Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
]urna1 Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi
PROSPEK EKONOMI UBI KAYU DI INDONESIAAhmad Muslim (Hal. l-23)
ANALISIS PENGARUH SIKAP DAN PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP MINATBELAJAR E.LEARIIING DI UNIVERSITAS MERCUBUANA
M. Ali Iqbal (Hat. 24-38)
AIIALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL STRATEGI AKTIF DANPASIF DALAM MENENTUKAN EXPECTED RETURN PADA SEKTOR
KONSTRUKSI YANG TERDAFTAR DI DESA PADA TAHUN 2OII-20I5Reza Audiyan Bayhaki & Ferry Novindra Idroes (Hal. 36-67)
SURVEI * CONFIDENCE LEVEL" KONSUMEN TERIIADAP PRODUK HALALDI JAKARTA
Arisman, Ihsan Utama & Retnawati KJ (Hal. 68-93)
Ih.
rssN 1907 - 3429 Vol. I No.l, April 2017
Vol. I No.1, April 2017
ISSN 1907 - 3429
TRANSformasi Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Al Azhar Indonesia
Wakil Penanggung Jawab
Wakil Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Al Azhar Indonesia
Ka. Prodi Manajemen, Universitas Al Azhar Indonesia
Ka. Prodi Akuntansi, Universitas Al Azhar Indonesia
Dewan Redaksi
Prof. Dr. Ir Ahmad Muslim, M.Sc – Pimpinan Redaksi
Hanny Nurlatifah, MM - Wakil Pimpinan Redaksi
Sisca Debyola Widuhung, SE., M.Si – Sekretaris Redaksi
Dr. Kuncoro Hadi, M.Si
Ade Wirman Syafei, SE., Ak., M.SAc
Dr. Shohibul Imam, SE., M.Ak., Ak
Jumansyah, SE., M.Sc
Syurmita, SE., M.Sc., Ak
Ferry Novindra Idroes, SE., MM
Dr. Muhammad Ali Iqbal, M.Sc (Universitas Mercubuana)
Arisman, M.Sc (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
Desain Grafis
Lukmanul Hakim, SE
Jurnal ini diterbitkan 2 (dua) kali dalam setahun
yaitu bulan April dan Oktober
Alamat Redaksi : Kampus UAI Lantai 4, Komp. Masjid Agung Al Azhar. Jl. Sisingamangaraja
Kebayoran Baru Jakarta 12110. Ph : 021-7244456; 72792753 ext. 4006, Fax : 021-7244767.
Email : [email protected]
Vol. I No.1, April 2017
ISSN 1907 - 3429
DAFTAR ISI
PROSPEK EKONOMI UBI KAYU DI INDONESIA
Ahmad Muslim (Hal. 1 – 23)
ANALISIS PENGARUH SIKAP DAN PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP MINAT
BELAJAR E-LEARNING DI UNIVERSITAS MERCUBUANA
M. Ali Iqbal (Hal. 24 – 38)
ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL STRATEGI AKTIF DAN
PASIF DALAM MENENTUKAN EXPECTED RETURN PADA SEKTOR
KONSTRUKSI YANG TERDAFTAR DI DES PADA TAHUN 2011-2015
Reza Audiyan Bayhaki & Ferry Novindra Idroes (Hal. 39 - 67)
SURVEI “CONFIDENCE LEVEL” KONSUMEN TERHADAP PRODUK HALAL
DI JAKARTA
Arisman, Ihsan Utama & Ratnawati KJ (Hal. 68 – 93)
PROSPEK EKONOMI UBI KAYU DI INDONESIA
Ahmad Muslim
Fakultas Ekonomi, Universitas Al Azhar Indonesia
ABSTRACT
This study investigates the factors which contributed to the level of domestic
cassava productions. The study used secondary data collected from Ministry of
Agriculture and Centre for Board of Statistics and other national institutions. In
addition, the methods of the study is descreptive methods. Although cassava was very
important to Indonesian economy, the results of the study shows that Indonesia had not
been able to be self-suffeciency on the production of cassava domestically. Eventhough
the cassava production increased, Indonesia continued to import cassava to satisfies
domestic consumption. Although domestic production of cassava reached almost 22
million tons in 2015, Indonesia import freshed and processed cassava of more than 600
thousand tons, while on the same time, the export was only about 16 thousand tons. To
increased the domestic production of cassava, Indonesia should expand cassava land
areas mainly to outer Java where neglected land is still available in the large numbers
of hectares. Since the low quality of land in outer Java, the farmers should applied
organic fertilizers and calcium to the soils.
Key Words: self-suffeciency, domestic consumptions, import, export, calcium, and
negleted land.
2 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Pusat Informasi dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) , Kementerian
Pertanian (2016:1) ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang
cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Meskipun
demikian masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi masyarakat
yang sudah terbentuk selama ini. Dalam rangka menopang keamanan pangan suatu
wilayah, perlu kiranya sosialisasi diversifikasi pangan berbahan ubi kayu atau singkong
sebagai bahan pangan alternatif. Selain sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, ubi
kayu juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan bakuindustri. Oleh
karena itu pengembangan ubikayu sangat penting artinya di dalam upaya penyediaan
bahan pangan karbohidrat nonberas, diversifikasi/penganeka ragaman konsumsi pangan
lokal, pengembangan industri pengolahan hasil dan agro-industri dan sebagai sumber
devisa melalui ekspor serta upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan dan
kemandirian pangan.
Selanjutnya menurut Widianta dan Dewi, 2008 dalam Pusdatin (2016:1)
ubikayu mempunyai nilai gizi yang cukup baik dan sangat diperlukan untuk menjaga
kesehatan tubuh, sebagai bahan pangan terutama sebagai sumber karbohidrat. Ubi
yang dihasilkan mengandung air sekitar 60 persen, pati 25%-35 persen, serta protein,
mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih
tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Walaupun tanaman ubikayu adalah merupakan salah satu sumber karbohidrat,
tetapi hasil tanaman tersebut masih belum dimanfaatkan secara baik untuk melengkapi
beras. Umbi singkong biasanya dibuat tepung tapioka, ubi rebus dan goreng singkong,
disamping di buat makanan keripik singkong. Aneka variasi makanan dapat dihasilkan
dari umbi singkong.Tepung singkong dapat digunakan untuk menggantikan tepung
gandum. Menanam singkong sangatlah mudah dan dapat hidup dalam berbagai jenis
tanah, ketinggian tanah, dan iklim.
Hermanto (2015:27) menyatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil ubi
kayu yang terbesar kedua setelah Thailand. Hanya saja ubi kayu Indonesia lebih banyak
dikonsumsi di dalam negeri. Kedepan Indonesia mempunyai peluang untuk
mengembangkan produksi ubi kayu, termasuk produk olahan dan turunannya, sehingga
menjadi salah satu pangan lokal yang dapat dijadikan industri pertanian yang berbasis
ubi kayu.
3 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Ada empat komoditas tanaman pangan strategis di Indonesia yaitu padi/beras,
jagung, kedelai dan gula. Sedangkan komoditas pertanian yang sangat penting juga
adalah ubi kayu. Karena posisi ubi kayu yang sangat penting pada perekonomian
Indonesia, maka apabila ketersediaan dan harga ubi kayu terganggu akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pada konsumen dan produsen ubi kayu. Jadi perlu
ada keseimbangan permintaan dan penawaran ubi kayu sepanjang waktu karena
produksi dan konsumsi ubi kayu cukup besar. Walaupun konsumsi ubi kayu per kapita
mengalami penurunan namun permintaan ubi kayu meningkat terus karena
pertumbuhan penduduk dan meningkatkatnya kebutuhan ubi kayu untuk industri. Secara
rata-rata, pada periode 2000-2016, setiap tahun Indonesia mengimpor ubi kayu olahan
sebesar 271.681 ton dengan nilai US$ 100,63 juta. Pada periode yang sama, jumlah
ekspor ubi kayu Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan jumlah impor ubi kayu
Indonesia. Pada periode yang sama, ekspor ubi kayu Indonesia hanya sekitar 42.251 ton
dengan nilai US$13,1 juta. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
memproduksi ubi kayu cukup berat, terutama dalam ketersediaan lahan.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan kenapa Indonesia tidak mampu
memenuhi kebutuhan ubi kayu di dalam negeri.
b. Bagaimana caranya meningkatkan produksi ubi kayu di dalam negeri.
1.3. Tujuan Penelitian
a. Mengidentifikasi peranan ubi kayu dalam perekonomian Indonesia
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi ubi kayu
di Indonesia
c. Mampu mengidentifikasi peluang dan tantangan pengembangan ubi kayu di
Indonesia
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah atau para
pengambil kebijakan dalam meningkatkan produksi ubi kayu.
4 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian (2011:4)
menyatakan bahwa tanaman ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari
Brazil, Amerika Selatan. Disamping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat
digunakan untuk bahan baku industri dan pakan ternak.
Gardjito (2013:14) menyatakan bahwa nilai gizi per 100 gram tanaman ubi kayu
adalah 35,3 persen karbo hidrat yaitu lebih tinggi dari nilai gizi ubi jalar yaitu sebanyak
31,8 persen karbohidrat. Protein ubi kayu juga tinggi yaitu 1,2 persen dan ubi jalar 1,1
persen. Selanjutnya Garjito menyatakan bahwa gugus Nusa Tenggara biasa dengan
makanan pokok jagung atau ubi kayu.
Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian (2009:21)
menyatakan bahwa ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat, tapi kurang
dimanfaatkan sebagai bahan karbohidrat pelengkap beras. Umbi akar singkong banyak
mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Ubi kayu dapat dimasak dengan
berbagai cara yaitu di rebus dan digoreng. Tepung singkong juga dapat digunakan untuk
menggantikan tepung gandum.
Santoso dan Nila Prasetiaswati (2011:245) menyatakan sentra produksi ubi kayu
biasanya berada di lahan kering pada tanah alkalin dan tanah masam yang miskin bahan
organik dan hara makro dan mikro serta gangguan gulma. Karena tanaman ubi kayu
mempunyai daya adaptasi yang luas sehingga dapat hidup dan menghasilkan pada lahan
dengan kondisi tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat tanaman yang sangat efisien
menyerap hara dalam tanah. Oleh sebab itu, lahan yang ditanami ubi kayu secara terus-
menerus tanpa disertai pemupukan yang memadai dapat menguruskan tanah.
Harsono ( 2013:31) menyatakan bahwa ubi kayu dibudidayakan paling luas pada
lahan masam dan umumnya ditanam secara monokultur. Namun, pengembangan
kedelai secara tumpang sari dengan ubi kayu sudah ada, khususnya di Sumatera dan
Kalimantan yaitu seluas 430.000 ha. Produktivitas ubi kayu yang ditumpang sarikan
dengan kedelai akan meningkat, karena sisa-sisa tanaman kedelai merupakan sumber
hara N bagi tanah. Ada anggapan bahwa lahan yang ditanami ubi kayu menjadikan
lahan miskin hara.
Menurut Harsono dan Subandi (2013:32) Pola tanam tumpang sari ubi kayu
dengan kedelai di lahan kering sudah biasa diterapkan petani di Jawa dengan
5 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
keuntungan:1) tanaman kedelai memanfaatkan ruang kosong antar barisan tanaman
muda ubi kayu, 2) petani memperoleh hasil panen dalam waktu singkat (80-85 hari)
dari tanaman kedelai, 3) daun kedelai yang rontok dan perakaran kedelai yang
membentuk bintil rhizobium menambah kesuburan tanah, 4) produktivitas lahan dan
nilai usaha tani dalam satu tahun meningkat, dan 5) secara empiris kombinasi tanaman
ubi kayu-kedelai menghasilkan pertumbuhan yang serasi. Selanjutnya Harsono dan
Subandi (2013:33) menyatakan bahwa bahan ameliorasi tanah yang diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering masam adalah kapur dan bahan organik.
Sedangkan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010:23) bahwa ubi kayu dapat ditanam
secara tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman
lain (tumpang sari atau tumpang-sisip). Bagi petani yang mengutamakan hasil ubi kayu,
namun ingin mendapatkan tambahan penghasilan dari kacang-kacangan, padi gogo atau
jagung, dapat menggunakan teknik budidaya secara baris ganda (double row). Dengan
pengaturan double-row dimungkinkan untuk menanam dua kali tanaman kacang-
kacangan , tanpa mengurangi hasil panen ubi kayu. Dengan teknik ini, petani lebih cepat
mendapat hasil tunai dari panen kacang-kacangan sementara menunggu tanaman ubi
kayu dapat dipanen.
III. METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, dan sumber resmi lainnya. Data
diolah menurut metode kwantitatif dan kwalitatif.
IV. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI
UBI KAYU DI INDONESIA
4.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Perkembangan luas panen ubi kayu di Indonesia selama periode 1980-2016
mengalami fluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan. Pada tahun 1980
luas panen ubi kayu di Indonesia adalah sebesar 1,41 juta hektar dan pada tahun 2016
turun menjadi 0,87 juta hektar atau turun sebesar 1,10 persen periode 1980-2016.
Sementara itu, luas panen ubi kayu periode 2012-2016 mengalami penurunan yang
6 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
lebih tinggi yaitu rata-rata 6,38 persen per tahun. Namun demikian, produksi dan
produktivitas ubi kayu periode 1980-2016 mengalami pertumbuhan yang cukup baik.
Dengan meningkatnya produktivitas sebesar 2,64 persen per tahun pada periode
tersebut, maka produksi mengalami pertumbuhan sebesar 1,33 persen. Sebaliknya,
apabila dilihat pada periode 2012-2016 atau lima tahun terakhir, pertumbuhan luas
panen ubi kayu mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 6,38 persen.
Penurunan luas panen ini dapat diimbangi dengan meningkatnya produktivitas ubi
kayu sebesar 2,85 persen, sehingga produksi nasional hanya menurun sebesar 3,73
persen. Penurunan luas panen ini disebabkan oleh semakin terbatasnya lahan pertanian
karena disebabkan berbagai faktor antara lain terjadinya alih fungsi lahan pertanian
yang berlangsung terus menerus. Perkembangan luas panen, produksi dan
produktivitas ubi kayu di Indonesia dapat disimak pada table berikut ini.
Tabel 4.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di
Indonesia, 1980-2016*)
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ku/Ha)
1980 1.412.481 13.773.692 97.51
1981 1.387.536 13.454.487 96.97
1982 1.323.700 12.987.891 98.12
1983 1.220.808 12.102.734 99.14
1984 1.350.448 14.167.090 104.91
1985 1.291.845 14.057.027 108.81
1986 1.163.717 13.284.358 114.15
1987 1.217.897 14.613.191 119.99
1988 1.294.222 14.471.547 111.82
1989 1.399.315 15.708.308 112.26
1990 1.183.758 16.133.969 136.29
1991 1.193.439 15.905.326 133.27
1992 1.229.448 16.466.331 133.93
1993 1.296.359 17.215.475 132.80
1994 1.243.890 15.654.914 125.85
1995 1.187.117 15.466.776 130.29
1996 1.292.304 16.948.674 131.15
1997 1.123.704 15.092.642 134.31
1998 1.095.098 14.664.111 133.91
1999 1.350.008 16.458.544 121.91
2000 1.284.040 16.089.020 125.30
2001 1.318.417 17.054.648 129.36
2002 1.271.261 16.913.104 133.04
2003 1.244.543 18.523.810 148.84
2004 1.255.805 19.424.707 154.68
2005 1.213.460 19.321.183 159.22
2006 1.227.459 19.986.640 162.83
2007 1.191.481 19.988.058 167.76
2008 1.209.052 21.756.991 179.95
2009 1.175.666 22.039.145 188.12
7 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
2010 1.183.047 23.918.118 202.17
2011 1.184.696 24.044.025 202.96
2012 1.129.688 24.177.372 214.02
2013 1.065.752 23.936.921 224.60
2014 1.003.494 23.436.384 233.55
2015 949.916 21.801.415 229.51
2016*) 867.495 20.744.674 239.13
Rata2:1980-2016 1.217.091
(-1,109 %)
17.615.764
(1,33 %)
147,90
(2,64 %)
Rata2:2012-2016 1.003.269
(-6,38%)
22.819.353
(-3,73%)
228,16 (2,85%)
Sumber: BPS diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
Catatan: *) Angka Ramalan II. Hasil Rakor BPS dan Kementerian Pertanian
Angka dalam kurung tingkat pertumbuhan dalam persen.
4.2. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu di Jawa dan Luar Jawa
Luas areal panen ubi kayu periode 1980-2007 didominasi oleh pulau Jawa, dan
selanjutnya periode 2008-2016 didominasi oleh luar Jawa. Pergeseran ini disebabkan
oleh karena semakin sempitnya lahan pertanian yang tersedia di pulau Jawa.
Perkembangan luas panen ubi kayu di Jawa selama periode 1980-2016 mengalami
fluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan sebesar 2,25 persen per tahun
yaitu seluas 996,7 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 401 ribu hektar pada tahun
2016. Sementara itu, perkembangan luas panen di pulau Jawa selama lima tahun
terakhir (2012-2016) mengalami penurunan lebih besar yaitu 6,88 per tahun.
Perkembangan luas panen ubi kayu di luar Jawa selama periode 1980-2016 mengalami
fluktuasi dengan kecenderungan mengalami kenaikan sebesar 0,73 persen per tahun
yaitu dari 415,7 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 544,5 ribu hektar pada tahun
2016. Perkembangan luas panen selama lima tahun terakhir (2012-2016) di luar Jawa
mengalami penurunan lebih besar yaitu 5,92 per tahun.
Perkembangan luas panen penggabungan pulau Jawa dan luar Jawa memberikan
angka yang agak sedikit berbeda dengan pertumbuhan secara nasional (tanpa merinci
pulau Jawa dan Jawa) karena pembulatan angka pertumbuhan.
Perkembangan luas panen ubi kayu di Indonesia yaitu penggabungan luas panen
ubi kayu di Jawa dan luar Jawa disajikan pada tabel berikut ini.
8 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Tabel 4.2. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu di Jawa dan Luar Jawa, serta
Indonesia (Ha), Tahun 1980-2016*)
Tahun Jawa Pertumb.
(%)
Luar
Jawa
Pertumb.
(%)
Indonesia Pertumb.
(%)
1980 996.738 415.743 1.412.481 1981 987.123 -0,96 400.413 -3,69 1.387.536 -1,77
1982 920.130 -6,79 403.570 0,79 1.323.700 -4,60
1983 839.550 -8,76 381.258 -5,53 1.220.808 -7,77
1984 908.306 8,19 442.142 15,97 1.350.448 10,62
1985 830.424 -8,57 461.421 4,36 1.291.845 -4,34
1986 775.734 -6,59 387.983 -15,92 1.163.717 -9,92
1987 763.009 -1,64 454.888 17,24 1.217.897 4,66
1988 778.411 2,02 515.811 13,39 1.294.222 6,27
1989 831.884 6,87 567.431 10,01 1.399.315 8,12
1990 681.812 -18,04 501.946 -11,54 1.183.758 -15,40
1991 675.752 -0,89 517.687 3,14 1.193.439 0,82
1992 664.127 -1,72 565.321 9,20 1.229.448 3,02
1993 700.034 5,41 596.325 5,48 1.296.359 5,44
1994 681.620 -2,63 562.270 -5,71 1.243.890 -4,05
1995 614.092 -9,91 573.025 1,91 1.187.117 -4,56
1996 605.558 -1,39 686.746 19,85 1.292.304 8,86
1997 577.848 -4,58 545.856 -20,52 1.123.704 -13,05
1998 548.621 -5,06 546.477 0,11 1.095.098 -2,55
1999 705.808 28,65 644.200 17,88 1.350.008 23,28
2000 668.709 -5,26 615.331 -4,48 1.284.040 -4,89
2001 672.894 0,63 645.523 4,91 1.318.417 2,68
2002 660.941 -1,78 610.320 -5,45 1.271.261 -3,58
2003 641.392 -2,96 603.151 -1,17 1.244.543 -2,10
2004 665.357 3,74 590.448 -2,11 1.255.805 0,90
2005 653.303 -1,81 560.157 -5,13 1.213.460 -3,37
2006 629.380 -3,66 598.079 6,77 1.227.459 1,15
2007 597.180 -5,12 594.301 -0,63 1.191.481 -2,93
2008 595.773 -0,24 613.279 3,19 1.209.052 1,47
2009 579.893 -2,67 595.773 -2,85 1.175.666 -2,76
2010 552.086 -4,80 630.961 5,91 1.183.047 0,63
2011 545.649 -1,17 639.047 1,28 1.184.696 0,14
2012 534.486 -2,05 595.202 -6,86 1.129.688 -4,64
2013 490.650 -8,20 575.102 -3,38 1.065.752 -5,66
2014 466.032 -5,02 537.462 -6,54 1.003.494 -5,84
2015 442.751 -5,00 507.165 -5,64 949.916 -5,34
2016*) 401.478 -9,32 466.017 -8,11 867.495 -8,68
Rata2:1980-
2016
672.555 -2,25 544.536 0,73 1.217.091 -1,10
Rata2:2012-
2016
467.079 -6,88 536.190 -5,92 1.003.269 -6,38
Sumber: BPS, diolah Pusdatin.
