95
Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Ag.) Oleh: Siti Syifa Fauziah NIM: 11140321000024 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan

Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S.Ag.)

Oleh:

Siti Syifa Fauziah

NIM: 11140321000024

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat
Page 3: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat
Page 4: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat
Page 5: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

v

ABSTRAK

SITI SYIFA FAUZIAH

“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina

Benteng Tangerang Kota”

Sejauh ini masyarakat Cina Benteng telah mempertahankan tradisi upacara

kematian secara utuh terlihat bahwa daya hidup tradisi yang kuat, penulis

menganalisis isi upacara kematian masyarakat Cina Benteng termasuk prosesinya.

Dari mulai upacara pemberangkatan jenazah dan upacara pemakaman hingga sesi

lainnya. Setiap prosesi upacara kematian memiliki makna khusus umumnya untuk

menujukan rasa bakti dan hormat terhadap orang yang meninggal. Selain itu ada

budaya Berkabung yang menandakan bahwa keluarga tersebut sedang berduka.

Penelitian ini yang menggunakan metode penelitian lapangan (field

research) yang didukung oleh studi kepustakaan (library research) dengan

pendekatan kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini

adalah pendekatan antropologi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan teknik observasi dan wawancara.

Hasil dari penelitian. Walaupun upacara kematian masyarakat Cina

Benteng terjadi perubahan kecil, mereka tetap menjaga tradisi dari nenek moyang

terdahulu dan selalu melaksanakan upacara kematian agar arwah yang meninggal

tetap tenang dan saling mendokan

Kata Kunci: Masyarakat Cina Benteng, Kematian dan Berkabung.

Page 6: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

vi

KATA PENGANTAR

Alhmdulilahirrabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan

sebagai rasa sukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beserta

salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi kita yaitu Nabi besar Muhammad

SAW yang telah membimbing umat manusia untuk menuju kehidupan yang lebih

berperadaban dari zaman kegelapan sehingga zaman benderang.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan dan saran

dari berbagai pihak sehingga penyusun skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu

penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Kedua Orang tua tercinta, abah Misna dan Emak Ratifah Fauziah, beserta

adik-adikku Abdul Jalil, Ahmad Gozali, Siti Hopipah Fauziah. Keluarga

besar Bpk Olot Antun dan Abah Kolot Aping. Yang selalu memberikan

pelajaran tak terhingga sampai sekarang ini.

2. Bapak Prof. M. Ikhsan Tanggok, M.SI, sebagai dosen pembimbing yang

selalu meluangkan waktu serta tenaganya untuk memberikan arahan dalam

menulis skripsi ini sehingga penulis dapat membuka pikiran yang lebih

mendalam.

3. Bapak. Dr. Media Zainul Bahri, Ma. selaku kajur dan Ibu Dra. Halimah,

MA. selaku sekjur Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Serta seluruh civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

vii

4. Keluarga Besar HMB Jakarta, para pengurus periode 2018-2019, senior,

dan adik-adik. Khususnya kepada: ka, MK Ulumuddin, abangda Deni

Iskandar, ka Adhiya Mudzaki, teh Fizma, teh Teti, teh Arimah, ka Awad,

Wulan, teh Iya Ahdiyati, Wilu, Chyntia, Imron, Fahmi, Khilda Fauziah,

Siti Mahfudzoh, Hamidah, Malisa, Ifat, Asiah dan yang lainnya yang tak

bisa di sebutkan satu persatunya. Teruslah menerapkan ASAS HMB (IPK,

Intelektualitas, Pluralitas, Kekeluargaan).

5. Teman-teman PA-A dan PA-B 2014 yang selalu setia di dalam kelas untuk

kebersamaannya selama 4 tahun, dan selalu memberikan suport kepada

teman-temannya.

6. Kepada engkong Oey Tjin Enk, selaku Ketua Badan Penasehat Marga

Huang (Oey) Tangerang. Terimakasih atas informasi dan telah bersedia

meluangkan waktunya untuk kelengkapan dan penyempurnaan skripsi.

7. Keluarga besar HMI Komfuf (Komisariat Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat). Kohati Komfuf, Kohati Cabang Ciputat. Selalu Ber-YAKUSA.

8. Kepada semua teman Organisasi HMJ-PA Periode 2016. Bang Saniman,

Ucup, Animatun dkk. Tim Call Center Anis & Sandi. Ka Herna, ka Meta

dkk. DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarat 2018 (bidang

keperempuanan). Laila, Fanny dkk. Teman KKN 137. Jabbar, Igo, Ery,

Sarah, Rita dkk. KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. Agung,

Triyono, Ikhsan dkk. Bakti Pemuda Nusantara. Bihan, Vida, Silmi dkk.

RELASI (Relawan Demokrasi 2019) KPU Kabupaten Tangerang: Teh

Nining, Aan, Windi, Gusti. Teman-teman Link Of Victory. Dian Septiana,

Page 8: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

viii

Tuty Alw, Ombah dkk. Semoga kita semua selalu diberikan kelancaran

dalam segala urusan.

9. Kepada semua pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik

moral maupun materi dalam penyusunan skripsi. Semoga mendapatkan

balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai

kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 9 Mei 2019.

Siti Syifa Fauziah

Page 9: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ......................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 9

F. Metode Penelitian........................................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan..................................................................................... 14

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT CINA

BENTENG TANGERANG KOTA

A. Pengertian Cina Benteng ............................................................................... 16

B. Asal Mula Masyarakat Cina Benteng ............................................................ 18

C. Kondisi Masyarakat Cina Benteng ................................................................ 20

Page 10: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

x

BAB III PROSESI UPACARA KEMATIAN DI KALANGAN

MASYARAKAT CINA BENTENG

A. Pengertian Upacara Kematian ....................................................................... 26

B. Prosesi Upacara Kematian Yang Dilakukan Sampai Tiga Tahunan .............. 27

C. Tujuan Dan Manfaat ...................................................................................... 44

BAB IV UPAKARA KEMATIAN DAN TRADISI BERKABUNG DALAM

MASYARAKAT CINA BENTENG

A. Alat-alat Upakara .......................................................................................... 46

B. Makna Berkabung ......................................................................................... 55

C. Makna Simbolik dan Nilai Filosofis dalam Perosesi Kematian dan Budaya

Berkabung ..................................................................................................... 57

D. Pelaku Upacara .............................................................................................. 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 59

B. Kritik dan Saran ............................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbhineka tunggal ika yang

artinya adalah berbeda-beda tetap satu jua. Indonesia mempunyai beragam

kekayaan alam yang sangat luas. Negara Indonesia dalam hal ini banyak sekali

perbedaan seperti budaya, suku, ras dan agama.

Terdapat hal yang perlu diingat bahwa dari zaman ke zaman bangsa

Indonesia mengalami proses akulturasi pada waktu yang berhadapan dengan

kebudayaan-kebudayaan besar dari luar Indonesia. Negara India beserta agama

Hindu Buddha, dan kebudayaan Eropa beserta konsep ke moderenisasi. Dua

kebudayaan tersebut terbukti bahwa bangsa Indonesia mampu menyaring dan

menyesuaikan unsur-unsur asing ke dalam tata kehidupannya. Sedemikian rupa

budaya yang berada di Indonesia sehingga terasa cocok dan tidak ada

keterpaksaan.1 Budaya dan tradisi Indonesia yang sangat kaya, adalah warisan

turun temurun dari nenek moyang yang harus dilestarikan. Hal ini tentunya tidak

bisa begitu saja dilupakan, karena sudah sering dilakukan oleh masyarakat itu

sendiri. Contohnya seperti melaksanakan tradisi pernikahan, perkawinan, upacara

kematian dan sebagainya. Kebudayaan dan tradisi lokal di Indonesia yang sering

dilakukannya, itulah sebuah kebiasaan dari nenek moyang sejak dahulu.

1 Edi Sedyawati, Keindonesiaan Dalam Budaya (Jakarta: Penerbit Wedatama Widya

Sastra, 2007), h. 41.

BAB I

Page 12: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

2

2

Bangsa Indonesia dalam kesejarahannya sangat berkaitan erat dengan

keberadaan kelompok Tionghoa, baik pada masa kerajaan, penjajahan, Orde

Lama, Orde Baru maupun pada masa Pasca Orde Baru. Kelompok Tionghoa telah

hidup membaur dengan masyarakat pribumi. Kelompok ini umumnya bekerja

sebagai petani, pedagang, tetapi banyak pula yang menikah dengan perempuan

pribumi.2

Di bawah pemerintahan Belanda yang paling tertua masyarakat Cina

adalah di Batavia, pendiri kota batavia J.P. Coen menangkap beberapa ratusan

orang Cina dari Banten ketika ia menyerang dan membawa mereka ke markas

besar VOC yang baru didirikan. Ibu kota Banten, Mataram dan berbagai kerajaan

kecil lain dengan cara yang sama dan di perkuat dengan menekankan emigrasi ke

tempat-tempat, kemudian tersebar ke seluruh Kota. Diantaranya adalah Kota

Tangerang, orang Tionghoa di Tangerang bekerja sebagai petani, pedagang dan

sebagian lainnya mendirikan pabrik gula kecil dan industri di sekeliling kota

Batavia. Tidak ada hukum dan peraturan yang melarang mereka untuk tinggal

terpisah jauh dari kawasan sendiri. Adapun banyak orang Cina yang tinggal

bersama di daerah pecinan, itu merupakan pilihan mereka sendiri.3

Komunitas Tionghoa di Tangerang, Banten, Eddy Prabowo Witanto

seorang pengamat Tionghoa peranakan yang mengajar Bahasa Indonesia di

Beijing, mengatakan bahwa kawasan Teluk Naga di pesisir Tangerang

memperoleh nama yang berasal dari kedatangan perahu Cina dengan hiasan naga

2 MN. Ibad dan Akhmad Fikri AF, Bapak Tionghoa Indonesia (Yogyakarta: PT. LkiS

Printing Cemerlang, 2012), h. 43-44. 3 Onghokham, Anti Cina, kapitalisme Cina dan Gerakan Cina: Sejarah Etnis Cina di

Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 137 & 139.

Page 13: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

3

3

di bagian kepala kapal. Komunitas Tionghoa di Tangerang umumnya berprofesi

sebagai petani.4

Kehidupan manusia dalam beragama dan dalam praktiknya tidak saja

dipengaruhi oleh aturan dogma atau nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama

saja, tetapi juga nilai yang berlaku di masyarakat, yang kadang memiliki

kesamaan nilai dengan ajaran agama yang dianutnya dan itu mempengaruhi

kebudayaan masyarakat, dan terkadang juga bertentangan.5

Di masyarakat Cina Benteng keturunan Tionghoa menganut beberapa

agama, ada yang dianut oleh masyarakat Cina Benteng adalah Islam, Hindu,

Budha dan Konghucu. Bahkan di kawasan Pasar Lama ada rumah Ibadah yaitu

kelenteng Bon Tek Bio itu ditempatkan dalam Tiga agama yaitu Budha,

Konghucu, Tao.

Cina Benteng berawal dari adanya seorang laki-laki yang bermukim,

kemudian menikah dengan orang pribumi. Kawasan Pasar Lama menjadi tempat

tinggal orang-orang Cina Benteng, dari anak hingga cucu tinggal di kawasan

tersebut, sampai banyak pula yang berpindah ke daerah Balaraja, Cisoka,

Tigaraksa dan sebagainnya.

Dalam perpaduan dua etnis ini menghasilkan suatu tradisi yaitu

pernikahan yang disebut Chiou Thau. Tradisi ini juga di lakukan oleh warga

Tionghoa di Padang dan sekitarnya. Chiou Thau ini istilah umum bagi suatu

upacara pernikahan yang unik dan langka. Secara harfiah Chiou Thau ini berarti

“mendandani rambut” sebuah ritual pelintasan yang harus di laksanakan sebagai

4 Iwan Santoso, Peranakan Tionghoa Di Nusantara (Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2012), h. 25&26. 5 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama (Jakarta: UIN Press, 2015),

h. 8

Page 14: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

4

4

pemurnian dan inisiasi pemasukan masa dewasa. Upacara ini hanya dilakukan

satu kali seumur hidup sesaat menjelang pernikahan, ketika sudah janda atau duda

yang menikah lagi tidak diperkenankan melakukan ritual untuk yang kedua

kalinya. Ada tafsiran lain tentang yang belum melaksanakan Chiou Thau

dianggap masih kanak-kanak.6

Istilah Chiou Thau mewakili seluruh upacara pernikahan. Ketika orang

yang tidak menjalankan ritual Chiou Thau belum secara resmi menikah sehingga

anaknya tidak diakui (dianggap anak haram). Pernikahan ini memang memiliki

dasar kuat dari tradisi Tionghoa, upacara ini bercampur dengan tradisi-tradisi

lokal Cina Benteng.

Kemudian tidak hanya upacara pernikahan (Chio Thau) saja yang menarik,

adapula upacara yang bisa disebut sakral yaitu upacara kematian yang selalu

dilaksanakan oleh masyarakt Cina Benteng, diawali dari hari pertama meninggal

hingga upacara tiga tahunan, dalam upacara kematian ini ada beberapa tahapan

pertama: (1) upacara masuk peti. Seusai dimandikan dan disiapkan peti mati

dengan sebaik-baiknya, kemudian jenazah diangkat oleh anak dan menantu laki-

laki. Karna laki-laki yang akan melanjutkan keturunan dan tenaganya lebih kuat,7

lalu dimasukkan ke dalam peti dan ditutup oleh kain tipis berwarna putih. Pada

tujuh lubang jenazah diletakkan mutiara yang dibungkus kapas. Kemudian pihak

keluarga meletakkan mata uang logam di tangan almarhum lalu disawerkan (agar

keluarga yang ditinggalkan diberi rezeki yang lancar semasa hidupnya), ke pihak

6 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama), h. 16-17. 7 Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi terkait kenapa harus laki-laki yang

menganggkat jenazah. Tanggal 08 Juli 2019.

Page 15: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

5

5

keluarga yang ditinggalkan. (2) upacara tuguran (Mai Song). Upacara

dilaksanakan satu malam sebelum jenazah dimakamkan, upacara ini biasanya di

sediakan sesajian lengkap yang terdiri dari dua belas makanan yang diletakkan di

meja sembahyang. (3) upacara pemberangkatan jenazah. (4) upacara

penyempurnaan. Adalah upacara yang dipersiapkan setelah semua keluarga tiba di

tempat. Di atas liang yang sudah diletakan dua buah kayu secara melintang,

kemudian janazah diletakan di atas kayu. Di hadapan jenazah selain diletakan foto

alhmarhum dan hio lo, disiapkan juga sesajian seperti beberapa macam buah-

buahan, kue, teh dan beberapa lilin putih. (5) upacara setahunan (siau siang).

Adalah upacara melakukan sembahyang di rumah sesajian yang dihidangkan

sama dengan sesajian Mai Song. Bedanya makanan yang disajikan berwarna putih

sebagai tanda berkabung. (6) upacara tiga tahunan. Adalah upacara yang

dilakukan setelah masa berkabung, upacara ini melaksanakan sembahyang di

rumah, upacara ini dapat diganti dengan upacara seratus hari.8 Sebelum upacara

tersebut dilaksanakan ada upacara tiga harian dan tujuh harian hingga masa

berkabung selesai. Berkabung ini dilakukan pada saat meninggal dunia hingga

selesai upacara tiga tahunan, keluarga yang di tinggalkan harus memakai pakaian

berkabung. Pakaian ini terbuat dari kain blacu putih, ada juga yang menggantinya

dengan karung goni. Pakaian ini dikenakan dengan terbalik, anak laki-laki atau

menantu laki-laki mengenakan ikat kepala dan membawa teng-teng di bahu.

Sedangkan anak perempuan atau menantu perempuan mengenakan kerudung

dengan bahan yang sama.9

8 www.gramedia.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 42-61. 9 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 13.

Page 16: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

6

6

Akulturasi tersebut menghasilkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan

kebudayaan aslinya. Adapun kesenian masyarakat Cina Benteng yang telah

berakulturasi dengan masyarakat pribumi, salah satunya adalah Gambang

Kromong dan tari Cokek. Gambang Kromong adalah musik pengiring pertunjukan

lenong. Dari instrumen musik dan jenis lagu-lagunya terasa kuat pengaruh

Tionghoa. Perlengkapan musik ini dari namanya saja menunjukkan membaurnya

unsur-unsur Tionghoa, Melayu, Sunda, dan Jawa. Kemudian tari Cokek adalah

tarian khas Tangerang yang diwarnai budaya etnik Tionghoa. Tarian ini diiringi

orkes Gambang Kromong ala Betawi dengan penari mengenakan kebaya yang

disebut cokek. Cokek merupakan tradisi lokal masyarakat Betawi dan Cina

Benteng. Tarian cokek mirip tarian sintren dari Cirebon atau sejenisnya.

