82
VARIASI LAMA MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION KACANG METE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP TOTAL FENOLIK, FLAVANOID, TANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan dalam mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Disusun Oleh: MAULINA RAHMANA WASKITO D.141.15.0013 PROGAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS SEMARANG 2019

VARIASI LAMA MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION KACANG …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

VARIASI LAMA MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION KACANG METE

(Anacardium occidentale L.) TERHADAP TOTAL FENOLIK, FLAVANOID,

TANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan dalam mencapai

Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Disusun Oleh:

MAULINA RAHMANA WASKITO

D.141.15.0013

PROGAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SEMARANG

2019

PC 04
Rectangle
PC 04
Rectangle
PC 04
Rectangle

v

ABSTRAK

MAULINA RAHMANA WASKITO. D.141.15.0013. 2019. “Variasi Lama

Microwave Assisted Extraction Kacang Mete (Anacardium occidentale L.)

Terhadap Total Fenolik, Flavanoid, Tanin dan Aktivitas Antioksidan”. Skripsi

S-1 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Semarang. ( Pembimbing: Ir. Bambang Kunarto, M.P dan Ir. Elly Yuniarti

Sani, M.Si). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi Kacang Mete

(Anacardium occidentale L.) dengan menggunakan metode Microwave Assisted

Extraction terhadap total fenolik, flavonoid, tanin, dan aktivitas antioksidan kacang

mete (Anacardium occidentale L.). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi ilmiah kepada masyarakat terutama pada industri pala mengenai

pemanfaatan ekstraksi kacang mete menggunakan microwave.

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) satu faktor 6 perlakuan dan tiga kali ulangan, yaitu P0 tanpa

perlakuan, perlakuan (P1) perlakuan ekstraksi selama 2 menit, (P2) perlakuan

ekstraksi selama 4 menit, (P3) perlakuan ekstraksi selama 6 menit, (P4) perlakuan

ekstraksi selama 8 menit, (P5) perlakuan ekstraksi selama 10 menit dan P0 sebagai

kontrol. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, lalu

apabila terdapat perbedaan akibat perlakuan dilanjutkan dengan menggunakan uji

jarak berganda atau biasa disebut Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT) taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan ekstraksi Kacang Mete (Anacardium occidentale L.)

berpengaruh terhadap total fenolik, flavonoid, tanin dan aktiviitas antioksidan. Dapat

mengetahui perlakuan terbaik terhadap Rendemen, Total Fenolik, Tanin, dan

Flavonoid yaitu pada P4 perlakuan dengan ekstraksi 8 menit yang menghasilkan

rendemen 4,46 %, total fenolik 0,84490 mgGAE/g, Tanin 0,9332 mgKE/g dan

Flavonoid 0,0862 mgQE/g. Perlakuan terbaik untuk mendapatkan Aktivitas

Antioksidan adalah P4 perlakuan dengan ekstraksi 10 menit yang menghasilkan

aktivitas antioksidan 42,5720%.

Kata Kunci: kacang mete, total fenolik, flavonoid, tanin, dan aktivitas

antioksidan.

vi

ABSTRACT

MAULINA RAHMANA WASKITO. D.141.15.0013. 2019. “Variations of

Microwave Assisted Extraction Time of Cashew Nuts (Anacardium occidentale L.)

Against Total Phenolic, Flavanoid, Tannins and Antioxidant Activity”. Thesis S-

1 Agricultural Technology Technology, Faculty of Agricultural Technology,

University of Semarang. (Advisor: : Ir. Bambang Kunarto, M.P dan Ir. Elly

Yuniarti Sani, M.Si).

This study aims to determine the effect of extracting time of cashew nuts

(Anacardium occidentale L.) using Microwave Assisted Extraction method to total

phenol, flavonoid, tannins, and antioxidant activity of cashew nuts (Anacardium

occidentale L.). The results of this study is expected to provide scientific information

to the community, especially in the nutmeg industry regarding the utilization of mace

extraction of cashew nut using microwave.

The experimental design was performed using a Completely Randomized Design

(RAL) of one factor of 6 treatments and three replications, are P0 without treatment,

treatment (P1) treatment of extraction for 2 minutes, (P2) treatment of extraction for 4

min, (P3) treatment of extraction for 6 minutes, (P4) extraction treatment for 8 min,

(P5) treatment of extraction for 10 min and and P0 as control. The data obtained were

analyzed using variance analysis, then if there were differences due to the treatment

continued by using multiple distance test or so-called Duncan's Multiple Range Test

(DMRT) at level 5%.

The results showed the extract of cashew nuts (Anacardium occidentale L.) effect on

total phenolic, flavonoid, tannin, and antioxidant activity. Can find out the best

treatment of Yield, Total Phenolics, Tannins, and Flavonoids in P4 treatment with 8

minutes extraction which resulted in yield of 4,46%, total phenolics of 0,84490

mgGAE / g, Tannins 0,9332 mgKE / g and Flavonoid 0.0862 mgQE / g. The best

treatment to get Antioxidant Activity is P4 treatment with 8 minutes extraction which

produces antioxidant activity of 42,5720%.

Keyword: cashew nuts, total phenolics, flavonoids, tannins, and antioxidant

activity.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Variasi Lama Microwave Assisted Extraction Kacang Mete (Anacardium

occidentale L.) Terhadap Total Fenolik, Flavanoid, Tanin dan Aktivitas

Antioksidan (Pembimbing: Ir Bambang Kunarto M.P dan Ir. Elly Yuniarti Sani,

M.Si).” Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

mencapai gelar Sarjana (S-1) pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Semarang.

Dalam melaksanakan maupun menyusun skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Bambang Kunanto, M.P Pembimbing Utama Skripsi dan Dosen Wali yang

memberi masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ir. Elly Yuniarti Sani, M.Si, selaku Pembimbing II.

3. Ir. Iswoyo S.Pt., M.P, selaku Dosen Penguji Skripsi.

4. Dr. Ir. Haslina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Semarang.

5. Ir. Sri Haryati, M.Si, Ketua jurusan FTP Universitas Semarang.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Semarang atas segala bantuan selama masa perkulihan penulis.

viii

7. Bapak dan Ibu serta adik tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Rizki Wahyu Nugroho yang sudah memberi semangat, serta do’a yang tiada

henti sampai skripsi ini dapat terselesaikan.Teman-teman Group Secang dan

Mete.

9. Teman-teman FTP dan teman seperjuangan ekstensi angkatan 2015.

10. Teman-teman penelitian kacang mete yang selalu membantu dan memberi

semangat.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi sehingga

dapat terselesaikan secara tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi, para pembaca, dan

masyarakat sekitar. Penulis saran dan kritik yang dapat membangun.

Semarang, 2 Januari 2019

Maulina Rahmana Waskito

ix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN I ................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN II .................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4

E. Hipotesis ................................................................................. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kacang mete (Anacardium occidentale L) ............................... 6

B. Total Fenolik ............................................................................. 10

C. Flavonoid ................................................................................... 12

D. Tanin ......................................................................................... 13

E. Antioksidan .............................................................................. 14

F. Aktivitas Antioksidan ................................................................ 16

G. Ekstraksi .................................................................................... 18

H. Microwave Assited Extraction (MAE) ...................................... 19

x

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ................................................................... 24

B. Bahan dan Peralatan ................................................................. 24

C. Rancangan Percobaan ............................................................... 24

D. Prosedur Penelitian.................................................................... 25

E. Tahap Pengujian ....................................................................... 28

1. Kadar Air .............................................................................. 28

2. Rendemen ............................................................................. 28

3. Total Fenolik ........................................................................ 28

4. Uji Kadar Flavonoid .............................................................. 30

5. Uji Kadar Tanin dengan Senyawa Katekin (C)..................... 31

6. Uji Akivitas Antioksidan dengan Metode DPPH.................. 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen .................................................................................. 35

B. Total Fenolik .............................................................................. 37

C. Flavonoid ..................................................................................... 40

D. Tanin............................................................................................ 43

E. Aktivitas Antioksidan .................................................................. 45

F. Korelasi Total Fenolik, Flavonoid, Tanin dan Aktivitas Antioksidan

Kacang Mete Segar ..................................................................... 47

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 51

B. Saran ............................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53

LAMPIRAN ................................................................................................... 59

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete ............................................. 9

2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah ..................................................... 10

4. Rendemen Kacang Mete Segar (%) ......................................................... 35

3. Kandungan Total Fenolik Kacang Mete Segar (mgGAE/g) .................... 38

4. Kandungan Total Flavonoid Kacang Mete Segar (mgQE/g) .................... 40

5. Kandungan Tanin Kacang Mete Segar (mgKE/g) .................................... 43

6. Kandungan Aktivitas Antioksidan Kacang Mete Segar (%)..................... 45

7. Hasil Analisa Korelasi Person Antar Total Fenolik, Tanin, Aktivitas

Antioksidan Kacang Mete Segar .............................................................. 48

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Kimia Senyawa Fenol .............................................................. 10

2. Perbedaan Struktur Kimia Flavanoid ..................................................... 12

3. Struktur Kimia Senyawa Tanin .............................................................. 13

4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Mete ..................................... 26

5. Diagram Alir Microwave Assisted Extraction (MAE) ........................... 27

6. Diagram Garis Rerata Rendemen Kacang Mete .................................... 36

7. Diagram Garis Rerata Kandungan Total Fenolik Kacang Mete ............ 39

8. Diagram Garis Rerata Kandungan Flavonoid Kacang Mete ................. 41

9. Diagram Garis Rerata Kandungan Total Tanin Kacang Mete ............... 44

10. Diagram Garis Rerata Aktivitas Antioksidan Kacang Mete .................. 46

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Analisa Statistik Rendemen ...........................................................

2. Hasil Analisa Statistik Uji Total Fenolik ................................................. 51

3. Hasil Analisa Statistik Uji Total Flavonoid ............................................. 53

4. Hasil Analisa Statistik Uji Total Tanin .................................................... 55

5. Hasil Analisa Statistik Uji Aktivitas Antioksidan .................................... 56

6. Pembuatan Etanol .................................................................................... 65

7. Pengukuran Suhu Pada Microwave ......................................................... 66

8. Dokumentasi Hasil Penelitian .................................................................. 67

9. Dokumentasi Analisa Uji Total Fenolik, Tanin, Aktivitas Antioksidan

Kacang Mete ............................................................................................. 69

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium

occidentale L.) yang cukup luas. Salah satunya di daerah Jatisrono, Wonogiri,

Jawa Tengah. Pemanfaatan buah semu jambu mete di Jatisrono, Wonogiri

masih dalam jumlah terbatas. Hanya sekitar 20% yang dimanfaatkan,

sedangkan sisanya hanya menjadi limbah. Buah ini memiliki kandungan

karbohidrat yang cukup tinggi sekitar 15,3 g/100 g buah. Kandungan vitamin

C juga sangat tinggi yaitu 197 mg/100 g buah (Sutanto, 2012). Jambu mete

merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat

tradisional. Semua bagian tanaman ini mempunyai manfaat dan khasiat yang

berbeda (Kusrini dan Ismardiyanto, 2003). Jambu mete terdiri atas dua bagian,

yaitu buah semu dan buah sejati. Buah yang selama ini dikenal sebagai buah

jambu mete sebenarnya adalah buah semu, terbentuk dari tangkai buah

(pedunculus) yang membengkak atau mengembung dan berdaging. Buah

sejati jambu mete adalah yang dikenal sebagai biji mete atau kacang mete.

Kacang mete (mente atau mede) adalah hidangan populer di saat

Lebaran. Camilan ini mengandung lemak, protein, karbohidrat, dan macam-

macam mineral. Meski berlemak tinggi, 82 % lemak tersebut tergolong lemak

tidak jahat atau lemak tidak jenuh. Seperti halnya kacang-kacangan pada

umumnya, kacang mete juga merupakan sumber protein yang baik. Kadar

2

protein pada 100 g kacang mete mentah, panggang, dan goreng, masing-

masing 18, 16, dan 20 g. Karena itu, penambahan kacang mete ke dalam

berbagai produk, seperti es krim, cokelat batangan, dan aneka kue, akan

berdampak sangat baik bagi peningkatan kadar protein produk tersebut

(Astawan, 2009).

Meskipun menjadi kacang yang paling banyak diproduksi di dunia,

sampai saat ini, penelitian yang sangat sedikit telah dilakukan pada kacang

mete. Sedangkan komposisi nutrisinya, lipida fenolik, FA, tocopherol,

squalenes, dan phytosterols, senyawa bioaktif seperti β-karoten, lutein,

zeaxanthin, α-tocopherol , γ-tocopherol, thiamin, asam stearat, asam oleat, dan

asam linoleat, telah diidentifikasi dan ditentukan pada kacang mete (Trox,

2010). Kacang mete juga kaya akan zat besi, fosfor, selenium, magnesium,

dan seng, selain itu mete merupakan sumber fitokimia, antioksidan, dan

protein (Reza, 2013). Menurut Yahaya dkk (2012), kacang mete banyak

mengandung vitamin penting, misalnya pyridoxine (vitamin B-6), vitamin E

dan squalene. Vitamin E dan squalene adaah antioksida potensial mendukung

efek pada kesehatan kardiovaskuler. Squalene juga merupakan prekusor

steroid penting yang berperan sebagai antikanker.

