22
Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 137 UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) DI ACEH MELALUI INTERNAL AUDIT CAPABILITY MODEL (IACM) IMPROVEMENT EFFORTS OF INTERNAL GOVERNMENT SUPERVISORY APPARATUS (APIP) IN ACEH THROUGH INTERNAL AUDIT CAPABILITY MODEL (IACM) Rati Sumanti Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (Puslatbang KHAN LAN) Jl. Dr. Mr. Muhammad Hasan, Lamcot, Aceh Besar, Aceh Email: [email protected] Naskah diterima: 24 Februari 2020; revisi terakhir: 26 Juni 2020; disetujui 25 Juli 2020 How to Cite: Sumanti, Rati. (2020). Upaya Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Aceh melalui Internal Audit Capability Model (IACM). Jurnal Borneo Administrator, 16 (2), 137-158. https://doi.org/10.24258/jba.v16i2.654 Abstract Internal Government Supervisory Apparatus (APIP) is an actor who conducts internal audit. The top level of capability of APIP shows that APIP is getting better in carrying out its role as an internal supervisor. However, not all APIP in Aceh have a good level of capability. Therefore, the Aceh BPKP Representative as the APIP supervisor agency seeks to increase the level of APIP capabilities through the Internal Audit Capability Model (IACM). This study aims to describe how the implementation of IACM in the region is proven to increase the capability level of APIP. Using a qualitative approach with a case study method, interviews were conducted with officials in the Aceh BPKP who were considered being representative so they could provide accurate information on the problem under study. There are 6 elements capability of APIP comprising 24 key process areas to reach level 3. Representatives of BPKP Aceh have improved capabilities of the six elements capability of APIP. Coaching conducted comprehensively has fulfilled 24 key process areas required in IACM including coaching and consulting activities. The findings in this study showed that of the 24 APIP in Aceh, 16 APIP or 67% have increased capability levels. This means that implementing IACM conducted by the Aceh BPKP Representative shows a positive impact on improving the capabilities of APIP. So this research contributes to the practice where other local governments can adopt the efforts and improvements that need to be made according to the six elements of APIP capabilities. Keywords: Internal Audit, Internal Government Supervisory Apparatus (APIP), Capabilityof APIP, Finance and Development Supervisory Agency (BPKP)

UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 137

UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) DI ACEH MELALUI INTERNAL

AUDIT CAPABILITY MODEL (IACM)

IMPROVEMENT EFFORTS OF INTERNAL GOVERNMENT SUPERVISORY APPARATUS (APIP) IN ACEH THROUGH

INTERNAL AUDIT CAPABILITY MODEL (IACM)

Rati Sumanti

Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (Puslatbang KHAN LAN)

Jl. Dr. Mr. Muhammad Hasan, Lamcot, Aceh Besar, Aceh Email: [email protected]

Naskah diterima: 24 Februari 2020; revisi terakhir: 26 Juni 2020; disetujui 25 Juli 2020

How to Cite: Sumanti, Rati. (2020). Upaya Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Aceh melalui Internal Audit Capability Model (IACM). Jurnal Borneo Administrator, 16 (2), 137-158. https://doi.org/10.24258/jba.v16i2.654

Abstract

Internal Government Supervisory Apparatus (APIP) is an actor who conducts internal

audit. The top level of capability of APIP shows that APIP is getting better in carrying

out its role as an internal supervisor. However, not all APIP in Aceh have a good level

of capability. Therefore, the Aceh BPKP Representative as the APIP supervisor agency

seeks to increase the level of APIP capabilities through the Internal Audit Capability

Model (IACM). This study aims to describe how the implementation of IACM in the

region is proven to increase the capability level of APIP. Using a qualitative approach

with a case study method, interviews were conducted with officials in the Aceh BPKP

who were considered being representative so they could provide accurate information

on the problem under study. There are 6 elements capability of APIP comprising 24 key

process areas to reach level 3. Representatives of BPKP Aceh have improved

capabilities of the six elements capability of APIP. Coaching conducted

comprehensively has fulfilled 24 key process areas required in IACM including

coaching and consulting activities. The findings in this study showed that of the 24 APIP

in Aceh, 16 APIP or 67% have increased capability levels. This means that

implementing IACM conducted by the Aceh BPKP Representative shows a positive

impact on improving the capabilities of APIP. So this research contributes to the

practice where other local governments can adopt the efforts and improvements that

need to be made according to the six elements of APIP capabilities.

Keywords: Internal Audit, Internal Government Supervisory Apparatus (APIP),

Capabilityof APIP, Finance and Development Supervisory Agency (BPKP)

Page 2: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

138 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

Abstrak

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah aktor yang melakukan

pengawasan intern. Tingginya level kapabilitas APIP menunjukkan semakin baik pula

APIP dalam menjalankan perannya sebagai pengawas intern. Namun demikian, belum

semua APIP di Aceh memiliki level kapabilitas yang baik. Oleh karenanya, Perwakilan

BPKP Aceh selaku instansi pembina APIP berupaya melakukan peningkatan level

kapabilitas APIP melalui Internal Audit Capability Model (IACM). Penelitian ini

bertujuan untuk melihat gambaran bagaimana penerapan IACM di daerah apakah

terbukti mampu meningkatkan level kapabilitas APIP. Menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode studi kasus, dilakukan wawancara kepada Pejabat di

Perwakilan BPKP Aceh yang dianggap representatif sehingga dapat memberikan

informasi yang akurat terhadap masalah yang diteliti. Ada 6 elemen kapabilitas APIP

yang terdiri atas 24 area proses kunci untuk mencapai level 3. Perwakilan BPKP Aceh

telah meningkatkan kapabilitas pada enam elemen kapabilitas APIP tersebut.

Pembinaan yang dilakukan secara komprehensif telah memenuhi 24 area proses kunci

yang dipersyaratkan dalam IACM, yang meliputi kegiatan pembinaan dan konsultasi.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 24 APIP di wilayah Aceh, 16

APIP Pemerintah Daerah atau 67% mengalami peningkatan level kapabilitas. Hal ini

berarti penerapan IACM yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh menunjukkan

dampak positif bagi peningkatan kapabilitas APIP, sehingga penelitian ini memberikan

kontribusi praktik sehingga pemerintah daerah lainnya dapat mengadopsi upaya-upaya

serta perbaikan yang perlu dilakukan sesuai enam elemen kapabilitas APIP.

Kata kunci: Pengawasan Internal, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP),

Kapabilitas APIP, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

A. PENDAHULUAN

Agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien, diperlukan

pengawasan internal mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pertanggungjawaban

dan pelaporan. Pengawasan intern yang efektif berpengaruh dan menunjukan arah yang

positif terhadap penerapan good governance sehingga dapat meningkatkan kinerja

pemerintah daerah (Darmawiguna, 2017:2191). Penelitian lain yang dilakukan oleh

Widanarto (2012:12) juga menemukan bahwa besarnya pengaruh langsung dari pengawasan

internal terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung adalah sebesar 23 persen. Hal ini berarti

pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Bandung cukup efektif dalam

pencapaian kinerja Pemerintah Kota Bandung.

Pengawasan intern dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP)

sehingga APIP dituntut untuk dapat menyimpulkan kesalahan yang terjadi di instansi

pemerintah masuk ke ranah pidana (korupsi) atau hanya kesalahan administratif saja

(Puslatbang KHAN, 2019:58). Hal tersebut menjadi tantangan bagi APIP untuk

meningkatkan kompetensinya karena kompetensi berpengaruh terhadap efektivitas audit

yang pada akhirnya menambah keefektifan kinerja organisasi-organisasi yang ada pada

pemerintahan daerah (Primasatya, D dkk, 2019:7). Dari aspek kode etik dan standar audit,

penugasan audit intern menekankan kompetensi dan kecermatan profesional. Karena itu,

audit idealnya dilakukan oleh para auditor yang kompeten dan cermat (Gunanjar, G dkk,

2019:27).

Kompetensi APIP dapat dilihat dari level kapabilitas APIP itu sendiri. Semakin tinggi

level kapabilitas APIP menunjukkan semakin baik pula kinerja APIP dalam menjalankan

perannya sebagai auditor. Berdasarkan Laporan Kinerja BPKP 2018, dari 34 Pemerintah

Page 3: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 139

Provinsi, baru 20 APIP yang mencapai tingkat kapabilitas APIP level 3 dan 3 Dengan

Catatan (DC). Dengan demikian, masih ada 14 Pemerintah Provinsi yang masih memiliki

kapabilitas APIP di bawah level 3 (BPKP, 2018:90).

Tabel 1.

Perkembangan Jumlah APIP Pemerintah Provinsi Kapabilitas Level 3

No

Populasi

APIP

Pemprov

Jumlah APIP Pemerintah

Provinsi Kapabilitas Level 3 APIP Pemerintah Provinsi Kapabilitas

dengan Level 3 2017 2018 Kenaikan

1 34 18 20 2 Level 3:

1. DI Yogyakarta

Level 3 DC:

2. Sumatera Barat, 3. Kepulauan Riau,

4. Lampung, 5. DKI Jakarta, 6. Jawa

Barat, 7. Jawa Tengah, 8. Jawa Timur,

9. Kalimantan Barat, 10. Kalimantan

Timur, 11. Kalimantan Tengah, 12.

Kalimantan Selatan, 13. Kalimantan

Utara, 14. Gorontalo, 15. Sulawesi

Barat, 16. Bali, 17. Nusa Tenggara

Barat, 18. Nusa Tenggara Timur, 19.