Hubungan interaksi yang terjadi pada masyarakat Cina Benteng dengan

masyarakat lokal di Tangerang tidak hanya terbentuk karena adanya proses

akulturasi kebudayaan, tetapi juga terjalin pada saat melaksanakan upacara

keagamaan.10

selama ini masih kental dilaksanakan hingga sekarang.

Manusia pasti akan kembali ke alam yang sesungguhnya yaitu alam

akhirat. Secara etimologis mati berarti padam, diam, dan tenang, artinya makhluk

yang tidak memiliki roh. Sedangkan kematian adalah terputusnya hubungan dan

terpisahnya roh dengan badan atau jasad. Bisa dimaknakan juga bergantinya

keadaan yang berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, setiap yang

bernyawa itu pasti akan mati. Tentunya semua makhluk hidup, termasuk manusia,

10

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 58

Page 17: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

7

7

merupakan kenyataan yang pasti, karna kenyataannya tidak ada manusia yang

hidup selamanya.11

Kematian tidak hanya dikubur lalu selesai begitu saja. Dalam kematian

ada yang dinamakan tradisi dan budaya yang selalu dilakukan oleh masyarakat

yang merasa ditinggalkan. Seperti dalam tradisi Cina Benteng ada tradisi yang

perlu diketahui ketika seseorang telah meninggalkan dunia untuk selamanya,

keluarga yang ditinggalkan melakukan tradisi seperti memecahkan semangka,

memakai kain putih untuk perempuan pakai kudungan putih sebagai tanda

berkabung, mengelilingi peti, menempelkan kertas berbentuk X di depan jendela.

Sekilas gambaran di atas dipaparkan bahwa tradisi yang dilakukan oleh

kawasan Cina Benteng sangat menarik dan luar biasa sekali. Upacara kematian

dan tradisi kesedihan (Berkabung) yang telah ditinggalkan dan tidak akan

kembali. Tentunya ada hal baru yang dapat diketahui sehingga ada rasa ingin tahu

lebih dalam mengenai tradisi tersebut. Saya sebagai Mahasiswa Jurusan Studi

Agama-agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta ingin melakukan penelitian lebih mendalam mengenai

Upacara kematian dan budaya berkabung di Tangerang Kota. Untuk itu saya

mengambil penelitian ini dengan judul “Upacara Kematian dan Budaya

Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota” topik ini

menarik untuk di teliti, selain mendapatkan pengetahuan baru, tentunya bagi yang

baca, berfikir bahwa ada tradisi yang unik yang perlu dijaga dan dilestarikan

sebagai budaya dan tradisi di kawasan tersebut.

B. Rumusan Masalah

11

Sudirman Tebba, Kiat Sukses Menjemput Maut (Tangerang: Pustaka irVan, 2006), h.

11 & 21.

Page 18: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

8

8

Dilihat dari latar belakang di atas, sedikit menguraikan penjelasan dalam

skripsi ini dan dibatasi agar tidak meluas pembahasannya. Hanya mengenai

penelitian tentang Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan

Masyarakat Cina Benteng. Dari itu penulis dapat merumuskan masalah terkait

skripsi ini yaitu:

1. Bagaimana prosesi upacara kematian yang dilakukan masyarakat Cina

Benteng?

2. Bagaimana Budaya Berkabung yang dilakukan oleh Masyarakat Cina

Benteng?

3. Apa Fungsi dan Makna Upacara Kematian?

C. Tujuan Penelitian

Peneliti memaparkan mengenai tujuan dan manfaat penelitian dalam skripsi ini

yaitu:

1. Menjelaskan tentang prosesi upacara kematian di kalangan masyarakat Cina

Benteng.

2. Menjelaskan budaya berkabung dalam upacara kematian di kawasan cina

benteng Tangerang Kota.

3. Mengetahui makna simbolik dalam upacara kematian.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian haruslah memebrikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis. Secara teoritis adalah hasil dari penelitian ini yang

Page 19: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

9

9

diharapkan dapat memberikan tambahan keilmuan guna mengembangkan kajian

antropologi agama dan mengembangkan kajian studi agama-agama.

Secara praktis, skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk para pembaca masyarakat

khususnya masyarakat Cina Benteng, agar selalu menjaga tradisi dan budaya di

masyarakat pasar lama Tangerang Kota. Bagi penulis juga sangat berguna selain

menambah pengetahuan dan juga untuk mendapatkan gelar sarjana agama.

E. Tinjauan Pustaka

Sehubungan dengan tema yang peneliti ambil, peneliti harus bertanggung

jawab atas apa yang diteliti. Oleh karna itu, peneliti mengkaji dan menelusuri

karya ilmiah yang sudah pernah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan

tema skripsi, agar dapat menjadi referensi skripsi ini.

Adapun karya yang pertama buku dalam bentuk foto dengan tema “Cina

Benteng: sejarah dan kebudayaan kuliner” yang menjelaskan tentang sejarah,

budaya, kuliner dalam buku tersebut.

Kemudian yang ke dua buku dengan judul “Upacara Kematian Cina

Peranakan” karya Putri Astaria tahun 2013, buku ini menjelaskan tentang

perlengkapan upacara kematian beserta makna dalam simbol upacara.

Buku yang ke tiga sangat menjadi referensi dalam skripsi ini yang berjudul

“Akulturasi Budaya Cina Benteng” menjelaskan tentang kebudayaan yang berada

di kawasan Cina Benteng berawal dari sejarah, makna simbol, upacara, kesenian,

sosial, agama dan sistem kepercayaan dan masih banyak lagi yang di bahas dalam

buku ini.

Buku yang ke empat dengan judul “Mengenal Lebih Dekat “Agama

Khonghucu” di Indonesia”. Karya prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. buku ini

Page 20: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

10

10

sangat menjadi referensi untuk penulis karna menjelaskan tentang Agama

Khonghucu di Indonesia dan memaparkan dengan jelas penganut Agama

Khonghucu di Indoneisa seperti apa dan bagaimana.

Sejauh ini peneliti belum menemukan karya yang serupa mengenai tema

yang peneliti ambil dengan judul skripsi “Upacara Kematian dan Budaya

Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota”

F. Metodologi Penelitian

Dalam melakukan penelitian, metode penelitian sangatlah penting. Dengan

adanya metode yang telah ditentukan maka akan memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian. Metode ini pada dasarnya memberikan cara untuk

digukanan agar mencapai suatu tujuan dalam penelitian.12

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, penelitian ini

dimulai dengan berfikir deduktif (bersifat deduksi artinya penyimpulan;

ringkasan; penarikan kesimpulan dari yang berbentuk umum ke bentuk khusus,

dimana kesimpulan itu dengan sendirinya muncul dari satu atau beberapa

premis) untuk menurunkan hipotesis, kemudian melakukan pengujian di

lapangan.13

Metode kualitatif peneliti mengumpulkan dan menganalisis data

berupa kata-kata dan perbuatan manusia, mendapatkan data secara langsung

dan tidak ada rekayasa.14

di samping menggunakan penelitian kualitiatif

penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan ( study library), untuk itu

12

Hadari Nabawi, Metode Penelitian Bidang Sosail (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Perss, 1998), h. 61. 13 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2006), h. 91. 14

Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.

133-134.

Page 21: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

11

11

peneliti perlu menggunakan penelitian kepustakaan agar lebih mengetahui

secara meluas dengan mendapatkan dari sebuah karya ilmiah, tesis, skripsi,

jurnal, website sebagai analisi pendukung.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode sosio-antropologis.

Pendekatan sosio-antropologis merupakan dua pendekatan yang berbeda tetapi

mempunyai hubungan yang sangat dekat yaitu sosiologis dan antropologis.15

Tetapi peneliti hanya menggambil dengan pendekatan Antropologi, Dengan

pendekatan ini untuk menyelidiki apa yang ada di dalam pikiran manusia dan juga

menyelidiki dalam budayanya.16

a. Pendekatan Antropologis

Pendekatan ini adalah pendekatan mengenai penelitian asal-usul

manusia, pendekatan ini sebagai pencarian seperti fosil yang masih ada,

dan mengetahui apakah masyarakat yang paling tua dan masih bertahan,

masyarakat tersebut dinamakan masyarakat primitif.17

Beberapa ilmuan yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti

kebudayaan masyarakat primitif. Tylor misalnya ia adalah ilmuan yang

sebagian besar hidupnya dipakai untuk mengarahkan perhatian pada

orang-orang primitif. Tylor pada mulanya tidak tertarik pada soal agama.

Namun, keterlibatannya pada kehidupan kaum primitif mengharuskan

15

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama (yogyakarta: Tiara

Wacana, 2004), h. 1. 16

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama, h. 20. 17

Peter Connolly, Aneka Pendekatan Study Agama. (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.

2002), h, 15.

Page 22: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

12

12

untuk memahami kepercayaan mereka tentang roh, Dewa-dewa, mitos,

dan asal-usul kepercayaan itu. Kemudian Tylor setelah bergulat dengan

kaum primitif, sampai pada kesimpulan bahwa agama adalah keyakinan

terhadap sesuatu yang spiritual.” Menurutnya semua agama besar dan

kecil, yang primitif maupun yang modern, selalu mendasarkan keyakinan

kepada roh-roh yang berpikir, berprilaku dan berprasaan seperti manusia.

karna itu, esensi setiap agama adalah animisme (anima: roh), yaitu

kepercayaaan terhadap sesuatu yang hidup, yang memiliki kekuatan, yang

berada di balik segala sesuatu. Kemudina menurut Tylor, animisme

mangalami perkembangan dan pertumbuhan. Orang-orang memikirkan

satu roh individual sebagai sesuatu yang kecil dan spesifik, menyatu

dengan pepohonan, sungai ataupun binatang-binatang yang mereka

temukan. Lalu kekuatan roh ini mulai berkembang. Adapun pandangan

teologis tentang macam-macan tingkatan roh dan kekuasaannya, maka

muncullah penyembahan terhadap banyak roh (politeisme). Kemudian

menurut Tylor, dengan perlahan namun pasti, setiap peradaban akan

menuju ke arah baru, tahap paling akhir dari animisme, yaitu percaya

kepada satu Tuhan (monoteisme), meskipun jalan yang ditempuh tidak

selalu sama. Kemudian dengan berbagai penjelasan Tylor ingin

menunjukan bahwa asal-usul kepercayaan agama (Tuhan) pada umat

manusia sejatinya berevolusi: dari animisme ke politeisme dan berakhir

pada monoteisme.18

Adapun menurut Tylor contoh yang paling tepat

untuk menguhubungkan rasio dengan evolusi sosial manusia yang disebut

18

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),

h. 48-50

Page 23: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

13

13

magis, magis ini selalu ditemukan di masyarakat primitif, magis adalah

simbol dari kecenderungan ide-ide yang dipahami sebagai sebuah bentuk

kongkrit. 19

Maka dari itu peneliti memakai metode pendekatan

Antropologi. Dalam upacara kematian ini tentunya banyak simbol-simbol

yang bermakna seperti sesajian yang dihidangkan di altar almarhum

berupa buah-buahan, kue-kue. Kemudian tanda X di jendela dan semua itu

ada makna tertentu.

4. Sumber Penelitian

Data Primer adalah data yang didapati dari sumber pertama, yang terkait

langsung dengan peneliti ini termasuk dalam sumber primer adalah wawancara,

observasi, dokumen, foto. Data Sekunder adalah data yang penulis peroleh dari

pihak lain atau data yang telah diolah lebilanjut oleh orang lain yang tidak

terkait langsung, seperti: artikel, jurnal, arsip. 20

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

untuk mendapatkan data yang mendalam dengan metode sebagai berikut:

a. Wawancara ( Interview)

Penulis akan melakukan wawancara yang lebih mendalam.

Wawancara mendalam ini untuk mendapatkan data yang akan diteliti

dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada

responden.21

Responden dalam penelitian ini adalah seorang tokoh

masyarakat sekaligus pemegang perpustakaan, dan seorang tokong yang

19 http://djauharul28.wordpress.com. 20

Sukandarrumidi, Metode Penelitian (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.

2002), h. 44 21

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2016), h. 137.

Page 24: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

14

14

selalu mengurusi jenazah di rumah duka. Untuk mendapatkan data yang

valid.

b. Studi Kepustakaan

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dari studi

kepustakaan. Penulis mencari data dari beberapa sumber, baik berupa

buku, jurnal, arsip, yang dipublikasikan untuk memperbanyak teori juga

data-data untuk melengkapi referensi yang berhubungan dengan penelitian

ini.

c. Penelitian Lapangan

Penelitian ini adalah untuk memperoleh akses, dan mulai

melakukan observasi untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang

menjadi sumber data penelitian.22

Penulis terjun langsung ke lokasi di

Kota Tangerang kawasan pasar lama untuk mengetahui bagaimana prosesi

upacara dan budaya berkabung.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini, penulis menyusun secara sistematis berdasarkan

pembahasan ke dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub

bab antara lain sebagai berikut:

Bab pertama merupakan latar belakang masalah yang menginspirasi

penulis untuk mengkaji lebih mendalam, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

22

W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif (Jakarta: PT. Indeks, 2013), h. 57.

Page 25: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

15

15

penelitian yang nantinya bermanfaat untuk khazanah ilmu pengetahuan,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tentang pengertian, asal mula, dan sejarah masyarakat

Cina Benteng Tangerang Kota, dilihat dari letak geografis, agama, pendidikan dan

kondisi sosial ekonomi.

Bab ketiga membahas mengenai prosesi upacara kematian dan tradisi

Berkabung di kawasan Cina Benteng Tangerang Kota. Berisi tentang pengertian,

upacara kematian sampai tiga tahunan beserta tujuan dan manfaatnya.

Bab keempat merupakan analisa dari hasil skripsi ini secara menyeluruh

mengenai upacara kematian dan tradisi berkabung. Membahas tentang alat-alat

upacara, makna berkabung, arti berkabung, pelaku upacara, makna simbolik dan

nilai-nilai filosofis, dalam prosesi upacara kematian dan tradisi berkabung,

melakukan tradisi ini sebagai tanda hormat terhadap leluhur.

Bab kelima merupakan akhir dari skripsi ini yang memuat kesimpulan,

saran-saran dan kata penutup.

Page 26: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

16

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT CINA BENTENG

TANGERANG KOTA

A. Pengertian Cina Benteng

Nama Cina Benteng berasal dari “Benteng”, nama lama kota

Tangerang. Pada saat itu ada sebuah benteng di pinggir sungai Cisadane.

Benteng ini adalah salah satu benteng terpenting Belanda dan merupakan

Benteng terdepan pertahanan Belanda di pulau Jawa. Masyarakat Cina

Benteng telah beberapa generasi tinggal di Tangerang yang kini telah

berkembang menjadi tiga Kota/Kabupaten yaitu, Kota Tangerang,

Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan.23

Di Kota Tangerang ada satu komunitas warga Tionghoa yang

disebut dengan “Cina Benteng”. Istilah Cina Benteng ini muncul tidak

terlepas dari berdirinya benteng Makasar yang membenteng dari

Pakulonan sampai ke Tangerang yang terletak di tepi Sungai Cisadane.

Benteng Makasar dibangun pada masa Kolonial Belanda dengan tujuan

sebagai garis pertahanan dari serangan orang-orang Banten ke Tangerang

yang hendak ke Batavia. Sebutan Cina ternyata berawal dari ucapan orang

Eropa, diambil dari nama Dinasti Qin.24

Adapun orang-orang luar menyeragamkan sebutan “Cina Benteng”

untuk etnis Tionghoa di Tangerang di kalangan masyarakat sendiri dikenal

dua istilah. “Benteng” dan “Udik”. Sebutan “Benteng” mengacu untuk

23

Cina Benteng: Sejarah dan Budaya Kuliner (Jakarta : ppsw), h. 1 24

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 55.

Page 27: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

17

17

kawasan Kota, sementara daerah luar kota disebut “Udik”. Orang Cina

juga mengidentifikasi diri sebagai “orang Cina”, sedangkan etnis Melayu

atau Sunda di sekitar mereka disebut “orang kampung”. Namun hubungan

antar etnis ini sangat baik. Istilah “orang kampung” sendiri dimaksudkan

sebagai orang yang punya kampung, sama sekali tidak mengandung

maksud peyoratif (unsur bahasa yang memberikan makna menghina,

merendahkan , yang digunakan untuk menyatakan penghinaan atau

ketidak sukaan seorang pembicara)25

. Sampai saat ini masyarakat Cina

Benteng telah membaur dengan warga lokal secara harmonis sehingga

memberi warna baru dalam kehidupan masyarakat.26

Adapun Secara fisik

memang sulit membedakan antara Cina Benteng dan “orang kampung”,

tetapi upaya mempertahankan identitas budaya etnik masih tetap tampak.

