37
123 VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN MODIFIKASI TEKNOLOGI OLAH BASAH 6.1. Pendahuluan Peningkatan kualitas produksi merupakan salah satu atribut kunci keberlanjutan agroindustri kopi rakyat. Menurut Herman dan Susila (2003), perbaikan kualitas dibutuhkan tidak hanya untuk memperbaiki citra kopi Indonesia, tetapi diharapkan dapat membantu perbaikan harga kopi tingkat petani sekaligus membangkitkan peran kopi bagi perekonomian Indonesia. Musebe et al. (2007), mutu kopi ditentukan terutama oleh perlakuan di kebun (40%), perlakuan pasca panen (40%), dan pengolahan sekunder (20%). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pasca panen (pengolahan primer) yang baik dapat membantu meningkatkan kualitas atau mutu biji kopi. Metode pengolahan menentukan mutu produk akhir serta memiliki potensi pencemaran yang berbeda. Penerapan metode olah basah pada proses pengolahan kopi merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu produk akhir, meskipun memiliki potensi pencemaran cukup besar. Pendekatan produksi bersih pada proses pengolahan kopi mencakup 3 hal yang saling berhubungan yaitu; (1) lebih sedikit menggunakan sumber daya alam, (2) lebih sedikit limbah yang ditimbulkan, dan (3) lebih sedikit pencemar yang dibuang ke lingkungan alamiah. Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada titik-titik dimana limbah dihasilkan merupakan salah satu tahapan pencegahan polusi (Theodore dan Mc.Guinn 1992). Pendekatan produksi bersih juga dilakukan dengan upaya mengurangi emisi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan volume air optimum pada proses pengolahan basah kopi Robusta dengan tetap mempertahankan mutu kopi. Untuk meminimalkan emisi yang terbuang ke lingkungan, dievaluasi alternatif penggunaan bahan bakar nabati terhadap tingkat emisi yang dihasilkan ke lingkungan.

VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

123

VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA

DENGAN MODIFIKASI TEKNOLOGI OLAH BASAH

6.1. Pendahuluan

Peningkatan kualitas produksi merupakan salah satu atribut kunci

keberlanjutan agroindustri kopi rakyat. Menurut Herman dan Susila (2003),

perbaikan kualitas dibutuhkan tidak hanya untuk memperbaiki citra kopi

Indonesia, tetapi diharapkan dapat membantu perbaikan harga kopi tingkat petani

sekaligus membangkitkan peran kopi bagi perekonomian Indonesia. Musebe et

al. (2007), mutu kopi ditentukan terutama oleh perlakuan di kebun (40%),

perlakuan pasca panen (40%), dan pengolahan sekunder (20%). Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan pasca panen (pengolahan primer) yang baik dapat

membantu meningkatkan kualitas atau mutu biji kopi.

Metode pengolahan menentukan mutu produk akhir serta memiliki potensi

pencemaran yang berbeda. Penerapan metode olah basah pada proses pengolahan

kopi merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu produk akhir, meskipun

memiliki potensi pencemaran cukup besar. Pendekatan produksi bersih pada

proses pengolahan kopi mencakup 3 hal yang saling berhubungan yaitu; (1) lebih

sedikit menggunakan sumber daya alam, (2) lebih sedikit limbah yang

ditimbulkan, dan (3) lebih sedikit pencemar yang dibuang ke lingkungan alamiah.

Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses

pada titik-titik dimana limbah dihasilkan merupakan salah satu tahapan

pencegahan polusi (Theodore dan Mc.Guinn 1992). Pendekatan produksi bersih

juga dilakukan dengan upaya mengurangi emisi yang dihasilkan dari penggunaan

bahan bakar fosil. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan volume air

optimum pada proses pengolahan basah kopi Robusta dengan tetap

mempertahankan mutu kopi. Untuk meminimalkan emisi yang terbuang ke

lingkungan, dievaluasi alternatif penggunaan bahan bakar nabati terhadap tingkat

emisi yang dihasilkan ke lingkungan.

Page 2: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

124

6.2. Metode Penelitian

6.2.1. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer

berasal dari hasil pengamatan dan perhitungan di lokasi penelitian. Data sekunder

berasal dari literatur dan hasil-hasil penelitian terkait pengolahan kopi.

6.2.2. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati meliputi; volume input dan output per perlakuan

dalam tahapan proses pengolahan kopi (neraca massa), mutu fisik, dan cita rasa

(cup test) biji kopi yang dihasilkan per perlakuan dan emisi proses pengolahan

kopi dan kebutuhan peralatan pendukung.

6.2.3. Metode Analisis Data

Modifikasi teknologi pada proses pengolahan kopi basah dilakukan

berdasarkan proses pengolahan basah yang telah dilakukan oleh Mulato et al.

(2006). Adapun tahapan analisis data adalah sebagai berikut;

1. Melakukan identifikasi tahapan proses pengolahan kopi modifikasi olah

basah yang berpotensi menyumbangkan limbah/emisi.

2. Menentukan desain perlakuan minimisasi air (volume air) pada proses

pengolahan kopi berdasarkan hirarki pencegahan pencemaran (Theodore dan

Mc Guinn 1992). Volume air ditentukan berdasarkan Mulato et al. (2006)

yaitu volume air pengupasan dan pencucian tidak lebih dari 3 m3 dan 6 m

3 per

ton buah kopi. Ulangan perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali (triplicate).

3. Melakukan analisis nerasa massa pengolahan kopi dengan minimisasi air

(Himmelblau 1982).

4. Mengukur emisi yang dihasilkan dari mesin pengupasan (pulper) dan

pencucian (washer) yang menggunakan bahan bakar solar dan biodiesel.

5. Melakukan analisis mutu fisik biji kopi dan cita rasa seduhan (cup test).

Mutu fisik biji kopi berdasarkan persyaratan mutu dalam SNI 01-2907-2008.

Uji cita rasa seduhan (cup test) dilakukan oleh panelis ahli dan terlatih dari

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Secara umum rangkaian rancangan penelitian desain proses pengolahan

kopi dengan modifikasi teknologi disajikan pada Gambar 35.

Page 3: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

125

Sortasi

rambang

Buah kopi petik

merah

Buah merah terpilih

Pengupasan

buah Pulp+Limbah cair

Biji kopi berkulit tanduk

Fermentasi

kering

Pencucian

Biji kopi berkulit tanduk

Pengeringan

Kopi HS

Pengupasan

kulit tanduk

Kopi HS

Kopi beras

(green coffee)

Penanganan limbah

cair (anaerobik,

koagulasi dan filtrasi)

Penggunaan air ulang

Analisis:

1. Mutu fisik

2. Cita rasa seduhan

Analisis limbah cair

Alternatif bahan bakar :

1. Solar,

2. Biodiesel

Emisi

Pulp+Limbah cair

Emisi

Input air pengupasan

dengan perlakuan

volume

Air pencucian

dengan perlakuan

volume

Alternatif

bahan bakar

Analisis emisi

Analisis emisi

Deskripsi:

Rancangan volume air pengupasan (m3.ton

-1 buah kopi):

K1 : 1,44–1,48 (50%) K2 : 0,73–0,78 (74%) K3 : 0,23–0,28 (90%)

Rancangan volume air pencucian (m3.ton

-1 buah kopi):

1. C1 : 2,25–2,27 (57%) C2: 1,54–1,81 (70%) C3: 1,09–1,13 (81%)

2. C4 : 4,81–5,93 (0%) C5: 3,67–3,85 (35%) C1 (57%) C2 (70%)

Kulit tanduk+kulit ari

Gambar 35 Rancangan penelitian modifikasi teknologi olah basah pada proses

pengolahan kopi Robusta

6.3. Hasil dan Pembahasan

6.3.1. Minimisasi Air Pada Proses Pengolahan Kopi Modifikasi Olah Basah

Pengolahan basah merupakan perbaikan proses pengolahan kering.

Penggunaan air pada proses pengolahan dengan modifikasi olah basah adalah; (1)

sebagai media untuk mengklasifikasi kualitas buah kopi melalui sortasi rambang,

(2) media pengaliran buah kopi untuk memudahkan proses pengupasan buah

(pulping), dan (3) untuk membersihkan biji kopi dari lendir yang terdegradasi

(washing) setelah proses fermentasi sekaligus mencegah proses fementasi berlebih

(over fermentation). Upaya minimisasi input air merupakan bagian dari upaya

penerapan produksi bersih pada proses kopi olah basah. Upaya meminimalkan air

proses diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah cair

sekaligus meningkatkan mutu kopi rakyat. Penerapan teknologi bersih mengacu

pada konsep 3R (reduce, reuse, and recycle) pada keseluruhan aliran proses

pengolahan. Untuk memperkirakan titik-titik dimana limbah dihasilkan serta

besaran polutan pada perlakuan minimisasi air proses pengolahan kopi digunakan

Page 4: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

126

diagram alir neraca massa. Neraca massa juga dapat digunakan untuk

mengevaluasi konsumsi sumberdaya dan pembangkitan limbah produk ataupun

proses.

Tahapan proses pengolahan kopi olah basah dengan modifikasi meliputi

proses sortasi rambang untuk buah kopi merah, proses pengupasan kulit buah

(pulping), fermentasi kering, pencucian biji kopi (washing), pengeringan biji kopi

secara mekanis, dan pengupasan kulit tanduk dan kulit ari pada kopi HS. Potensi

limbah cair terutama dihasilkan dari tahapan proses sortasi rambang, pengupasan

buah (pulping) dan pencucian biji kopi (washing). Potensi limbah padat

dihasilkan dari tahapan proses pengupasan buah, pencucian biji kopi, dan

pengupasan kulit kopi HS (hulling).

a. Sortasi

Proses sortasi pada pengolahan kopi dapat dilakukan melalui 3 tahapan,

yaitu (1) sortasi sejak di kebun yang dikenal dengan pemetikan selektif untuk

memilih buah kopi yang telah masak, (2) sortasi ukuran menggunakan grader

apabila diinginkan buah kopi dengan ukuran tertentu yang seragam, (3) sortasi

rambang untuk memisahkan buah kopi merah kualitas baik dari buah kopi kualitas

rendah dan kotoran yang terikut. Sortasi warna sangat ditentukan oleh cara

pemanenan (Gambar 36). Sortasi kelas membantu pengaturan ukuran celah

mesin pada proses pengupasan. Sortasi rambang bertujuan untuk memisahkan

buah kopi superior (baik) dengan kopi rambang yang inferior (jelek).