Maluku. 20. Maluku Utara

Sumber: Laporan Kinerja BPKP, 2018:90

Di sisi lain, APIP sebagai third line of defence yang mampu memberi keyakinan terkait

efisiensi, efektivitas dan kepatuhan serta sebagai trusted advisor merupakan pihak yang

dicari-cari oleh pelaku korupsi untuk menutupi perbuatannya, terutama apabila APIP

tersebut mampu menemukan perbuatan korupsi tersebut (Rustendi, 2017:113). Pengawasan

intern yang belum efektif menjadi salah satu penyebab masih maraknya korupsi, kolusi dan

nepotisme, akibatnya akuntabilitas kinerja rendah serta masih buruknya kualitas pelayanan

publik. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh BPKP (2018:2) dalam Konferensi dan

Musyawarah Nasional Auditor Intern Pemerintah Indonesia Tahun 2018 bahwa APIP ikut

bertanggung jawab atas munculnya perilaku korupsi yang disebabkan rendahnya kompetensi

dan integritas individu (mikro-individual), lemahnya pengendalian intern, tata kelola dan

manajemen risiko korupsi (meso-organisasional) serta belum optimalnya sinergi dan

kolaborasi antarinstitusi pengelola risiko korupsi di Indonesia (makro-nasional).

Akibat besarnya tuntutan terhadap peningkatan kapabilitas APIP, maka BPKP yang

juga merupakan APIP berkewajiban untuk melakukan pembinaan kapabilitas APIP.

Tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Pasal 3 disebutkan bahwa dalam

melaksanakan tugasnya, BPKP menyelenggarakan 14 fungsi, salah satunya pada huruf j, yaitu pembinaan kapabilitas pengawasan intern pemerintah dan sertifikasi jabatan fungsional

auditor.

Untuk menjalankan fungsi di atas, Perwakilan BPKP Aceh telah menetapkan 4 misi,

salah satunya pada misi keempat berbunyi “mengembangkan kapasitas pengawasan intern

pemerintah yang profesional dan kompeten”. Pada Laporan Kinerja Perwakilan BPKP Aceh

Page 4: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

140 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

2019, dari 23 APIP di Aceh, terdapat delapan APIP Pemerintah Kabupaten/Kota yang

mencapai tingkat kapabilitas APIP level 3 (Perwakilan BPKP Aceh, 2019:69).

Tabel 2.

Kapabilitas APIP Pemda Tahun 2018

Perwakilan BPKP Aceh

No Nama Pemda Level

1 PROVINSI ACEH 2

No Nama Pemda Level No Nama Pemda Level

KABUPATEN/KOTA KABUPATEN/KOTA

1 Inspektorat Kab. Aceh Barat 2+ 13 Inspektorat Kab. Aceh Besar 2

2 Inspektorat Kab. Aceh

Selatan 2+ 14

Inspektorat Kota

Lhokseumawe 2

3 Inspektorat Kota Banda Aceh 2+ 15 Inspektorat Kab. Pidie 2

4 Inspektorat Kota Langsa 2+ 16 Inspektorat Kab. Pidie Jaya 2

5 Inspektorat Kab. Aceh Timur 2+ 17 Inspektorat Kab. Nagan Raya 2

6 Inspektorat Kab. Bener

Meriah 2+ 18

Inspektorat Kab. Aceh Barat

Daya 2

7 Inspektorat Kab. Aceh

Tengah 2+ 19

Inspektorat Kab. Aceh

Tenggara 2

8 Inspektorat Kab. Aceh Utara 2+ 20 Inspektorat Kab. Simeulue 2

9 Inspektorat Kab. Aceh

Tamiang 2 21 Inspektorat Kab. Bireuen 1+

10 Inspektorat Kab. Gayo Lues 2 22 Inspektorat Kota Sabang 1+

11 Inspektorat Kab. Aceh

Singkil 2 23 Inspektorat Kab. Aceh Jaya 1

12 Inspektorat Kota

Subulussalam 2

Sumber: Laporan Kinerja Perwakilan BPKP Aceh Tahun 2019

Dari data di atas dapat diketahui bahwa kapabilitas APIP Pemerintah Provinsi Aceh

berada pada level 2. Sedangkan untuk APIP di Kabupaten/Kota hanya 8 APIP di posisi level

2+, 12 APIP berada di level 2, bahkan masih ada APIP di level 1 dan 1+. Itu artinya belum

ada APIP di Aceh yang mampu menjamin proses tata kelola yang sesuai dengan peraturan

sehingga belum dapat secara maksimal mengurangi praktik korupsi.

Salah satu model yang dapat diimplementasikan untuk menaikkan level kapabilitas

APIP adalah Internal Audit Capabilty Model (IACM). Hasil penelitian Maryani (2017:101),

menemukan bahwa institusionalisasi IACM di Kementerian Luar Negeri berimplikasi

terhadap APIP yang semakin berkompeten dan memahami kondisi yang masih perlu

diperbaiki dengan pengembangan, baik individu, tim dan organisasi. Namun, fokus

penelitian tersebut terletak pada institusionalisasi IACM dan dianalisis dengan teori institusional guna melihat fenomena yang terjadi, sehingga penelitiannya diharapkan dapat

berkontribusi teoritis bahwa teori institusional relevan digunakan untuk menganalisis dan

mempelajari pengadopsian suatu sistem yang dapat mendorong perubahan organisasi.

Berbeda dengan Bandi (2015:152) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

kapabilitas APIP yang diukur dalam IACM, secara penilaian individu tidak berpengaruh

signifikan terhadap opini audit BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam

Page 5: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 141

penjelasan lanjutannya disebutkan bahwa berdasarkan fakta dan data di lapangan, level

kapabilitas (APIP) inspektorat daerah rata-rata masih berada di level 1 dan 2 sehingga masih

menjadi kendala untuk dapat memeriksa seluruh pos keuangan secara cermat dan mendetail,

sehingga kinerja audit intern menjadi kurang optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Bandi

tersebut, tidak menganalisis kapabilitas APIP dari enam elemen secara lengkap, tetapi hanya

melihat kapabilitas APIP dari keterbatasan jumlah aparat (APIP), tingkat kompetensi, dan

luasnya cakupan pemeriksaan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, karena penelitian ini

fokus pada upaya Perwakilan BPKP Aceh terhadap penerapan enam elemen kapabilitas

APIP yang terdapat dalam IACM secara utuh terhadap 24 area proses kunci untuk

menduduki posisi di level 3. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu

berkontribusi praktik agar pemerintah daerah lainnya dapat mengadopsi upaya-upaya serta

solusi yang dapat dilakukan sesuai enam elemen kapabilitas APIP. Berdasarkan uraian latar

belakang tersebut, peneliti merasa tertarik untuk menganalisis apakah penerapan IACM

terhadap APIP di wilayah Aceh berdampak positif sehingga mampu meningkatkan level

kapabilitasnya dan apa saja upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapainya.

B. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe studi

kasus. Studi kasus bertujuan untuk melakukan penelaahan pada satu kasus atau lebih yang

dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Karakteristik studi kasus

mempunyai sistematika dan kerangka yang lebih fleksibel, hal ini memungkinkan peneliti

mengembangkan deskripsi dan analisis mendalam tentang bagaimana implementasi IACM

yang diterapkan oleh Perwakilan BPKP Aceh dalam rangka meningkatkan level kapabilitas

APIP. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada Pejabat di Perwakilan BPKP

Aceh. Penentuan narasumber tersebut dilakukan dengan metode purposive sampling karena

peneliti menganggap narasumber yang dipilih benar-benar representatif sehingga dapat

memberikan informasi yang akurat terhadap masalah yang diteliti. Selain wawancara, juga

dilakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data dan informasi pendukung lainnya,

seperti Laporan Kinerja BPKP, Renstra dan sumber penunjang penulisan penelitian ini,

seperti buku, jurnal, dan hasil penelitian. Lokus kajian ini adalah Perwakilan BPKP Aceh

dengan fokus kajian pada penerapan IACM dalam meningkatkan kapabilitas APIP.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Februari 2020.

C. KERANGKA TEORI

Vander (2013) dalam Hidayah, K dkk, (2019:226) menyatakan bahwa sistem

organisasi akan timpang apabila fungsi pengawasan dalam organisasi tersebut tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Senada dengan Yohanes (2018:57) bahwa fungsi pengawasan tidak

mungkin berjalan sendiri tanpa fungsi perencanaan, demikian pula sebaliknya fungsi

perencanaan yang baik adalah perencanaan yang didukung oleh pelaksanaan fungsi

pengawasan yang baik. Putra (2017), menyimpulkan bahwa pengawasan intern dapat

mendeteksi terjadinya fraud (kecurangan). Hal tersebut menurut Rustendi (2017:79) disebabkan oleh pengawasan intern yang dilakukan oleh auditor bisa dilakukan secara

maksimal karena auditor internal terlibat melakukan pengawasan intern mulai dari tahapan

perencanaan sampai pada pelaporan. Selain itu, auditor internal dianggap lebih memahami

aktivitas organisasi sehingga auditor internal dapat mendeteksi secara lebih detail dan

komprehensif terhadap aktivitas dan dokumen yang berpotensi menyebabkan fraud. Tohom

(2016:7) juga menyebutkan bahwa proses identifikasi dan analisis risiko fraud dapat dibantu

Page 6: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

142 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

oleh APIP sebagai fasilititator. Kemudian APIP dapat membantu menyusun kebijakan dan

prosedur pengendalian untuk meminimalkan risiko fraud tersebut.