Kemudian sebutan “orang Cina” atau “orang kampung” bersifat kultural

dibandingkan fisik. Lebel Cina Benteng mereka hanya sebagai identitas

kultur yang membedakan mereka dengan kelompok etnis Tionghoa

lainnya di Indonesia.27

Cina Benteng tidak seperti Cina peranakan pada

umumnya yang berkulit putih meletak, kebanyakan Cina peranakan di

Tangerang berkulit gelap. Matanya pun tidak sipit. Cina Benteng memang

selalu diidentifikasi dengan stereotip (penilaian terhadap seseorang hanya

berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat

25 http://kbbi.web.id, 8 juli 2019 jam 11.44. 26 Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 55. 27

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 56

Page 28: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

18

18

dikategorikan) orang Cina berkulit hitam atau gelap, jagoan bela diri, dan

hidupnya pas-pasan atau malah miskin.28

Apabila diperhatikan lebih mendalam sebenarnya terdapat

perbedaan antar Cina Benteng dan Cina peranakan pada umumnya. Cina

Benteng bukan hanya peranakan dalam arti biologis, tetapi juga dalam

kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan bahasa

Sunda dan Betawi, kebanyakan dari mereka tidak dapat berbahasa

Tionghoa. Adat istiadat mereka juga tidak 100% Tionghoa, tetapi mereka

telah mengambil adat istiadat penduduk peribumi. Cina Benteng

merupakan bagian dari kaum pribumi Tangerang karena di situlah

kampung halaman mereka.29

B. Asal Mula Masyarakat Cina Benteng

Dalam kitab sejarah sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang

(catatan dari parahyangan) disebut tentang kedatangan orang Tionghoa ke

daerah Tangerang. Kitab ini menceritakan mendaratnya rombongan Tjin

Tjie Lung (Halung) dimuara sungai Cisadane yang sekarang diberi nama

Teluk Naga pada tahun 1407. Pada saat itu pusat pemerintahan ada di

sekitar pusat Kota Tangerang, yang diperintah oleh Sanghyang

Anggalarang selaku wakil dari Sanghyang Banyak Citra dari Kerajaan

Parahyang. Pada saat itu perahu rombongan Halung, Kemudian terdampar

dan mengalami kerusakan dan kehabisan perbekalan. Halung ini

membawa rombongan, diantaranya tujuh kepala keluarga dan sembilan

28

Wahidin Halim, Ziarah Budaya Kota Tangerang: Menuju Masyarakat Berperadaban

Akhlakul Karimah, (pendulum, 2005), h. 9. 29

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 56.

Page 29: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

19

19

orang gadis dan anak-anak kecil. Kemudian menghadap Sanghyang

Anggalarang untuk minta pertolongan. Gadis-gadis ini yang ikut dalam

rombongan cantik-cantik, kemudian para pegawai Anggalarang jatuh cinta

dan akhirnya kesembilan gadis itu dipersuntingnya. Kemudian rombongan

halung ini diberi sebidang tanah pantai utara Jawa di sebelah timur sungai

Cisadane, yang sekarang disebut Kampung Teluk Naga. Kedatangan orang

Tionghoa ke Tangerang diperkirakan terjadi setelah peristiwa pembantaian

orang Tionghoa di Batavia tahun 1740. VOC berhasil memadamkan

pemberontakan kemudian mengirimkan orang-orang Tionghoa ke daerah

Tangerang untuk bertani. Belanda mendirikan permukiman bagi orang

Tionghoa berupa pondok-pondok yang sampai sekarang masih dikenal

dengan nama: Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok Aren, dan

sebagainya. Perkembangan ini kemudian berkembang menjadi pusat

perdagangan dan telah menjadi bagian dari Kota Tangerang. Daerah ini

terletak di sebelah timur sungai Cisadane, daerah Pasar Lama sekarang.30

Pada masa dinasti Maulana Yusuf (1570-1580 M) eksistensi Cina

di Indonesia memang sangat menarik. Salah satunya adalah kajian etnis

Cina di Banten. Sejarah Banten Abad ke-16 M, ditemukannya fakta bahwa

saat itu banyak sekali berdatangan para pedagang asing dari luar

berkunjung melalui pelabuhan Banten. 31

Sejarah Cina Tangerang memang

sulit dipisahkan dengan kawasan pasar lama, kawasan ini yang berada di

tepi sungai dan merupakan permukiman pertama masyarakat Cina di sana.

30

Agus Aris Munandar, I Made Supartha dkk,. Sejarah Kebudayaan Islam : Religi dan

Falsafah (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 171 31

Solahuddin Al-Ayubi, “Cina Benteng: Pembaruan Dalam Masyarakat Majemuk di

Banten”, Jurnal Kalam, volume 10, Nomor 2, (Desember 2016): h. 319.

Page 30: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

20

20

Kemudian pada akhir tahun 1800-an, sejumlah orang Cina dipindahkan ke

kawasan pasar baru dan sejak itu mulai menyebar kedaerah-daerah

lainnya. Struktural tata ruangnya sangat baik dan itu merupakan cikal

bakal Kota Tangerang. Mereka tinggal di tiga gang, dengan di kenal

sebagai Gang Kalipasir, Gang Tengah (Cirarab), dan Gang Gula

(Cilangkap). Kemudian pada akhir tahun 1800-an sejumlah orang Cina

dipindahkan ke kawasan Pasar Baru dan sejak itu mulai menyebar

kedaerah-daerah lainnya. Pasar baru ini, dahulunya merupakan tempat

transaksi (sistem barter) barang orang-orang Cina yang datang lewat

sungai dengan penduduk lokal. Kemudian banyak orang Cina Tangerang

yang kurang mampu tinggal diluar Benteng Makasaar, mereka

terkonsentrasi di daerah sebelah utara, yaitu di Sewan dan Kampung

Melayu. Sejak tahun 1700-an mereka berdiam di sana, dari situlah muncul

istilah “Cina Benteng.32

Dan sampai sekarang masyarakat Cina Benteng

masih ada dan tambah berkembang di kawasan pasar lama dan pasar baru.

C. Kondisi Masyarakat Cina Benteng

Semenjak dasawrasa kedua 1600-an antara Banten dan Batavia

terjadi persaingan perdagangan. Di satu pihak, kompeni Belanda

mempunyai keinginan untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah

Kesultanan Banten. Namun dipihak lain, sultan Banten sendiri

mempertahankan sistem perdagangan bebas dan kedaulatan negara. Pada

tahun 1652, konflik yang terjadi masih sebatas konflik senjata secara

tertutup. Namun kemudian pada tahun 1659 konflik berubah menjadi

32

Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 5

Page 31: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

21

21

perang terbuka. Dalam suasana tersebut, kawasan Tangerang menjadi

daerah pertahanan serta rebutan antara Banten dan Batavia. 33

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda penduduk Nusantara

dibagi menjadi tiga golongan menurut stratifikasi ras yang ada di

Nusantara, yaitu:

- Golongan Eropa menempati stratifikasi sosial tertinggi,

contohnya orang Belanda, Portugis, dan Inggris.

- Golongan Timur Asing, contohnya orang Tionghoa, Arab, dan

India.

- Golongan Bumiputra atau pribumi (Lohanda, 2001: 2)

Pembagian golongan tersebut sebenarnya refleksi politik divide et impera

pemerintahan Hindia Belanda. Dengan adanya pembagian tersebut

tentunya banyak prasangka prasangka rasialis dalam masyarakat pribumi.

Orang Tionghoa ditempatkan di posisi kedua. Di sisi lain pada masa

pemerintahan Hindia Belanda, etnis Tionghoa juga diperlakukan secara

diskriminatif. Walaupun ada segelintir orang Tionghoa yang dijadikan

mesin pecetak uang oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Tetapi

kemudian kehidupan sosial masyarakat Cina Benteng yang makmur

mengalami perubahan ketika masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Bahkan mereka kemudian hidup dibawah garis kemiskinan. Orang-orang

Cina tentunya meras kehilangan ketika Belanda meninggalkan Tangerang

33

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 54.

Page 32: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

22

22

pada tahun 50-an.34

Pada saat perpindahan kekuasaan tersebut

mengakibatkan beberapa masyarakat menganggap bahwa etnis Tionghoa

adalah tangan kanan Belanda. Sampai terjadinya kerusuhan anti Cina di

mana pribumi melakukan penyerangan dan perampasan terhadap etnis

Tionghoa Tangerang tahun 1946. Banyak di antara mereka dahulunya

kaya kemudian menjadi miskin karna harta leluhur mereka telah dirampas.

Saat itulah hubungan Cina Benteng dengan pribumi mengalami

kemunduran paling ekstrim, karena pribumi sendiri menuduh masyarakat

Tionghoa berpihak ke Belanda. Kemudian dalam bidang pendidikan

masyarakat Cina Benteng saat itu tidak dapat menempuh pendidikan

formal ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka sebagian hanya bisa duduk di

bangku Sekolah Dasar (SD), selebihnya hampir tidak mengenyam

pendidikan. Pendidikan yang rendah mengakibatkan masyarakat Cina

Benteng hidup dalam kemiskinan dari generasi ke generasi. Oleh sebeb itu

masyarakat Cina Benteng lebih memilih untuk bekerja sebagai buruh tani,

tukang becak, nelayan dan sebagainya. 35

Kota Tangerang memiliki luas ±16.455 ha, dan letak geografis

106.36º- 106.42º BT dan 6.6º-6º LS . Kota Tangerang memiliki 13

Kecamatan dan 104 Kelurahan. Berikut jumlah penduduk di Kota

Tangerang :

Tabel 2.1: Jumlah Penduduk

No. Nama Laki-Laki Perempuan Jumlah

34 Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 56. 35

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h 57.

Page 33: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

23

23

1 Ciledug 60.871 59.102 119.973

2 Larangan 66.032 66.000 132.032

3 Karang Tengah 49.134 48.323 97.457

4 Cipondoh 90.025 88.957 178.982

5 Pinang 75.987 74.256 150.243

6 Tangerang 70.095 69.230 139.325

7 Karawaci 85.348 83. 576 168.924

8 Jatiuwung 49.376 47.176 96.552

9 Cibodas 68.369 67.259 135.628

10 Periuk 62. 547 60. 754 123.301

11 Batu Ceper 43.185 41.639 84.824

12 Neglasari 54.029 50.370 104.399

13 Benda 37.300 35.264 72.564

Kota Tangerang 1.604.204

Dan memiliki luas sekitar :

Tabel 2.2 Luas Daerah Kota Tangerang

No. Nama Luas

1 Ciledug 8.769 km²

2 Larangan 9.611 km²

3 Karang Tengah 10.474 km²

4 Cipondoh 1.791 km²

5 Pinang 2.159 km²

6 Tangerang 15. 785 km²

7 Karawaci 13.475 km²

8 Jatiuwung 14.406 km²

9 Cibodas 9.611 km²

10 Periuk 9.543 km²

11 Batu Ceper 11.583 km²

12 Neglasari 16.077 km²

13 Benda 5.919 km ²

Kota Tangerang merupakan kota yang sedang berkembang, oleh

karenanya Kota Tangerang memiliki Visi dan Misi. Visi nya adalah

“Terwujudnya Kota Tangerang yang maju, Mandiri, Dinamis, dan Sejahtera,

Page 34: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

24

24

dengan Masyarakat yang berakhlakul Karimah”. dan salah satu misinya adalah

“Mewujudkan tata Pemerintahan yang baik, akuntabel, dan trasparan yang

didukung dengan struktur birokrasi yang berintegrasi, kompeten dan

professional.36

Masyarakat Kota Tangerang memiliki beragam keagamaan: Islam

(87,31%), Kristen Protestan ( 5,72%), Buddha (4,19%), Katolik (2,74%), Hindu

(0,18%), Konghucu (0,02%). 37

Mata pencaharian Cina Benteng Tangerang Kota

sebagian besar merupakan pedagang, akan tetapi ada pula yang menjadi nelayan

dan menjadi tukang becak.

Tabel: 2.3 Jumlah Penduduk Yang Beragama

No. Kecamatan Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghuchu

1. Ciledug 113,005 4,053 2,159 312 557 -

2. Larangan 127,919 4,688 2,272 252 421 4

3. Karang tengah 90,395 6,864 4,429 532 1,489 17

4. Cipondoh 152,708 13,675 6,749 281 7,847 41

5. Pinang 138,863 6,101 3,050 244 1,167 11

6. Tangerang 125,308 10,799 5,101 292 9,035 33

7. Karawaci 133,392 10,788 5,458 338 14,857 48

8. Jatiuwung 89,214 1,626 972 22 305 1

9. Cibodas 124,006 12,655 4,570 192 3,482 13

10. Periuk 100,684 9,587 4,767 173 6,905 15

11. Neglasari 82,961 5,238 1,343 83 14,483 81

12. Batu Ceper 74,739 4,401 2,222 49 3,459 11

36 https://studylibid.com/doc/453449/file---kota-tangerang. diakses pada tanggal 15 maret

2019 12:02 37

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tangerang. diakses pada tanggal 15 maret 2019

15:20

Page 35: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

25

25

13. Benda 62,757 2,904 1,516 30 3,470 7338

Fenomena Cina Benteng adalah bukti nyata betapa harmonisnya

kebudayaan Tionghoa dengan kebudayaan lokal. Lebih dari itu, keberadaan Cina

Benteng seakan menegaskan bahwa tidak semua orang Tionghoa memiliki posisi

kuat dalam bidang ekonomi. Dengan keluguannya, mereka bahkan tak punya

akses politik yang mendukung posisinya di bidang ekonomi. Fenomena Cina

Benteng adalah contoh dan bukti nyata peroses pembauran yang terjadi secara

alamiah. Realitasnya Cina Benteng yang tinggal di pusat kekuasaan politik dan

ekonomi menunjukkan, masyarakat etnis Cina sesungguhnya sama dengan etnis

lainnyan. Ada yang punya banyak uang, tetapi ada pula yang hidup di bawah

garis kemiskinan. Dalam masyarakat Cina Benteng ada sebuah kesenian yang

membuat masyarakat Cina benteng terjadi akulturasi budaya antara etnis

Tionghoa dan penduduk peribumi.39

38

http://www.tangerangkota.go.id. 39

Eius Thresnawaty S, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 58.

Page 36: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

26

BAB III

PROSESI UPACARA KEMATIAN DI KALANGAN MASYARAKAT

CINA BENTENG

A. Pengertian Upacara Kematian.

Dalam ajaran Confucius atau Khonghucu upacara kematian dapat

diartikan sebagai proses pengurusan yang diikuti dengan berbagai upacara

penghormatan yang dilakukan oleh keluarga dan para umat Khonghucu

yang ikut dalam upacara tersebut.40

Disamping adanya suka ria dan

kesenangan ada duka cita atau kesedihan adalah sebuah hukum alam yang

tidak dapat dihindari. Kegemerlapan suka ria hanya dapat terlihat berkilau

berkat kesuraman duka cita. kemudian duka cita terkecil yang dapat

dialami adalah apabila ada anggota keluarga atau orang yang kita cintai

sakit.41

Duka terbesar dalam hidup yang menimpa sesorang adalah suatu

kematian. Tetapi etnis Cina Benteng (Tionghoa) menganggap peti jenazah

bukanlah suatu hal yang menakutkan. Mereka menganggap sesuatu yang

hidup akan menemui akhir dalam kematian, dan berkeyakinan bahwa

orang dilahirkan untuk mati.42

Kemudian ada sebagian orang Tionghoa pada zaman dulu sudah

mempersiapkan peti jenazah yang akan digunakan pada saat upacara

kematian, dan itu setiap tahun mereka melakukan pengecetan ulang dan

memoliturnya agar tidak rusak dan tidak di makan rayap. Hal ini mereka

40

Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 2 41

Marisa Gunawan, Dentingnya Duabelas Mangkok :Ekspedisi Budaya Tionghoa di

Bumi Banten. (Jakarta: Red & White Publishing, 2014), h. 45. 42

www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama), h. 39. Pukul 22:33 hari senin, tanggal 23 Desember 2018

Page 37: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

27

27

lagukan sampai ajal menjemput dan mereka mempunyai sebutan untuk

peti tersebut yaitu “Siu Pan” yang berarti “Peti panjang umur”.43

Adapun

adat upacara kematian suku Tionghoa dilatar belakangi oleh kepercayaan

mereka bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-

kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak

langsung, hal ini seperti, (1) adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang

telah meninggal (Cut Sie), (2) adanya hukum karma bagi semua perbuatan

manusia, antara lain tidak mendapatkan keturunan (Ko Kut), (3) leluhur

yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat

diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng), (4) menghormati para leluhur

dan orang pandai (tuapekong), (5) kutukan para leluhur, melalui kuburan

dan batu nisan yang dirusak (bompay), (6) apa yang dilakukan semasa

hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah

mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam

kualitas yang lebih baik.44

B. Prosesi Upacara Kematian Yang Dilakukan Sampai Tiga Tahunan

Dalam agama khonghucu di wilayah Cina Benteng, hal pertama yang

perlu dilakukan ketika terjadi suatu kematian adalah membeli sebuah alat

untuk menancapkan batang dupa yang biasa di sebut “Hio Long” yang

artinya perapian pembakaran dupa. Hio Loung ini diletakan diatas sebuah

meja yang berada disamping jenazah dekat dengan kakinya. Agar batang

dupa ini bisa menancap maka Hio Lou ini diisi dengan abu yang berasal

43 Marisa Gunawan, Dentingnya Duabelas Mangkok :Ekspedisi Budaya Tionghoa di

Bumi Banten. (Jakarta: Red & White Publishing, 2014), h. 47 44 http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/adat-istiadat/1050-tradisi-

upacara-pemakaman-kmatian. Hari sabtu, tanggal 16 feb 2019 jam 15:37.

