Upload
tri-rahma
View
256
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
m
Citation preview
1
LAPORAN AKHIR
Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan
(Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan
Kualitas Makanan Olahan
di Banjarnegara
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN
Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan
Kode Produk Target : 1.05
Kode Kegiatan : 1.05.02
Peneliti Utama : Dr. Suparlan, M.Agr
BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
Situgadung, Tromol Pos 2, Serpong 15310 Tangerang Banten
Telp: (021) 70936787/Fax. (021) 71695437
E-mail: [email protected]
2012
SIDa.X.6
2
LEMBAR IDENTITAS DAN LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan
Ringan (Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner)
untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di
Banjarnegara
Fokus Bidang Prioritas : 1. Ketahanan Pangan
2. Sumber energi baru dan terbarukan
3. Teknologi dan manajemen transfortasi
4. Teknologi informasi dan komunikasi
5. Teknologi pertahanan dan keamanan
6. Teknologi kesehatan dan obat
Kode Produk Target :
Kode Kegiatan :
Lokasi Penelitian : Serpong dan Lampung
Penelitian Tahun Ke- : 1 (satu)
A. Lembaga Pelaksana Penelitian
Nama Peneliti Utama Dr. Suparlan, M.Agr.
Nama Lembaga/Institusi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
Unit Organisasi Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
Alamat Situgadung Tropol Pos 2, Serpong-15310, Tangerang, Banten Telepon : (021) 537 6780, 537 6810, 537
6787, 7093 6787 Fax : (021) 537 6784, 7169 5497 e-mail : [email protected]
B. Lembaga Lain yang Terlibat
Nama Pimpinan
Nama Lembaga
Alamat
Telepon/HP/Faximile/e-mail
3
Jangka Waktu Kegiatan : 1 (satu) Tahun
Biaya Tahun Ke-1 : Rp. 200.000.000,-
Biaya Tahun Ke-2 : Rp. -
Total Biaya : Rp. 200.000.000,-
Rekapitulasi Biaya Tahun yang Diusulkan
No. Uraian Jumlah (Rp)
1. Gaji dan Upah Rp. 70.400.000
2. Bahan Habis Pakai Rp. 69.400.000
3. Perjalanan Rp. 52.800.000
4. Lain-lain Rp. 7.400.000
Jumlah biaya tahun yang diusulkan Rp. 200.000.000
Mengetahui:
Kepala Balai Besar Penanggung Jawab Kegiatan,
Pengembangan Mekanisasi Pertanian,
Dr. Ir. Astu Unadi, M.Eng. Dr. Ir. Suparlan, M.Agr. NIP. 19561025 198503 1 001 NIP. 19670403 199303 1 001
4
PRAKATA
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas ijinnnya sehingga kegiatan
penelitian dengan judul “Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan
(Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan
Olahan di Banjarnegara”, dapat dilaksanakan dengan baik dan laporan akhir kegiatan
dapat disusun tepat waktu.
Laporan ini meliputi pendahuluan, metodologi kegiatan, hasil kegiatan dan
pembahasan, serta kesimpulan. Kami sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kami sangat terbuka apabila ada kritik dan saran sebagai
masukan yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan kegiatan penelitian ini .
Kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam kegiatan ini, baik
berupa tenaga maupun pikiran kami ucapkan terima kasih.
Serpong, Oktober 2012
Tim Kegiatan
5
EXECUTIVE SUMMARY
Buah-buahan dan sayuran pada umumnya bersifat musiman, dikonsumsi
dalam bentuk segar, dan mudah rusak (perishable) setelah dipanen dengan
tingkat kerusakan mencapai 25-40%. Pada musim panen, produksinya melimpah
sehingga tidak terserap pasar dan harganya turun. Masalah tersebut
mengakibatkan lemahnya posisi tawar petani dalam menjual produknya. Salak,
pisang, dan kentang merupakan produk hortikultura unggulan di Kabupaten
Banjarnegara. Untuk meningkatkan umur simpan dan nilai tambah produk tersebut
setelah dipanen, salah satunya melalui pengolahan dalam bentuk keripik.
Pengolahan keripik buah seperti salak, nangka, pisang dilakukan dengan
menggunakan mesin penggoreng vakum (vacuum fryer), sedangkan pengolahan
keripik kentang dilakukan dengan penggorengan biasa (deep fryer). Keripik hasil
penggorengan secara vakum memiliki rasa, aroma dan kandungan nutrisi seperti
buah segar serta tekstur renyah sehingga disukai konsumen. Namun demikian
mesin penggoreng vakum belum banyak dimanfaatkan oleh pengrajin makanan
olahan khususnya di Kabupaten Banjarnegara, karena teknologinya belum sesuai
dengan kebutuhan pengguna. Penyebabnya antara lain kapasitasnya besar (10
kg/proses), kebutuhan minyak goreng cukup banyak sekitar 60 liter, dan
kebutuhan listrik mencapai 1500 Watt. Demikian juga alat penggoreng keripik
kentang (deep fryer) yang sudah ada di kelompok tani di Kecamatan Pejawaran,
Kab. Banjarnegara, kebutuhan minyak goreng cukup banyak mencapai 25 liter,
sedangkan alat peniris minyak (spinner) belum berfungsi dengan baik. Sehingga
kedua unit alat tersebut (deep fryer dan spinner) belum dimanfaatkan. Pengolahan
keripik kentang masih dilakukan secara tradisional menggunakan wajan
penggorengan biasa, sehingga kualitas keripik yang dihasilkan bervariasi karena
suhu dan waktu penggorengan tidak dapat dikontrol dengan baik.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan
menerapkan teknologi pengolahan makanan ringan yang terdiri dari vakum fryer,
deep fryer, dan spinner untuk meningkatkan kualitas makanan olahan di
Kabupaten Banjarnegara. Penerapan alat dan mesin tersebut dilakukan di dua
lokasi pengrajin makanan ringan. Satu paket vacuum fryer dan spinner digunakan
untuk pengolahan keripik buah dan ditempatkan di desa Pingit, Kec.Rakit,
sedangkan satu paket deep fryer dan spinner digunakan untuk pengolahan keripik
kentang dan ditempatkan di Desa Grogol, Kec. Pejawaran, Kab. Banjarnegara.
Kegiatan penelitian ini meliputi identifikasi kebutuhan teknologi oleh pengrajin
terkait, pembuatan prototipe, pengujian laboratorium, pengiriman dan penyerahan
alat dan mesin ke Bappeda dan lokasi penerapan, pengujian lapang, demo
penggunaan dan pengoperasian, dan sosialisasi alat dan mesin di masing-masing
lokasi penempatan.
Tahapan pelaksanaan kegiatan dimulai dari identifikasi kebutuhan teknologi
yang sesuai dengan kondisi spesifik pengrajin makanan olahan di Banjarnegara
6
yang akan berperan sebagai pengguna teknologi. Ada dua lokasi pengrajin yaitu
di desa Pingit, Kec.Rakit dan di Desa Grogol, Kec. Pejawaran, Kab. Banjarnegara.
Tahap yang kedua adalah perakitan atau penggandaan prototipe alat dan mesin
yang sesuai dengan kebutuhan calon pengguna. Kegiatan ini dilaksanakan di
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), Serpong. Mesin
penggoreng vakum yang dikembangkan yaitu kapasitas mesin sekitar 4 kg/proses
dengan kebutuhan minyak goreng 20-25 liter, dan kebutuhan daya listriknya
sekitar 850 Watt. Mesin tersebut dilengkapi dengan satu unit spinner yang
berfungsi untuk meniriskan minyak pada keripik buah hasil penggorengan.
Sedangkan alat penggoreng biasa (deep fryer) untuk kentang memiliki kapasitas
2-3 kg/proses yang dilengkapi dengan unit pengatur suhu. Tabung penggorengan
berbentuk silinder vertikal yang ukurannya sama dengan tabung dari spinner dan
dipasang sedemikian rupa sehingga tabung penggoreng mudah dilepas dan
dipasang ke poros peniris, demikian juga sebaliknya tabung peniris mudah dilepas
dan dipasang ke poros penggoreng. Sehingga proses penggorengan menjadi
lebih praktis dan cepat. Prototipe alat dan mesin yang telah selesai dirakit
sebelum dikirim ke lokasi penempatan diuji terlebih dahulu di Laboratorium Pasca
Panen BBP Mektan untuk menilai kinerja mesin. Protipe mesin yang telah teruji
kemudian dikirim dan diserahkan ke Bappeda Kab. Banjarnegara dan selanjutnya
penempatan di masing-masing lokasi penerapan yang telah terpilih. Kegiatan
selanjutnya adalah pelaksanaan demo penggunaan dan pengoperasian alat dan
mesin (alsin) di dua lokasi penerapan yaitu di desa Pingit, Kec Rakit, dan Desa
Grogol, Kec. Pejawaran, Kab Banjarnegara. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut
melibatkan dan berkoordinasi dengan Bappeda dan kelompok pengrajin makanan
olahan.
