10
Available online at: http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jrt/ Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN: 2622-0636 Volume 3, No 3, Oktober 2020 (120-129) DOI: https://doi.org/10.36928/jrt.v3i3.610 120 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636 UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN MANGGARAI NTT Nur Dafiq 1 Claudia Fariday Dewi 2 Nai Sema 3 Sahrul Salam 4 1,2,3,4 Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng Jalan Ahmad Yani No. 10, Ruteng, Flores NTT, 86518. Indonesia e-mail: [email protected] 1 , [email protected] 2 Abstrak Kasus bullying di Indonesia menduduki peringkat teratas. Perilaku bullying sering kali terjadi apabila seseorang mempunyai kekurangan dalam dirinya, baik secara fisik maupun mental. Dampak bullying bagi siswa berupa menurunnya nafsu makan, sakit kepala, malu, dan merasa takut untuk bergaul di lingkungan sosial. Peningkatan pemahaman para siswa terkait perilaku bullying dapat menurunkan kasus bullying. Kegiatan pengabdian dilakukan pada 4 sekolah di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat, yaitu MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, SMA Familia Lembor, dan SMA Negri 1 Rahong Utara. Kegiatan dilakukan pada tahun 2019 dengan rentang waktu 1 Minggu. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman serta meningkatkan pengetahuan remaja mengenai perilaku bullying serta konsekuensi dampak psikologis. Metode pelaksanaan kegiatan ini, yaitu dengan cara penyuluhan yang dirancang dalam bentuk pemaparan materi serta diskusi dan tanya jawab. Kegiatan dilakukan dalam jangka waktu yang bebeda untuk tiap sekolah. Melalui kegiatan ini remaja mendapatkan pengetahuan tentang bullying, mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying, jenis-jenis bullying serta cara melawan bullying agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis. Manfaat pelaksanaan kegiatan ini bagi sekolah, yaitu adanya kesadaran pihak sekolah terhadap dampak buruk perilaku bullying sehingga dapat melakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kasus bullying di sekolah. Kata kunci: Bullying; remaja; dampak psikologis; penyuluhan Abstract The case of bullying in Indonesia is at the top of the list. Bullying often occurs when a person has a deficiency in himself both physically and mentally. The impact of bullying for students can be in the form of loss of appetite, dizziness and inferiority in friendship and withdrawal in social relations. Increasing student and student understanding related to bullying behavior can reduce bullying cases. Community service activities were carried out at 4 schools in Manggarai and West Manggarai Regencies, namely MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, Familia Lembor High School and Negri 1 North Rahong High School. Activities carried out in 2019 with a span of 1 week. This activity is carried out with the aim of providing increased knowledge of adolescents about bullying behavior and the consequences of psychological impacts. The method of implementing this activity is by means of counseling, designed in the form of material exposure as well as discussion and question and answer. Activities are carried out in different time periods for each school. Through this activity

UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Available online at:

http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jrt/ Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat

E-ISSN: 2622-0636 Volume 3, No 3, Oktober 2020 (120-129)

DOI: https://doi.org/10.36928/jrt.v3i3.610

120 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN MANGGARAI NTT

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

1,2,3,4 Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng Jalan Ahmad Yani No. 10, Ruteng, Flores NTT, 86518. Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Kasus bullying di Indonesia menduduki peringkat teratas. Perilaku bullying sering kali terjadi apabila seseorang mempunyai kekurangan dalam dirinya, baik secara fisik maupun mental. Dampak bullying bagi siswa berupa menurunnya nafsu makan, sakit kepala, malu, dan merasa takut untuk bergaul di lingkungan sosial. Peningkatan pemahaman para siswa terkait perilaku bullying dapat menurunkan kasus bullying. Kegiatan pengabdian dilakukan pada 4 sekolah di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat, yaitu MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, SMA Familia Lembor, dan SMA Negri 1 Rahong Utara. Kegiatan dilakukan pada tahun 2019 dengan rentang waktu 1 Minggu. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman serta meningkatkan pengetahuan remaja mengenai perilaku bullying serta konsekuensi dampak psikologis. Metode pelaksanaan kegiatan ini, yaitu dengan cara penyuluhan yang dirancang dalam bentuk pemaparan materi serta diskusi dan tanya jawab. Kegiatan dilakukan dalam jangka waktu yang bebeda untuk tiap sekolah. Melalui kegiatan ini remaja mendapatkan pengetahuan tentang bullying, mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying, jenis-jenis bullying serta cara melawan bullying agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis. Manfaat pelaksanaan kegiatan ini bagi sekolah, yaitu adanya kesadaran pihak sekolah terhadap dampak buruk perilaku bullying sehingga dapat melakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kasus bullying di sekolah. Kata kunci: Bullying; remaja; dampak psikologis; penyuluhan