Page 38: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

28

28

dari kremasi jasmani leluhur melainkan hanya abu dapur biasa.45

Adapun

mengenai Pemujaan terhadap arwah leluhur, arwah manusia itu hidup

terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah leluhur itu akan

melindungi keturunannya dari malapetaka. Kemudian pemujaan terhadap

arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan terhadap leluhur,

mereka meyakini bahwa yang telah memberi hidup pada generasi masa

kini. Ada kata lain yaitu memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk

mengenang orang tua yang sudah meninggal. 46

Adapun saat menghadapi tutup usia, sebagian anggota keluarga

menyiapkan dipan darurat dan sekelilingnya ditutupi kain tebal (lelengse).

Kemudian jenazah di baringkan di atas dipan yang sudah diberi alas tikar

dan bantal kertas perak (Gin Cua) setelah itu ditutupi dengan kain seluruh

tubuhnya. Adapun untuk perlengkapan ditaruh di meja kecil, diletakan di

depan atau di tengah dipan. Sebelum upacara dilakukan jenazah terlebih

dahulu dipandikan. Memandikan jenazah menggunakan kembang lima

rupa, arak putih dicampur dengan air bersih. Apabila seorang suami yang

meninggal, jenazah dimandikan oleh istrinya dan anak yang ditinggalkan

dengan membersihkan dari rambut sampai ujung kuku dengan cara

mengkerik kuku almarhum atau almarhumah.47

Kemudian bagi orang yang masih mempercayai adat istiadat

kepercayaan penghitungan hari pemakaman/kremasi, anggota keluarga

akan menghubungkan orang yang dipercaya bisa menghitung jam dan hari

45 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 41. Pukul 19:32 hari minggu,

tanggal 24 Desember 2018 46 Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 49. 47 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 27

Page 39: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

29

29

baik untuk keseluruhan prosesi pemakaman atau kremasi. Kemudian

keluarga mendiang pertama akan menentukan rumah duka tempat

mendiang yang akan disemayamkan sampai pada hari pemakaman atau

kremasi. Ada perubahan dari zaman ke zaman, dulu mendiang

disemayamkan di rumah masing-masing dan biasanya di ruang depan,

tepat di tengah pintu yang mengadap keluar, untuk sekarang kebanyakan

di semayamkan di rumah duka. Adapun untuk pemilihan rumah duka

tergantung dari pihak keluarga dan budget, ukuran, lokasi serta jenis

rumah duka. Untuk keseluruhan prosesi mulai dari penutupan peti hingga

pemakaman/kremasi biasa diurus oleh yayasan kematian, dan tergantung

dari pihak keluarga akan disesuai dengan ajarannya.48

Upacara kematian dalam masyarakat Cina keturunan di Indonesia,

yang menganut agama Khonghuchu dibagi kedalam beberapa proses

upacara yaitu:

a. Upacara Jib Bok (memasukan jenazah ke dalam peti)

Jib Bok ini berasal dari dialek Hokkin jib, artinya masuk,

sedangkan Bok artinya peti. Jadi Jib Bok adalah “masuk peti” atau

upacara memasukan jenazah ke dalam peti.49

Ketika seseorang

meninggal dunia semua keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-

anak, menantu, cucu dan saudara kandung berkumpul di sekitar mait.

Kemudian dimandikan oleh keluarga atau seseorang yang ditugaskan

oleh yayasan pengurus kematian yang biasa disebut Tho kong. Untuk

48 Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 50. 49

M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu” di Indonesia

(Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan, 2005), h. 140.

Page 40: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

30

30

memandikan dipersiapkan dua buah ember yang berisi air shampo

untuk memberishkan rambut jenazah dan air kembang untuk

membasuh muka. Kemudian seluruh bagian tubuhnya dibersihkan

menggunakan arak, arak dianggap sebagai air suci yang dapat

membersihkan tubuh. Jenazah dikenakan pakaian kematian yang

disebut shou yi. Pakaian kematian ini bisa merupakan pakaian

pengantin ataupun pakaian terbaik yang pernah dipakai.50

Dalam

pemakaian peti jenazah tidak di haruskan untuk yang mewah. Untuk

peti jenazah itu ada beberapa parian, ada yang dinamakan topang,

siupa dan peti gede. Untuk topang ini tidak berukuran, ia hanya sesuai

ukuran senti saja ketebalan kayunya. Untuk peti siupan dan peti gede

ada ukurannya, bisa dihitung dari mulai 22 sampai 28 paling besar

ukuran 28. Untuk ukuran peti 28 tidak masuk mobil ambulan.

Kemudian peti tidak disesuikan dengan jenazah, bagaimanapun

kondisi jenazah baik jenazah tersebut kecil, gemuk. Peti jenazah

disesuaikan dengan keadaan keluarga, sanggup membeli peti yang

bagaimana.51

Kemudian Tiba waktunya memasukan jenazah kedalam peti mati

yang sudah dipersiapkan, di bagian kepala jenazah diberi bantal kertas

perak dan ditaburi kertas perak (Gin Coa) pada bagian atas tubuh

jenazah sebanyak mungkin, untuk bekal almarhum (ah) yang biasa

dipakai dimasukan secukupnya, dan sisi pakaian almarhum (ah) yang

masih layak pakai boleh disumbangkan untuk orang yang kurang

50 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 42. Pukul 15:50 hari minggu

tanggal 24 januari 2019 51 Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai “peti jenazah.”

Page 41: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

31

31

mampu atau bisa disimpan untuk kenangan keluarga. Sebelum peti

jenazah ditutup, maka pihak keluarga memutari peti jenazah sambil

menaburi minyak wangi (cologne). Kemudian sebelum melakukan

upacara Jib Bok dimulai jenazah harus dipasangkan mutiara di 4 indra

yaitu:

- Di kedua mata bermaknakan “memiliki mata jangan asal

melihat. Kalaupun melihat sesuatu harus dengan jelas dari

semua sudut, hal yang ada di depan mata harus

dipertimbangkan dengan seadil-adilnya dari kenyataan yang

ada”.

- Di kedua lubang telinga bermaknakan “memiliki telinga asal

jangan mendengar. Agar lebih bijaksana dengarlah segala

sesuatu dari bawah sampai atas pendapat dari yang lain.

- Di kedua lubang hidung bermaknakan “memiliki hidung jangan

asal mencium. Memberi penilaian harus yang bijaksana.

Hentikan segala kecurigaan sesama saudara sekandung yang

tidak mendasar, dan tiupan angin sebelah.

- Di mulut, bawah lidah bermaknakan “mempunyai mulut

jangan asal berbicara. Jangan mudah memarahi dan menghina.

Hentikan pembicaraan yang menggunakan emosi dan amarah.

Pembicaraan harus hati-hati dan waspada agar bisa meredakan

suasana. Hentikan segala hasutan dan intrik-intrik.

Dipasangnya 7 mutiara pada 4 indra almarhum (ah) telah

berjanji akan lebih sabar, lebih bijaksana, lebih toleransi, dan lebih

Page 42: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

32

32

menyayangi sesama saudara sekandung. Setelah itu masing-masing

anak, menantu dan cucu meletakan mata uang logam di tengah

almarhum (ah), kemudian oleh To Kong dilempar atau disawer dan

diambil oleh anak, menantu dan cucu secara perebutan. Maknanya

adalah agar keluarga yang ditinggalkan diberi rezeki yang lancar

semasa hidupnya.52

maksud dari pemasangan mutiara ini adalah

merupakan pengganti pancaindera dipercaya akan menerangi dan

memperlancar mendiang ke dunia abadi. Adapun yang ditabuhkan

adalah meneteskan air mata ke dalam peti, ke atas tubuh mendinag

atau wajah mendiang. Maksud dari tetesan air mata akan menghambat

mendiaang, karena merasa yang ditinggalkan belum rela melepasnya

pergi.53

Inti dari sembahyang Jib Bok/masuk peti adalah pada saat

pemantekan empat paku yang dilakukan oleh To Khong. Upacara ini

dilakukan pada jam yang sama pada saat almarhum (ah) meninggal.

Pada saat memukul paku, To Khong mengucapkan kalimat dalam

dialek Hokkian sebagai berikut:

- Pukulan pertama : it tiam teng, cu sun toa cut teng “semoga

anak cucu memperoleh banyak berkah”

- Pukulan kedua : it Tian Cai, Cu Sun Toa Hoat Cai “semoga

anak cucu memperoleh kekayaan yang berlimpah”

52

Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 29. 53

Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 56.

Page 43: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

33

33

- Pukulan ketiga : Sha tiam hok, su ban lian hok kwe “ semoga

anak cucu bagus peruntungannya”

- Paku keempat : Shi tiam kwei, cu sun su lian hu kwei “semoga

anak cucu dijauhkan dari bahaya dan dilindungi dari gangguan

maupun halangan”

- Paku kelima : Thiam chu teng, cu sun kwe song cuan “paku

buyut telah dipukulkan dan semoga buyut mendapat kelancaran

tanpa rintangan.

Kemudian jika almarhum (ah) telah memiliki buyut, baru bisa

dipasang paku kelima, paku ini lebih kecil dari paku yang

keempat.54

Setelah selesai upacar Jib Bok lalu diadakannya doa dengan

harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang

meninggal itu.55

b. Upacara Mai Song (malam menjelang pemberangkatan jenazah)

Mai Song diambil dari dialek Hokkian, secara etimologi Mai ialah

“pintu” dan Song adalah “duka”. Dengan demikian Mai Song adalah

“pintu duka”. Dalam masyarakat keturunan Cina di Jawa Barat dan

umumnya di pulau Jawa, Mai Song diistilahkan dengan “upacara

malam pemberangkatan jenazah”. Di luar Jawa tidak kita temukan

istilah Mai Song dan istilah upacara malam pemberangkatan jenazah

54 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 30. 55

Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 57.

Page 44: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

34

34

kadangkala disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing.56

Upacara Mai Song adalah upacara yang dilaksanakan satu malam

sebelum jenazah dimakamkan. Dalam upacara ini biasanya disediakan

sesajian lengkap yang terdiri dari dua belas macam makanan yang

diletakan di atas meja persembahyangan. Disediakannya sesajian

karena dilihat dari angka dua belas yang bila diuraikan 1+3 = 3 dan

bila diterjemahkan ke dalam Bahasa mandarin yaitu san bunyinya

sama dengan shan artinya gunung. Masyarakat Cina Benteng di

Tangerang menganggap gunung sebagai simbol tempat yang paling

tinggi dan paling besar. Oleh sebab itulah alasan penyajiannya.

Kemudian makanan yang disediakan bagaimana kemampuan keluarga

bisa sederhana ataupun mewah. Adapun pada saat upacara ini sesajian

yang harus dipersiapkan yaitu: 1. Buah pisang 2. Buah jeruk 3. Buah

delima 4. Buah belimbing 5. Buah jambu 6. Tebu 7. Manisan 8. Kue

kurp 9. Kue mangkok. 57

c. Upacara Sang Cong/Ki Beh (pemberangkatan jenazah)

Istilah Sang Cong berasal dari dialek Hokkian, Sang berarti

mengantar dan Cong berarti mengubur. Dengan demikian Sang Cong

adalah upacara mengantar jenazah ke tempat pemakaman. Upacara ini

tidak jauh dengan upacara Mai Song, upacara ini dilaksanakan di pagi

hari ketika jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka, sedangkan

Mai Song dilakukan pada malam pemberangkatan jenazah. Ketika

56 M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 147-

148. 57

www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 47. Pukul 23:53 hari jumat

tanggal 25 januari 2019.

Page 45: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

35

35

upacara ini akan dilaksanakan harus menunggu keluarga dekat dan

jauh sudah berkumpul semua.58

Sebelum pemberangkatan jenazah

tepatnya di pagi hari, terlebih dahulu diadakan pembacaan surat doa.

Pemberangkatan dipimpin oleh seorang rohaniawan. Adapun untuk

sesajian upacara Sang Cong sama seperti sesajian upacara Mai Song,

pada saat melaksanakan upacara terdapat kebiasaan yaitu anak laki-

laki almarhum selalu memegang tangteng. Tangteng itu sepotong kayu

atau bambu yang salah satu ujungnya ditutup sepotong kain belacu

putih dan dilapisi lagi dengan secarik kertas atau kain merah. Hal ini

menandakan jika yang meninggal laki-laki kayu atau bambu

disandarkan di bahu kiri, dan jika yang meninggal perempuan maka

disandarkan di bahu kanan. saat jenazah akan diberangkatkan, buah

semangka yang sebelumnya diletakan bersama sesajian yang lain di

atas meja persembahyangan dibanting sampai pecah. Ketika

pemberangkatan jenazah ke pemakaman, tata urutan dalam iring-

iringan yang pertama sepasang teng atau dang yaitu lentera yang

terbuat dari kertas atau kain dengan rangka kayu berwarna putih

dibawa oleh cucu lelaki pertama pada iringan terdepan, Teng ini

dibawa saat pemberangkatan hingga kepemakaman. Kemudian setelah

sesajian sudah dipersiapkan dengan lengkap. Jenazah siap

diberangkatkan, dalam pemberangkatan dan penguburan hal ini

memerlukan orang-orang yang kuat untuk membawa peti jenazah. Peti

58 M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 151.

Page 46: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

36

36

tidak boleh diseret dengan sembarangan karna dikhawatirkan akan

berakibat buruk pada keluarga yang ditinggalkan.59

d. Upacara Jib Gong (pemakaman jenazah)

Jib Gong diambil dari dialek Hokkian. Secara etimologi kata Jib

berarti masuk dan Gong berarti lubang. Dengan demikian Jib Gong

berarti masuk lubang, bisa diartikan juga sebagai upacara

pemakaman.60

Ketika pemberangkatan jenazah kepemakaman, tata

urutan dalam iringan yang pertama adalah Teng atau Deng yaitu

lentera yang terbuat dari kain dengan rangka kayu berwarna putih

dibawa oleh cucu laki-laki. Selama perjalanan menuju pemakaman

salah satu keluarga melemparkan Gin Cua (uang kerta) satu pertasu

serta hio dan lilin merah di setiap perempatan jalan diiringi musik pat

in sampai di tempat pemakaman. Semua itu bertujuan untuk petunjuk

jalan pulang kerumah bagi almarhu/almarhumah. Teng dibawa sampai

kepemakaman sebagai alat penerangan agar perjalanan jenazah

kepemakaman lancar. Kedua orang yang membawa nampan yang di

atasnya diletakan foto almarhum/almarhumah dan Hio Lou berisi

sembahyang. Sebelum peti mati dimasukan keliang lahat, To

Khongterlebih dahulu keliang lahat untuk memeasang 4 keping uang

logam di titik kaki yang dipijak peti mati. Sambil mengucapkan :

- Thiam Tee Tian (langit bumi terbuat)

- Ji Kit Sie Liang (setiap hari/setiap waktu berbuat kebaikan)

59 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 50-51. Pukul 16:23 hari jumat

tanggal 208 Maret 2019. 60

M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 156-

157.