Anggaran kegiatan penelitian telah dikelola dan dimanfaatkan secara efisien
dan efektif untuk pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan yang
meliputi: 1) koordinasi dengan unit kerja lain yang terkait seperti Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Balitbangda Jawa Tengah, dan
Bappeda Kab. Banjarnegara; 2) identifikasi dan survey lapang ke industri kecil
pengolahan makanan ringan di Banjarnegara; 3) pengadaan prototipe mesin
penggoreng vakum (vacuum fryer), deep fryer, dan spinner; 4) pengujian
laboratorium vacuum fryer, deep fryer, dan spinner; 5) pengiriman dan
penyerahan prototipe alat dan mesin ke Bappeda Kab. Banjarnegara; 6)
penempatan paket alat dan mesin, pengujian lapang dan demo penggunaan serta
pengoperasiannya di dua lokasi penerapan yaitu di desa Pingit, Kec Rakit, dan
Desa Grogol, Kec. Pejawaran, Kab Banjarnegara; 7) pembayaran honor peneliti
dan perakayasa serta personil yang terlibat dalam pelaksana kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan penerapan alat dan mesin pengolahan makanan
ringan dilakukan dengan bekerjasama antara Kementerian Ristek, Balitbangda
Jawa Tengah, Bappeda Kab. Banjarnegara, dan kelompok pengrajin makanan
olahan. Pemilihan teknologi yang dikembangkan telah disesuaikan dengan
kebutuhan calon pengguna di dua lokasi yang berbeda yaitu di kelompok
pengrajin makanan ringan di desa Pingit, Kec Rakit dan kelompok pengrajin
7
keripik kentang di desa Grogol, Kec. Pejawaran. Prototipe yang telah diaplikasikan
dan disosialisaikan adalah satu unit vacuum fryer dilengkapi dengan spinner yang
digunakan untuk pengolahan keripik buah seperti salak, pisang dan nangka, dan
satu unit deep fryer dilengkapi dengan spinner yang digunakan untuk pengolahan
keripik kentang. Hasil uji di lapang menunjukkan bahwa kapasitas mesin
penggoreng vakum sekitar 4 kg buah segar (nangka dan salak), dengan volume
minyak goreng yang dibutuhkan 20-25 liter dan daya listrik yang dibutuhkan
sekitar 850 Watt. Lama penggorengan buah sekitar 90-105 menit, dengan suhu
penggorengan berkisar antara 64-97 ºC dan tekanan vakum di dalam tabung
penggorengan sekitar 540-720 mmHg. Rendemen keripik yang dihasilkan untuk
buah nangka dan salak masing-masing adalah 29,4% dan 23,7%, dengan kadar
air akhir keripik masing-masing 5,01% dan 4,14%. Konsumsi bahan bakar gas
LPG rata-rata 0,3 kg/jam. Sedangkan pada uji coba deep fryer dan spinner untuk
pengolahan keripik kentang menunjukkan bahwa kapasitas alat penggoreng
sebesar 2-3 kg/proses, dengan suhu penggorengan antara 150-160 ºC dan lama
penggorengan sekitar 10 menit. Keripik kentang hasil penggorengan kemudian
ditiriskan dengan spinner selama 3 menit untuk mengurangi kandungan minyak
yang menempel pada permukaan keripik. Konsumsi bahan bakar gas sebesar 0,3
kg/jam. Secara teknis kedua prototipe alat dan mesin yang telah diterapkan dapat
bekerja secara baik dan menghasilkan keripik buah dengan mutu yang baik.
Secara ekonomi penerapan dan penggunaan alat mesin pengolahan makanan
ringan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C ratio dan break event point
(BEP) untuk mesin penggoreng vakum adalah 1,15 dan 3,01 tahun, sedangkan
untuk deep fryer adalah 1,24 dan 0,6 tahun.
Berdasarkan hasil kinerja teknis maupun ekonomi dari mesin penggoreng
vakum dan deep fryer serta adanya ketersediaan bahan baku buah salak dan
kentang yang cukup melimpah di Kabupaten Banjarnegara, maka kedua prototipe
alat dan mesin tersebut memiliki peluang dan potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan di wilayah tersebut. Mesin penggoreng vakum dan spinner yang
diterapkan telah disesuaikan dengan kebutuhan spesifik lokasi dari pengrajin
makanan setempat, dimana kebutuhan minyak goreng dan daya listriknya cukup
rendah dibandingkan dengan mesin penggoreng vakum yang sudah ada, serta
kapasitas penggorengannya tidak terlalu besar sehingga biaya operasionalnya
tidak terlalu besar. Demikian juga deep fryer dan spinner yang diterapkan untuk
pengolahan keripik kentang telah disesuaikan dengan kebutuhan dari pengrajin
keripik kentang. Alat penggoreng ini memiliki kelebihan dimana keranjang tabung
penggoreng dan keranjang tabung peniris berukuran sama dan kedua keranjang
tersebut dalam pemakaiannya dapat saling ditukar sehingga dapat mempercepat
proses penggorengan dan penirisan. Disamping itu alat ini dilengapi dengan
sistem kontrol suhu untuk mengatur suhu penggorengan kentang sehingga dapat
dihasilkan keripik kentang yang seragam.
8
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan memiliki peluang untuk diekspor. Produk buah-buahan di
Indonesia pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan masih sedikit
yang diolah ke dalam bentuk makanan olahan. Karena buah-buahan bersifat
musiman dan mudah rusak (perishable) setelah dipanen, maka harga jual produk
mengalami penurunan yang sangat signifikan pada saat musim panen raya dan
tingkat kehilangan hasil tinggi mencapai 25-40%. Sebagian tanaman buah-buahan
bersifat musiman atau tidak berbuah sepanjang tahun. Pada saat musim panen,
produksi buah melimpah, namun di luar musim panen, buah sulit ditemukan.
Kondisi tersebut menyebabkan nilai ekonomi beberapa komoditas buah pada
musim panen sangat rendah, bahkan terkadang tidak memiliki nilai ekonomi sama
sekali (Hasan et al. 2005). Hal tersebut mengakibatkan petani selalu berada pada
posisi tawar yang lemah ketika berhadapan dengan pasar (pedagang). Untuk itu
diperlukan upaya yang dapat menjamin stabilitas permintaan dan harga sekaligus
meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan petani.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan umur simpan dan pemanfaatan
buah yang BS serta memberikan nilai tambah produk buah-buahan adalah
dengan melakukan pengolahan buah-buahan menjadi keripik. Keripik buah
merupakan makanan ringan yang menyehatkan karena kandungan seratnya
tinggi. Pengolahan keripik buah dapat dilakukan dengan menggunakan
penggorengan biasa dengan pencelupan pada minyak goreng pada tekanan
atmosfir (deep frying) atau dengan penggorengan pada tekanan rendah (vacuum
frying). Cara penggorengan keripik buah tergantung pada jenis buah dan tingkat
kandungan air buah. Untuk buah-buahan yang kandungan airnya tinggi seperti
buah nangka, nenas, pepaya, dan salak, penggorengannya dilakukan dengan
menggunakan vacuum frying. Dengan berkembangnya teknologi penggorengan
vakum, terdapat peluang untuk menghasilkan keripik buah yang memiliki rasa dan
aroma seperti buah aslinya, tekstur renyah, serta nilai gizinya relatif dapat
dipertahankan karena proses penggorengan berlangssung pada suhu relatif
rendah.
