Upload
vuanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS
REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN
BOGOR
SKRIPSI
DINA AULIA YULIASNI ASMADI
0706287284
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL
DEPOK
2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS
REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN
BOGOR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal
DINA AULIA YULIASNI ASMADI
0706287284
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL
DEPOK
2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang telah diberikan-Nya dalam setiap langkah yang peneliti tempuh
dalam penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Begitu banyak titikan
keringat dan perhatian peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI);
2. Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc, selaku Ketua Departemen Administrasi
Fisip UI;
3. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si, selaku Ketua Program Sarjana
Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI;
4. Dra. Inayati, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan
pembimbing peneliti yang telah memberikan masukan, saran dan literature-
literatur yang berguna bagi peneliti dalam penyusunan skripsi;
5. Dra, Titi M. Putranti, M.Si, selaku penasehat akademis yang telah
memotivasi dan membimbing peneliti selama masa kuliah di FISIP UI;
6. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI yang telah
memberikan pengetahuannya selama peneliti kuliah di FISIP UI;
7. Kedua orang tua peneliti, terima kasih papa yang tanpa mengenal lelah
selalu sabar dalam menemani peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Terima
kasih juga kepada mama yang setia menemani peneliti mencari data yang
dibutuhkan dan selalu mendorong peneliti untuk menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Tanpa doa yang papa mama panjatkan dalam setiap sholat
kepada Allah SWT tidak mungkin peneliti bisa meraih ini semua. Terima
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
v
kasih mama papa. Semoha peneliti dapat membanggakan mama dan papa
kelak. Amin;
8. Kakak peneliti yang selalu memberikan dukungan bagi peneliti dalam
penyusunan skripsi;
9. Terima kasih untuk seluruh karyawan Dinas Pendapatan dan Kekayaan
Barang Daerah, khususnya kepada Bapak Rachmat dari Seksi Pendataan dan
Penagihan Pajak Reklame dan Bapak Fendri dari Seksi Penagihan Pajak
yang telah berkenan dan membantu dalam memberikan informasi;
10. Terima kasih kepada seluruh karyawan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten
Bogor, khususnya kepada Ibu Tina dari Bagian Perizinan Penyelenggaraan
Reklame yang telah berkenan dan membantu dalam memberikan informasi;
11. Terima kasih untuk seluruh karyawan Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Bogor, khususnya kepada Bapak Iwan yang telah berkenan
memfasilitasi peneliti dalam penyusunan skripsi dan membantu dalam
memberikan informasi;
12. Terima kasih kepada seluruh petugas MBRC yang telah membantu peneliti
dalam mencari data yang diperlukan;
13. Kepada Nazlah Khaeroni S. yang dengan sabar mendampingi,
mendengarkan curhatan serta memberikan dorongan untuk maju;
14. Erpe, Ajeng, Suki, Vidya, Anggon, Ary, Djamul, Ia, Dias, Aya, teman-
teman selama kuliah. Terima kasih atas empat tahun yang mengesankan ini.
Terima kasih atas semua suka duka yang akan selalu menjadi kisah yang
tidak terlupakan.
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, namun peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini peneliti
mohon maaf dan harap dimaklumi.
Jakarta, 27 Desember 2011
Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
vii
ABSTRAK
Nama : Dina Aulia Yuliasni A.
Program studi : Ilmu Administrasi Fiskal
Judul : Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame Atas
Reklame Rokok Pada Warung Dan Kios Di Kabupaten Bogor
Penelitian ini membahas implementasi pemungutan pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pemberlakuan Perda
KTR Kota Bogor membuat Pemerintah Kabupaten Bogor membuka peluang bagi
penyelenggara reklame rokok untuk menyelenggarakan reklame rokoknya di
daerahnya. Namun pemasangan pada media ini harus sangat selektif dan diawasi
karena sasaran pasar sangat luas. Salah satunya melalui pajak reklame dan tahapan
penyelenggaraan reklame yang harus dilalui. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis tahapan administrasi pajak reklamenya dengan menggunakan teori
tahapan administrasi pajak yang dikemukakan Ikhsan dan Salomo, serta
menganalisis kendala penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan metode pengumpulan data secara studi literatur observasi dan
wawancara mendalam dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian
ini menyatakan bahwa implementasi tahapan administrasi pajak reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah dilaksanakan sesuai teori; proses
pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor masih belum dilaksanakan sesuai standar yang sudah ditetapkan; Kendala
ditemukan dalam tiap tahapan penyelenggaran reklame. Baik dalam perizinan,
administrasi pajak, maupun pengawasan dan berpengaruh terhadap hilangnya
sejumlah potensi pajak.
Kata Kunci :
Administrasi Pajak, Sistem Pemungutan Pajak, Pajak Reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
viii
ABSTRACT
Name : Dina Aulia Yuliasni A.
Study Program : Fiscal Administration
Title : Implementation of Advertising Tax on Cigarette Products’
Advertisements at Bogor County Stalls Analysis
The aim of this research is to analyze the implementation of advertising tax
on cigarette products’ advertisement at Bogor county stalls. The enforcement of
No Smoking Area regulation makes a big opportunity to the county local
government by allowing all of the cigarette products’ advertisement being held at
their district. However, the accomplishment of this advertising has to be more
selective and controlled because the target market is wider and closer by this
media. Things that can be used to control them is advertising tax and the
administration to permit the advertisement. The purposes of this study are to
analyze the administration procedure of advertising tax with Ikhsan and Salomo’s
theory, analyze the permit procedure and the controlling procedure, and analyze
the obstacle of the implementation of this cigarette products’ advertisement,
specifically advertisement at Bogor county stalls.
The research’s approach that being used is quantitative approach, collecting
data methods are field search, literature research, in-depth interviews, and
observation. Analyze the data with qualitative method. And the result of this
research stated that the implementation of the tax administration is already be
implemented as the theory said; the controlling procedure are still not be
implemented as the standard set; and there are some obstacles on each procedure
and give a big impact to the collection of advertising tax.
Keyword: Tax administration, Tax Collection System, Advertising tax
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pokok Permasalahan 7
1.3 Tujuan Penelitian 9
1.4 Signifikansi Penelitian 9
1.5 Sistematika Penulisan 10
BAB 2 KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 12
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Pajak Daerah 18
2.2.2 Reklame 22
2.2.3 Pajak Reklame 23
2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak Daerah 24
2.2.5 Administrasi Pajak 25
2.3 Operasionalisasi Konsep 29
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian 31
3.2 Jenis Penelitian
3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian 31
3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian 32
3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu 32
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data 33
3.3 Teknik Analisis Data 34
3.4 Narasumber 35
3.5 Site Penelitian 36
3.6 Pembatasan Penelitian 36
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
x
BAB 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
PENYELENGGARAAN REKLAME DI KABUPATEN BOGOR
4.1 Badan Perizinan Terpadu 37
4.2 Dinas Kebersihan dan Pertamanan 40
4.3 Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah 44
4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor 47
4.5 Pengendalian dan Pengawasan Penyelenggaraan di
Kabupaten Bogor 52
4.6 Pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor 54
BAB 5 ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME
ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI
KABUPATEN BOGOR
5.1 Implementasi Tahapan Administrasi Pajak Reklame atas
Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 67
5.1.1 Pendataan / Identifikasi Subjek dan / atau Objek Pajak 69
5.1.2 Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak 77
5.1.3 Penetapan Nilai Pajak Terutang 86
5.1.4 Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak 98
5.2 Proses Pengawasan Penyelenggaraan Reklame Rokok pada
Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 105
5.3 Kendala dalam Proses Penyelenggaraan Reklame Rokok pada
Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 109
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 115
6.2 Saran 115
DAFTAR REFERENSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Tinjauan Pustaka 15
Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep 30
Tabel 4.1 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011 55
Tabel 5.1 Rincian Jumlah Reklame Rokok pada Warung dan Kios di
Kabupaten Bogor Tahun 2010 63
Tabel 5.2 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2008-2011 65
Tabel 5.3 Contoh Tabel Data Objek Pajak Reklame Rokok pada Warung
dan Kios di Kabupaten Bogor 76
Tabel 5.4 Laporan Penerimaan Pendapatan Daerah dari Pajak Reklame
Kabupaten Bogor Tahun per 31 Desember 2010 102
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Statistik Perokok di Indonesia Tahun 2008 2
Gambar 1.2 Peta Kabupaten Bogor 4
Gambar 1.3 Komponen Target Pajak Daerah Tahun 2006 6
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor 39
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Bogor 42
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang
Daerah Kabupaten Bogor 46
Gambar 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor 49
Gambar 4.5 Mekanisme Pajak Reklame di Kabupaten Bogor 58
Gambar 5.1 Reklame Rokok Jenis Front Tempel 64
Gambar 5.2 Reklame Rokok Jenis Billboard Tanam 90
Gambar 5.3 Reklame Rokok Jenis Billboard Tempel 91
Gambar 5.4 Reklame Rokok Jenis Billboard Back Tanam 92
Gambar 5.5 Reklame Rokok Jenis Billboard Front Tanam 93
Gambar 5.6 Reklame Rokok Jenis Spanduk 94
Gambar 5.7 Reklame Rokok Jenis Rombong 96
Gambar 5.8 Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Berdekatan dengan
Sekolah 111
Gambar 5.9 Contoh Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Tidak
Ditertibkan 114
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Wawancara dengan Bagian Perizinan ReklameBadan Perizinan
Terpadu Kabupaten Bogor
Lampiran 3 Wawancara dengan Bagian Pendataan Reklame Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Bogor
Lampiran 4 Wawancara dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame
Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Lampiran 5 Wawancara dengan Bagian Penagihan Pajak Daerah Dinas
Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Lampiran 6 Wawancara dengan PT. Djarum
Lampiran 7 Wawancara dengan CV. Sheilla Advertising
Lampiran 8 Wawancara dengan CV. Wahyu
Lampiran 9 Wawancara dengan Akademisi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang terus menerus
mengembangkan perekonomiannya. Diantara banyaknya faktor yang dapat
mengembangkan perekonomian di Indonesia, periklanan memegang peranan yang
cukup penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Keberhasilan
dari suatu perekonomian secara nasional banyak ditentukan oleh kegiatan-
kegiatan periklanan (Purwaningwulan, 2010). Keberadaan periklanan ini sangat
menunjang usaha penjualan yang menentukan kelangsungan produksi serta
mendukung terciptanya lapangan pekerjaan. Jika periklanan tidak ada, maka
produsen dan distributor tidak dapat menjual produknya, dan sebaliknya
konsumen tidak memiliki informasi yang cukup mengenai produk barang dan jasa
yang tersedia. Salah satu bentuk periklanan yang banyak digunakaan sekarang
adalah dalam bentuk reklame. Itulah sebabnya periklanan merupakan salah satu
faktor penting dalam mengembangkan perekonomian Indonesia.
Salah satu produsen yang menggunakan reklame dalam memasarkan
produknya adalah produsen rokok. Jika dilihat dari produksi rokoknya, produksi
rokok di Indonesia masih cenderung tinggi walaupun kampanye anti rokok sedang
gencar dilakukan pemerintah. Selama tahun 2005 sampai tahun 2009 produksi
rokok cenderung mengalami peningkatan sekitar 3,2% per tahun, yaitu dari 2005
sebesar 240,1 miliar batang menjadi 245 miliar batang pada 2009 dan diprediksi
hingga akhir 2010 mencapai 250 miliar batang (Media Data Riset, 2010). Jumlah
produksi ini tidak terlepas dari tingginya konsumsi rokok di Indonesia. Dari
sepuluh negara perokok terbesar di dunia, Indonesia menempati urutan ke-3
setelah Cina dan India (World Health Organization, 2008).
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
2
Universitas Indonesia
Gambar 1.1 Statistik Perokok di Indonesia Tahun 2008
Sumber : World Health Organization
Berdasarkan gambar diatas, perokok di Indonesia berasal dari kalangan pria
maupun wanita. Jika dilihat dari klasifikasi umur, perokok berasal dari kalangan
anak-anak dan remaja, atau dibawah umur, dan dari kalangan dewasa. Rincian
statistik perokok pria di Indonesia terdiri dari 21,4% pria dibawah umur dan 63%
pria dewasa. Sedangkan statistik perokok wanita di Indonesia terdiri dari 4%
wanita dibawah umur dan 4,5% wanita dewasa.
Khusus di Kota Bogor, sekitar 7,22 persen perokok mulai mengonsumsi
asap rokok pada usia di diatas 10 tahun. Angka ini merupakan angka tertinggi
dibandingkan kabupaten atau kota lain di Jawa Barat (Republika, 23 Juli 2010).
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk
merokok. Faktor yang mempengaruhi tersebut terbagi menjadi faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor instrinsik dari perokok itu berasal dari individu dari perokok itu
sendiri. Seperti yang dikutip Sitepoe dari Conrad dan Miller yang menjelaskan
faktor intrinsik secara lebih mendetail bahwa :
“Seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan fisiologis,
dorongan psikologis pada anak remaja adalah untuk menunjukkan kejantanan
(bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan.
Sedangkan dorongan fisiologis dari remaja adalah nikotin yang dapat
menyebabkan ketagihan sehingga seseorang ingin terus merokok.” (Sitepoe,
2000, h.17)
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
Pria Wanita
Anak-Anak dan Remaja
Dewasa
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
3
Universitas Indonesia
Selain faktor instrinsik tersebut, keinginan untuk merokok juga dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik tersebut antara lain adalah pengaruh keluarga
dan lingkungan sekitar, pengaruh teman sebaya, pengaruh iklim, iklan rokok,
kemudahan memperoleh rokok, tidak adanya peraturan, dan sikap petugas
kesehatan (Hamzah, 2003). Jelas sekali bahwa iklan atau reklame iklan sangat
berpengaruh terhadap tingginya konsumsi rokok. Iklan-iklan mengenai rokok ini
terpampang di berbagai tempat seperti warung, toko swalayan, televisi, dan media
lain agar masyarakat mengetahui dan membeli produk tersebut. Selain itu
produsen rokok juga mengemas iklan rokok ini dengan begitu menarik sehingga
daya tarik masyarakat menjadi tinggi.
Keberadaan reklame rokok di Kota Bogor sangat berpengaruh terhadap
pengkonsumsian rokok di Kota Bogor. Terlihat dari hasil survei yang dilakukan
untuk mengetahui pendapat masyarakat mengenai pengaruh reklame rokok
terhadap masyarakat Kota Bogor bahwa 66% dari responden berusia muda
menyatakan memiliki keinginan untuk merokok setelah melihat reklame rokok
(LSM No Tobacco Community, 2010). Jumlah ini memperjelas bahwa reklame
rokok sangat berpengaruh terhadap konsumsi rokok di Kota Bogor.
Pengkonsumsian rokok ini memberi efek negatif baik bagi perokok aktif
maupun perokok pasif. Selain menyebabkan ketagihan terhadap nikotin, rokok
juga menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan
dan janin. Tidak hanya penyakit tersebut, rokok juga merupakan salah satu
pembunuh berbahaya di dunia. Lebih dari 5 juta orang mati karena penyakit yang
disebabkan oleh rokok (World Health Organization, 2008). Oleh sebab itu
pengkonsumsian rokok di Indonesia harus dikurangi. Salah satu cara yang diambil
pemerintah untuk mengurangi pengkonsumsian rokok adalah dengan
pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu daerah yang memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok ini adalah
Kota Bogor. Program Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR). Perda KTR ini bertujuan untuk mengurangi pengkonsumsian rokok
di Kota Bogor dengan melarang pengkonsumsian di tempat-tempat umum. Tidak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
4
Universitas Indonesia
hanya itu, Pemerintah Kota juga mengeluarkan kebijakan yang intinya
mendukung pelaksanaan Perda KTR tersebut. Karena tingginya pengaruh reklame
rokok terhadap pengkonsumsian rokok di Kota Bogor, maka Pemerintahan Kota
mengeluarkan kebijakan untuk tidak lagi mengizinkan penyelenggaraan atau
perpanjangan penyelenggaraan reklame rokok serta pengadaan acara dengan
sponsor dari perusahaan rokok. Sejak pemberlakuan perda ini, Pemerintah Kota
sudah mewujudkan penurunan jumlah reklame rokok di ruas-ruas jalan kota
Bogor. Pada tahun 2008 unit reklame rokok yang terpasang berjumlah 372 unit,
sedangkan pada tahun 2010 unit yang tertinggal sebanyak 77 unit (Kompas,
2010). Penurunan jumlah reklame ini diharapkan dapat mengurangi jumlah
perokok yang ada di Kota Bogor dan sekitarnya.
Gambar 1.2 Peta Kabupaten Bogor
Sumber: www.bogorkab.go.id
Kota Bogor merupakan kota yang terletak ditengah Kabupaten Bogor
sehingga untuk mencapai Kota Bogor harus melalui Kabupaten Bogor terlebih
dahulu. Sebagian besar penduduk yang bekerja di Kota Bogor juga bertempat
tinggal di Kabupaten Bogor. Letak wilayah dan domisili dari warga yang berada
di Kota Bogor inilah yang menyebabkan setiap kebijakan yang berlaku di Kota
Bogor memiliki efek ke Kabupaten Bogor yang berada di sekitarnya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
5
Universitas Indonesia
Salah satu kebijakan yang memberikan efek ke Kabupaten Bogor adalah
tidak diizinkannya reklame rokok untuk dipasang di Kota Bogor untuk
mendukung program Kawasan Tanpa Rokok. Dengan diberlakukannya kebijakan
tersebut, imbas yang timbul di Kabupaten Bogor adalah berpindahnya
penyelenggaraan reklame rokok di kabupaten Bogor.. Hal ini diperjelas dengan
pernyataan Kabid Badan Perizinan Terpadu (BPT) kabupaten Bogor, Irwan
Purnawan, menyebutkan bahwa :
“Kita akui sejak Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diberlakukan di kota
Bogor, kami kebanjiran order penyelenggaraan iklan dari produsen rokok,”
(Poskota, 2010).
Bupati Kabupaten Bogor, Rachmat Yassin, juga membuka peluang bagi produsen
rokok untuk memasang reklamenya di Kabupaten Bogor sejak diberlakukannya
Perda Kawasan Tanpa Rokok di kota Bogor. Bupati menyatakan kesiapannya
untuk menerima reklame rokok di Kabupaten Bogor (Republika, 2010). Tidak
hanya dari pihak pemerintah, penyelenggara reklame rokok pun juga menyatakan
bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah pengalihan pertama penyelenggaraan
reklame rokok dari Kota Bogor daripada daerah lainnya karena di Kabupaten
Bogor masih diperbolehkan dan wilayah cakupannya lebih luas (Wawancara
mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011).
Dipilihnya Kabupaten Bogor sebagai pengganti Kabupaten Bogor juga
dipengaruhi oleh pengaruh iklim. Karena letaknya berdekatan dengan Kota Bogor,
iklim Kabupaten Bogor sama seperti Kota Bogor. Suhu 20º-25º C dan curah hujan
yang tinggi merupakan faktor eksternal yang membuat seseorang berkeinginan
untuk merokok. Hal ini sangat menguntungkan bagi produsen rokok, sehingga
reklame rokok diperlukan untuk mempermudah pemasaran rokok dan
mempermudah pengkonsumsi rokok untuk mengetahui tempat dimana rokok bisa
didapatkan.
Reklame merupakan salah satu potensi daerah Kabupaten Bogor, terutama
reklame rokok. Dengan meningkatnya permohonan izin penyelenggaraan reklame
rokok di Kabupaten Bogor dan meningkatnya jumlah reklame yang ada di
Kabupaten Bogor, potensi penerimaan daerah Kabupaten Bogor juga meningkat.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
6
Universitas Indonesia
Karena reklame merupakan salah satu potensi penerimaan Kabupaten, maka
Kabupaten berhak untuk menjadikan reklame sebagai objek pajak daerah, yaitu
objek pajak reklame.
Pajak reklame di Kabupaten Bogor memiliki dua fungsi, yaitu fungsi
budgetair dan fungsi regulerend. Fungsi budgetair pajak reklame ini adalah
menjadi sumber penerimaan daerah Kabupaten Bogor. Sedangkan fungsi
regulerend-nya adalah untuk mengatur penyelenggaraan reklame yang ada di
Kabupaten Bogor melalui besarnya tarif. Fungsi regulerend sangat ditekankan
terutama pada penyelenggaraan reklame rokok, karena reklame ini menawarkan
produk yang lebih banyak memberi dampak negatif daripada dampak positif
kepada masyarakat.
Gambar 1.3 Komponen Target Pajak Daerah Tahun 2006
Sumber : dispenda.bogorkab.go.id
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
7
Universitas Indonesia
Potensi penerimaan pajak reklame termasuk cukup tinggi, terlihat dari
penetapan target penerimaan daerah dari sektor pajak daerah. Dari keseluruhan
pajak daerah yang ada di Kabupaten Bogor, pemerintah kabupaten memberi
komposisi target penerimaan pajak reklame sebesar 6% sejak tahun 2006. Target
penerimaan pajak reklame ini menempati urutan ke-5 dari delapan pajak daerah
yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Selain itu, berdasarkan
informasi yang didapat dari Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten
Bogor, realisasi penerimaan dari sektor pajak reklame selalu melebihi target yang
ditentukan tiap tahunnya, dan target penerimaan pajak reklame juga meningkat
tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pajak reklame di Kabupaten
Bogor juga meningkat tiap tahunnya.
Untuk mengenakan Pajak Reklame kepada wajib pajak, Pemerintah
Kabupaten Bogor memerlukan peraturan daerah yang mengatur tentang
pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor. Peraturan daerah tersebut antara
lain adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 18 Tahun 2002 tentang Pajak
Reklame dan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor No. 60 Tahun 2010 tetang Nilai
Jual Objek Pajak Reklame. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, bentuk
reklame yang berada di Kabupaten Bogor antara lain berupa papan / billboard /
videotron / megatron dan media reklame eletronik lainya, reklame kain, reklame
selembaran, reklame sticker, reklame berjalan, termasuk pada kendaraan, reklame
udara, reklame suara, reklame film, reklame peragaan, dan reklame lainnya.
Bentuk reklame tersebut juga digunakan dalam reklame rokok. Berdasarkan data
DPKBD Kabupaten Bogor, bentuk reklame rokok yang banyak digunakan di
Kabupaten Bogor berupa reklame billboard, reklame kain, dan reklame rombong
(DPKBD, 2011). Penyelenggaraan reklame ini dilakukan di jalan-jalan raya,
tempat umum tertentu, warung, dan kios.
1.2 Pokok Permasalahan
Pelarangan reklame rokok di Kota Bogor sebagai wujud pelaksanaan Perda
No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah memberi imbas yang
menguntungkan bagi Kabupaten Bogor. Penyelenggaraan reklame rokok yang di
Kabupaten Bogor mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
8
Universitas Indonesia
Penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor dilakukan salah satunya
pada warung dan kios. Untuk mempromosikan barangnya melalui warung dan
kios, jenis reklame yang diberikan produsen rokok antara lain reklame berbentuk
billboard, spanduk, dan rombong.
Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios ini disebabkan oleh
luasnya sasaran pemasaran karena warung dan kios merupakan tempat bagi
konsumen dari segala kalangan, gender, maupun umur untuk membeli barang
kebutuhan sehari-hari. Penyelenggaraan reklame pada warung dan kios juga tidak
memakan biaya yang cukup besar dan menyebar ke seluruh pelosok kabupaten.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bogor membudidayakan warganya untuk
berbelanja di warung atau kios daripada pasar modern atau perusahaan ritel yang
masuk ke wilayah Kabupaten Bogor. Hal tersebut diperjelas dengan pernyataan
Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
UKM Kabupaten Bogor, Aan Surya Priana, yang menyatakan keinginan pihak
Pemerintah Kabupaten agar warganya gemar berbelanja di warung-warung
maupun kios pasar tradisional yang tersebar di pemukiman penduduk atau di
perkampungan (Tribun Jabar, 30 Juli 2010). Pernyataan itulah yang menyebabkan
produsen rokok banyak memasangkan reklamenya pada warung dan kios,
terutama di wilayah Kabupaten Bogor.
Banyaknya reklame rokok yang dipasang di warung dan kios, khususnya di
Kabupaten Bogor, pada satu sisi memberikan sumbangan penerimaan daerah yang
tinggi bagi kas daerah. Namun hal tersebut membuat reklame rokok terkesan tidak
terkontrol dan mudah perizinanannya dan membuat rokok menjadi lebih dekat
kepada masyarakat, terutama kalangan anak-anak dan remaja, karena warung dan
kios ini merupakan tempat yang sangat strategis. Kondisi tersebut membuat peran
administrasi pajak reklame sebagai pengatur penyelenggaraan reklame
dipertanyakan keefektifannya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
9
Universitas Indonesia
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas adalah :
1. Bagaimana implementasi tahapan administrasi pajak reklame yang dilakukan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor atas reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor?
3. Apa saja kendala yang muncul dalam proses penyelenggaraan reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan permasalahan yang telah disebutkan, tujuan dari peneilitian ini
adalah untuk menganalisis :
1. Implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor.
2. Proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor.
3. Kendala dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios
di Kabupaten Bogor.
1.4 Signifikansi Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sehingga dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca penelitian ini.
1.4.1 Signifikansi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya dalam hal yang berkenaan
dengan implementasi pajak reklame atas reklame rokok. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
10
Universitas Indonesia
1.4.2 Signifikansi Praktisi
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten
Bogor agar dapat mengoptimalisasikan fungsi regulerend dan fungsi budgetair
dari pemungutan Pajak Reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisa yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari enam
bab, yang masing-masing terbagi menjadi beberapa sub bab. Garis besar
sistematika penulisan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang penyusunan penelitian dan apa
yang mendasari pemilihan tema analisis implementasi pemungutan
pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Pada bab ini disampaikan juga pertanyaan
penelitian yang mewakili apa yang hendak dibahas pada penelitian
ini, tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti serta manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 : KERANGKA TEORI
Bab ini berisi tentang penelitian-penelitian sebelumnya mengenai
pajak reklame serta berbagai konsep yang dibangun secara
sistematis agar relevan dengan tema penelitian dan menunjang
penulisan skripsi ini.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Bab ini membahas metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini yang meliputi pendekatan penelitian, jenis
penelitian, teknik pengumpulan data, proses penelitian, penentuan
site penelitian, batasan penelitian dan keterbatasan penelitian.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
11
Universitas Indonesia
BAB 4 : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
PENYELENGGARAAN REKLAME DI KABUPATEN
BOGOR
Bab ini membahas mengenai gambaran umum Badan Perizinan
Terpadu (BPT), Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah
(DPKBD), Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DKP), dan
menggambarkan ketentuan umum penyelenggaraan reklame,
pengendalian dan pengawasan reklame dan pelaksanaan pajak
reklame di Kabupaten Bogor.
BAB 5 : ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK
REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG
DAN KIOS DI KABUPATEN BOGOR
Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan menganalisis hasil
temuan yang ada di lapangan. Bab ini akan membahas secara
menyeluruh mengenai penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor, implementasi tahapan
administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor, proses pengawasan penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dan
kendala dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor.
BAB 6 : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari dua sub-bab yaitu simpulan yang merupakan
hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan rekomendasi
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
12 Universitas Indonesia
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Peneliti akan melakukan penelitian terkait dengan pajak reklame dengan
judul penelitian “Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame atas
Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor.” Sebelum
memulai penelitian, peneliti melakukan peninjauan terhadap tiga hasil penelitian
terdahulu yang terkait dengan pajak reklame. Penelitian yang terkait tersebut
terdiri dari penelitian yang dilakukan oleh Techa Suprawardhani (2008), Lestari
(2004), dan Deyra Sulistyaning Andrini (2008).
Penelitian pertama yang menjadi bahan tinjauan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Techa Suprawardhani dengan judul “Optimalisasi Pendapatan
Pajak Reklame melalui Pemeriksaan Pajak Daerah dengan Studi Kasus di
Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor”. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
bahwa pemeriksaan pajak reklame yang sudah dilakukan Dinas Pendapatan
Daerah Kota Bogor sudah sesuai dengan standar pemeriksaan yang seharusnya
dilakukan atau sebaliknya, dan untuk mengetahui sejauh mana implikasi dari
penerapan pemeriksaan pajak reklame dalam memenuhi target realisasi pajak
reklam Kota Bogor yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Bogor. Penelitian
yang digunakan bersifat deskriptif dengan studi kasus, yang mana pendekatannya
adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan datanya berupa studi literatur dan
studi lapangan dengan wawancara mendalam kepada pihak-pihak terkait yang
terlibat dalam penyelenggaraan reklame di Kota Bogor.
Dari hasil pembahasan penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa
Dinas Pendapatan Kota Bogor telah melakukan dua pemeriksaan yaitu
pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Penyelenggaraan pemeriksaan
yang telah dilakukan telah memenuhi indikator dari tahapan pemeriksaan yaitu
persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dan pembuatan laporan
pemeriksaan. Pemeriksaan reklame ini telah sesuai dengan standar pemeriksaan
yang seharusnya dilakukan. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa implikasi
dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Dispenda Kota Bogor belum optimal.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
13
Universitas Indonesia
Terbukti dengan realisasi yang masih belum memenuhi target dan denda pajak
reklame yang semakin meningkat. Maka kinerja dari pegawai pemeriksaan masih
perlu ditingkatkan.
Pada penelitian kedua, tema yang diambil adalah penelitian dari Lestari
yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pemungutan
Pajak Reklame untuk Mencegah Hilangnya Penerimaan Pajak Reklame
dengan Studi Kasus di Dipenda Provinsi DKI Jakarta.” Penelitian ini
bertujuan untuk membahas mekanisme perizinan dan pengawasan
penyelenggaraan reklame di Dipenda DKI Jakarta. penelitian yang digunakan
bersifat deskriptif dengan studi kasus, yang mana pendekatannya adalah kualitatif
dengan teknik pengumpulan datanya berupa studi kepustakaan, wawancara
mendalam dan observasi terhadap pihak-pihak terkait yang terlibat dalam
penyelenggaraan reklame.
Dari hasil pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini adalah proses
perizinan penyelenggaraan reklame yang kompleks lebih dimudahkan dengan
dikeluarkannya kebijakan satu pintu oleh Pemda. Terdapat keterbatasan jumlah
personel pengawas sehingga personel dilapangan hanya bersedia mengawasi
reklame yang ada dalam batas kewenangan masing-masing. Dampak dari
pengawasan reklame dari adanya penelitian dan pembongkaran terhadap reklame
bermasalah berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Masih banyak
reklame yang belum ditertibkan, SKPD yang diterbitkan tidak dipenuhi WP yang
secara langsung menunjukkan bahwa pengawasan yang berjalan belum efektif.
Untuk penelitian terakhir yang dijadikan sumber adalah penelitian dari
Deyra Sulistyaning Andrini dengan judul “Analisis Penetapan Nilai Sewa
Reklame Berjalan / Kendaraan Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan
Pajak Daerah (Studi Kasus Di Provinsi DKI Jakarta).” Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisis penetapan nilai sewa reklame sebagai dasar
pengenaan pajak reklame berjalan / kendaraan yang sesuai dengan tarif kelas
jalan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penetapan
nilai sewa reklame yang sesuai untuk optimalisasi penerimaan pajak daerah.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan datanya berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
14
Universitas Indonesia
wawancara mendalam. Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
penetapan nilai sewa reklame sebagai dasar pengenaan pajak reklame berjalan /
kendaraan tidak mengacu pada kelas jalan dan tarif kelas jalan tetapi
menggunakan tarif khusus. Pemberlakuan tarif flat dibagi menjadi dua perlakuan
yaitu untuk kendaraan umum yang memiliki jalur yang dilalui secara tetap dengan
tarif kelas jalan yang dilaluinya dan untuk kendaraan umum yang tidak memiliki
jalur tetap ditetapkan tarif rata-rata. Selain itu penetapan nilai sewa reklame
berjalan / kendaraan sesuai dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah
khususnya pajak reklame.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
15
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Perbandingan Tinjauan Pustaka
Peneliti Techa Suprawardhani Lestari Deyra Sulistyaning Andrini Dina Aulia Yuliasni Asmadi
Judul Penelitian
Optimalisasi Pendapatan Pajak
Reklame Melalui Pemeriksaan
Pajak Daerah (Studi Kasus Dinas
Pendapatan Daerah Kota Bogor)
Analisis Pelaksanaan Pengawasan
terhadap Pemungutan Pajak
Reklame untuk Mencegah
Hilangnya Penerimaan Pajak
Reklame (Studi Kasus di Dipenda
Provinsi DKI Jakarta)
Analisis Penetapan Nilai Sewa
Reklame Berjalan/Kendaraan
Dalam Rangka Optimalisasi
Penerimaan Pajak Daerah (Studi
Kasus Di Provinsi DKI Jakarta)
Analisis Implementasi Pemungutan
Pajak Reklame atas Reklame
Rokok pada Warung dan Kios di
Kabupaten Bogor
Tahun 2008 2004 2008 2011
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Kualitatif Kuantitatif
Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan pemeriksaan
pajak reklame yang dilakukan
Dispenda Kota Bogor sudah
sesuai dengan standar
pemeriksaan yang seharusnya
dilakukan atau tidak.
2. Untuk mengetahui sejauh mana
implikasi dari penerapan
pemeriksaan Pajak reklame
dalam memenuhi target realisasi
pajak reklame khususnya Kota
Bogor yang dilakukan oleh
Dispenda Kota Bogor.
1. Untuk membahas mekanisme
perizinan dan pengawasan
penyelenggaraan reklame di
Dipenda DKI Jakarta.
1. Untuk mengetahui dan
menganalisis penetapan nilai
sewa reklame sebagai dasar
pengenaan pajak reklame
berjalan / kendaraan yang sesuai
dengan tarif kelas jalan.
2. Untuk mengetahui dan
menganalisis penetapan nilai
sewa reklame yang sesuai untuk
optimalisasi penerimaan pajak
daerah.
1. Untuk menganalisis
implementasi tahapan
administrasi pajak reklame atas
reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor.
2. Untuk menganalisis proses
pengawasan penyelenggaraan
reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor.
3. Untuk menganalisis kendala
dalam penyelenggaraan
reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
16
Universitas Indonesia
Kesimpulan
1. Penyelenggaraan Reklame dilihat
dari ruang lingkup pemeriksaan
Dispenda Kota Bogor telah
melakukan dua pemeriksaan
yaitu pemeriksaan kantor dan
pemeriksaan lapangan.
Pemeriksaan reklame telah sesuai
dengan standar pemeriksaan yang
seharusnya dilakukan.
2. Implikasi dari pelaksanaan
pemeriksaan pajak reklame di
Kota Bogor seharusnya membuat
Wajib Pajak menjadi lebih patuh.
Tetapi dari hasil penelitian,
masih diperlukan kinerja yang
lebih baik karena implikasi dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh
Dispenda Kota Bogor sampai
saat ini belum optimal.
1. Proses perizinan
penyelenggaraan reklame yang
kompleks sekarang menjadi
lebih mudah dengan
dikeluarkannya kebijakan satu
pintu oleh Pemda.
2. Terdapat keterbatasan jumlah
personel pengawas sehingga
personel dilapangan hanya
bersedia mengawasi reklame
yang ada dalam batas
kewenangan masing-masing.
3. Masih banyak reklame yang
belum ditertibkan, SKPD yang
diterbitkan tidak dipenuhi WP
yang secara langsung
menunjukkan bahwa
pengawasan yang berjalan
belum efektif.
1. Penetapan Nilai Sewa reklame
sebagai DPP reklame berjalan /
kendaraan tidak mengacu pada
kelas jalan dan tarif kelas jalan
tetapi menggunakan tarif
khusus. Penberlakuan tarif flat
dibagi menjadi dua perlakuan
yaitu untuk kendaraan umum
yang memiliki jalur yang dilalui
secara tetap dengan tarif kelas
jalan yang dilaluinya dan untuk
kendaraan umum yang tidak
memiliki jalur tetap ditetapkan
tarif rata-rata.
2. Penetapan nilai sewa reklame
berjalan / kendaraan sesuai
dalam rangka optimalisasi
penerimaan pajak daerah
khususnya pajak reklame.
1. Implementasi tahanpan
administrasi pajak reklame
rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor sudah
dilaksanakan sesuai dengan
teori tahapan administrasi
pajak.
2. Proses pengawasan
penyelenggaraan reklame rokok
padawarung dan kios di
Kabupaten belum dilaksanakan
sesuai prosedur yang berlaku.
3. Kendala masih ditemukan
dalam tiap tahapan
penyelenggaran reklame dan
berpengaruh terhadap hilangnya
sejumlah potensi pajak reklame.
Sumber : Data diolah Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pertama terletak pada
tujuan penelitiannya. Penelitian tersebut lebih fokus kepada pemeriksaan pajak
reklame sebagai salah satu cara untuk mengoptimalisasikan pendapatan daerah
Kota Bogor. Selain tujuan dari penelitian tersebut, perbedaan juga terletak pada
site penelitian. Site penelitian ini mengambil tempat di Dinas Pendapatan Kota
Bogor,sedangkan penelitian ini mengambil tempat di Dinas Pendapatan Keuangan
dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Badan Perizinan Terpadu.
Pada penelitian kedua, perbedaan terletak pada metode penelitian yang
digunakan. Penelitian kedua ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Selain itu site penelitian kedua ini dilakukan di Dinas Pendapatan Provinsi DKI
Jakarta. Fokus dari penelitian kedua ini adalah untuk mengetahui proses perizinan
dan pengawasan penyelenggaraan reklam, penelitian ini pun juga membahas hal
pengawasan penyelenggaraan reklame namun terfokus pada reklame rokok yang
diselenggarakan pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terakhir juga ada pada
metode penelitian, site penelitian dan tujuan penelitian. Penelitian ketiga ini
menyorot menganalisis penetapan nilai sewa reklame berjalan untuk
mengoptimalisasikan penerimaan pajak dan mengambil wilayah di DKI Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ketiga ini adalah metode penelitian
kualitatif. Dan site penelitian yang diambil dalam penelitian ketiga ini adalah juga
di Dinas Pendapatan DKI Jakarta.
Selain perbedan-perbedaan tersebut, ketiga penelitian terdahulu ini memiliki
persamaan dengan penelitian ini. Persamaan ketiga penelitian tersebut adalah
kesamaan tema yang diambil, yaitu Pajak Reklame. Dengan kesamaan tema
tersebut, beberapa teori yang digunakan juga sama, seperti teori pajak daerah,
administrasi pajak dan pajak reklame.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
18
Universitas Indonesia
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Pajak Daerah
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah
diberikan kewenangan dan diharapkan mampu untuk menjadi lebih mandiri dalam
membiayai pengeluaran daerahnya sendiri. Sejalan dengan pemberian
kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan mampu untuk menggali
sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah dilakukan
dengan mengikuti pembagian wewenang (money follows function). Hal ini berarti
bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung
jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada
(Abimanyu, 2005, h.29). Untuk itu, Pemerintah Daerah memerlukan sumber
pendapatan yang cukup, salah satunya berasal dari pajak. Berdasarkan tingkat
pemerintahannnya, pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah, sehingga
pajak yang dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah.
Definisi dari pajak daerah adalah :
Pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh
daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah
tersebut (Mardiasmo, 2003, h.51)
Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik
provinsi maupun kabupaten / kota yang berguna untuk menunjang
penerimaam pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk
dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah. (Kurniawan dan Agus
Purwanto, 2004, h.47)
Pemerintah Daerah dapat menetapkan dan memungut berbagai jenis pajak
daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Ruang lingkup pajak daerah terbatas
pada objek yang belum dikenakan pajak pusat (Devano dan Kurnia, 2006, h.41).
Pajak sifatnya dapat dipaksakan bahkan dalam memungut pajak fiskus juga
mendapat wewenang dari undang-undang untuk mengadakan tindakan memaksa
wajib pajak dalam bentuk penyitaan harta tetap. Dalam sejarah hukum pajak di
Indonesia dikenal adanya lembaga sandera (Gijzeling), yakni wajib pajak yang
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
19
Universitas Indonesia
pada dasarnya mampu membayar pajak, akan tetapi selalu menhindar dengan
berbagai dalih untuk tidak membayar pajak, maka fiskus dapat menyandera wajib
pajak yang bersangkutan dengan memasukannya ke dalam kurungan (Nurmantu,
2003, h.19). Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangan
untuk menetapkan sendiri jenis pajak yang akan diterapkan dan menegakkan
pelaksanaan pajak daerah.
Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama yang mengenai asas-asas
hukumnya), dapat dikatakan tidak ada perbedaannya yang prinsip (Brotodiharjo,
1998, h.104). Lapangan pajak daerah ialah lapangan yang belum digali oleh
negara. Ketentuan seperti itu maksudnya adalah untuk mencegah pemungutan
pajak ganda yang akibatnya sangat memberatkan para wajib pajak. Dalam hal
suatu pungutan pajak oleh daerah merupakan suatu pajak ganda, maka daerah
hanya dapat memungut tambahan (atau opsen) saja atas pajak yang dipungut oleh
negara itu (Brotodiharjo, 1998, h.104). Itulah yang menyebabkan dalam setiap
menetapkan pajak daerah yang akan digunakan dalam sebuah daerah, Pemerintah
Daerah perlu mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang sesuai untuk dijadikan
sumber pendapatan. Karena itu kriteria Pajak Daerah yang baik sangat diperlukan.
Menurut Achmad Lutfi (2006), kriteria Pajak Daerah yang baik adalah :
1. Easy to administer locally;
2. Imposed solely (or mainly) on local resident;
3. Do not raise problem of ‘harmonization’ or ‘competition’ between
subnational government or between sub national and national government.
Dari kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah yang akan
dilaksanakan harus mudah untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dan hanya
dikenakan kepada masyarakat setempat. Kemusian pajak daerah tersebut tidak
menimbulkan masalah yang mengganggu keseimbangan atau menimbulkan
kompetisi antar pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah
pusat.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Kriteria ini juga diperjelas oleh Davey yang menyebutkan bahwa pajak
daerah harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Kecukupan dan elastisitas
Dapat mudah naik turun mengikuti naik atau turunnya tingkat pendapatan
masyarakat.
2. Keadilan
Adil dan merata secara vertical dan horizontal.
3. Kemampuan administratif
Administrasi yang fleksibel, yang berarti sederhana, mudah dihitung,
pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak.
4. Kesepakatan politis
Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul ketaatan
membayar pajaknya tinggi. Kesepakatan ini diperjelas dengan keberadaan
peraturan yang mengesahkan pelaksanaan pajak tersebut.
5. Distorsi terhadap perekonomian
Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan
yang berlebihan, yang akan merugikan masyarakat secara menyeluruh.
(Davey, 1988, h.40-59)
Setelah sejumlah teori mengenai definisi dan kriteria pajak daerah di atas,
terdapat beberapa ciri yang melekat dalam pengertian Pajak Daerah, antara lain :
1. Pajak daerah berasal dari pajak asli daerah maupun pajak negara yang
diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah;
2. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif
yang dikuasainya berupa provinsi dan kabupaten / kota;
3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah
tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagaimana yang
tertera di Anggaran Penerimaan dan Pembelanjaan Daerah;
4. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan Peraturan Daerah, maka
sifat pemungutan dapat dipaksakan terhadap masyarakat yang wajib
membayar dalam lingkungan administratif kekuasaannya tersebut.
Terkait dengan objek pajak, tidak semua objek yang menjadi potensi daerah
bisa dijadikan objek pajak daerah. Jadi, selain memenuhi kriteria pajak daerah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
21
Universitas Indonesia
yang baik, terdapat kriteria objek pajak daerah yang harus dipenuhi sebelum objek
tersebut bisa disebut sebagai objek pajak daerah. Kriteria tersebut antara lain :
1. Bersifat pajak dan bukan retribusi;
2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten / kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten / Kota yang
bersangkutan;
3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum;
4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan / atau objek pajak
Pusat;
5. Potensinya memadai;
6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan
8. Menjaga kelestarian lingkungan. (Samudra, 2005, h.51-52)
Penetapan pajak daerah yang akan diterapkan pada suatu daerah harus tepat
karena pajak daerah ini berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah, sehingga
harus dilaksanakan seefektif dan seefisien mungkin agar pendapatan daerah dapat
terkumpul secara optimal dan tidak menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah. Tetapi peran pajak daerah dalam memberikan kontribusi terhadap
pendapatan daerah tergantung dari cocok tidaknya pajak daerah tersebut untuk
dijadikan sumber pendapatan daerah. (Ikhsan dan Salomo, 2002, h.86). Untuk itu
pemilihan objek pajak reklame juga harus diperhitungkan walaupun objek pajak
tersebut sangat berpotensi tinggi jika dipajaki.
Pajak daerah yang dikelola oleh daerah dibedakan menjadi dua jenis, antara
lain pajak yang dipungut oleh provinsi dan pajak yang dipungut oleh kabupaten
atau kota. Perbedaan dari kedua jenis pajak ini terletak pada kewenangan
pemungutan dan cakupan objek pajak dari daerah tersebut. Untuk pajak provinsi,
kewenangan pemungutan terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Sedangkan
pajak kabupaten atau kota dipungut oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota.
Selain itu objek pajak kabupaten / kota lebih luas daripada objek pajak provinsi
dan masih bisa untuk diperluas berdasarkan peraturan pemerintah selama tidak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
22
Universitas Indonesia
bertentangan dengan ketentuan. Sedangkan pajak provinsi hanya dapat diperluas
melalui perubahan perundang-undangan.
Pajak daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota, merupakan sumber
pendapatan daerah yang memegang peranan penting dalam memberikan
pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Dalam rangka memberikan
pelayanan kepada publik, melalui tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat, diharapkan timbul ketaatan dan kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak. Sehingga fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend (Rosdiana dan Rasin Tarigan, 2005,
h.39-40). Pengertian kedua fungsi tersebut adalah :
1. Fungsi budgetair
Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara (to raise
government revenue), yang biasa disebut dengan fungsi budgeter atau gunfis
penerimaan (revenue function).
2. Fungsi regulerend
Pada kenyataannya, pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara.
Pajak juga digunakan pemerintah sebagai instrument untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu pajak
juga dapat digunakan untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan.
Sehingga pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur guna tercapainya
tujuan-tujuan tertentuyang ditetapkan pemerintah.
2.2.2 Reklame
Banyak ahli yang sudah mengemukakan teorinya mengenai reklame, salah
satunya adalah Berkhouwer, yang dikutip oleh Winardi, dan Weilbacher yang
mendefinisikan reklame sebagai berikut :
Setiap pernyataan yang secara sadar ditujukan kepada publik dalam bentuk
apapun juga yang dilakukan oleh seorang peserta lalu lintas perniagaan, yang
diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa
yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalu lintas
perniagaan. (Winardi,1992, h.1)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
23
Universitas Indonesia
Advertising consist of media messages paid for and signed by a business firm
or institution that wishes to increase the probability that those reached by these
messages will behave or believe as the advertiser wishes them to behave or
believe. (Weilbacher, 1979)
Dari pengertian ini, disimpulkan bahwa reklame adalah pesan media yang
digunakan oleh produsen dengan harapan perilaku dan keyakinan konsumen dapat
diarahkan seperti yang produsen inginkan dari pesan media tersebut.
Bentuk reklame bermacam-macam. Berdasarkan tujuan, reklame dibagi
menjadi beberapa jenis reklame, antara lain :
Reklame Komersial (Ekonomis)
Reklame yang dibuat untuk menawarkan barang dan jasa. Dengan reklame
diharapkan pembeli lebih tertarik untuk menggunakan produk yang
ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh lebih banyak. Jenis reklame ini
banyak digunakan para pedagang atau pengusaha dalam meningkatkan
keuntungan.
Reklame Non-Komersial (Sosial)
Reklame yang dibuat untuk mengajak atau menghimbau orang lain untuk
mau melakukan sesuatu. Keuntungan yang diperoleh biasanya bukan dalam
bentuk materi secara langsung. (MGMP Seni Budaya)
2.2.3 Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pajak reklame
ini merupakan pajak Kabupaten / Kota yang berfungsi sebagai sumber
Penerimaan Asli Daerah untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan
daerah. Salah satu pertimbangan diberlakukannya pajak reklame adalah azas
pemungutan reklame tersebut. Azas pemungutan pajak reklame lebih menyorot
masalah pengaturan kebersihan, keindahan dan ketertiban kota (Samudra, 1995,
h.158). Sehingga awal diberlakukannya pajak reklame didasarkan atas fungsi
pengaturan (regulerend).
Dalam hal pengaturan ini, reklame dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu jenis reklame yang dipasang pada prasarana kota dan di luar prasarana kota
(Samudra, 1995, h.159-160). Pada jenis reklame prasarana kota, penempatan dan
pemasangannya menggunakan atau terletak pada prasarana kota seperti jalan-
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
24
Universitas Indonesia
jalan, taman, saluran kota, bangunan pada perpetakan milik pemerintah atau
perorangan. Sedangkan jenis reklame di luar prasarana kora penempatan dan
pemasangannya tidak menggunakan prasarana kota dan bangunan. Pemasangan
reklame luar prasarana kota ini paling tidak harus memenuhi persyaratan bahwa
pemasangannya tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan serta tidak
mengganggu keindahan kota. Selain itu, reklame tersebut juga tidak mengganggu
lalu lintas pejalan kaki maupun pengaturan lalu lintas. Inilah yang menjadi dasar
bahwa nilai sewa reklame dari tiap media reklame berbeda antara satu sama lain.
2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Sistem pemungutan pajak daerah pada dasarnya sama seperti pemungutan
pajak pusat, yaitu menggunakan tiga sistem pemungutan pajak. Hal ini diperjelas
dengan penjelasan Siahaan mengenai sistem pemungutan pajak daerah, yaitu :
1. Self Assesment System
Dalam sistem ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terhutang dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
2. Official Assesment System
Dalam sistem ini, besarnya pajak ditetapkan terlebih dahulu oleh Kepala
Daerah atau pejabat daerah yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan.
3. Withholding system
Dalam sistem ini, pajak daerah dipungut oleh pemungut pajak pada
sumbernya. (Siahaan, 2008, h.69)
Dalam pemilihan sistem pemungutan pajak daerah yang akan digunakan, yang
berhak menetapkan hal tersebut adalah Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pemilihan ini harus dipertimbangkan sebaik-baiknya karena akan berakibat pada
penerimaan daerah dan proses pengawasan pemungutannya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
25
Universitas Indonesia
2.2.5 Administrasi Pajak
Administrasi perpajakan mempunyai peran penting dalam rangka
menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan yang telah diambil.
Administrasi pajak adalah segala urusan administrasi sebagai salah satu instrumen
pelaksanaan di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan
masyarakat, pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kewajiban
perpajakan, dan pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud (Gunadi,
2005, h.2). Sedangkan pengertian administrasi pajak menurut Mansury
mengandung tiga pengertian, antara lain :
1. Instansi atau badan yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk
menyelenggarakan pemungutan pajak.
2. Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada
instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan
pajak.
3. Kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau badan
yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dalam kebijaksanaan perpajakan,
berdasarkan saran hukum yang ditentukan oleh Undang-undang Perpajakan.
(Mansury, 1996, h.23)
Menurut Mansury, administrasi perpajakan merupakan kunci keberhasilan dari
kebijakan perpajakan. Kebijakan perpajakan yang baik tidak akan berjalan tanpa
dukungan administrasi perpajakan.
Pada proses pengadministrasian pendapatan pajak daerah, terdapat
serangkaian kegiatan yang dapat ditempuh. Menurut McMaster tahapan dalam
proses administrasi pajak daerah, adalah sebagai berikut :
1. Identification
2. Assesment
3. Collection (McMaster, 1991, h.45)
Ketiga tahapan ini merupakan hal yang harus dilakukan agar pelaksanaan tahapan
administrasi pajak berjalan dengan baik. Tidak dilakukannya salah satu tahapan
membuat pelaksanaan tahapan administrasi pajak menjadi kurang lengkap.
Tahapan administrasi lebih dijabarkan secara mendetail oleh Ikhsan dan Salomo
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
26
Universitas Indonesia
(2002) yang menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan
mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan Pendataan/Identifikasi Subjek dan/atau Objek Pajak
Pada tahap pertama ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi subjek
atau objek dari masing-masing jenis pajak yang akan dipungut. Tahap ini
perlu dilakukan karena pada tahap inilah jumlah subjek atau objek dari suatu
pajak ditentukan. Pengidentifikasian objek dan subjek pajak terutama perlu
dilakukan terhadap jenis-jenis pajak yang objeknya relatif lebih mudah
untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak
Untuk mengetahui wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya
dibutuhkan sistem pencatatan yang baik, dalam arti kelalaian pajak dapat
segera diketahui dari pencatatan tersebut sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan silang dengan jenis-jenis pajak daerah yang lain. Jadi setelah
mendata subjek dan objek pajak tersebut, maka dilakukanlah penilaian oleh
petugas pemeriksaan dinas luar terhadap keberadaan subjek dan objek pajak
yang telah teridentifikasi tersebut. Pemeriksaan ini sangat diperlukan
sebagai sarana untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan diterima
dari suatu objek pajak tertentu dan juga sebagai sarana untuk melakukan
penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik.
3. Penetapan Nilai Pajak Terutang
Penetapan nilai pajak terutang lebih mudah dilakukan terhadap subjek dan
objek pajak yang telah terdata dengan baik.Oleh karena itu, penetapan nilai
pajak terutang juga harus memperhatikan aturan-aturan objek yang berlaku
misalnya dengan nilai objek pajak, besarnya tarif dan sebagainya. Penetapan
besarnya pajak terutang akan sangat membantu jika tarif yang berlaku ialah
tarif advolerem, yakni penetapan tarif dengan presentase tertentu dari nilai
objek pajak. Kesederhanaan perhitungan dan tingkat kepastian yang tinggi
terhadap nilai pajak terutang akan dapat menutup ruang gerak bagi fiskus
untuk melakukan korupsi dan kolusi.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
27
Universitas Indonesia
4. Melakukan Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak
Tahap ini merupakan tahap dimana instansi yang berwenang melakukan
pemungutan pajak atau menerima setoran pajak dari wajib pajak sesuai
dengan besarnya nilai pajak terutang yang harus dibayar. Sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dalam sistem perpajakan, aktivitas penagihan
pajak telah bergeser menjadi pelayanan terhadap wajib pajak yang
melakukan penyetoran pajak. Demikian pula, setoran pajak terutang tidak
perlu lagi harus dilakukan di kantor-kantor pelayanan pajak yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah melainkan dapat dilakukan di berbagai tempat.
Namun demikian, kemungkinan masih diperlukannya cara penagihan secara
langsung oleh petugas pajak juga masih tinggi karena pajak-pajak tertentu
masih sulit untuk menerapkan sistem self assessment system secara penuh.
Dalam pelaksanaan administrasi pajak, pengawasan terhadap pelayanan yang
diberikan juga harus dilakukan. Pengawasan memiliki pengertian sebagai proses
pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1997, h.135). Pada pelaksanaan
administrasi pajak, proses penerimaan setoran pajak daerah memerlukan sistem
pengawasan yang baik. Salah satu fungsi pengawasan yang penting dalam
perpajakan adalah adanya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak
dalam mengawasi kepatuhan wajib pajak (Mardiasmo, 1996, h.13). Pengawasan
ini harus dilakukan dalam rangka mewujudkan administrasi perpajakan yang
efektif dan efisien.
Suatu administrasi perpajakan dapat dikatakan sukses apabila mencapai
sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal
dikarenakanan administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan
sistem perpajakan suatu negara. Administrasi pajak dikatakan efektif apabila
mampu mengatasi masalah-masalah seperti :
1. Wajib pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers)
Dengan administrasi pajak yang efektif akan mampu mendeteksi dan
menindak dengan sanksi tegas bagi masyarakat yang telah memenuhi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
28
Universitas Indonesia
ketentuan menjadi wajib pajak akan tetapi belum terdaftar. Penambahan
jumlah wajib pajak akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak.
2. Wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan
Masa (SPT dan SPM)
Administrasi perpajakan efektif akan dapat mengetahui penyebab wajib
pajak tidak menyampaikan SPT melalui pemeriksaan pajak. Masalah ini
biasa muncul pada pajak yang menggunakan sistem self-assessment.
3. Penyelundupan pajak (tax evaders)
Penyelundup pajak adalah wajib pajak yang melaporkan / membuat jumlah
pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya.
4. Penunggak Pajak
Wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak terhutangnya cukup lama sampai
melewati batas waktu yang ditetapkan. Upaya pencairan tunggakan pajak
dapat dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif
dalam set administrasi pajak yang baik akan lebih efektif melaksanakan
upaya tersebut. (Gunadi, 2003, h.3)
Pada dasarnya sasaran administrasi perpajakan yang baik adalah meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhian kewajiban perpajakan dan pelaksanaan
ketentuan perpajakan secara seragam antara wajib pajak dan fiskus. Dalam
menilai suatu ketentuan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang baik, yaitu
tercapainya penerimaan maksimal dengan biaya minimal (Devano dan Kurnia,
2006, h.72). Hal ini selaras dengan prinsip administrasi perpajakan yang baik di
negara-negara berkembang menurut Richard, Bird dan Casanegra yang dikutip
oleh Angelia dalam penelitiannya sebagai berikut :
The best tax administration in not simply one that collects the most revenue.
How that revenue is raised – that is, the effect of the revenue generation effort
on equity, in the political fortunes of governments and on the level economic
welfare – may be equally important. (Angelia, 2008, h.22)
Dimana suatu administrasi perpajakan yang baik, tidak hanya mengumpulkan
banyak penerimaan, tetapi juga ditunjang dengan hal yang lebih penting lagi yaitu
keadilan, politik dan tingkat kesejahteraan ekonomi. Sehingga keberhasilan suatu
administrasi tidak hanya mendapat penerimaan yang besar, tapi juga diimbangi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
29
Universitas Indonesia
dengan pengeluaran biaya yang seminimal mungkin. Menurut pendapat Zain dan
Arinta (1989, h.113) bahwa administrasi perpajakan adalah instrumen yang efektif
untuk merealisasikan kebijakan perpajakan dan instrumen yang bertanggung
jawab untuk mengelola dan melaksanakan undang-undang perpajakan. Oleh
karena itu, masalah aparat dan instansi pajak merupakan tulang punggung dan
memegang peranan penting dalam pelaksanaannya.
2.3 Operasionalisasi Konsep
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai variable penelitian
adalah teori tahapan administrasi pajak yang dicetuskan oleh Ikhsan dan Salomo.
Menurut teori tersebut, tahapan administrasi pajak terdiri dari
pendataan/identifikasi subjek dan/atau objek pajak; pemeriksaan wajib dan objek
pajak; penetapan nilai pajak terutang; dan melakukan penagihan atau penerimaan
setoran pajak. Identifikasi / pendataan terkait dalam hal kelengkapan dari data
subjek / wajib dan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Pada pemeriksaan wajib dan objek pajak, hal yang harus
diperhatikan adalah prosedur pemeriksaan dan kebenaran dari data yang dimiliki
pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Penetapan nilai pajak terkait dengan
penghitungan dan penetapan pajak reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Pada penagihan dan penerimaan setoran pajak, hal yang harus
diperhatikan adalah prosedur penerimaan setoran pajak reklame rokok pada
warung dan kios dan prosedur penagihan pajak reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor. Selain itu, untuk menyempurnakan pelaksanaan
penagihan dan penerimaan setoran, pengawasan pemungutan pajak juga perlu
dinilai karena berperan penting dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
30
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep
Variabel Dimensi Indikator Skala Sumber Data
Primer Sekunder
Tahapan
Administrasi
Pajak
Pendataann /
identifikasi
subjek dan /
atau objek
pajak
- Kelengkapan data
wajib pajak reklame
warung dan kios
- Kelengkapan data
objek pajak reklame
warung dan kios
Ordinal Wawancara Data subjek
dan objek
pajak
reklame,
Peraturan
Daerah
Pemeriksaan
wajib dan
objek pajak
- Prosedur pemeriksaan
wajib dan objek pajak
reklame rokok pada
warung dan kios
Ordinal Wawancara Peraturan
Daerah
Penetapan nilai
pajak terutang
- Penghitungan pajak
reklame rokok pada
warung dan kios
- Penetapan jumlah
pajak reklame rokok
pada warung dan kios
Ordinal Wawancara Peraturan
Daerah,
Peraturan
Bupati
Penagihan atau
penerimaan
setoran pajak
- Prosedur pelaksanaan
penerimaan setoran
pajak reklame rokok
warung dan kios
- Prosedur pelaksanaan
penagihan pajak
reklame rokok
warung dan kios
- Prosedur pelaksanaan
pengawasan
pemungutan pajak
reklame rokok warung
dan kios
Ordinal
Wawancara
Peraturan
Daerah
Sumber : Ikhsan dan Salomo, 2002. Data diolah Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
31 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan Kuantitatif adalah penelitian yang bersifat
deduktif, dimana peneliti menempatkan teori sebagai titik tolak utama dalam
kegiatan penggalian informasi dan kebenaran (Neuman, 2003, h.46). Pendekatan
kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang menekankan pada prosedur
ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Alasan penggunaan
pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini adalah karena penelitian ini berusaha
untuk menjelaskan suatu gejala atau permasalahan serta berusaha untuk
menemukan hukum-hukum atau pola-pola umum / universal. Pendekatan
kuantitatif menjadikan teori sebagai pedoman penting dalam merencanakan
penelitian. Teori dalam hal ini memberi pedoman tentang kerangka berpikir yang
harus dimiliki peneliti, data apa saja yang harus dikumpulkan oleh peneliti.
3.2 Jenis Penelitian
3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif karena
penelitian ini berusaha menggambarkan secara sistematis situasi dan masalah di
dalam pelaksanaan pajak reklame atas reklame rokok. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Neuman yang menyebutkan bahwa
Descriptive research present a picture of the specific details of situation, social
setting, or relationship. The outcome of a descriptive study is a detailed picture
of the subject” (Neuman, 2003).
Hal ini menjelaskan bahwa penelitian deskriptif menyajikan rincian yang
spesifik tentang situasi, latar sosial atau hubungan misalnya seperto memperlajari
masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta proses
yang sedang berlangsung. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun
fakta.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
32
Universitas Indonesia
3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian
Berdasarkan manfaat dari penelitian, penelitian ini merupakan penelitian
murni, dimana penelitian ini ditujukan untuk pengembangan ranah keilmuan
pengetahuan perpajakan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Neuman bahwa
penelitian murni memperluas pengetahuan dasar mengenai sesuatu.
Basic research advances fundamental knowledge about the social world. It
focuses on refutingorsupporting theories that explain how the social world
operates, what make things happen, why social relation are a certain way, and
why society changes. (Neuman, 2003)
Pertanyaan penelitian murni sekilas tidak menjawab secara konkrit permasalahan
yang ada di lapangan, namun penelitian murni menyediakan suatu landasan
berfikir bagi penelitian praktis untuk memecahkan masalah. Tetapi penelitian ini
diharapkan menjadi landasan berpikir bagi penelitian lain di masa depan
mengenai implementasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios
di Kabupaten Bogor dan bagaimana pengaturannya terkait dengan fungsi
regulerend dari pajak.
3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian termasuk ke dalam penelitian cross-
sectional research, karena dilakukan pada satu waktu tertentu yaitu pada saat
peneliti melakukan penelitian hingga penelitian tersebut selesai dilakukan. Seperti
yang diyatakan oleh Bailey dan Babbie yang menyebutkan bahwa :
Most survey studies are in theory cross-sectional, even though in practice it
may take several weeks or months for interviewing to be completed.
Researchers observe at one point in time. (Moleong, 2004, h.7)
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu Maret 2011 hingga Juni 2011,
dimana reklame rokok pada warung dan kios semakin banyak di Kabupaten
Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
33
Universitas Indonesia
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitinan ini adalah studi
kepustakaan dan studi lapangan. Teknik pengumpulan data ini dijelaskan secara
mendalam sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan melalui pengumpulan literature buku dan data
yang relevan dengan penelitian, seperti buku-buku, literature, jurnal, artikel,
baik media cetak maupun elektronik.
b. Studi Lapangan
Studi Lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam
(interview) dan analisis data sekunder. Obsevasi merupakan metode paling
dasar untuk memperoleh informasi,bila digunakan secara efektif, pengamatan
merupakan metode kunci untuk mengumpulkan data yang sahih dan
terpercaya. Prinsip pengamatan mendasari semua metode yang digunakan
oleh ilmuwan dalam pengumpulan data (Kartono, 1996, p.157). Wawancara
mendalam menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara
yang memuat hal-hal yang ingin diketahui dan dibutuhkan peneliti terkait
dengan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan pertanyaan terbuka
sehingga informan dapat menjawab secara bebas menurut pengetahuannya.
Selain itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi
juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki
oleh responden yang bersangkutan (Gulo, 2003, p.119).
Berdasarkan definisi ini, wawancara dilakukan berupa interaksi verbal dengan
tujuan untuk mendapatkan informasi dan dilaksanakan dengan mengeliminasi
materi yang tidak berkaitan dengan penelitian. Untuk melakukan wawancara
mendalam, diperlukan pedoman wawancara. Pedoman wawancara adalah daftar
pertanyaan terbuka yang tidak membatasi jawaban dari informan sehingga
informan dapat memberikan jawaban sesuai dengan persepsi dan pengetahuan
yang dimilikinya. Pedoman wawancara tidak bersifat mengikat sehingga jika
dalam wawancara terdapat hal di luar pertanyaan yang dibahas namun memiliki
keterkaitan dengan tema penelitian akan dijadikan bahan analisis oleh peneliti.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah dipilih oleh peneliti terkait
dengan topik penelitian.
Dalam penetapan narasumber / informan, peneliti memiliki kategori untuk
Adapun pemilihan narasumber / informan dalam penelitian ini,didasarkan atas
keterkaitan narasumber / informan dengan tema yang diteliti oleh peneliti.
Neuman mengemukakan bahwa kategori dari narasumber / informan adalah :
The ideal informants has four characteristic :
a. The informant is totally familiar with the culture
b. The individual is currently involved in the field
c. The person can spend time with the researcher
d. Non-analytic individual. (Neuman, 2003)
3.3 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis
data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan pengumpulan data,
sehingga tidak ada panduan yang baku dalam melakukan analisis data. Sesuai
dengan pengertian analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh
Irawan, yaitu :
Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis
transkrip interview, yang kesemuanya itu Anda kumpulkan untuk
meningkatkan pemahaman Anda terhadap suatu fenomena dan membantu
Anda kepada orang lain. (Irawan, 2006, h.73)
Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti mengumpulkan dara-data terkait
dengan penelitian baik berupa data empiris maupun hasil wawancara informan
yang relevan. Analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Data-data
yang diperoleh tidak dipaparkan seluruhnya, namun data yang terkait dengan
penelitian saja yang dipaparkan. Peneliti juga memperhatikan waktu dari data
tersebut didapatkan sehingga data yang dipaparkan adalah data yang terkait dan
paling baru.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
35
Universitas Indonesia
3.4 Narasumber
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara. maka
peneliti memerlukan informan / narasumber sebagai sumber data untuk
melengkapi penelitian ini. Sesuai dengan karakteristik menurut Neuman, maka
peneliti menetapkan beberapa informan / narasumber, antara lain :
1. Bagian Perizinan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor untuk
mendapatkan informasi mengenai proses perizinan pemasangan reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
2. Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor untuk
mendapatkan informasi mengenai standarisasi penyelenggaraan reklame
rokok di warung dan kios Kabupaten Bogor dan pengendaliannya.
3. Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan
dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, untuk mendapatkan informasi tentang
pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame rokok yang berada di warung
dan kios Kabupaten Bogor.
4. Bagian Penagihan Pajak Daerah Dinas Pendapatan Dinas Pendapatan
Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, untuk mengetahui
penerimaan setoran pajak reklame atas reklame rokok yang berada di warung
dan kios Kabupaten Bogor beserta pengawasannya.
5. PT. Djarum, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur
yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola perusahaan
yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
6. CV. Sheilla Advertising, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai
prosedur yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola
perusahaan yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
7. CV. Wahyu, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur
yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola perusahaan
yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
8. Edi Sumantri, Akademisi, untuk mengetahui konsep dasar pajak reklame atas
reklame rokok berbentuk warung dan kios.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
36
Universitas Indonesia
3.5 Site Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai analisis implementasi pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios ditinjau dari ketentuan pajak
daerah di Kabupaten Bogor. Site penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Badan
Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bogor.
3.6 Pembatasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai salah satu pajak daerah
yaitu pajak reklame. Reklame yang dijadikan objek dari penelitian ini adalah
reklame rokok yang ada pada warung dan kios yang perpajakannya ditetapkan
oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Bogor selama tahun 2010-2011. Warung dan
kios yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tempat yang mudah diakses oleh
konsumen untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, seperti warung, toko,
dan rumah makan.
Hal yang akan diteliti adalah implementasi tahapan administrasi pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, proses
pengawasan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, dan
kendala yang muncul dalam penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor ditinjau dari Peraturan Daerah yang terkait, praktek
pelaksanaannya dan juga teori akademik yang digunakan untuk menganalisis
permasalahan tersebut.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
37 Universitas Indonesia
BAB 4
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
PENYELENGGARAAN REKLAME DI KABUPATEN BOGOR
Dalam proses penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, terdapat tiga
instansi yang berwenang dalam memberikan pelayanan. Ketiga instansi tersebut
adalah Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Bogor, dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang
Daerah Kabupaten Bogor. Ketiganya instansi ini memiliki peran yang berbeda
dalam proses penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor.
4.1 Badan Perizinan Terpadu
Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor merupakan instansi yang berada
di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor yang beralamat di Jalan Tegar Beriman
No. 40, Cibinong Bogor. Instansi ini didirikan untuk mewujudkan pelayanan
prima kepada masyarakat di Kabupaten Bogor dalam hal pemberian perizinan
yang mendukung pengembangan Kabupaten Bogor. Hal tersebut sesuai dengan
visi dari Badan Perizinan Terpadu, yaitu “Terwujudnya Pelayanan Prima Untuk
Menjamin Iklim Penanaman Modal Yang Kondusif dan Berdaya Saing”.
Pengertian pelayanan prima disini adalah pelayanan yang sesuai dengan
asas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara, kepentingan umum,
keterbukaan, proporsionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas dalam hal
pemberian perizinan. Iklim yang kondusif berarti iklim yang mendorong kearah
terciptanya keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh
aparatur pemerintah pada masyarakat dan keterpaduan kordinasi dalam proses
pemberian dokumen perizinan. Pelayanan pada Badan Perizinan Terpadu
menganut pada kaidah-kaidah kesederhanaan, kejelasan, dan kepastian,
keamanan, keterbukaan, efisiensi, keadilan dan ketepatan waktu.
Untuk mencapai visi tersebut, maka visi tersebut perlu dijabarkan lebih
lanjut dalam misi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh
Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor. Misi dari Badan Perizinan Terpadu
Kabupaten Bogor antara lain :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
38
Universitas Indonesia
1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengembangkan potensi
serta peluang penanaman modal.
2. Meningkatkan kualitas sistem informasi, promosi dan kerjasama
penanaman modal.
3. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan.
4. Meningkatkan kualitas SDM, sarana prasarana dan penyelenggaraan
penatausahaan badan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008
tentang Pembentukan Badan Perizinan Terpadu, Badan Perizinan terpadu bertugas
membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah di bidang perizinan dan penanaman modal daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, maka fungsi dari Badan Perizinan Terpadu
Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perizinan dan penanaman modal
2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang perizinan dan penanaman modal
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perizinan dan penanaman
modal
4. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan
5. Pelaksanaan koordinasi pelayanan perizinan
6. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perizinan; dan
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Badan Perizinan Terpadu
berjumlah 93 orang dengan rincian 1 orang Pembina Utama Muda (IV C), 1 orang
Pembina Tingkat 1 (IV B), 3 orang Pembina (IV A), 8 orang Penata Tingkat 1 (III
D), 15 orang Penata (III C), 20 orang Penata Muda Tingkat 1 (III B), 20 orang
Penata Muda (III A), 3 orang Pengatur Tingkat 1 (II D), 2 orang Pengatur (II C), 6
orang Pengatur Muda Tingkat 1 (II B), dan 13 Pengatur Muda (II A).
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
39
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
Sumber : bpt.bogorkab.org
KEPALA BADAN
SEKRETARIS
SUB BAG PROGRAM DAN
PELAPORAN
SUB BAG UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
SUB BAG KEUANGAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
BIDANG PERIZINAN
SUB BIDANG PERIZINAN
USAHA
SUB BIDANG PERIZINAN
NON USAHA
BIDANG PENANAMAN
MODAL
SUB BIDANG PENGEMBANGAN
PENANAMAN MODAL
SUB BIDANG PROMOSI DAN
KERJASAMA
BIDANG DATA DAN PENGENDALIAN
SUB BIDANG DATA
SUB BIDANG PENGADUAN DAN
PENGENDALIAN UPT
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
40
Universitas Indonesia
Struktur organisasi dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Badan Perizinan Terpadu terdiri dari :
1) Kepala Badan
2) Sekretaris BPT, yang dibantu 3 (tiga) Sub Bagian antara lain :
a. Sub Bagian Program dan Pelaporan
b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c. Sub Bagian Keuangan
3) Bidang Perizinan, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara lain :
a. Sub Bidang Perizinan Usaha
b. Sub Bidang Perizinan Non Usaha
4) Bidang Penanaman Modal, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara lain :
a. Sub Bidang Pengembangan Penanaman Modal
b. Sub Bidang Promosi dan Kerjasama
5) Bidang Data dan Pengendalian, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara
lain :
a. Sub Bidang Data
b. Sub Bidang Pengaduan dan Pengendalian
4.2 Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Salah satu instansi yang juga terkait dalam proses pemasangan reklame di
Kabupaten Bogor adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Bogor beralamat di Jl. Komplek Situ Cikaret No. 1
dan 2, Cibinong, Bogor. Dinas ini berupaya untuk mengajak seluruh lapisan
masyarakat Kabupaten Bogor untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola
prasarana yang ada agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini sesuai
dengan visi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, yaitu “
Terwujudnya lingkungan yang bersih, indah, dan tertib serta sehat melalui
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan prasarana dasar perkotaan dan
perdesaan”.
Untuk mewujudkan visi Dinas Kebersihan dan Pertamanan tersebut, maka
visi tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam misi yang sesuai dengan tugas
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
41
Universitas Indonesia
pokok dan fungsi yang diemban oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Bogor. Misi dari Dinas Keberihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
antara lain :
1. Meningkatkan pelayanan di bidang kebersihan lingkungan dengan
pemberdayaan masyarakat
2. Meningkatkan cakupan pelayanan air bersih pedesaan dan pelayanan
penyedotan lumpur tinja
3. Meningkatkan pelayanan masyarakat dalam penyediaan areal lokasi
pemakaman dan penataan Ruang Terbuka Hijau
4. Meningkatkan pemanfaatan media luar ruang dalam menjalin kemitraan
dengan dunia usaha dan masyarakat untuk berdaya saing melalui
pelayanan di bidang reklame.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Dinas Daerah, Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas untuk membantu
Bupati Bogor dalam melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten
Bogor berdasarkan asas otonomi di bidang Kebersihan , Pertamanan dan
Pemakaman serta tuas pembantuan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut,
maka fungsi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan, pertamanan, dan
pemakaman.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebersihan, pertamanan, dan
pemakaman.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
42
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertaman Kabupaten Bogor
Sumber : dkp.bogorkab.go.id
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SUB BAG UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
SUB BAG KEUANGAN
SUB BAG PROGRAM DAN
PELAPORAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
BIDANG SANITASI
LINGKUNGAN
SEKSI SANITASI AIR LIMBAH
SEKSI SANITASI AIR BERSIH
BIDANG KEBERSIHAN
LINGKUNGAN
SEKSI PELAYANAN KEBERSIHAN
SEKSI PENGELOLAAN
SAMPAH
BIDANG REKLAME
SEKSI PENGENDALIAN
REKLAME
SEKSI PENDATAAN
REKLAME
BIDANG PERTAMANAN DAN
PEMAKAMAN
SEKSI PENGELOLAAN PERTAMANAN
SEKSI PENGELOLAAN PEMAKAMAN UPT
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
43
Universitas Indonesia
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor dipimpin oleh Kepala
Dinas dimana dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Sekretariat. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor memiliki 4 (empat) bidang, antara
lain Bidang Sanitasi Lingkungan, Bidang Kebersihan Lingkungan, Bidang
Reklame, dan Bidang Pertamanan dan Pemakaman. Adapun struktur organisasi
dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah sebagai berikut :
1) Kepala Dinas
2) Sekretariat, yang dibantu 3 (tiga) Sub Bagian, antara lain :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Program dan Pelaporan
3) Bidang Sanitasi Lingkungan, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain :
a. Seksi Sanitasi Air Limbah
b. Seksi Sanitasi Air Bersih
4) Bidang Kebersihan Lingkungan, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain :
a. Seksi Pelayanan Kebersihan
b. Seksi Pengelolaan Sampah
5) Bidang Reklame, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain :
a. Seksi Pengendalian Reklame
b. Seksi Pendataan Reklame
6) Bidang Pertamanan dan Pemakaman, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara
lain :
a. Seksi Pengelolaan Pertamanan
b. Seksi Pengelolaan Pemakaman
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
44
Universitas Indonesia
4.3 Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor adalah
instansi yang juga berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor yang
berlokasi di Komplek Pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong, Bogor. Instansi
ini berupaya untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Bogor untuk
berpartisipasi secara aktif dalam mengoptimalkan pendapatan daerah dan
mengelola kekayaan daerah. Hal ini sejalan dengan visi dari Dinas Pendapatan
Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, yaitu “Mewujudkan Penerimaan
Pendapatan Daerah yang Optimal serta Pengelolaan Keuangan dan Barang
Milik Daerah yang Akuntabel”. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka
diperlukan suatu kebijakan operasional yang diimplementasikan secara bertahap.
Penerimaan pendapatan daerah yang optimal disini mengacu kepada
mengarahkan seluruh penggunaan sumber daya yang dimiliki yang meliputi Man,
Money, Material, dan Method untuk mencapai penerimaan dari pendapatan daerah
secara optimal serta perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan
keuangan dan barang daerah yang akuntabel. Optimal disini menunjukan suatu
kondisi terbaik yang dapat dicapai, sedangkan akuntabel menunjukan bahwa
kegiatan dan hasil akhir kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mewujudkan visi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah,
maka visi tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam misi yang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan
Barang Daerah Kabupaten Bogor. Misi dari Dinas Pendapatan Keuangan dan
Barang Daerah Kabupaten Bogor antara lain :
1. Mengoptimalkan penerimaan pendapatan daerah
2. Mewujudkan tata kelola keuangan yang baik untuk mencapai hasil audit
“Wajar Tanpa Pengecualian”
3. Mewujudkan tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik
daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Dinas Daerah, Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah (DPKBD)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
45
Universitas Indonesia
bertugas untuk membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi di bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan
Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, maka fungsi dari Dinas
Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah adalah sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan, keuangan, dan barang
daerah
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pendapatan, keuangan, dan barang daerah
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan, keuangan, dan
barang daerah
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
46
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Sumber : Rencana Strategi DPKBD 2009-2013
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
UPTD UPTD UPT
BIDANG DANA
PERIMBANGAN
SEKSI PBB DAN
BPHTB
SEKSI
BAGI HASIL
SEKSI DAU DAN
PENDAPATAN LAIN
BIDANG PENDAPATAN
ASLI DAERAH
SEKSI PENDATAAN DAN
PENETAPAN
PAJAK DAERAH
SEKSI
PENAGIHAN
PAJAK DAERAH
SEKSI PERENCANAAN
DAN
PENGENDALIAN
PAD
SUB BAGIAN PROGRAM DAN
PELAPORAN
SUB BAGIAN
KEUANGAN
BIDANG PENGELOLAA
N BARANG
SEKSI ANALISIS
KEBUTUHAN
SEKSI INVENTARISASI
DAN ADMINISTRASI
SEKSI PENATAAN DAN
PENDAYAGUNAA
N
BIDANG
KEUANGAN
SEKSI
ANGGARAN
SEKSI PERBENDAHA
RAAN
SEKSI VERIFIKASI DAN
PELAPORAN
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
47
Universitas Indonesia
4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor
Penyelenggaraan reklame yang ada di Kabupaten Bogor diarahkan pada
upaya peningkatan pelayanan dan pemanfaatan potensi dengan memperhatikan
keindahan, ketertiban serta melindungi kepentingan masyarakat. Untuk itu
Pemerintah Kabupaten mempunyai kewenangan untuk melakukan penatan
reklame yang meliputi kebijakan perencanaan, pengaturan, pengawasan,
pengendalian, dan penertiban. Kewenangan mengenai penyelenggaraan reklame
di Kabupaten Bogor diberikan kepada tiga instansi yang terkait, yaitu Badan
Perizinan Terpadu, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Dinas Pendapatan
Keuangan dan Barang Daerah. Tiap dinas memiliki peranan tersendiri dalam
mekanisme penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor.
Untuk melaksananakan mekanisme penyelenggaraan reklame, diperlukan
dasar hukum yang kuat sebagai dasar pelaksanaan penyelenggaraan reklame di
Kabupaten Bogor. Dasar hukum yang terkait dalam penyelenggaraan reklame
adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 6 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Reklame. Peraturan daerah inilah yang melandasi tahapan
penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, termasuk penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios.
Reklame yang dipasangkan di Kabupaten Bogor harus memenuhi prinsip-
prinsip penyelenggaraan reklame yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 6 Tahun 2004 tentang
penyelenggaraan reklame, penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor harus
mengutamakan prinsip kepribadian dan budaya bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan norma keagamaan dan kesusilaan. Selain itu,
penyelenggaraan reklame harus memenuhi aspek keindahan, keserasian,
ketertiban, dan keselamatan masyarakat, serta harus sesuai dengan rencana tata
ruang.
Selain memperhatikan prinsip penyelenggaraan reklame, jenis dan lokasi
penyelenggaraan reklame juga diatur oleh pemerintah Kabupaten. Namun tidak
semua jenis reklame diatur penyelenggaraannya oleh Pemerintahan Kabupaten.
Jenis reklame yang diatur oleh Pemerintah kabupaten antara lain :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
48
Universitas Indonesia
Reklame billboard
Reklame megatron / videotron
/ wall
Reklame neon sign / neon box
Reklame bando jalan
Reklame JPO (Jembatan
Penyebrangan Orang)
Reklame bus shelter
Reklame shop panel
Reklame mini jumbo / mini
billboard
Reklame huruf timbul / letter
sign
Reklame prismatek
Reklame display board
Reklame baliho
Reklame spanduk
Reklame umbul-umbul
Reklame poster
Reklame kendaraan
Reklame merekat / sticker
Reklame balon udara
Reklame selebaran / leaflet
Reklame gimik / flag chain
Reklame rombong / mini kios
Reklame suara
Reklame bioskop film
Reklame profesi
Untuk lokasi penyelenggaraan reklame, Pemerintah Kabupaten Bogor membagi
lokasi reklame menjadi 3 (tiga) lokasi. Lokasi tersebut antara lain lokasi umum,
lokasi selektif, dan lokasi khusus. Lokasi reklame tersebut terdiri dari titik-titik
reklame dimana reklame dapat dipasangkan di titik-titik tersebut. Lokasi yang
umum digunakan oleh penyelenggara reklame adalah lokasi umum.
Lokasi umum merupakan lokasi yang diizinkan untuk semua
penyelenggaraan reklame. Lokasi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu
reklame di dalam sarana dan prasarana wilayah dan reklame di luar sarana dan
prasarana wilayah. Reklame dalam sarana dan prasarana pemerintah merupakan
reklame yang dipasang di fasilitas umum atau tempat umum, seperti shelter,
jembatan penyebrangan, dan sejenisnya. Sedangkan reklame luar sarana dan
prasaran pemerintah merupakan reklame yang dipasang di milik swasta atau
pribadi, seperti di atas bangunan, menempel pada bangunan, halaman atau
perkarangan, dan dalam bangunan. Salah satu contoh dari lokasi umum yang
merupakan reklame luar sarana dan prasarana pemerintah adalah warung dan kios.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
49
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor
Sumber : Data diolah Peneli
Pemohon Reklame
Badan Perizinan Terpadu
Pemeriksaan Administrsatif
Pemeriksaan Lapangan oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Berita Acara
Ditolak
Diterima
SK dan Surat Pengantar
Dinas Pendapatan
Keuangan dan Barang Daerah
SKPD
SSP
COPY
IZIN
Badan Perizinan Terpadu
REKLAME
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
50
Universitas Indonesia
Untuk dapat menyelenggarakan reklame di Kabupaten Bogor,
penyelenggara reklame harus mendapatkan izin tertulis dari Bupati. Pengajuan
izin penyelengagaraan reklame diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui
Badan Perizinan Terpadu. Pada pengajuan izin tersebut, pemohon wajib
memberikan data dan informasi yang diperlukan. Data dan informasi tersebut
meliputi :
a. Surat permohonan bermaterai.
b. Fotokopi KTP.
c. Akte Perusahaan / SIUPTDP
d. Nomor Pokok Wajib Pajak
e. Surat Pernyataan Menanggung Resiko
f. Surat Pernyataan Status Lahan
g. Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar
h. Denah Lokasi, desain, dan perhitungan konstruksi
i. Surat Rekomendasi dari Dinas terkait bagi pemohon baru
j. Surat Izin periode sebelumnya dan Surat Setoran Pajak periode
sebelumnya bagi pemohon lama.
Data dan informasi tersebut diperiksa kelengkapannya dan kebenaran isinya.
Setelah berkas lengkap dan terjamin kebenarannya, pemeriksaan fisik atau
lapangan dilakukan Badan Perizinan Terpadu bersama tim teknis dari Dinas
Kebersihan dan Pertamanan dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah.
Hasil pemeriksaan fisik dan administratif yang sudah dilakukan dilaporkan dalam
bentuk berita acara. Berita acara ini mempengaruhi pengambilan keputusan izin
penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor.
Baik izin yang diterima maupun yang ditolak, Badan Perizinan Terpadu
tetap membuatkan Surat Keputusan. Untuk izin yang ditolak, Badan Perizinan
Terpadu memberikan alasan penolakan permohonan izin reklame. Sedangkan
untuk izin yang diterima, Badan Perizinan Terpadu membuatkan Surat Keputusan
dan Surat Pengantar yang nantinya akan diberikan kepada Dinas Pendapatan
Keuangan dan Barang Daerah untuk dihitungkan pajaknya. Pajak tersebut harus
dibayarkan oleh pemohon izin reklame agar izin dapat diberikan dan
penyelenggaraan reklame bisa dilaksanakan. Setelah pajak dibayar, pemohon
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
51
Universitas Indonesia
memberikan salinan Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Setor Pajak Daerah
ke Badan Perizinan Terpadu sebagai bukti bahwa pajak sudah dibayarkan. Setelah
itu izin reklame dapat diambil oleh pemohon dan reklame bisa diselenggarakan.
Untuk permohonan reklame yang disetujui, izin yang dikeluarkan diberikan
dalam dua jenis reklame, antara lain :
a. Izin penyelenggaraan reklame
b. Izin mendirikan bangun-bangunan reklame
Izin penyelenggaraan reklame dibagi lagi menjadi bentuk sertifikasi dan bentuk
pengesahan. Dalam izin yang diberikan oleh Badan Perizinan Terpadu, dijelaskan
juga jangka waktu perizinan penyelenggaraan reklame diberikan. Untuk jenis izin
penyelenggaraan reklame, jangka waktu yang diberikan paling lama 1 (satu) tahun
dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Sedangkan untuk jenis izin mendirikan bangun-bangunan reklame jangka
waktunya 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun.
Dengan dikeluarkannya izin tersebut, penyelenggara reklame atau
pemegang izin memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan reklame. Hak
yang diterima oleh pemegang izin penyelenggaraan reklame antara lain :
1. Menyelenggarakan reklame sesuai dengan izin yang diberikan
2. Mendapatkan pembinaan dari pemerintah daerah
Hak tersebut dapat dinikmati oleh penyelenggara reklame selama masa izin
berlaku. Namun ada kewajiban yang juga harus dipenuhi oleh pemegang izin,
diantaranya adalah :
1. Mendirikan bangun-bangunan, reklame sesuai rencana pembangunan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Menghentikan kegiatan penyelenggaraan reklame, jika dalam
pelaksanaannya menimbulkan bahaya dan atau kerusakan lingkungan
serta mengusahakan penanggulangannya.
3. Melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Memelihara bangun-bangunan reklame dan atau media reklame serta
perlengkapannnya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
52
Universitas Indonesia
5. Membongkar reklame beserta bangunan konstruksi segera setelah
berakhirnya izin atau setelah izin dicabut.
6. Menanggung segala akibat yang disebabkan penyelenggaraan reklame
yang menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Setelah izin didapatkan, reklame yang dipasangkan harus diawasi dan
dikendalikan. Pengawasan dan pengendalian tersebut dilakukan agar
peyelenggaraan reklame tetap sesuai dengan prinsip dari penyelenggaraan
reklame di Kabupaten Bogor dan menjaga potensi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bogor dari Pajak Reklame yang ditarik dari penyelenggaraan reklame.
4.5 Pengendalian dan Pengawasan Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten
Bogor
Dalam setiap penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, reklame harus
dikendalikan dan diawasi agar penyelenggaraan reklame masih sesuai dengan
prinsip penyelenggaraan reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame. Selain itu, pengawasan dan
pengendalian reklame juga diperlukan untuk menggali potensi Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Bogor dari sektor Pajak Reklame. Tugas pengendalian dan
pengawasan reklame yang dipasang di Kabupaten Bogor ini dilakukan oleh
Bidang Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor atau biasa
disebut sebagai tim teknis.
Pengendalian dan pengawasan dilakukan selama izin reklame berlaku.
Pengawasan dilakukan dengan memperhatikan kondisi reklame di lapangan
dengan data informasi yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bogor.
Pengendalian dan pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui bahwa
penyelenggaraan reklame tidak melanggar larangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten. Larangan dalam penyelenggaraan reklame antara lain
reklame yang dipasang tanpa izin tertulis Bupati dan reklame yang dipasang di
lokasi bebas. Lokasi bebas merupakan lokasi yang sama sekali tidak boleh
diadakan kegiatan reklame. Lokasi tersebut meliputi :
a. Persil-persil kantor milik instansi pemerintah pusat dan atau pemerintah
daerah, TNI, dan POLRI.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
53
Universitas Indonesia
b. Di sekitar tempat atau sarana pendidikan, tempat ibadah, tempat dan
bangunan-bangunan bersejarah atau bersifat monumental, serta kawasan
kantor pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah pada jarak tertentu
c. Pohon-pohon pelindung jalan atau penghijauan jalan.
d. Di atas saluran sungai, tebing sungai / tanggul sungai.
Selain larangan tersebut, ada tiga aspek yang diperhatikan pada
penyelenggaraan reklame yang, antara lain sisi konstruksi, etika, dan estetika.
Inilah yang juga harus dikendalikan dan diawasi dari penyelenggaraan reklame.
Ketiga aspek tersebut dapat dilihat dari :
a. Kesesuaian ukuran, konstruksi, penyajian, dan pesan dengan izin yang
diberikan.
b. Kesesuaian isi reklame dengan norma keagamaan, norma kesusilaan,
ketertiban, dan keselamatan.
c. Kondisi dari reklame tersebut agar tidak mengganggu keselamatan
masyarakat.
d. Kepatuhan penyelenggara reklame dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika dalam penyelenggaraan reklame melanggar ketentuan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, maka Pemerintah melakukan tindakan
penertiban. Penertiban dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penutupan media
reklame dan pembongkaran media reklame. Penutupan media reklame dilakukan
jika izin reklame tidak diperpanjang. Cara lain selain penutupan adalah
pembongkaran. Pembongkaran ini dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame
atau Pemerintah Kabupaten. Namun yang termasuk ke dalam penertiban reklame
adalah pembongkaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. Pembongkaran
oleh Pemerintah Kabupaten dilakukan apabila reklame dipasangkan tanpa izin dan
tidak ditindaki walaupun sudah diberi peringatan sebelumnya. Selain itu,
pembongkaran oleh Pemerintah Kabupaten juga dilakukan untuk reklame yang
sudah berakhir masa izinnya namun tidak dibongkar oleh penyelenggara reklame
itu sendiri meskipun sudah diberi peringatan sebelumnya.
Untuk menjamin pelaksanaan pembongkaran, pada awal penyelenggaraan
reklame penyelenggara juga harus menyetorkan uang jaminan pembongkaran dan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
54
Universitas Indonesia
penyingkiran media reklame. Uang jaminan tersebut nantinya dapat diambil
apabila reklame sudah habis masa izinnya. Namun jika dalam waktu 3 (tiga) bulan
sejak izin reklame berakhir uang jaminan tidak diambil oleh penyelenggara
reklame, maka uang jaminan pembongkaran menjadi milik Pemerintah Kabupaten
untuk melaksanakan pembongkaran. Besar uang jaminan pembongkaran reklame
tersebut ditetapkan sebesar 10% dari nilai konstruksi. Reklame yang dibongkar
oleh Pemerintah Kabupaten harus diambil kembali oleh penyelenggara reklame
paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal reklame dibongkar. Jika jangka waktu
tersebut sudah lewat, maka reklame-reklame tersebut menjadi milik Pemerintah
Kabupaten.
Pelanggaran terhadap penyelenggaraan reklame juga dapat menyebabkan
reklame yang izinnya masih berlaku dicabut atau dibatalkan. Selain izin yang
dicabut atau dibatalkan, beberapa pelanggaran reklame dapat berupa tindakan
pidana. Pelanggaran yang berupa tindak pidana tersebut adalah pelanggaran yang
menyebabkan kerusakan dan atau keselamatan masyarakat. Untuk pelanggaran
tersebut, penyelenggara reklame dapat diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Selain
diberikan hukuman dan denda, penyelenggara reklame juga harus disidik sebagai
upaya untuk menghindari tindakan pidana terulang kembali.
4.6 Pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor
Reklame merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Bogor. Sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, reklame dapat dikenakan Pajak oleh Pemerintah Kabupaten
Bogor karena potensinya memadai untuk dapat dipungut pajaknya. Untuk
pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 18 Tahun 2002 sebagai landasan hukumnya. Pelaksanaan pajak reklame di
Kabupaten Bogor dijalankan oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang
Daerah Kabupaten Bogor.
Pemerintahan Kabupaten Bogor tiap tahunnya selalu menargetkan
pendapatan daerah dari seluruh jenis pajak, termasuk salah satunya adalah pajak
reklame. Sejak tahun 2006, pemasukan dari pajak reklame meningkat tiap
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
55
Universitas Indonesia
tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari target penerimaan pajak reklame yang
meningkat dan tiap tahunnya target yang ditetapkan selalu tercapai. Dibuktikan
dari data tahun 2010, target yang ditetapkan sebesar Rp 9.000.000.000 dan
realisasi penerimaan pajak dari pajak reklame adalah sebesar Rp 9.419.384.033
(DPKBD, 2011).
Tabel 4.1 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011
Tahun Target Penerimaan (Rp) Persentase Kenaikan
2006 6.500.111.000 -
2007 7.500.000.000 15.38%
2008 8.250.000.000 10%
2009 9.000.000.000 9.09%
2010 9.000.000.000 0%
2011 9.500.000.000 5,56%
Sumber : bogorkab.go.id dan DPKBD
Sesuai dengan namanya, Pajak Reklame adalah pajak atas semua
penyelenggaraan reklame oleh orang pribadi maupun badan, khususnya
penyelenggaraan reklame yang berada di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu objek
dari pajak reklame ini ada penyelenggaraan reklame yang ada di Kabupaten
Bogor. Namun tidak semua bentuk reklame di Kabupaten Bogor dapat dikenakan
pajak. Bentuk reklame yang dapat dikenakan pajak antara lain :
a. Reklame papan / billboard /
videotron / megatron dan
media reklame elektronik
lainnya
b. Reklame melekat / sticker
c. Reklame kain
d. Reklame selebaran
e. Reklame berjalan termasuk
pada kendaraan
f. Reklame udara
g. Reklame suara
h. Reklame film / slide
i. Reklame peragaan
j. Reklame rombong /
minikios
Bentuk reklame tersebut yang dapat dipungut pajaknya oleh Pemerintah
Kabupaten. Namun ada objek pajak yang dikecualikan dari pemungutan pajak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
56
Universitas Indonesia
daerah, yaitu penyelenggaraan reklame yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan
atau pemerintah daerah dan penyelenggaraan reklame melalui internet, televise,
radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
Subjek pajak reklame di Kabupaten Bogor adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan reklame di Kabupaten Bogor atau melakukan pemesanan
reklame ke biro iklan untuk memasangkan reklamenya di Kabupaten Bogor.
Sedangkan wajib pajak yang harus membayarkan pajak reklamenya adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklamenya di Kabupaten Bogor.
Dengan begitu, wajib pajak reklame di Kabupaten Bogor dapat berupa orang
pribadi, perusahaan produksi barang dan jasa, maupun biro iklan yang
menyelenggarakan reklame di Kabupaten Bogor.
Dasar dari pengenaan pajak reklame di Kabupaten Bogor adalah nilai sewa
reklame. Nilai sewa reklame ini didapat dari total nilai jual objek pajak dengan
nilai strategis lokasi. Nilai jual objek pajak reklame di Kabupaten Bogor
ditetapkan oleh Bupati melalui Keputusan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 tentang
Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Nilai jual objek pajak reklame ditetapkan dalam
nilai rupiah berdasarkan faktor-faktor :
a. Biaya pemasangan
b. Biaya pemeliharaan
c. Jangka waktu pemasangan
d. Jenis yang dipasang
e. Nilai komersil
f. Dampak terhadap estetika dan ketertiban kota
g. Luas, ukuran, atau jumlah
Nilai jual objek pajak reklame di Kabupaten Bogor terdiri dari nilai jual objek
pajak reklame luar ruang dan nilai jual objek pajak reklame dalam ruang.
Klasifikasi nilai jual objek pajak ini hanya berlaku untuk satu materi, yaitu tulisan
dan / atau visualisasi reklame.
Ada ketentuan khusus dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
reklame untuk beberapa jenis reklame. Ketentuan tersebut antara lain :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
57
Universitas Indonesia
a. NJOP bagi reklame nama atau identitas perusahaan di lokasi perusahaan
tanpa melekat pada bangunan tempat usaha dan lembaga pendidikan
ditetapkan 75% dari NJOP yang seharusnya dikenakan.
b. NJOP bagi reklame praktek dokter swasta, rumah sakit / poliklinik, dan
apotik swasta yang berada di lokasi praktek tanpa melekat pada
bangunan tempat profesi atau usaha ditetapkan 50% dari NJOP yang
seharusnya dikenakan.
c. NJOP bagi reklame rokok dan minuman beralkohol ditambah 25% dari
NJOP yang seharusnya dikenakan.
Sedangkan untuk penetapan nilai strategis lokasi ditetapkan dalam nilai persentase
berdasarkan faktor :
a. Lokasi
b. Frekuensi lalu lintas orang dan kendaraan
c. Kelas jalan
Nilai strategis lokasi di Kabupaten Bogor terbagi menjadi 35 lokasi yang dibagi
menurut kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Nilai strategis pada tiap lokasi
dibagi lagi menurut kelas jalan dan jenis reklame yang dipasangkan. Persentase
nilai strategis lokasi yang digunakan di Kabupaten Bogor sekitar 5% sampai 35%.
Persentase ini dikalikan dengan NJOP untuk mendapatkan nilai strategis lokasi
tersebut.
Untuk mendapatkan jumlah pajak yang harus dibayarkan, tarif pajak
reklame dikalikan dengan dasar pengenaan pajak reklame. Tarif pajak reklame
yang ditetapkan di Kabupaten Bogor adalah sebesar 25%. Tarif ini dikalikan
dengan Nilai Sewa Reklame (NSR) yang didapat dari penjumlahan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) dan hasil perkalian persentase Nilai Strategis Lokasi (NSL)
dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Formulasinya adalah sebagai berikut :
Pajak Reklame = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x (NJOP + NSL)
= Tarif Pajak x (NJOP + (%NSL x NJOP))
Pajak reklame yang terutang tersebut dipungut di wilayah daerah yaitu Kabupaten
Bogor. Masa pajak reklame sesuai dengan jangka waktu yang lamanya sesuai
dengan masa izin pemasangan reklame.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
58
Universitas Indonesia
Penghitungan dan penetapan
Gambar 4.5 Mekanisme Pajak Reklame di Kabupaten Bogor
Sumber : olahan peneliti
NPWPD
Pendaftaran
Wajib Pajak
Permohonan Izin /
Penyelenggaraan
Reklame
Pembayaran Pajak
Reklame
SPTPD
SKPD
SKPDKB /
SKPDKBT /
SKPDN
SSP Pemeriksaan
Objek Pajak
Reklame
Pembayaran
Pajak Reklame
yang Kurang
LUNAS
Penagihan
Pajak
Penyitaan
Objek Pajak
Reklame
Pelelangan
Objek Pajak
Reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
59
Universitas Indonesia
Pendaftaran wajib pajak dilakukan melalui pengisian formulir daftar
induk wajib pajak yang harus diisi jelas, lengkap, dan benar. Dari
pendaftaran tersebut wajib pajak akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib
Pajak Daerah (NPWPD). NPWPD inilah yang harus diberikan pada saat
pengajuan permohonan penyelenggaraan reklame ke Badan Perizinan
Terpadu. Sedangkan untuk proses pendataan wajib pajak dan objek pajak
reklame yang diselenggarakan dilakukan berdasarkan surat pengantar yang
diberikan Badan Perizinan Terpadu.
Wajib pajak harus mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD) dengan jelas, benar, dan lengkap. Kemudian SPTPD tersebut
harus disampaikan kepada Bupati atau pejabat paling lama 10 hari setelah
berakhirnya masa pajak. SPTPD ini digunakan untuk melaporkan
penghitungan pajak dan / atau pembayaran pajak, objek pajak, dan / atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak
daerah. Dengan kata lain, SPTPD tersebut digunakan untuk menghitung
dan menetapkan sendiri wajib pajak yang terhutang dan membayarkan pajak
terhutangnya. Jika sampai batas akhir penyerahan SPTPD wajib pajak tidak
membayarkan pajak terhutang atau kurang bayar, wajib pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan keterlambatan dan ditagih
dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Jika wajib pajak tidak menghitung dan menetapkan sendiri pajak
terhutang dan melaporkan SPTPD sampai batas akhir penyerahan SPTPD,
maka Bupati atau pejabat yang terkait menetapkan pajak terhutang dengan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Wajib pajak harus
membayarkan sejumlah yang ditetapkan dalam SKPD tersebut paling lama
20 hari sejak SKPD diterima. Jika melewati tenggat waktu tersebut, maka
wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per
bulan keterlambatan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah (DPKBD) selaku
pejabat yang ditunjuk Bupati untuk melaksanakan tugas perpajakan di
Kabupaten Bogor, melakukan pemeriksaan terhadap objek dan wajib pajak.
Pemeriksaan terhadap objek pajak dilakukan DPKBD bersama tim teknis
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
60
Universitas Indonesia
untuk menggali potensi pajak reklame yang belum dipungut. Sedangkan
pemeriksaan wajib pajak dilakukan sejak pajak terhutang. Objek yang
diperiksa adalah penetapan jumlah pajak terhutang, apakah pajak terhutang
yang telah ditetapkan kurang bayar, lebih bayar ataupun nihil. Pemeriksaan
juga dilakukan terhadap ketetapan pajak terhutang yang sudah diperiksa
sebelumnya. Hasil dari pemeriksaan wajib pajak berupa penerbitan Surat
Ketetapan, antara lain :
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),
diterbitkan jika hasil pemeriksaan tidak atau kurang dibayardan
SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dan telah ditegur secara tertulis. Untuk kasus tersebut dikenakan
sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan. Selain itu dapat
juga diterbitkan karena kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi
pajak yang terhutang dihitung secara jabatan. Untuk kasus tersebut,
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25% dari pokok
pajak ditambah sanksi 2% per bulan. Pemberian sanksi administrasi
paling lama dilakukan selama 24 bulan sejak saat terutangnya
pajak.
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT), diterbitkan jika ditemukan data baru atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah
pajak yang terhutnang. Atas kasus ini dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak.
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN), diterbitkan jika
jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah pajak
terhutang dengan jumlah kredit pajak.
Kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT harus
dibayar dalam jangka waktu yang ditentukan. Jika tidak dibayar, maka
ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah lagi dengan sanksi administrasi
berupa denda 2% per bulan. Namun apabila wajib pajak melaporkan sendiri
penambahan jumlah terhutang pajak sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan, maka penambahahan sanksi administrasi tidak dikenakan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
61
Universitas Indonesia
Pembayaran dilakukan kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT, atau STPD. Pembayaran dapat dilakukan sekaligus atau lunas
dan dapat pula melalui angsuran dengan persetujuan Bupati atau Pejabat
terkait. Pembayaran melalui angsuran harus dilakukan secara teratur dan
berturut-turut dengan dikenakan bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang
belum dibayar. Selain itu wajib pajak dapat melakukan penundaan
pembayaran dengan persetujuan Bupati atau Pejabat terkait dan persyaratan
sudah terpenuhi sampai batas waktu yang ditentukan. Konsekuensi dari
penundaan pembayaran tersebut adalah pengenaan bunga 2% per bulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
Penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran atau
Surat Peringatan dilakukan sebagai awal tindakan apabila wajib pajak belum
membayar sampai jatuh tempo pembayaran. Surat tersebut dikeluarkan 7
(tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran. Setelah surat teguran
diterbitkan maka wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang dalam
jangka waktu 7 (tujuh) hari setelahnya. Jika tidak dibayar sampe jangka
waktu yang ditentukan dalam surat teguran, maka pajak harus ditagih
dengan surat paksa. Penerbitan surat paksa dilakukan setelah lewat 21 hari
sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan diterbitkan.
Jika pajak tidak dilunasi juga setelah Surat Paksa diterbitkan dalam
waktu 2 x 24 jam dari surat paksa diterbitkan, maka pejabat terkait
mengeluarkan surat perintah pelaksanaan penyitaan kepada juru sita pajak.
Dan apabila masih belum dibayar sampai 10 hari setelah tanggal
pelaksanaan surat perintah penyitaan, maka pejabat terkait meminta
penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang
Negara. Setelah itu, Kantor Pelyanan Piutang dan Lelang Negara
menetapkan hari, tanggal, jam, dan tempat pelaksanaan lelang. Serta juru
sita pajak memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak. Pemerintah
Kabupaten berhak untuk menagih pajak sampai masa kadaluara penagihan.
Kadaluarsa penagihan adalah setelah melampaui jangka waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak saat terutang pajak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
62 Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS
REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN
BOGOR
Reklame merupakan media yang penting bagi pemasaran sebuah produk di
suatu kawasan, salah satunya Kabupaten Bogor yang sedang gencar-gencarnya
membangun wilayahnya untuk lebih maju. Kegiatan penyelenggaraan reklame di
Kabupaten Bogor cukup tinggi, dilihat dari banyaknya reklame yang terselenggara
selama tahun 2010, yaitu sebanyak 10.417 unit reklame ( DPKBD, 2011).
Jumlah ini tersebar di Kabupaten Bogor dengan berbagai jenis isi dan bentuk
reklame. Dari jumlah reklame yang tertayang selama tahun 2010 tersebut, 35%
merupakan reklame yang mempromosikan produk rokok atau sejumlah 3.617 unit
reklame dengan berbagai bentuk reklame yang tersebar ke 40 kecamatan yang ada
di Kabupaten Bogor (DPKBD, 2011). Sedangkan 75% sisanya merupakan total
reklame dari produk lain seperti produk perbankan, perhotelan, telekomunikasi,
dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa reklame rokok cukup mendominasi
Kabupaten Bogor.
Reklame rokok yang tersebar di Kabupaten Bogor tersebut dipasang melalui
berbagai media, salah satunya pada warung dan kios. Untuk tahun 2010, jumlah
reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios dan terdata dengan baik
sebanyak 782 unit atau sekitar 21,6 % dari keseluruhan jumlah reklame rokok
yang diselenggarakan di Kabupaten Bogor (DPKBD, 2011). Jenis reklame rokok
yang terpasang pada warung dan kios selama tahun 2010 didominasi oleh reklame
berbentuk billboard, baik billboard tanam maupun billboard tempel. Reklame
rokok ini biasa digunakan sebagai papan nama warung atau kios, yang dalam
bahasa perusahaan disebut sebagai shopsign. Selain dalam bentuk billboard,
reklame rokok pada warung dan kios juga dipasang dalam bentuk rombong dan
spanduk. Sebagian besar reklame rokok yang terpasang pada tahun 2010, masih
berlaku dan terpasang sampai tahun 2011. Data per Maret 2011, terdapat 88 unit
pemasangan reklame rokok pada warung dan kios baru dan 75 unit reklame rokok
pada warung dan kios yang diperpanjang masa berlakunya (DPKBD, Maret
2011). Dan menurut observasi yang dilakukan peneliti per Agustus 2011, jumlah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
63
Universitas Indonesia
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah lebih banyak
karena banyaknya reklame rokok yang baru dipasangkan di warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Jenis reklame pun bertambah dengan penggunaan jenis
reklame front tempel untuk reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor (DPKBD, 2011)
Tabel 5.1 Rincian Jumlah Reklame Rokok pada Warung dan Kios di
Kabupaten Bogor Tahun 2010
Jenis Reklame Jumlah
Back Billboard Tanam 13
Billboard Tanam 410
Billboard Tempel 320
Front Billboard Tanam 3
Rombong 6
Spanduk 30
Total 782
Persentase reklame rokok pada
warung dan kios terhadap
keseluruhan reklame rokok
yang ada di Kabupaten Bogor
21.6%
Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah, Data diolah Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
64
Universitas Indonesia
Gambar 5.1 Reklame Rokok Jenis Front Tempel
Sumber : Observasi Peneliti
Dari jumlah reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios tersebut,
terlihat bahwa penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios cukup
tinggi. Hal ini juga diakui oleh para penyelenggara reklame rokok melalui
pernyataannya tentang pemilihan warung dan kios sebagai salah satu media
reklame untuk sebagai berikut :
“Pemilihan warung atau kios menjadi point of sales yang terdekat dalam
memaksimalkan komunikasi dengan konsumen kita.” (Wawancara mendalam
dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011)
“Karena warung dan kios adalah langsung menjual produk rokok tersebut.”
(Wawancara mendalam dengan CV. Sheila Advertising, 11 Juli 2011)
Ringkas kata, pemilihan warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame
oleh penyelenggara reklame adalah karena warung dan kios menjadi titik
pemasaran yang terdekat dalam memaksimalkan komunikasi dengan konsumen
karena warung dan kios merupakan tempat masyarakat umum berlalu-lalang
untuk membeli produk sehingga masyarakat umum dapat melihat reklame rokok
yang dipasangkan dan menjadi tertarik pada produk rokok. Selain itu, warung dan
rokok tersebut juga merupakan tempat dimana rokok langsung dijual kepada
masyarakat.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
65
Universitas Indonesia
Penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor pada dua tahun
terakhir ini terkait dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12
Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Perda ini sedikitnya memberi
pengaruh kepada penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor, khususnya
reklame rokok pada warung dan kios pada tahun 2011. Mengenai pengaruh
pemberlakuan Perda KTR di Kota Bogor, BPT menyatakan bahwa :
“Pengaruhnya juga gak terlalu signifikan juga ya. Memang ada sedikit, tapi gak
terlalu signifikan … Mungkin belum karena perda itu baru efektif tahun
kemarin kan yah. Tahun 2010 kemarin efektif pelaksanaan pelarangannya”
(Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan
Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Dengan pernyataan tersebut, BPT mengakui adanya sedikit peningkatan namun
belum terlalu signifikan sampai dengan tahun 2011. Hal ini dikarenakan efektif
pelaksanaan perda tersebut baru dilaksanakan tahun 2010, sehingga peningkatan
penyelenggaraan reklame rokok baru akan terlihat secara signifikan pada tahun
2011-2012. Sedangkan menurut data, peningkatan penyelenggaraan reklame
rokok pada warung dan kios terlihat pada penetapan target penerimaan pajak
reklame Kabupaten Bogor yang meningkat sejak Perda KTR Kota Bogor disahkan
dan dilaksanakan. Pada awal tahun 2010, tidak terdapat kenaikan target
penerimaan karena perda KTR baru saja efektif dilaksanakan. Namun pada akhir
tahun 2010, realisasi penerimaan pajak reklame melebihi target yang ditetapkan
yaitu sebanyak Rp 9.419.384.033 (DPKBD, 2011). Sehingga pada awal tahun
2011 penetapan target penerimaan pajak reklame ditingkatkan dengan presentase
kenaikan 5,56% dari target tahun 2010.
Tabel 5.2 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2008-2011
Tahun Target Penerimaan (Rp) Persentase Kenaikan
2008 8.250.000.000 -
2009 9.000.000.000 9.09%
2010 9.000.000.000 0%
2011 9.500.000.000 5,56%
Sumber : bogorkab.go.id dan DPKB
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
66
Universitas Indonesia
Prediksi peningkatan penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor
tersebut diperkuat dengan pernyataan dari sejumlah penyelenggara reklame rokok
yang memilih Kabupaten Bogor sebagai wilayah penyelenggaraan reklame
pengganti Kota Bogor sejak Perda KTR Kota Bogor berlaku. Alasan pemilihan
wilayah Kabupaten Bogor dikemukakan para penyelenggara reklame rokok
sebagai berikut :
“Dikarenakan masih di perbolehkan pemasangan materi reklame dan wilayah
kabupaten juga jangkauannya cukup luas. Tentunya dengan batasan-batasan
yang diatur oleh penyelenggara perijinan dan Pemda.” (Wawancara mendalam
dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011)
“Kami menganggap kabupaten Bogor sangat berpotensi dalam
penyelenggaraan reklame, terutama rokok setelah Perda KTR berlangsung
karena Kabupaten Bogor berbatasan dengan kota-kota penting seperti Jakarta,
Bekasi, Depok, dan Tangerang.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu,
2 Agustus 2011)
Melalui pernyataan tersebut, alasan dipilihnya Kabupaten Bogor sebagai lokasi
penyelenggaraan reklame rokok sejak pemberlakuan Perda KTR Kota Bogor oleh
para penyelenggara reklame, khususnya pada warung dan kios, untuk wilayah
Bogor disebabkan oleh masih diizinkannya penyelenggaraan reklame rokok oleh
Pemerintah Kabupaten Bogor. Selain itu, dari segi luas wilayah dan letak
strategis, Kabupaten Bogor lebih berpotensi karena lebih luas dan berbatasan
dengan kota-kota penting seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Dengan
berbatasan dengan kota-kota tersebut, sebagian besar jalan yang ada di Kabupaten
Bogor merupakan jalur penghubung untuk menuju Kota Bogor.
Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor
merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien oleh
Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai salah satu sumber pemasukan daerah
melalui pajak reklamenya. Selain itu pelaksanaannya juga harus benar-benar
diawasi karena rokok merupakan produk yang lebih banyak memberikan efek
negatif kepada masyarakat daripada efek positif yang ditimbulkan, terutama jika
dipasangkan pada warung dan kios. Penyelenggaraan reklame di warung dan kios
merupakan bentuk promosi yang tujuan pasarnya luas, mulai dari kalangan muda
sampai yang tua. Jika tidak diawasi dengan benar, selain pemasukan daerah tidak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
67
Universitas Indonesia
optimal, efek negatif reklame juga semakin mudah menyebar. Untuk itu
pelaksanaan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor harus dilaksanakan dengan benar.
Benar atau tidaknya pelaksanaan penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor, tergantung kepada bagaimana Pemerintah
Kabupaten melaksanakan tahapan penyelenggaraan reklame. Terutama
pelaksanaan pajak reklame sebagai salah satu tahapan penyelenggaraan reklame
rokok pada warung dan kios yang membuat penyelenggaraan reklame tersebut
menjadi sebuah potensi bagi pemasukan daerah Kabupaten Bogor. Namun hal
tersebut tidak terlepas dari ketaatan dan kepatuhan penyelenggara reklame dalam
melaksanakan setiap tahapan yang ada. Untuk mengetahuinya, maka analisis
dilakukan pada implementasi tahapan administrasi pajak reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor, proses perizinan dan pengawasan
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios, dan terhadap kendala yang
dialami dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah Kabupaten Bogor.
5.1. Implementasi Tahapan Administrasi Pajak Reklame atas Reklame
Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
Pajak reklame di Kabupaten Bogor merupakan salah satu tahapan yang
harus dipenuhi oleh penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios sebelum
reklame rokok diselenggarakan. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa izin tidak
akan dikeluarkan jika pajak reklame belum dilunasi. Dengan ketentuan tersebut,
terlihat jelas bahwa pajak reklame di Kabupaten Bogor, khususnya pajak reklame
rokok pada warung dan kios, berfungsi sebagai pengatur penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios dan sebagai salah satu sumber pemasukan
daerah dari penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
Reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios jelas merupakan salah
satu objek pajak relame di Kabupaten Bogor. Hal ini diperjelas dalam pasal 2
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 Kabupaten Bogor mengenai Pajak
Reklame bahwa objek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame. Sedangkan
secara prinsip dijelaskan oleh akademisi sebagai berikut :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
68
Universitas Indonesia
“Prinsipnya yang namanya reklame kalau dia mempromosikan suatu barang,
memperkenalkan suatu barang dengan tujuan komersial, itu otomatis
merupakan objek daripada pajak reklame.” (Wawancara mendalam dengan
Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011)
Dengan begitu pajak reklame dapat dikenakan kepada reklame yang digunakan
untuk kepentingan komersil dalam bentuk / jenis dan di tempat apapun. Dengan
pengertian tersebut, maka objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor dapat dipersempit lagi berdasarkan jenis reklame rokok yang
ada di warung dan kios. Jenis reklame rokok tersebut antara lain berupa reklame
billboard tempel, billboard tanam, spanduk, dan rombong.
Pelaksanaan pajak reklame tidak terlepas dari siapa yang akan dikenakan
pajak reklame atau subjek yang akan dikenakan pajak reklame. Jika disesuaikan
dengan pasal 4 dan pasal 5 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 Kabupaten
Bogor mengenai Pajak Reklame,subjek dari pajak reklame rokok pada warung
dan kios adalah penyelenggara reklame rokok. Sedangkan wajib pajak reklame
rokok pada warung dan kios adalah penyelenggara reklame rokok yang
menyelenggarakan reklame rokoknya pada warung dan kios di wilayah Kabupaten
Bogor. Dengan kata lain, perubahan status dari subjek pajak menjadi wajib pajak
adalah ketika penyelenggara reklame rokok melakukan perizinan penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios di wilayah Kabupaten Bogor.
Penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor
adalah perusahaan rokok melalui agen pemasarannya yang berada di Kabupaten
Bogor. Biro iklan juga merupakan penyelenggara reklame rokok pada warung dan
kios, karena perusahaan rokok banyak menggunakan biro iklan untuk
mempromosikan produk rokoknya tersebut, termasuk ke warung dan kios di
Kabupaten Bogor, sehingga pihak yang melakukan proses perizinan adalah biro
iklan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa subjek dan wajib pajak reklame rokok
pada warung dan kios adalah perusahaan rokok dan biro iklan yang dikontrak
perusahaan rokok untuk mengiklankan produk rokoknya ke warung dan kios di
wilayah Kabupaten Bogor.
Untuk menganalisis tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah dilakukan atau belum, maka
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
69
Universitas Indonesia
diperlukan penilaian terhadap tahapan administrasi pajak tersebut. Penilaian ini
dilakukan terhadap DPKBD Kabupaten Bogor karena menurut akademisi
mengatakan bahwa :
“Secara teori kan, official assessment, fiskus aktif, WP pasif. Kalau dia aktif,
dia harus mendata secara keseluruhan seperti itu, dan melakukan penetapan”
(Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011)
Menurut teori yanjg dikemukakan Ikhsan dan Salomo, tahapan administrasi pajak
yang baik dapat dianalisis melalui empat dimensi, antara lain
pendataan/identifikasi subjek dan/atau objek pajak, pemeriksaan wajib dan objek
pajak, penetapan nilai pajak terutang, dan melakukan penagihan atau penerimaan
setoran pajak. Tiap dimensi tersebut memiliki indikator yang dapat menilai
pelaksanaan administrasi pajak reklame, khususnya pajak reklame atas reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
5.1.1. Pendataan / identifikasi subjek dan / atau objek pajak
Proses identifikasi merupakan awal dari pelaksanaan tahapan administrasi
pajak reklame, khususnya pajak reklame atas reklame rokok. Pengidentifikasian
dilakukan terhadap objek dan subjek pajak, terutama subjek pajak yang menjadi
wajib pajak. Tanpa adanya identifikasi yang baik akan menyebabkan Kabupaten
Bogor kehilangan potensi penerimaan pajak reklame, terutama dari reklame
rokok, karena sekitar 35% reklame yang ada di Kabupaten Bogor merupakan
reklame rokok dan jumlah reklame rokok pada warung dan kios yang terdata
selama tahun 2010 sebesar 782 unit (DPKBD, 2011). Selain itu, peran pajak
reklame sebagai pengatur penyelenggaraan reklame, khususnya reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, dipertanyakan apabila identifikasi
tidak dilakukan dengan baik. Sebab jika identifikasi tidak dilakukan dengan benar
akan berdampak kepada penyelenggaraan reklame yang tidak sesuai dengan
aturan.
Hal pertama yang dapat dinilai untuk mengetahui bahwa proses identifikasi
pajak reklame sudah dilaksanakan dengan benar adalah dengan melihat
kelengkapan data mengenai subjek pajak terutama yang sedang berstatus sebagai
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
70
Universitas Indonesia
wajib pajak reklame pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Data mengenai
wajib pajak reklame sangat penting dalam administrasi pajak reklame, karena jika
data tidak lengkap maka DPKBD tidak memiliki informasi yang cukup sehingga
tahapan administrasi pajak reklame selanjutnya tidak dapat dilanjutkan. Data
mengenai wajib pajak diperoleh DPKBD Kabupaten Bogor melalui proses
pendaftaran yang dilakukan oleh para wajib pajak saat masih berstatus sebagai
subjek pajak yang akan menyelenggarakan reklamenya, khususnya reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Proses pendaftaran diatur dalam pasal 13 pada Peraturan Daerah Nomor 18
Tahun 2002 tentang Pajak Reklame. Dalam pasal ini pendaftaran dilakukan
dengan pengisian formulir pendaftaran oleh subjek pajak reklame rokok. Dalam
pelaksaan pendaftaran subjek pajak menjadi wajib pajak di lapangan, pihak
DPKBD menyatakan bahwa :
“Pendaftaran wajib pajak dilakukan ketika subjek pajak reklame rokok baru
pertama kali menyelenggarakan reklame rokok di Kabupaten Bogor. Pendataan
wajib pajak merupakan langkah awal dalam rangkaian administrasi pajak
karena dengan pendaftaran tersebut, subjek pajak akan mendapat NPWPD dan
berubah status menjadi wajib pajak.” (Wawancara mendalam dengan Bagian
Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan
Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011)
Dari pernyataan ini, terlihat bahwa pendaftaran dilakukan ketika subjek pajak
reklame rokok baru pertama kali menyelenggarakan reklame rokok di Kabupaten
Bogor. Dengan melakukan pendaftaran tersebut subjek pajak reklame akan
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) yang menjadi
identitas bahwa subjek pajak tersebut sudah menjadi wajib pajak reklame di
Kabupaten Bogor dan harus melaksanakan kewajiban perpajakan reklamenya.
Berdasarkan data yang dimiliki DPKBD, semua wajib pajak yang
menyelenggarakan reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios yang
terdata sudah mendaftarkan diri ke DPKBD Kabupaten Bogor dan memiliki
NPWPD. Diperjelas kembali oleh DPKBD terkait kelengkapan data wajib pajak
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor yang menyatakan
bahwa :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
71
Universitas Indonesia
“Kalau data belum lengkap dan benar reklamenya gak diproses. Jadi data yang
ada di DPKBD sudah lengkap.” (Wawancara mendalam dengan Bagian
Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan
Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011)
DPKBD menggunakan sistem komputer dalam pendataan wajib pajak reklame,
termasuk wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios. Tiap formulir yang
sudah diisi wajib pajak saat mendaftarkan diri langsung dimasukan ke sistem,
sehingga data tersimpan dan dapat di-update sekiranya ada perubahan mengenai
info wajib pajak. Dan langsung diberikan NPWPD sehingga subjek pajak dapat
melakukan kewajiban perpajakannya.
Selain data mengenai wajib pajak reklame, kelengkapan data objek pajak
reklame rokok pada warung dan kios juga sangat diperlukan untuk mewujudkan
proses pengidentifikasian yang baik. Data ini menjadi sangat penting karena data
objek pajak inilah yang digunakan DPKBD Kabupaten Bogor untuk menetapkan
jumlah pajak reklame terhutang. Jika data tidak lengkap maka Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor akan kehilangan potensi pemasukan daerahnya dari sektor pajak
reklame. Proses pendataan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios
dilakukan saat perizinan penyelenggaraan reklame dilakukan.
Berbeda dengan pendataan wajib pajak, data mengenai objek pajak reklame
rokok pada warung dan kios ini diperoleh DPKBD Kabupaten Bogor melalui
pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak . Mengenai pendataan objek pajak
reklame rokok pada warung dan kios, DPKBD menyatakan bahwa :
“Kalau data objek yang ada di kita itu semua dapatnya dari BPT yang
diberikan melalui wajib pajak dalam bentuk Surat Pengantar. Jadi Kan sebelum
masuk ke DPKBD dan diproses pajaknya semua data harus sudah lengkap di
BPT. Jadi pendataan objek pajak itu dilakukan oleh BPT. Cuman, istilahnya
tetep wajib pajak yang melaporkan, karena wajib pajaknya yang memberikan
itu ke kita. Surat Pengantar itu diberlakukan seperti SPTPD kalau di perda.”
(Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak
Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor,
27 Mei 2011)
Surat Pengantar ini diperoleh Wajib Pajak saat wajib pajak melakukan perizinan
penyelenggaraan reklame di BPT. Dalam perizinan ini, Wajib Pajak yang
merupakan penyelenggara harus memberikan sejumlah berkas yang terkait dengan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
72
Universitas Indonesia
data objek pajak sehingga dalam kelengkapan data objek pajak, BPT berperan
penting karena perizinan dikelola oleh BPT. Perizinan penyelenggaraan reklame
diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Reklame.
Dalam proses perizinan, terdapat berkas yang harus dipenuhi oleh Wajib
Pajak. Mengenai berkas tersebut, Wajib Pajak menyatakan bahwa :
“Pengajuan ke Pihak Pemda dengan lampiran spesifikasi materi yang akan
dipasang, dengan melampirkan surat pengajuan, Surat Kuasa atas Nama PT ke
Perorangan yang mengurus, Copy KTP & TDP, Surat Jaminan Bongkar dan
jangka waktu pemasangan reklame … Penentuan titik lokasi oleh pihak kita
tentunya.” (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011)
Menurut Wajib Pajak, pihaknya harus memberikan spesifikasi materi yang akan
dipasang disertai surat pengajuan, Surat Kuasa atas nama perusahaan kepada
orang yang mengurus, salinan KTP dan TDP, Surat Jaminan Bongkar, dan jangka
waktu pemasangan. Standar perizinan yang ditetapkan BPT, penyelenggara
reklame rokok harus mengisi sejumlah surat yang sudah disediakan oleh pihak
BPT Kabupaten Bogor. Formulir yang sudah disediakan oleh BPT Kabupaten
Bogor adalah :
a. Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame
b. Surat Pernyataan Menanggung Resiko
c. Surat Pernyataan Status Lahan
d. Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar
Formulir dan surat yang sudah disediakan tersebut harus diisi dan disetujui oleh
penyelenggara reklame rokok. Formulir dan surat tersebut harus diberikan
kembali kepada BPT Kabupaten Bogor beserta informasi dan berkas yang terkait
dengan penyelenggaraan reklame rokok tersebut, sehingga yang diberikan oleh
wajib pajak untuk perizinan penyelenggaraan reklame adalah :
a. Surat permohonan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios
yang sudah diisi dan bermaterai
b. Fotokopi KTP penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios
(individu yang mengurus perizinan reklame)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
73
Universitas Indonesia
c. Akte perusahaan / SIUPTDP penyelengara reklame rokok pada warung dan
kios
d. Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan penyelenggara reklame rokok pada
warung dan kios
e. Surat pernyataan menanggung resiko penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios
f. Surat pernyataan status lahan warung dan kios yang digunakan untuk
penyelenggaraan reklame rokok yang sudah dikonfirmasi oleh pemilik
warung dan kios
g. Surat pernyataan menyerahkan uang jaminan bongkar reklame rokok pada
warung dan kios
h. Denah lokasi warung dan kios, desain dan penghitungankontruksi reklame
rokok yang akan dipasang
i. Surat Rekomendasi dari Dinas terkait bagi penyelenggara baru / surat izin
beserta Surat Setor Pajak periode sebelumnya bagi penyelenggara lama.
Berkas-berkas tersebut yang harus diberikan kepada BPT Kabupaten Bogor,
terutama dalam kasus perizinan reklame rokok pada warung dan kios adalah Surat
Pernyataan Status Lahan warung dan kios yang digunakan karena pernyataan dari
pemilik warung dan kios sangat penting dalam perizinan reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor. Kemudian berkas-berkas tersebut diperiksa,
baru kemudian dikeluarkan Surat Pengantar apabila pengajuan reklame rokok
pada warung dan kios tersebut lulus pemeriksaan.
Surat Pengantar yang dikeluarkan BPT Kabupaten Bogor dilaporkan oleh
wajib pajak ke DPKBD. Sesuai dengan pernyataan pihak DPKBD, berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame, Surat Pengantar
dianggap sebagai Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk pajak
reklame. Pada tahap inilah terdapat hal yang membingungkan karena secara
konsep yang dikemukakan oleh akademisi mengatakan bahwa :
“SPT itu sarana pelaporan wajib pajak dalam rangka sistem self assessment …
Tapi kalau yang namanya official assessment, tidak ada kewajiban
menyampaikan SPT.” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17
Juni 2011)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
74
Universitas Indonesia
Penggunaan Surat Pemberitahuan ini identik dengan pajak yang menggunakan
sistem self assessment, sedangkan pajak reklame merupakan official assessment
yang dalam pelaporannya menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak Daerah
(SPOPD). Sehingga Surat Pengantar ini sama fungsinya dengan SPOPD. Selain
itu, pemberian SPTPD dalam perda dapat diberikan paling lambat 10 hari setelah
masa pajak berakhir. Sedangkan dalam prakteknya, penyelenggaraan reklame
tidak dapat dilakukan apabila pajak belum disetorkan, sehingga tidak mungkin
pemberian Surat Pengantar dilakukan setelah 10 hari dari berakhirnya masa pajak
karena masa pajak tidak akan dimulai sampai pajak disetorkan. Pada tahap inilah
yang membingungkan karena terdapat perbedaan antara praktek, konsep dengan
Perda yang berlaku di Kabupaten Bogor.
Sesuai pernyataan pihak DPKBD, DPKBD hanya menerima data-data
infomasi dari BPT melalui Surat Pengantar yang diberikan oleh wajib pajak.
Pendataan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios ini dilakukan setelah
Surat Pengantar dari BPT Kabupaten Bogor masuk ke loket DPKBD Kabupaten
Bogor. Surat Pengantar dari BPT Kabupaten Bogor tersebut berisi mengenai data-
data objek pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, yang
terdiri dari :
Nama pemohon
Isi reklame
Lokasi warung dan kios
Jenis reklame
Ukuran reklame
Jumlah reklame
Nilai strategis
Masa berlaku
Status izin
Reklame dalam / luar
ruangan
Setiap info dari Surat Pengantar ini akan menjadi dasar penetapan pajak reklame
rokok, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, bagi DPKBD Kabupaten
Bogor. Surat Pengantar yang dilaporkan wajib pajak ini disimpan pihak DPKBD
sebagai data objek pajak reklame DPKBD.
Selain menyimpan Surat Pengantar, penyimpanan data objek pajak juga
dilakukan menggunakan program komputer, yaitu menggunakan program
Microsoft Excel. Pemasukan data objek pajak tidak dibedakan antara reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
75
Universitas Indonesia
berisi rokok dengan yang lainnya, tidak juga dibedakan berdasarkan jenis
reklame. Semua dijadikan satu dalam pendataan selama satu bulan. Data objek
pajak reklame yang dimasukan ke program terdiri dari :
Nama Pemasang Reklame
Alamat Pemasang
Isi Reklame
Lokasi Pemasangan
Jenis Reklame
Ukuran
Luas
Jumlah
Masa Pajak
SKPD / Data Potensi Pajak
Untuk membedakan data reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor dengan reklame lainnya adalah dengan melihat pada isi reklame dan lokasi
reklame. Isi reklame dari reklame rokok pada warung dan kios pasti berupa nama
sebuah produk rokok. Sedangkan lokasi reklame rokok pada warung dan kios
bertempat pada warung, toko, rumah makan, kios dan tempat sejenisnya. Contoh
data objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor terlihat
pada tabel 5.3.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
76
Universitas Indonesia
Tabel 5.3 Contoh Tabel Data Objek Pajak Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
No. Nama
Pemasang
Reklame
Alamat
Pemasang
Reklame
Isi
Reklame
Lokasi Pemasangan Jenis
Reklame
Ukuran Luas Jml Masa
Pajak
SKPD
Alamat Desa Kec pj lbr mk Data
Potensi
Pajak 1. PT. Djarum Jl. Raya Sukabumi
Km 1,5 Kec. Ciawi
Produk
Djarum
Wr. Nasi
Sunda Jl.
Ry Jkt Bgr
Pemda
Cibinong Bill Tempel 1 4 1 4 1 Des ‟10 /
Nov „11
859.375
2. CV. Sheilla
Adv.
Jl. Suren Blok H.
No. 2 Perum Budi
Agung Ds. Kd
Badak Tanah Sareal
Bgr
Dji Sam
Soe
Toko Novi Cibinong Bill Tanam 2 1 2 4 1 Mar‟10 /
Feb „11
1.406.250
3. Mega Trend
Pratama
Mulya, PT
Jl.Ir. HR.Djuanda
D.33 Bulak Kapal
Bekasi
A Pache /
Extreem
Warung
Kios Budi
Jl. Ry
Narogong
Klapa-
nunggal
Bill Tanam 1 2 2 4 1 Jan „10/
Des‟10
1.462.500
Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
77
Universitas Indonesia
Tidak semua data objek pajak reklame di-input ke program komputer yang
digunakan oleh DPKBD. Hal ini terlihat pada tidak adanya beberapa komponen
dalam Surat Pengantar pada data program milik DPKBD, seperti nilai strategis
dan jenis reklame dalam / luar ruangan. Perbedaan ini dijelaskan oleh pernyataan
DPKD bahwa :
“Reklame dalam ruang itu kalau pengelolaan izinnya masuk ke kecamatan.
DPKBD hanya mengelola reklame yang perizinannya dilakukan oleh BPT
Kabupaten Bogor.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan
Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Terkait masalah pengidentifikasian ini, kepatuhan wajib pajak dalam
mendaftarkan diri dan melaporkan Surat Pengantar sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan identifikasi ini. Untuk itu, wajib pajak menyatakan bahwa :
“Saat pengantar pajak reklame sudah ada di tangan kita, maka kita langsung ke
DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah) untuk
mendaftarkan diri kita sebagai Wajib Pajak yang mematuhi aturan untuk
membayar pajak sesuai dengan pengantar pajak yang telah diberikan oleh BPT.
Seperti kata pepatah,”Orang Bijak Taat Bayar Pajak”. (Wawancara mendalam
dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa wajib pajak sudah mendaftarkan
diri sebagai wajib pajak dan menyampaikan Surat Pengantar begitu surat berada di
tangan wajib pajak.
5.1.2. Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak
Dimensi selanjutnya yang dianalisis adalah pemeriksaan wajib dan objek
pajaknya. Analisis ini dilakukan dengan melihat prosedur pemeriksaan terhadap
wajib pajak maupun objek pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Bogor melalui instansi terkait. Dalam peraturan daerah tentang penyelenggaraan
reklame maupun pelaksanaan pajak reklame, tidak dijelaskan secara mendetail
mengenai pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak maupun objek pajak.
Namun dalam prakteknya pihak DPKBD menjelaskan bahwa :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
78
Universitas Indonesia
“Pemeriksaan dilakuin sama tim teknis. Tim teknis itu ada dari DKP, ada dari
DPKBD … Pemeriksaannya sebelum membayar pajak dalam proses BPT atau
sudah lengkap datanya.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan
Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011)
Hal ini sesuai dengan konsep dimana sebelum penetapan pajak reklame yang
dilakukan pihak Pemerintah Kabupaten Bogor harus diperiksa terlebih dahulu
kondisi penyelenggara, reklame, maupun lokasinya, yang berarti pemeriksaan
dilakukan pada proses permohonan izin reklame rokok pada warung dan kios oleh
penyelenggara reklame rokok. Hal ini dinyatakan oleh akademisi :
“Pada saat wajib pajak yang melaporkan dengan SPOPD tadi, ini seharusnya
idealnya jangan serta merta dilakukan penetapan. Fiskus sebelum dia
melakukan penetapan, harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.”
(Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011)
Pemeriksaan termasuk ke dalam pasal 38 mengenai pengendalian dan
pengawasan penyelenggaraan reklame dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
No. 6 tentang Penyelenggaraan Reklame. Namun dalam Perda tersebut tidak
dijelaskan secara mendetail mengenai prosedur pelaksanaan pemeriksaannya.
Pelaksanaan pemeriksaan dijelaskan langsung oleh bagian BPT sebagai berikut :
“Front office melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, berkas yang
lengkap diterima di front office. Nah, setelah di front office, nanti baru
dinaikkan ke bagian back office, pemeriksaan berkas di bagian atas di back
office ... Kalau pemeriksaan berkas sudah cukup, baru kita menghubungi tim
teknis dari DKP dibantu oleh BPT dan DPKBD.” (Wawancara mendalam
dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor,
1 Juni 2011)
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pemeriksaan dilakukan secara
administratif juga secara teknis. Untuk pemeriksaan administratif dilakukan oleh
BPT Kabupaten Bogor, dan pemeriksaan teknis dilakukan oleh tim teknis yang
merupakan gabungan dari BPT selaku penerima dan pemegang berkas data,
DPKBD selaku pihak yang memperkirakan potensi pajak yang akan diterima dari
penyelenggaraan reklame tersebut, dan DKP yang memeriksa secara teknis objek
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
79
Universitas Indonesia
reklame. Saat itulah pemeriksaan yang terkait dengan wajib pajak maupun objek
pajak reklame rokok pada warung dan kios dilakukan.
Dari pernyataan BPT sebelumnya juga diketahui bahwa pemeriksaan
administratif sendiri dilakukan dua kali di BPT Kabupaten Bogor. Pemeriksaan
administratif yang pertama dilakukan saat penyelenggara reklame memberikan
berkas yang dijadikan syarat penyelenggaraan reklame kepada BPT di bagian
front office. Tahap pemeriksaan di bagian front office ini merupakan pemeriksaan
pertama yang memastikan berkas perizinan penyelenggaraan reklame yang
diajukan wajib pajak sudah lengkap. Mengenai pemeriksaan administratif yang
pertama ini, BPT menyatakan bahwa :
“Kita terima dulu tapi dalam jangka waktu 1-2 hari harus dilengkapi, baru bisa
kita proses. Idealnya, kita ambil idealnya aja sesuai SOP, kita memberikan atau
menerima di FO itu dalam kondisi lengkap. Karena akan mempercepat proses.
Kalau seperti itu kan akan tertunda-tunda. Hanya kita memberikan kelonggaran
itu apabila untuk yang jauh ya. Kasian dia bolak-balik, daripada ini, yaudah.
Tapi prinsipnya dititipkan berkas dulu, jadi waktu belum kita hitung dulu,
kalau dia belum lengkap.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan
Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011).
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa berkas yang akan diterima hanya berkas
yang sudah lengkap. Namun untuk pemohon dengan kondisi tertentu, berkas akan
diterima sementara dan diberi kelonggaran waktu 1-2 hari untuk melengkapi
berkas yang tidak lengkap. Pemeriksaan administratif ini dilakukan dengan
memeriksa berkas-berkas yang diberikan. Jika ada berkas yang idak lengkap,
maka berkas permohonan belum bisa dilanjutkan sampai penyelenggara
melengkapi berkas tersebut. Apabila berkas sudah lengkap, maka proses
pemeriksaan dilanjutkan ke pemeriksaan administratif yang kedua di bagian back
office BPT Kabupaten Bogor. Pemeriksaan administratif yang pertama ini
berfungsi untuk memastikan bahwa berkas yang terkait dengan data mengenai
penyelenggara reklame maupun reklame rokok yang akan dipasangkan, yang
merupakan wajib dan objek pajak reklame, sudah lengkap.
Pemeriksaan administratif yang kedua dilakukan di back office BPT
Kabupaten Bogor. Pemeriksaan dilakukan setelah berkas data permohonan
reklame sudah dilengkapi oleh penyelenggara reklame atau wajib pajak. Di back
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
80
Universitas Indonesia
office, pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan memeriksa ke-valid-an berkas
terutama yang terkait dengan data mengenai wajib pajak tersebut. Jika berkas
yang diberikan sudah benar, maka dilanjutkan dengan proses pemeriksaan teknis.
Jika berkas dinilai memiliki kekurangan maka proses pemeriksaan tetap
dilanjutkan ke pemeriksaan teknis tetapi dengan catatan bahwa berkas tersebut
memiliki kekurangan yang menjadi poin penting dalam pemeriksaan teknis dan
dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan.
Terdapat perbedaan pemeriksaan administratif antara penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios yang baru dengan penyelenggaraan reklame
rokok perpanjangan yang dijelaskan oleh pihak BPT, yaitu :
“Perbedaan antara penyelenggara perpanjangan maupun baru itu ada di data
yang diberikan. Pada penyelenggara baru, harus memberikan surat
rekomendasi dari dinas terkait dengan penyelenggaraan reklame. sedangkan
pada penyelenggara perpanjangan, harus memberikan surat izin periode
sebelumnya dan SSP periode sebelumnya” (Wawancara mendalam dengan
Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni
2011)
Dari pernyataan tersebut, pada penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan
kios yang baru, penyelenggara harus memberikan surat rekomendasi dari Dinas
terkait. Sedangkan pada penyelenggaraan reklame perpanjangan, pemeriksaan
dilakukan dengan mengecek surat izin periode sebelumnya dan surat setoran pajak
periode sebelumnya. Adanya berkas ini pada penyelenggaraan reklame
perpanjangan menunjukkan bahwa reklame yang diajukan merupakan reklame
perpanjangan, dan tidak memiliki masalah perpajakan sebelumnya. Berkas
pemohon lama ini juga dapat dijadikan bahan pemeriksaan teknis, terutama bagi
pihak DPKBD untuk memperkirakan potensi pajak yang akan diterima. Dengan
pemeriksaan administratif yang kedua ini, kebenaran berkas yang diberikan
menjadi terjamin dan reklame siap untuk diperiksa secara teknis.
Setelah pemeriksaan administratif, berkas permohonan penyelenggaraan
reklame rokok pada warung dan kios diperiksa secara teknis. Seperti yang sudah
dinyatakan sebelumnya oleh pihak BPT, bahwa pelaksanaan pemeriksaan teknis
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
81
Universitas Indonesia
dilakukan oleh DKP dibantu BPT dan DPKBD. Mengenai pemeriksaan teknis,
BPT menjelaskan fungsi dari tim teknis yaitu :
“Tim teknis diperlukan untuk peninjauan lapangan sama dibuatkan berita
acara. Berita acaranya nanti ditandatangani bersama antara DKP dengan BPT,
bahwa itu ada masalah atau tidak ada masalah. Kalau tidak ada masalah, berarti
proses berlanjut. Kalau ada masalah, berarti nanti kita menghubungi kembali Si
Pemohon, bahwa ini ada masalah dan untuk diselesaikan dulu masalahnya.”
(Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan
Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
BPT Kabupaten Bogor selaku pemegang berkas, menghubungi DKP Kabupaten
Bogor dan DPKBD Kabupaten Bogor sebagai tim teknis untuk sama-sama turun
ke lapangan membandingkan kondisi fisik reklame rokok yang akan di pasang dan
kondisi warung dan kios yang akan dipasangkan reklame rokok dengan berkas
yang diterima dan memperkirakan potensi pajak reklame yang akan diterima.
Pemeriksaan teknis dilakukan dengan turun ke lapangan untuk
memperhatikan warung dan kios yang akan dipasangkan beserta reklamenya, atau
reklame yang sudah dipasang apabila reklame tersebut merupakan reklame
perpanjangan. Pemeriksaan teknis tidak hanya dilakukan oleh tim dari DKP saja,
BPT maupun DPKBD Kabupaten Bogor juga turun serta ke lapangan untuk
melihat secara langsung fisik dari reklame rokok dan warung / kios yang akan
dipasangkan. Reklame rokok merupakan jenis reklame yang harus diperhatikan
dari segi teknis karena produk yang direklamekan lebih banyak memberi dampak
negatif kepada masyarakat. Untuk itu sangatlah penting untuk dilakukan
pemeriksaan teknis pada reklame rokok yang akan dipasang pada warung dan kios
karena warung dan kios merupakan media reklame yang mudah untuk dilihat
banyak orang, dari segala umur dan gender sehingga pemeriksaan teknis sangat
diperlukan dalam tahap pemberian izin penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pemeriksaan ini pula yang menentukan
bahwa permohonan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios
tersebut diterima atau tidak. Standar dari pemeriksaan teknis ini dijelaskan oleh
pihak DKP Kabupaten Bogor sebagai berikut :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
82
Universitas Indonesia
“Yang diperiksa dari reklame itu adalah dari etika, estetika dan dari sisi
konstruksi” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Jadi reklame rokok yang akan dipasangkan pada warung dan kios tidak boleh
melanggar etika, estetika, dan konstruksi yang telah ditetapkan Pemerintah
Kabupaten Bogor. Ketiga faktor inilah yang menjadi standarisasi penyelenggaraan
reklame.
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan etika, estetika dan
konstruksi dari reklame rokok yang dipasangkan pada warung dan kios tersebut.
Pengertian dari etika dalam reklame rokok adalah reklame rokok yang
dipasangkan tidak bpleh menimbulkan perdebatan antar individu, kelompok,
maupun masyarakat. Biasanya hal tersebut identik dengan SAR (Suku, Agama
dan Rasis). Terkait masalah etika, DKP menerangkan bahwa :
“Etika, menyinggung SARA. Kan di perda diberitahu juga tentang SARA. Tapi
SARA ini juga luas sih. Misalnya ada kata-kata yang punya Kemungkinan
untuk menimbulkan, perdebatan, slek-slek kecil.” (Wawancara mendalam
dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor,
1 Juni 2011).
Permasalahan etika juga terkait dengan hal yang meresahkan masyarakat sehingga
muncul ketakutan di tengah masyarakat, hal ini juga dilarang dalam standar etika
penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor
Standar teknis reklame yang kedua adalah estetika. Estetika dalam
penyelenggaraan reklame dibagi dua, yaitu estetika terhadap lingkungan dan
estetika terhadap objek reklameya itu sendiri. DKP menerangkan bahwa :
“Sebenarnya kalau secara umum itu, estetika dari objek reklame itu sendiri
dan terkait dengan lingkungan. Jadi kalau dengan adanya reklame itu
mengganggu pemandangan indah sekitarnya maka itu kita arahkan untuk tertib.
Atau yang kedua estetika terkait dengan objek reklamenya itu sendiri. Jadi
sebenarnya kalau dari design visual reklamenya gak terlalu terlihat. Tapi kalau
di Kabupaten Bogor, kita punya kriteria tapi tidak terperinci, hanya secara
norma saja. Kalau terkait dengan norma asusila kita tidak izinkan. Misalnya
reklame kondom, itu tidak kita izinkan pasang” (Wawancara mendalam dengan
Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni
2011)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
83
Universitas Indonesia
Dari pernyataan tersebut, estetika dilihat dari dua sisi. Pertama estetika terhadap
objek reklame itu sendiri dan estetika terkait dengan lingkungan. Contoh dari
reklame rokok yang melanggar estetika terhadap lingkungan adalah reklame yang
mengganggu pemandangan sekitarnya, seperti warna reklame sudah pudar, papan
billboard reklame rokok rusak sehingga tidak indah untuk dipandang dan juga
membahayakan masyarakat, dan pemasangan reklame yang bertindihan sehingga
tidak terlihat rapi. Sedangkan estetika reklame terhadap objek reklamenya
mengacu kepada design visual dari relame tersebut. Kriteria ini tidak diatur secara
terperinci, namun hal ini didasarkan pada norma yang berlaku saja. Misalkan
reklame yang diselenggarakan tersebut harus sesuai dengan norma kesopanan dan
norma susila. Jika ada reklame yang design visual-nya mengarah ke asusila, maka
reklame tersebut tidak sesuai dengan kriteria estetika. Contoh dari reklame rokok
yang tidak sesuai dengan estetika dari objek reklame itu sendiri adalah reklame
rokok yang menggunakan kata-kata tidak sopan, atau menggunakan gambar yang
kurang senonoh.
Standar teknik yang terakhir adalah dari sisi konstruksi. Mengenai standar
konstruksi ini DKP menyebutkan bahwa :
“Kalau yang di warungnya sendiri, ketika ditempel konstruksinya ada tempat
untuk menempel, ada space … Dan tidak menempel pada fasilitas-fasilitas
umum Seperti lampu PJU, terus rambu lalu lintas kalau warungnya itu ada
deket situ. … tidak menghalangi fasilitas umum seperti PJU. Juga seperti
pemasangan reklame rokok dekat tempat-tempat sekolah kita juga tidak
izinkan untuk dipasang.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011).
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa konstruksi dari reklame ini dilihat
dari titik lokasi pemasangan reklamenya terhadap lokasi dan ukuran reklame.
Reklame yang dipasangkan tidak boleh mengganggu pengguna jalan. Pengguna
jalan disini termasuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor. Selain itu, lokasi yang
dipilih tidak boleh berdekatan dengan lingkungan sekolah. Contoh reklame rokok
yang melanggar standar konstrusi adalah reklame rokok yang dipasang menjorok
ke jalan raya sehingga menghalangi pengguna jalan untuk melihat rambu lalu
lintas. Untuk reklame yang seperti contoh tersebut hanya ditindaki dengan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
84
Universitas Indonesia
menggeser posisi pemasangan reklame tersebut. Namun untuk reklame rokok
yang dipasangkan dekat dengan daerah sekolah, reklame tersebut secara
kosntruksi tidak boleh dipasang. Sehingga pemasangan reklame pada lingkungan
sekolah tersebut tidak diizinkan.
Setelah pemeriksaan dilakukan, tim teknis melaporkan Berita Acara kepada
pihak BPT dan dari pelaporan berita acara tersebut ditentukan bahwa reklame
tersebut dapat diselenggarakan atau tidak. Jika berita acara menyatakan bahwa
reklame rokok dapat memenuhi standar yang ditetapkan, maka BPT mengeluarka
Surat Pengantar. Jika tidak BPT menghubungi pemohon bahwa reklame tidak
dapat diselenggarakan. Untuk proses tersebut, jangka waktu yang ditetapkan BPT
Kabupaten Bogor untuk pelaksanaan proses perizinan penyelenggaraan reklame di
Kabupaten Bogor, termasuk reklame rokok pada warung dan kios, adalah 10 hari.
Seperti yang dijelaskan oleh bagian BPT :
“SOP kita kan 10 hari, itu belum kita hitung waktu berjalan kalau
kelengkapannya belum terpenuhi persyaratannya” (Wawancara mendalam
dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor,
1 Juni 2011)
Sehingga waktu yang diperlukan bagi proses perizinan minimal 10 hari. Dalam 10
hari tersebut, diharapkan penyelenggara sudah memenuhi setiap tahapan yang
ditentukan untuk dapat memperoleh izin penyelenggaraan reklame, seperti
melengkapi berkas yang diperlukan. Terkait hal ini, penyelenggara reklame
menyatakan bahwa :
“Setelah diproses di BPT selama 14 hari kerja tersebut, kita kembali lagi ke
BPT untuk mengambil surat pengantar bayar pajak” (Wawancara mendalam
dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Dari pernyataan tersebut, proses di BPT memakan waktu 14 hari sampai Surat
Pengantar diterbitkan. Namun hal ini juga tergantung kepada penyelenggara
reklame selaku pemohon. Semakin cepat penyelenggara melakukan proses
pelengkapan berkas, semakin cepat berkas diperiksa dan semakin cepat pula Surat
Pengantar diberikan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
85
Universitas Indonesia
Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, baik
pemeriksaan administratif maupun pemeriksaan teknis, memastikan bahwa data
wajib dan objek pajak sudah lengkap dan benar. Karena pemeriksaan dilakukan
saat perizinan, maka pemeriksaan ini dilakukan sebelum data masuk ke DPKBD.
Dengan pemeriksaan tersebut, DPKBD tidak lagi melakukan pemeriksaan. Terkait
dengan pemeriksaan ini, wajib pajak menyatakan bahwa pemerintah daerah selalu
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum penetapan pajak reklame
dilakukan. Hal ini dinyatakan sebagai berikut :
“Pemerintah yang bersangkutan atau Pejabat yang berwenang selalu
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum pemberian SKPD tersebut,
bahakan seringnya pada saat berkas masuk dan diproses di BPT, pemerintah
selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan surat
pengantar untuk bayar pajak yang nantinya akan berubah menjadi SKPD. Hal
ini dilakukan, karena untuk menghindari ketidaksesuaian antara data di
lapangan dengan nilai nominal pajak yang harus dibayarkan oleh pihak Wajib
Pajak” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Dari pernyataan tersebut, wajib pajak selalu diperiksa saat berkas masuk dan
diproses di BPT. Dan dilakukan sebelum SKPD diterbitkan sehingga ketika surat
pengantar diberikan ke DPKBD pemeriksaan tidak lagi dilakukan.
Pemeriksaan yang baik jika dilihat dari sisi administrasi pajak terlihat dari
ke-valid-an data wajib dan objek pajak. Hal ini bisa dilihat dari produk dari
pemeriksaan yang telah dilakukan, yaitu penetapan pajak reklamenya. Jika data
sudah lengkap dan benar, Seharusnya penetapan yang dilakukan final dan tidak
memerlukan koreksi sehingga tidak perlu dikeluarkan SKPDLB / SKPDKB /
SKPDKBT. Seperti pernyataan akademisi yang menyatakan bahwa :
“Jika dilihat ternyata beda yang dilaporkan. Periksa lagi. Keluarkan ketetapan
baru. Kalau begitu yang salah sebetulnya fiskus atau wjib pajak? fiskus dong.
Harusnya sebelum dia menetapkan pertama dia harus melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu… Kalau official kita gak boleh percaya dengan wajib pajak,
karena kita akan mengeluarkan produk ketetapan. Sehingga ketetapan yang
dikeluarkan benar, sesuai dengan ketentuan dan final.” (Wawancara mendalam
dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011).
Jadi, selain lengkapnya data mengenai wajib dan objek pajak dan kebenaran dari
data yang sudah terjamin, baiknya pemeriksaan yang dilakukan juga terlihat dari
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
86
Universitas Indonesia
SKPD yang diterbitkan oleh DPKBD Kabupaten Bogor. Jika pemeriksaan
dilakukan secara bertahap dan teliti maka penetapan jumlah pajak di SKPD sudah
benar dan tidak perlu dikoreksi dengan SKPDLB / SKPDKB / SKPDKBT.
Terkait dengan penerbitan SKPD ini, DPKBD menyatakan bahwa :
“Belum ada sampai saat ini kita menerbitkan SKPD koreksi dari SKPD yang
sudah diterbitkan.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan
Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Sehingga sampai saat ini, DPKBD belum pernah menerbitkan SKPD koreksi bagi
SKPD yang sudah diterbitkan.
5.1.3. Penetapan Nilai Pajak Terutang
Tahapan administrasi pajak selanjutnya yang adalah penetapan nilai pajak
yang terhutang. Penetapan pajak terutama pajak reklame juga merupakan tahapan
yang penting karena penetapan ini sangat berpengaruh terhadap jumlah
pendapatan daerah yang akan diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bogor,
khususnya dari pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios. Jika
penetapan dari pajak reklame tidak tepat, selain pemerintah daerah kehilangan
sejumlah potensi penerimaan dari sektor pajak reklame, hal tersebut juga
menunjukkan bahwa pelaksanaan administrasi pajak reklame belum dilaksanakan
dengan baik. Karena itu penetapan pajak reklame, khususnya reklame rokok pada
warung dan kios sebagai salah satu jenis reklame yang cukup besar jumlahnya di
Kabupaten Bogor, harus dilakukan dengan tepat dan benar agar potensi
penerimaan pajak reklame Kabupaten dapat diperoleh secara optimal.
Penetapan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor sama seperti pajak reklame atas reklame lain, yaitu dilakukan
oleh pihak DPKBD Kabupaten Bogor. Tahap penetapan ini diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2002 tentang Pajak Reklame dan Peraturan
Bupati Bogor Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak Reklame.
Penetapan dilakukan oleh bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame
DPKBD Kabupaten Bogor. Mengenai pelaksanaannya, DPKBD Kabupaten bogor
menjabarkan bahwa :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
87
Universitas Indonesia
“Penetapannya dilakukan berdasarkan surat pengantar BPT. Dengan pedoman
surat tersebut, kita membuat SKPD. SKPD ini yang nantinya harus dibayar
oleh wajib pajak.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan
Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Dari penjabaran DPKBD mengenai pelaksanaan penetapan pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios, penetapan dilakukan setelah identifikasi dan
pemeriksaan dilakukan dan ditetapkan berdasarkan data yang terdapat di Surat
Pengantar yang disampaikan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios ke
DPKBD Kabupaten Bogor.
Untuk menganalisis bahwa tahap penetapan sudah dilakukan dengan baik
oleh DPKBD Kabupaten Bogor, dapat diketahui dengan menganalisis
penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor dan proses penetapan jumlah pajak reklame atas reklame rokok
pada warung dan kios. Pada tahap ini, DPKBD Kabupaten Bogor memiliki peran
yang penting selaku pihak yang melakukan penetapan dalam administrasi pajak
reklame, baik penghitungan maupun penetapan jumlah pajak. Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya bahwa untuk menilai tahap penetapan, yang dinilai adalah
kinerja pemerintah karena pajak reklame ini menganut sistem official assessment.
Maka dalam kasus pajak rekalme ini yang dinilai adalah pihak DPKBD
Kabupaten Bogor.
Indikator yang pertama yang menunjukan bahwa proses penetapan sudah
dilakukan dengan baik adalah dengan menganalisis proses penghitungan pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Dasar
hukum dari penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios ini diatur
dalam Bab III tentang Dasar Pengenaan , Tarif, dan Cara PenghitunganPajak
Peraturan Daerah Nomor 18 tentang Pajak Reklame, tepatnya pada pasal 5sampai
dengan pasal 10. Selain pasal tersebut, ketentuan penghitungan pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios juga diperjelas dalam seluruh pasal
Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 mengenai Nilai Jual Objek Pajak
Reklame, dan khusus reklame rokok diperjelas lagi dalam pasal 6. Ketentuan yang
tertera dalam peraturan ini sudah sesuai dengan ketentuan mengenai pajak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
88
Universitas Indonesia
reklame dalam pasal 49 sampai pasal 51 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor sama seperti penghitungan pajak reklame atas reklame lain di DPKBD
Kabupaten Bogor. Mengenai pelaksanaannya DPKBD menerangan bahwa :
“Perhitungannya ya sesuai dengan Perda saja. Gak ada perlakuan khusus. Sama
dengan reklame lain, perhitungannya per objek per lokasi.” (Wawancara
mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas
Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka penghitungan dilakukan sesuai dengan
Perda mengenai Pajak Reklame dan Perbup mengenai Nilai Jual Objek Pajak,
yaitu dengan mengalikan tarif pajak reklame yang ditetapkan di Kabupaten Bogor
yaitu 25% dengan Nilai Sewa Reklame (NSR) yang merupakan Dasar Pengenaan
Pajak dari pajak reklame. Nilai sewa reklame dari semua jenis pajak reklame di
Kabupaten Bogor didapat dari penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
dengan Nilai Strategis Lokasi (NSL). Penghitungan NJOP dan NSL inilah yang
menjadi inti dari penghitungan pajak reklame. Selain itu, penghitungan kedua
nilai penentu pajak reklame ini juga menjadi pembeda antara reklame rokok pada
warung dan kios dengan reklame lain yang dipasang pada media lain, dan juga
membedakan dengan penghitugan pajak reklame pada daerah lain.
Untuk penghitungan NJOP reklame rokok, dasar penghitungannya adalah
luas bidang reklame dikalikan dengan jumlah muka reklame, Masa pajak reklame
sesuai dengan masa pajak tiap jenis reklame dan NJOP jenis reklame. Semua
diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek
Pajak Reklame. Masa penyelenggaraan reklame untuk tiap jenis reklame pasti
berbeda. Untuk reklame rokok pada warung dan kios yang berbentuk spanduk
masa pajaknya adalah satu minggu. Sedangkan untuk reklame rokok pada warung
dan kios yang berbentuk billboard, baik tanam maupun tempel, atau yang
menggunakan sinar depan (front) maupun sinar belakang (back), dan reklame
rombong masa pajaknya adalah 1 tahun. NJOP tiap jenis reklame juga berbeda
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
89
Universitas Indonesia
satu sama lain. Khusus untuk reklame rokok, terdapat penambahan NJOP sebesar
25% dari NJOP. Hal ini juga berlaku pada reklame rokok pada warung dan kios.
Sedangkan untuk peghitungan NSL, dasar penghitugannya adalah NJOP
dari jenis reklame rokok pada warung dan kios dikalikan dengan presentase NSL
yang sudah ditetapkan dalam pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002
tentang pajak daerah. Penghitungan inilah yang membedakan penghitungan pajak
reklame di Kabupaten Bogor dengan daerah lain. Di Kabupaten Bogor, NSL-nya
berupa presentase yang harus dikalikan dengan NJOP sehingga diketahui NSL
dari reklame rokok pada warung dan kios tersebut. Selain itu, presentase NSL ini
juga dibedakan tiap kecamatan dan tiap jenis jalan. Jenis jalan ini dibagi menjadi
empat, antara lain :
a. Jalan tol (bagi daerah yang dilewati jalan tol)
b. Jalan raya utama / propinsi
c. Jalan raya / kabupaten
d. Jalan lain / desa
Presentase tiap jenis jalan berbeda, Presentase lokasi yang sering dilalui banyak
orang lebih tinggi daripada lainnya. Dalam hal ini presentase NSL pada jalan tol
lebih tinggi daripada jenis jalan lain jika kecamatan tersebut dilewati jalan tol.
Jika tidak dilalui jalan tol, jalan raya utama / propinsi menjadi lokasi yang
memiliki presentase terbesar dari pada lokasi dengan jenis jalan lainnya.
Reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor bermacam
bentuknya, mulai dari billboard tanam, billboard tempel, front tanam, back tanam,
spanduk, dan rombong, maka penghitungannya berbeda satu sama lain, khususnya
reklame yang berbentuk spanduk. Untuk membuktikan bahwa jumlah pajak yang
ditetapkan sudah benar, analisis dilakukan dengan menghitung secara manual
sesuai dengan penghitungan yang diatur Peraturan Daerah atas beberapa jumlah
pajak reklame dari tiap jenis reklame berdasarkan data-data yang diberikan,
kemudian disamakan dengan jumlah pajak yang sudah ditetapkan. Berikut adalah
beberapa analisis penghitungan pajak reklame rokok tersebut :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
90
Universitas Indonesia
a. Reklame Billboard Tanam
Lokasi : Warteg Dinda
Kecamatan : Gunung Putri (Jalan Raya Utama / Propinsi (25%))
Masa Berlaku : Juni 2010 – Mei 2011
SKPD menurut data : Rp 1.406.250
Ukuran : Pj. 1 m
Lbr. 4 m
Mk. 1 sisi
NJOP billboard tanam : Rp 900.000/ m2/ tahun
NJOP : (1 x 4 x 1) x 1 thn x Rp 900.000 Rp 3.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 3.600.000 Rp 900.000
NJOP total Rp 4.500.000
NSL : 25% x Rp 4.500.000 Rp 1.125.000
NSR Rp 5.625.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 5.625.000
: Rp 1.406.250
Gambar 5.2 Reklame Rokok Jenis Billboard Tanam
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
91
Universitas Indonesia
b. Reklame Billboard Tempel
Lokasi : Aneka Manisan, Toko
Kecamatan : Megamendung (Jalan Raya Utama / Propinsi (30%))
Masa Berlaku : Januari 2010 – Desember 2010
SKPD menurut data : Rp 893.750
Ukuran : Pj. 4 m
Lbr. 1 m
Mk. 1 sisi
NJOP billboard tempel : Rp 550.000/ m2/ tahun
NJOP : (4 x 1 x 1) x 1 thn x Rp 550.000 Rp 2.200.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 2.200.000 Rp 550.000
NJOP total Rp 2.750.000
NSL : 30% x Rp 2.750.000 Rp 825.000
NSR Rp 3.575.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 3.575.000
: Rp 893.750
Gambar 5.3 Reklame Rokok Jenis Billboard Tempel
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
92
Universitas Indonesia
c. Reklame Billboard Bersinar Tanam (Back)
Lokasi : Rumah Makan Lembah Anai
Kecamatan : Cibinong (Jalan Raya Utama / Propinsi (25%))
Masa Berlaku : Desember 2009 – November 2010
SKPD menurut data : Rp 3.750.000
Ukuran : Pj. 2 m
Lbr. 2 m
Mk. 2 sisi
NJOP billboard bersinar tanam (back) : Rp 1.200.000/ m2/ tahun
NJOP : (2 x 2 x 2) x 1 thn x Rp 1.200.000 Rp 9.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 9.600.000 Rp 2.400.000
NJOP total Rp12.000.000
NSL : 25% x Rp 12.000.000 Rp 3.000.000
NSR Rp15.000.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 15.000.000
: Rp 3.750.000
Gambar 5.4 Reklame Rokok Jenis Billboard Back Tanam
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
93
Universitas Indonesia
d. Reklame Billboard Bersinar Tanam (Front)
Lokasi : Kios Djarum
Kecamatan : Cisarua (Jalan Raya Utama / Propinsi Non-Spanduk (30%))
Masa Berlaku : November 2010 – Oktober 2011
SKPD menurut data : Rp 10.968.750
Ukuran : Pj. 4 m
Lbr. 6 m
Mk. 1 sisi
NJOP billboard bersinar tanam (front) : Rp 1.125.000/ m2/ tahun
NJOP : (4 x 6 x 1) x 1 thn x Rp 1.125.000 Rp 27.000.000
NJOP tambahan : 30% x Rp 27.000.000 Rp 6.750.000
NJOP total Rp 33.750.000
NSL : 25% x Rp 33.750.000 Rp 10.125.000
NSR Rp 43.875.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 43.875.000
: Rp 10.968.750
Gambar 5.5 Reklame Rokok Jenis Billboard Front Tanam
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
94
Universitas Indonesia
e. Reklame Spanduk
Lokasi : Toko Doa Ibu
Kecamatan : Ciawi (Jalan Raya Utama / Propinsi Spanduk (35%))
Masa Berlaku : 18 September 2010 – 1 Oktober 2010 (2 minggu)
SKPD menurut data : Rp 135.000
Ukuran : Pj. 4 m
Lbr. 1 m
Mk. 1 sisi
NJOP spanduk : Rp 40.000/ m2/ minggu
NJOP : (4 x 1 x 1) x 2 minggu x Rp 40.000 Rp 320.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 320.000 Rp 80.000
NJOP total Rp 400.000
NSL : 35% x Rp 400.000 Rp 140.000
NSR Rp 540.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 540.000
: Rp 135.000
Gambar 5.6 Reklame Rokok Jenis Spanduk
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
95
Universitas Indonesia
f. Reklame Rombong
Lokasi : Toko Lina
Kecamatan : Parung (belum jelas)
Masa Berlaku : April 2010 – Maret 2011
SKPD menurut data : Rp 843.750
Ukuran : Pj. 1 m
Lbr. 1,8 m
Mk. 1 sisi
NJOP rombong : Rp 2.000.000/ m2/ tahun
NJOP : (1 x 1,8 x 1) x 1thn x Rp 2.000.000 Rp 3.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 3.600.000 Rp 900.000
NJOP total Rp 4.500.000
1. Jalan Raya Utama / Propinsi (25%)
NJOP total Rp 4.500.000
NSL : 25% x Rp 4.500.000 Rp 1.125.000
NSR Rp 5.625.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 5.625.000
: Rp 1.406.250
2. Jalan Raya / Kabupaten (15%)
NJOP total Rp 4.500.000
NSL : 15% x Rp 4.500.000 Rp 675.000
NSR Rp 5.175.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 5.175.000
: Rp 1.293.750
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
96
Universitas Indonesia
3. Jalan Lain / Desa (5%)
NJOP total Rp 4.500.000
NSL : 5% x Rp 4.500.000 Rp 225.000
NSR Rp 4.725.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 4.725.000
: Rp 1.181.250
Gambar 5.7 Reklame Rokok Jenis Rombong
Sumber : Observasi Peneliti
Dari analisis penghitungan pajak reklame atas beberapa jenis reklame rokok
pada warung dan kios yang ditetapkan oleh DPKBD Kabupaten Bogor, hasil
penghitungan analisis hampir sama seluruhnya dengan ketetapan yang sudah
ditetapkan dalam SKPD. Namun ada jumlah pajak pada SKPD, yaitu dari jenis
reklame rombong, yang tidak sesuai dengan penghitungan analisis. Tidak hanya
pada satu unit reklame rombong yang memiliki perbedaan jumlah, tetapi juga
pada keenam unit rombong yang terdata oleh DPKBD. Jumlah SKPD yang
ditetapkan lebih kecil dari penghitungan analisis. Sedangkan untuk jenis reklame
lain, penghitungan analisis sudah sama dengan jumlah pajak yang sudah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
97
Universitas Indonesia
ditetapkan dalam SKPD. Selain itu reklame yang terdata hanya yang berisi produk
rokok djarum, sedangkan pada observasi ditemukan rombong dengan produk lain.
Indikator kedua untuk menilai tahap penetapan adalah dengan melihat
proses penetapan pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame,
penetapan dijelaskan dalam Bab Penghitungan dan Penetapan, yaitu pada pasal 15
dan 16. Menurut peraturan daerah ini, penetapan dilakukan dalam dua cara, yaitu
dengan penetapan sendiri (pasal 15) dan penetapan oleh pejabat (pasal 16). Dari
sisi teori, pasal 15 Peraturan Daerah ini bertentangan dengan konsep pajak
reklame yaitu official assessment. Penjabaran akademisi mengenai penetapan pada
official assessment adalah :
“Yang punya kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan dan menentukan
besarnya pajak terhutang adalah fiskus” (Wawancara mendalam dengan Bapak
Edi Sumantri, 17 Juni 2011)
Jadi, penetapan pajak reklame menurut sistem tersebut, khususnya reklame rokok
pada warung dan kios, hanya boleh ditetapkan oleh fiskus yang dalam kasus ini
adalah DPKBD Kabupaten Bogor. Namun setelah dikonfirmasi, pihak pendataan
dan penetapan pajak reklame mengatakan bahwa :
“itu sih istilahnya pelaporan dengan surat pengantar itu. pada prakteknya wajib
pajak tidak menetapkan dan menghitung sendiri jumlah pajaknya. Tetep kita
yang melakukan itu.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan
Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011)
Jadi penetapan sendiri pada perda pajak reklame itu hanya istilah dari Surat
Pengantar yang diberikan wajib pajak reklame ke DPKBD. Pada prakteknya,
penetapan juga tetap dilakukan secara jabatan. Sehingga pelaksanaan secara
prinsip sudah benar. namun penggunaan bahasa dalam peraturan daerah agak
tidak sesuai dengan teori pemungutan pajak reklame.
Penetapan pajak reklame dilakukan setelah penghitungan pajak reklame
rokok pada warung dan kios dilakukan. Penetapan dilakukan oleh bagian
Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame DPKBD dengan mengeluarkan SKPD
yang berisi jumlah pajak reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak sebelum
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
98
Universitas Indonesia
izin reklame rokok pada warung dan kios dikeluarkan. Seperti yang sudah
dinyatakan sebelumnya bahwa penetapan jumlah pajak ini sudah final sehingga
sampai saat ini DPKBD tidak pernah melakukan koreksi dengan mengeluarkan
SKPDKB, SKPDKBT, ataupun SKPDLB. Mengenai penetapan pajak reklame,
wajib pajak menyatakan bahwa :
“Jarang sekali terjadi adanya perubahan jumlah pajak reklame, terkecuali
adanya kesalahan penulisan ukuran dan jenis reklame yang akan dipasang
dalam formulir dengan data atau keadaan di lapangan.” (Wawancara mendalam
dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Dari pernyataan wajib pajak, koreksi terhadap jumlah pajak reklame yang sudah
ditetapkan sangat jarang dilakukan. Dan wajib pajak lain pun tidak pernah
menerima surat ketetapan koreksi yang mengubah jumlah pajak reklame yang
sudah ditetapkan.
5.1.4. Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak
Tahap terakhir dalam tahapan administrasi pajak reklame, khususnya
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah penagihan atau
penerimaan setoran pajak reklame. Tahap ini adalah tahapan yang sangat
berpengaruh dalam jumlah pemasukan daerah dari sektor pajak reklame di daerah-
daerah, khususnya pada Kabupaten Bogor. Jika tahap ini tidak dilakukan dengan
baik, maka potensi penerimaan pajak reklame di Kabupaten Bogor dari reklame
rokok pada warung dan kios menjadi tidak maksimal, atau akan banyak potensi
yang hilang. Untuk itu tahapan ini perlu dilakukan dengan baik sehingga semua
potensi pajak yang sudah diperhitungkan pada tahap sebelumnya dapat
terkumpulkan secara optimal.
Terdapat tiga komponen dalam tahapan penerimaan atau penagihan setoran
pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios ini, yaitu prosedur
penerimaan setoran pajak reklamenya, penagihan pajak reklamenya serta
pengawasan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios
di Kabupaten Bogor. Oleh sebab itu ketiga komponen ini menjadi indikator pada
tahap terakhir pelaksanaan administrasi pajak reklame rokok pada warung dan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
99
Universitas Indonesia
kios di Kabupaten Bogor. Dari ketiga indikator ini dapat diketahui apakah tahapan
ini sudah dilakukan dengan benar dan dapat mengumpulkan seluruh potensi
pemasukan daerah dari sektor pajak reklame terutama dari reklame rokok pada
warung dan kios secara optimal. Untuk mengetahui hal tersebut, analisis
dilakukan kepada ketiga indikator tersebut.
Indikator pertama yang dianalisis untuk menilai tahapan ini adalah prosedur
penerimaan setoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
Ketentuan mengenai penyetoran pajak reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam
Pasal 18 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame. Dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwa pembayaran pajak atau penyetoran pajak
dilakukan di kas daerah yang ada di DPKBD Kabupaten Bogor, atau tempat lain
yang ditunjuk Bupati. Prosedur penyetoran pajak reklame juga diatur dalam pasal
19 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 bahwa penyetoran dilakukan secara
sekaligus atau langsung lunas. Namun untuk kasus tertentu, bupati atau pejabat
dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur pajak dalam kurun waktu
tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hanya saja, untuk
pengangsuran pembayaran pajak dikenakan tambahan bunga sebesar 2% per bulan
dari jumlah pajak yang belum dibayar dan harus dilakukan secara teratur dan
berturut-turut. Sedangkan dalam prakteknya pihak DPKBD menerangkan bahwa :
“Sistem pemasukannya ada yang melalui disini, ke kas pembantu. Ada juga
yang melalui transfer ke bank berdasarkan rekening kas daerah Kabupaten
Bogor … SKP beres harus bayar, SKP selesai dibuat harus bayar. Berdasarkan
izin … Maksimal sampai akhir bulan” (Wawancara mendalam dengan Bagian
Penagihan Pajak Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten
Bogor, 27 Mei 2011)
Untuk waktu penyetoran dilakukan sesuai waktu yang ditetapkan dalam SKPD.
Batas waktu akhir untuk penyetoran pajak reklame adalah akhir bulan setelah
bulan SKPD terbit. Jadi jangka waktu penyetoran pajak reklame, khususnya
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah sejak SKPD
diterbitkan oleh DPKBD sampai pada akhir bulan setelah bulan penerbitan SKPD.
Sedangkan penyetoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor dilakukan wajib pajak sesegera mungkin setelah menerima
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
100
Universitas Indonesia
SKPD dari DPKBD Kabupaten Bogor. Penyetoran dapat dilakukan di kas
pembantu di DPKBD Kabupaten Bogor atau ditransfer ke rekening bank milik kas
daerah. Penyetoran pajak reklame dilakukan secara sekaligus karena begitu SKPD
keluar wajib pajak harus langsung membayar. Sistem ini biasa disebut sebagai
cash and carry, dimana penyelenggaraan reklame dapat dilaksanakan ketika pajak
reklame sudah lunas disetorkan. Karena prosedur perizinan mengharuskan wajib
pajak melampirkan SSPD dalam pengambilan izin penyelenggaraan reklame.
Mengenai hal tersebut BPT juga menyatakan bahwa :
“Bukti pembayaran pajak nanti diserahkan ke BPT, ditukar dengan izin. SSP-
nya dikasi ke BPT, kopiannya ya. Kopian SKPD dan SSPD diserahkan ke BPT
untuk pengambilan izin.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan
Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa dalam prosedur penyelenggaraan
reklame penyetoran pajak reklame sangat penting karena wajib pajak harus
memberikan SSPD kepada BPT Kabupaten Bogor agar izin penyelenggaraan
reklame dapat diterbitkan oleh BPT Kabupaten Bogor. Hal ini diperjelas dengan
pernyataan salah satu wajib pajak :
“Kemudian, kita photo copy SKPD dan SSPD tersebut untuk diserahkan ke
BPT dengan tujuan untuk mengambil izin pemasangan reklame yang pernah
kita ajukan ke BPT setelah izin pemasangan reklame tersebut di tangan kita,
maka kita berhak untuk memasang media reklame tersebut.” (Wawancara
mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Dari pernyataan tersebut, wajib pajak harus menyetorkan terlebih dahulu pajak
reklamenya baru kemudian wajib pajak bisa mendapatkan izin reklamenya.
Prinsip dan prosedur ini membuat semua reklame yang dipasangkan atau
diselenggarakan di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada warung dan
kios, sudah disetorkan pajak reklamenya.
Idealnya, penyetoran dilakukan setelah SKPD diterbitkan. Namun seperti
yang sudah dinyatakan oleh pihak DPKBD Kabupaten Bogor bahwa pihak
DPKBD memberikan kelonggaran waktu sampai akhir bulan untuk menyetorkan
pajak reklamenya. Jika penyetoran melebihi waktu yang diberikan maka akan ada
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
101
Universitas Indonesia
kompensasi dari pihak DPKBD. Pihak DPKBD menggambarkan dengan contoh
sebagai berikut :
“Jadi misalkan di bulan Mei … Kalau dibayar di bulan Juni-Juli atau telat
harus dikenakan denda 2%. Kalau tetep belum bayar, terus menerus nunggak,
2% kali 2% kali 2%” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas
Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Jika penyetoran dilakukan setelah jatuh tempo penyetoran, akan dikenakan sanksi
bunga sebesar 2% dari jumlah pajak terhutang per bulan keterlambatan sesuai
dengan ketentuan dalam perda. Dengan dikenakannya sanksi administrasi ini,
maka wajib pajak memiliki tunggakan pajak reklame terhadap DPKBD
Kabupaten Bogor. Pihak DPKBD tidak memberikan informasi spesifik terutama
terkait dengan penerimaan pajak reklame khususnya dari reklame rokok pada
warung dan kios karena DPKBD tidak membedakan penerimaan pajak reklame
berdasarkan jenis atau tempat reklame diselenggarakan. Namun dengan tidak
adanya tunggakan pajak dari pajak reklame ini menggambarkan penerimaan
daerah dari setoran pajak reklame melebihi target yang telah ditetapkan di awal
tahun untuk tahun 2010. Target yang ditetapkan pada awal tahun merupakan
perkiraan yang ditetapkan oleh DPKBD berdasarkan realisasi penerimaan pajak
reklame selama setahun sebelumnya. Hal tersebut juga diterangkan oleh pihak
DPKBD :
“Kalau tunggakan besar, berarti taat pajaknya nihil, atau kecil. Kalo tunggakan
kecil, berarti dia sudah mengikuti aturan yang ada” (Wawancara mendalam
dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Jika target sudah terpenuhi atau bahkan melebihi target, berarti penerimaan dari
sektor pajak reklame tidak memiliki tunggakan dan potensi dari pajak reklame
menjadi lebih banyak daripada tahun sebelumnya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
102
Universitas Indonesia
Tabel 5.4 Laporan Penerimaan Pendapatan Daerah dari Pajak Reklame
Kabupaten Bogor per 31 Desember 2010
Penerimaan Pajak Reklame
Penerimaan s.d November 2010 Rp 7.886.390.936
Penerimaan Desember 2010 Rp 1.532.993.097
Total Penerimaan Tahun 2010 Rp 9.419.384.033
Target Penerimaan Tahun 2010 Rp 9.000.000.000
Sisa Target Rp 419.384.033 (surplus)
Persentase Pencapaian Target 104,66 %
Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Wajib pajak juga berpengaruh dalam kesempurnaan pelaksanaan
penerimaan setoran pajak ini. Untuk itu pandangan wajib pajak mengenai
prosedur diperlukan dalam penganalisisan. Maka wajib pajak menjabarkan
prosedur penyetoran pajak reklame yang dilakukan sebagai berikut :
“Sebagai bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban pajak reklame tersebut,
maka pihak DPKBD akan memberikan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah)
dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah). Lalu kita bayar jumlah pajaknya, dan
laporkan salah satu rangkap SSPD kembali ke DPKBD.” (Wawancara
mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011)
Jadi, setelah semua tahapan administrasi pajak dilakukan, DPKBD menerbitkan
SKPD beserta SSPD yang nantinya diberikan sebagai bukti penyetoran.
Kemudian penyetoran dilakukan dan salah satu rangkap SSPD di kembalikan ke
DPKBD sebagai bukti pajak telah disetorkan. Prosedur yang dilakukan oleh
wajib pajak dalam penyetoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan
kios sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh akademisi bahwa :
“yang harus dilakukan karena sifatnya official, harus diterbitkan surat
ketetapan … Karena berapa harus dia bayar? Dia harus dikeluarkan ketetapan
terlebih dahulu” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni
2011)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
103
Universitas Indonesia
Dari pernyataan tersebut, tersirat bahwa penyetoran dilakukan setelah dikeluarkan
SKPD dan wajib pajak langsung membayarkan sejumlah SKPD tersebut. Sampai
saat ini, wajib pajak sudah melakukan penyetoran sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh DPKBD.
Setelah menganalisis prosedur pelaksanaan penerimaan setoran pajak
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, indikator selanjutnya
yang digunakan adalah dengan manganalisis prosedur pelaksanaan penagihan
pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Penagihan pajak
reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23 ,
pasal 24 Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2002. Prosedur pelaksanaan penagihan
pajak reklame, terutama reklame rokok pada warung dan kios didasari oleh kelima
pasal ini. Kelima pasal ini disesuaikan dengan Ketentuan Umum Pajak Daerah
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Pada praktek pelaksanaannya, pihak DPKBD menjelaskan
sebagai berikut :
“Kalau wajib pajak itu sudah wajib pajak, dia punya tunggakan, ditindak, kalau
dia tidak punya tunggakan ya kita tidak tindaki.” (Wawancara mendalam
dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011)
Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa penagihan dilakukan apabila wajib
pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyetorkan pajaknya, yang
dalam kasus ini adalah pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Jika wajib pajak taat, maka penagihan tidak perlu dilakukan.
Pelaksanaan penagihan pajak daerah jika terjadi tunggakan, dilakukan
dengan memanggil wajib pajak sebanyak tiga kali. Pemanggilan ini ditujukan
untuk mengingatkan wajib pajak agar segera membayarkan pajak terhutang
beserta sanksi administrasi yang muncul. Pada Peraturan Daerah yang berlaku di
Daerah Kabupaten Bogor, ketika wajib pajak tidak juga menghiraukan panggilan
dari DPKBD Kabupaten Bogor melebihi 21 hari sejak panggilan pertama atau
Surat Teguran diterbitan, maka diterbitkan Surat Paksa. Namun pada praktek
pelaksanaannya, DPKBD belum melaksanakan aturan tersebut. Terkait hal
tersebut pihak DPKBD menjelaskan :
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
104
Universitas Indonesia
“Kita belum sampai ke pemaksaan, surat paksa. Kita belum sampai ke arah
sana. Cuman sektor pajak walaupun nunggak-nunggak-nunggak, kita optimis
menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.” (Wawancara mendalam dengan
Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten
Bogor, 27 Mei 2011)
Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa DPKBD belum pernah sampai pada
tindakan pemaksaan dengan surat paksa. Apabila dilihat pada penyelenggaraan
reklame selama tahun 2010, DPKBD memang tidak pernah melakukan penagihan
pajak reklame khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya tunggakan pajak dari sektor pajak
reklame, khususnya yang berasal dari reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Hal ini juga ada kaitannya terhadap sistem cash and carry yang
dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam penyelenggaraan reklame.
Untuk menyempurnakan pelaksanaan tahapan administrasi pajak,
pengawasan pelaksanaan pemungutan dari pajak reklame juga harus dilakukan.
Pemungutan pajak reklame harus diawasi agar pajak yang terhutang dapat
terpungut seluruhnya dan tunggakan dalam pemungutan pajak reklame dapat
diketahui dan segera ditindaklanjuti. Terkait pelaksanaan penngawasan
pemungutan, DPKBD menyatakan bahwa :
“Otomatis, kan diawasi terus dengan panggilan itu, nah itu udah masuk belum.
Nah, itu di Bu Rini tuh di ceknya. Kan kita sistem jaringan disini. Saya korelasi
dengan pak Dedi, ini udah masuk belum? Kalo belum, kita panggil kembali.”
(Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan
dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011).
Pengawasan ini dilakukan oleh Seksi Penagihan DPKBD Kabupaten Bogor
dengan menggunakan jaringan komputer. Jaringan komputer ini menghubungkan
antara bagian Pendataan, Kas Pembantu Daerah dan Penagihan DPKBD
Kabupaten Bogor. Pergerakan setoran pajak dapat dilihat melalui sistem terrsebut.
Mekanisme pengawasan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok
pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sama seperti pajak reklame lain. Data
mengenai wajib pajak, objek pajak, dan pajak terhutang dimasukan ke jaringan
komputer sehingga bagian Penagihan juga dapat mengetahui jumlah pajak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
105
Universitas Indonesia
terhutang. Kas pembantu selaku tempat penyetoran pajak meng-input penyetoran
yang sudah dilakukan wajib pajak sehingga bagian Penagihan juga mengetahui
setoran pajak sudah masuk atau belum. Dari kedua input tersebut, terlihat mana
yang sudah disetorkan dan mana yang belum. Untuk yang sudah dilunasi, maka
pajak reklamenya dianggap sudah selesai dan tidak perlu ditindaklanjuti.
Sedangkan untuk pajak reklame yang belum dibayarkan, maka akan dibuat surat
yang terkait dan pemanggilan wajib pajak sampai wajib pajak tersebut
menyetorkan jumlah yang terhutang beserta sanksi administrasinya. Meskipun
sampai saat ini belum ada kasus penunggakan pajak, praktek pengawasan
terhadap pemungutan tetap dilakukan setiap harinya oleh bagian Penagihan
DPKBD. Hal ini dilakukan agar setiap SKPD yang dikeluarkan disetorkan
pajaknya.
5.2. Proses Pengawasan Penyelenggaraan Reklame Rokok pada Warung dan
Kios di Kabupaten Bogor
Setelah izin didapatkan, maka reklame rokok pada warung dan kios dapat
diselenggarakan. Selama masa penyelenggaraaan, reklame rokok tersebut harus
diawasi reklame seperti yang diatur dalam pasal 38 sampai pasal 46 Peraturan
Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Kabupaten Bogor tentang Penyelenggaraan
Reklame. Dalam pasal tersebut, pengawasan penyelenggaraan reklame terdiri dari
larangan dalam penyelenggaraan reklame, penutupan relame dan pembongkaran
reklame. Pengawasan penyelenggaraan reklame, termasuk reklame rokok pada
warung dan kios, dilakukan oleh DKP Kabupaten Bogor bagian reklame.
Pengawasan ini dapat menertibkan reklame yang sudah habis masa berlaku
pemasangannya juga terdahap reklame yang tidak sesuai dengan ketetapan yang
ditentukan Pemerintah Kabupaten Bogor. Kaitannya dengan pelaksanaan
administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor, pengawasan penyelenggaraan reklame ini dapat membantu
DPKBD dalam mencegah potensi pajak reklame yang hilang. Untuk itu,
pengawasan penyelenggaraan reklame, terutama reklame rokok pada warung dan
kios sangat penting karena reklame tersebut sangat berpotensi di Kabupaten
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
106
Universitas Indonesia
Bogor. Selain itu reklame rokok ini juga harus ditertibkan mengingat efek yang
ditimbulkan lebih banyak kepada efek negatif daripada efek positifnya.
Tujuan dari pengawasan penyelenggaraan reklame adalah untuk
menertibkan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, khususnya reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Penertiban dilakukan terhadap
reklame yang sudah habis masa penyelenggaraannya dan belum dibongkar oleh
penyelenggara reklame. Penertiban juga dilakukan kepada relame yang melanggar
ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah. Larangan penyelenggaraan reklame
rokok pada warung dan kios yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten diatur
dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame
antara lain :
a. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios tanpa izin tertulis
Bupati
b. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang berada di
lokasi bebas, dimana lokasi bebas adalah lokasi yang sama sekali tidak
diperbolehkan diselenggarakan kegiatan reklame.
c. Pemasangan atau penempatan reklame rokok papan / billboard pada
warung dan kios yang disinari cahaya atau sinar lampu yang mengarah
dan menyilaukan pandangan pemakai jalan
d. Menempatkan atau memasang reklame rokok yang sebagian atau seluruh
papan reklamenya berada di atas jalan
Selain larangan yang ditetapkan tersebut, penertiban juga dilakukan terhadap
reklame rokok pada warung dan kios yang mengalami beberapa kondisi, seperti :
a. Perubahan ukuran, konstruksi, penyajian, dan pesan, sehingga tidak
sesuai dengan izin yang diberikan
b. Tidak sesuai dengan norma keagamaan, kesusilaan, ketertiban, dan
keselamatan
c. Reklame rokok pada warung dan kios tidak dipelihara dengan baik
sehingga dapat mengganggu keselamatan masyarakat
d. Pemegang izin reklame rokok tidak melaksanakan hak dan kewajibannya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
107
Universitas Indonesia
Terkait dengan waktu pengawasan penyelenggaraaan reklame. DKP
menerangkan bahwa :
“Minimal 2 kali yang rutin ditambah yang incidental … Kalau konstruksinya
sudah terlihat mulai membahayakan. Seperti yang tadi disebutkan, yang
menghalangi rambu tiba-tiba, menghalangi pandangan mata, terpasang pada
PJU atau menghalangi lampu PJU” (Wawancara mendalam dengan Bagian
Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor dilakukan secara rutin dan terpogram setiap 2 kali seminggu . Namun
pengawasan incidental juga dilakukan ketika terdapat laporan bahwa kondisi
reklame secara konstruksi sudah membahayakan sehingga harus ditindaklanjuti
secepatnya, misalnya papan billboard reklame rokok pada warung hampir jatuh.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2003, DKP selaku pengawas
penyelenggara reklame dapat menertibkan reklame yang harus ditertibkan tersebut
dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan penutupan reklame dan cara kedua
dengan pembongkaran reklame.
Penutupan dilakukan kepada reklame rokok pada warung dan kios yang izin
penyelenggaraannya tidak diperpanjang. Mengenai penutupan reklame ini, BPT
menyatakan bahwa :
“Kalau ditutup itu menggunakan kain penutup ya, meskipun ada reklamenya
terpasang, tapi tidak dapat dibaca. Biasanya ditutup kain putih atau hitam yang
polos. Sehingga si pesan reklamenya tidak terbaca. Nanti diberi pemberitahuan
sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak diproses perizinannya baru dilakukan
eksekusi, pembongkaran.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan
Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Jadi penutupan ini dilakukan dengan menutup bidang reklame dengan memberi
kain atau dengan mengecat bidang reklame dengan cat putih agar reklame tidak
terlihat masyarakat sampai ada kejelasan status dari penyelenggara reklame.
Dengan kata lain, penutupan reklame ini adalah tindakan dimana reklame
menunggu untuk ditindaki, apakah akan diperpanjang penyelenggaraan
reklamenya atau akan dibongkar.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
108
Universitas Indonesia
Cara penertiban yang kedua adalah dengan melakukan pembongkaran.
Penertiban dengan cara pembongkaran ini dilakukan kepada dua kondisi reklame
rokok pada warung dan kios. Pertama adalah reklame rokok pada warung dan kios
yang tidak memiliki izin penyelenggaraan reklame. Sedangkan kondisi kedua
adalah reklame rokok pada warung dan kios yang sudah habis masa izinnya.
Berdasaran Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
reklame, pembongkaran dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame rokok pada
warung dan kios itu sendiri maupun dibongkar oleh DKP Kabupaten Bogor.
Sebelum dilakukannya pembongkaran, penyelenggara reklame rokok diberikan
peringatan terlebih dahulu untuk membongkar reklame sendiri. Namun jika
penyelenggara tidak juga melakukan pembongkaran, maka DKP Kabupaten
Bogor yang melakukan pembongkaran.
Untuk melakukan pembongkaran reklame rokok pada warung dan kios ini,
diperlukan sejumlah biaya. Dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan reklame, biaya pembongkaran ini merupakan tanggung jawab
penyelenggara reklame terutama pembongkaran yang dilakukan sendiri. Pada
prakteknya, penyelenggara mengaku bahwa :
“Reklame dibongkar sendiri oleh Pihak Pemohon Pajak, dan waktu bongkarnya
kita usahakan tepat waktu, kecuali kondisi khusus dikarenakan vendor kita sdg
Load kerjanya besar, kita biasanya minta retensi maksimal 2 (dua) minggu.”
(Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011)
“Pembongkaran reklame yang dilakukan oleh kita biasanya tepat waktu, karena
apabila lewat dari waktu yang ditentukan, maka Pemda yang akan
membongkarnya.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus
2011).
Dari pernyataan penyelenggara tersebut, penyelenggara sudah melakukan
pembongkaran sendiri dan tepat pada waktunya. Jika pembongkaran dilakukan
oleh pemerintah, ada dua konsekuensi yang muncul. Untuk reklame rokok pada
warung dan kios yang diselenggarakan tanpa izin dan dibongkar oleh DKP
Kabupaten Bogor, maka reklame rokok tersebut menjadi milik pemerintah daerah.
Sedangkan reklame rokok pada warung dan kios yang sudah habis masa izinnya
dan dibongkar oleh DKP Kabupaten Bogor karena penyelenggara tidak
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
109
Universitas Indonesia
melakukan pembongkaran, maka biaya pembongkaran ditanggung oleh
penyelenggara reklame melalui uang jaminan pembongkaran. Namun reklame
rokok yang sudah dibongkar itu boleh diambil kembali oleh penyelenggara
reklame dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal pembongkaran. Jika reklame
rokok tidak diambil sampai jangka waktu yang ditentukan, maka reklame rokok
tersebut menjadi milik pemerintah daerah.
Pada keseluruhan prakteknya, pihak penyelenggara menilai kinerja
pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan reklame sudah cukup baik dan
aktif dalam melakukan tugasnya sebagai instansi pemerintah yang mengelola
penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada
warung dan kios. Hal ini terihat dari pernyataan salah satu penyelenggara reklame
yang menyatakan bahwa :
“Dalam hal pelayanan sudah baik, Adm perijinan maupun Adm pajak yang
dilakukan oleh BPT, DPKBD dan DKP semua dapat diselesaikan dengan cepat
dan teliti” (Wawancara mendalam dengan CV. Sheila Advertising, 11 Juli
2011)
Menurut pihak tersebut proses administrasi yang tidak menyulitkan
penyelenggaraan reklame dan posisi tempat pengurusan penyelenggaraan reklame
yang cukup berdekatan memudahkan penyelenggara dalam mengurus tahap
penyelenggaraan reklame sehingga proses yang dilalui oleh penyelenggara juga
cukup cepat.
5.3. Kendala dalam Proses Penyelenggaraan Reklame Rokok pada Warung
dan Kios di Kabupaten Bogor
Proses dan kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan reklame melalui BPT, DPKBD dan DKP dinilai cukup baik oleh
para penyelenggara reklame atau wajib pajak, namun bukan berarti pihak-pihak
tersebut tidak mengalami kendala sama sekali. Masih ada kendala yang
menghambat jalannya proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan
kios Kabupaten Bogor, baik dari tahap perizinan, tahap administrasi pajak
reklame maupun tahap pengawasan. Kendala ini sangat berpengaruh terhadap
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
110
Universitas Indonesia
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor,
khususnya kaitannya dengan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor. Kendala yang ditemukan ini berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak terkait dan hasil analisis observasi
lapangan yang ditemukan sendiri oleh peneliti.
Kendala dalam proses perizinan penyelenggaraan relame rokok, khususnya
pada warung dan kios, adalah kendala administratif. Kendala administratif yang
ditemukan adalah mengenai kebenaran surat pernyataan status lahan warung dan
kios yang digunakan untuk penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan
kios:
“Agak sedikit berkendala itu masalah itu yang banyak masalah pernyataan
tidak keberatan itu dari tokonya itu. Karena mungkin kalo yang banyak dia
harus menghubungi toko-tokonya itu. sejauh ini kita sih prinsipnya kalau dia
pasang itu ada izin kan dari si pemilik warung. Gak mungkin dia ujug-ujug
pasang tanpa izin pemilik warung” (Wawancara mendalam dengan Bagian
Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Dalam proses penerimaan berkas, semua surat dan dokumen terkait sudah
diberikan secara lengkap termasuk surat pernyataan status lahan warung dan kios
yang sudah ditandatangani oleh pemilik warung dan kios. Namun setelah
dilakukan pemeriksaan ke lapangan, pemilik warung dan kios merasa tidak pernah
menandatangani atau menyetujui pernyataan status lahan dari penyelenggara
reklame. Sehingga hal ini menghambat proses pemeriksaan teknis dalam tahap
perizinan penyelenggaraan reklame. Hal ini pun juga sangat dihindari BPT,
karena BPT juga harus memperhatikan dampaknya ke masyarakat karena reklame
yang dipasangkan harus menguntungkan bagi semua pihak.
Kendala lain yang terkait dalam masalah perizinan reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah kurang tegasnya pihak Pemerintah
Kabupaten Bogor, dalam hal ini DKP Kabupaten Bogor selaku pemeriksa teknis
dan BPT Kabupaten Bogor selaku penerbit izin reklame, dalam pemberian izin
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang berada dekat dengan
lingkungan pendidikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti, masih ditemukan
reklame-reklame rokok yang diselenggarakan pada warung dan kios yang
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
111
Universitas Indonesia
berdekatan dengan lingkungan sekolah. Penyelenggara reklame pun juga tetap
memasangkan reklamenya dengan alasan sudah mendapat izin penyelenggaraan
reklame dari Pemerintah Daerah. Reklame rokok pada warung dan kios yang
berada dekat dengan lingkungan sekolah sangat berdampak negative bagi para
pelajar. Dengan intensitas reklame tersebut untuk dilihat, bahkan warung dan kios
yang dipasangkan reklame rokok tersebut menjadi salah satu tempat bagi pelajar
untuk memenuhi kebutuhan, memberi dampak yang sangat besar dalam
mengundang keinginan para pelajar ini untuk ingin tahu dan keinginan untuk
mencoba produk rokok tersebut. Salah satunya adalah shopsign “Toko Babeh”
yang merupakan reklame rokok jenis billboard tanam yang berada di seberang
SMAN 1 Cibinong, Kabupaten Bogor.
Gambar 5.8 Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Berdekatan
dengan Sekolah
Sumber : Observasi Peneliti
Terkait dengan proses administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor, kendala yang ditemukan adalah terkait
dengan mekanisme atau prosedur dari pajak reklame dari reklame rokok yang
diatur dalam peraturan daerah. Dari analisis peraturan daerah yang mengatur
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
112
Universitas Indonesia
mengenai pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor, terdapat aturan yang
menyalahi konsep dalam pasal 14 dan pasal 15 Peraturan Daerah Nomor 18
Tahun 2002 tentang Pajak reklame yang mengatur bahwa wajib pajak wajib
mengisi SPTPD dan wajib pajak dapat memhitungkan dan menetapkan sendiri
pajak yang terhutang yang kemudian harus dibayar dalam jangka waktu 10 hari
sejak dilaporkannya SPTPD. Secara konsep, hal tersebut bertentangan dengan
sistem yang dianut dalam penetapan pajak reklame yaitu official assessment
system, dimana wajib pajak tidak diharuskan mengisi SPT dan tidak boleh
menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak terhutangnya kemudian
langsung membayarnya tanpa dilakukan pemeriksaan. Sedangkan dalam
prakteknya pun wajib pajak tidak perlu mengisi SPTPD untuk melaporkan
informasi objek pajak dan wajib pajak tidak menghitung dan menetapkan sendiri
jumlah pajak terhutangnya. Sehingga mengesankan bahwa praktek pelaksanaan
tidak sejalan dengan peraturan yang mengatur.
Selain beberapa pasal yang menyalahi konsep, proses penetapan pajak
reklame yang terhutang yang diterapkan DPKBD Kabupaten Bogor juga
menghambat pelaksanaan pemungutan pajak reklame yang optimal. Penetapan
pajak reklame yang final tanpa diperiksa kembali penetapannya, terutama jika ada
penetapan yang salah, mengakibatkan pemerintah daerah kehilangan potensi yang
diterima. Seperti pada penetapan pajak reklame atas reklame rokok pada warung
dan kios yang berjenis rombong. Berdasarkan analisis penghitungan yang
dilakukan peneliti dengan pedoman Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor
18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor
Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak, nilai pajak reklame yang
harusnya diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor lebih besar daripada yang
tertera dalam data pajak reklame tahun 2010. Dan tidak terjadi pada satu unit saja,
tapi keseluruh unit reklame rombong yang terdata DPKBD. Karena penghitungan
tidak dikoreksi kembali dengan SKPD kurang bayar maka Pemerintah Kabupaten
Bogor kehilangan potensi pajak reklamenya. Hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung
dan kios, khususnya reklame rombong, tidak sejalan dengan peraturan yang
berlaku.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
113
Universitas Indonesia
Kendala juga dirasakan oleh pihak DKP Kabupaten Bogor dalam hal
pengawasan dan pengendalian reklame rokok pada warung dan kios. Kendala ini
sangat berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan reklame, khususnya
pemungutan pajak reklame rokok pada warung dan kios. Dapat dilihat dari
pernyataan pihak DKP sebagai berikut :
“Pada mulanya tertib, tapi setelah itu mengandalkan kelemahan pegawai
pengawasan pemda. Artinya ketika masa berakhirnya akan selesai, si pemasang
tadi tidak mempunyai itikad baik untuk membongkar sendiri reklamenya …
Yang pertama, jumlah personil kita relative terbatas. Sedangkan wilayah
pemasangan reklame itu justru sangat luas, 40 kecamatan … Lebih mudah
memasang daripada membongkar. Kalo memasang kan bisa hati-hati yah.
Ketika menskrup ke atapnya. Begitu kita bongkar, malah jadi rusak. Atap
bocor. Saya kira komplen. Kalo dipaksa dia dapet duit. Kalo dibongkar dia
rusak, dan dia komplen ke pemda … Dan itu terus terang, kita punya anggaran
untuk penertiban. Tapi biasanya jumlahnya terbatas … Jadi kendalanya itu
secara personil, dari ketersediaan anggaran, luas wilayah, sarana prasana
pendukung, peralatannya. Kita gak punya skywalker, kita gak punya alat
potong.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011)
Kendala utama dalam pengawasan dan pengendalian reklame rokok pada warung
dan kios di Kabupaten Bogor adalah dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian, khususnya pembongkaran, yang sangat terbatas.
Ditambah lagi dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia yang
tersedia untuk melakukan penertiban. Sedangkan banyak penyelenggara reklame
yang tidak langsung membongkar reklame tersebut setelah masa izin berakhir dan
tersebar di seluruh 40 kecamatan yang jaraknya cukup jauh. Selain itu banyak
pemilik warung dan kios yang mengeluhkan pembongkaran reklame
menyebabkan warung dan kiosnya mengalami kerusakan sehingga merugikan
pemilik warung dan kios, dan itu menjadi penambah biaya pembongkaran karena
pemilik warung dan kios meminta ganti rugi kepada DKP Kabupaten Bogor
selaku penertib penyelenggara reklame.
Dengan kondisi tersebut, DKP selaku pihak yang berwenang dalam hal
penertiban merasa kesulitan untuk melakukan penertiban. Sehingga lebih memilih
untuk menertibkan reklame rokok pada warung dan kios yang dapat dijangkau
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
114
Universitas Indonesia
saja atau membiarkan reklame yang sudah kadaluarsa tersebut terpasang begitu
saja. Sehingga potensi pajak reklame banyak yang hilang karena reklame tersebut
tetap tertayang, namun pajak reklame tidak dapat dipungut karena tidak
teridentifikasi dengan baik. Selain itu penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios juga menjadi kurang tertib karena reklame-reklame tersebut
sudah tidak memenuhi stadarisasi konstruksi dan estetika penyelenggaraan
reklame.
Gambar 5.9 Contoh Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Tidak
Ditertibkan
Sumber : Observasi Peneliti
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
115 Universitas Indonesia
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisikan simpulan dan saran yang peneliti berikan terkait hasil
penelitian
6.1 Simpulan
Implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor secara praktek sudah dilaksanakan sesuai
teori tahapan administrasi yang digunakan. Para wajib pajak pun juga sudah
melaksanakan setiap tahapan administrasi sesuai dengan teori yang
bersangkutan.
Berdasarkan hasil analisis dari proses perizinan dan pengawasan
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor,
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan reklame
rokok pada warung dan kios pada praktiknya belum dilaksanakan sesuai
standar yang ditetapkan di Kabupaten Bogor.
Kendala yang ditemukan terdapat pada tiap tahapan penyelenggaraan reklame
rokok pada warung dan kios, baik dari tahap perizinan, administrasi pajak
reklame, maupun pengawasannya. Keberadaan kendala ini cukup
mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan daerahnya yang seharusnya
didapat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui pajak reklame.
6.2 Saran
Peneliti memberikan saran bagi Pemeritah Daerah Kabupaten Bogor khususnya
dan pemerintah daerah lainnya di Indonesia pada umumnya. Saran tersebut yaitu:
BPT dan DKP Kabupaten Bogor sebaiknya lebih tegas dalam pemberian izin
reklame rokok pada warung dan kios karena reklame rokok dengan media ini
bersifat sporadis sehingga sulit untuk diawasi.
DKP pun sebaiknya lebih gencar dalam penertiban reklame yang sudah
kadaluarsa atau sudah tidak sesuai aturan agar penyelenggaraan reklame rokok
pada warung dan kios menjadi lebih tertib dan penerimaan pajak reklame
rokok pada warung dan kios menjadi optimal, tanpa ada yang hilang. Dengan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
116
Universitas Indonesia
gencarnya DKP dalam penertiban reklame yang sudah kadaluarsa namun
masih terselenggara, DPKBD juga harus tegas dalam pelaksanaan penagihan
pajak dan sanksi administrasi terhadap reklame yang masih terselenggara
tersebut .
Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya merevisi kembali Peraturan Daerah
Kabupaten Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame, terutama
pasal 14 dan 15 terkait dengan pelaporan SPTPD oleh wajib pajak,
penghitungan dan penetapan sendiri pajak reklame terhutang, serta
pembayaran pajak reklame berdasarkan penghitungan sendiri.
DPKBD sebaiknya melakukan penetapan pajak reklame sesuai dengan
peraturan yang berlaku, terutama pajak reklame atas reklame rokok berjenis
rombong.
Mengalokasikan penerimaan dari pajak reklame termasuk sanksi administrasi
yang muncul untuk mendanai biaya penertiban reklame , khususnya reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Dengan cara itu, kendala
keterbatasan biaya untuk memfasilitasi penertiban sedikit tercukupi sehingga
kendala yang muncul menjadi terselesaikan, penyelenggaraan reklame
menjadi tertib, dan potensi penerimaan daerah dari pajak reklame terpungut
secara optimal.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Buku :
Abimanyu, Anggito. (2005). Evaluasi UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi dan
Keuangan BAPEKKI
Bird, Richard M dan Milka Casanegra. 1997. Improving Tax Administration in
Developing Countries. Washington DC : International Monetary Fund
Brotodiharjo, R.Santoso. (1998). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika
Aditama
Devano, Sony dan Siti Kurnia. (2006). Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu.
Jakarta: Kencana
Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah. 2008. Rencana Strategi DPKBD 2009-
2013. Cibinong : DPKBD
Gulo, W. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Garasindo.
Gunadi, Djoned. 2005. Administrasi Pajak. Jakarta : LPKPAP BPPK Departemen
Keuangan RI.
Ikhsan, M dan Roy V. Salomo. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta :
STIA LAN Press.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI
Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Metodologi Penelitian Sosial. Bandung :
Mandar Maju.
KJ, Davey.1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta : Universitas Indonesia
Press
Kountur, Ronny. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit PPM CV Taruna
Grafika.
Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2004. Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah di Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing
Mansury, R. 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta : YP4
Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Universitas Indonesia
McMaster, James. 1991. Urban Financial Management: A Training Manual.
Washington: The World Bank.
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Neuman, William Lawrence. 2003. Social Research Methods : Qualitative and
Quantitative Approaches. USA : Ally & Bacon.
Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit
Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi.
Jakarta : PT. Rajagrafindo Perasada
Samudra, Azhari. 2005. Perpajakan di Indonesia, Keuangan Pajak, dan Retribusi.
Jakarta : PT. Hecca Mitra Utama
Sitepoe, Mangku. 2000. Kekhususan rokok Indonesia: mempermasalahkan PP no.
81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Indonesia
: Gramedia Widiasarana
Weilbacher, William M. 1979. Advertising. New York : Macmillan
Winardi. 1992. Promosi dan reklame. Bandung : Penerbit Mandar Maju
World Health Organization. 2008. WHO Report on the Global Tobacco
Epidemic,2008 : The MPOWER package. Geneva : World Health
Organization
Zain, Moch dan Arinta Kustadi. (1989). Pembaharuan Perpajakan Nasional.
Bandung: Penerbit Alumni
Lainnya :
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
-------------, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang
Pajak Reklame
-------------, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 6 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Universitas Indonesia
-------------, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Dinas Daerah
-------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Badan Perizinan Terpadu
-------------. Peraturan Bupati Bogor Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual
Objek Pajak Reklame
-------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Badan Perizinan Terpadu
-------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Dinas Daerah
Artikel :
Bogor Ajak Warganya Cinta Warung. Tribun Jabar. 30 Juli 2010
Kota Bogor Menjadi Satu-Satunya Wilayah Yang Meletakkan Dasar-Dasar
Kampanye Antirokok Jangka Panjang. Republika : 23 Juli 2010
Pajak Reklame Dongkrak PAD. Suara Publik. 3 November 2010
Karya Ilmiah :
Andrini, Deyra Sulistyaning. 2008. Analisis Penetapan Nilai Sewa Reklame
Berjalan/Kendaraan Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak
Daerah (Studi Kasus Di Provinsi DKI Jakarta). Depok : Sarjana FISIP
UI.
Angelia, Nina. 2008. Implementasi KoordinasiPemungutan Pajak Air Bawah
Tanah di Kota Pekanbaru Riau. Depok ; Sarjana FISIP UI
Hamzah, Zakiyatun Murtafi’ah. 2003. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi
Remaja Laki-Laki Menjadi Perokok Di Desa Majatengah Kecamatan
Kalibening Kabupaten Banjarnegara. Semarang : Sarjana FKM
Universitas Diponegoro.
Hidayah, RT. 2008. Pengaruh Sponsorship terhadap Brand Image ORCA
COMPANY / EAT. Bandung : Universitas Widyatama
Lestari. 2004. Analisis Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pemungutan Pajak
Reklame Untuk Mencegah Hilangnya Penerimaan Pajak Reklame
(Studi Kasus di Dipenda Propinsi Jakarta). Depok : Sarjana FISIP UI.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Universitas Indonesia
Lutfi. Achmad. 2006. Evolusi Penarikan Pajak Daerah Indonesia : Suatu
Tinjauan Peraturan Perundang-undangan Mengenai Pajak Daerah di
Indonesia.
Purnamasari, Wiwit. 2008. Analisis Pengawasan Administrasi Pajak Restoran
Melalui Sistem Online Di Provinsi DKI Jakarta Periode Mei -
November 2008. Depok : Sarjana FISIP UI.
Purwaningwulan, Melly Maulin. 2010. Fenomena Iklan Rokok Sampoerna A Mild
dalam Perspektif Semiotika Komunikasi. Bandung : Universitas
Komputer Indonesia.
Suprawardhani, Techa. 2008. Optimalisasi Pendapatan Pajak Reklame Melalui
Pemeriksaan Pajak Daerah (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah
Kota Bogor). Depok : Sarjana FISIP UI.
Internet :
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor : Pajak Daerah.
dispenda.bogorkab.go.id. 8 Maret 2011. 22:41
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor : Pajak Reklame.
dispenda.bogorkab.go.id. 9 Maret 2011. 07:11
Pengaruh Reklame Rokok terhadap Masyarakat.
http://notc.or.id/Pengaruh%20Reklame%20Rokok%20Terhadap%20
Masyarakat.htm.
Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor.
http://bpt.bogorkab.org
Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertaman Kabupaten Bogor.
http://dkp.bogorkab.go.id
Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011. http://bogorkab.go.id
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dina Aulia Yuliasni A.
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Juli 1989
Alamat : Komp. MIGAS 55 Joglo No. 22
RT. 009 RW. 001 Joglo, Jakarta Barat
Jakarta, 11640
Nomor Telepon : 021-5844610 / 087876496925
Surat elektronik : [email protected]
Nama Orang Tua : Ayah : drs. H. Asmadi Syamsuddin
Ibu : drg. Hj. Isnaeni Murni K.
Riwayat Pendidikan Formal:
Tahun 1995-2001 : SDI Al-Azhar 08 Kembangan
Tahun 2001-2004 : SLTPI Al-Azhar 10 Kembangan
Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 70 Jakarta
Tahun 2007-sekarang : S1 Reguler Program Studi Administrasi Fiskal
Universitas Indonesia, Depok
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
1. Pengaruh program Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor terhadap permohonan
izin reklame rokok di Kabupaten Bogor.
2. Mekanisme perizinan pemasangan reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor.
3. Persyaratan atau kelengkapan data yang harus dipenuhi dalam perizinan reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
4. Standarisasi penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor
5. Penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor
6. Peranan Badan Perizinan Terpadu dalam tahapan administrasi pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios.
7. Standar operasional pelaksanaan perizinan penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios
8. Pembongkaran dan penutupan reklame rokok pada warung dan kios
9. Data reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
10. Peraturan Daerah yang terkait
11. Kendala yang muncul dalam proses pelaksanaan tahapan administrasi pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
B. Bagian Reklame Di Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
1. Bentuk reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor
2. Klasifikasi lokasi penyelenggaraan reklame
3. Objek pemeriksaan penyelenggaraan reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
4. Mekanisme pengawasan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
5. Standar reklame rokok yang diperbolehkan pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
6. Peranan Di Kebersihan dan Pertamanan dalam tahapan administrasi pajak reklame
atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
7. Tindakan penertiban yang dilakukan
8. Criteria reklame rokok yang ditertibkan
9. Kendala yang muncul dalam proses pelaksanaan tahapan administrasi pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
10. Peraturan daerah yang terkait
C. Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Di Pendapatan Keuangan
dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
1. Pengaruh program Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor terhadap Pajak Reklame
Rokok di Kabupaten Bogor.
2. Subjek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
3. Objek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
4. Data subek pajak dan objek pajak reklame pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
5. Pemeriksaan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten
Bogor.
6. Penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
7. Penetapan nilai sewa reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
8. Kendala dalam pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame
rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D. Bagian Penagihan Pajak Daerah Di Pendapatan Keuangan dan Barang
Daerah Kabupaten Bogor
1. Pengaruh Perda KTR Kota Bogor terhadap penerimaam pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
2. Pelaksanaan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios
di Kabupaten Bogor.
3. Pengawasan pelaksanaan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada
warung dan kios di Kabupaten Bogor.
4. Penerimaan pajak dari sektor pajak reklame rokok khususnya pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor.
5. Kendala dalam pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor.
E. Wajib pajak
1. Pengaruh perda KTR Kota Bogor terhadap penyelenggaraan reklame perusahaan
2. Alasan dilakukannya penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios
3. Jenis reklame rokok khususnya pada warung dan kios.
4. Penetapan titik lokasi reklame
5. Tahapan yang dilalui untuk menyelenggarakan reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor.
6. Pelaksanaan kewajiban perpajakan reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor.
7. Pembongkaran reklame rokok pada warung dan kios
8. Pelayanan pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada
warung dan kios
9. Kendala dalam pemenuhan kewajiban perpajakan reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
F. Akademisi Perpajakan Daerah khususnya Pajak Reklame
1. Tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
2. Perizinan dan pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan
kios di Kabupaten Bogor.
3. Wajib pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
4. Objek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
5. Pemeriksaan wajib pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
6. Implementator administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan
kios.
7. Penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
8. Penetapan nilai sewa reklame rokok pada warung dan kios
9. Pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
10. Pengawasan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan
kios
11. Kendala yang muncul dalam pelaksanaan pemungutan pajak reklame atas
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 2
Transkrip Wawancara
Waktu : 14.00 WIB
Tanggal : 1 Juni 2011
Tempat : Gedung Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Ibu Tina
Posisi Terwawancara : Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu
Kabupaten Bogor
D : Begini bu, jadi seperti yang waktu itu saya bilang. Saya ada wawancara
mendalam sedikit ke Ibu. Yang mau ditanyakan ini.
T : Oke, nanti yang bisa saya jawab, saya jawab. Kalau yang nggak, nanti paling
kita catat dulu pertanyaannya, nanti kita akomodir dulu pertanyaannya. Boleh
kan kalau ada sesuatu hal yang ini, kita jawabnya belakangan.
D : Iya. Jadi pertama yang ditanyain, kan karena saya ambilnya karena efek, ada
program KTR di Kota Bogor.
T : KTR itu apa?
D : Kawasan Tanpa rokok.
T : Oh, Kawasan Tanpa Rokok
D : Kan jadi reklame rokok yang kota jadi gak ada, jadi pada pindah ke kabupaten.
Pengen tanya, ada pengaruhnya gak?
T : Pengaruhnya juga gak terlalu signifikan juga ya. Memang ada sedikit, tapi gak
terlalu signifikan. Karena mereka kan juga kebanyakan tidak terpusat ke
Kabupaten Bogor. Ada juga ke daerah-daerah sekitar Bogor lainnya seperti ke
Bekasi, Tangerang, Cianjur, Sukabumi. Mungkin gak terlalu signifikan kalau
saya lihat sih. Dari kenaikan pajak yang kita terima aja dari yang kemaren
dengan yang sekarang gak terlalu signifikan. Peningkatan ada tapi tidak terlalu
signifikan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Belum kali ya, bu?
T : Mungkin belum karena perda itu baru efektif tahun kemarin kan yah. Tahun
2010 kemarin efektif pelaksanaan pelarangannya. Tapi itupun belum semua,
kalau yang saya tahu sih, larangan untuk pemasangan baru. Kalau untuk
biasanya perpanjangan, yang tadinya sudah terlanjur pasang, tapi diperpanjang,
Mereka masih diperbolehkan untuk perpanjangan. Untuk pemasangan baru, itu
yang saya tahu , itu yang di-stop. Kalau yang diperpanjang, dia sampai masa
kontrak.
D : Kalau mekanisme perizinannya bagaimana ya, bu?
T : Ada di depan tuh, tapi itu secara umum. Ada tabel alur mekanisme perizinan.
Jadi pertama itu, mengisi permohonan, setelah mengisi permohonan
dimasukkan ke front office. Nanti sama front office melakukan pemeriksaan
kelengkapan berkas, berkas yang lengkap diterima di front office. Nah, setelah
di front office, nanti baru Dikkan ke bagian back office, pemeriksaan berkas di
bagian atas di back office. Nanti dari back office dilihat lagi kelengkapan
berkas sama teknisnya. Apakah itu perlu peninjauan dari lapangan atau tidak.
Nanti kita ada, kalau ada yang perlu peninjauan lapangan, nanti kita tinjau ke
lapangan sama-sama dengan tim teknis. Tim teknis dari Di Kebersihan.
Dengan tim teknis kita bersama-sama ke lapangan, nanti kita bikinkan berita
acara hasil pemeriksaan lapangan. Dengan pemeriksaan konstruksi, maupun
tata letak reklamenya. Nanti setelah dibikinkan berita acara dari tim tenis, baru
kita proses di BPT ini, dilanjutkan dengan pencetakan SK. Pengantar pajak dan
SK. Sekaligus nanti ditandatangani, diparaf oleh Kasubdit dan Kabid, lalu
ditandatangani oleh kepala BPT. Nah ini waktunya, SOP kita 10 hari. Dari
mulai berkas diterima lengkap di FO, sampai kalau tidak ada masalah 10 hari.
itu maksimal ya. Kalau sudah selesai nanti Si Pemohon ngambil pengantar
pajak, untuk dibayar pajaknya di DPKBD. Bukti pembayaran pajak nanti
diserahkan ke BPT, ditukar dengan izin. SSP-nya dikasi ke BPT, kopiannya ya.
Kopian SKPD dan SSPD diserahkan ke BPT untuk pengambilan izin.
D : Jadi alurnya itu dari BPT dulu , nanti trus diperiksa sama DKP?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T : Bukan diperiksa ya, kalau pemeriksaan berkas disini. Kalau pemeriksaan
berkas sudah cukup, baru kita menghubungi tim teknis dari DKP dibantu oleh
BPT dan DPKBD. Tim teknis diperlukan untuk peninjauan lapangan sama
dibuatkan berita acara. Berita acaranya nanti ditandatangani bersama antara
DKP dengan BPT, bahwa itu ada masalah atau tidak ada masalah. Kalau tidak
ada masalah, berarti proses berlanjut. Kalau ada masalah, berarti nanti kita
menghubungi kembali Si Pemohon, bahwa ini ada masalah dan untuk
diselesaikan dulu masalahnya. misalnya ternyata itu harus IMB, berarti dia
harus proses dulu IMB-nya. Misalnya itunya sudah terpasang, tapi tata letaknya
menghalangi reklame lain, berarti itu harus digeser. Karena kan kode etiknya
itu tidak boleh menghalangi reklame lain. Karena itu akan menimbulkan
konflik terhadap pemilik reklame lain karena terhalangi. Itu kan yang kita
hindarin. Atau misalnya dia pasang di pinggir jalan. di ruas milik jalan. Karena
itu ada izin pemakaian ruang milik jalan. Misalnya dia terlalu menjorok ke
jalan, itu kan membahayakan pengendara, pemakai jalan. Jadi dia posisinya
harus digeser dulu. Atau kalau belum terpasang, kita beri arahan pada
pemohon, bahwa ini cara pemasangannya begini. Poin-poin pentingnya aja,
pertama tidak boleh mengganggu arus lalu lintas. Kedua tidak boleh
menggangu pengguna jalan lain, seperti pejalan kaki. Itu tadi tidak
menghalangi reklame lain. Itu yang paling penting. Selain itu naskah reklame
tidak boleh melanggar norma-norma, misalnya gambarnya yang seronok. Itu
dilarang, karena itu mengganggu, baik secara norma maupun keamanan. Nanti
pengguna jalan melihat gambar yang sexy, jadi gimana gitu.
D : Kalau untuk di warung sama kios sendiri tahapannya juga sama ya, bu?
T : Sama, semua sama tahapannya seperti itu.
D : Tapi yang melakukan perizinan itu pemilik toko atau biro iklan?
T : Kalau selama ini sih kebanyakan pemilik produknya. Jadi misalnya reklamenya
produk rokok, dipasang di warung. Jadi gini, kalau rokok kan biasanya suka
diberikan ke advertising. Misalnya Gudang Garam ke PT. A. dari PT. A ini ke
warung, dipasang di warung. Biasanya yang advertising inilah yang
mengajukan perizinannya. Tapi itu sama kita diminta surat sewa tempat atau
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
surat pernyataan dari warung bahwa mereka tidak keberatan untuk dipasang
iklan rokok di warungnya.
D : Itu kan untuk masuk ke perizinan ini harus ada data-data dan syarat-syarat
seperti itu. Itu syarat-syarat dan data-datanya apa saja yang harus dipenuhin?
T : Kalau itu sih mbak bisa lengkap ada di formulir permohonannya yah. Disitu
ada, kan harus mengisi permohonan yang sudah disediakan. Yang sudah
disediakan disini itu ada Formulir Permohonan, Surat Pernyataan Menanggung
Resiko, karena reklame itu cukup beresiko karena itu di tempat umum. Surat
Pernyataan Status Lahan, apakah di lahan sendiri, lahan sewa, atau lahan ruang
milik jalan. Terus Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar.
Terus Akte Perusahaan, untuk yang berbadan hukum atau SIUP TDP. Terus
KTP pemohon, IMB reklame jika reklame itu berukuran besar, ukuran bidang
reklame 24m dan atau diameter tiang 8 inch, itu harus pake IMB. Terus tadi
surat keterangan lahan atau surat sewa menyewa, surat sewa lahan. Itu bisa dari
lahan swasta atau misalnya dari ruang milik jalan. berarti kalo gitu izin di
pemakaian ruang milik jalan. Nah perbedaan antara penyelenggara
perpanjangan maupun baru itu ada di data yang diberikan. Pada penyelenggara
baru, harus memberikan surat rekomendasi dari Di terkait dengan
penyelenggaraan reklame. sedangkan pada penyelenggara perpanjangan, harus
memberikan surat izin periode sebelumnya dan SSP periode sebelumnya.
D : Kalau di warung sama kios itu kira-kira apa saja kelengkapan datanya?
T : Kalau dari advertising sama seperti ini, hanya tadi dia dilengkapi dengan surat
sewa atau surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik warung atau toko.
D : Peranan BPT dalam tahapan administrasi pajak, jadi saya itu kan mau menilai
implementasi tahapan administrasi pajaknya. Nah, di tahapan saya itu ada
identification, assessment, sama collection. Kalo identification itu kaya
identifikasi subjek, objek, pemeriksaannya gimana. Kalau assessment itu kaya
penghitungan pajak itu mungkin DPKBD. Kalau collection-nya itu
pemungutannya itu juga DPKBD bagiannya. Kalau BPT ini ada di tahapan
yang mana, ya?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T : BPT berperan Di bagian administrasi. Di proses administrasi kalau di BPT,
pemeriksaan berkas ini aja.
D : Mungkin lebih ke identification kali, ya?
T : Iya
D : Ini melengkapi berkasnya berapa lama ya, bu?
T : Pokoknya kita terima di FO itu berkas sudah lengkap.
D : Jadi baru diproses kalau sudah lengkap
T : Diterima di sini, di FO dalam keadaan sudah lengkap.
D : Jadi sebelumnya kalau belum lengkap tidak ada batasan waktu gitu, bu?
T : Kita sih ada kelonggaran. Kita terima dulu tapi dalam jangka waktu 1-2 hari
harus dilengkapi, baru bisa kita proses. Idealnya, kita ambil idealnya aja sesuai
SOP, kita memberikan atau menerima di FO itu dalam kondisi lengkap. Karena
akan mempercepat proses. Kalau seperti itu kan akan tertunda-tunda. Hanya
kita memberikan kelonggaran itu apabila untuk yang jauh ya. Kasian dia bolak-
balik, daripada ini, yaudah. Tapi prinsipnya dititipkan berkas dulu, jadi waktu
belum kita hitung dulu, kalau dia belum lengkap. SOP kita kan 10 hari, itu
belum kita hitung waktu berjalan kalau kelengkapannya belum terpenuhi
persyaratannya.
D : Datanya ini selama ini, data reklame warung dan kios gimana sih jalan
perizinannya? Lancar atau gimana?
T : Sejauh ini sih lancar yah, paling memang yang agak sedikit berkendala itu
masalah itu yang banyak masalah pernyataan tidak keberatan itu dari tokonya
itu. Karena mungkin kalo yang banyak dia harus menghubungi toko-tokonya
itu. sejauh ini kita sih prinsipnya kalau dia pasang itu ada izin kan dari si
pemilik warung. Gak mungkin dia ujug-ujug pasang tanpa izin pemilik warung.
D : Itu tuh yang baru saya tau harus ada izin dari pemilik warungnya.
T : Karena kan kita juga, bukan karena apa-apa. Kita menghindari konflik ya.
Takutnya nanti kita sudah keluarkan izin, kalau belum ada pernyataan dari
pemilik warungnya, kalau ada apa-apa nanti kita yang disalahkan. Kan ada
vendor-vendor yang agak-agak kurang tertib administrasi. Ujug-ujug dia
mengajukan ke BPT tanpa izin dulu dari pihak pemilik warung. Begitu dia mau
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pasang, khawatirnya dia bilang ini kita sudah punya izin untuk dipasang di
warung ibu. Kita sudah bayar pajak. Padahal si warungnya sendiri kan tidak
tahu menahu. Tapi mungkin karena awam, karena dia lihat itu sudah ada
izinnya, sudah bayar pajak, dengan terpaksa dia menerima. Makanya sebelum
izin itu kita keluarkan,kita mintakan dulu surat tidak keberatan dari pemilik
warungnya gitu.
D : Ada kendala gak sih dalam proses perizinannya?
T : Sebetulnya kendala pasti ada. Kalau saya bilang gak ada itu gak mungkin ya.
D : Khususnya sih yang di warung kios ini. Reklame rokok yang di warung dan
kios.
T : Nggak sih, kendalanya cuman itu aja. Kelengkapan proses administrasi aja.
Kelengkapan administrasi aja karena kadang-kadang mereka beralasan ketika
mereka datang ke warung, pemiliknya gak ada. Jadi susah mendapatkan surat
pernyataannya itu. tapi sejauh ini sih gak masalah. Ya paling hanya masalah-
masalah kecil aja lah. Karena pernah juga sih, dia menyerahkan surat
pernyataan tidak keberatan dari toko. Ternyata setelah kita proses ke lapangan,
tokonya merasa tidak pernah menandatangani pernyataannya itu. Dan dia pun
pernah dijanjikan dipasang, dibayar, tapi kemudian dia gak kunjung datang dan
gak membayar. Akhirnya dia gak mau untuk memasang ini,mereka suruh
bongkar lagi.
D : Jadi sudah terlanjur dipasang gitu bu?
T : He’eh, karena sudah terlanjur terpasang. Dijanjiin mau dibayar. Ternyata
ditunggu berapa lama, gak datang-datang. Kemudian mereka turunkan lagi.
Ketika kita kroscek itu, mereka malah jadi curhat, seolah-olah curhat.
Makanya, hal-hal seperti itulah yang dihindari. Kan kita juga gak mau, kasian
mereka pemilik-pemilik warung. Jadi sebelum kita keluarkan pengantar
pajaknya, kita keluarkan izinnya, kita tanya dulu itunya. Dan kita gak mau juga
kejadian seperti itu. sudah buat surat pernyataan , ternyata setelah kita kroscek
ke lapangan dia tidak merasa menandatangani itu.
D : Ada proses pengendalian gitu gak dari BPT-nya sendiri untuk penyelenggaraan
reklame?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T : Kalau di BPT, karena fungsi pengawasan dan pengendalian itu ada di Di
Teknis. DKP sama DPKBD. Kalau di BPT kan fungsinya fungsi administrasi
aja. Kalau untuk pengawasan di lapangan di Di teknis. Makanya kalau kita ke
lapangan bersama-sama dengan tim teknis. Sehingga reklame yang terpasang
itu sepengetahuan tim teknis.
D : Jadi ada tim dari BPT juga untuk turun ke lapangan?
T : Iya, kita kan ada back office. Back office itu memeriksa berkas dan ke
lapangan. Jadi kita yang di back office, kalau kita sudah periksa berkas, berkas
sudah memenuhi syarat, siperlukan tinjauan kelapangan. Nanti kita
menghubungi tim teknis. Baik melalui surat-menyurat, atau by phone. Untuk
cepat kita by phone aja, untuk mempercepat administrasi, memberi tahu bahwa
ini ada yang harus ditinjau, ada yang harus diperiksa. Nanti kita jadwalkan
kapan berangkat, nanti kita berangkat ke lapangan.
D : Ooh, apa lagi ya?
T : (tertawa) ya kita ngobrol-ngobrol aja.
D : Iya, tadi perizinan itu ada yang membuat izin itu dibatalkan gak sih bu?
T : Ada, beberapa yang bisa dibatalkan. Misalnya salah satunya birokrasi tersebut
yang dinginkan tidak diperbolehkan misalnya dia mengajukan permohonan
memasang di tegar beriman. Tapi tegar beriman ini tidak diperbolehkan. Kita
tolak. Nanti kita keluarkan surat pemberitahuan dengan alasan, misalnya apa
gitu. Atau misalnya dia mengajukan permohonan di jalur atau jalan propinsi.
Kita kan ada surat edaran dari gubernur dan ada surat dari bina marga propinsi.
Bahwa untuk di jalur propinsi tidak diperbolehkan ada reklame. Jika ada
permohonan itu, mau gak mau kita memberitahukan penolakan,bahwa jalur
tersebut tidak diperkenankan reklame.
D : Jadi itu kalau kasus belum diterima sama sekali izinnya ya, bu?
T : Nggak, jadi kadang-kadang seperti ini, kalau pemohonnya itu datang, dia
kadang tidak tahu kalo jalurnya itu masuk ke jalur propinsi atau bukan. Jadi
disini diterima. Tapi setelah kita lakukan pengecekan ke lapangan ternyata itu
adalah jalur propinsi. Jadi itu tidak diperkenankan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Izinnya itu keluar setelah proses pemeriksaan dengan tim teknis keluar atau
setelah pajak dibayar?
T : Setelah pajak dibayar. Jadi gini, kan tadi sebelum pajak itu keluar, kita periksa
dulu dengan tim teknis. Setelah tidak ada masalah atau di-acc, itu dapat
diproses, baru kita proses selanjutnya. Untuk cetak pengantar pajak dan izin.
Jadi nanti dia dibayar dulu pajak. kita sih berharapnya dalam satu hari yang
sama, setelah dia bayar pajak dia mengambil izin ke BPT.
D : Jadi setelah bayar, balikin SKP sama SSP-nya kesini, baru bisa izinnya
dikeluarkan. Baru reklamenya bisa dipasang. Mungkin secara garis besar
sudah, bentar banget ya bu?
T : Gak apa-apa, tenang aja.
D : Jadi tadi sih di DKP bilang kalau mekanisme pengendalian mungkin tanyanya
ke BPT.
T : Sebenarnya sih kalau pengendalian, itu kita juga yah. Cuman di BPT kan
keluar izin, keluar izin itu justru pengendaliannya itu ada di tim teknis. Kaya
misalnya DKP, DKPBD, atau pun kecamatan, atau di Dipol PP. Misalnya ntar
pas di lapangan, si reklame yang terpasang itu tidak sesuai dengan izin yang
kita keluarkan. Atau misalnya di lapangan ternyata terpasang reklame yang
belum ada izinnya, karena dari kita itu sebenernya izin itu kita lengkapi dengan
stiker. Dengan stiker yang harus dipasang di reklame. Sehingga itu
memudahkan pengawasan. Sehingga bisa diketahuikan jika ada reklame tanpa
izin. Tapi terkadang si pemasang reklame itu mungkin lalai yah, tidak
dipasang. Jadi menyulitkan pengawasan. Jadi bagian pengawasan itu kembali
konfirmasi ke BPT, ini ada reklame terpasang baru, naskahnya ini, lokasinya
disini, udah memiliki izin atau belum. Kalau belum punya izin, nanti mereka
yang memustukan, apakah nanti akan diberi teguran ke si pemohon, atau
ditutup sementara sampai si pemilik reklame itu memproses izinnya.
D : Oh, jadi maksudnya ditutup itu, kaya kalau ada sedikit permasalahan dengan
izinnya. Jadi tidak dibongkar, tapi ditutup?
T : Pembongkaran itu dilakukan kalau si pemohon itu tetap dalam waktu yang
telah ditentukan tidak melakukan proses perizinan. Jadi tahap awal itu,
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
bagaimanapun juga kalau dengan masyarakat tidak bisa bersikap keras gitu.
Jadi kalau ada reklame yang dipasang, sebisa mungkin kita cari dulu siapa si
pemiliknya. Nanti kita berikan pemberitahuan. Dan untuk sementara reklame
itu ditutup dulu. Seperti itu. reklamenya ditutup dulu, dikeluarkan surat
pemberitahuan ke pemilik reklamenya, sampai batas waktu tertentu tidak
diproses perizinannya. Baru dilakukan proses eksekusi. Biasanya seperti itu.
D : Jadi pas waktu baca perda agak bingung bedanya ditutup sama dibongkar.
Kalau ditutup kenapa kalau dibongkar kenapa?
T : Kalau ditutup itu menggunakan kain penutup ya, meskipun ada reklamenya
terpasang, tapi tidak dapat dibaca. Biasanya ditutup kain putih atau hitam yang
polos. Sehingga si pesan reklamenya tidak terbaca. Nanti diberi pemberitahuan
sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak diproses perizinannya baru dilakukan
eksekusi, pembongkaran. Kita tidak serta merta melakukan pembongkaran.
Karena kalau dengan masyarakat kita tidak bisa keras-keras begitu. Mungkin
kalau mereka punya itikad baik, setelah ditutup. Kadang 1 minggu atau
beberapa hari setelah ditutup, mereka kan kaget juga reklamenya ditutup.
Mereka melakukan proses perizinan.
D : Kan saya memilih warung dan toko ini karena itu kan tempat yang paling
sering didatengin orang-orang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. kaya
rumah makan, warung. Jadi maksudnya reklame rokok itu kan jadi lebih di
serap oleh masyarakat. sebenernya ada pengaturan sendiri gak sih dari BPT,
kaya yang titik ini sebetulnya tidak boleh?
T : Sebetulnya kalau di warung kita gak terlalu membatasi yah, karena itu
mungkin lebih ke pemilik warungnya itu sendiri sih. Kalau pemilik warungnya
itu tidak keberatan, ya kita gak masalah. Hanya mungkin kita membatasi,
mungkin iklan-iklan tertentu. Karena mungkin warung juga tidak sembarangan,
kalau misalnya kita diperbolehkan kan izin minuman beralkohol. Mereka juga
kan tidak menjual iklan itu. jadi kita nggak ini, kalo selama warungnya tidak
keberatan. Yang justru dibatasi itu yang di rumija, ruang milik jalan. di lahan-
lahan, trotoar, jalan. di ruang nilik jalan, atau di bahu-bahu jalan. itu yang ada
pengaturan lebih khusus. Misalnya di jalur ini tidak boleh, misalnya di jalu
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
rpropinsi tidak boleh. Tidak diperkenankan ada iklan. Makanya mereka lebih
ke sewa lahan, karena di jalur itu tidak boleh. Jadi dialihkan ke lahan-lahan
swasta. Selama pemilik lahannya tidak keberatan untuk dipasang ya kita kan
juga tidak bisa melarang, itu hak mereka. Asal iklannya tidak melanggar
norma-norma kesusilaan atau lainnya.
D : Kan di warung sama kios itu kan ada reklame billboard yang tanam yah kalo
yang tiang itu, itu masuknya rumija atau gimana ya bu?
T : Tergantung, itu ada yang masuk lahan sendiri, ada yang masuk rumija. Jadi ka
nada batas, ruang milik jalan itu ada batasnya. Selama masih dalam batas,
kalau masuk dalam kawasan ruang milik jalan, berarti dia harus memproses
izin pemakaian ruang milik jalan. tapi kalau misalnya dia masuk ke batas lahan
pemilik warung, ya itu tadi ke pemilik warung. Surat pernyataan pemilik
warung atau surat sewa bahwa pemilik warung tidak keberatan untuk dipasang
reklame pada warung.
D : Tau itu rumija atau bukan darimana ya bu?
T : Ada batas-batas ininya. Itu tadi batas-batas milik jalan yang mana. Biasanya
kalau dari kasat mata, diliatnya dari batas selokan. Kalau misalnya ini jalan, ini
selokan, ini lahan warga, biasanya batas selokan yang dipergunakan sebagai
batas lahan ruang milik jalan.
D : Udah sih, sebenernya sudah kejawab semua sih, bu. Cepet ya bu, ya?
T : (tertawa) cepet kan? Gampang
D : Iya, makasih ibu, maaf sudah mengganggu.
T : Gak apa-apa, sama-sama.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 3
Transkrip Wawancara
Waktu : 09.00 WIB
Tanggal : 1 Juni 2011
Tempat : Gedung Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Bogor
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Iwan dan Bapak Teguh
Posisi Terwawancara : Bagian Pendataan Reklame Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Bogor
I : Mbak Aulia, ya?
D : Dina aja, Pak.
I : Oh, Mbak Dina. Boleh-boleh. Sebetulnya risetnya di BPT?
D : Risetnya di DPKBD
I : DPKB, Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah. Emang ada saudara
di Pemda?
D : Gak. (ketawa)
I : Kok bisa nyasar ke Pemda, gimana ceritanya?
D : Ceritanya, ya dapet temanya di daerah sini.
I : Judulnya apa?
D : Judulnya sih fix-nya Analisis Implementasi Pajak Reklame atas Reklame
Rokok pada Warung dan Kios Di Kabupaten Bogor
I : Oh, fokus ya? Ke rokok ya?
D : Iya, ke reklame rokoknya
I : Fokus rokok
D : Di warung dan kios
I : Oke, yang sudah dipunya sekarang tentang reklame apaan? Di DPKBD udah
berapa hari?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Di DPKBD udah 2 bulanan
I : Walah, lama amat?
D : Iya, tapi gak setiap hari sih.
I : Dikasi data emang?
D : Dikasih. Tapi datang kalau lagi mau ambil data lagi. Dari DPKBD sudah dapat
tentang wajib pajaknya, sama objeknya, sama pemasukan dari pajak
reklamenya, sama perda. Dari BPT kemarin baru dikasi perda
penyelenggaraan.
I : Perizinannya? Perda reklame belum punya? Penyelengaraan reklame. Jadi
reklame itu dibagi oleh beberapa aturan di pemerintah daerah Kabupaten
Bogor. Satu, tentang pajak reklame, perda-nya. Yang kedua perda tentang
penyelenggaraan reklame. Yang ketiga keputusan bupati tentang pendelegasian
kewenangan, kaitannya dengan masalah perizinan reklame, yaitu ke BPT. Kan
gitu. Oke, saya ceritanya mulainya dari reklame dulu nih,ya. Atau ada yang
mau ditanyain gak, saya catet atau sedang dicatet
D : Mungkin yang saya pengen dari DKP sih kaya mekanisme. Kalau DKP kan tim
teknisnya pemasangan reklame, ya? Saya sih pengen kalau mekanisme
pengendalian atau pemeriksaan reklamenya terutama reklame rokok pada
warung dan kios. Terus standar kelayakan reklame rokok yang diperbolehkan
itu kaya apa, terutama warung dan kios. Terus peranannya dalam tahapan
administrasi pajak reklame, DKP itu berperan sebagai apa. Itu kan tahapan
administrasi ada banyak tu. Sama kendala yang muncul dalam pelaksanaannya.
I : Ini nanti saya siapin, jawaban ini. Di uraian tugas kita disini yang tentunya
mengacu pada peraturan daerah tentang penyelenggaraan reklame. Tapi saya
mau jelasin dulu kalau di kita reklame itu dibagi menjadi dua macam. Izin
reklame itu dibagi dua macam. Izin yang legalisasi, yang kedua sertifikasi.
Yang legalisasi, berlaku satu tahun. Eh, maaf, itu terbalik. Yang seritifkasi
berlaku satu tahun. yang legalisasi minimal satu minggu. Jenis-jenis dari
masing-masing kedua reklame itu, dikategorikan permanen dan non permanen.
Otomatis yang legalisasi yang satu minggu itu non permanen. Apa-apa saja
yang masuk? Gini aja nanti saya kasih perdanya. Di perdanya itu semua dibagi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
ada penjelasan tentang legalisasi, sertifikasi. Nanti disitu ada jenis reklame
sertifikasi apa, jenis reklame legalisasi apa, reklame permanen apa, reklame
non permanen apa. Mekanismenya seperti apa. Tugas pokok dan fungsi DKP
apa. Jadi ini yang nomor 3 ini, kaitan dengan mekanisme pengendalian, kita
tidak ada dalam (mencari barang). Nanti saya kasih buku potensi, disitu
tergambar reklame-reklame dengan berbagai jenis, Tapi nanti dipulangin,
banyak banget, difotokopi juga banyak nanti kasian ntar.
D : Oh, iya pak. (tertawa)
I : Kalau kaitan pengawasan pengendalian, itu kaitannya nanti dengan masalah
personil ya. Kita melakukan pengawasan pengendalian itu masuk ke dalam
sebuah kegiatan.
D : Tapi pemeriksaan lapangan reklamenya itu dilakukan sama DKP ya?
I : Iya. Kita. Di saya ada staf, dosen UP. Sekarang lagi ambil S2 IPB tentang
reklame. Nanti banyak ngobrol sama beliau. Soalnya beliau juga membimbing
mahasiswa. Nanti mbak dapet 2 pembimbing disini.
D : Kalau mau tau kaya standar-standar reklame yang diperbolehkan itu ada di
perda juga, ya?
I : Ee, diperbolehkan atau tidak diperbolehkannya seperti apa ya mbak, kita tidak
diperbolehkannya itu hanya dari sisi etika dan estetika. Ada di perda. Jadi
mbak tinggal baca perda-nya aja, semua ada disana. Maap (memberikan
kopian perda) kopiannya udah ancur. Udah bab berapa?
D : Udah bab 4 sih, mulai gambaran umum. Analisis baru masuk.
I : Tapi gak stress kan, nggak?
D : Nggak
I : Kuliah kan 4 tahun. Masak skripsi berapa bulan aja stress?
D : Iya, pak
I : Di DPKBD sama Pak Arif?
D : Sama Pak Rahmat
I : Ini ada disini. Sebentar (membaca). Begitu aja. Jika ada kendala teknis dalam
penerapan titik reklame di lapangan. Maka titik reklame di lapangan dapat
digeser. Cuma gitu doang. Dari segi konstruksi, untuk ukuran 4x6 untuk
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
memberikan penilaian terhadap konstruksi itu sendiri yang bersangkutan itu
harus memiliki IMB. IMB itu kan ada di Dinas Tata Letak Bangunan. Gitu aja
nanti Dinas Tata Letak Bangunannya yang menilai. Detil ukuran berapa yang
harus dipasang. Di kita tidak ada pembatasan reklame rokok.
D : Ada kaya pengaturan tempatnya gitu gak sih pak, harus dimana.
I : Ada, pengaturan tempat itu kita bagi bukan berdasarkan reklame. Tapi
pembagian zoning. Zoning itu artinya penetapan terhadap letak strategis sebuah
reklame. Lokasi reklame terdiri dari lokasi umum, lokasi selektif, lokasi
khusus.
D : Kalau warung dan kios itu dimasukin ke yang mana ya?
I : Umum. Lokasi umum. Jenis ukuran yang bisa dipasang di warung dan kios ya
tergantung warungnya. Kalau billboard-nya lebih gede dari kios. Nanti orang
mau beli lewat mana? Itu masuknya kategori billboard tempel. Itu masuknya
kategori stiker. Masuknya kategorinya sunscreen buat pelindung matahari. Jadi
yang masuk jenis reklame billboard megatron neon bando shelter panel. Yang
di warung kan, warung sama toko kan panel. Kemudian prismantik kaya kecap,
botol kecap yang gede.
D : 3 dimensi gitu ya
I : Iya, spanduk bisa di warung. Poster. Sticker. Ini yang di toko semuanya ni.
Flag chain. Rombong, yang satu warung dicat semua. Mana-mana saja pak?
Billboard tempel bisa juga ada disini. Kalau disini kategorinya reklame
billboard.billboard ini dibagi dua, ada yang tanam pake konstruksi di bawah.
Ada yang tempel. Nah ini yang tempel yang di warung, yang tanam boleh gak?
Boleh. Di warung dipinggirnya, namanya shop panel. Warung toko barokah,
persis di depan, tapi pake tiang. Kalau yang ditempel ada stiker, ada spanduk,
ada sticker, ada poster, ada flag chain, sunscreen. Pak Agus, duduk dulu
sebentar ini ada dari UI. Kita ambil aja ilmunya semuanya anak UI.
D : (tertawa)
I : Sebentar Pak Teguh
A : Mangga
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I : Dek Dina lagi nyusun skripsi, judulnya temanya tentang pajak reklame rokok
pada warung dan kios.
A : Iya.
I : Apa-apa saja yang dibolehkan? Semuanya boleh kan?
A : Boleh
I : Mau ditempel, mau ditanam boleh. Ada semuanya disini sih. Ada. Cuman nanti
kalau bingung misalnya, ambil foto lagi jalan nih, terus foto ni ada warung ada
reklame. Pak, ini masuknya jenisnya apa? Nanti Kita jawab
D : Oh, gitu.
I : Atau kita ada foto-foto reklame gak? Ada kan, kalau bawa flash disk dikasih
aja. Bawa flash disk?
D : Kayanya bawa
I : Bawa, jaman saya mah lain.
D : Tapi gak bawa, ketinggalan. Tapi bawa laptop-nya doang.
I : Yaudah, saya pikir perda aja dulu. Apa yang bisa dikupas di perda. Tolong
print-in yang mana, ya? Kan kita punya Pak Teguh punya kalau gak salah
cuma 10 lembar. Kan kita punya personil kita ada berapa, kegiatan
apapengawasan pengendalian petugas ada berapa kan ada. Printin aja dulu. Itu
dulu aja sementara.
D : Jadi yang tadi diperiksa itu dari segi estetika dan etikanya, ya?
I : Iya ada juga disini dibaca. Nanti aja. Sekarang mah pusing. Sekarang kita
ngobrol dulu. Kalo bisa dicatat, dicatat. Yang diperiksa dari reklame itu adalah
dari etika, estetika dan dari sisi konstruksi. Kemudian, ada pembedaan. Pak
Teguh, nah kenalin dulu nih. Pak Teguh, ini dosen Universitas Bung Karno,
baru ambil S2 di IPB. Mahasiswa yang dibimbing beliau banyak.
TG : Jadi malu nih, pak
I : Kok jadi malu. Nah, silahkan yang mau ditanyain ke Pak Teguh. Kalo saya
jawabannya ngawur. Pertanyaannya gini mas, pertama, bagaimanakah
mekanisme.
TG : Ini untuk skripsi?
D : Skripsi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG : Program studi?
D : Administrasi fiskal. Pajak, pak.
TG : Oh.
I : Pertanyaannya bagaimana mekanisme pengawasan dan pengendalian reklame
rokok. Jadi dia khusus di rokok yang terpasang di warung dan di kios. Terus,
apa standar, bagaimana standarisasi terhadap reklame rokok di Kabupaten
Bogor. Rokok seperti apa yang boleh, rokok seperti apa yang gak boleh. Terus
tahapan izin administrasi mah ada di BPT, neng. Kita mah tim teknis. Untuk
kendalanya, nah ini kendalanya nih, mas. Kan banyak kita kendalanya. Kalo
menurut Pak Teguh kan banyak, kalo menurut saya kan gak ada kendala.
TG : (tertawa) Soalnya kan saya mikirnya di awang-awang, Pak Iwan mikirnya di
kata dan dalih, jadinya gak ketemu
I : Kan yang diajak ngobrol ini mahasiswa, bukan biung. Kalau yang saya ajak
ngobrolnya broker, dari A sampai Z. Ini mahasiswa loh, bahasanya ya bahasa
sampean. Bahasa saya gak nyampe.
TG : Justru itu kang, saya dalam posisi sulit ini. Saya tau yang bener tapi
menceritakan yang bener itu susah.
I : Ceritain aja yang bener. Malu kita sama anak UI. Oh, ternyata di Bogor itu
gak bener ternyata reklamenya.
TG : (tertawa) Dilemanya, karena saya sebenarnya lebih lama jadi dosen dibanding
jadi pegawai pemda. Cara berpikirnya orang akademis dengan orang pemda
berbeda. Menimbulkan kesulitan (tertawa). Jadi gini, jadi ini kebetulan rokok
itu memang kan kita disini belum membahas lebih detail tentang rokok. di
perdanya juga belum ada perubahan.
I : Belum
TG : Ini kan ada edaran dari bupati tentang bikin raperda tentang pajak.
I : Kita dilibatkan, hanya ada penambahan satu aja. Reklame apung.
TG : Barangkali saya sendiri juga semangatnya Pak Bupati, karena undang-undangn
pajaknya berubah sekarang kita harus mengacu kesana sebenarnya. Kalau
menurut cara berpikir kita, bukan kita, saya mungkin. Rokok itu kalau di
beberapa kota termasuk Kota Bogor itu sudah sangat dibatasi. Hanya di daerah-
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
daerah tertentu yang boleh diapasang reklame rokok. Kalaupun masih ada yang
terpasang itu menunggu sampe habis izin sampai kemudian tidak diperpanjang.
Kalau di Kabupaten Bogor, sementara masih belum memberlakukan itu. Dan
bahkan itu menguntungkan kita. Karena yang di kota dilarang, dipasang di
kabupaten.
I : Itu perbedaan pengenaan pajaknya ditambah 25%
TG : Sekarang yang pikiran saya gitu, karena saya bukan perokok. Kalau Pak Iwan
kan perokok. Maka saya pengennya sih lebih gede dari itu. prosentasenya.
Selain itu juga ditetapkan juga area mana yang dibolehkan pemasaran rokok,
mana yang tidak boleh. Tapi secara normatif kita bisa, gak ada ya, seperti
reklame rokok diusahakan tidak dipasang di daerah pendidikan. Cuman yang
agak barangkali menjadi dilema bagi perguruan tinggi, ketika mereka mau
membangun lapangan basket, yang bisa membiayai Djarum atau LA. Jadi
lapangan basket lambangnya LA.
I : Harusnya Milo. Produk kesehatan. Tapi ternyata yang lebih berani ngeluarin
duit buat sarana olah raga itu dari produk rokok.
TG : Itu dilematis, salah satu kendalanya mbak. Kemudian tentang kaitannya dengan
mekanisme, mekanisme di BPT ya. Pengendalian, mekanisme pengendalian itu
barangkali gini sebenarnya untuk yang rokok itu, karena mereka biasanya
dijalankan oleh perusahaan-perusahaan yang bisa dibilang pro ya.
I : Tapi itu rokoknya cuma yang di warung sama di toko nih.
TG : Iya, jadi mulanya dari situ. Rokok secara umum biasanya ditenderkan ke
perusahaan advertising yang biasanya lebih rapi. Tapi itu untuk yang ukuran
besar seperti itu. untuk ukuran kecil yang kemudian dipasang kemudian di
toko-toko, dipasang di atas kios-kios, barangkali mengandalkan ini. Ya setelah.
Pada mulanya tertib, tapi setelah itu mengandalkan kelemahan pegawai
pengawasan pemda. Artinya ketika masa berakhirnya akan selesai, si pemasang
tadi tidak mempunyai itikad baik untuk membongkar sendiri reklamenya.
Sehingga tetap terpasang pada saat harusnya dia sudah dibongkar. Kendalanya,
pegawai pemda untuk bisa membongkar reklame itu banyak hal yang menjadi
bahan pertimbangan kita. Yang pertama, jumlah personil kita relative terbatas.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Sedangkan wilayah pemasangan reklame itu justru sangat luas, 40 kecamatan.
Kalau reklame rokok itu targetnya kan semua, dianggep semua ya. Barangkali
untuk bank, produk-produk lain yang non rokok itu ada segmen pasar sendiri.
Kalau rokok, dari kalangan pengangguran sekalipun bisa dianggap potensi
pembeli, gitu kan. Semua jadi bilangnya. Entah itu yang muda sampai yang tua
meskipun imejnya berbeda yang ini untuk kalangan muda, yang itu untuk
kalangan yang tua.
I : Ini imejnya ke daerah ini, ini imejnya ke daerah industri. Gitu aja.
TG : Cuman begitu dipasang di toko- toko yang sekian banyak. Seharusnya ketika
ijin berakhir dan itu reklamenya harusnya dibongkar yah. Kita kesulitan
membongkarnya. Lebih mudah memasang daripada membongkar. Kalo
memasang kan bisa hati-hati yah. Ketika menskrup ke atapnya. Begitu kita
bongkar, malah jadi rusak. Atap bocor. Saya kira komplen. Kalo dipaksa dia
dapet duit. Kalo dibongkar dia rusak, dan dia komplen ke pemda. Ketika ini ya,
reklamenya itu posisinya gini (memergakan). Ini kan mereka pasang, ini
disekrup, ini juga disekrup. Ketika dipasang seperti, chance untuk bocor
kemungkinan kecil. Karena ketutup karet atau gimana. Nah, begitu kita ambil
jadi bolong. Nah itu yang saya kira menjadi kendala, kesulitan yang kita
hadapi. Dan itu terus terang, kita punya anggaran untuk penertiban. Tapi
biasanya jumlahnya terbatas. Setiap keuangan daerah untuk membiayai hal
seperti itu kan harus dibagi semua SKPD mengajukan. Misalnya katakan kita
mengajukan berdasarkan data kita setiap tahun, reklame yang dibongkar sekian
ribu. Tidak mungkin itu dipenuhi sepenuhnya oleh anggaran. Entah itu
dicoretnya di raperda duluan. Di PAD, atau di pusat. Dicoret sama sekali atau
jumlahnya dikurangi.
I : Jadi kendalanya itu secara personil, dari ketersediaan anggaran, luas wilayah,
sarana prasana pendukung, peralatannya. Kita gak punya skywalker, kita gak
punya alat potong.
TG : Mungkin kalo detail tahapnya mungkin Pak Iwan sering ngobrol sama temen-
temen, jadi tau. Kalau saya sih liat dari normatifnya, dan memang ada, apa ya?
Barangkali kalau itung-itungan, ini di luar ini, cuma pikiran saya. Dulu apa
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
seperti ini, dulu ketika zaman orde baru sekitar tahun 90-an itu, jalan-jalan kan
diperbaiki. Sementara jalan-jalan itu diperbaiki, sebenarnya diatasnya itu ada
jalur kereta api. Tapi jalur kereta api itu ditutup begitu saja tanpa membongkar
besinya. Saya bertanya, kenapa itu besi tidak dibongkar, kan itu ada duitnya.
Gampang saja jawabnya, membongkar besi itu lebih mahal harganya daripada
harga besinya. Kalo dikilokan gitu ya. Biaya untuk mengangkat 1 batang besi
dan sebagainya itu kan, sekrupnya banyak, ternyata lebih besar daripada nilai
besinya. Sehingga mereka mengatakan lebih efisien kalo ditutup begitu saja.
Nah, sama saya kira untuk reklame ini. Jadi untuk membongkar itu lebih besar
daripada nilai pajaknya. Meskipun pemda dirugikan sih, tetep tertayang,
artinya pemilik produk gak bayar pajak, tapi reklame saya tetap terpasang. Gitu
pak, ya?
I : Betul pak, betul.
TG : Karena itu tadi kesulitan-kesulitan. Terutama untuk reklame yang kita sebut
ini, thin plat. Jadi plat tipis, maksudnya ukurannya 3x1.
I : Tapi masangnya 400. Dipasangnya ke 40 kecamatan. Karena wilayahnya, ada
satu kecamatan. Perjalanan dari sini ke kecamatan itu dengan perjalanan dari
sini ke Bandung itu sama
TG : Bisa dibayangkan, kan? Misalnya gini ada kecamatan Nanggung gitu dekat
kaki Gunung Halimun. Nanggung gitu bener-bener nanggung.
I : Jadi kecamatannya namanya tu Nanggung, bener-bener nanggung.
D : (tertawa)
I : Dibilang daerah pedalaman bukan, masih deket sama Jakarta. Masih satu pulau
di Jawa Barat. Dibilang masuk ke perkotaan juga jauh kemana-mana.
TG : Itu tetep aja ada reklame rokok. Nah itu tadi, ongkos kita kesana barangkali
tidak sebanding kalau diitung-itung. Memang belum kita itung rinci benernya,
tapi situasinya hampir menyamainya. Kita punya SPPD ya pak, Surat Perintah
Perjalanan Dinas. Ada disitu dalam daftar untuk setiap personil, Golongan
sekian, dapetnya sekian. Tapi tetap dihitung beneran. Tapi benar-benar tidak
efisien.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I : Sementara kita terpaku dengan ketentuan bahwa untuk perjalanan dinas kesana
itu dananya sudah ditentukan kan. Golongan III berapa, golongan II berapa.
TG : Tapi yang masih agak kita pantau itu di wilayah pengembangan perkotaan.
Dulu bilangnya kawedanan ya, pak.
I : Kawedanan .
TG : Sekarang sih gak ada.
I : Gak ada ya sekarang.
TG : Jadi memang di wilayah perkotaan dan kecamatanyang potensial, itu masih
bisa. Tapi ada juga sih yang nggak, karena cukup jauh. Karena jarak, dan
memang akses kesana juga jelek. Jalan sananya mungkin bagus, dekat dengan
Banten, Tapi akses ke kabupatennya itu, Parung Panjang, jalannya ancur
karena kendaraan-kendaraan yang lewat situ.
I : Tidak efektif mau menertibkan billboard reklame yang ada di Parung Panjang
yang ratusan, perjalanan dari sini ke sananya aja memakan waktu setengah
hari. Mau nginep disana, mau nginep dimana, uang untuk hotel dan sebagainya
kan tidak memungkinkan. Akhirnya kita biarkan sampai lupa
TG : Kira-kira tadi ceritanya membantu gak, ya?
D : Membantu, tadi kaitannya dengan kendala.
I : Nanti tanya lagi ke BPT, disitu masalah standarisasi. Kaitannya dengan
reklame rokok yang dipasang di warung dan kios harus memenuhi persyaratan
apa saja.
D : Kan tadi bilangnya diusahakan tidak dekat dengan lingkungan sekolah. Kan
warung dan kios itu kan banyak gitu. Bahkan jadi tempat berkumpulnya anak-
anak.
TG : Nah itu juga repotnya, anak-anak itu juga beli rokok. karena sasarannya kesitu
juga. Jadi memang sewaktu kita omongin itu juga masih agak terbatas reklame
yang terkait dengan ini. Kita menyebutnya billboard, di reklame ini, billboard
tanam. Itu kita tagih. Tapi untuk billboard tempel, kios itu memang sulit untuk
dibatasi.
I : Kebanyakan reklame yang di warung dan kios itu billboard tempel.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG : Itu tantangan berat bagi pemda itu. kita nyebutnya sticker. Itu kan pajaknya gak
tinggi. tapi jumlahnya banyak. Ketika mereka tempel kemudian kita tangkap.
Mana izinnya? Gak ada pak. Yaudah kita amankan. Kita amankan hari ini,
mungkin sore dia udah ada lagi. Dipasang lagi di tempat yang kita tidak bisa
pantau dalam 24 jam. Kadang mereka masang di luar jam kerjanya orang-orang
pemda. Jadi itu, yang menurut saya susah itu sticker. Estetika lingkungan itu
paling merusak. Nempelnya juga gak peduli. Udah ada Neo Mild disitu, ada
Djarum Super. Dia gak peduli, yang penting duit dari yang menyuruh itu. itu
yang menurut saya susah untuk diawasi. Kita punya barang bukti bahwa kita
melakukan tindakan penertiban. Yang susah itu memberishkan stiker itu. apa
lebih bagus kalau kita cabut? Malah jadi lebih jelek.
I : Gimana apa lagi mbak dina?
D : Oiya, tentang standar.
I : Itu kan masih sederhana, kalau di warung sama kios itu kontruksinya masih
sederhana. Tidak harus memberikan penilaian.
TG : Kan ada dua macem. Kalau yang di warungnya sendiri, ketika ditempel
konstruksinya ada tempat untuk menempel, ada space. Kalau yang diinginkan
Pak Wandi dulu, mereka harus bikin kelengkapan terlebih dahulu. Berarti kalau
ditempel di warung yang ilegal, itu artinya kita melegalkan keilegalan mereka.
Itu dulu kan begitu cara pikirnya. Saya gak tau gimana belakang-belakangnya.
Jadi yang jelas ada tempat dan cukup aman. Ada tempat untuk memasang
reklame itu.
I : Dan tidak menempel pada fasilitas-fasilitas umum. Seperti lampu PJU, terus
rambu lalu lintas kalau warungnya itu ada deket situ.
TG : Bisa, tapi harus izin dulu dengan izin khusus.
I : Kan tidak menghalangi fasilitas umum seperti PJU, rambu lalu lintas, pejalan
kaki, sudut pandang, ya lalu lintas yah. Juga seperti pemasangan reklame rokok
dekat tempat-tempat sekolah kita juga tidak izinkan untuk dipasang.
D : Tindakan yang udah diambil pada saat pemeriksaan apabila tidak sesuai
dengan aturan?
I : Dibongkar. Kita terprogram, tetapi ada juga yang insidental.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG : Kalau ada yang insidental, kita turun ke lapangan. Kalau ada komplen. Ya,
accident lah. Kalau ada accident langsung kita gerak ke lapangan untuk
menindaklanjuti. Misalkan reklamenya mau jatuh, langsung kita lihat.
I : Minimal 2 kali yang rutin ditambah yang insidental.
D : Insidental itu tadi yang mana pak?
I : Kalau konstruksinya sudah terlihat mulai membahayakan. Seperti yang tadi
disebutkan, yang menghalangi rambu tiba-tiba, menghalangi pandangan mata,
terpasang pada PJU atau menghalangi lampu PJU.
TG : Sebenarnya kalau dilihat persyaratan teknis, itu sudah memenuhi syarat. Tapi
tetap aja ada kejadian yang accindental. Jadi kendaraan ini nakal, sudah ada
tempat sendiri, ini bahu jalan, reklamenya sudah cukup aman, tapi karena
kondisi jalan macet mengambil mengambil jalan ini. Ini yang sering kejadian.
Sebenarnya bukan salahnya reklame, karena dari itunya sudah cukup aman.
Tapi pasti ada yang nyalip, yang tadinya untuk 2 jalur kendaraan, jadi 4 jalur.
Itu bisa saja.
I : Reklamenya dibongkar untuk digeser.
TG : Sebenarnya itu sudah memenuhi syarat tapi karena kejadian itu yah harus
dibongkar.
I : Nanti kalo perlu foto-fotonya bentuk reklamenya, mbak bawa flash disk yah.
Nanti mbak buka laptopnya, nanti saya bilangin ini yang stiker. Nanti mbak
kan ada bayangan. Yang tertempel atau yang terpasang di warung dan kios itu
hanya reklame yang berbentuk seperti ini.
TG : Bagi si pemilik toko itu tidak masalah ya. Orang dari jauh udah keliatan. Ini
pajaknya gak tinggi. pajaknya gak tinggi, ketika kita harus menghapus itu kita
perlu biaya. Butuh duit. Kalo kita bongkar asal-asalan pemilik rumahnya yang
marah. Rumahnya kok jadi jelek. Kemaren saya lihat yang XL dicat bagus,
begitu dicat sama pemerintah jadi jelek.
D : Yang di rombong itu bagaimana yah pemeriksaannya, itu kan ada batas waktu
pemasangannya.
I : Idealnya itu kita tutup untuk dicat. Rombong tau kan ya mbak
D : Iya yang digambar. Ada gak sih yang bentuknya kaya warung kecil gerobak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I : Ada, kalau Gudang Garam itu nyebutnya lang. Jadi kaya kemaren itu event
piala dunia, bentuknya bagus bola gitu
TG : Itu kalo yang kaya gitu diambil
I : Diambil tapi kebanyakan diambil lagi sama yang punya.
TG : Kan dia memberi fasilitas. Kaya Djarum atau Gudang Garam
D : Kan tadi yang diperiksa itu etika, estetika dan kontruksi. Kalau estetika itu
yang kaya apa ya?
TG : Sebenarnya kalau secara umum itu, estetika dari objek reklame itu sendiri dan
terkait dengan lingkungan. Jadi kalau dengan adanya reklame itu mengganggu
pemandangan indah sekitarnya maka itu kita arahkan untuk tertib. Atau yang
kedua estetika terkait dengan objek reklamenya itu sendiri. Jadi sebenarnya
kalau dari design visual reklamenya gak terlalu terlihat. Tapi kalau di
Kabupaten Bogor, kita punya kriteria tapi tidak terperinci, hanya secara norma
saja. Kalau terkait dengan norma asusila kita tidak izinkan. Misalnya reklame
kondom, itu tidak kita izinkan pasang.
I : Kondom, daleman, daleman-daleman cewe yang gambarnya seksi, ya itu gak
boleh. Bolehnya dipasang di ruangan ini aja (tertawa)
TG : Kalau seperti itu yang di luar kita batasi. Ya artinya secara normatif saja. Kan
bisa jadi perdebatan kan itu tidak mengandung unsur. Tapi gambarnya
setengah telanjang. Kaya kondom, apa sih kondom. Ya kita tetap harus
memahami untuk tidak diiklankan di media reklame luar. Karena sasarannya
banyak. Anak kecil kan juga bisa jadi nanya. Ya begitulah. Jadi kaya kondisi
reklame yang sudah sobek, sudah memudar, jelek. Itu estetika.
D : Kalau etikanya?
TG : Etika, menyinggung SARA. Kan di perda diberitahu juga tentang SARA. Tapi
SARA ini juga luas sih. Misalnya ada kata-kata yang punya Kemungkinan
untuk menimbulkan, perdebatan, slek-slek kecil.
I : Kalau mau ambil contoh, dibawah ada nih. Yang 21 Mei, segera akan tiba.
Yang radio.com yang dari California. Yang bilang kiamat itu tanggal 21. Itu
ada 48. Itu kita bongkar. Mau difoto? Atau mau dibawa?
D : (tertawa) ga ngaruh pak, gak nyambung
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I : Ada 48 titik kita bongkar. Ada disini terpasang. Depok kecolongan. Depok
kasih izin. Kita nggak kasih izin, kita bongkar. Kita tanya orang yang mau
ambil disini. Saya tanya, radio mana ini, kok radio California masang
billboardnya disini. Gak pak, radionya di Pondok Gede. Saluran berapa? Saya
buka semua saluran radio di mobil gak ada tuh yang namanya radio anda.
Kenapa harus memasang di Kabupaten Bogor. setau saya tanggal 21 Mei itu
menurut rencana anda mau kiamat ya? Ini kan menimbulkan keresahan. Kita
bongkar 48. Tidak datang lagi orangnya.
TG : Mungkin maksudnya ya. Itu kan itu kan sesuai estetika visual. Kalau kita bisa
mempersepsikan itu bisa menjurus ke arah SARA.
I : Atasnya sih bagus mas, ada tulisan hati-hati demam berdarah. Jagalah
kebersihan lingkungan, bayarlah pajak anda tepat waktu. Tapi untungnya dia
pas masang gak tau. Kalau tau mungkin juga tangkep sama orang-orangnya.
Di Bekasi mbak orderya, tapi dia gak mau meberitahukan detail siapa yang
menyuruh.
D : Itu kalau diambil lagi maksudnya untuk dipasang lagi?
I : Khawatirnya begitu. Sebelum tanggal 21 Mei dia sudah 3 kali datang kesini.
Itu takutnya orang gak tau. Itu kan ada gambar gunung, orang lagi jongkok.
Segera tiba tanggal 21 Mei. Ada nama radionya gelombangnya. Saya cari tuh,
tapi tidak ada. Saya inget, jangan-jangan ini tentang masalah pendeta yang
ngomongin tanggal 21 mau kiamat nih. Taunya bener. Bongkar. Dari tanggal
1 bulan Mei itu mereka udah bolak-balik kesini mau ngambil. Nanti dipasang
lagi di tempat lain. Saya ambil, saya tebus 2,5 juta.. Pasti yang datang kesini
pendeta. Pondok gede bilangnya radionya. Dimana Pondok Gedenya. Saya
juga dulu tinggal di Pondok Gede. Gak tau pak. Saya sampe nanya, maaf mas
ya, mas muslim? Iya pak. Tapi tau gak ini maksudnya apa? Saya jelasin. Kaget
dia. Saya gak tau pak. Ini tanggal 21 nih, menurut yang nyuruh kamu, kita mau
kiamat. Kamu percaya gak? Ya gak percaya. Yaudah. Yang begitu-begitu
bahaya mbak. Trus adalah yang menuju-nuju ke arah sana.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 4
Transkrip Wawancara
Waktu : 10.00 WIB
Tanggal : 27 Mei 2011
Tempat : Gedung Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah
Kabupaten Bogor
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Rachmat
Posisi Terwawancara : Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas
Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten
Bogor
D : Pak Rachmat, saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai pajak
reklame sama Bapak, khususnya terkait pendataan dan penetapan pajak relame.
Tapi mungkin diantara pedoman wawancara yang saya tanyakan ini ada yang
sudah pernah saya tanyakan ke Bapak. Namun saya mau memperdalam
pertanyaannya. Untuk pertanyaan pertama saya ingin menanyakan pengaruh
program KTR terhadap kondisi pajak reklame Kabupaten Bogor ?
R : Kaya yang waktu itu saya bilang, perubahan ada tapi tidak signifikan. Mungkin
sekitar tahun depan baru terlihat dampak dari program tersebut.
D : Tapi terjadi peningkatan pajak reklame gak, pak?
R : Peningkatan sih ada, cuman belum terlalu signifikan.
D : Untuk subjek pajak reklame, sebenarnya siapa subjek pajak dari pajak reklame
atas warung dan kios ini pak?
R : Subjek pajaknya reklame rokok ya perusahaan rokok. Tapi ada juga yang
melalui biro iklan, jadi subjek pajaknya itu biro iklan.
D : Jadi subjek pajaknya itu bisa biro iklan atau perusahaan rokok. Bukan pemilik
warung dan kios?
R : Bukan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Jadi wajib pajak yang membayarkan pajaknya itu biro iklan dan perusahaan
rokok, bukan pemilik warung dan kios?
R : Iya bukan.
D : Untuk objek pajak reklame rokok di warung dan kios, biasanya reklame
berbentuk apa ya, pak ?
R : Kalau reklame secara umum sih yang di warung sama kios itu ada yang
bentuknya kaya kios, terus digambar-gambar. Namanya kalau gak salah
rombong itu. Kaya kalau warung ponsel, ada gambar Esia dan IM3. Nah, itu
tuh rombong. Tapi kalau rokok, ada sih. Tapi gak banyak. Selain rombong, ada
billboard. Nah, billboard itu ada billboard tempel sama tanam.
D : Billboard-nya itu kaya apa ya, pak?
R : Jadi kaya papan gitu. Nama tokonya misalnya Toko A, atasnya ada gambar
produknya, bawahnya namanya. Itu termasuk billboard.
D : Bedanya tempel sama tanam, pak?
R : Kalau billboard tempel itu bentuknya ditempel gitu aja, kaya di atas atap atau
digantung gitu di depan warung kios. Kalau billboard tanam, biasanya ada
tiangnya gitu nancep di tanah.
D : Data tentang wajib pajak dan objek pajak itu didata oleh siapa?
R : Pendataan wajib pajak dilakukan oleh DPKBD. Pendataan dilakukan dengan
pendaftaran, baik wajib pajak dan objek. Pendaftaran wajib pajak dilakukan
ketika subjek pajak reklame rokok baru pertama kali menyelenggarakan
reklame rokok di Kabupaten Bogor. Pendataan wajib pajak merupakan langkah
awal dalam rangkaian administrasi pajak karena dengan pendaftaran tersebut,
subjek pajak akan mendapat NPWPD dan berubah status menjadi wajib pajak.
Kalau data objek yang ada di kita itu semua dapatnya dari BPT yang diberikan
melalui wajib pajak dalam bentuk Surat Pengantar. Jadi Kan sebelum masuk ke
DPKBD dan diproses pajaknya semua data harus sudah lengkap di BPT. Jadi
pendataan objek pajak itu dilakukan oleh BPT. Cuman, istilahnya tetep wajib
pajak yang melaporkan, karena wajib pajaknya yang memberikan itu ke kita.
Surat Pengantar itu diberlakukan seperti SPTPD kalau di perda.
D : Jadi data yang ada di DPKBD itu data yang sudah lengkap ?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
R : Iya, karena kalau data belum lengkap dan benar reklamenya gak diproses. Jadi
data yang ada di DPKBD sudah lengkap.
D : Ada pemeriksaan wajib pajak reklame gak sih, pak?
R : Ada. d.
D : Yang diperiksa apa saja ya, pak?
R : Kesesuaian data dengan yang ada di lapangan, misalnya di laporan ukurannya
segini tapi di lapangannya taunya ukurannya beda. Atau di datanya bilang gak
pake lampu, taunya di lapangan pake lampu. Kan itu perhitungannya beda.
Selain itu, jenis reklamenya juga dilihat. Pokoknya disesuaikan antara data
sama lapangannya.
D : Itu pemeriksaannya kapan dilakuinnya ya, pak?
R : Ya pemeriksaannya sebelum membayar pajak dalam proses BPT atau sudah
lengkap datanya. Tapi ada kasus pemeriksaan dilakukan setelah pembayaran,
tapi itu jarang banget.
D : Penghitungannya bagaimana ya, pak? Apa ada perlakuan khusus?
R : Perhitungannya ya sesuai dengan Perda saja. Gak ada perlakuan khusus. Sama
dengan reklame lain, perhitungannya per objek per lokasi.
D : Jadi, misalnya di warung dan kios ada dua jenis reklame, rombong sama
billboard tempel. Itu perhitungannya dipisah?
R : Iya tetap dipisah. Soalnya kan nilainya beda antara jenis reklame.
D : Oh, saya kira digabung semua baru dihitung?
R : Case digabung itu kalau misalnya begini, satu biro iklan missal djarum masang
iklan berderet gitu, lima warung berjejer. Nah, jenis reklamenya sama, nilai
strategisnya sama, ukurannya sama. Itu bisa digabung.
D : Bagaimana proses penetapan pajak reklamenya ya, pak?
R : Penetapannya dilakukan berdasarkan surat pengantar BPT. Dengan pedoman
surat tersebut, kita membuat SKPD. SKPD ini yang nantinya harus dibayar
oleh wajib pajak. 1 SKPD, 1 objek dan 1 lokasi. Bisa digabung kalau case-nya
seperti itu tadi, pemasang sama, jenis reklamenya sama, ukurannya sama, dan
nilai strategisnya sama. Kamu udah pernah lihat surat pengantar dari BPT
belum?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Belum, pak.
R : Nah, ini dari BPT (memperlihatkan surat pengantar BPT), Badan Perizinan
Terpadu. Nah, ini nama wajib pajaknya, nama pemasang, nah ini naskahnya.
D : Naskah reklame itu isi reklame?
R : Isi reklame. Ini lokasinya, ini jenisnya, nah dasarnya kita ini untuk membuat
SKPD reklame..
D : Masa berlaku ini maksudnya itu dibayar per bulan atau bagaimana, pak?
R : Kalau untuk spanduk, umbul-umbul, banner, dan baliho itu masa pajaknya per
minggu.
D : Per minggu. Jadi tiap minggu bayar pajak?
R : Belum tentu juga. Kalau spanduk kaya gitu sih temporer. Dia gak bayar pajak,
ya sudah. Bisa dia cabut sendiri ataupun nanti ada tim operasi pembersihan
dicabut.
D : Spanduk per minggu, tadi apa saja, pak?
R : Tadi spanduk, umbul-umbul, banner, baliho, sama balon udara kalo gak salah.
Itu ada di SK di Peraturan Bupati.
D : Oh, Perbup. Yang peraturan tentang nilai sewa reklame?
R : He’eh, disitu ada kan jenis reklame ini, ada di sampingnya. Hitungnya per
minggu per tahun, ada disitu.
D : Ada kendala gak sih pak dalam pendataan pajak reklame?
R : Ya, banyak. Kendalanya sebetulnya ada. Yah, kendalanya. Kendalanya yang
ini, apa namanya, kalau menurut saya itu potensi. Ada papan reklame yang
kosong. Jadi tiang gitu. Sebenernya itu kan potensi, tapi gak diperpanjang.
D : Maksudnya kosong gimana ya, pak?
R : Misalnya reklame, tapi gak ada apa-apanya. Jadi ya gak kena pajak. Tapi itu
sebenarnya potensi, dibongkarpun tidak, kan itu kendala sebetulnya.
D : Selain itu ada lagi gak, pak?
R : Ng, kendalanya lagi, nyari ini kalau kaya rokok gitu sih gampang diitu ya. Tapi
kalau yang pemasangannya sama advertising, biro iklan. Kadang-kadang kalau
kita sekarang mau manggil, pertama datanya melalui biro iklan, nanti kita
memanggilnya pun ke biro iklan lagi. Nah, nanti biro iklan itu dengan alasan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
“Kita tidak lagi dipakai sama produk itu”, maksudnya kontraknya sudah
habislah. Kan nanti kendala lagi, kita harus nyari lagi nama produknya itu.
D : Pak, pemanggilannya ini dalam hal pemeriksaan?
R : Bukan, jadi kita ada surat panggilan dalam hal masa pajaknya sudah habis.
D : Ada lagi pak?
R : Kendalanya udah deh jangan banyak-banyak.
D : Gak apa-apa, pak. Mungkin nanti saya bisa menemukan solusi. (ketawa)
R : Ciee…
D : Jadi diulang lagi ya, pak. Jadi pengaruh program kawasan tanpa rokok di Kota
Bogor itu belum signifikan ya, pak?
R : Iya, belum signifikan
D : Tapi ada peningkatan?
R : Ada, kalau peningkatan ada. Cuman memang masih gitu aja.
D : Terus tadi subjek pajak reklamenya itu. bisa dari biro iklan atau perusahaan
rokok.
R : He’eh, bisa langsung perusahaan rokok itu sama biro iklan. Tapi kalau diliat
mayoritasnya sih biro iklan.
D : Biro iklannya itu disekitar bogor atau dari daerah lain gitu, pak?
R : Iya, di Bandung ada, dari Jakarta ada, ada lah sampai keluar kaya Semarang.
Ada.
D : Wah, soalnya saya juga harus wawancara biro iklannya juga. Jadi biro iklannya
tidak hanya dari bogor saja?
R : Tidak, diluar bogor juga ada.
D : Objek pajak reklamenya berarti rombong, billboard tempel sama tanam saja
untuk di warung dan kios?
R : he’eh
D : Yang stiker dan poster tidak termasuk?
R : Jarang, biasanya kalau poster itu ditempelnya di tembok-tembok yang ada.
Nah, itu juga sebenarnya jadi kendala juga. Mereka juga jarang melaporkan itu
yang kaya gitu. Makanya kadang-kadang ditertibkan lagi. Umpet-umpetan itu
sebenarnya, pasangnya juga pasti malem-malem. Jangan stiker, poster saja.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Yang poster yang di dalam warungnya itu, itu juga termasuk gak, pak? Kan
biasanya selain di luar, itu didalamnya suka dipasangin lagi gitu kaya poster.
R : Nah, itu masuknya ke dalam reklame dalam ruang namanya. Reklame dalam
ruang itu kalau pengelolaan izinnya masuk ke kecamatan. DPKBD hanya
mengelola reklame yang perizinannya dilakukan oleh BPT Kabupaten Bogor.
D : Oh gitu, tapi tetep dikenain pajak gak, pak?
R : Iya, harusnya kena pajak.
D : Harusnya kena pajak, tapi realisasinya dikenai pajak gak, pak?
R : Jarang.
D : Karena suka gak ketahuan ya, pak?
R : Iya.
D : Untuk data, data adanya di BPT sama DPKBD ya, pak? Datanya berdasarkan
surat pengantar dari BPT?
R : Iya, untuk membuat ketentuan SKPD.
D : Ya, yang intinya ada pemohon, isi reklame, lokasi, jenis, ukuran, jumlah. Oh,
ada jumlah juga ya, pak?
R : Iya, kan tadi yang disebutkan kalau satu lokasi.
D : Oh, jumlahnya itu. Terus nilai “sttgs” itu apa ya, pak?
R : Nilai strategis.
D : Oh, nilai strategis. masa berlaku.
R : Ini masa pajak ya. Kalau di kita ini masa pajak namanya.
D : Masa pajak. Status izin itu apa ya, pak?
R : Itu sih cuma kode, baru-perpanjangan. Kalau B baru dia.
D : Terus dalam ruang / luar ruang itu juga termasuk?
R : Iya, kalau dalam ruang yang tadi itu, reklame dalam ruang. Perhitungannya lain
lagi dengan luar ruang.
D : Oh, beda. Penghitungannya gimana, pak? Maksudnya ada dalam Perbup juga
ya, pak?
R : Beda. He’eh di Perbup-nya ada.
D : Terus lokasi sendiri, rumija, atau sewa?
R : Itu juga diluar dari ini.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Di luar dari teknis?
R : Sendiri lagi maksudnya. Itu ada di daftar sendiri lagi.
D : Jadi data yang disini sudah lengkap semua karena sudah berdasarkan Surat
Pengantar BPT.
R : Iya, sesuai dengan Surat Pengantar.
D : Terus untuk pemeriksaan dilakukan sama tim teknis dari DKP sama DPKBD.
R : Iya.
D : Yang diperiksa itu ukuran, jenis reklame, sama penambahan di reklame itu,
kaya lampu, dan dilakuinnya sebelum bayar pajak. Yang case setelah
pembayaran pajak kalau?
R : Ya bisa juga setelah pembayaran pajak dilakukannya, tapi itu jarang sekali ya.
Udahlah intinya itu aja lah, sebelum bayar pajak.
D : Untuk perhitungan tidak ada perlakuan khusus dan diitungnya per objek dan
per lokasi. Eh, per objek saja ya, pak?
R : Objek, lokasi juga. Kan itu juga lokasi strategis juga menentukan. Nilai
pajaknya juga. Ada itu, perhitungan itu ada bukan? Di Perda kalau gak salah.
D : Perda ya, pak.
R : Iya, perhitungan reklamenya itu ada di perda.
D : Terus penetapan dilakukannya disini ya, pak?
R : Iya, kalau penetapan disini. Penetapannya berdasarkan itu, Surat Pengantar dari
BPT.
D : Lalu hasilnya SKPD.
R : Iya.
D : SKPD-nya per objek dan per lokasi, bisa dijadikan satu kalau satu ukuran, satu
tempat, dan satu jenis.
R : Iya.
D : Terus kendalanya itu tadi ya, pak? Reklame kosong yang seharusnya bisa
menjadi potensi. Kemudian pemasangan dengan biro iklan terkait pemanggilan
untuk menanyakan masa pajaknya, mau diperpanjang atau tidak. Terus yang
poster di dalam ruangan terkadang suka susah, tidak teridentifikasi ya, pak.
R : Iya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : pernah terjadi penerbitan SKPDKB / SKPDLB / SKPDKBT gak pak?
R : belum ada sampai saat ini kita menerbitkan SKPD koreksi dari SKPD yang
sudah diterbitkan.
D : maksud dari penetapan sendiri di perda itu apa ya pak? Kan pajak reklame
menggunaakn sistem official assess
D : Iya, mungkin itu aja deh, pak. Insya Allah sudah semua tercakupi.
R : Perda-nya udah dibaca belum? Itu bisa penambahan-penambahan yang tadi itu
ada, yang perhitungan. Itu kan di perda juga ada. Dilihat lagi Perda-nya.
Maksudnya narasinya bisa lebih banyak di Perda. Ya, lumayanlah buat
menambah kata-kata.
D : Perda sama Perbup, ya?
R : Iya, kalau narasinya bagus jadi lebih panjang lagi.
D : Iya-iya, kayanya itu semua udah dapet. Terima kasih, pak.
R : Iya sama-sama.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Waktu : 11.00 WIB
Tanggal : 27 Mei 2011
Tempat : Gedung Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah
Kabupaten Bogor
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Fendri
Posisi Terwawancara : Bagian Penagihan Pajak Reklame Dinas Pendapatan dan
Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
F : Iya, wajib pajaknya sendiri.
D : Pemungutan pajak reklame, ada pengawasannya gak dalam hal pembayaran?
F : Otomatis, kan diawasi terus dengan panggilan itu, nah itu udah masuk belum.
Nah, itu di Bu Rini tuh di ceknya. Kan kita sistem jaringan disini. Saya korelasi
dengan pak Dedi, ini udah masuk belum? Kalo belum, kita panggil kembali.
D : Jadi setelah panggil tapi belum dilakukan, keluar STP.
F : STPD. Kalau denda itu ya, berdasarkan denda.
D : STPD berdasarkan denda.
F : Dendanya berapa, timbul disitu.
D : Penerimaan dari sektor pajak reklame menigkat gak sih Pak sejak KTR di
Bogor?
F : Oh, ini ya? Yang untuk ke Bogor? Kalau menurut saya mungkin ada sedikit
dampaknya. Karena kan untuk rokok-rokok gak boleh, berarti kan beralih ke
Kabupaten. Tapi tidak signifikan. Pasti itu secara otomatis. Logikanya begini,
misalkan calon WP akan masang ke kota, karena kota ini strategis. Karena ada
pelarangan, jadi dia pindah ke daerah lain minimal ke daerah Kabupaten
Bogor. tapi tidak terlalu signifikan, tapi ada, pasti ada.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Dari semuanya itu, pada taat pajak gak sih, pak? Dari pajak reklame. Pada
bayar tepat waktu dan sesuai ketentuan?
F : Kalau liat dari pemasukan ini, untuk reklame Alhamdulillah. Karena taat atau
tidak taat pajak tergantung dari jumlah tunggakan. Kalau tunggakan besar,
berarti taat pajaknya nihil, atau besar. Kalo tunggakan kecil, berarti dia sudah
mengikuti aturan yang ada.
D : Persentasenya kira-kira pak untuk yang taat pajak?
F : Aduh, itu saya belum bisa. Tapi kalau presentase berdasarkan target kita ada.
Tapi presentase wajib pajak ini sudah taat aturan, kita belum punya data itu.
Tapi presentase berdasarkan pencapaian target, ada di kita, sampai bulan apa
itu. Misalkan dengan target reklame kan Rp 9.500.000.000, sampai dengan
bulan Mei dari tanggal 1 sampai sekarang tanggal 26 sudah ada presentasenya.
Tapi kalo berdasarkan presentase ketaatan wajib pajak, kita belum punya data
itu. Tapi dikira-kira aja itu mah, diliat dari jumlah tunggakan. Kalo sedikit
berarti mereka sudah sesuai dengan aturan. Seharusnya pajak reklame ini tidak
ada tunggakan, soalnya cash and carry. SKP beres harus bayar, SKP selesai
dibuat harus bayar. Beda dengan perlakuan WP-WP yang lain.
D : Ada kendala gak sih pak dalam pemungutannya?
F : Pemungutan apa, nih? Penyaringan atau pemungutan setelah jadi WP dia
nunggak?
D : Pemungutan setelah jadi WP, dia nunggak, kalau disesuaiin?
F : Kalau disini, itu tadi kita panggil. Masalah penjaringan wajib pajak mah disana
di data. Kalau di kita, pemungutan pajak, disini itu kalau wajib pajak itu sudah
wajib pajak, dia punya tunggakan ditindak, kalau dia tidak punya tunggakan ya
kita tidak tindaki.
D : Jadi mekanisme pemungutan itu kalau sudah jadi wajib pajak disana menurut
pendataan, keluar SKPD itu yang harus dibayar, kalau dia bayar itu dianggap
lunas dan dianggap tidak apa-apa.
F : Gak ada apa-apa dengan kita. Nah, cuma disini di pembukuan dilaporkan,
disini penerimaan. Di Bu Rini setiap hari. Sesuai dengan kas pembantu di
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penjaringan. Terus berdasarkan dengan bukti transfer dari bank. SSPD dan
surat keterangan pajak kalau sudah setor bayar.
D : Kalau seandainya dia menunggak atau tidak membayar pajak dia baru dikasih
surat panggilan. Panggilan itu untuk mengingatkan dia untuk bayar.
F : Iya. Misalkan tanggal berapa.
D : Untuk mengingatkan itu berapa lama ya, pak?
F : 7 hari, kalau menurut aturan ya. Tapi kita ada toleransi, sih.
D : Setelah panggilan?
F : Kita panggil lagi kalau dia memang tidak ini.
D : Panggilannya berapa kali ya, pak?
F : Seharusnya kan tiga kali panggilan. Tapi kita belum, terus terang kita belum
sampai ke pemaksaan, surat paksa. Kita belum sampai ke arah sana. Cuman
sektor pajak walaupun nunggak-nunggak-nunggak, kita optimis menyelesaikan
dengan cara kekeluargaan. Kelemahan kita memang kita belum menetapkan
aturan yang berlaku, dalam artian kalau ini si wajib pajak memang bandel ya
seharusnya kan bikin surat paksa. Tapi kita belum menjalankan ini karena
kelemahan kita masih ada kekurangan.
D : Oh, gitu. Kalau tidak di bayar keluar SPP.
F : Ada dendanya disitu. Sebenarnya di panggilan juga tercantum disitu.
D : Penerimaan dari sektor pajak itu termasuk tinggi gak, pak?
F : Kalau melihat data disini sih, saya lihat dulu.
D : Urutannya deh, dari semua pajak. Pajak reklame urutan keberapa gitu
F : Diurut dulu nih, pertama PPJ, kedua PATB, ketiga, keempat, kelima, berarti
urutan ketujuh dari 11 jenis pajak. Kontribusinya ke pendapatan daerah 9,5
milyar target kita tahun 2011 ya.
D : Ada pengawasan pemungutannya gak sih, pak?
F : Dimonitor aja kita. Sewaktu-waktu memang kita ke lapangan, ngecek.
Sewaktu-waktu itu. Kecuali kalau pajak-pajak lain ya. Karena kendala kita,,
kalau pajak reklame ini dia misalkan pajak reklame billboard, dia pasang di
wilayah kabupaten bogor, tapi kantornya di Jakarta.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 6
Transkrip Wawancara
Waktu : 13.00 WIB
Tanggal : 26 Juli 2011
Tempat : Gedung Kantor Pemasaran PT. Djarum, Ciawi
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Juliasworo
Posisi Terwawancara : wajib pajak
D : Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor,
apakah Kabupaten Bogor menjadi pilihan sebagai tempat tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya
Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah
Perda KTR diberlakukan?
J : Iya, dikarenakan masih di perbolehkan pemasangan materi reklame dan
wilayah kabupaten juga jangkauannya cukup luas. Tentunya dengan batasan-2
yang diatur oleh Penyelenggara Perijinan dan Pemda
D : Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian
besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios
sebagai media penyelenggaraan reklame?
J : Kita ini Distributor yang melakukan penjualan, tentunya pemilihan Warung
atau kios menjadi Point Of Sales yang terdekat dalam memaksimalkan
komunikasi dengan konsumen kita. Saya kira semua perusahaan yang bergerak
di bidang sama akan melakukan hal tsb.
D : Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya
pada warung dan kios?
J : Pihak kita, dan tentunya atas persetujuan dari pihak Penyelenggara Perijinan di
Pemda.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah?
Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
J : Prinsipnya kita mengikuti Peraturan yang dijalankan oleh Pihak Penyelenggara
Perijinan Reklame dan Pemda.
D : Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta
foto-foto)
J : Shopsign, Panel Shop, Tinplate, Roadsign (ini bahasa penyebutan kita). Untuk
foto kami kebetulan tidak melakukan filing soft copy..ada baiknya lihat dari
data yang masuk ke Pihak Perijinan Reklame Pemda.
D : Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang
dilakukan oleh wajib pajak?
J : Gambaran secara umum sbb :
1. Penentuan titik lokasi Oleh pihak kita tentunya,
2. Pengajuan ke Pihak Pemda dengan lampiran spesifikasi materi yang akan
dipasang, dengan melampirkan surat pengajuan, Surat Kuasa atas Nama
PT ke Perorangan yang mengurus, Copy KTP & TDP, Surat Jaminan
Bongkar dan jangka waktu pemasangan reklame.
3. Selanjutnya Menunggu konfirmasi persetujuan hasil survey lapangan dari
Pemda, apabila di setujui akan diterbitkan Rekap Tagihan sesuai ketetapan
Pajak dr masing-2 lokasi pemasangan.
4. Kemudian Pemda akan menerbitkan Surat Setoran Pajak dan kita wajib
menyetorkan biaya pajak tersebut.
5. Finaly setelah SKPD terbit baru kita melakukan pemasangan Reklame
sesuai lokasi yang diajukan.
D : Apa saja yang dilakukan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan reklame? Sebelum melaksanakan perizinan / penyelenggaraan
reklame dan dalam penyelenggaraan reklame.
J : sudah dijelaskan pada point pertanyaan no. 6 diatas
D : Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
J : setelah di keluarkanya Surat Setoren Pajak Daerah (SSPD)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau
dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
J : Reklame dibongkar sendiri oleh Pihak Pemohon Pajak, dan waktu bongkarnya
kita usahakan tepat waktu, kecuali kondisi khusus dikarenakan vendor kita sdg
Load kerjanya besar, kita biasanya minta retensi maksimal 2 (dua) minggu.
D : Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame
yang sudah dibongkar tersebut?
J : Disimpan di Gudang atau dilakukan Relokasi pemasangan ke titik lainnya
sesuai kebutuhan, tentunya sudah di siapkan perijinannya terlebih dahulu.
D : Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya,
apakah alasannya?
J : Hampir tidak pernah terjadi, biasanya Pemda melakukan konfirmasi apabila
ada materi reklame yang akan di bongkar.
D : Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi
pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan
penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor? J :
Sudah Cukup Baik.
D : Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa
saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
J : Perlu melakukan Sosialisasi yang berkala mengenai Mekanisme Pajak
Reklame untuk semua wajib Pajak, agar lebih paham, terutama saat ada
perubahan kebijakan dan tarif pajak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 7
Transkrip Wawancara
Waktu : 13.00 WIB
Tanggal : 11 Juli 2011
Tempat : Kantor CV. Sheilla Advertising
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Budi
Posisi Terwawancara : wajib pajak
D : Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor,
apakah Kabupaten Bogor menjadi pilihan sebagai tempat tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya
Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah
Perda KTR diberlakukan?
B : Iya. Karena Pada dasarnya Pemkab masih memberikan ijin untuk pemasangan
iklan rokok. Memang pajak iklan rokok lebih tinggi 25 % dibanding produk
lainnya dan Kabupaten Bogor wilayanya lebih luas dibanding Kota Bogor.
D : Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian
besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios
sebagai media penyelenggaraan reklame?
B : Karena warung dan kios adalah langsung menjual produk rokok tersebut.
D : Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya
pada warung dan kios?
B : Yang menetapkan dan memilih adalah perusahaan rokok tersebut berdasarkan
kriteria warung / toko – toko tersebut.
D : Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah?
Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
B : Tempat yang berdekatan dengan sekolah tidak dipilih.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta
foto-foto)
B : Mulai dari sticker, tinplate, shopsign, suncreen, dll masih banyak jenisnya
disesuaikan tempat display, cabinet, dan bigwall.
D : Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang
dilakukan oleh wajib pajak?
B : Konfirmasi dan menegosiai warung atau kios tersebut.
D : Apa saja yang dilakukan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan reklame? Sebelum melaksanakan perizinan / penyelenggaraan
reklame dan dalam penyelenggaraan reklame.
B : Memenuhi persyaratan Adm, membayar pajak.
D : Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
B : Setelah SKPD terbit s/d 30 hari dikarenakan lebih dari 30 hari terkena denda 2
% per bulan.
D : Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau
dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
B : Wajib pajak membongkar apabila sudah menerima SPK dari perusahaan yang
bersangkutan ( yang memasangkan iklan ).
D : Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame
yang sudah dibongkar tersebut?
B : Bila reklame tersebut masih bagus dan layak untuk dipasang kembali, maka
bisa pasang kembali setelah di revisi baik cat maupun visualnya.
D : Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya,
apakah alasannya?
B : Jarang terjadi pembongkaran di tengah masa ijin berlaku. Jikalau ada
kemungkinan karena terjadi Force Major ( bencana alam )
angin/banir/kebakaran dll.
D : Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi
pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan
penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
B : Dalam hal pelayanan sudah baik, Adm perijinan maupun Adm pajak yang
dilakukan oleh BPT, DPKBD dan DKP semua dapat diselesaikan dengan cepat
dan teliti.
D : Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa
saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
B : Sejauh ini kami belum pernah mengalmai kendala dalam pelaksanaan Adm
pajak reklame khusunya Kantor Pelayanan Adm Pajak Reklame di Kabipaten
Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 8
Transkrip Wawancara
Waktu : 09.00 WIB
Tanggal : 2 Agustus 2011
Tempat : Kantor CV. Wahyu
Pewawancara :Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Irwan
Posisi Terwawancara : wajib pajak
D : Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor,
apakah Kabupaten Bogor menjadi pilihan sebagai tempat tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya
Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah
Perda KTR diberlakukan?
IR : Menurut pendapat saya; baik Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dapat menjadi
pilihan untuk penyelenggaraan reklame rokok, karena disini yang diberlakukan
Perda KTR yang intinya melarang masyarakat merokok di muka umum atau
tempat umum, bukan pada media reklamenya yang dilarang. Selain itu, kami
menganggap kabupaten Bogor sangat berpotensi dalam penyelenggaraan
reklame, terutama rokok setelah Perda KTR berlangsung karena Kabupaten
Bogor berbatasan dengan kota-kota penting seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan
Tangerang. Sehingga sebagian besar jalan yang ada di Kabupaten Bogor
merupakan jalur penghubung antara Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang dengan
kota-kota di Jawa Barat, khususnya bogor sukabumi dan sekitarnya. Dan
sepanjang jalan tersebut pasti ada warung dan kios yang diantaranya kita
pasangi dengan reklame rokok dari klien kita. Orang kota kan isinya gak dari
kota saja dan tidak berada di kota bogor saja. Jadi, walaupun di Kota Bogor
pemasangan reklame dilarang, reklame rokok masih dapat dilihat di wilayah
sekitarnya.Jadi, menurut saya dalam upaya penegakan Perda KTR salah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
satunya tetap kembali kepada subyek atau orang khususnya pecandu rokok
untuk tidak merokok di muka umum dan pemasangan media reklame yang
isinya melarang masyarakat untuk merokok di muka umum atau di tempat
umum.
D : Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian
besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios
sebagai media penyelenggaraan reklame?
IR : Saya memilih warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame untuk
jenis billboard tempel; karena kita lihat fakta di lapangan, bahwa warung dan
kios merupakan salah satu tempat masyarakat umum lalu-lalang dengan
maksud untuk membeli suatu produk. Nah, oleh karena itu kenapa saya
memilih warung dan kios, karena pastinya masyarakat umum akan membaca
iklan produk yang kita pasang pada warung atau kios tersebut, sehingga
mudah-mudahan masyarakat akan tertarik dengan produk yang ditampilkan
dalam iklan produk yang terdapat dalam reklame tersebut. Jadi, memang saya
akui warung atau kios dapat dijadikan sebagai salah satu sarana pilihan untuk
memasarkan produk kita melalui media reklame.
D : Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya
pada warung dan kios?
IR : Yang menetapkan titik letak reklame yang akan dipasang; khususnya pada
warung dan kios adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Bidang
Reklame, karena kegiatan pengawasan dan pengendalian reklame
kewenangannya ada pada Bidang Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan
(DKP), tetapi akan koordinasi juga dengan pihak Dinas Bina Marga dan BPT
(Badan Perizinan Terpadu) sebagai pihak yang nantinya mengeluarkan izin
pemasangan media reklame yang akan kita pasang. Dan, untuk penentuan nilai
strategis Daftar Nilai Jual Obyek Pajak Reklame akan ditentukan oleh pihak
DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah). Tetapi, dalam
pemasangan media reklame di warung dan kios, jangan lupa kita juga harus
izin dengan pihak pemilik took yang akan tertulis atau dilampirkan dalam surat
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pernyataan tidak keberatan dari warung atau kios yang bersangkutan untuk
dipasangi media reklame milik kita
D : Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah?
Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
IR : Dalam hal ini, saya dari pihak Advertising yang bertindak sebagai Wajib Pajak
sudah barang tentu akan mempertimbangkan hal tersebut, karena jangan
sampai papan reklame yang akan saya pasang menghalangi papan reklame dari
sekolah, dan juga sudah barang tentu pasti akan dilarang oleh pihak Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Bidang Reklame, dan apabila saya tetap
mamaksakan kehendak untuk memasang reklame yang berdekatan dengan
wilayah sekolah, maka pihak DKP Bidang Reklame akan melakukan
pembongkaran atas reklame tersebut, karena telah menyalahi aturan yang
terdapat dalam Perda No. 6 Tahun 2004 yang di dalamnya berisi adanya
larangan untuk memasang media reklame di fasilitas, sarana dan prasarana
umum.
D : Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta
foto-foto)
IR : Jenis Reklame yang dipasang pada warung dan kios adalah: kebanyakan jenis
Billboard tempel, dan frontlight tempel.
D : Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang
dilakukan oleh wajib pajak?
Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Wajib Pajak agar dapat memasang
reklame pada warung dan kios adalah sebagai berikut:
Mengisi Formulir yang disediakan oleh BPT (Badan Perizinan Terpadu)
yang berkaitan dengan pemasangan media reklame dan melengkapi
persyaratan-persyaratan yang dilampirkan dalam formulir tersebut;
Melakukan koordinasi dengan DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan)
bidang reklame mengenai penentuan titik letak reklame yang akan kita
pasang reklame. (Titik Letak Reklame = Lokasi Pemasangan Reklame);
Menyerahkan Formulir beserta persyaratan-persyaratan yang dilampirkan
formulir tersebut ke bagian penerimaan berkas di BPT, dan sebagai tanda
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
terima pihak BPT akan memberikan semacam resi untuk bukti bahwa
berkas kita telah diterima oleh pihak BPT dan untuk mengambil surat
pengantar bayar pajak yg akan dikeluarkan setelah diproses di BPT
(biasanya selama 14 hari kerja);
Setelah diproses di BPT selama 14 hari kerja tersebut, kita kembali lagi ke
BPT untuk mengambil surat pengantar bayar pajak dengan menyerahkan
resi yang kita terima saat memasukkan berkas;
Saat pengantar pajak reklame sudah ada di tangan kita, maka kita langsung
ke DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah) untuk
mendaftarkan diri kita sebagai Wajib Pajak yang mematuhi aturan untuk
membayar pajak sesuai dengan pengantar pajak yang telah diberikan oleh
BPT (Seperti kata pepatah,”Orang Bijak Taat Bayar Pajak”);
Sebagai bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban pajak reklame
tersebut, maka pihak DPKBD akan memberikan SKPD (Surat Ketetapan
Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah). Lalu kita bayar
jumlah pajaknya, dan laporkan salah satu rangkap SSPD kembali ke
DPKBD. Kemudian, kita photo copy SKPD dan SSPD tersebut untuk
diserahkan ke BPT sebagai bukti kita telah membayar pajak reklame
tersebut dengan tujuan untuk mengambil izin pemasangan reklame yang
pernah kita ajukan ke BPT;
Setelah izin pemasangan reklame tersebut di tangan kita, maka kita berhak
untuk memasang media reklame tersebut.
D : Apakah wajib pajak mendaftarkan diri ke DPKBD setelah melakukan perizinan
di BPT?
IR : Ya Wajib Pajak mendaftarkan diri ke DPKBD setelah melakukan proses
perizinan pemasangan reklame di BPT, sebagaimana yang telah saya jelaskan
di point (6), dengan tujuan pendataan Wajib Pajak reklame, sehingga pihak-
pihak yang bersangkutan (dalam hal ini DKP Bidang Reklame), BPT, DPKBD)
mengetahui reklame-reklame mana yang telah membayar pajak dan
mempunyai izin, jadi reklame-reklame yang tidak ada dalam pendataan
tersebut dapat ditertibkan atau dibongkar.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Apakah fiskus (pemda) selalu memberikan SKPD terlebih dahulu sebelum
membayar pajak?
