245
UU R.I No.8/1995 I -1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat; c. bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan; d. bahwa sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai pembangunan nasional serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan “Undang-undang Darurat tentang Bursa” (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Pasar Modal; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG · adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang ... Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan “Undang-undang ... sarana Bursa Efek sesuai

Embed Size (px)

Citation preview

UU R.I No.8/1995

I -1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 1995

TENTANG

PASAR MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakatadil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunannasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha danwahana investasi bagi masyarakat;

c. bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan

masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan;d. bahwa sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai pembangunan nasional

serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, Undang-undangNomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan “Undang-undang Darurat tentangBursa” (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) dipandang sudah tidak sesuailagi dengan keadaan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Pasar Modal;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar1945;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3587);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PASAR MODAL.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Afiliasi adalah :

a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;

c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;

d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;

e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidaklangsung, oleh Pihak yang sama; atau

f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

2. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek.

3. Biro Administrasi Efek adalah Pihak yang berdasarkan kontrak dengan Emiten melaksanakanpencatatan pemi l ikan Efek dan pembagian hak yang berka i tan dengan Efek.

4. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak - Pihak lain dengan

tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.

5. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial , saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.

6. Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.

7. Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.

8. Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

9. Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah Pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa.

10. Lembaga Penyimpana n dan Penyelesaian adalah Pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain.

11. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok

nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

I - 2

UU R.I No.8/1995

12. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

13. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga

dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

14. Penasihat Investasi adalah Pihak yang memberi nasihat kepada Pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa.

15. Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

16. Penitipan Kolektif adalah jasa penitipan atas Efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satuPihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian.

17. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli

sisa Efek yang tidak terjual.

18. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.

19. Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal oleh Emiten dalam rangka Penawaran Umum atau Perusahaan Publik.

20. Perseroan adalah perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

21. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi.

22. Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 ( tiga ratus ) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang - kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

23. Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.

24. Portofolio Efek adalah kumpulan Efek yang dimiliki oleh Pihak.

25. Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.

26. Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umumdengan tujuan agar Pihak lain membeli Efek.

27. Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakatpemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

28. Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai denganpersyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek,atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek.

UU R.I No.8/1995

I - 3

I - 4

UU R.I No.8/1995

29. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihakdalam portofolio investasi kolektif.

30. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang.

Pasal 2

Menteri menetapkan kebijaksanaan umum di bidang Pasar Modal.

BAB II

BADAN PENGAWAS PASAR MODAL

Pasal 3

(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan olehBadan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam.

(2) B a p e p a m b e r a d a d i b a w a h d a n b e r t a n g g u n g j a w a b k e p a d a M e n t e r i .

Pasal 4

Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakanoleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar,dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.

Pasal 5

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Bapepamberwenang untuk:

a. memberi :

1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro

Administrasi Efek;

2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3) persetujuan bagi Bank Kustodian;

b. mewaj ibkan pendaf taran Pro fes i Penun jang Pasar Modal dan Wal i Amanat ;

c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementarawaktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek,Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampaidengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;

d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda,atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;

UU R.I No.8/1995

I - 5

e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam ha l terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;

f. mewajibkan setiap Pihak untuk :

1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatandi Pasar Modal; atau

2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dariiklan atau promosi dimaksud;

g. melakukan pemeriksaan terhadap :

1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan PernyataanPendaftaran kepada Bapepam; atau

2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan,atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini;

h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;

i. mengumumkan hasil pemeriksaan;

j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek ataumenghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungikepentingan pemodal;

k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta

memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian sertabiaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;

n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;

o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;

p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka5; dan

q. m e l a k u k a n h a l - h a l l a i n y a n g d i b e r i k a n b e rd a s a r k a n U n d a n g - u n d a n g i n i .

BAB III

BURSA EFEK, LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

Bagian KesatuBursa Efek

Paragraf 1Perizinan

Pasal 6

(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Efek adalah Perseroan yangtelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Bursa Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2Tujuan dan Kepemilikan

Pasal 7

(1) Bursa Efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur,wajar, dan efisien.

(2) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bursa Efek wajib menyediakan sarana pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek.

(3) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib disusun sesuai denganketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam.

Pasal 8

Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperolehi z i n u s a h a u n t u k m e l a k u k a n k e g i a t a n s e b a g a i P e r a n t a r a P e d a g a n g E f e k .

Paragraf 3Peraturan Bursa Efek dan Satuan Pemeriksa

Pasal 9

(1) Bursa Efek wajib menetapkan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan,kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa, dan hal-hal lain yang berkaitandengan kegiatan Bursa Efek.

(2) Tata cara peralihan Efek sehubungan dengan Transaksi Bursa ditetapkan oleh Bursa Efek.

(3) Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencatatan Efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksiberkenaan dengan jasa yang diberikan.

I - 6

UU R.I No.8/1995

(4) Biaya dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan menurut kebutuhanpelaksanaan fungsi Bursa Efek.

Pasal 10

Bursa Efek dilarang membuat ketentuan yang menghambat anggotanya menjadi Anggota BursaEfek lain atau menghambat adanya persaingan yang sehat.

Pasal 11

Peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek, termasuk perubahannya, mulai berlaku setelahmendapat persetujuan Bapepam.

Pasal 12

(1) Bursa Efek wajib mempunyai satuan pemeriksa yang bertugas menjalankan pemeriksaanberkala atau pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap anggotanya serta terhadap kegiatan

Bursa Efek.

(2) Pimpinan satuan pemeriksa wajib melaporkan secara langsung kepada direksi, dewan komisaris Bursa Efek, dan Bapepam tentang masalah-masalah material yang ditemuinya serta yang dapat mempengaruhi suatu Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek atau Bursa Efek yang bersangkutan.

(3) Bursa Efek wajib menyediakan semua laporan satuan pemeriksa setiap saat apabila diperlukan oleh Bapepam.

Bagian KeduaLembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

Paragraf 1Perizinan

Pasal 13

(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2Tujuan dan Kepemilikan

Pasal 14

(1) Lembaga Kliring dan Penjaminan didirikan dengan tujuan menyediakan jasa kliring dan pen jaminan penye lesa ian Transaks i Bursa yang te ra tu r, wa ja r, dan e f i s ien .

UU R.I No.8/1995

I - 7

(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian didirikan dengan tujuan menyediakan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi yang teratur, wajar, dan ef is ien.

(3) Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapatmemberikan jasa la in berdasarkan ketentuan yang di tetapkan oleh Bapepam.

(4) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib disusun sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam.

Pasal 15

(1) Yang dapat menjadi pemegang saham Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.

(2) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib dimiliki oleh Bursa Efek.

Paragraf 3Peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

Pasal 16

(1) Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menetapkan peraturan mengenai kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa.

(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menetapkan peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa penyelesaian transaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai

biaya pemakaian jasa.

(3) Penentuan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan menurutkebutuhan pelaksanaan fungsi Lembaga Klir ing dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian.

Pasal 17

Peraturan yang wajib ditetapkan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian, termasuk perubahannya, mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam.

BAB IV

REKSA DANA

Bagian KesatuBentuk Hukum dan Perizinan

I - 8

UU R.I No.8/1995

Pasal 18

(1) Reksa Dana dapat berbentuk :

a. Perseroan; atau

b. kontrak investasi kolektif.

(2) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat bersifat terbuka atau tertutup.

(3) Yang dapat menjalankan usaha Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) huruf a adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(4) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat dikelola oleh ManajerInvestasi berdasarkan kontrak.

(5) Persyaratan dan tata cara perizinan Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Pemegang saham Reksa Dana terbuka dapat menjual kembali sahamnya kepada R e k s aDana.

(2) Dalam hal pemegang saham melakukan penjualan kembali, Reksa Dana terbuka w a j i b membeli saham-saham tersebut.

(3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukanapabila:

a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana diperdagangkan ditutup;

b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana di Bursa Efekdihentikan;

c. keadaan darurat; atau

d. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan investasi setelah mendapat persetujuan Bapepam.

Pasal 20

(1) Manajer Investasi sebagai pengelola Reksa Dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektifdapat menjual dan membeli kembali Unit Penyertaan secara terus-menerus sampai denganjumlah Unit Penyertaan yang ditetapkan dalam kontrak.

(2) Dalam hal pemegang Unit Penyertaan melakukan penjualan kembali, Manajer Investasi wajibmembeli kembali Unit Penyertaan tersebut.

(3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila :

a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana diperdagangkan ditutup;

b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana di Bursa Efek dihentikan;

UU R.I No.8/1995

I - 9

I - 10

c. keadaan darurat; ataud. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan investasi setelah

mendapat persetujuan Bapepam.

Bagian KeduaPengelolaan

Pasal 21

(1) Pengelolaan Reksa Dana, baik yang berbentuk Perseroan maupun yang berbentuk kontrakinves tas i ko lek t i f , d i l akukan o leh Mana je r Inves tas i be rdasarkan kon t rak .

(2) Kontrak pengelolaan Reksa Dana berbentuk Perseroan dibuat oleh direksi dengan ManajerInvestasi.

(3) Kontrak pengelolaan Reksa Dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektif dibuat antaraManajer Investasi dan Bank Kustodian.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Bapepam.

Pasal 22

Manajer Investasi Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan dan kontrak investasi kolektif wajibmenghitung nilai pasar wajar dari Efek dalam portofolio setiap hari bursa berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 23

Nilai saham Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan dan nilai Unit Penyertaan kontrak investasikolektif ditentukan berdasarkan nilai aktiva bersih.

Pasal 24

(1) Reksa Dana dilarang menerima dan atau memberikan pinjaman secara langsung.

(2) Reksa Dana dilarang membeli saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana lainnya.

(3) P e m b a t a s a n i n v e s t a s i R e k s a D a n a d i a t u r l e b i h l a n j u t o l e h B a p e p a m .

Pasal 25

(1) S e m u a k e k a y a a n R e k s a D a n a w a j i b d i s i m p a n p a d a B a n k K u s t o d i a n .

(2) Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana.

(3) Reksa Dana wa j ib mengh i tung n i la i ak t i va bers ih dan mengumumkannya .

UU R.I No.8/1995

Pasal 26

(1) Kontrak penyimpanan kekayaan Reksa Dana berbentuk Perseroan dibuat oleh direksi ReksaDana dengan Bank Kustodian.

(2) Kontrak penyimpanan kekayaan investasi kolektif dibuat antara Manajer Investasi dan BankKustodian.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut olehBapepam.

Pasal 27

(1) Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana.

(2) Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya.

Pasal 28

(1) Saham Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan diterbitkan tanpa ni lai nominal.

(2) Pada saat pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan, paling sedikit 1% (satu perseratus)dari modal dasar Reksa Dana telah ditempatkan dan disetor.

(3) Pelaksanaan pembelian kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan dan pengalihanlebih lanjut saham tersebut dapat dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum

Pemegang Saham.

(4) Dana yang digunakan untuk membeli kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan berasal dari kekayaan Reksa Dana.

Pasal 29

(1) Reksa Dana yang berbentuk Perseroan tidak diwajibkan untuk membentuk dana cadangan.

(2) Dalam hal Reksa Dana membentuk dana cadangan, besarnya dana cadangan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.

BAB V

PERUSAHAAN EFEK, WAKIL PERUSAHAAN EFEK,DAN PENASIHAT INVESTASI

Bagian KesatuPerizinan Perusahaan Efek

Pasal 30

(1) Yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

UU R.I No.8/1995

I - 11

(2) Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, danatau Manajer Investasi serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

oleh Bapepam.

(3) Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara PedagangEfek, dan atau Manajer Investasi hanya untuk Efek yang bersifat utang yang jatuh temponyatidak lebih dari satu tahun, sertifikat deposito, polis asuransi, Efek yang diterbitkan atau

dijamin Pemerintah Indonesia, atau Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam tidak diwajibkanuntuk memperoleh izin usaha sebagai Perusahaan Efek.

(4) Persyaratan dan tata cara perizinan Perusahaan Efek diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 31

Perusahaan Efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Efekyang dilakukan oleh direktur, pegawai, dan Pihak lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut.

Bagian KeduaPerizinan Wakil Perusahaan Efek

Pasal 32

(1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil PerantaraPedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi hanya orang perseorangan yang telahmemperoleh izin dari Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Wakil Perusahaan Efek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

(1) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efekdapat bertindak sebagai Wakil Perantara Pedagang Efek.

(2) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek,Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi dilarang bekerja pada lebihdari satu Perusahaan Efek.

Bagian KetigaPerizinan Penasihat Investasi

Pasal 34

(1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penasihat Investasi adalah Pihak yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Penasihat Investasi diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.

I - 12

UU R.I No.8/1995

UU R.I No.8/1995

I - 13

Bagian KeempatPedoman Perilaku

Pasal 35

Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dilarang :

a. menggunakan pengaruh atau mengadakan tekanan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah;

b. mengungkapkan nama atau kegiatan nasabah, kecuali diberi instruksi secara tertulis oleh nasabah atau diwaj ibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengemukakan fakta yang material kepadanasabah mengenai kemampuan usaha atau keadaan keuangannya;

d. merekomendasikan kepada nasabah untuk membeli atau menjual Efek tanpa memberitahukanadanya kepentingan Perusahaan Efek dan Penasihat Investasi dalam Efek tersebut; atau

e. membeli atau memiliki Efek untuk rekening Perusahaan Efek itu sendiri atau untuk rekeningPihak terafiliasi jika terdapat kelebihan permintaan beli dalam Penawaran Umum dalam

hal Perusahaan Efek tersebut bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek atau agen penjualan, kecua l i pesanan P ihak yang t i dak t e ra f i l i a s i t e l ah t e rpenuh i se lu ruhnya .

Pasal 36

Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib :

a. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi nasabahnya; dan

b. membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangannya.

Pasal 37

Perusahaan Efek yang menerima Efek dari nasabahnya wajib :

a. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek ; dan

b. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya;

sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 38

Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek dilarang melakukan transaksiatas Efek yang tercatat pada Bursa Efek untuk Pihak terafiliasi atau kepentingan sendiri apabilanasabah yang tidak terafiliasi dari Perusahaan Efek tersebut telah memberikan instruksi untukmembeli dan atau menjual Efek yang bersangkutan dan Perusahaan Efek tersebut belummelaksanakan instruksi tersebut.

Pasal 39

Penjamin Emisi Efek wajib mematuhi semua ketentuan dalam kontrak penjaminan emisi Efeksebagaimana dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran.

Pasal 40

Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek harus mengungkapkan dalamProspektus adanya hubungan Afiliasi atau hubungan lain yang bersifat material antara PerusahaanEfek dengan Emiten.

Pasal 41

Dalam hal Perusahaan Efek bertindak sebagai Manajer Investasi dan juga sebagai PerantaraPedagang Efek atau Pihak terafiliasi dari Perusahaan Efek tersebut bertindak sebagai PerantaraPedagang Efek untuk Reksa Dana, Perusahaan Efek atau Pihak terafiliasi dimaksud dilarangmemungut komisi atau biaya dari Reksa Dana yang lebih tinggi dari komisi atau biaya yangdipungut oleh Perantara Pedagang Efek yang tidak terafiliasi.

Pasal 42

Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Manajer Investasi atau Pihak terafiliasinya dilarangmenerima imbalan dalam bentuk apa pun, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapatmempengaruhi Manajer Investasi yang bersangkutan untuk membeli atau menjual Efek untukReksa Dana.

BAB VI

LEMBAGA PENUNJANG PASAR MODAL

Bagian KesatuKustodian

Paragraf 1Persetujuan

Pasal 43

(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat

persetujuan Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan bagi Bank Umum sebagai Kustodian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

I - 14

UU R.I No.8/1995

Paragraf 2Efek yang Dititipkan

Pasal 44

(1) Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab untuk menyimpanEfek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara

Kustodian dan pemegang rekening dimaksud.

(2) Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.

(3) Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian dari harta Kustodian tersebut.

Pasal 45

Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atasperintah tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atasnamanya.

Pasal 46

Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yangtimbul akibat kesalahannya.

Pasal 47

(1) Kustodian atau Pihak terafiliasinya dilarang memberikan keterangan mengenai rekening Efek nasabah kepada Pihak mana pun, kecuali kepada:

a. Pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau ahli waris pemegang rekening;

b. Po l i s i , Jaksa , a tau Hak im un tuk kepent ingan perad i lan perkara p idana;

c. Pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perdata atas permintaan Pihak-Pihak yang berperkara;

d. Pejabat Pajak untuk kepentingan perpajakan;

e. Bapepam, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Emiten, Biro Administrasi Efek, atau Kustodian lain dalam rangka melaksanakan fungsinya masing-masing; atau

f. Pihak yang memberikan jasa kepada Kustodian, termasuk konsultan, Konsultan Hukum, dan Akuntan.

(2) Setiap Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f yang memperoleh keterangan mengenai rekening Efek nasabah dari Kustodian atau afiliasinya dilarang memberikan keterangan dimaksud kepada Pihak mana pun,kecuali diperlukan dalam pelaksanaan fungsinya masing-masing.

UU R.I No.8/1995

I - 15

(3) Permintaan untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek nasabah sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d diajukan oleh Kepala KepolisianRepublik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung atau pejabat yang ditunjuk, danDirektur Jenderal Pajak kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan dengan menyebutkannama dan jabatan polisi, jaksa, hakim atau pejabat pajak, nama atau nomor pemegang

rekening, sebab-sebab keterangan diperlukan, dan alasan permintaan dimaksud.

Bagian KeduaBiro Administrasi Efek

Pasal 48

(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Biro Administrasi Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

(1) Pendaftaran pemilikan Efek dalam buku daftar pemegang Efek Emiten dan pembagianhak yang berkaitan dengan Efek dapat dilakukan oleh Biro Administrasi Efek berdasarkankont rak yang d ibuat o leh Emi ten dengan B i ro Admin is t ras i E fek d imaksud.

(2) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib secara jelas memuat hak dan kewajiban Biro Administrasi Efek dan Emiten, termasuk kewajiban kepada pemegang Efek.

Bagian KetigaWali Amanat

Pasal 50

(1) Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat dapat dilakukan oleh :

a. Bank Umum; dan

b. Pihak lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat, Bank Umum atau Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam.

(3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 51

(1) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten, kecuali hubunganAfi l iasi tersebut ter jadi karena kepemil ikan atau penyer taan modal Pemerintah.

(2) Wali Amanat mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang baik di dalam maupundi luar pengadilan.

I - 16

UU R.I No.8/1995

(3) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten dalam jumlah sesuai dengan ketentuan Bapepam yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan antara Wa l i A m a n a t s e b a g a i k re d i t u r d a n w a k i l p e m e g a n g E f e k b e r s i f a t u t a n g .

(4) Penggunaan jasa Wali Amanat ditentukan dalam peraturan Bapepam.

Pasal 52

Emiten dan Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan sesuai dengan ketentuan yangditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 53

Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atas kerugiankarena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang inidan atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan.

Pasal 54

Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi Efek bersifat utang yang sama.

BAB VII

PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSADAN PENITIPAN KOLEKTIF

Bagian KesatuPenyelesaian Transaksi Bursa

Pasal 55

(1) Penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian f is ik, atau cara lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Lembaga Kl i r ing dan Penjaminan waj ib menjamin penyelesaian Transaksi Bursa.

(3) Tata cara dan jaminan penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada kontrak antara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,

serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

(4) Untuk menjamin penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), LembagaKliring dan Penjaminan dapat menetapkan dana jaminan yang wajib dipenuhi oleh pemakaijasa Lembaga Kliring dan Penjaminan.

(5) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan penetapan dana jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam.

UU R.I No.8/1995

I - 17

Bagian KeduaPenitipan Kolektif

Pasal 56

(1) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dicatat dalambuku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianuntuk kepentingan pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianyang bersangkutan.

(2) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek yang dicatatdalam rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dicatat atas namaBank Kustodian atau Perusahaan Efek dimaksud untuk kepentingan pemegang rekening

pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek tersebut.

(3) Apabila Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian merupakan bagian dari PortofolioEfek dari suatu kontrak investasi kolektif dan tidak termasuk dalam Penitipan Kolektif padaLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Efek tersebut dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Bank Kustodian untuk kepentingan pemilik Unit Penyertaandari kontrak investasi kolektif tersebut.

(4) Emiten wajib menerbitkan sertifikat atau konfirmasi kepada Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau Bank Kustodian sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) sebagai tanda bukti pencatatan dalam buku daftar pemegangEfek Emiten

.(5) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek wajib

menerbitkan konfirmasi kepada pemegang rekening sebagai tanda bukti pencatatan dalamrekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 57

Dalam Penitipan Kolektif, Efek dari jenis dan klasifikasi yang sama yang diterbitkan oleh Emitenter tentu dianggap sepadan dan dapat d iper tukarkan antara satu dan yang la in.

Pasal 58

(1) Kustodian wajib mencatat mutasi kepemilikan Efek dalam Penitipan Kolektif denganm e n a m b a h d a n m e n g u r a n g i E f e k p a d a m a s i n g - m a s i n g re k e n i n g E f e k .

(2) Emiten wajib memutasikan Efek dalam Penitipan Kolektif yang terdaftar atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dalam buku daftar pemegang Efek

Emiten menjadi atas nama Pihak yang ditunjuk oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianatau Bank Kustodian.

(3) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif apabila Efek tersebuthilang atau musnah, kecuali Pihak yang meminta mutasi dimaksud memberikan bukti danatau jaminan yang cukup bagi Emiten.

(4) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif apabila Efek tersebutdijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan berdasarkan penetapan pengadilan, atau disitauntuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana.

I - 18

UU R.I No.8/1995

Pasal 59

(1) Pemegang rekening sewaktu-waktu berhak menarik dana dan atau Efek dari rekening efeknyapada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menolak penarikan dana dan atau pemutasianEfek dari rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika rekening Efek dimaksud

diblokir, dibekukan, atau dijaminkan.

(3) Pemblokiran rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atas perintah tertulis dari Bapepam atau berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, atau Ketua Pengadilan Tinggi untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata atau

pidana.

Pasal 60

(1) Pemegang rekening yang efeknya tercatat dalam Penitipan Kolektif berhak mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Efek.

(2) Emiten, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek wajib segera menyerahkan dividen, bunga, saham bonus, atau hak-hak lain sehubungan dengan pemi l ikan Efek dalam Peni t ipan Kolekt i f kepada pemegang rekening.

Pasal 61

Efek dalam Penitipan Kolektif, kecuali Efek atas rekening Reksa Dana, dapat dipinjamkan ataudijaminkan.

Pasal 62

Anggaran dasar Emi ten wa j ib memuat ke ten tuan mengena i Pen i t ipan Ko lek t i f .

Pasal 63

K e t e n t u a n m e n g e n a i P e n i t i p a n K o l e k t i f d i a t u r l e b i h l a n j u t o l e h B a p e p a m .

BAB VIII

PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL

Bagian KesatuPendaftaran

Pasal 64

(1) Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri dari :

a. Akuntan;

b. Konsultan Hukum;

UU R.I No.8/1995

I - 19

c. Penilai;

d. Notaris; dan

e. Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Untuk dapat melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam.

(3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 65

(1) Pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal di Bapepam menjadi batal apabila izin profesi yang bersangkutan dicabut oleh instansi yang berwenang.

(2) Jasa dari Profesi Penunjang Pasar Modal di bidang Pasar Modal yang telah diberikan sebelumnya tidak menjadi batal karena batalnya pendaftaran profesi, kecuali apabila jasa

yang diberikan tersebut merupakan sebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izinprofesi yang bersangkutan.

(3) Dalam hal pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dibatalkan, Bapepam dapatmelakukan pemeriksaan atau penilaian atas jasa lain berkaitan dengan Pasar Modal yangtelah diberikan sebelumnya oleh Profesi Penunjang Pasar Modal dimaksud untuk menentukanberlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut.

(4) Dalam hal Bapepam memutuskan bahwa jasa yang diberikan oleh Profesi Penunjang PasarModal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak berlaku, Bapepam dapat mewajibkan perusahaan yang menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut untuk menunjukProfesi Penunjang Pasar Modal lain untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian atas

perusahaan dimaksud.

Bagian KeduaKewajiban

Pasal 66

Setiap Profesi Penunjang Pasar Modal wajib menaati kode etik dan standar profesi yang ditetapkanoleh asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang inidan atau peraturan pelaksanaannya.

Pasal 67

Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal wajibmemberikan pendapat atau penilaian yang independen.

Pasal 68

Akuntan yang terdaftar pada Bapepam yang memeriksa laporan keuangan Emiten, Bursa Efek,Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Pihak lainyang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal wajib menyampaikan pemberitahuan yangsifatnya rahasia kepada Bapepam selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak

I - 20

UU R.I No.8/1995

ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut :

a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturanpelaksanaannya; atau

b. hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentinganpara nasabahnya.

Bagian KetigaStandar Akuntansi

Pasal 69

(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkanprinsip akuntansi yang berlaku umum.

(2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.

BAB IX

EMITEN DAN PERUSAHAAN PUBLIK

Bagian KesatuPernyataan Pendaftaran

Pasal 70

(1) Yang dapat melakukan Penawaran Umum hanyalah Emiten yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah efektif.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak yang melakukan:

a. penawaran Efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun;

b. penerbitan sertifikat deposito;

c. penerbitan polis asuransi;

d. penawaran Efek yang di terb i tkan dan di jamin Pemer intah Indonesia; a tau

e. penawaran Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 71

Tidak satu Pihak pun dapat menjual Efek dalam Penawaran Umum, kecuali pembeli atau pemesanmenyatakan dalam formulir pemesanan Efek bahwa pembeli atau pemesan telah menerima ataumemperoleh kesempatan untuk membaca Prospektus berkenaan dengan Efek yang bersangkutansebelum atau pada saat pemesanan dilakukan.

UU R.I No.8/1995

I - 21

Pasal 72

(1) Penjamin Pelaksana Emisi Efek ditunjuk oleh Emiten.

(2) Dalam hal Penjamin Pelaksana Emisi Efek lebih dari satu, Penjamin Pelaksana Emisi Efekbertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas penyelenggaraanPenawaran Umum.

(3) Penjamin Pelaksana Emisi Efek dan Emiten bertanggung jawab atas kebenaran dan ke lengkapan Pernyataan Pendaf ta ran yang d isampaikan kepada Bapepam.

Pasal 73

Setiap Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam.

Bagian KeduaTata Cara Penyampaian Pernyataan Pendaftaran

Pasal 74

(1) Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif pada hari ke-45 (keempat puluh lima) sejak diterimanya Pernyataan Pendaftaran secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal

jika dinyatakan efektif oleh Bapepam.

(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat memintaperubahan dan atau tambahan informasi dar i Emiten atau Perusahaan Publ ik.

(3) Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik menyampaikan perubahan atau tambahan informasi, Pernyataan Pendaftaran tersebut dianggap telah disampaikan kembali pada

tanggal diterimanya perubahan atau tambahan informasi tersebut.

(4) Pernyataan Pendaftaran tidak dapat menjadi efektif sampai saat informasi tambahan atau perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima dan telah memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 75

(1) Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa

Pernyataan Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan.

(2) Bapepam tidak memberikan penilaian atas keunggulan dan kelemahan suatu Efek.

Pasal 76

Jika dalam Pernyataan Pendaftaran dinyatakan bahwa Efek akan dicatatkan pada Bursa Efekdan ternyata persyaratan pencatatan tidak dipenuhi, penawaran atas Efek batal demi hukumdan pembayaran pesanan Efek d imaksud waj ib d ikembal ikan kepada pemesan.

I - 22

UU R.I No.8/1995

Pasal 77

Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran diatur lebihlanjut oleh Bapepam.

Bagian KetigaProspektus dan Pengumuman

Pasal 78

(1) Setiap Prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Materialatau tidak memuat keterangan yang benar tentang Fakta Material yang diperlukan agar

Prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.

(2) Setiap Pihak dilarang menyatakan, baik langsung maupun tidak langsung, bahwa Bapepamtelah menyetujui, mengizinkan, atau mengesahkan suatu Efek, atau telah melakukan

pene l i t ian a tas berbaga i seg i keunggu lan a tau ke lemahan dar i sua tu E fek .

(3) Ketentuan mengenai Prospektus diatur lebih lanjut oleh Bapepam.

Pasal 79

(1) Setiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu Penawaran Umum dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material dan atau tidak

memuat pernyataan tentang Fakta Material yang diperlukan agar keterangan yang dimuat didalam pengumuman tersebut t idak member ikan gambaran yang menyesatkan.

(2) Hal-hal yang diumumkan dan isi serta persyaratan pengumuman sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bapepam.

Bagian KeempatTanggung Jawab atas Informasi

yang Tidak Benar atau Menyesatkan

Pasal 80

(1) Jika Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya sehingga

informasi dimaksud menyesatkan, maka :

a. setiap Pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran;

b. direktur dan komisaris Emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif;

c. Penjamin Pelaksana Emisi Efek; dan

d. Profesi Penunjang Pasar Modal atau Pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran;

wajib bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud.

UU R.I No.8/1995

I - 23

(2) Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d hanya bertanggung jawab ataspendapat atau keterangan yang diberikannya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) t idak berlaku dalam hal Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan huruf d dapat membuktikan bahwa Pihak yang bersangkutan telah bertindak secara profesional dan telah mengambil langkah-langkah yang cukup untuk memastikan bahwa:

a. pernyataan atau keterangan yang dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran adalah benar;dan

b. tidak ada Fakta Material yang diketahuinya yang tidak dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran yang diperlukan agar Pernyataan Pendaftaran tersebut tidak menyesatkan.

(4) Tuntutan ganti rugi dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Pernyataan Pendaftaranefektif.

Pasal 81

(1) Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak

benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material danPihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut wajibber tanggung jawab atas kerugian yang t imbul ak ibat perbuatan d imaksud.

(2) Pembeli Efek yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkansebelum melaksanakan pembelian Efek tersebut tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugiterhadap kerugian yang timbul dari transaksi Efek dimaksud.

Bagian KelimaHak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan, Penawaran Tender,

Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

Pasal 82

(1) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memberikan hak memesan Efek terlebih dahulu kepada setiap pemegang saham secara proporsional

apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut menerbitkan saham atau Efek yang d a p a t d i t u k a r d e n g a n s a h a m E m i t e n a t a u P e r u s a h a a n P u b l i k t e r s e b u t .

(2) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperoleh persetujuanmayoritas pemegang saham independen apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut melakukan transaksi di mana kepentingan ekonomis Emiten atau Perusahaan Publik tersebutberbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegangsaham utama Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.

(3) Persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu dan transaksiyang mempunyai benturan kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Bapepam.

I - 24

UU R.I No.8/1995

Pasal 83

Setiap Pihak yang melakukan penawaran tender untuk membeli Efek Emiten atau PerusahaanPublik wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yangditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 84

Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihanperusahaan lain wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporanyang ditetapkan oleh Bapepam dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

BAB X

PELAPORAN DAN KETERBUKAAN INFORMASI

Pasal 85

Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, ReksaDana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, WaliAmanat, dan Pihak lainnya yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dariBapepam wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam.

Pasal 86

(1) Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik wajib:

a. menyampaikan laporan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat; dan

b. menyampaikanlaporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir

hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.

(2) Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif dapat dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) b e r d a s a r k a n k e t e n t u a n y a n g d i t e t a p k a n o l e h B a p e p a m .

Pasal 87

(1) Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik wajib melaporkan kepada Bapepamatas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.

(2) Setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atauPerusahaan Publik wajib melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap

perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak terjadinya kepemilikan atau perubahan kepemilikan atassaham Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.

UU R.I No.8/1995

I - 25

Pasal 88

Ketentuan dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Pasal86, dan Pasal 87 diatur lebih lanjut oleh Bapepam.

Pasal 89

(1) Informasi yang wajib disampaikan oleh setiap Pihak kepada Bapepam berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum.

(2) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Bapepam.

BAB XI

PENIPUAN, MANIPULASI PASAR, DANPERDAGANGAN ORANG DALAM

Pasal 90

Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:

a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun;

b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan

c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkanfakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan

yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan ataumenghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhiPihak lain untuk membeli atau menjual Efek.

Pasal 91

Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuanuntuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaanpasar, atau harga Efek di Bursa Efek.

Pasal 92

Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkanharga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untukmembeli, menjual, atau menahan Efek.

I - 26

UU R.I No.8/1995

Pasal 93

Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keteranganyang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di BursaEfek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan :

a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau ke te rangan te rsebu t secara ma te r ia l t i dak benar a tau menyesa tkan ; a tau

b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.

Pasal 94

Bapepam dapat menetapkan tindakan tertentu yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yangbukan merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92.

Pasal 95

Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarangmelakukan pembelian atau penjualan atas Efek :

a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau

b. perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.

Pasal 96

Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang :

a. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau

b. memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.

Pasal 97

(1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95

dan Pasal 96.

(2) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudianmemperolehnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orangdalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi tersebutdisediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan.