9
Mesin penggoreng vakum (vacuum frying) dapat mengolah komoditas peka
panas seperti buah-buahan menjadi hasil olahan berupa keripik (chips), seperti
keripik nangka, keripik apel, keripik salak, keripik pisang, keripik nenas, keripik
melon, keripik salak, dan keripik pepaya. Dibandingkan dengan penggorengan
secara konvensional, sistem vakum menghasilkan produk yang jauh lebih baik
dari segi penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah aslinya
(Siregar et al. 2004; Departemen Pertanian 2008; Enggar 2009). Pada kondisi
vakum, suhu penggorengan dapat diturunkan menjadi 80−90°C karena titik didih
minyak mengalami penurunan. Dengan demikian, kerusakan warna, aroma, rasa,
dan nutrisi pada produk akibat panas dapat dihindari. Selain itu, kerusakan minyak
dan akibat lain yang ditimbulkan karena suhu tinggi dapat diminimalkan karena
proses dilakukan pada suhu dan tekanan rendah.
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah menghasilkan
prototipe mesin penggoreng vakum untuk pembuatan keripik buah sejak tahun
1998 (Suparlan, et. al., 1998). Dengan berkembangnya prototipe mesin
penggoreng vakum, maka telah banyak penelitian dan pengkajian pengolahan
keripik buah dengan menggunakan penggoreng vakum (Rustan Massinai, 2005;
Antarlina dan Y. Rina, 2005; Kamsiati, E., 2010). Hasil kajian menunjukkan bahwa
pengolahan buah-buahan seperti nenas, nangka, pepaya, pisang, dan salak
menjadi keripik buah dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan nilai
tambah produk. Oleh karena itu untuk mendorong pengembangan idustri kecil
pengolahan makanan ringan, maka perlu dikembangkan dan diterapkan mesin
penggoreng vakum yang disuaikan dengan kapasitas produksi industri kecil dan
ketersediaan bahan baku produk di spesifik lokasi.
1.2. Pokok Permasalahan
Beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya pengembangan alat
mesin pengolah makanan ringan berbasis buah-buahan adalah sebagai berikut :
1). Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan memiliki peluang untuk diekspor, 2). Tingginya produksi
berbagai macam buah di Kabupaten Banjarnegara terutama pada saat panen raya
tapi memiliki harga yang murah bahkan tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali,
3). Keberadaan buah-buahan bersifat musiman dan mudah rusak (perishable)
setelah dipanen, dan memiliki tingkat kehilangan hasil tinggi mencapai 25-40%. 4).
10
Sebagian tanaman buah-buahan bersifat musiman atau tidak berbuah sepanjang
tahun, menyebabkan pada saat musim panen, produksi buah melimpah, namun di
luar musim panen, buah sulit ditemukan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas berdampak pada semakin
lemahnya posisi tawar petani ketika berhadapan dengan pasar (pedagang). Untuk
itu diperlukan upaya yang dapat menjamin stabilitas permintaan dan harga
sekaligus meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan petani. Salah satu
alternatif untuk meningkatkan umur simpan dan pemanfaatan buah serta
memberikan nilai tambah produk buah-buahan adalah dengan melakukan
pengolahan buah-buahan menjadi keripik.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan kegitan ini adalah mengembangkan dan menerapkan
paket teknologi pengolahan makanan ringan (snack food) yang terdiri dari alat
penggoreng vakum, deep frying, dan spinner untuk mendukung pengembangan
industri kecil makanan olahan dan meningkatkan kualitas makanan olahan di
Kabupaten Banjarnegara.
1.4. Metodologi Pelaksanaan
1.4.1. Lokus Kegiatan
Kegiatan pengembangan prototipe alat dan mesin pengolahan makanan
ringan ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
(BBPMP) Serpong. Sedangkan penerapan, uji adaptasi, pelatihan dan sosialisasi
penggunaan alat dan mesin pengolahan makanan ringan dilaksanakan di dua
lokasi pengembangan yang telah ditentukan, yaitu di desa Pingit, Kec. Rakit
sebagai sentra penghasil makanan ringan dan memiliki potensi buah-buahan yang
melimpah, seperti salak pondoh, pisang, dan jambu biji merah, dan desa kedua
adalah desa Grogol, Kec. Pejawaran, Kab. Banjarnegara sebagai sentra kluster
kentang di Kab. Banjarnegara. Pemilihan kedua desa tersebut terkait dengan hasil
identifikasi kebutuhan dan potensi wilayah yang dimiliki kedua desa tersebut.
11
1.4.2. Fokus Kegiatan
Fokus kegiatan ini adalah pengembangan dan penerapan prototipe alat dan
mesin pengolah makanan ringan yang terdiri dari satu paket mesin penggoreng
vakum yang dilengkapi dengan spinner, serta satu paket penggoreng biasa (deep
fryer) yang dilengkapi dengan spinner. Untuk selanjutnya prototipe hasil
pengembangan tersebut akan diterapkan dan disosialisasikan di dua sentra
industri makanan ringan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosialisasi
dilakukan pelatihan cara pengoperasian dan penggunaan prototipe alat dan mesin
kepada kelompok pengrajin makanan olahan.
1.4.3. Bentuk Kegiatan
Secara keseluruhan kegiatan ini terdiri dari beberapa kegiatan utama yang
dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga mencapai maksud dan tujuan.
Secara rinci kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi kebutuhan alsin pengolahan makanan yang sesuai
dengan kebutuhan industri makanan olahan di Kabupaten Banjanegara
serta menentukan lokasi penempatan.
2. Menentukan alsin pengolahan makanan yang sesuai dengan spesifik lokasi
di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak
Bappeda Kabupaten Banjarnegara.
3. Mengembangkan dan menerapkan paket alsin teknologi pengolahan
makanan ringan di Kabupaten Banjarnegara di Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian;
4. Melakukan pengujian fungsional, pengujian laboratorium, pengujian lapang
dan pengujian adaptasi alsin pengolahan makanan ringan. Pengujian
adaptasi dilakukan di sentra industri pengolahan makanan di Kabupaten
Banjarnegara yang telah ditentukan.
5. Melakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan alat pengolahan makanan
ringan kepada pengrajin makanan olahan;
6. Melakukan analisis ekonomis penerapan alsin pengolahan makanan
ringan.
12
BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan ristek pengembangan makanan ringan ini meliputi
beberapa tahap. Di dalam pelaksanaan riil lapangan ada beberapa aspek yang
menjadi hambatan atau kendala meskipun tidak signifikan mempengaruhi hasil
kegiatan. Secara garis besar tahapan kegiatan dapat dilihat pada bagan alir
seperti di bawah ini.
Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Identifikasi dan survey lokasi pengembangan alsin
- Kondisi industri kecil
makanan
- Potensi bahan baku wilayah
- Jenis alsin yang sudah ada
- Calon pengguna dan lokasi
Penetuan kapasitas alsin sesuai spesifik lokasi
Koordinasi dan sosialisasi penerapan teknologi
vacuum frying, deep frying, spinner
Pengembangan prototipe alsin yang akan diintroduksikan
Pengujian Lab paket teknologi alsin terpilih
Penerapan paket teknologi alsin pada tingkat industri
kecil di Banjarnegara
Uji adaptasi, pelatihan, sosialisasi dan evaluasi penerapan paket alsin
Analisis teknis ekonomis
Rekomendasi pengembangan dan
penerapan paket teknologi aslin
Modifikasi alsin
13
2.1.1. Perkembangan Kegiatan
Perkembangan tiap tahap pelaksanaan kegiatan ristek ini secara rinci
sebagai berikut :
1. Kegiatan identifikasi kebutuhan alsin. Kegiatan ini dilakukan di awal termin
pertama dengan melibatkan pihak Bappeda Kabupaten Banjarnegara yang
bertujuan untuk menentukan lokasi penempatan alsin dan untuk
menghimpun informasi terkait dengan kebutuhan teknologi. Bentuk
kegiatannya adalah berupa diskusi dan koordinasi dengan pihak Bappeda
dilanjutkan dengan mengunjungi beberapa sentra industri pengolahan
makanan olahan dan berdasarkan hasil diskusi dengan pelaku usaha
tersebut terpilihlah lokasi penempatan alsin serta terangkum beberapa opsi
alsin yang sesuai dengan kebutuhan industri makanan olahan di Kabupaten
Banjanegara.
2. Kegiatan menentukan jenis alsin yang akan diterapkan. Berdasarkan
berbagai pertimbangan dan hasil diskusi bersama Bappeda Kab.
Banjarnegara, maka hasil keputusannya adalah akan dikembangkannya
dua paket alsin yang akan dihibahkan ke dua sentra lokasi. Alsin tersebut
adalah satu paket penggoreng vakum dan spinner serta satu paket deep
fryer dan spinner.