Page 47: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

37

37

- Kim Sin An Kong (tubuh emas berbeda dalam lubang)

- Cun Su Hin Hong (demi kebaikan/keselamatan panjang umur

bagi anak dan cucu).

Setelah memasang uang logam selesai, To Kong keluar dari liang

lahat, dan peti mati mulai diturunkan. Setelah posisi peti mati duduk

dengan benar, baru peti mati mulai ditutup oleh tanah, sembahyang pun di

mulai. 61

Etnis Cina Benteng di Tangerang dalam menetapkan apakah

jenazah dikuburkan atau dikremasi berdasarkan beberapa pertimbangan,

biasanya karna faktor ekonomi keluarga. Pada dasarnya keduanya sama-

sama mengandung niat baik dalam menunjukan laku bakti anak terhadap

orang tua. Mayoritas masyarakat Kota Tangerang dan sekitarnya hampir

semua masih melaksanakan upacara pemakaman dengan menguburkan

jenazah, karna masih kental dengan adat tradisi mereka. Apabila jenazah

dikuburkan ada beberapa manfaatnya yaitu untuk mengingat bahwa

keluarga yang ditinggalkan masih mempunyai hubungan dengan

almarhum dan sebagai sarana komunikasi antar famili dan mempererat tali

persaudaraan.62

e. Upacara Malam Tiga Harian dan tujuh harian

Upacara sembahyang malam Tiga dan Tujuh hari terhitung dari

hari penguburan. Pada saat sembahyang biasanya disediakan rumah-

rumahan dari kertas lengkap dengan berbagai perlengkapan. Seperti

pelayan, mobil, peti, uang atau lain sebagainnya. Dan semua itu terbuat

61 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 45. 62

www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 54-55. Pukul 00:08 hari sabtu

tanggal 09 Maret 2019.

Page 48: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

38

38

dari bambu dan kertas yang beraneka warna. Sembahyang Tujuh Hari

disebut juga sembahyang “Balik To” yang berarti meja (To) dibalik

sebagai tanda bahwa upacara pengurusan kematian itu selesai sudah.

Kemudian selesai sembahyang maka rumah-rumahan dari kertas itu

dibakar bersama-sama dengan segala atributnya. Pada saat rumah-

rumahan dibakar, biasanya di jaga agar rumah-rumahan itu tidak

roboh, tidak miring, melainkan amruk sewajarnya. Upacara ini

dilakukan tidak hanya malam tujuh hari tetapi pada malam 8 hari yang

dilakukan pada 02.00 pagi. Setelah selesai pembakaran abu dari sisa

pembakaran dikubur depan kuburan almarhum/almarhumah.63

f. Upacara Peng Tuh atau Ki Hok (membalik meja)

Ki Hok diambil dari bahasa Hokkian yang terdiri dari dua kata

“Ki” dan “Hok”. Ki Hok juga disebut Peng Tuh. Secara etimologi “Ki”

berarti “harapan suci melalui doa” dan “Hok” adalah “rahmat”. Kata

“Hok” dan harapan ini mencakup lima rahmat, yaitu:

- Agar keluarga yang ditinggal memperoleh usia yang panjang

- Agar keluarga yang ditinggal memperoleh kesehatan lahir dan

bati.

- Agar keluarga yang ditinggal memperoleh rizki yang banyak

dan kedudukan yang mulai.

- Bersuka cita dalam kebajikan.

- Pasrah kalau memang Thian menghendakinya. 64

63 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 49. 64

M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 161-

162.

Page 49: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

39

39

Upacara balik meja atau balik Toa Ha yang artinya balik baju,

misalnya perempuan pakai baju, pakai kerudung terbalik dan anak

laki-laki memakai baju terbalik itu sampai malam ke tujuh setelah itu

baru dibalik kembali seperti semula. Pakaian terbalik ini dimulai hari

pertama hingga hari ke 7, jika baju tersebut tidak terbalik maka tidak

melaksanakan upacara balik meja. Pakain terbalik ini bagaimana pihak

keluarga, jika ingin terbalik maka semuanya harus terbalik, tidak

hanya setengah-setengah. Meja yang diputar itu meja yang bisa

dicopot daun mejanya.65

Upacara ini masih dilaksanakan sampai sekarang, jenazah

almarhum disemayamkan di rumah sendiri atau di rumah duka, maka

keluarga mengadakan sembahyang menggeser peti mati. Biasanya

sembahyang ini diselenggarakan pada malam hari. Peti mati ini semula

berada di tengah ruangan rumah, sekarang digeser ke tembok ruangan.

Pemidahan peti jenazah ini dianggap sangat penting, agar kedudukan

peti sejajar dengan rumah. Kemudian pada zaman dahulu saat mau

menguburkan jenazah, orang Tionghoa sengaja mencari orang ahli

Hong Sui. Orang tersebut yang akan memilih dan menujukan serta

menetapkan letak kuburan. Hal tersebut dilakukan karna orang

Tionghoa mempunyai keyakinan, jika kuburan leluhurnya letaknya

tidak tepat akan berpengaruh pada orang-orang yang ditinggalkan.

Jenazah ketika itu biasanya disemayamkan selama seminggu dirumah

atau dirumah duka. Tetapi sekarang sudah berbeda, sudah banyak

65 Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai “Upacara Balik Meja”.

Page 50: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

40

40

perubahan karna tergantung dari kemampuan orang yang ditinggalkan.

Sikap tersebut untuk menunggu sanak keluarga yang tinggal jauh

seperti di luar Kota atau di luar negri. 66

g. Upacara Siau Siang (1 tahun)

Istilah Siau Siang diambil dari dialek Hokkian. Secara etimologi

Siau adalah kecil sedangkan Siang adalah keberkahan. Yang

dimaksud dengan keberkahan apabila upacara ini dilakukan sesuai

dengan ajaran Khonghucu Itu tidak boleh berlebih-lebihan saat

melakukan upacara. Pada umumnya upacara ini di kalangan

masyarakat Cina yang menganut agama Khonghucu diartikan sebagai

upacara berkabung selama satu tahun dihitung dari saat penguburan

jenazah.67

Di akhir masa berkabung satu tahun diadakan Upacara Setahunan

dengan melakukan sembahyang di rumah. Upacara ini juga dapat

diganti dengan Upacara Empat Puluh Sembilan Hari. Sesajian yang

dihidangkan dalam upacara ini sama dengan sesajian pada saat upacara

Mai Song, yang membedakan dalam makanan yang disajikan berwarna

putih sebagai tanda berkabung, kemudian pada upacara ini dapat

dipersembahkan rumah-rumahan yang terbuat dari kertas dan bambu,

perabot serta pembantu-pembantunya, persembahan ini dibakar pada

upacara setahunan. Rumah-rumahan dan perlengkapan lainnya,

kendaraan, uang-uangan kertas ini adalah sebagai pembantu dan uang-

66 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 35. 67 M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 164.

Page 51: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

41

41

uangan kertas yang nantinya di bakar, maksudnya sebagai bekal

almarhum atau almarhumah di alam baka.68

h. Upacara Tai Siang (3 tahunan)

Tai Siang diambil dari dialek Hokkian, yang secara etimologi Tai

adalah besar sedangkan Siang adalah keberkahan. Upacara ini di

kalangan orang Cina keturunan diartikan sebagai upacara sembahyang

tiga tahunan.69

Di akhir masa berkabung tiga tahunan atau dua tahunan

diadakannya upacara tiga tahunan dengan melaksanakan sembahyang

di rumah. Upacara ini bisa diganti dengan upacara seratus hari.

Upacara ini dihitung dari saat meninggal dunia. Semua perlengkapan

upacara ini berganti menjadi warna merah, mulai dari surat doa, pita,

sesajian makanannya. Warna merah ini sebagai tanda bahwa selesai

berkabung. Pada saat upacara ini pula semua keluarga dari kalangan

anak, menantu, cucu memakai baju putih sebagai tanda berkabung,

dapat melepaskan dan memakai berwarna merah atau warna lain yang

melambangkan kebahagiaan. ini biasa disebut dengan istilah “melepas

putih”. Kemudian dimulai hari ini sampai seterusnya jika sembahyang

menggunakan Hio bergagang merah, menandakan bahwa masa

berkabung telah selesai.70

i. Upacara Ngo Tai

68 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 47. Pukul 14:54 hari minggu

tanggal 27 januari 2019. 69 M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 167. 70

www.gramedia.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 47. Pukul 18:07 hari minggu

tanggal 27 januari 2019.

Page 52: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

42

42

Upacara ini biasa disebut lima generasi. Artinya

almarhum/almarhumah sudah mempunyai buyut, biasanya berkisar

umur 80 tahun keatas. Upacara ini dilakukan setelah upacara Cut Soa

selesai. Generasi kelima dinaikan keatas peti mati dengan memakai

baju merah (keturunan dari laki-laki) atau baju kuning (keturunan dari

dari perempuan) dengan membawa tas kecil yang terbuat dari kain dan

warna sesuai dengan baju yang menggantung di leher. Kemudian

sebelum peti mati diberangkatkan kepemakaman, anggota keluarga

dari almarhum/almarhumah yang lainnya seperti anak, menantu dan

cucu mengitari peti mati sebanyak 6 kali di ikuti dengan memberikan

wisit (uang kepada buyut) dan di iringi dengan musik Pat In (8 alat

musik). Dengan maksud agar keturunan dari almarhum/almarhumah

tidak ada perselisihan dan saling berbagi dan tolong menolong. 71

j. Upacara Ki Beh

Upacara ini dilaksanakan di pagi hari sekitar jam 06:00 sebelum

pemberangkatan jenazah, dan upacara ini selesai pada saat jenazah

akan dimakamkan. keluarga yang ditinggalkan biasanya mengadakan

upacara pada saat jenazah almarhum/almarhumah akan dibawa atau

diberangkatkan kepenguburan untuk disemayamkan. Kemudian

didepan peti mati almarhum/almarhumah telah disediakan meja

sembahyang yang sudah lengkap dengan berbagai sajian yang sama

dengan upacara Mai Song. Yang membedakan hanya pada Sam Sheng

yang letaknya menghadap keluar rumah pada bagian kepala, yang

71 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 41.

Page 53: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

43

43

menandakan peti jenazah siap diberangkatkan atau dikebumikan atau

di kremasi.72

Menurut Oey Tjin Eng upacara Ki Beh ini adalah upacara

sebelum pemberangkatan jenazah, sebab kenapa orang yang meninggal

setelah upacara Jib Bok ada yang namanya Houb Pui. Houb Pui ini

adalah anak mempersembahkan nasi kepada orang tua, sebelum

matahari terbit pagi-pagi dan waktu sore hari sebelum matahari

terpendam. Hal itu melambangkan bahwa anak bakti kepada orang tua.

Karna waktu kecil ibu menyusui anaknya di waktu yang tidak

ditentukan tengah malam jam 2 atau 3 pagi seorang ibu bangun, hal ini

dikarnakan bakti anak kepada orang tua.73

k. Upacara Ceng Beng,

Yaitu upacara yang masyarakat Cina Benteng sering melakukan

upacara-upacara Ceng Beng yakni melakukan ziarah dan

membersihkan makam para leluhur. Ceng Beng berartikan bersih dan

terang. Pada saat perayaan Ceng Beng, mereka dianjurkan untuk

memebersihkan makam leluhur. Upacara ini biasa disebut juga dengan

the-coa. Perayaan Ceng Beng diperingati masyarakat Cina Benteng,

setiap tanggal 5 April, atau dalam penanggalan Cina adalah tanggal 3

Sha-gwee (bulan tiga Imlek). Pada saat itu mereka melakukan ziarah

ke makam orang tua atau leluhurnya, sekaligus membersihkan makam.

Ketika ingin melakukan ziarah keluarga tidak pernah lupa untuk

membawa makanan yang kesukaan Almarhum di masa hidupnya.

Adapun setelah membersihkan makam langsung dilanjutkan dengan

72 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 37. 73 Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “upacar Ki-Beh”.

Page 54: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

44

44

sembahyang hio. Selesai sembahyang keluarga menikmati hidangan

sebagai penghormatan kepada almarhum.74

kemudian yang perlu

diingat bahwa upacara Ceng Beng pun berawal persembahyangan

dilakukan di rumah sesudah diberikan oleh Chailun di Tiongkok. Pada

tahun 105 Sesudah Masehi baru ada kertas, dan sembahyang Ceng

Beng dilakukan di kuburan. Sembahyang Ceng Beng ini

menyampaikan harapan.75

l. Sembahyang Coki.

Sembahyang ini dilakukan setelah beberapa tahun orang tua

meninggal, setahun kemudian memperingati ini dinamakan

sembahyang Coki. Setelah tiga tahunan selesai ke empat tahun

memperingati, hal tersebut dinamakan sembahyang Coki yang artinya

sembahyang untuk leluhur.76

C. Tujuan Dan Manfaat

Dari semua pelaksanaan upacara, dimulai dari peninggalan hingga

tiga tahun upacar kematian ini selalu dilaksanakan, hal ini tentu ada

tujuan dan makna tersendiri bagi masyarakat yang melaksanakan upacara

tersebut, menurut Oey Tjin Eng, tujuan dan manfaat dalam melaksanakan

upacara kematian ini adalah laku bakti anak terhadap orang tua. Karna di

masa kecil tengah malem ibu menyusui tidak mengenal waktu, mau jam 2

jam 3 pagi sang ibu bangun dan mengurusi hingga dewasa.77

Adapun hal

lain adalah untuk menyampaikan doa kepada yang meninggal dunia

74 Euis Thresnawaty s, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 62. 75

Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “Upacara CengBeng”. 76 Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “Upacara Coki”. 77 Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “manfaat dan tujuan upacara kematian.”

Page 55: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

45

45

supaya arwahnya kembali ke alam baqa dengan tenang. Dan begitupun

sebaliknya keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kehidupan yang lebih

baik dari masa-masa yang sesudahnya.78

78 M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, h. 164.

Page 56: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

46

BAB IV

UPAKARA KEMATIAN DAN TRADISI BERKABUNG DALAM

MASYARAKAT CINA BENTENG

A. Alat-alat Upakara

1. Peti mati

Peti mati adalah tempat peristirahatan terakhir untuk jenazah

almarhum/almarhumah yang akan dikebumikan dan biasa disimbolkan

sebagai hadiah terakhir dari anak almarhum/almarhumah. Kemudian di

atas peti ada pita berwarna merah, kuning, putih. Arti pita berbentuk

kembang di atas peti hanya sebagai simbol yang menunjukan

kedudukan dalam keluarga, contohnya pita berjumlah 5 yang artinya

almarhum/almarhumah sudah memiliki 5 generasi atau sudah memiliki

buyut.

2. Hio Lou

Hio Lou ini adalah perapian pembakaran dupa yang terbuat dari tima,

nampak seperti mempunyai dua buah telinga, sedangkan depannya

terukir kata Hsi (bahagia). Apabila almarhum/almarhumah dikubur

maka abu yang ada dalam Hio Lou berasal dari 5 marga (She)

3. Baju Toa Ha

Pakaian berkabung yang terbuat dari kain blacu putih. Ada juga

yang menggantinya dengan karung goni. Kemudian pakaian ini

dikenakan dengan terbalik, bagian luar menjadi bagian dalam

seblaiknya. Adapun anak laki-laki mengenakan ikat kepala dan

membawa tang-teng di bahu, maksudnya anak laki-laki akan

Page 57: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

47

47

bertanggung jawab atas keluarganya. Sedangkan anak perempuan atau

menantu perempuan mengenakan krudung dengan bahan yang sama.

Kemudian anak perempuan pun boleh membawa tang-tang asal

almarhum/almarhumah tidak memiliki anak laki-laki.

4. Tang Teng

Tang Teng adalah tongkat penerus generasi, juga sebagai ahli waris

marga (she) tanda dari keturunan. Tang teng terbuat dari sebatang kayu

bulat yang berdiameter 2 Cm panjang 70 Cm. Kemudian bagian ujung

diberi sekeping uang logam dan ditutupi oleh selembar kain merah

berukuran persegi dengan panjang sisi 12 Cm, kemudian diikat benang

merah pada ujung kayu, jumlah Tang Teng sama dengan jumlah anak

laki-laki almarhum. Apabila yang meninggal ayah, tang teng terbuat

dari kayu yang memiliki ruas (bambu), maksudnya kasih sayang ayah

beruas-ruas kepada anak. Apabila yang meninggal ibu, yang teng

terbuat dari kayu yang tidak memiliki ruang. Maksdunya kasih ibu

tidak ada batasnya kepada anak.