UU R.I No.8/1995

I - 27

Pasal 98

Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publikdilarang melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila :

a. transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan

b. Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenaiEfek yang bersangkutan.

Pasal 99

Bapepam dapat menetapkan transaksi Efek yang tidak termasuk transaksi Efek yang dilarangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.

BAB XII

PEMERIKSAAN

Pasal 100

(1) Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukanatau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan

pelaksanaannya.

(2) Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyaiwewenang untuk :

a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibatdalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannyaatau Pihak lain apabila dianggap perlu;

b. mewajibkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak

melakukan kegiatan tertentu;

c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan, dan atau dokumenlain, baik milik Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadapUndang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya maupun milik Pihak lainapabila dianggap perlu; dan atau

d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibatdalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannyauntuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian

kerugian yang timbul.

(3) Pengaturan mengenai tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaturlebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Setiap pegawai Bapepam yang diberi tugas atau Pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepamuntuk melakukan pemeriksaan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkaninformasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selaindalam rangka upaya mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undanglainnya.

I - 28

UU R.I No.8/1995

BAB XIII

PENYIDIKAN

Pasal 101

(1) Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau

membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainyatindakan penyidikan.

(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusussebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal

berdasarkan ke ten tuan da lam K i tab Undang-undang Hukum Acara P idana .

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang :

a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanyatindak pidana di bidang Pasar Modal;

b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindakpidana di bidang Pasar Modal;

c. melakukan penelitian terhadap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindakpidana di bidang Pasar Modal;

d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap Pihakyang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang PasarModal;

e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengantindak pidana di bidang Pasar Modal;

f. melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barangbukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadapbarang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang PasarModal;

g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari Pihak yang didugame lakukan a tau te r l i ba t da lam t i ndak p idana d i b idang Pasa r Moda l ;

h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Pasar Modal; dan

i. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.

(4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepammengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentangkeadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan.

(5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

UU R.I No.8/1995

I - 29

(6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat Bapepam dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.

7) Setiap pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan

informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selain dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya.

BAB XIV

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 102

(1) Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap Pihak yang memperoleh izin,

persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam.

(2) Sanks i admin is t ra t i f sebagaimana d imaksud da lam ayat (1 ) dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;

c. pembatasan kegiatan usaha;

d. pembekuan kegiatan usaha;

e. pencabutan izin usaha;

f. pembatalan persetujuan; dan

g. pembatalan pendaftaran.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 103

(1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal

34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksuddalam Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda

paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

I - 30

UU R.I No.8/1995

Pasal 104

Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91,Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidanapenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (limabelas miliar rupiah).

Pasal 105

Manajer Investasi dan atau Pihak terafiliasinya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 42 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 106

(1) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(2) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 73 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 107

Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkanBapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan,menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, ataupendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara palinglama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (l ima miliar rupiah).

Pasal 108

Ancaman pidana penjara atau pidana kurungan dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsungmaupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pelanggaran Pasal-Pasaldimaksud.

Pasal 109

Setiap Pihak yang tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dandenda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 110

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105, dan Pasal109 adalah pelanggaran.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106,dan Pasal 107 adalah kejahatan.

UU R.I No.8/1995

I - 31

BAB XVI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 111

Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang inidan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupunbersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.

Pasal 112

Bapepam dan Bank Indonesia wajib mengadakan konsultasi dan atau koordinasi sesuai denganfungsi masing-masing dalam mengawasi kegiatan Kustodian dan Wali Amanat serta kegiatanlain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh BankUmum di Pasar Modal.

BAB XVII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 113

Setiap perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perusahaan Publik sebagaimana diaturdalam Undang-undang ini dan belum menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepamsampai dengan tanggal diundangkannya Undang-undang ini wajib memenuhi ketentuan dalamUndang-undang ini selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 114

Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :

a. semua peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undangini atau belum diatur yang baru berdasarkan Undang-undang ini;

b. semua izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, dan pendaftaran yang telah dikeluarkan sebelum ber lakunya Undang-undang in i d inyatakan tetap ber laku;

c. Pernyataan Pendaftaran dan permohonan izin usaha, persetujuan, dan pendaftaran yangtelah diajukan sebelum berlakunya Undang-undang ini diselesaikan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Undang - undang ini; dan

d. kegiatan kliring, penyelesaian transaksi Efek, dan penyimpanan Efek yang selama ini dilaksanakan oleh satu perusahaan berdasarkan izin usaha sebagai Lembaga Kliring

Penyimpanan dan Penyelesaian tetap dapat dilaksanakan untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan oleh Bapepam.

I - 32

UU R.I No.8/1995

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 115

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan“Undang-undang Darurat tentang Bursa” (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagaiUndang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 116

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1996.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 10 Nopember 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakartapada tanggal 10 Nopember 1995

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,

M O E R D I O N O

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 64

UU R.I No.8/1995

I - 33

I - 34

Penjelasan UU R.I No.8/1995

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1995

TENTANGPASAR MODAL

U M U M

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkankesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkankehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pencerminan kehendak ini antara lain dituangkandalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang menegaskan bahwa “Sasaran umum PembangunanJangka Panjang Kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesiayang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupanmasyarakat, bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsaIndonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia,manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia dengan TuhanYang Maha Esa”. Sedangkan di bidang ekonomi sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua,antara lain, adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal, dengan peningkatankemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasionalyang mantap.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lainberupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatanpembangunan di bidang ekonomi.

Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalahketentuan di bidang Pasar Modal yang pada saat ini masih didasarkan pada Undang-undangNomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan “Undang-undang Darurat tentang Bursa” (LembaranNegara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor67). Dengan lahirnya Undang-undang tentang Pasar Modal diharapkan Pasar Modal dapatmemberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunandi bidang ekonomi dapat tercapai.

Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkanpemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraanrakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran strategis sebagaisalah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untukpembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investasibagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah.

Ketentuan yang mengatur tentang kegiatan Pasar Modal yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun1952 tentang penetapan "Undang-undang Darurat tentang Bursa” (Lembaran Negara Tahun 1951Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) tersebut dirasakansudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada pada saat ini oleh karena ketentuanyang ada dalam Undang-undang tersebut tidak mengatur hal-hal yang sangat penting dalamkegiatan Pasar Modal, yaitu kewajiban Pihak-Pihak dalam suatu Penawaran Umum untuk memenuhiPrinsip Keterbukaan, serta terutama ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungankepada masyarakat umum.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi, ditambah lagi denganglobalisasi ekonomi, maka sudah saatnya apabila ketentuan-ketentuan tentang kegiatan PasarModal diatur dalam suatu Undang-undang yang baru, dengan tetap mengacu pada Pancasiladan Undang-Undang Dasar 1945.

Di dalam Undang-undang ini diatur tentang adanya kewajiban bagi perusahaan yang melakukanPenawaran Umum atau perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik untukmenyampaikan informasi mengenai keadaan usahanya, baik dari segi keuangan, manajemen,produksi maupun hal yang berkaitan dengan kegiatan usahanya kepada masyarakat. Informasitersebut mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat sebagai bahan pertimbanganuntuk melakukan investasi. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini diatur mengenai adanyaketentuan yang mewajibkan Pihak yang melakukan Penawaran Umum dan memperdagangkanefeknya di pasar sekunder untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan. Kegagalan atas kewajibantersebut mengakibatkan Pihak yang melakukan atau yang terkait dengan Penawaran Umumbertanggung jawab atas kerugian yang diderita masyarakat dan dapat dituntut secara pidanaapabila ternyata terkandung unsur penipuan. Dalam kaitannya dengan itu, di dalam Undang-undang ini diatur pula kewajiban-kewajiban yang melingkupi Pihak-Pihak yang berkaitan denganPenawaran Umum seperti Penjamin Emisi Efek, Akuntan, Konsultan Hukum, Notaris, Penilai, danprofesi lainnya, untuk mematuhi kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi, disertai denganancaman berupa sanksi ganti rugi dan atau ancaman pidana atas kegagalan mematuhi kewajibanyang ada berdasarkan Undang-undang ini.

Di dalam Undang-undang ini juga diatur tentang adanya sistem perdagangan di pasar sekunderagar Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiandapat menjalankan fungsi masing-masing agar perdagangan dapat dilakukan secara teratur,wajar, dan efisien.

Selanjutnya, agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan dan dilaksanakan secara teratur danwajar, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari praktik yang merugikan dan tidaksejalan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini, maka Badan Pengawas PasarModal diberi kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan yang ada dalamUndang-undang ini. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan untuk melakukan penyidikan,yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Angka 1

Huruf aYang dimaksud dalam huruf ini dengan:1) “hubungan keluarga karena perkawinan” adalah hubungan seseorang dengan:

a) suami atau istri;

b) orang tua dari suami atau istri dan suami atau istri dari anak (derajat I vertikal);

c) kakek dan nenek dari suami atau istri dan suami atau istri dari cucu (derajat IIvertikal);

d) saudara dari suami atau istri beserta suami atau istrinya dari saudara yangbersangkutan (derajat II horizontal); dan

I - 35

e) suami atau istri dari saudara orang yang bersangkutan (derajat II horizontal).

2) “hubungan keluarga karena keturunan” adalah hubungan seseorang dengan:

a) orang tua dan anak (derajat I vertikal);

b) kakek dan nenek serta cucu (derajat II vertikal); dan

c) saudara dari orang yang bersangkutan (derajat II horizontal).

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pegawai” dalam huruf ini adalah seseorang yang bekerja padaPihak lain, di mana Pihak lain tersebut mempunyai kewenangan untuk mengendalikan danmengarahkan orang dimaksud untuk melakukan pekerjaan dengan memperoleh upah ataugaji secara berkala.

Huruf c

Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat 1 (satu) atau lebihanggota di reks i a tau dewan komisar is yang sama adalah sebagai ber ikut :

Tuan A menduduki jabatan rangkap sebagai Direktur PT X dan PT Y, Komisaris PT Xdan PT Y, atau Direktur PT X dan Komisaris PT Y.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pengendalian” dalam huruf ini adalah kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun pengelolaan

dan atau kebijaksanaan perusahaan.

Sebagai contoh hubungan perusahaan dengan Pihak yang langsung mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :

Tuan A mengendalikan PT X. Sebagai contoh, hubungan perusahaan dengan Pihak yang tidak langsung mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :

Tuan A mengendalikan PT X dan PT X mengendalikan PT Y. Dengan demikian, Tuan Amengendalikan secara tidak langsung PT Y.

Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang dikendalikan secaralangsung oleh perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :

PT Y dikendalikan oleh PT X.

Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang dikendalikan secara tidak langsung oleh perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

PT Z dikendalikan oleh PT Y dan PT Y dikendalikan oleh PT X. Dengan demikian,PT Z dikendalikan secara tidak langsung oleh PT X.

Huruf e

Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan secara langsungoleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut:

PT X dan PT Y dikendalikan oleh Tuan A.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 36

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan secara tidaklangsung oleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut :

PT X 1 dikendalikan oleh PT X 2 dan PT Y 1 dikendalikan oleh PT Y 2, selanjutnya PT X 2dan PT Y 2 dikendalikan oleh Tuan A. Dengan demikian, PT X 1 dan PT Y 1 dikendalikansecara tidak langsung oleh Tuan A.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "pemegang saham utama" dalam huruf ini adalah Pihak yang, baiksecara langsung maupun tidak langsung, memiliki sekurang-kurangnya 20% (dua puluhperseratus) hak suara dari seluruh saham yang mempunyai hak suara yang dikeluarkan olehsuatu Perseroan atau jumlah yang lebih kecil dari itu sebagaimana ditetapkan oleh BadanPengawas Pasar Modal.

Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama adalah sebagaiberikut:

Tuan A memiliki 20% (dua puluh perseratus) hak suara dari seluruh saham yang mempunyaihak suara yang dikeluarkan oleh PT X.

Angka 2

Cukup jelas

Angka 3

Cukup jelas

Angka 4

Pengertian ini mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaranjual dan beli Efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem danatau sarana untuk memperdagangkan Efek.

Angka 5

Yang dimaksud dengan “derivatif dari Efek” dalam angka ini adalah turunan dari Efek, baikEfek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas, seperti opsi dan waran.

Yang dimaksud dengan “opsi” dalam penjelasan angka ini adalah hak yang dimiliki olehPihak untuk membeli atau menjual kepada Pihak lain atas sejumlah Efek pada harga dandalam waktu tertentu.

Yang dimaksud dengan “waran” dalam penjelasan angka ini adalah Efek yang diterbitkanoleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang Efek untuk memesan sahamdari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak Efekdimaksud diterbitkan.

Angka 6

Cukup jelas

Angka 7

Sebagai contoh, Informasi atau Fakta Material, adalah antara lain informasi mengenai:a. penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburan usaha

(consolidation) atau pembentukan usaha patungan;

I - 37

b. pemecahan saham a tau pembag ian d i v iden saham ( s tock d i v idend ) ;

c. pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya;

d. perolehan atau kehilangan kontrak penting;

e. produk atau penemuan baru yang berarti;

f. perubahan tahun buku perusahaan; dan

g. perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen;

sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga Efek dan atau keputusanpemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi ataufakta tersebut.

Angka 8

Penitipan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini termasuk pula Penitipan Kolektif.

Yang dimaksud dengan "pemegang rekening" dalam angka ini adalah Pihak yang namanyatercatat pada rekening Efek berdasarkan kontrak yang dibuat dengan Kustodian. Pemegangrekening dapat merupakan pemilik atau wakil pemilik Efek yang tercatat dalam rekeningEfek.

Sebagai contoh, pemilik Efek menitipkan Efek dalam rekening Efek atas namanya padaPerusahaan Efek. Kemudian, Perusahaan Efek ini menitipkan Efek tersebut dalam rekeningEfek atas nama Perusahaan Efek dimaksud pada Bank Kustodian. Selanjutnya, BankKustodian menitipkan Efek tersebut dalam rekening Efek atas nama Bank Kustodiandimaksud pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Dalam hal ini, Bank Kustodiantercatat sebagai pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian selakuwaki l subst i tus i Perusahaan Efek yang dalam hal in i mewaki l i pemi l ik Efek.

Yang dimaksud dengan "rekening Efek" dalam penjelasan angka ini adalah catatan yangmenunjukkan posisi Efek dan dana nasabah pada Kustodian.

Angka 9

Yang dimaksud dengan "kliring Transaksi Bursa" dalam angka ini adalah proses penentuanhak dan kewajiban yang timbul dari Transaksi Bursa.

Yang dimaksud dengan "penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa" dalam angka ini adalahpemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota Bursa Efek yang timbuldari Transaksi Bursa.

Angka 10

Cukup jelas

Angka 11

Cukup jelas

Angka 12

Cukup jelas

Angka 13

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 38

Angka 14

Pemberian nasihat kepada Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka ini mencakuppemberian nasihat yang dilakukan secara lisan atau tertulis, termasuk melalui penerbitandalam media massa.

Angka 15

Penawaran Umum dalam angka ini meliputi penawaran Efek oleh Emiten yang dilakukandalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia dengan menggunakanmedia massa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak atau telah dijual kepadalebih dar i 50 ( l ima puluh) Pihak dalam batas ni la i ser ta batas waktu ter tentu.

Penawaran Efek di wilayah Republik Indonesia meliputi penawaran Efek yang dilakukanoleh Emiten dalam negeri atau asing, baik kepada pemodal Indonesia maupun asing, yangdilakukan di wilayah Republik Indonesia melalui pemenuhan Prinsip Keterbukaan.

Ketentuan Penawaran Umum berlaku juga bagi Emiten dalam negeri yang melakukanPenawaran Umum di luar negeri kepada warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan dalamrangka melindungi warga negara Indonesia yang melakukan investasi dalam Efek yangditawarkan oleh Pihak tersebut di luar wilayah Republik Indonesia.

Penawaran Efek kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak tersebut tidak dikaitkan denganapakah penawaran tersebut diikuti dengan pembelian Efek atau tidak. Sedangkan penjualanEfek kepada lebih dari 50 (lima puluh) Pihak tersebut lebih ditekankan kepada realisasipenjualan Efek dimaksud tanpa memperhatikan apakah penjualan tersebut dilakukan melaluipenawaran atau tidak.

Yang dimaksud dengan “media massa” dalam penjelasan angka ini adalah surat kabar,majalah, film, televisi, radio, dan media elektronik lainnya, serta surat, brosur dan barangcetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak.

Jumlah 100 (seratus) Pihak dalam penawaran Efek dan 50 (lima puluh) Pihak dalam penjualanEfek sebagaimana dimaksud dalam angka ini dapat berubah sesuai dengan perkembanganPasa r Moda l . Pe rubahan te rsebu t d i t e tapkan l eb ih l an ju t o l eh Bapepam.

Angka 16

Yang dimaksud dengan “Efek yang dimiliki bersama” dalam angka ini adalah Efek yangd i m i l i k i o l e h l e b i h d a r i s a t u P i h a k d a n t e rc a t a t a t a s n a m a K u s t o d i a n .

Sebagai contoh, Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianyang terdaftar dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian tetap diakui oleh Emiten bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh lebihdari satu Pihak yang diwakili oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Efek dalamPenitipan Kolektif pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek yang dicatat dalam rekeningEfek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tetap diakui oleh Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yangdiwakili oleh Bank Kustodian atau Perusahaan Efek tersebut.

Angka 17

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 39

Angka 18

Cukup jelas

Angka 19

Cukup jelas

Angka 20

Cukup jelas

Angka 21

Cukup jelas

Angka 22

Cukup jelas

Angka 23

Cukup jelas

Angka 24

Cukup jelas

Angka 25

Cukup jelas

Angka 26

Cukup jelas

Angka 27

Cukup jelas

Angka 28

Pinjam-meminjam Efek dapat terjadi dalam hal Anggota Bursa Efek tidak memiliki Efek yangmencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang timbul akibat jual beli Efek yangdilakukannya di Bursa Efek.

Kontrak lain mengenai harga Efek mencakup, antara lain opsi terhadap indeks harga saham.

Angka 29

Cukup jelas

Angka 30

Cukup jelas

Pasal 2

Kebijaksanaan umum adalah kebijaksanaan di bidang Pasar Modal yang secara langsungatau tidak langsung berkaitan dengan kebijaksanaan fiskal, moneter, dan kebijaksanaanekonomi makro pada umumnya.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 40

Pasal 3

Ayat (1)

Mengingat Pasar Modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagaiwahana investasi bagi para pemodal yang memiliki peranan yang strategis untukmenunjang pelaksanaan pembangunan nasional, kegiatan Pasar Modal perlu mendapatkanpengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Untuk itu, secaraoperasional Bapepam diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina, mengatur, danmengawasi setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebutdapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalambentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalambentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Huruf a

Angka 1)

Cukup jelas

Angka 2)

Cukup jelas

Angka 3)

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Calon anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, sertaLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkanoleh Bapepam. Persyaratan tersebut meliputi, antara lain :

1. orang perseorangan warga negara Indonesia dan cakap melakukan perbuatan hukum;

2. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direktur atau komisaris yang dinyatakanbersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit;

3. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;

4. tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada khususnya dandi bidang keuangan pada umumnya;

5. memiliki akhlak dan moral yang baik;

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 41

6. memiliki keahlian di bidang Pasar Modal; dan

7. tidak pernah melakukan pelanggaran yang material atas ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal.

Tata cara pencalonan anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring danPenjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah sebagai berikut:

1. calon anggota direksi atau komisaris diajukan kepada Bapepam untuk diteliti sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Bapepam;

2. apabila calon anggota direksi atau komisaris dimaksud telah memenuhi persyaratan,Bapepam wajib memberikan persetujuannya. Apabila berdasarkan hasil penelitianBapepam, calon dimaksud tidak memenuhi persyaratan, Bapepam menolak pencalonantersebut; dan

3. calon anggota direksi atau komisaris yang telah disetujui Bapepam diangkat olehRapat Umum Pemegang Saham.

Bapepam dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota direksi atau komisarisBursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianapabila anggota direksi atau komisaris tersebut, antara lain :

1. kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum;

2. dinyatakan pailit;

3. dihukum karena melakukan tindak pidana;

4. melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada khususnya dan di bidangkeuangan pada umumnya;

5. tidak memiliki akhlak dan moral yang baik; atau

6. melakukan pelanggaran yang cukup material atas ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal.

Dalam hal Bapepam memberhentikan sementara seluruh anggota direksi, Bapepam dapatmenunjuk Pihak yang berasal, baik dari dalam maupun luar Bursa Efek, Lembaga Kliringdan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagai manajemensementara. Selanjutnya, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Sahamuntuk mengangkat anggota direksi atau komisaris yang baru.

Huruf d

Pernyataan efektif dalam hal ini menunjukkan lengkap atau dipenuhinya seluruh prosedurdan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan dalam Undang-undang inidan atau peraturan pelaksanaannya. Pernyataan efektif tersebut bukan merupakan izinuntuk melakukan Penawaran Umum dan juga bukan berarti bahwa Bapepam menyatakaninformasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar ataucukup.

Emiten atau Perusahaan Publik yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran bertanggungjawab bahwa seluruh informasi dan pernyataan yang dibuat adalah benar dan tidakmenyesatkan. Bapepam tidak menjamin kebenaran dan kelengkapan informasi yang

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 42

disampaikan dalam Pernyataan Pendaftaran. Sesuai dengan kewenangan yang ada padahuruf ini, Bapepam dapat menunda efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal tatacara dan atau persyaratan Pernyataan Pendaftaran belum dipenuhi. Di samping itu, Bapepamdapat membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal diperoleh informasibaru yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atauperaturan pelaksanaannya.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Angka 1)

Apabila suatu Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal menyampaikan informasimelalui iklan atau promosi yang tidak sesuai dengan Undang-undang ini dan atauperaturan pelaksanaannya, untuk melindungi kepentingan pemodal dan atau PasarModal, Bapepam memiliki kewenangan untuk menghentikan iklan atau promosi tersebutdan mewajibkan Pihak yang bersangkutan untuk meluruskannya dengan cara memperbaikiiklan atau promosi dimaksud.

Angka 2)

Apabila iklan atau promosi tersebut pada angka 1) di atas mengakibatkan kerugiankepada Pihak lain termasuk pemodal, Bapepam memiliki kewenangan untuk mewajibkanPihak tersebut mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibatyang dit imbulkan, antara lain berupa pembayaran ganti rugi.

Huruf g

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah pemeriksaan rutin terhadapEmiten, Perusahaan Publik, dan Pihak yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftarandari Bapepam. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh Bapepam dengan mewajibkanpara Pihak dimaksud untuk menyampaikan laporan tertentu atau memeriksa kantor dancatatan seperti rekening, pembukuan, dokumen, atau kertas kerja yang disusun secaramanual, mekanis, elektronik atau dengan cara lain.

Huruf h

Penugasan kepada Pihak lain oleh Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,misalnya, adalah penugasan Bapepam kepada Bursa Efek untuk melakukan pemeriksaanterhadap Perusahaan Efek yang menjadi Anggota Bursa Efek. Penugasan tersebut dapatpula diberikan kepada Akuntan atau Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan dalam kasustertentu di mana jasa Akuntan atau Pihak lain yang bersangkutan diperlukan.

Huruf i

Dalam hal Bapepam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf e danhuruf g dan hasil pemeriksaan tersebut dipandang perlu untuk diketahui oleh masyarakatdalam rangka menjaga integritas pasar dan kepatuhan setiap Pihak terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, Bapepam dapat mengumumkan hasilpemeriksaan tersebut berdasarkan kewenangan dalam huruf ini.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 43

Huruf j

Pembekuan atau pembatalan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau penghentianTransaksi Bursa atas Efek tertentu dapat dilakukan oleh Bapepam bilamana terdapathal-hal atau kejadian yang membahayakan kepentingan pemodal atau keadaan yangtidak memungkinkan diselenggarakannya Transaksi Bursa atas Efek tertentu secara wajar,misalnya diketahui bahwa Emiten tidak mengungkapkan keadaan perusahaan yangsebenarnya.

Huruf k

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” dalam huruf ini adalah suatu keadaan memaksadi luar kemampuan Pihak sebagai akibat, antara lain, adanya perang, peristiwa alamseperti gempa bumi atau banjir, pemogokan, sabotase atau huru-hara, turunnya sebagianbesar atau keseluruhan harga Efek yang tercatat di Bursa Efek sedemikian besar danmaterial sifatnya yang terjadi secara mendadak (crash), atau kegagalan sistem perdaganganatau penyelesaian transaksi.

Huruf l

Jika suatu Pihak dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminanatau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan yang bersangkutan tidak menerimasanksi tersebut, maka Pihak dimaksud dapat mengajukan keberatan atas pengenaansanksi tersebut kepada Bapepam. Bapepam dapat mengabulkan permohonan tersebutapabila berdasarkan hasil penelaahan Bapepam sanksi dimaksud tidak sesuai denganketentuan yang berlaku dengan membatalkan atau mengubah keputusan Bursa Efek,Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Sebaliknya,Bapepam dapat menolak permohonan tersebut dengan menguatkan keputusan BursaEfek, Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiana p a b i l a k e b e r a t a n a t a s p e n g e n a a n s a n k s i t e r s e b u t t i d a k b e r a l a s a n .

Huruf m

Yang dimaksud dengan “biaya perizinan” dalam huruf ini adalah biaya-biaya yang dipungutdalam rangka pemberian izin yang dikeluarkan Bapepam kepada Pihak-Pihak yang akanmelakukan kegiatan di Pasar Modal, misalnya pemberian izin kepada Bursa Efek, LembagaKliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek,Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, danPenasihat Investasi.

Yang dimaksud dengan “biaya persetujuan” dalam huruf ini adalah biaya-biaya yangdipungut dalam rangka pemberian persetujuan yang dikeluarkan oleh Bapepam kepadaPihak-Pihak yang akan melakukan kegiatan di Pasar Modal seperti pemberian persetujuankepada bank yang akan bertindak sebagai Kustodian.Yang dimaksud dengan “biaya pendaftaran” dalam huruf ini adalah biaya-biaya yangdipungut dalam rangka pendaftaran Wali Amanat dan Profesi Penunjang Pasar Modalyang me l ipu t i penda f ta ran Akun tan , Pen i l a i , No ta r i s , dan Konsu l tan Hukum.

Yang dimaksud dengan “biaya pemeriksaan dan penelitian” dalam huruf ini, antara lain,biaya-biaya yang dipungut dalam rangka penelaahan dokumen Pernyataan Pendaftarandan pemeriksaan yang melibatkan Pihak lain dalam rangka pemeriksaan khusus yangdilakukan oleh Akuntan.

I - 44

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Yang dimaksud dengan “biaya lain” dalam huruf ini, antara lain biaya-biaya yang dipungutdalam pemberian informasi yang dibutuhkan oleh pemodal.

Semua penerimaan dari pungutan biaya-biaya yang ditetapkan berdasarkan ketentuandalam huruf ini merupakan penerimaan negara dan disetor ke kas negara.

Mengingat cakupan tugas Bapepam yang cukup luas, termasuk mengantisipasi perkembanganmasa datang, kepada Bapepam perlu disediakan anggaran yang memadai dari AnggaranPendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar dapat melaksanakan tugasnya dengansebaik-baiknya.

Huruf n

Yang dimaksud dengan “tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat”dalam huruf ini adalah tindakan-tindakan yang bersifat penting dan segera harus diambiluntuk melindungi masyarakat dari pelanggaran Undang-undang ini dan atau peraturanpelaksanaannya, antara lain mencakup:

1 . memutuskan cara penyelesaian transaksi dalam hal Lembaga Kliring dan Penjaminantidak mampu menyelesaikan transaksi tertentu;

2. mengambil tindakan-tindakan penting dalam hal terjadi pemalsuan saham sepertipengusulan pencekalan terhadap Pihak tertentu kepada Direktur Jenderal Imigrasi,Departemen Kehakiman melalui Jaksa Agung;

3. mewajibkan Bursa Efek untuk mengubah peraturan yang dibuatnya apabila peraturantersebut bertentangan dengan peraturan Pasar Modal yang berlaku;

4. mewajibkan Emiten untuk menggunakan dana hasil emisi sesuai dengan tujuanyang telah diungkapkan dalam Prospektus; dan

5. menyetujui dilakukannya perubahan atas penggunaan dana hasil emisi dengansyarat bahwa hal tersebut telah memperoleh putusan Rapat Umum Pemegang

Saham.

Huruf o

Cukup jelas

Huruf p

Dalam menetapkan instrumen lain sebagai Efek dalam huruf ini dilakukan denganmemperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kewenanganinstansi lain, misalnya Bank Indonesia.

Huruf q

Yang dimaksud dengan “melakukan hal-hal lain” dalam huruf ini adalah kewenanganselain yang ditetapkan pada huruf a sampai dengan huruf p.

Kewenangan lain yang diberikan kepada Bapepam, antara lain mengenai:

1. rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib disusun sesuaidengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepamsebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (3);

2. persetujuan atas peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek, termasuk perubahannyasebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 45

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 46

3. penetapan jasa lain yang dapat diberikan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 14 ayat (3); dan

4. rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminanserta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang wajib disusun sesuai denganketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam sebagaimanaditetapkan dalam Pasal 14 ayat (4).

Pasal 6

Ayat (1)

Kegiatan Bursa Efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan sistemdan atau sarana perdagangan Efek bagi para anggotanya. Mengingat perdagangandimaksud menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek, perdagangantersebut harus dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Oleh karena itu,penyelenggaraan kegiatan Bursa Efek hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izinusaha dari Bapepam.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalah ketentuanmengenai, antara lain :

a. izin usaha;

b. ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;

c. kepengurusan;

d. permodalan; dan

e. latar belakang ekonomis pendirian Bursa Efek.

Pasal 7

Ayat (1)

Perdagangan Efek secara teratur, wajar, dan efisien adalah suatu perdagangan yangdiselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten.Dengan demikian, harga yang terjadi mencerminkan mekanisme pasar berdasarkan kekuatanpermintaan dan penawaran. Perdagangan Efek yang efisien tercermin dalam penyelesaiantransaksi yang cepat dengan biaya yang relatif murah.

Ayat (2)

Bursa Efek didirikan untuk menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau saranaperdagangan Efek. Dengan tersedianya sistem dan atau sarana yang baik, para AnggotaBursa Efek yang sekaligus pemegang saham Bursa Efek yang bersangkutan dapat melakukanpenawaran jual dan beli Efek secara teratur, wajar, dan efisien. Di samping itu, tersedianyasistem dan atau sarana dimaksud memungkinkan Bursa Efek melakukan pengawasanterhadap anggotanya dengan lebih efektif.

Ayat (3)

Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Bursa Efek wajib berpedomanpada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepamyang menyangkut, antara lain, hal-hal sebagai berikut:

a. meningkatkan sistem atau sarana perdagangan Efek;

b. meningkatkan sistem pembinaan dan pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek;

c. mengembangkan sistem pencatatan Efek yang efisien;

d. mengembangkan sistem kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa dan hal-hal lain yangberkaitan dengan Bursa Efek;

e. meningkatkan sistem pelayanan informasi;

f. melakukan kegiatan pengembangan Pasar Modal melalui kegiatan promosi dan penelitian; dan

g. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek diputuskan oleh Rapat UmumPemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam.

Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam rencana anggaran tahunan dan penggunaan labaBursa Efek tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, Bapepam dapat menolak rencanaanggaran tahunan dan penggunaan laba tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggarantahunan dan penggunaan laba dimaksud, direksi Bursa Efek wajib melakukan penyesuaian danmeminta persetujuan komisaris Bursa Efek sebelum diajukan kembali kepada Bapepam untukmemperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud dilaksanakansetelah memperoleh persetujuan Bapepam.

Pasal 8

Oleh karena tujuan Bursa Efek adalah untuk menyediakan sistem dan atau sarana perdaganganEfek dan yang dapat melakukan perdagangan Efek di Bursa Efek hanya Perusahaan Efek yangmelakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek, pemegang saham Bursa Efek dibatasihanya pada Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam sebagai PerantaraPedagang Efek.

Pasal 9

Ayat (1)

Bursa Efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur pelaksanaankegiatannya. Oleh karena itu, ketentuan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek mempunyai kekuatanmengikat yang wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, Emiten yang efeknya tercatat di BursaEfek tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,Kustodian atau Pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan BursaEfek.

Kendatipun demikian, dalam hal pembuatan peraturan mengenai kliring dan penyelesaianTransaksi Bursa, peraturan tersebut perlu dibuat bersama-sama dengan Lembaga Kliring danPenjaminan.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 47

Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” dalam ayat ini adalah kewenangan Bursa Efek untukmenetapkan aturan tentang pemeriksaan terhadap Anggota Bursa Efek, aturan yangberkaitan dengan mekanisme koordinasi pelaksanaan fungsi Bursa Efek dengan LembagaKliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan untukmengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang.

Kesepadanan Efek adalah sifat dari Efek yang dapat dipertukarkan dengan Efek sejenisyang mempunyai n i la i yang sama dan di terbi tkan oleh Emiten yang sama.