Penelitian terkait pengawasan internal telah dilakukan oleh Widanarto (2012:12) yang

meneliti tentang pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan kinerja pemerintah.

Hasilnya bahwa pengawasan internal yang cukup kuat berpengaruh langsung terhadap

kinerja Pemerintah Kota Bandung. Tentu saja hal ini mengindikasikan cukup efektifnya

pengawasan internal oleh inspektorat. Tidak hanya melihat dari pengawasan internal saja,

penelitiannya juga menyoroti efektivitas kinerja pemerintah dari pengawasan eksternal.

Disebutkan bahwa pengawasan eksternal dalam bentuk pengawasan legislatif dan

masyarakat berpengaruh positif lemah secara individual. Hal ini disebabkan masih

minimnya frekuensi peninjauan dan pengamatan langsung yang dilakukan, kurangnya

pemanfaatan media informasi, dan masih lambannya upaya tindak lanjut dari pengawasan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Gunanjar et al., (2019:27) dengan judul pengawasan

dengan partisipasi masyarakat dan penerapannya di Indonesia menyebutkan bahwa

masyarakat yang dapat dilibatkan dalam pengawasan dengan partisipasi masyarakat ada

beberapa jenis, yaitu orang perseorangan, kelompok masyarakat, dan organisasi masyarakat.

Namun, kurang profesionalnya partisipasi masyarakat di Indonesia, pengawasan masyarakat

belum berperan kuat.

APIP merupakan aparat profesional yang memiliki sertifikat auditor dengan

pemahaman mendalam tentang budaya bisnis organisasi, sistem dan proses audit

(Kurniawan, 2018). Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan, APIP

diharapkan untuk mengikuti standar audit yang berlaku serta wajib mematuhi kode etik

profesi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Budirahardjo & Baskara (2019:144)

disebutkan bahwa APIP belum menjalankan fungsinya secara efektif, dilihat dari sedikitnya

temuan fraud bahwa 90% dari penyalahgunaan anggaran di daerah adalah temuan BPK,

KPK, Jaksa, dan Polisi, sementara 10% sisanya adalah temuan Inspektorat. Mengingat hal

tersebut, APIP perlu diperkuat kapabilitasnya agar dapat mendeteksi dan mengurangi

terjadinya korupsi. Sehubungan dengan itu, untuk dapat memerankan auditor intern sebagai

assurance maka metode audit yang dilakukan harus diperbaharui dari post audit (audit tahun

lalu) menjadi current audit (audit tahun berjalan) (Sagara, 2015:130).

Apabila tingkat kapabilitas APIP berada di level 3, peran APIP yang efektif akan

terwujud, karena APIP dianggap mampu menilai efisiensi dan efektivitas suatu

program/kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada proses kegiatannya, manajemen

risiko dan pengawasan intern. Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah berusaha

memperbaiki kapabilitas APIP ke level yang lebih tinggi. Bandi (2015:153) dalam

penelitiannya juga menyatakan bahwa peningkatan kapabilitas APIP dari level 1 menjadi

level 3 yang menjadi keinginan pemerintah menjadi keseriusan bagi APIP untuk

meningkatkan kapabilitasnya dalam hal pengawasan secara optimal. Semakin tinggi tingkat

kapabilitas APIP maka akan mampu mendukung pemerintah daerah dalam mewujudkan tata

kelola keuangan negara/daerah yang akuntabel. Kurniawan (2018:11) mengemukakan

bahwa level kapabilitas APIP berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah. Artinya, semakin tinggi kapabilitas APIP dalam melakukan audit kinerja, maka semakin akuntabel kinerja instansi pemerintah.

Ada lima level kapabilitas APIP, yaitu Level 1 (initial), Level 2 (infrastructure), Level

3 (integrated), Level 4 (managed) dan Level 5 (optimizing). Dalam Laporan Kinerja (BPKP,

2018:62) disebutkan bahwa: Level 1 (initial), memiliki karakteristik bahwa pelaksanaan

kegiatan pengawasannya belum atau tidak ada praktik pengawasan yang tetap, tidak ada

kapabilitas yang berulang dan masih tergantung kepada kinerja individu auditor yang

Page 7: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 143

dimiliki sehingga APIP belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai

peraturan dan mencegah korupsi. Level 2 (infrastructure), memiliki karakteristik bahwa

pelaksanaan kegiatan pengawasannya proses audit dilakukan secara tetap, rutin dan berulang,

sudah membangun infrastruktur namun baru sebagian yang telah selaras dengan standar

audit, dengan outcome mampu memberikan keyakinan yang memadai proses sesuai dengan

peraturan, mampu mendeteksi terjadinya korupsi.

Level 3 (integrated), memiliki karakteristik bahwa praktik profesional dan audit

internal telah ditetapkan secara seragam dan selaras dengan standar, dengan outcome APIP

mampu menilai efisiensi, efektivitas dan ekonomis suatu program/kegiatan dan memberikan

konsultasi pada tata kelola, manajemen risiko dan pengedalian intern. Level 4 (managed),

memiliki karakteristik bahwa unit audit internal telah mengintegrasikan semua informasi di

seluruh organisasi untuk memperbaiki tata kelola dan manajemen risiko dengan outcome

APIP mampu memberikan assurance secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko,

dan pengendalian intern. Level 5 (optimizing), memiliki karakteristik bahwa unit audit

internal telah menjadi unit yang terus belajar, baik dari dalam maupun dari luar organisasi

untuk perbaikan berkelanjutan, dengan outcome APIP menjadi agen perubahan.

Tingkatan tersebut menggambarkan apabila tingkat kapabilitas APIP semakin

mendekati level 5, kapabilitas APIP tersebut semakin baik. Berdasarkan Maryani (2017:90)

bahwa IACM dapat dijadikan roadmap untuk pelaksanaan perbaikan secara bertahap dalam

rangka memperkuat kemampuan internal audit. Tidak disebutkan upaya-upaya yang dapat

dijadikan best practice dalam penerapan IACM. Penelitian tersebut menganalisis

institusionaliasi IACM menggunakan teori institusional dan teori perubahan untuk melihat

fenomena yang terjadi. Sehingga penelitiannya diharapkan dapat memberikan kontribusi

teoritis yang menjelaskan bahwa teori institusional masih sangat relevan digunakan untuk

menganalisis dan memahami pengadopsian suatu sistem yang dapat mendorong perubahan

organisasi.

Setiap level kapabilitas memiliki beberapa area proses kunci (key process area). Area

proses kunci adalah hasil yang diharapkan dan dipertahankan secara berkelanjutan agar

dapat naik ke level berikutnya. Secara keseluruhan ada 41 area proses kunci untuk mencapai

level 5. Untuk mencapai level kapabilitas yang diharapkan, organisasi APIP harus

menguasai seluruh area proses kunci secara keseluruhan pada level tersebut. Area-area

proses kunci tiap level dalam IACM dikategorikan dalam enam elemen kapabilitas APIP,

yaitu (a) peran dan layanan APIP; (b) pengelolaan SDM; (c) praktik profesional; (d)

akuntabilitas dan manajemen kinerja; (e) budaya dan hubungan organisasi; dan (f) struktur

tata kelola APIP. Berikut matrik enam elemen kapabilitas APIP.

Tabel 3.

Level Kapabilitas APIP

Level Peran dan

Layanan

Pengelolaan

SDM

Praktik

Profesional

Akuntabilitas

dan Manajemen

Kinerja

Budaya dan

Hubungan

Organisasi

Struktur Tata

Kelola

Level 5-

Optimizing

APIP diakui

sebagai agen perubahan

Pimpinan APIP

berperan aktif dalam organisasi

profesi

Proyeksi tenaga/tim kerja

Praktik

professional dikembangkan

secara

berkelanjutan

APIP memiliki

perencanaan

startegis

Laporan

efektivitas APIP kepada publik

Hubungan

berjalan efektif dan terus

menerus

Independensi,

kemampuan dan kewenangan

penuh APIP

Page 8: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

144 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

Level Peran dan

Layanan

Pengelolaan

SDM

Praktik

Profesional

Akuntabilitas

dan Manajemen Kinerja

Budaya dan

Hubungan Organisasi

Struktur Tata

Kelola

Level 4-

Managed

Jaminan

menyeluruh

atas tata kelola, manajemen

risiko dan

pengendalian

organisasi

APIP

berkontribusi

terhadap pengembangan

manajemen

APIP mendukung

organisasi

profesi

Perencanaan

tenaga/tim kerja

Strategi audit

memanfaatkan

manajemen risiko organisasi

Penggabungan

ukuran kinerja

kualitatif dan kuantitatif

Pimpinan APIP

mampu

memberikan saran dan

mempengaruhi

manajemen

Pengawasan

independen

terhadap kegiatan APIP

Laporan pimpinan APIP

kepada

pimpinan

tertinggi organisasi

Level 3-

Integrated

Layanan

konsultasi

Audit kinerja/

program

evaluasi

Membangun tim

dan kompetensi

Pegawai yang

berkualifikasi

profesional

Koordinasi Tim

Kualitas kerangka

kerja manajemen

Perencanaan

audit berbasis risiko

Pengukuran

kinerja

Informasi biaya

Pelaporan Manajemen

APIP

Koordinasi

pihak lain memberikan

saran dan

penjaminan

Komponen

manajemen tim

integral

Pengawasan

manajemen terhadap

kegiatan APIP

Mekanisme

pendanaan

Level 2-

Infrastructure

Audit ketaatan Pengembangan

proses individu

Identifikasi dan

rekrutmen SDM

yang kompeten

Kerangka kerja

praktik

profesional dan

prosesnya

Pengawasan

berdasarkan

prioritas pemangku

kepentingan

Anggaran

operasional

kegiatan APIP

Perencanaan

kegiatan APIP

Pengelolaan

organisasi

APIP

Akses penuh

terhadap

informasi

organisasi, aset

dan SDM

Hubungan

pelaporan telah terbangun

Level 1- Initial

Ad hoc dan tidak terstruktur, audit terbatas untuk ketaatan, output tergantung pada keahlian orang pada posisi tertentu, tidak menerapkan praktik professional secara spesifik selain yang ditetapkan asosiasi profesional, pendanaan

disetujui oleh manajemen sesuai yang diperlukan, tidak ada infrastruktur, auditor diperlakukan sama seperti sebagian

besar unit organisasi, tidak ada kapabilitas yang dibangun. Oleh karena itu tidak memiliki area proses kunci yang

spesifik.

