16
VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Fajar Husen NIM : B1J013002 Rombongan : VII Kelompok : 1 Asisten : Kamilah Dwi Septiani LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

Vaginal Smear

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Vagian Smear

Citation preview

VAGINAL SMEAR

Oleh :Nama: Fajar HusenNIM: B1J013002Rombongan: VIIKelompok: 1Asisten: Kamilah Dwi Septiani

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2014I. PENDAHULUANA. Latar BelakangMakhluk hidup melakukan reproduksi untuk menjaga eksistensi jenisnya dengan menghasilkan keturunan melalui serangkain proses. Cara bereproduksi makhluk hidup yang umum diketahui ada dua yaitu reproduksi seksual dan aseksual. Reproduksi seksual contohnya dilakukan oleh mamalia. Aktivitas seksual pada mamalia tersebut tidak selalu tetap, namun berubah-ubah terkadang naik atau turun. Penyebab berubahnya aktivitas seksual tersebut salah satunya dipengaruhi oleh siklus estrus. Siklus estrus memiliki serangkaian tahap atau proses, ada empat tahap siklus estrus secara umum salah satunya adalah tahap estrus, jika pada tahap estrus tidak terjadi kopulasi maka tahap tersebut akan berpindah pada tahap selanjutnya (Yatim, 1994).Suatu siklus estrus pada mamalia dapat diketahui melalui metode atau cara yang disebut sebagai metode vaginal smear. Metode ini menggunakan sel epitel dan sel leukosit sebagai bahan identifikasi. Sel epitel merupakan sel yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel epitel menjadi sel yang paling awal terkena akibat dari perubahan tersebut (Machmudin, 2008).Identifikasi dengan menggunakan mencit (Mus musculus) untuk mewakili kelas mamalia memang tepat, sebab dengan siklusnya yang pendek akan meperlihatkan kejadian di ovarium dengan cukup jelas. Sel-sel leukosit di vagina mencit berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum, oleh karena itu kedua jenis sel tersebut dijadikan sebagai parameter uji untuk mengidentifikasi fase apa yang sedang terjadi pada mencit selama siklus estrus (Nalbandov, 1990).B. TujuanTujuan dari praktikum vaginal smear adalah melakukan prosedur pembuatan preparat apus vagina dari mencit (Mus musculus), mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat apus vagina, dan menentukan fase estrus pada hewan uji tersebut. II. MATERI DAN METODEA. MateriBahan yang digunakan dalam praktikum vaginal smear adalah mencit yang matang kelaminnya, tidak sedang hamil, dan umurnya sekitar delapan minggu. Bahan lainnya yaitu larutan NaCl fisologis, larutan alkohol 70%, pewarna methylene blue 1%, airAlat-alat yang digunakan dalam praktikum vaginal smear adalah cotton bud, gelas objek dan penutupnya, serta mikroskop cahaya.B. MetodeMetode yang digunakan dalam praktikum vaginal smear adalah :1. Mencit betina yang akan diperiksa dipegang dengan tangan kanan, dengan cara dilentangkan di atas telapak tangan sementara tengkuk dijepit oleh ibu jari dan telunjuk. Ekor dijepit diantara telapak tangan dan jari kelingking.2. Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl fisiologis kemudian secara perlahan dimasukan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm dan diputar searah secara prlahan-lahan dua hingga tiga kali.3. Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% dan dikering udarakan. Ujung cotton bud yang sudah dioleskan pada vagina tersebut, dioleskan memanjang dua atau tiga baris olesan dengan arah yang sama pada gelas objek.4. Olesan vagina tersebut ditetesi dengan larutan methylene blue 1% sambil sesekali di miringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan ditunggu selama 10 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan membilas gelas objek menggunakan air kran yang mengalir kemudian ditutup dengan gelas penutup yang sudah dibersihkan dengan alkohol 70%.5. Preparat diamati dengan mikroskop dari perbesaran lemah kemudian perbesaran kuat. Tipe sel dan proporsi sel dalam apusan diperhatikan, kemudian digambar sel-sel yang sudah ditemukan dalam sediaan tersebut dan ditentukan fasenya.6. Sel epitel dan sel leukosit yang tampak dalam mikroskop dari preparat apus vagina tersebut digambar kemudian didokumentasikan7.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil 1

2

(A) (B)Keterangan :Gambar (A) : Mikroskopis Siklus Estrus Fase Metestrus Perbesaran 400 kaliGambar (B) : Skematis Siklus Estrus Fase EstrusKeterangan gambar :1. Sel Epitel2. Sel Leukosit

