21
UNIVERSITAS INDONESIA INTERPRETASI PUISI SANYUHWA KARYA KIM SOWOL MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIK RIFFATERRE MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora RATIH PRATWI WATE 1006777154 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA DEPOK JULI 2014 Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA INTERPRETASI PUISI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-8/20392801-MK-Ratih...Puisi-puisi Kim Sowol yang pada awalnya merupakan curahan hati secara langsung

Embed Size (px)

Citation preview

 

UNIVERSITAS INDONESIA

INTERPRETASI PUISI SANYUHWA KARYA KIM SOWOL MELALUI

PENDEKATAN SEMIOTIK RIFFATERRE

MAKALAH NON SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Humaniora

RATIH PRATWI WATE

1006777154

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA

DEPOK

JULI 2014 

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

INTERPRETASI PUISI SANYUHWA KARYA KIM SOWOL MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIK RIFFATERRE

Ratih Pratiwi Wate

Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas

Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Puisi merupakan pemikiran dan ekspresi dari diri penyair baik itu tersirat maupun tersurat. Sama halnya dengan puisi Sanyuhwa yang ditulis oleh Kim Sowol. Sekilas puisi ini hanya bertemakan keindahan alam yang menggunakan lambang-lambang seperti gunung, bunga, dan burung. Akan tetapi, ketika dianalisa melalui pendekatan semiotik Riffaterre, dihasilkan kesimpulan bahwa puisi Sanyuhwa ini bukanlah sekadar puisi tentang keindahan alam melainkan terdapat makna tentang siklus kehidupan di dalamnya. Terlebih lagi ketika dilakukannya analisis hubungan intertekstual puisi dengan sejarahnya yang menyimpulkan bahwa puisi Sanyuhwa ini menggambarkan sejarah, peristiwa, dan apa yang dirasakan oleh masyarakat Korea pada tahun 1920-an. Dilakukannya analisis puisi ini agar masyarakat tidak lagi memandang puisi hanya sebagai kata kiasan semata. Kata Kunci: Puisi Korea, Pengkajian Puisi, Analisis Semiotik, Sanyuhwa, Kim Sowol

Abstract

Poetry is an expression and self thought of poet , either express or implied. Similarly, the Sanyuhwa’s poem written by Kim Sowol. Overview, the poetry is just the natural beauty theme that uses symbols such as mountains, flowers, and birds. However, when analyzed through a Riffaterre‘s semiotic approach, Sanyuhwa resulting conclusion that the poetry is not simply a poem about the beauty of nature, but there is a sense of the cycle of life in it. Even more, when doing analyzes intertextual relationship of poetry to history, Sanyuhwa conclude that the poem describes the history, events, and what is perceived by the people of Korea in the 1920’s. Analysis of this poem is done, so that people no longer think of poetry only as a mere figure of speech. Keywords: Korean Poem, Poem Assessment, Semiotic Analysis, Sanyuhwa, Kim Sowol 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Saat terjadinya kolonialisasi pada tahun 1920-an di Korea, Jepang sangat membatasi

pergerakan Korea dan semakin mengetatkan penjagaannya terhadap Korea. Namun dalam

penjajahannya, Jepang tidak lagi menggunakan kekuatan militer. Hal ini dilakukan untuk

mencegah memburuknya opini internasional terhadap Jepang. Berbagai aturan diterapkan

pemerintah Jepang untuk menahan perlawanan dari Korea. Penerbitan karya sastra dalam

media seperti Koran, majalah, serta antologi puisi yang dapat menyalurkan aspirasi dan

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

perlawanan masyarakat Korea pun tidak luput dari pendisiplinan bentuk sensor dari Jepang.

Jepang menyeleksi makna dari isi puisi dan apabila isi puisi mengandung makna yang dapat

membangkitkan semangat nasionalisme, bukan hal yang tidak mungkin jika penyair yang

membuat puisi tersebut ditangkap dan dipenjarakan. Oleh karena itu, agar karya mereka tidak

diambil paksa oleh pemerintah Jepang, maka para penyair banyak yang menggunakan tema

cinta dan estetika alam sebagai simbol dari kritik dan nasionalisme mereka.

Puisi-puisi Kim Sowol yang pada awalnya merupakan curahan hati secara langsung

dan tertuang dalam bentuk puisi pun berubah ketika mulai adanya pelarangan yang

menghimbau bahwa tidak boleh diterbitkannya puisi-puisi yang menggunakan kata-kata

subjektif dan mengandung perasaan secara eksplisit. Maka dari itu, pada tahun 1920, Kim

Sowol mulai menerbitkan puisi dengan kata-kata yang objektif, tidak lagi adanya unsure

nasionalisme melainkan mengenai cinta dan keindahan alam. Akan tetapi, banyak para

pengkaji puisi yang beranggapan bahwa masih tetap melekat curahan hati Kim Sowol pada

karya-karya puisinya secara implisit. Salah satu puisi yang terbit pada tahun itu adalah

Sanyuhwa. Puisi yang perbaitnya mempunyai kata-kata yang sering kita dengar dan hanya

terlihat sebagai puisi yang mengangkat unsur keindahan berpuisi. Walaupun kata-kata yang

digunakan dalam puisi ini sangatlah sederhana, tetapi telah banyak para pengkaji puisi yang

menginterpretasikan ke berbagai macam interpretasi, namun tidak dijelaskan lebih rinci

melalui metode seperti apa interpretasi dilakukan. Maka dari itu, pengkajian yang dilakukan

kali ini pun bukan semata-mata hanya untuk mengetahui struktur-struktur dalam karya sastra

ini. Struktur karya sastra yang diteliti merupaka hasil penelitian dengan menggunakan

pendekatan strukturalisme karena karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks

(Pradopo, 2007: 120). Akan tetapi, sudah banyak yang melakukan pengkajian karya sastra

melalui pendekatan structural, sehingga menghasilkan struktur-struktur karya sastra tersebut.