Sumber: Peraturan Kepala BPKP Nomor: Per-1633/K/JF/2011 tentang Pedoman Teknis

Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan kajian diketahui bahwa Perwakilan BPKP Aceh telah

mengimplementasikan IACM melalui enam elemen kapabilitas APIP, yaitu (a) peran dan

layanan APIP; (b) pengelolaan SDM; (c) praktik profesional; (d) akuntabilitas dan

manajemen kinerja; (e) budaya dan hubungan organisasi; dan (f) struktur tata kelola APIP.

Elemen (a) sampai dengan (d) adalah area peningkatan dalam ruang lingkup internal, artinya

pencapaiannya bergantung pada kemampuan APIP sendiri untuk mewujudkannya.

Sedangkan elemen (e) dan (f) juga mencakup hubungan eksternal dengan organisasi yang

didukungnya. Untuk mencapai level 2, APIP harus menguasai 10 area proses kunci dan

untuk mencapai level 3 maka APIP harus menguasai 24 area proses kunci secara keseluruhan.

Adapun upaya yang dilakukan pada enam elemen tersebut adalah sebagai berikut.

Page 9: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 145

Elemen Peran dan layanan

Untuk mencapai level 2, pada elemen ini, ada satu area proses kunci yang harus

dilakukan, yaitu audit ketaatan. Outcome audit ketaatan ini terdiri dari tiga yaitu: (1) Mampu

memberikan keyakinan bahwa lingkup, proses atau sistem operasional pengawasan intern

telah dilaksanakan sesuai peraturan dan kriteria lain yang relevan. (2) Adanya added value

untuk mencapai tujuan organisasi dan efektivitas operasional. (3) Minimnya kejadian dan

terdeteksinya tindakan penyimpangan yang tidak sesuai. Upaya yang sudah dilakukan

perwakilan BPKP Aceh adalah dengan pembinaan melalui kegiatan workshop audit

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) di Banda Aceh yang diikuti SDM dari

inspektorat se-Aceh. Selanjutnya juga dilakukan kegiatan workshop audit investigasi dan

audit PKKN yang dilakukan bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di

Banda Aceh yang diikuti oleh seluruh APIP di Aceh.

Sedangkan untuk memperoleh level 3, ada 2 area proses kunci yang harus dicapai, yaitu

audit kinerja dan jasa konsultasi. Outcome dari audit kinerja terdiri dari 3 yaitu: (1)

Peningkatan proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian pada audit, (2)

Berkontribusi meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kinerja instansi pemerintah, (3)

Berkurangnya tingkat risiko organisasi. Audit kinerja berbeda dengan audit ketaatan seperti

yang diungkapkan oleh Mahmudi (2015:194) dalam Masdan, Ilat, & Pontoh (2017:152)

yaitu suatu proses yang sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara

objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi, atau aktivitas/kegiatan. Audit kinerja

memastikan bahwa stakeholders di sektor publik dapat memperoleh informasi yang objektif

dan independen mengenai kinerja manajemen sektor publik. Untuk mencapai hal tersebut,

upaya yang sudah dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh adalah dengan melaksanakan

workshop audit kinerja di Inspektorat Aceh yang diikuti personil dari inspektorat se-Provinsi

Aceh. Selain melaksanakan workshop, Perwakilan BPKP Aceh juga telah melaksanakan

diklat audit kinerja dan coaching clinic audit kinerja mandiri pada beberapa APIP di wilayah

Aceh.

Upaya yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh tersebut beririsan dengan

penelitian Sagara (2015:130) yang mengemukakan bahwa peran consulting yang dilakukan

oleh APIP harus menempatkan auditor pada satu objek pemeriksaan (person in charge)

sebagai konsultan dengan tugas melakukan pendampingan terhadap program/kegiatan yang

sedang berjalan pada suatu objek pemeriksaan (current audit). Jadi, peran auditor lebih

terfokus pada pemberian arahan-arahan terkait topik pemeriksaan yang dilakukan,

memberikan koreksi atas kekeliruan pencatatan dan memberi pembinaan pada semua unit

yang menjadi bagian dari pemerintahan daerah (Gamar & Djamhuri, 2015).

Selanjutnya, untuk area proses kunci jasa konsultasi maka upaya yang sudah dilakukan

Perwakilan BPKP Aceh adalah pembinaan terkait penugasan jasa advis melalui pelaksanaan

Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang

ada di wilayah Aceh. Upaya tersebut senada dengan yang dilakukan oleh Inspektorat

Kabupaten Gorontalo dalam Masdan et al., (2017:153) yaitu dalam bentuk pemberian

pelatihan, bimbingan, dan pemberian nasihat kepada auditan.

Dari pembinaan tersebut diharapkan mampu mendorong perubahan untuk meningkatkan kegiatan organisasi dan mampu memberikan nilai tambah terhadap tindakan

manajemen organisasi. Kedua hal tersebut merupakan outcome jasa konsultasi yang

diharapkan. Sejalan dengan outcome tersebut, menurut Masdan et al., (2017:153), layanan

konsultasi bertujuan untuk menganalisis masalah yang dihadapi auditan, juga memberi

pedoman dan nasihat kepada auditan yang mencakup fasilitasi, pelatihan, reviu

Page 10: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

146 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

pengembangan sistem, self assessment atas pengendalian dan kinerja, coaching dan

pemberian nasihat untuk memberikan nilai tambah auditan.

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan yang dapat ditarik untuk upaya untuk

merealisasikan elemen peran dan layanan adalah dengan melakukan pelatihan-pelatihan,

dan bimbingan teknis terkait audit kinerja. Upaya ini dilakukan untuk menambah informasi

dan pengetahuan seluruh APIP di Aceh agar lebih mengetahui mekanisme audit kinerja yang

baik.

“Perwakilan BPKP Aceh saat ini sudah berperan dalam melakukan pelatihan-

pelatihan seperti kegiatan workshop. Selain itu, kami juga lebih banyak

berperan sebagai coach apabila inspektorat di daerah mengalami masalah

terkait audit kinerja. Kami juga sudah membuka coaching clinic audit kinerja

mandiri pada beberapa APIP di wilayah Aceh.” (Pejabat di Perwakilan

BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

”Selain itu, Perwakilan BPKP Aceh juga telah membentuk Klinik

Akuntabilitas Gampong Aceh. Klinik tersebut merupakan salah satu inovasi

kami dalam melakukan pengawasan dan pembinaan kepada gampong-

gampong atau desa di Aceh yang kini sudah mengelola dana desa.

Harapannya pengawasan dan pembinaan kami dapat menjangkau seluruh

gampong di Aceh serta dapat meningkatkan kapabilitas aparat

desa/gampong”. (Pejabat di Perwakilan BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Elemen Pengelolaan SDM

Untuk mencapai level 2, maka pada elemen ini ada dua area proses kunci yang harus

dipenuhi, yaitu APIP harus menemukan dan merekrut SDM yang berkompeten selain itu

APIP juga harus mengembangkan profesi auditor. Agar dapat melaksanakan tugas

pengawasan dengan baik, auditor diharapkan memiliki kompetensi yang bisa diperoleh

dengan mengikuti diklat sertifikasi auditor. Untuk mencapai area proses kunci tersebut,

Perwakilan BPKP Aceh telah melakukan pembinaan kepada seluruh APIP di wilayah Aceh

untuk melakukan penghitungan beban kerja APIP. Kegiatan dilakukan melalui pelaksanaan

Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang

ada di wilayah Aceh.

Area proses kunci pengembangan profesi bagi auditor, outcome yang diharapakan agar

memberikan keyakinan bahwa seluruh pegawai teknis pengawasan telah memenuhi

persyaratan minimal kegiatan pengembangan profesi sesuai ketentuan standar audit,

sertifikasi profesi dan kebijakan organisasi dan adanya komitmen dari setiap pegawai untuk

menerapkan “life-long learning”. Kedua outcome tersebut tercapai, Perwakilan BPKP Aceh

telah melakukan pembinaan terkait penerapan standar kompetensi APIP dengan berpedoman

kepada Peraturan Kepala BPKP Nomor PER/211/K/JF/2010 tentang Standar Kompetensi

Auditor melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju

Level 3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh. Selain itu, juga Perwakilan BPKP Aceh telah melaksanakan ujian sertifikasi auditor, Ujian Inpassing jenjang jabatan auditor,

dan ujian penyetaraan ijazah bagi SDM Auditor yang ada pada seluruh APIP di wilayah

Aceh. Upaya yang dilakukan tersebut senada dengan Masdan et al., (2017:154), bahwa

Inspektorat Kabupaten Gorontalo telah memiliki program pengembangan sertifikasi auditor

dan secara rutin setiap tahun mengikutsertakan aparatnya untuk mengikuti pelatihan

Page 11: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 147

sertifikasi auditor, baik itu diklat pembentukan anggota tim, diklat penjenjangan ketua tim

dan pengendali teknis, maupun diklat teknis substansi.