Abstract The case of bullying in Indonesia is at the top of the list. Bullying often occurs when a person has a deficiency in himself both physically and mentally. The impact of bullying for students can be in the form of loss of appetite, dizziness and inferiority in friendship and withdrawal in social relations. Increasing student and student understanding related to bullying behavior can reduce bullying cases. Community service activities were carried out at 4 schools in Manggarai and West Manggarai Regencies, namely MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, Familia Lembor High School and Negri 1 North Rahong High School. Activities carried out in 2019 with a span of 1 week. This activity is carried out with the aim of providing increased knowledge of adolescents about bullying behavior and the consequences of psychological impacts. The method of implementing this activity is by means of counseling, designed in the form of material exposure as well as discussion and question and answer. Activities are carried out in different time periods for each school. Through this activity

Page 2: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

121 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

adolescents gain knowledge about bullying, know the forms and factors that influence bullying, the types of bullying and how to fight bullying so as not to have a negative impact on psychological conditions. The benefits of implementing this activity for schools are the awareness of the school towards the adverse effects of bullying behavior so that various policies can be implemented to reduce and prevent bullying in schools.

Keywords: Bullying; teenager; psychology; counseling PENDAHULUAN

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah keluarga. Sekolah memegang peran penting dalam perkembangan psikologi, sosial, dan emosi seorang remaja. Lingkungan pergaulan yang positif akan berdampak pada perkembangan mental yang positif, demikianpun sebaliknya. Misalnya, kasus bullying yang banyak terjadi di lingkunga sekolah. Amerika merupakan negara yang memiliki kasus bullying sebanyak 15. 600 siswa dari SD sampai SMA. 17 % di antaranya melaporkan menjadi korban bullying dan 19 % mengaku melakukan bullying selama berada di lingkungan sekolah (Sari, 2017).

Menggertak atau mengganggu adalah dasar kata bullying dalam bahasa Inggris (bully). Agresi, kekerasan verbal, kekerasan fisik adalah komponen perilaku bullying yang biasanya dilakukan dengan sengaja. Trevi menegaskan bahwa perilaku bullying juga terjadi apabila sekelompok orang merasa kuat dan perilaku tersebut digunakan untuk menyakiti orang lemah (Bulu, 2019).

Perilaku kekerasan seperti bullying telah diteliti oleh para ahli di berbagai negara. Misalnya, di Norwegia perilaku bullying pada anak-anak berusia 7-16 berjumlah 15% baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Olweus pada tahun 1995 telah melakukan penelitian signifikan terhadap pelaku dan korban bullying di Swedia, sebanyak 9 % anak-anak SD diindikasi sebagai korban secara regular, sedangkan sebanyak 7% sebagai pelaku bullying (Marela dkk, 2017).

Kuesioner Olwelus tentang perundungan atau kekerasan, membagi bullying menjadi beberapa aspek. Aspek verbal, yaitu ucapan yang dilontarkan seseorang dengan maksud untuk menyakiti atau menertawakan seorang individu, dengan menyapa nama yang tidak layak, menyebarkan berita palsu atau menceritakan tentang kebohongan. Indirect yaitu perilaku menolak, meninggalkan atau mengeluarkan seseorang dari kelompok pertemanan secara sengaja. Physical, yaitu memberikan tindakan fisik yang dapat menyinggung atau menyakiti seseorang seperti dipukul, ditendang, mendorong, perilaku terror (Nasional, dkk, 2011).