Kandungan fenol yang bertanggung jawab untuk aktivitas antioksidan.

fenol dan senyawa polifenol seperti flavonoid, yang banyak ditemukan dalam

produk makanan yang berasal dari sumber tanaman, dan mereka telah terbukti

memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan (Sahgal et al., 2009).

3

Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi untuk menetralisir

peningkatan radikal bebas, melindungi sel dari efek toksik yang dihasilkan

serta berkontribusi dalam pencegahan penyakit. Antioksidan yang dibutuhkan

oleh tubuh didapatkan dari makanan. Salah satu sumber antioksidan yang

berasal dari luar tubuh dapat diperoleh dari tanaman yang banyak

mengandung senyawa metabolit sekunder seperti asam fenolik, flavonoid,

tokoferol dan tannin. Senyawa tersebut dimanfaatkan untuk menjaga

kesehatan dan mengobati penyakit (Mahanom dkk, 1999).

Komponen bioaktif seperti fenolik, flavonoid dan tanninrusak pada

suhu diatas 50oC karena dapat mengalami perubahan stuktur serta

menghasilkan ekstrak yang rendah. Pemilihan metode ekstraksi sangat penting

dilakukan karena hasil ekstraksi akan mencerminkan tingkat keberhasilan

metode tersebut (Handayani dan Sriherfyna, 2016).

Waktu ekstraksi juga sangat berpengaruh terhadap senyawa yang

dihasilkan. Menurut Budiyanto dkk (2008) waktu ekstraksi yang tepat akan

menghasilkan senyawa yang optimal. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan

menyebabkan ekstrak terhidrolisis, sedangkan waktu ekstraksi yang terlalu

singkat menyebabkan tidak semua senyawa aktif terekstrak dari bahan.

Ada beberapa metode ekstrasi, salah satunya secara konvensional yaitu

teknik maserasi. Metode ekstraksi lain selain menggunakan metode maserasi

salah satunya adalah metode ekstraksi Microwave Assisted Extraction (MAE).

Metode ekstraksi MAE merupakan teknik ekstraksi yang memanfaatkan

radiasi gelombang mikro untuk memanaskan pelarut secara cepat dan efisien.

4

Perbedaan antara ekstraksi konvensional dengan ekstraksi menggunakan MAE

adalah lama waktu yang digunakan. Selain itu metode MAE juga dapat

membantu meningkatkan jumlah rendemen ekstrak kasar dalam waktu

ekstraksi dan jumlah pelarut yang lebih rendah dibandingkan dengan metode

ekstraksi konvensional (Langat, 2011). Beberapa faktor yang mempengaruhi

ekstraksi MAE yaitu volume pelarut, waktu radiasi, power microwave, ukuran

partikel dan suhu (Mandal dkk., 2007). Kacang mete mempunyai banyak

kandungan bioaktif dan belum ada yang meneliti tentang pengaruh ekstraksi

terhadap kandungan kacang mete. Oleh karena itu, dilakukan penelitian

ekstraksi kacang mete menggunakan MAE terhadap total fenolik, kandungan

flavonoid dan aktifitas antioksidan.

B. Rumusan Masalah

Berapa lama ekstraksi kacang mete dengan metode MAE yang dapat

memiliki kandungan total fenolik, flavonoid, tanin dan aktivitas antioksidan

yang optimal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama ekstraksi

dengan metode MAE terhadap total fenolik, flavonoid, tanin dan aktivitas

antioksidan pada kacang mete.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pengaruh metode MAE terhadap total fenolik,

5

flavonoid, tanin dan aktivitas antioksidan pada kacang mete sehingga dapat

dijadikan acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

E. Hipotesis

Hipotesa yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah diduga ada

pengaruh metode MAE terhadap total fenolik, flavonoid, tanin dan aktivitas

antioksidan pada kacang mete.

6

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi dan Kandungan Gizi Kacang Mete (Anacardium occidentale

Linn).

Jambu monyet atau sering dikenal dengan nama latin Anacardium

occidentale, yaitu sejenis tumbuhan dari suku anacardiaceae yang juga termasuk

mangga, pistachio, dan beberapa tanaman beracun. Annacardiaceae terdiri atas 73

genus dan 600 spesies. Jambu monyet memiliki buah sejati berukuran kecil dan

keras yang biasa disebut kacang mete (Duke, 2001).

Menurut Bambang Cahyono (2005), taksonomi tanaman jambu monyet

secara lengkap adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Sapindales

Famili : Ancardiaceae

Genus : Anacardium

Spechies : Annacardium occidentale L

Buah mete terdiri atas dua bagian, yaitu buah semu dan buah sejati. Buah

yang selama ini dikenal sebagai buah jambu mete sebenarnya adalah buah semu,

terbentuk dari tangkai buah (pedunculus) yang membengkak atau mengembung

dan berdaging. Buah sejati jambu mete adalah yang dikenal sebagai biji mete.

Buah jambu mete termasuk kelompok buah batu, berbentuk seperti ginjal,

7

tertanam pada bagian ujung buah semu, dan berwarna hijau hingga cokelat keabu-

abuan. Buah jambu mete terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit keras, lapisan

kulit ari, dan lapisan kernel (Suprapti, 2004)

Kacang mete merupakan buah dari tanaman jambu monyet yang menjadi

produk yang paling penting dari pohon jambu monyet itu sendiri. Kacang mete

biasanya dikonsumsi utuh, dipanggang, dikupas, dan diberi garam (Alasavar dan

Shahidi, 2009). Kacang mete biasanya diolah dengan cara digoreng secara deep

frying. Selain itu, kacang mete juga dapat digunakan sebagai penyedap rasa pada

berbagai makanan seperti es krim, cokelat batangan, serta aneka kue (Astawan,

2009).

Sentra kacang mete dalam ukuran besar terdapat di 10 provinsi Indonesia

yakni, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku dengan

sentra utama adalah provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah memiliki luas

27.881 hektar tanaman kacang mete dan menghasilkan 8.706 ton kacang mete per

tahunnya. Biji mete kupas yang siap dikonsumsi dari Indonesia saat ini memiliki

harga tertinggi dari 25 negara penghasil mete lainnya (Rukmana, 2009).

Kacang mete tidak hanya enak dimakan sebagai camilan tetapi juga aman

dikonsumsi karena mengandung lemak tak jenuh tunggal. Konsumsi lemak tak

jenuh tunggal di dalam tubuh diolah menggantikan lemak jenuh yang membantu

menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol jahat. Kacang mete juga kaya

akan zat besi, fosfor, selenium, magnesium, dan seng, selain itu mete merupakan

sumber fitokimia, antioksidan, dan protein (Reza, 2013).

8

Meskipun menjadi kacang ketiga yang paling banyak diproduksi di dunia,

sampai saat ini, penelitian yang sangat sedikit telah dilakukan pada kacang mete.

Sedangkan komposisi nutrisinya, lipida fenolik, FA, tocopherol, squalenes, dan

phytosterols, senyawa bioaktif seperti β-karoten, lutein, zeaxanthin, α-tocopherol ,

γ-tocopherol, thiamin, asam stearat, asam oleat, dan asam linoleat, telah

diidentifikasi dan ditemukan pada kacang mete (Trox, 2010 dkk., 2010).

Kadar lemak total pada 100 gram kacang mete mentah adalah 47 gram.

Tingginya kadar lemak pada biji mete sangat berperan penting dalam peningkatan

kadar energi dan cita rasa. Lemak pada kacang mete 78-80% merupakan asam

lemak tak jenuh dilihat dari minyak kacang mete. Senyawa bioaktif seperti asam

lemak tak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) dan PUFA

(Polyunsaturated Fatty Acid), fenol, dan tokoferol yang terkandung di dalam

kacang mete cukup tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia

(Alasavar dan Shahidi, 2009).

Menurut Yahaya dkk (2012), kacang mete mengandung sejumlah minyak

berkualitas baik (47,0%), protein (21 %), karbohidrat (22,0 %), vitamin dan

mineral. Selain itu, kacang mete juga banyak mengandung vitamin penting,

misalnya pyridoxine (vitamin B-6), vitamin E dan squalene. Vitamin E dan

squalene adaah antioksida potensial mendukung efek pada kesehatan

kardiovaskuler. Squalene juga merupakan prekusor steroid penting yang berperan

sebagai antikanker.

Kandungan energi per 100 gram kacang mete mentah adalah 566 kkal.

Kadar protein pada 100 gram kacang mete mentah sebesar 18 gram. Asam amino

9

yang potensial pada kacang mete adalah leusin, valin, arginin, asam aspartat, asam

glutamat, dan serin (Astawan, 2009). Asam glutamat dan asam aspartat sangat

berkontribusi penting akan timbulnya rasa gurih pada kacang mete (Astawan,

2009). Asam glutamat merupakan asam amino yang dapat memberikan rasa gurih.

Gugus hidrogennya dapat disubsitusi dengan sodium membentuk monosodium

glutamat yang banyak digunakan sebagai flavor enchancer (Kusnandar, 2010).

Kandungan asam amino dari kacang mete dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete

Asam Amino Komposisi (%)

Asam Glutamat 28,0

Asam Aspartat 10,78

Isoleusia 3,86

Alanin 3,18

Fenilalanin 4,35

Tirosin 3,20

Arginin 10,30

Glisin 5,33

Histidin 1,81

Lisin 3,32

Valin 4,53

Prolin 3,72

Serin 5,76

Leusin 11,93

(Sumber : Nandi, 2011)

Asam lemak yang terdapat pada kacang mete antara lain myristic acid

sebanyak 0,1%, Palmitic acid sebanyak 13,77%, Palmitoleic acid sebanyak

0,68%, Stearic acid sebanyak 1,34%, Oleic acid sebanyak 47,79%, Linoleic acid

sebanyak 29,67%, Linolenic acid sebanyak 0,01%, Arachidic acid sebanyak

4,07%, Behenic acid sebanyak 2,08%, dan Lingnoceric acid sebanyak 0,31%

(Abitogu, 2009). Berikut kandungan gizi kacang mete mentah dapat dilihat pada

Tabel 2.

10

Tabel 2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah

Zat Gizi Kandungan/100 g

Energi (kkal) 566

Protein (g) 18

Karbohidrat (g) 27

Lemak total (g) 47

Lemak Jenuh (g) 8

Lemak tidak jenuh tunggal (g) 25

Lemak tidak jenuh ganda (g) 8

Natrium (mg) 12

Kalium (mg) 650

(Sumber : Astawan, 2009)

Selain itu, kacang mete juga mengandung senyawa fenolik. Senyawa

fenolik merupakan sumber peting senyawa bioaktif dalam makanan. Fenolik

utama yang ditemukan pada kacang mete adalah asam anacardik, karnadol,

kardol, tocopherol dan senyawa fenol minor lainnya (Alasalvar dan Sahidi, 2009).

B. Total Fenolik

Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan

satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa ini fenol kebanyakan memiliki gugus

hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol (Putra dkk, 2009).

Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus hidroksil yang

terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa nama lain seperti asam

karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat, fenil hidroksida,

oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil hidrat, fenilat alkohol, dan fenol alkohol

(Nair dkk, 2008). Fenol memiliki rumus struktur sebagai berikut (Poerwono, 2012).

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Fenol

11

Senyawa fenol pada bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi fenol

sederhana dan asam folat (P-kresol, 3-etil fenol, 3,4-dietil fenol, hidroksiquinon,

vanilin dan asam galat), turunan asam hidroksi sinamat (kumarat, kafeat, asam

fenolik dan asam kloregenat) dan flavonoid (katekin, proantosianin, antisianidin,

flavon, flavonol dan glikosidanya). Fenol juga dapat menghambat okidasi lipid

dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas. Senyawa fenol

(AH) jika berdiri sendiri tidak aktif sebagai antioksidan, substitusi grup alkil pada

posisi 2, 4 dan 6 dapat meningkatkan densitas elektron gugus hidroksil, sehingga

meningkatkan keaktifannya terhadap radikal lipid.