Untuk mencapai level 3, pada elemen pengelolaan SDM terdapat 3 area proses kunci,

yaitu adanya koordinasi SDM APIP (workforce coordination), tersedianya SDM APIP yang

berkualifikasi profesional serta adanya kompetensi dan team building. Tiap area proses kunci

tersebut memiliki outcome yang berbeda-beda. Area proses kunci adanya koordinasi SDM

APIP (workforce coordination) maka outcomenya adalah SDM APIP mampu melaksanakan

rencana pengawasan dan kegiatan pengawasan diterapkan secara berkelanjutan. Upaya yang

sudah dilakukan untuk mencapai outcome tersebut adalah pembinaan terkait penghitungan

beban kerja APIP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP

Menuju Level 3 pada Seluruh APIP yang ada di Wilayah Aceh.

Untuk area proses kunci tersedianya SDM APIP yang berkualifikasi profesional,

outcome yang diharapkan adalah (1) Sistem karir dilaksanakan secara merit system; (2)

Pegawai dapat menyelaraskan tujuan pribadinya dengan kualifikasi profesional yang

diperlukan di APIP; (3) APIP berkomitmen meningkatkan kompetensi melalui kegiatan

pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan keahlian pegawai; (4) Auditor

internal dianggap sebagai karir/jabatan yang menarik.

Untuk mencapai outcome tersebut, upaya yang dilakukan Perwakilan BPKP Aceh

adalah (1) Pelaksanaan Diklat Teknis Substantif seperti Diklat Audit Kinerja, Diklat

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), dan Diklat Audit Investigasi bagi

seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh; (2) Pembinaan terkait penerapan Peraturan Pusat

Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor BPKP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis

Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh;

(3) Evaluasi terhadap penerapan Peraturan Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor

BPKP pada APIP di wilayah Aceh.

Untuk area proses kunci adanya kompetensi dan team building maka Perwakilan BPKP

Aceh telah melakukan pembinaan terkait pemenuhan Jamlat Auditor melalui pelaksanaan

Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP di

Aceh. Kegiatan tersebut dilakukan agar tercapainya outcome, yaitu (1) Kegiatan pengawasan

mencakup ruang lingkup yang lebih luas; (2) Pegawai memiliki kesempatan

mengembangkan kapasitasnya di bidang komunikasi, leadership dan public relation. (3)

Peningkatan kualitas pekerjaan dengan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sudut

pandang yang berbeda dari beberapa pegawai.

Berdasarkan uraian capaian pada elemen pengelolaan SDM yang telah dilakukan oleh

Perwakilan BPKP Aceh, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kompetensi merupakan hal

yang mutlak dilakukan agar tercapai SDM APIP yang berkualitas.

“Hasil kinerja seorang auditor bergantung pada tingkat kompetensinya,

karena ketika seorang auditor mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor

harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan

tersebut terjadi. Sehingga semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin

baik kualitas hasil pemerikasaannya.” (Pejabat di Perwakilan BPKP Aceh, 30

Januari 2020).

Berdasarkan hasil penelitian Toding (2016:17) yang dilakukan di Kabupaten Sidoarjo

bahwa APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan secara umum dan fungsi

pengawasan secara khusus, belum memenuhi standar kompetensi padahal kalau ditinjau dari

segi latar belakang pendidikan formal dan disiplin ilmu sangat mendukung. Kondisi tersebut

Page 12: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

148 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

merupakan akibat dari (1) Struktur organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya

sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan APIP yang efektif; (2) Kurangnya kegiatan

pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama dalam hal

rekrutmen dan pola karir; (3) Lemahnya manajemen/tata laksana/bisnis proses APIP dan

tidak terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor; (4) Independensi dan objektivitas APIP

belum dapat diterapkan sepenuhnya.

Tidak hanya kompetensi, perspektif kuantitas sumber daya aparatur juga sangat

diperlukan. Seperti hasil penelitian Yohanes (2018:61), bahwa keterbatasan sumber daya

aparatur merupakan faktor utama yang menyebabkan tidak efektifnya penerapan konsep

pemeriksaan dalam pelaksanaan pemeriksaan regular Inspektorat Kabupaten Bulungan.

Diketahui bahwa dari 37 PNS di Inspektorat Kabupaten Bulungan hanya delapan orang

aparatur yang memenuhi standar dalam arti telah memiliki sertifikat untuk melaksanakan

penugasan audit intern. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan antara jumlah aparatur dengan

beban kerjanya. Selanjutnya, menurut hasil penelitian Marlaini, Aliamin, & Indriani

(2018:106) yang menjadi penyebab belum diimplementasikannnya secara maksimal

penguatan peran APIP pada inspektorat adalah formasi auditor dan calon auditor belum

sebanding dengan kualitas yang diharapkan, kompetensi SDM auditor belum semuanya

memadai, alokasi anggaran inspektorat yang masih kecil, lemahnya independensi

inspektorat serta kurangnya objektivitas dari beberapa auditor.

Sebaliknya, yang menjadi faktor pengungkit baiknya kualitas audit yang dilakukan

oleh APIP adalah reward. Hasil kajian yang dilakukan oleh Heriansyah, Taufik, & Ratnawati

(2016:12) mengungkapkan bahwa ternyata faktor reward mempengaruhi hubungan

kompetensi dengan kualitas audit. Disebutkan dalam kajian tersebut bahwa reward dapat

dijadikan salah satu alat untuk meningkatkan motivasi APIP agar dapat berkinerja lebih baik

lagi. Senada dengan temuan di bagian pendahuluan bahwa APIP merupakan pihak yang

dicari-cari pelaku korupsi untuk menutupi kecurangannya, terutama bila auditor diprediksi

mampu mengetahui korupsi yang dilakukan. Tentunya hal tersebut dapat diminimalisir

apabila reward yang baik diberikan kepada APIP.

Elemen Praktik Profesional

Untuk mencapai level 2, pada elemen praktik profesional ada dua area proses kunci

yang harus diperhatikan bahwa perencanaan pengawasan dilakukan sesuai prioritas

manajemen/pemangku kepentingan serta adanya kerangka kerja praktik profesional berikut

prosesnya. Area proses kunci pertama memiliki outcome pemahaman APIP terkait prioritas

Menteri/Kepala LPNK/Gubernur/Bupati/Wali Kota dan pihak lainnya juga dapat diprediksi

peluang pengembangan untuk meningkatkan kinerja instansi. Untuk mencapai kedua

outcome tersebut, Perwakilan BPKP Aceh melakukan pembinaan terkait penyusunan

perencanaan pengawasan berdasarkan kebutuhan stakeholder melalui pelaksanaan

Bimbingan Teknis Peningkatan Kapablitas APIP Menuju Level 3 seluruh APIP di Aceh.

Area proses kunci kedua juga memiliki dua outcome yang harus dicapai, yaitu

penugasan pengawasan dilaksanakan dengan ”due professional care” dan konsistensi dalam

proses pengawasan internal dan kesesuaian dengan standar dan praktik profesional. Upaya yang sudah dilakukan Perwakilan BPKP Aceh untuk mencapai outcome tersebut adalah

dengan melakukan pembinaan terkait penegakan independensi auditor serta kepatuhan

terhadap kode etik seperti yang tertuang di dalam Internal Audit Charter (IAC) tiap-tiap

APIP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level

3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh. Selain itu, juga dilakukan pembinaan terkait

Page 13: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 149

penerapan kendali mutu penugasan APIP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis

Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh.

Adapun jika ingin mencapai level 3, pada elemen ini terdapat dua area proses kunci

meliputi adanya perencanaan pengawasan berbasis risiko dan kualitas kerangka kerja

manajemen. Outcome yang diharapkan dari adanya perencanaan pengawasan berbasis risiko

adalah terciptanya pemahaman terkait peluang dan tantangan organisasi serta peran serta

manajemen dalam menghadapinya, sehingga meningkatkan manajemen risiko dan sistem

pengendalian. Upaya yang mampu dilakukan Perwakilan BPKP Aceh adalah dengan

melaksanakan kegiatan Diklat Penyusunan PKPT Berbasis Risiko untuk seluruh APIP di

Wilayah Aceh.

Sedangkan outcome area proses kunci kualitas kerangka kerja manajemen, yaitu

keyakinan yang memadai bahwa proses dan kegiatan APIP berkesesuaian dengan definisi

internal auditing, kode etik, standar, dan ketentuan lain yang relevan dan meningkatnya

kepercayaan stakeholders dengan adanya dokumentasi atas komitmen APIP terhadap

kualitas penyelenggaraan pengawasan intern. Upaya pembinaan yang dilakukan oleh

Perwakilan BPKP Aceh untuk mencapai outcome tersebut baru sebatas pelaksanaan

kegiatan telaah sejawat antar APIP yang diikuti oleh seluruh APIP yang ada di wilayah

Aceh. Kesimpulan yang dapat ditarik dari upaya yang sudah dilakukan oleh Perwakilan

BPKP Aceh untuk mencapai elemen praktik profesional adalah perlunya penegakan kode

etik auditor. Sesuai dengan kode etik yang tertuang dalam IAC, dalam menjalankan tugasnya

seorang auditor harus selalu mempertahankan sikap independensi.