5. Memecahkan buah semangka (banting semangka)

Tradisi banting semangka ini dilakukan di depan mobil jenazah

saat mobil mau diberangkatkan. Tradisi ini mengacu pada kisah

legendaris tentang Kaisar Lie Sie Bin dari dinasti Tang yang pernah

mengalami mati suri, rohnya ditarik ke neraka. Dalam kisah tersebut

ada satu nyonya muda yang siap bunuh diri karena sedang terhimpit

permasalahan dalam hidupnya. Setelah nyonya tersebut meninggal

karna minum racun dibisikkanlah pesan untuk mengingat bahwa harus

Page 58: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

48

48

membawa titipan Si Kua (Semangka) tersebut untuk Giam Lo Ong.

Semangka itupun diletakan di tangan jenazah namun akhirnya

semangka tersebut terjatuh dan pecah. Itulah yang akhirnya menjadi

Legenda Banting Semangka. Dari kisah tersebut, maka setiap ada

orang yang meninggal, saat jenazahnya akan diberangkatkan maka

dilakukan upacara banting semangka terlebih dahulu.79

Buah

semangka dibanting sampai pecah, terdapat makna yaitu buah

semangka ini sebagai bekal almarhum di alam baka, selain itu juga

buah semangka ini dibanting akan terlihat biji-bijinya, yang berarti

banyak anak dan cucu, diharapkan keturunannya akan berkembang dan

memperoleh berkah serta rezki yang berlimpah.80

Kemudian semangka

sebagai lambang dunia ini, memang dunia ini manis bisa

menghilangkan dahaga bagi yang mengerti dan tahu batasnya. Adapun

bagi yang tidak tahu ia menderita sakit dan merana, sebab didunia ini

orang yang baik hanya sedikit, sedangkan yang jahat lebih banyak. 81

6. Teng atau dang

Teng atau dang yaitu lentera terbuat dari kertas atau kain dengan

rangka kayu berwarna putih dibawa oleh cucu lelaki pertama pada

iringan terdepan, teng ini sebagai alat penerangan agar perjalanan

kepemakaman lancar. Kemudian yang kedua orang yang membawa

nampan diatasnya diletakan foto almarhum dan Hio Lo hal ini

bermaksud almarhum mempercayakan anak perempuannya kepada

79 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 42-43 80 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 50-51. Pukul 16:23 hari jumat

tanggal 208 Maret 2019. 81 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 18.

Page 59: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

49

49

sang menantu. Jika tidak ada, bisa digantikan oleh cucu atau

keponakan laki-laki dan dibelakangnya pembawa bunga. Kemudian

yang ketiga jenazah dengan diikuti oleh pihak keluarga almarhum dari

mulai anak laki-laki, anak perempuan, menantu, cucu dan kerabat

dekatnya, dan teman-teman almarhum dengan iringan kendaraan

pribadi dan bus.82

Teng ini alat penerangan sama halnya dengan

lampion, yang membedakan hanya warnanya. Jumlah generasi

almarhum/almarhumah dapat melihat dari jumlah renda dan hiasan

yang menggantung pada teng berwarna putih, semakin banyak renda

berarti semakin banyak generasi yang dimiliki. Sedangkan pada teng

berwarna kuning khusus bagi almarhum/almarhumah yang sudah

memiliki 5 generasi atau buyut.

7. Garis X

Pintu, jendela, dan kaca ditempel kertas putih berukuran lebar 5 Cm

dan panjang 30 Cm. Apabila yang meninggal itu ibu, kertas putih di

tempel kanan atas, kiri bawah. Apabila yang meninggal ayah, kertas

putih ditempel kiri atas kanan bawah. Bila keduanya telah tiada, kertas

putih di tempel 2 menyilang.83

8. Gin Cua

Kertas persegi yang tengahnya terdapat warna perak/emas, pada saat

kematian berguna untuk kelancaran jalan atau bekal menuju akherat.

82 www.grameda.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, h. 50-51. Pukul 16:23 hari jumat

tanggal 208 Maret 2019. 83 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 12-14

Page 60: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

50

50

Kemudian menunjukan tanda bakti anak kepada orang tua dengan

mengirimkan uang.

9. Rumah kaca

Rumah kaca ini adalah kepercayaan dengan adanya kehidupan setelah

meninggal. Maka keluarga yang ditinggalkan mengirimkan sebuah

rumah kertas lengkap dengan perlengkapan rumah tangga dan dua

boneka kertas berbentuk manusia yang siap membantu (Letong dan

Lehawa).

10. Sam Seng Babi

Seorang laki-laki didalamnya menjalani kehidupan hendaknya hati

lurus dan pikiran bersih, seperti seekor babi bila berlari selalu lurus

kedepan, tanpa menengok ke kiri dan kekanan.

11. Sam Can (Daging Babi 3 Lapis)

Di haruskan untuk mengingat bahwa di pundak seseorang laki-laki ada

3 kewajiban yang pokok yaitu:

a. Jadilah seorang laki-laki yang mampu melindungi anak dan istri

b. Jadilah seorang laki-laki yang mampu membahagiakan anak dan

istri.

c. Jadilah seorang laki-laki yang mampu menafkahi anak dan istri.

12. Sam Seng Ikan Bandeng

Hal ini bahwa melambangkan kehidupan seorang wanita. Ikan

bandeng ini hidup di muara yang berlumpur didasarnya tempat

pertemuan antara air sungai dan air laut. Ikan bandeng tidak bisa hidup

berkelana, melainkan hidup muara. Maksudnya untuk mengingatkan

Page 61: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

51

51

anak perempuan agar hidup tidak liar (keluyuran). Maka dikatakan

bahwa wanita berjalan di atas lumpur, kemanapun ia pergi senantiasa

meninggalkan bekasnya (jejak). Untuk laki-laki jangan terlalu asik

mempermainkan wanita, biarpun kelihatannya jinak dan lemah, namun

bila sudah tersedak tulang ikan bandeng baru merasakan sakitnya.

13. Sam Seng Ayam

Seekor ayam mampu terbang melintas pagar batasnya, begitupun

seorang anak, kemampuan dan pengetahuannya dapat melampaui

orang tuanya. Ayam mematuk makanan sebutir demi sebutir dengan

mengais-ngais sampah menggunakan kakinya tanpa kenal lelah dan

malu dalam seharian bekerja, oleh karna itu hidup jangan serakah.

Adapun darah beku, dalam badan telah mengalir darah dari leluhur

jangan mempermalukan orang tua dengan tingkah dan perbuatan yang

mencemarkan nama baik orang tua. Kemudian usus, hati dan ampela,

seorang anak yang memiliki kepuasan, rasa sukur dan rasa berterima

kasih.84

14. Tebu

Hendaknya membina kehidupan seperti tebu, tidak sombong, tidak

pamer, mudah tumbuh, mudah menyesuaikan. Hidup serumpun

berdampingan, akur saling mengerti, bisa bergotong royong sesama

saudara sekandung. Harus diingat pohon tebu tidak bercabang, ia

berdiri sendiri di atas kaki sendiri.

15. Nanas

84 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 15-17

Page 62: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

52

52

Buah nanas ini merupakan lambang keberuntungan. Menjalani

kehidupan dengan mengandalkan keberuntungan tentu akan menemui

kekecewaan. Apabila keberuntungan di ikuti dengan kecerdikan, tentu

membawa dalam ke suksesan.

16. Jeruk Bali

Jeruk ini merupakan lambang dari keluarga yang di lihat dari isi

buah jeruk bali yang beruas-ruas yang melambangkan setiap anak

memiliki pikiran yang berbeda tetapi tetap menjadi satu keluarga yang

dilambangkan dari kulit jeruk bali tersebut. Kemudian kulit jeruk in

melambangkan orang tua.

17. Teh Liau

Teh Liau ini terdiri dari Tang Kwe, Gula Batu, dan Ang Co. Dalam

pergaulan, sumber kebaikan atau bahaya bersumber dari mulut

(ucapan).

18. Kue Kosang-kosang

Kue ini melambangkan banyak cucu banyak keturunan.

19. Kue Bun Tau (Laki-laki)

Kue ini persembahan dari laki-laki yang menggambarkan jumlah

keturunan laki-laki dari almarhum/almarhumah

20. Kue Bun Tau (Perempuan)

Kue ini persembahan dari anak perempuan yang menggambarkan

jumlah keturunan perempuan dari almarhum/almarhumah.

21. Bibit, kelapa dan rotan

Page 63: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

53

53

Lima macam bibit-bibitan atau biji-bijian palawijaya yang

dicampur dengan mata uang logam. Biji-bijian tersebut terdiri dari

gabah, kedelai kuning, kacang hijau, kacang merah dan kedelai hitam.

Kalau sudah mengenal bibitnya, tentu bisa berkelana juga dengan

pohon dan akarnya. Kalau sudah mengenal pohon dan akarnya,

kembali lah dan berpegangan eratlah pada bibitnya. Maka sampai akhir

hayat, tidak akan menemui kesulitan. “ dimaksudkan: jadi anak yang

serba bisa, ulet dan sabar dalam mencari peruntungan. Kemudian

kelapa banyak kegunaannya, begitu juga manusia harus bisa segalanya.

Air kelapa diminum oleh seluruh keluarga dengan makna semoga

selalu hidup rukun harmonis. Kemudian rotan melambangkan hidup

harus ulet dan tidak gampang menyerah (patah semangat).

22. Pat in

Delapan alat musik yang terdiri dari tiga jenis yaitu, gesek, tiup,

dan pukul. Seperti kemor, gendeng, kempul, slukat, terompet, tehyan,

suling dan skong. Maksud dari tiha jenis yang berbeda mencerminkan

dari tiga kehidupan, darat, air dan udara. Ketiganya saling

berkesinambunga.

23. Kol

Setipisnya kol, maksudnya adalah hati nurani manusia jauh lebih

tipis.

24. Ma Co (Kue yang digoreng, Bagian Luar ditaburi Wijen)

Page 64: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

54

54

Jangan terlena dengan bujuk rayu yang memikat dan sangat

menggiurkan, kenyataan semua kosong belaka. Cerita yang manis

tentu berakhir pahit.

25. Tahu

Mendaki gunung sulit, minta tolong orang jauh lebih sulit.

26. Tokong

Tokong ini adalah orang yang bekerja seharian membantu

mengurus dan memimpin upacara pemakaman dan kematian. Mulai

dari memandikan jenazah sampai malam tujuh hari.

27. Kwa Cai dengan akarnya (Cai Kong, Sawi)

Kwa Cai itu pahit, miskin itu lebih pahit. Seorang anak ditegur dan

dimarahi memang terasa pahit walaupun pahit pahit tetapi dapat

menyembuhkan dari kesalahan dan kebodohan, apabila dibandikngkan

dengan hidup miskin, akan jauh lebih pahit.

28. Jamur Bok Ji

Jamur bok ji hitam, hati manusia jauh lebih hitam. Kehidupan di

hutan itu kejam, hati manusai jauh lebih kejam.

29. Soun Putih direbus Air Panas

Memang menjalani kehidupan itu banyak menghadapi kesulitan,

halangan, dan kekusutan, hanya dengan kesabaran dan keiklasan yang

bisa melewati dengan mudah.

30. Kim Can (Bunga Sedap Malam)

Nilai dasar seorang sahabat. Kembang mekar sahabat kumpul,

kembnag layu sahabat kabur.

Page 65: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

55

55

31. Nasi dan 5 Lauk Pauk

Yang kita makan setiap hari, tidak didapat dengan mudah,

melainkan harus kerja keras dan peras keringat sepanjang hari baru

bisa diperoleh. Jangan di sia-siakan jerih payah beliau, jadilah orang

yang berguna. Seperti pepatah mengatakan “perut baru di isi, tau sudah

keluar”

32. Pisang Raja Bulu dengan 5 Macam Buah-Buahan

Dimaksud untuk mengutamakan keluarga di atas segala

kepentingan, dapat melahirkan keluarga yang rukun, keluarga rukun

menciptakan kebahagiaan. Keluarga yang bahagia dapat melahirkan

semangat, dengan semangat yang tinggi dapat melahirkan

kemakmuran.

33. Enam macam kue jajanan (yang Manis dan Ceria warnanya, jangan

yang mengandung ketan)

Lambang pergaulan. Dalam pergaula, penampilan, dan

pembicaraan, terutama dengan tetangga, hendaknya ceria, baik sopan

santun, tetapi ingat jangan lengket, bila tidak ingin kecewa. 85

B. Makna Berkabung

Dalam kamus KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “Ka-bung”

adalah kain putih yang diikatkan dikepala sebagai tanda duka cita. Adapun

“ber-ka-bung” ada dua definisi yang pertam, memakai kabung (sebagai

tanda berduka cita karna ada keluarga yang meninggal), yang ke dua

berduka cita karna keluarga, kerabat dan sebagainya meninggal. Yang

85 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 18-24

Page 66: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

56

56

terakhir yaitu “per-ka-bung-an” ada dua arti yang pertama bermaknakan

pakaian (kabung dan sebagainya) yang dipakai dalam berkabung, yang

kedua yaitu keadaan berkabung (berduka cita).86

Semua manusia pada saat di tinggalkan oleh orang-oarang terdekat

pasti merasakan kehilangan dan kesedihan. Dalam tradisi Cina Benteng

Tangerang Kota, ketika ada yang meninggal salah satu keluarga, seluruh

anggota keluarga inti wajib menggunakan baju Toa Ha (baju berkabung

yang terbuat dari kain belacu) yang dikenakan secara terbalik, bagian luar

di dalam, bagian dalam diluar.87

Berkabung ini diharuskan untuk memakai kain Putih, tidak

berwarna lain seperti warna merah, Kuning Hijau dan lain sebagainya.

Bermaksudkan untuk terlihat bahwa keluarga sedang berduka. Adapun

untuk cara pemakaiannya kain berkabung itu, jika untuk laki-laki diikatkan

di kepala, jika perempuan dipakai seperti kerudung. Simbol lainnya adalah

jika yang meninggal perempuan gelang tangannya dipakaikan di sebelah

kanan dan diikatkan rambutnya sebelah kanan, jika yang meninggal laki-

laki, untuk pemaiakannya sebelah kiri semua. Inilah perbedaan tradisi

Cina Benteng dengan yang lainnya.88

Kemudian upacara perkabungan yang layak bukan secara mewah

dan berlebihan, tetapi secara sederhana dan khidmat. Penyebutan untuk

penghormatan kepada orang tua yaitu “Hau” (Hshiao) yang bagi mereka

harus disertai sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai

pernyataan kekasih. Adapun sikap hormat ini berlangsung setiap hari

86

http://kbbi.web.id jam 11:58 kamis, tanggal 21 maret 2019 87 Putri Astaria, Upacara Kematian Cina Peranakan (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 31. 88 Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai “Budaya Berkabung.”

Page 67: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

57

57

kepada mereka yang masih hidupdan setelah meninggal dilakukan dengan

cara yang berbeda.89

Lamanya berkabung bagi warga Cina Benteng cukup

lama kurang lebih satu tahu. Selama berkabung tidak diperbolehkan

memakai perhiasan dan pakaian berwarna, mereka hanya menggunakan

pakaian warna hitam atau putih, tidak boleh mengadiri pesta atau

mengadakan pesta.90

C. Makna Simbolik dan Nilai Filosofis Dalam Peroses Kematian dan Budaya

Berkabung

Dalam prosesi upacara, dari mulai peninggalan hingga selesai

pemakaman banyak sekali sesajian yang di sediakan. Maksud hal tersebut

adalah bermaknakan dan bernilai filosofis bahwa laku bakti anak kepada

orang tua, kesedihan akan datang ketika seorang yang kita sayang, cintai,

hormati, meninggalkan untuk selamanya. Adapun kecintaan anak terhadap

orang tua itu apa, dan yang paling penting terlaksana cita-cita orang tua.91

Dalam tradisi Tionghoa, hubungan anak dan orang tua sangat menuntut agar

anak-anaknya senantiasa menghormati orang tua. Bahkan kepada orangtua

yang sudah meninggal, maksudnya menghormati kepada orang tua yang sudha

meninggal itu adalah wujud bakti seorang anak terhadap orang tuanya yakin

dengan mengadakan upacara yang layak dan berkabung selama beberapa

waktu.92

89 Kurniawan Halianto, Chio Thau: pelaku Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 49 90 Euis Thresnawaty s, “Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang”, Jurnal Patanjala, vol. 7, no. 49-64 (1 Maret 2015): h. 60. 91

Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “manfaat dan tujuan upacara kematian.” 92

Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 49.