3. Kegiatan pengembangan prototipe alsin. Setelah ditentukan jenis alsin
yang akan dikembangkan, maka selanjutnya dilakukan pabrikasi alsin
tersebut. Kegiatan pabrikasi ini meliputi kegiatan perancangan desain dan
pabrikasi alsin. Kegiatan pabrikasi dilakukan di Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), Serpong.
4. Kegiatan pengujian alsin. Melakukan pengujian fungsional, pengujian
laboratorium, pengujian lapang dan pengujian adaptasi alsin pengolahan
makanan ringan.
a. Pengujian fungsional dilakukan setelah alsin selesai dirakit. Apabila
alsin belum berfungsi baik maka dapat dilakukan modifikasi, kemudian
dilakukan pengujian ulang hingga alsin berfungsi dengan baik.
Pengujian ini dilakukan di BBP Mektan, Serpong.
b. Pengujian laboratorium: meliputi pengujian penggorengan keripik yang
dihasilkan dari prototipe mesin penggoreng vakum, spinner, maupun
deep fryer. Pengujian produk meliputi uji proksimat, uji kekerasan, uji
14
warna, dan lain sebagainya sesuai dengan SNI keripik. Pengujian ini
dilakukan di Balai Besar Pasca Panen, Bogor.
c. Pengujian lapang dan uji adaptasi merupakan pengujian yang dilakukan
di lokasi penempatan, yaitu di dua sentra industri makanan olahan di
Kab. Banjarnegara. Pengujian lapang disaksikan langsung pada saat
sosialisasi ke calon pengguna, sedangkan uji adaptasi atau uji
keandalan alsin adalah pengujian yang dilakukan dalam kurun waktu
tertentu untuk memastikan alsin yang ditempatkan berfungsi baik dalam
waktu lama.
5. Kegiatan penerapan alsin : adalah pengiriman prototipe yang telah lulus uji
fungsi dan lab ke lokasi, yaitu dua sentra industri makanan olahan keripik
yang telah ditentukan di Kab. Banjarnegara.
6. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan. Kegiatan ini meliputi kegiatan sosialisasi
kepada calon pengguna disaksikan oleh pihak Bappeda Kab.
Banjarnegara, dilanjutkan dengan pelatihan penggunaan alat pengolahan
makanan ringan kepada calon pengguna yaitu pengrajin makanan olahan;
7. Kegiatan analisis teknis ekonomis penerapan alsin pengolahan makanan
ringan: kegiatan ini meliputi pengkajian secara teknis seperti kapasitas
kerja mesin, konsumsi bahan bakar. Sedangkan analisis ekonomi
penggunaan alsin pengolahan makanan ringan digunakan untuk mencari
biaya operasional penggunaan alsin pengolah makanan ringan yaitu biaya
operasional mesin penggoreng vakum (Rp/kg keripik), biaya operasional
alat penggoreng deep frying (Rp/kg), dan biaya operasional mesin peniris
(spinner) (Rp/kg). Disamping itu dilakukan juga analisis investasi untuk
menentukan kelayakan secara finansial penerapan dan penggunaan alsin
pengolah makanan ringan. Untuk menentukan layak tidaknya penggunaan
alsin pengolahan makanan ringan didasarkan pada nilai Benefit-Cost Ratio
(B/C Ratio), dan Break Even Point (BEP).
2.2.2. Kendala - Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Salah satu kendala pemanfaatan hasil litbangyasa adalah terbatasnya
sumberdaya listrik yang tersedia di tingkat kelompok tani. Motor penggerak yang
digunakan untuk menggerakkan unit pompa vakum adalah motor listrik 1 HP (750
Watt). Sedangkan daya listrik yang tersedia di tingkat kelompok tani umumnya
15
900 Watt, sehingga tidak mampu untuk menggerakkan motor listrik pada mesin
penggoreng vakum. Oleh karena itu dalam penempatan mesin tersebut tidak
dapat dilakukan di setiap kelompok tani, melainkan harus disesuaikan dengan
ketersediaan daya listrik yang dimiliki. Disamping itu dalam mesin penggoreng
vakum memiliki kebutuhan minyak goreng untuk proses penggorengan yang
cukup banyak (sekitar 20-25 liter) sehingga membutuhkan modal untuk biaya
operasional yang cukup besar. Oleh karena itu sebaiknya mesin penggoreng
vakum cocok untuk diterapkan di tingkat kelompok industri kecil makanan olahan.
Kendala lain adalah berkaitan dengan ketersediaan bahan baku. Pada saat
di luar musim panen buah-buahan, bahan baku buah segar terbatas dan harganya
cukup mahal sehingga harga keripik buah hasil penggorengan vakum menjadi
mahal dan kurang kompetitif. Akibatnya mesin tersebut tidak dioperasikan dan
menyebabkan jam operasional mesin menjadi rendah sehingga biaya
operasionalnya menjadi tinggi.
Kendala dalam hal pemasaran yang dihadapi pengrajin makanan olahan
adalah masih dirasa kurang dukungan pemerintah daerah dalam membuka
kemudahan akses untuk mendapatkan syarat mutu dan sertifikasi produk
makanan ringan yang diproduksi oleh pengrajin di Kab. Banjarnegara.
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial
2.2.1. Perencanaan Anggaran
Penyusunan anggaran kegiatan ini dibagi menjadi tiga termin waktu, yaitu
periode termin pertama (Maret-Mei) sebanyak 30%, termin kedua (Juni-Agustus)
50%, dan termin terakhir (September-Oktober) 20%. Secara rinci alokasi
anggaran kegiatan ristek pengembangan teknologi pengolahan makanan ringan
adalah sebagai berikut :
16
Tabel 1. Rencana Anggaran Kegiatan per Termin
2.2.2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran
Pengelolaan anggaran pada termin pertama difokuskan untuk
pembiayaan untuk koordinasi, penjajagan lokasi CPCL (Calon Pengguna Calon
Lokasi), belanja bahan uji, serta berbagai pengeluaran untuk belanja bahan dan
modal dalam pembuatan paket mesin penggoreng vakum, deep frying, dan
spinner. Sedangkan anggaran termin kedua selain dimanfaatkan untuk
menyelesaikan pembuatan paket alsin, juga dipakai untuk pembelian bahan uji,
pengiriman alsin ke lokasi penempatan, belanja ATK dan fotocopy, serta untuk
honor peneliti, perekayasa, dan teknisi. Pada termin ketiga anggaran
dialokasikan selain untuk honor, juga untuk kegiatan monitoring dan evaluasi,
pembelian ATK dan fotocopy, serta konsinyasi pembuatan laporan akhir.
Secara rinci pemakaian anggaran per termin dapat dilihat seperti Tabel 2.