Bercampurnya kopi inferior dengan buah kopi superior akan menurunkan mutu

fisik dan cita rasa. Pemilihan kopi merah merupakan syarat awal untuk

mendapatkan kopi superior pada pengolahan basah. Buah kopi superior adalah

buah kopi yang masak, bernas dengan ukuran cenderung seragam. Buah kopi

inferior adalah buah kopi yang cacat, hitam, pecah, berlubang, atau tercampur

daun, ranting, atau tanah.

Pada tahap sortasi, limbah yang dihasilkan berupa kotoran dan buah

campuran kuning-hijau yang masih memiliki nilai produk melalui pengolahan

kering. Buah kopi setelah dipanen sebaiknya langsung dibawa ke sentra

pengolahan dan diproses agar tidak terjadi kerusakan buah yang dapat

Page 5: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

127

mempengaruhi mutu biji. Air yang digunakan untuk sortasi rambang dapat

digunakan kembali pada proses pulping sehingga limbah cair dapat dihindari.

Kuning Hijau MerahMerah

Kehitaman

Gambar 36 Buah kopi petik

Minimisasi air pada proses pengolahan kopi dengan modifikasi olah basah

dilakukan berdasarkan volume air per ton buah kopi yang dapat diolah. Adapun

volume air dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pengaturan kran air

pengaliran. Penelitian perlakuan minimisasi air dibatasi pada tahap proses

pengupasan buah (pulping) dan pencucian biji kopi (washing).

b. Minimisasi Air Proses Pengupasan (Pulping)

Pulping meliputi pengupasan bagian kulit luar berwarna merah (exocarp)

dan lapisan pulp putih (mesocarp) serta pemisahan antara pulp dan biji. Buah

kopi yang belum matang berwarna hijau dan keras akan sangat sulit dikupas.

Prinsip pengupasan daging buah secara mekanik menggunakan mesin (pulper)

adalah dengan cara menekan buah di antara permukaan yang diam dan bergerak.

Daging dan kulit buah akan terpisah ke satu sisi, sedangkan biji yang masih

terselubung lapisan berlendir dan kulit tanduk (parchment) menuju ke sisi lain.

Pengaturan jarak diperlukan untuk mencegah biji pecah dan hasil kupasan lebih

bersih. Penyemprotan air ke dalam silinder bersama buah kopi merah diusahakan

tidak lebih dari 3 m3 per ton buah kopi. Penggunaan air dibutuhkan untuk

membantu pengaliran buah kopi ke dalam silinder pulper sekaligus membersihkan

lapisan lendir (Mulato et al. 2006).

Rancangan perlakuan minimisasi air input pada proses pengupasan buah

kopi (K) dilakukan antara 0,237 – 1,480 m3/ton buah kopi atau 50-90% penurunan

dari volume standar dengan pengaliran berikut:

a. 0,237 m3 – 0,287 m

3/ton buah kopi (90%) perlakuan K3 (debit 0,0618 l/det),

b. 0,731 m3 – 0,784 m

3/ton buah kopi (74%) perlakuan K2 (debit 0,2232 l/det),

c. 1,441 m3 – 1,480 m

3/ton buah kopi (50%) perlakuan K1 (debit 0,2843 l/det).

Page 6: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

128

Perlakuan K1 menjadi kontrol sebagai pengaliran air yang umum diterapkan di

Puslitkoka dalam upaya meminimalkan air proses pengupasan.

1 – drum berputar

2 – piringan pemeras

3 – piringan pemisah

4 – bak penampung

5 – buah kopi

6 – biji kopi

7 – pulp kopi Gambar 37 Mesin pengupas buah kopi (Pulper)

Sumber: Schumacher Centre for Technology & Development, UK, Tanpa Tahun

Proses pengupasan buah dengan perlakuan meminimalkan air menghasilkan

biji kopi berkulit tanduk dengan kadar air 65-72%. Limbah yang dihasilkan

berupa limbah cair dan daging buah (pulp). Pulp kopi yang dihasilkan pada

tahapan ini cukup besar hingga 50% dari total berat buah kopi yang dikupas. Biji

kopi yang dihasilkan dari proses pengupasan ini memiliki kadar air rata-rata

77,4%. Volume limbah cair yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan volume air

yang masuk ke dalam proses karena terdapat air yang terikut bersama pulp dan

biji kopi. Untuk mengetahui pengaruh minimisasi air terhadap proses pengupasan

dilakukan analisis varian dan uji lanjut Duncan.

Buah merah terpilih

(1 ton)

Pengupasan

buah (pulping)

Air 0,23 – 1,48 m3/ton Limbah cair (0,04 – 1,14) m

3/ton

Pulp (0,33 – 0,57 ton)

Kadar air 59 – 70%

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81) ton

Kadar air 65 – 72%

Gambar 38 Neraca massa proses pengupasan

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan, perlakuan

minimisasi air pada proses pengupasan memiliki pengaruh signifikan terhadap

volume limbah cair yang dihasilkan. Perlakuan minimisasi air tidak berpengaruh

secara nyata terhadap pulp dan biji HS yang dihasilkan. Akan tetapi, volume air

minimum (90%) menghambat pemisahan antara biji dan pulp, sehingga masih

Page 7: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

129

terdapat buah kopi yang tidak terkupas setelah proses. Selain itu dalam

pelaksanaan penelitian, volume air minimum ternyata mempengaruhi kinerja

mesin pengupasan (pulper) yang membutuhkan kajian lebih lanjut. Berdasarkan

hasil uji lanjut Duncan, penggunaan air input minimal dapat dilakukan pada debit

0,223 l/det atau setara dengan rata-rata volume air 0,784 m3/ton buah (minimisasi

air 74%).

Tabel 13 Hasil uji lanjut Duncan pada proses pengupasan

Perlakuan Pengupasan (per 50 kg buah kopi)

(% penurunan) Limbah cair (kg) Pulp (kg) Biji HS (kg)

K1 (50%) 57,00b 28

ab 39

ab

K2 (74%) 20,70a 28,25

ab 38,75

ab

K3 (90%) 10,84a 16,5

a 37,00

a

K1 (50%) 56,15b 27,00

ab 40,75

ab

K2 (74%) 20,35a 27,00

ab 39,75

ab

K3 (90%) 6,59a 20,25

a 35,00

a

K1 (50%) 53,8b 27,75

ab 40,5

ab

K2 (74%) 20,06a 26,5

ab 40,0

ab

K3 (90%) 2,05a 23,75

a 37,50

a

Pengupasan mekanik masih meninggalkan residu di permukaan kulit tanduk.

Residu ini harus dibuang seluruhnya untuk mencegah kontaminasi biji kopi oleh

bahan yang akan dihasilkan dari proses degradasi lendir. Proses fermentasi

dilakukan untuk menghilangkan lapisan lendir tersebut.

c. Fermentasi

Menurut Ciptadi dan Nasution (1985); Siswoputranto (1992), fermentasi

bertujuan untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di permukaan kulit

tanduk biji kopi melalui penguraian senyawa-senyawa dalam lendir oleh bakteri.

Proses fermentasi juga dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa khas

dari kopi. Fermentasi dapat dilakukan selama 12 hingga 24 jam. Menurut Mulato

et al. (2006), fermentasi kering dilakukan pada modifikasi proses olah basah

untuk menghemat air dengan cara menumpuk biji kopi HS basah dalam suatu bak

yang kemudian ditutup karung goni. Suhu awal fermentasi adalah 29 oC dan akan

meningkat di akhir fermentasi mencapai 31oC. Fermentasi berakhir saat lendir

sudah tidak menempel pada biji yaitu setelah 13-15 jam. Pada proses fermentasi

ini, tidak ada perubahan aliran massa yang signifikan. Perubahan yang terjadi

adalah pada karakteristik biji kopi HS.

Page 8: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

130

Menurut Clarke dan Macrae (1985), perubahan yang terjadi selama proses

fermentasi biji kopi adalah sebagai berikut;

1. Pemecahan komponen mucilage (lendir). Bagian yang terpenting dari lapisan

berlendir ini adalah komponen protopektin yang merupakan kompleks tak

larut. Material inilah yang pecah pada saat proses fermentasi akibat

bekerjanya suatu enzim sejenis katalase yang akan memecah protopektin

dalam buah kopi.

2. Pemecahan gula. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses

pematangan buah dengan meningkatnya rasa manis. Oleh karena itu kadar

gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula dalam lendir

beberapa jam setelah fermentasi. Hasil dari proses pemecahan gula adalah

asam laktat dan asam asetat, dengan kadar asam laktat yang lebih besar.

Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah etanol, asam

butirat dan propionat.

3. Perubahan warna kulit. Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp akan

menyebabkan kulit ari berwarna coklat. Jaringan daging biji akan berwarna

sedikit kecoklatan, yang semula berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan.

Proses pencoklatan ini terjadi akibat oksidasi polifenol yang dapat dicegah

dengan menggunakan pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81 ton)

Fermentasi

kering

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81 ton)

Kadar air 65 – 72%

Kadar air 64 – 72%

Gambar 39 Neraca massa proses fermentasi

Akhir dari proses fermentasi ditetapkan secara visual, dimana biji kopi

kehilangan tekstur halusnya dan terasa lebih kasar. Menurut Chanakya dan de

Alwis (2004), lapisan lendir (mucilage) yang licin pada biji kopi memiliki

ketebalan lebih kurang 1,5 mm, dan tembus pandang. Metode fermentasi dan

pencucian dengan pengausan (washing) merupakan kombinasi metode yang

Page 9: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

131

paling populer untuk menghilangkan lapisan lendir. Adapun biji kopi yang

dihasilkan disebut kopi kulit (HS).

d. Minimisasi Air Proses Pencucian (Washing)

Perlakuan minimisasi air pada proses pencucian dilakukan melalui 2

tahapan pada masa panen yang berbeda yaitu di tahun 2009 (tahap 1) dan tahun

2010 (tahap 2). Minimisasi air pada tahap 1 terutama ditujukan untuk mengetahui

kebutuhan air minimum, pengaruhnya terhadap neraca massa proses dan mutu

hasil pengolahan. Uji mutu yang dilakukan pada tahap ini hanyalah uji mutu

fisik. Signifikansi pengaruh diukur berdasarkan uji statistik (analisis varian dan

uji lanjut Duncan). Berdasarkan perlakuan tahap 1 dapat dilakukan minimisasi air

tahap 2. Minimisasi air tahap 2 terutama dilakukan untuk mengetahui perbedaan

mutu biji dari hasil perlakuan minimum dan perlakuan air pencucian yang biasa

diterapkan pada proses pengolahan kopi. Pada perlakuan minimisasi air tahap 2

juga dilakukan perbandingan dengan biji kopi hasil olah kering yang berasal dari

tempat berbeda. Signifikansi pengaruh minimisasi tahap 2 diukur berdasarkan uji

mutu fisik dan cita rasa biji kopi.