Senyawa fenolik biasanya terdapat dalam berbagai jenis sayuran, buah-

buahan dan tanaman. Senyawa fenolik diproduksi oleh tanaman melalui jalur

sikimat dan metabolisme fenil propanoid (Apak dkk, 2007). Standar yang

digunakan pada analisis kandungan fenolik adalah asam galat, hal ini karena asam

galat bersifat stabil, memiliki sensitivitas yang tinggi, dan harganya cukup

terjangkau. Kandungan fenolik dari standar asam galat ditentukan dengan

menggunakan metode Folin-Ciocalteau (Chang, 2007). Penentuan kandungan

fenolik total dilakukan pada panjang gelombang 760 nm.

Senyawa fenolik tersubstitusi telah banyak digunakan sebagai antioksidan.

Kerja antioksidan dalam reaksi oksidasi adalah menghambat terbentuknya radikal

bebas pada tahap inisiasi atau menghambat kelanjutan reaksi berantai pada tahap

propagasidari reaksi autooksidasi. Antioksidan yang baik adalah senyawa yang

mampu membuat radikal fenolik dari antioksidan menjadi lebih stabil. Senyawa

turunan fenolik tersubtitusi ini banyak terdapat pada berbagai tumbuhan tropis

12

berupa senyawa turunan polifenol. Fenolik mempunyai efek kardiopektif, yakni

antioksidan yang sangat kuat. Senyawa fenolik mampu mencegah oksidasi LDL

20 kali lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E.

Pada umumnya antioksidan melindungi sel dengan cara mengorbankan

dirinya untuk teroksidasi oleh radikal bebas. Fenolik merupakan senyawa yang

mudah teroksidasi, oleh karena itu sering digunakan sebagai antioksidan.

Penggunaannya sebagai antioksidan dapat melindungi sel agar tidak teroksidasi

oleh radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas tersebut secara tidak

langsung yang teroksidasi adalah fenolik tersebut.

C. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan fenolik terbesar yang senyawa yang terdiri

dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk

glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil

fenolik (Sirait, 2007; Bhat dkk., 2009). Perbedaan struktur kimia dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan Struktur Kimia Flavanoid

Penamaan flavonoid berasal dari bahasa latin yang mengacu pada warna

kuning dan sebagian besar flavonoid adalah berwarna kuning. Flavonoid sering

ditemukan dalam bentuk pigmen dan co-pigmen. Flavonoid adalah golongan

13

pigmen organik yang tidak mengandung molekul nitrogen. Kombinasi dari

berbagai macam pigmen ini membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan

biji tanaman. Pigmen ini merupakan antraktan bagi serangga dan merupakan agen

polinasi. Pigmen juga bermanfaat bagi manusia dan salah satu manfaat yang

penting adalah sebagai antioksidan (Bhat dkk., 2009). Bagi manusia, flavon dalam

dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler,

sebagai diuretic dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

D. Tanin

Tanin mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astrigen, antidiare,

antibakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat

kompleks terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar

mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan

protein tersebut (Desmiaty, dkk. 2008). Tanin dibentuk dengan kondensasi

turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman, tanin juga

dibentuk dengan polimerisasi unit kuinon (Anonymous, 2005). Struktur inti tanin

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Senyawa Tanin

Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol

(Deaville, dkk. 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein,

14

karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan

molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan

komplek yaitu protein tanin.

Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD (Kilo Dalton). Tanin alami

larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi

dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin

memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui

mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan

antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,

terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,

mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(Desmiaty, dkk. 2008).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tanin

terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari

pengendap protein sampai pengkilat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai

antioksidan biologis.

E. Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang dalam konsentrasi rendah jika

dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi dapat memperlambat atau

menghambat oksidasi substrat (Sen dkk, 2010), berperan penting dalam

melindungi sel dari kerusakan dengan kemampuan memblok proses kerusakan

oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas (Hartanto, 2012). Beberapa senyawa

15

metabolit sekunder pada tanaman memiliki aktivitas antioksidan yang berfungsi

menangkap radikal bebas sehingga mampu menghambat arteroskeloris, hipertensi,

proses oksidasi pada LDL, dan beberapa penyakit kanker tertentu (Akagawa,

2001).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terbebas dari senyawa

radikal bebas, asap rokok, makanan yang digoreng, dibakar, paparan sinar

matahari yang berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun dan

polusi udara yang merupakan sumber pembentuk senyawa radikal bebas. Radikal

bebas merupakan atom tunggal atau berkelompok yang sedikitnya mempunyai

satu orbit terluar yang mempunyai satu elektron tunggal (tidak berpesangan) di

mana seharusnya mempunyai elektron berpasangan (Iorio, 2007).

Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk

menangkap radikal bebas (Prakash, 2001). Menurut Halliwell (2006), senyawa

radikal yang terdapat dalam tubuh berasal dari luar tubuh (eksogen) maupun dari

dalam tubuh (endogen) yang terbentuk dari hasil metabolisme zat gizi secara

normal. Dalam proses fisiologis timbulnya senyawa radikal bebas (pro-oksidan)

akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen dengan menggunakan zat

(senyawa) yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas, yang juga

disebut antioksidan. Senyawa ROS (Reactive Oxygen Species) memberikan efek

merusak bila keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu.

Keseimbangan ini tergantung pada konsumsi pangan yang membawa asam-asam

amino esensial dalam jumlah yang diperlukan untuk mensintesis protein serta zat

gizi lain yang diperlukan. Walaupun secara teoritis senyawa radikal di dalam

16

tubuh dapat dihilangkan apabila terdapat antioksidan, tetapi efisiensi

penghilangan senyawa radikal ini tidak pernah mencapai 100%.

Menurut Halliwell (2006), reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal

merupakan asal dari berbagai macam penyakit, antara lain ginjal, diabetes, kanker,

dan penyakit kardiovaskular. Pada individu yang sehat, keberadaan prooksidan

dapat diimbangi dengan adanya antioksidan. Akan tetapi pada keadaan tertentu

keseimbangan tersebut dapat terganggu, karena jumlah pro-oksidan lebih banyak

dibandingkan dengan antioksidan. Oleh karena itu, penting sekali untuk

meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh, dan hal ini dapat dilakukan

dengan meningkatkan konsumsi antioksidan alami. Antioksidan terdiri dari dua

macam, yaitu antioksidan sintetis dan antioksidan alami. Contoh antioksidan

sintetis adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil

galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ), dan tokoferol. (Win dkk., 2011)

F. Aktivitas Antioksidan

Metode DPPH atau Diphenylpicrylhydrazyl digunakan secara luas untuk

menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor electron atau

hydrogen. Meteode DDPH dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam

pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa metode lain terbatas mengukur

komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam analisa.

Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta

hanya memerlukan sedikit sampel. Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan

radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hydrogen dan menyebabkan

terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning yang diukur dengan

17

panjang gelombang 517 nm. Pengurangan intensitas warna yang terjadi

berhubungan dengan jumlah electron DPPH yang menangkap atom hydrogen.

Pengurangan intensitas warna mengidentifikasi peningkatan kemampuan

antioksidan untuk menangkap radikal bebas. Aktivitas antioksidan diperoleh

dengan menghitung jumlah pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang

sebanding dengan pengurangan kosentrasi larutan DPPH melalui pengukuran

absorbansi larutan uji DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan

menghasilkan bentuk tereduksi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin dan radikal

antioksidan.

Aktivitas penangkapan radikal bebas dapat dinyatakan dengan satuan

persen (%) aktivitas antioksidan. Nilai ini diperoleh dengan persamaan berikut

(Molyneux, 2004):

% Inhibisi =

x 100%

Berdasarkan rumus tersebut semakin tinggi diskolorisasi (absorbansi

semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas.

Nilai 0% berarti sampel tidak mempunyai aktivitas antioksidan sedangkan nilai

100% berarti pengujian aktivitas antioksidan perlu dilanjutkan dengan

pengenceran sampel untuk mengetahui batas kosentrasi aktivitas antioksidan.

Suatu bahan dapat dikatakan aktif sebagai antioksidan bila presentase aktivitas

antioksidan lebih atau sama dengan 50% (Parwata, dkk. 2009).

Absorbansi kontrol yang digunakan dalam proses DPPH ini adalah

absorbansi DPPH sebelum ditambah sampel. Kontrol yang digunakan untuk

mengkonfirmasi kestabilan system pengukuran. Nilai absorbansi kontrol dapat

18

berkurang dari hari ke hari dikarenakan kehilangan aktivitasnya saat dalam stok

larutan DPPH, tetapi nilai absorbansi kontrol tetap dapat memberikan batasan

untuk pengukuran saat ini. kontrol juga berfungsi menjaga kekonstanan total

konsentrasi DPPH dalam serangkaian pengukuran (Molyneux, 2004).

G. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang

diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari

suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Pada umumnya ekstraksi

akan semakin baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan

pelarut semakin luas. Dengan demikian, semakin halus serbuk simplisia maka

akan semakin baik ekstraksinya. Selain luas bidang, ekstraksi juga dipengaruhi

oleh sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Ahmad, 2006).

Mekanisme yang berlangsung selama proses ekstraksi padat-cair

dapatdiuraikan sebagai berikut:

1. Pelarut bercampur dengan padatan sehingga permukaan padatan dilapisi

oleh pelarut.

2. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan ke dalam pori

padatan inert tersebut. Laju difusi ini tergolong lambat karena pelarut

harus menembus dinding sel padatan.

3. Solut yang terdapat dalam padatan larut dalam pelarut.

4. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan

dan bercampur dengan pelarut.

19

H. Microwave Assited Extraction (MAE)

Ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah

satunya dengan Microwave Assisted Extraction (MAE). Ekstraksi dengan MAE

merupakan teknik ekstraksi yang relatif baru, di mana microwave bekerja dengan

memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik non ionik yang berada di antara

frekuensi 300 MHz hingga 300 GHz. (Tatke dkk, 2011) Microwave memanaskan

molekul melalui dua fenomena yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol. Ketika

microwave berinteraksi dengan pelarut polar, pemanasan substansi disebabkan

oleh salah satu dari dua fenomena di atas. Pergerakan ion yang elektroforetik di

bawah pengaruh perubahan medan listrik disebut konduksi ionik. Jika larutan

melakukan sebuah tahanan terhadap pergerakan ion dan friksi pun terjadi maka

larutan menjadi panas. Penyusunan kembali dipol dari molekul karena perubahan

medan listrik yang sangat cepat disebut rotasi dipole. (Tatke dkk, 2011)

Pada frekuensi 2.450 MHz proses pemanasan terjadi. Microwave merubah

komponen elektrik pada kecepatan 4,9 x 104 kali/detik.Terjadi pembentukan

panas akibat gaya friksi ketika molekulmolekul pelarut mencoba untuk menyusun

kembali diri mereka untuk menyesuaikan perubahan medan listrik, namun mereka

gagal menyusunnya kembali. Panas tidak terjadi ketika frekuensi lebih dari 2.450

MHz dan komponen elektrik berubah pada kecepatan yang lebih besar. Panas juga

tidak terjadi ketika frekuensi kurang dari 2.450 MHz dan perubahan komponen

elektrik yang terjadi lebih lambat. Jadi dapat disimpulkan bahwa, hanya material

atau pelarut dielektrik yang memiliki dipol permanen (memiliki sebuah muatan

positif pada satu sisi dan sebuah muatan negatif di sisi lainnya) yang dapat

20

mengalami pemanasan oleh microwave (Tatke dkk, 2011). Suhu yang lebih tinggi

yang dicapai oleh radiasi microwave dapat menghidrolisis ikatan eter dari

selulosa, yang merupakan konstituen utama dari dinding sel tanaman, dan dapat

dikonversi menjadi fraksi larut dalam 1 sampai 2 menit. Temperatur yang lebih

tinggi dicapai oleh dinding sel selama MAE, meningkatkan dehidrasi selulosa dan

mengurangi kekuatan mekanik dan membantu pelarut untuk mudah masuk

mengekstraksi senyawa di dalam sel. (Mandal dkk, 2007).

Metode Microwave Assisted Extraction merupakan metode yang efisien

dibandingkan dengan metode maserasi karena menghasilkan rendemen yang lebih

tinggi, suhu yang rendah, dan waktu ekstraksi yang lebih singkat pada ekstraksi

senyawa fenolik (Quan dkk., 2006). Metode Microwave Assisted Extraction dapat

dengan mudah diaplikasikan oleh beberapa industri kecil karena menggunakan

microwave dan pelarut yang mudah didapatkan di toko kimia untuk proses

ekstraksinya.

Ekstraksi konvensional memerlukan waktu yang cukup lama

dibandingkan dengan Metode Microwave Assisted Extraction. Metode Microwave

Assisted Extraction memberikan laju ekstraksi yang lebih cepat, dimana energi

gelombang mikro ditransfer secara efisien ke dalam bahan melalui mekanisme

interaksi molekuler di dalam medan elektromagnetik sehingga terjadi transfer

energi yang cepat dan efisien ke dalam pelarut matriks bahan. Pemanasan

menggunakan microwave melibatkan tiga kali konversi energi, yaitu konversi

energi listrik menjadi energi elektromagnetik, koversi energi elektromagnetik

menjadi energi kinetik dan konversi energi kinetik menjadi energi panas.