Ayat (2)

Dalam rangka menetapkan ketentuan mengenai peralihan Efek sebagaimana dimaksuddalam ayat ini, Bursa Efek wajib memperhatikan kelaziman praktik yang berlaku di PasarModal. Peralihan Efek yang dimaksud dalam hal ini adalah peralihan hak yang melekatpada Efek.

Ayat (3)

Pendapatan Bursa Efek pada dasarnya berasal dari pungutan berupa iuran anggota,biaya transaksi, dan biaya pencatatan Efek. Penggunaan pungutan dimaksud diperkenankanuntuk membiayai pelaksanaan fungsinya agar perdagangan Efek di Bursa Efek yangdilakukan oleh para anggotanya dapat terlaksana dengan teratur, wajar, dan efisien.

Ayat (4)

Besarnya biaya dan iuran yang ditetapkan oleh Bursa Efek harus didasarkan padakebutuhan bagi penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek. Dalam hal dana yangdibutuhkan untuk penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek sudah mencukupi,biaya dan iuran dimaksud dapat diturunkan.

Pasal 10

Larangan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya persaingan yang tidaksehat di antara Bursa Efek. Oleh karena itu suatu Perusahaan Efek dapat menjadi anggotalebih dari satu Bursa Efek.

Pasal 11

Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, peraturan dimaksud wajib mendapatpersetujuan Bapepam terlebih dahulu sebelum dinyatakan berlaku.

Pasal 12

Ayat (1)

Pembentukan satuan pemeriksa pada setiap Bursa Efek dimaksudkan agar pengawasanterhadap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek dapat dilakukan secara terus-menerus untuk memastikan bahwa setiap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efekmelakukan kegiatannya sesuai dengan Undang-undang ini, peraturan pelaksanaannyadan atau ketentuan Bursa Efek.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 48

Ayat (2)

Pelaporan dalam ayat ini dimaksudkan agar direksi dan dewan komisaris Bursa Efek sertaBapepam dapat mengambil tindakan atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasimasalah-masalah yang ditemukan, baik pada Anggota Bursa Efek maupun Bursa Efek.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Bursa Efek mengadministrasikan semua laporan satuanpemeriksa secara baik sehingga selalu tersedia apabila sewaktu-waktu diperlukan olehBapepam.

Pasal 13

Ayat (1)

Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan pada dasarnya merupakan kelanjutan darikegiatan Bursa Efek dalam rangka penyelesaian Transaksi Bursa. Mengingat kegiatantersebut menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek, Lembaga Kliringdan Penjaminan harus memenuhi persyaratan teknis tertentu agar penyelesaian TransaksiBursa dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien.

Demikian pula halnya dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang melaksanakanfungsi sebagai Kustodian sentral yang aman dalam rangka penitipan Efek juga diwajibkanmemenuhi persyaratan teknis tertentu. Sehubungan dengan itu, kedua lembaga tersebutwajib memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain:

a. izin usaha;

b. ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;

c. kepengurusan; dan

d. permodalan.

Pasal 14

Ayat (1)

Kegiatan kliring pada dasarnya merupakan suatu proses yang digunakan untuk menetapkanhak dan kewajiban para Anggota Bursa Efek atas transaksi yang mereka lakukan sehinggamereka mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “jasa lain” dalam ayat ini di antaranya adalah jasa yang berhubungandengan hak pemoda l , seper t i d is t r ibus i dokumen mengena i kuasa da lam

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 49

pemberian hak suara, distribusi laporan tahunan, pemrosesan hak memesan Efek terlebihdahulu, penerimaan Efek dalam rangka penawaran tender, serta pemberian jasapenyelesaian terhadap Kustodian sentral asing.

Ayat (4)

Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Lembaga Kliring danPenjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib berpedoman padaprinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepamyang menyangkut, antara lain, hal-hal sebagai berikut:

a. menyelenggarakan peningkatan pelayanan kliring dan penjaminan serta penyelesaianTransaksi Bursa secara teratur, wajar, dan efisien;

b. menyelenggarakan peningkatan pelayanan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara teratur, wajar, dan efisien;

c. meningkatkan kegiatan penyelesaian Transaksi Bursa secara pembukuan yang aman; dan

d. mengembangkan sistem keamanan penyimpanan Efek .

Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan sertaLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Sahamdan diajukan kepada Bapepam.

Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam, rencana anggaran tahunan dan penggunaanlaba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiantidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, Bapepam dapat menolak rencana anggarantahunan dan penggunaan laba tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggarantahunan dan penggunaan laba dimaksud, maka direksi Lembaga Kliring dan Penjaminanserta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib melakukan penyesuaian dan memintapersetujuan komisaris Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian sebelum diajukan kembali kepada Bapepam untuk memperolehpersetujuan. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud dapatdilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Bapepam.

Pasal 15

Ayat (1)

Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiansangat erat hubungannya dengan penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek. Olehkarena itu, pemilikan saham Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian diutamakan kepada lembaga-lembaga yang menggunakan jasa kedualembaga tersebut, seperti Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, dan BankKustodian. Namun, jika kebutuhan dana penyelenggaraan Lembaga Kliring dan Penjaminanserta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dirasakan tidak dapat terpenuhi olehlembaga-lembaga tersebut, dimungkinkan Pihak lain turut serta sebagai pemegang sahamberdasarkan persetujuan Bapepam.

Ayat (2)

Kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa merupakan satu kesatuandengan kegiatan Bursa Efek. Sehubungan dengan itu, dalam rangka menjamin

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 50

keselarasan antara pelaksanaan kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian TransaksiBursa dengan kegiatan Bursa Efek, dalam ayat ini ditentukan bahwa mayoritas sahamLembaga Kliring dan Penjaminan dimiliki oleh Bursa Efek.

Mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh perseratus)dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.

Pasal 16

Ayat (1)

Agar kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa dapat terlaksana secara teratur,wajar, dan efisien, perlu suatu aturan yang jelas yang dapat melindungi kepentingan parapemakai jasa. Untuk itu, kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan diberi kewenangan untukmenetapkan peraturan-peraturan yang mengikat dan wajib ditaati oleh para pemakai jasatersebut.

Ayat (2)

Agar kepentingan para Pihak yang terkait dengan kegiatan Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian terlindungi, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menerbitkanperaturan mengenai hak dan kewajiban pemakai jasa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

Ayat (3)

Sebagai suatu lembaga yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, besarnya biayaatas pemakaian jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian harus disesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan dan pengembanganLembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian setelahmempertimbangkan kepentingan pemakai jasa.

Pasal 17

Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan atau LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian sesuai dengan Undang-undang ini dan atau peraturanpelaksanaannya, peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan Bapepam terlebih dahulusebelum dinyatakan berlaku.

Pasal 18

Ayat (1)

Huruf a

Reksa Dana berbentuk Perseroan adalah Emiten yang kegiatan usahanya menghimpundana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari penjualan saham tersebutdiinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di Pasar Modal dan pasaruang.

Huruf b

Kontrak investasi kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodianyang mengikat pemegang Unit Penyertaan di mana Manajer Investasi diberi wewenanguntuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untukmelaksanakan Penitipan Kolektif.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 51

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 52

Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif menghimpun dana dengan menerbitkanUnit Penyertaan kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikanpada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di Pasar Modal dan di pasar uang.

Ayat (2)

Reksa Dana terbuka adalah Reksa Dana yang dapat menawarkan dan membeli kembalisaham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah modal yang telah dikeluarkan,sedangkan Reksa Dana tertutup adalah Reksa Dana yang tidak dapat membeli kembalisaham-saham yang telah dijual kepada pemodal.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Agar pengelolaan dana kontrak investasi kolektif dapat dilakukan secara profesional,pengelolaannya hanya dapat dilakukan oleh Manajer Investasi.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalah ketentuanmengenai, antara lain:

a. izin usaha;

b. ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;

c. kepengurusan; dan

d. permodalan.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “sebagian besar” dalam huruf ini adalah sejumlah nilai tertentuyang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai portofolio dan nilai aktivabersih per saham Reksa Dana. Perhitungan nilai portofolio dan aktiva bersih per sahamberdasarkan harga Efek-Efek di Bursa Efek di mana por tofol io Reksa Danadiperdagangkan. Apabila Bursa Efek tersebut ditutup, tidak ada harga bagi Efek yangmenjadi dasar perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per saham dari ReksaDana.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 53

Huruf b

Yang dimaksud dengan “sebagian besar” dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksuddalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi bagian portofolio Reksa Dana dihentikanperdagangannya di Bursa Efek, maka t idak ada harga bagi Efek tersebut.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 huruf k.

Huruf d

Ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan Pasar Modalyang memungkinkan adanya situasi di luar huruf a, huruf b, dan huruf c yang lazimnyadiatur berdasarkan kontrak para Pihak berdasarkan prinsip kebebasan berkontraksebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Oleh karenaitu, bila ada hal-hal lain di luar huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut, perlu persetujuanterlebih dahulu dari Bapepam sebelum kontrak berlaku dan mengikat para Pihak.

Pasal 20

Ayat (1)

Pembelian kembali Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektifdilakukan oleh Manajer Investasi dan dibebankan kepada rekening Reksa Dana. Danayang dipergunakan untuk membeli kembali Unit Penyertaan yang dilakukan oleh ManajerInvestasi berasal dari kekayaan Reksa Dana.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “sebagian besar” dalam huruf ini adalah sejumlah nilai tertentuyang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai portofolio dan nilai aktivabersih per Unit Penyertaan Reksa Dana. Perhitungan nilai portofolio dan aktiva bersihper Unit Penyertaan berdasarkan harga Efek-Efek di Bursa Efek di mana portofolio ReksaDana diperdagangkan. Apabila Bursa Efek tersebut ditutup, maka tidak ada harga bagiEfek yang menjadi dasar perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per UnitPenyertaan dari Reksa Dana.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “sebagian besar” dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksuddalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi bagian portofolio Reksa Dana dihentikanperdagangannya di Bursa Efek, maka t idak ada harga bagi Efek tersebut.

I - 54

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Huruf c

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksuddalam penjelasan Pasal 5 huruf k.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksuddalam penjelasan Pasal 19 ayat (3) huruf d.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pengelolaan Reksa Dana” adalah pengelolaan dana ReksaDana oleh Manajer Investasi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”kontrak pengelolaan” dalam ayat ini, antara lain memuat:

a. rencana d ivers i f i kas i por to fo l io d i pasar uang dan d i Pasar Moda l ;

b. rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham;

c. rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan

d. larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kontrak pengelolaan” dalam ayat ini, antara lain memuat:

a. rencana d ivers i f i kas i por to fo l io d i pasar uang dan d i Pasar Moda l ;

b. rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham;

c. rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan

d. larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam” dalamayat ini, antara lain mengenai :

a. pedoman penyusunan kontrak pengelolaan investasi; dan

b. t a t a c a r a p e n y a m p a i a n r a n c a n g a n k o n t r a k p e n g e l o l a a n i n v e s t a s i .

Pasal 22

Nilai pasar wajar suatu Efek adalah harga pasar atau kurs Efek itu sendiri apabila Efektersebut secara aktif diperdagangkan di Bursa Efek. Namun, nilai pasar wajar dapatberbeda dengan harga pasar apabila transaksi atas Efek tersebut tidak aktif atau tidakditransaksikan dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal demikian, kriteria penentuan nilaipasar wajar diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.Yang dimaksud dengan “hari bursa” dalam Pasal ini adalah hari dimana Bursa Efekmelakukan kegiatan.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 55

Pasal 23Yang dimaksud dengan “nilai aktiva bersih” dalam Pasal ini adalah nilai pasar yangwajar dari suatu Efek dan kekayaan lain dari Reksa Dana dikurangi seluruh kewajibannya.

Pasal 24

Ayat (1)

Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk dalam hal Reksa Dana membeli obligasi,Efek lain yang bersifat utang, dan atau menyimpan dana di bank.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Hal-hal yang berkaitan dengan pembatasan investasi, antara lain mengenai:

a. jumlah investasi dalam satu jenis Efek;

b. batasan dalam investasi pada Efek di luar negeri; dan

c. jenis-jenis instrumen yang dilarang dibeli oleh Reksa Dana.

Pasal 25

Ayat (1)

Kekayaan Reksa Dana terdiri dari uang kas dan Efek, antara lain sertifikat deposito,surat berharga komersial, saham, obligasi, dan tanda bukti utang.

Kewajiban penyimpanan kekayaan Reksa Dana pada Bank Kustodian dimaksudkan untukmengamankan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu, perlu adanya pemisahan fungsipenyimpanan yang dilakukan oleh Bank Kustodian dan fungsi pengelolaan yang dilakukanoleh Manajer Investasi.

Ayat (2)

Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan dana ReksaDana, kewenangan Manajer Investasi dan Bank Kustodian perlu dibatasi. Manajer Investasihanya bertindak sebagai pengelola, sedangkan Bank Kustodian menyimpan danmengadministrasikan kekayaan Reksa Dana. Untuk menjamin hal tersebut Manajer Investasidilarang terafiliasi dengan Bank Kustodian.

Ayat (3)

Nilai aktiva bersih Reksa Dana terbuka dihitung dan diumumkan setiap hari bursa.Nilai aktiva bersih Reksa Dana tertutup dihitung dan diumumkan sekurang-kurangnyasekali dalam seminggu.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 56

Pasal 26

Ayat (1)

Direksi Reksa Dana bertindak mengawasi pelaksanaan pengelolaan Reksa Dana,termasuk penyimpanan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu, direksi wajib membuatkon t rak peny impanan kekayaan Reksa Dana dengan Bank Kus tod ian .

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kontrak penyimpanan kekayaan” dalam ayat ini, antara lainmemuat :

a. pemisahan Efek Reksa Dana dari Kustodian;

b. pencatatan mutasi kekayaan Reksa Dana;

c. larangan penghentian kegiatan Kustodian sebelum ditunjuk Kustodian pengganti;dan

d. pembuatan dan penyampaian laporan kepada Manajer Investasi dan Bapepam.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam” dalamayat ini, antara lain mengenai :

a. pedoman penyusunan kontrak penyimpanan; dan

b. tata cara penyampaian rancangan kontrak penyimpanan kekayaan investasi kolektif.

Pasal 27

Ayat (1)

Mengingat semua dana yang dikelola oleh Manajer Investasi adalah dana masyarakat,perlu adanya pengamanan maksimal dengan mewajibkan Manajer Investasi untukmelaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin untuk kepentingan Reksa Dana.

Ayat (2)

Manajer Investasi berdasarkan ayat ini dibebani tanggung jawab atas kerugian ReksaDana yang timbul karena pengelolaan yang tidak dilakukan dengan itikad baik dan tidakdengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Reksa Dana.

Pasal 28

Ayat (1)

Nilai saham Reksa Dana adalah cerminan dari nilai bersih portofolionya. Setiap adaperubahan nilai portofolio, maka nilai aktiva bersih per saham berubah pula.

Pemodal membeli atau menjual saham Reksa Dana sesuai dengan nilai aktiva bersihper saham. Baik pada pertama kali didirikan maupun setelah beroperasi harga sahamReksa Dana selalu sama dengan nilai aktiva bersih per saham, hanya saja nilai aktivabersih per saham itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan nilaiportofolionya. Oleh karena itu, saham Reksa Dana diterbitkan tanpa nilai nominal.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 57

Ayat (2)

Penyetoran modal pada waktu pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan oleh pendiri,hanya dimaksudkan untuk merintis pendirian Reksa Dana dimaksud. Untuk itu, pendiricukup diwajibkan untuk melakukan pemenuhan modal ditempatkan dan disetor padawaktu Reksa Dana tersebut didirikan sekurang-kurangnya 1% (satu perseratus) darimodal dasar Reksa Dana. Pemenuhan modal selanjutnya sampai dengan modal dasarakan dilakukan melalui Penawaran Umum karena Reksa Dana adalah wadah untukmenghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalamPortofolio Efek.

Ayat (3)

Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham tidak diperlukan karena pembelian kembalisaham-sahamnya yang telah dikeluarkan oleh Reksa Dana dan pengalihan lebih lanjutsaham tersebut dapat terjadi setiap saat dalam hal pemegang saham Reksa Dana menjualkembali saham dimaksud.

Ayat (4)

Dana yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain, adalah kas dan hasil penjualan portofolioReksa Dana.

Pasal 29

Ayat (1) dan Ayat (2)

Pada dasarnya semua keuntungan yang diperoleh Reksa Dana akan dibagikan sebagaidividen kepada pemegang saham Reksa Dana.

Reksa Dana tidak mempunyai pinjaman dari Pihak ketiga. Oleh karena itu, tidak diperlukandana cadangan untuk melindungi dana Pihak ketiga. Akan tetapi, untuk mempertahankandan meningkatkan nilai investasinya, Reksa Dana dapat membentuk dana cadangan.

Pasal 30

Ayat (1)

Untuk melaksanakan kegiatan sebagai Perusahaan Efek diperlukan berbagai persyaratandi antaranya keahlian dan permodalan yang cukup.

Ayat (2)

Izin usaha sebagai Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin usaha PerantaraPedagang Efek. Dengan demikian, Perusahaan Efek yang telah memiliki izin tersebut, disamping dapat bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek, juga dapat bertindak sebagaiPerantara Pedagang Efek.

Sedangkan Perusahaan Efek yang hanya memiliki izin usaha sebagai Perantara PedagangE f e k t i d a k d a p a t m e l a k u k a n k e g i a t a n s e b a g a i P e n j a m i n E m i s i E f e k .

Ayat (3)

Pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek,atau Manajer Investasi atas Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tidak diwajibkanmemperoleh izin usaha dari Bapepam.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 58

Namun, karena kegiatan dimaksud dapat dilakukan oleh Pihak yang telah mendapatkanizin usaha dari Bapepam, dan juga karena ada kemungkinan Efek baru yangdiperdagangkan dalam kegiatan tersebut belum ada badan pemerintah yang mengaturdan mengawasinya, maka Bapepam dapat melaksanakan kewenangannya berdasarkanUndang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

a. persyaratan kepengurusan, permodalan dan tenaga ahli; dan

b. tata cara pengajuan permohonan izin.

Pasal 31

Yang dimaksud dengan “segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek” dalam Pasal iniadalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Efek yang meliputi, antara lainkegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan Manajer Investasi.Yang dimaksud dengan “pegawai” dalam Pasal ini adalah sebagaimana dimaksud dalamPenjelasan Pasal 1 angka 1 huruf b.

Yang dimaksud dengan “Pihak lain yang bekerja untuk Perusahaan Efek” dalam Pasalini adalah Pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Efek untuk melakukan tugas tertentumesk ipun P ihak te rsebu t bukan pegawa i Pe rusahaan E fek d imaksud .

Pasal 32

Ayat (1)

Wakil Penjamin Emisi Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untukkegiatan yang bersangkutan dengan pelaksanaan penjaminan emisi Efek.

Wakil Perantara Pedagang Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untukkeg ia tan yang be rsangku tan dengan pe laksanaan pe rdagangan E fek .

Wakil Manajer Investasi bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untuk kegiatanyang bersangkutan dengan pengelolaan Portofolio Efek.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

a. keahlian dan pengalaman; dan

b. tata cara pengajuan permohonan izin.

Pasal 33

Ayat (1)

Izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin WakilPerantara Pedagang Efek. Oleh karena itu, orang perseorangan yang memiliki izin WakilPenjamin Emisi Efek dapat mewakili Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagaiPenjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 59

Sedangkan orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek hanyadapat mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai PerantaraPedagang Efek.

Ayat (2)

Orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini bekerja untuk kepentinganperusahaan dan nasabah perusahaan yang diwakilinya. Untuk menjaga agar tidak terjadibenturan kepentingan, Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atauWaki l Manajer Investasi hanya dapat beker ja pada satu Perusahaan Efek.

Pasal 34

Ayat (1)

Kegiatan Penasihat Investasi adalah memberikan nasihat mengenai penjualan ataupembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. Oleh karena itu, Penasihat Investasiharus memenuhi persyaratan tertentu seperti keahlian dalam bidang analisis Efek.Termasuk dalam kegiatan Penasihat Investasi adalah kegiatan yang dilakukan olehperusahaan pemeringkat Efek. Untuk memastikan hal tersebut sebelum melakukankegiatannya, Penasihat Investasi diwajibkan terlebih dahulu memperoleh izin usaha dariBapepam.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

a. persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon Penasihat Investasi, antara lain memiliki izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi; dan

b. tata cara pengajuan permohonan menjadi Penasihat Investasi.

Pasal 35

Huruf a

Kegiatan usaha Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi pada dasarnya dilandasi olehadanya kepercayaan dari nasabah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatannyaPerusahaan Efek atau Penasihat Investasi harus mendahulukan dan menjaga kepentingannasabahnya sepanjang kepentingan nasabah tersebut tidak bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib menghindarkan segala tindakanyang be r t en tangan dengan kepen t i ngan nasabah yang be rsangku tan .

Sebagai contoh, pegawai pemasaran Perusahaan Efek dilarang mempengaruhi nasabahnyayang mempunyai dana terbatas untuk diinvestasikan terhadap Efek yang mempunyairisiko tinggi.

Huruf b

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 60

Huruf c

Sebagai Pihak yang memperoleh kepercayaan dari nasabahnya, Perusahaan Efek atauPenasihat Investasi wajib secara benar dan sejujurnya mengungkapkan Fakta Materialuntuk diketahui oleh nasabah mengenai kemampuan profesi serta keadaan keuangannya.

Huruf d

Larangan yang dimaksud dalam huruf ini adalah untuk menghindarkan kemungkinanterjadinya benturan kepentingan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi denganmewajibkan mereka untuk mengungkapkan segala kepentingan dalam Efek yangbersangkutan.

Dalam hal Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mempunyai kepentingan dalamsuatu Efek bersamaan dengan nasabahnya, mereka wajib memberitahukan hal tersebutkepada nasabahnya sebelum memberikan rekomendasi.

Kepentingan dalam Efek timbul, antara lain apabila :

1. Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Pihak lain memiliki Efek atau berhak atas dividen, bunga

atau hasil penjualan dan atau penggunaan Efek;

2. Pihak telah terikat dalam kesepakatan atau perjanjian untuk membeli Efek, mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan Efek, atau memiliki hak memesan Efek terlebih dahulu;

3. Pihak yang diwajibkan membeli sisa Efek yang tidak habis terjual dalam Penawaran Umum; dan

4. Pihak, baik sendir i -sendir i maupun bersama-sama dengan Pihak la in, mengendalikan Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, atau

angka 3 penjelasan huruf d.

Huruf e

Selain merupakan sarana pengerahan dana masyarakat, Penawaran Umum dimaksudkanuntuk menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyebaranEfek kepada sejumlah besar pemodal merupakan hal yang sangat penting. PenguasaanEfek yang ditawarkan dalam rangka Penawaran Umum oleh sebagian kecil pelaku diPasar Modal tidak akan mampu menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan.Di lain pihak hal itu dapat menciptakan peluang bagi Pihak-Pihak tersebut untukmemanfaatkan keadaan pasar untuk memperkaya diri sendiri.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal terjadi kelebihan permintaan dalam PenawaranUmum, Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek wajib mendahulukankepentingan Pihak lain yang tidak terafiliasi yang telah memesan Efek daripada pesananPenjamin Emisi Efek sendiri, agen penjualan, dan semua Pihak yang terafiliasi.

Pasal 36

Huruf a dan huruf b

Karena hubungan antara nasabah dan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasididasarkan pada kepercayaan, sudah sepatutnya Perusahaan Efek atau PenasihatInvestasi mengetahui keinginan, kemampuan, ser ta latar belakang nasabah.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 61

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dapatmenentukan arah dalam pemberian jasanya sesuai dengan keadaan nasabah sehinggadapat dihindarkan keadaan di mana Perusahaan Efek atau Penasihat Investasimenyalahgunakan kepercayaan yang diberikan untuk kepentingan sendiri denganmengorbankan kepentingan nasabahnya.

Selain itu, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib menyimpan dengan baik segalacatatan yang berhubungan dengan pesanan, transaksi, dan kegiatan investasi nasabah.Dengan demikian, catatan tersebut sewaktu-waktu dapat diketahui oleh nasabah untukkepentingan pembuktian.

Pasal 37

Huruf a

Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek merupakan titipan nasabah, bukanmerupakan bagian kekayaan dari Perusahaan Efek. Oleh karena itu, Efek nasabah tersebutharus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek.

Karena Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari kekayaan Perusahaan Efek,dalam hal Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau dilikuidasi, Efek nasabahtersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi.Dengan demikian, semua kreditur atau Pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadapPerusahaan Efek tidak mempunyai hak untuk menuntut Efek nasabah yang dikelola olehPerusahaan Efek.

Huruf b

Di samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan Perusahaan Efek,Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiapnasabahnya agar tidak terjadi pencampuran Efek di antara nasabahnya. Selain itu,Perusahaan Efek juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahagar te rh indar dar i kemungk inan h i lang, rusak a taupun r i s iko kecur ian .Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan Efek dapatsecara mudah mengetahui jumlah efeknya dan menggunakannya untuk kepentinganpembuktian.

Pasal 38

Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku bagi Perusahaan Efek yang bertindakselaku Perantara Pedagang Efek dalam hal yang bersangkutan akan membeli Efek untukkepentingan sendiri atau Pihak terafiliasinya di mana pada saat yang bersamaan terdapatpesanan beli dari Pihak yang tidak terafiliasi dengan persyaratan transaksi Efek yang samaatau lebih tinggi dari persyaratan transaksi Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efekyang bersangkutan atau Pihak terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang Efekdimaksud membeli Efek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih tinggi dibandingkandengan persyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi, Perantara Pedagang Efekdimaksud dapat membeli Efek tersebut, baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun Pihakterafiliasinya.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 62

Larangan yang sama berlaku pula dalam hal Perantara Pedagang Efek dimaksudbermaksud melakukan penjualan Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak terafiliasinyadi mana pada saat yang bersamaan terdapat pesanan jual dari Pihak yang tidak terafiliasidengan persyaratan transaksi Efek yang sama atau lebih rendah dari persyaratantransaksi Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efek yang bersangkutan atauPihak terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang Efek bermaksud menjualEfek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih rendah dibandingkan denganpersyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi, maka Perantara PedagangEfek dimaksud dapat menjual Efek tersebut, baik untuk kepentingan dirinya sendirimaupun Pihak terafiliasinya.

Misalnya, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek mengajukanpesanan beli atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00 sementara pada saat yangbersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud membeli saham yang samadengan harga di atas Rp10.000,00. Dalam hal ini, Perantara Pedagang Efek tersebutdapat membeli saham dimaksud baik untuk kepentingan sendiri maupun untukkepentingan Pihak terafiliasinya.

Contoh lain, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek mengajukanpesanan jual atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00, sementara pada saat yangbersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud menjual saham yang samadengan harga yang lebih rendah dari Rp10.000,00. Dalam hal ini, Perantara PedagangEfek dimaksud dapat menjual saham tersebut untuk kepentingan sendiri maupun untukkepentingan Pihak terafiliasinya.

Pasal 39

Apabila Penjamin Emisi Efek dan Emiten telah sepakat untuk melaksanakan PenawaranUmum berdasarkan jenis kontrak yang ditentukan, Pihak tersebut wajib melakukanPenawaran Umum tersebut sesuai dengan kontrak yang dibuat dan untuk itu harusdicantumkan dalam Prospektus.

Kontrak penjaminan emisi Efek dapat berbentuk kesanggupan penuh (full commitment)atau kesanggupan terbaik (best effort). Dengan kesanggupan penuh, Penjamin EmisiEfek bertanggung jawab mengambil sisa Efek yang tidak terjual, sedangkan dengankesanggupan terbaik, Penjamin Emisi Efek tidak bertanggung jawab terhadap sisa Efekyang tidak terjual, tetapi berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menjualkan Efek Emiten.

Pasal 40

Pada dasarnya Emiten dapat menerbitkan Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin EmisiEfek. Dalam hal ini, penetapan harga dilaksanakan oleh Emiten yang bersangkutan.Penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek dimaksudkan untuk membantu Emiten memasarkandan atau menjual Efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian perolehan dana hasilpenjualan Efek dimaksud. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasi terhadapEfek yang ditawarkan sepenuhnya berada di tangan pemodal. Oleh karena itu,penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek yang terafiliasi dengan Emiten pada dasarnyadapat dipersamakan dengan penawaran Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin EmisiEfek. Namun, penjaminan tersebut harus benar-benar memperhatikan adanyakemungkinan benturan kepentingan.Dengan demikian, hubungan antara Emiten dan Penjamin Emisi Efek tidak menjadi faktordominan bagi pemodal sepanjang hubungan dimaksud diungkapkan secara jelas dalamProspektus.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 63

Dengan dimuatnya dalam Prospektus adanya hubungan sebagaimana dimaksud dalamPasal ini pemodal dapat mengetahui dan menilai sejauh mana tingkat independensi dariPerusahaan Efek dimaksud yang bertindak selaku Penjamin Emisi Efek atas Efek yangditerbitkan oleh Emiten.

Yang dimaksud dengan “hubungan lain yang bersifat material” dalam Pasal ini, antaralain meliputi hubungan bisnis yang bersifat material antara Emiten dan Penjamin EmisiE f e k s e p e r t i h u b u n g a n u t a n g - p i u t a n g d a n p e m b e r i a n j a s a t e r t e n t u .

Pasal 41

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Reksa Dana dari pengenaankomisi secara tidak wajar oleh Perusahaan Efek yang bertindak sekaligus sebagai ManajerInvestasi dan sebagai Perantara Pedagang Efek untuk Reksa Dana atau oleh PerantaraPedagang Efek yang teraf i l iasi dengan Perusahaan Efek yang bersangkutan.

Pasal 42

Mengingat keputusan investasi harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan pemegangsaham Reksa Dana berbentuk Perseroan atau pemegang Unit Penyertaan kontrak investasikolektif, Manajer Investasi dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun yang dapatmempengaruhi keputusannya dalam melakukan pembelian atau penjualan Efek untukReksa Dana tersebut.

Komisi yang diperoleh Perusahaan Efek dalam rangka pemberian jasa sebagai PerantaraPedagang Efek dengan tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal41 dan imbalan lain yang berkaitan dengan pengelolaan dana investasi sebagaimanadituangkan dalam kontrak pengelolaan investasi bukan merupakan imbalan yang dilarangberdasarkan ketentuan ini.

Pasal 43

Ayat (1)

Kegiatan penitipan adalah salah satu kegiatan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalamperaturan perundang-undangan di bidang perbankan. Oleh karena itu, Bank Umum tidaklagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatan penitipan. Namun, untuk melakukankegiatan sebagai Kustodian yang merupakan kegiatan yang lebih luas dari kegiatanpenitipan dan terkait dengan kegiatan lembaga lainnya seperti Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian, Perusahaan Efek, dan Reksa Dana, maka Bank Umum tetap memerlukanpersetujuan Bapepam.

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek tidak memerlukan izinatau persetujuan secara terpisah untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian karenaizin yang telah diberikan sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atauPerusahaan Efek sudah mencakup kegiatan Kustodian.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan” dalam ayatini adalah ketentuan mengenai, antara lain :

a. persyaratan penyediaan sarana;

b. persyaratan tenaga ahli;

I - 64

Penjelasan UU R.I No.8/1995

c. persyaratan penanggung jawab kegiatan Kustodian pada Bank Umum tersebut;dan

d . t a t a ca ra penga juan pe r mohonan un tuk mempero leh pe rse tu j uan .

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Oleh karena Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek bukan merupakanharta Kustodian, Efek tersebut tidak dapat diambil atau disita oleh kreditur Kustodian.Dalam hal Kustodian mengalami kepailitan, semua Efek yang dititipkan pada Kustodiantersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepadapemegang rekening yang bersangkutan.

Pasal 45

Bentuk perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat berupa suratyang ditandatangani atau bentuk perintah lainnya sesuai dengan kontrak yang dibuatantara Kustodian dan pemegang rekening.

Pasal 46

Oleh karena Efek dalam rekening Efek dititipkan dan diadministrasikan pada Kustodian,sudah sepatutnya pemegang rekening perlu mendapat perlindungan dari kerugian yangtimbul akibat kesalahan Kustodian, antara lain karena :

a. hilang atau rusaknya harta atau catatan mengenai harta dalam penit ipan;

b. ke te r lambatan da lam penyerahan ha r ta ke lua r da r i pen i t ipan ; a tau

c. kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa dividen, bunga,atau hak-hak lain atas harta dalam penitipan.

Pasal 47

Ayat (1)

Pengecualian dalam ayat ini diperlukan, antara lain untuk memungkinkan pelaksanaanpenerapan sistem perdagangan Efek, kliring, penjaminan dan penyelesaian atas TransaksiBursa, serta penyimpanan Efek, di mana lembaga-lembaga yang terkait saling memerlukanketerangan mengenai rekening Efek. Untuk maksud tersebut, Bursa Efek dan LembagaKliring dan Penjaminan perlu diberi kesempatan untuk memperoleh keterangan mengenairekening Efek pada Kustodian, termasuk Bank Kustodian.