21

3

5 6

4

1 – aliran air

2 – biji kopi HS

3 – sirip pencuci berputar

4 – silinder berlubang horisontal

5 – lendir + kotoran bersama air

6 – biji kopi HS yang sudah bersih

Gambar 40 Mesin pencuci biji kopi (washer)

Pencucian (washing) dilakukan setelah fermentasi untuk menghilangkan

sisa lendir yang masih menempel di kulit tanduk dengan bantuan mesin pencuci

(washer). Biji kopi HS dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu

yang disertai semprotan aliran air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang berputar

mengangkat massa biji kopi ke permukaan silinder. Sisa-sisa lendir pada

permukaan kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran akan

Page 10: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

132

menerobos lewat lubang-lubang pada dinding silinder dan massa biji yang sudah

bersih terdorong oleh sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder (Gambar

40).

d.1. Minimisasi Air Pencucian Tahap 1.

Proses pengaliran air pada mesin pencuci tipe kontinyu menggunakan 2

aliran air dari atas bersamaan dengan pemasukan biji kopi HS dan aliran dari

lubang bawah yang membantu sirip pencuci. Sebagaimana proses pengupasan,

minimisasi air proses juga dilakukan pada tahap pencucian dengan kisaran air

pencucian tahap 1 antara 1,093 – 2,561 m3/ton buah kopi. Volume air rata-rata

perlakuan minimisasi proses pencucian (C) adalah sebagai berikut;

a. 1,093 m3 – 1,131 m

3/ ton buah kopi (81%) perlakuan C3 (debit air 0,1491 l/det)

b. 1,542 m3 – 1,806 m

3/ton buah kopi (70%) perlakuan C2 (debit air 0,2344 l/det )

c. 2,256 m3 – 2,561 m

3/ton buah kopi (57%) perlakuan C1 (debit air 0,3042 l/det).

Berdasarkan minimisasi air pencucian tahap 1 ini dilakukan analisis neraca

massa dan analisis varian untuk mengetahui volume dan pengaruh perlakuan

terhadap limbah dan biji kopi HS yang dihasilkan.

Pencucian

Biji kopi HS

Air 1,09 – 2,56 m3/ton

Limbah cair + lendir (1,34 – 2,57) m3/ton

Pulp (0,01 – 0,03) ton

Biji Kopi HS (0,47 – 0,51) ton

Kadar air 50 – 60%

Kadar air 64 – 72%

Gambar 41 Neraca massa proses pencucian

Kadar air biji kopi HS setelah proses pencucian sebesar 50 – 60%. Hal ini

diperkirakan karena biji kopi telah bersih dari lendir yang terdegradasi selama

fermentasi. Lendir yang semula menempel pada permukaan biji kopi HS

dialirkan bersama-sama limbah cair dan pulp yang masih terikut sejak proses

pengupasan. Pulp yang dihasilkan pada tahap ini sangat sedikit (1,92%). Limbah

cair yang dihasilkan dari proses pencucian cenderung lebih kental dibandingkan

limbah cair proses pengupasan karena kandungan lendir dalam jumlah dominan.

Page 11: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

133

Biji kopi HS pada tahap pencucian telah berkurang hingga rata-rata 50% dari total

buah kopi yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan, perlakuan

minimisasi air proses pencucian menunjukkan perbedaan signifikan pada volume

limbah cair yang dihasilkan. Volume limbah cair yang dihasilkan akan menurun

seiring minimisasi air proses. Tahap pencucian merupakan salah satu titik

terjadinya pencemaran karena adanya limbah cair bercampur lendir (mucilage)

dan pulp (sisa kulit kopi) yang dihasilkan. Meskipun volume limbah cair

menurun seiring perlakuan minimisasi air, tetapi diperkirakan terjadi peningkatan

konsentrasi polutan. Perlakuan minimisasi air menunjukkan bahwa volume

limbah cair tidak berbeda secara signifikan antara perlakuan C2 dan C3.

Meskipun demikian penentuan kelayakan minimisasi air akan ditentukan oleh

mutu biji kopi. Interaksi perlakuan pengupasan dan pencucian akan menentukan

mutu biji kopi akhir.

Tabel 14. Hasil uji lanjut Duncan proses pencucian

Perlakuan

(% penurunan) Pencucian

Limbah cair (kg) Pulp (kg) Biji HS (kg)

K1C1(57%) 134,05b

0,6a

23,50a

K2C1(57%) 132,78b

1,23a

24,25a

K3C1(57%) 133,125b

0,925a

24,00a

K1C2(70%) 107,70a

1,05a

25,50a

K2C2(70%) 104,125a

0,875a

25,50a

K3C2(70%) 114,975ab

1,225a

23,50a

K1C3(81%) 80,5a

1a

26,25a

K2C3(81%) 91,725a

0,975a

25,50a

K3C3(81%) 87,775a

0,775a

25,50a

d.2. Minimisasi Air Pencucian Tahap 2

Perlakuan minimisasi air tahap 2 dilakukan setelah diketahui hasil mutu

fisik biji kopi dari perlakuan tahap 1. Tujuan minimisasi air pencucian tahap 2

adalah untuk mengetahui pengaruh minimisasi air lanjutan terhadap mutu fisik

dan cita rasa biji kopi. Pada perlakuan pencucian, volume air proses pengupasan

buah kopi diupayakan konstan antara 0,731 – 0,784 m3/ton (K2=74%) dengan

volume air pencucian rata-rata sebagai berikut;

a. 4,809 – 5,933 m3/ton buah kopi untuk perlakuan C4 (0%).

b. 3,678 – 3,853 m3/ton buah kopi untuk perlakuan C5 (35%).

Page 12: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

134

c. 2,256 – 2,561 m3/ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C1 (57%).

d. 1,542 – 1,806 m3/ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C2 (70%)

Pada tahap perlakuan ini juga dilakukan análisis terhadap buah kopi yang

berasal dari periode panen rampasan dan biji kopi hasil pengolahan kering. Biji

kopi hasil perlakuan olah basah dan olah kering dari Kebun Kaliwining milik

Puslitkoka juga dibandingkan dengan biji kopi hasil olah basah dan olah kering

yang berasal dari perkebunan kopi rakyat KUPK Desa Sidomulyo. Menurut

Ciptadi dan Nasution (1985); Mulato et al.(2006), perlakuan saat panen dapat

mempengaruhi mutu kopi, dimana buah kopi yang dipanen saat panen rampasan

diperkirakan memiliki karakteristik mutu berbeda dengan buah kopi yang dipanen

saat panen raya. Adapun kopi olah basah Sidomulyo dicuci dengan volume air ±

7 m3/ton dan proses fermentasi yang tidak sepenuhnya fermentasi kering,

terkadang direndam dalam bak semen dengan volume air tertentu. Kopi olah

basah Sidomulyo mengalami pengeringan alami dengan sinar matahari,

sebaliknya kopi olah basah Kaliwining menggunakan pengering mekanis.

Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pencucian merupakan biji kopi

olah basah yang masih berkadar air rata-rata 60%. Hal ini sesuai pernyataan

Chanakya dan De Alwis (2004), bahwa setelah proses pencucian biji kopi harus

mendapat perlakuan pengeringan karena berkadar air antara 55-60%.

e. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan melalui penjemuran dengan sinar matahari

ataupun menggunakan pengering mekanis hingga kadar air mencapai maksimal

12% (SNI 01-2907-2008). Apabila menggunakan pengering mekanis berbahan

bakar kayu pada suhu 50o - 60

o C, lama pengeringan rata-rata sekitar 3 - 4 hari (50

jam secara teoritis dengan suhu di awal proses suhu 60 – 70o). Pengeringan

cenderung lebih lama berlangsung pada biji kopi yang berasal dari perlakuan air

proses minimum. Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pengeringan telah

menurun hingga 24% dari total buah kopi gelondong yang diproses. Penguapan

air dihitung berdasarkan neraca massa mencapai 31% dari volume biji kopi HS

sebelum pengeringan.

Page 13: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

135

Pengeringan

Biji kopi HS (0,47 – 0,51) ton

Biji kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Uap air (0,25 – 0,31) ton

Kadar air 50 – 60%

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 42 Neraca massa proses pengeringan

Penjemuran sinar matahari umumnya dilakukan selama 8 hingga 10 hari,

tergantung temperatur udara dan kelembaban. Pengeringan dengan sinar matahari

dapat dilakukan di atas semen datar. Biji dihamparkan setebal 2 sampai 10 cm,

dan dibalik secara berkala untuk menjamin biji menjadi kering sempurna. Pada

saat puncak periode pemanenan, penggunaan pengering mekanis sangat

membantu. Meskipun demikian, proses ini harus dikontrol dengan hati-hati untuk

mendapatkan kekeringan yang memuaskan dan murah secara ekonomis tanpa

merusak kualitas.

Secara visual, biji kopi kering hasil olah basah memiliki penampilan lebih

baik daripada biji kopi kering hasil olah kering. Biji kopi olah basah cenderung

berwarna lebih terang dan bersih. Biji kopi hasil olah basah setelah disangrai juga

akan memiliki warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya.

Biji WP Kebun Kaliwining Biji DP Kebun Kaliwining

Gambar 43 Perbandingan visual biji kopi HS hasil olah basah dan olah kering Keterangan: WP : wet process (olah basah)

DP ; dry process (olah kering)

f. Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling)

Setelah pengeringan, proses pengupasan kulit tanduk (hulling) dapat

dilanjutkan atau kopi HS disimpan hingga saatnya diekspor. Output proses

hulling berupa biji kopi beras (green bean), kulit tanduk, dan kulit ari. Untuk

mencapai keseragaman dan meningkatkan efisiensi pengupasan, sebaiknya

dilakukan sortasi ukuran terlebih dahulu sebelum proses hulling. Pada tahap

Page 14: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

136

pengupasan dimungkinkan terjadinya kehilangan massa karena kulit ari biji kopi

yang keluar dari sistem dalam jumlah minimum. Persentase kulit tanduk dan kulit

ari yang dihasilkan dari proses pengupasan ini dapat mencapai 5% dari total buah

kopi gelondong yang diproses. Kulit tanduk dan kulit ari masih memiliki nilai

tambah ekonomis jika dimanfaatkan. Rata-rata persentase biji kopi beras yang

dihasilkan pada proses pengolahan modifikasi olah basah ini adalah 18-19%.