“Independensi bertujuan agar seorang auditor dapat memposisikan dirinya

tidak memihak kepada orang-orang yang berkepentingan terhadap hasil

auditnya. Ketika auditor tidak memiliki independensi, maka auditor akan

sangat mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu sehingga dapat

mempengaruhi hasil audit yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.”

(Pejabat di Perwakilan BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu seperti yang dilakukan Apsari &

Gayatri (2018: 301) bahwa adanya pengaruh positif independensi pada kinerja auditor. Tidak

hanya independensi, penelitian tersebut juga menemukan bahwa gaya kepemimpinan juga

menjadi faktor yang menentukan kualitas audit. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus

mampu mempengaruhi kinerja bawahannya agar lebih produktif sehingga berpengaruh

positif terhadap kinerja auditor.

Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Urrahmi (2015: 10) yang

menemukan bahwa independensi mempengaruhi kualitas audit aparat inspektorat dalam

melakukan pengawasan. Namun demikian, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

adanya independensi yang tinggi dimiliki oleh auditor, maka akan semakin rendah pula

kualitas audit yang dihasilkan. Diduga karena independensi aparat inspektorat kota di

Sumatera Barat tersebut masih terpengaruh pengambil kebijakan dan tingginya frekuensi

mutasi auditor internal pemerintahan yang mempengaruhi independensi auditor. Demikian juga dengan hasil penelitian Primasatya et al., (2019:7) yang menyebutkan bahwa

independensi tidak berpengaruh terhadap efektivitas audit internal dikarenakan masih

adanya kegiatan dari para auditor internal yang melemahkan keindependensian para auditor,

seperti melakukan tugas lain selain audit dan masih belum bisa memberi nilai tambah bagi

organisasi dalam mencapai tujuannya.

Page 14: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

150 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

Elemen Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja

Untuk mencapai level 2, pada elemen ini terdapat dua area proses kunci yang perlu

diperhatikan, yaitu adanya perencanaan kegiatan pengawasan serta adanya anggaran

operasional kegiatan pengawasan. Pada area proses kunci adanya perencanaan kegiatan

pengawasan memiliki outcome adanya rencana kinerja tahunan (RKT) yang dapat digunakan

sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan pengawasan dan menjadi panduan bagi

pimpinan APIP dalam mengakuntabilitaskan penggunaan sumber daya untuk mencapai

tujuan pengawasan. Pembinaan yang telah dilakukan Perwakilan BPKP Aceh untuk

mencapai outcome tersebut adalah dengan melakukan pembinaan terkait penyusunan

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) APIP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan

Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang ada di Aceh.

Pada area proses kunci, dengan adanya anggaran operasional kegiatan pengawasan,

outcome yang diharapkan dapat tercapai, meliputi (1) APIP mengalokasikan sumber daya

berdasarkan kebutuhan dan rencana pengawasan; (2) Penguatan akuntabilitas dalam

organisasi; (3) Jaminan bahwa kegiatan pengawasan telah sesuai dengan kewenangan dan

aset APIP telah terjaga dengan baik. Untuk mencapai ketiga outcome tersebut, Perwakilan

BPKP Aceh telah melakukan pembinaan dengan melaksanaan kegiatan diklat Aplikasi

Sistem Informasi Manajemen-Hasil Pengawasan (SIM-HP) BPKP bagi seluruh APIP di

wilayah Aceh. Selain itu, Perwakilan BPKP Aceh telah melakukan evaluasi tindak lanjut

temuan secara berkala pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh.

Untuk mencapai level 3, pada elemen ini ada tiga area proses kunci yang harus

dipenuhi, yaitu adanya laporan manajemen kegiatan pengawasan, adanya informasi

mengenai biaya dan adanya sistem pengukuran kinerja. Untuk area proses kunci adanya

manajemen kegiatan pengawasan, outcome yang diharapkan adalah ketepatan pelaksanaan

tanggung jawab dan akuntabilitas manajemen APIP. Pembinaan yang dilakukan Perwakilan

BPKP Aceh untuk mencapai outcome tersebut adalah pembinaan terkait penyusunan LAKIP

APIP kepada Pimpinan Daerah melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan

Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada APIP yang ada di Aceh.

Pada area proses kunci adanya informasi mengenai biaya, outcome yang diharapkan

bahwa informasi biaya dapat digunakan untuk mengendalikan biaya kegiatan/program

pengawasan dan dimanfaatkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Untuk mencapai

outcome tersebut, upaya yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh adalah pembinaan

terkait penyusunan anggaran, revisi anggaran, serta penerapan standar biaya melalui

pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh

APIP yang ada di Wilayah Aceh.

Pada area proses kunci adanya sistem pengukuran kinerja, maka outcome yang

diharapkan adalah pemahaman dan pelaksanaan kegiatan pengawasan yang telah mengarah

kepada pencapaian tujuan APIP dan tujuan organisasi dan manajemen APIP yang mampu

memanfaatkan informasi kinerja untuk memonitor kegiatan dan hasil pengawasan. Untuk

mencapai outcome tersebut, upaya yang sudah dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh

adalah pembinaan terkait penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) APIP melalui

pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapablitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh. Selain itu, Perwakilan BPKP Aceh juga melakukan

pembinaan terkait penyusunan LAKIP APIP kepada Pimpinan Daerah melalui pelaksanaan

Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada Seluruh APIP yang

ada di Wilayah Aceh.

Page 15: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 151

“Elemen akuntabilitas dan manajemen kinerja dapat tercapai apabila

indikator-indikatornya dapat dilaksanakan seperti adanya Rencana Kinerja

Tahunan (RKT), terlaksananya Indikator Kinerja Utama (IKU) yang sudah

ditetapkan serta laporan kinerja yang temuat dalam LAKIP. Oleh sebab itu,

kami berupaya melakukan pembinaan terkait penyusunan ketiga dokumen

tersebut kepada seluruh inspektorat yang ada di Aceh.” (Pejabat di

Perwakilan BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Beririsan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman & Zulkarnaini (2017:13)

bahwa semakin memadainya penerapan pengawasan akuntabilitas maka akan semakin

efektif kinerja manajemen pada Rumah Sakit Umum Sakinah Kota Lhokseumawe, sehingga

menunjukkan tercapainya kinerja manajemen yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel.

Auditya & Lismawati (2013:38) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis pengaruh

akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah

daerah” juga menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian hipotesisnya, variabel

akuntabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja SKPD Provinsi Bengkulu.

Itu artinya semakin akuntabel pengelolaan keuangan dan pelaporan keuangan dalam SKPD

Pemerintah Provinsi Bengkulu, maka akan semakin meningkatkan kinerja. Akuntabilitas

tinggi pada pengelolaan keuangan diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat

terhadap pemerintah sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang baik.

Elemen Budaya dan Hubungan Organisasi

Untuk mencapai level 2, pada elemen budaya dan hubungan organisasi terdapat satu

area proses kunci yang harus dicapai yaitu adanya pengelolaan atas proses bisnis

pengawasan intern. Agar area proses kunci tersebut terealisasi, outcome yang harus dipenuhi

adalah APIP mampu berfungsi memberikan nilai tambah kepada organisasi. Upaya yang

dilakukan Perwakilan BPKP Aceh agar APIP di seluruh wilayah Aceh mampu mencapai

outcome tersebut adalah dengan pembinaan terkait uraian jabatan dan Standar Organisasi

dan Tata Kelola (SOTK) APIP melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan

Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP ada di wilayah Aceh.

Untuk mencapai level 3, ada dua area proses kunci yang harus dipenuhi, yaitu APIP

bersama-sama dengan unit lain dalam organisasi merupakan satu tim manajemen dan

koordinasi dengan stakeholder yang memberikan saran dan penjaminan. Pada area proses

kunci pertama, outcome-nya adalah bahwa pimpinan APIP merupakan unsur yang memiliki

peran penting dalam tim manajemen organisasi dan berkontribusi dalam pencapaian tujuan

organisasi. Untuk mencapai outcome tersebut, pembinaan yang sudah dilakukan oleh

Perwakilan BPKP Aceh adalah pembinaan terkait keterlibatan peran APIP dalam

manajemen pimpinan daerah melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan

Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh.

Pada area proses kunci kedua, outcome yang harus dipenuhi adalah pengoptimalan

hubungan dan meminimalkan tumpang tindih kegiatan APIP dengan unit pemberi

penjaminan dan saran lainnya dan meningkatan level penjaminan karena adanya kolaborasi

kegiatan antara APIP dengan fungsi risk dan control dalam organisasi (first dan second lines of defense).