Di samping itu, dalam rangka penyelenggaraan daftar pemegang Efek dan pembagianhak-hak yang berkaitan dengan Efek, termasuk dividen,

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 65

Biro Administrasi Efek juga perlu diberikan kesempatan untuk memperoleh keteranganm e n g e n a i re k e n i n g E f e k p a d a K u s t o d i a n , t e r m a s u k B a n k K u s t o d i a n .Ketentuan ini juga diperlukan agar Bapepam dapat melaksanakan fungsi pengawasansesuai dengan wewenang yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Ayat (2)

Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa walaupun Pihak sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f dapat memperoleh keterangan mengenairekening Efek nasabah Kustodian atau Pihak terafiliasinya tidak berarti bahwa keterangantersebut dapat diberikan kepada Pihak lain dengan bebas. Keterangan mengenairekening Efek dimaksud hanya dapat diberikan kepada Pihak lain semata-mata dalampelaksanaan fungsinya.

Sebagai contoh, Biro Administrasi Efek menerima keterangan mengenai rekening Efeknasabah dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, kemudian Biro AdministrasiEfek meneruskannya kepada Emiten untuk menentukan pemegang saham yang berhakhadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Ayat (3)

Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang diberikan kewenangan oleh Kepala KepolisianRepublik Indonesia, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung untuk memperolehketerangan mengenai rekening Efek.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara perizinan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

a . persyaratan penyediaan sarana;

b. persyaratan tenaga ahli;

c. persyaratan permodalan; dan

d. tata cara pengajuan permohonan izin.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Pasal 50

Ayat (1)

Oleh karena Efek bersifat utang adalah merupakan surat pengakuan utang yang sifatnyasepihak dan para pemegangnya tersebar luas, maka untuk mengurus dan mewakilimereka selaku kreditur, perlu dibentuk lembaga perwaliamanatan. Agar Wali Amanatdapat mewakili kepentingan para pemegang Efek bersifat utang tersebut, ditetapkanBank Umum sebagai Pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan perwaliamanatankarena mempunyai jaringan kegiatan usaha yang luas. Namun, untuk mengantisipasiperkembangan Pasar Modal, dimungkinkan Pihak lain, selain Bank Umum, untukmelakukan kegiatan sebagai Wali Amanat berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Ayat (2)

Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat merupakan salah satu kegiatan Bank Umumsebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.Oleh karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatansebagai Wali Amanat. Namun, untuk melakukan kegiatan tersebut, Bank Umum tetapmemerlukan pendaftaran di Bapepam.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat” dalamayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain:

a. persyaratan tenaga ahli;

b. persyaratan permodalan; dan

c. tata cara pengajuan permohonan pendaftaran.

Pasal 51

Ayat (1)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentinganantara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang dan kepentingan Emitendi mana Wali Amanat mempunyai hubungan Afiliasi. Hal ini diperlukan agar Wali Amanatdapat melaksanakan fungsinya secara independen sehingga dapat melindungikepentingan pemegang Efek bersifat utang secara maksimal.

Ayat (2)

Sejak ditandatangani kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan Wali Amanat, WaliAmanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek bersifatutang, tetapi perwakilan tersebut akan berlaku efektif pada saat Efek bersifat utangtelah dialokasikan kepada para pemodal. Dalam hal ini, Wali Amanat diberi kuasaberdasarkan Undang-undang ini untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang dalammelakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang Efek bersifatutang tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek bersifat utang,baik di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus daripemegang Efek bersifat utang dimaksud.

I - 66

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Ayat (3)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentinganantara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang dan kepentingan WaliAmanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten. Hal ini diperlukan agar Wali Amanatdapat melaksanakan fungsinya secara independen sehingga dapat melindungi kepentinganpemegang Efek bersifat utang secara maksimal.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “penggunaan jasa Wali Amanat“ dalam ayat ini adalah penggunaanjasa Wali Amanat oleh Emiten dalam penerbitan Efek yang bersifat utang jangka panjang,seperti obligasi.

Pasal 52

Yang dimaksud dengan “ketentuan yang harus ditetapkan Bapepam” dalam ayat iniadalah hal-hal yang harus dimuat dalam kontrak perwaliamanatan antara Emiten danWali Amanat, antara lain mengenai :

a. utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten;

b. saat jatuh tempo;

c. jaminan (jika ada);

d. agen pembayaran; dan

e. tugas dan fungsi Wali Amanat.

Pasal 53

Ketentuan dalam Pasal ini memberikan hak kepada pemegang Efek bersifat utang untukmenuntut ganti rugi kepada Wali Amanat yang lalai dalam melaksanakan tugasnyasehingga mengakibatkan kerugian kepada pemegang Efek bersifat utang dimaksud.

Pasal 54

Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menghindarkanterjadinya benturan kepentingan Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utangdengan kepentingan Wali Amanat selaku penanggung yang justru wajib memenuhikewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang dalam hal terjadi wanprestasioleh Emiten.

Pasal 55

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "penyelesaian pembukuan" (book entry settlement ) dalam ayatini adalah pemenuhan hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat adanya TransaksiBursa yang dilaksanakan dengan cara mengurangi Efek dari rekening Efek yang satudan menambahkan Efek dimaksud pada rekening Efek yang lain pada Kustodian, yangdalam hal ini dapat dilakukan secara elektronik.

I - 67

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Peralihan hak atas Efek terjadi pada saat penyerahan Efek atau pada waktu Efek dimaksuddikurangkan dari rekening Efek yang satu dan kemudian ditambahkan pada rekening Efekyang lain.

Yang dimaksud dengan “penyelesaian fisik” dalam ayat ini, adalah penyelesaian TransaksiBursa yang dilakukan langsung oleh setiap Perantara Pedagang Efek yang melakukantransaksi, berdasarkan serah terima fisik warkat Efek.

Yang d imaksud dengan “ca ra l a in ” da lam aya t i n i an ta ra l a in ada lah :

a. penyelesaian Transaksi Bursa secara langsung pada daftar pemegang Efek tanpamelalui rekening Efek pada Kustodian;

b. penyelesaian Transaksi Bursa secara internasional atau melalui negara lain;

c. penyelesaian Transaksi Bursa secara elektronik atau cara lain yang mungkin di temukan dan di terapkan di masa datang sesuai dengan perkembangan teknologi; dan

d. penyelesaian Transaksi Bursa lain yang wajib dilaksanakan apabila terdapat peraturan perundang-undangan baru.

Ayat (2)

Setiap Transaksi Bursa wajib diselesaikan oleh para Pihak yang melakukan Transaksi Bursakarena merupakan transaksi yang saling terkait dari waktu ke waktu. Transaksi yang terjadisebelumnya merupakan dasar bagi transaksi berikutnya, sehingga pembatalan TransaksiB u r s a s e b e l u m n y a a k a n m e m p e n g a r u h i Tr a n s a k s i B u r s a b e r i k u t n y a .

Oleh karena itu, Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin penyelesaian TransaksiBursa dengan merealisasikan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing AnggotaBursa Efek yang melakukan Transaksi Bursa.

Ayat (3)

Oleh karena kegiatan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian merupakan satu kesatuan kegiatan yang saling berkaitanmulai dari kegiatan transaksi sampai dengan penyelesaian transaksi, ketiga lembagadimaksud wajib menjamin terlaksananya kegiatan tersebut secara efisien dan aman. Untukmenjamin pelaksanaan kegiatan tersebut, ketiga lembaga dimaksud wajib membuat kontraktertulis diantara mereka, antara lain memuat penentuan waktu dan tahap-tahap penyelesaiantransaksi, jumlah dan cara pemenuhan dana jaminan yang wajib dipenuhi oleh AnggotaBursa E fek , dan penen tuan b iaya t ransaks i dan penye lesa ian t ransaks i .

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

I - 68

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Pasal 56

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa para pemegang rekening padaLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian berdasarkan Undang-undang ini diakui sebagaipemilik Efek atau Pihak yang berhak atas Efek di mana kepentingannya diwakili olehLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dengan mencatatkan nama LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian tersebut dalam buku daftar pemegang Efek Emiten.

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa berdasarkan Undang-undang ini,pemilik atau Pihak yang berhak atas Efek yang tercatat pada rekening Efek pada LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian adalah para pemegang rekening pada Bank Kustodianatau Perusahaan Efek, meskipun nama yang tercatat pada rekening Efek pada LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian adalah nama Bank Kustodian atau Perusahaan Efek.

Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dalam hal ini mewakili kepentingan pemegangrekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dimaksud.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa berdasarkan Undang-undang ini keseluruhan pemilikUnit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif adalah Pihak yangmemiliki atau berhak atas Efek yang termasuk dalam portofolio Reksa Dana dimaksud.Kepemilikan tersebut diwakili oleh Bank Kustodian dengan mencatatkan nama BankKustodian tersebut dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Bank Kustodian dalamhal ini semata-mata bertindak selaku wakil dari keseluruhan pemilik Unit PenyertaanReksa Dana dimaksud.

Ayat (4)

Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat berupa keterangan tertulis ataubentuk lain yang menerangkan jumlah Efek yang tercatat dalam buku daftar pemegangEfek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang mewakilikepentingan pemegang rekening atau Bank Kustodian yang mewakili kepentingan UnitPenyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif.

Ayat (5)

Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, BankKustodian, atau Perusahaan Efek untuk memberikan tanda bukti pencatatan sebagaikonfirmasi kepada pemegang rekening dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek dimaksud.

Pasal 57

Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelesaian transaksi Efek, Efek dalam PenitipanKolektif dianggap sepadan.

Dalam hal ini Efek dianggap memiliki sifat yang sama dengan uang, misalnya apabilaseseorang hendak mencairkan uang dari rekeningnya pada bank, maka yang bersangkutantidak dapat menuntut atau mensyaratkan kepada bank agar uang yang dicairkan tersebutadalah f is ik uang yang dahulu disetorkan nasabah tersebut kepada bank.

I - 69

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Dengan demikian, pemegang rekening Efek tidak dapat menuntut pemilikan suatu Efekberdasarkan nomor, seri, atau ciri-ciri tertentu dari Efek. Pemegang rekening hanyadapat menuntut berdasarkan jumlah, jenis, dan kelas Efek.

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Walaupun Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian tercatat dalambuku daftar pemegang Efek Emiten, pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian atau Bank Kustodian dapat menginstruksikan Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian atau Bank Kustodian agar namanya atau Pihak lain yang ditunjuk olehyang bersangkutan dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerima instruksi tersebutwajib melaksanakannya dengan memerintahkan Emiten agar mencatatkan nama Pihaktersebut atau Pihak lain yang ditunjuk oleh yang bersangkutan dalam buku daftarpemegang Efek Emiten. Emiten yang menerima instruksi tersebut wajib melaksanakannyas e s u a i d e n g a n k e t e n t u a n s e b a g a i m a n a d i m a k s u d d a l a m a y a t i n i .

Ayat (3)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa Efek yang dimasukkan dalamPenitipan Kolektif adalah Efek yang baik dalam arti bebas dari permasalahan, termasukdari gugatan Pihak mana pun yang menyatakan berhak atas Efek dimaksud. Hal inidiperlukan agar Efek yang masuk dalam Penitipan Kolektif benar-benar Efek yang siapuntuk diperjualbelikan. Efek yang hilang atau musnah dianggap Efek yang bermasalah,sehingga tidak dapat dimasukkan dalam Penitipan Kolektif. Namun, kemungkinan dapatterjadi bahwa Efek yang hilang atau musnah tersebut dimiliki oleh Pihak dan tidakdialihkan kepada Pihak lain serta Pihak tersebut dapat membuktikan bahwa Efek tersebutadalah milik sendiri. Dalam hal ini, Emiten dapat menerima pencatatan Efek dimaksudke dalam Penitipan Kolektif dan mengambil alih tanggung jawab terhadap pencatatanEfek dimaksud ke dalam Penitipan Kolektif.

Ayat (4)

Efek yang dijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan berdasarkan penetapan pengadilan,atau disita untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana dianggap Efek yang tidakbebas untuk ditransaksikan. Atas dasar itu, Efek tersebut tidak dapat dimasukkan dalamPenitipan Kolektif berdasarkan ketentuan ayat ini.

Pasal 59

Ayat (1)

Oleh karena dana dan atau Efek dalam Rekening Efek pada Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian merupakan milik dari pemegang rekening, pemegang rekening yangbersangkutan dapat menarik dana dan atau Efek tersebut sewaktu-waktu berdasarkanketentuan ayat ini.

I - 70

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 71

Ayat (2)

Dengan pemblokiran, pembekuan, atau penjaminan atas rekening Efek berarti bahwadana dan atau Efek yang terdapat dalam rekening Efek tersebut tidak dapat ditarik ataudimutasikan. Atas dasar itu, apabila terdapat permintaan untuk menarik atau memutasikandana dan atau Efek dalam rekening Efek dimaksud, Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian dapat menolak permintaan tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1)

Oleh karena pemegang rekening adalah Pihak yang memiliki atau berhak atas rekeningEfek, sudah dengan sendirinya Pihak tersebut mempunyai hak suara atas Efek yangtercatat dalam rekening Efek yang bersangkutan. Untuk itu berdasarkan ketentuan ayatini ditegaskan bahwa pemegang rekening adalah Pihak yang berhak untuk hadir danmemberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Efek walaupun Efek tersebuttercatat atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dalambuku daftar pemegang Efek Emiten. Fungsi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiandan Bank Kustodian dalam hal ini adalah selaku Kustodian yang mewakili kepentinganpemegang rekening.

Ayat (2)

Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menjamin agar hak pemegang rekeningberupa dividen, bunga, saham bonus, atau hak lain dapat segera diterima oleh pemegangrekening yang bersangkutan. Hal ini diperlukan untuk menghindari kerugian yang mungkintimbul yang diderita oleh pemegang rekening akibat keterlambatan penyerahan hakdimaksud.

Pasal 61

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pemegang rekeningsewaktu-waktu dapat meminjamkan atau menjaminkan Efek yang tercatat dalam rekeningEfek tanpa mengeluarkan Efek tersebut dari Penitipan Kolektif. Hal ini diperlukan agarpeminjaman atau penjaminan Efek itu terlaksana dengan aman dan efisien. Peminjamanatau penjaminan Efek dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis oleh pemegangrekening kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian yangmenerangkan jumlah, jenis Efek yang dipinjamkan atau dijaminkan, Pihak yang menerimapinjaman atau penjaminan, dan persyaratan peminjaman atau penjaminan.

Pasal 62

Yang dimaksud dengan “ketentuan mengenai Penitipan Kolektif” dalam Pasal ini adalahketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam anggaran dasar Emiten,antara lain :

a. kesepadanan Efek;

b. kewaj iban untuk menerbitkan ser t i f ikat atau konf i rmasi kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian;

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 72

c. hak suara, hak atas dividen, dan hak-hak lain yang dimiliki oleh pemegang rekeningEfek dalam penitipan kolektif; dan

d. pengalihan kepemilikan dalam Penitipan Kolektif.

Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diperlukan agar pemegang Efek, khususnya pemegangsaham, secara jelas mengetahui dan dapat melaksanakan hak-haknya atas Efek yang tercatatdalam Penitipan Kolektif.

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Huruf a

Akuntan adalah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri dan terdaftar di Bapepam.

Huruf b

Konsultan Hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukum kepada Pihak laindan terdaftar di Bapepam.

Huruf c

Penilai adalah Pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan dan terdaftar diBapepam.

Huruf d

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan terdaftar di Bapepam.

Huruf e

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kemungkinan diperlukannya jasa profesi lainuntuk memberikan pendapat atau penilaian sesuai dengan perkembangan Pasar Modal dimasa mendatang dan terdaftar di Bapepam.

Ayat (2)

Karena pendapat dan atau penilaian Profesi Penunjang Pasar Modal sangat penting bagipemodal dalam mengambil keputusan investasinya, maka kegiatan profesi tersebut di PasarModal perlu diawasi dengan mewajibkannya mendaftar di Bapepam.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara pendaftaran” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

a. persyaratan sarana dan prasarana;

b. persyaratan kualifikasi pendidikan;

c. persyaratan izin profesi bagi profesi yang memerlukan izin dari instansi yang berwenang;dan

d. tata cara pengajuan permohonan pendaftaran

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I - 73

Pasal 65

Ayat (1)

Karena izin profesi merupakan salah satu persyaratan pendaftaran di Bapepam, makaapabila izin profesi tersebut dicabut, dengan sendirinya pendaftaran di Bapepam menjadibatal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam hal tertentu Profesi Penunjang Pasar Modal dapat memberikan lebih dari satu jenisjasa. Demikian juga halnya satu jenis jasa dapat diberikan yang sifatnya berulang-ulangberdasarkan penugasan secara periodik. Selanjutnya pemberian jasa dimaksud dapatdiberikan kepada satu Pihak atau lebih. Dalam hal pencabutan pendaftaran berhubungandengan pemberian salah satu jenis jasa kepada Pihak tertentu atau pemberian jasa padasalah satu periode kepada Pihak tertentu, Bapepam dapat melakukan pemeriksaan atasjasa lain atau jasa yang diberikan untuk periode lainnya, baik untuk Pihak tersebut maupunPihak lainnya.

Yang dimaksud dengan “jasa lain” dalam ayat ini adalah jasa yang bukan menjadipenyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesi yang bersangkutansebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pemeriksaan atas jasa lain dimaksud diperlukandalam rangka untuk memperoleh kepastian tentang dampak yang mungkin timbul akibatdari pembatalan tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 66

Kode etik dan standar profesi merupakan suatu standar pemenuhan kualitas minimal jasayang diberikan kepada nasabahnya, dan merupakan suatu kewajiban bagi setiap ProfesiPenunjang Pasar Modal untuk menaatinya. Namun, dalam hal kode etik dan standarprofesi dimaksud bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya,Profesi Penunjang Pasar Modal harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Hal ini penting untuk melindungikepentingan para pemodal.

Pasal 67

Ketentuan ini dimaksudkan agar pendapat atau penilaian yang diberikan oleh ProfesiPenunjang Pasar Modal dilakukan secara profesional dan bebas dari pengaruh Pihakyang memberikan tugas dan menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebutdan atau afiliasinya sehingga pendapat atau penilaian yang diberikan objektif dan wajar.

I - 74

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Pasal 68

Ketentuan tentang kewajiban untuk melaporkan adanya pelanggaran dalam jangkawaktu 3 (tiga) hari dimaksudkan agar Bapepam dapat mengetahui hal tersebut sedinimungkin dan dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi ataumencegah kemungkinan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat pemodal.

Pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam dalam Pasal ini adalahpenyampaian informasi secara rahasia tentang adanya pelanggaran yang dilakukanterhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya atauhal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud ataukepentingan para nasabahnya. Pemberitahuan dimaksud wajib disampaikan kepadaBapepam secara tertulis.

Pasal 69

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi yang berlaku umum” dalam ayat ini adalahStandar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan praktikakuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.

Ayat (2)

Meskipun pengaturan suatu hal tertentu sudah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan ayat (1), tetapi apabila belum mencakuphal-hal yang dibutuhkan di Pasar Modal seperti dalam rangka memenuhi asas keterbukaan,Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai hal tersebut secara khusus untukmelindungi kepentingan publik.

Pasal 70

Ayat (1)

Kegiatan Penawaran Umum merupakan salah satu cara untuk menghimpun danamasyarakat. Untuk itu, kepentingan masyarakat yang akan menanamkan dananya padaEfek perlu mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, setiap Pihak yang bermaksudmenghimpun dana melalui Penawaran Umum diwajibkan terlebih dahulu menyampaikanPernyataan Pendaftaran kepada Bapepam dan Penawaran Umum tersebut baru dapatdilakukan setelah Pernyataan Pendaftaran dimaksud efektif.

Ayat (2)

Pengecualian pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperlukanmengingat pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Efek dimaksud dalam huruf a,huruf b, dan huruf c ayat ini dilaksanakan oleh instansi lain. Khusus untuk penawaranEfek yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah Indonesia, ketentuan ayat (1) jugatidak berlaku mengingat Pemerintah sebagai Pihak yang menerbitkan atau menjaminEfek dimaksud memiliki kemampuan untuk memenuhi segala kewajiban dalam penerbitanEfek tersebut. Sedangkan pengecualian terhadap Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepamdimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penerbitan Efek yang olehkarena satu dan lain hal harus dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksuddalam ayat (1).

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-75

Pasal 71

Dengan ketentuan ini, pemodal mempunyai kesempatan memahami isi Prospektus sebagaidasar untuk mengambil keputusan investasinya.

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “sendiri-sendiri maupun bersama-sama” dalam ayat ini adalahbahwa dalam hal terdapat lebih dari satu Penjamin Pelaksana Emisi Efek, pemodal dapatmenuntut ganti rugi kepada satu atau lebih Penjamin Pelaksana Emisi Efek apabila terjadikerugian yang diderita pemodal akibat kelalaian para Penjamin Pelaksana Emisi Efektermaksud.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 73

Untuk melindungi kepentingan pemegang saham perusahaan yang telah memenuhipersyaratan sebagai Perusahaan Publik, perusahaan yang bersangkutan wajibmenyampaikan Pernyataan Pendaftaran.

Pasal 74

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Emiten memperoleh kepastian bahwa dalam hal PernyataanPendaftaran yang disampaikannya kepada Bapepam telah lengkap dan memenuhipersyaratan dan prosedur yang ditetapkan, apabila Bapepam tidak melakukan sesuatu,Pernyataan Pendaftaran tersebut menjadi efektif dengan sendirinya pada hari ke-45(keempat puluh lima).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam hal Bapepam meminta perubahan dan atau tambahan informasi dari Emiten atauPerusahaan Publik, penghitungan waktu untuk efektifnya Pernyataan Pendaftaran dihitungsejak tanggal d i ter imanya tambahan in formasi a tau perubahan d imaksud.

Ayat (4)

Terdapat kemungkinan bahwa Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan kepada Bapepambelum lengkap dan belum memenuhi persyaratan sehingga efektifnya PernyataanPenda f ta ran akan me leb ih i j angka wak tu 45 (empa t pu luh l ima ) ha r i .

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-76

Dalam hal ini, Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi kepadaEmiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.Pernyataan Pendaftaran baru dapat dinyatakan efektif apabila :

a. perubahan dan atau tambahan informasi yang diminta oleh Bapepam telah dipenuhi; dan

b. perubahan dan atau tambahan informasi dimaksud telah memenuhi persyaratan.

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Bapepam tidak melakukan penilaian atas kualitas Efek yang ditawarkan. Keputusanuntuk melakukan investasi sepenuhnya ada pada pemodal.

Pasal 76

Rencana pencatatan Efek di Bursa Efek merupakan salah satu hal penting yang dijadikandasar pertimbangan keputusan untuk melakukan investasi oleh pemodal. Oleh karenaitu, apabila janji tersebut tidak dapat dipenuhi, Penawaran Umum tersebut menjadi bataldemi hukum dan Emiten serta Penjamin Emisi Efek wajib mengembalikan uang pesananEfek kepada pemesan.

Pasal 77

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran”dalam Pasal ini adalah ketentuan mengenai, antara lain :

a. persyaratan tentang jenis dokumen yang termasuk dalam Pernyataan Pendaftaran;

b. persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pihak yang melakukan Penawaran Umum;dan

c. tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran.

Pasal 78

Ayat (1)

Prospektus merupakan salah satu dokumen pokok dalam rangka Penawaran Umum.Oleh karena itu, informasi yang terkandung di dalamnya harus memuat hal-hal yangbenar-benar menggambarkan keadaan Emiten yang bersangkutan sehingga keteranganatau informasi dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan keputusaninvestasinya. Apabila informasi yang disajikan tidak benar tentang fakta yang material,atau tidak mengungkapkan informasi yang benar tentang fakta yang material, hal tersebutdapat mengakibatkan pemodal mengambil keputusan investasi yang tidak tepat.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-77

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya Pihak-Pihak yang menggunakanketerangan yang tidak benar dengan menyebutkan bahwa Bapepam telah memberikanpersetujuan, izin, pengesahan, penelitian, atau penilaian atas berbagai segi keunggulansuatu Efek dengan maksud untuk mempengaruhi masyarakat agar membeli Efek yangditawarkan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “ketentuan mengenai Prospektus” dalam ayat ini, antara lainmengenai bentuk dan isi Prospektus.

Prospektus tersebut sekurang-kurangnya memuat :

a. uraian tentang Penawaran Umum;

b. tujuan dan penggunaan dana Penawaran Umum;

c. analisis dan pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan;

d. risiko usaha;

e. data keuangan;

f. keterangan dari segi hukum;

g. informasi mengenai pemesanan pembelian Efek; dan

h. keterangan tentang anggaran dasar.

Pasal 79

Ayat (1)

Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar masyarakat memperoleh keterangan atauinformasi yang sebenarnya mengenai Emiten yang diperlukan sebagai dasar pertimbanganuntuk menetapkan keputusan investasinya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ketentuan tentang “persyaratan pengumuman” dalam ayat ini,antara lain mengenai :

a. nama Emiten;

b. jenis Efek yang ditawarkan;

c. jenis industri Emiten;

d. nama dan alamat agen penjualan (jika ada); dan

e. nama dan alamat Penjamin Emisi Efek (jika ada).

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-78

Ayat (2)

Tanggung jawab masing-masing Profesi Penunjang Pasar Modal terbatas pada pendapatatau keterangan yang diberikannya dalam rangka Pernyataan Pendaftaran. Oleh karenaitu, pemodal hanya dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat daripendapat a tau pen i la ian yang d iber ikan Profes i Penunjang Pasar Modal .

Ayat (3)

Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tidak dapat dituntutganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pemodal apabila Penjamin Pelaksana EmisiEfek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut telah melakukan penilaian ataumemberikan pendapatnya secara profesional, dalam arti pekerjaannya telah dilaksanakansesuai dengan norma pemeriksaan, prinsip-prinsip dan kode etik masing-masing profesi,dan pendapatnya atau penilaiannya itu telah diberikan secara independen. Selain itu,Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal telah melakukanlangkah-langkah konkret yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari pernyataana t a u k e t e r a n g a n y a n g d i u n g k a p k a n d a l a m P e r n y a t a a n P e n d a f t a r a n .

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 81

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 82

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “hak memesan Efek terlebih dahulu” dalam ayat ini adalah hakyang melekat pada saham yang memberikan kesempatan bagi pemegang saham yangbersangkutan untuk membeli Efek baru sebelum ditawarkan kepada Pihak lain.

Ayat (2)

Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya merupakanpemegang saham minoritas dari kemungkinan adanya penetapan harga yang tidak wajaratas transaksi yang dilakukan oleh Emiten disebabkan oleh adanya benturan kepentinganantara pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama, Bapepam dapatmewajibkan Emiten untuk terlebih dahulu memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegangsaham independen.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan Efek terlebihdahulu dan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan” dalam ayat ini adalahketentuan mengenai, antara lain :

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-79

a. bentuk dan isi Pernyataan Pendaftaran dalam rangka penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu;

b. dokumen-dokumen yang wajib disampaikan dalam Pernyataan Pendaftarantersebut;

c. bentuk dan isi Prospektus dalam rangka penerbitan hak memesan Efek terlebihdahulu; dan

d. tata cara pelaksanaan penentuan korum dan suara dalam Rapat Umum PemegangSaham untuk mempero leh persetu juan pemegang saham independen.

Pasal 83

Yang dimaksud dengan “penawaran tender” dalam Pasal ini adalah penawaran melalui mediamassa untuk memperoleh Efek bersifat ekuitas dengan cara pembelian atau pertukarandengan Efek lainnya.

Yang dimaksud dengan “Efek bersifat ekuitas” dalam penjelasan Pasal ini adalah saham atauEfek yang dapat ditukar dengan saham atau Efek yang mengandung hak untuk memperolehsaham.

Mengingat penawaran tender melibatkan penawaran untuk membeli Efek dari pemegangsaham publik yang dapat berakibat berkurangnya jumlah pemegang saham secara signifikandan ada kemungkinan perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratansebagai Perusahaan Publik, pemegang saham publik tersebut perlu memperoleh perlindungan.Perlindungan kepada pemegang saham publik tersebut dilakukan terutama agar transaksipenawaran tender dilakukan dengan wajar.

Kewajaran di atas, terutama dalam hal perolehan informasi yang benar tentang rencanapenawaran tender yang diusulkan, termasuk penetapan harga, tata cara penjualan Efek,serta persyaratan tertentu yang dapat mengakibatkan batalnya penawaran tender dimaksud.

Pasal 84

Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan pemodaldari praktik yang merugikan pemodal dalam transaksi penggabungan, peleburan, ataupengambilalihan, termasuk penyertaan yang melibatkan Emiten atau Perusahaan Publik,dengan mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud untuk memenuhi PrinsipKeterbukaan dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pelaksanaan ketentuan inidilakukan tanpa mengurangi ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PerseroanTerbatas.

Pasal 85

Yang dimaksud dengan “laporan” dalam Pasal ini adalah laporan berkala dan laporan insidentallainnya.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-80

Pasal 86

Ayat (1)

Oleh karena informasi mengenai Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai perananyang penting bagi pemodal, di samping untuk efektivitas pengawasan oleh Bapepam,kewajiban untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan bagi Emiten atau PerusahaanPublik dimaksudkan juga agar informasi mengenai jalannya usaha perusahaan tersebutselalu tersedia bagi masyarakat.

Huruf a

Informasi berkala tentang kegiatan usaha dan keadaan keuangan Emiten atau PerusahaanPublik diperlukan oleh pemodal sebagai dasar pengambilan keputusan investasi atasEfek. Oleh karena itu, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporanberkala untuk setiap akhir periode tertentu kepada Bapepam dan laporan tersebutterbuka untuk umum.

Huruf b

Selain tambahan dari laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas,apabila terjadi peristiwa yang sifatnya material, Emiten atau Perusahaan Publik wajibmenyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakatselambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa yangsifatnya material tersebut.

Ayat (2)

Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Bapepamuntuk menetapkan persyaratan tertentu di mana Emiten atau Perusahaan Publik yangPernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak diwajibkan menyampaikan laporansebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Persyaratan dimaksud, antara lain, berupapenentuan maksimal jumlah pemegang saham dan modal disetor Perusahaan Publikyang tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1). Ketentuan ini tidak berarti bahwa Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannyatelah menjadi efektif tidak wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalamayat (1) meskipun t idak memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik.

Pasal 87

Ayat (1)

Karena kedudukannya yang penting tersebut, direktur atau komisaris Emiten atauPerusahaan Publ ik waj ib mengungkapkan perubahan kepemi l ikan efeknya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Jangka waktu pelaporan kepemilikan atau perubahan kepemilikan sebagaimana dimaksuddalam ayat ini dihitung sejak terjadinya transaksi.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-81

Pasal 88

Yang dimaksud dengan “ketentuan dan tata cara penyampaian laporan yang akan diaturoleh Bapepam” dalam Pasal ini, antara lain :

a. bentuk dan isi laporan;

b. Pihak yang dapat menandatangani laporan;

c. batas waktu penyampaian laporan; dan

d. tata cara penyampaian laporan.

Pasal 89

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “informasi” dalam ayat ini, antara lain Pernyataan Pendaftarantermasuk Prospektus, permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan danpendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lainnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pengecualian” dalam ayat ini, antara lain berupa formula rahasiaproduk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

Pasal 90

Yang dimaksud dengan “kegiatan perdagangan Efek” dalam Pasal ini adalah kegiatanyang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadidalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran,pembelian dan atau penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau PerusahaanPublik.

Pasal 91

Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan,keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaranjual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalamEfek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapatmenciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atauharga Efek, antara lain :

a. melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau

b. melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek pada harga tertentu, di mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga yang kurang

lebih sama.Pasal 92

Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak ataubeberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu diBursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli Efek yangsebenarnya dengan maksud menguntungkan d i r i sendi r i a tau P ihak la in .

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-82

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Yang dimaksud dengan “tindakan tertentu” dalam Pasal ini, antara lain menyangkut :

a. stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebutdicantumkan dalam Prospektus; dan

b. penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan Efek selaku pembentuk pasaruntuk rekeningnya sendiri secara terus-menerus untuk menjaga l ikuiditas

perdagangan Efek.

Pasal 95

Yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam Pasal ini adalah :

a. komisar i s , d i rek tu r, a tau pegawa i Emi ten a tau Perusahaan Pub l i k ;

b. pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;

c. orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan

orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau

d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.

Yang dimaksud dengan “kedudukan” dalam penjelasan huruf c ini adalah jabatan padalembaga, institusi, atau badan pemerintah.

Yang dimaksud dengan “hubungan usaha” dalam penjelasan huruf c ini adalah hubungankerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok,kontraktor, pelanggan, dan kreditur.