Pengupasan kering

kulit kopi HSKulit tanduk & kulit ari (0,03 – 0,05) ton

Biji Kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Kopi beras (0,18 – 0,19) ton

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 44 Neraca massa proses hulling

Berdasarkan perhitungan neraca massa rata-rata dapat diketahui rata-rata

volume air, limbah cair, dan limbah padat yang dihasilkan melalui perlakuan

minimisasi air proses pengolahan kopi (Tabel 15). Perlakuan minimisasi air

terbukti mampu mengurangi volume limbah cair yang dihasilkan pada proses

pengolahan kopi. Secara umum, neraca massa total hasil perlakuan minimisasi air

tahap pengupasan (pulping) dan pencucian (washing) pada proses pengolahan

kopi dengan modifikasi teknologi disajikan pada Gambar 45.

Tabel 15 Volume air, limbah cair dan limbah padat rata-rata pengolahan kopi

No Perlakuan

(%

minimisasi)

Pengupasan

(satuan/ton buah) Pencucian

(satuan/ton buah) Total air

(m3/ton)

Total pulp

(kg/ton)

Air (m3) Pulp (kg) Air (m

3) Pulp (kg) In Out Out

1 K1C1(58%) 1,480 560,0 2,271 12,0 3,751 3,709 572,0

2 K2C1(67%) 0,754 565,0 2,258 24,6 3,012 2,937 589,6

3 K3C1(72%) 0,287 330,0 2,256 18,5 2,543 2,514 348,5

4 K1C2(67%) 1,478 540,0 1,542 21,0 3,020 2,949 561,0

5 K2C2(73%) 0,742 540,0 1,710 17,5 2,452 2,383 557,5

6 K3C2(77%) 0,237 405,0 1,806 24,5 2,043 2,043 429,5

7 K1C3(72%) 1,441 555,0 1,093 20,0 2,534 2,434 575,0

8 K2C3(79%) 0,731 530,0 1,131 19,5 1,862 1,803 549,5

9 K3C3(85%) 0,266 475,0 1,110 15,5 1,376 1,376 490,5

Sumber limbah padat terbesar dihasilkan pada tahap pengupasan buah kopi

berupa pulp buah kopi yang dapat mencapai 50-60% dari total produksi. Limbah

padat ini juga berpotensi menjadi sumber pencemaran lingkungan, sehingga

Page 15: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

137

memerlukan penanganan khusus. Potensi limbah cair terbesar terutama dihasilkan

dari proses pencucian biji kopi setelah fermentasi. Melalui pengurangan air input

pada proses pengolahan kopi diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran

dari agroindustri kopi. Beberapa perbandingan penggunaan air untuk proses

pengolahan kopi di berbagai negara disajikan pada Tabel 16.

Buah merah terpilih

(1 ton)

Pengupasan

buah

Air 0,23 – 1,48 m3/ton Limbah cair (0,04 – 1,14) m

3/ton

Pulp (0,33 – 0,57 ton)

Biji kopi HS basah (0,70 – 0,81) ton

Fermentasi

kering

Pencucian

Biji kopi HS basah

Air 1,09 – 2,56 m3/ton

Limbah cair + lendir (1,34 – 2,57) m3/ton

Pulp (0,01 – 0,03) ton

Pengeringan

Biji kopi HS basah (0,47 – 0,51) ton

Pengupasan kering kulit

kopi HSKulit tanduk & kulit ari (0,03 – 0,05) ton

Biji kopi HS (0,21 – 0,24) ton

Biji kopi beras (0,18 – 0,19) ton

Uap air (0,25 – 0,31) ton

Kadar air 50 – 60%

Kadar air 59 – 70%

Kadar air 65 – 72%

Kadar air 64 – 72%

Kadar air 12 – 12,5%

Gambar 45 Neraca massa proses pengolahan kopi perlakuan minimisasi air

0

100

200

300

400

500

600

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

58 66 67 72 72 73 77 79 85

Pu

lp (k

g)

Vo

lum

e ai

r (m

3/t

on

)

Persentase minimisasi

Pengupasan Pencucian Pulp Kupas Pulp Cuci

Gambar 46 Volume air dan pulp yang dihasilkan pada perlakuan minimisasi

Page 16: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

138

Tabel 16 Perbandingan penggunaan air pengolahan kopi di berbagai negara

Pengolahan Kopi Negara Penggunaan air

(m3/ton buah)

Sumber

Semi basah, olah basah India 3 Murthy et al.,(2004)

Olah basah, reuse air proses Kenya 4 – 6 Von Enden &

Calvert, (2002)

Olah basah dan pengolahan

lingkungan (Becolsub)

Colombia 1 – 6 Von Enden &

Calvert, (2002)

Olah basah, reuse dan

recycling air

Papua New

Guinea

4 – 8 Von Enden &

Calvert, (2002)

Semi basah dan olah basah Vietnam 4 – 15 Von Enden &

Calvert, (2002)

Olah basah tradisional Vietnam 20 Von Enden &

Calvert (2002)

Olah basah tradisional Vietnam 14 -17 Deepa et al. (2000)

Semi basah, pengupasan

mekanis (demucilager)

Brazil 4 De Matos et al

(2001)

Semi basah, pengupasan

mekanis (demucilager)

Mexico 3 - 4 Mendoza & Rivera

(1998)

Olah basah tradisional Nicaragua 16 Biomat (1992)

Olah basah, reuse air Nicaragua 11 Grendelman (2006)

Olah basah tradisional Indonesia 16 - 18 Yahmadi (1972)

Limbah padat (pulp) yang dihasilkan dari perlakuan minimisasi air pada

proses pengupasan menunjukkan tren sama dengan volume air proses (Gambar

46). Semakin sedikit air yang digunakan, semakin sedikit pulp yang keluar ke

penampungan. Pulp tidak terkupas sempurna dan terbawa ke penampungan biji

kopi. Sebaliknya perlakuan minimisasi air proses pencucian tidak mempengaruhi

volume limbah padat, karena pulp yang dihasilkan adalah sisa proses pengupasan

yang terbawa oleh air dan lendir. Hasil ini mendukung analisis varian dan uji

lanjut Duncan pada masing-masing proses.

Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan volume air minimum

yang dapat diterapkan pada proses pengolahan kopi adalah perlakuan K2 untuk

proses pengupasan dan C2 untuk proses pencucian. Kombinasi perlakuan K2C2

membutuhkan total volume air proses rata-rata adalah 2,452 m3/ton buah kopi

atau persentase minimisasi air total sebesar 73%. Dengan demikian nilai ini

masih lebih rendah dibandingkan total volume air yang dibutuhkan pada proses

pengolahan basah di Vietnam, India, Kenya, Papua New Guinea, dan Nicaragua.

Meskipun demikian analisis mutu fisik biji kopi hasil perlakuan dibutuhkan untuk

mengetahui pengaruh lebih lanjut perlakuan minimisasi air.

Page 17: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

139

6.3.2. Analisis Mutu Biji Kopi

Karakteristik bahan baku biji kopi yang diamati pada penelitian ini meliputi

kadar air, ukuran biji, mutu fisik dan cita rasa. Analisis mutu fisik biji kopi

dilakukan pada 2 tahapan perlakuan penelitian, yaitu: (a) analisis mutu fisik hasil

perlakuan tahap pertama yaitu minimisasi air proses pengupasan dan pencucian,

(b) analisis mutu fisik dan cita rasa (cup test) hasil perlakuan tahap kedua yaitu

minimisasi air proses pencucian dibandingkan dengan biji kopi olah kering dan

biji kopi hasil pengolahan rakyat. Pengujian mutu fisik biji kopi mengacu pada

SNI No.01-2907-2008 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional untuk

menetapkan penggolongan dan persyaratan mutu fisik biji kopi Robusta. Uji cita

rasa kopi (cup test) dilakukan oleh panelis ahli dan terlatih yang telah

berpengalaman dan bersertifikasi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Biji kopi olah kering dan biji kopi olah basah dari Kebun Sidomulyo

dianalisis sebagai kontrol perlakuan pengolahan yang dilakukan rakyat. Masing-

masing sampel biji kopi HS dan gelondong kering diambil sebanyak ± 1,5 - 2 kg

untuk pengujian mutu fisik dan uji cita rasa (cup test). Biji kopi HS dan

gelondong kering yang telah melalui proses penjemuran dikupas menggunakan

huller, kemudian masing-masing perlakuan diambil sampel sebanyak 300 kg

untuk pengujian mutu fisik. Setelah dilakukan pemisahan biji cacat pada uji mutu

fisik, biji kopi disangrai untuk seterusnya dilakukan uji cita rasa (cup test).

Berdasarkan hasil pengukuran, biji kopi yang berasal dari Kebun Kaliwining

dan Kebun Rakyat Sidomulyo termasuk kategori kecil. Kadar air biji kopi hasil

perlakuan minimisasi dan biji kopi olah basah yang berasal dari Kebun Sidomulyo

diusahakan berada pada kisaran 12%. Kadar air merupakan salah satu sifat fisik

yang akan mempengaruhi mutu kopi, berkaitan dengan daya simpan untuk

mencegah perubahan warna, tumbuhnya jamur, dan mikroorganisme lainnya.

Perlakuan minimisasi air tidak menunjukkan perbedaan kadar air secara

signifikan.

Menurut Wibowo (1985), kadar air 12% dengan toleransi 1% merupakan

batasan yang dapat menjamin keamanan selama penyimpanan karena pada kondisi

tersebut pertumbuhan jamur minimal. Kadar air aman untuk penyimpanan adalah

11,62% pada suhu 30oC atau 11,24% pada suhu 35

oC (Atmawinata 1995).

Page 18: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

140

Sebaliknya biji dengan kadar air lebih rendah daripada 9% (terlalu kering) akan

menyebabkan kerusakan cita rasa dan warna (Sivetz dan Desrosier 1979).

Dengan demikian, untuk menjamin kemantapan penyimpanan biji kopi, akan lebih

baik apabila pengeringan dilakukan hingga kadar air biji kopi maksimum sebesar

11%.

Berdasarkan SNI 01-2907-2008 (BSN 2008), cacat kopi adalah; (a) adanya

benda asing yang bukan berasal dari kopi, (b) adanya benda asing yang bukan biji

kopi, seperti potongan kulit kopi, (c) bentuk biji yang tidak normal dari segi

kesatuannya (integritasnya), (d) biji yang tidak normal dari visualisasinya seperti

biji hitam, dan (e) biji yang tidak normal yang menyebabkan cacat rasa setelah

disangrai dan diseduh. Wibowo (1985) membagi jenis cacat atau kerusakan biji

kopi menjadi (1) kerusakan sejak dari kebun, (2) kerusakan selama pengolahan,

dan (3) adanya benda asing yang bukan biji kopi. Adapun hasil penelitian ini

disajikan pada uraian berikut.

a. Analisis Mutu Fisik Biji Kopi Minimisasi Tahap 1.

