137
MODUL PENDIDIKAN INKLUSI DOSEN PENGAMPU LUNCANA FARIDHOH SASMITO, M.Pd Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tunas Pembangunan 2016 ii

utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

  • Upload
    vonhu

  • View
    239

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

MODUL PENDIDIKAN

INKLUSI DOSEN PENGAMPU LUNCANA FARIDHOH SASMITO, M.Pd

Program Studi PGSD

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tunas Pembangunan

2016

ii

Page 2: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan baik. modul ini berisi Konsep Anak

Berpendidikan Khusus. Atas terselesaikannya modul ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

modul ini.

Penulis menyadari dalam modul ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan

yang menyebabkan modul ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis atas terbentuknya modul ini, semoga

modul ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penulis

iii

Page 3: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... IV BAB I ..................................................................................................................................... 4 BAB II .................................................................................................................................. 15 BAB III ................................................................................................................................ 27 BAB IV ................................................................................................................................ 39 BAB V .................................................................................................................................. 47 BAB VI ................................................................................................................................ 55

BAB VII ............................................................................................................................... 64 BAB VIII ............................................................................................................................. 73 BAB IX ................................................................................................................................ 81 BAB X .................................................................................................................................. 88 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 95

iv

Page 4: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB I

Konsep Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Khusus 1. Latar Belakang

Berbicara mengenai Anak Kebutuhan Khusus masih sering terjadi

ketidakkonsistenan dalam menggunakan istilahnya. Istilah anak berkebutuhan khusus

oleh sebagian orang dianggap sebagai padanan kata dari istilah anak berkelaianan

atau anak penyandang cacat. Anggapan seperti ini tentu saja tidak tidak tepat, sebab

pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu

anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk di

dalamnya anak-anak penyandang cacat. Mereka memerlukan layanan yang bersifat

khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan sehingga

kebutuhannya dapat dipenuhi.

Sehingga diperlukan pemahaman yang baik dan benar mengenai Anak kebutuhan

khusus (ABK) dan Pendidikan Kebutuhan Khusus. Menguraikan konsep Anak

Kebutuhan Khusus dan Pendidikan Kebutuhan Khusus dalam makalah ini. Gilirannya

diharapkan para pembaca memliki sikap yang positif dan pendirian bahwa setiap anak

itu beragam, dan keragaman itu sebuah kenyataan yang harus diterima dan di

akomodasi melalui pembelajaran di sekolah.

2. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam

paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap

anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbedabeda,

dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta

hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya

memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan sejalan dengan hambatan belajar

dan kebutuhan masing-masing anaK berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai

seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar

dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

5 PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 5: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

3. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus

Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua

kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementra (temporer)

dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanent).

a. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah

anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan

oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan

emosi karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.

Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak

memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak

seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan

yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu

dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang

mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena itu

mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan

kebutuhan khusus. Contoh lain, anak baru masuk Kls I Sekolah Dasar yang

mengalami kehidupan dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa

ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika

belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan

bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan

dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun

dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan

oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan

kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak

mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak

berkebutuhan khusus permanent.

6 PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 6: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

b. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang

mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal

dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan

fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan

kognisi, gannguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan

emosi, social dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang

bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan.

Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata

lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup

spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak

berkebutuhan khusus permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila

menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak

penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota

dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah

lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda

dengan lingkup garapan Pendidikan Luar Biasa yang hanya menyangkut anak

penyandang cacat.

Sebagai contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan

perhataian dengan hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada

lingkungan keluarga yang kedua orang tuanya tidak memerima kehadiran anak,

tercermin dari perlakuan yang diberikan kepada anak yang bersangkutan. Anak

seperti ini memiliki kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan akibat

perlakuan orang tua yang tidak tepat.

c. Sebab-Sebab Timbulnya Kebutuhan Khusus

1). Faktor Internal

Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan.

Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia

tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau mengalami kesulitan untuk begerak.

7 PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 7: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal.

Dengan kata lain hambatan yang dialami berada di dalam diri anak yang

bersangkutan.

2) Faktor Ekternal

Faktor eksternal adalah Sesuatu yang berada di luar diri anak

mengakibatkan anak menjadi memiliki hambatan perkembangan dan hambatan

belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan.

Sebagai contoh seorang anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam

jangka panjang mengakibatkan anak teresbut kehilangan konsentrasi, menarik diri

dan ketakutan. Akibantnya anak tidak tidak dapat belajar.

c) Kombinasi Faktor Eksternal dan Internal

Kombinasi antara factor eksternal dan factor internal dapat menyebabkan

terjadinya kebutuhan khusus pada sorang anak. Kebutuhan khusus yang

disebabkan oleh factor ekternal dan internal sekaligus diperkirakan anak akan

memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.

Sebagai contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan

perhatian dengan hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada

lingkungan keluarga yang kedua orang tuanya tidak memerima kehadiran anak,

tercermin dari perlakuan yang diberikan kepada anak yang bersangkutan. Anak

seperti ini memiliki kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan akibat

perlakuan orang tua yang tidak tepat.

4. Pengaruh Pendidikan Kebutuhan Khusus

Pengaruh Gerakan Pendidikan Kebutuhan Khusus terhadap Inklusi

Harus diakui bahwa banyak pelopor dan pejuang inklusi atau pendidikan

inklusif adalah pendukung pendidikan kebutuhan khusus yang tangguh. Secara

pelahan-lahan mereka mulai menyadari bahwa Pendidikan Luar Biasa memiliki

keterbatasan. Akan tetapi banyak pelajaran yang baik yang dapat diambil dari

praktek pendidikan kebutuhan khusus yang berkualitas, yaitu (1) Pembelajaran

kreatif yang berpusat pada anak merespon gaya dan kebutuhan belajar secara

8 PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 8: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

individual, (2) Pendekatan holistic terhadap anak dengan memperhatikan semua

area perkembanngan, (3) Hubungan yang erat antara keluarga dan sekolah, dan

keterlibatan orang secara aktif terhadap pendidikan anaknya di sekolah, (3)

Pengembangan teknologi yang spesifik memfasilitasi akses terhadap pendidikan

dan membantu mengatasi hambatan belajar.

Nilai-nilai positif yang terkandung dalam pendidikan kebutuhan khusus

bersesuaian dengan nilai-nilai yang terkandung dalam gerakan schools

improvement. Selain itu keakhlian khusus dalam pendidikan kebutuhan khusus

memungkinkan anak penyandang cacat untuk memiliki akses terhadap kurikulum

atau keahlian dalam mengembangkan keterampilan dasar belajar adalah sangat

penting dalam mengembangkan pendidikan inklusif bagi semua.

konteks pendidikan inklusif peranan para profesional pendidikan

kebutuhan khusus berubah menjadi nara sumber (resources person) yang

memfokuskan tugasnya kepada upaya menghilangkan hambatan yang ada di

dalam system, agar dapat diadaptasikan kebutuhan belajar semua anak dapat

dipenuhi.

5. Fungsi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Pendidikan kebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu mempunyai tiga fungsi yaitu:

a. Fungsi Preventif

Fungsi preventif adalah upaya pencegahan agar tidak muncul

hambatan belajar dan hambatan perkembangan akibat dari kebutuhan

khusus tertentu. Hambatan belajar pada anak dapat disebabkan oleh tiga

faktor yaitu: (a) akibat faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengalami

hambatan belajar karena bisa disebabkan oleh kurikulum yang terlalu

padat, kesalahan guru dalam mengajar, anak yang terpaksa harus bekerja

mencari nafkah, trauma karena bencana alam/perang, anak yang

diperlakukan kasar di rumah dsb. Fungsi preventif pendidikan kebutuhan

khusus adalah mencegah agar faktorfaktor lingkungan tidak menyebabkan

munculnya hambatan belajar, (b) akibat faktor dari dalam diri anak itu

sendiri. Misalnya seorang anak yang kehilangan fungsi penglihatan atau

9 PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 9: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

kehilangan fungsi pendengaran yang dibawa sejak lahir, kondisi seperti itu

dipandang sebagai hambatan belajar yang berasal dari dalam diri anak itu

sendiri. Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam

hubungannya dengan kondisi seperti ini adalah mencegah agar kehilangan

fungsi penglihatan atau pendengaran itu tidak berdampak buruk dan lebih

luas kepada aspek-aspek perkembangan dan kepribadian anak, (c)

interaksi antara faktor lingkungan dan faktor dari dalam diri anak.

Misalnya seorang anak yang kehilangan fungsi pendengaran dan secara

bersamaan anak ini hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak

memberikan kasih sayang yang cukup, sehingga anak ini mengalami

hambatan belajar yang disebabkan oleh faktor dirinya sendiri (kehilangan

fungsi pendengaran) dan akibat faktor eksternal lingkungan. Fungsi

preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks seperti ini adalah

melokalisir dampak dari kehilangan fungsi pendengaran dan secara

bersamaan menciptakan lingkungnan yang dapat memenuhi kebutuhan

anak akan kasih sayang yang tidak diperoleh di lingkungan keluarganya

.

b. Fungsi Intervensi

Kata intervensi dapat diartikan sebagai upaya menangani hambatan

belajar dan hambatan perkembangan yang sudah terjadi pada diri anak.

Misalnya seorang anak mengalami gangguan dalam perkembangan

kecerdasan/kognitif sehingga ia mengalami kesulitan dalam belajar secara

akademik. Fungsi intervensi pendidikan kebutuhan khusus adalah upaya

menangani anak agar dapat mencapai perkembangan optimum sejalan

dengan potensi yang dimilikinya. Contoh lain, seorang anak yang

mengalami gangguan dalam perkembangan motorik (misalnya: cerebral

palsy). Akibat dari gangguan motorik ini anak dapat mengalami kesulitan

dalam bergerak dan mobilitas, sehingga akitivitasnya sangat terbatas.

Fungsi intervensi pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks ini adalah

menciptakan lingkungan yang memungkin anak dapat belajar secara

10

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 10: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

efektif, sehingga dapat mencapai perkembangan optimum sejalan dengan

potensi yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi intervensi tidak

dimaksudkan supaya anak yang mengalami kehilangan fungsi

pendengaran agar dapat mendengar, tetapi dalam keadaan tidak dapat

mendengar mereka tetap dapat belajar, bekerja dan hidup secara wajar

bersama dengan orang lain dalam lingkungannya. Inilah yang disebut

dengan coping, artinya anak dapat berkembang optimum dengan kondisi

yang dimilikinya.

c. Fungsi Kompensasi

Pengertian kompensasi dalam kontek pendididikan kebutuhan

khusus diartikan sebagai upaya pendidikan untuk menggantikan fungsi

yang hilang atau mengalami hambatan dengan fungsi yang lain. Seorang

anak yang kehilangan fungsi penglihatan akan sangat kesulitan untuk

belajar atau bekerja jika berhubungan dengan penggunaan fungsi

penglihatan. Oleh karena itu kehilangan fungsi penglihatan dapat

dialihkan/dikompensasikan kepada fungsi lain misalnya perabaan dan

pendengaran.

Salah satu bentuk kompensasi pada orang yang kehilangan

penglihatan adalah pengunaan tulisan braille. Seorang tunanetra akan

dapat membaca dan menulis dengan menggunakan fungsi perabaan.

Seorang yang kehilangan fungsi pendengaran akan mengalami kesulitan

dalam perkembangan keteramilan berbahasa, dan oleh sebab itu akan

terjadi hambatan dalam interaksi dan komunikasi. Bentuk kompensasi dari

adanya hambatan dalam interaksi dan komunikasi pada orang yang

kehilangan fungsi pendengaran adalah pengunaan bahasa isyarat. Dalam

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat fungsi penglihatan

sangat berperan sebagai kompensasi dari fungsi pendengaran. Contoh lain

jika di sekolah ada seorang anak yang mengalami hambatan dalam

penggunaan fungsi motorik, ia akan sangat mengalami kesulitan dalam hal

menulis. Ketika misalnya anak tersebut akan mengikuti ujian maka dapat

11

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 11: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

dilakukan tindakan kompensasi dengan tidak mengikuti ujian secara

tertulis melainkan dengan ujian lisan. Dalam hal aktivitas belajar, anak itu

tidak dituntut untuk mencatat apa yang mereka pelajari tetapi dapat

menggunakan cara lain misalnya menggunakan tape recorder atau apa

yang akan dijelaskan oleh guru diberikan dalam bentuk teks. Melalui

upaya kompensasi, anak akan tetap dapat mengikuti akitivtas belajar

seperti yang dilakukan oleh anak lainya dengan cara-cara yang

dimodifikasi dan disesuiakan dengan mengganti fungsi yang hilang/ tidak

berkembang dengan fungsi lainnya yang masih utuh.

6. Hubungan ABK dan PKh dengan Pendidikan Inklusif

Paradigma pendidikan kebutuhan khusus melihat individu anak dari sudut

pandang yang lebih holistik yaitu melihat anak dari kebutuhan, hambatan belajar

dan hambatan perkembangannya secara individual bukan dari label kecacatan

yang dialami. Konsekuensi dari cara pandang ini melahirkan gagasan bahwa anak-

anak penyandang cacat seharusnya dilayani pendidikannya bersama-sama dengan

pada umumnya di sekolah biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Layanan

pendididikan seperti ini dinamakan pendidikan inklusif yang bersifat responsive

dan disesuiakan. Prinsip pendidikan inklusif di adopsi dari Konferensi Salamca

tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO, 1994) dan di ulang kembali

pada Forum Pendidikan Dunia di Dakar (2000).

Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa sekolah harus mengakomodasi

semu anak tanpa mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa,

atau kondisi-kondisi lain, termsuk anak-anak penyandang cacat anak-anak

berbakat (gifted children),pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil,

anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-anak serta

anakanak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat

(Salamanca Statement, 1994). Persoalan pokok dalam pendidikan inklusif adalah

hak azasi manusi (HAM) dalam pendidikan yang dinyatakan dalam deklarasi

universal tentang hak azasi manusia (Universal Declaratation of Human Right,

12

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 12: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

1948). Hal yang lebih khusus dan sangatpenting adalah hak anak untuk tidak

didiskriminasikan yang dinyatakan dalan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on theRight

of the Child, UN, 1989). Sebagai konsekuensi logis dari hak-hak anak ini adalah bahwa

semua anak (all children)mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang ramah yang

tidak diskriminaatif dalam hal

kecacatan (disability), kelompoketnik (ethnicity)), agama (religion), bahasa(langu

age), jenis kelamin (gender), kemampuan (capability) dan sebagainya. Sementara

itu terdapat alasan-alasan penting seperti alasan ekonomi, sosial, dan politik untuk

mencari kebijakan dan pendekatan pendidikan yang bersifat inklusif. Ini berarti

bahwa pendidikan harus memimbulkan perkembangan personal, membangun

hubungan di antara individu, kelompok dan bangsa.

Salamanca Statement and framework for Action, (1994) menjelaskan

bahwa sekolah regular yang beorientasi inklusif adalah cara yang paling efektif

untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun

masyarakat inklusif dan mencapai cita-cita pendidikan untuk semua. Harus diakui

bahwa banyak pelopor dan pejuang inklusi atau pendidikan inklusif adalah

pendukung pendidikan kebutuhan khusus yang tangguh. Secara pelahan-lahan

mereka mulai menyadari bahwa Pendidikan Luar Biasa memiliki keterbatasan.