Page 68: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

58

58

Keluarga Tionghoa sangat mementingkan seorang anak, terutama anak

laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga (She) dan

membawa berkat (Hoki), yang paling utama untuk menggantikan sang ayah

merawat abu leluhur. Bagi anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”,

disebut “Put Hao” (tidak berbakti), bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga

yang tidak memiliki anak laki-laki juga termasuk sebagai Put Hau.

Disebabkan ada keluarga yang terpaksa mengadopsi anak laik-laki, hanya

untuk memenuhi syarat, bahkan ada lagi yang lebih dahsyat, seorang suami

diizinkan menikah lagi demi untuk mendapatkan anak laki-laki. 93

D. Pelaku Upacara

Dalam Kematian Masyarakat Cina Benteng, ada beberapa tahapan-

tahapan Upacara yang sudah dibahas di atas, adapun pelaku upacara kematian

ini adalah Tokong. Kata Tokong ini adalah sebutan masyarakat Cina Benteng

yang mengurus jenazah dari mulai persembahyangan, memandikan hingga

menguburkan. Tokong sebenarnya tidak satu tetapi bisa dikatakan banyak.94

Menurut pak hari sebagia Tokong, pelaku Upacara itu bisa siapa saja dan dari

vihara mana saja bisa mengikuti. Maksudnya adalah untuk memberikan doa

kepada almarhum/almarhumah, tidak beda jauh dengan Muslim seperti Ustad,

Haji dari manapun bisa mengikuti dalam upacara kematian tersebut.

Begitupun dalam agama Khonghucu bisa dari manapun yang mengunjungi,

ada dari Serpong, Jakarta, luar Kota, luar daerah untuk mengikuti dan

mendokan almarhum/almarhumah.95

93 Kurniawan Halianto, Chio Thau: Pernikahan Adat Cina Benteng, (Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 50. 94 Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai “upacara kematian.” 95 Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai “Siapa Pelaku Upacara.”

Page 69: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelaksanaan upacara Kematian yang dilakukan oleh mayarakat

Cina Benteng merupakan sebuah tradisi turun temurun yang diwarisi oleh

nenek moyang terdahulu dan masih dilaksanakan hingga saat ini.

Masyarakat Cina Benteng melaksanakan upacara kematian sampai tiga

tahunan. Dari mulai meninggal, 3 hari , 7 hari, 49 hari, 1 tahunan dan 3

tahunan, di dalamnnya terdapat prosesi-prosesi upacara kematian, seperti

upacara Jib Bok (memasukan jenazah kedalam peti), upacara Mai Song

(malam menjelang pemberangkatan), upacara Sang Cong

(pemberangkatan jenazah), upacara Jib Gong (pemakaman jenazah),

upacara Peng Tuh/Ki Hok (membalik meja), upacara Siau Siang (1

tahunan), upacara Tai Siang (3 tahunan). adapun untuk sesajian ada

beberapa pariasi, ada yang memakai 70 mangkuk ada juga yang memakai

seadanya, hal ini di karnakan bagaimana keadaan ekonomi keluarga, tidak

memaksakan harus 70 persajian.

Ditengah-tengah melakukan upacara kematian masyarakat Cina

Benteng melakukan sebuah tradisi yaitu budaya berkabung. Budaya ini di

lakukaan sampai 7 hari atau sampai acara selesai, adapun keluarga yang

ditinggalkan harus memakai kain belacu yang berwarna putih, bagi yang

memakai kain berwarna biru yaitu cucu dan sanak saudara. peletakannya

bagi laki-laki dan perempuan. Budaya berkabung ini dilaksanakan agara

Page 70: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

60

60

masyarakat tahu bahwa keluarga sedang berdukan. Masyarakat Cina

Benteng mempunyai penandaan tersendiri jika kedua orang tuanya sudah

tidak ada di setiap rumah. Bisa dilihat dari kertas yang berwarna putih

yang ditempel di jendela depan rumah berbentuk X, adapun

penempelannya, jika yang meninggal ibu, kertas tersebut ditempel dari

sebelah kanan atas kiri bawah, jika yang meninggal ayah, kertas tersebut

ditempel sebelah kiri atas kanan bawah. Bila di jendela tersebut berbentuk

X menandakan bahwa keduanya telah tiada.

Melakukan upacara ini berfungsi untuk mendoakan agar arwahnya

tenang. dan bermaknakan laku bakti anak kepada orang tua, bagaiman

orang tua yang telah mengurus dari lahir hingga dewasa, manusia

hendaknya berlaku bakti. Tiga tahun pahit getir menyusui dan penuh

upaya merawat dengan segenap usaha, membesarkan hingga menjadi

manusia adalah gambaran peta ketergantungan yang tak terpungkiri.

Adapun sesajian yang disediakan adalah bentuk nyata persembahan untuk

menghadiahkan dan mendokan almarhum/almarhumah di alam kubur,

begitupun sebaliknya almarhum/almarhumah mendokan keluarganya yang

ditinggalkan untuk menjadi lebih baik lagi dalam semua hal, mislanya

menambah rizki dan mempunyai banyak keturunan.

B. Saran

Masyarakat Cina Benteng ini bisa dikatakan masyarakat yang luar

biasa. Berada ditengah-tengah masyarakat yang berbeda dari segi agama,

budaya dan lain sebagainnya. Masyarakat Cina Benteng walaupun zaman

Page 71: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

61

61

sekarang dimana semua akan selalu berkembang, sebaiknya selalu

mempertahankan nilai-nilai budaya dan tradisi. Menjalani hubungan yang

baik dengan menerima perbedaan dan sikap toleransi. Karena adanya

perbedaan baik dari segi keberagamaan, budaya, dan pemahaman itu

adalah sebuah rahmat, apabila perbedaan itu dimaknai sebagai sebuah

dinamika kehidupan maka hal tersebut bukanlah permusuhan. Dengan

adanya perbedaan pasti akan terciptanya dialektika dan bertambahnya

pengetahuan dan pengalaman. Contohnya seperti bunga “Jika bunga itu

hanya satu warna akan terlihat biasa saja. Tetapi jika bunga itu banyak dan

berbeda-beda maka keindahan itu akan terlihat dan terpancar adanya.

Jadikanlah perbedaan itu untuk mempererat hubungan persaudaraan,

sahabat, serta menjalankan nilai-nilai budaya leluhur yang baik, dan ini

merupakan sebuah keharusan.

Kemudian penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh

karna itu diharapkan ada peneliti yang dapat meneliti lebih secara

mendalam tentang segala aspek yang berkenaan dengan budaya,

keberagamaan, sosial, dan lain sebagainya.

Page 72: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

62

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Astaria, Putri. Upacara Kematian Cina Peranakan, Jakarta: Gramedia, 2013.

Aris, Munandar Agus, dkk,. Sejarah Kebudayaan Islam:Regional dan Falsafah,

Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Al-Ayubi, Solahuddin. Cina Benteng: Pembaruan Dalam Masyarakat Majemuk

di Banten. Kalam, Volume 10, Nomor 2 (Desember 2016).

Abdullah Taufik dan Karim, M. Rusli, Metodologi Penelitian Agama,

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.

Connolly, Peter. Aneka Pendekatan Study Agama, Yogyakarta: LkiS Yogyakarta,

2002.

Cina Benteng: sejarah dan Budaya Kuliner, Jakarta: PPSW,

Gunawan, Marisa. Dentingnya Dua Belas Mangkok: Ekspedisi Budaya Tionghoa

di Bumi Banten, Jakarta: Red & Publishing, 2014.

Halianto, Kurniawan. Chiou Thau Pernikahan Adat Cina Benteng, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2016.

Halim Wahidin, Ziarah Budaya Kota Tangerang: Menuju Masyarakat

Berperadaban Akhlakul Karimah, Pendulum, 2005.

Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai Budaya Berkabung. Tanggal 30

Januari 2019.

Hari, Tokong. Wawancara pribadi mengenai Siapa Pelaku Upacara. Tanggal 30

Januari 2019.

http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/adat-istiadat/1050-tradisi-

upacara-pemakaman-kmatian. 16 Februari 2019.

http://kbbi.web.id

http://www.tangerangkota.go.id

http://djauharul28.wordpress.com

Ibad, MN. dan AF, Akhmad Fikri. Bapak Tionghoa Indonesia, Yogyakarta: PT.

LkiS Printing Cemerlang, 2012.

Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosail, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Perss, 1998.

Page 73: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

63

63

Onghokham, Anti Cina, kapitalisme Cina dan Gerakan Cina: Sejarah Etnis Cina

di Indonesia, Depok: Komunitas Bambu, 2008.

Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai Manfaat Dan Tujuan Upacara

Kematian. Tanggal 30 Januari 2019.

Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi mengenai pelaku upacara kematian. Tanggal

30 Januari 2019.

Oey Tjin Eng, Wawancara peribadi terkait kenapa harus laki-laki yang

menganggkat jenazah. Tanggal 08 Juli 2019.

Sedyawati, Edi. Keindonesiaan Dalam Budaya, Jakarta: Penerbit Wedatama

Widya Sastra, 2007.

Sukandarrumidi, Metode Penelitian, Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press,

2002

Santoso, Iwan. Peranakan Tionghoa Di Nusantara, Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2012.

S Eius Thresnawaty. Sejarah Sosial Budaya Masyarakat Cina Benteng di Kota

Tangerang, Patanjala Vol. 7 No. 1 Maret 2015

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2016.

Tanggok, M. Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu” di Indonesia,

Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan, 2005.

Tanggok, M. Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, Jakarta: UIN Jakarta

Perss, 2006.

Tumanggro Rusmin. dan Ridho Kholis. Antropologi Agama, Jakarta: UIN Press,

2015.

Tebba, Sudirman. Kiat Sukses Menjemput Maut, Tangerang: Pustaka irVan, 2006.

www.gramedia.com, Akulturasi Budaya Cina Benteng, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2006.

Page 74: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

64

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I

1. Surat Masuk

Page 75: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

65

65

Page 76: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

66

66

Page 77: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

67

67

Page 78: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

68

68

Page 79: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

69

69

Page 80: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

70

70

Page 81: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

71

71

Page 82: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

72

72

2. Surat Keluar

Page 83: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

73

73

Lampiran II

Page 84: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

74

74

Page 85: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

75

75

wawancara dengan kong Oey Tjin Eng

p: bagaimana upacara Kematian dari zaman nenek moyang hingga saat ini?

J: Kemudian tahun 35 SM, lahir cang tao ling, waktu agama Budha umurnya 31

tahun. Cang tao ling mengembangkan taoisme, maka begitu agama buddah

masuk, tao sudah berkembang konghuchu agama negara muncul yaitu ru tau se,

“ru” Konghucu (ruciau) taucenya “cang taoling” yang potong lidah segala

macam di tusuk-tusuk “se” sakya muni. Agama budha ini terpengaruh oleh

budaya Tionghoa, misalnya contoh persembahyangan cing ming, cie pan

(sembahyang leluhur untuk mengingat leluhur) dimasa cie pan itu sepandang laya

sampe bulan 8 tanggal 15 inget yang tidak disembahyangan ulambana kemudian

taoisme disebut ciokoh. Yang dua ini Ciau pue dan ulambana adanya abad ke 7

waktu agama budaha berkembang di tiongkok, sebab budaya tiongkong berbeda

dengan budaya thailan, budaya tiongkok itu budayanya mahayana, percaya

dengan seni-seni, kalau di thailan tidak. Sebab tidak ada sejarahnya begitu. Waktu

klenteng bon tek bio pengaruhnya agama budha itu tidak ada, kalau kelenteng asal

usulnya begitu konghuchu meninggal diabad 477 SM dibuatlah oleh Raja lu ay

kung Raja muda yaitu klenteng konghucu namanya kung nyou, pada sejak itu baru

muncul klenteng-klenteng konghucu, karna agama budha sering ke tiongkok maka

muncul tri darma, kemudian dibawa oleh perantau ke kawasan Pasar Lama.

Harus inget ceng beng pun, tadinya sembahyangnya di rumah sesudah di

berikan kertas oleh chai lun di Tiongkok. Tahun 105 sesudah masehi baru ada

kertas, sembahyang ceng beng itu di kuburan. Sembahyang ceng beng ini

Menyampaikan harapan. Ada sembahyang Coki, mislanya hari ini orang tua kita

meninggal setahun kemudian kita peringatan nama Coki. Tiga tahun sudah selesai

tahun keempat kita peringati namanya sembahyang Coki memperingati leluhur

kita. Sembahyang Ki beh untuk pemberangkatan jenazah. Sebab begini kenapa

orang meninggal setelah Jib Bok ada namanya houb pui, anak mempersebahkan

nasi kepada orang tua, sebelum matahari terbit pagi-pagi dan waktu sore-sore

sebelum matahari terbenam, itu melambangkan bahwa anak bakti kepada orang

tua. Karna waktu kamu kecil kamu tengah malem nete sama ibu jam 2 jam 3 ibu

kamu bangun, karna bakti anak terhadap orang tua.

P: Asal mula masyarakat Cina Benteng.?

J: Waktu 1407 terdampar di teluk naga satu rombongan perahu di bawah

pimpinan Chilung atau Halung, ini namanya perahu Jung yang muat 100 orang

lebih didalamnya berisi orang-orang gadis, kemudian teluk naga itu ada penguasa

namanya Sang Hiyang Anggalarang dia berasal dari Kerajaan Pajajaran. Ada

gadis cantik-cantik oleh anggalarang, sudah hilang orang Tionghoanya, kemudian

laki-laki Tionghoa menikah dengan penduduk setempat. Hasil pernikah laki-laki

Page 86: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

76

76

ini dengan penduduk setempat muncul peranakan Tionghoa , kemudian mereka

berkembang di teluk naga mereka tinggal di desa pangkalan, desan ini dinamakan

tanglang atau tenden, orang dinasti tang. Disebut wilayah berkembang mereka

membuka lahan dari sana kemarin (dari pasar lama, pasar baru, serpong)

kemudian ada tiga klenten tua Bon Tek Bio (1684), Bon San Bio (1689), dan bon

han bio (1694). Dan perlu ditambahkan juga menurut Tompires kalau kita baca

bukunya sumaoriental 1513 sudah ada pengurus orang Tionghoa, jadi pasarlama

itu sudah ada. Dan perlu ditambahkan juga bahwa ada musyafir dari cirebon ke

banten tinggal di tangerang namanya tumenggungpariwijaya 1615, dan orang ini

menyebarkan agama islam di tangerang dan juga mendirikan masjid di Kali Pasir

1700.

P: Kenapa di sebut Cina Bentang?

J: Benteng di buat 1683 oleh belanda, tujuannya adalah ini sungai, ini kosan

banten, ini kosan belanda, mereka mau buat benteng , klw pada saat kong kecil,

bantaran sungai ini banyak banter untuk menembahk ke sebrang, benter ini tuh

untuk melihat perang, di sana ada benteng belanda yang biasa disebut benteng

makasar, karana yang buat orang-orang makasar. paling disebut Cina Benteng itu

dari benteng makasar sampai kebabakan saja. Orang miasalnya dari pintu air mau

ke mari mereka menyebutkan tempat itu biasa disebut Cina Benteng, dari seon

kemari disebut Cina Benteng, sekarang secara umum sudah menjadi kaprah, yang

memang sekarang banyak penduduk orang Tionghoa seluruh sampai 1780

pembantaian orang tionghoa di jakarta, seribu orang dibantai oleh belanda, orang-

orang tionghoa melarikan diri ke Pondok Aren, Pondok Pinang, Pondok Cabe,

Pondok Jagung dan Tegal Pasir atau Kali Pasir dekat kelenteng, kemudian yang

ke jawa itu melarikan diri yang dipimpin oleh kapital Sopanciang atau kapital

sepanjang, mengawal peralihan melawan belanda kemudian orang Tionghoa

bersama orang jawa, 1740-1743 kalah karna persenjataan ada dalam bukunya

yaitu geger pecinan, sekarang punya sejarahnya di taman mini perjuangan orang

Tiongkok melawan belanda, dan orang-orang ini pun karna bentengnya di jakarta

benteng pasar ikan mereka berikut cina benteng, betul juga tidak salah kalau

mereka tinggal dalam benteng karna mereka adalah Cina Benteng. Maka ada dua

persi ada Cina Benteng dari sini dan ada Cina Benteng dari sana. Kalau melihat di

Pondok Aren, Pondok Pinang, Pondok Cabe, banyak orang Tiongkok.

P: Tujuan dan Manfaat Upacara Kematian?

J: Adalah laku bakti anak terhadap orang tua. Nah kan kita makan nasi sampai 7

hari, sebelum di angkat sampai di rumahpun begitu.