Minimisasi air proses pengupasan dan pencucian berpengaruh signifikan

terhadap volume limbah cair yang dihasilkan. Volume air proses pengupasan

sebaiknya dilakukan antara 0,731–0,784 m3/ton buah kopi (74%) karena

berpengaruh terhadap jumlah biji dan proses pengupasan. Perlakuan minimisasi

pencucian tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji dan limbah padat yang

dihasilkan. Akan tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap mutu biji kopi.

Minimnya air pada proses pengupasan diperkirakan mempengaruhi kinerja

pulper untuk memisahkan pulp dan biji kopi sehingga jumlah biji cacat

meningkat. Demikian pula pada proses pencucian dimana air sangat dibutuhkan

untuk menghilangkan lendir yang menempel pada biji kopi. Apabila air yang

digunakan sangat sedikit, lendir tidak sepenuhnya tercuci sehingga mempengaruhi

kebersihan biji kopi. Dengan demikian apabila total air pengupasan dan

pencucian semakin sedikit, akan memperbesar nilai cacat.

Mutu fisik biji kopi hasil perlakuan minimisasi air pada proses pengupasan

dan pencucian berada pada kelas mutu 4 dan 5 (SNI 01-2907-2008). Kelas mutu

4A memiliki jumlah nilai cacat maksimum 45 – 60. Kelas mutu 4B memiliki

jumlah nilai cacat maksimum 61 – 80. Kelas mutu 5 memiliki jumlah nilai cacat

Page 19: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

141

maksimum 81 – 150. Perlakuan minimisasi air pada proses pengupasan dan

pencucian menunjukkan terjadinya penurunan mutu pada persentase minimisasi

air sebesar 77, 79, dan 85% (Gambar 47).

Tabel 17 Mutu fisik biji kopi perlakuan proses pengupasan dan pencucian

No Jenis Cacat Jumlah Nilai Cacat

Persentase Minimisasi Air 58% 67% 72% 66% 73% 77% 72% 79% 85%

1 1 biji hitam 4 9 10 12 7 9 5 9 8

2 1 biji hitam sebagian 6,5 5 7,5 3 5 4 4 5 4,5

3 1 biji hitam pecah 0 4 8,5 1 5 6,5 6 7,5 9

4 1 kopi gelondong 10 10 20 8 11 27 11 16 28

5 1 biji coklat 1,75 1,25 1,75 3 3,5 5 5,5 5 8,75

6 1 kulit kopi ukuran besar 2 0 1 0 0 3 4 3 4

7 1 kulit kopi ukuran sedang 3 4 6 2,5 4 9 4 7,5 4

8 1 kulit kopi ukuran kecil 2,4 2,6 4 2,4 5,6 7 7,4 9 18

9 1 biji berkulit tanduk 5 5,5 6,5 4,5 7.5 12,5 12 12,5 17,5

10 1 kulit tanduk ukuran besar 0 0 0 0 0 0,5 0,5 0,5 4,5

11 1 kulit tanduk ukuran sedang 0 0 0 0 0,4 0,4 0,2 0,2 2,6

12 1 kulit tanduk ukuran kecil 0 0 0,1 0,4 0,2 0,5 0,2 0,6 1

13 1 biji pecah 6,8 7,4 7,6 10 11 14 13,6 15,6 21

14 1 biji muda 2 1,6 1,8 4 2 2 1,8 2 3,2

15 1 biji berlubang satu 0,2 0,1 0,1 0 0 0,1 0,3 0,2 0,1

16 1 biji berlubang lebih dari satu

0,2 0 0,4 0,2 0 0,4 0 0,2 0,2

17 1 biji bertutul-tutul 0 0,5 0,7 0 0,5 1,5 0 0,5 1,6

18 1 ranting, tanah atau batu berukuran besar

0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 1 ranting, tanah atau batu berukuran sedang

0 0 0 4 0 2 2 2 0

20 1 ranting, tanah atau batu berukuran kecil

1 1 2 1 2 1 1 1 2

Total Nilai 44,85 51,95 77,95 56,00 64,70 105,40 78,50 97,30 137,95

Kategori Mutu 4A 4A 4B 4A 4B 5 4B 5 5

Hasil análisis mutu fisik biji kopi menunjukkan kesimpulan yang tidak jauh

berbeda dengan hasil análisis uji lanjut Duncan. Minimisasi air pada tahap

pengupasan dan pencucian masih dapat dilakukan pada perlakuan K2 dan C2.

Meskipun nilai mutu yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan biji kopi dengan

air maksimum, tetapi mutu biji kopi berada dalam kategori mutu sedang (4B).

Page 20: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

142

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

58 66 67 72 72 73 77 79 85

Tota

l Air

Pro

ses

(m3/t

on

)

Tota

l Nila

i Cac

at

Persentase Minimisasi (%)

Nilai Cacat Total Air

4A

4B

4B4B

4A4A

5 5

5

Gambar 47 Hubungan minimisasi air dan nilai mutu

Perlakuan minimisasi air mempengaruhi persentase cacat biji kopi karena

pengolahan (Gambar 48). Berdasarkan kategori Wibowo (1985), kerusakan

selama pengolahan yang dapat menimbulkan cacat biji kopi adalah biji pecah, biji

bertutul-tutul, biji berkulit tanduk dan biji coklat. Biji pecah dikategorikan

sebagai biji cacat, karena jika disangrai bersama dengan biji utuh kemungkinan

akan memberikan rasa terbakar pada kopi seduhan. Nilai cacat biji pecah

menempati persentase terbesar yang hampir terjadi di setiap perlakuan (Gambar

49). Cacat biji pecah dapat terjadi pada saat proses pengupasan kulit buah kopi

(pulping) karena karakteristik fisik buah kopi yang beragam dalam bentuk dan

ukuran (Wahyudi et al. 1999). Proses sortasi ukuran awal pada buah kopi sebelum

pulping dapat membantu mengurangi cacat biji karena pengolahan.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

58 66 67 72 72 73 77 79 85

Pers

enta

se C

acat

Persentase Minimisasi Air

Cacat dari kebun Cacat karena pengolahan Benda asing

4B 4B4B 55 54A 4A4A

Gambar 48 Persentase cacat biji kopi perlakuan minimisasi air tahap 1

Page 21: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

143

58 66 67 72 72 73 77 79 85

Biji bertutul-tutul 0,00 0,00 0,96 0,90 0,00 0,77 1,42 0,51 1,16

Biji pecah 15,16 17,86 14,24 9,75 17,32 17,00 13,28 16,03 15,22

Biji berkulit tanduk 11,15 8,04 10,59 8,34 15,29 11,59 11,86 12,85 12,69

Biji coklat 3,90 5,36 2,41 2,25 7,01 5,41 4,74 5,14 6,34

Kopi gelondong 22,30 14,29 19,25 25,66 14,01 17,00 25,62 16,44 20,30

0

10

20

30

40

50

60

Pe

rse

nta

se c

acat

(%

)

Persentase Minimisasi Air (%)

Gambar 49 Persentase cacat biji kopi karena pengolahan dengan minimisasi air

tahap 1

Cacat biji pecah juga dapat terjadi selama pengupasan kulit majemuk,

sebagaimana cacat biji berkulit tanduk. Cacat ini dapat terjadi jika kerja huller

tidak sempurna, karena kadar air biji kopi HS yang lebih dari 12%. Menurut

Mulato et al. (2006), mesin pengupas biji kopi HS terutama dirancang untuk

mengupas biji kopi HS dengan kadar air mendekati 12%. Jika kadar air makin

tinggi, kapasitas pengupasan akan turun, dan jumlah biji pecah akan sedikit

meningkat. Kadar air berpengaruh pada ukuran biji kopi. Makin tinggi kadar air

biji kopi, ukuran bijinya semakin besar. Oleh karena itu, lebar celah, dan ukuran

saringan perlu dimodifikasi jika mesin pengupas tersebut akan dipakai untuk

mengupas biji kopi dengan kadar air yang masih tinggi. Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah pengupasan sebaiknya dilakukan pada biji kopi yang telah

dingin karena sifat fisiknya telah stabil. Biji kopi hasil pengeringan sebaiknya

dianginkan [tempering] dahulu selama 24 jam.

Cacat biji coklat umumnya terjadi karena pengeringan yang tidak benar,

buah terlalu masak atau fermentasi yang berlebihan (over fermented) terutama

ditemui pada biji kopi dengan perlakuan air pencucian paling minimum (C3). Hal

ini diperkirakan terjadi karena lapisan lendir pada biji kopi perlakuan C3 tidak

sepenuhnya hilang pada saat proses pencucian. Lendir terutama mengandung

senyawa gula yang memiliki sifat higroskopis (menyerap air). Oleh karena itu

Page 22: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

144

apabila biji kopi masih mengandung lendir yang tidak sepenuhnya hilang pada

saat proses pencucian, biji kopi cenderung lembab yang dapat menghambat proses

pengeringan. Gula juga menjadi media tumbuh bakteri yang sangat baik sehingga

dapat merusak mutu biji kopi. Lendir juga dapat menyebabkan kotoran non kopi

mudah lengket sehingga menghalangi proses pengeringan dan menyebabkan

kontaminasi.

Menurut Von Enden dan Calvert (2002), konsep dasar pengolahan basah

pada kopi adalah menghilangkan lapisan lendir buah kopi untuk meningkatkan

mutu biji. Oleh karena itu, semakin minim air pencucian yang digunakan, akan

mempengaruhi mutu biji kopi. Akan tetapi semakin besar air pencucian yang

digunakan akan meningkatkan volume pencemaran. Berdasarkan kondisi

tersebut, penelitian ini berusaha mendapatkan volume air proses yang optimum

dalam perlakuan minimisasi air.

Menurut Yusianto dan Mulato (2002), kadar air awal biji yang beragam juga

akan menyebabkan proses pengeringan tidak sempurna, sehingga terjadi cacat biji

coklat. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya biji coklat, sebaiknya kadar

air biji kopi diseragamkan terlebih dahulu misalnya dengan melakukan

pengeringan awal (pre-drying) sebelum dimasukkan ke pengering mekanis.

Pengeringan dengan suhu tinggi yang terlalu lama sebaiknya dihindari, agar tidak

menimbulkan warna permukaan biji kopi kecoklatan.

