalo boleh tahu ada apa ya?”
“Oo...itu ya. Afwan Akh, aku cuma coba ngingetin saudaraku aja untuk bangun dan bermunajat kepada Allah SWT. Sekalian biar saudaraku ini bisa melakukan
sahur kalau mau melaksanakan puasa sunnah. Tapi afwan kalau malah mengganggu”
“Oh....gitu ya, kalau gitu syukran pada Mba Ranti. Insya Allah tidak mengganggu kok. Justru aku malah seneng kalau ada yang ngingetin untuk urusan ibadah. Syukran ya. Wassalamu alaikum”
“Sama-sama, wa alaikum salam”
Dari hal sekecil itupun aku bisa menilai kalau Mba Ranti juga
seorang yang rajin dalam melaksanakan ibadah shalat malam dan puasa
sunnah. Karena tak mungkin seseorang menyuruh orang lain melaksanakan
ibadah sedangkan ia sendiri tak melakukannya. Mungkin itulah cerminan
sifat shalihah yang dimiliki oleh beliau. Dan aku pun menjadi termotivasi
untuk senantiasa bermunajat pada Allah SWT setiap malam. Karena kalau
boleh jujur, sebelumnya aku masih sulit untuk melakukan aktivitas itu.
***
Mohammad Rofi’i production 200825
BAB IVKALA CINTA BERMEKARAN BAGAI BUNGA DIMUSIM SEMI
Dipagi harinya aku berangkat kekampus pukul 6.30, karena hari ini
kuliah Seminar akan dimulai jam tujuh. Seperti biasanya aku naik angkot
menuju ke kampus. Sesampinya angkot didepan gang jambu tiba-tiba,
“Assalamu alaikum Mas Rafli”
Ada orang yang memanggilku, dan ternyata itu adalah Risma. Aku
tadi tidak melihat waktu ia masih dijalan menunggu angkot, karena aku
sedang konsen dengan makalah yang akan ku bawakan dalam seminar
nanti.
Tanpa ada basa-basi sama sekali ia langsung duduk disampingku.
Kumaklumi karena saat itu angkot sedang penuh dengan ibu-ibu yang mau
berangkat ke pasar.
“Makasih ya Mas atas pemberian kadonya kemarin. Ternyata isinya
buku yang sangat bagus. Aku menyukainya dan sudah menghatamkan
setengah dari keseluruhan isinya.”
“Iya sama-sama. Alhamdu Lillah kalau Dek Risma suka dengan
bukunya. Berarti aku tidak salah pilih dengan buku itu”
Angkot terus melaju. Seiring dengan laju angkot, mulut Risma juga
tak ada henti-hentinya memainkan kata-kata yang tertuju kepadaku. Mulai
dari cerita masalah keluarga, teman-teman kos, kuliah dan lain-lain.
Sebagian besar ceritanya aku sudah tahu, karena dia juga sering
menceritakan hal itu.
Tak lama kemudian sampailah angkot didepan kampus kami.
“Turun pak!” teriakku.
Kami berdua lantas turun lalu berjalan menuju ruangan kelas yang
akan kami tempati dalam perkuliahan. Sesampainya disana aku sudah
mendapati Mba Ranti tengah duduk dibangku paling depan. Risma pun
lantas menyalami beliau dan dilanjutkan dengan cipika-cipiki. Begitulah
adab seorang Akhwat tatkala bertemu saudaranya seiman.
“Aku ke perpus jurusan dulu ya, mau ngambil fotocopyan” ucap
Risma kepada kami seraya berpamitan.
Kemudian aku mendekati Mba Ranti.
“Oh ya Akh Rafli, dapat kan bukunya” tanya beliau.
“Dapat Mba, ini bukunya”
“Wah makasih ya. Oh ya berapa harganya Akh?” beliau kembali
bertanya.
“Ah...nggak usah Mba, anggap saja itu hadiah dariku. Sebagai
ungkapan rasa terima kasih karena Mba Ranti selama ini telah banyak
men-supportku”
“Wah Mba Ranti malah jadi ngga enak nih. Nggak apa-apa kok
Dek nih duitnya ambil aja.” Beliau memanggilku dek mungkin karena aku
memanggilnya Mba. Biasanya beliau memanggilku Akhi karena aku juga
memanggilnya dengan sebutan ukhti. Begitulah, sesuai selera. Disamping
Mohammad Rofi’i production 200827
juga menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.
“Nggak...nggak usah Mba, beneran. Sekali lagi itu sebagai
ungkapan rasa terima kasih karena Mba Ranti telah banyak men-supportku
selama ini”
“Waduh makasih ya. Syukran jazakillah khoir”
“Sama-sama Mba”
Lalu kami pun menempatkan diri pada posisi duduk kami masing-
masing karena perkuliahan akan segera dimulai.
********************************************************
Pukul 9.30 perkuliahan selesai, aku segera beranjak keluar ruangan
karena agendaku hari ini masih banyak. Survey ke sekolah yang akan
kugunakan untuk penelitian, mengerjakan revisi-revisi skripsiku dan masih
ada segudang aktivitas lain. Beberapa hari ini waktuku seolah-olah
dihitung dari menit ke menit. Jadi tidak ada waktu bagiku untuk santai-
santai. Juga dalam mengerjakan sesuatu aku tidak boleh lelet, agar semua
agenda dapat selesai sesuai deadline.