Catatan: *) Angka Ramalan II, Rakor BPS dan Kementerian Pertanian.
4.3. Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia
Sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah Provinsi Lampung, Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara,
Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat.
9 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
(1) Luas Panen
Rata-rata luas panen ubi kayu pada tahun 2012-2016, pada 3 (tiga) provinsi
sentra ubikayu utama berkontribusi sebesar 57,10%. Provinsi sentra tersebut adalah
Lampung sebesar 27,71 persen, Jawa Timur sebesar 14,80 persen dan Jawa Tengah
sebesar 14,59 persen. Secara terperinci luas panen di ketiga provinsi sentra utama dan
sentra-sentra lainnya di Indonesia terlihat pada table berikut.
Tabel 4.3. Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Rata-rata
2012-2016
No.
Provinsi
Tahun
Rat-
rata
(Ha )
Share
( %
)
Komulatif
Share
(%) 2012 2013 2014 2015 2016*)
1 Lampung 324.749 318.107 304.468 279.337 251.079 295.548 27,71 27,71
2 Jawa Timur 189.982 168.194 157.111 146.787 127.420 157.899 14,80 42,51
3 Jawa Tengah 176.849 161.783 153.201 150.874 135.594 155.660 14,59 57,10
4 Jawa Barat 100.159 95.505 93.921 85.288 79.831 90.941 8,53 65,63
5 Nusa Tenggara Timur 89.282 79.164 63.836 60.557 70.768 72.721 6,82 72,44
6 DI Yogyakarta 61.815 58.777 56.120 55.626 53.177 57.103 5,35 77,80
7 Sumatera Utara 38.749 47.141 42.062 47.837 36.829 42.524 3,99 81,78
8 Sulawesi Selatan 31.454 24.720 22.083 26.783 23.262 25.660 2,41 84,19
9 Lainnya 116.649 112.361 110.692 163.279 89.535 118.503 10,97 100,00
Indonesia 1.129.688 1.065.752 1.003.494 1.016.368 867.495 1.080.000 100,00
Sumber : BPS , diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
(2) Produktivitas Ubi Kayu pada Sentra Produksi
Provinsi Sumatera Barat walaupun tidak termasuk ke dalam daerah sentra
produksi dan areal panen, namun mempunyai produktivitas yang paling tinggi di antara
sentra utama daerah penghasil ubi kayu di Indonesia. Produktivitas ubi kayu di
Sumatera Barat adalah 390,85 ku/ ha, disusul oleh Sumatera Utara 327,54 ku/ ha, Riau
277,71 ku/ ha, Lampung 262,04 ku/ ha. Produktivitas Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Jawa Barat sebagai sentra produksi utama penghasil ubi kayu di Indonesia jauh di
bawah produktivitas Sumatera Barat. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
10 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Tabel 4.4. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu pada Sentra Produksi di
Indonesia Secara Rata-rata (2012-2016*)
No. Provinsi Rata-rata (Ku/Ha)
1 Sumatera Barat 390,85
2 Sumatera Utara 327,34
3 Lampung 262,04
4 Riau 277,71
5 Jawa Tengah 245,66
6 Jawa Barat 231,85
7 Jawa Timur 228,45
8 Sulawesi Barat 219,80
9 Sulawesi Tengah 212,22
10 Sulawesi Selatan 208,07
Indonesia 215,78
Sumber: BPS diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
Catatan:*) Angka Ramalan II. Hasil Rakor BPS dan Kementerian Pertanian
(3) Produksi
Produksi ubi kayu di tiga provinsi sentra utama berkontribusi 66,32 persen.
Provinsi tersebut adalah Lampung sebesar 33,93 persen, Jawa Tengah sebesar 16,68
persen dan Jawa Timur sebesar 15,71 persen. Walaupun Provinsi Sumatera Barat
merupakan daerah yang mempunyai produktivitas tertinggi ubi kayu di Indonesia, tetapi
provinsi tersebut tidak termasuk provinsi sentra produksi ubi kayu di Indonesia. Begitu
pula Nusa Tenggara Timur merupakan daerah sentra produksi ubi kayu dari sisi luas
paanen dan produksi, tetapi dari sisi produktivitas tidak termasuk daerah yang
menghasilkan produktivitas tinggi. Secara terperinci kontribusi daerah sentra produksi
ubi kayu di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.
11 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Tabel 4.5. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu Terbesar di Indonesia, Rata-
rata Tahun 2012-2016*)
N Provinsi Rata- rata
(Ton)
Share
(%)
1 Lampung 7.741.948 33.93
2 Jawa Tengah 3.806.703 16.68
3 Jawa Timur 3.585.974 15.71
4 Jawa Barat 2.100.664 9.21
5 Sumatera Utara 1.392.546 6.10
6 DI. Yogyakarta 910.486 3.99
7 Nusa Tenggara
Timur
741.681 3.25
8 Sulawesi Selatan 534.474 2.34
9 Propinsi Lainnya 2.004.877 8.79
Indonesia 22.819.353 100,00
Sumber: BPS diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
Catatan:*) Angka Ramalan II. Hasil Rakor BPS dan Kementan.
12 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
V. PERKEMBANGAN KONSUMSI UBI KAYU DI INDONESIA
Menurut Pusdatin (2009:22) bahwa konsumsi ubi kayu sering dihubungkan
dengan kesejahteraan rumah tangga terutama di daerah pedesaan. Jika suatu rumah
tangga sangat miskin, maka adakalanya tidak mampu untuk membeli beras, sehingga
makanan pokoknya berselang seling antara makan nasi dan makan ubi kayu. Namun
jika suatu rumah tangga cukup mampu, makan ubi kayu hanya sebagai makanan
selingan saja. Namun demikian, konsumsi ubi kayu dapat menjadi alternatif untuk
mengurangi konsumsi beras, dalam rangka penganeka ragaman pangan.
5.1. Ketersediaan dan Konsumsi Nasional
Ketersediaan ubi kayu untuk dikonsumsi per kapita per tahun mengalami
fluktuasi dengan kecenderungan yang meningkat sebesar 15,07 persen yaitu dari 57,21
kg. pada tahun 1993 menjadi 47,09 kg. pada tahun 2020. Pertumbuhan ketersediaan
untuk konsumsi periode 2016-2020 diestimasi menurun sebesar 1,06 persen per tahun.
Tetapi konsumsi ubi kayu secara nasional terus mengalami peningkatan. Pada
tahun 1993, konsumsi nasional ubi kayu adalah 10,7 juta ton ubi kayu dan pada tahun
2020 diproyeksikan menjadi 12,06 juta ton atau meningkat sebesar 16,67 persen per
tahun. Sedangkan dilihat dari rata-rata periode 2016-2020, konsumsi nasional ubi kayu
meningkat menjadi 3,22 persen.
Perkembangan ketersediaan konsumsi per kapita dan konsumsi ubi kayu
nasional per tahun di Indonesia dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 5.1. Kersediaan/Konsumsi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2019
Tahun Ketersediaan
Konsumsi
Per Kapita
Per Tahun
Pertumbuhan
(%)
Konsumsi
Nasional
Pertumbuhan
(%)
1993 57,21 10.733.000
1994 51,83 -9,40 9.883.000 -7,92
1995 53,45 3,13 10.341.000 4,63
1996 61,78 15,58 12.159.000 17,58
1997 60,21 -2,54 12.033.000 -1,04
1998 56,46 -6,23 11.454.000 -4,81
1999 61,72 9,32 12.526.000 9,36
2000 59,05 -4,33 12.155.000 -2,96
2001 59,92 1,47 12.490.000 2,76
13 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
2002 35,37 -40,97 7.466.000 -40,22
2003 66,49 87,98 14.210.000 90,33
2004 50,46 -24,11 10.918.000 -23,17
2005 50,08 -0,75 11.010.000 0,84 2006 65,32 30,43 14.551.000 32,16
2007 17,76 -72,81 4.007.000 -72,46 2008 91,27 413,91 20.858.000 420,54
2009 28,42 -68,86 6.576.000 -68,47
2010 44,31 55,91 10.568.768 60,72
2011 67,37 52,04 16.302.913 54,26
2012 61,79 -8,29 15.163.609 -6,99
2013 50,04 -19,01 12.451.436 -17,89
2014 *) 52,86 5,62 13.328.499 7,04
2015 **) 49,63 -6,10 12.679.459 -4,87
2016 **) 49,15 -0,98 12.714.906 0,28
2017 **) 48,65 -1,01 12.741.403 0,21
2018 48,14 -1,04 12.758.730 0,14
2019 47,62 -1,08 12.761.918 0,02
2020 47,09 -1,12 12.765.196 0,03
Rata2/tahun
1993-2020
53,34 15,07 12.057.387 16,67
Rata2/tahun
2016-2020
48,13 -1,06 13.112.440 3,22
Sumber Neraca Bahan Makanan, BKP& Susenas, BPS dalam Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian (2016:49).
Catatan: *)Angka Sementara **) Angka estimasi oleh Pusdatin, Kementerian Pertanian
5.2. Konsumsi Ubi Kayu Perkapita di Rumah Tangga
Konsumsi ubi kayu per kapita di rumah tangga di Indonesia terus mengalami
penurunan yaitu dari 12,775 kg/kapita per tahun pada tahun 1993 menjadi hanya 3,601
kg/ kapita per tahun pada tahun 2015. Pada periode 2016-2020, diproyeksikan bahwa
konsumsi rumah tangga per kapita akan terus menurun yaitu dari 3,489 kg/kapita per
tahun pada tahun 2016 menjadi 2,145 kg/kapita per tahun pad tahun 2020. Dengan
demikian konsumsi rumah tangga per kapita periode 1993-2020 akan mengalami
penurunan sebesar 5,67 persen per tahun. Sedangkan pada periode 2016-2020 konsumsi
per kapita di rumah tangga akan mengalami penurunan yang lebih besar yaitu 11,44
persen perkapita per tahun.
Perkembangan konsumsi perkapita ubi kayu di rumah tangga periode 1993-2020
dapat dilihat pada table berikut ini.
14 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Tabel 5.2. Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu di Rumahtangga, Tahun 1993-2020
Tahun Konsumsi perkapita
(Kg/Kapita/Tahun)
Pertumbuhan (%)
1993 12,775
1994 10,872 -14,90
1995 9,252 -14,90
1996 7,874 -14,90
1997 8,455 7,39
1998 9,080 7,39
1999 9,751 7,39
2000 9,314 -4,48
2001 8,897 -4,48
2002 8,499 -4,48
2003 8,447 -0,61
2004 8,812 4,32
2005 8,447 -4,14
2006 7,352 -12,96
2007 6,987 -4,96
2008 7,665 9,70
2009 5,527 -27,89
2010 5,058 -8,49
2011 5,788 14,43
2012 3,598 -37,84
2013 3,494 -2,90
2014 3,422 -2,05
2015 3,601 5,25
2016*) 3,489 -3,12
2017*) 3,153 -9,63
2018*) 2,817 -10,66
2019*) 2,481 -11,93
2020*) 2,145 -13,54
Rata2: 1993-2020 6,68 -5,67
Rata2: 2016-2020 2,82 -11,44
Sumber: SUSENAS, BPS dalam Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Kementerian Pertanian (2016:50).
VI. PROSPEK EKONOMI UBI KAYU DI INDONESIA
6.1. Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Ubi Kayu
Mulyani (2011:75) menyatakan bahwa Indonesia mempunyai lahan yang begitu
luas dan sesuai untuk pertanian. Ada 94,07 juta hektar lahan yang terdiri dari lahan
rawa dan non-rawa. Lahan rawa terdiri dari lahan basah semusim (sawah), lahan
15 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
tanaman semusim dan lahan tanaman tahunan. Sedangkan lahan non-rawa terdiri dari
lahan basah semusim(sawah), tanaman semusim dan tanaman tahunan. Ada sekitar 30,7
juta hektar lahan pertanian yang belum dimanfaatkan dengan perincian seperti tertera
pada tabel berikut ini.
Tabel 6.1. Luas Lahan yang Sesuai dan Tersedia untuk Perluasan Areal Pertanian
di Indonesia
Mulyani et al. (2011:78)
Menurut Badan Litbang Pertanian (2007) dalam Mulyani et al. (2011:78) bahwa
lahan seluas 30,67 juta Ha seperti tersebut pada tabel di atas masih terlantar, ditumbuhi
semak belukar, merupakan hutan sekunder dan padang alang-alang, dan berada di
kawasan budidaya pertanian dan kehutanan. Diantara lahan ini, yang berada di kawasan
budidaya pertanian ada sekitar 10,31 juta hektar yang dapat dimanfaatkan untuk
pertanian termasuk untuk pengembangan tanaman ubi kayu.
6.2. Perkembangan Harga Ubi Kayu
Lokasi produksi dan konsumsi ubi kayu sebagaimana halnya komoditi pertanian
lainnya letaknya cukup jauh dari daerah produksi. Produksi ubi kayu yang dihasilkan
oleh masing-masing petani di derah pedesaan, jumlahnya relatif kecil karena relatif
kecilnya luas garapan per petani. Oleh sebab itu, ubi kayu yang dihasilkan petani harus
melalui pedagang pengumpul dan pedagang perantara. Oleh sebab itu, tata niaga ubi
kayu kurang efisien yang sangat merugikan petani dan konsumen. Dengan panjangnya
Pulau
Lahan basah semusim (000 ha)
Lahan
kering
Lahan
kering Jumlah
Rawa
Nonrawa
Jumlah
Semusim Tahunan (000 ha)
(000 ha) (000 ha)
Sumatera 354,9 606,2 961,1 1.312,8 3.226,8 5.500,7
Jawa 0 14,4 14,4 40,5 159,0 213,9
Bali dan Nusa
tenggara 0 48,9 48,9 137,7 610,2 797
Kalimantan 730,2 665,8 1396,0 3.639,4 7.272,0 12.307,4
Sulawesi 0 423,0 423,0 215,5 601,2 1.239,7
Maluku + Papua 1.893,4 3.539,3 5432,7 1.739,0 3.441,0 10.612,7
Indonesia 2.978,5 5.297,6 8.276,1 7.084,9 15.310,2 30.671,2
16 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
rantai tata niaga ubi kayu menyebabkan disparitas harga ubi kayu di tingkat petani
dengan di tingkat konsumen menjadi lebar bahkan semakin lebar. Pada tahun 2002
margin harga ubi kayu ditingkat petani dengan harga ubi kayu di tingkat konsumen
hanya Rp.792,- per kg. dan pada tahun 2015 mencapai Rp.2.698.- per kg., yaitu lebih
dari 3 kali lipat selama 14 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan suatu mekanisme yang
dapat mengurangi disparitas harga yang terlalu lebar ini. Disparitas harga ini juga
berkaitan dengan prasarana jalan di pedesaan yang belum begitu baik, sehingga biaya
transportasi produksi menjadi sangat tinggi. Biaya transportasi ini dibebankan oleh
pedagang kepada petani dengan menekan harga, sekaligus membebankan pula kepada
konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi yang harus dibayar. Oleh sebab itu,
perbaikan dan pengembangan sarana jalan di pedesaan sangat diperlukan.
Perkembangan harga ubi kayu di tingkat produsen dan harga ubi kayu di tingkat
konsumen dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.2. Perkembangan Harga Produsen dan Konsumen Ubi Kayu di
Indonesia,Tahun 2002-2015
Tahun Harga
Produsen
( Rp/Kg )
Pertumbuhan
( % )
Harga
Konsumen
( Rp/Kg )
Pertumbuhan
( % )
Margin
(Rp/Kg)
Pertumbuhan
( % )
2002 421 1.213 792
2003 421 0,00 1.326 9,29 905 14,23
2004 672 59,65 1.429 7,78 757 -16,36
2005 807 20,07 1.164 -18,54 357 -52,81
2006 974 20,68 1.361 16,95 387 8,51
2007 1.148 17,94 2.223 63,34 1.075 177,40
2008 1.481 28,99 3.019 35,81 1.538 43,10
2009 1.800 21,57 3.356 11,14 1.555 1,10
2010 1.928 7,07 3.917 16,74 1.989 27,93
2011 2.011 4,32 4.503 14,96 2.492 25,27
2012 2.310 14,86 3.391 -24,70 1.081 -56,62
2013 2.198 -4,84 4.601 35,68 2.403 122,26
2014 2.322 5,61 5.167 12,30 2.845 18,43
2015 2.553 9,95 5.250 1,61 2.698 -5,19
2002-2015 1.503 15,84 2.994 14,03 1.491 23,63
2011-2015 2.279 6,40 4.582 6,22 2.304 19,72
Sumber: BPS dan Kemendag, diolah oleh Pusdatin, Kementerian Pertanian
17 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
6.3. Analisa Usaha Tani Ubi Kayu
Usaha tani ubi kayu ternyata jauh lebih menguntungkan dibandingkan
dengan usaha tani tanaman pangan lainnya seperti jagung dan kedelai bahkan
lebih tinggi lagi dari pada nilai uasaha tani padi. Tanaman padi adalah
tananaman yang paling mendapat perhatian pemerintah tetapi nilai usahanya
kalah dibandingkan nilai usaha ubi kayu.Hal ini dapat dilihat pada table berikut
ini.
Tabel 6.3. Perbandingan Analisis Usaha Tani Padi, Jagung, Ubi Kayu dan Kedelai
(Rp.000)
Uraian Padi Jagung Ubi Kayu Kedelai
Nilai Produksi 11.193,00 9.657,22 11.076,21 4.817,98
Biaya Produksi 4.498,84 3.431,25 3.468,76 2.975,10
Pendapatan 6.694,19 6.225,97 7.607,45 1.842,88
Sumber: Nainggolan (2014:86)
Dari table di atas terlihat bahwa satu hektar padi sawah hanya memberikan
pendapatan sebesar Rp.6.694,16 per hektar, dan jagung memberi penghasilan sebesar
Rp.6.225,97 per hektar serta ubi kayu mampu memberikan penghasilan sebesar Rp.
7.607,45 per hektar. Semantara usaha tani kedele hanya memberikan penghasilan
Rp.1.842,88 per hektar. Hal ini disebabkan karena pemeliharaani ubi kayu sangat
sederhana dibandingkan komoditas panagn lainnya.
Apalagi kalau tanaman ubi kayu diberi perlakuan teknis bercocok tanam yang
lebih baik yaitu seperti pupuk kandang, kapur dan sebagainya, seperti yang
dikemukakan sebelumnya, tentu keuntungan usaha tani ubi kayu akan semakin tinggi.