Lain halnya dengan pengkajian karya sastra melalui pendekatan semiotik yang jarang

dilakukan.

Salah seorang kritikus sastra, Michael Riffaterre (1978), dalam bukunya Semiotics of

Poetry menyampaikan metodenya sendiri dalam menginterpretasi teks atau karya sastra, yang

di karya ilmiah ini terfokus pada puisi. Metode atau cara yang disampaikan Riffaterre dalam

bukunya adalah pendekatan semiotik yang meliputi 4 tahap, yaitu: (1) puisi itu ekspresi tak

langsung, (2) pembacaan heuristik dan pembacaan retrokatif atau hermeneutik, (3) matriks,

model, dan varian-varian, dan (4) hipogram (Riffaterre, 1978: 13,14-15). Sampai saat ini,

hanya beberapa karya ilmiah saja yang sudah menggunakan pendekatan semiotik Riffaterre,

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

sehingga membuat penulis juga berkeinginan melakukan interpretasi dengan pendekatan

semiotik Riffaterre sebagai tambahan dan sebagai pertimbangan untuk penulis-penulis lain

dalam menganalisis karya sastra selanjutnya. Oleh karena itu, karya ilmiah ini akan

menginterpretasikan puisi Sanyuhwa karya Kim Sowol dengan menggunakan pendekatan

semiotik Riffaterre.

2. Tinjauan Teoritis

2.1 Interpretasi Puisi

Interpretasi puisi merupakan cara memaknai sebuah puisi. Pengertian interpretasi puisi

menurut KBBI adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap suatu

tafsiran (1998: 157). Sedangkan menurut Olsen dalam Aminuddin (2010: 168) terdapat

beberapa kriteria dalam menentukan validitas hasil interpretasi yaitu, kecermatan, keselarasan

penafsiran, serta keajegan penafsiran puisi.

2.2 Definisi Puisi dan Semiotik

Puisi adalah salah satu hasil karya sastra. Puisi biasa digunakan oleh ppenyair sebagai

media untuk mengekspresikan diri atau menyampaikan pikiran mereka. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah gubahan di bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata

secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan

tanggapan khusu lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusu (Departemen Pendidikan

Nasional, 2005: 903).

Pradopo (dalam Adella 2013) menyimpulkan bahwa puisi itu mengekspresikan

pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang imajinasi panca indera dalam

susunan yang berirama (1990: 7). Kesimpulan ini ia ungkapkan setelah mengutip beberapa

pengertian puisi menurut beberapa ahli dalam bukunya yang berjudul Pengkajian Puisi:

a. Altenbernd (1970): Puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran

(menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum).

b. Samuel Taylor: Kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih

kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang,

simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya.

c. Wordsworth: Puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang

direkakan atau diangankan.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

d. Shelley: Puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita.

Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan

keharuan yang kuat[…]

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang mempunyai makna.

Konsep semiotik menurut Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa tanda mempunyai dua

aspek, yaitu penanda dan petanda. Penanda adalah bentuk formal yang menandai suatu

petanda. Penanda adalah bentuk formal bahasa, sedangkan petanda adalah arti yang

ditimbulkan oleh bentuk formal (Sariban, 2009: 44-45)

Konsep semiotik menurut Charles Sander Pierce adalah hubungan antara petanda

dengan penanda, yang terdiri dari ikon, indeks, dan symbol. Ikon adalah tanda yang

menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara petanda dan penanda. Indeks

adalah tanda yang menunjukan hubungan kausualitas (sebab-akibat). Symbol adalah tanda

yang menunjukan tidak adanya hubungan alamiah antara petanda dan penanda (Sariban, 2009:

45-46). Pierce telah menciptakan semiotik agar dapat memecahkan dengan lebih baik masalah

inferensi (pemikiran logis). Tanda yang dianalisis dengan pendekatan semiotik ini dapat

menghasilkan berbagai makna, tergantung pada interpretasi seseorang terhadap suatu karya

sastra.

Ada banyak cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya sastra secara

semiotik. Cara yang paling umum adalah dengan menganalisis karya melalui dua tahapan

sebagai mana ditawarkan oleh Wellek dan Warren (dalam Hudayat.2007: 62) yaitu analisis

intrinsik (analisis mikrostruktur) dan analisis ekstrinsik (analisis makrostruktur). Cara yang

lain seperti yang dikemukakan Abrams (dalam Hudayat.2007: 62) dilakukan dengan

menggabungkan empat aspek, yaitu pengarang (ekspresif), semestaan (mimetik), pembaca

(pragmatik), dan objektif (otonom).

Sedangkan puisi menurut Michael Riffaterre adalah pemikiran yang dibakukan melalui

mediasi bahasa. Dalam semiotik, Riffaterre memperlakukan semua kata menjadi tanda.

Langkah-langkah dalam memahami sebuah puisi menurut Michael Riffaterre ada 4, yaitu: (1)

puisi itu ekspresi tak langsung, menyatakan suatu hal dengan arti lain, (2) pembacaan

heuristik dan pembacaan retrokatif atau hermeneutik, (3) matriks, model, dan varian-varian,

dan (4) hipogram (Riffaterre, 1978: 13,14-15). Keempat hal itu uraiannya sebagai berikut:

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

1. Puisi Merupakan Ekspresi Tidak Langsung

Puisi adalah ekspresi tidak langsung. Dengan kata lain, puisi menyatakan suatu hal

dengan arti yang berbeda. Ekspresi tidak langsung itu disebabkan oleh a) penggantian arti

(displacing of meaning), b) penyimpangan atau pemencongan arti (distorting of meaning), dan

c) penciptaan arti (creating of meaning) (Riffaterre, 1978:1-2).