Penelitian mengenai bullying telah dilakukan oleh LSM Plan Intenasional, yaitu pusat penelitian pada wanita di beberapa Negara kawasan asia. Indonesia merupakan negara yang memiliki persoalan tindakan perilaku agresif tinggi, seperti bullying di lingkungan sekolah sebanyak 84%. Penelitian ini melibatkan 9000 anak berusi 12-17 tahun (Pratiwi, 2017). Penelitian tentang masalah perundungan di Indonesia masih terbilang baru. Hasil studi yang diperoleh oleh pakar dalam bidang intervensi bullying mengungkapkan bahwa di Indonesia siswa yang melaporkan pernah menjadi korban perundungan seperti diejek, dicemooh, dikucilkan, dipukul, ditendang, atau didorong. Frekuensi perilaku bullying ini dilakukan sedikitnya seminggu sekali (Fithria & Auli 2016).

Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) telah melakukan penelitian tentang

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

Page 3: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Upaya Edukasi Pencegahan Bullying…

122 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

bullying di tiga kota besar Indonesia, yaitu Yogyakarta, Jakarta dan Surabaya. Hasil penelitian tersebut, yaitu terjadinya kekerasan di tingkat SMA sebesar 67,9% dan 66,1% terjadi di tingkat SMP. Kategori kekerasan psikologis berupa pengucilan pada tingkat SMP sebesar 41,2% dan SMA sebanyak 43,7%. Tercatat sebesar 41,2% melakukan kekerasan sesama siswa untuk tingkat SMP sedangkan sebanyak 43,7% oleh tingkat SMA. Gambaran kekerasan di Yogyakarta mengakui adanya tindakan kekerasan pada tingkat SMP sebesar 77,5%, kota Surabaya 59,8%, dan Jakarta 61,1% (Wiyani, dalam Azwar, 2017).

Junior Chamber International (JCI) mencatat sekitar 40% pelajar menjadi korban perundungan di beberapa kota. Kota Bogor, Jawa Barat sebanyak 30-40% dari korban bullying yang masih berusia SD, SMP, dan SMA. Perilaku bullying sering kali terjadi apabila seseorang mempunyai kekurangan fisik dan psikis dalam dirinya (Republika, 2016).

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mengatakan bahwa fenomena kasus perundungan yang terjadi di Provinsi Aceh meningkat 2 kali lipat dalam waktu tiga tahun terakhir. Persentasi bullying tertinggi di Banda Aceh terdapat pada SMA (38,37%), SMP (36,67), dan Sekolah Dasar (32,90%) (Faizah, 2017).

Perilaku kekerasan seperti bullying tetap menjadi perbincangan hangat setiap kalangan di Indonesia. Dunia pendidikan menjadi sorotan dimana banyak terjadi penindasan di lingkungan sekolah yang dilakukan guru kepada siswa ataupun oleh siswa kepada siswa lain. Kasus semacam ini tidak hanya membawa citra buruk pendidikan sebagai tempat proses humanisasi berlangsung, namun kenyataanya tidak sesuai keinginan bahkan menimbulkan suatu kekawahtiran dan perlu mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah. Perilaku

bullying menggunakan kekerasan, ancaman atau perilaku memaksa untuk menyalahgunakan wewenang dan menindas orang lain tanpa mengormati hak asasi manusia.

Perilaku bullying ini telah menjadi satu kebiasaan yang melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan pada aspek sosial dan fisik antarsesama manusia, sehingga perilaku kekerasan ini sangat mendapatkan perhatian khusus baik dari pihak pemerintah, pendidik, sampai kepada setiap orang tua (Zakiyyah, 2018).

Olweus merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep bullying pada tahun 1973. Bullying dipandang sebagai bentuk perilaku agresif, yaitu tindakan kejahatan atau membuat individu merasa tidak berdaya. Perilaku ini dilakukan secara terus menerus, dan dengan sengaja.

Bullying adalah suatu perilaku yang agresif dengan maksud menyakiti orang lain yang dilakukan secara berulang-ulang dan secara terus menerus dalam suatu relasi interpersonal yang ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan, meski tanpa adanya profokasi yang nyata (Faizah, 2017). Djuwita (Masdin, 2013) mengemukakan bahwa ada bentuk-bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti kejiwaan atau fisik seseorang. Biasanya perilaku ini dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan terhadap orang yang dianggap lemah.