Akan tetapi banyak pelajaran yang baik yang dapat diambil dari praktek

pendidikan kebutuhan khsusus yang berkualitas, yaitu (1) Pembelajaran kreatif

yang berpusat pada anak merespon gaya dan kebutuhan belajar secara individual,

(2) Pendekatan holistic terhadap anak dengan memperhatikan semua area

perkembanngan, (3) Hubungan yang erat antara keluarga dan sekolah, dan

keterlibatan orang secara aktif terhadap pendidikan anaknya di sekolah, (3)

Pengembangan teknologi yang spesifik memfasilitasi akses terhadap pendidikan

dan membantu mengatasi hambatan belajar. Nilai-nilai positif yang terkandung

dalam pendidikan kebutuhan khusus bersesuaian dengan nilai-nilai yang

terkandung dalam gerakan schools improvement. Selain itu keakhlian khusus

dalam pendidikan kebutuhan khusus memungkinkan anak penyandang cacat

untuk memiliki akses terhadap kurikulum atau keahlian dalam mengembangkan

13

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 13: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

keterampilan dasar belajar adalah sangat penting dalam mengembangkan

pendidikan inklusif bagi semua.

konteks pendidikan inklusif peranan para profesional pendidikan

kebutuhan khusus berubah menjadi nara sumber (resources person) yang

memfokuskan tugasnya kepada upaya menghilangkan hambatan yang ada di

dalam system, agar dapat diadaptasikan kebutuhan belajar semua anak dapat

dipenuhi.

Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Konsep Inklusi

Munculnya gagasan tentang pendidikan inklusif dilatarbelakangi oleh dua faktor utama

yaitu adanya gerakan yang disebut schools improvement dan didorong oleh pemikiran

yang berkembang dalam bidang special needs eductation. Kedua faktor tersebut dalam

realitasnya terjadi melalui:

(1) Lobi-lobi yang dilakukan oleh para aktivisseperti organisasi penyandang cacat,

kelompok-kelopok orang tua, dan kelompok kelompok yang mendorong anak perempuan

untuk memperoleh akses ke pendidikan,

(2) Adanya pandangan yang menganggap bahwa program sekolah khusus dan sekolah

terpadu tidak berhasil,

(3) Adanya desakan yang sangat kuat terhadap sekolah agar peduli terhadap kenyataan

bahwa ada sekian banyak anak yang terpinggirkan dan tidak mendapatkan akses ke

pendidikan, seperti pengungsi, orang yang terinfeksi HIV/AIDS, anak-anak dari keluarga

miskin, dan situasi konflik,

(4) Adanya keberhasilan program-program yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam

pemberantasan buta huruf dan keberhasilan program rehabilitasi berbasis masyarakat

(Community Based Rehabilitation),dalam membantu mengembangkan para penyandang

cacact,

(5) Banyaknya contoh-contoh keberhasilan dalam praktek inklusif dalam rentang budaya

dan konteks social tertentu.

14

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 14: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB II

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi dan Model Pelayanan Inklusi

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia sampai saat ini memang

masih mengundang kontroversi (Sunardi, 1997). Namun praktek sekolah inklusif

memiliki berbagai manfaat. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan

yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja

sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan

rasa nyaman dengan perbedaan individual. Selain itu, anak berkelainan belajar

keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka

dimasukkan dalam sekolah umum. sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak

negatif dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya yang

kurang berguna untuk kehidupan nyata, label “cacat” yang memberi stigma pada

anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya

kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan.

Anggapan ini muncul ketika sebagian pihak masih kurang memahami,

bagaimana suatu pendidikan inklusif diselenggarakan. Sebagian besar masyarakat

memandang sebelah mata pendidikan ini, karena belummemahami bagaimana

pelaksanaan pendidikan ini. benak mereka, anak mereka yang dalam keadaan

normal akan menurun kualitas belajarnya bila disatu sekolahkan dengan anak

berkebutuhan khusus. Dilain sisi, mereka berannggapan bahwa anaknya tidak

layak di sejajarkan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus.

B. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif 1.1 Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia

adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang

15

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 15: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka

Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003).

Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik

kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal

sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan

kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan

pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai

dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,

daerah, afiliasi politik, dan sebagainya.

1.2 Landasan Yuridis

Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah

Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan sedunia.

Deklarasi ini adalah penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang Hak

Asasi manusia tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung

pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi

individu penyandang cacat memperoleh pendidikan sebagai bagian integral

dari sistem pendidikan yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa

selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa

memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dijamin oleh UU No.20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan

bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik penyandang cacat

atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa

sekolah khusus.

Adapun landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusif di

Indonesia antara lain sebagai berikut :

i. UUD 1945 (amandemen) Pasal 31Ayat (1)

16

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 16: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

“setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.Ayat (2) “setiap warga

Negara wajib mengikuti pendiddikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya”.

ii. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 3yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional

berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratisserta bertanggung jawab.

iii. UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

Pasal 5Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yangsama

dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.Surat Edaran Dirjen

Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C8/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003.Perihal

pendidikan inklusi.

Menyelenggarakan dan mengembangkan disetiap kabupaten/kota

sekurangkurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, SMK.

iv. Deklarasi Bandung (Nasional)

”Indonesia Menuju PendidikanInklusif” 8-14 Agustus 2004

v. Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005

1.3 Landasan Pedagogis

Pada Pasal 3 UU No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berahlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi Warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta

didik penyandang cacat dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan

bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan

berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal

17

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 17: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah luar biasa.

Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman

sebayanya.

1.4 Landasan Empiris

Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan negara-negara barat

sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National

Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa

klasifikasi dan penempatan anak penyandang cacat di sekolah, kelas atau tempat

khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar

pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan

hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982Faktor

Pendukung Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

2.1 Sikap dan Keyakinan yang Positif :

a) Guru reguler yakin bahwa ABK dapat berhasil.

b) Kepala sekolah merasa bertanggung jawab atas hasil belajar ABK.

c) Seluruh staf dan siswa sekolah yang bersangkutan telah dipersiapkan untuk

menerima kehadiran ABK.

d) Orang tua ABK terinformasi dan mendukung tercapainya tujuan program

sekolah.

e) GPK memiliki komitmen untuk berkolaborasi dengan guru reguler di kelas.

2.2 Akses ke Kurikulum dan Lingkungan:

a) Tersedia program keteram kompensatoris (misalnya: Braille, O&M).

b) Tersedia peralatan khusus dan teknologi asistif untuk memungkinkan ABK

mengakses semua kegiatan kurikuler (misalnya: buku Braille,screen reader).

c) Lingkungan fisik sekolah diadaptasikan agar lebih aksesibel bagi ABK

(misalnya: ramp, tanda-tanda aktual).

2.3Dukungan Sistem:

18

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 18: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

a) Sistem penerimaan siswa baru yang nondiskriminatif dan akomodatif bagi

semua anak.

b) Tersedia personel dengan jumlah yang cukup, termasukGPK (Guru Pendidikan

Khusus) dan tenaga pendukung lainnya.

c) Terdapatupaya pengembangan staf dan pemberian bantuan teknis yang

didasarkan pada kebutuhan personel sekolah (misalnya pemberian informasi

yang tepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kecacatan, metode

pengajaran).

d) Terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor kemajuan setiap

ABK, termasuk untuk asesmen dan evaluasi hasil belajar.

2.4 Metode Mengajar:

a) GPK menyiapkan PPI pendidikan Inklusif bagi ABK.

b) Guru reguler, GPK dan spesialis lainnya berkolaborasi dalam pengajaran di

kelas.

c) Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memilih

dan mengadaptasikan materi pelajaran dan metode pengajaran menurut

kebutuhan khusus setiap siswa.

d) Dipergunakan berbagai strategi pengelolaan kelas (team teaching, cross-grade

grouPendidikan Inklusifng, peer tutoring, teacher assistance team).

e) Guru menciptakan lingkungan belajar kooperatif dan mempromosikan

sosialisasi bagi semua siswanya.

2.5Resource Center:

a) Proaktif memberikan advis dan konsultasi.

b) Menyediakan layanan guru kunjung.

c) Menyediakan alat bantu khusus.

d) Menyelenggarakan pelatihan.

e) Menyelenggarakan kampanye kesadaran masyarakat.

C. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif 3.1 Prinsip:

19

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 19: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

a) Selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa

memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka.

b) Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang

berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan

kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas

kepada semua siswa.

c) Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat,

pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat,

pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan

kemitraan dengan masyarakat sekitar.

3.2 Kekecualian:

Penempatan anak secara permanen di SLB atau kelas khusus di sekolah regular

seyogyanya merupakan suatu kekecualian :

a) Untuk kasus-kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa

pendidikan di kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan anak.

b) Bila diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan.

c) Bila kehadiran ABK terbukti menggangu kesejahteraan anak-anak lain di

sekolah itu.

3.3 Nilai Positif Pendidikan Inklusif :

a) Meningkatkan peluang pemenuhan hak pendidikan bagi semua (education for

all).

b) Meningkatkan peluang pemenuhan hak belajar bagi ABK.

c) Proses pembelajaran emosi sosial bagi ABK.

d) Proses pembelajaran (emosi-sosial-spiritual) bagi orang-orang normal.

e) Pendidikan bagi ABK yang lebih mudah dan efisien.

D. Langkah-langkah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif 4.1 Hal Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penyelanggaraan Pendidikan

Inklusif :

a) Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangta, ramah,

20

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 20: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

menerima keanekaragaman dan menghargaiperbedaan.

b) Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menersapkan

kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.

c) Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.

d) Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain

dalam perencaan pelaksanaan dan evaluasi.

e) Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses

pendidikan.

E. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

5.1 Perencanaan Pembelajaran Inklusif

Perencanaan pembelajaran disusun berdasarkan hasil asesmen siswa.

Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang perkembangan

peserta didik dengan menggunakan alat dan teknik yang sesuai untuk

membuat keputusan pendidikan yang berkenaan dengan penempatan dan

program yang sesuai bagi peserta didik tersebut (Kustawan, 2013: 80).

Dengan adanya asesmen, maka perencanaan pembelajaran dapat disusun

berdasarkan karakter dan kemampuan siswa ABK sehingga pembelajaran dapat

sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru tidak dapat membuat suatu

perencanaan tanpa adanya hasil asesmen, dan kurikulum tidak akan bisa

digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa ABK tanpa adanya asesmen pula.

Seperti yang diungkapkan oleh Sunaryo (2009) bahwa perencanaan pembelajaran

harus dibuat berdasarkan asesmen. 5.2Pelaksanaan Pembelajaran Inklusif

Pelaksanaan belajar siswa inklusif menerapkan sistem kelas Pull Out ,maksudnya

Selama siswa ABK dapat mengikuti pembelajaran di dalam kelas

reguler, maka siswa tersebut akan belajar bersama-sama dengan siswa

reguler lainnya. Apabila siswa ABK tidak dapat mengikuti pembelajaran

di dalam kelas reguler, maka siswa tersebut akan ditarik dari kelas

reguler untuk belajar di dalam ruang belajar inklusi. Pelaksanaan pembelajaran

21

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 21: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

bagi siswa berkebutuhan khususmemakaiprogram pembelajaran individual (PPI)

yang berasal dari kurikulum modifikasi.

5.3 Evaluasi Pembelajaran Inklusif

Kegiatanevaluasipembelajaraninklusif yangdilakukan adalah melalui ulangan

harian,UTS, Ujian AkhirSemester,UjianAkhirSekolah,dan penugasanpenugasan

lainnya.Melaluikegiatanevaluasi ini maka akan diperoleh hasil belajar

siswa, apakah sudah dapat mencapai indikator atau standar yang telah

ditentukan atau belum. Jika belum mencapai standar tersebut, maka

akan diberikan remidial berupa penugasan lain sesuai dengan

materinya.Soal-soal ujian yang diberikan untuk siswa ABK berbeda

dengan soal siswa reguler.Soal untuk ABK disusun oleh GPK yang bekerjasama

dengan guru mata pelajaran dan telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan

belajar siswa ABK.

5.4 Faktor Pendukung Dan Penghambat Pembelajaran Inklusif

Hal-halyangmendukung pendidikaninklusifdi sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif adalah surat keputusan yang menyatakan bahwa sekolah

yang ditunjuk berhak dan bertanggungjawab dalam memfasilitasi pendidikan

bagi ABK. Peran selanjutnya adalah memberi pelatihan serta

mengirim para Guru Pendamping Khusus atau GPK untuk

mengikuti pelatihan serta workshop tentang pendidikan inklusif dengan

tujuan untuk meningkatkan kompetensi para GPK dalam pendidikan inklusif.

Sarana dan prasarana pendukung berupa ruang belajar khusus jika

ABKyang bersangkutan mengganggu siswa lain dikelasnya dan membutuhkan

penenangan dari GPK ataupun psikolog,media pembelajaran, dan lain

sebagainya juga perlu diperhatikan oleh sekolah guna mendukung

pembelajaran yang diberikan untuk siswa berkebutuhankhusus.

Adanyaprogram sosialiasi terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif di

sekolah juga diperlukan sehingga seluruh pihak yang ada di sekolah dapat

22

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 22: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

menerima kondisi ABK dan memberikan lingkungan yang ramah kepada

mereka.

5.5 Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Pembelajaran Inklusif

Diketahui bahwa hambatan pembelajaran yang sering terjadi adalah berasal

dari siswa ABK sendiri. Menanggapi permasalahan tersebut, guru

pendamping khusus selalu siap untuk mendampingi siswa ABK dalam proses

pembelajaran baik saat berada di kelas reguler maupun di kelas inklusi.

Kerjasama antara guru mata pelajaran dan GPK sangat diperlukan saat proses

pembelajaran.

Memberikan pelatihan terhadap guru mengenai pembelajaran

siswa ABK atau karakteristik ABK perlu untuk dilakukan secara rutin, guna

meningkatkan komptensi guru dalam memberikan layanan pendidikan yang

sesuai bagi seluruh siswa, khusunya siswa ABK.

F. Kurikulum Dan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

4.1 Kurikulum ABK

Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang didalamnya

menampung pengaturan tentang tujuan, isi, proses, dan evaluasi.

Dengan demikian kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah

kurikulum yang dirancang, diberlakukan dan diimplementasikan dalam satu

lembaga atau satuan pendidikan tertentu.

Selanjutnya silabus merupakan rancangan pembelajaran yang disusun oleh

guru selama satu semester. Sedangkan RPP sebagai rencana pembelajaran yang di

susun guru untuk satu atau bebrapa pertemuan dengan peserta didik.

Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat

dikelompokan menjadi empat, yakni: a) Duplikasi Kurikulum

Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama

dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik

tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta

didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu

23

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 23: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille,

dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya.

b) Modifikasi Kurikulum

Yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada

peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk

peserta didik gifted and talented.

c) Substitusi Kurikulum

Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti

dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan

melihat situasi dan kondisinya.

d) Omisi Kurikulum

Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan

total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara

dengan anak rata-rata.