2. Pembacaan Heuristik dan Pembacaan Retrokatif atau Hermeneutik (Riffaterre,

1978:5-6).

Pertama kali, sajak dibaca secara heuristik, yaitu dibaca berdasarkan tata bahasa

normatif, morfologi, semantik, dan sintaksis. Pembacaan ini menghasilkan arti sajak secara

keseluruhan menurut tata bahasa normatif sesuai dengan sistem semiotik tingkat pertama (first

order semiotics). Pembacaan heuristik ini belum memberikan makna sajak atau makna sajak

atau makna sastra (significance). Oleh karena itu, karya sastra dalam hal ini puisi harus dibaca

ulang (retrokatif) dengan memberikan tafsiran (hermeneutik).

Pembacaan retrokatif dan hermeneutik itu berdasarkan konvensi sastra, yaitu puisi itu

merupakan ekspresi tidak langsung (lihat 1a, -b, -c). Pembacaan hermeneutik adalah

pembacaan menurut sistem semiotik tingkat kedua (second order semiotics) (Riffaterre,

1978:5-6).

3. Matriks, Model, dan Varian-Varian

Untuk memperjelas dan mendapatkan makna sajak lebih lanjut, maka dicari tema dan

masalahnya dengan mencari matriks, model, dan varian-variannya lebih dahulu (Riffaterre,

1978: 13, 19-21). Matriks itu harus diabstraksikan dari sajak yang dibahas. Matriks itu tidak

dieksplisitkan dalam sajak. Matriks itu bukan kiasan. Matriks adalah kata kunci (key words),

dapat berupa satu kata, gabungan kata, bagian kalimat, atau kalimat sederhana. Matriks ini

“mengarah pada tema”. Jadi, matriks bukan tema atau belum merupakan tema, dengan

ditemukan matriks nanti akan ditemukan tema.

Matriks itu sebagai hipogram intern yang ditransformasikan menjadi model yang

berupa kiasan. Matriks dan model ditransformasikan menjadi “varian-varian”. Varian

merupakan transformasi model pada setiap satuan tanda, baris atau bait, varian itu berupa

“masalahnya”. Dari matriks, model, dan varian-varian ini dapat disimpulkan atau

diabstraksikan tema sajak.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

4. Hipogram

Sering kali sajak itu (karya sastra) merupakan transformasi teks lain (teks sebelumnya)

yang merupakan hipogramnya, yaitu teks yang menjadi latar belakang penciptaannya. Teks

latar penciptaanya itu bisa berupa latar sosial masyarakat, peristiwa sejarah, benda-benda alam

dan lain-lain. Dengan adanya hipogram itu, pemaknaan membuat makna sajak menjadi lebih

penuh, maka dilakukan analisis metode intertekstual dengan menjajarkan sajak yang dimaknai

dengan teks lain yang menjadi hipogramnya.

2.3 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Ruang lingkup dalam penelitian ini

adalah Interpretasi Puisi Sanyuhwa Karya Kim Sowol Melalui Pendekatan Semiotik Riffaterre.

Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data melalui telaah pustaka yang berupa

pengumpulan data dan informasi dari sumber tertulis yang memiliki hubungan dengan

masalah yang sedang diteliti, yaitu buku, artikel, jurnal, dan sebagainya.

Penelitian ini mempunyai dua sumber data yang menjadi subjek utama dalam meneliti

masalah, yaitu sumber data primer yang berupa buku-buku dan berbagai literatur yang

berhubungan dengan analisis puisi melalui pendekatan semiotic serta informasi dari dosen.

Sumber data sekunder yaitu informasi-informasi tambahan dari media baik cetak maupun

elektronik yang sesuai dengan penelitian ini. Data-data yang diperoleh dari lokasi penelitian

selanjutnya diolah dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif, yaitu dengan

menjelaskan data dari hasil penelitian dengan kata-kata tertulis.

3. Biografi Kim Sowol dan Puisi Sanyuhwa

Beberapa penyair yang terkenal dan mewakili puisi tahun 1920-an adalah Kim Sowol,

Kim Anseo, dan Han Yeongun. Kim Sowol merupakan penyair yang diakui luas sebagai

tokoh paling penting dan paling terkenal dalam awal pembentukan puisi Korea modern.

Selama awal pertumbuhan sastra modern ini, Kim Sowol menghasilkan syair-syair yang

terinspirasi oleh lirik lagu-lagu rakyat yang berirama tradisional dan bercita rasa Korea yang

unik. Gaya penulisan Kim Sowol sama dengan para pendahulunya, yaitu Kim Ok dan Joo

Yohan. Namun Kim Sowol secara pribadi merintis dimensi-dimensi baru dalam segi isi dan

teknik.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

Karya-karya Kim Sowol memuat elemen cerita rakyat, lagu-lagu rakyat, serta

menggunakan suara perempuan untuk mengekspresikan sentimen tradisional tentang han,

yaitu tetntang penderitaan dalam keterpencilan. Teknik bersyairnya yang inovatif

menggunakan “ritme 3 langkah”, symbol suara, bunyi, kalavinka, dan format Tanya-jawab,

menghasilkan kelenturan gaya bahasa. Rasa sakit dan penderitaan Kim Sowol tercermin

dalam hasil karyanya yang berjudul, Jindallaekkot (Bunga Azalea), Meonhuil (Jauh dari