B. PembahasanBerdasarkan praktikum yang dilakukan, bahwa fase yang sedang dialami oleh mencit selama siklus estrus adalah fase metestrus. Praktikum yang dilakukan dengan pengamatan langsung pada apusan vagina yang telah dibuat, menunjukan bahwa sel-sel epitel terkornifikasi serta ditandai dengan sel-sel leukosit berinti yang nampak dikelilingi sel-sel epitel tersebut. Berdasarkan referensi (Shannon L. Byers et al., 2012) dalam jurnal ilmiahnya menjelaskan bahwa fase metestrus adalah tahap yang singkat, ditandai dengan adanya bentuk korpora lutea, lapisan rahim akan mulai mengelupaskan dan bukti ini terlihat dalam bentuk sel-sel epitel yang terkornifikasi serta leukosit polimorfonuklear tampak pada apusan vagina. Beberapa sel-sel epitel berinti juga akan nampak pada akhir metestrus. Vaginal smear adalah suatu metode atau cara yang yang menggunakan sel-sel epitel dan sel lukosit sebagai parameter untuk melakukan identifikasi pada vagina. Metode vaginal smear bertujuan untuk menentukan fase estrus. Vaginal smear sangat penting dipelajari karena sangat diperlukan dalam observasi perbandingan yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam khususnya masalah pada organ reproduksi betina (Bagnara, 1988).Vaginal smear atau apus vagina merupakan metode yang juga didasarkan pada perubahan-perubahan histologis vagina selama siklus estrus berlangsung, yang terjadi khususnya pada mamalia betina. Pembuatan Preparat vagina semar memiliki manfaat yang besar, terutama pada spesies yang memiliki siklus estrus pendek (mencit atau tikus). Histologi vagina pada tikus atau mencit selama siklus estrus dapat menunjukan kejadian-kejadian pada ovarium dengan tepat. Spesies dengan siklus yang lebih panjang, seperti pada wanita dan hewan-hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberapa hari dari perubahan ovarium, sehingga preparat apus vagina kurang dapat tepat untuk dapat dijadikan sebagai indikator kejadian di dalam ovarium. Mamalia betina dengan siklus yang lebih panjang menunjukkan variasi individu yang sangat nyata, hal ini yang menjadikan aplikasi teknik pembuatan preparat apus vagina kurang tepat dan kurang berguna. Hewan yang diamati siklus estrusnya adalah hewan yang berumur 8 minggu (mencit), telah masak kelamin dan tidak dalam kondisi hamil (Nalbandov, 1990).Siklus estrus merupakan proses yang berkelanjutan dengan beberapa fase yang dimulai dari pembentukan folikel. Siklus estrus cenderung ditandai dengan banyaknya betina yang mau didekati oleh pejantan. Siklus estrus menurut Frandson (1992) meliputi empat tahap atau fase yaitu:1. Fase ProestrusFase proestrus ditandai dengan produksi estrogen yang meningkat dikarenakan oleh stimulasi FSH (Folicle Stimulating Hormon) dan adenohipofisis pituitari dan LH (Luteinizing Hormon) ovari sehingga menyebabkan meningkatnya perkembangan uterus, vagina, oviduk dan folikel ovari. Fase yang pertama (proestrus) dari siklus estrus dianggap sebagai fase penumpukan. Fase proestrus ini folikel ovari dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi hormonhormon estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang penaikan vesikularitas dan pertumbuhan sel genitalia tubular, dalam persiapan untuk masa kehamilan yang akan terjadi selanjutnya.2. Fase estrusFase estrus merupakan periode yang tepat sebagai penerimaan seksual pada hewan betina. Fase ini dominan ditentukan oleh tingkat sirkulasi dari estrogen. Mencit mengalami fase estrus dua kali, yaitu estrus awal dan estrus akhir. Estrus awal ditandai dengan sel epitel terkornifikasi yaitu epitel dengan pelapisan zat tanduk, sedangkan estrus ahir ditandai dengan ovulasi. Fase estrus kadang-kadang berahir dengan ditandai pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi, pada saat inilah ovum dilepaskan dari folikel menuju ke bagian uterus.3. Fase metestrusMetestrus merupakan fase setelah ovulasi. Fase metestrus ditandai dengan korpus luteum yang sudah mulai berfungsi, serta sel-sel leukosit diantara epitel yang mengalami kornifikasi. Selama periode metestrus terdapat penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovari.4. Fase diestrus Fase diestrus mencit merupakan fase dengan waktu setengah dari siklus estrus. Korpus luteum yang terbentuk dan sudah berfungsi serta akan kembali menuju fase proestrus dengan ditandai dengan sel-sel epitel dengan inti serta adanya sel-sel leukosit.Selama siklus estrus yang berlangsung terutama pada fase proestrus, pembuluh darah pada endometrium dan mukosa vagina terlihat, dinding uterus menjadi lebih tebal dan halus. Folikel yang ada di dalam ovarium telah masak sehingga menghasilkan hormon-hormon estrogen dan progesteron namun belum terjadi ovulasi. Perubahan tersebut disebabkan oleh stimulus atau rangsangan dari hormon gonadotropin dan FSH (Folicle Stimulating Hormon). Fase proestrus juga menunjukan adanya sel-sel epitel dengan inti serta sel-sel leukosit, dengan jumlah sel leukosit cenderung lebih banyak proporsinya daripada sel epitel. Selama fase estrus produksi estrogen bertambah dan terjadi ovulasi pada fase estrus akhir, serta tampak sel epitel yang terkornifikasi. Mukosa dari estrus kemudian akan mengembang dan menampung lebih banyak darah, pada waktu inilah hewan betina siap untuk menerima deposit sel kelamin jantan. Fase metestrus akan menunjukan terjadinya pembentukan korpus luteum dari sel-sel folikel, dan korpus luteum dari waktu ovulasi pada akhir siklus estrus, akan bekerja sebagai kelenjar endokrin (Toelihere, 1979). Proporsi sel-sel leukosit yang tampak pada fase metestrus cenderung lebih sedikit daripada fase diestrus, namun pada fase ini hormon progesteron akan sangat aktif untuk mempersiapkan dinding uterus sebagai tempat implantasi ovum, walaupun hormon lain yaitu estrogen hanya akan tampak dengan kadar yang sedikit. Fase anestrus atau tahap awal fase diestrus merupakan periode istirahat seksual, ditandai dengan uterus kembali lagi mengambil struktur semula serta epitel terkornifikasi mulai menghilang sebelum akhirnya masuk fase diestrus sebagi periode antara selesainya perombakan dan persiapan kawin berikutnya dan akan tampak kembali adanya sel-sel epitel dengan inti serta sel-sel leukosit (Djuhanda, 1981).Vaginal smear sebagai metode untuk mengetahui fase-fase yang terjadi pada siklus estrus memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelemahan metode salah adalah pembuatan preparat apus vagina yang tidak cermat dan teliti terutama saat memasukan cotton bud yang sudah dibasahi dengan larutan NaCl fisiologis akan mengakibatkan sel-sel epitel atau leukosit bisa tidak didapatkan karena kurang tepat dalam memasukan pada vagina atau terlalu cepat. Kekurangan lain seperti saat membersihkan larutan methylen blue 1% yang berlebih pada gelas objek dengan tidak teliti, seperti berlebihan saat menyiramkan air atau terlalu lama, akan mengakibatkan sel-sel yang ada akan terbawa air, pewarnaan methylen blue pada gelas objek yang terlalu cepat akan mengakibatkan sel-sel tidak terwarnai secara merata, sehingga mempersulit saat mengamati dengan mikroskop selain waktu yang dibutukan dalam mencari sel yang lama. Kekurangan lainnya jika pada spesies dengan siklus yang lebih panjang, seperti hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberapa hari dari perubahan ovarium, sehingga preparat apus vagina kurang dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai indikator kejadian di ovarium. Kelebihan metode vaginal smear adalah cara pembuatannya yang tidak terlalu sulit, bahan dan sarana yang digunakan cenderung mudah didapatkan, serta dapat menunjukan kejadian siklus estrus pada vagina hewan yang memiliki siklus yang pendek dengan cukup jelas dan baik (Champlin 1972 dan Partodiharjo, 1980).