6.4. Ekspor dan Impor Ubi Kayu
(1) Ekspor
Walaupun volume ekspor ubi kayu masih sangat kecil, yaitu rata-rata sebesar
171 ribu ton per tahun, namun pertumbuhan volume ekspor ubi kayu tahun 2000-2015,
rata-rata meningkat lebih dari 96 persen per tahun, demikian halnya dengan nilai
ekspornya yang meningkat sebesar 118,22 persen per tahun, walaupun nilai rata-rata per
tahun pada periode 2000-2015 hanya sekitar US32 juta. Ekspor ubikayu Indonesia
18 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
adalah dalam bentuk segar dan bentuk olahan. Perkembangan ekspor ubi kayu Indonesia
periode 2000-2016 dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 6.4. Perkembangan Ekspor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000 2016*)
Tahun
Volume
Ekspor
Nilai
Ekspor Segar (
Ton )
Pertumb.
( % )
Olahan (
Ton )
Pertumb.
( % )
Total
( Ton
)
Pertumb.
( % )
Segar
( 000 US$
)
Pertumb.
( % )
Olahan
( 000 US$
)
Pertumb.
( % )
Total
( 000 US$ )
Pertumb.
( % )
2000 151.439 9.421 160.861 10.809 1.933 12.741 2001 177.075 16,93 32.111 240,82 209.185 30,04 13.687 26,63 2.940 52,15 16.627 30,50
2002 70.429 -60,23 25.222 -21,45 95.650 -54,27 6.067 -55,67 3.970 35,00 10.036 -39,64
2003 21.999 -68,76 6.627 -73,73 28.625 -70,07 2.003 -66,98 1.352 -65,95 3.355 -66,57
2004 234.169 964,47 214.427 3135,84 448.596 1467,13 20.400 918,23 36.946 2633,42 57.346 1609,22
2005 229.789 -1,87 82.851 -61,36 312.640 -30,31 25.441 24,72 15.588 -57,81 41.030 -28,45
2006 132.005 -42,55 7.091 -91,44 139.096 -55,51 14.836 -41,68 1.847 -88,15 16.684 -59,34
2007 209.668 58,83 22.897 222,90 232.565 67,20 31.299 110,96 7.991 332,56 39.290 135,50
2008 129.696 -38,14 36.990 61,55 166.686 -28,33 20.770 -33,64 15.101 88,98 35.871 -8,70
2009 197.694 52,43 8.354 -77,42 206.048 23,61 28.980 39,53 3.391 -77,54 32.371 -9,76
2010 145.217 -26,54 23.814 185,06 169.031 -17,97 32.653 12,67 12.779 276,85 45.432 40,35
2011 105.331 -27,47 90.008 277,96 195.339 15,56 29.530 -9,56 49.530 287,59 79.060 74,02
2012 40.550 -61,50 7.340 -91,85 47.890 -75,48 11.012 -62,71 4.549 -90,82 15.562 -80,32
2013 131.262 223,70 58.654 699,11 189.916 296,57 33.825 207,16 27.388 502,07 61.213 293,35
2014 80.715 -38,51 33.786 -42,40 114.501 -39,71 20.404 -39,68 15.582 -43,11 35.985 -41,21
2015 358 -99,56 16.418 -51,41 16.776 -85,35 230 -98,87 8.537 -45,21 8.767 -75,64
2016*) 338 -5,51 8.495 -48,26 8.833 -47,35 196 -15,05 3.235 -62,11 3.430 -60,87
Rata-rata
Pertumbuhan 2000-2015 128.587 56,75 42.251 287,48 170.838 96,21 18.872 62,07 13.089 249,34 31.961 118,22
2011-2015 71.643 59,59 41.241 290,81 112.884 100,93 19.000 64,61 21.117 263,42 40.118 124,49
Sumber : BPS diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
Keterangan :*) Data Januari-Mei
(2) Impor Ubi Kayu
Indonesia adalah merupakan negara pengimpor ubi kayu yang cukup besar
dengan volume dan nilai impor yang berfluktuasi. Pada tahun 2000, Indonesia
mengimpor ubi kayu sebesar 211,6 ribu ton dengan nilai US$ 33,8 juta. Pada tahun
2015, volume impor itu naik menjadi 600,7 ribu ton dengan nilai US$257,5 juta. Jadi
pertumbuhan volume impor ubi kayu periode 2000-2015 adalah sebesar 76,32 persen
dan pertumbuhan nilai impornya adalah 67,41 persen per tahun. Kalau dilihat pada
periode 2011-2015, total volume impor ubi kayu Indonesia adalah 2,35 juta ton dengan
nilai US$1,12 milyar. Menurut Pusat Data dan Informasi Sistem Pertanian
Pusdatin(2016) impor ubi kayu Indonesia umumnya dalam bentuk pati ubi kayu
(cassava flour), ubi kayu kepingan kering (cassava shredded) dan ubikayu pelet
(Cassava pellets) terutama berasal dari ThaiLand, Vietnam dan Myanmar.
19 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Perkembangan impor ubi kayu Indonesia periode 2000-2016 dapat dilihat pad tabel
berikut ini.
Tabel 6.5. Perkembangan Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*)
Tahun
Volume Impor Nilai
Impor Segar
( Ton
)
Pertumb.
( % )
Olahan
( Ton
)
Pertumb.
( % )
Total
( Ton
)
Pertumb.
( % )
Segar
( 000 US$
)
Pertumb.
( % )
Olahan
( 000 US$
)
Pertumb.
( % )
Total
( 000 US$
)
Pertumb.
( % )
2000 35 211.547 211.582 54 33.698 33.752 2001 65 85,95 66.394 -68,62 66.459 -68,59 83 53,97 10.001 -70,32 10.084 -70,12
2002 155 138,49 25.934 -60,94 26.090 -60,74 211 153,01 4.789 -52,11 5.000 -50,42
2003 2.136 1.275,05 188.943 628,54 191.078 632,39 481 128,03 33.083 590,76 33.564 571,25
2004 1.812 -15,16 56.269 -70,22 58.081 -69,60 398 -17,25 10.048 -69,63 10.446 -68,88
2005 53 -97,08 102.994 83,04 103.047 77,42 67 -83,08 24.565 144,48 24.633 135,81
2006 39 -26,17 305.204 196,33 305.243 196,22 47 -30,15 70.237 185,92 70.284 185,33
2007 45 15,38 306.303 0,36 306.348 0,36 50 6,38 77.752 10,70 77.802 10,70
2008 23 -48,89 158.077 -48,39 158.100 -48,39 19 -62,00 57.929 -25,50 57.948 -25,52
2009 1.903 8.173,91 166.813 5,53 168.716 6,71 336 1.668,42 49.577 -14,42 49.913 -13,87
2010 21 -98,90 294.832 76,74 294.853 74,76 15 -95,54 120.739 143,54 120.754 141,93
2011 6 -73,10 435.419 47,68 435.425 47,68 22 46,67 211.254 74,97 211.276 74,96
2012 13.291 235.222,24 842.835 93,57 856.126 96,62 3.419 15.440,91 381.234 80,46 384.654 82,06
2013 101 -99,24 220.088 -73,89 94.971 -88,91 38 -98,89 107.237 -71,87 107.275 -72,11
2014 0 -100,00 365.086 65,88 365.086 284,42
0 -100,00 160.491 49,66 160.491 49,61
2015 0 - 600.163 64,39 600.163 64,39 0 - 257.449 60,41 257.449 60,41
2016*) 0 - 383.943 -36,03 383.943 -36,03 0 - 140.814 -45,30 140.814 -45,30
Rata-rata
Pertumbuhan 2000-2015 1.230 16290,17 271.681 62,67 265.085 76,32 327 1134,03 100.630 69,14 100.958 67,41
2011-2015 13.398 58755,75 2.463.591 37,49 2.351.770 89,13 3.479 3810,51 1.117.665 29,67 1.121.145 29,99
Sumber : BPS diolah Pusdatin, Kementerian Pertanian
*) Data Januari-Mei
Berhubungan dengan masih besarnya konsumsi beras per kapita di
Indonesia,walaupun ada kecenderungan penurunannya maka menurut
Nainggolan (2007:124-125), konsumsi beras di Indonesia harus disubstitusi
dengan sumber karbohidrat lainnya seperti singkong, umbi-umbian dan lainnya
yang banyak tersedia di Indonesia.
6.5. Teknologi Pengembangan Produksi Ubi Kayu
(1) Tumpang Sari
Menurut Harsono dan Subandi (2013:34), bahwa di lahan kering masam
yang petaninya sebahagian besar atau lebih dari 90 persen menanam ubi kayu
20 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
secara monokultur. Dengan pengaturan jarak tanam ubi kayu yang baik, kedelai
dan kacang tanah dapat ditumpang sarikan dengan ubi kayu. Potensi hasil
kedelai pada pertanaman tumpang sari berkisar antara 0,7-1,0 ton per hektar dan
kacang tanah dapat menghasilkan 1,25-2,25 ton per hektar polong kering. Ubi
kayu dengan tumpang sari dengan kedelai dan kacang tanah tidak akan
menurunkan hasil ubi kayu, tetapi petani memperoleh nilai tambahan pendapatan
dari kedelai dan kacang tanah.
(2) Pemupukan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit
Berdasarkan kajian Santoso dan Nila Prastiaswati (2011:243-244) di
beberapa daerah di Kabupaten Malang, Banyuwangi, Lampung Selatan dan
Lampung Tengah, pengelolaan tanaman yang tepat dapat memberikan hasil yang
tinggi.
Berikut disajikan hasil percobaan di beberapa kebun percobaan di
Indonesia.
Tabel 6.6. Hasil Percobaan di Beberapa Kebun Percobaan di Indonesia
Kabupaten Masukan (Input) Hasil (Output)
Malang Selatan 10 Ton pupuk
kandang, 300 kg Urea,
300 kg Phonska.
Varitas: Cecek hijau,
Sembung, Malang 6.
80-87 ton/ ha ubi
segar.
Keuntungan: Rp.37,6-
41,8/ha.
Genteng, Banyuwangi 300 kg Urea, 100 kg
SP 36, 100 kg KCL, 5
ton pupuk kandang,
herbasida dan
furadon.
Produksi: 54-62 ton
umbi segar.
Keuntungan: Rp. 19-
23 juta/ha.
B/C ratio: 2,5-3,0
Natar, Lampung
selatan
300 kg Urea, 200 kg
SP 36, 200 kg KCL,
500 kg dolomit, 5 ton
pupuk kandang, dan
herbasida.
Produksi: 46-60
ton/ha umbi segar.
Keuntungan: Rp 26-
31 juta/ha
21 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
Sulusuban, Lampung
Tengah
300 kg Urea, 200 kg
SP 36, 200 kg KCL,
500 kg dolomit, 5 ton
pupuk kandang, dan
herbasida.
Rp.18-22 juta.
Sumber: Santoso dan Nila Prasetiaswati 2011:244)
Catatan: Harga ubi kayu segar Rp.550-650,- per kg.
Dari tabel di atas terlihat bahwa perlakuan bercocok tanam yang lebih
baik akan menghasilkan produksi yang lebih baik, walaupun masing-masing
daerah memberikan hasil yang berbeda.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Ubi kayu merupakan komoditas yang cukup penting peranannya dalam
perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar
kedua setelah Thailand. Indonesia lebih banyak menkonsumsi ubi kayu, bahkan
mengimpornya dalam jumlah volume dan nilai yang cukup besar.
Berhubungan dengan masih besarnya konsumsi beras per kapita di
Indonesia, walaupun ada kecenderungan penurunannya, maka konsumsi beras di
Indonesia harus disubstitusi dengan sumber karbohidrat lainnya seperti
singkong, umbi-umbian dan lainnya yang banyak tersedia di Indonesia. Dengan
demikian ubi kayu merupakan salah satu komoditas substitusi beras yang
penting untuk dikembangkan.
Pengembangan ubi kayu tidak akan sulit dilaksanakan karena usaha tani ubi
kayu jauh lebih mudah dan lebih menguntungkan dibandingkan dengan tanaman
pangan lainnya seperti jagung dan kedelai bahkan lebih tinggi lagi dari pada
nilai usaha tani padi. Pada hal tanaman padi adalah tanaman yang paling
mendapat perhatian pemerintah.
Karena besarnya jumlah penduduk Indonesia dan terus meningkat tiap tahun,
walaupun konsumsi ubi kayu perkapita agak menurun, jumlah kebutuhan ubi kayu akan
terus meningkat. Tanpa adanya usaha pengembangan ubi kayu dan kebijakan
pemerintah yang memihak pada pengembangan komoditi ini, Indonesia akan terus
22 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
mengimpor ubi kayu dalam jumlah yang besar di masa mendatang, sementara volume
dan nilai ekspornya akan tetap kecil.
Kendala pengembangan usaha tani ubi kayu di dalam negeri adalah semakin
terbatasnya lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan ubi kayu. Karena baiknya
prospek usaha tani ubi kayu, maka pengembangan ubi kayu perlu lebih diarahkan ke
luar Jawa, karena lahan pertanian di Jawa semakin terbatas. Karena tingkat kesuburan
lahan di luar Jawa relatif rendah, maka teknologi bercocok tanam ubi kayu harus
diperbaiki melalui pemupukan seperti pemberian pupuk buatan, pupuk kandang dan
pemberian kapur ke dalam tanah serta pemberantasan hama penyakit. Tanaman
tumpang sari dengan tanaman kedelai juga dapat menambah unsur hara pada tanah-
tanah masam yang banyak terdapat di luar Jawa, sehingga akan meningkatkan produksi
ubi kayu, disamping memperoleh tambahan pendapatan petani.
Propinsi Sumatera Barat adalah merupakan daerah ubi kayu di luar Jawa yang
dapat dikembangkan lebih lanjut, karena produktivitas per hektarnya paling tinggi di
Indonesia, walaupun provinsi tersebut tidak termasuk ke dalam sentra produksi ubi kayu
di Indonesia. Begitu pula di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ubi kayu atau jagung
merupakan bahan makanan pokok disana adalah merupakan daerah sentra produksi ubi
kayu di luar Jawa yang menempati posisi nomor 7 di Indonesia yaitu sesudah D.I
Yogyakarta, tetapi tidak termasuk kepada provinsi yang mempunyai produktivitas ubi
kayu yang tinggi. Jadi kedua provinsi tersebut perlu mendapat perhatian khusus dalam
mengembangkan ubi kayu di Indonesia.
23 Prospek Ekonomi Ubi Kayu Di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Garjito, Murdijati, Anton Djuwardi dan Eni Harmayani (2013). Pangan Nusantara.
Karateristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan.Penerbit Kencana
Prenada Media Group. Jakarta.ISBN 978-602-7985-5-6.
Harsono, Arief dan Subandi (2013). Peluang Pengembangan Kedelai pada Areal
Pertanian Ubi Kayu di Lahan Kering Masam. Iptek Tanaman Pangan. Buletin
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi.Malang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan, Badan Penelitian dan Pengembang Pertanian (2013)Vol. 8 No. 1, Bogor
Juni 2013. ISSN 1907-4263.
Hermanto. (2015). Indonesian Food Security in the ASEAN Region.Forum Penelitian
Agro Ekonomi. FAE. Vol. 33 No. 1, Juli 2015. Bogor, Indonesia.
Nainggolan, Kaman. 2014. Prospek Swasembada Kedelai Indonesia. Pangan.
Media Komunikasi dan Informasi. Vol. 23. No. 1. ISSN 0852-0607. Maret.
Mulyani, Any, S.Ritung dan Irsal Las (2011). Potensi dan Ketersediaan Sumberdaya
Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Indonesian Agricultural Reseach and Development
Journal. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,
Volume 30 Nomor 2, 2011. ISSN:0216-4418, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan
Pengembang Pertanian (2010). Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah,
Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar.
Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian (2009). Analisis Konsumsi
Pangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2013). Iptek Tanaman Pangan. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Volume 8 Nomor 1 Juni 2013. ISSN 1907
4263.(page 31).
Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian (2016). Outlook Ubi
Kayu.ISSN: 1907-1507.
Santoso, Budhi, Radjit dan Nila Prasetiawati (2011). Optimasi Hasil Ubi Kayu
Menggunakan Teknologi Adaptif. Iptek Tanaman Pangan. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan
Umbi.Malang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan
Penelitian dan Pengembang Pertanian. Vol. 6 No. 2, Bogor Desember 2011.
ISSN 1907-4263. Akreditasi: 384/AU1/P2MBI/07/2011.
Analisis Pengaruh Sikap dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat
Belajar E-learning di Universitas Mercu Buana
M. Ali Iqbal
Universitas Mercu Buana
ABSTRACT
The purpose of the study is to examine the influence attitude and perceive
usefulness to intention to use e-learning services. This research was conducted at
Universitas Mercu Buana.The method of data collection is using primary data from
187 students who ever use e-learning through questionnaires, direct observation of the
object under study and literature study by using a sample survey methodology. The
data were analyzed by using SPSS 17 software. The result, of analysis for this model
shows that attitude and perceive usefullness affect the intention to use e-learning. This
means that the intention to use e-learning is influenced by the construct attitude and
perceive usefulness. The implication of this research is relevant to the management of
the university to consider factor of attitude, perceive usefullness in applying and
developing e-learning in the University system.
Key Words: E-Learnin,g intention, attitude, perceive usefullness, analysis.
25 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perguruan Tinggi merupakan pelaksana pendidikan sekaligus ujung tombak
pelaksana tujuan pendidikan. Peranan perguruan tinggi sebagai pelaksana pendidikan
tidak lepas dari proses belajar mengajar yang merupakan inti dari menumbuh
kembangkan minat, bakat serta kreativitas mahasiswa. Proses belajar mengajar yang
terjadi di lingkungan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kreativitas dan
minat mahasiswa yang sesuai dengan tuntutan dari masyarakat serta perkembangan
teknologi informasi yang saat ini semakin pesat. Untuk menjawab tantangan tersebut
diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif dan kreatif dalam proses
pembelajaran, sehingga kemampuan output yang dihasilkan mengalami peningkatan
dari segi kecepatan mempelajari bahan ajar yang akhirya dapat meningkatkan
kreativitas dan minat belajar.
Model pembelajaran yang inovatif dan kreatif diharapkan dapat mengelola dan
mengembangkan komponen pembelajaran dalam suatu desain yang terencana dengan
memperhatikan kondisi aktual dari unsur-unsur penunjang dalam implementasi
pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, untuk meningkatkan kreativitas dan
minat belajar mahasiswa maka diperlukan sarana yang dapat membantu
peengembangan kemampuan kognitif mahasiswa yaitu media pembelajaran.
Media pembelajaran adalah segala jenis sarana pengajaran yang digunakan
sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan pendidikan. Media pembelajaran yang dirancang dan
digunakan secara tepat pada batas tertentu dapat merangsang timbulnya "dialog
internal" dalam diri siswa yang belajar. Media berhasil membawa pesan belajar apabila
kemudian terjadi perubahan tingkah laku atau sikap belajar pada diri siswa. Sehingga
tujuan adanya media yang baik adalah pada bagian perubahan sikap siswa dan tidak
secara langsung berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan
memungkinkan kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga
menghasilkan produktivitas yang tinggi. E-Learning sebagai media elektronik dapat
membawa dampak perubahan pada proses pembelajaran. Interaksi antara pengajar dan
peserta didik tidak hanya dilakukan dengan tatap muka langsung tetapi juga dapat
26 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
menggunakan media elektronik sebagai perantara sehingga suasana belajar mengajar
menjadi lebih menarik, visual dan interaktif.