Sekarang), Yejeoneun Michyeo Meollasseo (Aku Tidak Pernah Tahu), Monnijeo (Tak

Terlupakan), Jeopdongsae (The Cuckoo), dan Sanyuhwa (Bunga-bunga Pegunungan), yang

bertemakan cinta. Ada pula puisi-puisi yang mengangkat tema estetika alam seperti,

Barageondaeneun Uriege Uriui Boseopdaeil Ttangi Isseotdamyeon (Andaikan Ada Tempat

Dimana Kita Bisa Bebas Berjalan), dan Otgwa Babgwa Jayu (Pakaian, Makanan, dan

Kebebasan), yang mengungkapkan kepeduliannya terhadap kemiskinan dan kerasnya

penderitaan hidup di zaman penjajahan Jepang di Korea.

Kim Sowol lahir dengan nama Kim Jeongshik pada 6 Agustus 1902 di Guseon,

Pyeonganbuk-do. Menurut Andrei Lankov, masa kecil Kim Sowol sangat suram dan

menyedihkan.

“Kim Sowol was born in 1902 in what is now North Korea. His childhood was coloured by tragedy: Kim

Sowol’s father was attacked by Japanese workers who were building a railway near his home. He suffered from a

grave mental illness and was treated by the local shamans who resorted to the old ways of “driving the demons

out”: the patient was severely beaten and occasionally forced into icy cold water (one must admit: nowadays

psychiatrist’s methods are probably not much more efficient, but definitely less violent). (Koreantimes, 2012)

Pada tahun 1915, Kim Sowol masuk ke sekolah menengah Osan. Semua itu adalah

berkat bantuan kakeknya yang banyak mengajari Kim Sowol ilmu cina klasik. Di sekolah itu

Kim Sowol bertemu dan diajar oleh seorang guru yang merupakan seorang penyair terkenal

Korea juga, bernama Kim Ok. Ketika menuntut ilmu di sekolah menengah Osan, Kim Sowol

memulai kegiatannya menulis puisi. Pada tahun 1920, Kim Sowol naik ke podium dan

mendeklamasikan karya puisinya. Salah satunya adalah Nangineui Bom dari buku koleksi

puisi Changjo. Kim Sowol meniti pendidikan selanjutnya di Akademi Paejae dan lulus dari

sana pada tahun 1923. Tidak berhenti di situ, di tahun 1923 ia mendaftarkan diri ke Tokyo

University of Commerce, tetapi tak berapa lama menarik diri di bulan September di tahun

yang sama setelah gempa bumi besar melanda Kanto. Pada tahun 1924, Kim Sowol sibuk

beraktivitas dalam suatu perkumpulan bersama Kim Dongin, Kim Chanyeong, Im Janghwa,

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

dan banyak yang lainnya dalam perkumpulan Yeongdae (Perkumpulan Generasi Abadi). Pada

tahun 1925, Kim Sowol menerbitkan sebuah buku kumpulan puisinya yang terkenal berjudul

Jindallaekkot.

Kim Sowol memang seorang penyair yang berbakat dan terkenal, namun sangat

disayangkan bahwa Kim Sowol harus meninggal di usia yang masih muda. Kematian Kim

Sowol sendiri masih merupakan kontroversi. Ada pihak yang menyatakan bahwa Kim Sowol

meninggal karena overdosis dalam mengonsumsi opium (Mc Cann, 2004: 18) dan ada pula

pihak yang menyatakan bahwa Kim Sowol meninggal karena bunuh diri (Lankov,

koreantimes: 2012). Namun fakta yang ada dan disepakati bersama adalah bahwa Kim Sowol

meninggal pada tahun 1932 yang di usianya ke-32 tahun.

Puisi yang berjudul Sanyuhwa karya Kim Sowol ini merupakan sebuah sajak yang

sederhana. Puisi ini terdiri dari larik yang diulang-ulang, terdapat 4 bait dan setiap bait

memiliki masing-masing 4 larik (Lee, 2003: 352). Salah satu keunikan dari puisi ini adalah

bentuknya yang jika dilihat baik-baik akan tercipta kesan cermin. Antara dua bait pertama dan

dua bit terakhir terlihat sebagai pantulan yang berbentuk sama.

“산에는 꽃피네

꽃이 피네

가을 봄 여름 없이

꽃이 피네

산에

산에

피는 꽃은

저만치 혼자서 피어 있네

산에서 우는 적은 새오

꽃이 좋아

산에서

사노라네

산에는 꽃이 지네

꽃이 지네

가을 봄 여름 없이

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

 

꽃이 지네” (Lim, 2007: 35)

Bunga mekar di gunung

Bunga mekar

Musing gugur, musim semi, ataupun musim panas

Bunga mekar

Di gunung

Di gunung

Bunga yang mekar

Mekar sendirian di tempat yang jauh

Burung kecil yang berkicau di gunung

Menyukai bunga

Di Gunung

Sanorane

Bunga gugur di gunung

Bunga gugur

Musim gugur, musim semi, ataupun musim panas

Bunga gugur (Terjemahan Bebas)

4. Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi Sanyuhwa – Kim Sowol

Dikemukakan Riffaterre (dalam Pradopo, 2007: 281-281) bahwa puisi itu merupakan

ekspresi tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi ini disebabkan oleh tiga hal yaitu:

1. Penggantian arti (displacing of meaning).

2. Penyimpangan arti (distorting of meaning).

3. Penciptaan arti (creating of meaning).

4.1 Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti menurut Riffaterre disebabkan oleh penggunaan metafora dan

metonimi. Metafora dan metonimi itu sendiri adalah bahasa kiasan pada umumnya, yang

mengiaskan sesuatu dengan yang lain. Dalam puisi ini, penggantian arti terdapat pada

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

10 

 

baris 산에는 꽃피네 / 꽃이 피네 yang menyiratkan 산 (gunung) itu dunia, 꽃 (bunga) itu negara

Korea, sedangkan 꽃피네 (bunga mekar) berarti negara Korea yang sedang mengembangkan

dirinya. Lalu dalam sajak 산에서 우는 적은 새오 / 꽃이 좋아 yang menyiratkan bahwa 새 (burung)

itu bangsa Jepang dan 꽃이 좋아 (menyukai bunga) berarti menyukai Korea. Oleh karena itu,

baris dalam sajak ini menyiratkan keinginan bangsa Jepang dalam menguasai Korea yang

sedang berkembang itu. Terakhir terdapat kata 꽃이 지네 (bunga gugur) yang menyiratkan

kematian negara dan bangsa Korea setelah dikuasai oleh Jepang.

4.2 Penyimpangan arti (distorting of meaning)

Riffaterre mengemukakan bahwa penyimpangan arti terjadi apabila dalam sajak ada

ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.

a. Ambiguitas itu disebabkan karena bahasa puisi mempunyai arti ganda. Dalam

puisi Sanyuhwa karya Kim Sowol ini tidak didapatkannya kata-kata yang memiliki makna

atau arti ambigu.

b. Kontradiksi merupakan pertentangan antara dua hal yang disebabkan oleh paradok

atau ironi. Paradok adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlawanan. Pada

puisi Sanyuhwa ini dalam larik:

피는 꽃은

저만치 혼자서 피어 있네

….

산에서 우는 적은 새오

꽃이 좋아

Dalam larik 피는 꽃은 / 저만치 혼자서 피어 있네 (bunga yang mekar / ternyata bunga

tetap bermekaran walau sendirian dan di tempat yang jauh) dan larik 산에서 우는 적은 새오 /

꽃이 좋아 (burung kecil yang berkicau di gunung / menyukai bunga) mempunyai arti yang

kontradiktif yaitu walaupun ternyata bunga mekar di tempat yang jauh dan sendirian tetapi

tetap ada yang mengetahui keberadaannya dan menyukainya.

c. Nonsense merupakan kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti.

Dalam puisi ini terdapat kata 사노라네 (sanorane) yang di dalam kamus tak mempunyai makna.

Akan tetapi, penulis mengartikan 사노라네 (sanorane) sebagai bunga yang tinggal dan tumbuh

di gunung seorang diri.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

11 

 

4.3 Penciptaan arti (creating of meaning)

Penciptaan arti disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, diantaranya adalah (a)

enjambement, (b) sajak, (c) tipografi, dan (d) homologue (Pradopo, 2007: 220).

a. Enjambement, yaitu perloncatan baris dalam sajak, membuat intensitas arti atau

perhatian pada akhir kata atau kata yang diloncatkan ke baris berikutnya.

산에는 꽃피네

꽃이 피네

가을 봄 여름 없이

꽃이 피네

…..

산에는 꽃이 지네

꽃이 지네

가을 봄 여름 없이

꽃이 지네

Sanyuhwa, (bait 1 dan 4), Kim Sowol

Bait pertama ini kemudian diloncatkan pada bait terakhir. Peloncatan bait dilakukan

penyair untuk menciptakan suasana yang tragis yang terjadi dalam siklus kehidupan dengan

menggantikan kata mekar (피네) menjadi gugur (지네).

b. Sajak menimbulkan intensitas arti dan makna liris, pencurahan perasaan pada sajak.

Berikut kutipannya:

가을 봄 여름 없이

꽃이 피네

….

저만치 혼자서 피어 있네

….

가을 봄 여름 없이

꽃이 지네

Sanyuhwa, (bait 1 larik 3-4, bait 2 larik 4, bait 4 larik 3-4 ), Kim Sowol

Penggunaan kata-kata di atas menimbulkan makna lirih untuk mengungkapkan hal

yang pasti terjadi dalam siklus kehidupan.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

12 

 

c. Tipografi, yaitu tata huruf dalam sajak yang dapat menciptakan makna. Dalam

puisi Sanyuhwa ini tak terlihat adanya tata huruf yang dapat menciptakan makna tersendiri

pada pembaca.

d. Homologue adalah persejajaran bentuk atau persejajaran baris, bentuk yang sejajar

itu menimbulkan makna yang sama. Dalam puisi Sanyuhwa ini dapat terlihat bahwa Kim

Sowol menggunakan kesejajaran kalimat atau bait dalam puisinya. Kesejajaran bait ini

digunakan untuk menimbulkan persejajaran bentuk. Kesejajaran atau keteraturan ini

menunjukkan bahwa Kim Sowol ingin mengungkapkan tentang siklus kehidupan yang akan

terus terjadi berulang-ulang dengan cobaan dan masalah yang sama terus-menerus.

4.4 Pembacaan Semiotik Dalam Puisi Sanyuhwa – Kim Sowol

Untuk konkretisasi makna puisi dapat diusahakan dengan pembacaan heuristik dan

retrokatif (hermeneutic). Pada umumnya bahasa puisi menyimpang dari penggunaan bahasa

biasa. Oleh karena itu, dalam pembacaan ini semua yang tidak biasa harus dibuat biasa atau

dinaturalisasikan sesuai dengan sistem bahasa normatif. Bilamana perlu, kata-kata dapat

diberi awalan atau akhiran, disisipkan kata-kata supaya hubungan kalimat-kalimat puisi

menjadi jelas (Pradopo, 2007:295-296).

a. Pembacaan Heuristik

Dalam pembacaan heuristik ini, sajak dibaca berdasarkan konvensi bahasa atau sistem

bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama.