21

Perlakuan dengan microwave mempengaruhi struktur sel akibat kenaikan

suhu yang tiba-tiba dan meningkatkan tekanan internal. Selama proses dinding sel

pecah, analit yang akan diekstrak keluar dari sel dan dapat berdifusi cepat ke

dalam pelarut. Ekstraksi dengan MAE ini dapat meningkatkan kecepatan transfer

massa zat terlarut dari matriks sampel ke dalam pelarut. (Mandal dkk., 2007)

Mekanisme berdasarkan MAE mengekspos analit dengan pelarut melalui

pecahnya sel. Hal ini berbeda dari ekstraksi refluks yang bergantung pada

serangkaian proses permeasi dan solubilisasi untuk membawa analit keluar dari

matriks. (Mandal dkk., 2007). MAE dibandingkan metode ekstraksi yang lain

memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1) MAE dapat menyelesaikan ekstraksi dalam beberapa menit, lebih cepat

dibandingkan metode ekstraksi yang lain.

2) Penggunaan solvent yang sedikit sehingga mengurangi biaya pembelian

pelarut dan pembuangan sisa pelarut.

3) MAE menghasilkan ekstrak dengan yield lebih besar daripada metode

ekstraksi yang lain.

4) MAE menggunakan energi listrik lebih kecil dibandingkan metode

ekstraksi yang lain.

1. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Metode Ekstraksi Microwave

Assisted Extraction (MAE) (Mandal dkk., 2007)

a. Volume pelarut

Volume pelarut harus cukup untuk memastikan bahwa solid selalu

terendam dalam seluruh pelarut selama iradiasi berlangsung. Semakin

22

tinggi volume pelarut maka semakin besar yield yang dihasilkan dalam

metode ekstraksi konvensional. Namun, dalam MAE semakin tinggi

volume pelarut maka semakin kecil yield yang dihasilkan. Hal ini

disebabkan karena dengan jumlah pelarut yang jauh lebih banyak

dibandingkan jumlah solid yang sedikit, pelarut akan lebih banyak

menyerap energi microwave yang besar untuk menaikkan suhunya,

sedangkan solid hanya menyerap sisa energi microwave yang ada. Hal ini

menyebabkan tidak semua senyawa fenolik dapat keluar dari sel sehingga

senyawa fenolik tidak dapat terekstrak dengan sempurna.

b. Waktu radiasi

Semakin lama waktu ekstraksi menyebabkan waktu radiasi dalam

microwave semakin lama sehingga pelarut akan menyerap energi

microwave yang lebih banyak. Namun dengan waktu radiasi yang terlalu

lama maka analit akan terdegradasi oleh panas yang dihasilkan oleh energi

microwave. Oleh karena itu, ekstraksi MAE harus dilakukan dengan waktu

radiasi yang optimum.

c. Power microwave

Semakin besar power microwave yang digunakan dalam ekstraksi

MAE, maka semakin cepat pecahnya dinding sel karena jika digunakan

power yang lebih tinggi maka suhu akan naik dengan cepat, sehingga

analit yang diinginkan lebih cepat keluar dari dalam sel dan berdifusi ke

dalam pelarut. Besar power microwave harus dipilih dengan benar untuk

23

menghindari kenaikan suhu yang sangat tinggi, yang dapat menyebabkan

analit terdegradasi.

d. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel berarti semakin besar luas

permukaan kontak antara partikel dan pelarut selama iradiasi dalam

ekstraksi MAE.

e. Suhu

Semakin tinggi suhu ekstraksi berarti semakin besar tekanan

internal pada sel partikel sehingga dinding sel cepat pecah dan analit dari

dalam sel akan keluar larut dalam pelarut. Pada ekstraksi MAE diperlukan

suhu yang optimum untuk menjaga agar analit tidak terdegradasi oleh

panas yang dihasilkan energi microwave.

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April di Laboratorium

Rekayasa Pangan Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia Universitas

Semarang, Jalan Soekarno-Hatta Tlogosari, Semarang dan Laboratorium

Chem-mix Pratama Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

Bahan baku untuk penelitian ini adalah mete dari daerah Ngadirojo

Wonogiri Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan antara lain: etanol 70%,

DPPH (2,2-diphenyl-1 picrylyhdrazil), Folin-ciocaleu 250 µl, NaCO3 20%,

Asam Galat, AlCl3 5%, Quersentin, HCl pekat, Metanol, Catecin, Etanol,

Aquadest dan beberapa bahan kimia untuk analisis.

Peralatan yang dipergunakan adalah blender, kuvet, cabinet drayer,

waterbath, spektrofotometer UV-Vis, oven, microwave merk Signora SG-

1304MB, Erlenmeyer, Beaker Glass, Corong kaca, Gelas Ukur, Labu Takar,

Timbangan Analitik dan beberapa peralatan gelas untuk analisis.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) satu faktor 6 perlakuan dan 3 kali ulangan dengan

perlakuannya adalah sebagai berikut:

P0: Tanpa perlakuan pemanasan (maserasi 24 jam)

P1: Lama ekstraksi selama 2 menit

25

P2: Lama ekstraksi selama 4 menit

P3: Lama ekstraksi selama 6 menit

P4: Lama ekstraksi selama 8 menit

P5: Lama ekstraksi selama 10 menit

Analisa data statistik dilakukan dengan ANOVA, untuk mengetahui

terjadi perbedaan antara perlakuan akan dilakukan dengan uji DUNCAN

(DMRT) pada taraf 5%. Bila terjadi perbedaan dilakukan Uji Lanjut untuk

mengetahui perbedaan antar perlakuan.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung mete yang dimulai dari

pemilihan kacang mete yang akan digunakan. Kacang mete yang digunakan

adalah yang keadaannya masih mentah. Kacang mete yang telah disortasi

kemudian dikeringkan dalam kabinet dryer dengan suhu 70oC selama 8 jam

dan kadar air kurang dari 10%. Kacang mete yang telah kering digiling

dengan menggunakan blender. Kemudian tepung kacang mete di ayak 40

mesh. Tepung kacang mete yang akan ditreatment ditimbang dan sebagai

dasar penambahan pelarut etanol 70%. Ratio pelarut dengan bahan 1 banding

5. Kemudian diekstrak menggunakan microwave pada suhu 40oC selama 2

menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit dan 10 menit. Larutan kacang mete disaring

dengan kertas saring, kemudian endapan dan filtrat dipisahkan. Filtrat kacang

mete kemudian di evaporasi menggunakan waterbath pada suhu 70oC selama

3 jam. Selanjutnya diuji kandungan senyawa total fenolik, flavonoid, aktivitas

26

antioksidan dan kadar air. Gambaran singkat pembutan tepung kacang mete

dituangkan pada Gambar 4 dan ekstraksi tepung kacang mete di Gambar 5.

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Mete

Sortasi dan Pencucian

Pengeringan (70 °C, 8jam)

Pengirisan

Kacang mete kering

Penepungan Kacang mete kering

(blender)

Pengayakan (40 mesh)

Air cucian Air Bersih

Kacang Mete

Tepung Kacang Mete

27

Gambar 5. Diagram Alir Microwave Assisted Extraction (MAE)

Ekstraksi (400C) menggunakan MAE

(2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10 menit)

Penyaringan dengan kertas saring

Filtrat

Penguapan dengan

Waterbath 70oC 3 jam

Ekstrak kental

Tepung Kacang Mete

(1:5)

Ampas Tepung

Kacang Mete

Etanol 70%

Etanol 70%

Uji Total Fenolat Uji Flavonoid Uji Aktivitas

Antioksidan

Uji Tanin

Tepung Kacang Mete

28

E. Tahap Pengujian (Total Fenolik, Kandungan Flavonoid, Kadar

Tanin, Uji Aktivitas Antioksidan)

1. Kadar Air

Prosedur praktikum penetapan kadar air dilakukan dengan metode

AOAC 2005. Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air

adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105oC selama 1

jam. Cawan yang telah dioven didinginkan dengan cara diletakkan ke dalam

desikator selama 15 menit dan kemudian cawan tersebut ditimbang.

Kemudian, dimasukkan sampel 1.5-2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam

tanur yang suhunya 600°C selama 3 jam. Didinginkan di luar tanur sampai

suhu ±120°C, dimasukkan dalam desikator. Cawan ditimbang sehingga

didapat berat konstan dan kemudian di lakukan perhitungan kadar air.

2. Rendemen

Rendemen yang dihasilkan dalam penelitian ini diperoleh dengan

membandingkan berat oleoresin yang diperoleh dengan berat ampas hasil

penyaringan. Hasil penyaringan dinyatakan dalam %. Rumus penghitungan

rendemen adalah sebagai berikut:

3. Uji Kandungan Total Fenolik

Menurut Roy, dkk (2009) prosedur kerja untuk uji total fenolik dengan

metode Folin-ciocalteu adalah sebagai berikut dengan menggunakan asam

galat sebagai standar, sampel 50 μl, ditambah larutan Folin-ciocalteu 250 μl,

kemudian didiamkan 1 menit dan ditambah 750 μl NaCO3 20 %, selanjutnya

29

divortek, dan ditambah akuades sampai volume 5 ml. Setelah diinkubasi 5

menit pada suhu kamar, absorbansi ditera pada λ 760 nm. Asam galat

digunakan sebagai standar dan kurva kalibrasi dibuat dengan asam galat

31,875 sampai 510 mg/L dengan r = 0,99. Hasil perhitungan fenolik total

adalah mg Ekivalen Asam Galat (EAG) per gram ekstrak kering. Analisa

dilakukan dalam 3 batch masing-masing 3 kali ulangan.

Metode yang digunakan mengacu pada Yangthong dkk (2009), Sharma

dkk (2011) dan Santoso dkk (2012) dengan menggunakan reagen Folin-

Ciocalteau. Ekstrak kacang mete berat 5 mg dilarutkan dalam 2 ml etanol

96%. Kemudian larutan ditambahkan 5 ml aquades, kemudian ditambahkan 1

ml Na2CO3 5%. larutan dihomogenkan lalu diinkubasi dalam kondisi gelap

selama satu jam. Serapan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang 725 nm. Pengukuran absorbansi dilakukan 3

kali ulangan.

Asam galat digunakan sebagai standar dengan seri konsentrasi 0 ppm, 5

ppm, 15 ppm dan 20 ppm. Kurva kalibrasi asam galat digunakan untuk

menentukan kadar senyawa fenolik yang terkandung dalam sampel melalui

persamaan regresi dan dinyatakan dalam satuan mg ekuivalen asam galat/g

ekstrak (mg GAE/g ekstrak) dengan rumus perhitungan:

C = C1 x V

M

Keterangan:

C: Total fenolik (mg GAE/g ekstrak) M: Berat ekstrak (g)

C1: Konsentrasi asam galat (mg/l) V: Volume ekstrak (l)

30

4. Uji Kandungan Flavonoid

Prosedur Analisa Flavonoid Metode Spectrofotometry,Worotikan

dalam Suryanto (2007), dengan menggunakan pereaksi AlCl3. Ditimbang

sampel 5 gr,larutkan dalam 100 ml ethanol. Disaring atau centrifuge larutan.

Diambil 1 ml larutan jernih,tambahkan 3 ml larutan AlCl3 5 %. Ditambahkan

aquadest hingga volume 10 ml. Dibaca absorbansinya menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Dibuat kurva

standarnya menggunakan Quercetein. Pengukuran absorbansi dilakukan 3 kali

ulangan.

Kuersetin digunakan sebagai standar dengan seri konsentrasi 50

ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm. Kurva kalibrasi kuersetin digunakan

untuk menentukan kadar senyawa total flavonoid yang terkandung dalam

sampel melalui persamaan regresi dan dinyatakan dalam satuan mg ekuivalen

kuersetin/g ekstrak (mg QE/g ekstrak) dengan rumus perhitungan:

C= C1 X V x FP

M

Keterangan:

C: Flavonoid (mg QE/g ekstrak) M: Berat ekstrak (g)

C1: Konsentrasi kuersetin (mg/l) FP: Faktor pengenceran

V: Volume ekstrak (l)

Kuersetin digunakan sebagai pembanding karena merupakan golongan

flavonoid yang banyak ditemukan dalam tumbuhan serta memiliki aktivitas

biologis (Sofyan dkk., 2008).Senyawa kuersetin dan flavonoid lain dapat

31

membentuk kompleks dengan AlCl3 yang berwana orange dan menyerap pada

panjang gelombang maksimum 510 nm. Kurva kalibrasi kuersetin yang dibuat

memiliki persamaan y= 0,00003x-0,0005, dengan harga koefisien korelasi (r)

0,9972.

