30
MAKALAH “URGENSI MEMPELAJARI BAHASA HUKUM INDONESIA SERTA SISTEMATIKA PENGGUNAANNYA” Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Hukum Disusun Oleh : Mohammad Syarifuddin Al Mubarok (14-23873) SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH) SUNAN GIRI i

Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

  • Upload
    udin

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

URGENSI MEMPELAJARI BAHASA HUKUM INDONESIA SERTA SISTEMATIKA PENGGUNAANNYA

Citation preview

Page 1: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

MAKALAH

“URGENSI MEMPELAJARI BAHASA HUKUM

INDONESIA SERTA SISTEMATIKA

PENGGUNAANNYA”

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Bahasa Indonesia Hukum

Disusun Oleh :

Mohammad Syarifuddin Al Mubarok (14-23873)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)

SUNAN GIRI

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM STRATA SATU (S-1)

MALANG

i

Page 2: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat yang

tidak pernah putus dan selalu diberikan kepada setiap hambanya. Makalah

sederhana ini merupakan salah satu tugas yang penulis buat guna memenuhi tugas

mata kuliah Bahasa Indonesia Hukum yang diampu oleh Dra. Erlianti, SH. MH

Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih banyak kepada :

Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril

maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini , Dosen Mata

kuliah Hukum serta rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dan dorongan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Besar harapan penulis untuk dapat memahami penggunaan bahasa

indonesia hukum secara baik dan benar. Akhir, penulis menyadari tulisan ini

memiliki banyak kekurangan, karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang

konstruktif dari pembaca demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat

tulisan ini sebagai referensi.

Malang, 09 Februari 2015

Penulis

ii

Page 3: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

A. Pendahuluan..................................................................................... 1

B. Bahasa Hukum Indonesia ................................................................ 3

C. Urgensi Bahasa Hukum Indonesia Sebagai Bahasa Tulis Ilmiah.... 5

D. Pemakaian Ejaan dan Tanda Baca................................................... 7

E. Penutup............................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

A. Pendahuluan

Bahasa memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan

umat manusia, dalam berkomunikasi sejak jaman dahulu hingga kini manusia

menggunakan bahasa. Hanya dengan bahasa dan melalui bahasa proses

pengenalan dan proses komunikasi dapat berlangsung. Bahasa Indonesia

pertama kali diikrarkan sebagai bahasa nasional dalam Kongres Pemuda 28

Oktober 1928.  Alasan yang mendukung pengikraran itu di antaranya adalah

bahasa Indonesia telah dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad

sebelumnya di seluruh kawasan Nusantara. Kedudukannya makin kuat

manakala bahasa Indonesia dijadikan bahasa negara dan bahasa resmi negara

Indonesia di dalam Pasal 36 UUD 1945 (Sugono, 2009). Meskipun sudah

menjadi  bahasa negara, bagi hampir  sebagian orang di Indonesia bahasa

Indonesia bukan merupakan bahasa ibu, melainkan bahasa kedua yang hanya

dipelajari di bangku sekolah.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa negara Indonesia adalah

negara hukum, yang sangat menjunjung tinggi demokrasi, tentunya peraturan

undang-undang tidaklah asing untuk di dengar, bahkan di negara islam

sekalipun seperti Arab, juga berdasarkan hukum hanya saja hukum di negara

ini berasal dari hukum Islam. Sehingga penting sekali menguasai bahasa

hukum ITU SENDIRI, KHUSUSNYA BAHASA Indonesia yang menjadi

bahasa nasional kita.

Dalam pemakaiannya dalam masyarakat, muncul berbagai ragam

atau variasi bahasa Indonesia. Variasi bahasa yang timbul menurut situasi dan

fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut dinamakan ragam bahasa

(Kridalaksana, 1984). Ragam bahasa dikelompokkan menjadi ragam bahasa

formal/resmi dan tidak formal/tidak resmi. Ragam bahasa yang oleh

penuturnya dianggap berprestise tinggi dan  digunakan oleh kalangan terdidik

disebut ragam bahasa baku/formal.

iv

Page 5: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

Hukum DM (Diterangkan-Menerangkan) adalah istilah yang mula-

mula dimunculkan oleh almarhum Sutan Takdir Alisjahbana (STA). Hukum

DM itu sendiri memang merupakan salah satu sifat utama bahasa Indonesia

(BI). Sebuah frasa, terdiri atas unsur utama yang diikuti oleh unsur penjelas.