G. Model Pendidikan Inklusif 5.1 Pendidikan Inklusif Pada Dasarnya Memiliki Dua Model

a) Model Inklusi Penuh(full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik

berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas

reguler.

b) Model Inklusif Parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan

peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang

berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out

dengan bantuan guru pendamping khusus.

H. Model Inklusi menurut Heiman dalam Manisah Mohd Ali dkk

ada empat model yang berbeda dalam inklusi , yaitu:

(a) in and out,

(b)two-teachers (c)fullinclusion,and

24

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 24: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

(d) rejectionofinclusion.

Dalam studi pendidikan inklusi, Heiman dalam Manisah Mohd Ali dkk.

(2007:38) menemukan bahwa sebagian besar guru diInggris dan Israel mempunyai

gagasan bahwa model masuk dan keluar Israel mempunyai gagasan bahwa model

masuk dan keluar kelas “in and out” akan lebih efektif bagi siswa dengan kesulitan

belajar. Para guru percaya bahwa pendekatan ini akan memungkinkan siswa dengan

disabilitas/berkelainan. Untuk Kepentingan dari dua dunia, pengajaran khusus yang

mereka butuhkan bersama dengan pelajaran reguler dan Interaksi dengan teman

sebaya dalam setting reguler.

1.1 Model Kurikulum Pada Pendidikan Inklusi Dapat Dibagi Tiga :

a) Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik

berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti

kawankawan lainnya di dalam kelas yang sama.

b) Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi

oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program

tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik

berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan

khusus yang memiliki PPI.

c) Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang

dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru

pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.

Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP)

merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan

inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model

pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal

yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP

merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan

25

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 25: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta

bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.

6.2 Perbedaan

Perbedaan dari ketiganya sudah nampak pada pengertiannya, yakni :

a) Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang berkebutuhan khusus

mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas

yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses

pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.

b) Model kurikulum regular dengan modifikasi,kurikulum regular dimodifikasi oleh

guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

c) Model kurikulum PPI, kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang

melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran

Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum

Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan mengikuti

kurikulum reguler.

26

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 26: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB III

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK TUNANETRA

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan,

namun dibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki

keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang

sebagai hal yang wajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa

individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada umumnya

yang sempurna baik fisik maupun mentalnya.

Pandangan yang tidak mewajarkan terhadap individu yang memiliki

keterbatasan terjadi pada masa Renaissance, pada masa itu anak yang memiliki

keterbatasan fisik maupun mental diperlakukan dengan buruk (dianggap sebagai

manusia yang kerasukan roh jahat).

Seiring dengan perkembangan zaman anak-anak yang memiliki

keterbelakangan atau kelainan, baik dalam segi fisik maupun mental telah

mendapatkan perhatian dari pemerintah, terbukti dengan dikeluarkannya

UndangUndang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) termasuk di Indonesia, pada

tahun 2003 diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tentang Satuan Pendidikan

Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 2.

B. .Pengertian Gangguan Penglihatan (Ketunanetraan)

Kamus lengkap bahasa Indonesia (Wardani, 2011) memaparkan

“Tunanetra berasal dari 2 kata, yaitu tuna dan netra, tuna berarti tidak memiliki,

tidak punya, luka atau rusak, sedangkan netra berarti penglihatan sehingga

tunanetra berarti tidak memiliki atau rusak penglihatan.”

Tunanetra digunakan untuk menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan

penglihatan yang berat sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokan secara

27

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 27: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

umum menjadi buta dan kurang lihat. Jadi, tunanetra tidak hanya mereka yang

buta saja melaikan mereka yang mampu melihat tetapi penglihatannya sangat

kurang dan terbatas sekali sehingga tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk

kegiatan pembelajaran seperti halnya orang awas biasa. Dalam hal ini adalah

kedua-duanya (indra penglihatanya) tidak dapat berfungsi dengan baik.

Secara pengertian, mereka yang mengalami kerusakan indra penglihatanyya

tergolong tunanetra. Akan tetapi, individu yang disebut sebagai tunanetra dalam

hal ini ialah mereka yang tak mampu atau tidak dapat memanfaatkan indra

penglihatannya secara optimal untuk kegiatan pembelajaran, sehingga perlu

penanganan atau layanan yang khusus (berkebutuhan khusus).

Efendi (2006) menggambarkan anak tunanetra sebagai: Orang tunanetra sebagai

orang yang memiliki klasifikasi kerja mata tidak normal: bayangan benda yang

ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan

saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering

keriput, lensa mata menjadi keruh, atau saraf yang menghubungkan mata dengan

otak mengalami gangguan.

Klasifikasi anak dengan gangguan penglihatan menurut Somantri (2012: 65),

yaitu:

Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan tidak saja

mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tapi

terbatas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam

kondisi berikut:

1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas,

2. Terjadi kekeruhan pada mata atau terdapat cairan tertentu,

3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, dan

4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:

28

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 28: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya,

berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh

orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter yang diukur dengan tes snellen card.

Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dikelompokan menjadi 2 macam,

yaitu:

1.Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya =

0).

2.Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline

pada suarat kabar.

Dari pengertian yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan bahwa gangguan

penglihatan (ketunanetraan) merupakan suatu keterbatasan penglihatan yang

dialami individu baik itu hanya berupa penglihatan terbatas maupun buta total

yang mengakibatkan dirinya membutuhkan pelayanan dan pendidikan yang

khusus agar perkembangan kognitif, motorik, emosi, sosial dan kepribadian

penderita dapat terus berkembang optimal.

C.Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan Menurut Efendi (2006) “Penyebab tunanetra terjadi karena adanya

faktor endogen (keturunan) dan eksogen (penyakit, kecelakaan dan lain-lain).

Pada tahun 1950, banyak penderita tunanetra disebabkan oleh retrolenta

fibroplasia (RLF)/ banyaknya bayi lahir prematur.”

Faktor-faktor penyebab ketunanetraan dijelaskan Wardani (2011), yaitu:

1.Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan)

Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri

(intern), yakni sifat genetik yang di bawa individu akibat hasil persilangan yang

salah karena terjadi atau terdapat beberapa kelainan, sehingga beberapa fungsi

organ-organ tubuh akibat persilangan gen yang salah akan mengakibatkan

terganggunya atau menjadi tidak dapat berfungsinya organ-organ tersebut dengan

29

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 29: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

semestinya (tidak optimal). Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan

antar keluarga dekat dan perkawinan antar tunanetra. Karena didalam keluarga

memiliki kesamaan gen satu sama lainnya yang memungkinkan gen-gen tersebut

membawa sifat suatu penyakit atau kecacatan tertentu. Biasanya gen ini tidak

tampak (resesif), namun apabila gen-gen ini (gen pembawa sifat kelainan)

tercampur dengan gen yang sehat dan dominan, maka gen pembawa sifat penyakit

yang ada akan menjadi tampak. Begitupula dengan perkawinan antar atau salah

satu penderita tunanetra yang membawa gen akan mewariskan sifat genetiknya.

Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel dalam bentuk kromosom

yang berjumlah 23 pasang, kromosom ini terdiri dari zat yang kompleks yang

dinamakan DNA. DNA membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi

setiap karakteristik dalam tubuh. Apabila terjadi kelainan genetik sebagai akibat

keturunan dari kedua orang tua atau salah satu maka gen-gen inilah yang intinya

akan diturunkan pada generasi berikutnya (Anastasia Widjajantin & Imanuel

Hitipeuw, 1996:22).

2. Faktor eksternal berasal dari luar individu

Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu itu sendiri.

faktor eksternal juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penyebab

terjadinya ketunanetraan. Faktor-faktor ini bisa saja timbul karena kecelakaan atau

terserang suatu penyakit.

Penyebab ketunanetraan menurut Wardani (2011) yang dikelompokkan pada

faktor eksternal, antara lain:

a. Penyakit rubella dan syphilis

b. Glaukoma

c. Retinopati diabetes

d. Retinoblastoma

e. Kekurangan vitamin A

f. Terkena zat kimia

30

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 30: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

g. Kecelakaan

D. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra

Menurut Somantri (2012: 67) “Indera penglihatan ialah salah satu indera

penting dalam menerima informasi yang datang dari luar dirinya.”

Setiap manusia membutuhkan indera penglihatan untuk mengamati objek

atau untuk memperoleh suatu informasi yang berada di lingkungan sekitarnya.

Melalui indera penglihatan, manusia akan memperoleh pengetahuan dari

lingkungan sekitarnya dengan jelas, karena dengan indera penglihatan sesuatu

yang bersifat abstrak dapat digambarkan secara konkrit. Sehingga informasi yang

perolehnya dapat lebih cepat dan mudah dipahami.

Menurut Somantri (2012: 68) “Bagi tunanetra setiap bunyi yang

didengarnya, bau yang diciumnya, kualitas kesan yang dirabanya, dan rasa yang

dicecapnya memiliki potensi dalam pengembangan kemampuan kognitifnya.”

Menurut Somantri (2012: 69) “Pada anak tunanetra, kemampuan kosakata

terbagi atas dua golongan, yaitu kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkan

pengalamannya sendiri dan kata-kata verbalistis yang diperolehnya dari orang lain

yang ia sendiri sering tidak memahaminya.”

Menurut Piaget (Somantri, 2012: 70) perkembangan fungsi kognitif, yaitu:

Perkembangan fungsi kognitif berlangsung mengikuti prinsip mencari

keseimbangan (seeking equilibrium), yaitu kegiatan organisme dan lingkungan

yang bersifat timbal balik, artinya lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang

terus menerus mendorong organisme untuk menyesuaikan diri, dan demikian pula

scecara timbal balik organisme secara konstan menghadapi lingkungannya sebagai

suatu struktur yang merupakan bagian darinya.

Tahapan-tahapan perkembangan perilaku kognitif dibagi menjadi dua

bagian, yaitu tahapan secara kulalitatif dan secara kuantitatif. Menurut Somantri

31

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 31: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

(2012: 71-73) tahapan-tahapan perkembangan perilaku kognitif secara kualitatif,

yaitu:

1. Pada tahapan sensorimotor yang ditandai dengan penggunaan sensori-motorik

dalam pengamatan dan penginderaan yang instensif terhadap dunia sekitarnya, pada

anak tunanetra prestasi intelektual dalam perkembangan bahasa mungkin bukan

masalah besar, asal lingkungan memberikan stimuli yang kuat dan intensif terhadap

anak. Tanpa stimuli tersebut bukan tidak mungkin perkembangan bahasa anak juga

terhambat karena pengamatan visual juga merupakan faktor penting dalam

menumbuhkembangkan bahasa anak. Sedangkan prestasi intelektual dalam konsep

tentang objek, kontrol skema, dan pengenalan hubungan sebab akibat jelas akan

mengalami kelambatan. Menurut Piaget (Choirul Anam, 1985; Somantri, 2012:71)

pada tahapan praoperasional, dibandingkan anak normal, anak tunanetra akan

mengalami kelambatan sekitar 6 bulan.

2. Tahapan pra-operasional yang ditandai dengan cara berpikir yang bersifat

transduktif (menarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus atas dasar hal yang

khusus; sapi disebut kerbau), dominasi pengamatan yang bersifat egosentris (belum

memahami cara orang memandang objek yang sama), serta besifat searah, anak

tunanetra cenderung mengalami hambatan atau kesulitan dalam cara-cara berpikir

seperti itu. Ketidakmampuannya dalam menggunakan indera penglihatan sebagai

saluran informasi cenderung mengakibatkan kesulitan dalam belajar

mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri yang mencolok (menonjol) atau

kriteria tertentu.

3. Pada tahapan praoperasional konkret yang ditandai dengan kemampuan anak

dalam mengklasifikasikan, menyusun, mengasosiasikan angka-angka atau bilangan,

serta proses berpikir, walaupun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat

konkrit, anak tunanetra dapat mengoperasikan kaidah-kaidah logika dalam

batasbatas tertentu, namun secara umum hal ini akan sulit dilakukan. Ini

32

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 32: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

disebabkan oleh sistem organisasi kognitif sebelumnya yang mutlak diperlukan

dalam cara-cara seperti diatas tidak terorganisasi secara utuh pada anak tunanetra.

4.Pada tahapan praoperasional formal yang ditandai dengan kemampuan untuk

mengoperasikan kaidah-kaidah formal yang tidak terikat lagi dengan objek-objek

yang bersifat konkret, seperti kemampuan berfikir hipotesis deduktif (hypotheic

deductive thinking), mengembangkan suatu kemungkinan berdasar dua atau lebih

kemungkinan (acombination thinking), proposional thinking, serta kemampuan

menarik generalisasi dan inferensi tertentu mungkin dapat melakukan dengan baik

walaupun sifatnya sangat verbalitas. Hal ini karena dalam pemikiran operasional

formal berawal dari kemungkinan-kemungkinan yang hipotetik dan teoritik dan

bukan berawal dari hal-hal yang nyata. Namun demikian, karena dalam

perkembangan kognitif ini sifatnya hierarkis, artinya tahapan sebelumnya akan

menjadi dasar bagi berkembangnya tahapan berikutnya, pencapaian tahapan operasi

lain yang menghambat ialah kurangnya pengalaman yang luas yang disebabkan

oleh terbatasnya jenis informasi yang dapat diterima serta keterbatasannya dalam

orientasi dan mobilitas.

Kecerdasan anak tunanetra menurut Kirley, 1975 (Somantri, 2012:75), yaitu:

Berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Bines Scale ditemukan

bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45-160, dengan ditribusi 12,5%

memiliki IW kurang dari 80, kemudian tunanetra cenderung memiliki rata-rata skor

comprehension subtest yang lebih rendah daripada rata-rata pada skor subtes

lainnya.

Menurut Salsabila (2013) untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak

difasilitasi dengan: Kemampuan kognitif penderita tunanetra dapat dioptimalkan

melalui fasilitas, seperti bacaan dan tulisan Braille, keyboarding, alat bantu

menghitung/calculation aids, mesin baca Kurzweil, buku bersuara/talking book,

komputer, latihan orientasi dan mobilitas, menggunakan pemandu, tongkat

pemandu dan kemampuan diri dalam melakukan aktivitas.

33

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 33: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

D. Perkembangan Motorik Anak Tunanetra

Perkembangan motorik anak tunanetra dijelaskan Somantri (2012:

76):Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat dibandingkan dengan

anak awas pada umumnya, karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan

adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system (sistem persyarafan dan

otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif), serta kesempatan yang

diberikan oleh lingkungan. Fungsi neuromuscular system tidak bermasalah tetapi

fungsi psikisnya kurang mendukung serta menjadi hambatan tersendiri dalam

perkembangan motoriknya. Secara fisik, mungkin anak mampu mencapai

kematangan sama dengan anak awas pada umumnya, tetapi karena fungsi psikisnya

(seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan mengetahui adanya

bahaya dan cara menghadapi, keterampilan gerak yang serba terbatas, serta

kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu) mengakibatkan kematangan

fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas

motorik. Hambatan dalam fungsi psikis ini secara langsung atau tidak langsung

terutama berpangkal dari ketidakmampuannya dalam melihat.

C. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra

Menurut Somantri (2012: 80-83) perkembangan emosi anak tunanetra

digambarkan sebagai: Perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit

mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang awas. Keterlambatan ini

terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam

proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan

melakukan proses belajar mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun

hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan

pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi

yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai yang diharapkan oleh diri

maupun lingkungannya. Masalah-masalah lain yang sering muncul dan

dihadapi dalam perkembangan emosi anak tunanetra ialah gejala-gejala emosi

yang tidak seimbang atau pola-pola emosi yang negatif dan berlebihan seperti

34

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 34: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

perasaan takut, malu, khawatir, cemas, mudah marah, iri hati, serta kesedihan

yang berlebihan.

D. Perkembangan Sosial Anak Tunanetra

Perkembangan sosial anak tunanetra dijelaskan Somantri (83-85), yaitu:

Hambatan-hambatan muncul pada anak tunanetra sebagai akibat langsung maupun

tidak langsung dari ketunanetraan, yaitu kurangnya motivasi, kekuatan menghadapi

lingkungan sosial, perasaan rendah diri, malu, penolakan masyarakat, penghinaan,

sikap tak acuh, ketidak jelasan tuntutan sosial, terbatasnya kesempatan belajar tentang

pola tingkah laku yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat

mengakibatkan perkembangan sosialnya menjadi terhambat.

Jadi perkembangan sosial anak tunanetra harus didukung oleh lingkungan keluarga

melalui hal-hal positif agar termotivasi hidupnya dan memberikan peluang besar

untuk diterima di lingkungan masyarakat seperti kesempatan belajar, berinteraksi

secara normal dan diterima layaknya anak normal.

E. Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra

Pada hakikatnya perkembangan apapun mengenai anak tunanetra sangat

bergantung pada orang yang menanganinya.

Jika anak tunanetra didukung dan dipercaya untuk melakukan kegiatan

yang positif maka perkembangannya pun akan bermakna.

Pada pembahasan konsep diri disampaikan pula 3 aspek yang terdapat di dalamnya

menurut Callhoun dan Acocella (Ghufron dan Risnawati, 2011; Fitriyah, 2013), yaitu:

1. Pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Di dalam

benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau

35

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 35: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan

lainlain.

2. Harapan digambarkan sebagai suatu aspek dimana seseorang memandang tentang

dirinya, kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan.

3. Penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri.

Menurut Somantri (2012: 86) “Anak tunanetra setengah akan mengalami kesulitan

menemukan konsep diri yang lebih besar daripada anak yang buta total karena mereka

sering mengalami konflik identitas di mana suatu saat oleh lingkungannya disebut anak

awas tapi pada saat yang lain disebut anak tunanetra.”

Konsep diri merupakan hal yang penting yang harus disadari penderita tunanetra

sehingga penderita tunanetra dapat memandang dirinya lebih bermakna dan berharga,

menutupikekurangan dengan kelebihan yang akan membuatnya lebih bersyukur dan bisa

membuktikan pada dunia luar jika dirinya juga bisa hidup mandiri seperti orang lain

dengan kondisi fisik yang normal yang pada akhirnya akan membentuk perkembangan

kepribadian yang positif pada diri penderita tunanetra.

F. Masalah Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat dan Penyelenggara

Pendidikan

Permasalahan yang ditimbulkan karena ketunanetraan saling berkaitan sehingga

ketika suatu masalah timbul sering kali menimbulkan masalah yang lain sehingga

penanganannya memerlukan penanganan yang tepat dan solusinya pun harus

berkaitan.

Menurut Somantri (2012: 87) “Dalam menangani anak tunanetra perlu diupayakan

melalui layanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan dan kesempatan yang luas

yang dilaksanakan secara terpadu dan multidisipliner untuk mencegah jangan

sampai permasalahan tersebut muncul, meluas dan mendalam yang akhirnya akan

merugikan perkembangan penderita tunanetra.”

36

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 36: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Permasalahan individu tunanetra di sekolah menurut Hidayat (2006), yaitu:

a.Masalah pengajaran mencakup kesulitan dalam proses belajar anak berupa

kesulitan dalam menangkap pelajaran secara verbalistik, menggunakan bukubuku,

cara belajar baik sendiri maupun kelompok, kesulitan dalam memilih metode

belajar yang tepat, kesulitan dalam membaca dan menulis, keterbatasan perabaan-

pendengaran dan ingatan serta sarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran

yang terbatas.

b. Masalah pendidikan mencakup:

1) Awal : Menyesuaikan diri dengan lingkungan dan warga sekolah.

2) Proses: Mencari teman yang cocok, memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai

bakat, mendapatkan pembaca yang cocok, mendapatkan pembimbing yang

cocok dan lain-lain.

3) Akhir : Memilih suatu studi lanjutan, memilih latihan kerja tertentu dan

lainlain.

c. Masalah orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri berupa masalah yang ada

kaitannya dengan kesulitan penguasaan ruang dan kemampuan gerak serta

kebiasaan-kebiasaan hidup yang kurang menguntungkan, misalnya kesulitan

orientasi lingkungan baru.

d. Masalah gangguan emosi berupa gangguan-gangguan emosi seperti mudah curiga

terhadap orang lain, mudah tersinggung dan mudah marah.

e. Masalah penyesuaian diri berupa berubahnya konsep diri sehingga mereka merasa

rendah diri karena keterbatasannya.

f. Masalah keterampilan dan pekerjaan berupa sulitnya mencari kecocokkan

keterampilan individu tunanetra dengan pekerjaan yang ada di masyarakat serta

usaha-usaha pemilihan latihan-latihan untuk keterampilan pekerjaan tertentu.

g. Masalah ketergantungan diri berupa kurangnya kepercayaan terhadap diri sendiri.

37

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 37: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

h. Masalah penggunaan waktu senggang berupa penggunaan waktu yang selalu

dirundung kesunyian dan kesepian, mengkhayal, menyendiri, tidur tak ada hasil

dan sebagainya

G. Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat dan Penyelenggara

Pendidikan

Ketunanetraan memberi dampak yang tidak begitu baik bagi keluarga. Salah

satu contoh dampak ketunanetraan bagi keluarga, yaitu:

1.Sebagian orang awam (kurang mengerti) menganggap bahwa

ketunanetraan yang terjadi pada anak diakibatkan oleh dosa orang tuanya sehingga

anak menjadi “wadal” dari dosa yang diperbuat orang tua. Asumsi sebagian

masyarakat tersebut seringkali dijadikan bahan olok-olokan bagi konsumsi

masyarakat.

2.Sebagian orang berpendapat pula bahwa ketunanetraan yang terjadi pada

diakibatkan oleh penyakit atau kelainan yang diderita orang tuanya, misalkan kedua

orang tuanya merupakan penderita tunanetra.

Dampak yang diterima orang tua dari ketunanetraan anaknya terkadang

menimbulkan reaksi yang berbeda yang orang tua tunjukkan kepada anaknya.

Reaksi-reaksi tersebut dipaparkan Somantri (2012: 90), yaitu:

a. Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya

b. Penyangkalan terhadap ketunetraan anak

c. Perlindungan yang berlebihan

d. Penolakan secara tertutup

e. Penolakan secara terbuka

38

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 38: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB IV

Pendidikan dan Bimbingan bagi

Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita

Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam perkembangan sekarang

lebih dikenal dengan istilah developmental disability, sering keliru dipahami oleh

masyarakat, bahkan sering terjadi pada para professional dalam bidang pendidikan

luar biasa didalam memahami konsep tunagrahita. Perilaku tunagrahita yang

kadangkadang aneh, tidak lazim dan tidak cocok dengan situasi lingkungan seringkali

menjadi bahan tertawaan dan olok-olok orang yang berada didekat mereka. Keanehan

tingkah laku tunagrahita dianggap oleh masyarakat sebagai orang sakit jiwa atau

orang gila. Tunagrahita sesungguhnya bukan orang gila, perilaku aneh dan tidak

lazim itu sebetulnya merupakan manifestasi dari kesulitan meraka didalam menilai

situasi akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam pengertian lain terdapat

kesenjangan yang signifikan antara kemampuan berfikir dengan perkembangan usia.

Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak tunagrahita biasa

dihubungkan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti

menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai

oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial.

Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan,

pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada

kemampuan adaptif seseorang.

39

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 39: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

A. Pengertian Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki kelemahan dalam berfikir dan bernalar. Akibatnya

dari kelemahan tersebut anak tunagrahita mempunyai kemampuan belajar dan

beradaptasi sosial berada dibawah rata-rata. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh

Munzayanah (2000: 14), yaitu: Anak cacat mental atau anak tunagrahita anak yang

mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadiannya

sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri didalam masyarakat

meskipun dengan cara hidup yang sederhana.

Menurut A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi (1999: 47), ”Anak tunagrahita adalah

anak dimana perkembangan mental tidak berlangsung secara normal, sehingga

sebagai akibatnya terdapat ketidak mampuan dalam bidang intelektual, kemauan,

rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya”. Menurut Tjutju Sutjiati Somantri (1995:

159) menyatakan bahwa ”Anak tunagrahita atau terbelakang mental merupakan

kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak

mencapai tahap perkembangan yang optimal”.

Sedangkan menurut Mohammad Amin (1995: 116) adalah sebagai berikut: ”Anak

tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah rata-rata.

Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang

sulit-sulit dan berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil

bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan

hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran

seperti: mengarang, menyimpulkan isi bacaan, hal-hal yang menggunakan simbol-

simbol, berhitung dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka

kurang atau terhambat dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya”.

Tuna grahita sebagai kelainan (1) yang meliputi fungsi intelektual umum dibawah

rata-rata yaitu IQ 84 kebawah yang berdasar tes individual (2) muncul sebelum 16

tahun dan (3) menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Tahun1961 American

Association On Mental Deficiency (ADMD). Tuna grahita yaitu (1) anak yang fungsi

40

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 40: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

intelektualnya lamban yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi buku (2)

kekurangan dalam perilaku adaptif dan (3) terjadi pada masa perkembangan yaitu

antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun (Japan League for The Mentally Retarded,

1992: 22). Pendidikan Luar Biasa Umum menurut Mulyono Abdurrachman (1994:

76), tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak yang

mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Jadi dari beberapa pendapat

diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah kondisi anak dimana

perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga mempunyai

ketidakmampuan dalam bidang intelektual, kemauan, rasa, penyesuaian diri dengan

lingkungan, kurang cakap dalam berpikir dalam hal-hal yang abstrak sehingga

mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri didalam masyarakat meskipun

dengan cara yang sederhana.

B. Apa Saja Faktor Penyebab Tunagrahita

Mengenai faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya

menjadi beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu

indogen dan eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya

penyebab, disusun secara kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi

sebelum anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan

faktor-faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal).

1. Penyebab terjadinya anak tunagrahita menurut Kirk (1970)

a) Faktor endogen (faktor yang dibawa sejak lahir) yaitu faktor

ketidaksempurnaan psikoniologis dalam memindahkan gen.

b) Faktor eksogen yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patalogis dari

perkembangan normal seperti mengalami penyakit atau keadaan lainnya.

2. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut

Devenportb dapat dirinci melalui jenjang :

a) Kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma.

b) Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur.

c) Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi.

41

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 41: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

d) Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan yang timbul dalam embrio. e) Kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran.

f) Kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin.

g) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak..

3. Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :

a) Prenatal (sebelum lahir)

Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya

seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang

kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok berat.

b) Natal (waktu lahir)

Proses melahirkan yang sudah terlalu lama dapat mengakibatkan kekurangan

oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil dapat

menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia),

juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu (penjepit, tang).

c) Pos Natal (sesudah lahir)

Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam

tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak

(meningitis) dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan

(tunagrahita).

C. Kemampuan Bahasa Dan Bicara Anak Tunagrahita

Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara pada anak normal

barangkali tidak banyak menemui hambatan yang berarti, karena mereka dapat

dengan mudah memanfaatkan potensi psikofisik dalam perolehan kosakata sebagai

upaya untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan bicaranya. Hal ini dikarenakan

kecerdasan sebagai salah satu aspek psikologis mempunyai kontribusi cukup besar

dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulasi verbal maupun nonverbal,

terutama yang memiliki unsur kebahasaan. Namun tidak demikian halnya bagi anak

tunagrahita, apa yang dilakukan oleh anak normal sulit untuk diikuti oleh anak

tunagrahita. Seringkali stimulasi verbal maupun nonverbal dari lingkungan gagal

42

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 42: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

ditransfer dengan baik oleh anak tunagrahita. Bahkan hal-hal yang tampaknya

sederhana terkadang tidak mampu dicerna dengan baik, akibatnya peristiwa

kebahasaan yang lazim terjadi di sekitarnya menimbulkan keanehan bagi dirinya.

Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak tunagrahita secara

maksimal, tentunya perlu upaya dan strategi khusus. Satu hal yang perlu dipahami

bagi guru, langkah pertama sebelum mangajarkan hal-hal yang lebih besar,

sedapatnya diajarkan untuk menhyebutkan namanya.. Apabila penguasaan kosakata

sudah baik, dapat dilanjutkan dengan memperkenalkan benda dilingkungan

sekitarnya, seperti delman, sungai, mobil, sepeda, dan lain-lain.

D. Penyesuaian Sosial Anak Tunagrahita

Pada anak normal dalam melewati setiap tahapan perkembangan social dapat

berjalan seiring dengan tingkat usianya. Namun tidak dengan demikian halnya

dengan anak tuna grahita, pada setiap tahapan perkembangan social yang dialami

anak tunagrahita selalu mengalami kendala sehingga seringkali tampak sikap dan

perilaku anak tunagrahita berada dibawah usia kalendernya, dan ketika usis 5-6 tahun

mereka belum mencapai kematangan untuk belajar di sekolah (Bratanata, 1979).

Beberapa studi menunjukkan bahwa terlambatnya sosialisasi anak tunagrahita ada

hubungannya dengan taraf kecerdasannya yang sangat rendah.

Indikasi keterlambatan anak tunagrahita dalam bidang social umumnya terjadi

karena hal-hal berikut.

1. Kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk

melakukan sosialisasi.

2. Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi.

3. Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi.

E. Pendampingan Yang Dilakukan Terhadap Anak Tunagrahita 1. Rekomendasi untuk Sekolah

Berperan aktif dalam meningkatkan kualifikasi guru untuk menangani anak

berkebutuhan khusus dan memfasilitasi layanan pendidikan khusus.

2. Rekomendasi untuk Guru

43

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 43: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

a. Guru di sekolah inklusif diharapkan lebih sedikit banyaknya memahami

konsep anak berkebutuhan khusus dan dapat membekali diri melalui

pelatihan-pelatihan mengenai pendidikan inklusi dan konsep ABK,

dengan memahami hal tersebut diharapkan mempermudah guru untuk

memberikan pelayanan terhadap ABK sesuai dengan kebutuhan dan

hambatannya, khususnya siswa dengan tunagrahita.

b. Sebagai bahan evaluasi untuk guru khususnya, guru di sekolah inklusi

agar termotivasi untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang baik dan

sesuai bagi ABK, khususnya anak tunagrahita yang ada di sekolah-sekolah

inklusi.