Bait Pertama :

산에는 꽃피네 (ternyata bunga mekar di pegunungan) 꽃이 피네 (ternyata bunga

bermekaran di gunung) 가을 봄 여름 없이 (tanpa adanya musim dingin, musim semi, dan musim

panas pun) 꽃이 피네 (ternyata bunga bermekaran di gunung).

Bait Kedua :

산에 (di gunung) 산에 (di pegunungan) 피는 꽃은 (bunga akan tetap mekar ) 저만치

혼자서 피어 있네 (walaupun bunga berada di tempat yang jauh dari pemukiman masyarakat).

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

13 

 

Bait Ketiga :

산에서 우는 적은 새오 (terdapat burung kecil yang berkicau di pegunungan) 꽃이 좋아

(burung itu menyukai bunga) 산에서 (di pegunungan) 사노라네 (bunga yang mekar dan

menetap di pegunungan).

Bait Keempat :

산에는 꽃이 지네 (ternyata di pegunungan itu pula bunga berguguran) 꽃이 지네 (ternyata

bunga pun berguguran) 가을 봄 여름 없이 (walaupun tanpa adanya musim dingin, musim semi,

dan musim panas) 꽃이 지네 (bunga pasti akan berguguran).

b. Pembacaan Retrokatif (hermeneutic)

Pembacaan retrokatif adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan

penafsiran. Pembacaan ini adalah pemberian makna berdasarkan konvensi sastra (puisi). Puisi

Sanyuhwa ini menunjukkan suatu siklus kehidupan yang dikiaskan dengan bunga.

Bait Pertama :

Dalam bait pertama ini diterangkan tentang penciptaan bunga yang akan tetap tumbuh

dan mekar, walaupun tanpa adanya musim dingin, musim semi, dan musim panas yang

membantunya untuk terus tumbuh.. 산에는 꽃피네 / 꽃이 피네 / 가을 봄 여름 없이 / 꽃이 피네 kata-

kata inilah yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan siklus penciptaan bunga.

Gaya repetisi digunakan penyair untuk mengiaskan betapa hebatnya suatu penciptaan itu.

Bunga-bunga akan tetap mekar jika waktunya telah tiba.

Bait Kedua :

Bait kedua masih menggambarkan tentang penciptaan bunga yang bisa terjadi di mana

pun. Baik itu ia hanya tumbuh di pegunungan yang jauh dari pemukiman masyarakat, bunga

tetap akan mekar jika saatnya tiba. Kata 저만치 혼자서 피어 있네 (ternyata bunga akan tetap

mekar, walaupun berada di tempat yang jauh dan sendirian) sengaja diselipkan oleh penyair

untuk menciptakan suasana yang memilukan dan betapa hebatnya suatu penciptaan itu.

Bait Ketiga :

Dalam bait ketiga ini menjelaskan bahwa walaupun bunga itu mekar seorang diri di

pegunungan atau tempat yang jauh dari pemukiman, pasti ada saja yang menyadari

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

14 

 

keberadaannya, yang dalam bait ini menggunakan simbol burung. Penjelasan ini tertuang

melalui pilihan kata 산에서 우는 적은 새오 / 꽃이 좋아 dari sang penyair.

Bait Keempat :

Dalam bait terakhir ini sang penyair berusaha menjelaskan tentang akhir dari siklus

kehidupanb sang bunga, yaitu kematian atau gugurnya bunga. Sama seperti halnya dalam bait

pertama, bait terakhir ini juga menegaskan bahwa gugurnya bunga pun akan tetap terjadi

walau tanpa adanya musim-musim yang datang silih berganti, bunga akan tetap mati atau

gugur. Semua itu tertuang dalam baris 산에는 꽃이 지네 / 꽃이 지네 / 가을 봄 여름 없이 / 꽃이 지네.

5. Matriks, Model, dan Varian-varian dalam Puisi Sanyuhwa – Kim Sowol

Untuk membongkar makna sajak supaya mudah dipahami, dalam konkretisasi puisi,

haruslah dicari matriks atau kata-kata kuncinya. Kata kunci adalah kata yang menjadi kunci

penafsiran sajak yang dikonkretisasikan (Pradopo, 2007:299).

Matriks dalam sajak Sanyuhwa adalah ‘siklus kehidupan’ dan ‘apa yang terjadi dalam

kehidupan’. Matriks ini ditransformasikan menjadi model ‘가을 봄 여름 없이 꽃이 피네 (walau

tanpa adanya musim dingin, musim semi, dan musim panas, ternyata bunga tetap

bermekaran)’ , ‘저만치 혼자서 피어 있네 (ternyata bunga tetap akan mekar walau berada di

tempat yang jauh dan seorang diri)’, ‘산에서 우는 적은 새오 꽃이 좋아 (burung kecil yang

berkicau di gunung itu menyukai bunga yang berada di pegunungan)’ dan ‘가을 봄 여름 없이

꽃이 지네 (walau tanpa adanya musim dingin, musim semi, dan musim panas, ternyata bunga

tetap berguguran)’.