Ada juga bentuk susunan sebaliknya yaitu MD, tetapi jumlahnya agak

terbatas. Konstituen pembentuk frasa itu pun bermacam-macam, boleh nomina

(N), verba (V), adjektiva (Ad), pronomina (Pron), dan sebagainya. Kita lihat

contoh berikut ini:

NN : kandang kuda

NAdv : anak kemarin

NPron : anak saya

NfrPrep : rumah di bukit

Nad : rumah besar

VAdv : pergi lama

Npron : anak itu

NV : rumah makan

Perhatikanlah dengan baik kata pertama (yang diterangkan) maupun

kata kedua (yang menerangkan) dapat terdiri dari kelas kata apa saja: nomina,

verba, dan sebagainya. Juga bukan terdiri atas kata-kata sederhana (simple

word), namun dapat juga atas kata-kata turunan (complex words). Misalnya,

pertimbangkan hati nurani, ketenangan pikiran, kesederhanaan, dan

penampilan.

Konstituen menerangkan yang terdiri atas adverbia, frasa preposisi,

dan numeralia terletak mendahului konstituen utama yang diterangkannya.

Misalnya: belum dewasa, sudah pergi, di pasar, dari sekolah, lima anak, tiga

buah patung. Arti atau makna yang ditimbulkan oleh paduan kedua unsur frasa

itu dapat bermacam-macam seperti terlihat pada contoh-contoh berikut.

NV : rumah makan, kamar tidur (untuk tempat)

NAd : rumah baru, rumah sederhana (bersifat)

NN : padang pasir (yang tediri dari), buku bacaan (untuk di)

VAd : makan besar, tidur nyenyak (bersifat)

v

Page 6: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

AdAd : biru muda, hitam manis (bersifat)

NumN : lima hari, seratus orang (menyatakan jumlah) dsb.

Melihat contoh-contoh di atas, bahwa dalam membentuk frasa, kita

pada umumnya menyusunnya seperti itu, yaitu pokok, yang utama, yang

diterangkan kita letakkan di depan, sedangkan keterangan atau penjelasannya

kita letakkan sesudah unsur pokok itu. Inilah yang ditonjolkan oleh istilah

Hukum DM itu.

Di sinilah kita lihat perbedaan antara bahasa Indonesia (juga bahasa-

bahasa lain yang termasuk rumpun Austronesia) dengan bahasa yang

tergolong dalam rumpun Indo-German seperti bahasa Belanda dan bahasa

Inggris. Dalam bahasa-bahasa itu susunannya adalah MD, yaitu konstituen

penjelasnya.

Misalnya, schoolbuilding (Inggris) `bangunan sekolah`,

gouverneurkantoor (Belanda) `kantor gubernur`. Ada pula yang menanyakan

apakah seorang wanita yang menjadi dokter disebut wanita dokter wanita?

Perhatikan: wanita dokter ialah `wanita yang menjadi dokter`, sedangkan

dokter wanita ialah `dokter yang keahliannya ialah penyakit-penyakit yang

diderita oleh wanita`; bandingkan dengan dokter anak, dokter kandungan,

wanita pencuri ialah `wanita yang suka mencuri`, sedangkan pencuri wanita

ialah `orang (laki-laki atau perempuan) yang mencuri wanita`; bandingkan

dengan wanita penipu dan penipu wanita.

B. Bahasa Hukum Indonesia

Ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang hukum

disebut bahasa hukum Indonesia. Menurut Mahadi (1983:215), bahasa

hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya

khas dalam dunia hukum. Perhatian yang besar terhadap pemakaian bahasa

hukum Indonesia sudah dimulai sejak diadakan Kongres Bahasa Indonesia II

tanggal 28 Oktober –2 November 1954 di Medan. Bahkan, dua puluh tahun

kemudian, tahun 1974, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)

menyelenggarakan simposium bahasa dan hukum di kota yang sama, Medan.

vi

Page 7: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

Simposium tahun 1974 tersebut menghasilkan empat konstatasi berikut

(Mahadi dan Ahmad 1979 dalam Sudjiman 1999).

1. Bahasa Hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yang

dipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyai

karakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum Indonesia haruslah

memenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa Indonesia.

2. Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,

serta gayanya.

3. BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang

penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat

estetika.

4. Simposium melihat adanya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum

yang sekarang dipergunakan, khususnya di dalam semantik kata, bentuk,

dan komposisi kalimat.