3. Rekomendasi untuk Orang Tua

a. Orang tua ABK bersikap respontif terhadap pendidikan dan

perkembangan anak agar terciptanya perubahan dalam diri anak melalui

program-program sekoalh inklusi.

b. Adanya wadah/forum bagi perkumpulan orang tua ABK di sekolah inklusi

untuk berkerja sama dalam upaya mendidik anaknya dan mengevaluasi

kinerja guru mengenai pelayanan anak tunagrahita di sekolah

Pencegahan supaya anak tidak mengalami tunagrahita:

1. Pencegahan primer

Dilakukan untuk meningkatkan kesehatan calon anak yaitu dengan imunisasi

bagi anak dan ibu sebelum kehamilan, konseling perkawinan, pemeriksaan

kehamilan rutin, nutrisi yang baik, persalinan oleh tenaga kesehatan,

memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga, pendidikan kesehatan mengenai pola

hidup sehat dan program pengentasan kemiskinan.

2. Pencegahan sekunder

Dilakukan deteksi dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan sekolah

sehingga tindakan yang tepat segera diberikan, dengan cara konseling individu

dengan program pembimbing sekolah dan layanan intervensi krisis bagi keluarga

yang mengalami stress.

44

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 44: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

3. Pencegahan tersier

Dilakukan dengan memberikan informasi berupa pendidikan kesehatan kepada

orang tua dan anak mengenai masalah kesehatan yang terjadi berulang kali

dengan penekanan pada kebutuhan gizi, kebersihan gigi, kebersihan tubuh,

bahaya alkohol, narkotik, dan zat adiktif serta merokok.

Pelatihan untuk Tunagrahita

1. Occuppasional terapy ( terapi gerak)

Terapi ini diberikan kepada anak tuna grahita untuk melatih gerak fungsional

anggota tubuh gerak kasar atau halus.

2. Play terapi (terapi bermain)

Terapi yang diberikan kepada anak tuna grahita dengan cara bermain, misalnya :

memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan tentang tata cara sosial

drama, bermain jual beli.

3. Aktivity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri

Untuk memandirikan anak tuna grahita, mereka harus diberikan pengetahuan

dan ketrampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka

dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada

orang lain.

4. Lives kill , keterampilan hidup

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah

rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak

tuna grahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata mereka juga diharapkan untuk

dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup mereka diberikan

pendidikan keterampilan. Dengan ketrampilan yang dimilikinya, mereka dapat

hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia

industri dan usaha.

45

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 45: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

5. Fokastional terapy (terapy bekerja)

Selain diberikan latihan ketrampilan anak tuna grahita juga diberikan latihan

kerja. Dengan bekal latihan yang telah dimilikinya, anak tuna grahita

diharapkan dapat bekerja.

F. Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita di Indonesia

Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus dimulai

sebelum masa kemerdekaan yaitu dengan berdirinya, untuk pertama kali, Lembaga

Penyandang Cacat Tunanetra di Bandung pada tahun 1901. Pada 1927 dibuka

sekolah bagi anak tunagrahita di kota yang sama dan pada saat yang hampir

bersamaan didirikan sekolah khusus bagi anak tunarungu pada 1930 di Bandung

juga.

tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang system

pendidikan nasional ( UUSPN ). Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal-

hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan

pendidikan khusus, beberapa diantaranya sebagai berikut :

a. Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan

fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus.

b. Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi

peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

46

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 46: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB V

Pendidikan dan Bimbingan ABK Tuna Daksa Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh (anak

tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar

Biasa (Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan

tersebutterkait dengan asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan salah satu atau lebih

fungsianggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk

menititugas perkembangannya, tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak

tunadaksa(khususnya tunadaksa ringan).

Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tuna daksa yang

disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu

fungsianggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically

handicapped,tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu

mereka dapat belajar mengikuti program sekolah biasa.

Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tuna

daksa kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka

mengalamigannguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped atau

secara khususmereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tuna daksa kelompok

inimembutuhkan layanan pendidikan luar biasa.Anak yang mengalami gangguan gerakan

pada taraf sedang dan berat,umumnya dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB),

sedangkan anak yang mengalami gangguan gerakan dalam taraf ringan banyak ditemukan

sekolah ± sekolah umum. Namun jika mereka tidak mendapatkan pelayanan khusus

dapatmenyebabkan terjadinya kesulitan belajar yang serius.

A. Pengertian Anak Tuna Daksa Anak tuna daksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah satu

bentuk berupa gangguan dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang

47

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 47: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

mungkin karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau

bergerak atau berjalan memerlukan alat bantu.

Wikipedia, pengertian Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak

yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan,

sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam

melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu

memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu

memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan

fisik.

B. Karakteristik dan Permasalahan yang dihadapi Anak Tuna Daksa Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi

karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber

ditemukan beberapa karakteristik umum bagi anak tuna daksa, diantara lain sebagai

berikut :

1. Karakteristik Kepribadian

Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman, yang demikian ini

tidak menimbulkan frustasi.Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan

lamanya kelainan fisik yang diderita.Adanya kelainan fisik tidak memperngaruhi

kepribadian atau ketidak mampuan individu dalam menyesuaikan diri.Anak cerebalpakcy

dan polio cenderung memiliki rasa takut daripada yang mengalami sakit jantung.

2. Karakteristik Emosi-sosial

Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna daksa dapat

berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat menimbulkanfrustasi yang

berat.Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri dari

keramaian.Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal

dalam suatu permainan.Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam

berkomunikasi dengan lingkunganya.

3. Karakteristik Intelegensi

Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi ada beberapa

kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatanya

meningkat.Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal.

4. Karakteristik Fisik

48

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 48: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan

lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara

dan sebagainya.Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada

batas-batas tertentu.

Adanya berbagai karakteristik tersebut bukan berarti bahwa setiap anak tuna

daksa memiliki semua karakteristik yang diungkapkan, namun bisa saja terjadi salah

satunya tidak dimiliki.

Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif.

Dari dampak negatif timbul masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan posisi

siswa disekolah. Permasalahan tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa masalah,

yaitu:

1. Masalah kesulitan belajar

2. Masalah sosialisasi

3. Masalah kepribadian

4. Masalah ketrampilan dan pekerjaan

5. Masalah latihan gerak

C. Klasifikasi Anak Tuna Daksa Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak

tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem

serebral ( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus

Skeletal System)

1. Kelainan pada sistem serebral ( cerebral system disorders)

Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelainan sistem serebral ( cerebral) didasarkan

pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan

sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk

kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari

aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat

kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan

bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan

menurut:

a) Penggolongan menurut derajat kecacatan

49

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 49: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas: golongan ringan,

golongan sedang, dan golongan berat.

1) Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,

berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka

dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari) anak

normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu

kehidupan dan pendidikannya.

2) Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan khusus

untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. Golongan ini memerlukan

alatalat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu

penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan

pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus

dirinya sendiri.

3) Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan ini yang tetap

membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan menolong dirinya sendiri.

Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.

b) Penggolongan menurut topografi

Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebral Palsy dapat

digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:

1) Monoplegia

Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri.Sedangkan kaki kanan dan

kedua tangannya normal.

2) Hemiplegia

Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama,misalnya tangan kanan dan

kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.

3) Paraplegia

Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.

4) Diplegia

Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri(paraplegia).

5) Triplegia

Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dankedua kakinya

lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.

6) Quadriplegia

50

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 50: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggotageraknya. Mereka cacat pada

kedua tangan dan kedua kakinya,quadriplegia disebutnya juga tetraplegia. c)

Penggolongan menurut fisiologi

Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat diotak dan fungsi geraknya

(motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:

1) Spastik

Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian

ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai dengan kehendak. Dalam

keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau kekejangan itu akan makin bertambah,

sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis

spastik ini memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang

normal bahkan ada yang di atas normal.

2) Athetoid

Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakkan

dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi

di luar kontrol dan koordinasi gerak.

3) Ataxia

Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya dapat

terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada

sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tipe ini mengalami

gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran. Sebagai contoh dalam kehidupan

seharihari adalah pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi

makanan sampai ujung mulut.

4) Tremor

Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan terus

menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat

terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.

5) Rigid

Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe spastik – di mana

gerakannya tampak tidak ada keluwesan.

6) Tipe campuran

Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga akibatnya lebih

berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu tipe CP.

51

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 51: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

2. Kelainan pada sistem otot dan rangka ( musculus scelatel system)

Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan

pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan

sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi :

a) Poliomylitis

Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan

tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum tulang belakang

pada anak usia dua tahun sampai enam tahun. b) Muscle Dystrophy

Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita

muscle dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah. Kondisi

kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau kedua kaki saja, atau

pada kedua tangan dan kaki. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum diketahui

secara pasti. Gejala anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia

tiga tahun, yaitu gerakan-gerakan yang lambat, di mana semakin hari keadaannya

semakin mundur. Selain itu, jika berjalan sering terjatuh. Hal ini kemudian

mengakibatkan anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas

kursi roda

D. Penyebab Tuna Daksa Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga

menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum

tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa,

dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya,

kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.

1. Sebelum lahir (fase prenatal)

2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)

3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)

E. Perkembangan Kognitif Anak Tuna Daksa

Proses perkembangan kognitif banyak ditentukan dari pengalaman-pengalaman

individu sebagai hasil belajar. Proses perkembangan kognitif akan berjalan dengan baik

apabila ada dukungan atau dorongan dari lingkungan. Seperti dikatakan Piaget bahwa

setiap individu memiliki struktur kognitif dasar yang disebut schema (misalnya

52

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 52: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

kemampuan untuk melakukan gerakan refleks, seperti menghisap, merangkak, dan

gerakan refleks lainnya).schema ini akan berkembang melalui belajar. Proses adaptasi

yang didahulukan dengan adanya persepsi.

Anak tuna daksa yang mengalami kerusakan alat tubuh, tidak ada masalah secara

fisiologis dalam struktur kognitifnya. Masalah terjadi ketika anak tuna daksa mengalami

hambatan dan mobilitas. Anak mengalami hambatan dalam melakukan dan

mengembangkan gerakan-gerakan, sehingga sedikit banyak masalah ini mengakibatkan

hambatan dalam perkembangan struktur kognitif anak tuna daksa. Dalam pengukuran

intelegensi pada anak tuna daksa, sering ditemukan angka intelegensi yang cukup tinggi.

Namun potensi kognitif yang cukup tinggi pada anak-anak tuna daksa ini belum dapat

difungsikan secara optimal. Hambatan mobilitas, masalah emosi, kepribadian akan

mempengaruhi anak tuna daksa dalam melakukan eksplorasi keluar.

F. Perkembangan Sosial, Emosi, dan Kepribadian Anak Tuna Daksa 1. Perkembangan Sosial Anak Tuna Daksa

Faktor utama terjadinya hambatan sosial ini bersumber pada sikap keluarga,

teman-teman dan masyarakat. Ahmad Toha Muslim dan Sugiarmin (1996) menjelaskan

bahwa sikap, perhatian keluarga dan lingkungan terhadap anak tuna daksa dapat

mendorong yang bersangkutan untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi.

2. Perkembangan Emosi Anak Tuna Daksa

Ketunaan yang ada pada anak tuna daksa secara khusus tidak akan menghambat

dalam perkembangan emosi pada anak tuna daksa. Hambatan ini dialami setelah anak

mengadakan interaksi dengan lingkungannya.

3. Perkembangan Kepribadian Anak Tuna Daksa

Perkembangan kepribadian anak banyak ditemukan oleh pengalaman usia dini,

keadaan fisik, kesehatan, pemberian cap dari orang lain, intelegensi, pola asuh orangtua

dan sikap masyarakat. Pada usia dini anak tuna daksa mengalami gangguan dalam fungsi

mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling, berdiri dan berjalan.

53

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 53: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB VI

PENDIDIKAN dan BIMBINGAN ABK TUNA LARAS

kehidupan sehari-hari banyak sekali macam tingkah laku, karakteristik dan

bentuk fisik manusia yang kita temui. Baik itu orang normal maupun tidak normal.

Didalam pendidikan juga ada yang untuk anak normal dan untuk anak yang

membutuhkan layanan khusu atau sekolah luar biasa. Anak luar biasa adalah anak

yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan baik fisik maupun

mentalnya sehingga mereka membutuhkan perhatian dan layanan khusus,hal ini

dengan tujuan agar mereka mampu menjalani kehidupan sehari-hari

tanpamembutuhkan orang lain. Salah satu anak yang mengalami hambatan atau

gangguan yaitu anak tunalaras. Anak tunalaras adalah anakyang mangalami gangguan

emosi dan mentalnya dimana anak ini berbuat sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh

anak seusianya. Contoh prilaku yang dilakukan adalah mencuri, membuat keributan

atau cemas orang lain, menyakiti orang lain dan srbagainya yang tidak biasa

dilakukan oleh anak seusianya.

lingkungan keluaga anak mendapat pendidikan yang baik, tapi lingkungan

tidak baik maka anak juga bisa mempunyai sifat atau kelainan misalnya suka

membuat keributan dan cemas orang lain. Untuk mengatasi terjadinya kelainan

tersebut yaitu dengan lebih memperhatikan anak baik dari lingkungan keluarga,

sekolah dan masyarakat. Kalau anak sudah me,punyai pergaulan yang tidak baik

maka, orang tua harus cepat tanggap dan mencengahnya agar anak tidak berlarut-iarut

dalam permasalahan tersebut.

A. PENGERTIAN ANAK TUNALARAS

Bukan masalah yang sederhana untuk menentukan batasan mengenai anak

yang mengalami gangguan tingkah laku atau lebih dikenal dengan istilah tuna laras.

Hingga kini belum ada suatu defenisi yang dapat diterima secara umum serta

memuaskan semua pihak. Kenyataan batasan atau definisi yang telah dikemukakan

54

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 54: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

oleh profesional dan para ahli yang berkaitan dengan masalah ini berbeda-beda

sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu masing-masing untuk keperluan

profesionalnya. Namun demikian, hampir semua batasan yang dikemukakan oleh

para ahli menganggap bahwa tuna laras menampakkan suatu perilaku penentangan

yang terus-menerus kepada masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan

dalam belajar di sekolah (Somantri, 2006).

Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral

disorder lebih terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower (1981) yang

menyatakan bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku,

apabila menujukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak

mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan;

tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru;

bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka selalu

dalam keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah simptom fisik

seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan

di sekolah (Delphie, 2006).Dari banyak pendapat menurut para ahli, maka dapat

disimpulkan bahwa anak tuna laras adalah anak yang mengalami hambatan emosi

dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam

menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan

mengganggu situasi belajarnya. Situasi belajar yang mereka hadapi secara monoton

akan mengubah perilaku bermasalahnya menjadi semakin berat (Somantri, 2006).

Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras)

dalam konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervareasi.

Perbedaan pemberian julukan kepada anak yang berkelainan perilaku (tunalaras)

tidak lepas dari konteks pihak yang berkempentingan. Misalnya para orang tua

cenderung menyebut anak tunalaras dengan anak jelek (bad boy) para guru

menyebutnya dengan sebutan anak yang tidak dapat di perbaiki (incorrigible), para

pisikiater atau pisikolog lebih senang menyebutnya sebagai anak yang tergangu

emosinya (emotional disturb cbild).