Yang dimaksud dengan “informasi orang dalam” dalam penjelasan huruf c adalahInformasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum.Sebagai contoh penjelasan huruf d adalah Tuan A berhenti sebagai direktur pada tanggal1 Januari. Namun demikian Tuan A masih dianggap sebagai orang dalam sampai dengantanggal 30 Juni pada tahun yang bersangkutan.

Huruf a

Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emitenatau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwakedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, PerusahaanPublik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidakmenggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.

Huruf b

Di samping larangan tersebut dalam huruf a, orang dalam dari suatu Emiten atauPerusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga dikenakanlarangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain tersebut, meskipunyang bersangkutan bukan orang da lam dar i perusahaan la in te rsebut .

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-83

Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karenakedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi denganperusahaan lain tersebut.

Yang dimaksud dengan “transaksi” dalam huruf ini adalah semua bentuk transaksi yangterjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain, termasuk transaksiatas Efek perusahaan lain tersebut yang dilakukan oleh Emiten atau Perusahaan Publikyang bersangkutan.

Pasal 96

Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang mempengaruhi Pihak lainuntuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau PerusahaanPublik yang bersangkutan, walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan informasiorang dalam kepada Pihak lain, karena hal ini dapat mendorong Pihak lain untuk melakukanpembelian atau penjualan Efek berdasarkan informasi orang dalam.

Selain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain yangdiduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan atau penjualanEfek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalammenyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak disalahgunakan oleh Pihak yangmenerima informasi tersebut untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.

Pasal 97

Ayat (1)

Setiap Pihak yang dengan sengaja berusaha secara melawan hukum untuk memperolehdan pada akhirnya memperoleh informasi orang dalam mengenai Emiten atau PerusahaanPublik, juga dikenakan larangan yang sama seperti yang berlaku bagi orang dalamsebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Artinya, mereka dilarang untukmelakukan transaksi atas Efek yang bersangkutan, serta dilarang mempengaruhi Pihaklain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek tersebut atau memberikaninformasi orang dalam tersebut kepada Pihak lain yang patut diduga akan menggunakani n f o r m a s i t e r s e b u t u n t u k m e l a k u k a n p e m b e l i a n d a n p e n j u a l a n E f e k .

Sebagai contoh perbuatan melawan hukum, antara lain :

a. berusaha mempero leh in fo rmas i o rang da lam dengan cara mencur i ;

b. berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara membujuk orang dalam; dan

c. berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara kekerasan atau ancaman.

Ayat (2)

Sebagai contoh, apabila seseorang yang bukan orang dalam meminta informasi dariEmiten atau Perusahaan Publik dan kemudian memperolehnya dengan mudah tanpapembatasan, orang tersebut tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam.

I-84

Penjelasan UU R.I No.8/1995

Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan untukmerahasiakannya atau persyaratan lain yang bersifat pembatasan, terhadap Pihak yangmemperoleh informasi orang dalam berlaku larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.

Pasal 98

Ketentuan Pasal ini memberi kemungkinan Perusahaan Efek untuk melakukan transaksiEfek semata-mata untuk kepentingan nasabahnya karena salah satu kegiatan PerusahaanEfek adalah sebagai Perantara Pedagang Efek yang wajib melayani nasabahnya dengansebaik-baiknya. Dalam melaksanakan transaksi Efek dimaksud, Perusahaan Efek tidakmemberikan rekomendasi apa pun kepada nasabahnya tersebut. Apabila larangandalam Pasal ini dilanggar, Perusahaan Efek melanggar ketentuan orang dalamsebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.

Pasal 99

Transaksi Efek tertentu yang tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana dimaksuddalam Pasal 95 dan Pasal 96 ditetapkan dengan peraturan Bapepam. Sebagai contoh,transaksi Efek tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah transaksi Efekantar orang dalam.

Pasal 100

Ayat (1)

Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan fungsi sebagai badan pengawas terhadapkegiatan di Pasar Modal, Bapepam perlu diberikan kewenangan untuk melakukanpemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga telah, sedang, atau mencoba melakukanatau menyuruh, turut serta, membujuk, atau membantu melakukan pelanggaran terhadapUndang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Dengan kewenangan ini,Bapepam dapat mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukansebagai bukti atas pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturanpelaksanaannya.

Ayat (2)

Dalam rangka pemeriksaan, Bapepam dapat meminta keterangan dan atau konfirmasi,serta memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen lain dari Pihak yang didugamelakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan ataupera tu ran pe laksanaannya a taupun P ihak la in apab i la d ianggap per lu .Di samping itu, Bapepam dapat memerintahkan dihentikannya suatu kegiatan yangmerupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya,seperti memerintahkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk menghentikan pemuataniklan dalam media massa yang memuat informasi yang menyesatkan. Sebaliknya,Bapepam dapat memerintahkan dilakukannya suatu kegiatan tertentu apabila dipandangperlu untuk mengurangi kerugian yang timbul dan atau mencegah kerugian lebih lanjut,seperti mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperbaiki iklan yang dimuatdalam media massa.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-85

Bapepam dapat pula menetapkan syarat dan atau mengizinkan dilakukannya penyelesaiantertentu atas kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan yang merupakan pelanggaranterhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Penyelesaian dimaksudan ta ra l a in be rupa penye lesa ian secara pe rda ta d ian ta ra pa ra P ihak .

Data, informasi, bahan, dan atau keterangan lain yang dikumpulkan dalam rangkapemeriksaan tersebut dapat digunakan oleh Bapepam untuk menetapkan sanksiadministratif. Apabila Bapepam menetapkan untuk meneruskan pemeriksaan yangdilakukan ke tahap penyidikan, data, informasi, bahan, dan atau keterangan lain tersebutdapat digunakan sebagai bukti awal dalam tahap penyidikan.

Hal ini tidak berarti bahwa tindakan penyidikan harus didahului oleh tindakan pemeriksaan.Artinya, apabila Bapepam berpendapat bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itumerupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannyadan mengakibatkan kerugian terhadap kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakankepentingan pemodal dan masyarakat, maka tindakan penyidikan dapat mulai dilakukan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “tata cara pemeriksaan” dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai,antara lain :

a. tata cara penyusunan program pemeriksaan;

b. tata cara pelaksanaan pemeriksaan; dan

c. tata cara pelaporan hasil pemeriksaan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pegawai Bapepam” sebagaimana dimaksud dalam Pasal iniadalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bapepam.

Pasal 101

Ayat (1)

Pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal sangat beragam dilihat dari segi jenis, modusoperandi, atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karena itu, Bapepam diberikanwewenang untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi danwewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangandimaksud.

Tidak semua pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannyadi bidang Pasar Modal harus dilanjutkan ke tahap penyidikan karena hal tersebut justrudapat menghambat kegiatan penawaran dan atau perdagangan Efek secara keseluruhan.

Apabila kerugian yang ditimbulkan membahayakan sistem Pasar Modal atau kepentinganpemodal dan atau masyarakat, atau apabila tidak tercapai penyelesaian atas kerugianyang telah timbul, Bapepam dapat memulai tindakan penyidikan dalam rangka penuntutantindak pidana.

Tindakan untuk memulai penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini oleh PenyidikPegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam dilakukan setelah memperoleh penetapan dariKetua Bapepam.

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-86

Ayat (2)

Penyidikan di bidang Pasar Modal adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencariserta mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat terang tentangtindak pidana di bidang Pasar Modal yang terjadi, menemukan tersangka, sertamengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkannya. Penyidik di bidang Pasar Modaladalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam yang diangkatoleh Menteri Kehakiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf cCukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Tindakan untuk memulai dan menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalamhuruf ini oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam dilakukan setelahmemperoleh penetapan dari Ketua Bapepam.

Ayat (4)

Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa untuk memperoleh keterangan mengenaikeadaan keuangan tersangka di bank sehubungan dengan penyidikan, Bapepam harusterlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri. Apabila penyidikan tersebut tidak berkaitandengan keadaan keuangan tersangka di bank, Bapepam tidak memerlukan izin dariMenteri.

Ayat (5)

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-87

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparatpenegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi,Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.

Ayat 7

Cukup jelas

Pasal 102

Ayat (1)

Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, Bapepamp e r l u m e m p e r h a t i k a n a s p e k p e m b i n a a n t e r h a d a p P i h a k d i m a k s u d .Pihak yang dimaksud dalam ayat ini adalah Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek,Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana,Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil PerantaraPedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, Biro Administrasi Efek, Kustodian, Wali Amanat,Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan,atau pendaftaran dari Bapepam. Ketentuan dalam ayat ini berlaku juga bagi direktur,komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus)saham Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Undang-undang ini.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-88

Pasal 103

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 104

Cukup jelas

Pasal 105

Cukup jelas

Pasal 106

Ayat (1)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap Penawaran Umum harus dilakukan sesuai denganketentuan yang diatur dalam Pasal 70 ayat (1). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka6, Emiten diartikan sebagai Pihak yang melakukan Penawaran Umum sehingga wajibmenyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam dan Pernyataan Pendaftarantersebut telah menjadi efektif. Oleh karena itu, setiap Pihak yang bermaksud melakukanPenawaran Umum wajib memenuhi ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan apabila dilanggardiancam dengan pidana berdasarkan ketentuan ayat ini.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Pihak” dalam ayat ini adalah Perusahaan Publik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 22.

Pasal 107

Cukup jelas

Pasal 108

Cukup jelas

Pasal 109

Cukup jelas

Pasal 110

Ayat (1)

Cukup jelas

Penjelasan UU R.I No.8/1995

I-89

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 111

Cukup jelas

Pasal 112

Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 115

Cukup jelas

Pasal 116

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3608.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG

PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien, diperlukan adanya persyaratan yang wajib dipenuhi oleh Pihak-Pihak yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal dan

ketentuan mengenai sanksi administratif bagi Pihak-Pihak tertentu yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan

di bidang Pasar Modal;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan, persetujuan, dan pendaftaran untuk melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal

s e r t a s a n k s i a d m i n i s t r a t i f d e n g a n P e r a t u r a n P e m e r i n t a h ;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATANDI BIDANG PASAR MODAL.

BAB I

BURSA EFEK

Pasal 1

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Pasal 2

Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar limaratus juta rupiah).

Pasal 3

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Bursa Efek diajukan kepada Bapepam disertaidengan dokumen dan keterangan sebagai berikut :

a. ak ta pend i r ian Perseroan yang te lah d isahkan o leh Menter i Kehak iman;

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 1

b. daftar Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa Efek;

c. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;

d. pertimbangan ekonomi yang mendasari pendirian Bursa Efek termasuk uraian tentang keadaan

pasar yang akan dilayaninya;

e. proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun;

f. rencana kegiatan 3 (tiga) tahun termasuk susunan organisasi, fasilitas komunikasi, dan program -

program latihan yang akan diadakan;

g. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat di bawah direksi;

h. daftar Pihak yang merencanakan untuk mencatatkan Efek di Bursa Efek;

i. rancangan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring

dan penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk mengenai penetapan biaya dan iuran berkenaan

dengan jasa yang diberikan;

j. neraca pembukaan Perseroan yang telah diperiksa oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam; dan

k. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan izin usaha

Bursa Efek yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formulir y a n gbentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 4

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan memperhatikan:

a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun; dan

c. prospek terbentuknya suatu pasar yang teratur, wajar, dan efisien.

Pasal 5

(1) Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperolehizin usaha sebagai Perantara Pedagang Efek.

(2) Pada waktu pendirian, Bursa Efek wajib memiliki sekurang - kurangnya 50 (lima puluh) pemegangsaham.

(3) Bursa Efek wajib menerima permohonan Perusahaan Efek untuk menjadi pemegang saham B u r s a Efek sepanjang pemegang saham yang menjadi Anggota Bursa Efek tersebut belum mencapai 200

(dua ratus).Pasal 6

(1) Yang dapat menjadi Anggota Bursa Efek adalah pemegang saham Bursa Efek yang memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 2

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 3

(2) Bursa Efek wajib menerima permohonan pemegang saham yang memenuhi syarat sebagaiAnggota Bursa Efek untuk menjadi Anggota Bursa Efek sepanjang jumlah Anggota BursaEfek belum mencapai 200 (dua ratus).

Pasal 7

(1) Pemindahan hak atas saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan kepada Perusahaan Efekyang telah mempunyai izin usaha sebagai Perantara Pedagang Efek dan memenuhi syaratmenjadi Anggota Bursa Efek tersebut.

(2) Pemindahan saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan setelah adanya pernyataan BursaEfek bahwa Perusahaan Efek yang akan menerima peralihan saham Bursa Efek tersebut telahmemenuhi syarat menjadi Anggota Bursa Efek.

Pasal 8

(1) Perusahaan Efek yang telah menjadi pemegang saham Bursa Efek tetapi kemudian tidakmemenuhi syarat untuk menjadi Anggota Bursa Efek wajib mengalihkan saham Bursa Efekyang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai AnggotaBursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggalsaham Bursa Efek tersebut dimiliki oleh Perusahaan Efek dimaksud.

(2) Perusahaan Efek yang tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek wajib mengalihkan sahamBursa Efek yang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagaiAnggota Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saatPerusahaan Efek tersebut tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek.

(3) Dalam hal Perusahaan Efek tidak mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepadaPerusahaan Efek lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka Bursa Efekmelelang saham Bursa Efek dimaksud pada tingkat harga terbaik dalam jangka waktu 3 (tiga)bulan sejak dilampauinya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat(2).

(4) Dalam hal saham Bursa Efek tidak dapat dialihkan dalam batas waktu sebagaimana dimaksuddalam ayat (3), maka Perusahaan Efek yang memiliki saham Bursa Efek wajib menjual sahamtersebut kepada Bursa Efek dan Bursa Efek wajib membeli saham tersebut pada harganominal.

Pasal 9

(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Bursa Efek masing-masing sebanyak-banyaknya 7(tujuh) orang.

(2) Anggota direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai anggota direksi, komisarisatau pegawai pada perusahaan lain.

(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 10

(1) Saham Bursa Efek adalah saham atas nama yang mempunyai nilai nominal dan hak suarayang sama.

(2) Set iap pemegang saham Bursa Efek hanya dapat memi l ik i 1 (satu) saham.

(3) Perusahaan Efek pemegang saham Bursa Efek yang tidak memenuhi syarat menjadi AnggotaBursa Efek atau tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek, tidak dapat menggunakan haksuara atas saham yang dimilikinya.

(4) B u r s a E f e k d i l a r a n g m e m b a g i k a n d i v i d e n k e p a d a p e m e g a n g s a h a m .

Pasal 11

Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa Efek dilarang mempunyai hubungandengan Perusahaan Efek lain yang juga menjadi pemegang saham Bursa Efek yang samamelalui :

a. kepemilikan, baik langsung maupun tidak langsung, sekurang-kurangnya 20% (dua puluhperseratus) dari saham yang mempunyai hak suara;

b. perangkapan jabatan sebagai anggota direksi atau komisaris; atau

c. pengendalian di bidang pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan, baik langsungmaupun tidak langsung.

Pasal 12

Pemegang saham Bursa Efek wajib menyerahkan surat saham Bursa Efek yang dimilikinya kepadaLembaga Kliring dan Penjaminan sebagai jaminan atas transaksi Efek yang dilakukannya.

Pasal 13

(1) Anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya wajib diajukan kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan.

(2) Dalam hal anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak, Bapepam memberikan alasan atas penolakan tersebut.

(3) Dalam rangka terciptanya Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien, Bapepam dapat memerintahkan Bursa Efek untuk mengubah anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Bursa Efek berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 4

BAB II

LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA PENYIMPANAN DANPENYELESAIAN

Pasal 15

Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menjalankanusaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Pasal 16

Modal disetor Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiansekurang-kurangnya ber jumlah Rp15.000 .000 .000 ,00 ( l ima be las mi l ia r rup iah) .

Pasal 17

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Lembaga Kliring dan Penjaminan atau LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian diajukan kepada Bapepam disertai dengan dokumen danketerangan sebagai berikut :

a. ak ta pendi r ian Perseroan yang te lah d isahkan o leh Menter i Kehak iman;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;

c. proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun;

d. rencana kegiatan 3 (tiga) tahun termasuk susunan organisasi, fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan diadakan;

e. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat di bawah direksi;

f. Bursa Efek yang akan mengendalikan dan atau menggunakan jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;

g. rancangan peraturan mengenai kegiatan klir ing dan penjaminan penyelesaianTransaksi Bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa yang ditetapkanoleh Lembaga Kliring dan Penjaminan;

h. rancangan peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa penyelesaiantransaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa yang ditetapkanoleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; dan

i. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonanizin usaha Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formuliryang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 18

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 denganmemperhatikan :

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 5

a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun;

c. p rospek te rben tuknya sua tu pasa r yang te ra tu r, wa ja r, dan e f i s i en ; dan

d. sistem kliring, penjaminan, penyelesaian, serta jasa Kustodian yang aman dan efisien.

Pasal 19

(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Lembaga Kliring dan Penjaminan atau LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian masing-masing sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

(2) Anggota direksi Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai anggota direksi, komisaris,

atau pegawai pada perusahaan lain.

(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapatdiangkat kembali.

Pasal 20

(1) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah saham atas nama yang mempunyai nilai nominal dan hak suara yang sama.

(2) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaianhanya dapat dimiliki oleh Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, BankKustodian, atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.

(3) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan, harus dimiliki oleh Bursa Efek.

(4) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian hanya dapat dilakukan kepada Bursa Efek, Perusahaan Efek, BiroAdministrasi Efek, Bank Kustodian, atau Pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dariBapepam.

(5) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan oleh Bursa Efek kepadapihak yang bukan Bursa Efek hanya dapat dilakukan sepanjang Bursa Efek tetap memilikimayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan.

(6) Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dilarangmembagikan dividen kepada pemegang saham.

Pasal 21

(1) Anggaran dasar atau peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian atau perubahannya wajib diajukan kepada Bapepam untuk memperolehpersetujuan.

(2) Dalam hal anggaran dasar atau peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau LembagaPenyimpanan dan Penyelesaian atau perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) ditolak, Bapepam memberikan alasan atas penolakan tersebut.

(3) Dalam rangka terciptanya Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien, Bapepam dapat memerintahkan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 6

Penyelesaian untuk mengubah anggaran dasar atau peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminanatau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Lembaga Kliring danPenjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian berdasarkan Peraturan Pemerintahini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB III

REKSA DANA

Pasal 23Reksa Dana berbentuk Perseroan menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Pasal 24

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diajukan kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai berikut :

a . ak ta pend i r ian Perseroan yang te lah d isahkan o leh Menter i Kehak iman;

b. nama dan alamat pendiri Reksa Dana;

c. nama dan alamat anggota direksi Reksa Dana;

d. nama dan alamat Manajer Investasi dan Bank Kustodian;

e. kontrak pengelolaan Reksa Dana;

f. kontrak mengenai jasa Kustodian atas kekayaan Reksa Dana;

g. penunjukan Profesi Penunjang Pasar Modal; dan

h. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan

i z i n u s a h a R e k s a D a n a y a n g d i t e t a p k a n l e b i h l a n j u t o l e h B a p e p a m .

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakanformulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 25

Maksud dan tujuan Reksa Dana berbentuk Perseroan hanya untuk menyelenggarakan kegiatanusaha Reksa Dana.

Pasal 26

Pengeluaran saham baru, pembelian kembali, dan pengalihan saham bagi Reksa Dana terbukaberbentuk Perseroan dapat dilakukan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 7

Pasal 27

Reksa Dana berbentuk Perseroan wajib dibubarkan dalam hal izin usaha Reksa Dana tersebutdicabut oleh Bapepam.

Pasal 28

Dalam hal Manajer Investasi dan atau direktur Reksa Dana berbentuk Perseroan melakukanpelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, peraturanpelaksanaannya, kontrak pengelolaan Reksa Dana dan atau anggaran dasar Reksa Dana,Bapepam berwenang membekukan kegiatan usaha Reksa Dana, mengamankan kekayaan, danmenunjuk Manajer Investasi lain untuk mengelola kekayaan Reksa Dana, atau mencabut izinusaha Reksa Dana dimaksud.

Pasal 29

Dalam hal Manajer Investasi untuk Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif melakukanpelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, peraturanpelaksanaannya, dan atau kontrak investasi kolektif, Bapepam berwenang membekukan kegiatanusaha Reksa Dana, mengamankan kekayaan, dan menunjuk Manajer Investasi lain untuk mengelolakekayaan Reksa Dana, atau membubarkan Reksa Dana dimaksud.

Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Reksa Dana berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB IV

PERUSAHAAN EFEK

Pasal 31

Perusahaan Efek dapat menjalankan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara PedagangEfek dan atau Manajer Investas i sete lah memperoleh iz in usaha dar i Bapepam.

Pasal 32

(1) Perusahaan Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat berbentuk :

a. Perusahaan Efek nasional, yang seluruh sahamnya dimiliki oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;

b. Perusahaan Efek patungan, yang sahamnya dimiliki oleh orang perseorangan warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum asing yang bergerak

di bidang keuangan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal Perusahaan Efek melakukan Penawaran Umum.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 8

(3) Ketentuan mengenai kepemilikan saham Perusahaan Efek oleh orang perseorangan warganegara asing dan atau badan hukum asing ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Pasal 33

(1) Perusahaan Efek waj ib memenuhi persyaratan permodalan sebagai ber ikut :

a. Modal Perusahaan Efek nasional ditetapkan sebagai berikut :

1) Perusahaan Efek nasional yang menjalankan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

2) Perusahaan Efek nasional yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara PedagangEfek memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnyasebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

3) Perusahaan Efek nasional yang menjalankan kegiatan sebagai Manajer Investasi memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

4) Perusahaan Efek nasional yang menjalankan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek dan Manajer Investasi memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh milyar lima ratus juta rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya

sebesar Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah); dan

5) Perusahaan Efek nasional yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara PedagangEfek dan Manajer Investasi memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar

Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta

rupiah).

b. Modal Perusahaan Efek patungan ditetapkan sebagai berikut :

1) Perusahaan Efek patungan yang menjalankan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

2) Perusahaan Efek patungan yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara PedagangEfek memiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang- k u r a n g n y a s e b e s a r R p 2 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 , 0 0 ( d u a r a t u s j u t a r u p i a h ) ;

3) Perusahaan Efek patungan yang menjalankan kegiatan sebagai Manajer Investasimemiliki modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 9

4) Perusahaan Efek patungan yang menjalankan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek dan Manajer Investasi memiliki modal disetor sekurang- kurangnya sebesar Rp11.000.000.000,00 (sebelas milyar rupiah) dan

memil ik i Modal Ker ja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah); dan

5) Perusahaan Efek patungan yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek dan Manajer Investasi memiliki modal disetor sekurang-kurangnya

sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan memiliki Modal Kerja BersihDisesuaikan sekurang-kurangnya sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta

rupiah).

(2) Menteri Keuangan dapat menetapkan besarnya modal disetor yang harus dipenuhi olehPerusahaan Efek, yang berbeda dengan besarnya modal disetor sebagaimana dimaksuddalam ayat (1).

(3) Bapepam dapat menetapkan besarnya Modal Kerja Bersih Disesuaikan yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Efek, yang berbeda dengan besarnya Modal Kerja Bersih Disesuaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 34

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha sebagai Perusahaan Efek diajukan kepadaB a p e p a m d i s e r t a i d e n g a n d o k u m e n d a n k e t e r a n g a n s e b a g a i b e r i k u t :

a. ak ta pendi r ian Perseroan yang te lah d isahkan o leh Menter i Kehak iman;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;

c. daftar nama direktur dan tenaga ahli yang memiliki izin orang perseorangan sebagai Wakil Perusahaan Efek dari Bapepam; dan

d. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonaniz in usaha Perusahaan Efek yang di tetapkan lebih lan jut o leh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formuliryang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 35

(1) Perusahaan Efek dilarang untuk dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung,olehorang perseorangan yang :

a. pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindakpidana di bidang keuangan; dan

b. tidak memiliki akhlak dan moral yang baik.

(2) Direktur, komisaris, atau Wakil Perusahaan Efek wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a. orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum;

b. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direktur atau komisaris yang dinyatakanbersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit;

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 10

c. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukantindak pidana di bidang keuangan;

d. memiliki akhlak dan moral yang baik; dan

e. memiliki keahlian di bidang Pasar modal.

Pasal 36

(1) Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek wajib sekurang- kurangnya memiliki seorang direktur dan seorang pegawai yang masing-masing telah mempero leh i z in o rang perseorangan sebaga i Wak i l Pen jamin Emis i E fek .

(2) Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek wajib sekurang- kurangnya memiliki seorang direktur dan seorang pegawai yang masing-masing telah memperoleh izin orang perseorangan sebagai Wakil Perantara Pedagang Efek atau Wakil

Penjamin Emisi Efek.

(3) Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Manajer Investasi wajib sekurang-kurangnya memiliki seorang direktur dan seorang pegawai yang masing-masing telahm e m p e ro l e h i z i n o r a n g p e r s e o r a n g a n s e b a g a i Wa k i l M a n a j e r I n v e s t a s i .

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Perusahaan Efek berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB V

WAKIL PERUSAHAAN EFEK

Pasal 38

(1) Izin orang perseorangan sebagai :

a. Wakil Penjamin Emisi Efek hanya diberikan kepada orang perseorangan yang memiliki

keah l ian d i b idang penjaminan emis i dan keperantara-pedagangan Efek ;

b. Wakil Perantara Pedagang Efek hanya diberikan kepada orang perseorangan yang

memiliki keahlian di bidang keperantara-pedagangan Efek; dan

c. Wakil Manajer Investasi hanya diberikan kepada orang perseorangan yang memiliki

keahlian di bidang analisa Efek dan pengelolaan Portofolio Efek.

(2) Persyaratan mengenai keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.

Pasal 39

(1) Permohonan untuk memperoleh izin sebagai Wakil Perusahaan Efek diajukan kepada Bapepamdisertai dengan dokumen dan keterangan sebagai berikut :

a. sertifikat pendidikan formal;

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 11

b. sertifikat keahlian atau keterangan pengalaman kerja; dan

c. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan izinsebagai Wakil Perusahaan Efek yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formulir yangbentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Wakil Perusahaan Efek berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB VI

PENASIHAT INVESTASI

Pasal 41

(1) Pihak yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Penasihat Investasi adalah orangperseorangan atau perusahaan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

(2) Orang perseorangan yang menjadi Penasihat Investasi atau orang perseorangan yang menjadidirektur, komisaris atau mengendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, PenasihatInvestasi yang berbentuk perusahaan wajib memenuhi persyaratan sekurang - kurangnya

sebagai berikut :

a. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindakpidana di bidang keuangan;

b. memiliki akhlak dan moral yang baik; dan

c. memiliki keahlian di bidang Pasar modal.

Pasal 42

Penasihat Investasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41 wajib sekurang-kurangnya memilikiseorang tenaga ahli yang memiliki izin sebagai Wakil Manajer Investasi.

Pasal 43

Penasihat Investasi yang melakukan kegiatan sebagai pemeringkat Efek, wajib memenuhi persyaratansebagai beriku t :

a. berbentuk Perseroan;

b. mempunyai modal disetor Rp500.000.000,00 ( l ima ratus juta rupiah); dan

c. memiliki sekurang-kurangnya seorang direktur yang mempunyai pengetahuan di bidang pemeringkat Efek.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 12

Compaq
Highlight
Compaq
Highlight

Pasal 44

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha sebagai Penasihat Investasi diajukan kepadaB a p e p a m d i s e r t a i d e n g a n d o k u m e n d a n k e t e r a n g a n s e b a g a i b e r i k u t :

a. izin sebagai Wakil Manajer Investasi;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak; dan

c. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan iz in usaha Penasihat Investasi yang di tetapkan lebih lanjut o leh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formuliryang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Penasihat Investasiberdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB VII

BANK UMUM SEBAGAI KUSTODIAN

Pasal 46

Bank Umum dapat menjalankan usaha sebagai Kustodian di bidang Pasar Modal setelah mendapatpersetujuan dari Bapepam.

Pasal 47

(1) Permohonan untuk mendapat persetujuan sebagai Kustodian diajukan kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai berikut: :

a. anggaran dasar;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak;

c. izin usaha sebagai Bank Umum;

d. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diperiksa oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam;

e. buku pedoman operasional tentang kegiatan Kustodian yang akan dilakukan serta ura ian mengenai fas i l i tas f is ik yang akan d igunakan o leh bank tersebut ;

f. rekomendasi dari Bank Indonesia; dan

g. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 13

Compaq
Highlight

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 14

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Kustodian berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB VIII

BIRO ADMINISTRASI EFEK

Pasal 49

Biro Administrasi Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Pasal 50

Modal disetor Biro Administrasi Efek sekurang-kurangnya Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah).

Pasal 51

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Biro Administrasi Efek diajukan kepada Bapepamdisertai dengan dokumen dan keterangan sebagai berikut :

a. akta pendirian yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;

c. buku pedoman operasional tentang kegiatan yang akan dilakukan serta uraian mengenai fasilitas fisik yang akan digunakan; dan

d. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan izin usaha Biro Administ ras i Efek yang di tetapkan lebih lanjut o leh Bapepam

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 52

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Biro Administrasi Efekberdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB IX

WALI AMANAT

Pasal 53

(1) Keg ia tan usaha sebaga i Wa l i Amana t dapa t d i l akukan o leh Bank Umum.

(2) Wali Amanat dapat menjalankan usaha di bidang Pasar Modal setelah terdaftar di Bapepam.

Pasal 54

(1) Permohonan untuk terdaftar sebagai Wali Amanat diajukan kepada Bapepam disertai dengandokumen dan keterangan sebagai berikut :

a. anggaran dasar;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak;

c. izin usaha sebagai Bank Umum;

d. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diperiksa oleh Akuntan yang terdaftar diBapepam;

e. rekomendasi dari Bank Indonesia; dan

f. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan penda f ta ran Wa l i Amana t yang d i te tapkan leb ih l an ju t o leh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formuliryang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Wali Amanat berdasarkanPeraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB X

PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL

Pasal 56

(1) Kegiatan Profesi Penunjang Pasar Modal dapat dilakukan oleh :

a. Akuntan;

b. Konsultan Hukum;

c. Penilai; dan

d. Notaris.

(2) Profesi Penunjang Pasar Modal hanya dapat menjalankan usaha di bidang Pasar Modal setelah terdaftar di Bapepam.

Pasal 57

(1) Permohonan untuk terdaftar sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal diajukan kepadaBapepam, dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.

(2) Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memenuhipersyaratan sebagai berikut :

a. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukantindak pidana di bidang keuangan;

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 15

b. memiliki akhlak dan moral yang baik; danc. memiliki keahlian di bidang Pasar modal.

Pasal 58

Ketentuan leb ih lan ju t yang d iper lukan bagi penye lenggaraan kegia tan Pro fes iPenunjang Pasar Modal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

BAB XI

TATA CARA PEMBERIAN ATAU PENOLAKAN IZIN, PERSETUJUAN, DAN PENDAFTARAN

Pasal 59

(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan setiap Pihak untuk memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam wajib diberikan selambat-lambatnya 45

(empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Bapepam.

(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi untuk melengkapi permohonan iz in, persetujuan, atau pendaftaran.

(3) Dalam hal perubahan dan atau tambahan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) telah disampaikan kepada Bapepam, permohonan izin, persetujuan, atau pendaftarandihitung sejak tanggal diterimanya perubahan dan atau tambahan informasi tersebut

oleh Bapepam.

Pasal 60

(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan peraturan Bursa Efek, LembagaKliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib diberikan

selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkapoleh Bapepam.

(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta untuk mengubah materi perubahan peraturan Bursa Efek, Lembaga Klir ing dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dan atau meminta tambahan informasi yang berhubungan dengan perubahan peraturan dimaksud.

(3) Dalam hal perubahan dan atau tambahan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) telah disampaikan kepada Bapepam, permohonan perubahan peraturan Bursa Efek,Lembaga Klir ing dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

dihitung sejak tanggal diterimanya perubahan atau tambahan informasi tersebut olehBapepam.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 16

BAB XII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 61

Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Wakil Penjamin Emisi Efek,Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, Biro Administrasi Efek, Kustodian, WaliAmanat, Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan,atau pendaftaran dari Bapepam, serta direktur, komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik, yang melakukan pelanggaranatas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenakan sanksi administratifberupa :

a. peringatan tertulis;

b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;

c. pembatasan kegiatan usaha;

d. pembekuan kegiatan usaha;

e. pencabutan izin usaha;

f. pembatalan persetujuan; dan

g. pembatalan pendaftaran.

Pasal 62

(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan

tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a.

(2) Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g.