E-Learning adalah pendekatan pembelajaran melalui perangkat komputer yang
tersambung ke internet, dimana peserta didik berupaya memperoleh bahan belajar yang
sesuai dengan kebutuhannya. E-Learning merupakan aplikasi internet yang dapat
menghubungkan antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah ruang belajar online.
E.-Learning ternyata dapat mengatasi keterbatasan antara pendidik dan peserta didik,
terutama dalam waktu dan ruang. Jadi tidak harus berada dalam satu dimensi waktu
dan ruang, artinya bisa kapan saja.
Berkaitan dengan proses pembelajaran yang menggunakan internet sebagai
sumber informasi dan bahan mengajar, maka guru/dosen harus membuat rencana dan
strategi yang efektif agar tujuan pembelajaran tercapai dengan optimal. Dalam
pembelajarannya, informasi yang hendak disampaikan harus tersedia dalam suatu
situs/web sebagai pusat informasi agar pencarian informasi dapat diakses dengan cepat.
Pusat informasi ini harus dibuat semenarik mungkin agar siswa menjadi antusias dalam
belajar yang akhimya akan mengembangkan minat dan meningkatkan kreativitas.
Penggunaan e-Learning dalam pencarian data dan informasi melalui media elektronik
sebagai media pembelajaran diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk
mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas serta meningkatkan kreativitas
dan minat belajar melalui penggunaan fasilitas internet.
Sejalan dengan hal tersebut perlu kiranya dilakukan suatu penelitian mengenai
analisis pengaruh sikap dan persepsi kegunaan teradap minat belajar e-learning.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi sikap dan persepsi
kemudahan terhadap minat pengguna e-learning di Universitas Mercubuana
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sikap terhadap Minat Mahasiswa dalam Menggunakan E-learning.
Kotler (2009) mendefiniskan sikap sebagai perasaan emosi dan kecenderungan
tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada
seseorang terhadap objek atau gagasan tertentu. Semua orang memiliki sikap terhadap
27 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
semua hal, termasuk dalam minat dalam menggunakan teknologi baru.
Sikap adalah evaluasi positif atau negatif seseorang terhadap suatu objek atau
perilaku (Ajzen, 1991) termasuk perasaan dan respon-respon yang mempengaruhinya.
Iwan (2013) menyatakan bahwa sikap konsumen menjadi faktor yang penting dalam
pengambilan keputusan pembelian. Terdapat hubungan yang kuat antara sikap suatu
merek terhadap minat membeli (Shimp & Gresham., 1985; Homer & Yoon, 1992;
Phelps & Hoy, 1996).
Semakin positif sikap konsumen terhadap suatu produk, semakin kuat minat
terhadap produk tersebut (Ajzen, 1991). Beberapa hasil penelitian yang menyatakan
hubungan sikap dan minat untuk membeli makanan organik secara konsisten
menunjukkan hubungan yang positif. Seperti yang disampaikan oleh Thogersen (2007)
dan Chen (2009) mengindikasikan sikap positif untuk mendorong minat konsumen
untuk membeli makanan organik. Irianto (2015) memprediksi bahwa sikap terhadap
makanan organik mempengaruhi niat untuk membeli makanan organik secara positif.
Penelitian sikap pengguna dalam memandang suatu perkembangan teknologi
baru yang mempengaruhi minat dalam menggunakan dilakukan Davis et al (1989) yang
mengembangkan suatu model penerimaan sistem teknologi informasi yang dikenal
dengan Technology Acceptance Model (TAM). Davis, et.al berpendapat bahwa
keputusan yang dilakukan individu untuk menerima suatu teknologi informasi
merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan dan diprediksi oleh minat perilakunya,
sedangkan pemakai teknologi akan mempunyai minat menggunakan teknologi jika
merasa sistem teknologi bermanfaat dan mudah digunakan. Davis et al menyatakan juga
bahwa seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika mempunyai keinginan
atau minat (behavioral intention) untuk melakukannya.
Venkatesh, et al. (2003) mengkaji teori-teori tentang penerimaan teknologi oleh
pemakai-pemakai suatu sistem atau teknologi baru, pada akhirnya penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa ada empat konstruk dalam minat dalam menggunakan
teknologi baru yakni sikap pengguna (harapan kinerja dan harapan usaha), pengaruh
sosial dan kondisi yang memfasilitasinya.
28 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
2.2. Persepsi Kegunaan terhadap Minat Mahasiswa dalam Menggunakan E-
learning.
Persepsi kegunaan (perceived usefulness) merupakan sesuatu yang menyatakan
individu percaya bahwa penggunaan suatu teknologi tertentu akan meningkatkan kinerja
dari individu. Wibowo (2008) menjelaskan bahwa persepsi kegunaan merupakan
persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan
suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang
menggunakannya.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persepsi kegunaan
berpengaruh positif terhadap sikap penggunaan teknologi. Chau dan Lai (2003) meneliti
studi investigasi empiris yang menentukan penerimaan penggunaan internet banking.
Chau dan Lai (2003) mengambil subjek penelitian di Hongkong, populasinya adalah
mahasiwa yang ada di universitas Hongkong dan sampel yang dipilih adalah para
eksekutif pengguna internet banking. Berdasarkan studi empiris yang dilakukan oleh
Chau dan Lai (2003) menunjukkan bahwa persepsi kegunaan berhubungan positif dan
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan internet banking. Chuchuen (2016)
menyatakan persepsi kegunaan di dalam sistem mobile banking, pelanggannya
memperoleh keuntungan dan terbiasa di dalam aplikasi mobile banking atau elektronik
banking memiliki minat yang tinggi dalam penggunaan mobile banking. Hasil
penelitian Cho and Esen (2015) memperlihatkan adanya pengaruh signifikan dari
persepsi kegunaan terhadap minat belanja online. Zhang et.al (2015) menunjukkan hasil
penelitiannya bahwa persepsi kegunaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
minat belanja konsumen terhadap produk baru. Penelitian secara ekstensif menunjukan
signifikansi hubungan antara persepsi kegunaan terhadap minat beradaptasi (Chen dan
Barnes, 2007), (Guriting dan Ndubisi, 2006), (Eriksson et al, 2005), (Hu et al., 1999)
dan (Venkatesh, 2000).
29 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
2.3. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan teori yang telah dikemukan sebelumnya, maka hipotesis
penelitian diajukan sebagai berikut:
H1 : Sikap berpengaruh terhadap minat pengguna e-learning
H2 : Persepsi kegunaan berpengaruh terhadap minat pengguna e-learning.
H3 : Persepsi kegunaan dan sikap secara bersama-sama berpengaruh terhadap
minat pengguna e-learning
Hipotesis penelitian tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut ini. Terlihat
dari gambar dimaksud bahwa sikap dan persepsi kegunaan akan mempengaruhi minat
pengguna e-learning.
Gambar 2.1. Model Penelitian
III. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan desain conclusive
yaitu jenis penelitian penyimpulan yang bertujuan untuk menguji suatu hipotesis
tertentu, baik melalui penelitian mendalam terhadap suatu permasalahan (deskriptif)
maupun mencari hubungan antar variabel (korelatif) antara variabel independen dan
variabel dependen. Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuestioner kepada 187
mahasiswa yang mengambil mata kuliah e-learning di Universitas Mercubuana Data
diolah dengan menggunakan software SPSS 17.
30 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di bawah, seluruh indikator
memperlihatkan kevaliditasannya yaitu berada di atas 0,361 (untuk 30 responden.
Demikian pula untuk uji reliabilitas ketiga variabelnya reliabel karena nilai croanbach
alphanya berada di atas 0,6 yaitu Sikap (0,867), Persepsi kegunaan (0,806), dan minat
penggunaan (0,869).
Tabel. 4.1. Uji validitas dan Reliabilitas Sikap, Persepsi Pengguna dan Minat
Pengguna
Variabel Indicator Validitas Cronbach's Alpha
Sikap
Tidak terpaksa 0,833 0,867
Merasa membutuhkan 0,855
Merasa senang 0,797
Merasa bermanfaat 0,895
Persepsi Kegunaan
Lebih fleksibel 0,748 0,806
Menghemat waktu 0,885
Menghemat biaya 0,872
Banyak manfaat 0,731
Minat Pengguna Ingin menggunakan 0,858 0,869
Ingin mengecek materi
baru
0,842
Ingin mengecek mata
kuliah
0,676
Ingin mendorong teman 0,872
Lebih baik menggunakan
e-learning
0,846
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17
31 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
4.2. Uji Asumsi Klasik
4.2.1. Uji Normalitas
Dari tabel di bawah ini dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal, hal ini
dikarenakan hasil signifikansi (Asymp.Sig) dari masing-masing variabel didapat hasil
lebih besar dari 0,05. Pada output diatas, menurut metode Kolmogorov Smirnov Z, nilai
K-S z untuk ketiga variabel tersebut masing-masing sebesar sikap = 0,061, persepsi
kegunaan = 0,052 dan minat sebesar 0,056.
Tabel 4. 2. Uji Normalitas Sikap, Persepsi Kegunaan dan Minat
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sikap
Persepsi
kegunaan Minat
N 187 187 187
Normal Parametersa Mean 16.58 16.06 19.88
Std. Deviation 2.132 2.404 3.318
Most Extreme
Differences
Absolute .097 .099 .098
Positive .097 .099 .063
Negative -.097 -.094 -.098
Kolmogorov-Smirnov Z 1.322 1.351 1.336
Asymp. Sig. (2-tailed) .061 .052 .056
a. Test distribution is NormaL
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17
4.2.2. Uji Multikolineritas
Pada tabel di bawah ini disajikan hasil analisis dan pengujian terhadap kedua
variabel bebas tersebut tidak terdapat gejala multikolinieritas. Hal ini bisa dilihat pada
hasil perhitungan perhitungan VIF dari kedua variabel tersebut, sikap (1,055), dan
persepsi kemudahan (1,055). Kedua variabel tersebut memiliki nilai VIF < 10, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas (indipendent
variable) yang harus dieliminasi.
32 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
Tabel 4.3. Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4.018 1.945 2.066 .040
X1 .661 .101 .425 6.571 .000 .948 1.055
X2 .305 .089 .221 3.425 .001 .948 1.055
a. Dependent Variable: Y
Sumber: Hagsil Penolahan SPSS
4.2.3. Uji Heteroskedastistas
Dari gambar berikut ini dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi syarat untuk memprediksi
minat.
Gambar 4. 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
33 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
4.3. Analisis Regresi Sikap dan Persepsi keunaan terhadap Minat
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat ditampilkan koefisien regresi seperti
terlihat pada table berikut ini.
Tabel 4.4.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.018 1.945 2.066 .040
X1 .661 .101 .425 6.571 .000
X2 .305 .089 .221 3.425 .001
a. Dependent Variable: Y
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS
Dari tabel Coefficient didapat persamaan regresi :
Y = 4,018 + 0,661 X1 + 0,305X2 ………………………(4.1)
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka model regresi tersebut
dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1. Koefisien konstanta = 4,018. Hal ini berarti bahwa, apabila nilai X1 dan X2 sama
dengan nol (0), maka tingkat atau besarnya variabel dependen Y (minat ) akan
sebesar 4,018.
2. Koefisien b1 = 0.661, berarti bahwa nilai X1 (sikap) mengalami kenaikan sebesar satu
poin, sementara variabel independen lainnya bersifat tetap, maka tingkat variabel Y
akan meningkat sebesar 0.661. Hubungan parsial antara sikap terhadap minat
memperlihatkan hubungan yang signifikan yang ditunjukkan dengan angka t hitung
sebesar 0,04 < alpha (0,05).
3. Koefisien b2 = 0.305, berarti bahwa nilai X2 (persepsi kegunaan) mengalami
kenaikan sebesar satu poin, sementara variabel independen lainnya bersifat tetap,
maka tingkat variabel Y akan meningkat sebesar 0.305. Hubungan parsial antara
34 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
persepsi kegunaan terhadap minat memperlihatkan hubungan yang signifikan yang
ditunjukkan dengan angka t hitung sebesar 0,000 < alpha (0,05).
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Uji F- Statistik Pengaruh Sikap, dan Persepsi
Kegunaan terhadap Minat berdasarkan harga koefisien F dan
signifikansi F
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Berdasarkan tabel di atas dapat diartikan model regresi persamaan di atas
signifikan untuk memprediksi.
4.4. Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada tabel di atas nilai nilai R-
Square sebesar 0,272 artinnya sikap dan persepsi berpengaruh terha dapminat belajar
e-learning. adalah 27,2 persen. Hal ini berarti bahwa 27,2 persen sikap dan persepsi
kemudahan menentukan variabel minat, sedangkan sisanya (72,8.2%) ditentukan
variabel lain di luar model.
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 557.413 2 278.706 34.400 .000a
Residual 1490.759 184 8.102
Total 2048.171 186
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
35 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
Tabel 4.6.
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .522a .272 .264 2.846
a. Predictors: (Constant), X2, X1
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Implikasi manajerial
Sikap dan persepsi kegunaan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap minat
belajar e-learning. Untuk itu didalam menarik minat belajar e-learning bagi mahasiswa
perlu diperhatikan sikap yang posisitif dan persepsi kegunaan terhadap pembelajaran e-
learning
5.2. Kontribusi terhadap teori
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sikap berpengaruh positif dan signifikan
terhadap minat pengguna elearning. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya,
semakin positif sikap konsumen terhadap suatu produk, semakin kuat minat terhadap
produk tersebut (Ajzen, 1991). Thogersen (2007) dan Chen (2009) mengindikasikan
sikap positif untuk mendorong minat konsumen untuk membeli makanan organik.
Irianto (2015) memprediksi bahwa sikap terhadap makanan organik mempengaruhi niat
untuk membeli makanan organik secara positif.
Hasil penelitian terhadap persepsi kemudahan memperlihatkan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap minat pengguna elearning. Penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya yaitu Chau dan Lai (2003) menunjukkan bahwa persepsi
kegunaan berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan internet
banking serta Cho and Esen (2015) memperlihatkan adanya pengaruh signifikan dari
persepsi kegunaan terhadap minat belanja online.
36 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
5.3. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian ini tidak mengkaji variabel-variabel lain yang berpengaruh
terhadap minat seperti persepsi kemudahan penggunaan, media pembelajaran atau
variabel lainnya. Hasil penelitian ini dilakukan hanya terhadap satu perguruan tinggi
sehingga tidak berlaku umum untuk setiap perguruan tinggi.
5.4. Arahan Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan perlu dikembangkan dengan objek penelitian tidak hanya
pada satu perguruan tinggi, tetapi dengan objek penelitian beberapa perguruan tinggi
sehingga hasilnya bisa di generalisasi untuk setiap perguruan tinggi. Penelitian
selanjutnya juga dapat menggali variabel-variabel bebas lainnya lainnya yang belum
diteliti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50(2): 179-211.
Chau, P.Y.K. and Lai, V.S.K. 2003. An empirical investigation of the determinants of
user acceptance of internet banking. Journal of Organizational Computing &
Electronic Commerce. Vol. 13 No. 2, pp. 123-45.
Chen, M. (2009). Attitude toward organic foods among Taiwanese as related to health
consciousness, environmental attitudes, and the mediating effects of a healthy
lifestyle, British Food Journal, 111(2): 165-178.
Chen YH, Barnes S (2007). Initial trust and online buyer behaviour. Ind.Manage. Data
Syst. 107 (1), 21-36.
Cho Yoon C and Esen Sagynov (2015). Exploring Factors That Affect Usefulness, Ease
Of Use, Trust, And Purchase IntentionIn The Online Environment. International
Journal of Management & Information Systems – First Quarter 2015 Volume 19,
Number 1
Chuchuen Chat (2016). The Perception of Mobile Banking Adoption: The Study of
Behavioral, Security, and Trust in Thailand. International Journal of Social
Science and Humanity, Vol. 6, No. 7, July 2016: 547-540
37 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
Davis, F.D, R.P. Bagozzi, dan PR. Washaw. 1989. User Acceptance of Computer
Technology: A Comparison of Two Theoritical Models, International Journal
Management Machine Studies, August, Vol. 35, No. 8, pp. 982- 1003.
Eriksson K, Kerem K, Nilsson D (2005). Customer acceptance of internet banking in
Estonia, Int. J. Bank Mark. 23 (2), 200-216 .
Guriting P, Ndubisi NO (2006). Borneo online banking: evaluating customer
perceptions and behavioural intention. Manage. Res. News. 29 (1/2), 6-15.
Homer, P. M., & Yoon, S. G. (1992). Message framing and the interrelationship among
Ad-Based Feelings, Affect, and Cognitiion. (1992). Journal of Advertising. 21(1).
19-33.
Hu PJ, Chau PYK, Sheng ORL, Tam KY (1999). Examining thetechnology acceptance
model using physician acceptance of telemedicine technology. J. Manage. Info.
Syst. 16(2): 91-112.
Irianto. H (2015). International Journal of Management, Economics and Social Sciences
2015, Vol. 4(1), pp.17 – 31.
Iwan, C.Y. 2013. Pengaruh Sikap terhadap Green Advertising pada Brand Image The
Body Shop antara Konsumen Domestik dan Asing. Jurnal JIBEKA, 7 (3): h:5-10.
Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Alih bahasa: Bob
Sabran. Jakarta: PT Indeks.
Phelps, J. E., & Hoy, M. G. (1996). The Aad-Ab-PI Relationship in children: the impact
of brand familiarity and measurement timing. Psychology & Marketing, Vol.
13(1). 77-101
Shimp, T. A., & Gresham, L. G. (1985). Attitude toward the advertisement and brand
attitudes: a classical conditioning perspective. Journal of Advertising. Vol. 14 (1).
10-18.
Thøgersen, J. (2007). Consumer decision making with regard to organik food products.
In Vaz, M.T.D.N., Vaz, P., Nijkamp, P. & Rastoin, J.L. (Eds), Traditional food
production facing sustainability: A European challenge, Ashgate: Farnham.
Venkatesh, V., Morris, M.G., Davis, G.B. dan Davis, F.D. 2003. "User Acceptance of
Information Technology: Toward A Unified View", MIS Quarterly, Vol. 27, No.
3, pp. 425-78.
38 Analisis Pengaruh Sikap Dan Persepsi Pengguna Terhadap Minat Belajar E-
Learning Di Universitas Mercu Buana
Wibowo, A. 2008. Kajian Tentang Perilaku Pengguna Sistem Informasi dengan
Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM). Program Studi Sistem
Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Budi Luhur.
Zhang Yong, Gang Wan, Liuting Huang and Qiong Yao (2015). Study on the Impact of
Perceived Network Externalities on Consumers’ New Product Purchase Intention.
Journal of Service Science and Management, 2015, 8, 99-106.
ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL STRATEGI AKTIF
DAN PASIF DALAM MENENTUKAN EXPECTED RETURN PADA SEKTOR
KONSTRUKSI YANG TERDAFTAR DI DES PADA TAHUN 2011- 2015
Reza Audiyan Bayhaki
Fakultas Ekonomi, Universitas Al Azhar Indonesia
Ferry Novindra Idroes
Fakultas Ekonomi, Universitas Al Azhar Indonesia
ABSTRACT
Investing in the stock exchange is to maximize the return even if they are
constrained, the primary risk. Its return is the driving force in the investment process. It
is a reward for investing. To know and assess risks, investors need to diversify through
the establishment of a portfolio. The purpose of this research is to know the return and
risk in the form of active and passive strategy in DES inventory during 5 years’ period,
January 2011 until december 2015. Active strategy using a single index model and
passive using the indexing model. Based on research conducted on three index methods
(sharpe. Treynor, and Jensen), The results of this study show that the active strategy
(single index model): 3.64 percent in portfolio return and 1.02 percent in risks. Passive
strategy (indexing model): 3.4 percent in portfolio return and 1.03 percent in risks. The
findings show that between the two strategies, the overall return and risk of active
strategies outweight the passive strategy.