Tindakan perundungan di sekolah masih menjadi permasalah dunia pendidikan Indonesia. Siswa dan siswi SMP belum banyak memahami secara mendalam tentang perilaku bullying yang mereka lakukan atau mereka dapatkan dari lingkungan. Siswa dan siswi SMP juga belum mengatahui bagaimana cara menolak perilaku bullying agar tidak menjadi akar permasalahan kesehatan mental

Page 4: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

123 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

dunia pendidikan. Menurut Yamin dkk (2018), faktor-faktor yang melatarbelakangi siswa melakukan perilaku bullying, antara lain: 1. Perbedaan kelas, masalah

ekonomi, etnisitas atau rasisme. Faktor bullying dapat terjadi ketika terdapat perbedaan ekstrim individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung dan jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, dapat menjadi faktor penyebab bullying.

2. Tradisi atau kebiasaan dalam senioritas. Senioritas sering diajadikan alasan tindakan bullying. Senioritas ini tidak berhenti begitu saja, senioritas termasuk dalam perilaku yang berulang dan berantai. Senioritas ini terjadi dengan alasan untuk memuaskan keinginan mencari masalah, mencari popularitas, penyaluran dendam dan menunjukan kekuasaan.

3. Keluarga tidak rukun. Adanya berbagai masalah internal dari keluarga seperti krtidakhadiran orang tua, menderita depresi, kurangnya komunikasi dan ketidakharmonisan merupakan peyebab tindakan kekerasan yang signigfikan.

4. Iklim lingkungan sekolah yang tidak hangat dan tidak bersahabat atau diskriminatif. Apabila pengawasan dari pihak sekolah itu loggar dan tidak disiplin maka perilaku bullying dapat terjadi.

5. Karakerter inidvidu atau kelompok. Memiliki rasa dendam dalam pergaulan teman sebaya, kesalahan interpretasi pada perilaku korban.

Menurut Sucipto (2012), tanda dan gejala terjadi tindakan bullying pada remaja di sekiolah, yaitu a) menurunnya nilai akademis, b) menurunnya jumlah kehadiran di sekolah, c) hilangnya minat

mengerjakan pekerjaan sekolah, d) menurunnya daya kosentrasi di sekolah, e) berkurangnya minat pada kegiatan sekolah, f) dikeluarkan dari kegiatan yang tadinya dia sukai.

Berdasarkan pengelompokannya (Riauskina, 2005), ada lima kategori perilaku bullying, yaitu:

1. Kontak Fisik: seperti memukul, menggigit, menjambak, menedang, mengunci seseorang dalam ruangan, dicubit, dicakar, juga termasuk pemerasan dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.

2. Kontak verbal langsung: seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, mencela atau mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan berita buruk.

3. Perilaku verbal langsung: memberikan tatapan sinis, memberikan ekspresi muka merendahkan, menjulurkan lidah. Hal ini biasanya disertai dengan bullying fisik atau verbal.

4. Perilaku non-verbal tidak langsung: seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng

5. Pelecehan seksual: perilaku agresif

Hasil survei global yang diadakan oleh The Health Behavior in School Aged Children (HBSC) pada 40 negara di dunia, menunjukkan negara yang memiliki kasus bullying tertinggi adalah Jepang, Indonesia, Kanada, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian di berbagai Negara, siswa dengan rentang usia 8-16 tahun menujukkan bahwa 8% sampai 38% menjadi korban bullying. Di Indonesia, khususnya Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan provinsi yang meimiliki kasus terbanyak tentang

Page 5: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Upaya Edukasi Pencegahan Bullying…

124 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

kekerasan anak, yaitu 649 kasus, Provinsi Jawa Barat sebanyak 391 kasus, Sumatera Utara sebanyak 317 kasus, Lampung sebanyak 252 kasus, NTT 234 kasus, Provinsi Jatim 228 kasus, Sultra sebanyak 206 kasus, dan Bali 182 kasus (Rachman, 2018).