Terungkapnya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum, seperti

terdapat dalam  konstatasi keempat di atas, yang  tercermin dalam penulisan

dokumen-dokumen hukum dapat ditelusuri dari sejarahnya. Sejarah

membuktikan bahwa bahasa hukum Indonesia, terutama bahasa undang-

undang, merupakan produk orang Belanda. Pakar hukum Indonesia saat itu

banyak belajar ke negeri Belanda karena hukum Indonesia mengacu pada

hukum Belanda. Para pakar banyak menerjemahkan langsung pengetahuan

dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengindahkan struktur

bahasa Indonesia (Adiwidjaja dan Lilis Hartini 1999:1—2). Di samping itu, 

ahli hukum pada masa itu lebih mengenal bahasa Belanda daripada bahasa

asing lainnya (Inggris, Perancis, atau Jerman) karena bahasa Belanda wajib

dipelajari, sedangkan bahasa Indonesia tidak tercantum di dalam kurikulum

sekolah (Sudjiman 1999).

Menurut Mahadi (1979:31), hukum mengandung aturan-aturan,

konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh penguasa

pembuat hukum untuk (a) disampaikan kepada masyarakat (b)

dipahami/disadari maksudnya, dan (c) dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagai

sarana komunikasi, bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukum

vii

Page 8: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

sulit dipahami oleh masyarakat awam. Pemakaian bahasa Indonesia dalam

bidang hukum masih perlu disempurnakan (Mahadi 1979:39). Banyak istilah

asing (Belanda atau Inggris) yang kurang dipahami maknanya dan belum

konsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang dan berbelit-belit (lihat

Mahadi 1979).

Senada dengan Mahadi, Harkrisnowo (2007) menambahkan bahwa

kalangan hukum cenderung (a) merumuskan atau menguraikan sesuatu dalam

kalimat yang panjang dengan anak kalimat; (b) menggunakan istilah khusus

hukum tanpa penjelasan; (c) menggunakan istilah ganda atau samar-samar; (d)

menggunakan istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasa

Indonesia; (e) enggan bergeser dari format yang ada (misalnya dalam akta

notaris). Hal-hal tersebut menempatkannya dalam dunia tersendiri seakan

terlepas dari dunia bahasa Indonesia umumnya. Tidak heran jika dokumen

hukum, seperti peraturan perundang-undangan, surat edaran lembaga, surat

perjanjian, akta notaris, putusan pengadilan, dan berita acara pemeriksaan,

sulit dipahami masyarakat awam. 

Akan tetapi, sebagian orang menganggap semua itu merupakan

karakteristik bahasa hukum dalam hal kekhususan istilah, kekhususan

komposisi, dan kekhususan gaya bahasa. Meskipun diakui bahasa hukum

Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dalam hal istilah, komposisi, dan

gaya bahasanya, bukan berarti hanya dapat dimengerti oleh ahli hukum atau

orang-orang yang berkecimpung di dalam hukum (Natabaya 2000:301).

Bahkan, sebetulnya di kalangan praktisi hukum sendiri masih timbul

perbedaan penafsiran terhadap bahasa hukum (lihat Murniah 2007). Begitu

penting peran bahasa dalam pembuatan dokumen hukum ditekankan pula oleh

Suryomurcito (2009). Ia mengatakan bahwa banyak layanan produk hukum

yang berbasis bahasa, seperti korespondensi dengan klien atau dengan ditjen

HKI, surat teguran/somasi, iklan peringatan, laporan polisi, gugatan,

permohonan pendaftaran (merek, hak cipta, paten, dan sebagainya), dan

penerjemahan jenis barang/jasa, draf perjanjian.  

Jika bahasa hukum membingungkan masyarakat, tentu saja

masyarakat akan dirugikan padahal merekalah yang terikat dan terbebani

viii

Page 9: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

kewajiban untuk mematuhi dokumen hukum yang dihasilkan (Murniah 2007).