Puisi Sanyuhwa, seperti yang telah dijelaskan di awal, terbit pada tahun 1925, yang

pada saat itu sedang terjadinya penjajahan Jepang di Korea. Maka dari itu matriks-matriks

dalam puisi Sanyuhwa ini bisa juga diartikan sebagai berikut; Gunung atau Pegunungan (산)

merupakan dunia, Bunga (꽃) merupakan Negara Korea, dan Burung (새) merupakan Negara

Jepang. Matriks ini sebagai hipogram intern lantas ditransformasikan menjadi varian-varian

berupa masalah atau uraian dalam sajak:

Varian pertama :

Menggambarkan tentang peristiwa terbentuknya sebuah negara bernama Korea di kancah

dunia yang dengan petualangan sejarahnya sendiri berhasil mendirikan suatu negara kesatuan,

yaitu Korea (산에는 꽃피네 / 꽃이 피네 / 가을 봄 여름 없이 / 꽃이 피네).

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

15 

 

Varian kedua :

Menggambarkan tentang bagaimana negara Korea yang tak terjamah dunia luar mampu

membangun negaranya sediri dan menjadi negara yang cukup makmur pada saat itu (저만치

혼자서 피어 있네). Lalu datanglah bangsa Jepang yang mencium kemakmuran negeri Korea lalu

mengaku-aku sebagai saudara se-Asia kepada bangsa Korea yang saat itu menerima

kedatangan Jepang dengan suka hati (산에서 우는 적은 새오 / 꽃이 좋아).

Varian ketiga :

Menggambarkan tentang matinya sebuah negara Korea karena penjajahan yang dilakukan

Jepang terhadap Korea. Matinya karya-karya asli puisi dari para penyair Korea semenjak

terjadinya penjajahan Jepang tersebut. Mati pula satu per satu rakyat Korea demi membela

negara, demi Kemerdekaan negara mereka (가을 봄 여름 없이 꽃이 지네).

Dari matriks, model dan varian yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa tema

siklus kehidupan yang disampaikan puisi Sanyuhwa adalah di mana adanya kehidupan di situ

pula ada kematian. Di mana ada kemenangan di situ pula ada kekalahan. Kehidupan di dunia

memang seperti roda yang terus berputar tanpa menghiraukan pagi dan malam yang silih

berganti atau musim-musim yang datang dan pergi. Satu hal yang bisa kita lakukan adalah

berusaha sekuat-kuatnya memberikan yang terbaik dalam kehidupan yang kita jalani ini.

6. Hubungan Intertekstual Puisi Sanyuhwa – Kim Sowol

Prinsip intertekstualitas adalah prinsip hubungan antar-teks sajak. Sebuah sajak

merupakan tanggapan terhadap teks atau sajak-sajak sebelumnya. Ada istilah khusus yang

dikemukakan Riffaterre yaitu hipogram. Hipogram adalah teks yang menjadi latar penciptaan

teks lain atau yang menjadi latar penciptaan sajak yang lain (Pradopo, 2007: 300).

Dalam penciptaan puisi Sanyuhwa yang menjadi hipogramnya adalah peristiwa

terjadinya penjajahan Jepang di Korea. Penjajahan Jepang itu sendiri berlangsung sejak tahun

1910 sampai tahun 1945. Pada tahun 1920-an, saat puisi Sanyuhwa ini diterbitkan, terjadi

pelarangan penerbitan besar-besaran terhadap puisi bertema nasionalisme karena takutnya

tentara Jepang terhadap pemberontakan yang akan dilakukan Korea jika tersulut oleh puisi-

puisi nasionalis tersebut. Maka dari itu, Kim Sowol menumpahkan segala kesedihannya ke

dalam puisi berjudul Sanyuhwa ini.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

16 

 

Oleh karena itu, bait pertama dan kedua menjelaskan Negara Korea yang masih hidup

damai membangun negaranya yang masih terisolasi dari dunia luar. Lalu pada bait ketiga

dijelaskan bahwa Jepang mencium kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat Korea dan

berkeinginan untuk menguasai Korea seutuhnya. Mereka berpura-pura baik dan mengaku

bahwa ingin membatu Korea untuk lebih maju dengan alas an mereka, Jepang, adalah saudara

se-Asia dengan Korea. Korea yang memang tak tahu apa-apa mengenai dunia luar pun dengan

senang hati menerima kehadiran Jepang. Sampai di bait terakhir, Korea akhirnya sadar apa

yang sedang dilakukan Jepang terhadap negaranya. Maka dari itu tertulis bunga yang gugur

atau Korea yang sudah gugur, Korea yang mati terjajah oleh Jepang.

7. Hasil Penelitian

Dari analisis puisi Sanyuhwa dengan pendekatan semiotik Riffaterre ini, penulis

berhasil mendapatkan interpretasi mengenai dua hal. Pertama, Sanyuhwa merupakan puisi

yang menyampaikan tentang siklus kehidupan makhluk hidup, yang dalam puisi diwakilkan

oleh bunga. Siklus kehidupan dalam puisi ini terlihat jelas pada bait awal maupun akhirnya

yang terdapat kata 피네 (mekar/hidup) dan 지네(gugur/mati). Sedangkan hasil yang kedua, penulis

mendapatkan hasil interpretasi yang lebih sempit yaitu runtuhnya negara Korea dalam penjajahan

Jepang. Hal ini bisa dibuktikan saat penulis melakukan pencarian mengenai matriks, model, dan

varian-varian dalam puisi Sanyuhwa dan melakukan analisis hubungan intertekstual puisi Sanyuhwa

dengan sejarah pada tahun puisi tersebut diterbitkan, yaitu tahun 1925, yang merupakan masa-masa

penjajahan Jepang sedang berlangsung.