Pasal 63

Setiap Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Pasal 86, dan Pasal 87 Undang-undangNomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang terlambat menyampaikan laporan sesuai denganketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam, dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :

a. Bursa Efek, Lembaga Kl i r ing dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dikenakan sanksi denda Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) atas setiap

hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda pal ing banyak Rp500.000.000,00 ( l ima ratus ju ta rupiah) ;

b. Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, atau Wali Amanat dikenakan sanksi denda Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda pal ing banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 17

c. Perusahaan Efek dikenakan sanksi denda Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah kese luruhan denda pa l ing banyak Rp100.000.000,00 (sera tus ju ta rup iah) ;

d. Penasihat Investasi dikenakan sanksi denda Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

e. Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda pal ing banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

f. Perusahaan Publik yang terlambat menyampaikan Pernyataan Pendaftarannya, dikenakansanksi denda Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan

penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan dendapaling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan

g. Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, atau setiap Pihak yang memiliki sekurang- kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik, d ikenakan sanksi denda Rp100.000,00 (seratus r ibu rupiah) atas set iap har i keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah kese luruhan denda pa l ing banyak Rp100.000.000,00 (sera tus ju ta rup iah) .

h. Pihak selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam dikenakan sanksi denda Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah kese luruhan denda pa l ing banyak Rp100.000.000,00 (sera tus ju ta rup iah) .

Pasal 64

(1) Sanksi denda, selain sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, dapat dikenakan pada Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 pal ing banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) bagi orang perseorangan dan paling banyak Rp500 .000 .000 ,00 ( l ima ra tus ju ta rup iah ) bag i P ihak yang bukan o rang

perseorangan, yang me langgar pera tu ran perundang-undangan d i b idang Pasar Modal.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalamayat (1) ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 65

(1) Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64 dikenakan untuk setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dapat diumumkan

dalam media massa oleh Bapepam.

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 18

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 19

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

(1) Perusahaan Efek Nasional yang telah memperoleh izin usaha sebagai Penjamin EmisiEfek sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib memenuhi persyaratan modal

disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a angka 1) dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

(2) Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 36 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 67

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1990 tentangPasar Modal dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 68

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1996.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1995

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 86

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG

PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

UMUM

Dalam rangka menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien, perlu ditetapkan berbagaipersyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap Pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidangPasar Modal.

Persyaratan dimaksud berlaku dalam rangka perizinan, persetujuan, atau pendaftaran BursaEfek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana,Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Wakil Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Kustodian,Wali Amanat, dan Profesi Penunjang Pasar Modal.

Di samping persyaratan yang perlu dipenuhi dalam rangka perizinan, persetujuan, atau pendaftarandimaksud, maka perlu pula diatur persyaratan penyampaian laporan yang berlaku bagi setiapPihak yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam, termasuk Emiten,Perusahaan Publik, dan direktur atau komisaris atau setiap Pihak yang memiliki sekurang-k u r a n g n y a 5 % ( l i m a p e r s e r a t u s ) s a h a m E m i t e n a t a u P e r u s a h a a n P u b l i k .

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan dimaksud, ditetapkan oleh Bapepam.

Selanjutnya, dalam rangka penegakan berbagai peraturan di bidang Pasar Modal, perlu puladiatur ketentuan tentang pengenaan sanksi administratif.

Dengan mengingat ragam serta jenis pelanggaran yang ada dalam kegiatan Pasar Modal, makapada dasarnya Peraturan Pemerintah ini menyerahkan lebih lanjut mengenai pengaturan sanksiadministratif kepada Bapepam dalam batas-batas yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintahini.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan sebagai penjabaran lebih lanjut Undang-undangNomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintahtentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

huruf a

II- 20

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Yang dimaksud dengan proyeksi keuangan adalah kemampuan Bursa Efek untukmenghasilkan arus kas dalam kegiatan usahanya di masa yang akan datang.

huruf f

Cukup jelas

huruf g

Cukup jelas

huruf h

Cukup jelas

huruf i

Cukup jelas

huruf j

Cukup jelas

huruf k

Dokumen dan keterangan pendukung tersebut semata-mata untuk melengkapi dokumendan keterangan yang telah disebutkan dalam huruf a sampai dengan huruf j, dan bukanmerupakan persyaratan baru. Hal yang sama juga berlaku untuk ketentuan yang samadengan ketentuan ini dalam rangka persyaratan permohonan izin usaha, persetujuandan atau pendaftaran kegiatan usaha di bidang Pasar Modal yang lain sebagaimanadiatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 21

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

huruf c

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Kesempatan untuk ikut serta dalam pelelangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini

hanya terbuka bagi Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai Perantara

Pedagang Efek dari Bapepam dan memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek,

sepanjang Perusahaan Efek tersebut belum menjadi pemegang saham Bursa Efek

dimaksud.

Ayat (4)

Cukup jelas

II- 22

Pasal 9

Ayat (1)

Penentuan jumlah anggota direksi dan komisaris didasarkan pada kebutuhanpenyelenggaraan kegiatan Bursa Efek.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari atau mencegah terjadinya pengendalianBursa Efek oleh satu Perusahaan Efek.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Bursa Efek semata-mata berfungsi untuk menyelenggarakan dan menyediakan sistem

dan atau sarana perdagangan Efek, sehingga Anggota Bursa Efek dapat melakukan

penawaran jual dan beli Efek secara teratur, wajar, dan efisien. Atas dasar itu pendapatan

Bursa Efek yang pada dasarnya diperoleh dari pungutan berupa iuran anggota, biaya

transaksi, dan biaya pencatatan Efek terutama dipergunakan untuk mencapai pelaksanaan

fungsi tersebut.

Pasal 11

huruf a

Hubungan kepemilikan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf ini terjadi

apabila satu Perusahaan Efek memiliki saham Perusahaan Efek lain yang juga menjadi

pemegang saham Bursa Efek yang sama sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus)

dari saham yang mempunyai hak suara.

Hubungan kepemilikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf ini

terjadi apabila sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari saham yang

mempunyai hak suara yang telah dikeluarkan oleh 2 (dua) Perusahaan Efek atau lebih

yang menjadi pemegang saham Bursa Efek yang sama dimiliki oleh Pihak yang sama.

Hubungan antara 2 (dua) Perusahaan Efek atau lebih dimaksud merupakan hubungan

kepemilikan secara tidak langsung.

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 23

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

huruf b

Perangkapan sebagai anggota direksi atau komisaris dalam huruf ini terjadi apabiladirektur atau komisaris suatu Perusahaan Efek juga menduduki jabatan sebagai direkturdan a tau komisar is Perusahaan E fek la in pada saat yang bersamaan.

huruf c

Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam huruf ini antara lain pengendalian yangdilakukan oleh Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, atas 2 (dua) PerusahaanEfek atau lebih yang menjadi pemegang saham Bursa Efek yang sama.

Pasal 12

Saham Bursa Efek yang dimiliki oleh Perusahaan Efek merupakan jaminan atas transaksiEfek yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bersangkutan. Untuk itu, maka surat sahamBursa Efek tersebut wajib diserahkan kepada Lembaga Klir ing dan Penjaminan.

Dengan penyerahan surat saham Bursa Efek tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminandiberi kuasa berdasarkan Peraturan Pemerintah ini untuk menjual saham Bursa Efek tersebutbagi pemenuhan kewajiban yang timbul sehubungan transaksi Efek yang dilakukannya.

Pasal 13

Ayat (1)

Berdasarkan ketentuan ini anggaran dasar Bursa Efek atau perubahannya diajukanterlebih dahulu kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan sebelum diajukankepada Menteri Kehakiman.

Ayat (2)

Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini antara lain dilakukan apabila anggarandasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya bertentangan dengan peraturanperundang-undangan di bidang Pasar Modal atau dapat menghambat terciptanya PasarModal yang teratur, wajar, dan efisien.

Ayat (3)

Peraturan Bursa Efek yang dianggap menghambat bagi terciptanya Pasar Modal yangteratur, wajar, dan efisien antara lain peraturan Bursa Efek yang melarang dilakukannyapencatatan Efek pada Bursa Efek lain.

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

II- 24

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

Pasal 17

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Yang dimaksud dengan proyeksi keuangan adalah kemampuan Lembaga Kliringdan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk menghasilkana r u s k a s d a l a m k e g i a t a n u s a h a n y a d i m a s a y a n g a k a n d a t a n g .

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

huruf f

Cukup jelas

huruf g

Cukup jelas

huruf h

Cukup jelas

huruf i

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 18

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

II- 25

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

Pasal 19

Ayat (1)

Penentuan jumlah anggota direksi dan komisaris didasarkan pada kebutuhanpenyelenggaraan kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “mayoritas” dalam ketentuan ini adalah kepemilikan saham lebihdari 50% (l ima puluh perseratus) dari modal yang ditempatkan dan disetor.

Ayat (6)

Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian semata-mata berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan kliring, penjaminan, penyelesaianTransaksi Bursa, dan Kustodian sentral secara aman, teratur, wajar dan efisien. Atasdasar itu pendapatan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanandan Penyelesaian terutama dipergunakan untuk membiayai pelaksanaan fungsi tersebut.

Pasal 21

Ayat (1)

Berdasarkan ketentuan ini anggaran dasar Lembaga Kliring dan Penjaminan atauLembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau perubahannya diajukan terlebih dahulukepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan sebelum diajukan kepada MenteriKehakiman.

II- 26

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

Ayat (2)

Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini antara lain dilakukan apabila anggarandasar atau peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian atau perubahannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangandi bidang pasar modal atau dapat menghambat terciptanya pasar modal yang teratur,wajar, dan efisien.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

huruf f

Cukup jelas

huruf g

Cukup jelas

huruf h

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

II- 27

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 28

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelasPasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

huruf a

angka 1)

Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) atau disebut pula net adjusted working

capital adalah jumlah kas dan bank, Portofolio Efek, dan aktiva lain Perusahaan

Efek dikurangi dengan seluruh utang Perusahaan Efek, sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bapepam.

angka 2)

Cukup jelas

angka 3)

Cukup jelas

angka 4)

Cukup jelas

angka 5)

Cukup jelas

huruf b

angka 1)

Cukup jelas

angka 2)

Cukup jelas

angka 3)

Cukup jelas

angka 4)

Cukup jelas

angka 5)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 29

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat 1)

huruf a

Tindak pidana di bidang keuangan antara lain tindak pidana di bidang perbankan,atau Pasar Modal, atau perpajakan.

huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Orang perseorangan yang telah memiliki izin sebagai Wakil Penjamin Emisi Efekdapat melakukan kegiatan sebagai Waki l Perantara Pedagang Efek.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

PP. No. : 45 Tahun 1995

II- 30

Pasal 38

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 31

huruf c

Cukup jelas

Pasal 42

Dalam hal Penasihat Investasi adalah orang perseorangan dan yang bersangkutan telahmemperoleh izin sebagai Wakil Manajer Investasi, maka orang perseorangan tersebut tidakwajib menunjuk Wakil Manajer Investasi lain.

Pasal 43

Kegiatan pemeringkat Efek adalah kegiatan membuat penilaian mengenai kualitas atassuatu Efek dalam bentuk kode yang dibakukan.

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 32

Pasal 47

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

huruf f

Cukup jelas

huruf g

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 33

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

huruf f

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 34

Pasal 55Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam hal Pihak yang melakukan kegiatan sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal bukanmerupakan orang perseorangan, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat iniberlaku pula bagi pengurus, pengawas, dan Pihak yang melakukan pengendalian, baiklangsung maupun t idak langsung, a tas Pro fes i Penun jang Pasar Moda l .

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Persyaratan mengenai keahlian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, dapatberupa sertifikat pendidikan di bidang Pasar Modal.

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 35

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 36

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 61Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 63

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Pengenaan sanksi denda kepada Perusahaan Efek sebagaimana dimaksud dalam huruf

in i te rmasuk pu la pengenaan sanks i denda kepada Mana jer Inves tas i .

huruf d

Cukup jelas

huruf e

Cukup jelas

huruf f

Cukup jelas

huruf g

Cukup jelas

huruf h

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengenaan sanksi denda yang dimaksud dalam ketentuan ini misalnya terhadap tidakdipenuhinya persyaratan Modal Kerja Bersih Disesuaikan oleh Perusahaan Efek.

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3617

Penjelasan PP. No. : 45/ 1995

II- 37

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2004

TENTANG

PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Perusahaan Efek melalui peningkatanpermodalan Perusahaan Efek dan untuk menjamin hak-hak kepemilikan PerusahaanEfek pada Bursa Efek, maka perlu dilakukan perubahan terhadap PeraturanPemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang PasarModal;

a.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dipandangperlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas PeraturanPemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang PasarModal;

b.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor3608);

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan diBidang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 86,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3617);

3.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURANPERMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATANDI BIDANG PASAR MODAL.

Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 8 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentangPenyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyisebagai berikut :

“Pasal 8

(1)

(2)

(3)

(4)

Perusahaan Efek yang telah menjadi pemegang saham Bursa Efek tetapi kemudiantidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Anggota Bursa Efek atau tidak lagi menjadiAnggota Bursa Efek, wajib mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepadaPerusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai anggota Bursa Efek ataumengajukan permintaan penjualan saham dimaksud kepada Bursa Efek, dalamjangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak saat Perusahaan Efektidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek atau tidak lagi menjadiAnggota Bursa Efek.

Dalam hal kepemilikan saham belum beralih dalam jangka waktu sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) atau Perusahaan Efek mengajukan permintaan penjualansaham kepada Bursa Efek, Bursa Efek melelang saham dimaksud pada tingkat hargaterbaik atau membeli kembali saham tersebut pada harga nominal.

Pelelangan dan pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),dilakukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejaklewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau sejak Bursa Efekmenerima pengajuan permintaan penjualan.

Dalam hal Bursa Efek memutuskan untuk melelang saham sebagaimana dimaksuddalam ayat (2), namun dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksuddalam ayat (3) saham dimaksud tidak terjual, maka Bursa Efek membeli sahamtersebut pada harga nominal.”

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintahini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 Maret 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Maret 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 27

Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris KabinetBidang Hukum dan

Perundang-undangan,

Lambock V. Nahattands

PENJELASAN

ATASPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2004

TENTANG

PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN

DI BIDANG PASAR MODAL

UMUM

Dalam rangka menciptakan Pasar Modal yang wajar, teratur dan efisien serta mampu bersaing dalamera perdagangan bebas, diperlukan upaya untuk meningkatkan kinerja Perusahaan Efek antara lainkualitas pelayanan, kualitas sumber daya manusia, ketaatan terhadap peraturan dan kualitas sistemback office. Peningkatan kinerja Perusahaan Efek ini dapat dilakukan dengan memperkuat kondisikeuangan dan kemampuan operasional Perusahaan Efek melalui peningkatan permodalanPerusahaan Efek.

Peningkatan permodalan Perusahaan Efek dimaksud sejalan dengan General Principles InternationalOrganization of Securities Commision (IOSCO), yang menyatakan bahwa harus ada peningkatansecara terus menerus tentang persyaratan untuk menjadi Perusahaan Efek yang memperhatikanprinsip kehati-hatian, seperti struktur permodalan awal dan pemeliharaannya sehubungan denganperkembangan potensi risiko yang ditanggung oleh Perusahaan Efek.

Dengan adanya peningkatan permodalan bagi Perusahaan Efek, maka untuk melindungi kepentinganPerusahaan Efek yang saat ini telah memiliki saham Bursa Efek, maka jangka waktu pengalihansaham Bursa Efek yang dimilikinya kepada pihak lain perlu diperpanjang.

PASAL DEMI PASAL Pasal I

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal II

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4372

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 1 TAHUN 2004

TENTANG

PERBENDAHARAAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan

bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola

dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara;

b. bahwa pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu

dilaksanakan secara terbuk a dan bertanggung jawab untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD);

c. bahwa dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan

negara diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara

yang mengatur perbendaharaan negara;

d. bahwa Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/ Indische

Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana

telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-

undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1968 Nomor 53), tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, huruf c, dan huruf d di atas perlu dibentuk Undang-undang

tentang Perbendaharaan Negara;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23, dan Pasal 23C Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama

Pengertian

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan

negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN

dan APBD.

2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri

Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan

negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

3. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung

seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank

sentral.

4. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh

gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar

seluruh pengeluaran daerah.

5. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang

ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah

dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

6. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat

dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian

atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

akibat lainnya yang sah.

7. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah

dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat

perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau akibat lainnya yang sah.

8. Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau

kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang

sah.

9. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau

kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang

sah.

10. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN

atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD

atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

12. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran

kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik

negara/daerah.

14. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama

negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat

berharga atau barang-barang negara/daerah.

15. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi

bendahara umum negara.

16. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi

bendahara umum daerah.

17. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,

menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang pendapatan

negara/ daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/ APBD pada kantor/ satuan kerja

kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

18. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,

membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan

belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja

kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.

19. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan

keuangan kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan.

20. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non

kementerian negara/lembaga negara.

21. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro keuangan/bagian

keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak

sebagai Bendahara Umum Daerah.

22. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang

nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja

maupun lalai.

23. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

24. Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Dasar 1945 Pasal

23D.

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 2

Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, meliputi:

a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;

b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;

c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;

d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;

e. pengelolaan kas;

f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;

g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;

h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;

i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;

j. penyelesaian kerugian negara/daerah;

k. pengelolaan Badan Layanan Umum;

l. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan

pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

Bagian Ketiga

Asas Umum

Pasal 3

(1) Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk

melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.

(2) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk

melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.

(3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban

APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau

tidak cukup tersedia.

(4) Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan

program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.

(5) Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan

program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.

(6) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga

disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan

pemerintah.

(7) Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD

dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

BAB II

PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

Bagian Pertama

Pengguna Anggaran

Pasal 4

(1) Menteri/ pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi

kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.

(2) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian

negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:

a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;

d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;

e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran;

g. menggunakan barang milik negara;

h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;

i. mengawasi pelaksanaan anggaran;

j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara/lembaga

yang dipimpinnya.

Pasal 5

Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:

a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

b. menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara

Pengeluaran;

c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;

d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;

f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan

pembayaran.

Pasal 6

(1) Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

(2) Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat

Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya

berwenang:

a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

e. mengelola utang dan piutang;

f. menggunakan barang milik daerah;

g. mengawasi pelaksanaan anggaran;

h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; satuan kerja perangkat daerah yang

dipimpinnya.

Bagian Kedua

Bendahara Umum Nega ra/Daerah

Pasal 7

(1) Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.

(2) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang:

a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;

d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;

e. menunjuk bank dan/ atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan

penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran

negara;

g. menyimpan uang negara;

h. menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan investasi;

i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas

beban rekening kas umum negara;

j. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;

k. memberikan pinjaman atas nama pemerintah;

l. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;

m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi

pemerintahan;

n. melakukan penagihan piutang negara;

o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;

p. menyajikan informasi keuangan negara;

q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik

negara;

r. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran

pajak;

s. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.

Pasal 8

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara

Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangk a pelaksanaan

anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.

(2) Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan

menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan

mempertanggungjawab -kan uang dan surat berharga yang berada dalam

pengelolaannya.

(3) Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas

Negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.

(4) Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang

negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.

(5) Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak

ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

Pasal 9

(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adal ah Bendahara Umum Daerah.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah

berwenang :

a. menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas

daerah;

e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau

lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

h. menyimpan uang daerah;

i. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi;

j. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas

beban rekening kas umum daerah;

k. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah

daerah;

l. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

m. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

n. melakukan penagihan piutang daerah;

o. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

p. menyajikan informasi keuangan daerah;

q. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik

daerah.

Bagian Ketiga

Bendahara Penerimaan/Pengeluaran

Pasal 10

(1) Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara

Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan

anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

(2) Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara

Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan

anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

(3) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.

(4) Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa

Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.

(5) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun

tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau

bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.

BAB III

PELAKSANAAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA/DAERAH

Bagian Pertama

Tahun Anggaran

Pasal 11

Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31

Desember.

Pasal 12

(1) APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:

a. hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;

b. kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;

c. penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima

kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun -tahun

anggaran berikutnya.

(2) Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum

Negara.

Pasal 13

(1) APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:

a. hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;

b. kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;

c. penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima

kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun -tahun

anggaran berikutnya.

(2) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum

Daerah.

Bagian Kedua

Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Pasal 14

(1) Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua menteri/

pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-

masing kementerian negara/ lembaga.

(2) Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk

kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang

ditetapkan oleh Presiden.

(3) Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan,

anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan

dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan.

(4) Pada dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan

rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian

negara yang bersangkutan.

(5) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan

disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, kuasa bendahara umum negara, dan

Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 15

(1) Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah memberitahukan

kepada semua kepala satuan kerja perangkat daerah agar menyampaikan dokumen

pelaksanaan anggaran untuk masing-masing satuan kerja perangkat daerah.

(2) Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk

satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang

ditetapkan oleh gubernur/ bupati/walikota.

(3) Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran

yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap

satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

(4) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan

Daerah disampaikan kepada Kepala satuan kerja perangkat daerah dan Badan

Pemeriksa Keuangan.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

Pasal 16

(1) Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai

sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi

wewenang dan tanggung jawabnya.

(2) Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang

selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.

(3) Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh

digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.

(4) Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak

negara/daerah.

Bagian Keempat

Pelaksanaan Anggaran Belanja

Pasal 17

(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana

tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.

(2) Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen

pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang

mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah

ditetapkan.

Pasal 18

(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan

pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-

tagihan atas beban APBN/APBD.

(2) Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran berwenang:

a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;

b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyarat-an/kelengkapan sehubungan

dengan ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;

c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;

d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang

bersangkutan;

e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.

(3) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokum en yang berkaitan dengan

surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab

atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Pasal 19

(1) Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum

Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk:

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam

perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;

e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang

ditetapkan.

Pasal 20

(1) Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBD dilakuk an oleh Bendahara Umum

Daerah.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Bendahara Umum Daerah berkewajiban untuk:

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna

Anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam

perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah;

e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh

Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 21

(1) Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau

jasa diterima.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/ lembaga/ satuan kerja

perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran dapat

diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.

(3) Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang

dikelolanya setelah :

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah

pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

(4) Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi.

(5) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang

dilaksanakannya.

(6) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

peraturan pemerintah.

BAB IV

PENGELOLAAN UANG

Bagian Pertama

Pengelolaan Kas Umum Negara/Daerah

Pasal 22

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan

menyelenggarakan rekening pemerintah.

(2) Dalam rangka penyelenggaraan rekening pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Menteri Keuangan membuka Rekening Kas Umum Negara.

(3) Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.

(4) Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara

Umum Negara dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada

bank umum.

(5) Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari.

(6) Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke

Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.

(7) Dalam hal kewajiban penyetoran tersebut secara teknis belum dapat dilakukan setiap

hari, Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran secara berkala.

(8) Rekening Pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang bersumber dari

Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral.

(9) Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (8) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan

pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBN.

Pasal 23

(1) Pemerintah Pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada

bank sentral.

(2) Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta

biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank sentral, ditetapkan

berdasarkan kesepakatan Gubernur bank sentral dengan Menteri Keuangan.

Pasal 24

(1) Pemerintah Pusat/ Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang

disimpan pada bank umum.

(2) Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang

berlaku.

(3) Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank umum yang

bersangkutan.

Pasal 25

(1) Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah merupakan Pendapatan

Negara/Daerah.

(2) Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum dibebankan pada

Belanja Negara/Daerah.

Pasal 26

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal tertentu dapat menunjuk

badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran negara untuk

mendukung kegiatan operasional kementerian negara/lembaga.

(2) Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam suatu

kontrak kerja.

(3) Badan lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban

menyampaikan laporan secara berkala kepada Bendahara Umum Negara mengenai

pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran sesuai dengan tugas dan tanggung

jawabnya.

Pasal 27

(1) Dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah, Pejabat Pengelola

Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang ditentukan

oleh gubernur/bupati/walikota.

(2) Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Bendahara

Umum Daerah dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada

bank yang ditetapkan oleh gubernur/ bupati/walikota.

(3) Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk

menampung Penerimaan Daerah setiap hari.

(4) Saldo Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap akhir hari kerja

wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah.

(5) Rekening Pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan

dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Daerah.

(6) Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan

pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 28

(1) Pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur dengan peraturan

pemerintah setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral.

(2) Pedoman lebih lanjut mengenai pengelolaan uang negara/daerah sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berkaitan dengan

pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur dengan peraturan daerah.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Penerimaan Negara/Daerah oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja

Perangkat Daerah

Pasal 29

(1) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening untuk

keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian negara/lembaga yang

bersangkutan setelah memperoleh persetujuan dari Bendahara Umum Negara.

(2) Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan

negara di lingkungan kementerian negara/lembaga.

(3) Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan

pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 30

(1) Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan

pelaksanaan penerimaan di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

(2) Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan

satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.

Bagian Ketiga

Pengelolaan Uang Persediaan untuk Keperluan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan

Kerja Perangkat Daerah

Pasal 31

(1) Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan

pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah

mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(2) Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus

dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian

negara/lembaga.

(3) Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan

pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 32

(1) Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan

pelaksanaan pengeluaran di lingkungan satuan kerja perangkat daerah.

(2) Gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus

dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran satuan kerja perangkat

daerah.

BAB V

PENGELOLAAN PIUTANG DAN UTANG

Bagian Pertama

Pengelolaan Piutang

Pasal 33

(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah

Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang

tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.

(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai

dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.

(3) Tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 34

(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan

negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan

seluruhnya dan tepat waktu.

(2) Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu,

diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 35

Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 36

(1) Penyelesaian piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan

dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara

penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.

(2) Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut piutang

negara ditetapkan oleh:

a. Menteri Keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati tidak lebih dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

b. Presiden, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00

(seratus miliar rupiah);

c. Presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian

piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar

rupiah).

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut piutang

Pemerintah Daerah ditetapkan oleh:

a. Gubernur/bupati/walikota, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati tidak

lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

b. Gubernur/bupati/walikota, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati lebih dari

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4) Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),

ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 37

(1) Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan,

kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri

dalam undang-undang.

(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang

Pemerintah Pusat, ditetapkan oleh:

a. Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah);

b. Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

c. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari

Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang

Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh:

a. Gubernur/ bupati/ walikota untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah);

b. Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

untuk jumlah lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4) Perubahan atas jumlah uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

ditetapkan dengan undang-undang.

(5) Tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta dalam Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3) diatur

dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Pengelolaan Utang

Pasal 38

(1) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri

Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari

dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

dalam Undang-undang APBN.

(2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada

Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.

(3) Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara.

(4) Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam

negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada

Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 39

(1) Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan pelaksanaan pinjaman

daerah sesuai dengan keputusan gubernur/ bupati/walikota.

(3) Biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran

Belanja Daerah.

(4) Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut

dengan peraturan pemerintah.

Pasal 40

(1) Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun

sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.

(2) Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang

berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa

kedaluwarsa.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran

kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.

BAB VI

PENGELOLAAN INVESTASI

Pasal 41

(1) Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat

ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk saham, surat

utang, dan investasi langsung.

(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

(4) Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/ daerah/swasta ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

(5) Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/ daerah/swasta

ditetapkan dengan peraturan daerah.

BAB VII

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Pasal 42

(1) Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara.

(2) Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga

yang dipimpinnya.

(3) Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna

Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.

Pasal 43

(1) Gubernur/bupati/walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas

penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang

ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.

(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi satuan kerja

perangkat daerah yang dipimpinnya.

Pasal 44

Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan

barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Pasal 45

(1) Barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan

negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.

(2) Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual,

dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat

persetujuan DPR/DPRD.

Pasal 46

(1) Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:

a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.

b. tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak

termasuk tanah dan/atau bangunan yang:

1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan

dalam dokumen pelaksanaan anggaran;

3) diperuntukkan bagi pegawai negeri;

4) diperuntukkan bagi kepentingan umum;

5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap dan/ atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan,

yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

c. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang

bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai

lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan

Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan

Presiden.

(3) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai

sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah

mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 47

(1) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:

a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.

b. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak

termasuk tanah dan/atau bangunan yang:

1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan

dalam dokumen pelaksanaan anggaran;

3) diperuntukkan bagi pegawai negeri;

4) diperuntukkan bagi kepentingan umum;

5) dikuasai daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan,

yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai

lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). dilakukan setelah mendapat

persetujuan gubernur/bupati/walikota.

Pasal 48

(1) Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-

hal tertentu.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 49

(1) Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah

harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang

bersangkutan.

(2) Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan

ditatausahakan secara tertib.

(3) Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan

pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota untuk

kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.

(4) Barang milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai

pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.

(5) Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk

mendapatkan pinjaman.

Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah

diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII

LARANGAN PENYITAAN UANG DAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DAN/ATAU YANG

DIKUASAI NEGARA/DAERAH

Pasal 50

Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:

a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi

Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;

c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah

maupun pada pihak ketiga;

d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;

e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk

penyelenggaraan tugas pemerintahan.

BAB IX

PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBN/APBD

Bagian Pertama

Akuntansi Keuangan

Pasal 51

(1) Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum

Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan

ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.

(2) Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna

Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan

ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung

jawabnya.

(3) Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk menyusun

laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi

pemerintahan.

Bagian Kedua

Penatausahaan Dokumen

Pasal 52

Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan

negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Pertanggungjawaban Keuangan

Pasal 53

(1) Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional

atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara

Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.

(2) Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.

(3) Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan

ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang

dilakukannya.

(4) Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dari segi

hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran

yang dilakukannya.

Pasal 54

(1) Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada

Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada

dalam penguasaannya.

(2) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada

Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.

Bagian Keempat

Laporan Keuangan

Pasal 55

(1) Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

(2) Dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1):

a. Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun

dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran,

Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan

Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.

b. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada

Menteri Keuangan selambat -lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran

berakhir.

c. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Arus Kas

Pemerintah Pusat;

d. Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan

negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Presiden kepada

Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran

berakhir.

(4) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan

pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem

pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan

sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah diatur

dengan peraturan pemerintah.

Pasal 56

(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan

Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada

gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD.

(2) Dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1):

a. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna

Barang menyusun dan meny ampaikan laporan keuangan yang meliputi laporan

realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.

b. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada

kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selambat-lambatnya 2 (dua) bulan

setelah tahun anggaran berakhir.

c. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah

menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah;

d. Gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam kepemilikan

kekayaan daerah yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan

daerah.

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga)

bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(4) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan

sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah

diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Bagian Kelima

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

Pasal 57

(1) Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan

dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.

(2) Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi

pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.

(3) Pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar

Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

keputusan Presiden.

BAB X

PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

Pasal 58

(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan

keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan

menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara

menyeluruh.

(2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

peraturan pemerintah.

BAB XI

PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH

Pasal 59

(1) Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau

kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena

perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya

secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.

(3) Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah

dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam

kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi

kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.

Pasal 60

(1) Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor

kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa

Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.

(2) Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri

bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan

kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) segera dimintakan surat

pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi

tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.

(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat

menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan

segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara

kepada yang bersangkutan.

Pasal 61

(1) Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja

perangkat daerah kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan

Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu

diketahui.

(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri

bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan

kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan

surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi

tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.

(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat

menjamin pengembalian kerugian daerah, gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan

segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara

kepada yang bersangkutan.

Pasal 62

(1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan.

(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara

diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab

keuangan negara.

Pasal 63

Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan

oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.

Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk

mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

Pasal 65

Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti

rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut

atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti

rugi terhadap yang bersangkutan.

Pasal 66

(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai

tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau

meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada

pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau

diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau

pejabat lain yang bersangkutan.

(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti

kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila

dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan

kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang

bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain

yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai

adanya kerugian negara/daerah.

Pasal 67

(1) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah sebagaimana diatur dalam Undang-

undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik negara/daerah, yang

berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat

lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

(2) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-undang ini berlaku pula

untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan badan-badan lain yang

menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, sepanjang tidak diatur dalam undang-

undang tersendiri.

BAB XII

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

Pasal 68

(1) Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

(2) Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak

dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan

kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.

(3) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri

Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas

bidang pemerintahan yang bersangkutan.

(4) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat

pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja

perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang

bersangkutan.

Pasal 69

(1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.

(2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum

disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan

anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah

daerah.

(3) Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan anggaran

tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalam

rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah yang

bersangkutan.

(4) Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan

yang diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah.

(5) Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau

badan lain.

(6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakan

langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam

peraturan pemerintah.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 70

(1) Jabatan fungsional bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dibentuk

selambat -lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.

(2) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis

akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-undang ini

dilaksanakan selambat -lambatnya pada tahun anggaran 2008 da n selama pengakuan

dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan

pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

(3) Penyimpanan uang negara dalam Rekening Kas Umum Negara pada Bank Sentral

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilak sanakan secara bertahap, sehingga

terlaksana secara penuh selambat -lambatnya pada tahun 2006.

(4) Penyimpanan uang daerah dalam Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang telah

ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaksanakan secara bertahap,

sehingga terlaksana secara penuh selambat -lambatnya pada tahun 2006.

Pasal 71

(1) Pemberian bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)

mulai dilaksanakan pada saat penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan Surat Utang

Negara sebagai instrumen moneter.

(2) Penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan Surat Utang Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai tahun 2005.