Karena semua itu ditujukan untuk dimanfaatkan dan diinformasikan kepada

masyarakat umum, sudah selayaknya penulisannya dalam bahasa Indonesia

yang baik dan benar mendapat perhatian besar. Putusan simposium 1974

waktu itu sudah tepat: memasukkan bahasa Indonesia dalam kurikulum di

fakultas hukum dan melibatkan ahli bahasa Indonesia di dalam penyusunan

rancangan peraturan-peraturan hukum. Dengan kata lain, dibutuhkan penulis

dokumen hukum yang  memahami ketentuan perundang-undangan yang

menjadi landasannya, tetapi juga yang memiliki keterampilan dan

pengetahuan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

C. Urgensi Bahasa Hukum Indonesia sebagai Bahasa Tulis Ilmiah

Bahasa hukum indonesia haruslah dipahami oleh semua kalangan,

dan secara khusus pada subjek hukum yang cakap hukum. Tujuannya bahasa

hukum indonesia sendiri pun sama yaitu memberi informasi yang tegas dan

jelas tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar

masyarakat mematuhi hukum tersebut dan akan menciptakan suatu ketertiban

sosial, keamanan sosial dan keselarasan sosial sesuai yang diharapkan terlebih

lagi Bahasa Hukum Indonesia sangat penting dikuasai sebagai Bahasa Tulis

Ilmiah.

Tidak berbeda dengan  bidang ilmu lainnya, bahasa hukum

Indonesia memiliki ciri-ciri bahasa keilmuan  (Moeliono 1974 dalam

Natabaya 2000), yakni :

1. lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan

2. objektif dan menekan prasangka pribadi

3. memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategori yang

diselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran

4. tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi

5. membakukan makna kata-katanya, ungkapannya, dan gaya paparannya

berdasarkan konvensi

6. bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai

ix

Page 10: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

7. bentuk, makna, fungsi kata ilmiah lebih mantap dan stabil daripada yang

dimiliki kata biasa.

Bahasa hukum Indonesia dalam surat-menyurat khususnya, menurut

Suryomurcito (2009), perlu memperhatikan tata bahasa yang benar, istilah

yang tepat, kosakata yang beragam, kalimat yang singkat dan jelas, kalimat

yang mengandung satu pokok pikiran, dan tanda baca yang benar. Dengan

kata lain, supaya masyarakat lebih mudah memahaminya, disarankan untuk

menghindari kalimat yang bertele-tele, jangan mengulang-ulang, jangan

menggunakan istilah yang tidak sesuai dengan yang digunakan di dalam

undang-undang, jangan salah menggunakan tanda baca, dan jangan salah

ketik. Seperti hanya bahasa tulis ilmiah dalam bidang ilmu lainnya, dalam

dokumen hukum dibutuhkan penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar

yang menunjukkan intelektualitas penulisnya dalam menyampaikan aturan

hukum di dalam ejaan yang tepat dan benar serta rangkaian pesan yang

tersusun dalam kalimat yang efektif.

Kalimat efektif, menurut Alwi (2001:38), adalah kalimat yang

memperlihatkan bahwa proses penyampaian oleh penulis dan pembaca

berlangsung sempurna sehingga isi atau maksud yang disampaikan oleh

penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca. Kalimat yang efektif dapat

dilihat dari ciri-ciri berikut: memiliki keutuhan atau keterkaitan makna

antarunsur di dalam kalimat; mempunyai kesejajaran struktur klausa dan

kesejajaran makna/informasi; memfokuskan unsur-unsur dengan mengulang

bagian-bagian yang ditekankan; menunjukkan penghematan dalam kata.

Tulisan ini akan menyajikan pemakaian bahasa hukum di dalam surat

perjanjian kredit (2003), surat perjanjian kerja (2006), dan surat perjanjian

pemberian pinjaman (2008). Dengan menganalisisnya secara kualitatif, yaitu

dengan memerikan gejala pemakaian bahasa hukum, tulisan ini akan

mengungkap penggunaan bahasa hukum yang sebenarnya.

D. Pemakaian Ejaan dan Tanda Baca

Bahasa ilmiah hendaknya memperhatikan penulisan ejaan dan tanda

baca yang benar. Penulisan ejaan dan tanda baca yang benar menandakan

x

Page 11: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

penulis memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan dan mampu

menggunakannya secara tepat untuk menyatakan maksudnya. Kadang kala

pemakaian tanda baca yang tidak tepat dapat mengakibatkan makna yang

disampaikan berubah. Salah satu tanda baca yang sering digunakan di dalam

bahasa hukum, khususnya di dalam surat perjanjian adalah titik koma.Terlepas

dari struktur kalimatnya, perhatikan contoh (1) berikut :(1)   Bahwa Para

Pihak masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana tersebut di atas

terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

-   Bahwa Pihak Pertama merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

asuransi jiwa;

Dalam kaidah bahasa Indonesia, tanda titik dua diganti titik satu

pada kalimat lengkap yang diikuti perincian berupa kalimat lengkap pula, dan

perincian diakhiri tanda titik (Utorodewo, Felicia N. dkk. 2004). Oleh karena

itu, pada kalimat pertama bukan titik dua yang mengakhiri kalimat, melainkan

titik satu karena perincian berikutnya, yaitu kalimat kedua, merupakan kalimat

yang sudah lengkap pula (mengandung unsur Subjek-Predikat-Pelengkap).  

Di samping titik dua, penulisan di agaknya juga masih belum

diperhatikan oleh penulisnya. Di- ditulis menyambung jika kata yang

mengikutinya merupakan verba (kata kerja). Kata berimbuhan di- sebagai

awalan dapat diubah ke dalam bentuk kalimat aktif. Contoh: divonis-

memvonis. Jika tidak berdampingan dengan verba, di ditulis terpisah, misalnya

di pengadilan, di atas. Dengan demikian, kalimat kedua pada contoh (1)

dibidang diperbaiki menjadi  di bidang.

Contoh pemakaian tanda titik dua yang kurang tepat masih dapat

dilihat pada (2) berikut ini.

(2)  Tanpa persetujuan tertulis dari BANK, selama kredit belum

lunas DEBITUR tidak diperkenankan untuk:

a. Menerima Kredit dari Bank lain,

b.Mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.

Tanda baca titik dua seharusnya tidak muncul pada unsur-unsur yang

masih merupakan bagian dari kalimat yang bukan memberi penjelasan.

Karena masih merupakan bagian dari kalimat, setelah titik dua tidak perlu

xi

Page 12: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

diawali dengan huruf kapital layaknya awal kalimat. Juga kata lain di dalam

kalimat yang bukan awal kalimat atau nama orang/tempat, tidak perlu ditulis

huruf kapital; begitu pula kata-kata dari bahasa asing sebaiknya ditulis dengan

huruf miring. Berikut perbaikan contoh (2). (2a) Tanpa persetujuan tertulis

dari bank, selama kredit belum lunas, debitor tidak diperkenankan untuk

a. menerima kredit dari bank lain,

b. mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.

1. Pemakaian bentuk jamak diikuti pengulangan kata

Tidak seperti dalam bahasa Inggris, untuk menyatakan bentuk jamak

di dalam bahasa Indonesia digunakan kata bermakna jamak, seperti

beberapa, para, semua, atau kata bilangan. Ketika bentuk jamak itu

digunakan, nomina yang yang menyertainya tidak lagi diulang katanya.

(3) a. Selalu mentaati dan melaksanakan semua peraturan

perundang-undangan yang berlaku, termasuk tetapi tidak terbatas kepada,

seluruh ketentuan-ketentuan yang berlaku serta sesuai standar

profesionalisme, etika kerja dan kode etik yang lazim sebagai Tenaga

Pemasaran di Indonesia.

(4) DEBITUR dengan ini berjanji dan mengikat diri untuk

mensahkan semua tindakan-tindakan hukum…

Dalam contoh (3), selain kesalahan ejaan mentaati, yang seharusnya

menaati, ditemukan seluruh ketentuan-ketentuan dan contoh (4) semua

tindakan-tindakan. Supaya lebih hemat penggunaan katanya, diperbaiki

masing-masing menjadi seluruh ketentuan dan semua tindakan.

2. Pemakaian kata yang bersinonim

Dalam surat perjanjian kredit ditemukan pemakaian kata yang

makna dan fungsinya sama, seperti adalah merupakan, seperti terlihat

pada contoh berikut.

(5)Daftar pembayaran berikut perubahan-perubahannya adalah

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit ini.

xii

Page 13: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

Sebaiknya, kalimat (5) diperbaiki dengan menggunakan salah satu di

antara kedua kata tersebut, yaitu  adalah atau merupakan.

3. Pengaruh unsur bahasa Inggris

Pengaruh bahasa Inggris dalam bahasa hukum marak ditemukan. Hal

tersebut dapat disebabkan penulisnya seorang dwi/multibahasawan.

Pengaruh bahasa Inggris tampak dalam penggunaan kata which dan where,

yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dimana, yang mana. Kedua

kata terjemahan tersebut bukan berperilaku konjungsi seperti halnya which

dan where. Untuk itu, kata-kata tersebut sebaiknya tidak digunakan atau

diganti dengan kata lain (lihat 6a) untuk (6) atau meniadakan kata mana

dalam (7) dan menambahkan tersebut (7a).

(6) Para Pihak sepakat bahwa untuk pelaksanaan Perjanjian ini,

Pihak Pertama akan membuka rekening khusus pada Bank yang disepakati

bersama oleh Para Pihak, yang mana rekening tersebut akan digunakan

oleh Para Pihak untuk mengelola dana masuk dan dana  keluar

sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian ini (“Rekening Khusus”).

(7) Apabila DEBITUR terlambat membayar angsuran (pokok

dan/atau bunga) sesuai jadwal yang ditetapkan diatas, maka DEBITUR

dikenakan denda sebesar 0,17% (nol koma tujuh belas persil) per hari atas

jumlah angsuran yang harus dibayar. Denda mana harus dibayar secara

sekaligus dan tunai bersamaan dengan angsuran yang tertunggak.

(6a) Para pihak sepakat bahwa untuk pelaksanaan perjanjian ini,

Pihak Pertama akan membuka rekening khusus pada bank yang disepakati

bersama oleh para pihak. Rekening tersebut akan digunakan oleh para

pihak untuk mengelola dana masuk dan dana keluar sehubungan dengan

pelaksanaan perjanjian ini (“Rekening Khusus”). (7a) […] Denda tersebut

harus dibayar secara sekaligus dan tunai bersamaan dengan angsuran yang

tertunggak.

 

4. Pemakaian bahwa di depan Subjek

xiii

Page 14: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

Konjungsi bahwa (dari bahasa Inggris whereas) merupakan

konjungsi yang banyak digunakan sebagai awal dari pernyataan hukum.

Akan tetapi, perlu diperhatikan tidak semua awal pernyataan dapat diawali

dengan bahwa. Perhatikan contoh (8) berikut.

(8)  Bahwa Para Pihak masing-masing dalam kedudukannya

sebagaimana tersebut di atas terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai

berikut:

Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur

yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi subjek, seperti Bahwa dia

tidak bersalah//telah dibuktikan  (Sugono 2009:46-47). Kalimat itu dapat

dipermutasi menjadi Telah dibuktikan bahwa dia tidak bersalah. Bahwa

juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat

yang menggunakan adalah, merupakan, atau ialah, seperti Bahwa

percobaan itu gagal//merupakan risiko dia. Oleh karena itu, penggunaan

bahwa pada (8) sebaiknya ditiadakan  sehingga dengan tegas kalimat itu

menampakkan Subjek, yaitu Para Pihak masing-masing dalam

kedudukannya sebagaimana tersebut di atas (lihat 8a).

(8a)  Para Pihak masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana

tersebut di atas// terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut.

a. Pemakaian bentuk kata yang tidak sejajar 

Kesejajaran bentuk mengacu pada kesejajaran unsur-unsur di

dalam kalimat sehingga memudahkan pemahaman pengungkapan

pikiran (Alwi 2001). Bentuk kata yang sejajar lazim muncul pada

kalimat yang membutuhkan rincian/penjelasan; setiap rincian

menggunakan  bentuk atau pola kata yang sama. Perhatikan contoh (9).

(9) Perjanjian ini akan berakhir secara otomatis bilamana:

1) Berakhirnya jangka waktu Perjanjian ini.

2) Para Pihak setuju dan sepakat bersama-sama untuk mengakhiri

Perjanjian ini.

3) Pihak Pertama sudah tidak lagi beroperasi dan atau menjalankan

kegiatan usaha utamanya, atau Pihak Pertama dinyatakan

xiv

Page 15: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

pailit/bangkrut oleh Pengadilan, atau Pihak Pertama dibubarkan

oleh keputusan rapat pemegang saham Pihak Pertama.

Pada awal setiap rincian terlihat bentuk atau pola yang tidak

sama. Rincian a tidak diawali dengan Subjek seperti halnya b dan c

yang mempunyai unsur Subjek: Para Pihak dan Pihak Pertama. Oleh

karena itu, rincian dalam a perlu ditambahkan Subjek. Selain itu, jika

masing-masing rincian a—c sudah berbentuk kalimat, hal itu berarti

kalimat pengantar ke rincian, yaitu Perjanjian ini akan berakhir secara

otomatis bilamana: juga harus merupakan kalimat yang lengkap. Agar

sempurna sebagai kalimat, perbaikan yang sesuai, misalnya sebagai

berikut. (9a) Perjanjian ini akan berakhir secara otomatis bilamana

terjadi kondisi-kondisi berikut.

a. Jangka waktu perjanjian ini// berakhir.

b. Para Pihak// setuju dan sepakat bersama-sama untuk mengakhiri

perjanjian ini.

c. Pihak Pertama// sudah tidak lagi beroperasi dan atau menjalankan

kegiatan usaha utamanya, atau Pihak Pertama dinyatakan

pailit/bangkrut oleh pengadilan, atau Pihak Pertama dibubarkan

oleh keputusan rapat pemegang saham Pihak Pertama.

 

b. Pemakaian kalimat yang panjang

Kalimat yang panjang sehingga sulit dipahami maknanya terjadi

karena ada  beberapa gagasan di dalam satu kalimat yang ditumpuk-

tumpuk, seperti tampak pada contoh berikut.

1) Selama Kredit tersebut diatas belum lunas, maka barang jaminan

tersebut harus dipertanggungkan oleh DEBITUR terhadap bahaya

kebakaran, kerusakan, kecurian atau bahaya lainnya yang

dianggap perlu oleh BANK pada maskapai asuransi yang disetujui

oleh BANK, untuk jumlah dan dengan syarat-syarat yang

dianggap baik oleh BANK, dengan ketentuan bahwa premi

asuransi dan biaya lain yang berkenaan dengan penutupan asuransi

tersebut dipikul oleh DEBITUR dan dalam polis asuransi BANK

xv

Page 16: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

ditunjuk sebagai pihak yang berhak untuk menerima segala

pembayaran berdasarkan asuransi itu (Banker’s Clause).

2) Apabila perpanjangan asuransi sebagaimana dimaksud butir 2 di

atas diurus oleh DEBITUR, maka DEBITUR wajib telah

mengajukan permohonan perpanjangan asuransi selambat-

lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum tanggal

jatuh tempo polis asuransi, dan polis perpanjangan asuransi harus

telah diserahkan oleh DIBITUR kepada BANK selambat-

lambatnya pada tanggal jatuh tempo polis asuransi yang

diperpanjang, demikian dengan ketentuan bahwa apabila pada

tanggal jatuh tempo polis asuransi tersebut, DEBITUR

tidak/belum menyerahkan polis perpanjangan asuransi,  maka

DEBITUR dengan ini memberi kuasa kepada BANK, tanpa

BANK berkewajiban untuk melaksanakannya, untuk

memperpanjang asuransi tersebut di atas biaya DEBITUR.

Kalimat 1. di atas berjumlah 80 kata. Ada beberapa gagasan

yang dikemukakan di dalam kalimat itu, yaitu barang jaminan

dipertanggungkan oleh debitor terhadap bahaya kebakaran,

kerusakan, kecurian, atau bahaya lainnya pada maskapai asuransi

yang disetujui oleh bank, ketentuan pertanggungan adalah premi

asuransi dan biaya lain berkenaan dengan penutupan asuransi

dipikul oleh debitor; di dalam polis asuransi terdapat klausul

tentang hak bank untuk menerima segala pembayaran berdasarkan

asuransi itu.

Seperti kalimat 1 yang cukup panjang, kalimat 3 di atas

terdiri dari 91 kata. Dalam satu kalimat itu ada beberapa pokok

pikiran yang ingin disampaikan penulisnya, yaitu

(1) debitor wajib mengajukan permohonan perpanjangan asuransi

paling lambat satu bulan sebelum jatuh tempo polis asuransi;

(2) polis perpanjangan asuransi harus diserahkan debitor kepada

bank paling lambat pada tanggal jatuh tempo polis asuransi

yang diperpanjang;

xvi

Page 17: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

(3) apabila pada tanggal jatuh tempo, debitor belum/tidak

menyerahkan polis perpanjangan asuransi, debitor memberi

kuasa kepada bank untuk melakukan perpanjangan;

(4) bank diberi kuasa, tetapi tidak berkewajiban melaksanakannya;

(5) biaya perpanjang asuransi ditanggung oleh debitor.

Sebuah kalimat, kendatipun panjang jika kaitan antarkalimatnya jelas,

tidak akan menyulitkan untuk mencerna isinya. Kalimat 1 dan 3 pada contoh

(10) menunjukkan ada kecenderungan untuk menghubungkan antargagasan

dengan konjungsi dan, padahal tidak semestinya setiap gagasan digabungkan

dengan dan. Berikut perbaikan yang disarankan untuk

1. Selama kredit tersebut di atas belum lunas, barang jaminan tersebut harus

dipertanggungkan oleh debitor terhadap bahaya kebakaran, kerusakan,

kecurian, atau bahaya lainnya yang dianggap perlu oleh bank pada

maskapai yang disetujui oleh bank. Biaya premi asuransi dan lainnya yang

berkenaan dengan penutupan asuransi tersebut dibebankan pada debitor.

Bank berhak menerima segala pembayaran berdasarkan asuransi itu

(banker’s clause).

2. Apabila perpanjangan asuransi sebagaimana dimaksud butir 2 di atas

diurus oleh debitor,  debitor wajib telah mengajukan perpanjangan

asuransi selambat-lambatnya  1 (satu) bulan sebelum tanggal jatuh tempo

polis asuransi. Polis perpanjangan asuransi harus telah diserahkan kepada

bank selambat-lambatnya pada tanggal jatuh tempo polis asuransi yang

diperpanjang. Apabila pada tanggal jatuh tempo polis asuransi tersebut

debitor tidak/belum menyerahkan polis perpanjangan asuransi, debitor

memberi kuasa kepada bank, tetapi bank tidak berkewajiban untuk

melaksanakannya, untuk memperpanjang asuransi tersebut di atas dengan 

biaya debitor.

c. Pemakaian Dalam Hal dan Maka

Sugono (2009:215) mengatakan bahwa di dalam kenyataan

penggunaan bahasa, terdapat sejumlah kalimat yang cukup berhasil

dalam penyampaian informasi, tetapi dilihat dari segi kaidah, kalimat-

kalimat itu tidak memenuhi syarat kalimat yang benar. Kalimat yang

xvii

Page 18: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

dimaksud adalah kalimat majemuk bertingkat yang tidak jelas unsur-

unsurnya mana yang merupakan inti kalimat (induk kalimat) dan mana

yang anak kalimat (penjelas induk kalimat). Anak kalimat lazim

didahului oleh konjungsi dan induk kalimat tidak didahului oleh

konjungsi.

Dalam contoh (11) di bawah ini, dalam hal berperilaku sebagai

konjungsi, yang sebenarnya menyatakan suatu kondisi atau keadaan

yang belum tentu terjadi. Maknanya hampir mirip dengan jika,

apabila. Adanya konjungsi itu menandakan ada anak kalimat. Anak

kalimat tersebut diikuti dengan maka sesudah koma, yang juga sebagai

anak kalimat karena diawali konjungsi maka. Oleh karena itu, kalimat

tidak dapat disebut kalimat majemuk bertingkat karena tidak ada

informasi yang diutamakan sebagai induk kalimat.

Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran antara versi bahasa

Inggris dan bahasa Indonesia, maka yang berlaku adalah bahasa

Indonesia. Perbaikan untuk (11) adalah dengan meniadakan salah satu

konjungsi, misalnya maka (11a). (11a) Dalam hal terjadi perbedaan

penafsiran antara versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, yang

berlaku adalah bahasa Indonesia.

E. Penutup

Dari dokumen surat-surat perjanjian yang diamati terbukti bahwa

penulis dokumen hukum belum menguasai kaidah bahasa Indonesia. Bahasa

hukum Indonesia di dalam surat perjanjian yang diamati masih menunjukkan

kesalahan yang klise, seperti ketidaktepatan dalam penggunaan ejaan, tanda

baca, dan kalimat. Karena bahasa hukum merupakan produk yang

diperuntukkan bagi masyarakat dari kalangan mana pun, bukan hanya orang

dari kalangan hukum, seharusnya penyusun dokumen hukum lebih

menyederhanakan penyampaian pesan atau maksud dari aturan atau

pernyataan di dalam pasal-pasalnya sehingga pembaca lebih mudah dan cepat

mencerna isinya. Penyampaian isi yang efektif perlu didukung oleh kaidah

xviii

Page 19: Urgensi Mempelajari Bahasa Hukum Indonesia Serta Sistematika Penggunaannya (Tugas Kuliah Stih 1)

ejaan bahasa Indonesia yang benar. Penulis menyarankan agar ahli hukum

adalah juga pemerhati bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, Soelaeman B. dan Lilis Hartini. 1999. Bahasa Indonesia Hukum. Bandung: Pustaka.

Alwi, Hasan. 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Harkrisnowo, Harkristuti. 2007. Bahasa Indonesia sebagai Sarana Pengembangan Hukum Nasional. Http://www.legalitas.org/?q=node/67.

Mahadi dan Sabaruddin Ahmad. 1979. Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Jakarta: Binacipta.

xix