55

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 55: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

B. KARAKTERISTIK ANAK TUNALARAS MENURUT HALLAHAN DAN

KAUFFMAN

Karakteristik yang dikemukakan Hallahan dan kauffman (1986) berdasarkan

dimensi tingkah laku anak tuna laras adalah sebagai berikut:

a. Anak yang mengalami gangguan perilaku

a) Berkelahi, memukul menyerang

b) Pemarah

c) Pembangkang

d) Suka merusak

e) Kurang ajar, tidak sopan

f) tidak mau bekerjasama

g) Suka menggangu

h) Suka ribut, pembolos

i) Mudah marah, Suka pamer

j) Hiperaktif, pembohong

k) Iri hati, pembantah

l) Ceroboh, pengacau

m) Suka menyalahkan orang lain

n) Mementingkan diri sendiri

b. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:

a) Cemas b) Tegang

c) Tidak punya teman

d) Tertekan

e) Sensitif

56

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 56: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

f) Rendah diri

g) Mudah frustasi

h) Pendiam

i) Mudah bimbang

c. Anak yang kurang dewasa

a) Pelamun

b) Kaku

c) Pasif

d) Mudah dipengaruhi

e) Pengantuk

f) Pembosan

d. Anak yang agresif bersosialisasi

a) Mempunyai komplotan jahat

b) Berbuat onar bersama komplotannya

c) Membuat genk

d) Suka diluar rumah sampai larut

e) Bolos sekolah

f) Pergi dari rumah

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TUNA LARAS

1. Kondisi/Keadaan Fisik

2. Masalah Perkembangan

3. Lingkungan Keluarga 4. Lingkungan Sekolah

5. Lingkungan Masyarakat

D. KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK TUNALARAS a.

Konsep

57

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 57: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Pendidikan inklusi merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan

bagi anak tunalaras untuk belajar bersama siswa-siswa lain seusianya yang tidak

berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan

sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan

yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional,

cultural, maupun bahasa (Florian, 2008, dalam Sri Faridanto, 2010). Atas dasar

pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berusaha mengakomodasi segala jenis

perbedaan dari peserta didik. Secara konseptual dan paradigmatis( Farrell, 2008,

dalam Sri Faridanto, 2010) mengidentifikasi karakter akomodatif pendidikan inklusi

sebagai berikut :

a. Pendidikan inklusi mau merekrut semua „jenis‟ siswa.

Pendidikan inklusi tidak berpihak pada homogenitas sekelompok siswa.

Implikasinya adalah pendidikan inklusi tidak mengenal tes penyetaraan baik

kemampuan akademik maupun non akademik bagi calon siswa, dan tidak pula

mengenal istilah „mengeluarkan‟ siswa dari sekolah karena bermasalah.

Sekalipun itu adalah anak tunalaras yang memang sering „bermasalah‟ dengan

peraturanperaturan yang ada di sekolah.

b. Pendidikan inklusi menghindari semua aspek negatif labeling

Salah satu dampak buruk dari labeling adalah munculnya inferioritas bagi pihak

yang diberi label negatif. Perasaan inferioritas akan mengganggu setiap aspek

kehidupan mereka, termasuk pendidikan. Secara kongkrit, pendidikan inklusi

berusaha menghindari label negative dengan mengubah label yang ada di masa

lalu menjadi lebih positif di masa kini. Untuk anak tunalaras, dahulu sebutannya

adalah ‘maladjusted’ (gangguan penyesuain diri), menjadi ‘emotional and

behavioral difficulties (EBD)’ (problem emosi dan perilaku), dan kini menjadi

‘behavioral, emotional, and social difficulties (BESD)’ (problem perilaku, emosi,

dan sosial) (Farrell, 2008, dalam Sri Faridanto, 2010).

58

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 58: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

c. Pendidikan inklusi selalu melakukan checks dan balances

Checks dan balances pada pendidikan inklusi dijaga secara ketat dengan

melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan kepentingan siswa, yakni orangtua

siswa, masyarakat (komite sekolah), serta pada ahli yang terkait dengan

karakteristik khusus (Farrell, 2008, dalam Sri Faridanto, 2010). Dalam konteks

pendidikan anak tunalaras, checks dan balances sangat berarti. Peran sekolah

sebagai penyedia layanan pendidikan akan terbantu dengan kerjasama yang baik

dari orangtua siswa sebagai guru sekaligus diagnostician gangguan emosi dan

perilaku anak di rumah, komite sekolah yang juga dapat berperan dalam advokasi

atas berbagai resiko gangguan emosi dan perilaku yang ditimbulkan anak, dan ahli

psikiatri serta psikolog sebagai penentu dan pemberi treatmen klinis gangguan

emosi dan perilaku.

E. PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK TUNALARAS

1. Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama

dengan pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian,

karena di dalam kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar

biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan, maka dalam kegiatan belajar-mengajar

guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum

juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak,

yaitu dengan:

a. Bentuk kelas Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan

dengan model penempatan anak luar biasa yang dipilih, penempatan anak luar

biasa di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:

a) Kelas reguler (inklusi penuh)

b) Kelas reguler dengan cluster

59

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 59: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

c) Kelas reguler dengan pull out

d) Kelas reguler dengan cluster dan pull out

e) Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian

f) Kelas khusus penuh.

b. Implementasi model pembelajaran

Disebabkan anak-anak dengan kelainan perilaku salah suai mengacu kepada

adanya:1) perilaku yang sangat ekstrim;2) masalahnya sangat kronis (salah

satunya adalah sulit untuk dihilangkan secepatnya);3) perilaku yang tidak diterima

oleh adanya harapan-harapan tertentu dalam lingkungan sosial dan budaya

tertentu.

a) Kebutuhan intervensi pembelajaran khusus

Ada tiga bentuk hubungan pada diri peserta didik yang mengalami hambatan

perkembangan, yaitu Locus of control, expectancy for failure, dan outer directedness.

1. Locus of control

2. Expectancy for failure

3. Outerdirectedness

Dengan demikian maka perhatian guru lebih tertuju ke pada upaya-upaya untuk

membantu anak dalam mengatasi konflik-konflik mentalnya, bukan dengan merubah

perilaku kelainan yang tampak atau memberikan keterampilan akademik. Program

pembelajaran sebaiknya diupayakan untuk dapat meningkatkan hubungan

orangperorang dengan hal-hal berikut:

1. Kegiatan-kegiatan dapat dipersiapkan agar dapat meningkatkan

kesportifitasan, dan hubungan yang terjalin dengan baik antara anak yang

bersangkutan dengan guru dan teman-teman sekelasnya.

2. Semua kegiatan sebaiknya di arahkan untuk dapat memperoleh

pengalamanpengalaman yang berguna, dapat dirasakan kepuasaannya, dan

dapat dilakukan dengan ekspresi yang penuh.

60

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 60: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

3. Kegiatan-kegiatan yang disajikan berdasarkan pada pola permainan, seperti

permainan teka-teki, tarian, olahraga, dan sejenisnya.

2. Langkah-langkah kegiatan pembuatan rancangan pembelajaran, adalah sebagai berikut

a. Melakukan skrining atau tes untuk mengetahui tingkat perkembangan fungsional

psikomotor.

b. Menganalisis seluruh hasil skrining, guna mengetahui secara rinci tingkat

keberfungsian psikomotor anak yang bersangkutan disesuaikan dengan

perkembangan sosial-emosionalnya.

c. Membuat rancangan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak,

berdasarkan atas hasil analisis skrining dan diselaraskan dengan kurikulum yang

berlaku.

d. Melakukan evaluasi akhir pembelajaran untuk mengetahui:

1. Apakah terjadi peningkatan keberfungsian psikomotor, sehingga dapat

berpengaruh terhadap perkembangan sosial-emosionalnya atau tidak

2. Apakah terjadi kestabilan peningkatan perilaku sasaran (dalam hal ini adalah

perilaku suka menyendiri/withdrawal) sebagai target yang akan dicapai dalam

pembelajara.

3. Penanganan Gangguan Perilaku

4. Keterampilan manajemen diri

5. Penerapan analisis perilaku

6. Latihan keterampilan sosial

7. Latihan perilaku-kognisi (cognitive-behavioral trainning)

8. Peranan guru

9. Kolaborasi teman sebaya 10. Partisipasi keluarga

61

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 61: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB VII

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN BAGI ANAK CERDAS DAN BERBAKAT

Salah satu bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar adalah bimbingan bagi

anak cerdas berbakat. Pelaksana bimbingan anak cerdas berbakat merupakan amanah

rakyat yang dituangkan dalam GBHN 1993 dan UU nomor 2 Tahun 1998 tentang sistem

pendidikan nasional. Oleh karena itu, pemahaman tentang siapa anak cerdas berbakat

hendaknya multidimensional dan hendaknya menyeluruh. Bimbingan bagi anak cerdas

hendaknya mengacu pada karakteristik dan kebutuhan murid itu sendiri. Pemahaman

akan kebutuhan dan karakteristik anak cerdas berbakat merupakan fondasi bagi guru

dalam memberikan bimbingan bagi anak cerdas berbakat. Berbagai bentuk program

pengembangan murid cerdas dan berbakat, salah satu diantaranya dapat didekati dari

bimbingan dan konseling. Tehnik bimbingan merupakan alternatif yang dapat diterapkan

dalam mengembangkan kemampuan anak cerdas berbakat. Penyelengara kelas unggulan

di Sekolah Dasar yang telah dirintis sejak tahun ajaran 1996/1997 merupakan salah satu

upaya pemerintah dalam mengembangkan anak cerdas berbakat, khususnya bakat

akademik.

A. Pengertian anak cerdas berbakat

Guna menjawab siapa murid yang cerdas dan berbakat memang bukan hal

yang mudah, tergantung pada filosofis, definisi, penentuan presentase, prosedur,

setting/adegan, model dan model pengayaan yang digunakan. Sampai sekarang belum

ada definisi tunggal dan sulit untuk merumuskan pengertian anak cerdas berbakat,

bahkan istilah anak berbakat diterjemahkan dari “gifted child” masih nampak

digunakan dalam berbagai sebutan. Bakat adalah kemampuan yang merupakan

62

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 62: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

sesuatu yang “interent” dalam diri seseorang dibawa sejak lahir dan terkait erat

dengan struktur otak. Secara genetis struktur otak itu sangat ditentukan oleh caranya

lingkungan berinteraksi dengan anak manusia itu sendiri. Salah satu ciri yang paling

umum diterima sebagai ciri anak berbakat ialah memiliki kecerdasan yang lebih

tinggi dari pada anak normal lainnya, sebagaimana diukur oleh alat ukur kecerdasan

yang sudah baku.

Clark (1988:6) mengatakan bahwa murid cerdas berbakat ialah anak-anak

yang menampilkan kapabilitas unjuk kerja yang tinggi dalam bidang-bidang seperti

intelektual, kreatif, artistik, kepemimpinan, kemampuan, atau lapangan-lapangan

akademik tertentu, dan memerlukan layanan-layanan atau kegiatan yang tidak biasa di

sediakan oleh sekolah dalam rangka untuk mengembangkan kemampuannya secara

penuh.

B. Karakteristik dan Kebutuhan Anak Cerdas Berbakat

Perbedaan program pendidikan anak cerdas berbakat dengan anak biasa

lainnya bukan sekadar berbeda tetapi secara kualitatif memang harus berbeda.

Perbedaan kualitatif ini mutlak perlu karena anak cerdas berbakat memiliki

karakteristik dan kebutuhan serta permasalahan yang berbeda dari peserta didik

biasanya. Sekalipun pengembangan program pendidikan untuk peserta didik anak

cerdas berbakat akan menyangkut berbagai pertimbangan aspek filosofis, tujuan

pendidikan peserta didik anak cerdas berbakat.

Anak cerdas berbakat pada umumnya memiliki karakteristik seperti berikut : 1. Membaca pada usia lebih muda

2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak

3. Memiliki perbendaharaan yang luas

4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat

5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa

6. Mempunyai inisiatif dan cepat berkerja sendiri

7. Menunjukan keasliannya dalam ungkapan variabel

8. Memberikan jawaban-jawaban yang baik

63

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 63: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

9. Dapat memberikan banyak gagasan

10. Luwes dalam berfikir

11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan

12. Mempunyai pengamatan yang tajam

13. Dapat berkonsentrasi untuk waktu jangka panjang, terutama terhadap tugas atau

bidang yang diminati

14. Berfikir kritis, juga terhadap diri sendiri

15. Senang mencoba hal-hal yang baru

16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintetis yang tinggi

17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah

18. Cepat menangkap hubungan sebab-akibat

19. Berperilaku terarah pada tujuan

20. Mempunyai daya imajinasi yang kuat

21. Mempunya banyak kegemaran

22. Mempunyai daya ingat yang kuat

23. Tidak cepat puas dengan prestasinya

24. Peka serta menggunakan firasat

25. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.

Clark mengemukakan secara kualitatif anak cerdas berbakat menunjukan karakteristik

yang berbeda dari anak normal lainnya dalam aspek kognitif, afektif, sensasi fisik, intuisi,

dan kemasyarakatan. Dalam upaya pengembangan model program pendidikan yang

kondusif bagi anak cerdas berbakat perlu dilakukan analisis kebutuhan dan permasalahan

perkembangan yang mungkin muncul dari aspek yang disebutkan diatas serta

implikasinya bagi pengembangan program pendidikan

1. Perkembangan Fisik

Selama usia sekolah anak berbakat sangat mungkin mengalami kesenjangan antara

perkembangan fisik, intelektual dan sekolah secara tidak sengaja mungkin mengambat

aktifitas mereka.

2. Perkembangan Kognitif

64

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 64: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Para ahli dengan hasil penelitiannya (thompson, berger, berry, dan mac. Lean)

menunjukan secara biologis memang ada perbedaan struktur otak antara anak berbakat

dengan anak normal. Anak berbakat mampu kedua belahan otak kiri dan kanan sebagai

alat berfikir dan seluruh fungsi-fungsi lain. Secara terintegritas sehingga mewujudkan

perilaku kreatif.

3. Perkembangan Emosi

Karakteristik kemampuan kognitif yang tinggi pada anak berbakat dan

kepekaannya terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat memiliki

akumulasi informasi yang banyak, apabila dengan fungsi kognitif dia mampu

mengolah informasi dan menumbuhkan kesadaran akan diri dan dunianya akan

menjadikan anak berbakat menunjukan perkembangan emosi yang lebih matang

dan stabil. Kesadaran yang tinggi ini akan disertai dengan perasaan yang berbeda

dari murid yang lain.

4. Perkembangan Sosial

Karakteristik perkembangan sosial anak berbakat temuan dan generalisasi

sering kali menunjukan karakteristik populasi yang selalu tidak dapat diterapkan

secara individual. Kecenderungan menunjukan bahwa perkembangan sosial anak

berbakat memang lebih baik dari pada anak yang normal pada umumya.

C. Identifikasi Anak Cerdas Berbakat

Identifikasi anak cerdas berbakat pada dasarnya dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu

:

A. Pada usia 1-2 tahun

Pada masa ini keunggulan dan kelemahan intelektual anak akan tampak dengan

mudah bila anak diberi rangsangan dengan tepat. Fungsinya ganda, yaitu untuk

mengetahui kemungkinan adanya perkembangan intelektual yang cepat dan tidak

65

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 65: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

terbatas pada bidang-bidang bakat yang khas, serta untuk mengetahui

kemungkinan adanya kecacatan pada anak.