TERMIN I (Mrt- Apr) II (Mei - Juli) III (Agst - Sept)
30% 50% 20% Total
60.000.000 100.000.000 40.000.000 200.000.000
Gaji dan Upah
- Peneliti Utama/PJ 12.000.000 7.200.000 19.200.000
- Anggota Peneliti/Perek 21.000.000 12.600.000 33.600.000
- Teknisi Litkayasa 6.500.000 3.900.000 10.400.000
- Tenaga Adms 3.000.000 1.800.000 4.800.000
- Tenaga lapang 1.600.000 800.000 2.400.000
Jumlah Gaji dan Upah 70.400.000
Bahan Habis Pakai
ATK 600.000 1.000.000 1.600.000
Foto copy 800.000 1.000.000 1.800.000
Belanja bahan dan modal 39.500.000 24.500.000 64.000.000
Bahan Uji 500.000 1.500.000 2.000.000
Jumlah Bahan Habis Pakai 69.400.000
Perjalanan 20.000.000 20.600.000 12.200.000 52.800.000
Lain-lain
Konsinyasi laporan 2.500.000 2.500.000 5.000.000
Pengiriman Alsin 2.400.000 2.400.000
Jumlah Lain-Lain 7.400.000
Jumlah Total 60.000.000 97.000.000 43.000.000 200.000.000
17
Tabel 2. Realisasi Anggaran Per Termin
Alokasi Biaya
Anggaran
Termin I
(Rp)
Realisasi
Termin I
(Rp)
Anggaran
Termin II
(Rp)
Realisasi
Termin II
(Rp)
Anggaran
Termin III
(Rp)
Realisasi
Termin III
(Rp)
a. Belanja Bahan dan Modal : 39.500.0000 24.500.000
1. Paket Mesin Penggoreng Vakum Kap. 5 kg dengan minyak 20-25 kg
39.500.0000 2.500.0000
2. Paket Deep Frying - 8.000.000
3. Paket Mesin Spinner - 14.000.000
b. Belanja bahan uji 500.000 500.000 1.500.000 1.500.000
(Kentang, Salak, Nangka,
Pisang, Minyak Goreng,
Pisau kupas, LPG, plastik
bungkus, dll)
c. Perjalanan 20.000.000 20.000.000 20.600.000 20.600.000
7.400.000
7.400.000
(Koordinasi, CPCL,
sosialisasi dan pelatihan)
d. Gaji dan Upah
- Peneliti Utama/PJ
12.500.000
12.500.000
7.500.000
7.500.000
- Anggota Peneliti/Perek
22.500.000
22.500.000
13.500.000
13.500.000
- Teknisi Litkayasa
7.500.000
7.500.000
4.500.000
4.500.000
- Tenaga Adms
3.000.000
3.000.000
1.800.000
1.800.000
- Tenaga lapang
1.600.000
1.600.000
800.000
800.000
e. ATK
600.000
600.000
1.000.000
1.000.000
f. Foto copy
800.000
800.000
1.000.000
1.000.000
g. Pengiriman alsin 2.400.000 2.400.000
h. Konsinyasi laporan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000
TOTAL 60.000.000 60.000.000 100.000.000 100.000.000 40.000.000 40.000.000
2.2.3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset
Aset pada kegiatan ini adalah berupa prototipe alsin pengolahan
makanan ringan yang terdiri dari mesin penggoreng vakum, deep frying, dan
spinner. Prototipe alsin yang telah dirakit, diuji terlebih dahulu sebelum
diterapkan di lokasi penerapan. Prototipe yang sudah melalui uji fungsional dan
uji laboratorium di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian kemudian
dibawa ke lokasi untuk dilakukan uji adaptasi. Dalam uji adaptasi sekaligus
dilakukan kegiatan pelatihan, sosialisasi dan pendampingan penggunaan
prototipe alsin kepada pengrajin setempat, khususnya kepada pengrajin
pengguna.
18
Penerapan prototipe alsin dilaksanakan di dua sentra industri
pengolahan makanan ringan di Kabupaten Banjarnegara. Setelah dilakukan
pengujian fungsional di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
(BBPMP) di Serpong maka alsin akan dikirimkan ke kedua lokasi tersebut.
Prototipe mesin penggoreng vakum dan spinner diterapkan di UKM center di
Desa Purwonegoro, Banjarnegara, sedangkan prototipe deep frying dan
spinner dikembangkan di sentra produksi kentang di Desa Grogol, Kec.
Pejawaran, Banjarnegara.
Penyerahterimaan prototipe alsin kepada UKM dan sentra produksi
kentang dengan disaksikan oleh pemangku kebijakan dari Kabupaten
Banjarnegara (Balitbangda dan Bappeda) selaku pihak yang nantinya
bertanggungjawab atas pengawasan dan pembinaan usaha kecil di daerah,
serta dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Setelah itu
pengelolaan prototipe secara penuh menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah, sedangkan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian berperan
sebagai konsultan teknologi bagi prototipe yang telah diadaptasikan ke daerah.
2.2.4. Kendala – Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial
Hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan anggaran adalah
keterlambatan keluarnya dana anggaran kegiatan setiap termin, sehingga
waktu pelaksanaan kegiatan mengalami pergeseran atau tidak sepenuhnya
terlaksana sesuai rencana. Namun demikian secara umum anggaran dapat
dikelola secara baik dan tidak mempengaruhi hasil prototipe alsin yang akan
dihibahkan ataupun kegiatan lain yang telah direncanakan.
19
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET
3.1. Metode Proses Pencapaian Target Kinerja
3.1.1. Kerangka Metode – Proses
Kerangka metode dan proses untuk mencapai target kegiatan ini meliputi
beberapa tahapan kegiatan. Tahap pertama adalah melakukan koordinasi dan
sosialisasi mengenai rencana kegiatan dengan beberapa instansi terkait seperti
Balitbangda Jawa Tengah, Bappeda Kab. Bajarnegara, dan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Jawa Tengah. Tahap selanjutnya adalah melakukan
identifikasi calon pengguna dan calon lokasi serta kebutuhan teknologi yang
sesuai dengan spesifik lokasi. Dalam hal ini dilakukan koordinasi dan kerja
sama dengan Bappeda Banjarnegara dan kelompok pengrajin makanan
olahan. Hasil identifikasi kebutuhan teknologi digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan prototipe alat dan mesin yang akan diintroduksikan agar
teknologi yang dihasilkan nantinya betul-betul dimanfaatkan oleh pengguna
secara berkelanjutan. Beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan antara lain
kapasitas produksi yang diinginkan, kapasitas alat dan mesin yang dibutuhkan,
ketersediaan daya listrik, dan tingkatan teknologi yang dibutuhkan.
Tahap selanjutnya adalah perancangan dan perakitan alat dan mesin
yang sesuai dengan kebutuhan teknologi di tingkat kelompok pengrajin
makanan olahan. Setelah pembuatan prototipe alat dan mesin selesai
dilakukan, maka dilanjutkan dengan pengujian laboratorium dan uji lapang.
Pengujian lapang dilakukan bersamaan saat demo dan sosialisasi penggunaan
alat dan mesin di tingkat kelompok pengrajin makanan olahan. Dalam
pelaksanaan kegiatan ini dikoordinasikan bersama-sama dengan pihak
Bappeda Kab. Banjarnegara dan kelompok pengrajin makanan olahan.
3.1.2. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan kegiatan ini terbagi menjadi beberapa aspek yaitu:
1) adanya keberlanjutan produksi makanan olahan menggunakan prototipe
yang diberikan; 2) meningkatnya kemanfaatan prototipe di lokasi penempatan
yang diindikasikan oleh semakin beragamnya produk makanan olahan yang
diproduksi menggunakan alat dan mesin yang diintroduksikan; 3) tingkat
20
pemakaian alsin sejenis di Kab. Banjarnegara dan sekitarnya; 4) peningkatan
jumlah produksi makanan olahan dengan sistem penggorengan yang ada di
pasaran; 5) semakin menurunnya jumlah buah BS atau busuk setelah panen; 6)
memiliki kontribusi dalam peningkatan kemajuan UKM; 7) semakin banyaknya
industri kecil makanan olahan di Kab. Banjarnegara; 8) adanya peningkatan
pendapatan masyarakat industri makanan ringan di Kab. Banjarnegara.
3.1.3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa
Kegiatan utama setelah penentuan jenis dan lokasi penempatan alat
mesin adalah pembuatan dan perakitan prototipe mesin penggoreng vakum,
penggoreng biasa (deep fryer), dan spinner yang sesuai dengan kebutuhan
calon pengguna. Prototipe alat dan mesin (alsin) yang dikembangkan terdiri dari
dua paket, yaitu satu unit prototipe mesin penggoreng vakum yang dilengkapi
dengan spinner dan satu unit alat penggoreng biasa (deep fryer) yang
dilengkapi dengan spinner. Satu unit mesin penggoreng vakum dan spinner
digunakan untuk penggorengan keripik buah seperti salak, pisang dan nangka.
Sedangkan deep fryer dan spinner digunakan untuk penggorengan keripik
kentang. Hasil pembuatan dan perakitan satu unit prototipe mesin penggoreng
vakum dan spinner seperti ditunjukkan dalam Gambar 4. Sedangkan satu unit
prototipe deep fryer dan spinner seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.
21
Gambar 3. Prototipe mesin penggoreng vakum (vacuum fryer) dan spinner untuk penggorengan keripik buah.
Gambar 4. Prototipe alat penggoreng biasa (deep fryer) dan spinner untuk penggorengan keripik kentang.
Kedua paket prototipe tersebut sebelum dikirim ke lokasi penerapan
terlebih dahulu diuji di laboratorium untuk mengetahui kinerja masing-masing
alsin. Proses pengujian laboratorium mesin penggoreng vakum dan peniris
seperti ditunjukkan dalam Gambar 5 sampai dengan Gambar 8.