5. Uji Kadar Tanin dengan senyawa katekin (C)

Menurut Chang (2007) prosedur kerja untuk uji kadar tanin dengan

senyawa katekin (C) adalah sebagai berikut sampel 50 μl ditambah 3 ml

metanol vanilin 4% dan 1,5 ml HCl pekat kemudian divorteks 2 menit, ditera

pada λ 500 nm dan digunakan metanol sebagai blanko. Kadar tanin

terkondensasi dihitung sebagai mg ekivalen catechin (EC)/ g ekstrak kering

dengan kurva kalibrasi (8,9-44,4 mg/L) dengan r = 0,99. Analisis dilakukan 3

batch masing-masing 3 kali ulangan.

Katekin digunakan sebagai standar dengan seri konsentrasi 0 ppm, 5

ppm, 15 ppm dan 20 ppm. Kurva kalibrasi asam galat digunakan untuk

menentukan kadar senyawa tanin yang terkandung dalam sampel melalui

persamaan regresi dan dinyatakan dalam satuan mg ekuivalen asam galat/g

ekstrak (mg GAE/g ekstrak) dengan rumus perhitungan.

C

Keterangan:

C: Total tanin (mg GAE/g ekstrak) M: Berat ekstrak (g)

C1: Konsentrasi asam galat (mg/l) V: Volume ekstrak (l)

32

6. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Menurut Chang (2007) prosedur kerja untuk uji aktivitas antioksidan

kacang mete segar dengan metode DPPH adalah sebagai berikut sampel 0,2

ml ditambah 3,8 ml larutan DPPH 0,1 mM, divortek 1 menit, dan diinkubasi

pada suhu kamar dan ruang gelap selama 30 menit. Absorbansi ditera pada λ

517 nm. Blanko (kontrol) dengan menggunakan etanol sebagai pengganti

sampel. Daya tangkap radikal bebas dinyatakan dalam persen (%) RSA = %

Radical Scavenging Activity merupakan % pemucatan DPPH.

A

% RSA = 1 ————— x 100%

B

Keterangan:

A = nilai absorbansi sampel

B = nilai absorbansi DP

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi menggunakan bahan baku kacang mete segar untuk

menghasilkan ekstrak kacang mete dan kemudian untuk dianalisa meliputi

rendemen, total fenolik, total flavonoid, kadar tanin dan aktivitas antioksidan.

Pada perlakuan P0 dilakukan proses maserasi selama 24 jam, sedangkan pada

pelakuan P1 sampai dengan P5 dilakukan dengan menggunakan metode

Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan berbagai macam waktu

ekstraksi, mulai dari 2 menit hingga 10 menit. P0 pada penelitian ini

digunakan sebagai kontrol atau sebagai pembanding. Pada setiap perbedaan

waktu ekstraksi terjadi kenaikan suhu pada microwave, sehingga semakin

lama waktu ekstraksi akan meningkatkan suhu ekstraksi.

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kacang mete pada penelitian ini

menggunakan pelarut etanol 70%. Pelarut etanol 70% dikarenakan etanol

dengan konsentrasi 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan

aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke

dalam cairan pengekstraksi. Selain daripada itu, etanol 70 % mudah

ditemukan dan memiliki harga yang lebih ekonomis dibandingkan dengan

etanol 90 % (Azis dkk, 2014). Penggunaan pelarut etanol 70% terbukti dapat

menghasilkan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi jati belanda (Guazuma

ulmifolia Lamk), jambu biji (Psidium guajava Linn) dan salam (Eugenia

polyantha Wight) dengan metode maserasi menghasilkan. Aktivitas

antioksidasi yang tinggi yaitu berturut-turut sebesar 77,44%; 79,14% dan

34

75,99%. Selain itu, pemilihan pelarut etanol 70% juga dapat dilihat dari sisi

konstanta dielektriknya, konstanta dielektrik berbanding lurus dengan

polaritas pelarut. Pelarut etanol 96% memiliki konstanta dielektrik sebesar 30

sedangkan pelarut etanol 70% mempunyai konstanta dielektrik sebesar 45

(Winata, 2011). Lebih lanjut (Winata, 2011) mengemukakan bahwa semakin

kecil konsentrasi pelarut semakin sedikit biaya yang dikeluarkan, namun

memperbesar konsentrasi pelarut belum tentu dapat meningkatkan jumlah

senyawa bioaktif yang terekstrak hal ini membuat perlunya pertimbangan

dalam pemilihan konsentrasi pelarut.

Waktu ekstraksi yang digunakan adalah 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8

menit dan 10 menit. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode maserasi (tanpa pemanasan) selama 24 jam. Waktu ekstraksi juga

sangat berpengaruh terhadap senyawa yang dihasilkan. Menurut Budiyanto

dkk (2008) waktu ekstraksi yang tepat akan menghasilkan senyawa yang

optimal. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan menyebabkan ekstrak

terhidrolisis, sedangkan waktu ekstraksi yang terlalu singkat menyebabkan

tidak semua senyawa aktif terekstrak dari bahan. Semakin lama waktu

ekstraks, kuantitas bahan yang terekstrak juga semakin meningkat

dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut

semakin besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai titik jenuh larutan

(Winata dan Yunianta, 2015). Hasil penelitian Sari (2012) tentang pengujian

kandungan total fenol Kappahycus alvarezzi variasi suhu dan waktu

35

menyatakan semakin lama waktu ekstraksi menunjukan semakin naiknya

kandungan fenolik. Akan tetapi pada suhu 60oC

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa lama waktu ekstraksi

menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) berpengaruh

nyata (p<0,05) terhadap seluruh variabel yang diamati yaitu rendemen, kadar

total fenolik, kadar flavonoid, kadar tanin, serta aktivitas antioksidan ekstrak

kacang mete. Hasil analisis sidik ragam dari masing-masing variabel

pengamatan dan pembahasannya akan diuraikan sebagai berikut :

A. Rendemen

Hasil analisis rendemen menunjukkan perbedaan yang nyata pada

pengujian (P<0,05) karena perbedaan waktu ekstraksi pada kacang mete.

Hasil tersebut disajikkan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Rendemen Kacang Mete (%).

Perlakuan Rerata (%)*

P0 (maserasi 24 jam)

P1 (ekstraksi 2 menit)

0,35a

1,33b

P2 (ekstraksi 4 menit) 1,68c

P3 (ekstraksi 6 menit) 3,93e

P4 (ekstraksi 8 menit) 4,46f

P5 (ekstraksi 10 menit) 3,05d

Keterangan: *) Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

36

Tabel 3. menunjukkan rata-rata kandungan rendemen pada kacang mete

yang diekstrak menggunakan metode MAE. Pada tabel dapat dilihat bahwa

jumlah fenolik pada kacang mete sebesar 0,35 – 4,46 %. Rendemen kacang

mete perlakuan P4 dengan lama ekstraksi 8 menit memiliki total fenolik

paling tinggi yaitu 4,46 % dibandingkan kacang mete perlakuan P1 dengan

lama ekstraksi 2 menit memiliki total fenolik paling rendah yaitu 1,33 %.

Grafik kandungan total fenolik kacang mete dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Garis Rerata Kandungan Total Fenolik Kacang Mete

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa waktu optimum ekstraksi kacang

mete dengan waktu 8 menit, semakin lama dan semakin tinggi suhu ekstraksi

maka rendemen akan menurun. Menurut Winata dan Yunianta (2015)

semakin lama waktu ekstraksi, kuantitas bahan yang terekstrak juga

semakinmeningkat dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan antara bahan

dengan pelarut semakin besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai titik

0.35

1.33

1.68

3.93

4.46

3.05

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Re

rata

a (%

)

Rendemen

37

jenuh larutan. Suhu ekstraksi yang terlalu rendah dan waktu ekstraksi yang

terlalu singkat akan menghasilkan rendemen yang rendah (Handayani dan

Sriherfyna, 2015). Perbedaan rendemen pada penelitian dikarenakan

pemanasan gelombang mikro meningkat untuk cairan ataupun padatan yang

dapat mengubah energi elektromagnetik menjadi panas. Semakin lama waktu

ekstraksi, maka semakin banyak energi elektromagnetik yang dirubah

menjadi energi panas sehingga suhu semakin meningkat (Elwin, 2014).

Banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut,

semakin banyak pelarut luas kontak akan semakin besar, sehingga distribusi

pelarut ke padatan akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke

padatan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan, banyaknya pelarut

akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut, sehingga komponen alginat

dalam rumput laut akan terekstrak secara sempurna.

Tingginya rendemen pada perlakuan P4 terjadi karena tingginya

senyawa bioaktif yang dapat terekstrak pada lama esktraksi 8 menit. Hal ini

dibuktikan dengan tingginya total fenolik, total flavonoid, tanin, dan aktivitas

antiokidan terekstrak yang tinggi pada P4.

B. Total Fenolik

Hasil analisis kandungan total fenolik menunjukkan perbedaan yang

nyata pada pengujian (P<0,05) karena perbedaan waktu ekstraksi pada kacang

mete. Hasil tersebut disajikkan dalam Tabel 4 berikut.

38

Tabel 4. Kandungan Total Fenolik Kacang Mete (mgGAE/g).

Perlakuan Rerata (mgGAE/g)*

P0 (maserasi 24 jam)

P1 (ekstraksi 2 menit)

0,3299a

0,39367b

P2 (ekstraksi 4 menit) 0,49223c

P3 (ekstraksi 6 menit) 0,50163d

P4 (ekstraksi 8 menit) 0,84490f

P5 (ekstraksi 10 menit) 0,52913e

Keterangan: *) Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 3. menunjukkan rata-rata kandungan total fenolik pada kacang

mete yang diekstrak menggunakan metode MAE. Pada tabel dapat dilihat

bahwa jumlah fenolik pada kacang mete sebesar 0,39 – 0,84 mgGAE/g

sampel. Total fenolik kacang mete perlakuan P4 dengan lama ekstraksi 8

menit memiliki total fenolik paling tinggi yaitu 0,84490 mgGAE/g

dibandingkan kacang mete perlakuan P1 dengan lama ekstraksi 2 menit

memiliki total fenolik paling rendah yaitu 0,39367 mgGAE/g. Grafik

kandungan total fenolik kacang mete dapat dilihat pada Gambar 7.

39

Gambar 7. Diagram Garis Rerata Kandungan Total Fenolik Kacang Mete

Total fenolik kacang mete tertinggi terjadi pada perlakuan ekstraksi P4

(0,8449 mgGAE/g), dengan waktu 8 menit. Pada Gambar 6 menunjukkan

bahwa waktu optimum ekstraksi kacang mete dengan waktu 8 menit, semakin

lama dan semakin tinggi suhu ekstraksi maka kandungan total fenolik akan

rusak. Kenaikan senyawa fenolik pada penelitian ini selain dipengaruhi oleh suhu

juga oleh lama waktu ekstraksi, lama waktu ekstraksi menaikan jumlah analit yang

terekstrak. Menurut Ghafoor, dkk (2009), Semakin lama proses ekstraksi, maka

kontak antara pelarut dengan zat terlarut akan semakin lama sehingga proses

pelarutan senyawa fenolik akan terus berlangsung dan berhenti sampai pelarut jenuh

terhadap solute.

Menurut Dewi (2006), peningkatan suhu pemanasan pada jus keruh Aloe

chinensis menghasilkan penurunan kandungan total fenol sehingga senyawa fenol

yang terdapat dalam Aloe chinensis mengalami kerusakan. Miryanti dkk, 2011

yang menyatakan dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga

semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat. Akan

0.3299

0.39367

0.49223 0.50163

0.8449

0.52913

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Re

rata

a (m

g.G

AE/

gr)

Total Fenolat

40

tetapi dalam meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena

suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang

sedang diproses.

Liyana dan Shahidi (2005), menyatakan bahwa ada hubungan antara lama

ekstraksi, suhu dan kandungan fenolik. Meningkatnya suhu menyebabkan

peningkatan kadar fenolik sampai pada suhu tertentu kemudian menurun seiring

dengan peningkatan suhu yang lebih tinggi (Riadini, dkk., 2015). Dapat

disimpulkan dari hal tersebut bahwa semakin lama kacang mete diekstrak,

memiliki pengaruh terhadap kandungan total fenolik yang ada di dalamnya.

Dengan semakin lama perlakuan ekstraksi maka kadar total fenolik akan

mengalami penurunan.

C. Flavonoid

Hasil analisis kandungan total flavonoid menunjukkan perbedaan yang

nyata pada pengujian (P<0,05) karena perbedaan waktu ekstraksi pada kacang

mete segar. Hasil tersebut disajikkan dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kandungan Total Flavonoid Kacang Mete (mgQE/g).