B. Pada usia 2-6 tahun

Indentifikasi anak usia ini dapat dilakukan dengan mengajak anak bermain pada

bidang yang disenanginya. Keterbakatan anak akan tampak dalam kemampuan

menyelesaikan tugas-tugas dan berbagai persoalan tanpa mengalami kesulitan

yang berarti, serta tidak banyak memerlukan bimbingan. Karena itu dalam usia

dini, orang tua, guru, kelompok bermain, dan TK tempat menjadi pelaksanaan

atau sumber informasi.

C. Pada usia 6 tahun-seterusnya

Pada masa sekolah informasi keterbakatan bisa diperoleh dari orang tua terutama

berkenaan dengan bidang-bidang yang disenanginya, dari guru terutama bidang

prestasi, dan dari teman sebaya terutama bidang kepemimpinan, kreatifitas dan

sosialisasinya. Dalam identifikasi ini, penggunaan tes kecerdasan dan tes lain

seperti minat, kreatifitas motivasi juga penting dilakukan. Dengan demikian pada

dasarnya ada dua pendekatan untuk mengidentifikasi murid cerdaas dan berbakat,

yaitu dengan cara studi kasus dan melalui tes atau penggabungan keduanya.

Identifikasi di sekolah dapat dilakukan melalui tahap:

a.Tahap Penjaringan (screening) b.Tahap Selektif (identification)

D. Penyelenggaraan Pendidikan Bagi Anak Cerdas Berbakat

Penyelenggaraan pendidikan bagi anak cerdas berbakat secara konvensional dapat

dikelompokan ke dalam beberapa model, antara lain : a. Akselerasi (acceleration)

b. Pengayaan (enrichment)

c. Kelas Unggul (ability grouping)

d. Bimbingan Konseling

66

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 66: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

E. Tekhnik Bimbingan Bagi Anak Cerdas Berbakat

Karakteristik anak berbakat masalahnya yang digambarkan pada bagian

terdahulu, mengandung implikasi bagi kemampuan layanan bimbingan anak cerdas

berbakat. Layanan bimbingan yang dimaksud tidak diarahkan kepada layanan yang

bersifat ekslusif melainkan dikembangkan secara terpadu di dalam sistem bimbingan

yang ada.

Layanan bimbingan bagi anak cerdas berbakat tetap bertolak belakang dari

pandangan tentang hakikat manusia sebagai makhluk pribadi, sosial dan makhluk

Tuhan. Dengan kata lain, anak cerdas berbakat dipandang sebagai suatu keutuhan

pribadi sehingga program layanan bimbingan yang dikembangkan mampu menyentuh

semua dimensi perkembangan secara utuh. Sejalan dengan karakteristik dan

kebutuhan yang diuraikan dengan hasil teman studi, dimensi keutuhan perkembangan

pribadi yang dimaksud akan mencakup unsur-unsur berikut :

a.Perkembangan Ranah Kognitif/Intelektual

b. Pengembangan Ranah Fisik

c. Pengembangan Ranah Intuitif

d. Pengembangan Ranah Kemasyarakatan

F. Penyelenggaraan Kelas Unggulan sebagai Model Bimbingan bagi Anak Cerdas

Berbakat.

A. Pengertian kelas unggulan Kelas unggulan adalah kelas yang terdiri atas jumlah anak yang karena

prestasinya menonjol di kelompok di kelas tertentu pada Sekolah Dasar (Depdikbud.

1996). Program pengajaran pada kelas unggulan adalah program pengajaran yang

berlaku ditambah dengan pendalaman materi matematika atau berhitung dan IPA

serta pelajaran Bahasa Inggris. Pengelompokan ini dimaksud untuk memudahkan

membina anak oleh guru dalam mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada

pada anak seoptimum mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Tujuan pendidikan kelas unggulan SD mencakup :

67

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 67: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

- Mempersiapkan anak yang cerdas, beriman dan bertaqwa pada Tuhan YME,

memiliki budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta sehat

jasmani dan rohani.

- Memberikan kesempatan kepada anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata

normal untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan

potensi yang dimiliki siswa

- Memberikan kesempatan kepada anak lebih cepat mentransfer ilmu pengetahuan

dan teknologi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan pembangunan.

- Memberikan penghargaan kepada anak yang berprestasi

- Mempersiapkan lulusan kelas unggulan menjadi siswa unggul dalam bidang

pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan anak. Anak yang

direkrut adalah siswa kelas IV dengan pertimbangan bahwa siswa kelas IV telah

mulai dapat berfikir rasional baik pada SD inti maupun SD imbas.

B. Proses belajar mengajar di kelas unggulan

Proses belajar mengajar di kelas unggulan diupayakan memiliki

keunggulan dari pada kelas biasa. Oleh karena itu seluruh komponen pendidikan

seperti guru, materi ajar, bahkan sarana belajar mengajar, metode mengajar dan

waktu belajar dikelas unggulan harus lebih baik dari kelas biasa mengingat

tuntutan prestasi belajar bagi siswa kelas unggulan sangat tinggi di perlukan

adanya guru bimbingan yang tugas khususnya mengawasi atau membantu,

membimbing serta mengarahkan siswa di kelas unggulan agar dapat berprestasi

dengan baik. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berlaku secara

nasional dan kurikulum plus yang terdiri atas mata pelajaran

matematika/berhitung (4 jam) dan bahasa inggris (4 jam). Dengan demikian di

perlukan penambahan waktu belajar di sekolah.

C. Model-model penyelenggaraan kelas unggulan di Sekolah Dasar Berdasarkan

pengamatan di kota Bandung di kabupaten Sumedang dan kabupaten Bekasi serta

kabupaten Tasikmalaya ternyata bentuk penyelenggaraan kelas unggulan di berbagai

daerah bermacam-macam di sesuaikan dengan kondisi masingmasing.

68

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 68: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

1. Penyelenggaraan kelas unggulan di SD inti dalam satu kompleks sekolah.

Model penyelenggaraan kelas unggulan yang paling banyak adalah di selenggarakan di

SD inti tetapi hanya melibatkan SD-SD di luar kompleks SD tersebut meskipun ada

gugusan untuk mengikutsertakan peserta didiknya dalam kelas unggulan apalagi bagi SD

swasta.

2. Penyelenggaraan kelas unggulan kecamatan.

Penyelenggaraan kelas unggulan di SD inti kota kecamatan dengan menampung siswa

terbaik dari SD-SD di seluruh kecamatan.

3. Penyelenggaraan kelas unggulan dalam satu kompleks secara bergiliran. Pada model

penyelenggaraan kelas unggulan di selenggarakan di SD dalam satu kompleks secara

bergiliran.

4. Penyelenggaraan kelas unggulan pada seluruh jenjang.

Model ini menyelenggarakan kelas unggulan pada seluruh jenjang kelas dengan

menambah waktu belajar selama dua jam pelajaran. D. Kelebihan dan kekurangan model

kelas unggulan.

Mencermati penyelenggaraan kelas unggulan di SD inti, pada hakikatnya model

pengelompokan berdasarkan kemampuan model ini akan memudahkan bagi guru dalam

mengembangkan kemampuan atau potensi siswa seoptimal mungkin.

Model kelas unggulan memungkinkan guru mengembangkan suasana belajar kompetitif

sehingga terjadi persaingan sehat antar siswa. Namun disisi lain model pengelompokan

kemampuan di khawatirkan akan menumbuhkan sikap ekslusif, elitisme. Memiliki

perasaan berbeda dari yang lain bahkan bisa-bisa menjadi besar kepala. E. Bimbingan

bagi siswa kelas unggulan.

Bertolak dari antisipasi terjadinya dampak negatif penyelenggaraan kelas unggulan maka

gagasan agar siswa kelas unggulan tetap merupakan siswa dari kelas biasa di sekolah

masing-masing atau lazim di kenal dengan pull out enrichment. Alternatif pertama siswa

unggulan bergabung dalam kelas unggulan hanya dalam kurikulum plus, yaitu mata

pelajaran matematika/menghitung, IPA dan bahasa inggris. Alternatif kedua, siswa

unggulan bergabung dalam kelas unggulan pada setiap mata pelajaran

69

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 69: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

matematika/menghitung, IPA dan bahasa inggris dalam pelaksanaan kurikulum biasa

maupun kurikulum plus.

BAB VIII

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DISLEKSIA

Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai

dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini

ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh

problemproblem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga

prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan.

Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis

manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak,

bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.

Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor inteligensi yang

rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor- faktor non-

inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan

belajar.

Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam

menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak

mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam

berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.

Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan

sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang

seharusnya mereka lakukan.

Diidentifikasi oleh Oswald Berkhan pada tahun 1881, kemudian istilah

'disleksia' diciptakan pada tahun 1887 oleh Rudolf Berlin, seorang praktisi dokter

mata di Stuttgart, Jerman. Selama tahun 1890-an dan awal 1900-an, James

Hinshelwood menerbitkan serangkaian artikel dalam jurnal medis

menggambarkan kasus serupa dengan buta huruf bawaan. Pada tahun 1917 dalam

70

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 70: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

bukunya ''Congenital Word Blindness'', Hinshelwood menegaskan bahwa

kecacatan dasar dalam memori visual untuk kata-kata dan huruf, dan

menggambarkan gejala termasuk pembalikan huruf, dan kesulitan dengan ejaan

dan membaca pemahaman

A. Defenisi Disleksia

Disleksia adalah salah satu jenis kesulitan belajar pada anak berupa

ketidakmampuan membaca. Gangguan ini bukan disebabkan ketidakmampuan

penglihatan, pendengaran, intelegensia, atau keterampilannya dalam berbahasa,

tetapi lebih disebabkan oleh gangguan dalam proses otak ketika mengolah

informasi yang diterimanya.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita.

Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun

atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam

urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah

yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering

menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal.

Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab

pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.

Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir)

dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri

membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya

bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan

dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan

dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tandatanda

awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-

balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep

ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan.

Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami kesulitan

71

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 71: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat

tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.

72

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 72: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

B. Ciri-Ciri Atau Gejala Disleksia

Disleksia sebetulnya bisa dikenali dari sejumlah gejala yang diperlihatkan

sang anak. Sejumlah faktor yang bisa dijadikan pedoman untuk mengenalinya,

antara lain:

1. Lambat Bicara

Normalnya, kemampuan bahasa sudah berkembang sejak anak

berusia setahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa mengucapkan

satu kata seperti „mam'. Dan menginjak usia 2 tahun, anak biasanya sudah

bisa merangkai kata, seperti „mama ma-em'.

2. Tak Bisa Menghafal Huruf

Menjelang masuk usia sekolah, tak jarang orang tua mendaftarkan

Si Kecil kepre school. Di kelas ini biasanya anak sudah mendapat

pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah

formal kelak.

Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf

tertentu, misalnya menyebut „t' menjadi „j', atau „b' menjadi „d'. Bagi

mereka, huruf-huruf ini sulit dibedakan karena bentuknya yang

mirip.Atau, ketika diminta menyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika

dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan bingung. Bagi

mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukan

sebagai ingatan akan visualisasi dari huruf.

3. Tak Bisa Mengeja

Jika Si Kecil sulit mengenali sejumlah huruf, saat masuk sekolah

formal, ia akan kesulitan mengeja. Misalnya, ketika diajak mengeja d-ada,

d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca „da'), ia tak

mampu. Atau, kesalahan membaca terbalik, misalnya „gajah' menjadi

„jagah'.

4. Salah Menyalin

73

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 73: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Seringkali ketika diminta menyalin teks, anak disleksia membuat

kesalahan berulang. Dan ketika ditanya di mana letak kesalahannya, ia tak

mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar.

Misalnya, menulis „badak' menjadi „babak'.

5. Malas Membaca

Oleh karena tak mampu memroses tulisan dalam kata, anak

disleksia kerap tak paham apa maksud dari bacaan yang ia dibaca.

Lamalama, ia bisa malas membaca.

C. Faktor-faktor Penyebab Disleksia

1. Faktor keturunan

Anak yang mengalami disleksia biasanya cenderung

terdapat di keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang kidal.

Meskipun demikian, orang tua yang mengalami disleksia tidak

secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya.

Begitu juga, anak yang kidal belum tentu mengalamai gangguan

disleksia.

2. Masalah pendengaran sejak dini

Jika ada masalah dengan pendengaran dan tidak terdeteksi,

otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi

atau suara yang didengar dengan huruf atau kata yang dilihat.

Padahal, kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan

kemampuan bahasa –yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan

jangka panjang– terutama jika disleksia tidak segera ditangani.

Konsultasi dan penanganan dari para ahli sangat diperlukan.

3. Faktor kombinasi

Disleksia juga disebabkan oleh kombinasi faktor keturunan

dan masalah pendengaran. Jika penyebab ini yang terjadi, anak

berada dalam kondisi yang sangat serius sehingga perlu mendapat

74

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 74: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

penanganan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Jika tidak segera

ditangani, gangguan ini bisa berlangsung sampai dewasa.

D. Pendampingan Untuk Anak Disleksia

Ada tiga model strategi pembelajaran yg bisa diterapkan terhadap

anakanak disleksia. Ketiga model tersebut antara lain Metode Multisensori,

Metode Fonik (Bunyi), dan Metode Linguistik.

1. Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual (kemampuan

penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran

pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak.

2. Metode Fonik atau Bunyi memanfaatkan kemampuan auditori dan visual

anak dengan cara menamai huruf sesuai dengan bunyinya. Misalnya, huruf

B dibunyikan eb, huruf C dibunyikan dengan ec.Karena anak disleksia

akan berpikir, jika kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k, kurang huruf e.

3. Metode Linguistik adalah mengajarkan anak mengenal kata secara utuh.

Cara ini menekankan pada kata-kata yang bermiripan. Penekanan ini

diharapkan dapat membuat anak mampu menyimpulkan sendiri pola

hubungan antara huruf dan bunyinya.

E. Rekomendasi pendampingan yang dapat dilakukan oleh Orang Tua

Orang tua dapat melakukan program phonic di rumah dengan cara-cara

sebagai berikut:

1. Cobalah membuat jadwal harian untuk membiasakannya

membaca.

2. Istirahatlah barang sejenak apabila anak Anda terlihat kelelahan,

lapar atau mulai jenuh.

3. Jangan memberikan pelajaran terlalu lama dan banyak ketikabaru

pertama kali melakukannya.

4. Buatlah target-target yang ingindicapai.

5. Beri reward & punishment pada anak setiap melakukan kemajuan

dan kesalahan.

75

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 75: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

6. Buat kesan pada kata-kata yang ada dalam cerita ketika dibacakan,

anak tidak berarti harus mengulang kata.

7. Mulailah dengan membaca beberapa halaman atau paragraf

pertama dari sebuah cerita dengan suara keras agar anak Anda

terpancing untuk menyimak.

8. Buatlah aktivitas-aktivitas yang variatif dengan memberikan

beberapa sesi untuk mengerjakan permainan-permainan huruf

disamping aktivitas membaca.

9. Jadikan sesi ini sebagai pengganti sesi membaca denga suara keras

di hadapan anak Anda.