Hasil pengujian mesin penggoreng vakum menunjukkan bahwa
kapasitas mesin penggoreng vakum sekitar 4 kg buah segar (nangka dan
salak), dengan volume minyak goreng yang dibutuhkan 20-25 liter dan daya
listrik yang dibutuhkan sekitar 850 Watt. Lama penggorengan buah sekitar 90-
22
105 menit, dengan suhu penggorengan berkisar antara 64-97 ºC dan tekanan
vakum di dalam tabung penggorengan sekitar 540-720 mmHg. Fluktuasi suhu
minyak goreng dan tekanan di dalam tabung vakum pada saat penggorengan
nangka dan salak dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gaambar 10.
Gambar 5. Proses persiapan buah sebelum digoreng menggunakan penggoreng
vakum
Gambar 6. Proses pengujian penggorengan buah menggunakan vacuum fryer.
23
Gambar 7. Proses pengujian spinner untuk meniriskan keripik
Gambar 8. Keripik buah salak dan nangka hasil penggorengan vakum
500
550
600
650
700
750
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100105
Waktu Penggorengan (Menit)
Tekan
an
Vacu
um
(m
mH
g)
Su
hu
min
yak (C
)
suhu minyaktekanan dalam tabung penggoreng
Gambar 9. Perubahan suhu dan tekanan dalam tabung pada
proses penggorengan buah nangka
24
Gambar 10. Perubahan suhu dan tekanan dalam tabung pada
proses penggorengan buah salak
Keripik buah hasil penggorengan vakum setelah dikeluarkan dari tabung
penggoreng kemudian ditiriskan dengan menggunakan spinner selama 3-5
menit. Kecepatan putar dari silinder tabung peniris adalah 850 rpm. Spinner
digerakkan oleh motor listrik 0,5 Hp (375 Watt).
Hasil analisa keripik buah menunjukkan bahwa rendemen keripik yang
dihasilkan untuk buah nangka dan salak masing-masing adalah 29,4% dan
23,7%, dengan kadar air akhir keripik masing-masing 5,01% dan 4,14%.
Sedangkan konsumsi bahan bakar gas LPG pada penggorengan buah dengan
vakum fryer rata-rata adalah 0,3 kg/jam.
Hasil analisa kualitas keripik buah yang dihasilkan menunjukkan bahwa
keripik yang diproduksi menggunakan mesin penggoreng vakum memiliki
tingkat kerenyahan 1544,6 gr, kadar lemak 18,83 %, serta nilai indikator warna
keripik yang ditunjukkan oleh nilai L, a, b, dan Hue berturut-turut adalah 89.51,
4.10, 50.65, dan 85.41.
Pada pengujian deep fryer dan spinner untuk pengolahan keripik kentang
menunjukkan bahwa kapasitas alat penggoreng sebesar 2-3 kg/proses, dengan
suhu penggorengan antara 150-160 ºC dan lama penggorengan sekitar 10
menit. Keripik kentang hasil penggorengan kemudian ditiriskan dengan spinner
25
selama 3 menit untuk mengurangi kandungan minyak yang menempel pada
permukaan keripik. Konsumsi bahan bakar gas sebesar 0,3 kg/jam. Proses
pengujian mesin penggoreng vakum, deep fryer, dan spinner dapat dilihat
seperti beberapa gambar di bawah ini.
Secara teknis kedua prototipe alat dan mesin yang telah diterapkan
dapat bekerja secara baik dan menghasilkan keripik buah dengan mutu yang
baik. Secara ekonomi penerapan dan penggunaan alat mesin pengolahan
makanan ringan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C ratio dan
break event point (BEP) untuk mesin penggoreng vakum adalah 1,15 dan 3,01
tahun, sedangkan untuk deep fryer adalah 1,24 dan 0,6 tahun.
Berdasarkan hasil kinerja teknis maupun ekonomi dari mesin
penggoreng vakum dan deep fryer serta adanya ketersediaan bahan baku buah
salak dan kentang yang cukup melimpah di Kabupaten Banjarnegara, maka
kedua prototipe alat dan mesin tersebut memiliki peluang dan potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan di wilayah tersebut. Mesin penggoreng
vakum dan spinner yang diterapkan telah disesuaikan dengan kebutuhan
spesifik lokasi dari pengrajin makanan setempat, dimana kebutuhan minyak
goreng dan daya listriknya cukup rendah dibandingkan dengan mesin
penggoreng vakum yang sudah ada, serta kapasitas penggorengannya tidak
terlalu besar sehingga biaya operasionalnya tidak terlalu besar. Demikian juga
deep fryer dan spinner yang diterapkan untuk pengolahan keripik kentang telah
disesuaikan dengan kebutuhan dari pengrajin keripik kentang. Alat penggoreng
ini memiliki kelebihan dimana silinder tabung penggoreng dan tabung peniris
berukuran sama dan kedua tabung tersebut dalam pemakaiannya dapat saling
ditukar sehingga dapat mempercepat proses penggorengan dan penirisan.
Disamping itu alat ini dilengapi dengan sistem kontrol suhu untuk mengatur
suhu penggorengan kentang sehingga dapat dihasilkan keripik kentang yang
seragam.
Dalam kegiatan ini dihasilkan 4 unit prototipe alat dan mesin, yaitu 1 unit
mesin penggoreng vakum, 1 unit deep fryer, dan 2 unit spinner. Prototipe
tersebut dibagi menjadi 2 paket, yaitu paket mesin penggoreng vakum dan
spinner dan paket alat deep fryer dan spinner. Paket mesin penggoreng vakum
dan spinner kemudian diterapkan dan diaplikasikan di kelompok pengrajin
makan olahan di desa Pingit, Kec Rakit, sedangkan paket alat deep fryer dan
26
spinner diterapkan dan diaplikasikan di kelompok pengrajin keripik kentang di
desa Grogol Kec. Pejawaran, Kab. Banjarnegara. Adapun kegiatan sosialisasi
dan pelatihan penggunaan alat dan mesin ke tingkat pengguna dapat dilihat
pada beberapa gambar berikut ini.
Gambar 11. Penjelasan cara pengoperasian mesin penggoreng vakum dan spinner
oleh pihak BBP Mektan kepada ketua kelompok usaha makanan olahan,
disaksikan oleh pihak Bappeda Kab. Banjarnegara Jawa Tengah.
Gambar 12. Proses pengupasan pisang sebelum digoreng menggunakan penggoreng
vakum.
27
Gambar 13. Prototipe alsin deep fryer dan spinner yang ditempatkan di Kabupaten
Banjarnegara.
Gambar 14. Proses penyiapan kentang sebelum digoreng menggunakan deep fryer.
Gambar 15. Sosialisasi pemakaian deep fryer.
28
Gambar 16. Proses simulasi penirisan minyak dari keripik kentang hasil penggorengan
dengan deep fryer.
Gambar 17. Keripik kentang hasil penggorengan
dan penirisan menggunakan deep fryer dan spinner.
Gambar 18. Keripik pisang yang telah digoreng menggunakan penggoreng
vakum.
29
Gambar 19. Keripik salak Gambar 20. Keripik nangka
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan
Prototipe alat dan mesin penggoreng vakum, deep fryer, dan spinner
memiliki potensi yang cukup baik untuk terus dikembangkan dan dimanfaatkan
dalam pengolahan keripik buah dan kentang khususnya di Kab. Banjarnegara.
Mengingat potensi sumber bahan baku khususnya buah salak dan kentang
yang cukup banyak. Penggunaan mesin penggoreng vakum dan spinner dapat
membantu meningkatkan kapasitas produksi, mutu keripik buah, nilai tambah
dan variasi jenis makanan olahan yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin
keripik buah. Sedangkan penggunaan deep fryer dan spinner dapat membantu
meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi serta mutu keripik kentang yang
dihasilkan oleh kelompok pengrajin keripik kentang. Secara teknis kedua unit
prototipe alat mesin (vacuum fryer, deep fryer, dan spinner) yang
dikembangkan dapat berfungsi dengan baik dan secara ekonomi penggunaan
alsin tersebut menguntungkan dengan nilai B/C ratio diatas satu dan nilai BEP
sekitar 3 tahun untuk paket mesin penggoreng vakum dan kurang dari 1 tahun
untuk paket deep fryer.