“Untuk merealisasikan outcome tersebut maka pembinaan yang sudah

dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh adalah pembinaan terkait hubungan

koordinasi APIP dengan lembaga penjamin mutu eksternal melalui

Page 16: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

152 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level

3 pada seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh. Selain itu juga, Perwakilan

BPKP Aceh juga telah melaksanakan workshop identifikasi dan analisis risiko

yang diikuti oleh seluruh APIP di wilayah Aceh.” (Pejabat di Perwakilan

BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Elemen Struktur Tata Kelola

Untuk mencapai level 2, pada elemen ini ada dua area proses kunci, yaitu adanya

mekanisme pendanaan kegiatan pengawasan dan adanya pengawasan terhadap pelaksanaan

kegiatan APIP oleh manajemen organisasi Pemerintah Daerah. Pada area proses kunci

pertama, outcome yang harus dicapai adalah penguatan independensi, objektivitas, dan

efektivitas APIP. Selain itu, nilai tambah yang diciptakan APIP tercermin dari dukungan

Kepala Daerah sehingga Kepala Daerah ikut bertanggung jawab terhadap efektivitas APIP.

Upaya yang sudah dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh adalah pembinaan terkait

pembentukan Management Oversight (MO) pada manajemen Pemerintah Daerah melalui

pelaksanaan Bimbingan Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level 3 pada seluruh

APIP yang ada di wilayah Aceh.

Untuk area proses kunci kedua, outcome yang harus dicapai adalah (1) Permasalahan

hubungan kelembagaan sudah dimitigasi/ditangani oleh Kepala Daerah; (2) Berkurangnya

tumpang tindih pengawasan; (3) Peran dan tanggung jawab dari three lines of defense

(manajemen operasional; manajemen Risiko dan unit kepatuhan internal; serta APIP) telah

dipahami, dikoordinasikan dan berjalan secara efektif. Upaya yang sudah dilakukan oleh

Perwakilan BPKP Aceh agar outcome tersebut tercapai adalah dengan melakukan

pembinaan terkait pembentukan Management Oversight (MO) pada manajemen Pemerintah

Daerah melalui pelaksanaan Bimbingan teknis Peningkatan Kapabilitas APIP Menuju Level

3 pada Seluruh APIP yang ada di wilayah Aceh. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan

bahwa untuk mencapai elemen struktur tata kelola, diperlukan adanya management

oversight di setiap pemerintah daerah. Pemerintah daerah agar membentuk tim pengawasan

yang bertugas mengawasi, mengevaluasi, dan memberi dukungan kegiatan APIP.

Management oversight harus dilaksanakan untuk mencapai penyelenggaraan birokrasi yang

bersih dan bebas dari korupsi.

“Perwakilan BPKP Aceh telah melakukan pembinaan kepada seluruh

inspektorat di Aceh terkait pembentukan management oversight yaitu tim

pengawasan APIP. Nantinya pembentukan tim ini akan dilakukan oleh

Gubernur/Bupati/Walikota sebagai pimpinan tertinggi di daerah.” (Pejabat

di Perwakilan BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Berdasarkan pembahasan enam elemen di atas, bahwa peran pembinaan yang

dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh berpengaruh positif terhadap peningkatan

kapabilitas APIP. Terbukti 16 APIP Pemerintah Daerah atau 67% dari jumlah APIP di

wilayah Aceh yang mengalami peningkatan level kapabilitas. Sedangkan delapan APIP Pemerintah Daerah atau 33% dari jumlah APIP di wilayah Aceh belum meningkat. Hasil

penjaminan kapabilitas APIP terlihat dari tabel 4.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penerapan Internal Audit Capability Model

(IACM) untuk meningkatkan kapabilitas APIP di Aceh sangat efektif, meskipun masih ada

beberapa elemen yang masih memerlukan perbaikan. Adapun elemen tersebut adalah peran

dan layanan, pengelolaan SDM dan praktik profesional. Adapun pada elemen peran dan

Page 17: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 153

layanan, masih memerlukan perbaikan karena audit ketaatan dan audit kinerja yang

dilaksanakan belum sepenuhnya didasarkan pada kegiatan yang berisiko tinggi dan

kemampuan SDM APIP dalam melaksanakan audit kinerja masih minim.

Tabel 4.

Hasil Penjaminan Kapabilitas APIP

di Wilayah Aceh

No Nama Pemda 2018 2019 Status

1 Pemerintah Aceh 2 2+ Meningkat

2 Kota Banda Aceh 2+ 3 Meningkat

3 Kota Langsa 2+ 3 Meningkat

4 Kabupaten Aceh Barat 2+ 3 Meningkat

5 Kota Lhokseumawe 2 3 Meningkat

6 Kabupaten Aceh Utara 2+ 3 Meningkat

7 Kabupaten Aceh Selatan 2+ 3 Meningkat

8 Kabupaten Bener Meriah 2+ 3 Meningkat

9 Kabupaten Pidie 2 3 Meningkat

10 Kabupaten Gayo Lues 2 2+ Meningkat

11 Kabupaten Aceh Singkil 2 2+ Meningkat

12 Kabupaten Pidie Jaya 2 2+ Meningkat

13 Kota Subulussalam 2 2+ Meningkat

14 Kabupaten Aceh Tamiang 2 2+ Meningkat

15 Kabupaten Aceh Jaya 1 2 Meningkat

16 Kabupaten Bireun 1+ 2 Meningkat

17 Kabupaten Aceh Timur 2+ 2+ Tetap

18 Kabupaten Aceh Tengah 2+ 2+ Tetap

19 Kabupaten Simeulue 2 2 Tetap

20 Kabupaten Aceh Barat Daya 2 2 Tetap

21 Kabupaten Aceh Besar 2 2 Tetap

22 Kabupaten Nagan Raya 2 2 Tetap

23 Kabupaten Aceh Tenggara 2 2 Tetap

24 Kota Sabang 1+ 1+ Tetap

Sumber: Perwakilan BPKP Aceh

“Pada elemen pengelolaan SDM, masih memerlukan perbaikan karena masih

kurangnya jumlah SDM APIP apalagi yang berkualifikasi profesional melalui

keikutsertaan pada diklat teknis substantif dan mempunyai sertifikasi profesi

dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pengawasan. Selain itu APIP

juga belum didukung dengan anggaran yang memadai untuk meningkatkan

kompetensi auditor di bidang teknis substantif dan sertifikasi profesi.”

(Pejabat di Perwakilan BPKP Aceh, 30 Januari 2020)

Pernyataan narasumber tersebut senada dengan temuan Budirahardjo & Baskara,

(2019: 147), bahwa APIP perlu diperkuat dalam hal institusi, anggaran, dan kapabilitasnya.

Hal ini agar APIP dapat berperan efektif dan efisien dalam melakukan pengawasan intern

pemerintah. Di sisi lain, Masdan et al., (2017:157), menyatakan upaya yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kompetensi dengan menambah wawasan sendiri, baik dengan cara rajin

membaca maupun berdiskusi mengenai aturan terbaru serta melakukan Pelatihan Kantor

Sendiri (PKS). Pegawai yang pernah mengikuti pelatihan dapat membagi ilmu yang

Page 18: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

154 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

diperoleh selama mengikuti pelatihan kepada teman-teman di kantor yang tidak mengikuti

pelatihan.

Pada elemen praktik profesional, masih diperlukan perbaikan karena penilaian risiko

yang dilakukan belum memadai sehingga kegiatan audit yang terpilih pada penyusunan

perencanaan berbasis risiko (PPBR) belum mampu mengurangi paparan risiko strategis

organisasi. Juga belum kesinambungannya pengelolaan kualitas pengawasan intern melalui

review berjenjang sebagai penerapan kendali mutu. Hasil penelitian Fahmi & Sari (2018:13)

juga menemukan bahwa elemen praktik profesional adalah elemen yang belum tercapai

secara maksimal dikarenakan Inspektorat Kota Tebing Tinggi belum mampu

mengidentifikasi alternatif penanganan risiko yang dilakukan oleh manajemen, juga belum

menerapkan upaya menjaga kualitas kegiatan pengawasan sesuai dengan pedoman telaah

sejawat dalam rangka penjaminan kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan.

E. PENUTUP

Semakin tinggi level kapabilitas APIP menunjukkan kualitas APIP yang semakin baik

dalam menjalankan perannya sebagai auditor intern. Oleh karenanya Perwakilan BPKP

Aceh sebagai instansi Pembina APIP di wilayah Aceh berusaha maksimal mewujudkan hal

tersebut dengan menerapkan IACM secara menyeluruh. Ada enam elemen yang saling

terintegrasi dapat meningkatkan kapabilitas APIP. Untuk elemen pertama yaitu peran dan

layanan APIP telah dilakukan pelatihan dan bimbingan teknis terkait audit kinerja juga

pembentukan coaching clinic dan klinik akuntabilitas gampong Aceh. Terkait elemen kedua,

yaitu pengelolaan SDM, dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi auditor.