Berdasarkan hasil peneilitian, dampak bullying bagi siswa sangat bervariasi, yaitu hilangnya nafsu makan, migraine, dan menarik diri dalam pergaulan teman sebaya. Dampak psikologis tersebut bisa menghambat perkembangan anak dikemudian hari. Bahkan, ironisnya kegiatan inisiasi siswa seperti MOS, perubahan kepengurusan oraganiasi OSIS, LDK, outbound, dan kegiatan yang melibatkan senior cenderung menjadi ajang terjadinya bullying dengam cara mempermalukan siswa-siswi yang baru masuk sekolah atau adik kelas dengan kegiatan yang merendahkan dan mengintimidasi siswa (Menengah, 2018).

Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku bullying atau perundungan ini harus dihentikan demi terciptanya kesehatan mental remaja yang positif. Kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah perlu dilakukan untuk memantau perilaku bullying di sekolah agar perilaku tersebut dapat dihentikan. Media sosial dan majalah dinding sering membuat kampaye tentang perilaku bullying untuk meningkatkan pengetahuan siswa dan menghentikan perilaku bullying.

Tema utama yang diangkat dalam pengabdian ini adalah dampak psikologis akibat perilaku bullying. Tim PkM ingin memberikan gambaran dampak psikologis akibat perilaku bullying. Kegiatan pengabdian ini dilakukan bersama mahasiwa STIKES Santu Paulus Ruteng (sekarang menjadi Univeristas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng). Kegiatan PkM ini dilakukan di MAN 2 Langke

Rembong, MAN Salahudin Nagalili, SMA Familia Lembor, dan SMA Negri 1 Rahong Utara pada tahun 2019. Tujuan kegiatan ini, yaitu untuk memberikan gambaran pemahaman dan pengetahuan remaja tentang perilaku bullying serta konsekuensi dampak psikologis yang ditimbulkan. ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN MITRA Permasalaha pada mitra pengabdian antara lain:

a. Rendahnya motivasi belajar, siswa yang menjadi koban bullying mendapatkan hasil belajar yang rendah, serta tidak memiliki motivasi berprestasi.

b. Harga diri rendah. Remaja atau siswa yang mendapat perilaku bullying, merasa diri tidak diterima dalam lingkungan pergaulan sehingga cenderung mempunyai kepribadian menarik diri.

c. Pihak sekolah belum mendapatkan pengetahuan yang luas mengenai bullying sehingga para pendidik juga melakukan perilaku bullying terhadap pada siswa.

Hasil penelitian dari lembaga STKIP Santu Paulus Ruteng menunjukkan bahwa dari data 674 responden sebanyak 15.4% mendapat kekerasan verbal dari orangtua, 17.7% mendapat kekerasan verbal dari guru, dan 17.7% mendapat kekerasan verbal dari teman atau lingkungan. Sebanyak 31.54% menjadi pelaku kekerasan.

Berdasarkan hasil analisis situasi tersebut, dapat identifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh mitra kerja sama, yaitu (1) kurangnya pengetahuan mengenai perilaku bullying baik oleh siswa maupun pendidik (2) belum maksimalnya pencegahan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dan lingkungan bermain bersama teman sebaya (3) korban bullying tidak mendapatkan penanganan professional. Dengan

Page 6: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

mempertimbangkan hal tersebut, maka disepakati untuk melakukan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM), yaitu melakukan penyuluhan dan edukasi bagi para siswa, guru, dan pegawai sekolah tentang perilaku bullying.

METODE PELAKSANAAN Tujuan kegiatan ini adalah

memberikan gambaran pengetahuan tentang perilaku bullying atau perundungan serta dampak psikologis yang ditimbulkan akibat perilaku bullying. Manfaat kegiatan ini adalah remaja dapat mengetahui tentang bullying serta mencegah bullying pada diri sendiri dan lingkunganya. Selain itu, diharapkan menurunnya perilaku bullying pada remaja. Sebelum melakukan kegiatan tersebut, tim PkM melakukan pendekatan pada sekolah-sekolah yang menjadi sasarang pengabdian dengan cara mengirim surat permohonan izin serta melakukan wawancara terhadap pihak sekolah untuk mengetahui permasalahan mitra secara mendalam.