Perlakuan Rerata (mgQE/g)*

P0 (maserasi 24 jam)

P1 (ekstraksi 2 menit)

0,0572a

0,0668ab

P2 (ekstraksi 4 menit) 0,0721bc

P3 (ekstraksi 6 menit) 0,0731bc

P4 (ekstraksi 8 menit) 0,0862d

P5 (ekstraksi 10 menit) 0,0816cd

41

Keterangan: *) Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 5 menunjukkan rata-rata kandungan total flavonoid pada kacang

mete segar yang diekstrak menggunakan metode MAE. Dapat dilihat bahwa

kacang mete segar memiliki jumlah total flavonoid sebesar 0,0668 – 0,0862

mgQE/g sampel. Total flavonoid kacang mete segar perlakuan P4 dengan

lama ekstraksi 8 menit memiliki total flavonoid paling tinggi yaitu 0,0862

mgQE/g dibandingkan kacang mete segar perlakuan P1 dengan lama

ekstraksi 2 menit memiliki total flavonoid paling rendah yaitu 0,0668

mgQE/g. Grafik kandungan total flavonoid kacang mete dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Garis Rerata Kandungan Total Flavonoid Kacang Mete

Gambar 8. grafik rerata kandungan total flavonoid tersebut menunjukan

bahwa kandungan total flavonoid mengalami penurunan pada perlakuan P5

yaitu sebesar 0,0816 mg.QE/gram. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang

0.0572

0.0668 0.0721 0.0731

0.0862 0.0816

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Re

rata

a (m

g.Q

E/gr

)

Flavonoid

42

memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi. Sistem aromatik terkonjugasi

mudah rusak pada suhu tinggi. Beberapa golongan flavonoid memiliki ikatan

glikosida dengan molekul gula. Ikatan glikosida akan mudah rusak atau putus

pada suhu tinggi (Oktavia, 2011).

Berdasarkan Soehendro (2015), kelarutan fenol dalam air berkisar

antara suhu 0-65ºC. Sehingga pada penelitian ini senyawa flavonoid dan fenol

diekstrak dengan menggunakan pemanasan water bath suhu 40ºC dan 60ºC.

Pemanasan ekstrak daun sirsak pada suhu 40ºC dan 60ºC memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kandungan flavonoid dan total fenol.

Kandungan flavonoid dan total fenol daun sirsak yang dipanaskan pada suhu

60ºC lebih tinggi dibandingkan kandungan flavonoid dan total fenol pada

daun sirsak yang dipanaskan pada suhu 40ºC. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wazir dkk. (2011), bahwa suhu tinggi mampu melepaskan

senyawa fenol sel dinding atau senyawa fenolik yang terikat disebabkan oleh

rusaknya unsur-unsur sel, menyebabkan semakin banyak senyawa fenol yang

terekstrak.

Menurut Budiyanto dan Yulianingsih (2008), waktu ekstraksi yang tepat

akan menghasilkan senyawa yang optimal. Waktu ekstraksi yang melebihi

waktu ekstraksi optimal akan menyebabkan ekstrak terhidrolisis, sehingga

akan semakin menurunkan kadar senyawa yang diekstrak. Hidrolisis disini

bukan disebabkan oleh ketidakcocokan nilai polaritas, tetapi lebih disebabkan

oleh pecahnya dinding sel pada molekul jahe karena terjadi inisiasi dan difusi

antara bahan dan pelarut secara terus menerus, sehingga pada MAE 10 menit

43

flavonoid yang terekstrak menjadi sedikit. Waktu ekstraksi yang terlalu

singkat menyebabkan tidak semua senyawa aktif terekstrak dari bahan. Dapat

disimpulkan dari hal tersebut bahwa semakin lama kacang mete diekstrak,

memiliki pengaruh terhadap kandungan total flavonoid yang ada di dalamnya.

Dengan semakin lama perlakuan ekstraksi maka kadar total flavonoid akan

mengalami penurunan.

D. Tanin

Hasil analisis kandungan tanin menunjukkan perbedaan yang nyata

pada pengujian (P<0,05) karena ekstrak pada kacang mete. Hasil tersebut

disajikkan dalam Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kandungan Tanin Kacang Mete (mgKE/g)

Perlakuan Rerata (mgKE/g)*

P0 (maserasi 24 jam)

P1 (ekstraksi 2 menit)

0,3550a

0,4218b

P2 (ekstraksi 4 menit) 0,5250c

P3 (ekstraksi 6 menit) 0,5342d

P4 (ekstraksi 8 menit) 0,9332f

P5 (ekstraksi 10 menit) 0,5633e

Keterangan:*)Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 6 menunjukkan rata-rata kandungan tanin pada kacang mete yang

di ekstrak menggunakan MAE. Dapat dilihat bahwa dalam kacang mete

memiliki jumlah tanin sebesar 0,4218 – 0,9332 mgKE/g. Pada tabel diatas

menunjukan bahwa semakin lama kacang mete diesktrak maka kadar tanin

akan mengalami penurunan pada perlakuan P5 yaitu di ekstrak dengan MAE

44

selama 10 menit sebesar 0,5633 mgKE/g. Grafik kandungan tanin kacang

mete dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8. Diagram Garis Rerata Kandungan Tanin Kacang Mete

Pada Gambar 8 menunjukkan adanya perbedaan tanin kacang mete

pada setiap perlakuan. Tanin kacang mete tertinggi terjadi pada perlakuan

ekstraksi P4 sebesar 0,9332 mgKE/g, dengan waktu 8 menit dan mengalami

penurunan pada perlakuan ekstraksi P5 sebesar 0,5633 mgKE/g. Pada grafik

di atas menunjukan bahwa semakin lama kacang mete diekstrak maka

kandungan tanin akan mengalami penurunan. Kadar Tanin terbesar pada

ekstrak daun jambu mte didapatkan pada suhu 80oC selama 20 menit. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi suhu semakin banyak pula tanin yang terekstrak

keluar. Menurut Dewi (2011), Tidak digunakan suhu lebih dari 80oC karena

tanin tidak tahan dengan pemansan yang terlalu tinggi.

Pada awal proses ekstrasi seluruh senyawa dalam daun jambu biji

terutama tanin akan terekstrak keluar dan bercampur dengan pelarut (air), dan

0.3550 0.4218

0.5250 0.5342

0.9332

0.5633

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

1.00

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Re

rata

a (m

g.K

E/gr

)

Tanin

45

setelah mencapai titik optimal beberapa senyawa yang terdapat dalam bahan

akan mengalami penurunan. Disamping itu penurunan tanin diduga

disebabkan kerusakan tanin akibat proses hidrolisis selama proses ekstraksi

dan pemanasan yang berlangsung terus menerus. Tanin dapat terhidrolisis

menjadi glukosa dan asam tanat (Sukardi dkk, 2007). Dapat disimpulkan

bahwa proses pemasanan yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan

kerusakan senyawa tanin dalam kacang mete, sehingga kadar tanin akan

mengalami penurunan.

E. Aktivitas Antioksidan

Hasil analisis kandungan antioksidan menunjukkan perbedaan yang

nyata pada pengujian (P<0,05) karena ekstrak pada kacang mete. Hasil

tersebut disajikkan dalam Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kandungan Aktivitas Antioksidan Kacang Mete (%).

Perlakuan Rerata (%)

P0 (maserasi 24 jam)

P1 (esktrsksi 2 menit)

30,3030a

32,9638b

P2 (ekstraksi 4 menit) 34,7376c

P3 (ekstraksi 6 menit) 37,1766d

P4 (ekstraksi 8 menit) 42,5720f

P5 (ekstraksi 10 menit) 41,4634e

Keterangan: *)Angka yang ditandai superskrip yang tidak sama pada kolom menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0,05)

46

Tabel 7 menunjukkan rata-rata kandungan antioksidan pada kacang

mete yang di ekstraksi dengan MAE. Dapat dilihat bahwa dalam kacang mete

memiliki jumlah antioksidan sebesar 32,9638 – 42,5720 %. Dapat dilihat

bahwa antioksidan Kacang mete paling tinggi yaitu 42,5720 % pada

perlakuan P4 dengan lama ekstraksi 8 menit. Sedangkan kacang mete yang

memiliki kandungan antioksidan paling rendah pada perlakuan P1 dengan

lama ekstraksi 2 menit yaitu 32,9638 %. Grafik kandungan antioksidan

kacang mete dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 9. Diagram Garis Rerata Kandungan Antioksidan Kacang Mete

Pada Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan antioksidan kacang

mete pada setiap perlakuan. Antioksidan kacang mete tertinggi terjadi pada

perlakuan ekstraksi P4 sebesar 42,5720 %, dengan waktu 8 menit dan

mengalami penurunan pada perlakuan ekstraksi P5 sebesar 41,4634 %.

Aktivitas antioksidan kacang mete semakin meningkat hal ini karena antioksidan

pada jahe dikontribusi oleh adanya kandungan senyawa fenolik.

30.3030 32.9638

34.7376 37.1766

42.5720 41.4634

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Re

rata

a (m

g.G

AE/

gr)

Aktivitas Antioksidan

47

Petel dkk (2015) berpendapat bahwa efek bioaktif senyawa antioksidan

terutama disebabkan karena adanya senyawa fenolik seperti asam fenolik.

Biasanya senyawa- senyawa yang memiliki efek bioaktif adalah senyawa fenolik

yang mempunyai gugus hidroks yang tersubtitui pada posisi ortho dan para

terhadap gugus -OH dan –OR. Menurut Husni, dkk (2014), bahwa kadar

antioksidan menurun seiring meningkatnya suhu dan lama waktu pemanasan.

Menurunnya aktivitas antioksidan pada perlakuan P5 diduga disebabkan karena

sihu pada proses MAE menjadi terlalu tinggi sehingga merusak zat bioaktif

dalam kacang mete.

F. Korelasi Total Fenolik, Kadar Flavonoid, dan Total Antosianin

Terhadap Aktivitas Antioksidan

Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi, juga disebut koefisien

korelasi, adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier

antara dua peubah acak (random variable). Salah satu jenis korelasi yang

paling populer adalah koefisien korelasi momen-produk Pearson (Santoso,

2017).

Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel

yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur

dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).

(Santoso, 2017). Korelasi masing-masing variabel pengamatan (total fenolik,

total flavonoid, total antosianin) terhadap aktivitas antioksidan disajikan pada

Tabel 8.

48

Tabel 8. Korelasi Pearson Variabel Pengamatan Ekstrak Kacang Mete

Correlations

Fenol Flavonoid Tanin Antioksidan

Fenol Pearson Correlation 1 ,793**

,999**

,856**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 18 18 18 18

Flavonoid Pearson Correlation ,793**

1 ,780**

,874**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 18 18 18 18

Tanin Pearson Correlation ,999**

,780**

1 ,842**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 18 18 18 18

Antioksidan Pearson Correlation ,856**

,874**

,842**

1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 18 18 18 18

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

1. Korelasi Antara Fenolik dengan Aktivitas Antioksidan

Kapasitas antioksidan suatu bahan dipengaruhi oleh komponen-

komponen di dalam bahan tersebut yang mampu beraktivitas untuk

menghambat terjadinya oksidasi. Komponen antioksidan tersebut antara lain

senyawa fenolik. Aktivitas antioksidan senyawa fenolik berasal dari

kemampuannya mendonasikan hidrogen kepada radikal sehingga

menghentikan oksidasi lipid pada tahap inisiasi (Prakash, 2007).

Pada baris Pearson Correlation antara Fenolik dengan aktivitas

antioksidan menghasilkan korelasi sama dengan 0,856 (r = 0.856) pada taraf

0.01, pada baris Sig. (2-tailed) menunjukkan angka 0.000 yang merupakan

signifikan korelasi antara total antosianin dengan aktivitas antioksidan.

Koefisien determinasi perlu dihitung untuk menafsirkan Pearson Correlation (r)

49

dengan cara mengkuadratkan nilai r tersebut dan dikalikan 100%, sehingga

diketahui koefisien determinasi dari korelasi adalah 73,27%

Berdasarkan pembacaan hasil korelasi dari Tabel 8. dapat disimpulkan

bahwa kadar fenol berkorelasi positif dengan total aktivitas antioksidan yang

dihasilkan. Nilai korelasi Nilai korelasi (r) yang mendekati 1 (nilai pearson

correlation aktivitas antioksidan sebagai patokan) dan nilai pearson correlation

mengindikasikan bahwa ada korelasi yang erat antara kadar fenol dengan

aktivitas antioksidan.

2. Korelasi Antara Flavonoid Dengan Aktivitas Antioksidan

Pada baris Pearson Correlation antara Flavonoid dengan aktivitas

antioksidan menghasilkan korelasi sama dengan 0.874 (r = 0,874) pada taraf

0.01, pada baris Sig. (2-tailed) menunjukkan angka 0.000 yang merupakan

signifikan korelasi antara total antosianin dengan aktivitas antioksidan.

Koefisien determinasi perlu dihitung untuk menafsirkan Pearson

Correlation (r) dengan cara mengkuadratkan nilai r tersebut dan dikalikan

100%, sehingga diketahui koefisien determinasi dari korelasi adalah 76,39%.

Berdasarkan pembacaan hasil korelasi dari Tabel 8. dapat disimpulkan

bahwa kadar flavonoid berkorelasi positif dengan total aktivitas antioksidan

yang dihasilkan. Berdasarkan pembacaan hasil korelasi dari Tabel 8. dapat

disimpulkan bahwa kadar flavonoid berkorelasi positif (berbanding lurus)

dengan total aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Nilai korelasi (r) yang

mendekati 1 (nilai pearson correlation aktivitas antioksidan sebagai patokan)

50

dan nilai pearson correlation yang mendekati 100% mengindikasikan bahwa

ada korelasi yang erat antara kadar flavonoid dengan aktivitas antioksidan.

3. Korelasi Antara Tanin dengan Aktivitas Antioksidan

Pada baris Pearson Correlation antara tannin dengan aktivitas antioksidan

menghasilkan korelasi sama dengan 0.842 (r = 0,842) pada taraf 0.01, pada

baris Sig. (2-tailed) menunjukkan angka 0.000 yang merupakan signifikan

korelasi antara total antosianin dengan aktivitas antioksidan.

Koefisien determinasi perlu dihitung untuk menafsirkan Pearson

Correlation (r) dengan cara mengkuadratkan nilai r tersebut dan dikalikan

100%, sehingga diketahui koefisien determinasi dari korelasi adalah 71,00%.

Berdasarkan pembacaan hasil korelasi dari Tabel 8. dapat disimpulkan

bahwa kadar tanin berkorelasi positif dengan total aktivitas antioksidan yang

dihasilkan. Berdasarkan pembacaan hasil korelasi dari Tabel 6. dapat

disimpulkan bahwa kadar tanin berkorelasi positif (berbanding lurus) dengan

total aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Nilai korelasi (r) yang mendekati 1

(nilai pearson correlation aktivitas antioksidan sebagai patokan) dan nilai

pearson correlation yang mendekati 100% mengindikasikan bahwa ada korelasi

yang erat antara kadar total flavonoid dengan aktivitas

51

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian Variasi Lama Microwave Assisted

Extraction Kacang Mete (Anacardium occidentale L.) Terhadap Total

Fenolik, Flavonoid, Tanin, dan Aktivitas Antioksidan.

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1. Perlakuan lama MAE berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap variabel yang

diamati yaitu redemen, kadar total fenolik, kadar flavonoid, kadar tanin

dan aktivitas antioksidan.

2. Semakin lama waktu MAE, cenderung meningkatkan kadar dari

variabel yang diamati, tetapi perlakuan tersebut mendapatkan hasil yang

maksimal pada lama 8 menit dan selanjutnya mengalami penurunan

terhadap seluruh variabel yang diamati yaitu rendemen, total fenolik,

kadar flavonoid, kadar tanin, dan aktivitas antioksidan.

3. Karakteristik P4 (MAE 8 menit) sebagai perlakuan terbaik, untuk

mendapatkan Rendemen, Total Fenolik, Tanin, terbaik yaitu yang

menghasilkan rendemen 4,46 %, total fenolik 1,5309 mgGAE/g, Tanin

1,6965 mgKE/g. Diperoleh Aktivitas Antioksidan dan Flavonoid yaitu

menghasilkan aktivitas antioksidan 41,3128% dan Flavonoid 0,8908

mgQE/g.

52

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk peneliti selanjutnya

dapat dilakukan kajian variabel bebas selain lama waktu ekstraksi dan

penambahan kandungan lain untuk meningkatkan aktivitas antioksidan.

53

DAFTAR PUSTAKA

Abitogu, A. 2009. Physicochemical parameters and fatty acid composition of

cashew nut (Annacardium occidentale) oil. Nigerian journal of Chemical

Research.

Ahadi, M. R. 2003. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi pada

Serasah Daun Rhizospora mucronata Lamk pada Ekosistem Tambak

Tumpangsari, Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Ahmad, M.M., 2006, Anti Inflammatory Activities of Nigella sativa Linn (Kalongi,

black seed), http://lailanurhayati.multiply.com/journal, diakses tanggal 21

Februari 2018.

Akagawa, M., 2001,‖Amine Oxidas Lie Activity of Flavonoid‖. Journal

Biochemryist.

Alasavar, C. dan Shahidi, F. 2009. Tree Nuts: Composition, Phytochemicals, and

Health Effects. CRC Press, Boca Raton.

Apak. 2007. Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity

Assay Applied to Phenolic Compounds With the CUPRAC Assay.

Molecules. 12:1496-1547.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995-2005. Official Methods

of Analysis : AOAC Arlington

Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Azis, T., S. Febrizky, dan A.D. Mario. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap

Persen Yield alkaloid dari Daun Salam India (Murraya Koenigii). Jurnal

Teknik Kimia. Universiyas Sriwijaya, Palembang, 20(2):1-6.

Bahri-Sahloul R, Ben Fredj R, Boughalleb N, Shriaa J, Saguem S, Hilbert JL,

Trotin F, Ammar S, Bouzid S, dan Harzallah-Skhiri F. 2014. Phenolic

Composition and Antioxidant and Antimicrobial Activities of Extracts

Obtained from Crataegus azarolus L. var. Aronia (Willd.) Batt. Ovaries

Calli. Journal of Botany. Article ID 623651. Hindawi Publishing.

Bhat SV, Nagasampagi BA, dan Meenakshi S. 2009. Natural Products :

Chemistryand Application. Narosa Publishing House, New Delhi. India.

Budiyanto, A. dan Yulianingsih. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi

Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L.).

Jurnal Pascapanen. 5 (2): 37-44.

54

Cahyono, B. 2005. Manfaat Jambu Mente. Tarat, Baandung. Nunung. 2000.

Budidaya Jambu Mente. Bina Aksarah, Jakarta.

Chang, C.C., Yang., M.H., Wem, H.M., and Chern, J.C. 2002. Estimation of Total

Flavonoid Content in Propolis by Two Comlpementary Colorimetric

Methods. Journal of Food and Drug Analysis, 10(3): 178-182.

Chew KK, Ng SY, Thoo YY, Khoo MZ, Wan Aida WM, and Ho CW. 2011.

Effect of Ethanol Concentration, Extraction Time and Extraction

Temperature on the Recovery of Phenolic Compounds and Antioxidant

Capacity of Centella asiatica Extracts. International Food Research

Journal, 18: 571-578.

Deaville ER, Givens DI, and Mueller-Harvey I. 2010. Chestnut and mimosa

tannin silages: Effects in sheep differ for apparent digestibility, nitrogen

utilisation and losses. Anim Feed Sci Technol. 157:129–138.

Desmiaty. Y., Ratih. H., dan Dewi. H. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total pada

Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifiola) dan Daun Sambang Darah

(Excoecaria bicolor) secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru Prusia.

Ortocarpus, 8: 106-209.

Dewi K. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Antioksidan dari Jus Aloe chinensis

dan Evaluasi Potensi Aloe-Emodin sebagai Antifotooksidan dalam Sistem

Asam Linoleat. [Disertasi]. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dewi R, 2011, Uji Kualitatif dan Kuantitatif Tanin pada Kulit Batang dan Daun

Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L) Secara Spektrofotometri

Menggunakan Pereaksi Biru Prusia, Surabaya, Fakultas Farmasi,

Universitas Surabaya.

Duke, J.A. 2001. Handbook of Nuts. CRC Press, Boca Raton.

Elwin. 2014. Analisa Pengaruh Waktu Pretreatment Dan Konsentrasi Naoh

Terhadap Kandungan Selulosa, Lignin Dan Hemiselulosa Eceng Gondok

Pada Proses Pretreatment Pembuatan Bioetanol. Universitas Brawijaya.

Malang

Ghafoor, K dan Y. H. Choi. 2009. Optimization of Ultrasound Assisted Extraction

of Phenolic Compounds and Antioxidant from Grape peel through

Response Surface Methodology. J. Korean Soc. Appl. Biol. Chem.

Department of Food Science and Technology, Kyungpook National

University, Daegu, Republic of Korea.

Halliwel, B and Gutteridge, J.M.C., 2000, Free Radikal in Biology and Medicine,

Oxford University Press, New York, cit: Rohman, A dan Riyanto, S.,

2004, Aktivitas Antioksidan dan Antiradikal Buah Mengkudu (Morinda

citrifolia L.), Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta.

46 46

55

Halliwell B. 2006. Reactive spesies and antioxidants: Redox biology is a

fudamental theme of aerobic life. Plant Physiol. 141:312-322.

Handayani, H., dan F.H. Sriherfyna. 2016. Eksatraksi Antioksidan Daun Sirsak

Metode Ultrasonik Bath (Kajian Rasio Bahan : Pelarut dan Lama

Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1):262-272.

Hartanto, dan Hondi. 2012. Identifikasi Potensi Antioksidan Minuman Cokelat

dari Kakao Lindak (Theobroma Cacao L.) dengan Berbagai Cara

Preparasi: Metode Radikal Bebas 1,1 Diphenyl-2-Picrylhydrazil (Dpph).

Skripsi S-1 Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Surabaya.

Husni, A., D.R. Putra, dan I. Y. B. Lelana. 2014. Aktivitas Antioksidan Padina sp.

pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan. Jurnal Pengolahan dan

Bioteknologi Perikanan Vol 9 No 2: 165 – 173.

Iorio, E. L. 2007. The Measurement of Oxidative Stress. International

Observatory of Oxidative Stress, Free Radicals and Antioxidant Systems.

Special supplement to Bulletin Vol. 4. No 1.

Trox. 2010. Bioactive compounds in cashew nut (Anacardium occidentale L.)

kernels: effect of different shelling methods. J Agric Food Chem.

12;58(9):5341-6.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta

Kusrini, D. dan Ismardiyanto, M. (2003). Asam Anakardat dari Kulit Jambu Mete

(Anacardium occidentale L) yang Mempunyai Aktivitas Sitotoksik.

JSKA. VI. (1): 1-4

Langat, M. K. 2011. Chemical Constituents of East European Forest Species. In.

A.F. Standart, Book of Extended Extracts. Kenya. pp 77-78.

Leong L.P., Shui, G., 2002. An Investigation of Antioxidant Capacity of Fruits in

Singapore Markets, Food Chemistry.

Liyana, P. C. dan Shahidi, F. 2005. Optimization of Extraction of Phenolic

Compounds from Wheat using Response Surface Methodology. Food

Chemistry 93: 47–56.

Mahanom, H., A.H. Azizah and M.H. Dzulkifly. 1999. Effect of Different Drying

Methods on Concentrations of Several Phytochemicals in Herbal

Preparation of 8 Medical Plants Leaves. Mal. J. Nurt 5:47-54.

Mandal, V., Y. Mohan, dan S. Hemalatha. 2007. Microwave Assisted Extraction

An Innovative and Promising Extraction Tool For Medicinal Plant

Research. Pharmacognosy Review.1(1).

56

Miryanti, dan Arry. 2011. Ekstraksi Antioksidan dari Kulit Buah Manggis

(Garciana mangostana L). Laporan Penelitian Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Molyneux. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)

for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal Science

Technology, 26(2): 211-219.

Nair Cl, Jayachandran K, dan Shashidar S. 2008. Biodegradation of Phenol.

African Journal of Biotechnology. 7. 4951-4958

Nandi, B. K. 2011. Cashew Nut Nutritional Aspects. http://www.fao.org/

docrep/005/ac451e/ac451e0b.htm. diakses tanggal 21 Februari 2018

Nugroho, A. E., Suhardjono, D., Mulyono, S.A, dan Malik, A. 2013. Total

Flavanoid and Fenolik Contents and in Vitro Antyhipertention Activity of

Indonesia Cashew Leaves Anacardiumoccidentale L. Fakultas Farmasi.

UGM. Yogyakarta.

Oktavia, J.D. 2011. ―Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam

(Syzygium polyanthum) dan Analisis Sidik Jari Dengan Kromatografi

Lapis Tipis‖. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Institut Pertanian Bogor. Hal: 4;11

Parwata, I.M.O.A., Wiwik, S.R, dan Raditya, Y. 2009. Isolasi dan Uji Antiradikal

Bebas Munyak Atsiri pada Daun Sirih (Piper betle) secara Spektroskopi

Ultra Violet-Tampak. Jurnal Kimia, 3(1): 7-13.

Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity, Medallion Laboratories Analytical

Progress, vol. 19, No.2.

Putra, G, P, G, Wartini, N, M, dan Anggreni, A, A, M, D. 2009. Karakterisasi

enzim polifenol oksidase biji kakao (Theobroma cacao Linn.). Agritech.

30(3)

Reza, M. 2013. Kandungan Gizi dan Manfaat Kacang Mete.

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2013/10/16/kandungan-gizi-

dan-manfaat-kacang-mete-601867.html. 20 Februari 2018.

Riadini, R.K., B.Boy, R.S., dan F.Sinung, P., 2015. ―Uji Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Daun Sambung Nyawa (Gynurapro cumbens (Lour.) Merr)

Berdasarkan Perbedaan Metode Ekstraksi dan Umur Panen‖. e-journal.

Hal:11

Roy, M.K., Juneja, L.R., Isobe, S. and Tsushida, T. 2009. Steam processed

broccoli (Brassica oleracea) has higher antioxidant activity in chemical

and cellular assay systems. Food Chem. 114: 263-269.

57

Rukmana, N. 2009. Indonesia Pengekspor Mete Terbesar. http://bisnisukm.

com/indonesia-pengekspor-mete-terbesar.html. 20 Februari 2018.

Sahgal, G.,Ramanathan,S., Sasidharan,S.,Mordi, M.N., Ismail, S.,and Mansor,

S.M. 2009. In Vitro Antioxidant and Xanthine Oxidase Inhibitory

Activities of Methanolic Swietenia mahagoni Seed Extracts. Molecules,

14: 4476-4485. Turkmen

Santoso, J and Siti Anwariyah. 2012. Phenol Content, Antioxidant Activity And

Fibers Profile Of Four Tropical Seagrasses From Indonesia. Journal of

Coastal Develpopment, 15(2) :189-196.

Santoso dan Singgih. 2017. Menguasai statistik dengan SPSS 24. Jakarta: PT.

Elexmedia Komputindo.

Sari, D. K., D.D.H. Wardhani., dan A. Prasetyaningrum. 2012. Pengujian

Kandungan Total Kappahycus alvarezzi dengan Metode Ekstraksi

Ultrasonik dengan Variasi Suhu dan Waktu 19(1):209-215.

Sen S, Chakraborty R, Sridahar C, and Reddy YSR, De B. 2010. Free radical,

antioxidant, disease and phytomedicines: current status and future

prospect. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and

Research 3(1): 91-100.

Sharma, G. N., S. K. Dubey, N. Santi and J. Sanadaya. 2011. Phytochemical

Screening and Estimation of Total Phenolic Contant in Aegle marmelos

Seeds. International journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 3

(2): 27-29.

Sirait, M. 2007. Penurunan Fitokimia Dalam Farmasi. Institut Teknologi

Bandung, Bandung.

Soehendro AW, Manuhara GJ dan Nurhartadi E. 2015. Pengaruh suhu terhadap

aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak biji melinjo (Gnetum

gnemon L.) dengan pelarut etanol dan air. Jurnal Teknosains Pangan.

4(4): 15-24.

Sukardi, Mulyarto A.R dan Safera W., 2007, Optimasi Waktu Ekstraksi Terhadap

Kandungan Tanin Pada Bubuk Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidii Folium)

Serta Biaya Produksinya, Malang, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Suprapti, M. L. 2004. Jelly Jambu Mete. Kanisius, Yogyakarta

Sutanto dan Ratuca S. 2012. Pengaruh pH Substrat terhadap Kadar Serat, Vitamin

C dan Tingkat Penerimaan Nata de Cashew (Anacardium occidentale L).

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

58

Tatke, P, dan Y. Jaiswal. 2011. An Overview of Microwave Assisted Extraction

and its Applications in Herbal Drug Research. Research Journal of

Medicinal Plant, 5 (1): 21-31.

Wazir Dayana, Syahida Ahmad, Radzali Muse, Maziah Mahmood dan MY

Shukor. 2011. Antioxidant Activities of Different Parts of Gnetum

gnemon L. Journal Plant Biochemistry and Biotechnology.

Win, M. M., A. A. Abdul., B. S. Baharin., F. Anwar., Sabu, dan M. S. Pak-Dek.

2011. Phenolic Compounds And Antioxidant Activity Of Peanut’s Skin,

Hull, Raw Kernel and Roasted Kernel Flour. Pak. J. Bot. 43(3): 1635-

1642.

Winarsih, H,. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta.

Winata, H. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Kimiawi Ekstrak Daun

Wungu (Graptpphyllum pictum L. Grift.). Skripsi. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Winata, E. dan Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei (Morusalba

L.) Metode Ultrasonic Batch (Kajian Waktu dan Rasio Bahan : Pelarut),

Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2) 773-783.

Xu, B.J. and Chang, S.K.C. 2007. A comparative study on phenolic profiles and

antioxidant of legumes affected by extraction. Journal of Food Science.

72: 59-66.

Yahaya, A. T., Taiwo, O., Shittu, T. R., Yahaya, L. E., and Jayeola, C. O., 2012.

Investment in Cashew Kernel Oil Prouction: Cost and Return Analysis of

Three Processing Methods. American Journal of Economics

Yangthong, M., H.T. Nongporn, and W. Phromkunthong. 2009. Antioxidant

activities of four edible seaweeds from the southern coast of Thailand.

Plant Foods Human Nutr, 64: 218-223

59

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisa Statistik Rendemen

RENDEMEN (%)

Descriptives

rendemen

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

P0 3 ,3467 ,01155 ,00667 ,3180 ,3754 ,34 ,36

P1 3 1,3267 ,01155 ,00667 1,2980 1,3554 1,32 1,34

P2 3 1,6767 ,00577 ,00333 1,6623 1,6910 1,67 1,68

P3 3 3,9267 ,01155 ,00667 3,8980 3,9554 3,92 3,94

P4 3 4,4567 ,00577 ,00333 4,4423 4,4710 4,45 4,46

P5 3 3,0500 ,00000 ,00000 3,0500 3,0500 3,05 3,05

Total 18 2,4639 1,50589 ,35494 1,7150 3,2128 ,34 4,46

Test of Homogeneity of Variances

rendemen

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4,571 5 12 ,014

ANOVA

rendemen

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 38,550 5 7,710 99128,814 ,000

Within Groups ,001 12 ,000

Total 38,551 17

60

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Rendemen

Duncana

perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

P0 3 ,3467

P1 3 1,3267

P2 3 1,6767

P5 3 3,0500

P3 3 3,9267

P4 3 4,4567

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Descriptives Fenol

N Mean Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower Bound

Upper Bound

P0 3 ,329933 ,0024502 ,0014146 ,323847 ,336020 ,3275 ,3324 P1 3 ,393667 ,0025541 ,0014746 ,387322 ,400011 ,3908 ,3957 P2 3 ,492233 ,0031786 ,0018352 ,484337 ,500129 ,4897 ,4958 P3 3 ,501633 ,0026083 ,0015059 ,495154 ,508113 ,4997 ,5046 P4 3 ,844900 ,0060000 ,0034641 ,829995 ,859805 ,8389 ,8509 P5 3 ,529133 ,0024502 ,0014146 ,523047 ,535220 ,5267 ,5316 Total 18 ,515250 ,1673757 ,0394508 ,432016 ,598484 ,3275 ,8509

61

Lampiran 2. Hasil Analisa Statistik Uji Fenolik

Test of Homogeneity of Variances

Fenol

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,739 5 12 ,609

ANOVA

Fenol Sum of Squares df Mean

Square

F Sig.

Between

Groups

,476 5 ,095 7997,666 ,000

Within

Groups

,000 12 ,000

Total ,476 17

Fenol

Duncana

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

P0 3 ,329933

P1 3 ,393667

P2 3 ,492233

P3 3 ,501633

P5 3 ,529133

P4 3 ,844900

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

62

Lampiran 3. Hasil Analisa Statistik Uji Flavonoid

Test of Homogeneity of Variances

Flavonoid

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,997 5 12 ,151

ANOVA

Flavonoid Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,002 5 ,000 10,077 ,001

Within Groups ,000 12 ,000

Total ,002 17

Flavonoid

Duncana

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

P0 3 ,057167

P1 3 ,066800 ,066800

P2 3 ,072133 ,072133

P3 3 ,073133 ,073133

P5 3 ,081633 ,081633

P4 3 ,086233

Sig. ,059 ,217 ,074 ,340

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Descriptives

Flavonoid N Mean Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Min Max

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 3 ,057167 ,0084560 ,0048821 ,036161 ,078172 ,0498 ,0664

P1 3 ,066800 ,0028000 ,0016166 ,059844 ,073756 ,0640 ,0696

P2 3 ,072133 ,0055501 ,0032043 ,058346 ,085920 ,0666 ,0777

P3 3 ,073133 ,0016166 ,0009333 ,069118 ,077149 ,0722 ,0750

P4 3 ,086233 ,0078520 ,0045333 ,066728 ,105739 ,0817 ,0953

P5 3 ,081633 ,0042771 ,0024694 ,071009 ,092258 ,0779 ,0863

Total 18 ,072850 ,0108565 ,0025589 ,067451 ,078249 ,0498 ,0953

63

Lampiran 4. Hasil Analisa Statistik Uji Tanin

Test of Homogeneity of Variances

Tanin

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,710 5 12 ,627

ANOVA

Tanin Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups ,607 5 ,121 9337,394 ,000

Within Groups ,000 12 ,000

Total ,607 17

Descriptives

Tanin N Mean Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval

for Mean

Min Max

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 3 ,355033 ,0025502 ,0014723 ,348698 ,361368 ,3525 ,3576

P1 3 ,421767 ,0026502 ,0015301 ,415183 ,428350 ,4188 ,4239

P2 3 ,525000 ,0032187 ,0018583 ,517004 ,532996 ,5220 ,5284

P3 3 ,534233 ,0029160 ,0016836 ,526989 ,541477 ,5325 ,5376

P4 3 ,933233 ,0062501 ,0036085 ,917707 ,948759 ,9270 ,9395

P5 3 ,563333 ,0025502 ,0014723 ,556998 ,569668 ,5608 ,5659

Total 18 ,555433 ,1889210 ,0445291 ,461485 ,649382 ,3525 ,9395

Tanin

Duncana

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

P0 3 ,355033

P1 3 ,421767

P2 3 ,525000

P3 3 ,534233

P5 3 ,563333

P4 3 ,933233

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

64

Lampiran 5. Hasil Analisa Statistik Uji Aktivitas Antioksidan

Test of Homogeneity of Variances

Aktivitas_Antioksidan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,239 5 12 ,937

ANOVA

Aktivitas_Antioksidan Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 347,905 5 69,581 592,479 ,000

Within Groups 1,409 12 ,117

Total 349,315 17

Descriptives

Aktivitas_Antioksidan N Mean Std.

Deviation

Std. Error 95% Confidence Interval

for Mean

Min Max

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 3 30,302967 ,3387069 ,1955525 29,461572 31,144361 29,9334 30,5986

P1 3 32,963767 ,3386414 ,1955147 32,122535 33,804999 32,5943 33,2594

P2 3 34,737567 ,3387069 ,1955525 33,896172 35,578961 34,3680 35,0332

P3 3 37,176567 ,3387069 ,1955525 36,335172 38,017961 36,8070 37,4722

P4 3 42,572000 ,2217000 ,1279986 42,021267 43,122733 42,3503 42,7937

P5 3 41,463367 ,4434500 ,2560260 40,361776 42,564958 41,0199 41,9068

Total 18 36,536039 4,5329820 1,0684341 34,281840 38,790238 29,9334 42,7937

65

Lampiran 6. Pembuatan Etanol 70 %

Pembuatan Etanol 70% sebanyak 2000 ml

Cara Pembuatan :

1. Diukur Etanol 96% sebanyak 729 ml

2. Dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml

3. Ditambahkan Aquadest add 1000 ml hingga garis batas

4. Ulangi Pengenceran sebanyak 2 kali hingga didapat Etanol 70% sebanyak

2000 ml

5. Dimasukkan Etanol 2000 ml kedalam botol coklat, Dihomogenkan

Duncana

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

P0 3 30,302967

P1 3 32,963767

P2 3 34,737567

P3 3 37,176567

P5 3 41,463367

P4 3 42,572000

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

66

Lampiran 7. Pengukuran Suhu Pada Microwave

Power Microwave 40P setara dengan 320 Watt

Waktu Suhu

2 menit 37oC

4 menit 39oC

6 menit 41oC

8 menit 43oC

10 menit 45oC

67

Lampiran 8. Dokumentasi Hasil Penelitian

Tepung Kacang Mete

Alkohol 96 %

Microwave Assisted Extraction

Kacang Mete

Segar

68

Proses Penyaringan Proses Penguapan Menggunakan Waterbath suhu

70oC

69

Lampiran 6. Dokumentasi Analisa Uji Total Fenolik, Flavonoid, Tanin,

Aktivitas Antioksidan