Cacat kopi gelondong cukup dominan terjadi yang diakibatkan proses

pengupasan buah (pulping) yang tidak sempurna. Cacat kopi gelondong sangat

tidak disukai konsumen, karena rasa pulp yang dominan dapat menimbulkan rasa

serat terbakar pada kopi seduhan.

b. Analisis Mutu Fisik Biji Kopi Minimisasi Air Tahap 2.

Perlakuan minimisasi air tahap pertama pada proses pengolahan kopi

menunjukkan pengaruh terhadap mutu fisik biji kopi. Batas minimisasi air pada

tahap pengupasan buah kopi dari hasil penelitian berkisar antara 0,73 - 0,78

m3/ton buah kopi (74%). Adapun perlakuan minimisasi air pada proses pencucian

menunjukkan perbedaan mutu fisik untuk volume air di bawah 1,54 – 1,81 m3/ton

biji kopi (70%).

Page 23: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

145

Tabel 18 Mutu fisik biji kopi perlakuan minimisasi air proses pencucian

No Jenis Cacat Jumlah Nilai Cacat

Persentase

Minimisasi Air 38a 50a 67a 73a 27b 50b 64b 73b

WPSmo

DPKwg

DPSmo

1 1 biji hitam 4 11 7 10 9 16 23 14 8 21 32

2 1 biji hitam sebagian 15 9 16 11 17 19,5 25,5 16 9 3 33

3 1 biji hitam pecah 0 2,5 0,5 8,5 4 4,5 3,5 6 8,5 3 9

4 1 kopi gelondong 12 12 11 10 30 26 21 14 0 44 0

5 1 biji coklat 5,75 6 5 1,75 3 5,25 4 8,5 3,5 0,5 7,5

6 1 kulit kopi ukuran besar

0 4 0 6 0 0 0 7 1 0 0

7 1 kulit kopi ukuran sedang

6,5 7 7 6 4 7,5 2,5 9,5 0 2 0,5

8 1 kulit kopi ukuran kecil 6,2 7,6 7,6 4,6 22,4 16,8 11 7,2 0,6 15,2 0,4

9 1 biji berkulit tanduk 7,5 6 4,5 6,5 6 1,5 8,5 4 9 0,5 0

10 1 kulit tanduk ukuran besar

0 0,5 0 0 0 0,5 0 0 5 0 0

11 1 kulit tanduk ukuran sedang

0 0,2 0 0 0 0,2 0 0 2,4 0 0

12 1 kulit tanduk ukuran kecil

0 0,1 0,2 0,2 0 0,2 0 0 0,9 3,6 0

13 1 biji pecah 6,4 5 10,6 9 7,4 9 8 10 6,6 74,6 21,8

14 1 biji muda 7,2 5,8 7 5,8 6 7,2 12,2 7,4 1 8,2 4,6

15 1 biji berlubang satu 0,2 0 0 0 0,1 0,2 0,1 0 0 1,5 6,4

16 1 biji berlubang lebih dari satu

0,2 0 0,4 0,6 0 0,4 0,4 0 0,2 5 12,6

17 1 biji bertutul-tutul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 1 ranting, tanah atau batu berukuran besar

0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20

19 1 ranting, tanah atau batu berukuran sedang

0 2 0 0 2 0 0 0 0 10 0

20 1 ranting, tanah atau batu berukuran kecil

0 1 2 0 0 1 0 1 0 2 4

Total Nilai 70,95 79,7 78,8 79,95 110,9 115,8 119,7 104,6 55,7 199,1 151,8

Kategori Mutu 4B 4B 4B 4B 5 5 5 5 4A 6 6

Keterangan:

DP: Kopi olah kering WP : Kopi olah basah Kwg: Kebun Kaliwining (Puslitkoka)

Smo: KUPK Sidomulyo WPSmo: penurunan air 26%

a: periode panen puncak b: periode panen rampasan

Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh minimisasi air proses pencucian

terhadap mutu biji kopi dilakukan analisis mutu fisik dan cita rasa biji kopi hasil

perlakuan proses pencucian pada tahap minimisasi air kedua. Volume air proses

pengupasan diupayakan konstan dengan persentase penurunan 74%. Volume air

proses pencucian dengan persentase penurunan 57, 70, 0, dan 35 %. Penurunan

57 dan 70% diulang kembali pada minimisasi air tahap kedua.

Page 24: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

146

Pada tahap perlakuan ini juga dilakukan perlakuan minimisasi air untuk

buah kopi yang berasal dari periode panen rampasan. Buah kopi panen rampasan

adalah buah kopi yang dipanen pada saat akhir panen, dimana buah tersisa di

pohon dipanen seluruhnya untuk memutus siklus hama buah kopi. Menurut

Ciptadi dan Nasution (1985) ; (Mulato et al. 2006), perlakuan saat panen dapat

mempengaruhi mutu kopi, dimana buah kopi yang dipanen saat panen rampasan

diperkirakan memiliki karakteristik mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan

buah kopi yang dipanen saat panen raya. Kopi olah kering dan olah basah dari

KUPK Sidomulyo merupakan kontrol terhadap perlakuan.

Pada biji kopi hasil pengolahan basah di Kebun Sidomulyo (WP Smo)

jumlah cacat yang ditemui lebih sedikit dibandingkan biji kopi dari Kebun

Kaliwining (Gambar 50). Biji kopi yang berasal dari masa panen rampasan

memiliki jumlah cacat lebih besar dibandingkan biji kopi yang berasal dari masa

panen puncak. Hal ini karena mutu buah kopi dari Kebun Sidomulyo maupun

Kebun Kaliwining pada masa panen puncak lebih baik dibandingkan mutu buah

kopi masa panen rampasan.

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

0

50

100

150

200

250

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Tota

l Air

Pro

ses

(m3/t

on

)

Tota

l Nila

i Cac

at

Persentase Minimisasi Air (%) Total Nilai Cacat Total Air Proses

4B 4B 4B 4B

55

55

6

4A

Kontrol

6

Panen Puncak Panen Rampasan (Akhir)

Gambar 50 Mutu biji kopi antar perlakuan, jenis proses dan periode panen

Perlakuan air yang lebih besar tidak sepenuhnya dapat meningkatkan mutu

biji kopi apabila bahan baku yang diolah memiliki mutu rendah. Mutu biji kopi

dipengaruhi oleh mutu buah kopi sejak di kebun. Buah kopi pada perlakuan tahap

kedua memiliki persentase cacat yang timbul dari kebun lebih besar dibandingkan

Page 25: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

147

buah kopi pada perlakuan tahap pertama (Gambar 51). Mutu biji kopi perlakuan

olah basah tahap kedua lebih rendah (4B) dibandingkan mutu biji kopi perlakuan

olah basah pada perlakuan tahap pertama (4A). Meskipun demikian perlakuan

modifikasi olah basah menghasilkan mutu biji kopi yang lebih tinggi

dibandingkan perlakuan olah kering (Gambar 51). Hal ini diperkirakan terjadi

karena adanya sortasi buah merah yang selektif, proses fermentasi dan tahapan

proses yang tepat menjamin keseragaman mutu biji dan cita rasa kopi dari

perlakuan olah basah.

0

20

40

60

80

100

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Pe

rse

nta

se C

aca

t (

%)

Persentase Minimisasi Air (%)

Cacat dari kebun Cacat karena pengolahan Benda asing

4B 4B4B 4B55 55

6 6 4A

Panen Puncak Panen Rampasan (Akhir) Kontrol

Gambar 51 Persentase cacat biji kopi perlakuan minimisasi air pencucian

Biji kopi yang mendapat perlakuan olah basah memiliki pola cacat

cenderung seragam dibandingkan biji kopi yang berasal dari proses pengolahan

kering, meskipun berasal dari kebun kopi berbeda (Gambar 51). Sebaliknya pada

kopi yang diolah menggunakan proses pengolahan kering, cacat biji kopi dapat

memiliki pola berbeda. Hal ini dimungkinkan karena buah kopi yang diolah

dengan proses olah basah melalui tahap sortasi awal untuk memilih buah kopi

merah yang layak untuk diolah. Selanjutnya buah kopi yang tidak memenuhi

syarat untuk diolah dengan proses basah, diolah dengan proses kering pada biji.

Page 26: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

148

38 50 67 73 27 50 64 73DKw

gDsm

oWsm

o

Biji bertutul-tutul 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Biji pecah 9,02 6,27 13,45 11,26 6,67 7,78 6,68 9,56 37,47 14,36 11,85

Biji berkulit tanduk 10,57 7,53 5,71 8,13 5,41 1,30 7,10 3,82 0,25 0,00 16,16

Biji coklat 8,10 7,53 6,35 2,19 2,71 4,54 3,34 8,13 0,25 4,94 6,28

Kopi gelondong 16,91 15,06 13,96 12,51 27,05 22,46 17,54 13,38 22,10 0,00 0,00

0

10

20

30

40

50

60

70

Pe

rse

nta

se C

acat

(%)

Persentase Minimisasi Air (%)

Panen Puncak Panen Akhir (Rampasan) Kontrol

Gambar 52 Persentase cacat biji kopi karena pengolahan dengan minimisasi air

tahap kedua

Cacat kopi gelondong, biji pecah, dan biji berkulit tanduk adalah cacat

dominan yang ditemui pada buah kopi dengan perlakuan olah basah (Gambar

52). Mutu buah kopi dari Kebun Kaliwining yang dianalisis pada perlakuan

ulangan kedua diperkirakan mengalami penurunan sejak dari kebun dibandingkan

buah kopi pada perlakuan tahap pertama, sehingga nilai mutunya menurun. Buah

kopi hasil pengolahan kering umumnya hanya didominasi oleh 2 jenis cacat yaitu

cacat biji pecah dan kopi gelondong. Buah kopi olah kering dari Kebun

Kaliwining sebagian besar merupakan buah kopi yang tidak lolos tahap sortasi

awal untuk proses olah basah. Oleh karena itu mutu buah kopi ini jauh berbeda

dengan mutu buah kopi olah basah. Adapun buah kopi olah kering KUPK

Sidomulyo merupakan buah kopi hasil panen yang langsung diolah tanpa proses

sortasi.

Karakteristik cacat biji kopi hasil olah kering dari Kebun Sidomulyo dan

Kebun Kaliwining memiliki pola yang sedikit berbeda. Pada biji kopi Kebun

Kaliwining, buah kopi yang tidak layak diolah secara basah, diolah kering.

Pengeringan terutama dilakukan di atas lantai jemur semen yang diberi alas

plastik/terpal. Apabila cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran,

proses pengeringan dilanjutkan menggunakan pengering mekanis, sehingga kadar

air biji kopi terkontrol.