8. Kesimpulan

Puisi merupakan salah satu sarana penyampaian ekspresi penyair. Baik secara tersirat

maupun tersurat. Puisi juga selalu berubah-ubah seiring perkembangan zaman. Begitu pula

puisi Korea pada tahun 1920-an yang mengalami perubahan karena dilarangnya penerbitan

puisi yang secara eksplisit tersampaikan maknanya. Salah satu penyair yang menerbitkan

puisi pada tahun itu adalah Kim Sowol.

Analisis semiotik merupakan analisis yang digunakan untuk memahami makna yang

terkandung di dalam teks karya sastra, khususnya puisi. Karena bahasa puisi bersifat padat

dan ringkas, maka perlu adanya sebuah teori atau kajian yang menelaah bahasa puisi secara

terperinci dan mendalam. Maka dilakukannya analisis semiotik yang diambil dari teori

menurut Riffaterre. Diawali dengan melakukan analisis ketidaklangsungan ekspresi puisi yang

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

17 

 

meliputi penciptaan arti, penggantian arti, dan penyimpangan arti. Analisis ini digunakan

untuk memahami gaya bahasa dan bentuk puisi, selain itu juga untuk memperkuat pemaknaan

puisi secara keseluruhan. Kemudian dilanjutkan dengan pencarian kata kunci sebagai inti

makna keseluruhan puisi dan pembacaan semiotik, yaitu pembacaan pada tingkat bahasa

(heuristic), dan pembacaan pada tingkat makna (hermeneutic). Pembacaan ini dilakukan agar

dapat memahami bahasa dan makna puisi secara utuh dan menyeluruh. Pemahaman puisi ini

kemudian diakhiri dengan mencari hubungan intertekstual puisi dengan karya atau teks yang

pernah ada sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aspek diakronis yang melatari

puisi ini diciptakan.

Setelah menganalisis interpretasi puisi sanyuhwa karya Kim Sowol melalui

pendekatan semiotik Riffaterre ini dapat diinterpretasikan bahwa Kim Sowol ingin

menyampaikan apa yang sedang dan telah dialami masyarakat Korea pada masa Penjajahan

Jepang. Dijelaskannya awal mula Korea yang terisolasi dari dunia luar dan mampu

membangun bangsanya. Lalu datanglah Jepang yang mengaku-aku sebagai saudara yang baik,

yang ingin membantu kemajuan Korea dan tak berapa lama ternyata mulai menjajah Korea

perlahan-lahan dan membuat masyarakat Korea tak berkutik. Korea pun menjadi bangsa yang

dijajah oleh Jepang dan banyak mengalami keguguran.

Daftar Acuan

김규중, 왕지윤, 한은영. 2010. 국어 교과서 작품읽기 중 1 시. 서울: 창비 출판. (Kim Gyu

Jung, Wang Ji Yoon, Han Eun Yeong. 2010. Gugo Gyogwaseo Jakphumilki Jung 1 Si.

Seoul: Chang Bi Chulphan). 

김규중, 류원호, 유세진. 2010. 국어 교과서 작품읽기 중 2 시. 서울: 창비 출판. (Kim Gyu

Jung, Ryoo Won Ho, Yoo Se Jin. 2010. Gugo Gyogwaseo Jakphumilki Jung 2 Si.

Seoul: Chang Bi Chulphan).

김윤식. 2000. 고교생과 함께하는 김윤식 교수의 시 특강 1. 서울: (주)한국문학사. (Kim Yun

Sik. 2000. Gogyosaenggwa Hamkkehanun Kim Yun Sikui Si Teukgang 1. Seoul:

Hanguk Munhaksa.

오세영. 2007. 한국 현대詩 사. 서울: 민음사. (Oh Se Young. 2007. Hanguk Hyundae Si Sa.

Seoul: Min Eum Sa.

오세영. 1996. 한국 근대문학론과 근데시. 서울: 마음사. (Oh Se Young. 1996. Hanguk

Gundaemunhakrongwa Gundaesi. Seoul: Maeumsa.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014

18 

 

Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algesindo.

Fajrini, Annisa. 2013. Cinta dan Harapan dalam Tiga Puisi Karya Han Yongun: Analisis

Tema. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya: Jurnal.

Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Hudayat, Asep Yusuf. 2007. Metode Penelitian Sastra: Modul Online. Bandung : Universitas

Padjadjaran.

Kasnadi, Sutejo. 2010. Kajian Prosa. Yogyakarta: Pustaka Felicha.

Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa (cetakan ketujuh belas). Jakarta: Gramedia.

Kim, J. 1975. Lost Love: 99 Poems by Sowol Kim. Seoul: Pan-Korea Book Coorporation.

Korean Foundation. 2010. A History To Open The Future: Modern East Asia History and

Regional Reconsiliation. Seoul: Minimum Ltd.

Kridalaksana. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Lee, Peter H. 2003. A History of Korean Literature. Cambridge: Cambridge University Press.

Lim, Chung-Young. 2007. Puisi Buat Rakyat Indonesia: Kumpulan Puisi 25 Penyair Korea.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mc Cann, David R. 2004. The Columbia Anthology of Modern Korean Poetry. New York:

Columbia University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Pradopo, Rachmat Djoko, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita

Graha Widya.

Preminger, Alese (ed.) dkk. 1974. Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics. New Jersey:

Pringceton University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Rilman, Ronaldus. 2012. Kajian Semiotik Puisi “Isa” dalam Kumpulan Puisi Aku Ini

Binatang Jalang Karya Chairil Anwar. Jakarta: Jurnal.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press.

Sariban. 2009. Teori dan Penerapan Penelitian Sastra. Surabaya: Lentera Cendekia.

Stanton, Robert. 2007. Teori fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia.

Interpretasi puisi…, Ratih Pratiwi Wate, FIB UI, 2014