(3) Selama Surat Utang Negara belum sepenuhnya menggantikan Sertifikat Bank Indonesia

sebagai instrumen moneter, tingkat bunga yang diberikan adalah sebesar tingkat bunga

Surat Utang Negara yang berasal dari penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 72

Pada saat berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische

Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali

diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) dinyatakan tidak

berlaku.

Pasal 73

Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-undang ini sudah selesai selambat -

lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 74

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 14 Januari 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 14 Januari 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 5

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2004

TENTANG

PERBENDAHARAAN NEGARA

I. UMUM

1. Dasar Pemikiran

Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu

sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang

diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan negara tersebut, pada

tanggal 5 April 2003 telah diundangkan Undang-undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 ini

menjabarkan lebih lanjut aturan-aturan pokok yang telah ditetapkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke dalam

asas-asas umum pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan

Negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, perlu ditetapkan kaidah-

kaidah hukum administrasi keuangan negara.

Sampai dengan saat ini, kaidah-kaidah tersebut masih didasarkan pada

ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische

Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana

telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun

1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) Undang-undang

Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan

pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan

demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, Undang-undang

tersebut perlu diganti dengan undang-undang baru yang mengatur kembali

ketentuan di bidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan

perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.

2. Pengertian, Ruang Lingkup, dan Asas Umum Perbendaharaan Negara

Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan

untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan

negara. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan

bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan

kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang

Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum

perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara,

pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang

negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah,

pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan

dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah,

penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan

badan layanan umum.

Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan

negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara ini menganut asas

kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas

kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja

Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas

universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan

secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa

berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas

mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas

peruntukannya. Demikian pula Undang-undang Perbendaharaan

Negara ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas, serta

menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran.

Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara

ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan

kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk

menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana

tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk

penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-

kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah.

Oleh karena itu Undang-undang Perbendaharaan Negara ini selain

menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan

Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula

untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi

daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pejabat Perbendaharaan Negara

Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai

pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah

Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,

sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah

Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu

pemerintahan.

Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan

bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara

nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan

bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan

tugas dan fungsi masing-masing.

Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para

menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk

meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji

(check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu

dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan

administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan.

Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada

kementerian negara/lembaga, sementara penyeleng-garaan

kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian

Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan

perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya

penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan

pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian

negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta

memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul

sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan

pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara

bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan

penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran

penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti

seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas

keuangan, dan manajer keuangan.

Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspekrechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat

terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan

fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit

yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian,

dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat

penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan

yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur)

dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola

pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah

yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami

?deformasi? sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau

meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan

penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola

pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten.

4. Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan

pemerintahan

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan

negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan

dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang

terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi,

terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai

terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan

yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash)

untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang

selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam pengelolaan

keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk menyamakan

pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan

keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara adalah suatu

lembaga politik.

Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan

hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara

berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare

state).

Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini

dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat

aparatur pemerintah yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan

keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok

profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan pemerintah dengan

menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance)

yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan.

Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-

prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan

kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang

piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini

belum mendapat perhatian yang memadai.

Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah, dalam Undang-undang

Perbendaharaan Negara ini ditegaskan kewenangan Menteri Keuangan

untuk mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah,

menyimpan uang negara dalam rekening kas umum negara pada bank

sentral, serta ketentuan yang mengharuskan dilakukannya optimalisasi

pemanfaatan dana pemerintah. Untuk meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan piutang negara/daerah, diatur kewenangan

penyelesaian piutang negara dan daerah. Sementara itu, dalam rangka

pelaksanaan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk

mengadakan utang negara/daerah. Demikian pula, dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan investasi dan barang

milik negara/daerah dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini

diatur pula ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan investasi

serta kewenangan mengelola dan menggunakan barang milik

negara/daerah.

5. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan

keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu

disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi

pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang

mengatur mengenai hal-hal tersebut agar:

• Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi;

• Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan standar

akuntansi keuangan pemerintahan, yang terdiri dari Laporan Realisasi

Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas disertai dengan catatan

atas laporan keuangan;

• Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban

setiap entitas pelaporan yang meliputi laporan keuangan pemerintah

pusat, laporan keuangan kementerian negara/lembaga, dan laporan

keuangan pemerintah daerah;

• Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-

lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan

berakhir;

• Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa

ekstern yang independen dan profesional sebelum disampaikan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat;

• Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan

yang mengacu kepada manual Statistik Keuangan Pemerintah

(Government Finance Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi

kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis

perbandingan antarnegara (cross country studies), kegiatan

pemerintahan, dan penyajian statistik keuangan pemerintah.

Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang

transparan dan akuntabel karena belum sepenuhnya disusun mengikuti

standar akuntansi pemerintahan yang sejalan dengan standar akuntansi

sektor publik yang diterima secara internasional. Standar akuntansi

pemerintahan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjadi acuan bagi

Pemerintah Pusat dan seluruh Pemerintah Daerah di dalam menyusun dan

menyajikan Laporan Keuangan.

Standar akuntansi pemerintahan ditetapkan dalam suatu peraturan

pemerintah dan disusun oleh suatu Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar komite dimaksud

terjamin independensinya, komite harus dibentuk dengan suatu keputusan

Presiden dan harus bekerja berdasarkan suatu due process. Selain itu, usul

standar yang disusun oleh komite perlu mendapat pertimbangan dari Badan

Pemeriksa Keuangan. Bahan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan

digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan. Hasil penyempurnaan

tersebut diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, dan selanjutnya

usul standar yang telah disempurnakan tersebut diajukan oleh Menteri

Keuangan untuk ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat

memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem

Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian

negara/lembaga.

Selain itu, perlu pula diatur agar laporan pertanggungjawaban keuangan

pemerintah dapat disampaikan tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat

bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada

DPR/DPRD, BPK memegang peran yang sangat penting dalam upaya

percepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada

DPR/DPRD. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Pasal 30 dan Pasal 31

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang

menetapkan bahwa audit atas Laporan Keuangan Pemerintah harus

diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Laporan Keuangan

tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah. Selama ini, menurut Pasal 70

ICW, BPK diberikan batas waktu 4 (empat) bulan untuk menyelesaikan tugas

tersebut.

6. Penyelesaian Kerugian Negara

Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat

tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam Undang-undang

Perbendaharaan Negara ini diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian

negara/daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Perbendaharaan

Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan

oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh

pihak yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah

dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.

Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian negara/

lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan

tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi

kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara

ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti

kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara

ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah

ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi

administratif dan/atau sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran

administratif dan/atau pidana.

7. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk

Badan Layanan Umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada

masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam

rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara yang tidak

dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk

menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.

Berkenaan dengan itu, rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan

kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan

kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum dilakukan oleh Menteri Keuangan,

sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab

atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Program Pemerintah Pusat dimaksud diusulkan di dalam Rancangan

Undang-undang tentang APBN serta disusun sesuai dengan kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam

menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman kepada rencana

kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Ayat (5)

Program Pemerintah Daerah dimaksud diusulkan di dalam Rancangan

Peraturan Daerah tentang APBD serta disusun sesuai dengan kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemampuan dalam

menghimpun pendapatan daerah dengan berpedoman kepada rencana

kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Denda dan/atau bunga dimaksud dapat dikenakan kepada kedua belah pihak.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Gubernur/bupati/walikota menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara

Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran berdasarkan usulan Pengguna

Anggaran yang bersangkutan.

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah pembelian

Surat Utang Negara.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Cukup jelas

Huruf p

Cukup jelas

Huruf q

Cukup jelas

Huruf r

Cukup jelas

Huruf s

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah

pembelian Surat Utang Negara.

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Cukup jelas

Huruf p

Cukup jelas

Huruf q

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/

menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam

pengelolaannya.

Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh

Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional

Bendahara.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Uang negara dimaksud pada ayat ini adalah uang milik negara yang meliputi rupiah

dan valuta asing.

Ayat (4)

Dalam hal tertentu, Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening

pada lembaga keuangan lainnya.

Pembukaan rekening pada bank umum sebagaimana dimaksud pada

ayat ini dilakukan dengan mempertimbangkan asas kesatuan kas dan

asas kesatuan perbendaharaan, serta optimalisasi pengelolaan kas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Hal tertentu yang dimaksud pada ayat ini adalah keadaan belum

tersedianya layanan perbankan di satu tempat yang menjamin kelancaran

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara.

Badan lain yang dimaksud pada ayat ini adalah badan hukum di luar

lembaga keuangan yang memiliki kompetensi dan reputasi yang baik

untuk melaksanakan fungsi penerimaan dan pengeluaran negara.

Kompetensi dimaksud meliputi keahlian, permodalan, jaringan, dan sarana

penunjang layanan yang diperlukan.

Reputasi dinilai berdasarkan perkembangan kinerja badan hukum yang

bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun terakhir.

Kegiatan operasional dimaksud terutama berkaitan dengan

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/ lembaga.

Ayat (2)

Penunjukan badan lain tersebut dilakukan secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,

dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan serta mengutamakan badan hukum di luar lembaga keuangan

yang sebagian besar atau seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.

Ayat (3)

Badan lain dimaksud berkewajiban menyampaikan laporan bulanan atas

pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran yang dilakukannya.

Laporan dimaksud disusun dan disajikan sesuai dengan standar

akuntansi pemerintahan.

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Pembukaan rekening dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/pejabat lain

yang ditunjuk.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud

pada ayat ini adalah peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan

uang negara/daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga,

kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga dapat

diberi persediaan uang kas untuk keperluan pembayaran yang tidak

dapat dilakukan langsung oleh Kuasa Bendahara Umum Negara kepada

pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu,

diperlukan pembukaan rekening untuk menyimpan uang persediaan

tersebut sebelum dibayarkan kepada yang berhak. Tata cara

pembukaan rekening dimaksud, serta penggunaan dan mekanisme

pertanggungjawaban uang persediaan tersebut ditetapkan oleh

Bendahara Umum Negara sesuai dengan peraturan pemerintah

mengenai pengelolaan uang negara.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja perangkat daerah,

satuan kerja yang bersangkutan dapat diberi persediaan uang kas untuk

keperluan pembayaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh

Bendahara Umum Daerah kepada pihak yang menyediakan barang

dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan pembukaan rekening

untuk menyimpan uang persediaan tersebut sebelum dibayarkan

kepada yang berhak. Tata cara pembukaan rekening dimaksud, serta

penggunaan dan mekanisme pertanggungjawaban uang persediaan

tersebut ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara sesuai dengan

peraturan pemerintah mengenai pengelolaan uang daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Yang dimaksud dengan piutang negara/daerah jenis tertentu antara lain

piutang pajak dan piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bagian piutang yang tidak disepakati adalah

selisih antara jumlah tagihan piutang menurut pemerintah dengan

jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari

tahun berikutnya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam menetapkan

ketentuan pelaksanaan pensertifikatan tanah yang dimiliki dan dikuasai

pemerintah pusat/daerah berkoordinasi dengan lembaga yang

bertanggung jawab di bidang pertanahan nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi

perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan,

pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan

pemindahtanganan.

Pasal 50

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Barang milik pihak ketiga yang dikuasai dimaksud adalah barang yang

secara fisik dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pemerintah

berdasarkan hubungan hukum yang dibuat antara pemerintah dan pihak

ketiga.

Pasal 51

Ayat (1)

Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain

meliputi uang, tagihan, investasi, dan barang, yang dapat diukur dalam

satuan uang, serta dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan

diharapkan memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan.

Ekuitas dana yang dimaksud pada ayat ini adalah kekayaan bersih

pemerintah yang merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai

seluruh kewajiban atau utang pemerintah.

Ayat (2) dan Ayat (3)

Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan

yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

Pasal 52

Peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang tentang

kearsipan.

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan sebagaimana

dimaksud pada ayat ini, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

menetapkan proses penyiapan standar dan meminta pertimbangan

mengenai substansi standar kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah yang

perlu ditempuh secara cermat (due process) agar dihasilkan standar

yang objektif dan bermutu.

Terhadap pertimbangan yang diterima dari Badan Pemeriksa

Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan memberikan

tanggapan, penjelasan, dan/atau melakukan penyesuaian sebelum

standar akuntansi pemerintahan ditetapkan menjadi peraturan

pemerintah.

Ayat (3)

Keanggotaan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana

dimaksud pada ayat ini berasal dari profesional di bidang akuntansi dan

berjumlah sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang yang ketua dan

wakil ketuanya dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 58

Ayat (1)

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan

sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan.

Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna

Barang menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang

pemerintahan masing-masing.

Gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut dan meyelenggarakan

sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang

dipimpinnya.

Ayat (2)

Sistem pengendalian intern yang akan dituangkan dalam peraturan

pemerintah dimaksud dikonsultasikan dengan Badan Pemeriksa

Keuangan.

Pasal 59

Ayat (1)

Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian

pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam

rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.

Ganti rugi sebagaimana dimaksud didasarkan pada ketentuan Pasal 35

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk

mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta

meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat

negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.

Ayat (2)

Pejabat lain sebagaimana dimaksud meliputi pejabat negara dan

pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat

negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan

bendahara.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum

untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag).

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah

menteri/pimpinan lembaga, surat keputusan pembebanan penggantian

kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara.

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah Menteri

Keuangan, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian

sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah pimpinan

lembaga negara, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian

sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum

untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag).

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala

Satuan Kerja Perangkat Daerah, surat keputusan pembebanan

penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Kepala

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum

Daerah.

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, surat keputusan

pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan

oleh gubernur/bupati/walikota.

Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah pimpinan

lembaga pemerintahan daerah, surat keputusan pembebanan

penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan menindaklanjuti sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku adalah menyampaikan hasil

pemeriksaan tersebut beserta bukti-buktinya kepada instansi yang

berwenang.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengenaan ganti kerugian negara terhadap pengelola perusahaan

umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51%

(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sepanjang

tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Pelaksanaan secara bertahap dimaksud disesuaikan dengan kondisi

perbankan dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung.

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4355

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah khususnya dalam bentuk Investasi

Langsung di bidang infrastruktur dan bidang lainnya, serta memberikan peluang kerjasama dalarn berinvestasi, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah.

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka

panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

2. Surat Berharga adalah saham dan/atau surat utang. 3. Investasi Langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh badan

investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha. 4. Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan

mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas.

5. Pemberian Pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.

6. Menteri Teknis/ Pimpinan Lembaga adalah pimpinan kementerian/lembaga yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

2

7. Badan Usaha adalah Badan Usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi.

8. Badan Investasi Pemerintah adalah unit pelaksana investasi sebagai satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pelaksanaan Investasi Pemerintah atau badan hukum yang lingkup kegiatannya di bidang pelaksanaan Investasi Pemerintah, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

9. Komite Investasi Pemerintah adalah pihak yang memberikan kajian, penetapan kriteria, dan evaluasi atas pelaksanaan investasi oleh Badan Investasi Pemerintah.

10. Dewan Pengawas adalah organ Badan Investasi Pemerintah yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan pengarahan pelaksanaan investasi.

11. Penasihat Investasi adalah tenaga profesional dan independen yang memberi nasihat mengenai Investasi Pemerintah kepada Badan Investasi Pemerintah.

12. Rekening Induk Dana Investasi adalah rekening pada setiap Badan Investasi Pemerintah berbentuk satuan kerja yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai tempat penyimpanan, penyaluran, dan pengembalian Investasi Pemerintah.

13. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.

14. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya antara instansi pemberi kontrak dengan Badan Usaha.

15. Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis dalam r angka penyediaan dance investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing.

Pasal 2

(1) investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

Pasal 3

(1) Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk: a. investasi Surat Berharga; dan/atau b. Investasi Langsung.

(2) investasi Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. investasi dengan cara pembelian saham; dan/atau b. investasi dengan cara pembelian surat utang.

(3) Investasi Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Penyertaan Modal; dan/atau b. Pemberian Pinjaman.

(4) Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Investasi Pemerintah.

Pasal 4

Investasi Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara: a. kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha dan/atau BLU

dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership); dan/atau b. kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha, BLU,

Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing, dengan selain pola kerjasama pemerintah dan swasta (Non Public Private Partnership).

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

3

Pasal 5

(1) Investasi Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya.

(2) Investasi Langsung pada bidang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 6

(1) Investasi Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi.

(2) Investasi Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

BAB II

SUMBER DANA INVESTASI PEMERINTAH

Pasal 7 Sumber dana Investasi Pemerintah dapat berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. keuntungan investasi terdahulu; c. dana/barang amanat pihak lain yang dikelola oleh Badan Investasi Pemerintah; dan/atau d. sumber-sumber lainnya yang sah.

Pasal 8 (1) Sumber dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a

ditempatkan pada Rekening Induk Dana Investasi yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. (2) Sumber dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, huruf c,

dan huruf d, ditempatkan pada Badan Investasi Pemerintah dan dikelola secara tersendiri oleh Badan Investasi Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pencairan, dan pengelolaan dana dalam Rekening Induk Dana Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

BAB III

PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH

Pasal 9 Lingkup pengelolaan Investasi Pemerintah meliputi: a. perencanaan; b. pelaksanaan investasi; c. penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi; d. pengawasan; dan e. divestasi.

Pasal 10 Kewenangan pengelolaan Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

4

Pasal 11 (1) Kewenangan pengelolaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional. (2) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan regulasi Sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Menteri Keuangan selaku pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab: a. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Investasi

Pemerintah; b. menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah;

dan c. menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek penyediaan

Investasi Pemerintah dalam hal terdapat penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Investasi.

(3) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab: a. melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan

Investasi Pemerintah; b. memonitor pelaksanaan Investasi Pemerintah yang terkait dengan dukungan

pemerintah; c. mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan keuntungan atas

pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam jangka waktu tertentu; dan d. melakukan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan dengan

Investasi Langsung dalam penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya, termasuk apabila terjadi kegagalan pemenuhan kerjasama.

(4) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku pengelola Investasi Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab: a. mengelola Rekening Induk Dana Investasi; b. meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan dana Investasi Pemerintah

dari Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing;

c. mengusulkan rencana kebutuhan dance Investasi Pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

d. menempatkan dana atau barang dalam rangka Investasi Pemerintah; e. melakukan Perjanjian Investasi dengan Badan Usaha terkait dengan penempatan

dana Investasi Pemerintah; f. melakukan pengendalian atas pengelolaan risiko terhadap pelaksanaan Investasi

Pemerintah; g. mengusulkan rekomendasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah; h. mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak pemerintah yang diatur

dalam Perjanjian Investasi; i. menyusun dan menandatangani Perjanjian Investasi; j. mengusulkan perubahan Perjanjian Investasi; k. melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah apabila terjadi sengketa atau

perselisihan dalam pelaksanaan Perjanjian Investasi; l. melaksanakan Investasi Pemerintah dan Divestasinya; dan m. apabila diperlukan, dapat mengangkat dan memberhentikan Penasihat Investasi.

Pasal 12

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

5

(1) Untuk menyelenggarakan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Menteri Keuangan membentuk Komite Investasi Pemerintah yang bersifat ad haus.

(2) Untuk menyelenggarakan kewenangan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), Menteri Keuangan membentuk Badan Investasi Pemerintah yang dapat berupa satu atau lebih satuan kerja atau badan hukum.

(3) Penyelenggaraan kewenangan operasional pengelolaan Investasi Pemerintah oleh Badan Investasi Pemerintah berbentuk satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(4) Penyelenggaraan kewenangan operasional pengelolaan Investasi Pemerintah oleh Badan Investasi Pemerintah berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Badan Investasi Pemerintah yang berupa satuan kerja dipimpin oleh kepala atau direktur yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

(2) Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan kewenangan operasional oleh Badan Investasi Pemerintah yang berupa satuan kerja Menteri Keuangan dapat membentuk Dewan Pengawas.

Pasal 14

(1) Perencanaan Investasi Pemerintah meliputi: a. perencanaan Investasi Pemerintah oleh Badan Investasi Pemerintah; dan b. perencanaan kebutuhan Investasi Pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara. (2) Perencanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diusulkan

oleh setiap Badan Investasi Pemerintah. (3) Perencanaan kebutuhan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

disusun setiap tahun anggaran dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan perencanaan Investasi Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 15 (1) Investasi dengan cara pembelian saham dapat dilakukan atas saham yang diterbitkan

perusahaan. (2) Investasi dengan cara pembelian surat utang dapat dilakukan atas surat utang yang

diterbitkan perusahaan, pemerintah, dan/atau negara lain. (3) Pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didasarkan pada

penilaian kewajaran harga surat berharga yang dapat dilakukan oleh Penasihat Investasi. (4) Pelaksanaan investasi dengan cara pembelian surat utang sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila penerbit surat utang memberikan opsi pembelian surat utang kembali.

Pasal 16

(1) Pelaksanaan Investasi Langsung melalui Penyertaan Modal dan/atau Pemberian Pinjaman dilakukan oleh Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing.

(2) Pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.

Pasal 17

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 15 dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 18 (1) Badan Investasi Pemerintah menyelenggarakan akuntansi atas pelaksanaan Investasi

Pemerintah dengan mengacu kepada standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.

(2) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Investasi Pemerintah dapat menerapkan standar akuntansi keuangan. yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 19

Badan Investasi Pemerintah wajib menatausahakan dan memelihara dokumen pengelolaan Investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 20 (1) Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan dana dan

barang yang berada dalam kewenangannya kepada Menteri Keuangan. (2) Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab kepada Presiden atas pelaksanaan

kebijakan Investasi Langsung dalam penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya yang berada dalam penguasaannya.

(3) Menteri Keuangan bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan kewenangan investasi serta ketaatan terhadap peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan Investasi Pemerintah.

Pasal 21

(1) Badan Investasi Pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja badan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan oleh:

a. satuan kerja, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan dan kinerja Kementerian Keuangan;

b. badan hukum, sebagai bagian yang terpisahkan dari laporan keuangan dan kinerja Kementerian Keuangan.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri Keuangan.

Pasal 22 (1) Laporan keuangan Badan Investasi Pemerintah yang belum diaudit disampaikan kepada

Menteri Keuangan setiap tahun anggaran paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan Badan Investasi Pemerintah yang telah diaudit disampaikan kepada Menteri Keuangan setiap tahun anggaran paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 23

(1) Badan Investasi Pemerintah wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan investasi kepada Menteri Keuangan paling lambat 1 (satu) bulan setelah transaksi perubahan,

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan atas pelaksanaan kegiatan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 24

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

7

(1) Menteri Keuangan melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).

(2) Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.

(3) Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah melakukan pengawasan atas pelaksanaan Perjanjian Investasi.

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi pemantauan/monitoring, evaluasi dan pengendalian.

Pasal 25

(1) Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah melakukan Divestasi Surat Berharga sesuai dengan masa waktu yang telah ditentukan tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan.

(2) Dalam keadaan tertentu, kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah dapat melakukan Divestasi terhadap surat berharga sebelum masa waktu yang telah ditentukan.

(3) Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah dapat melakukan Divestasi terhadap kepemilikan Investasi Langsung dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara Divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 26

(1) Untuk melaksanakan pengelolaan Investasi Pemerintah, Badan Investasi Pemerintah wajib menerapkan manajemen risiko.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 27

(1) Dalam hal Investasi Pemerintah dilakukan dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership) dalam rangka penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya, Badan Investasi Pemerintah dapat memberikan dukungan finansial dan/atau dukungan lainnya.

(2) Pemberian dukungan finansial dan/atau dukungan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui skema pembagian risiko yang harus ditanggung oleh Badan Investasi Pemerintah dan Badan Usaha.

BAB IV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 28 Kepala/direktur dan pegawai Badan Investasi Pemerintah dilarang terafiliasi dengan Badan Usaha yang menjadi penerima Investasi Pemerintah.

Pasal 29 (1) Gubernur/bupati/walikota menunjuk satuan kerja perangkat daerah yang sesuai dengan

bidang tugasnya untuk melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah.

(2) Penunjukan satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan mengenai organisasi perangkat daerah.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

8

Pasal 30 (1) Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku mutatis mutandis terhadap pengelolaan

Investasi Pemerintah Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31 Dalam hal Dewan Pengawas pada Badan Investasi Pemerintah berbentuk satuan kerja belum dibentuk, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah.

Pasal 32 Investasi pemerintah yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, kecuali yang telah diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan tersendiri, wajib diadakan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4698) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 34 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 4 Februari 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 4 Februari 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 14

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

9

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

INVESTASI PEMERINTAH

I. UMUM 1. Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan pemerintah untuk melakukan investasi dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya. Investasi tersebut merupakan wujud dari peran pemerintah dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pengelolaan Investasi Pemerintah memerlukan dasar hukum yang ditetapkan dengan suatu peraturan pemerintah untuk menjamin terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan Investasi Pemerintah, Dasar hukum pengelolaan Investasi Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah. Untuk memperluas Investasi Pemerintah khususnya dalam bentuk Investasi Langsung di bidang infrastruktur dan bidang lainnya, serta memberikan peluang kerjasama dalam berinvestasi, disadari perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah. Pengelolaan Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut: a. asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di

bidang Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, Badan Investasi Pemerintah, Badan Usaha, Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.

b. asas kepastian hukum, yaitu Investasi Pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. asas efisiensi, yaitu Investasi Pemerintah diarahkan agar dana investasi digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.

d. asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan Investasi Pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

e. asas kepastian nilai, yaitu Investasi Pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan Divestasi serta penyusunan laporan keuangan pemerintah.

2. Gambaran Umum a. Ruang lingkup

Ruang lingkup Investasi Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada rumusan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Investasi Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi investasi jangka panjang yang terdiri dari pembelian surat berharga meliputi saham dan surat utang, dan Investasi Langsung meliputi penyertaan modal dan pemberian pinjaman yang dilaksanakan oleh Badan Investasi Pemerintah.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

10

Ruang lingkup pengelolaan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi perencanaan, pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggung jawaban investasi, pengawasan, dan divestasi.

b. Kewenangan Pada prinsipnya sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka kewenangan pengelolaan Investasi Pemerintah pusat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Kewenangan pengelolaan investasi Pemerintah meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional, Dalam pengelolaan Investasi Pemerintah, Menteri Keuangan mempunyai kewenangan supervisi dan pelaksanaan kewenangan tersebut dibantu oleh Komite Investasi Pemerintah. Dalam pelaksanaan pengelolaan Investasi Pemerintah diperlukan juga Badan Investasi Pemerintah yang menjalankan kewenangan sebagai operator. Untuk pengawasan internal dalam Badan Investasi Pemerintah yang berbentuk satuan kerja, Menteri Keuangan dapat membentuk Dewan Pengawas apabila diperlukan sesuai dengan kebutuhan rentang pengendalian internal dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah. Kelembagaan yang terkait dengan penanganan pengelolaan Investasi Pemerintah ini mempunyai pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi regulasi, supervisi, dan operasional sebagaimana dijelaskan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini pada pasal-pasal yang mengatur masalah kewenangan.

c. Perencanaan Perencanaan Investasi Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi perencanaan investasi oleh Badan Investasi Pemerintah dan perencanaan kebutuhan Investasi Pemerintah yang berasal dari APBN. Perencanaan investasi oleh Badan Investasi Pemerintah diatur dengan prinsip kehati-hatian sehingga tujuan Investasi Pemerintah terlaksana dengan efektif dan efisien. Perencanaan Investasi Pemerintah memerlukan suatu koordinasi kelembagaan pada pengelolaan Investasi Pemerintah dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan investasi. Perencanaan Investasi Pemerintah harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

d. Pelaksanaan investasi Pelaksanaan Investasi Pemerintah dilakukan oleh Badan Investasi Pemerintah berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan. Untuk pelaksanaan Investasi Pemerintah dengan cara pembelian surat berharga, inisiatifnya dapat berasal dari Badan Investasi Pemerintah. Pelaksanaan Investasi Langsung yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dilakukan dengan cara kerjasama investasi Badan Investasi Pemerintah dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership), selain pola kerjasama pemerintah dan swasta (Non Public Private Partnership). Pelaksanaan Investasi Langsung dilakukan melalui penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman dengan prinsip menitikberatkan pada sumber dana komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana pemerintah. Hal ini sesuai dengan konsekuensi logis bahwa peran pemerintah sebenarnya sebatas memberikan dukungan sebagai fasilitator dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

e. Penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah, lembaga-lembaga yang terkait harus menyelenggarakan akuntansi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

11

Akuntansi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan, Untuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk satuan kerja, menyelenggarakan akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Investasi Pemerintah, Badan Investasi Pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja badan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan.

f. Pengawasan Sebagai pelaksanaan check and balance atas pengelolaan Investasi Pemerintah, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai pengawasan yang meliputi pemantauan dan evaluasi. Fungsi pengawasan ini diharapkan menciptakan pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik (good governance) pada pengelolaan Investasi Pemerintah. Hal ini untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyimpangan sehingga dengan pengawasan tersebut diharapkan agar pelaksanaan investasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

g. Divestasi Dalam pengelolaan Investasi Pemerintah, peran Badan Investasi Pemerintah sebagai pelaku investasi, mempunyai maksud untuk memfasilitasi terciptanya pertumbuhan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional. Pada prinsipnya investasi yang dilakukan oleh Badan Investasi Pemerintah akan berakhir melalui divestasi baik untuk Investasi Surat berharga maupun untuk Investasi Langsung, Divestasi terhadap surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Badan Investasi Pemerintah untuk investasi berikutnya yang lebih menguntungkan. Sedangkan divestasi atas Investasi Langsung dimaksudkan untuk diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastruktur dan bidang lainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat.

h. Manajemen risiko Dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah disamping tingkat pendapatan yang diharapkan, hal penting yang harus diperhatikan adalah timbulnya potensi kerugian yang akan berpengaruh terhadap pendapatan dan modal Badan Investasi Pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan penerapan manajemen risiko sebagai langkah antisipasi terhadap munculnya variabel-variabel risiko Investasi Pemerintah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas.

Pasal 3 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas.

Pasal 5 Cukup jelas.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

12

Pasal 6

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “manfaat ekonomi” adalah keuntungan berupa deviden, bunga, capital gain dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan Investasi Pemerintah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya" adalah: 1. keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan yang

mendapatkan Investasi Pemerintah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu; 2. peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam

jangka waktu tertentu; 3. peningkatan pemasukan pajak bagi negara. sejumlah tertentu dalam jangka waktu

tertentu sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan; dan/atau 4. peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu

sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan.

Pasal 7 Huruf a

Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai sumber dana investasi dapat dilakukan sebatas alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Yang dimaksud dengan "sumber-sumber lainnya yang sah" adalah dapat berupa dana yang berasal dari masyarakat/swasta untuk penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Cukup jelas.

Pasal 11 Cukup jelas.

Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 Cukup jelas.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

13

Pasal 14 Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengan "perencanaan Investasi Pemerintah oleh Badan Investasi Pemerintah" adalah usulan rencana investasi oleh Badan Investasi Pemerintah setiap tahun untuk pelaksanaan investasi tahun anggaran berikutnya yang diajukan kepada Menteri Keuangan.

Huruf b Yang dimaksud dengan "perencanaan kebutuhan Investasi Pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara" adalah penyusunan besaran anggaran penyediaan dana Investasi Pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan usulan dari masing-masing Badan Investasi Pemerintah.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan "opsi pembelian surat utang kembali" adalah komitmen penerbit surat utang untuk melakukan pembelian kembali surat utang tersebut jika pemerintah akan menjual surat utang sebelum jatuh tempo.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17 Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas.

Pasal 19 Cukup jelas.

Pasal 20 Cukup jelas.

Pasal 21 Cukup jelas.

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

14

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24 Cukup jelas.

Pasal 25 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah perubahan harga surat berharga secara signifikan sehingga apabila tidak segera dilakukan divestasi dikhawatirkan terjadi penurunan harga sehingga menimbulkan kerugian.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat. (4) Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Skema pembagian risiko antara pemerintah dengan Badan Usaha dituangkan dalam bentuk perjanjian.

Pasal 28

Yang dimaksud dengan "terafiliasi" adalah hubungan secara pribadi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pelaksanaan Investasi Pemerintah, antara lain hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal.

Pasal 29 Cukup jelas.

Pasal 30 Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32

www.hukumonline.com

www.hukumonline.com

15

Cukup jelas.

Pasal 33 Cukup jelas.

Pasal 34 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4812

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 49 TAHUN 20112011

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Investasi Pemerintah sesuai ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah;

b. bahwa dalam rangka menyempurnakan ketentuan mengenai pelaksanaan investasi langsung berupa

penyertaan modal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan mengatur pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam rangka

penugasan, perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4812);

MEMUTUSKAN . . .

MEMUTUSKAN:

- 2 -

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah

dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi

Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

2. Surat Berharga adalah saham dan/atau surat utang.

3. Investasi Langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh badan investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha.

4. Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat

hak kepemilikan.

5. Pemberian Pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha, Badan Layanan

Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan

hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.

6. Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga adalah pimpinan

kementerian/lembaga yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah ini.