IR : Dalam hal pembayaran pajak reklame, pihak DPKBD selalu memberikan
SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) terlebih dahulu sebelum kita membayar
pajak, dengan tujuan agar kita sebagai Wajib Pajak dapat mengetahui terlebih
dahulu nilai nominal pajak reklame yang harus dibayarkan, setelah mengetahui
besarnya nominal pajak yang harus kita bayarkan, maka kita langsung
membayar pajak reklame tersebut yang kemudian akan diberika SKPD dan
SSPD sebagai bukti bahwa kita telah memenuhi kewajiban untuk bayar pajak.
D : Apakah sebelum pemberian SKPD tersebut pemerintah selalu melakukan
pemeriksaan?
IR : Pemerintah yang bersangkutan atau Pejabat yang berwenang selalu melakukan
pemeriksaan terlebih dahulu sebelum pemberian SKPD tersebut, bahakan
seringnya pada saat berkas masuk dan diproses di BPT, pemerintah selalu
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan surat pengantar
untuk bayar pajak yang nantinya akan berubah menjadi SKPD. Hal ini
dilakukan, karena untuk menghindari ketidaksesuaian antara data di lapangan
dengan nilai nominal pajak yang harus dibayarkan oleh pihak Wajib Pajak
D : Apakah setelah SKPD ditetapkan pemerintah melakukan pemeriksaan kembali
yang menyangkut berubahnya jumlah pajak reklame?
IR : Jarang sekali terjadi adanya perubahan jumlah pajak reklame, terkecuali
adanya kesalahan penulisan ukuran dan jenis reklame yang akan dipasang
dalam formulir dengan data atau keadaan di lapangan. Hal tersebut bisa jarang
terjadi dikarenakan pada saat berkas kita diproses di BPT, pemerintah yang
berwenang akan melakukan pengawasan dan pengendalian serta melakukan
pemeriksaan ke lapangan langsung untuk menyesuaikan data ukuran dan jenis
reklame yang tertera dalam formulir dengan reklame yang ada di lapangan
D : Apakah fiskus (pemda) sudah aktif dalam rangka pelaksanaan administrasi
pajak reklame Terkait dengan penertiban reklame rokok warung dan kios?
IR : Yang dirasakan dan dilihat oleh saya sebagai Wajib Pajak, pemerintah yang
berwenang sudah aktif dalam rangka pelaksanaan administrasi pajak reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
terkait dengan penertiban reklame rokok di warung dan kios, terutama
reklame-reklame yang tidak mempunyai izin dan atau reklame yang telah habis
masa izin pajaknya dan tidak diperpanjang lagi atau tidak diurus lagi
perizinannya.
D : Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
IR : Pembayaran pajak reklame akan dilakukan oleh Wajib Pajak, setelah
dikeluarkannya surat pengantar pajak dari BPT untuk diserahkan ke pihak
DPKBD yang akan berubah menjadi SKPD, kemudian baru kita dapat
membayar pajak reklame tersebut dan akan diberikan SKPD dan SSPD sebagai
bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban kita sebagai Wajib Pajak, yaitu
membayar pajak (dalam hal ini pajak reklame).
D : Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau
dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
IR : Terkadang Wajib Pajak akan membongkar sendiri reklamenya, akan tetapi
apabila reklame yang terdapat di lapangan tidak memiliki izin dan atau reklame
tersebut telah lewat masa izinnya, maka Pemda akan melakukan pembongkaran
secara paksa, karena dianggap tidak mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemda mengenai kegiatan penyelenggaraan reklame. Pembongkaran reklame
yang dilakukan oleh kita biasanya tepat waktu, karena apabila lewat dari waktu
yang ditentukan, maka Pemda yang akan membongkarnya
D : Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame
yang sudah dibongkar tersebut?
IR : Yang dilakukan oleh Wajib Pajak terhadap reklame yang telah dibongkar
setelah pembongkaran adalah kadangkala Wajib Pajak akan menyimpan besi-
besi konstruksinya beserta papan reklamenya, karena dikhawatirkan apabila
suatu saat ke depan akan memasang kembali reklame tersebut bisa langsung
dipasang lagi, tanpa harus kita buat lagi. Tetapi juga, kadangkala besi-besi sisa
konstruksinya akan kita jual ke tukang besi.
D : Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya,
apakah alasannya?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
IR : Belum pernah terjadi pembongkaran di tengah masa izin masih berlaku, karena
kita sebagai Wajib Pajak mempunyai bukti yang kuat dalam penyelenggaraan
reklame, yaitu berupa SKPD, SSPD, dan Izin Pemasangan Reklame.
D : Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi
pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan
penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor?
IR : Kurang efisien dan efektif pada saat berkas diproses di BPT, waktu yang
terlalu lama dan berkas yang kadang dipersulit oleh pihak BPT, karena BPT
yang berwenang untuk melakukan proses perizinan, sedang pada saat di
DPKBD sejauh ini belum pernah ada kesulitan untuk membayar pajak, kecuali
ada kesalahan dalam penentuan nilai strategis nilai jual obyek pajak reklame
yang terdapat dalam surat pengantar pajak yang dikeluarkan oleh pihak BPT.
Dan, pada saat di DKP juga tidak terlalu menemui kesulitan, karena dengan
DKP Bidang Reklame, Wajib Pajak hanya konsultasi mengenai titik letak
reklame yang akan dipasang media reklame.
D : Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa
saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
IR : Kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame adalah ketika berkas
kita diproses di BPT (sebagaimana yang telah saya jelaskan tadi pada point
(19)). Saran yang dapat saya berikan agar dapat meningkatkan kualitas
pelayanan administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor adalah:
Mengembalikan kewenangan perizinan kepada Dinas Kebersihan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 9
Transkrip Wawancara
Waktu : 09.00 WIB
Tanggal : 17 Juni 2011
Tempat : Kantor Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta
Pewawancara : Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara : Bapak Edi
Posisi Terwawancara : Akademisi
D : Gini pak, jadi saya itu membahas tentang Analisis Implementasi Pajak
Reklame Atas Reklame Rokok Pada Warung Dan Kios Di Kabupaten Bogor.
Nah, itu saya mau melihat dari tahapan sisi administrasinya, sama proses
pengawasan dan perizinannya, sama kendalanya. Nah, yang mau saya tanyakan
dari sisi akademisi itu, tahapan administrasi yang baik menurut konsep seperti
apa ya pak?
E : Gini, saya cerita dulu tentang reklame. Ini nanti ditangkep aja, misalnya
administrasi, masalah pengawasan, silahkan ditangkep sendiri. Prinsipnya yang
namanya reklame kalau dia mempromosikan suatu barang, memperkenalkan
suatu barang dengan tujuan komersial, itu otomatis merupakan objek daripada
pajak reklame. Satu itu yang dikunci. Terkait dengan pajak rokok, reklame
rokok, yang ada di kios-kios, dari sisi teoritis sepanjang itu merupakan barang
produk yang ditujukan untuk memperkenalkan dan mempromosikan komersial,
dia merupakan objek. Dan ketentuan yang mendukung di daerah masing-
masing, dijadikan objek atau tidak. Sebab begini, kalau reklame tersebut
ternyata kriterianya ukurannya batasan tertentu, dikecualikan dari objek, maka
dia tidak merupakan objek. Kita tidak tahu. Kalau di Jakarta, yang dikecualikan
dari objek itu ukuran ¼ m2. Kalau di Kota Bogor seperti apa? Atau kalau
Bogor memang membutuhkan penerimaan yang tinggi dalam rangka
kebutuhannya anggaran belanjanya di Bogor, tidak ada yang dikecualikan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
untuk reklame. Artinya semua reklame ukuran berapapun, apalagi yang teks
rokok, dikenakan pajak atau dijadikan sebagai objek. Itu yang pertama, kita
lihat dulu. Tapi intinya secara teoritis dia merupakan objek. Anggaplah
reklame rokok yang ada di kios merupakan objek di Kota Bogor, ketentuannya
dalam rangka pengendalian dan dalam rangka meningkatkan penerimaan,
untuk objek yang teksnya rokok dan rokok, itu ada perbedaan, perbedaan dasar
pengenaan. Nah, dasar pengenaan mereka disamping luas dan ukuran
dikalikan 25%. Untuk teks rokok. ini seharusnya berlaku seragam di seluruh
Indonesia. Sehingga tidak menimbulkan perbedaan kebijakan antara satu
daerah dengan daerah lain. Di Jakarta misalnya, reklame yang teks rokok dan
alcohol dikenakan kenaikan DPP-nya 25%, sebaiknya di Bogor juga seperti itu
hasil pajaknya berapa dikali 25%. Yang kedua secara administrasi, pertama
administrasi ini terkait dengan kendala. Secara administrasi, ada kewajiban
daripada wajib pajak dalam hal ini melaporkan, bukan melaporkan ini, artinya
melaporkan berapa besaran reklame, berapa ukuran reklame, berapa ketinggian
reklame, dan lain-lainnya, agar fiskus dapat melakukan penetapan. Karena
secara teoritis, pajak reklame ini sistem pemungutannya adalah sistem official
assessment. Sepanjang tidak ada surat ketetapan dari fiskus, maka si wajib
pajak tersebut tidak bisa melakukan pembayaran. Harus ada surat ketetapan
dari fiskus. Fiskus dapat melakukan penetapan dari dua hal, pertama ada
informasi dari wajib pajak, dengan mengisi SPOPD, yang menyatakan bahwa
dia mempunyai suatu bidang reklame tertentu, di daerah tertentu, di kios
mereka, dengan ukuran sekian, ukuran sekian kali sekian, luas sekian, dan
rencana jangka pemakaian adalah selama katakanlah satu tahun. maka fiskus
akan melakukan proses penetapan, sehingga keluarlah surat ketetapan pajak
daerah dan wajib pajak dapat melakukan pembayaran. Nah, secara
administrasinya seperti itu. yang kedua, fiskuslah yang harus aktif. Karena
sesungguhnya dalam sistem official assessment fiskuslah yang harus aktif, WP
yang pasif. Artinya apa? fiskus harus datang mendata. Mendata ke lokasi-
lokasi yang memang ada reklame rokok di kios-kios tersebut. Setelah mendata,
mengukur, dan mengeluarkan ketetapan sehingga si pengusaha atau si
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penyelenggara reklame tersebut, ada terhutang pajak dengan diterbitkannya
SKPD. Jadi ada dua tadi, dari sisi wajib pajak dia memang ada kewajiban
memberitahukan dengan SPOP. Kalau tidak, karena sistemnya juga official
assessment, fiskus harus aktif. Secara teori kan, official assessment, fiskus
aktif, WP pasif. Kalau dia aktif, dia harus mendata secara keseluruhan seperti
itu, dan melakukan penetapan. Ada hal yang kendala dalam hal pemungutan,
mengingat reklame rokok yang terpasang di kios-kios ini, pertama ukurannya
tidak terlalu besar, kedua kendalanya adalah siapa yang akan dijadikan sebagai
penyelenggara atau dijadikan wajib pajaknya. Apakah si pemilik kios? Ataukah
orang yang punya produk? Ini kendalanya. Apakah pemilik kios? Kalo
Katakanlah apabila pemilik kios di kios yang cukup besar dan permanen
sifatnya, itu bisa dijadikan dia sebagai wajib pajak. tetapi apakah ada perjanjian
kerjasama? Misalnya begini, si pemilik kios, kiosnya katakanlah permanen,
ruko gitu yah, dia hanya orang yang bersedia ketempatan. Otomatis dia
mempunyai surat dari yang akan menyelenggarakannya, surat ijin bersedia
ketempatan, umumnya begitu. Katakanlah saya djarum super, saya akan
masang di tokonya dina, dina punya toko, saya pasti minta ijin ama dina, dina
saya akan masang reklame rokok di tempat dina. Minta ijin, diijinin. Saya bikin
surat permohonan ijin. Nah kalau ada data seperti itu, maka yang menjadi
wajib pajak adalah si penyelenggara ini, si djarum super. Apabila ternyata pada
saat pendataan, data reklame yang terpasang di suatu kios tertentu, dan si
pemilik kios tidak bersedia menjadi wajib pajak, sementara yang menjadi wajib
pajak tidak ada minta ijin kepada si pemilik kios, maka law inforcement
dilakukan. Reklame ini mau gak mau harus ditutup dibongkar, atau ditertibkan.
Karena kita menetapkan sebagai wajib pajak kepada siapa? Kita official, fiskus
menetapkan. Kalau fiskus menetapkan sepihak pada si pemilik toko, maka si
pemilik toko bilang ini bukan reklame saya, saya hanya dimintakan ijin untuk
ketempatan pemasangan reklame rokok ini. Kita bisa Tanya kepada si pemilik
toko, siapa yang minta ijin itu, dia pasti punya dong. Oh, tuan A si
penyelenggara. Mana bukti ini-ininya. Kita akan mengejar tuan A untuk
dijadikan ketetapan. Kalau tidak ada yang bertanggung jawab sebagai wajib
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pajak, maka reklame harus segera dibongkar. Nah, disini ada kendala kerugian
daerah. kerugian daerahnya apa, karena reklame ini sebetulnya sudah terhutang
pajak. kenapa? Karena saat terhutang pajak reklame itu saat tertayang. Maka
reklame ini sudah berdiri, dan pada saat kita datang, si pemilik toko merasa
bukan dia, dia hanya ketempatan, orang yang masang ini juga gak jelas
keberadaannya. Ini kendala, beda dengan reklame billboard dan lain-lain.
Biasanya ada suatu tokok tulisannya sejati gitu ya, rokok kaya gitu kan. Kalo
kaya gitu kan gak jelas siapa yang itunya, nah ini otomatis kita lakukan
pembongkaran. Karena si pemilik lokasi tidak bisa serta merta kita tunjuk
sebagai wajib pajak, dalam reklame tidak seperti itu. di reklame manapun, ada
satu pihak, katakanlah suatu gedung areal lahannya digunakan untuk pendirian
atau tiang reklame ada di situ, bukan berarti reklamenya itu milik si itu kan?
Pasti orang yang menyelenggarakan minta izin ke pemilik gedung. Maka kita
tidak bisa memaksa si pemilik itu sebagai wajib pajak, karena yang menjadi
wajib pajak adalah bukan lokasi dimana tempatnya, tapi yang menjadi wajib
pajak adalah si penyelenggara reklame. Sementara si penyelenggara reklame
selaku wajib pajak belum tentu orang yang punya lokasi itu. yang punya toko,
belum tentu bisa kita jadikan sebagai penyelenggara, bisa saja pemilik toko ini
sebagai penyelenggara, atau yang punya toko ini sebagai pihak yang
ketempatan. Kalau dia sebagai penyelenggara, otomatis bisa kita tunjuk. Pada
saat kita tunjuk, maka harus kita hitung utang pajaknya. Kenapa? Pada saat kita
tunjuk, reklame sudah berapa lama tertayang. Katakanlah tertayang dari bulan
januari 2011. Petugas pajak fiskus datang pada bulan juni, otomatis dalam surat
ketetapan SKPD yang dikeluarkan fiskus harus memperhitungkan dari bulan
januari sampai bulan juni sekaligus sanksi bunga, terlambat bayar 2% per
bulan. Setelah itu perhitungan dari bulan juni sampai ke mei tahun berikutnya
dengan kondisi normal. Jelas dengan penyelenggaranya adalah si pemilik toko.
Nah, pada saat si penyelenggaranya bukan si pemilik toko, maka harus kita
telusuri siapa si penyelenggara reklame ini. Kalau ketemu, dapat, kita
perlakukan sama tadi dikenakan sanksi untuk reklame yang sudah tertayang
karena sudah terhutang pajak. saat terhutang pajak adalah saat reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang. Penyelenggara reklame melakukan lagi ke depan. Kalau ternyata si
pemilik toko tidak sebagai penyelenggara, sementara si penyelenggara
sesungguhnya tidak diketemukan atau tidak bisa, otomatis reklame tersebut
harus dilakukan penertiban. Ini kan administrasi seperti itu, jadi kan
administrasi itu termasuk kendala. Silahkan ditangkap sendiri, yang penting
ada titik terang ni dari saya sedikit cerita. Seperti itu, ada kendalanya seperti
apa. Itu permasalahan pertama kalau tokonya itu permanen. Yang jadi masalah
lebih rumit adalah apabila tokonya hanya kios kecil. Yang didorong, itu suka
ada reklame-reklame gitu juga kan. Kembali pertama, ketentuan yang
mengatur di daerah masing-masing, apakah ada dikecualikan dari objek pajak,
ukuran luas reklame berapa yang dikecualikan. Nah yang di kios kios kecil
kaya elang-elang rokok tau kan yah? Yang kaya didorong-dorong gitu.
D : Ooh, kalo di Bogor si bahasanya rombong pak.
E : Rombong, rombong-rombong itu kan suka dipasangin juga tuh. Tapi kan
ukurannya kecil. Nah, sekarang di Kabupaten Bogor itu yang dikecualikan dari
objek pajak itu ukuran berapa. Kalau anggaplah ini, ukuran seberapapun
menjadi objek pajak, nah ini jadi agak sedikit bermasalah. Otomatis si pemilik
rombong kita tanyakan apakah dia sebagai penyelenggara reklame itu atau
bukan. Atau ketempatan, atau orang sekedar hanya nitip tanpa jelas itunya.
Kalau begitu harus ditertibkan. Jika tidak ditertibkan, maka akan terus
menjamur. Harus segera ditertibkan, law inforcement harus dilaksanakan. Tapi
kalau jelas si penyelenggara reklamenya, maka si penyelenggara reklame harus
kita terbitkan surat ketetapan pajak daerah. Kita datengin, kita panggil, sebagai
petugas pajak kita panggil, kita suruh ngisi SPOP, pengakuannya ukurannya
berapa dan lain-lain. Karena di SPOP terbukti ukuran luas dan lain-lain.
Termasuk foto reklame, termasuk kapan reklame tertayang, setelah itu
administrasi selanjutnya dilakukan langkah perhitungan untuk diterbitkan surat
ketetapan pajak daerah. dalam rangka perhitungan itu tadi berapa yang sudah
tertayang, dikenakan sanksi, berapa tarif per hari, berapa ukuran luas, kali tarif
reklamenya 25%, totalnya dikenakan sanksi. Yang keduanya tertayang lagi
selama setahun, bisa jadi karena dia gak permanen, dari bulan juni hanya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang 3 bulan, ya terbitin 3 bulan. Tapi yang mundur ini tetap ditetapkan
dengan sanksi. Yang kedepan dari juni ke ini, berapa rencana dia mau pasang,
kita tetapkan normal. Dan pada saat katakanlah dia mau masang 3 bulan dari
juni sampai dengan agustus, juni-juli-agustus, oke keluarkan SKP Selama 3
bulan, tapi jangan lupa 30 hari sebelum habis masa waktunya, fiskus harus
aktif memberikan surat, bisa seminggu sebelumnya, dua minggu sebelumnya,
atau paling lama sebulan sebelumnya, bisa tiga hari atau seminggu sebelumnya
memberikan surat ke penyelenggara reklame itu tadi, mempertanyakan apakah
reklamenya akan diperpanjang. Apabila diperpanjang, segera dilakukan proses
perpanjangan, dan fiskus akan menerbitkan SKPD. Tapi apabila dia tidak akan
diperpanjang, agar segera dilakukan pembongkaran sendiri agar untuk
menghindari sanksi. Sebab kalau tidak dilakukan pembongkaran sendiri, nanti
akan dilakukan pembongkaran oleh petugas pajak, dan ada uang jaminan
bongkar, dan akan dikenakan sanksi perhitungan apabila pelaksanaan
pembongkarannya melebihi batas waktu pemasangan reklame. Katakanlah
reklame habis pada tanggal 31 agustus, pembongkaran tanggal 15 september,
yang membongkar adalah fsikus, maka selama 15 hari ini tetap harus
diterbitkan SKPDKB berikut sanksi bunga dan denda, karena terpasang lewat
masa ijin. Bunga harus tetap dikeluarkan. Sepanjang fiskus telah memberi tahu
kepada wajib pajak bahwa reklame akan habis dan menghimbau untuk
melakukan perpanjangan, dan mengingatkan kalau tidak dilakukan
perpanjangan maka akan dilakukan pembongkaran oleh petugas pajak. gini,
tujuannya secara administrasi masih seperti itu. saya gak tahu persis
pelaksanaan di Kabupaten Bogor seperti itu atau tidak. Biasanya kendala di
pemerintah daerah dimanapun, hal ini tidak berjalan dengan mulus, pertama
karena kurangnya SDM, petugas dispenda tidak mungkin mendata rombong-
rombong tadi, seperti itu, itu sulit. Yang kedua, biasanya yang ada di reklame
rombong dan lain-lain tidak bersifat permanen, misalnya terbuat dari kertas ato
apa, tau-tau dipasang gitu saja, ini ada kendala. Pada saat dilakukan law
inforcement, seminggu akan terpasang kembali. 2 atau 3 hari akan terpasang
kembali. Kenapa? Orang akan berpikir secara ekonomis. Katakanlah saya si
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penyelenggara reklame di rombong-rombong rokok tadi. Saya mencetak
reklame rokok dengan biaya 50 ribu, itu sudah bisa terpasang. Kalau saya
mengurus pajak, bisa habis 200 ribu. Saya pasang 50 ribu saja udah. Begitu
ditertibkan, dirobek, diambil, dibongkar oleh petugas pajak, besok sudah
dipasang lagi. Akan lebih hemat, dan peluang untuk melakukan pembongkaran
oleh petugas sangat kecil, mengingat SDM-nya sangat terbatas dan itu tidak
terlalu menjadi sorotan bagi pemerintah daerah. karena dilihat potensinya tidak
terlalu memadai dan lain-lain karena ukurannya kecil dan lain-lain. Ada
sebetulnya solusi yang bisa diambil seharusnya oleh pemerintah daerah atau
dispenda saat itu, dia tidak perlu repot-repot ke rombong rokok atau repot-repot
ke si penyelenggara yang sifatnya kecil. Dia bisa menghubungi agen-agen
rokok yang ada di Kota Bogor. atau perusahaan-perusahaan rokok atau kantor
rokok misalnya djarum super itu kita hubungi, dengan ketentuan bahwa ada
ketentuan dari daerahnya atau gubernurnya atau walikotanya, setiap produk
rokok katakana djarum super dan ada reklame yang terpasang pada tiap
rombong, maka akan dilakukan penagihan kepada si pemilik rokok ini,
produsen rokok ini, agen produsen rokok ini. Karena apa, sesungguhnya yang
akan diperoleh keuntungan kan si agen produk ini, bukan punya rombong
rokok dan lain-lain. Adapun oknum atau orang yang melakukan pengurusan
pemasangan pasti itu juga mendapat perintah dari si perusahaan rokok ini, yang
ada di daerah yang bersangkutan. Tidak mungkin kalau tidak ada sponsornya.
Nah inilah yang harus bertanggung jawab. kalau bisa dipegang seperti itu,
kumpulkan semua para agen-agen rokok yang ada di Kabupaten Bogor, ya dari
berbagai jenis merek rokok ,dikumpulkan, diberikan pengarahan, disosialisasi,
kami akan melakukan pendataan silahkan anda laporkan dimana saja reklame
rokok, baik yang di rombong atau toko-toko. Kami akan melakukan
penertiban. Silahkan anda lapor, dimana saja ada dan lakukan pembayaran.
Diberi waktu 1 bulan. Apabila dalam waktu tersebut ada yang melaporkan dan
setelah diteliti ada yang belum dilaporkan, maka akan dilakukan penertiban.
Pertama akan dilakukan penertiban, yang kedua tetap akan dikeluarkan surat
ketetapan terhadap agen rokok tersebut. Karena reklame tersebut sudah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang sekian lama. Seperti itu. sehingga akan ada SKPDKB-SKPDKB yang
harus ditanggung oleh produsen rokok itu tadi. Karena tidak mungkin kalau ini
tidak bertuan. Pasti ada tuannya, pasti ada pihak yang diuntungkan. Secara
teoritis produksi promosi rokok djarum super adalah tujuannya untuk
mempromosikan yang bersifat komersial yang akhirnya manfaatnya akan
dirasakan produsen rokok. yang punya rombong rokok ato tokok rokok tidak
ada manfaat secara langsung. Rombong rokok dengan djarum super apakah
dengan begitu orang akan berbondong-bondong beli rokok di toko rokoknya,
kan tidak. Kalau dia mau membeli kan bisa dimana saja. Secara muaranya yang
akan memperoleh keuntungan adalah produsen rokok. produsen rokok gak
mungkin kita ambil djarum kudus ambilnya di kudusnya kan tidak mungkin.
Pasti di kota yang bersangkutan. Ini yang akan kita jadikan kalau semuanya
tidak ada yang bertanggung jawab, maka akan kita tertibkan semua. Kalau
tidak dilakukan itu, maka akan menjamur tanpa terkendali. Harus ada
keberanian law inforcement daripada petugas setempat.
D : Kalau seandainya itunya dari biro iklan, gimana ya pak?
E : Ya biro iklan yang melakukan. Kan tinggal diliat penyelenggara reklamenya
siapa? Penyelenggara reklame kan kita yang punya gedung, si biro reklame,
biro iklan. Biro iklan yang bertanggung jawab. biro iklan ini pasti memperoleh
keuntungan, tapi disuruh oleh agen rokok. sederhanalah, gak usah reklame
rokok. BNI punya produk kan BNI. Lalu BNI menyuruh pihak ketiga biro iklan
warna-warni untuk memasang reklame di titik tertentu, di gedung tertentu. Si
pemilik itu kan gak bertanggung jawab untuk membayar pajak. yang
bertanggung jawab untuk membayar pajak adalah si penyelenggara reklame.
Siapa penyelenggara reklame? Adalah biro reklame, bukan BNI. Karena apa?
BNI kan sudah menyerahkan, sudah ada kontrak antara BNI dengan warna-
warni. Nah warna-warni adalah yang menyelenggarakan, BNI hanya produk.
Besok lusa warna warni akan menyelenggarakan reklame bagi produk lain.
Misalnya bank mandiri. Bukan bank mandiri yang menjadi wajib pajak, tetapi
si penyelenggara. Inget ketentuannya wajib pajak reklame adalah
penyelenggara. Atau bisa saja kalau memang BNI tidak melalui biro. Dia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
menyelenggarakan sendiri. Ya BNI lah yang menjadi wajib pajak. tidak
melihat institusinya, tetapi siapa yang menyelenggarakannya. Biro reklame
kalau dia sebagai penyelenggara reklame yasudah. Tergantung kontrak
kerjanya biro reklame dengan customernya.
D : Kalau di Bogor sendiri sih pak ga ada pembatasan objek reklame. Paling Cuma
kaya reklame yang diselenggarakan pemerintah, itu yang dikecualikan.
E : Ukuran nggak ya?
D : Ukuran nggak.
E : Berarti semua terjaring. Selama ini sudah dipungut belum sama mereka?
D : Selama ini yang sudah terpungut itu yang berbentuk rombong, billboard
tempel, billboard tanam, tapi kalo stiker sama poster mereka memiliki kendala.
E : Kalo stiker dan poster memang bukan Cuma di Kota Bogor saja, di Jakarta
juga. Oleh karena itu, kalo di Jakarta ukuran mempengaruhi. Kalau ukurannya
di bawah beberapa meter, itu dikecualikan. Stiker jug harusnya membayar
pajak. stiker, pamfelt, dan lain-lainnya. memang agak sulit
pengadministrasiannya. Tapi kalo memang mau dikejar, dan ada keinginan
mengoptimalkan penerimaan dari masing-masing daerah itu bisa. Karena itu
merupakan objek. Katakanlah stikernya tentang apa ini? Pasti kan dari stiker
itu kita tahu. Penyelenggaranya pasti tahu. Kalo produknya apa, kita kejar yan
gpunya produk. Kalo stikernya itu berupa katakanlah untuk ada event tertentu,
misalnya ada show tertentu, pertandingan tertentu, diselenggarakan. Kita bisa
tau dari penyelenggara pertandingan tersebut. Itu bisa kita kejar. Walaupun
stiker pamfletnya itu hanya 1 minggu berlakunya. Kalo event tertentu kan, ada
pertandingan ada show band apa, biasanya disebarin. Itu bisa dikejar.
Tergantung keinginan daerah masing-masing, fiskus masing-masing untuk
mengejar itu. kalau bicara teoritis, dia objek atau bukan. Kalau objek, yang
harus dilakukan karena sifatnya official, harus diterbitkan surat ketetapan.
Kelemahannya adalah sistemnya, pemungutannya adalah official assessment.
Maka keterbatasan SDM sangat-sangat menjadi kendala. Intinya kalau official,
fiskus harus aktif. Pada saat fiskus aktif, maka jumlah personilnya harus
banyak. Kalau tidak ada personil, otomatis wajib pajak tidak akan membayar.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Karena berapa harus dia bayar? Dia harus dikeluarkan ketetapan terlebih
dahulu. Saya sering ngasih tau sama orang, di rumah atau di Bogor contohnya
ada sodara, dia bingung. Dia belum dapat SPT-PBB. Saya bilang, ga usah
pusing. Kalau SPT-PBB gak keluar, berarti tidak ada tagihan pajak ke kita.
Tenang aja. SPT-PBB bukan bukti pemilikan hak tanah kok. Itu kelemahan
petugas aparat desa, kenapa gak menagih dengan SPPT-PBB tadi sebagai
ketetapan. Biarin aja, kalau besok lusa ditanyain lagi, kenapa belum bayar PBB
tahun 2010. Loh, mana saya belum punya hutang pajak PBB. Saya gak punya
hutang di PBB tahun berapapun. Kecuali ada bukti, ini SPPT yang merupakan
SKP PBB, baru saya mengakui ada hutang pajak. ya belon diterbitkan, gimana
cara mau membayarnya. Nah, itulah kelemahan dari official. Harus banyak
petugas. Dalam hal reklame juga harus seperti itu. makanya ada kewajiban bagi
wajib pajak untuk melaporkan melalui SPOP. Tapi wajib pajak tidak
mempunyai hak untuk menghitung, dan tidak mempunyai hak untuk
memperhitungkan, tidak mempunyai hak untuk menetapkan besarnya hutang
pajak. yang menentukan adalah fiskus berdasarkan data yang diperoleh dari
wajib pajak. nah, sesungguhnya bukan Cuma itu. karena official itu fiskus
wajib aktif, maka wajib pajak melaporkan melalui SPOP bukan serta merta itu
langsung dijadikan ketetapan. Aktifnya fiskus, dia harus mendata, meneliti
apakah SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak sesuai dengan kondisi
lapangan atau tidak. Maka aktif lagi fiskus datang mendata, cocok gak
ukurannya, ketinggiannya, lokasinya, karena lokasi, ketinggian, ukuran
menentukan besaran pajak. karena pajak reklame dasarnya nilai sewa reklame,
yang terdiri dari lokasi penempatan, lokasi penempatan tergantung kepada
berapa tarif kelas jalan, menentukan besarnya pajak. luas menentukan besarnya
pajak. ketinggian menentukan besarnya pajak.
D : Kalau SPOPD itu sama gak sih pak sama SPTPD, soalnya saya baca di perda
pajak reklamenya Kabupaten Bogor, itu dia namanya SPTPD.
E : SPTPD itu surat pemberitahuan. Beda, gini kalo SPOP pada saat wajib pajak
mendaftar. Melaporkan pendaftaran. Kalo SPT itu. sekarang gini, kalo pajak
reklame itu sistemnya apa?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Official
E : Apakah dalam sistem pajak official wajib pajak harus melaporkan?
D : Gak pak
E : Yang wajib pajak melaporkan itu sistem pajak apa?
D : Self assessment.
E : Jadi kalau ada suatu daerah pajak dengan sistem official, lalu sarana yang
digunakan SPT, secara teoritis itu bener ato gak?
D : Itu yang bikin saya bingung.
E : Berarti salah dia, dia tidak memahami bahwa SPT itu sarana pelaporan wajib
pajak dalam rangk sistem self assessment. Karena dia tetap melakukan
perhitungan, melaporkan SPT. Membayar melalui SSP. Tapi kalau yang
namanya official assessment, tidak ada kewajiban menyampaikan SPT. Oleh
karena itu, dalam sistem official assessment, tidak ada sanksi 25%. Official
tidak ada sanksi 25%, sanksi 25% diberikan apabila wajib pajak tidak
menyampaikan SPT. Diinget lagi.
D : Tapi di perdanya itu ada, ada sanksi 25%
E : Kalau begitu kendalanya gak cuman di kuantitas petugas, tetapi juga di sisi
kompetensi atau kualitas kompetensi aparat dalam hal ini. Apakah dia
melakukan pemungutan reklame itu dengan sistem self- assessment. Tidak
mungkin. Pasti official. Setelah official, kita gak usah terpengaruh dengan
perdanya yang dilakukan disana. Kita akademisi, kita harus tahu, apakah
dengan sistem official assessment ada kewajiban melaporkan SPT dari wajib
pajak. kan nggak. Kalau disana reklamenya ada SPT, dia salah paham. Satu,
dia salah nulis, maksudnya bukan SPT, yang betul adalah SPOPD. Kalau
perdanya ada bunyi, wah aneh itu, boleh saya liat ada perda. Kasih saran dong,
peraturan daerah Kota Bogor menyatakan bahwa wajib pajak reklame wajib
melaporkan SPT. Bingung lagi nih. Saya bikin seminar pajak seringkali
menjebak. Reklame dengan lain2, berapa ketetapan pajak reklame terhadap
sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Nah, mereka langsung bikin sanksi kenaikan
25% sekian. Dia lupa, sanksi kenaikan diberikan apabila wajib pajak tidak
menyampaikan SPT. Nah official assessment apakah ada SPT?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D : Gak ada pak.
E : Pernah gak saya ngasih seminar pajak
D : Pajak reklame yang kaya gitu sih nggak, nggak sampe ke soal yang kaya gitu
E : Nggak, saya pernah ngajarin di kelas gak?
D : Pernah, tapi yang tentang reklame berjalan.
E : Ooh, reklame berjalan. Biasanya saya suka mancing tentang berapa ketetapan
sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Bagi yang ngerti, tulis aja sanksi kenaikan
0. Tinggal jawab sanksi kenaikan 0 karena sistem official tidak ada kewajiban
untuk menyampaikan SPT. Sedangkan sanksi 25% atas tidak menyampaikan
SPT. Itu jawaban yang bener. Tapi kalao jawaban yang salah diitung. 25% dari
sekian, ah udah berarti tidak memahami. Bisa menghitung tapi tidak
memahami aturan. Gampang kan, membedakan yang paham dengan yang
tidak.
D : Jadi sebenernya di Bogor itu penetapannya ada dua pak, yang satu dilakukan
sama pemohon, yaitu penyelenggara. Yang satu secara jabatan. Secara jabatan
itu mungkin yang dari fiskusnya kali ya pak. Nah itu sebenernya waktu say
abaca perda, saya bingungnya disitu.
E : Sekarang yang penetapan reklame oleh pemohon.mereka saya tangkepnya gini,
mereka salah mengartikan penetapan oleh pemohon, artinya sesungguhnya
pemohon ini melakukan penyampaian SPOP. Mereka menganggap ini adalah
SPT.
D : Dan mereka harus bayar setelah itu.
E : Iya, outputnya inputnya bisa berupa SPOP atau SPT kalau menurut versi
mereka. Tapi outputnya tetap SKPD kan? Outputnya tetap SKPD. Setelah
SKPD keluar baru terbit. Ceritanya kan sama dengan cerita saya tadi. Pada saat
keberadaan wajib pajaknya diketahui, maka wajib pajak harus melaporkan
SPOP. Pada saat yang wajar, petugas mengeluarkan SKP. Pada saat si wajib
pajak tidak melakukan pelaporan melalui SPOP, maka petugas pajak akan
datang, mendata dan menghitung sehingga keluar suatu ketetapan. Itulah yang
namanya ketetapan jabatan. Yang saya cerita di awal tadi sebetulnya sama
dengan yang di Bogor. cuman masalahnya di Bogor pengertiannya yang
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tadinya SPOP, disebutnya SPT. Jadi penyelenggaraan reklame itu
penetapannya bisa melalui pemohon, artinya pemohon melaporkan dalam
SPOPD, bukan SPT. Kalau SPT kan dia melporkan berapa perolehan dan lain-
lain, karena self assessment. Kalau ini dia melaporkannya melalui SPOP,
disana sarananya melalui SPT. Outputnya tetep sama fiskus melaui SKPD, satu
sisi apabila wajib pajaknya tidak melaporkan SPOP, maka fiskusnya yang
datang untuk menetapkan secara jabatan. Sama Cuma peredaannya mereka
pemahamannya SPT. SPT itu sebenernya maknanya adalah SPOP. Menurut
mereka SPT, sebetulnya SPOP. Mereka secara teoritis belum memahami
bahwa SPT itu hanya untuk wajib pajak yang sifatnya self assessment
melaporkan. Melaporkan hasilnya. Kalau untuk melaporkan berapa yang
dihitung oleh petugas melalui pendaftaran. PBB lah salah satu contohnya. PBB
ka nada dua, kita bisa mengisi SPOP-PBB, sehingga keluarlah, SPT PBB atau
SKP kalau di PBB. Kalau tidak ka nada petugas dari KPPPD, menghitung,
menilai, melihat bahwa bangunan ini NJOP tanahnya berapa, bangunan berapa,
dikeluarkanlah berapa ketetapan jabatan.
D : Untuk pemeriksaan itu, pemeriksaannya sebenarnya itu dilakukannya sebelum
penetapan SKPD atau setelahnya?
E : Ada 2. Maksudnya gini, pada saat wajib pajak tidak melaporkan dengan
SPOPD, tidak dilaporkan otomatis dilakukan pemeriksaan dan dilakukan
penetapan secara jabatan. Pada saat wajib pajak yang melaporkan dengan
SPOPD tadi, ini seharusnya idealnya jangan serta merta dilakukan penetapan.
Fiskus sebelum dia melakukan penetapan, harus melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu. Apakah benar data yang dilaporkan? Bukan berarti nanti SKP
sudah keluar, baru nanti diperiksa. Nanti bisa salah kaprah si fiskusnya. Kau
yang berjanji kau yang mengakhiri. Orang yang netepin lo sendiri, lo periksa
lagi. Berarti anda memeriksa hasil pekerjaan anda sendiri. Logikanya kan
begitu. Oleh karena itu, yang saya bilang 2 itu tadi, kalau belum ada SPOP
fiskus langsung meriksa dan melakukan penetapan secara jabatan. Periksa dulu
artinya. Kalau apabila ada SPOP yang disampaikan, fiskus jangan serta merta
mengeluarkan surat ketetapan, tapi harus memeriksa kebenaran laporan itu.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
jangan begitu diberikan SPOP fiskus langsung aja netepin. Besok lusa, jika
dilihat ternyata beda yang dilaporkan. Periksa lagi. Keluarkan ketetapan baru.
Kalau begitu yang salah sebetulnya fiskus atau wjib pajak? fiskus dong.
Harusnya sebelum dia menetapkan pertama dia harus melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu. Menguji kebenarannya. Nah ini kesalahan di pihak fiskus,
kadang-kadang dia gak mau repot, gak mau capek. Percaya aja. Pada official,
official kepercayaan tidak begitu saja diberikan kepada wajib pajak. yang
diberikan kepercayaan pada wajib pajak adalah self assessment. Kalau official
kita gak boleh percaya dengan wajib pajak, karena kita akan mengeluarkan
produk ketetapan.Sehingga ketetapan yang dikeluarkan benar, sesuai dengan
ketentuan dan final. Pada saat wajib pajak ngasih, petugas gak mau capek,
keluarkan saja ketetapan, besok lusa dilihat ternyata beda nih. Ketetapan saya
salah. Dipanggil lagi WP-nya. Dia nelpon ada novum. WP gak ngerti apa-apa,
dibilang kamu bohong. Kalau saya jadi WP-nya saya bilang, kenapa waktu itu
anda percaya. Saya sudah ditetapkan, harusnya anda ngecek lagi dong. Bukan
sekarang sudah anda tetapkan baru anda ngecek. Karena kurang pengetahuan
dari masyarakat, maka masyarakat bisa diombang-ambingkan seperti itu. jadi
official tidak memberikan kepercayaan pada wajib pajak untuk menghitung,
untuk memperhitungkan. Yang punya kewajiban untuk menghitung,
memperhitungkan dan menentukan besarnya pajak terhutang adalah fiskus.
Oleh karena itu, fiskus jangan langsung menerima apa yang dilaporkan oleh
wajib pajak, diperiksa dulu.
D : Kalau pemungutannya perbedaannya antara yang permanen dengan yang
waktunya cuman sebentar-sebentar itu apa ya pak?
E : Kalau pemungutannya tetap sama, yang membedakan berapa besaran pajaknya
aja. Kalau reklame kan dihitungnya berdasarkan harian. Bukan berdasarkan
tahunan ataupun bulanan. Jadi dasar pengenaan pajak reklame berasal dari nilai
sewa reklame. Nilai sewa reklame terdiri dari berapa variable. Yaitu apa, lokasi
pemasangan, luas reklamenya, lamanya pemasangan, sama jenis reklamenya.
Mungkin di daerah tertentu jenis reklame papan berbeda tarifnya dengan jenis
reklame kain misalnya. Terus lama pemasangan otomatis menentukan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
besarnya. Lokasi jelas menentukan karena tarif kelas jalan di tiap lokasi
berbeda-beda. Baru setelah itu totalnya dikalikan dengan tarif pajaknya. DPP-
nya itu tadi NSR. Variabelnya tadi ada bermacam-macam. Baru dikalikan tarif,
menghasilkan pajak reklame. Jadi membedakan yang lama dengan yang tidak
sebetulnya sama, hanya menentukan besarnya pajak saja.
D : Bayarnya itu per bulan atau blek setelah ditentukan di SKPD langsung bayar?
E : Iya lunas. SKPD kan dibayar di awal. Begitu ada tunggakan harus dibayar.
Berapa lama setelah SKPD keluar tunggakan dibayar?
D : Berapa lama ya? Kalau dari SKP keluar 10 kalau menurut perda.
E : 30 hari. baca lagi KUP, maupun KUPD. 30 hari setelah SKP keluar, wajib
pajak harus membayar. Kalau telat berarti harus dikenakan sanksi. Cuman
perbedaan perlakuan ini diberlakukan kepada reklame yang sifatnya reklame
menetap yang papan yang waktunya 365 hari. untuk reklame-reklame tertentu,
dia tidak boleh melakukan pemasangan sebelum SKPD diterbitkan. Gak lucu
kan dia masangnya cuman 1 minggu, SKPDnya keluar. Utangnya baru dibayar
30 hari kemudian. Bisa lari. Nah untuk reklame yang sifatnya tidak permanen
tidak setahun, maka reklamenya baru bisa dipasang ditayangkan setelah SKPD-
nya dibayar lunas. Ada ketentuan seperti itu. jadi tidak boleh
menyelenggarakan reklame kalau belum dibayar lunas pajaknya.
D : Ya itu kaya di Bogor pak. Seperti itu kalau di Bogor. jadi pas waktu udah
selesai semua nih perizinan selesai, pajak udah dibayar, baru boleh
diselenggarakan.
E : Yak itu memang sifatnya reklamenya tidak menetap, jangka waktu
pemasangannya dibawah 30 hari. tapi secara teoritis, yang namanya official
assessment diterbitkan SKP, maka wajib pajak mempunyai hak untuk
melakukan pembayaran selama 30 hari. contoh yang paling membumi, kita
membayar pajak kendaraan bermotor. Dateng kan ke samsat. Dihitung SKP.
Masyarakat juga detik itu juga membayar kan? Coba kalau dia pulang dulu, dia
ngurus, keluar SKPD dia pulang dulu, terus sebulan kemudian dia datang lagi
kemudian dia bayar, itu gak kena sanksi. Dan boleh, karena ketentuannya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
teoritisnya maupun undang-undangnya SKP itu batas waktunya 30 hari. boleh
baca lagi. Bukan 10 hari.
D : Ya pak, saya bacanya si berdasarkan perda pajak reklame di Bogor.
E : Bogor 10 hari?
D : 10, kalau gak dibayar, dibikin surat penagihan
E : Kena sanksi?
D : Kena sanksi, kalau ketentuan di official itu 30 hari yah.
E : Gak papa sih, Bogor kan dalam rangka menjaring penerimaan disana.
D : Ya pak. Kira-kira sih sudah semua pak.
E : Udah? Yaudah kalau udah ditutup dulu rekamannya.
D : Ya pak (ketawa)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011