Untuk elemen ketiga praktik profesional, telah dilakukan pembinaan terkait penegakan kode

etik auditor. Sedangkan untuk elemen keempat, yaitu akuntabilitas dan manajemen kinerja,

dilakukan pembinaan terkait penyusunan Rencana Kinerja Tahunan, Indikator Kinerja

Utama dan Penyusunan dokumen LAKIP. Adapun pada elemen kelima, yaitu budaya dan

hubungan organisasi dilakukan pembinaan terkait hubungan koordinasi APIP dengan

lembaga penjamin mutu eksternal. Sedangkan untuk elemen terakhir struktur tata kelola

APIP, upaya yang dilakukan adalah pembinaan kepada seluruh inspektorat di Aceh terkait

pembentukan management oversight, yaitu tim pengawasan APIP.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model IACM

yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh menunjukkan dampak positif bagi peningkatan

kapabilitas APIP di Aceh. Terbukti dari 24 APIP di wilayah Aceh, 16 APIP Pemerintah

Daerah atau 67% yang mengalami peningkatan level kapabilitas. Hasil penelitian ini telah

menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maryani (2017:101) bahwa

institusionalisasi IACM di Kementerian Luar Negeri berimplikasi terhadap APIP yang

semakin mampu mengenal kondisi kemampuan yang dimiliki, kapabilitas internal

auditornya dan perbaikan yang perlu dilakukan untuk pengembangannya baik individu, tim

dan organisasi. Namun disisi lain, penelitian ini juga memperluas kajian sebelumnya tidak

hanya berkontribusi secara teoritis tetapi penelitian ini juga berkontribusi secara praktis

bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Aceh dalam rangka

meningkatkan kapabilitas APIP di daerah dapat dijadikan best practice bagi daerah lainnya. Selanjutnya, dari penelitian ini juga ditawarkan model sinergi yang dapat mendukung

percepatan terjadinya peningkatan kapabilitas APIP di Aceh. Adapun model sinergi yang

dapat diterapkan adalah “trilateral synergy”. Model ini menggambarkan sinergi peran

antara tiga pihak yang berkepentingan dalam peningkatan kapabilitas APIP di Aceh. Tiga

pihak yang dimaksud adalah Perwakilan BPKP Aceh selaku instansi Pembina APIP, Kepala

Daerah selaku Pimpinan Tertinggi di daerah dan APIP itu sendiri. Adapun peran masing-

Page 19: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 155

masing pihak antara lain, Perwakilan BPKP Aceh terus berupaya melakukan pembinaan

terhadap APIP agar seluruh APIP di wilayah Aceh mampu meningkatkan lagi level

kapabilitasnya. Sedangkan kepala daerah berperan penting mengawal setiap pelaksanaan

tugas dan fungsi APIP di daerahnya serta memberikan tekanan (pressure) bagi APIP masih

berada di level rendah untuk terus memperbaiki kinerja sehingga mencapai kapabilitas pada

level berikutnya. Selain itu, kepala daerah juga perlu menerapkan reward and punishment

kepada APIP sehingga hal tersebut dapat menjadi stimulant agar APIP lebih termotivasi

dalam meningkatkan kapabilitasnya. Adapun APIP sendiri berperan semaksimal mungkin

untuk melakukan upaya terbaik dalam melakukan pengawasan internal sehingga mampu

memberikan jaminan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pencegahan korupsi. Sinergi

yang baik antara tiga pihak tersebut diharapkan dapat mempercepat peningkatan kapabilitas

APIP di Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, N. N. S., & Gayatri. (2018). Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan,

Komitmen Organisasi, Pengalaman Kerja, dan Pemahaman Good Governance pada

Kinerja Auditor. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 24(1), 282–310.

https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJA.2018.v24.i01.p11

Auditya, L., & Lismawati, H. (2013). Analisis Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi

Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Jurnal Fairness,

3(1), 21–41.

Bandi, I. W. (2015). Pengaruh E-Government, Kapabilitas APIP dan Persentasi Penyelesaian

Tindak Lanjut Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di

Indonesia. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, 15(2), 148–157.

BPKP. (2018). Laporan Kinerja BPKP 2018. Jakarta : BPKP

BPKP. (2018). Siaran Pers Konferensi dan Musyawarah Nasional Auditor Intern

Pemerintah Indonesia Tahun 2018. Retrieved from

http://pusbinjfa.bpkp.go.id/berita/208-Konferensi-dan-Musyawarah-Nasional-

Auditor-Intern-Pemerintah-Indonesia-Tahun-2-18.

Budirahardjo, R., & Baskara, S. A. B. (2019). Revitalizing and Strengthening The Role of

APIP In Building Strong Tone At The Top As An Effort To Prevent Corruption In

Indonesia. Asia Pacific Fraud Journal, 4(2), 139–149. Retrieved from

http://www.apfjournal.or.id/index.php/apf

Darmawiguna, I. M. Y. (2017). Pengaruh Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah

Terhadap Penerapan Good Governance dan Implikasinya Pada Kinerja Pemerintah. E-

Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 18(3), 2172–2201.

Fahmi, M., & Sari, D. R. (2018). Analisis Kapabilitas Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah (APIP) Menggunakan Standart Internal Audit Capability Model (IACM).

Jurnal Bina Akuntansi, 29(1), 1–16.

Gamar, N., & Djamhuri, A. (2015). Auditor Internal Sebagai “Dokter” Fraud Di Pemerintah

Daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(1), 107–123.

https://doi.org/10.18202/jamal.2015.04.6009 Gunanjar, G. G., Nurhayati, S., Mujiyanto, & Rachman, Y. P. (2019). Pengawasan Dengan

Partisipasi Masyarakat dan Penerapannya Di Indonesia. Jurnal Pengawasan, 1(1), 18–

28.

Heriansyah, M. I., Taufik, T., & Ratnawati, V. (2016). Pengaruh Reward sebagai Variabel

Moderasi dengan Kompetensi, Independensi, Pengalaman Kerja dan Keahlian

Profesional terhadap Kualitas Audit. Sorot, 11(1), 1–14.

Page 20: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

156 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020

https://doi.org/10.31258/sorot.11.1.3884

Hidayah, K., Wismono, F. H., Kusumaningrum, M., & Amarullah, R. (2019). Peran

Inspektorat Daerah Kota Samarinda dalam Mempertahankan Opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP). Jurnal Borneo Administrator, 15(2), 221–236.

https://doi.org/10.24258/jba.v15i2.538

Kurniawan, A. R. (2018). Pengaruh Karakteristik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

(APIP) Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Akuntansi, 6(1), 1–

20.

Marlaini, Aliamin, & Indriani, M. (2018). Evaluasi Efektivitas Penguatan Peran Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah Dalam Paradigma Baru (Studi Kasus Pada Salah Satu

Inspektorat Di Aceh). Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 4(1), 95–108.

https://doi.org/10.24815/jped.v4i1.10926

Maryani, T. (2017). Institusionalisasi Internal Audit Capability Model Pada Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (Studi Kasus di Kementerian Luar Negeri). Ekonomi

Bisnis, 22(2), 87–102.

Masdan, S. R., Ilat, V., & Pontoh, W. (2017). Analisis Kendala-Kendala Peningkatan

Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada Inspektorat Kabupaten

Gorontalo. Jurnal Riset Akuntansi Dan Auditing “Goodwill,” 8(2), 150–159.

https://doi.org/10.35800/jjs.v8i2.17780

Perwakilan BPKP Aceh. (2019). Laporan Kinerja Perwakilan BPKP Aceh Tahun 2019.

Retrieved from http://www.bpkp.go.id/aceh/konten/3156/Laporan-Kinerja-

Perwakilan-BPKP-Aceh-Triwulan-I-2019.bpkp.

Primasatya, R. D., Puspitasari, M. D., Hasundungan, R., & Laila, E. A. (2019). Faktor-Faktor

Yang Memengaruhi Efektivitas Audit Internal Inspektorat se-Karesidenan B. Jurnal

Pengawasan, 1(1), 1–9.

Puslatbang, KHAN. (2019). Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan Terkait Pemberantasan Korupsi (1st ed.; S. Fadhil, Ed.).

Retrieved from http://aceh.lan.go.id/download/5723/

Putra, T. A. P. S. (2017). Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan Pengalaman Auditor

Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Terhadap Pendeteksian Fraud Dengan

Skeptisisme Profesional Sebagai Variabel Intervening Pada Perwakilan BPKP Provinsi

Kepulauan Riau. Coopetition, 8(1), 67–83.

Rahman, B., & Zulkarnaini. (2017). Pengaruh Pengawasan Akuntabilitas Terhadap Kinerja

Manajemen Pada Rumah Sakit Umum Sakinah Kota Lhokseumawe. Jurnal Akuntansi

Pembangunan, 3(1), 1–14.

Rustendi, T. (2017). Peran Audit Internal Dalam Memerangi Korupsi (Upaya Meningkatkan

Efektivitas Fungsi APIP). Jurnal Akuntansi, 12(2), 111–126. Retrieved from

http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jak/article/view/384/280

Sagara, Y. (2015). Efektivitas Peran Auditor Internal Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang Ditunjukkan oleh PP No.60 Tahun 2008: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

(SPIP). Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 5(1), 119–132.

Toding, D. S. (2016). Kapasitas Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah Kabupaten Sidoarjo (Kajian terhadap Kompetensi Aparat Inspektorat di Kabupaten

Sidoarjo). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 2(1), 11–18.

Tohom, A. (2016). Peran Pengawasan Internal dalam Menghindari Kutukan Sumber Daya

Alam. Liquidity, 5(1), 1–9.

Urrahmi, M. (2015). Pengaruh Independensi, Kompetensi, Motivasi, Objektivitas, Integritas,

Pengalaman Kerja dan Etika terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam

Page 21: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020 157

Pengawasan Keuangan Daerah ( Studi Empiris pada Inspektorat Pemerintah Kota di

Sumatera Barat). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 2(2),

1–14.

Widanarto, A. (2012). Pengawasan Internal, Pengawasan Eksternal dan Kinerja Pemerintah.

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 12(1), 1–18.

Yohanes, E. (2018). Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Kabupaten Bulungan. Jurnal Paradigma,

7(2), 65–78.

Page 22: UPAYA PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN …

158 Jurnal Borneo Administrator, Vol. 16 No. 2, 137-158, Agustus 2020