Intervensi Ahli (Konselor & Psikolog)

Konselor atau psikolog bisa memberikan terapi apabila anak penderita

disleksia mengalami hal-hal berikut ini:

1. Stress karena takut belajar membaca.

2. Permasalahan membaca pada anak tersebut memancing terjadinya

konflik dalam sebuah keluarga, atau apabila sang anak merasa

terisolir dari lingkungan pergaulannya dikarenakan permasalahan

membaca yang mereka alami

F. Pendidikan Bagi Anak Disleksia

Dalam UU No.20/2003 telah mengatur tentang pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus. Baik anak disleksia atau anak autis pada dasarnya dapat

bersekolah di sekolah umum, namun dengan catatan bahwa orangtua harus lebih

peka terhadap kebutuhan khusus anak disleksia. Meskipun anak disleksia tidak

dapat disembuhkan tetapi ada berbagai pendekatan yang dapat membuat si anak

memaksimalkan potensinya dan bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa sukses.

Pendekatan anak disleksia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

anak dalam membaca, menulis dan juga mengingat terutama huruf dan angka.

Orangtua dari anak disleksia bisa mencari bantuan dengan terapis profesional.

Selain itu, anak disleksia juga harus tetap diberikan pendampingan dalam belajar

76

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 76: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

dengan cara terus memberikan motivasi, memberikan contoh orang-orang

disleksia lain yang telah sukses untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka.

Orangtua juga dapat membangkitkan gairah belajar anak dengan hal-hal yang

disukai oleh anak, misalnya saja bacaan tentang memasak, berkebun dan lain

sebagainya.

Ada 3 model strategi pembelajaran bagi anak-anak disleksia, diantaranya

adalah sebagai berikut.

1. Metode Multisensori

Metode ini mendayagunakan kemampuan visual atau kemampuan

penglihatan anak, auditori atau kemampuan pendengaran, kinestetik atau

kesadaran pada gerak dan juga taktil atau perabaan pada anak.

2. Metode Fonik (Bunyi)

Metode yang memanfaatkan kamampuan visual dan auditori anak

dengan cara menamai huruf sesuai dengan bunyi bacaannya. Misalnya saja

huruf B yang dibunyikan eb, huruf C dibunyikan ec dan lain sebagainya.

3. Metode Linguistik

Metode yang mengajarkan anak disleksia mengenal kata secara

utuh.Metode ini menekankan pada kata-kata yang bermiripan. Penekanan

inilah yang diharapkan bisa membuat anak mampu menyimpulkan sendiri

pola hubungan antara huruf dan juga bunyinya.

77

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 77: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

BAB IX

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DISGRAFIA

Setiap anak memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan dan dalam

memperoleh pengetahuan. Setiap anak berhak untuk menjadi pintar, tidak peduli

apakah anak tersebut mengalami gangguan atau tidak. Dewasa ini banyak gangguan

yang dialami oleh anak-anak, antara lain adalah disleksia dan disgrafia. Disleksia

adalah kondisi ketika perbedaan kerja otak yang membuat seorang individu dengan

disleksia memproses informasi yang ditrerima dari otak dengan cara yang berbeda.

Sedangkan, disgrafia adalah gangguan menulis. Sebagai guru, tujuan utama kita

adalah memastikan, anak yang mengalami gangguan disgrafia dan disleksia tidak

dirugikan dalam lingkungan belajarnya, bila dibandingkan dengan teman sebayanya,

akibat kekurangannya tersebut. Guna mendorong kepercayaan dirinya, penting untuk

mempertimbangkan berbagai prosedur pengajaran menulis dan membaca yang

bervariasi. Harus diingat bahwa anak disleksia dan disgrafia sangatlah unik, sehingga

satu pendekatan bisa saja hanya berlaku bagi satu anak, bukan pendekatan „satu untuk

semua‟ dan pendekatan mengajar yang berbeda mungkin dibutuhkan anak dengan

gangguan disleksia dan disgrafia.

A. Definisi Disgrafia

Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau

mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh

atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk

menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar

menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih

dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan

belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.Kesulitan dalam menulis seringkali

juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang

bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan

78

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 78: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya

saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus

paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan,

asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya

perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual

motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa

ketidakmampuan menulis,terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat

intelegensianya.Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara

terusmenerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat

intelegensianya.

B. Karakteristik Disgrafia

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,

pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap, caranya memegang alat

tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu

memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan

proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang

sudah ada.

C. Penyebab Disgrafia

Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila

disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka

diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit,

dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala

79

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 79: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa.

Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.

Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya

gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan

membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis

antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka.

Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan,

asalasalan menulis, dan tidak mau belajar.

D. Pendampingan Anak Disgrafia

Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga asumsi, yaitu:

1. Kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu

menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu.

2. Kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata

sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi aktivitas mental.

3. Kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial

budaya.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar

sebagai berikut.

1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range) antara

level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika tanpa bimbingan,

hingga level tertinggi, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika dengan

bimbingan.

2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan.

3. Language and thought.

Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk membantu anak

yang mengalami disgrafia.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:

a. masalah penggunaan huruf kapital.

b. ketidakkonsistenan bentuk huruf.

80

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 80: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

c. alur yang tidak stabil (tulisan naik turun).

d. ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.

2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.

a. ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.

b. ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.

c. ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.

d. ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.

3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding

dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.

a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru.

b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka.

c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.

d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak

menyatakan kembali kriteria tersebut.

e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan.

f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.

g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada

kesalahan yang banyak dilakukan anak.

h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.

i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.

j. Mengevaluasi pekerjaan anak.

Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak

hingga terdapat perubahan.

E. Penanganan yang tepat untuk anak disgrafia

Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:

1. Faktor kesiapan menulis

Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi

visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting,

81

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 81: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan

antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri.

2. Aktivitas lain yang mendukung

a. Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas

serta bawah, dan jari.

b. Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.

c. Menyambungkan titik.

d. Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.

e. Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.

f. Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.

g. Membuat garis miring secara vertikal.

h. Menyalin bentuk-bentuk sederhana.

i. Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama

bunyinya.

3. Menulis huruf lepas/cetak

a. Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.

b. Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.

c. Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas

arah garis untuk membuat huruf itu.

d. Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.

e. Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.

4. Menulis huruf transisi

Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai

huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:

a. Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.

b. Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan

meggunakan warna yang berbeda.

c. Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf

sambung.

82

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 82: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

5. Peran lingkungan keluarga dan masyarakat mengenai karakteristik disgrafia. Untuk

para orang tua/guru/orang-orang yang dekat dengan anak, kesulitan belajar menulis

(disgrapia) sering terkait dengan beberapa hal di bawah ini, antara lain :

a. Positioning :Untuk mendukung pada tulisan anak, ingatkan agar duduk dengan

posisi yang benar karena kestabilan trunk akan mendukung pada kontrol lengan

yang baik pula.

b. Ukuran Kursi yang Tepat: Ingatkan anak agar duduk dengan posisi:

• kaki flat di lantai dan posisi paha paralel dengan lantai.

• Pergelangan kaki, lutut, dan paha membentuk sudut 900

• Pastikan tempat duduk tidak terlalu lebar, sehingga anak dapat bersandar

dengan nyaman. Lebar lutut belakang ke kursi sekitar 2″. Kita harus

dapat meletakkan satu jari atau dua jari di sela paha dan kursi.

c. Pastikan sudut kursi tidak membuat anak mengarah ke belakang.

• Posisi Kursi yang Benar : Pastikan anak duduk secara nyaman dan agak

condong ke depan dan ke arah depan. Lengan saat diletakkan di atas meja

berada di sudut 300.

• Modifikasi: Pemberian alat Bantu bidang miring akan membantu anak

supaya duduk lebih tegak, sehingga tidak banyak menekuk lehernya dan

ketika sedang mengerjakan tugas pada bidang miring itu akan membuat

secara otomatis ekstensi pergelangan tangannya sehingga mampu menulis.

d. Posisi kertas

Saat duduk dengan tepat, anak seharusnya meletakkan kertas di atas meja dan

di bawah yang menulis membentuk formasi segitiga.

Sudut kertas seharusnya:

1. 200-450, bagi anak yang tangan kanannya dominan.

2. 300-450, bagi anak yang tangan kirinya dominan.

3.

BAB X

83

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 83: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

PENDIDIKAN DAN BIMBIMBANGAN ABK DISKALKULIA

Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis).

Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang

spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada

gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer,

atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit

melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan

adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan. Anak

berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami

kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar.

a. Pengertian Diskalkulia

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta,

diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut

gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat

ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung

(counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan

menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini

biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas

yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis).

Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang

spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada

gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer,

atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit

melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan

adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.

84

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 84: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi

mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika

sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan

diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi,

mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami

soalsoal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang

masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau

dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar

matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan

motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara

konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.

Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi

pembelajaran. b. Ciri-ciri diskalkulia Ciri-ciri Diskalkulia :

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali

mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung

transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak

tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan

yang harus melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi,

membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak

biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu

membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu.

Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang. 6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti

proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.

85

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 85: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami

notasi, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung

mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor

c. Gejala diskalkulia

Banyak anak-anak yang terdiagnosis diskalkulia memiliki kegagalan akademis

yang pada akhirnya menjadi ketidakmampuan dalam belajar matematika atau merasa

tidak mampu mempelajarinya.

Adapun gejala-gejalanya antara lain:

• Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan spasial (kemampuan

memahami bangun ruang). Dia juga kesulitan memasukkan angka-angka pada

kolom yang tepat.

• Kesulitan dalam mengurutkan, misalkan saat diminta menyebutkan urutan angka.

Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan, serta disorientasi waktu (bingung

antara masa lampau dan masa depan).

• Bingung membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama,misalkan angka 7

dan 9, atau angka 3 dan 8. Beberapa anak juga ada yang kesulitan menggunakan

kalkulator.

• Umumnya anak-anak diskalkulia memiliki kemampuan bahasa yang normal (baik

verbal, membaca, menulis atau mengingat kalimat yang tertulis).

• Kesulitan memahami konsep waktu dan arah.Akibatnya,sering kali mereka datang

terlambat ke sekolah atau ke suatu acara.

• Salah dalam mengingat atau menyebutkan kembali nama orang.

• Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi pertanyaan

penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Orang dengan diskalkulia

tidak bisa merencanakan keuangannya dengan baik dan biasanya hanya berpikir

86

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 86: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

tentang keuangan jangka pendek.Terkadang dia cemas ketika harus bertransaksi

yang melibatkan uang (misalkan di kasir).

• Kesulitan membaca angka-angka pada jam, atau dalam menentukan letak seperti

lokasi sebuah negara, kota, jalan dan sebagainya.

• Sulit memahami not-not dalam pelajaran musik atau kesulitan dalam memainkan

alat musik. Koordinasi gerak tubuhnya juga buruk, misalkan saat diminta

mengikuti gerakan-gerakan dalam aerobik dan menari. Dia juga kesulitan

mengingat skor dalam pertandingan olahraga.

Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan

perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep

jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah

mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan

(+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah,

maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung

melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor

genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi

juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam

matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih

konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika

itu sendiri.

d . Bimbingan atau penanganan diskalkulia

PENANGANAN DISKALKULIA

Penangani diskalkulia dapat menggunakan terapi dan pendidikan remidial dengan

tujuan untuk menyisihkan masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu mencapai

potensi anak secara maksimal. Sehingga menanganinya harus berdasarkan tingkat

kesulitan atau defisit yang sesuai dengan usianya.Ada beberapa hal yang dapat dilakukan

untuk menangani diskalkulia, antara lain: Gunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk

87

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 87: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

membantu pemahaman anak. Misalnya, ibu membeli jeruk seharga lima §ribu,

gambarkan buah jeruk dan uang kertas senilai lima ribu. Hubungkan konsep matematika

dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika menghitung piring sehabis makan atau

mengelompokkan benda sesuai dengan warna lalu menjumlahkannya dapat

mempermudah anak berhitung. Buat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang

menarik. Anda bisa menggunakan media komputer atau kalkulator. Lakukan latihan

secara kontinyu dan teratur.Cara mengatasi diskalkulia bisa dengan cara mengubah

pembelajaran supaya memori bisa hidup kembali. Misalkan, penggunaan warna-warna

yang melambangkan angka.

Kelainan diskalkulia juga bisa berkomplikasi dengan kelainan lain, misalnya

autis. Anak-anak dengan kesulitan belajar belum tentu bodoh, tapi bisa jadi dia

mengalami kelainan komunikasi, sosialisasi, dan kreativitas seperti yang terjadi pada

anak autis, Diskalkulia juga terkadang dikaitkan dengan ketidakseimbangan orientasi

otak kanan dan kiri yang imbasnya menimbulkan kesulitan orientasi matematika.

Aktivitas fisik diduga ada hubungannya dengan anak yang kesulitan geometri atau

bangun ruang. Ada juga yang mengatakan bahwa diskalkulia terkait dengan kelainan

pada motorik sehingga terapi bisa diberikan untuk memperbaiki saraf motorik

Penanganan pada anak Diskalkulia

1. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak

2. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak

3. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan

matematika dalam dirinya

4. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan

masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran matematika

5. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara

ini mempermudah anak untuk mengerti konsep matematika

88

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 88: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

6. Tulis angka-angka diatas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan

menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka secara

keseluruhan.

7. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak sulu tentang matematika

8. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti mengajak

anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak aktif untuk

menghitung dalam kegiatan ini

9. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan,, tetapi jangan terlalu

menekan anak untuk pandai berhitung

10. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan

penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

89

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

Page 89: utp.ac.idutp.ac.id/new/wp-content/uploads/2017/08/MODUL-IN… · Web viewutp.ac.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus diakses tanggal 22/09/2013.

http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73 diakses tanggal 22/09/2013

Soemantri, Sutjihati.1996.Psikologi Anak Luar Biasa.Jakarta.Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan

Mangunsong, Frida. (2009), Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta:LPSP3 UI

Thompson, Jenny. 2012. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Erlanga.

yasmin riadi Minggu, 15 Februari 2015 http: yasmina (pendidikan khusus)_ disgrafia

kesulitan menulis.html

Amah Putri Kamis, 23 Mei 2013 http: Djendela Pendidikan_Disgrafia.html

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam Settin Pendidikan

Inklusi). Bandung:PT. Refika Aditama

Hernowo. "Mengimpikan Buku Pelajaran yang Mampu, Menyenangkan dan Menyalakan

Otak". Disampaikan pada Seminar "Menggagas Buku Pelajaran yang Mencerdaskan", 15

Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam,

Departemen Agama, Jakarta.

Soedijarto. "Mana Lebih Penting, Pendidikan Dasar atau Lanjutan?" Tabloid Nakita No.

266/VI/8 Mei 2004.

"Penilaian Perkembangan Anak Didik di TK". Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Disdik Prop. Banten Edisi keempat TH.III Vol.IV/2003.

http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/03/penanganan-terkini-

gangguanbelajar-disgrafia-gangguan-menulis-pada-anak/

90

PENDIDIKAN INKLUSI PGSD | UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN