4
iiu Definisi Korioamnionitis adalah infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan amnion yang terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum. Insidensi dari chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari kehamilam term dan sekitar 25% dari partus preterm (1) . Ketika mono dan leukosit polimononuklear (PMN) menginfiltrasi korion, dalam penemuan mikroskopik maka hal ini dikatakan korioamnionitis. Korioamnionitis merupakan inflamasi pada membrane fetal / selaput ketuban yang merupakan manifestasi dari infeksi intrauterine (IIU). Seringkali berhubungan dengan pecahnya selabut ketuban yang lama dan persalinan yang lama.

uploa iiuterin (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

infeksi kehamilan

Citation preview

iiuDefinisi

Korioamnionitis adalah infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan amnion yang terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum. Insidensi dari chorioamnionitis adalah 1 5% dari kehamilam term dan sekitar 25% dari partus preterm(1). Ketika mono dan leukosit polimononuklear (PMN) menginfiltrasi korion, dalam penemuan mikroskopik maka hal ini dikatakan korioamnionitis.

Korioamnionitis merupakan inflamasi pada membrane fetal / selaput ketuban yang merupakan manifestasi dari infeksi intrauterine (IIU). Seringkali berhubungan dengan pecahnya selabut ketuban yang lama dan persalinan yang lama. Hal ini dapat dilihat dengan menjadi keruhnya ( seperti awan) selaput membrane. Selain itu bau busuk dapat tercium, tergantung jenis dan konsentrasi bakteri. Sel-sel tersbut berasal dari ibu. Sebaliknya, jika leukosit ditemukan pada cairan amnion ( amnionitis ) atau selaput plasenta ( funisitis ), sel-sel ini berasal dari fetus. (Goldenberg and co-workers, 2000. Korioamnionitis sering berhubungan dengan rupture membran, kelahiran preterm, ataupun keduanya. Seing kali sulit dibedakan apakah infeksi terlebih dahulu atau ruptur membran terlebih dahulu yang terjadi.

Patofisiologi

Jalur bakteri memasuki cairan amnion yang intak masih belum jelas diketahui. Gyr dan kolega (1994) telah menunjukkan bahwa Escherichia coli dapat mempenetrasi membrane tang hidup; sehingga, membran bukan barier yang absolut untuk infeksi ascending. Jalur lain inisiasi bakteri pada persalinan preterm mungkin tidak membutuhkan cairan amnion. Cox dan rekan kerja (1993) menemukan bahwa sitokin dan sel-sel mediasi imunitas dapat teraktivasi di dalam jaringan desidual yang membatasi membrane fetalis. Pada peristiwa ini, produk bakteri seperti endotoksin menstimulasi monosit desidual untuk memproduksi sitokin, yang kemudian menstimulasi asam arakidonat dan produksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2 bekerja pada parakrin untuk menstimulasi miometrium sehingga berkontraksi.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang dapat ditemukan :

Demam, suhu di atas 38C (100.4F) atau lebih tinggi disertai ruptur membrane menandakan adanya infeksi.

Leukositosis pada ibu tersendiri ridak ditemukan berhubungan secara signifikan oleh para peneliti.

takikardia ibu dan takikardia fetus

uterine tenderness vaginal discharge yang berbau.

Dengan adanya korioamnionitis, morbiditas fetus meningkat secara substansif. Alexander dan kolega (1998) mempelajari 1367 neonatus dengan berat lahir sangat rendah yang dilahirkan di Rumah Sakit Parkland. Para bayi yang baru lahir dengan grup terinfeksi mempunyai insidensi yang lebih tinggi menderita sepsis, respiratory distress syndrome, kejang dengan onset awal, perdaraham intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular. Para peneliti mengkonklusi bahwa bayi-bayi dengan berat badan sangat rendah tersebut rentan terhadap perlukaan neurologis karena korioamnionitis.

Pemeriksaan penunjang

Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau kultur pada cairan amnion biasanya tidak dilakukan. Pemeriksaan amniosentesis biasanya dilakukan pada preterm labour yang refrakter (supaya dpt diputuskan apabila tokolisis tetap dilanjutkan atau tidak) . Indikasi lain dari amniosentesis adalah untuk mencari diagnosis diferensial dari Infeksi intramnion, prenatal genetic studies, memprediksi lung maturity. (3)Tatalaksana

Antibiotik sistemik merupakan terapi pilihan.

Untuk antibiotik empiris biasanya diberikan Ampicillin 2g IV setiap 6 jam dengan Gentamycin 1,5mg/kgBB. Pemberian antibiotik untuk kuman anaerob seperti Metronidazole 500mg IV tiap 8 jam atau Clindamycin 900mg IV tiap 8 jam dapat diberikan apabila pasien direncanankan untuk operasi sectio cesar.(4) Untuk pasien dengan alergi terhadap penisilin dapat diberikan vancomycin

Pemberian antibiotik ini biasanya diberikan sampai pasien tidak demam dan asimptomatik selama 24 48 jam post partum. (5)Daftar Pustaka

1. 1.William Obstetricss, 22 nd. Abnormal of the Plasenta, Umbilical Cord and Membranes. 2007; chapter 36: p 866, chapter 6:p 178, chapter 36: p 859 )

2. Gibbs RS, Duff P. Progress in pathogenesis and management of clinical intraamniotic infection. Am J Obstet Gynecol. 1991; 164(5, pt. 1):1317-26

3. Duff P. Maternal and perinatal infection. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. Obstetrics: normal and problem pregnancies, 4th ed. Philadelphia, PA: Churchill Livingston; 2002:1301-3

4. ACOG educational bulletin. Antimicrobial therapy for obstetric patients. Number 245, March 1998. Int J Gynaecol Obstet. 1998; 61:299-308.

5. Intauterine infection and preterm delivery, NEJM vol 342 no 20

6. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAD&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F13472721%2F1180768594%2Fname%2Fchorioamnionitis.docx&ei=OvbzU51hyre4BNGNgdAB&usg=AFQjCNG4fO2wAuH3L75d0CSuK1lExjKxiw&bvm=bv.73373277,d.c2E, diakses tanggal 20 Agustus 2014: 08.17 WIB