Keyword: Active and passive strategies, risk, return, portfolio
40 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah
menyita perhatian banyak pihak, khususnya dikalangan masyarakat bisnis. Hal ini
disebabkan oleh kegiatan pasar modal yang semakin berkembang pesat dan
meningkatnya keinginan dari masyarakat bisnis untuk mencari sumber alternatif
pembiayaan selain bank. Suatu perusahaan dapat menerbitkan saham dan menjualnya di
pasar modal untuk mendapatkan dana yang diperlukan, tanpa harus repot menanggung
beban bunga seperti halnya jika meminjam dana pada bank. Di samping itu, efek
perkembangan pasar modal juga dipengaruhi oleh meningkatnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk berinvestasi atau menjadi seorang investor. Pasar modal menjadi
sarana alternatif bagi masyarkat untuk melakukan real investment. Hal ini berbanding
lurus dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang tidak lagi berupa kebutuhan
pokok saja. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut diperlukan
penghasilan tambahan. Penghasilan yang diperoleh masyarakat sekarang disisihkan dan
digunakan untuk berinvestasi. Diharapkan hasil dari nilai investasi tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa yang akan datang. Banyaknya instrumen investasi yang ada mengharuskan
investor dapat membuat analisis pilihan investasi sebelum menanamkan dananya.
Seiring meningkatnya akses informatika menyebabkan meningkatnya perkembangan
investasi dan memudahkan bagi para investor untuk mengambil keputusan dalam
berinvestasi. Peningkatan pengetahuan analisis untuk para investor sangatlah penting,
disamping itu juga kurang terjaminnya kemampuan dari manajer investasi dalam
pengelolaan dana. Maka dari itu investor dituntut harus mampu membentuk sendiri
portofolio yang sesuai dan efisien diberbagai macam instrumen investasi. Investor yang
rasional akan menginvestasikan dananya dengan memilih saham yang efisien dan
memberikan return maksimal dengan tingkat risiko tertentu, atau tingkat return tertentu
dengan tingkat risiko yang minimal. Untuk memperkecil dari tingkat risiko yang akan
ditanggung investor diharapkan melakukan diversifikasi atas investasinya dengan
membentuk portofolio optimal yang terdiri dari berbagai jenis saham yang efisien.
41 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Pembentukan portofolio sangat dibutuhkan oleh para investor institusional
maupun investor individual. Dalam pembentukan portofolio yang optimal akan
menghasilkan tingkat return yang maksimal dan meminimalkan tingkat risiko yang
akan ditanggung oleh para investor. Permasalahan yang sering muncul dan terjadi di
kalangan para investor, dimana investor dihadapkan dengan ketidakpastian ketika harus
menentukan saham-saham mana saja yang akan mengahasilkan return yang sesuai
dengan portofolio pilihannya. Dalam membentuk portofolio yang optimal, investor
diharuskan menentukan portofolio yang efisien terlebih dahulu. Portofolio efisien
merupakan portofolio yang menghasilkan tingkat keuntungan tertentu dengan risiko
yang rendah, atau risiko tertentu dengan tingkat keuntungan tertinggi. Sedangkan
portofolio optimal adalah portofolio yang ditentukan oleh seorang investor dari sekian
banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien. Kumpulan saham-
saham yang ada pada sektor konstruksi yang tercatat pada Daftar Efek Syariah (DES)
ditahun 2011-2015, bisa dijadikan salah satu pilihan bagi para investor untuk
menanamkan dananya pada sektor tersebut dan sekaligus menjadi acuan pertimbangan
dalam melakukan investasi di masa yang akan datang. Dari latar belakang dan uraian
diatas, maka penelitian ini akan mengambil judul “Analisis Pembentukan Portofolio
Optimal Strategi Aktif dan Pasif dalam Menentukan Expected Return Pada Sektor
Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada Periode 2011-2015”.
1.2. Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis memiliki rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah hasil dari kinerja pembentukan portofolio optimal berdasarkan
strategi aktif dengan menggunakan Single Index Model terhadap sektor
konstruksi?
2. Bagaimanakah hasil dari kinerja pembentukan portofolio optimal berdasarkan
strategi pasif dengan menggunakan Indexing Model terhadap sektor konstruksi?
3. Apakah terdapat perbedaan terhadap kinerja portofolio optimal dengan
menggunakan strategi aktif dan pasif pada sektor konstruksi?
42 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hasil kinerja pembentukan portofolio
optimal berdasarkan masing-masing metode pengukuran (Sharpe, Treynor dan
Jensen) terhadap sektor konstruksi.
2. Untuk membandingkan kinerja pembentukan portofolio optimal berdasarkan
strategi aktif dan strategi pasif terhadap sektor konstruksi.
3. Untuk mengetahui hasil dari kinerja pembentukan portofolio optimal pada
strategi aktif dan pasif dengan menggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan
Jensen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Portofolio
Teori dasar pemilihan portofolio pertama dicetuskan oleh Harry M. Markowitz
pada tahun 1952. Tujuan akhir dari investasi adalah untuk memaksimalkan keuntungan.
Keuntungan yang didapat akan sama dengan risiko yang akan ditanggung. Agar tingkat
risiko bisa ditangung, maka investor harus melakukan penyebaran risiko dengan cara
memperbanyak jenis saham, karena sesuai dengan filosofi portofolio “Don’t put all
your eggs into one backet”, yang artinya dalam melakukan investasi janganlah kita
menanamkan dana yang kita miliki hanya pada satu macam saham karena jika terjadi
kerugian pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut maka kita akan ikut
menanggung kerugian tersebut. Oleh karena itu, perlu memiliki berbagai jenis saham,
sehingga bila satu saham mengalami kerugian, maka saham yang lain masih untung
(Ratnasari, 2014:4).
Menurut Zubir (2013:2) teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz
mengimplikasikan bahwa untuk dapat menerima risiko yang lebih besar, investor harus
dikonpensasi dengan kesempatan untuk mendapatkan return yang besar pula. Seperti
tampak pada formula varians portofolio, hubungan return dan risiko tidak selamanya
linear, tetapi berupa parabola. Pilihan investasi yang rasional terletak di wilayah yang
mendukung hubungan high risk high return.
43 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
1. Investasi
Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki
dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-
masa yang akan datang (Sunariyah, 2011:46).
Teori dasar pemilihan portofolio pertama dicetuskan oleh Harry M. Markowitz
pada tahun 1952. Tujuan akhir dari investasi adalah untuk memaksimalkan keuntungan.
Keuntungan yang didapat akan sama dengan risiko yang akan ditanggung (Ratnasari,
2014:4).
2. Portofolio Efisien
Definisi portofolio efisien menurut (Nuzula, 2010:10) “diartikan sebagai
portofolio dengan return tertinggi pada risiko tertentu, atau portofolio dengan risiko
terendah pada return tertentu.”
3. Portofolio Optimal
Portofolio yang optimal merupakan portofolio yang dipilih seseorang investor
dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio efisien (Tandelilin,
2010:157).
4. Risiko Portofolio
Zubir (2013:19) mengatakan bahwa risiko merupakan perbedaan antara hasil
yang diharapkan (expected return) dan realisasinya. Semakin besar penyimpangannya,
berarti semakin besar tingkat risikonya
5. Expected Return
Expected Return/tingkat pengembalian (keuntungan) yang diharapkan dan risiko
bagaikan dua sisi mata uang yang selalu berdampingan. Artinya, dalam berinvestasi,
disamping menghitung expected return, investor juga harus memperhatikan risiko
yang harus ditanggungnya Zubir (2013:105).
44 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
6. Diversifikasi
Diversifikasi (portofolio) bermakna bahwa investor perlu membentuk portofolio
melalui pemilihan kombinasi sejumlah aktiva sedemikian rupa hingga risiko dapat
diminimalkan tanpa mengurangi expected return (Tandelilin, 2010:115).
7. Strategi Portofolio
Pengelolaan dalam pembentukan strategi portofolio yang optimal dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu menggunakan strategi aktif dan pasif. Seperti dijelaskan oleh
(Zubir, 2013:271) ada dua strategi yang dapat dilakukan oleh investor dalam
pembentukan portofolio, yaitu sebagai berikut:
8. Strategi Aktif
Strategi manajemen portofolio aktif ialah usaha dari manajer investasi atau
investor untuk memperoleh portofolio yang menghasilkan return yang lebih tinggi
dibandingkan dengan strategi portofolio pasif
Ada tiga strategi yang biasa dipakai investor dalam menjalankan strategi aktif
portofolio saham:
9. Single Index Model
Single factor Model adalah suatu cara untuk memprediksi harga atau return
saham dengan menggunakan satu faktor sebagai prediktor yang dianggap berpengaruh
terhadap suatu sekuritas (Samsul, 2006:325). Salah satu prosedur penentuan portofolio
optimal adalah metode single index model. Metode single index menjelaskan hubungan
antara return dari setiap sekuritas individual dengan return pasar.
10. Rotasi Sektor
Pada strategi ini biasanya hanya dilakukan oleh para investor yang erinvestasi
pada saham-saham didalam negeri saja. Ada dua hal yang bisa dilakukan pada strategi
ini:
a. Melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang bergergerak pada
sektor tertentu untuk mengantisipasi perubahan siklus ekonomi dikemudian hari.
45 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
b. Melakukan modifikasi atau perubahan terhadap bobot portofolio saham-saham
pada sektor industri yang berbeda-beda, untuk mengantisipasi perubahan siklus
ekonomi, serta pertumbuhan dan nilai saham perusahaan (Tandelilin, 2010:203).
11. Strategi Momentum Harga
Pada strategi momentum harga ini didasari pada kenyataan yang ada bahwa pada
saat-saat tertentu harga didalam pasar saham akan merefleksikan pergerakan erning
ataupun pertumbuhan. Inti pada penerapan strategi ini dimana para investor disarankan
untuk mencari informasi agar mendapatkan momentum ataupun waktu-waktu yang
tepat, guna memberikan hasil maksimal dari keuntungan bagi para investor melalui
tindakan menjual atau membeli saham.
12. Strategi Portofolio Pasif
Strategi pasif dipilih oleh investor yang menilai bahwa pasar selalu dalam
kondisi yang efisien dan untuk mengatur portofolio secara aktif membutuhkan biaya
yang cukup besar. Terdapat dua jenis metode yang disajikan oleh strategi pasif
diantaranya ialah buy and hold strategy dan indexing. Dalam konsep pasar modal yang
efisien dikatakan jika kondisi pasar benar-benar efisien dan tidak akan ada satu investor
pun yang bisa menghasilkan return yang upnormal diatas return pasar.
Ada dua strategi yang biasa dipakai investor dalam menjalankan strategi pasif
portofolio saham:
13. Buy and Hold
Buy and hold merupakan strategi yang menyarankan agar para investor untuk
melakukan pembelian saham kemudian saham yang telah dibeli disimpan dalam kurun
waktu tertentu.
14. Indexing
Strategi indexing dimana dalam membentuk portofolio untuk mendapatkan
return yang sama dengan return yang ada didalam pasar atau indeks-indeks tertentu,
contohnya pada indeks IHSG ataupun indeks LQ45.
46 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
15. Penilaian Kinerja Portofolio
Penilaian kinerja portofolio umumnya seperti evaluasi terhadap kinerja suatu
perusahaan. Portofolio yang telah dibentuk juga perlu dievaluasi kinerjanya. Evaluasi
kinerja portofolio akan berkaitan dengan dua isu utama yaitu:
a. Mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan
return yang melebihi return portofolio lainnya yang dijadikan benchmark.
b. Mengevaluasi apakah return yang telah diperoleh sudah sesuai dengan tingkat
risiko yang harus ditanggung.
Berdasarkan teori capital Market dan kesadaran akan perlunya melakukan
analisis return bersama dengan risiko, tiga peneliti yaitu Sharpe (1966), Treynor (1965),
dan Jensen (1968) mempertimbangkan realized return dan risk pada saat melakukan
evaluasi portofolionya menurut (Tandelilin,2010:320). Parameter tersebut adalah:
a. Excess return to variability measure (Sharpe Measure)
Indeks Sharpe dapat digunakan untuk memeringkatkan beberapa portofolio
berdasarkan kinerjanya, semakin tinggi Sharpe suatu portofolio dibandingkan portofolio
yang lainya, maka semakin bagus kinerja portofolio tersebut.
b. Excess return to non-diversiable (Treynor Measure)
Dengan mempertimbangkan risiko sistematis, semakin tinggi dari nilai
pengukuran Treynor maka semakin baik pula kinerja portofolio tersebut.
c. Differential return with risk is measured by beta (Jensen Measure)
Indeks Jensen secara mudahnya dapat diinterpretasikan sebagai pengukur
seberapa banyak portofolio dapat mengalahkan pasar. Indeks yang bernilai positif
berarti portofolio memberikan return lebih besar dibandingkan return harapannya
(berada diatas garis pasar sekuritas) sehingga merupakan hal yang baik karena
portofolio mempunyai return yang relatif tinggi untuk tingkat risiko sistematisnya.
47 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
2.2. Hipotesis
1. Merumuskan hipotesis untuk masing-masing metode pengukuran (Sharpe,
Treynor dan Jensen).
Ho : μa>μb, bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil dari
kinerja
portofolio optimal berdasarkan strategi aktif maupun pasif.
Hi : μa<μb, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil dari kinerja
portofolio optimal berdasarkan strategi aktif maupun pasif.
2. Membandingkan kinerja portofolio optimal
Ha : μ1.α>μ1.b, tidak ada perbedaan yang signifikan berdasar hasil kinerja
portofolio
yang menggunakan Sharpe ratio berdasarkan strategi aktif dan strategi
pasif.
Ha : μ2.α>μ2.b, tidak ada perbedaan yang signifikan berdasar hasil kinerja
portofolio
yang menggunakan Treynor ratio berdasarkan strategi aktif dan strategi
pasif.
Ha : μ3.α>μ3.b, tidak ada perbedaan yang signifikan berdasar hasil kinerja
portofolio
yang menggunakan Jensen ratio berdasarkan strategi aktif dan strategi
pasif.
3. Menarik kesimpulan statistik (statistic conclusion).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang akan diteliti. Sampel
adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti dan jumlahnya lebih sedikit dari populasi.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh saham dari emiten perusahaan jasa
sektor properti, real estate dan konstruksi yang terdaftar pada daftar efek syariah sub
sektor konstruksi dan bangunan yang terdiri dari 12 emiten. Sampel penelitian dibatasi
48 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
untuk saham yang terdaftar selama periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2015
yaitu sebanyak 6 emiten.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh bukan dari sumber pertama, tetapi data yang sudah diolah
dan disajikan dalam bentuk dokumen atau arsip perusahaan untuk periode tertentu.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
tersebut bersumber dari:
Corporate action dan laporan keuangan emiten dari 2011 sampai dengan 2015
yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dari situs resmi BEI
(www.idx.co.id).
Data harga saham emiten PTPP, WIKA, ADHI, SSIA, TOTL dan DGIK secara
harian dari 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2015 dari situs resmi
Yahoo finance (www.finance.yahoo.com).
Data variabel ekonomi makro ekonomi Indonesia seperti BI Rate, tingkat inflasi,
tingkat pertumbuhan indonesia (GDP) yang dapat diperoleh dari internet atau
media publikasi lainnya.
Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dapat diperoleh dari yahoo
Finance.
Data yang digunakan merupakan data antar perusahaan sampel dari suatu kurun
waktu tertentu (cross section).
Apabila dalam laporan keuangan perusahaan sampel menggunakan nilai mata
uang asing, maka dikonversi menjadi mata uang rupiah.
49 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
3.3. Teknik Analisis Data
3.3.1. Single Index Model
1) Menghitung tingkat keuntungan masing-masing saham (Rit).
(Pt – Pt - 1) + Dt
Rit = ………………….. (3.1)
Pt-1
Dimana:
Rit = tingkat keuntungan saham individu pada periode t
Pt = harga saham individu pada peiode t
Pt-1 = harga saham pada periode sebelumnya
Dt = dividen saham yang dibagikan pada periode t
2) Menghitung koefisien α dan β Husnan.
n.ΣXY – ΣX. ΣY Σy-β. ΣX
β = dan α = ………………. (3.2)
n.ΣX2 – (Σx)2
n
Dimana:
n = jumlah data
X = indeks keuntungan pasar
Y = tingkat keuntungan saham
β = beta saham i
α = alpa saham i
3) Menghitung indeks keuntungan pasar (Rm).
IHSGt - IHSGt -1
Rmt = ………… (3.3)
IHSGt – 1
Dimana:
RMt = keuntungan pasar pada periode t
IHSGt = indeks harga saham gabungan pada periode t
IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan pada periode sebelumnya
50 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
4) Menghitung tingkat keuntungan ekspektasi (E(Ri)).
E(Ri) = αi + βi . E(RM) ……………………………… (3.4)
Dimana:
E(Ri) = Tingkat keuntungan ekspetasi dari saham i
αi = Alpha saham i
βi = Beta saham i
E(RM) = Tingkat keuntungan ekspetasi dari indeks pasar
5) Menghitung tingkat risiko (σi2).
a. Menghitung Varian dari Return Indeks Pasar (σM2)
Σ[RM-E(RM)]2
σM
2 = …………………………. (3.5)
n-1
Dimana:
σM2
= Varian dari return indeks pasar
RM = Keuntungan pasar
E(RM) = Tingkat keuntungan ekspetasi dari indeks pasar
b. Menentukan Varian dari keseluruhan Residu (σei2)
E(q – o)2
σei2
= …………………………………….(3.6)
n – 1
Jadi, total risiko adalah sebagai berikut:
σei2
= βi2 . σM
2 + σei
2 ……………………. (3.7)
c. Menghitung excess return to beta (ERB).
E(Ri) – RBR
ERB = ………………………………….(3.8)
βi
Dimana:
E(Ri) = Tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham i
RBR = Keuntungan aktiva bebas risiko
Βi = Beta saham i
51 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
d. Menghitung tingkat pembatas saham atau cut off point (C*).
[E(Ri) – RBR] . βi βi
Ai = …….. (3.9) dan βi = …….. (3.10)
σei2
σei2
Sehingga untuk menentukan besarnya titik pembatas saham / cut off point (C*),
di perlukan nilai Ci sebagai nilai cut off point itu sendiri yaitu pada rumus
sebagai berikut:
σM2
Σ = 1 Aj
Ci = ……………………… (3.11)
1 + σM2
Σ = 1 Bj
Dimana:
σei2
= Varian dari kesalahan residu saham ke-i yang juga merupakan risiko
unik atau risiko tidak sistematik.
σM2
= Varian dari return indeks pasar
Ci = Nilai C untuk saham ke-i yang dihitung dari kumulasi nilai – nilai A1
sampai dengan Ai dan nilai – nilai B1 sampai dengan Bi.
e. Menghitung Proposisi Saham (Wi).
βi
Zi = (ERBi – C*) ………………(3.12)
σei2
Z
J
Wi = ……………………………..(3.13)
Σk
J =1Z
J
Dimana:
Wi = Proporsi saham ke i
k = Jumlah saham di portofolio optimal
βi = Beta saham ke i
C* = Nilai cut off point yang merupakan nilai C terbesar
52 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
f. Menghitung Beta Portofolio (βp).
βp = Σn
i =1Wi . βi ……………………………..….(3.14)
Dimana:
βp = Beta portofolio
Σn
i =1Wi = Rata – rata Alpha saham individu
g. Menghitung Alpha Portofolio (αp).
αp = Σn
i =1Wi . αi ……………………. (3.15)
Dimana:
αp = Alpha portofolio
Σn
i =1Wi = Rata – rata Alpha saham individu
h. Menghitung tingkat keuntungan Ekspektasi Portofolio (E(Rp)).
(E(Rp)) = αp + βp . E(RM) ……………………………. (3.16)
Dimana:
(E(Rp)) = Tingkat keuntungan ekspetasi dari portofolio
αp = Alpha portofolio
βp = Beta portofolio
E(RM) = Tingkat ekspetasi dari indeks saham
i. Menghitung Risiko Portofolio (σp2).
σp2 = βp2 . σM
2 + (Σ
ni =1Wi . σei)
2 ……………………………… (3.17)
Dimana:
σp2 = Risiko portofolio
3.3.2. Indexing Model
Tidak ada perhitungan yang terlalu kompleks untuk bisa menerapkan strategi
indexing ini dalam menentukan portofolio optimal hanya saja yang membedakan
penggunaan strategi ini dengan strategi yang lainya pada pola penghitungannya hanya
memfokuskan pada seberapa lama periode yang akan diterapkan dalam pengaplikasian
53 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
strategi indexing ini. Jadi pada perhitungan di metode ini mengikuti metode yang
lainnya.
3.3.3. Evaluasi Kinerja Portofolio
Evaluasi kinerja portofolio merupakan kesatuan yang takkan pernah terpisahkan
dalam pengambilan keputusan investasi, baik investasi yang dilakukan sendiri maupun
melalui manajer investasi. Dalam menganalisis kinerja portofolio strategi aktif dan pasif
digunakan risk adjusted return sebagai patok duga dalam perbandingan kinerja
portofolio, sebagai berikut:
1. Indeks Sharpe
…………………… (3.18)
Dimana:
Sp = Indeks Sharpe portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
σTR = Standar deviasi return portofolio p selama pertiode pengamatan
2. Indeks Treynor
…………………………… (3.19)
Dimana:
Tp = Indeks Treynor portofolio
Rp = Rata-rata portofolio p selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
βp = Beta portofolio p
54 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
3. Indeks Jensen
………………………(3.20)
Dimana:
Jp = Indeks Jensen portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas risko selama periode pengamatan
βp = Beta portofolio p
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Komposisi Portofolio Optimal Saham Menggunakan Metode Single Index.
a. Menghitung Expected Return, Variance, Standar Deviasi dan Kovarian saham.
Tabel 4.1. Alpha (α) dan Beta (β) masing-masing saham
Kode
Emiten
Alph
a (α)
Beta
(β)
PTPP 0,031
429
2,106
804
WIKA 0,023
163
1,729
198
ADHI 0,021
376
1,875
605
SSIA 0,020
918
2,342
583
TOTL 0,016
745
2,143
971
DGIK -
0,00405
1,710
728
Sumber: Data diolah
Pada tabel ini memperlihatkan hasil dari nilai Alpha dan Beta yang masing-
masing dari saham memiliki hubungan dengan indeks keuntungan pasar maupun dari
keuntungan masing-masing saham. Besarnya Beta ditetapkan sebesar 1 yang
55 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
mengartikan memiliki sifat yang rentan ataupun sensitif terhadap perubahan dari pasar.
Jika ada nilai Beta yang lebih besar dari 1 (β>1), jadi dapat diartikan bahwa perusahaan
tersebut sangat rentan atau sensitif terhadap kondisi pasar. Sebaliknya saham yang
memiliki nilai Beta kurang dari 1 (β<1), artinya akan mengakibatkan perubahan return
atas saham tersebut dengan arah yang berlawanan.
Tabel 4.2. Variance Error Residual masing-masing saham
Sumber: Data diolah
Variance error residual saham adalah risiko tidak sistematis, yaitu risiko yang
dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Risiko tidak sistematis hanya ada pada
perusahaan yang bersangkutan tersebut, sehingga risiko ini dapat didiversifikasikan.
Tabel 4.3. Excess Return to Beta masing-masing saham
Sumber: Data diolah
Dari tabel diatas diperoleh nilai rasio ERB pada masing-masing saham sangat
berfluktuatif. Nilai rasio ERB yang paling tinggi adalah saham PT. Pembangunan
Kode Emiten Varian Kesalahan
Residual
PTPP 0,0163509
WIKA 0,0093823
ADHI 0,0176164
SSIA 0,0250451
TOTL 0,0154017
DGIK 0,0211772
Kode Emiten Expected Return to
Beta
PTPP 0,018144
WIKA 0,016035
ADHI 0,014292
SSIA 0,012425
TOTL 0,011082
DGIK 0,000239
56 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Perumahan Tbk sebesar 0,18144 dan yang paling rendah adalah PT. Nusa Konstruksi
Tbk sebesar 0,000239.
Tabel 4.4. Hasil urutan ERB dan Cut Off Point (Ci) masing-masing saham
Sumber: Data diolah
Tabel ini merupakan perhitungan nilai Ci sebagai nilai cut off point (C*) dimana
telah mengurutkan dari nilai rasio ERB yang terbesar ke terkecil, menghitung nilai Ai
dan Bi serta menganalisis saham-saham mana yang termasuk dalam portofolio optimal
dengan menentukan nilai rasio ERB lebih besar dari pada nilai Ci-nya.
Tabel 4.5. Hasil perhitungan Proporsi Saham Pembentuk Portofolio Optimal
Kod
e Emiten
ER
B
Ai Bi Ci Ketera
ngan
PTP
P
0,0
18144
4.92527
7413
271.46
05198
0.00
5697
WIK
A
0,0
16035
5.11041
57
318.69
85572
0.00
8481
AD
HI
0,0
14292
2.85408
3146
199.69
47924
0.00
932
SSI
A
0,0
12425
2.72255
9896
219.11
25538
0.00
9745
TOT
L
0,0
11082
3.30753
9282
298.44
91712
0.00
9955
C*
DGI
K
0,0
00239
0.03297
9327
138.19
55454
0.00
9296
Kode
Emiten
Zi Wi Wi(%)
PTPP
135.9512589 0.312444
31.24
WIKA 206.5395191 0.474671
47.46
ADHI 49.16731535 0.112997
11.29
57 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Sumber: Data diolah
Tabel ini merupakan hasil perhitungan untuk menentukan proporsi dari masing-
masing saham di dalam portofolio optimal. Nilai ini menunjukan terdapat proporsi
saham tertinggi yang didapat PT. Wijaya Karya Tbk sebesar 0,474671 dengan tingkat
persentase 47,46%. Sedangkan nilai dari proporsi saham yang terendah ialah PT. Surya
Semesta Tbk sebesar 0.049673 dengan tingkat persentase 4,96%. Hasil dari proporsi
saham telah di peroleh tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para investor
untuk menanamkan sejumlah dananya kedalam portofolio optimal.
Tabel 4.6. Hasil Perhitungn Expected Return Portofolio (E(Rp))
Sumber: Data diolah
SSIA 21.61400685 0.049673
4.96
TOTL 21.84955822 0.050215
5.02
Total 1 100
Nama
Emiten Wi Βi Βp Αi αp E(RM) E(Rp)
PTPP 0.3
12444
2.1
06804
1.9
15019
0.03
1429
0.
02511
0
.0059
0.0
36422
WI
KA
0.4
74671
1.7
29198
0.02
3163
0
.0059
AD
HI
0.1
12997
1.8
75605
0.02
1376
0
.0059
SSI
A
0.0
49673
2.3
42583
0.02
0918
0
.0059
TOT
L
0.0
50215
1.7
10728
0.01
6745
0
.0059
58 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Berdasarkan perhitungan expected return portofolio pada Tabel ini terlihat
bahwa saham-saham yang membentuk sebuah portofolio optimal memiliki nilai
0,036422.
Langkah terakhir adalah menghitung dari risiko portofolio ialah perkiraan
penyimpangan dari expected return. Tabel selanjutnya memperlihatkan hasil
perhitungan dari nilai risiko portofolio optimal.
Tabel 4. 7. Hasil perhitungan Risiko Portofolio Var (Rp)
Sumber: Data diolah
Dari hasil Tabel ini memperlihatkan bahwa nilai untuk risiko potofolio optimal
sebesar 0,010218. berdasarkan Tabel diatas nilai dari expected return portofolio E(Rp)
yang akan didapatkan oleh investor sebesar 0,036422, sedangkan untuk nilai risiko
portofolio yang akan ditaggu oleh investor jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
expected return portofolinya sebesar 0,010218.
Nama
Emiten Βp
Va
r(M)
Wi2*
Var(ei)
Var(
RP)
PTPP
1.91
5019
0.0
01686
0.0015
96198
0.010
218
WIK
A
0.0021
13948
ADH
I
0.0002
2493
SSIA 6.1797
6E-05
TOT
L
3.8835
7E-05
TOT
AL
0.0040
35709
59 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
4.2. Komposisi Portofolio Optimal Menggunakan Metode Indexing.
a. Menghitung tingkat keuntungan masing-masing saham (Ri)
Tingkat keuntungan saham berfluktuasi tergantung pada naik turunnya harga
saham dan besarnya pembagian dividen untuk tiap bulannya. Tingkat keuntungan
saham yang bertanda positif berarti saham tersebut dapat memberikan keuntungan bagi
pemilik saham, sedangkan yang bertanda negatif akan memberikan kerugian yang
disebabkan oleh turunnya harga saham.
b. Menghitung Expected Return, Variance, Standar Deviasi dan Kovarian saham.
Tabel 4.8. Expected Return, Variance, Standar Deviasi dan Kovarian masing-
masing saham.
Sumber: Data diolah
Dari keenam sampel dalam penelitian ini, saham yang memberikan tingkat
expected return paling tinggi adalah saham PTPP yaitu sebesar 0,0439, sedangkan
saham yang menghasilkan niali expected return terendah adalah saham DGIK yaitu
sebesar -0,0061. Pada penelitian ini terdapat lima sampe saham yang memiliki expected
return diatas rata-rata yaitu PTPP, SSIA, TOTL, ADHI, dan WIKA. Sementara saham
DGIK tidak dapat dimasukan kedalam list portofolio optimal dikarenakan nilai dari
Nama
Emiten
E(Ri
) Var(ei) Var(Ri)
PTPP
0.04
39
0.016350
9 0.023834
SSIA
0.03
48
0.025045
1
0.034296
9
TOTL
0.02
94
0.015401
7
0.023151
1
ADHI
0.03
25
0.017616
4
0.023547
2
WIKA
0.03
34
0.009382
3
0.014423
4
DGIK
0.00
61
0.021177
2
0.026111
126
60 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
expected return dibawah cut off point. Sedangkan Investor rasional tentunya akan
memilih saham yang menghasilkan expected return paling baik.
Tabel 4.9. Menetukan proporsi saham pada portofolio optimal (Wi)
Sumber: Data diolah
Tabel ini merupakan hasil perhitungan untuk menentukan proporsi dari masing-
masing saham di dalam portofolio optimal. Semua nilai pada proporsi saham
mengunakan strategi Indexing ini sama yaitu, sebesar 0,2 hal tersebut dikarenakan pada
strategi ini menganggap bahwa portofolio yang dibentuk berdasarkan indeks tertentu
mamapu menghasilkan expected return yang sesuai return market dengan tingkat
presentase sebesar 20%. Hasil ini akan bisa jadi bahan pertimbangan bagi typecal
investor yang tidak ingin terlalu direpotkan dengan kombinasi atau komposisi yang
cocok dalam pembentukan portofolio optimalnya.
Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Expected Return Portofolio (E(Rp))
Nama
Emiten Α Β Wi
α
(p) β (p)
E(
Rp)
PTPP
0.0
31429
2.10
6804 0.2
0.0
22726
2.039
632
0.0
34775
Nama
Emiten Wi ΣWi2
Wi2*Var
(ei)
PTPP 0.2 0.04
0.000654
036
SSIA 0.2 0.04
0.001001
804
TOTL 0.2 0.04
0.000616
066
ADHI 0.2 0.04
0.000704
655
WIKA 0.2 0.04
0.000375
292
TOTAL
10
0 0.2
0.003351
853
61 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
SSIA
0.0
20918
2.34
2583 0.2
TOTL
0.0
16745
2.14
3971 0.2
ADHI
0.0
21376
1.87
5605 0.2
WIKA
0.0
23163
1.72
9198 0.2
Sumber: Data diolah
Berdasarkan perhitungan expected return portofolio pada Tabel ini maka terlihat
bahwa saham-saham yang membentuk sebuah portofolio optimal memiliki nilai
0,034775.
Langkah terakhir adalah menghitung dari risiko portofolio ialah perkiraan
peyimpangan dari expected return. Tabel selanjutnya memperlihatkan hasil perhitungan
dari nilai risiko portofolio optimal.
Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Risiko Portofolio Var (Rp)
Sumber: Data diolah
Nama
Emiten
B(
p)
Var
(M)
Wi2*
Var(ei)
Va
r(Rp)
PTPP
2.0
39632
0.00
1686
0.0006
54036
0.0
10365
SSIA
0.0010
01804
TOTL
0.0006
16066
ADHI
0.0007
04655
WIKA
0.0003
75292
TOTA
L
0.0033
51853
62 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Dari hasil Tabel ini memperlihatkan bahwa nilai untuk risiko portofolio optimal
sebesar 0,010365. berdasarkan Tabel diatas nilai dari expected return portofolio E(Rp)
yang akan didapatkan oleh investor sebesar 0,034775, sedangkan untuk nilai risiko
portofolio yang akan ditaggu oleh investor jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
expected return portofolinya sebesar 0,010365.
4.3. Analisis Perbandingan Kinerja Portofolio Optimal
Setelah menganalisis saham dan memperoleh kandidat portofolio optimal, maka
langkah selanjutnya yang akan ditempuh dan dilakukan yaitu pengujian kinerja dari
metode Single Index Model dan Indexing menggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan
Jensen yang bertujuan untuk mendapatkan keakuratan portofolio optimal, serta
membandingkan hipotesis kinerja portofolio mana yang lebih baik.
Tabel 4.12. Perbandingan kinerja portofolio optimal dengan indeks Sharpe,
Treynor, Jensen
Sumber: Data diolah
Diketahui dengan Single Index Model menunjukkan angka 3,011513 yang
berarti kinerja portofolio optimalnya lebih baik bila dibandingkan metode Indexing yang
hanya menghasilkan niali yang lebih kecil sebesar 2.809877.
Pada tabel diatas dilihat bahwa metode Single Index Model dengan indeks
Traynor menunjukkan angka 0,016069 yang berarti kinerja portofolio saham aktif lebih
besar dari pada strategi pasif yang hanya mampu mengasilkan nilai sebesar 0.01428.
Pada tabel diatas memperlihatkan hasil dari indeks Jansen untuk metode Single
Index Model sebesar 0,030279 yang berarti memiliki kinerja portofolio yang lebih baik
dan optimal serta memiliki risiko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang
Perbandingan Sharpe
Treyno
r Jensen
Aktif
3.0115
13
0.0160
69
0.03027
9
Pasif
2.8098
77
0.0142
8
0.02859
9
63 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
diperoleh metode Indexing dengan nilai 0,028599 yang mengasilkan kinerja portofolio
optimal lebih rendah dari metode Single Index Model.
4.4. Uji Perbedaan (Uji Hipotesis)
Setelah menganalisis saham dan memperoleh kandidat portofolio optimal, maka
tahap selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis yang pertama dengan
membandingkan antara strategi aktif dan strategi pasif yang kemudian dilanjutkan
dengan membandingkan hasil dari indeks Sharpe pada strategi aktif dan pasif , indeks
Ternor pada strategi aktif dan pasif, dan indeks Jensen pada strategi aktif dan Pasif yang
menjadi portofolio optimal. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji
beda Mann Whitney.
Tabel 4.13. Data uji hipotesis
Sumber: Data diolah
Dengan penentuan Sig = 0,05, maka pengujian uji beda Mann Whitney adalah
sebagai berikut.
Perbandingan Sharpe
Treyno
r Jensen
Aktif
3.0115
13
0.0160
69
0.03027
9
Pasif
2.8098
77
0.0142
8
0.02859
9
64 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Tabel 4.14. Single Index Model dan Indexing
Test Statistics
Nilai Sig. (2-tailed) 0.513 > 0.05, maka Ho diterima. Sehingga dapat
disimpulkan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja portofolio optimal
berdasarkan strategi aktif maupun strategi pasif dengan menggunakan model Single
Index Model dengan menggunakan Indexing Model.
Dengan penentuan Sig = 0,05, maka pengujian uji beda Mann Whitney adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.15. Uji hipotesis Sharpe, Treynor, dan Jensen pada strategi aktif dan
pasif
Sumber: Data diolah
Jadi hasil dari perbandingan metode penggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan
Jensen dengan nilai Sig. (2-tailed) 0.256 > 0.05 (indeks Sharpe), nilai Sig. (2-tailed)
0.207 > 0.005 (indeks Treynor), dan nilai Sig. (2-tailed) 0.209 > 0.005 (indeks Jensen).
Sharpe,
Treynor,Jense
n
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 9.000
Z -.655
Asymp. Sig. (2-
tailed) .513
Exact Sig. [2*(1-
tailed Sig.)] .700
b
a. Grouping Variable: Aktif,Pasif
b. Not corrected for ties.
Sumber: Data diolah
65 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
Maka dapat disimpulkan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil dari
kinerja indeks Sharpe, Treynor, Jensen pada strategi aktif dan pasif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan serta pengolahan data menggunakan metode Single Index
Model pada perusahaan konstruksi terpilih 5 saham yang dapat dijadikan
kandidat portofolio optimal, yaitu PT. Adhi karya Tbk (ADHI), PT.
Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), PT. Surya Semesta Tbk (SSIA), PT.
Bangun Persada Tbk (TOTL), PT. Wijaya Karya Tbk (WIKA) didapatkan hasil
kinerja yang positif.
2. Dari hasil perhitungan serta pengolahan data menggunakan metode Indexing
dihasilkan 5 perusahaan konstruksi yang terpilih menjadi kandidat portofolio
optimal, Diantaranya PT. Adhi karya Tbk (ADHI), PT. Pembangunan
Perumahan Tbk (PTPP), PT. Surya Semesta Tbk (SSIA), PT. Bangun Persada
Tbk (TOTL), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Dalam pembentukan portofolio
optimal menggunakan metode Indexing tidak ada perhitungan yang baku untuk
membedakan metode ini dengan Single Index Model dikarenakan yang menjadi
benchmark pada metode ini adalah indeks yang telah terbuat berdasarkan
metode sebelumnya.
3. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan menguji kinerja portofolio optimal
menggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen diputuskan bahwa Ho
diterima Hi ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan untuk menilai kinerja portofolio optimal dalam menghasilkan
expected return saham antara strategi aktif menggunakan metode Single Index
Model dengan strategi pasif menggunakan metode Indexing.
66 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan dapat dikemukakan beberapa saran
yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Investor.
Untuk investor dan manajer investasi, hasil penelitian yang menujukan bahwa
strategi aktif lebih baik dibandingkan dengan strategi pasif dapat menjadi sebuah
refrensi positif bagi investor. Walaupun demikian, investor dan manajer
investasi yang bijak harus tetap memeperhitungkan biaya atas strategi tersebut,
karena strategi portofolio aktif memerlukan biaya yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan strategi portofolio pasif.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya.
Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memperluas lingkup
penelitiannya, yaitu:
a. Bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian selanjutnya, diharpkan
dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menentukan objek penelitian yang
lebih luas agar hasil yang didapatkan bisa lebih maksimal.
b. Untuk membandingkan kinerja portofolio strategi aktif dan pasif dengan
lebih objektif, sebaiknya mencoba perhitungan dengan metode yang lainya
seperti untuk strategi portofolio aktif dengan munggunakan metode rotasi
sektor, ataupun berdasarkan metode pemilihan saham namun menggunakan
pendekatan lainnya seperti CAPM atau CCM. Sedangkan untuk strategi
portofolio pasif dengan mencoba menggunakan metode Buy and Hold.
c. Agar memperoleh hasil yang lebih baik, disarankan sebaiknya melakukan
penelitian dengan periode yang lebih lama agar diperoleh hasil yang lebih
akurat.