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan1. Prosedur pembuatan apus vagina atau vaginal dengan ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl fisiologis kemudian secara perlahan dimasukan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm dan diputar searah secara prlahan-lahan dua hingga tiga kali. Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70%. Ujung cotton bud dioleskan memanjang dua ata tiga baris olesan dengan arah yang sama pada gelas objek. Olesan ditetesi dengan larutan methylene blue 1% sambil sesekali di miringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan ditunggu selama 10 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan membilas gelas objek menggunakan air kran yang mengalir kemudian ditutup dengan gelas penutup, kemudian preparat diamati dengan mikroskop.2. Tipe-tipe sel yang diamati adalah sel epitel dan sel leukosit. Berdasarkan pengamatan pada preparat apusan vagina yang dibuat tampak sel epitel dengan bentuk oval atau poligonal dan sel leukosit berinti dan bulat.3. Siklus estrus yang terjadi pada mencit yang diamati di dalam praktikum sedang mengalami fase metestrus, dengan ditandai sel epitelnya yang terlihatmengalami kornifikasi serta sel-sel leukosit berinti.B. SaranSaran untuk praktikum selanjutnya agar praktikan lebih fokus dalam praktikum.Praktikan lebih teliti dalam mengamati objek yang ada di preparat, sehingga objek dapat teridentifikasi lebih tepat dan jelas.

DAFTAR REFERENSIBagnara, T. 1988. Endokrinologi Umum. Diterjemahkan oleh Harjoso.Universitas Airlangga : Surabaya.Champlin K. Arthur, Darrold L. Door, Allen H. Gates. 1972. Determining theStage of the Estrous Cycle in the Mouse by the Appearance of the Vagina.University of Rochester Medical Center : New York.Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico : Bandung.Frandson, R. D. 1992. Anatomy and Phisiology of Farm Animal. Lea Febigur:Philadelphia.Machmudin, Dadang dan tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : BiologiFPMIPA UPI.Nalbandov, A. V. 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. W. H.Freeman and Company : San Fransisco.Partodiharjo S, 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara : Jakarta.Shannon, L. Byers et al. 2012. Mouse Estrous Cycle Identification Tool andImages. The Jackson Laboratory : United States of America.Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa : Bandung.Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi untuk Mahasiswa Biologi danKedokteran. Bandung : Tarsito.