Page 27: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

149

Buah kopi dari Kebun Sidomulyo yang diolah dengan proses kering

umumnya mengalami tahap pemecahan buah terlebih dahulu sebelum dijemur

(buah pecah kulit). Proses pemecahan buah kopi menggunakan alat pemecah

sederhana (kneuzer). Setelah dipecah, buah kopi dijemur di atas alas plastik/terpal

atau lantai jemur semen. Lama penjemuran kopi pecah kulit ini biasanya antara 8

– 10 hari ter gantung cuaca. Pada tahap pengeringan, buah kopi yang dijemur di

lantai jemur harus dibolak-balik atau digaruk agar kering merata.

Menurut Ismayadi dan Zaenudin (2003), proses pengolahan dengan

pemecahan buah (kopi pecah kulit) lebih higienis dan cepat dibandingkan cara

pengolahan biasa tanpa pemecahan buah. Akan tetapi pada daerah yang relatif

basah atau sering terjadi hujan, proses pengeringan dengan pemecahan buah

rawan terhadap kerusakan biji karena serangan jamur. Buah kopi yang telah

dipecah tidak dapat dijemur di atas permukaan tanah karena akan menjadi kotor

dan kusam. Selain itu kopi tidak dapat disimpan dalam bentuk masih berkulit.

Oleh karena itu kopi hasil penjemuran biasanya langsung dikupas dengan mesin

huller portabel atau yang dipasang pada rangka mobil.

Menurut Yusianto dan Mulato (2002), penilaian biji kopi berdasarkan sifat

fisik tidak sepenuhnya dapat menjamin mutu seduhan, tetapi dapat mengantisipasi

sebagian besar cacat citarasa seduhan kopi. Kesalahan-kesalahan prakiraan

citarasa seduhan kopi berdasarkan sifat fisik dapat diperkecil dengan uji seduhan

(cup test). Bagaimanapun, hasil olahan akhir kopi adalah berupa seduhan,

sehingga uji seduhan merupakan pelengkap yang sangat penting dari semua cara

uji yang telah ada meskipun masih belum dapat distandardisasi.

c. Analisis Cita Rasa (Cup Test) Kopi Perlakuan Minimisasi Tahap Kedua.

Biji kopi hasil pengolahan merupakan bahan dasar utama seduhan kopi. Uji

seduhan atau cita rasa (cup test) kopi Robusta meliputi pengujian fragrance,

aroma, flavor, body, bitterness, astringency, aftertaste, clean cup, balance, dan

preference. Uji cita rasa terutama dilakukan oleh panelis ahli dan panelis terlatih.

Uji cita rasa cenderung subyektif, tergantung pada keahlian panelis dan pelatihan

yang telah dilakukan. Uji cita rasa terutama dilakukan untuk mengevaluasi profil

aroma dan flavor dari kopi. Meskipun demikian uji cita rasa juga dapat digunakan

untuk mengevaluasi adanya cacat pada kopi atau untuk membuat campuran kopi.

Page 28: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

150

0

2

4

6

8

10

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Nila

i Uji

Persentase Minimisasi Air (%)

Q.Fragrance Q.Aroma I. Fragrance I.Aroma

Panen Puncak Panen Akhir (Rampasan) Kontrol

Gambar 53 Uji cita rasa untuk fragrance dan aroma kopi Keterangan: Q = kualitas, I = intensitas

Hasil uji cita rasa untuk masing-masing perlakuan minimisasi air tahap 2

disajikan pada Gambar 53, Gambar 54, Gambar 55, dan Gambar 56.

Fragrance adalah aroma kopi sangrai. Adapun aroma dinilai setelah kopi

sangrai ditambahkan air panas ke dalam cangkir seduhan. Aroma kopi

mempengaruhi semua atribut flavor kopi kecuali rasa di mulut, rasa manis, asin,

pahit, dan asam yang dapat dirasakan langsung oleh lidah. Aroma kopi terutama

muncul karena kandungan senyawa-senyawa volatil aromatik yang dapat

dirasakan hidung (Moreno et al. 1995). Intensitas menunjukkan banyaknya rasa

yang ada dalam cangkir kopi, yang berkisar sangat kuat hingga sangat ringan.

Intensitas juga menunjukkan kuat lemahnya penginderaan terhadap rasa yang ada

dalam cangkir kopi. Adapun kualitas menunjukkan perbedaan kualitas, keserasian

ataupun keharmonisan rasa.

Fragrance dan aroma kopi Robusta dari musim panen raya cenderung

meningkat karena perlakuan olah basah dibandingkan kopi yang berasal dari olah

kering. Meskipun tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar perlakuan.

Perlakuan minimisasi air menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas dan

intensitas fragrance maupun aroma kopi sangrai kecuali pada buah kopi yang

berasal dari panen rampasan. Perbedaan mutu fisik biji kopi ternyata

mempengaruhi cita rasa kopi bubuk.

Page 29: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

151

0

2

4

6

8

10

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Nil

ai U

ji

Persentase Minimisasi Air (%)

Q.Flavor Body I.Flavor Bitterness

Panen Puncak Panen Rampasan Kontrol

Gambar 54 Uji cita rasa untuk flavor, body dan bitterness kopi Keterangan: Q = kualitas, I = intensitas

Hasil uji seduhan untuk flavor dan body (Gambar 54) menunjukkan pola

yang tidak jauh berbeda dengan uji fragrance dan aroma. Flavor menggambarkan

rasa kopi. Flavor merupakan gabungan dari seluruh penilaian kualitas kopi

mencakup body, asiditas, dan aroma. Body merupakan rasa atau persepsi yang

menggambarkan tekstur kopi secara fisik di mulut. Sensasi kekayaan tekstur dan

rasa menunjukkan nilai body dari kopi. Bitterness adalah rasa pahit yang menjadi

ciri khas kopi. Pada tingkat rendah, rasa pahit membantu mengurangi keasaman

kopi dan menambah dimensi rasa minuman. Namun pada tingkat tinggi, senyawa

yang menimbulkan rasa pahit kopi dapat mengalahkan komponen rasa yang lain

dan menghasilkan efek tidak menyenangkan. Kepahitan berkorelasi dengan total

padatan terlarut pada kopi.

Kualitas dan intensitas flavor serta nilai body cenderung meningkat pada

perlakuan dengan air yang minimum, meskipun perbedaannya tidak signifikan.

Menurut Sulistyowati (2001), kopi Robusta memiliki body yang lebih tinggi

meskipun aroma dan perisanya lebih rendah dibandingkan kopi Arabika. Nilai

bitterness pada Kopi Sidomulyo lebih tinggi daripada Kopi Kaliwining. Menurut

Sivetz dan Foote (1973); Ciptadi dan Nasution (1985), bitter adalah rasa pahit

yang tidak enak seperti kina. Bitter merupakan ciri khas kopi Robusta karena

kandungan kafein yang tinggi dan aromanya yang tidak sekuat Arabika.

Page 30: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

152

Terdapat perbedaan pola biji kopi hasil perlakuan olah basah (dari Kebun

Kaliwining) dan biji kopi dari Kebun Sidomulyo (Wsmo). Biji kopi Kaliwining

hasil pengolahan basah memiliki pola bitterness yang menurun dan peningkatan

body kecuali pada kopi yang berasal dari panen rampasan, meskipun

perubahannya tidak signifikan. Sebaliknya, biji kopi Sidomulyo pengolahan

basah menunjukkan peningkatan bitterness dan body dengan perubahan cukup

signifikan. Akan tetapi, body yang merupakan ciri khas kopi Robusta, rata-rata

menunjukkan peningkatan karena pengolahan basah. Clifford dan Wilson (1985)

menyatakan bahwa proses pengolahan kopi secara basah atau kering tidak

mempengaruhi bitterness dari kopi. Namun demikian hasil yang diperoleh

menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini diperkirakan karena bitterness terutama

dipengaruhi oleh kandungan padatan terlarut pada kopi, kafein, dan asam

klorogenat (chlorogenic acid) yang juga mempengaruhi astringency kopi.

0

2

4

6

8

10

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Nil

ai U

ji

Persentase Minimisasi Air

Astringency Q.Aftertaste I.Aftertaste Clean cup

Panen Puncak Panen Rampasan Kontrol

Gambar 55 Uji cita rasa untuk astringency, aftertaste, dan clean cup kopi Keterangan: Q = kualitas, I = intensitas

Uji cita rasa juga dilakukan pada parameter astringency, aftertaste, dan

clean cup (Gambar 55.). Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), astringent

adalah flavor yang menyebabkan wajah mengkerut karena sepat. Astringency,

merupakan sebuah rasa yang kering, asam, asin dan umumnya menimbulkan

sensasi tidak menyenangkan yang terdeteksi sebagian besar sisi lidah. Konsumen

dapat mengartikan astringency sebagai atribut asin ataupun atribut pahit.

Aftertaste adalah suatu rasa yang tertinggal dimulai lebih lama dari biasanya

Page 31: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

153

setelah meminum kopi. Clean cup menurut Sweet Maria’s Coffee Glossary

(2011) mengacu pada flavor kopi yang bebas dari cacat dan tercemar. Misalnya

bebas dari flavor buah terfermentasi, bebas dari aroma tanah, dan aroma kuat yang

timbul dari cacat biji kopi.

Sebagaimana bitterness, pola astringency kopi hasil pengolahan basah

cenderung menurun. Meskipun komponen yang terutama mempengaruhi

astringency adalah kafein dan chlorogenic acid, tetapi kepastian perubahan kedua

komponen ini karena faktor pengolahan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Selain itu, komponen kimia kopi lainnya meskipun dalam skala kecil turut

mempengaruhi bitterness dan astringency. Pengolahan basah tidak merubah

kualitas dan intensitas aftertaste pada kopi Kaliwining. Intensitas aftertaste kopi

Sidomulyo juga tidak menunjukkan perubahan, akan tetapi kualitas aftertaste

cenderung meningkat karena pengolahan basah. Nilai clean cup pada Kopi

Sidomulyo menunjukkan kenaikan cukup signifikan dibandingkan Kopi

Kaliwining.

0

2

4

6

8

10

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Nil

ai U

ji

Persentase Minimisasi Air (%)

Preference Balance

Panen Puncak Panen Rampasan Kontrol

Gambar 56 Uji cita rasa untuk balance dan preference kopi

Parameter cita rasa kopi Robusta berikutnya adalah balance dan preference

(Gambar 56). Balance pada cup test menunjukkan adanya keharmonisan

ataupun keseimbangan terminologi rasa yang jelas dan sulit untuk diungkapkan.