Metode pelaksanaan kegiatan ini, yaitu penyuluhan yang dirancang dalam bentuk pemaparan materi serta diskusi dan tanya jawab secara aktif. Kegiatan pengabdian ini dilakukan dalam waktu yang bebeda untuk setiap sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Siswa dan guru merupakan

sasaran yang tepat untuk diberikan edukasi tentang perilaku bullying. Kegiatan PkM ini merupakan bentuk eduksi tentang bullying. Kegiatan edukasi ini berjalan sesuai dengan rencana. Hal ini berdasarkan kepuasan dan antusiasme peserta dalam bertanya dan menceritakan

pengalaman mereka tentang perilaku bullying.

Beberapa remaja siswa mengemukakan pengalaman mereka tentang bullying, seperti diejek oleh teman dan orang tua, dikucilkan oleh lingkungan, dan mendapat kekerasan fisik. Anak remaja lain menyatakan pendapat tentang faktor pemicu terjadinya bullying, yaitu bentuk fisik. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Sejiwa (Harahap & Saputri, 2019) bahwa pelaku perundungan atau bullying biasanya dengan mudah mengendus calon korbannya dan pada pertemuan pertama, pelaku akan melancarkan aksinya terhadap sang korban. Ciri-ciri korban yang dapat memicu adanya bullying adalah berfisik kecil, lemah, kurang bersosialisasi, tidak percaya diri, memliki aksen yang khas dan berbeda, kurang pandai, tidak cantik atau tidak ganteng. Begitu juga dengan yang peneliti temukan di sekolah bahwa korban yang mudah untuk dibully, yaitu siswa yang mempunyai fisik kecil dan pendiam atau sangat memilih-memilih teman di sekolah.

Siswa sebagai partisipan dalam kegiatan pengabdian ini menjelaskan alasan mereka menerima perilaku bullying karena orang tua dan lingkungan yang tidak mendukung. Banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya perilaku bullying. Salah satunya adalah faktor lingkungan sekolah dan pergaulan teman sebaya (Monks, dalam Bulu, 2019).

Sekolah merupakan tempat belajar utama bagi siswa. Dalam kesehariannya, siswa remaja lebih dekat dengan teman sebaya dibandingkan orang tua. Remaja

125 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

Page 7: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Upaya Edukasi Pencegahan Bullying…

126 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

lebih banyak menghabisakan waktu dengan teman sebayanya daripada keluarganya (Murtiyani dalam Muhlisin, 2016). Pengaruh teman sebaya memberikan kontribusi besar dalam perilaku bullying, seperti memberikan gambaran bahwa bullying bukan suatu masalah melainkan hal yang wajar.

Tahap perkembangannya, anak memiliki keinginan untuk mandiri dan mencari support. Perilaku konformitas, yaitu perilaku kelompok yang dapat mengubah aspek kehidupan seseorang. Faktor teman sebaya dalam pergaulan sosial dikenal sebagai fase pertama dalam pergaulan kelompok anak dan membawa pengaruh besar terhadap perubahan perilaku. Faktor media juga membari pengaruh pada perilaku bullying. Media menjadi bagian dari kehidupan manusia dan dapat mengubah pola hidup seseorang. Media cetak maupun elektronik dapat membawa dampak baik dan buruk (Bulu, dkk, 2019).

Bullying memberikan dampak fisik dan psikologis. Secara fisik, dampak yang ditimbuklan yaitu kerusakan tulang, gigi rusak, luka-luka sampai kerusakan otak permanen. Korban prilaku bullying akan merasakan dampak kurang baik terhadap perkembangannya. Siswa atau remaja yang menjadi korban bullying merasa tergangggu dan tidak nyaman dengan tindakan tersebut (Sullivan dalam Damayanti & Karsih, 2016). Lebih lanjut, Wiyani (Bulu dkk 2019) mengatakan bullying memberikan dampak negatif bagi korban dan juga pelaku. Dampak buruk bullying pada fisik, yaitu sakit kepala, mengalami sakit dada, luka benda tajam, dll. Beberapa kasus terjadi berdampak pada kematian. Dampak psikologis, yaitu rendahnya

psychology well being, mengalami hambatan dalam penyesuaian sosial, perilaku marah, rasa dendam, rasa tertekan, rasa tidak nyaman, rasa sedih mendalam, merasa terancam dan timbul pemikiran bunuh diri. Pelaku bullying mendapatkan hukuman pidana karena melakukan pelanggaran HAM dan otoritas lembaga, sekolah memberikan sanksi atau perilaku tersebut.