P: Kodisi masyarakat Cina Benteng saat sekarang?

J: Banyak perbedaannya, karna orang Cina pun banyak yang susah.

P: Makna berkabung? dan kenapa orang Tionghoa berkabung selama tiga

tahun?

Page 87: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

77

77

J: kita mengenal segala sesuatu sesudah tiga tahun, apakah kita tidak wajib orang

tua mendidik kita selama tiga tahun, apa kita rugi kalau berkabung selama tiga

tahun, padahal tidak selama tiga tahun penuh paling lama 27 bulan. Ini tuh laku

bakti anak kepada orang tua kepada leluhur.

P: Kenapa pakaian berkabung berwarna putih?

J: Karena orang susah dahulu itu bajunya dibalik pake Toahak, Toahak itu dari

kain kasar yaitu kain Belacu. Nah bagaimana membedakan laki-laki atau

perempuan yang meninggal itu bisa dilihat dari gelang. Jika dari kanan itu

perempuan yang meninggal, jika di kiri yang meninggal laki-laki. Menandakan

rumah yang sudah meninggal orangtuanya terlihat dari jendela ada garis kertas

berwarna putih. Kalau orangtua perempuan yang meninggal dari kanan atas ke

kiri bawah, kalau orangtua laki-laki yang meninggal dari kiri atas ke kanan

bawah, jika keduanya sudah meninggal kertas berbentuk X di depan jendela

rumah.

P: Makna simbolik dan nilai filosofis dalam prosesi upacara kematian?

J: Laku bakti anak kepada orang tua, yang pasti sedih ketika ditinggal orangtua

kita meninggal. Yang kita cintai, yang kita hormati, Cuma yang penting itu yang

kita cintai terhadap orang tua itu apa? belom terlaksana anak berkewajiban

melaksanakan cita-cita orang tua itu apa.

P: Mengapa saat berkabung bajunya berwarna putih tidak berwarna lain? Tidak boleh memakai warna lain, karna sedang merasa duka, mangkannya

bajunya terbalik

P: Makna berkabung itu sendiri apa?

J: Masih dalam rasa duka.

P: Adakah sejarahnya kenapa harus berwarna putih?

J: masa orang meninggal memakai baju merah. Simbolis orang Tionghoa putih itu

melambangkan kedukaan, kemudian merah itu menandakan kebahagiaan dan

menolak bala, kenapa kelenteng merah? Karna waktu jaman dahulu binatang nian

selalu makan orang terus, kemudian ada anak kecil pakai baju merah lalu dia takut

ia kabur. 105 dahulu tak ada yang namanya Pangcho ditemukan kertas oleh

chailun 105 ia adalah penemu kertas. Kalau berumur di atas 80 itu memakai lilin

merah, padasaat meninggal memakai baju merah atau kuning itu cicitnya. Ngotai

itu saat yang meninggal punya cicit memakai baju kuning atau merah yang naik di

atas peti.

P: Siapa pelaku upacara?

J: Tokong adalah yang mengurusi persembahyangan sampai kekuburannya.

Totekong itu malaikat bumi

P: di masyarakat Cina Benteng mayoritas apa?

Page 88: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

78

78

J: Dimakamkan atau dikremasi? Tergantung, kalau kita lihat sejarahnya zaman

dahulu masih dikasih makan burung kalau di tibet, namanya niau cang, lingcang

di buang di hutan, suecang dibuang ke sungai atau laut, huicang di kremasi baru

tecang dikebumikan. Tapi untuk sekarang orang banyak di kremasikan karna

lahan susah dan mahal.

P: Selain tokong pelaku upacara siapa lagi?

J: Itu memang tugas Tokong dari pemandian hinggal masuk peti. Intinya jasad

atau jenazah di kembali ke pada bumi.

P: kenapa yang mengangkat jenazah harus laki-laki?

J: Karena laki-laki yang melanjutkan keturunan dan tenaganya lebih kuat.

Page 89: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

79

79

Page 90: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

80

80

Wawancara Dengan Pak Hari (seorang Tokong)

P: rumah duka ini untuk beragama apa saja?

J: Rumah duka untuk agama Konghuchu, Budis, Matrea, Mahayana, teravada,

itu ada sejenis umat agama, bukan hanya satu tradisi aja banyak bermacam-

macam tradisi, makannya Setiap jenazah disembahyangkan di rumah duka

maupun di rumah itu keluarga harus berkumpul disamping almarhum atau

almarhumah. Untuk mengeramasi dan membersihkan badannya dan kuku-

kukunya dikerok selesai anak mantu cucunya setelah itu dimasuki ke dalam peti.

Setelah masuk peti disembahyangkan secara tradisi Konghuchu, sembahyang Cib

Guih atau sembahyang kawin itu acara penutupan peti, seleasi acara Cib Guih

baru sembahyang Jib Bok, itu disebut sembahyang konghuchu. Bermacam-macam

persembahyangan dan banyak persembahyangannya, sajiannya sampe 2 atau 3

meja. Terawada dengan Mahayana Cuma 1 meja isinya hanya buah-buahan saja. 3

meja itu kewajiban konghuchu ada 3 jenis ekor yang disebut samseng yaitu ayam,

babi, bandeng. Ada juga yang disebut kata ngoseng 5 jenis ekor yaitu kepala babi,

ayam, bebek, kepiting, bandeng. dia sajiannya sampai 70 persajian kalau

konghuchu, terawada dan bugis secukupnya persajian saja hanya untuk almarhum

saja seperti buah-buahan. 70 persajian ini tetap 3 meja pada hari peninggalan pas

persembahyangan keluarga.

P: Pelaku upacara siapa saja?

J: Siapa saja bebas dari vihara mana saja bisa mengikuti. Tidak beda di muslim

ustad dan haji dimanapun boleh mengikuti, disini juga sama mau dari vihara mana

pun juga bisa membacakan doa di sini, ada yang dari serpong, dari Jakartapun

bisa kesini, dari serang juga bisa ke sini, bukan karna dibataskan untuk benteng

saja bukan, khusus di luar daerah.

P: Saat berkabung menggunakan pakaian putih untuk keluarganya?

J: itu selesai penutupan peti baru memakai baju putih semua sama kerudung

diikat ke kepala trus untuk perempuan memakai kerudung untuk lelaki memakai

taoupe, kalau di muslim laki-laki memakai peci.

P: Penutupan peti ada waktunya.?

J: Penutupan peti jenazah itu meninggal pada jam 3 sore misalnya itu disesuaikan

dengan waktu ia meninggal jadi dengan sieh 24 jam ia meninggal baru tutup peti,

misalnya meninggal jam 12 malam maka jam 12 malam lagi baru penutupan peti.

Sebelum penutupan peti waktu itu untuk menunggu keluarga yang belum

berkumpul sambil menyiapkan persembahyangan, begitu sembahyang keluarga

semuanya baru peti ditutup, kemudian sembahyang lagi keluarga yang dinamakan

sembahyang Jib Bok.

P: Upacara Maisong?

Page 91: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

81

81

J: menjelang pemberangkatan almarhum atau almarhumah itu yang disebutkan

kata puncaknya pemberangkatan ia di esok hari. Malam kesempurnaanya itu yang

disebut Mai Song.

P: Upacara ini hanya dilakukan pada malam hari saja?

J: pas malam pemebrangkatan esok pagi hari.

P: Setelah penutupan peti apakah langsung di makamkan?

J: Ada yang di inapkan 3 malam 4 hari, semua rata-rata 3 malam 4 hari, ada juga

yang 6 malam 7 hari karna masih menunggu anaknya. Tetap peti itu tetap di tutup,

karna peti itu ada kacanya untuk anak melihat jenazah tersebut, pada saat

dimakamkan peti itu tidak dibuka kembali langsung dikuburkan.

P: Upacara samcong untuk pemberangkatan?

J: Itu untuk sembahyang kibeh disebut samcong sembahyang pemberangkatan

almarhum ketempat peristirahatan yang nyenyak ditempat yang baru yaitu tempat

kesempurnaannya yang berada diman atau berada netepe atau dikremasi kan kita

tidak tahu, banyak pemakaman banyak tempat dikremasi.

P: Lebih banyak dikremasi atau dimakankan?

J: lebih banyak dikremasi, karna orang simpel ngambilnya, kalau di makam

itukan di ada acara 3 hari, 7 hari tengah malam ke kuburan anak cucu makntu ikut

hadir. Kalau untuk kremasi hanya malam itu saja persembahyangan ketemu

kembali nanti pas 7 harinya.

P: Kalau untuk kremasi, berarti sudah tidak sesembahan lagi atau bagaimana?

J: Kalau sudah selesai acara kremasi, Tetap ada upacara 3 hari 7 hari ada 49 hari

atau pakai 100 hari bagaimana maunya.

P: Terkadang 100 hari dipakai tidak pak?

J: Kebanyakan 49 hari untuk 100 hari itu jarang orang pakai.

P: Apa nama upacara 49 hari?

J: Upacara persembahyangan malam ke 49 hari dikremasi atau dimakamkan. Ada

juga yang disebut malam ke 8 yaitu Cok Pe Jit, yang disebut Cok Pek Jit itu kalau

usianya yang 80 ke atas, jika belum sampai umur 80 ke atas tidak ada yang

memakai Upacara Cok Pek Jit. yang sudah 4 keturunan atau 5 keturuann yang

biasa disebut Cok Pek Jit.

P: Upacara 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun. Upacara tersebut yang berkumpul siapa

saja?

J: Menggundang keluarga, tetangga, anak mantu dan cucu berkumpul dan juga

menyambut tamu. Tidak berbeda dengan islam, semua namanya upacara untuk

orang yang meninggal itu sama, Cuma tradisinya yang berbeda, cara

berdoanyapun berbeda, muslim kristen maupun katolik berbeda, caranya berbeda -

Page 92: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

82

82

beda agama hindu, budha, konghuchu berbeda-beda. Semua punya adat masing-

masing.

P: Melaksanakan upacara tersebut dan mengundang tetangga dan kerabat

dekat untuk apa?

J: Mendokan dan Sembahyang untuk almarhum, buat anak mantu cucu yang

ditinggalnya serta mendokan dari orang vihara itu disebut 1 tahun dan juga malam

3 tahun.

P: Upacara peng tuh?

J: Itu disebut balik meja atau balik Toa Ha artinya balik baju. Misalnya

perempuan pakai baju tebalik pakai kerudung terbalik, anak laki pakai baju

terbalik itu sampai malam ke tujuh baru dibalik, seperti semula bajunya. Kapan

tradisi tersebut dilakukan? Pas malam ke 7 hari dimakamkan baru balik baju, itu

disebut balik Toa. Yang pakai daun meja, yang harus pakai baju berwarna putih

bermaknakan berkabung. Dari hari pertama sampai hari ke 7 bajunya kebalik, jika

bajuknya tidak terbalik tidak akan melaksanakan upacara balik meja, jika terbalik

upacara tersebut dilaksanakan, hal tersebut dinamakan balik to.

P: Jika bajunya terbalik itu dipakai sengaja atau bagaimana?

J: Karna memang sudah ajarannya dari konghucu, hal tersebut juga mau tebalik

atau tidak tergantung bagaimana maunya keluarga, jika terbalik, harus terbalik

semua. Jika hanya sebagian saja yang terbalik, lebih baik jangan, sebab

membalikkan meja itu tiga kali putaran ke kiri tiga kali putaran ke kanan, meja

yang diputar adalah meja yang bisa dicopot daun mejanya,seperti meja sewaan,

meja apapun itu bebas, meja bulat juga tidak apa-apa.

P: Untuk yang berkabung, harus memakai baju berwarna putih, kenapa tidak

warna lain?

J: Agar terlihat bahwa keluarga sedang berduka, bedanya anak perempuan dengan

anak laki-laki, kalau untuk laki-laki ikat kepala kalau untuk perempuan pakai

kerudung, ada gelang tangan, jika yang meninggal perempuan gelang tangnnya di

kanan dan ikat rambutnyapun di kanan, jik yang meninggal laki-laki peletaknnya

di kiri semua. Hal tersbeut yang membedanya tardisi Cina Benteng.

P: Makna simbolik dan Nilai Filosofis dari prosesi upacara kematian, seperti

simbolik?

J: Semangka diartikan manusia itu ciptaan Tuhan dan kembali kepada Tuhan

yang maha suci, dan pada saat pemberangkatan buah semangka tersebut

dipecahkan dan akhir berjalan menuju tempat yang ia jalani

P: Pada saat upacara kematian banyak sekali lilin yang berwarna merah?

J: Kalau lilin itu hanya sekedar wisit yaitu yang melayat sekedar tamu yang

membawa kendaraan mobil diberikan lilin merah sepasang jika berkendaraan

Page 93: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

83

83

motor tidak. Kadang ada yang memeakai lilin merah dan anduk hal tersebut

bagaimana keinginan keluarga.

P: Bapak sebagai tokong hanya mengurusi di rumah duka atau setelah pun

mengikuti?

J: Di luaran saja, Hanya di rumah duka sampai pemakaman atau mengkramasi

setelah itu sudah tidak mengikuti kembali karna tugas sudah selesai, jika ada yang

dikerjakan di rumah duka barulah kembali bertugas.

P: Untuk upacara-upacara bapak sebagai tokong mengikuti?

J: Mengikuti, karna sesama tokong itu harus kerjasama, agar bisa menyesuaikan

upacara-upacara yang kita adakan di ruang duka jadi tidak ada perbedaan.

P: Tugas tokong?

J: Dari mulai pertama meninggal, kemudian memandikan, masuk peti sampai

dimakamkan, semua itu banyak preosei yang dilakukan sampai akhir.

P: Peti tersebut ada ukurannya atau tidak

J: Kalau topang tidak ada ukuran, ia hanya ukuran sesuai senti saja ketebalan

kayunya. kalau peti siupan atau peti gede ada ukurannya, dari mulai 22 sampai 28,

paling besar berukuran 28. Peti yang berukuran 28 tidak masuk kedalam ambulan.

P: Peti jenazah itu di ukur sesuai ukuran badan atau bagaimana?

J: Peti tersebut tergantung keluarganya, tidak sesuai dengan jenazahnya, jenazah

mau kecil, gemuk, kurus, besar bagaimana kemampuan keluarga membeli peti

mau bagaimana, perti apa, semampunya, dan sekuatnya dana keluarga yang ia

sanggupi untuk membeli peti almarhum atau almarhumah.

P: Dalam tradisi Cina setelah meninggal ada tradisi ziarah tidak?

J: Untuk tradisi ziarah dilakukan setiap tahun, membersihkan pemakaman hal ini

biasa di sebut Ceng Beng atau Tao Coa, menaburkan kertas di atas pemakaman,

sebelum menaburkan kertas bersihkan rumput-rumputnya. Hal ini tugas keluarga

karna makam tersebut rumah orang Tuanya. Boleh membayar orang lain untuk

membersihkan tapi harus di bayar, lebih bagus keluarga sendiri yang

membersihkan jadi rezekinya untuk keluarga yang ditinggalkan berkah makmur,

usahanya juga lancar tidka disia-siakan.

P: Makna berkabung?

J: tergantung dari pihak keluarga, keinginannya bagaiman. Sesuai acara yang dia

minta, jika ingin memakai cara Konghuchu silahkan, memakai acara Budhis atau

terawada silahkan, tinggal ikuti apa mau keluarga.

P: Dalam berkabung apakah memberikan sesajen atau bagaimana?

J: Hal ini hanya saat persembahyangan saja baru diberikan persajian, seperti

masakan: nasi, kue, buah yang disebut persajian.

Page 94: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

84

84

P: Hukum persajian itu bagaiman apakah wajib?

J: Wajib. Jika persajian makan nasi disebutnya Hapue (pagi dan sore). Untuk

Budhis dan terawada tidak ada acara Hapue. Hanya buah-buahan saja nasipun

tidak ada

P: Untuk sesajen hari pertama dan selanjutnya bagaimana?

J: ganti baru saat malam ke tiga hari dan diganti kembali malam ke tujuh hari.

Setiap malam persembahyangan di ganti,

P: Untuk sesajian lama dikemanakan setelah tak di pakai?

J: Di buang, seperti kue dan sayuran, sesajian buah-buahan tergantung

keluargamau di kemanakan, diambil oleh keluarga silahkan, dikasihkan seyang

lain juga silahkan.

P: Bagaimana jika ornag yang tidak mampu? Apakah tetap sampai 70

persajian?

J: Tidak, secukupnya, semampunya keadaan dia bagaimana.

Page 95: Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46589/1/SITI SYIFA...“Upacara Kematian Dan Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat

85

85