Keharmonisan juga menunjukkan adanya proporsionalitas dalam kualitas dan

karakter yang mild/ringan tanpa adanya dominasi (Sweet Maria’s Coffee

Glossary, 2011). Keseimbangan merupakan kombinasi antara flavor dan sensasi

Page 32: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

154

tekstural atau antara aftertaste dan flavor pada kopi seduhan. Preference

menunjukkan kesukaan ataupun kecenderungan terhadap kopi seduhan. Nilai

preference dapat digunakan untuk menggambarkan keinginan atau pemilihan

konsumen secara umum terhadap mutu kopi seduhan.

Penilaian atribut balance dan preference menunjukkan pola seragam.

Terdapat kecenderungan dari panelis ahli untuk memilih kopi hasil pengolahan

basah. Perlakuan minimisasi air pada proses pencucian biji kopi yang

menurunkan kesan clean cup pada kopi Kaliwining tidak mempengaruhi

preference panelis. Bahkan terdapat kecenderungan panelis memilih kopi

seduhan dari biji kopi dengan perlakuan air pencucian minimal (67%) yang

ditunjukkan dengan nilai tinggi pada preference.

Berdasarkan hasil uji mutu fisik, perlakuan minimisasi air 67% dan 73%

merupakan pilihan untuk menerapkan modifikasi olah basah berbasis minimisasi

air pada pengolahan kopi. Hasil uji cita rasa secara keseluruhan menunjukkan

bahwa perlakuan minimisasi air tidak secara signifikan mempengaruhi mutu kopi

seduhan. Panelis tetap memilih kopi yang berasal dari hasil pengolahan basah

meskipun diolah dengan air minimal. Untuk mengetahui lebih jauh pengaruh

pengolahan basah terhadap seduhan kopi digambarkan dalam bentuk diagram

sarang (nest diagram).

75

80

85

90

95

38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo

Nil

ai U

ji C

ita

Ra

sa

Persentase Minimisasi Air (%) Total Nilai

Ch

oco

,v.b

itte

r, m

ild

Ch

o, d

irty

, ast

r,a

.ta

ste

, fl

at

cho

co,v

.bit

ter,

ast

rin

ge

nt

dir

ty, a

ga

k f

lat

go

og

, bit

t, a

.ta

ste

,h

ig

h b

od

y,

bu

tte

ry

ag

ak

fla

t, c

lea

n

ast

ra

.ta

ste

, fl

at,

mil

d

cho

co, n

uty

, a

ga

kfl

at

flo

ral,

he

rba

l

me

dic

ina

l, e

art

hy

cho

co,a

ga

k f

lat

KontrolPanen puncak Panen rampasan

Gambar 57 Total penilaian uji cita rasa kopi

Page 33: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

155

0

2

4

6

8Q.Aroma

Q.Flavor

Preference

Bitterness

Body

Clean

Astringency

Balance

67% DKwg 73%

Gambar 58 Diagram sarang cita rasa kopi olah kering dan olah basah terpilih

Perlakuan minimisasi air 67% pada buah kopi yang diperoleh saat panen

puncak menunjukkan nilai atribut flavor, balance dan aroma yang lebih baik

dibandingkan kopi olah kering (DP Kwg) dan perlakuan minimisasi air 73% dari

buah kopi saat panen puncak. Meskipun untuk atribut clean, ternyata kopi olah

kering memiliki nilai lebih tinggi. Akan tetapi karena preference konsumen dan

secara keseluruhan atribut perlakuan 67% lebih disukai dibandingkan sampel yang

lain, maka perlakuan 67% menjadi pilihan untuk penerapan perlakuan olah basah

dengan minimisasi air.

0

2

4

6

8Q.Aroma

Q.Flavor

Preference

Bitterness

Body

Clean

Astringency

Balance

67%

73%

38%

Gambar 59 Diagram sarang cita rasa kopi perlakuan minimisasi air terpilih

Page 34: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

156

0

2

4

6

8Q.Aroma

Q.Flavor

Preference

BitternessBody

Clean

Balance

DSmo

WSmo

Gambar 60 Diagram sarang cita rasa kopi olah kering dan olah basah Sidomulyo

Perbandingan antara perlakuan minimisasi air dalam bentuk diagram sarang

(Gambar 59) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam aplikasi

pengolahan basah yang menggunakan prinsip hemat air (67%, 73%) dan air yang

lebih banyak (38%). Minimisasi air dapat dilakukan dengan batasan penggunaan

air proses yang tidak menyebabkan kerusakan atau cacat biji pada saat

pengolahan.

Analisis cita rasa kopi Sidomulyo menunjukkan perbedaan yang signifikan

penerapan pengolahan basah terhadap mutu kopi rakyat (Gambar 60). Secara

keseluruhan, atribut cita rasa kopi olah basah (WP Smo) menunjukkan

peningkatan cita rasa yang signifikan dibandingkan kopi olah kering (DP Smo).

Pengolahan basah dapat meningkatkan cita rasa clean dan bright

(Sulistyowati 2001). Akan tetapi jika pengolahan kurang baik, akan menimbulkan

cacat cita rasa seperti sour dan fermented. Kopi hasil olah kering umumnya

menghasilkan biji kopi dengan mutu tidak konsisten. Cita rasanya akan lebih baik

bila sebelum pengeringan buah dipecah terlebih dahulu (Illy dan Viani 1995 diacu

dalam Sulistyowati 2001), seperti yang dilakukan kebanyakan petani di Jawa

Timur. Pengolahan kering yang kurang baik dapat menimbulkan cacat cita rasa,

seperti earthy, mouldy, dan musty. Akan tetapi bila pengolahan cara kering

dilakukan dengan baik, dapat menghasilkan body lebih tinggi (Sivetz dan

Desrosier 1979).

Page 35: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

157

6.3.3. Analisis Emisi Proses Pengolahan Kopi Modifikasi Olah Basah

Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan emisi bahan bakar yang

dibuang ke lingkungan jika menggunakan 2 jenis bahan bakar yang berbeda yaitu

solar dan biodiesel. Biodiesel merupakan campuran antara bahan bakar solar dan

biofuel yang berasal dari residu pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dengan

perbandingan 80% : 20%.

Pemilihan bahan bakar yang ramah lingkungan dapat meningkatkan

keberlanjutan proses pengolahan terutama dari dimensi ekologi. Berdasarkan

indikator keberlanjutan dimensi lingkungan, terdapat 3 indikator yang akan

terpengaruh melalui penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan, yaitu (1)

indikator manajemen energi, (2) indikator pengurangan polusi, dan (3) indikator

penyimpanan karbon. Penggunaan bahan bakar biodiesel merupakan salah satu

upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar solar, yang akan

meningkatkan nilai keberlanjutan indikator manajemen energi.

Pengukuran emisi yang dihasilkan dari mesin pengupasan (pulper) dan

pencucian (washer) dengan menggunakan 2 jenis bahan bakar yaitu solar dan

biodiesel. Tingkat emisi yang rendah dari bahan bakar biodiesel dapat

mengurangi dampak pencemaran udara dan efek rumah kaca. Penggunaan

biodiesel pada proses pengupasan buah dan pencucian biji kopi mampu

mengurangi tingkat emisi hingga 40% (Gambar 61.).

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

50 74 90 57 70 81

Emis

i CO

2(g

r/to

n)

Persentase Minimisasi Air (%)

Emisi Solar Emisi Biodiesel

WASHERPULPER

Gambar 61 Perbandingan penggunaan bahan bakar dan emisi CO2

Page 36: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

158

0

20

40

60

80

Solar Biodiesel Solar Biodiesel

Pulper Washer

Emis

i CO

2(%

)

Putaran mesin awal Putaran mesin konstan

Gambar 62 Perbandingan emisi CO2 pada putaran mesin

Putaran mesin yang tinggi pada awal proses dapat meningkatkan emisi CO2

ke lingkungan hingga 50% terutama pada mesin pencucian (washer).

Pemanfaatan biodiesel berpengaruh menurunkan tingkat emisi karena putaran

mesin awal hingga 30% (Gambar 62).

Penurunan emisi ke lingkungan berarti mengurangi polusi yang dapat

meningkatkan nilai keberlanjutan. Upaya mengurangi emisi ke lingkungan dari

proses pengolahan yang menggunakan pembakaran juga berarti upaya

mengurangi terbuangnya gas karbondioksida ke udara yang merupakan bagian

penilaian terhadap indikator penyimpanan karbon. Mengingat aspek penggunaan

biodiesel pada desain proses pengolahan kopi yang berbasis produksi bersih ini

masih merupakan studi awal, sehingga perlu dilakukan kajian lanjut mengenai

pemanfaatan alternatif bahan bakar nabati ataupun energi ramah lingkungan lain

yang dapat digunakan pada proses pengolahan kopi rakyat untuk meningkatkan

status keberlanjutannya.

6.4. Kesimpulan

Teknologi olah basah secara umum mampu meningkatkan cita rasa kopi

seduhan apabila dibandingkan dengan pengolahan kering. Berdasarkan uji mutu

fisik dan uji citarasa pada seduhan kopi, modifikasi teknologi olah basah dengan

meminimalkan air proses dapat mempertahankan mutu kopi Robusta rakyat jika

dibandingkan pengolahan basah konvensional. Perlakuan minimisasi air pada

proses pengupasan maupun pencucian hingga taraf tertentu dapat dilakukan tanpa

mempengaruhi mutu biji kopi. Perlakuan minimisasi air proses pengupasan

Page 37: VI. DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN ... · Upaya untuk mengurangi volume limbah cair atau minimisasi input air proses pada ... volume input dan output per ... (90%) perlakuan

159

hingga 74% dari volume air awal 3 m3 atau sebesar 0,784 m

3/ton buah kopi dan

minimisasi air proses pencucian hingga 57% atau kombinasi perlakuan

menghasilkan penurunan minimisasi air total sebesar 67% (volume air 2,987 -

3,345 m3/ton buah kopi) merupakan batasan minimal air dalam pengolahan basah

kopi. Pada kombinasi perlakuan tersebut, cita rasa seduhan lebih disukai

dibandingkan kopi yang berasal dari perlakuan dengan volume air proses lebih

banyak.

Upaya pemanfaatan bahan bakar yang terbarukan atau biodiesel dalam

pengolahan kopi basah terbukti mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)

yang dibuang ke lingkungan. Pemanfaatan biodiesel ataupun bahan bakar nabati

yang lebih ramah lingkungan selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan status

keberlanjutan terutama pada dimensi lingkungan.