Dampak negatif yang dirasakan akibat bullying adalah marah, rasa dendam, rasa tertekan, mau, dan merasa sedih. Bahkan, emosi negative pun sering dirasakan oleh korban bullying. Dampak psikis bullying yang berbahaya adalah munculnya gangguan psikologis, seperti cemas berlebihan, takut, depersi, bunuh diri, dan PTSD. Anak yang mengalami tindakan bullying di sekolah akan mengalami depresi dan gangguan mental.

Gejala-gejala klinis gangguan mental yang muncul pada masa anak-anak, yaitu anak tumbuh dan berkembang menjadi individu cemas, cepat gugup, dan takut hingga tak bisa berbicara (Djuwita, dalam Bulu dkk 2019). Bullying yang belum diatasi akan mengancam perkembangan psikososial remaja. Konsekuensi negatif tersebut akan ada dalam jangka waktu yang panjang, dimana korban berisiko tinggi mengalami depresi, stress, merasa harga diri rendah, dan menimbulkan trauma (Racman & Syahrir, 2018).

Perilaku bullying remaja sering kali dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil diskusi bersama remaja dalam pengabdian ini, mereka sering diejek, dibentak, dan tindakan bullying lainnya. Banyak intervensi pencegahan perilaku bullying pada remaja di sekolah.

Intervensi terhadap masalah bullying, Smith (dalam Putri & Suyanto, 2016) menyebutkan sebelas

Page 8: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

127 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

pendekatan bullying yang dilakukan, baik bersifat preventif maupun interventif, yaitu (1) melakukan pendekatan dengan kebijakan, (2) memotivasi siswa, (3) menciptakan atmosfer kelas dengan menciptakan hubungan hangat antara siswa, (4) kurikulum menyediakan informasi mengenai bullying, dampak yang timbulkan kepada korban dan pertolongan yang didapatkan siswa, (5) mengatasi prejudice sosial dan sikap yang tidak esuai atau diinginkan seperti SARA, (6) pengawasan dan monitoring perilaku siswa diluar kelas, (7) melibatkan siswa-siswa yang telah di training sebagai mediator grup untuk membantu dan mengatasi konflik, (8) memberikan bentuk penalti non fisik atau sanksi, (9) keterlibatan orang tua korban bullying dan mengundang mereka ke sekolah untuk mendiskusikan tentang intervensi bullying, (10) menyelenggarakan semacam konfrensi komunitas, dimana korban didorong untuk menyatakan kesedihan mereka di hadapan pelaku bullying dan juga teman-teman atau pendukung yang terlibat dalam peristiwa bullying tersebut, dan (11) pendekatan-pendekatan lainnya yang bertujuan untuk memberi dampak perubahan perilaku yang positif kepada siswa dalam masalah bullying.

Foto dokumentasi kegiatan:

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dikusi

tentang bullying dalam kegiatan pengabdian tersebut, kesimpulan bahwa masih banyak remaja yang menjadi korban bullying maupun pelaku. Kurangnya pengatahuan remaja dan lingkungan masyarakat sehingga perilaku bullying terus terjadi. Faktor lingkungan sangat berpengaruh dan memberikan dampak negatif bagi kondisi kejiwaan remaja. Selain itu, dunia pendidikan, perilaku bullying guru pada siswa masih sering terjadi.

Peran sekolah dirasakan belum optimal dalam menangani perilaku bullying. Hasil lain yang diperoleh melalui diskusi tersebut adalah remaja yang menjadi korban perilaku bullying membutuhkan intervensi lebih lanjut. Bullying masih menjadi topik yang akan selalu menjadi pembicaraan. Perilaku bullying tidak dapat berhenti atau selesai apabila masyarakat belum maupunyai pengetahuan yang cukup tentang bullying.