3.2.1. Kerangka Pengembangan Ke Depan
Kerangka strategi pengembangan paket mesin pengolahan makanan
ringan (vacuum fryer, deep fryer, dan spinner) ke depan setelah paket PKPP
selesai dilaksanakan adalah dengan tetap menjalin komunikasi dan koordinasi
secara intensif dengan Bappeda Kab. Banjarnegara dalam pendampingan,
monitoring, pembinaan dan pelatihan kelompok tani dalam penggunaan dan
30
pengoperasian alat dan mesin terkait. Pihak Bappeda diharapkan dapat
berperan aktif dalam pembinaan dan pelatihan kepada kelompok tani terkait
secara berkesinambungan dalam pengembangan kelembagaan dan kelompok
kluster industri kecil makanan olahan di Kabupaten Banjarnegara. Disamping
itu akan dilaksanakan diseminasi alat dan mesin tersebut ke sentra-sentra
industri buah-buahan dan sentra daerah kentang lainnya.
3.2.2. Strategi Pengembangan Ke Depan
Strategi pengembangan paket mesin pengolahan makanan ringan
(vacuum fryer, deep fryer, dan spinner) ke depan setelah paket PKPP selesai
dilaksanakan adalah dengan tetap menjalin komunikasi dan koordinasi secara
intensif dengan Bappeda Kab. Banjarnegara dalam pendampingan, monitoring,
pembinaan dan pelatihan kelompok tani dalam penggunaan dan pengoperasian
alat dan mesin terkait. Pihak Bappeda diharapkan dapat berperan aktif dalam
pembinaan dan pelatihan kepada kelompok tani terkait secara
berkesinambungan dalam pengembangan kelembagaan dan kelompok kluster
industri kecil makanan olahan di Kabupaten Banjarnegara.
31
BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program
4.1.1. Kerangka Sinergi Koordinasi
Keberlanjutan program serta untuk meningkatkan kemanfaatan dari
prototipe yang diintroduksikan di Kabupaten Banjarnegara adalah tujuan akhir
dari kegiatan ini. Untuk mencapai sasaran tersebut maka diperlukan sinergi
antar pemangku kebijakan yaitu antara BBPMP sebagai penyedia teknologi,
materi pelatihan, dan evaluasi kegiatan, BPTP Jawa Tengah sebagai
koordinator daerah dalam menyiapkan pelaksanaan penerapan alsin paket
teknologi, melaksanakan monitoring serta koordinasi dengan Balitbangda dan
Bapeda Kabupaten Banjarnegara, serta dengan UKM dan sentra produksi
makanan olahan di daerah.
4.1.2. Indikator Keberhasilan Sinergi
Indikator dari keberhasilan sinergi koordinasi antar subsistem yaitu
pemangku kebijakan (BBPMP, BPTP Jateng, Balitbangda, Bapeda Kab.
Banjarnegara) serta dengan lokasi UKM dan sentra produksi makanan olahan
sebagai sasaran kegiatan ini, adalah terbentuknya sistem aliran informasi yang
dapat diakses dengan efektif antar subsistem serta ditindaklanjuti secara cepat
dan tepat sasaran.
Indikator tersebut terlihat dari tingkat kepuasan dari UKM dan sentra
produksi terhadap pelayanan dari subsistem yang berasal dari pemerintah
pusat dan daerah. Indikator final adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan
petani, UKM, serta masyarakat secara umum dengan adanya program ini.
4.1.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi
Koordinasi antar subsistem telah dilaksanakan dalam kegiatan seperti
tampak pada tabel di bawah ini.
32
Tabel 3. Perkembangan Kegiatan
Kegiatan Tujuan Lembaga
Terkait Waktu Hasil/Keluaran
1. Koordinasi dengan pihak Kab. Banjarnegara
Penggalian informasi potensi
daerah, kondisi teknologi
pengolahan makanan kecil dan
perkembangan UKM makanan
kecil di Kab. Banjarnegara.
BBPMP,
BPTP Jateng,
Balitbangda,
Bapeda Kab.
Banjarnegara
Februari-
Maret
2012
Rekomendasi lokasi di dua tempat :
- UKM center di Desa Purwonegoro, Banjarnegara
- Sentra produksi kentang di Desa Grogol, Kec. Pejawaran, Banjarnegara
2. Identifikasi dan survey lokasi
Digunakan sebagai acuan
pemilihan alsin yang sesuai
spesifik lokasi, kapasitas
produksi, ketersediaan bahan
baku dan penentuan Calon
Pengguna Calon Lokasi (CPCL)
BBPMP,
BPTP Jateng,
Balitbangda,
Bapeda Kab.
Banjarnegara
Maret
2012
- UKM center di Desa Purwonegoro, Banjarnegara membutuhkan mesin penggoreng vakum dan spinner
- Sentra produksi kentang di Desa Grogol, Kec. Pejawaran membutuhkan deep fryer dan spinner
3. Pengiriman dan penempatan alsin
Mengirimkan alsin ke lokasi
sentra industri makanan ringan
di Kab. Banjarnegara
Kab.
Banjarnegara Juli 2012
Pengiriman alsin dari BBPMP Serpong ke
Kab. Banjarnegara.
4. Serah terima alsin, pelatihan, dan sosialisasi
Menyerahkan secara resmi alsin
ke pemilik sentra industri
dilanjutkan dengan pelatihan
pemakaian alat dan sosialisasi.
Kab.
Banjarnegara
Juli –
Agustus
2012
Serahterima alsin berupa penggoreng
vakum, deep fryer, serta spinner ke dua
lokasi di Kab. Banjarnegara disaksikan
oleh pihak Bappeda Kab. Banjarnegara
5. Uji Adaptasi
Alsin dipakai di lokasi dalam
beberapa lamanya waktu sambil
dilakukan kontrol dan evaluasi
kinerja alsin
Kab.
Banjarnegara
Agustus –
Septembe
r 2012
Alsin yang ditempatkan dapat berfungsi
dan beroperasi dengan baik.
6. Analisis teknis dan ekonomis
Melakukan kajian secara teknis
dan kelayakan ekonomis dari
alsin
BBPMP dan
Kab.
Banjarnegara
Septembe
r 2012
Secara teknis alsin layak dikembangkan
dan sesuai syarat SNI, serta ekonomis
untuk skala usaha.
7. Monitoring dan evaluasi
Melakukan kunjungan ke lokasi
penempatan untuk melihat
perkembangan kemanfaatan
alsin.
BBPMP dan
Kab.
Banjarnegara
Septembe
r –
Oktober
2012
Kegiatan yang sudah dilaksanakan
berjalan baik dan layak untuk dilanjutkan
dari aspek kelembagaan
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
4.2.1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil
Pemanfaatan hasil Litbangyasa mesin penggoreng vakum, deep fryer,
dan spinner di Kabupaten Banjarnegara agar dapat berhasil guna dan berdaya
guna, maka pada awal pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu dilakukan
identifikasi dan studi lapang serta penjajagan lokasi penempatan alat dan
mesin. Jenis, tipe dan kapasitas alat dan mesin yang akan diterapkan
disesuaikan dengan kebutuhan dari calon pengguna (kelompok tani) serta
mempertimbangkan potensi dan sumberdaya lokal yang tersedia. Setelah
33
kebutuhan alsin yang dibutuhkan oleh kelompok tani telah teridentifikasi dengan
baik, maka dilanjutkan dengan pabrikasi alsin. Prototipe alsin yang
dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan calon pengguna/pengrajin baik
dari segi kapasitas mesin maupun kebutuhan daya penggerak, agar mesin
tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh pengguna.
Prototipe alat dan mesin sebelum dikirim ke lokasi terlebih dahulu diuji di
laboratorium untuk memastikan kinerja alsin telah dapat berfungsi secara baik.
Setelah alsin dikirim ke lokasi, dilakukan demo dan pelatihan penggunaan dan
pengoperasian alsin. Melalui pelatihan diharapkan UKM/masyarakat lebih
tertarik dan dapat lebih kreatif untuk memanfaatkan alsin yang diberikan untuk
mengolah berbagai hasil pertanian di daerah sehingga lebih meningkatkan
perekonomian masyarakat.
4.2.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan
Indikator keberhasilan kegiatan ini terbagi menjadi beberapa aspek yaitu:
1). Adanya keberlanjutan produksi makanan olahan menggunakan prototipe
yang diberikan, 2). Meningkatnya kemanfaatan prototipe di lokasi penempatan
yang diindikasikan oleh semakin beragamnya produk makanan olahan yang
diproduksi menggunakan alsin yang diintroduksikan, 3). Tingkat pemakaian
alsin sejenis di Kab. Banjarnegara dan sekitarnya, 4). Peningkatan jumlah
produksi makanan olahan dengan sistem penggorengan yang ada di pasaran,
5). Semakin menurunnya jumlah buah BS atau busuk setelah panen, 6).