67 Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Strategi Aktif dan Pasif Dalam
Menentukan Expected Return Pada Sektor Konstruksi yang Terdaftar di DES Pada
Tahun 2011-2015
DAFTAR PUSTAKA
Zubir, Zalmi (2013). Manajemen Portofolio Penerapannya Dalam Investasi Saham.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Ratnasari, zunita Efi (2014). Analisis Portofolio Optimal Pada perusahaan LQ45 di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu & Manajemen Vol. 3 No. 1.
Nuzula, Nila Firdausi, PhD (2010). Portofolio Efisien dan Portofolio Optimal. Jurnal
Ilmiah dan Riset Manajemen Vol. IX, No. V.
Tandelilin, Eduardus (2010). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.
Edisi Pertama. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Samsul, Mohamad (2006). Pasar Modal dan Manajemen Portofolio.
Penerbit Erlangga. Surabaya.
Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YPKN.
Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di
Jakarta
Arisman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Ihsan Utama dan Ratnawati Kusuma Jaya
Peneliti Pada Center For South East ASEAN Studies (CSEAS), Jakarta
ABSTRACT
This research is conducted to determine the extent of knowledge of muslim
consumers awareness on halal products and industry perception on halal certification.
The main objective of this research is to get information about a suitable institution that
muslim consumers needed and what the impact of halal logo to decision-making of the
muslim consumers.All of Muslim communities around the world have formed a potential
market segment due to their specific patterns in consuming a product. This consumption
pattern is based on the teachings of Islam , named Halal . In fact that Indonesia is the
biggest muslim population in the world with almost 90 percent of the all Indonesian
population, then the biggest Indonesian market is muslim consumers. Since the better
understanding on Islamic religion are increasingly, it makes muslim consumers become
more selective for consuming products. The research used non-probabilistic purposive
sampling method and distribute 100 questionnaire in Jakarta. The result of this
research showed that muslim consumers eager to know the validity of halal logo as
important information for halal product and convinced them before make decision to
buy.
Keywords : Consumer Behaviour, Halal Logo, Marketing Strategy, Halal Awareness
69 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengkonsumsi suatu produk terdapat berbagai pola khusus yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok konsumen, termasuk komunitas Muslim di
seluruh dunia. Dalam ajaran islam, tidak diperkenankan untuk mengkonsumsi produk-
produk dengan kandungan dan juga proses pengolahan yang tidak sesuai dengan ajaran
Syariat tersebut. Populasi masyarakat muslim yang tinggi telah membentuk segmen
pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka sehingga dengan adanya aturan
yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus hambatan dan kesempatan untuk
mengincar pasar khusus masyarakat Muslimin.
Masyarakat Muslim juga diajarkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang
oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan dalam ajaran Islam.
Oleh sebab itu, Ajaran tegas Syariat Islam membuat konsumen Muslim bukan menjadi
konsumen yang permissive dalam pola konsumsinya. Perilaku konsumsi masyarakat
Muslim dipengaruhi oleh identifikasi Halal dan Haram sebuah produk yang dimuat
dalam nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.
Sebanyak 86.1 persen dari populasi Indonesia adalah Muslim. Hal tersebut
membuat Indonesia menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yakni
202,867,000 atau setara dengan 13persen populasi muslim di Dunia (Mapping the
Global Muslim Population, 2009 dalam Abdul dkk, 2012). Hal tersebut membuat
masyarakat Muslim di Indonesia menjadi pasar potensial yang begitu besar. Sejalan
dengan pola konsumsi yang selektif, Indonesia sendiri memiliki sebuah Lembaga
Pengawasan dan Peredaran Obat dan Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-
MUI) yang memiliki tugas untuk mengawasi produk yang beredar di tengah
masyarakat. Hal ini dikarenakan menurut LPPOM-MUI, 63persen produk Indonesia
belum memiliki sertifikat halal (Bali International Consulting Group, 2011 dalam Abdul
dkk, 2012).
Produk yang memiliki sertifikat halal dan label halal merupakan produk yang
sesuai dengan Syariat atau ajaran Islam. Produk yang dibenarkan untuk dikonsumsi
menurut syariat Islam adalah bermutu, dan tidak membahayakan bagi kesehatan(
Simanjuntak & Muhammad Mardi, 2014) yang mana produk tersebut secara proses dan
kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh
70 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
ajaran agama Islam. Hal ini akan dinayatakan lulus dan mendapatkan sertifikasi halal
sehingga masyarakat Muslim aman dan diperkenankan untuk mengkonsumsi produk
tersebut.
Produk makanan dan minuman merupakan produk-produk yang mendapat
pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat.
Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan
meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk (high
involvement) berdasarkan kehalalan sebagai parameternya, sehingga akan ada produk
yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses
pemilihan tersebut. Halal menjadi salah satu isu terbatasnya produk-produk makanan
memasuki pasar masyarakat Muslim namun konsumen Muslim sendiripun memiliki
kesulitan dalam memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk dalam
kategori halal dan haram. Keterbatasan dalam melihat dan mengidentifikasi proses serta
kandungan makanan dan minuman maka lembaga seperti LPPOM-MUI hadir dengan
tujuan memudahkan masyarakat Muslim melakukan proses pemeriksaan kehalalan
terhadap suatu produk yang dikonsumsinya. Sebuah produk yang didaftarkan ke
LPPOM-MUI, selanjutnya akan diaudit keabsahan halal-nya. Jika produk terebut
mendapatkan sertifikasi dan label halal maka barrier nilai yang membatasi produk
dengan konsumen Muslim menjadi berkurang. Label halal memudahkan konsumen
Muslim memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, sehingga untuk
para pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah
makanan halal yang diwakili dengan label halal yang terdapat pada kemasannya.
Dalam era globalisasi, semakin banyak arus media informasi yang dapat
mempengaruhi pola konsumsi konsumen dewasa ini. Adanya label halal dalam suatu
produk memberikan info tersendiri bagi konsumen Muslim mengenai kandungan atau
unsur-unsur yang terdapat pada suatu produk yang telah diuji secara syariat, sehingga
menimbulkan kepercayaan tersendiri dalam mengkonsumsi produk tersebut.
Sebaliknya, label halal pada kemasan suatu produk juga ikut mempengaruhi perilaku
konsumen Muslim yang ragu jika mengkonsumsi sebuah produk tanpa ada label halal
pada kemasannya, karena dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang
(LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih
diragukan kehalalannya.
71 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Peraturan pelabelan halal sendiri dikeluarkan oleh Dirjen POM (Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
yang mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label
tambahan informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan tersebut.
Dengan demikian konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu
mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk. Sebagai masyarakat Muslim
yang memiliki aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, Indonesia telah
berusaha melindungi konsumen Muslim dari produk-produk yang tidak halal atau tidak
jelas kehalalannya (syubhat) yakni produk-produk makanan yang beredar luas dipasar.
Usaha Indonesia melalui LPOM MUI, dengan cara memberikan sertifikasi halal pada
produk-produk yang lolos audit meruapakan usaha agar masyarakat Muslim Indonesia
dapat mengkonsumsi produk dengan aman.
Sistem sukarela untuk di audit kehalalannya suatu produk oleh LPPOM-MUI
juga membuat tidak semua produk yang beredar di masyarakat telah jelas kehalalan dan
keharamannya. Oleh sebab itu, pada kenyataannya masih banyak produk yang beredar
di tengah masyarakat Indonesia yang belum memiliki sertifikat halal yang dibuktikan
dengan mencantumkan label halal pada kemasannya. Dengan demikian konsumen
Muslim akan dihadapkan pada pilihan produk-produk halal yang diwakili dengan label
halal yang ada pada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada
kemasannya. Hal tersebut menjadi sebuah pilihan pada konsumen tersendiri khususnya
para konsumen Muslim dalam membeli produk-produk yang berlabel halal atau tidak
dalam pilihan konsumsi sebuah produk.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
produk-produk halal sesuai ketentuan Syariah.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauhmana awareness konsumen terhadap produk halal;
Untuk mengetahui persepsi industri terhadap proses sertifikasi halal;
Untuk mendapatkan informasi lembaga apa yang cocok dibutuhkan
masyarakat untuk sertifikasi halal;
72 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Untuk mendapatkan informasi sejauhmana dampak logo halal terhadap
pengambilan keputusan membeli produk.
Mendapatkan informasi sejauhmana kalangan akademisi melihat efektivitas
logo hal sebagai dasar keputusan membeli suatu produk
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi konsumen mengenai:
Profil kesadaran konsumen (consumer awareness), confidence level,
perception terhadap logo halal
Preferensi konsumen dan industri terhadap bentuk badan yang mengelola
sertifikasi halal
Profil industri terhadap logo dan sertifikasi halal ( preferensi industri
terhadap lembaga sertifikasi halal, persepsi industri terhadap sertifikasi
halal, confidence level industri terhadap sertifikasi halal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kotler & Amstrong (2012) bahwa perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial dan personal sebagai berikut:: (a)
Faktor Kultural. Kultur merupakan faktor penentu yang dominan dari keinginan dan
perilaku seseorang. Setiap kultur terdiri dari subkultur yang menyediakan
identifikasi yang spesifik dan ssosialisasi dari setiap anggotanya. Subkultur
termasuk nasionalitas, agama, ras dan area geografi. Konsumen sebagai manusia
pada hakikatnya menunjukkan stratifikasi sosial yang berbentuk kelas sosial.
Contohnya terbagi atas kelas bawah, menengah dan atas. Karakteristik kelas sosial
terdiri dari : (1) setiap kelas sosial cenderung lebih sama dalan berpakaian, pola
bicara dan preferensi rekreasi, (2) orang diterima sebagai posisi inferior atau
superior menurut kelas sosial, (3) kelompok variabel, contohnya pekerjaan,
pendapatan, kesejahteraan, pendidikan dan orientasi nilai, (4) individu dapat naik
ataupun turun kelas sosial selama hidupnya. (b) Faktor Sosial. Faktor sosial seperti
kelompok referensi, keluarga dan peran dan status sosial mempengaruhi perilaku
pembelian. Kelompok referensi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu : (1)
kelompok primer yaitu kelompok yang berinteraksi terus menerus dan informal yaitu
73 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja ; (2) kelompok kedua, yaitu
kelompok yang tidak berinteraksi terus menerus dan cenderung lebih formal yaitu
seperti kelompok agama, profesi, persatuan usaha. Kelompok referensi memberikan
pengaruh dengan tiga cara yakni melalui perilaku dan gaya hidup baru,
mempengaruhi sikap dan konsep diri, serta menciptakan tekanan untuk kesesuain
yang mempengaruhi pemilihan produk dan brand. (c) Faktor Personal. Dalam faktor
personal, keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Termasuk di
sini adalah umur dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi,
kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai-nilai.
Cravens et al. (2002) menyatakan bahwa pemasaran merupakan variabel
dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi
konsumen. Variabel-variabelnya adalah : barang, harga, periklanan dan distribusi yang
mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.
Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk mengevaluasi
kesempatan utama dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan
dengan hubungan antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam
memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen,
persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.
Selanjutnya Cravens at al. (2002) menjelaskan bahwa strategi pemasaran
kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah
mengambil keputusan kemudian melakukan evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan
sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan
belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah seperti
evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalaman konsumsi secara langsung akan
berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. Umpan balik
mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi
konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak
menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi
tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan.
Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi
konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang.
Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi
74 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik. Strategi promosi
sebuah perusahaan digunakan untuk memposisikan diri mereka untuk melawan
kompetitor yang ada dalam menghadapi keinginan dan kebutuhan target pasar
Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi
pemasaran melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa
yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk
dalam manajemen pengembangan strategi. Pengambilan keputusan konsumen adalah
bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara pengambilan keputusan dan
keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan
keterlibatan kepentingan yang rendah ( Peter & Olson, 2010).
Zani et als. (2010) menjelaskan bahwa untuk memenuhi keinginan konsumen
yang kritis, produsen memberikan label yang telah mereka dapatkan dari lembaga yang
berwenang pada kemasan produk yang mereka keluarkan. Label digunakan sebagai
jaminan bahwa produk mereka layak untuk dikonsumsi.
Sertifikasi halal sebuah produk hingga saat ini bukan menjadi kewajiban
melainkan hanya sebuah kelengkapan. LPPOM-MUI menerbitkan 3.742 sertifikat halal
untuk 12.000 produk pangan. Padahal industri pangan di Indonesia mencapai lebih dari
satu juta, sekitar 2.000 di antaranya merupakan industri besar dan sisanya industri kecil
dan menengah ( Maulidia, 2013).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan sampel menggunakan metode non
probabilistik purpose sampling, yaitu responden yang dipilih telah ditentukan dari
wilayah Jakarta disebar sebanyak 100 kuesioner.
Estimated worst proportion : 3.5
Defined Margin Error (ME) : 5%
Defined Confidence Level of Interval with alpha 5persen : 95%
Margin Error (Me) for infinite population
……(3.1)
Equation for the minimum sample size …. (3.2)
96.11
)1(
n
PPMe
1)1( 2
22
ZMe
PPn
75 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
The minimum sample size (homogeny) : 95
Sample adjustment : 100
Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21.0
IV. HASIL DAN KESIMPULAN
4.1. Identitas Konsumen
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan survei terhadap 100 responden di wilayah Jakarta terbagi atas
responden laki-laki sebanyak 39 orang (39persen) dan perempuan sebanyak 61 orang
(61persen). Berikut disajikan profil responden berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 4.1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
39%61%Laki - Laki
Perempuan
b. Usia
Usia responden paling banyak pada rentang usia 19 – 25 tahun sebesar 38 persen
, diikuti responden dengan rentang usia 26 – 35 tahun sebesar 37persen dan responden
pada rentang usia 36 – 50 tahun sebesar 21persen. Rentang usia responden yang paling
sedikit adalah usia diatas 50 tahun hanya sebanyak 4persen. Profil usia responden ini
dapat dilihat pada table berikut.
76 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Tabel 4.1. Profil Usia Konsumen
Usia Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif
(persen)
19 – 25 tahun 38
26 – 35 tahun 37 75
36 – 50 tahun 21 96
> 50 tahun 4 100
100
c. Tingkat Pendidikan
Untuk tingkat pendidikan responden paling tinggi adalah lulusan SMA sebesar
55 persen , diikuti lulusan sarjana sebesar 26persen dan lulusan Diploma (D3) sebesar
11persen. Sedangkan lulusan pasca sarjana (S2) ada sebanyak 7persen dari populasi
responden dan hanya ada 1persen responden yang lulusan SD. Pada survey ini tidak ada
responden yang tidak lulus sekolah dan juga tidak ada yang lulusan SMP saja.
Gambaran profil tingkat pendidikan konsumen dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.2. Grafik Profil Tingkat Pendidikan Konsumen
77 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
d. Pengeluaran per Bulan
Secara umum, pengeluaran per bulan responden tertinggi setiap bulannya antara
satu juta hingga satu juta lima ratus ribu rupiah sebesar 32persen, lalu diikuti
pengeluaran sebesar lima ratus hingga tujuh ratus ribu rupiah sebesar 24persen,
kemudian responden dengan pengeluaran tujuh ratus ribu hingga satu juta rupiah
sebesar 16persen. Pengeluaran dua juta hingga tiga juta rupiah sebesar 12persen.
Sisanya adalah pengeluaran pada satu juta lima ratus ribu rupiah hingga dua juta rupiah
sebulan dan diatas tiga juta rupiah per bulan masing-masing sebesar 8persen. Tidak ada
responden dengan pengeluaran di bawah lima ratus ribu rupiah. Informasi selengkapnya
mengenai pendapatan keluarga sebulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Profil Pengeluaran Responden Per Bulan
Pengeluaran Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif
(persen)
=<500 ribu 0
500.001 – 700.000 24 24
700.001 – 1.000.000 16 40
1000.001 – 1.500.000 32 72
1.500.001 – 2.000.000 8 80
2.000.001 – 3.000.000 12 92
>3.000.000 8 100
100
4.2. Persepsi Konsumen
Teori komunikasi dalam pemasaran suatu produk diawali melalui pengenalan
produk, memahami produk yang bersangkutan, memutuskan pembelian kemudian
apabila merasa puas maka konsumen mempunyai kecenderungan untuk memilih produk
dengan atribut yang sama. Sedangkan pembelian kembali akan mengakibatkan pada
rekomendasi kepada konsumen-konsumen lain. Patut dipahami bahwa pembelian
kembali dan rekomendasi kepada konsumen adalah hasil kepuasan dan loyalitas
konsumen. Rekomendasi kepada konsumen dapat dalam bentuk ajakan, menceritakan
ataupun menyarankan kepada konsumen lain.
78 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Persepsi ataupun image merupakan kumpulan dari sejumlah asosiasi konsumen
terhadap produk. Sedangkan media terbentuknya asosiasi konsumen melalui proses
AIDA (awareness, interest, desire, action). Hal ini dimulai dari panca indra
pendengaran, mencari tahu, proses mempertimbangkan, proses membeli dan
merekomendasikan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.3. Proses AIDA
e. Mendengar
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa pembicaraan tentang kehalalan suatu produk merupakan hal yang lazim. Hal ini
diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).
Rata-rata responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan cenderung
setuju.
“Pembicaraan mengenai kehalalan/ketidakhalalan suatu produk hampir setiap
hari didengar” oleh 52persen responden yang diwawancara. Hal ini hampir dua kali
lipat dari reponden yang kurang setuju dan dan responden yang agak setuju dengan
pernyataan ini.” Pembicaraan mengenai halal/tidak halal merupakan hal yang
umum/lazim didengar oleh responden”, sebanyak 80persen responden setuju dengan
pernyataan ini. Sedangkan pernyataan bahwa para “responden sangat peduli dengan
perbincangan halal/tidak halal”, sebanyak 79persen responden setuju. Tidak hanya
responden secara individu yang setuju dengan perbincangan halal/tidak halal akan tetapi
juga lingkungan sekitar masing-masing responden yang diwawancara juga peduli
terhadap perbincangan halal/tidak halal dengan prosentase 56 persen responden yang
setuju dan 16 persen yang sangat setuju. Akan tetapi apa yang dirasakan dan dialami
oleh responden tidak berbanding lurus dengan ketersediaan informasi mengenai
kehalalan produk. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan “informasi tentang makanan
halal sangat informative” dengan persentase yang setuju sebesar 40persen, agak setuju
sebesar 27persen dan kurang setuju sebesar 20persen. Padahal `banyak responden
berpendapat “informasi halal sangat membantu dalam memilih produ” diindikasikan
dengan persentase responden yang setuju sebanyak 60persen dan yang sangat setuju
Mendengar Mengetahui Membeli Membeli
Kembali
Merekomendasikan
79 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
sebanyak 20persen, jauh lebih besar dibandingkan pernyataan responden yang kurang
setuju sebesar 12persen seperti terlihat pada gambar berikut
.
Gambar 4.4. Respon Responden Terhadap Kehalalan Produkdari Sisi Mendengar
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pembicaraan tentang halal/tidak halal hampir tiap hari
Adalah hal yang umum mendengar pembicaraan halal/tidak halal
Responden sangat peduli perbincangan halal/tidak halal
Lingkungan sekitar responden amat peduli tentang pembicaraan halal/tidak halal
Informasi tentang makanan halal adalah sangat informatif
Informasi tentang halal sangat membantu dalam memilih
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
f. Mengetahui
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa pengetahuan tentang kehalalan suatu produk merupakan satu hal wajib. Hal ini
diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).
Rata-rata responden memberikan respon skor 4.8 yang mengindikasikan cenderung
setuju seperti terlihat pada gambar berikut.