Perilaku bullying menjadi fenomena sosial yang terjadi pada remaja, khusunya daerah Manggari, NTT. Bullying dianggap sebagai hal yang biasa. Remaja sering mendapatkan bullying dan tekanan sosial lingkungan, namun minim intervensi. Dampak yang ditimbuklan berupa depersei dan berujung pada bunuh diri. Kegiatan pengabdian ini, remaja juga mendapatkan pengetahuan tentang bullying, khususnya mengenai bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying, jenis-jenis

Page 9: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Upaya Edukasi Pencegahan Bullying…

bullying, serta cara melawan bullying agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis. Selain itu, pihak sekolah menyadari bahwa perilaku bullying sangat buruk bagi kondisi kesehatan mental remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Bulu, Y., Maemunah, N., & Sulasmini. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Remaja Awal. Nursing News, 4(1), 54–66. https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/download/1473/1047

Damayanti, dkk. (2016). Studi Kasus Dampak Psikologis Bullying pada Siswa Tunarungu di SMK Negeri 30 Jakarta.Jurnal Insight Vol 2(2), 86–90. https://doi.org/10.21009/INSIGHT.022.14

Faizah, F., & Amna, Z. (2017). Bullying dan Kesehatan Mental Pada Remaja SMA di Banda Aceh. International Jurnal of Child and Gender Studies, 3(1), 77.

Fithria, dan Auli, R. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bullying.Idea Nursing Journal, 7(3), 9–17.

Harahap, E., & Ika Saputri, N. M. (2019). Dampak Psikologis Siswa Korban Bullying Di Sma Negeri 1 Barumun. RISTEKDIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 4(1), 68. https://doi.org/10.31604/ristekdik.v4i1.68-75

Marela, G., Wahab, A., & Marchira, C. R. (2017). Bullying verbal menyebabkan depresi remaja SMA Kota Yogyakarta.Berita Kedokteran Masyarakat, 33(1), 43. https://doi.org/10.22146/bkm.8183

Masdin. (2013). Fenomena Bullying Dalam Pendidikan. Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2, 73–83.

Pratiwi, C, J., Ariestanti, Y. (2017). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Di Yayasan Pendidikan Bina Pangudi Luhur Jakarta Timur Tahun 2017.Jurnal Ilmu Bidang Kesehatan, Vol 10(2) 678-683

Putri, F., Suyanto, T. (2016). Strategi Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying Di Smp Negeri 1 Mojokerto.Jurnal Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 1(4), 62–76.

Rachman, D dan Syahrin A. M. N. (2018). Pelatihan Komunikasi Teman Sebaya Sebagai Upaya Meminimalisasi Bullying di Sekolah Menangah Atas negri (SMA) 16 Samarinda. Jurnal Abdimas Mahakam Vol 2(2) https://doi.org/10.24903/jam.v2i2.369

Republika News. (2016). 40 Persen Pelajar Kota Bogor Jadi Perundungan. https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/06/15/o8tlky284-40-persen-pelajar-bogor-jadi-korban-perundungan diakes bulan Agustus 2020

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R. (2005). ‘Gencet-gencetan’ di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ‘gencet-gencetan’. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13.

Sari, E. P. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Di Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda

128 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

Page 10: UPAYA EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING PADA SISWA …

Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4

129 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

Aceh. Idea Nursing Journal, Vol VIII No. 3

Sari, Y. P., & Azwar, W. (2018). Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif Perilaku Bullying Siswa di SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10(2), 333–367. https://doi.org/10.24042/ijpmi.v10i2.2366

Sucipto. (2012). Bullying Dan Upaya Meminimalisasikannya. Jurnal Psikopedagogia, 1(1).

Yamin, A., dkk. (2018). Pencegahan Perilaku Bullying Pada Siswa-Siswi SPN 2 Tarogong Kidul Kabupaten Garut. Jurnal Pengabdian Kepada Mayarakat Vol 2 (4) 293-295