Memiliki kontribusi dalam peningkatan kemajuan UKM, 8) Semakin banyaknya
industri kecil makanan olahan di Kab. Banjarnegara, 9). Memiliki kontribusi
dalam peningkatan kemajuan UKM, 10). Tingkat pendapatan masyarakat
industri makanan ringan di Kab. Banjarnegara.
4.2.3. Perkembangan Pemanfaatan Hasil
Prototipe alsin pengolah makanan ringan yang diintroduksikan ke
pengguna telah meningkat pemanfaatannya dilihat dari beberapa hal, yaitu :
1. Semakin banyaknya komoditas pertanian baik buah-buahan maupun
sayuran yang dipakai sebagai bahan baku, sehingga semakin berkurang
komoditas pertanian atau hortikultura yang terbiarkan busuk terutama
pada saat panen raya dan musim buah.
34
2. Mesin penggoreng vakum yang memiliki kapasitas produksi sesuai
dengan kebutuhan industri kecil (UKM) memiliki potensi kemudahan
untuk dikembangkan lebih banyak lagi di sentra-sentra produksi keripik
buah di Kab. Banjarnegara. Sedangkan paket penggoreng biasa dan
spinner dapat dikembangkan lebih lanjut dengan terbentuknya klaster
kentang di Kab. Banjarnegara.
35
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Secara umum kegiatan pengembangan teknologi pengolahan makanan
olahan di Kabupaten Banjarnegara terlaksana sesuai dengan tahapan
rancangan awal. Teknologi vakum fryer, deep fryer, dan spinner yang
dibutuhkan kelompok pengrajin makanan olahan telah dapat teridentifkasi
sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi. Target kinerja yang direncakan telah
dapat dicapai dengan baik. Sedangkan dalam alokasi penggunaan anggaran,
meskipun terjadi keterlambatan keluarnya dana kegiatan setiap termin yang
menyebabkan pergeseran waktu pelaksanaan beberapa kegiatan, tetapi secara
umum anggaran dapat dikelola secara baik dan tidak mempengaruhi kegiatan
penerapan prototipe alat dan mesin pengolahan makanan ringan.
5.1.2. Metode Pencapaian Target Kinerja
Target kegiatan pengembangan teknologi pengolahan makanan ringan di
Kabupaten Banjarnegara secara umum terlaksana sesuai dengan tahapan
rancangan awal. Target kegiatan tersebut adalah terwujudnya prototipe mesin
penggoreng vakum kapasitas 4 kg sekali proses dengan kebutuhan minyak
goreng sebanyak 20-25 liter, deep fryer, serta spinner. Bersama-sama dengan
pihak Bappeda, prototipe tersebut telah diserah-terimakan kemudian
diintroduksikan dan disosialisasikan di dua lokasi penerapan yaitu di UKM
Center, Desa Purwonegoro, Banjarnegara, dan di Sentra produksi kentang di
Desa Grogol, Kec. Pejawaran, Banjarnegara. Masing-masing kelompok
pengrajin yang menerima prototipe tersebut telah dilatih cara penggunaan dan
pengoperasian masing-masing alat dan mesin terkait.
5.1.3. Potensi Pengembangan Ke Depan
Prototipe alat dan mesin penggoreng vakum, deep fryer, dan spinner
memiliki potensi yang cukup baik untuk terus dikembangkan dan dimanfaatkan
dalam pengolahan keripik buah dan kentang khususnya di Kab. Banjarnegara.
Mengingat potensi sumber bahan baku khususnya buah salak dan kentang
36
yang cukup banyak. Penggunaan mesin penggoreng vakum dan spinner dapat
membantu meningkatkan kapasitas produksi, mutu keripik buah, nilai tambah
dan variasi jenis makanan olahan yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin
keripik buah. Sedangkan penggunaan deep fryer dan spinner dapat membantu
meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi serta mutu keripik kentang yang
dihasilkan oleh kelompok pengrajin keripik kentang. Secara teknis kedua unit
prototipe alat mesin (vacuum fryer, deep fryer, dan spinner) yang
dikembangkan dapat berfungsi dengan baik dan secara ekonomi penggunaan
alsin tersebut menguntungkan dengan nilai B/C ratio diatas satu dan nilai BEP
sekitar 3 tahun untuk paket mesin penggoreng vakum dan kurang dari 1 tahun
untuk paket deep fryer.
5.1.4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program
Untuk mencapai keberlanjutan kemanfaatan program ini diperlukan
sinergi antar pemangku kebijakan yaitu antara BBPMP sebagai penyedia
teknologi, materi pelatihan, dan evaluasi kegiatan, BPTP Jawa Tengah sebagai
koordinator daerah dalam menyiapkan pelaksanaan penerapan alsin paket
teknologi, melaksanakan monitoring serta koordinasi, dan dengan Balitbangda
dan Bapeda Kabupaten Banjarnegara, serta dengan UKM dan sentra produksi
makanan olahan di daerah. Sebagai indikator dari keberhasilan sinergi
koordinasi antar subsistem adalah terbentuknya sistem aliran informasi yang
dapat diakses dengan efektif antar subsistem serta ditindaklanjuti secara cepat
dan tepat sasaran. Indikator tersebut terlihat dari tingkat kepuasan dari UKM
dan sentra produksi terhadap pelayanan dari subsistem yang berasal dari
pemerintah pusat dan daerah. Indikator final adalah terjadinya peningkatan
kesejahteraan petani, UKM, serta masyarakat secara umum dengan adanya
program ini.
5.1.5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Untuk meningkatkan pemanfaatan prototipe alsin yang diterapkan di
masyarakat maka perlu dilakukan demo dan pelatihan penggunaan dan
pengoperasian alsin. Melalui pelatihan diharapkan UKM/masyarakat lebih
tertarik dan dapat lebih kreatif untuk memanfaatkan alsin yang diberikan untuk
37
mengolah berbagai hasil pertanian di daerah sehingga lebih meningkatkan
perekonomian masyarakat.
Indikator peningkatan pemanfaatan prototipe alsin oleh UKM/masyarakat
antara lain: adanya keberlanjutan produksi makanan olahan menggunakan
prototipe yang diberikan, semakin beragamnya produk makanan olahan yang
diproduksi menggunakan alsin yang diintroduksikan, semakin meningkatnya
pemakaian alsin sejenis di Kab. Banjarnegara dan sekitarnya, semakin
menurunnya jumlah buah BS atau busuk setelah panen, semakin banyaknya
industri kecil makanan olahan di Kab. Banjarnegara, serta meningkatnya
pendapatan masyarakat industri makanan ringan di Kab. Banjarnegara.
5.2. Saran
5.2.1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Kerangka strategi pengembangan paket alsin pengolahan makanan
ringan (vacuum fryer, deep fryer, dan spinner) ke depan setelah paket PKPP
selesai dilaksanakan adalah dengan tetap menjalin komunikasi dan koordinasi
secara intensif dengan Bappeda Kab. Banjarnegara dalam pendampingan,
monitoring, pembinaan dan pelatihan kelompok tani dalam penggunaan dan
pengoperasian alat dan mesin terkait. Pihak Bappeda disarankan dapat
berperan aktif dalam pembinaan dan pelatihan kepada kelompok tani terkait
secara berkesinambungan dalam pengembangan kelembagaan dan kelompok
kluster industri kecil makanan olahan di Kabupaten Banjarnegara.
5.2.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek
Untuk mendukung keberlanjutan pemanfaatan paket alsin pengolah
makanan ringan ini maka dibutuhkan dukungan berupa program lanjutan dari
ristek untuk pembentukan dan perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di
klaster-klaster yang memproduksi makanan ringan. Selain itu program ristek ke
depan dapat memfasilitasi beberapa pihak terkait (pemerintah daerah, UKM,
Depkes, dll) untuk berkomunikasi yang bertujuan menghasilkan kesepakatan
kemudahan akses bagi UKM/masyarakat untuk mendapatkan berbagai syarat
pendukung bagi produk yang dihasilkan (seperti syarat mutu dan sertifikat) oleh
para pengrajin makanan olahan di Kab. Banjarnegara.