Tetapi baru sampai pintu ruangan kuliah sudah ada orang yang
menungguiku.
“Akh Rafli, tolong antum tanda tangan disurat ini ya. Ini surat yang
akan kita antar ke sekolah dalam rangka perijinan pelaksanaan try out
UNAS yang akan kita laksanakan”
Rupanya orang yang menunggui aku itu adalah ukhti Santi.
“Iya Ukhti, sini suratnya biar aku tanda tangani. Antum mau
nyebarin kapan?”
“Sekarang Akh, soalnya jika tidak cepat-cepat kita akan dikejar
agenda yang lain”
“Oo..gitu, tapi afwan aku belum bisa bantu banyak, nanti jika
semua agendaku sudah kelar Insya Allah akan intens lagi dilembaga.
Soalnya jika tidak dikejar, penelitian skripsiku bias molor lagi”
“Iya nggakapa-apa kok Akh. Kami semua tahu dan paham akan hal
itu. Yang penting Akh Rafli beresin dulu skripsinya biar cepat lulus.”
“Iya Insya Allah. Syukran Ukhti”
Kami pun kemudian saling berpamitan untuk melaksanakan agenda
masing-masing.
Aku segera berjalan menuju halte bus untuk menunggu angkot
menuju SMA Negeri 6 Semarang, sekolah calon tempat penelitianku. Aku
sengaja memilih sekolah itu karena aku dulu pernah melaksanakan praktik
Pengalaman Lapangan (PPL) disana.
Tak lama kemudian angkot yang ditunggu-tunggu ternyata telah
datang. Butuh waktu empat puluh menit untuk sampai disana. Lumayan
jauh. Namun aku tetap bersemangat untuk mengadakan penelitian disana.
Karena disamping sudah familiar dengan warga sekolahya, disekolah itu
juga tersimpan banyak cerita menarik dan sangat berkesan sewaktu PPL
dulu bersama teman-temandan murid-murid.
Diperjalanan didalam angkot tiba-tiba handphoneku berdering.
Kulihat ternyata yang menghubungiku adalah Diva, murid SMA 6.
“Pak Rafli, jadi kan datang ke sekolah?”
“Jadi, ni aku masih diperjalanan. Seperempat jam lagi sampai.
Ditunggu aja”
“Iya Pak, ni kami sedari tadi dah nunggu-nunggu, tapi Pak Raflinya
kok belum dating-datang sih.”
“Oh..tadi Pak Rafli ada kuliah, jadi ya sekarang baru bisa keluar”
“yaudah deh, kami tunggu ya Pak. Assalamu’alaikum”
“wa alaikum salam”
Diva adalah murid spesialku, karena dia yang paling dekat dengan
aku. Semua berawal ketika dulu aku masih PPL dia sering curhat dan
konsultasi kepadaku. Terutama masalah keagamaan. Dan terutama lagi
masalah jilbab.
Suatu ketika Diva bertanya kepadaku tentang masalah kewajiban
memakai jilbab.
“Apakah benar kalau memakai jilbab itu wajib bagi seorang
Mohammad Rofi’i production 200829
muslimah?” katanya.
Lalu kujawab “Tidak salah”
“Tapi Pak, kata teman-temanku kalau aku memakai jilbab nanti
eman-eman banget rambutku yang indah ini harus selalu tertutupi. Dan
katanya juga kalau aku memakai jilbab akan jadi berkurang kecantikanku.
Aku kan nggak mau Pak”
“Ah itu alasan yang sudah biasa. Tapi tolong dijawab dengan jujur,
kalau memang memakai jilbab itu wajib, apakah Diva mau memakainya?”
“Ya Diva harus tahu dulu esensi memakai jilbab itu apa?” kilah dia.
“Memakai jilbab bukanlah sebuah life style, bukan hanya mengikuti
trend atau mode, bukan hanya sebuah aksesoris pakaian belaka, tapi
keberadaannya adalah sarana untuk menutupi aurat. Diva tahu aurat wanita
itu batasannya apa saja?”
“Tahu sih, tapi takut salah persepsi. Mending Pak Rafli sebutin aja”
“Oke. Jadi aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan. Aurat wajib tertutupi terutama ketika shalat. Aurat juga
hendaknya tidak diperlihatkan kepada orang lain kecuali itu sesama jenis,
orang yang halal baginya atau dengan muhrimnya. Semuanya bertujuan
untuk menghindari fitnah”
BAB V
COBAAN-COBAAN
BAB VI
HATIKU LAYU DITELAN SALJU
BAB VII
PENGANTIN ITU MILIKKU
BAB VIII
ROCK-KASIDAH
BAB IX
GADIS SUNDA
BAB X
PILIHAN YANG MEMBERATKAN
BAB XI
TAFSIR AL-CINTA
Mohammad Rofi’i production 200831