80 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.5. Respon Terhadap Kehalalan Produk Berdasarkan Pengetahuan
Konsumen
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah
Konsumen selain responden sangat mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah
Sebelum membeli responden selalu mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan
Sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan
Responden tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi halal dari lembaga resmi
Lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya
Responden perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan hasil survey dari seratus responden menyatakan bahwa responden
memiliki “pengetahuan batasan halal/haram berdasarkan shariah” sebesar 44 responden
sangat setuju dan 36 responden setuju. Begitupun pendapat para responden yang
disurvey, mereka meyakini bahwa konsumen-konsumen lain juga memiliki pengetahuan
batasan halal/haram berdasaarkan shariah sebanyak 40 responden yang setuju dan 32
responden agak setuju. Pernyataan bahwa “Sebelum membeli responden selalu
mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan”, sejumlah 40 responden sangat
setuju dan 48 responden setuju dengan pernyataan ini. Satu hal yang menarik ternyata
“sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan”
dengan 36 responden sangat setuju dan 40 responden setuju Hal ini mengindikasikan
bahwa konsumen bersikap aktif sebelum mengkonsumsi produk halal. Selain itu bisa
diartikan bahwa informasi kehalalan suatu produk tidak tersedia dengan jelas. Hal ini
diwakili oleh jawaban 4 responden yang sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
81 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
“Responden juga tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi
halal dari lembaga resmi” yang dibuktikan dengan jawaban responden yang setuju
sebanyak 68 persen walaupun ada juga yang masih menyangsikannya karena ada
4persen responden yang kurang setuju. Sebagian besar responden meyakini bahwa
“lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya” dimana
44persen setuju dengan pernyataan ini. Akan tetapi persentase yang tidak setuju cukup
di luar dugaan karena di representasikan oleh 12persen responden dan 16persen
responden yang kurang setuju. Hanya saja 20persen responden yang tampak ragu-ragu
dengan pernyataan ini. Hal ini mengindikasikan bahwa lembaga sertifikasi harus
memperbaiki kualitasnya dan meningkatkan intensitas komunikasi kepada konsumen
akhir. Bahkan responden merasa bahwa “perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang
saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal” yang diwakili oleh 28persen
responden sangat setuju dengan pernyataan ini, 36persen responden yang setuju dan
24persen yang agak setuju. Hal ini sudah merepresentasikan 88persen responden yang
merasa harus aktif meyakini kehalalan suatu produk walaupun telah disertifikasi halal
g. Membeli
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.3 yang mengindikasikan cenderung setuju seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
82 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.6. Respon Pembelian Produk Halal
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal
Responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal
Responden yakin sebagian makanan yang dijual di pasaran halal
Responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang yang halal/tidak halal
Saat membeli makanan responden selalu memperhatikan label/logo halal
Saat membeli makanan orang lain juga selalu memperhatikan label/logo halal pada produk
Responden yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui proses sertifikasi halal
Label/Logo halal sangat membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, pernyataan bahwa “responden
meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal” dijawab oleh
48persen responden yang setuju dan 16persen responden sangat setuju. Akan tetapi
pernyataan bahwa “responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal” hanya
16persen responden yang setuju dan 12 persen yang sangat setuju, selebihnya 20persen
responden agak setuju dan 28persen responden kurang setuju. Bahkan terdapat 16persen
responden yang sangat tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa peredaran produk-
produk tidak halal cukup besar di pasaran dan hal ini diketahui dengan baik oleh para
responden. Sebagai tindakan selanjutnya perlu dipikirkan apakah produk-produk halal
ini perlu dilokalisasi di market-market tertentu atau perlu dibatasi peredarannya. Pada
faktanya lembaga sertifikasi tidak efektif untuk membatasi peredaran dari produk tidak
halal. Sedangkan untuk pernyataan “Responden yakin sebagian makanan yang dijual di
pasaran halal” sebanyak 44persen responden setuju, 20persen kurang setuju dan
16persen responden tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa para responden hanya
mengetahui dan memahami bahwa produk-produk yang dijual di pasaran tidak
semuanya halal. Untuk keamanan dan kenyamanan consumen dalam pengaturan dan
83 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
penataan produk-produk tidak halal juga perlu diperhatikan. Oleh sebab itu pernyataan
bahwa “responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang
yang halal/tidak halal” yang dijawab dengan hanya 24persen responden yang setuju
perlu diperhatikan dampaknya. Bahkan cukup banyak konsumen yang tidak yakin
bahwa penjual telah mengatur dan menata produk halal/tidak halal yang ditunjukkan
dengan 16persen responden yang kurang setuju, 12persen tidak setuju dan 8persen
responden sangat tidak setuju dengan pernyataan sebelum ini. Untungnya konsumen
dalam survey ini termasuk yang pro aktif dalam menganalisa halal/tidak halal produk.
Hal ini dibuktikan dengan pernyataan pada “saat membeli makanan responden selalu
memperhatikan label/logo halal” sebesar 40persen responden sangat setuju dan
56persen setuju. Responden juga meyakini bahwa “orang lain sekitar mereka juga
memperhatikan label/logo halal” yang dibuktikan dengan 48persen responden setuju,
20persen agak setuju dan hanya 8persen responden yang tidak setuju. Proses sertifikasi
halal sendiri merupakan satu hal penting akan tetapi hanya 36persen responden yang
setuju terhadap pernyataan “yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui
proses sertifikasi halal” 24persen responden agak setuju dan 20persen responden
kurang setuju. Bahkan ada 8persen yang sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden tidak benar-benar yakin dengan proses sertifikasi yang
telah dijalankan lembaga sertifikasi. Pernyataan dengan “label/Logo halal sangat
membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan” sangat disepakati oleh para
responden, tercermin dengan 24persen responden sangat setuju dan 60persen setuju.
Hanya 12persen responden yang kurang setuju. Hal ini mengidikasikan bahwa
label/logo halal masih merupakan pedoman penting bagi konsumen dalam memilih
produk halal.
h. Membeli Kembali
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.1 yang mengindikasikan agak setuju seperti
ditunjukkan oleh gambar berikut.
84 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.7. Pembelian kembali Terhadap Produk Halal
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label halal saja
Sepengetahuan responden, teman-temannya juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja
Responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja
Pembeli yang memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 70persen responden
setuju dengan pernyataan “pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label
halal saja” 11persen agak setuju dan 11persen responden kurang setuju dengan
pernyataan tersebut. Sedangkan pernyataan “sepengetahuan responden, teman-temannya
juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja” sebanyak 16persen
responden sangat setuju, 48persen setuju dan 24persen responden agak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumen sangat memperhatikan label halal dalam pembelian
ulang produk-produk pilihan konsumen. Pada saat di-counter dengan pernyataan
“responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja”
sebanyak 32persen responden sangat tidak setuju dan 36persen tidak setuju dengan
pernyataan tersebut. Hal ini semakin menguatkan kedua pernyataan sebelumnya bahwa
untuk pembelian kedua, ketiga dan seterusnya konsumen akan tetap membeli produk
makanan dengan label halal. Satu hal menarik mengenai pernyataan “pembeli yang
memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak” sebanyak
25persen responden sangat setuju, 47persen setuju dan 20persen responden agak setuju
85 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
yang mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengetahuan konsumen terhadap peran
label halal yang tertera semakin tinggi.
i. Merekomendasikan
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan setuju seperti terlihat
pada table berikut ini.
Gambar 4.8. Tingkat Respon Konsumen Dalam Merekomendasikan Pembelian
Produk Halal.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden akan memberitahu teman-teman dekatbila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label
halal
Responden akan memberitahu teman-teman dekat saya bila menemukan produk makanan tanpa label halal
Teman-teman biasanya akan memberitahu bila menemukan makanan tanpa label halal
Aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah berlabel halal
Pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal
Pihak-pihak terkait sudah berperan aktif pencantuman label halal
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 60persen responden
setuju dan 28persen sangat setuju bahwa “mereka akan memberitahu teman-teman dekat
bila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label halal” dan “mereka akan
memberitahu teman-teman dekatnya bila menemukan produk makanan tanpa label
halal” dengan persentase responden yang lebih besar 44persen sangat setuju dan
36persen setuju akan hal ini. Dalam kehidupan sehari-haripun komunikasi verbal dari
mulut ke mulut (word of mouth) tentang keberadaan label halal ini juga terjadi seperti
86 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
pada pernyataan “biasanya teman-teman akan memberitahu bila menemukan makanan
tanpa label halal” sebanyak 24persen responden sangat setuju dan 32persen setuju.
Hanya 16persen yang kurang setuju, kemungkinan direpresentasikan responden yang
tidak mempunyai pengalaman hal ini. Sementara itu 48persen responden setuju dan
24persen responden untuk “aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah
berlabel halal”. Akan tetapi hal yang patut yang tidak mendukung pentingnya label
halal, bahwa “pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal”
sebanyak 28persen responden kurang setuju, 4persen tidak setuju dan 4persen sangat
tidak setuju, Sedangkan responden mendukung pernyataan tersebut ada 16persen yang
sangat setuju dan 28 persen yang setuju. Untuk saat ini “pihak-pihak terkait sudah
berperan aktif pencantuman label halal” pernyataan ini disetujui oleh 40persen
responden dan hanya 4persen yang bertolak belakang atau sangat tidak setuju. Sebanyak
28persen responden kurang setuju dan bersikap moderat dengan perkembangan ini.
4.3. Image Lembaga Sertifikasi
a. Image Terhadap Majelis Ulama (MUI)
Hasil survey responden terhadap image MUI sebagai lembaga sertifikasi halal,
dengan jawaban lebih dari satu pernyataan, menunjukkan bahwa 16 persen responden
mengatakan bahwa MUI identik dengan “Islam”, 14 persen responden berpendapat
MUI “terpercaya”, 13 persen responden berpendapat MUI “aman” dan merupakan
“jaminan” halal. Akan tetapi sebanyak 12 persen responden berpendapat MUI hanya
sebagai “lembaga stempel”. Sebanyak 10 persen responden mengatakan MUI
“kredibel”. Akan tetapi 4persen responden berpendapat kalau “tidak ada efek” dari
lembaga sertifikasi MUI, “biaya siluman”, “hanya logo” dan “tidak fair”. Bahkan image
MUI juga “membingungkan”, pendapat dari 3persen responden serta 2persen responden
mengatakan bahwa MUI identik dengan “monopoli”. Image terhadap lembaga MUI ini
diperlihatkan pada gambar berikut ini.
87 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.9. Image Responden Terhadap Lembaga MUI
b. Image Terhadap Kementerian Agama
Hasil survey responden terhadap image Kementerian Agama sebagai lembaga
sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak 16 persen
responden mengatakan bahwa image Kementerian Agama adalah “kredible”, 12 persen
responden berpendapat Kementerian Agama hanya “lembaga stempel”, 11 persen
responden berpendapat Kementerian Agama “terpercaya” akan tetapi 10 persen
berpendapat “tidak fair”. Sebanyak 9 persen mengatakan “aman”. Responden sebanyak
8persen mengatakan Kementerian Agama “monopoli” dan “hanya logo”. Sebanyak
7persen responden berpendapat kalau Kementerian Agama sebagai lembaga sertifikasi
“tidak ada efek” tetapi ada juga responden yang mengatakan merupakan “jaminan” dan
“Islam”. Sebanyak 4persen mengatakan image Kementerian Agama “membingungkan”
dan 2persen mengatakan image Kementerian Agama “biaya siluman”. Pernyataan ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
88 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.10. Image Responden Terhadap Kementerian Agama Mengenai
Sertifikasi Halal.
c. Image Kementerian Perindustrian
Sedangkan hasil survey responden terhadap image Kementerian Perindustrian
sebagai lembaga sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak
19persen responden mengatakan image Kementerian Perindustrian adalah “biaya
siluman”, 17persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian
“membingungkan”, 14persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian
“monopoli” dan “hanya logo” serta “tidak efek”. Sebanyak 13persen responden
mengatakan Kementerian Perindustrian “tidak fair”. Sebanyak 4persen responden
berpendapat Kementerian Perindustrian merupakan “jaminan”, 3persen mengatakan
image Kementerian Perindustrian “aman”. Bahkan 2persen responden juga berpendapat
image Kementerian Perindustrian itu “lembaga stempel” walaupun ada yang bilang
“kredibel”. Tidak ada satupun responden yang menyatakan image Kementerian
Perindustrian “terpercaya” ataupun “Islam.
89 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.11. Image Responden Terhadap Kementerian Perindustrian Mengenai
Sertifikasi Halal.
4.4. Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal
Berdasarkan survei terhadap harapan dan keinginan konsumen terhadap lembaga
sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebesar 10.4persen
responden berharap produk makanan yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal
“terjamin kehalalannya”, 10.2persen berharap lembaga sertifikasi halal memberikan
“kenyamanan konsumen”, 9.5persen konsumen berharap “program sertifikasi halal
bersifat harus dilakukan”, 8.8persen responden berharap produk halal yang telah
disertifikasi benar-benar “jelas halalnya”, 8.4persen responden berharap produk
makanan melalui lembaga sertifikasi halal “benar-benar teruji kehalalannya”, 7.2persen
responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan kehalalan
restauran”, 6.9persen responden berharap lembaga sertifikasi “membuat logo halal yang
sulit dipalsukan”, 5.9persen responden berharap lembaga sertifikasi memberikan “lebih
banyak lagi produk yang berlabel halal” dan 5.8persen responden berharap lembaga
sertifikasi halal dapat memastikan “produk luar negeri harus ada logo halal”. Sebanyak
5.3persen responden berharap semua yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal
“telah melingkup semua produk sehari-hari”. Selanjutnya 4.5persen responden berharap
“ada informasi resmi dari pemerintah” tentang lembaga sertifikasi halal yang sahih dan
4.1persen responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan
kembali halalnya”. Sebanyak 3persen responden berharap bahwa produk halal dari
90 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
lembaga sertifikasi “harus melalui proses penelitian” dan 2.6persen responden
menginginkan adanya “sosialisasi” dari lembaga sertifikasi. Sejumlah 2.4persen
responden berharap bahwa “obat-obatan juga harus ada logo halal”. Sebanyak 1.6persen
responden berharap lembaga sertifikasi halal itu “kredibel” dan “akurat (tidak hanya
sekerdar logo)”. Sebanyak 1.1persen konsumen juga menginginkan “produk halal
semakin murah” dan juga 0.6persen responden berharap “produk kalengan harus ada
logo halal”. Harapan dan keinginan tersebut diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 4.12. Harapan dan Keinginan Konsumen terhadap Lembaga Sertifikasi
Halal.
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%
Produk kalengan harus ada logo halal
Produk halal semakin murah
Akurat (tidak sekedar logo)
Kredibel
Obat-obatan harus ada logo halal
Sosialisasi
Harus melalui proses penelitian
Pengecekan kembali halalnya
Ada informasi resmi dari pemerintah
Telah melingkup semua produk sehari-hari
Produk luar negeri harus ada logo halal
Lebih banyak lagi produk yang berlabel halal
Pembuatan logo halal yang sulit dipalsukan
Pengecekan kehalalan restoran
Benar-benar teruji kehalalannya
Jelas halalnya
Program sertifikasi halal harus dilakukan
Kenyamanan konsumen
Terjamin kehalalannya
Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal
91 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai persepsi halal/tidak halal yang
ditangkap oleh konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu mengenai
produk halal dan lembaga sertifikasi halal.
Beberapa kesimpulan mengenai produk halal, yaitu:
1. Bahwa pembicaraan halal/tidak halal sudah jamak didengar oleh konsumen dan
konsumen juga sangat menyadari perlunya informasi halal yang valid
2. Logo halal merupakan salah satu informasi penting yang menunjukkan kehalalan
suatu produk dan hal ini diyakini oleh para konsumen
3. Para konsumen bersikap pro aktif dan saling merekomendasikan bila ditemukan
produk-produk non halal kepada rekan-rekannya
4. Konsumen agak ragu-ragu dan tidak begitu yakin mengenai
pembagian/pengaturan produk halal dan non halal yang ada di pasaran saat ini
5. Para konsumen berharap semua produk harus terjamin kehalalannya, salah
satunya adalah logo halal yang sulit dipalsukan
Beberapa kesimpulan mengenai lembaga sertifikasi halal, yaitu:
1. Para konsumen setuju bahwa semua produk telah melalui proses sertifikasi halal
2. Tidak sepenuhnya konsumen menyatakan bahwa lembaga sertifikasi halal
sekarang ini kredibel, ada beberapa konsumen yang meragukan kredibilitas
lembaga sertifikasi
3. Konsumen tidak sepenuhnya yakin bahwa pihak-pihak yang terkait
memperhatikan pentingnya label halal dan berperan aktif dalam pencantuman
label halal
4. Persepsi positif dari lembaga sertifikasi MUI yang ditangkap oleh konsumen
adalah terpercaya, sepenuhnya Islam dan kredibel
5. Persepsi negatif dari lembaga sertifikasi MUI seperti hanya lembaga stempel,
membingungkan, monopoli dan lain sebagainya
6. Sedangkan apabila lembaga sertifikasi halal dilakukan kepada Kementerian
Perindustrian, beberapa persepsi dominan yang muncul adalah tentang biaya
siluman, membingungkan, monopoli dan lain sebagainya
92 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
7. Kementerian agama memiliki persepsi yang hampir sama dengan MUI sebagai
lembaga sertifikasi
5.2. Saran
1. Berkaitan dengan produk dengan label halal diharapkan lembaga sertifikasi
halal dapat memberikan informasi yang jelas terkait kehalalan suatu produk.
2. Otoritas sertifikasi halal yang selama ini dilakukan oleh MUI sudah baik,tapi
akan lebih baik apabila ada lembaga sertifikasi lain yang bisa menjadi pilihan
konsumen untuk melakukan sertifikasi halal
3. Pemerintah perlu memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan
sertifikasi halal dengan pertimbangan terjadinya persaingan yang akan
berdampak terhadap kualitas pelayanan sertifikasi halal terhadap konsumen.
4. Diperlukan sosialisasi tentang label halal yang tidak hanya untuk industri
makanan dan minuman, tetapi juga di industri lain seperti industri kecantikan
dan industri obat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, dkk. (2012). “Indonesian Small Medium Enterprise (SMEs) and Perceptions on
Halal Food Certification”. African Journal of Business Management. Department
of Management and Marketing, Faculty of Economics and Management,
Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia and Department of Accounting,
Faculty of Economics, Universitas Islam Indonesia, Condong Catur Depok
Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Cravens, W.D (2000) . Strategic Marketing . (6th edition) . Boston : Mcgraw-Hill
Cravens, W D, Charles, W. L . & Crittenden, V . (2002) . Strategic Marketing
Management Cases . (7th edition). Boston: Mcgraw-Hill, inc.
Kotler, Philip and Gerry Amstrong. (2012). Principle of Marketing 14th
Ed. New
Jersey, USA: Pearson Prentice Hall
Malhotra, Ares K. (2004), Marketing Research and Applied Orientation, Prentice Hall
Education, 4th
Ed, New Jersey, NJ
93 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Maulidia, Rahmah, “Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen”,
Journal Justitia Islamica, Vol. 10/No. 2/Juli-Des. 2013
Peter J. Paul and Olson Jerry C. (2010). Consumer Behaviour and Marketing Strategy
9th
ed. New York, USA: Mc Graw Hill
Simanjuntak, Megawati dan Muhammad Mardi. (2014). “The Effects of Knowledge,
Religiosity Value, and Attitude on Halal Label Reading Behavior of
Undergraduate Students”. ASEAN Marketing Journal. Vol.VI-No.2.
Zani, Ade Vera Rosidta Zani dkk. (2010). Analisis Pengaruh Label Halal dan Aman
Produk Pangan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Di Malang. Malang:
Universitas Brawijaya.
ISSN 1907 - 3429