7. Badan . . .

- 3 - 7. Badan Usaha adalah Badan Usaha swasta berbentuk

Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi.

8. Badan Investasi Pemerintah adalah unit pelaksana

investasi sebagai satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pelaksanaan Investasi

Pemerintah atau badan hukum yang lingkup kegiatannya di bidang pelaksanaan Investasi Pemerintah, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan

oleh Menteri Keuangan.

9. Komite Investasi Pemerintah adalah pihak yang memberikan kajian, penetapan kriteria, dan evaluasi

atas pelaksanaan investasi oleh Badan Investasi Pemerintah.

10. Dewan Pengawas adalah organ Badan Investasi Pemerintah yang bertugas melakukan pengawasan

dan memberikan pengarahan pelaksanaan investasi.

11. Penasihat Investasi adalah tenaga profesional dan independen yang memberi nasihat mengenai Investasi

Pemerintah kepada Badan Investasi Pemerintah.

12. Rekening Induk Dana Investasi adalah rekening pada setiap Badan Investasi Pemerintah berbentuk satuan kerja yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai

tempat penyimpanan, penyaluran, dan pengembalian Investasi Pemerintah.

13. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau

kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.

14. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan infrastruktur dan bidang

lainnya antara instansi pemberi kontrak dengan Badan Usaha.

15. Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis

dalam rangka penyediaan dana investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD,

dan/atau badan hukum asing.

2. Ketentuan . . .

- 4 -

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

Investasi Langsung berupa Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a

dapat dilakukan dengan cara:

a. kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha dan/atau BLU

dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership); dan/atau

b. kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan

hukum asing, dengan selain pola kerjasama pemerintah dan swasta (Non Public Private Partnership).

3. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal

yakni Pasal 13 A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13 A

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf b tidak perlu dilakukan apabila investasi Pemerintah dilakukan

untuk kegiatan dalam rangka:

a. pelaksanaan penugasan berdasarkan undang-undang;

b. penyelamatan perekonomian nasional; dan/atau

c. pelaksanaan program Pemerintah yang

mendesak.

(2) Pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan berdasarkan

penugasan dari Presiden atau Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar . . .

- 5 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 Desember 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA, ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 124

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian,

Setio Sapto Nugroho

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 49 TAHUN 20112011

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

I. UMUM

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara agar terselenggara

tertib administrasi dan pengelolaan Investasi Pemerintah, telah ditetapkan

dasar hukum pengelolaan Investasi Pemerintah yang dituangkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Investasi Pemerintah dimaksud antara lain mengatur bahwa Investasi

Pemerintah dapat dilaksanakan setelah melalui penelitian dan

persetujuan dari Badan Investasi Pemerintah serta memerlukan kajian

kelayakan dan rekomendasi dari Komite Investasi Pemerintah.

Dalam perkembangannya, terdapat undang-undang yang mengamanatkan

penugasan khusus kepada Badan Investasi Pemerintah untuk

melaksanakan Investasi Pemerintah. Investasi Pemerintah yang ditugaskan

kepada Badan Investasi Pemerintah tersebut merupakan program yang

disepakati oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia yang harus dilaksanakan oleh Badan Investasi Pemerintah.

Selain diamanatkan dalam undang-undang, penugasan khusus kepada

Badan Investasi Pemerintah untuk melaksanakan Investasi Pemerintah

juga dapat diberikan oleh Pemerintah, yang dalam hal ini oleh Presiden

atau Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Agar . . .

- 2 -

Agar Badan Investasi Pemerintah dapat melaksanakan Investasi Pemerintah sebagai penugasan khusus yang diamanatkan dalam undang-

undang dan/atau oleh Presiden atau Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara secara efektif, diperlukan dasar hukum yang memadai bagi Badan Investasi Pemerintah untuk melaksanakan penugasan khusus

dimaksud. Dengan dasar hukum tersebut, maka pelaksanaan Investasi Pemerintah dimaksud oleh Badan Investasi Pemerintah dapat dilakukan

tanpa terlebih dahulu melalui penelitian dan persetujuan dari Badan Investasi Pemerintah serta tidak diperlukan kajian kelayakan dan rekomendasi dari Komite Investasi Pemerintah sebagai pelaksana

kewenangan supervisi pengelolaan Investasi Pemerintah. Untuk itu, terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah perlu dilakukan perubahan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal 4

Cukup jelas.

Angka 3

Pasal 13A

Cukup jelas.

Pasal II

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5261

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.754,2012

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012

TENTANG

PEDOMAN PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4916);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

www.djpp.depkumham.go.id

2012,No.754 2

1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

2. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

3. Investasi Pemerintah daerah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.

4. Surat Berharga adalah saham dan surat utang.

5. Investasi Langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan usaha.

6. Penyertaan modal daerah dalam bentuk uang adalah bentuk investasi pemerintah daerah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan.

7. Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

8. Pemberian pinjaman adalah bentuk Investasi pemerintah daerah pada badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, koperasi, pemerintah, pemerintah daerah lainnya, BLUD milik pemerintah daerah lainnya dan masyarakat dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman.

9. Peraturan Daerah yang selanjutnya disingkat Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Gubernur/Bupati/Walikota, termasuk Qanun yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Peraturan Daerah Provinsi yang berlaku di Provinsi Papua.

10. Pengelola investasi pemerintah daerah selanjutnya disebut pengelola investasi adalah pejabat pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum daerah.

11. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah;

12. Perencanaan Investasi Pemerintah Daerah adalah usulan rencana investasi oleh pemerintah daerah setiap tahun untuk pelaksanaan investasi tahun anggaran berikutnya;

13. Rencana Kegiatan Investasi adalah dokumen perencanaan tahunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang berisi kegiatan investasi dan anggaran yang diperlukan untuk tahun anggaran berikutnya;

14. Penasihat investasi adalah tenaga profesional dan independen yang memberi nasihat kepada pemerintah daerah mengenai pelaksanaan investasi pemerintah daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

3 2012,No.754

15. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah daerah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.

16. Perjanjian investasi adalah kesepakatan tertulis dalam rangka investasi surat berharga dan investasi langsung antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya, badan usaha dan masyarakat.

17. Badan usaha adalah badan usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Koperasi.

18. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Investasi pemerintah daerah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

(2) Manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu

berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai Perusahaan Daerah yang mendapatkan investasi pemerintah daerah;

b. peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;

c. peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan;

d. peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau

e. peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi pemerintah daerah.

Pasal 3 Investasi pemerintah daerah bertujuan untuk: a. meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian

daerah; b. meningkatkan pendapatan daerah; dan c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BAB III

KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 4

(1) Kepala daerah memiliki kewenangan dalam pengelolaan investasi

www.djpp.depkumham.go.id

2012,No.754 4

pemerintah daerah. (2) Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi; a. regulasi; b. operasional; dan c. supervisi.

Pasal 5

Pengelolaan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), sejalan dengan kebijakan pengelolaan investasi secara nasional.

Pasal 6

Kewenangan dan tanggung jawab regulasi yang dimiliki kepala daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf a, meliputi: a. menetapkan kebijakan pengelolaan investasi pemerintah daerah; b. menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanakan

investasi pemerintah daerah; dan c. menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari

proyek penyediaan investasi pemerintah dalam hal terdapat penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan perjanjian investasi.

Pasal 7

(1) Kewenangan dan tanggung jawab operasional yang dimiliki kepala

daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, meliputi: a. meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan

investasi dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan usaha dan masyarakat;

b. mengusulkan rencana kebutuhan dana investasi pemerintah daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. menempatkan dana dan/atau barang milik daerah dalam rangka investasi pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan;

d. melakukan perjanjian investasi terkait dengan penempatan dana dan/atau barang pemerintah daerah;

e. melakukan pengendalian atas resiko terhadap pelaksanaan investasi pemerintah daerah;

f. mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak pemerintah daerah yang diatur dalam perjanjian investasi;

g. mengusulkan perubahan perjanjian investasi; h. melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah daerah

apabila terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian investasi;dan

i. melaksanakan investasi dan divestasi pemerintah daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

5 2012,No.754

(2) Kewenangan dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada pengelola investasi.

Pasal 8

(1) Kewenangan dan tanggung jawab supervisi yang dimiliki kepala

daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, meliputi: a. melakukan monitoring pelaksanaan investasi pemerintah daerah

yang terkait dengan dukungan pemerintah daerah; b. melakukan evaluasi secara berkesinambungan pelaksanaan

investasi pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu; dan c. melakukan koordinasi pelaksanaan investasi dengan instansi

terkait khususnya sehubungan dengan investasi langsung. (2) Kewenangan dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), dapat dilimpahkan kepada SKPD yang membidangi pengawasan.

BAB IV BENTUK

Pasal 9

Bentuk Investasi pemerintah daerah meliputi a. investasi surat berharga; dan/atau b. investasi langsung.

Pasal 10

Investasi surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, dilakukan dengan cara: a. pembelian saham; dan/atau b. pembelian surat utang.

Pasal 11

Investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi: a. penyertaan modal pemerintah daerah; dan/atau b. pemberian pinjaman

Pasal 12

Investasi pemerintah daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang surat berharga dan investasi langsung.

BAB V PENGELOLAAN

Pasal 13

Pengelolaan investasi pemerintah daerah meliputi:

www.djpp.depkumham.go.id

2012,No.754 6

a. perencanaan investasi; b. pelaksanaan investasi; c. penganggaran, pelaksanaan anggaran, penatausahaan anggaran

dan pertanggungjawaban investasi pemerintah daerah; d. divestasi; dan e. pengawasan.

Pasal 14

Investasi pemerintah daerah dapat dilaksanakan dalam hal: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diperkirakan surplus yang

penggunaannya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

b. Terdapat barang milik daerah yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Bagian Kesatu Perencanan

Pasal 15

(1) Pengelola Investasi menyusun perencanaan investasi pemerintah

daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilengkapi dengan alasan dan pertimbangan.

(2) Perencanaan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rencana kegiatan investasi pemerintah daerah.

(3) Rencana kegiatan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada kepala daerah untuk mendapat persetujuan.

Pasal 16

(1) Pengelola investasi menyusun analisis investasi pemerintah daerah

sebelum melakukan investasi. (2) Analisis investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud ayat (1)

dilakukan oleh penasehat investasi pemerintah daerah. (3) Penasihat investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud ayat

(2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Bagian Kedua Pelaksanaan

Pasal 17

Investasi surat berharga dengan cara pembelian saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dilaksanakan atas saham yang diterbitkan perseroan terbatas.

www.djpp.depkumham.go.id

Compaq
Highlight

7 2012,No.754

Pasal 18

(1) Investasi surat berharga dengan cara pembelian surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dilaksanakan atas surat utang yang diterbitkan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.

(2) Pembelian surat utang hanya dapat dilakukan apabila penerbit surat utang memberikan opsi pembelian surat utang kembali.

(3) Opsi pembelian surat utang kembali merupakan komitmen penerbit surat utang untuk melakukan pembelian kembali surat utang tersebut apabila pemerintah daerah akan menjual surat utang sebelum jatuh tempo.

Pasal 19

Investasi langsung dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat, penyalurannya dilakukan melalui lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Pasal 20

(1) Investasi surat berharga dan investasi langsung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 dilaksanakan berdasarkan hasil analisis oleh penasehat investasi untuk mendapatkan nilai wajar.

(2) Pembelian saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dilaksanakan berdasarkan hasil analisis penilaian saham, analisis portofolio dan analisis risiko.

(3) Pembelian surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dilaksanakan berdasarkan hasil analisis penilaian surat utang dan analisis risiko.

(4) Penyertaan modal dan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a dan huruf b, dilaksanakan berdasarkan pada analisis kelayakan, analisis portofolio dan analisis risiko.

Pasal 21

(1) Pelaksanaan investasi pemerintah daerah dilaksanakan oleh Pengelola Investasi dan dapat dilimpahkan pelaksanaannya kepada Badan Layanan Umum Daerah .

(2) Pelaksanaan Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian investasi antara pengelola investasi dengan pihak ketiga.

(3) Pelaksanaan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dituangkan dalam perjanjian investasi antara pengelola investasi dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank.

(4) Perjanjian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaporkan kepada Kepala Daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

2012,No.754 8

Pasal 22

(1) Pengelola Investasi menyusun laporan kegiatan investasi pemerintah daerah.

(2) Laporan kegiatan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. laporan posisi portofolio investasi; dan b. laporan hasil investasi.

(3) Laporan kegiatan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala daerah.

Bagian Ketiga

Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Penatausahaan Anggaran Dan Pertanggungjawaban

Investasi Pemerintah Daerah

Pasal 23

Penganggaran, pelaksanaan anggaran, penatausahaan anggaran dan pertanggungjawaban investasi pemerintah daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Divestasi

Pasal 24

(1) Dalam hal investasi pemerintah daerah diperkirakan rugi,

pemerintah daerah melakukan divestasi.

(2) Divestasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) berdasarkan hasil analisis penasihat investasi.

(3) Divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penjualan surat berharga; dan/atau b. Penjualan kepemilikan investasi langsung.

Pasal 25

(1) Penjualan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

ayat (3) huruf a, meliputi: a. penjualan saham; dan/atau b. penjualan surat utang.

(2) Penjualan kepemilikan investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 pada ayat (3) huruf b, berupa kepemilikan atas: a. penyertaan modal; dan/atau b. pemberian pinjaman.

www.djpp.depkumham.go.id

9 2012,No.754

Pasal 26

(1) Kepemilikan atas penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, berupa modal dan/atau saham.

(2) Kepemilikan atas pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b berupa kepemilikan atas piutang atau hak tagih.

Pasal 27

(1) Penjualan surat berharga berupa penjualan saham dan/atau surat

utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan penjualan surat berharga.

(2) Penjualan kepemilikan investasi langsung berupa penjualan kepemilikan atas penyertaan modal dan/atau penjualan kepemilikan atas piutang atau hak tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan penjualan kepemilikan atas penyertaan modal dan/atau penjualan kepemilikan atas piutang atau hak tagih.

Pasal 28

Penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, dapat dilakukan apabila: a. harga saham naik secara signifikan dan/atau menguntungkan untuk

dilakukan divestasi; b. terdapat investasi lain yang diproyeksikan lebih menguntungkan;

atau c. terjadi penurunan harga saham secara signifikan.

Pasal 29

Penjualan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila: a. imbal hasil (yield) diperkirakan turun; b. terdapat investasi lain yang diproyeksikan lebih menguntungkan;

atau c. terdapat kemungkinan gagal bayar.

Pasal 30

(1) Penjualan kepemilikan atas penyertaan modal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, dapat dilaksanakan setelah dilakukan analisis kelayakan oleh penasihat investasi.

(2) Analisis kelayakan oleh penasihat investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal : a. kegiatan perusahaan tidak menguntungkan; atau b. tidak sesuai dengan strategi investasi pemerintah daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

2012,No.754 10

Pasal 31

(1) Penjualan kepemilikan atas penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan cara penjualan hak kepemilikan kepada pihak lain.

(2) Penjualan kepemilikan atas pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara pemindahan piutang atau hak tagih untuk memperoleh hak pokok pinjaman, bunga dan/atau biaya lainnya kepada pihak lain.

Pasal 32

(1) Hasil divestasi atas seluruh jenis investasi pemerintah daerah

merupakan hasil bersih setelah dikurangi biaya pelaksanaan divestasi.

(2) Biaya pelaksanaan divestasi berdasarkan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.

(3) Hasil divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah.

Pasal 33

(1) Pengelola Investasi bertanggungjawab dalam pengelolaan investasi

pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d.

(2) Hasil pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendapatan daerah dan dilaporkan kepada kepala daerah.

Bagian Kelima Pengawasan

Pasal 34

(1) SKPD yang membidangi pengawasan, bertanggungjawab dalam

pelaksanaan investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan dan pengendalian.

(3) Hasil pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaporkan kepada kepala daerah.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini: (1) Investasi pemerintah daerah yang telah dilaksanakan sebelum

Peraturan Menteri ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

www.djpp.depkumham.go.id

11 2012,No.754

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Juli 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN *belum dalam bentuk lembaran lepas

(2) Investasi daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini, agar menyesuaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Juli 2012 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA GAMAWAN FAUZI

www.djpp.depkumham.go.id

BUPATI SUMBA TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

NOMOR 3 TAHUN 2014

TENTANG

INVESTASI PEMERINTAH DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUMBA TIMUR,

Menimbang : a.

bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008

tentang Investasi Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah perlu

pengaturan pengelolaan dan penataan pelaksanaan Investasi Pemerintah

Daerah;

b. bahwa untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan perekonomian

daerah dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan

bertanggung jawab,Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi untuk

memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya untuk

meningkatkan dan menambah sumber Pendapatan Daerah;

c. bahwa dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten Sumba Timur khususnya pengelolaan kekayaan daerah

dalam bentuk investasi, agar lebih tertib, efektif, efisien, transparan dan

dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perlu diatur pengelolaannya;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Investasi

Pemerintah Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2. Undang–Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-

daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 1655 ) ;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah

diubah berapa kaliterakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4844);

5.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812), sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5261);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);

7.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman

Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman

Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah;

9. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sumba

Timur Tahun 2008 Nomor 141, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Sumba Timur Nomor 154), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 10 Tahun 2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 16

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah ( Lembaran Daerah

Kabupaten Sumba Timur Tahun 2013 Nomor 38, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 504);

10.

Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah ( Lembaran Daerah

Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 181 );

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

dan

BUPATI SUMBA TIMUR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Sumba Timur.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumba Timur.

3. Bupati adalah Bupati Sumba Timur.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Timur.

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah.

6. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan,penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan

daerah.

7. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh

Bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh

pengeluaran daerah.

8. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang

ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar

seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

9. Perangkat Daerah adalah perangkat daerah Kabupaten Sumba Timur yang tugas dan

fungsinya terkait dengan Investasi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab

pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah.

10. Pihak Ketiga adalah instansi atau Badan Usaha dan/atau perseorangan yang berada di

luar organisasi Pemerintah Daerah, antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah

Lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),

Usaha Koperasi, Swasta Nasional dan atau Swasta Asing yang tunduk pada Hukum

Indonesia.

11. Penyertaan Modal adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Badan Usaha dengan

mendapat hak kepemilikan.

12. Modal Daerah adalah kekayaan daerah (yang belum dipisahkan) baik berwujud uang

maupun barang yang dapat dinilai dengan uang seperti Tanah, Bangunan/Gedung,

Peralatan Mesin, Barang Inventaris Lainnya, Surat-surat berharga, fasilitas dan hak

lainnya.

13. Penyertaan Modal Daerah adalah setiap usaha dalam menyertakan modal daerah pada

suatu usaha bersama dengan pihak ketiga dan/atau pemanfaatan modal daerah oleh pihak

ketiga dengan suatu imbalan tertentu.

14. Badan Usaha adalah Badan Usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Koperasi.

15. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.

16. Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya atau sebagian

berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

17. Investasi Pemerintah Daerah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang milik

daerah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi

langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi (seperti bunga, deviden, royalti), sosial

dan/atau manfaat lainnya.

18. Tim Investasi Pemerintah Daerah adalah pihak yang memberikan kajian, penetapan

kriteria dan evaluasi atas pelaksanaan investasi.

19. Dewan Pengawas adalah organ perangkat daerah yang bertugas melakukan pengawasan

dan memberikan pengarahan pelaksanaan investasi.

20. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik

sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.

21. Deposito adalah simpanan berjangka yang sementara belum dipergunakan untuk

disimpan di luar giro pada kas daerah di lembaga perbankan.

22. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam

mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga pokoknya oleh

Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

23. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat berharga dalam

mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang

berjangka waktu pendek;

24. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara

yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga

secara diskonto;

25. Likuiditas Keuangan Daerah adalah kemampuan keuangan Pemerintah Daerah dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya;

26. Koordinator Pengelola Keuangan Daerah adalah Sekretaris Daerah;

27. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala SKPD yang

mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara

Umum Daerah;

28. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak

dalam kapasitas sebagai Bendahara Umum Daerah;

29. Perjanjian Kerja Sama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan infrastruktur

dan bidang lainnya antara instansi pemberi kontrak dengan Badan Usaha;

30. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumba Timur.

31. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja

Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan

Pemerintahan Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktivitas.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Investasi Pemerintah Daerahdimaksudkan untuk :

a. memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya; dan

b. meningkatkan efisiensi, produktivitas dan efektiftas pemanfaatan kekayaan milik

Pemerintah Daerahdengan membentuk usaha bersama yang saling menguntungkan.

Pasal 3

Investasi Pemerintah Daerah bertujuan untuk :

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum;

b. meningkatkan sumber pendapatan daerah, pendapatan masyarakat dan penyerapan

tenaga kerja;

c. memanfaatkan surplus anggaran untuk memperolehpendapatan dalam jangka panjang;

dan

d. memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka

manajemen kas.

BAB III

KLASIFIKASI DAN BIDANG INVESTASI

Pasal 4

(1) Pemerintah Daerahdapat melakukan investasi jangka pendek dan investasi jangka

panjang.

(2) Bidang investasi Pemerintah Daerah yang dapat dibiayai dengan dana investasi meliputi :

a. pengembangan jasa pelayanan umum;

b. pengembangan akses pelayanan pembiayaan bagi kegiatan usaha masyarakat;

c. pengembangan bidang usaha BUMD; dan/atau

d. pengembangan bidang usaha lainnya dalam rangka peningkatan manfaat ekonomi

bagi daerah.

(3) Bidang investasi Pemerintah Daerah yang dapat dibiayai dengan dana investasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus menghasilkan manfaat investasi yang terukur

bagi daerah.

Pasal 5

(1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)harus memenuhi

karakteristik sebagai berikut :

a. dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;

b. investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas;

c. berisiko rendah; dan

d. dimiliki paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek, terdiri atas :

a. investasi langsung atau deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 (dua belas)

bulan dan/ atau yang dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);

b. investasi surat berharga atau pembelian obligasi/surat utang negara (SUN) oleh

Pemerintah Daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat

Perbendaharaan Negara (SPN); dan

c. investasi jangka pendek lainnya.

(3) Investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan dengan

cara :

a. kerja sama investasi antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau BLU

dengan pola kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership);

dan/atau

b. kerjasama investasi antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, BLU,

Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing, dengan

selain pola kerjasama Pemerintah dan Swasta (Non Public Private Partnership).

(4) Investasi surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. investasi dengan cara pembelian saham; dan/atau

b. investasi dengan cara pembelian surat utang

Pasal 6

(1) Investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5ayat (2) huruf a meliputi bidang

infrastruktur dan bidang lainnya.

(2) Investasi langsung pada bidang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh Bupati.

Pasal 7

(1) Investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dimaksudkan untuk

mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dimaksudkan

untuk mendapatkan manfaat ekonomi.

Pasal 8

(1) Uang milik Pemerintah Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan

dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu

likuiditas keuangan daerah.

(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh :

a. Bupati untuk jumlah di atas Rp. 5.000.000.000,- (lima milyard rupiah);

b. Koordinator Pengelola Keuangan Daerah untuk jumlah Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyard rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima milyard rupiah);

c. PPKD/BUD untuk jumlah di bawah Rp. 1.000.000.000,- (satu milyard rupiah).

(3) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat ditempatkan

pada Bank Pemerintah yang berbentuk BUMN dan/atau BUMD yang sehat.

Pasal 9

(1) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), digunakan untuk

menampung penganggaran investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua

belas) bulan.

(2) Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya meliputi :

a. investasi permanen; dan

b. investasi nonpermanen.

(3) Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk

dimiliki secara berkelanjutan.

(4) Investasi nonpermanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk

dimiliki secara tidak berkelanjutan.

(5) Investasi permanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah investasi yang tidak

dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk mendapatkan dividen dan/atau

pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga hubungan

kelembagaan.

(6) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi :

a. kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan

aset daerah;

b. penyertaan modal Pemerintah Daerah pada perusahaan daerah, badan internasional

dan badan usaha lainnya yang bukan milik daerah;

c. investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk

menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

(7) Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) meliputi :

a. pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk

dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh Pemerintah Daerah;

b. penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak

ketiga;

c. dana yang disisihkan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan masyarakat seperti

bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat/Usaha Kecil,

Mikro dan Menengah (UMKM);

d. investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk dimiliki

Pemerintah Daerahsecara berkelanjutan.

(8) Penyertaan modal Pemerintah Daerahdapat berupa surat berharga (saham) pada suatu

Perseroan Terbatas (PT) dan non surat berharga yaitu kepemilikan modal bukan dalam

bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.

(9) Pedoman investasi permanen dan non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengacu kepada peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Investasi Pemerintah Daerah dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.

(2) Divestasi Pemerintah Daerah dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis

hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

(3) Divestasi Pemerintah Daerah yang dialihkan untuk diinvestasikan kembali dianggarkan

dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) Pemerintah

Daerah.

(4) Hasil Investasi Pemerintah Daerah Tahun Anggaran sebelumnya dianggarkan dalam

kelompok Pendapatan Asli Daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan.

Pasal 11

Pendapatan atas investasi daerah dianggarkan dalam kelompok Pendapatan Asli Daerah .

BAB IV

SUMBER DANA INVESTASI PEMERINTAH DAERAH

Pasal 12

Sumber dana investasi Pemerintah Daerahdapat berasal dari:

a. APBD;

b. keuntungan investasi terdahulu;

c. dana/barang amanat pihak lain yang dikelola oleh SKPD; dan/atau

d. sumber-sumber lainnya yang sah.

Pasal 13

(1) Sumber dana investasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

huruf a ditempatkan pada rekening induk dana investasi yang ditentukan oleh Bupati.

(2) Sumber dana investasi Pemerintah Daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf

b, huruf c dan huruf d, ditempatkan pada SKPD pengelola investasi dan dikelola secara

tersendiri oleh SKPD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pencairan, dan pengelolaan dana

dalamrekening induk dana investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB V

PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH

Pasal 14

(1) Kewenangan pengelolaan investasi Pemerintah Daerahdilaksanakan oleh Sekretaris

Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah.

(2) Kewenangan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kewenangan

pembinaan dan pengendalian investasi Pemerintah Daerah.

Pasal 15

(1) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pengelolaan investasi Pemerintah

Daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pemerintah Daerah membentuk tim

investasi Pemerintah Daerah yang diketuai oleh Sekretaris Daerah yang ditetapkan

dengan Keputusan Bupati.

(2) Susunan keanggotaan tim investasi Pemerintah Daerahsebagaimana dimaksud pada ayat

(1),terdiri dari unsur satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai tugas pokokdan

fungsi yang berkaitan dengan investasi Pemerintah Daerah.

(3) Tim investasi Pemerintah Daerahmempertanggungjawabkanpelaksanaan pembinaan dan

pengendalian investasi Pemerintah Daerah kepada Bupati.

Pasal 16

(1) Kewenangan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat

(2), meliputi :

a. regulasi ;

b. operasional; dan

c. supervisi.

(2) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan regulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a, tim investasi Pemerintah Daerah berwenang dan bertanggungjawab :

a. merumuskan kebijakan, mengatur dan menetapkan pedoman pengelolaan investasi

Pemerintah Daerah;

b. mengatur pelaksanaan kewenangan pengendalian operasional pelaksanaan investasi

Pemerintah Daerah; dan

c. menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan investasi Pemerintah

Daerah.

(3) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pengendalian operasional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c, Tim Investasi Pemerintah Daerah berwenang dan

bertanggungjawab:

a. mengelola rekening induk dana investasi ;

b. meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan dana investasi Pemerintah

Daerah dari badan usaha, BLU, BLUD, dan / atau badan hukum asing ;

c. mengusulkan rencana kebutuhan dana investasi Pemerintah Daerah yang berasal dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah;

d. menempatkan dana dalam rangka investasi Pemerintah Daerah;

e. meneliti perjanjian investasi dengan badan usaha, BLU, BLUD, dan / atau badan

hukum asing terkait dengan penempatan dana investasi Pemerintah Daerah;

f. melakukan pengendalian atas pengelolaan resiko terhadap pelaksanaan investasi

Pemerintah Daerah;

g. mengusulkan rekomendasi atas pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah;

h. mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak Pemerintah Daerah yang

diatur dalam perjanjian investasi;

i. mengusulkan perubahan perjanjian investasi apabila diperlukan yang disesuaikan

dengan kondisi dan kepentingan Pemerintah Daerah;

j. melakukan tindakan untuk dan atas nama Pemerintah Daerah apabila terjadi sengketa

atau perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian investasi; dan

k. melaksanakan investasi dan divestasi Pemerintah Daerah.

(4) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, tim investasi Pemerintah Daerah berwenang danbertanggungjawab :

a. melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan investasi

Pemerintah Daerah;

b. memonitor pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah;

c. mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan keuntungan atas

pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu; dan

d. melakukan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan dengan investasi

Pemerintah Daerah dan hubungannya dengan bidang lainnya, termasuk apabila terjadi

kegagalan pemenuhan kerjasama.

Pasal 17

Ruang lingkup pengelolaan investasi Pemerintah Daerahmeliputi:

a. perencanaan;

b. pelaksanaan investasi;

c. akuntansi/penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban investasi;

d. pengawasan; dan

e. divestasi.

Pasal 18

Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, meliputi :

a. perencanaan investasi Pemerintah Daerahdiusulkan dan dilakukan oleh Tim Investasi

Pemerintah Daerah; dan

b. perencanaan kebutuhan investasi Pemerintah Daerahsetiap tahun anggaran dan ditetapkan

oleh Bupati.

Pasal 19

Pelaksanaan investasi daerah dapat dilakukan melalui penyertaan modal dan/atau pemberian

pinjaman oleh Pemerintah Daerahdengan pihak ketiga dalam bentuk

penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD, BUMN

dan/atau badan usaha lainnya.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan investasi Pemerintah Daerahsebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 21

(1) Akuntansi pengelolaan investasi dengan penyertaan modal yang dilaksanakan oleh

pihak ketiga harus mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pelaporan dan pertanggungjawaban dana investasi daerah harus disampaikanpihak

ketiga kepada Bupati secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-

undangan.

Pasal 22

Tim Investasi Pemerintah Daerahberkewajiban menatausahakan dan memelihara

dokumenpengelolaan investasi Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturanperundang-undangan.

Pasal 23

(1) Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,disusun dan disajikan oleh Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pengelolaan

keuangan daerah, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan

Pemerintah Daerah.

(2) Hasil Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati.

Pasal 24

(1) Dalam keadaan tertentu atau dalam hal pelaksanaan investasi tidak memberikan manfaat

ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya kepada Pemerintah Daerah,Tim Investasi

Pemerintah Daerah dapat melakukan divestasi terhadap surat berharga dan/atau

kepemilikan Pemerintah Daerah sebelum masa waktu yang telah ditentukan sesuai

dengan ketentuan berdasarkan pada analisa dan kajian oleh Tim Investasi Pemerintah

Daerah.

(2) Pelaksanaan divestasi dari hasil analisa dan kajian oleh Tim Investasi Pemerintah Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-

undangan dengan persetujuan Bupati.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara disvestasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VI

BENTUK PENYERTAAN MODAL DAERAH

Pasal 25

Penyertaan modal daerah pada badan usaha milik Pemerintah/Daerah/Swasta dilaksanakan

melalui:

a. pendirian perseroan;

b. pembelian saham;

c. kontrak manajemen, kontrak produksi, kontrak bagi keuntungan, kontrak bagi hasil dan

kontrak tempat usaha; dan/atau

d. penempatan modal pada badan usaha milik daerah.

Pasal 26

(1) Penyertaan modal daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan

peningkatan kinerja badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki

daerah.

(2) Penyertaan modal daerah dapat dilakukan pada badan usaha milik

Pemerintah/Daerah/Swasta.

(3) Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang

dan/atau barang milik daerah yang dapat dinilai dengan uang.

(4) Penyertaan modal daerah selain dalam bentuk uang dan barang dapat berupa pembelian

saham.

Pasal 27

Penyertaan modal daerah dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD.

Pasal 28

(1) Sebelum melakukan kegiatan penyertaan modal daerah terlebih dahulu dilakukan

kegiatan kajian antara lain :

a. kemampuan keuangan daerah;

b. melakukan penelitian dan penilaian terhadap tanah dan/atau bangunan milik/dikuasai

Pemerintah Daerah;

c. penilaian tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Bupati

dan/atau bekerja sama dengan lembaga independen bersertifikat dibidang penilaian

aset;

d. melakukan kajian terhadap kelayakan penyertaan modal yang akan dilakukan; dan

e. melakukan kajian kelayakan penyertaan modal dengan memperhatikan kepentingan

umum.

(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan

dengan Keputusan Bupati yang dalam pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan

konsultan independen sesuai keahliannya.

BAB VII

TATA CARA PENYERTAAN MODAL

Bagian Kesatu

Pendirian Perseroan

Pasal 29

(1) Setiap melakukan penyertaan modal dalam bentuk pendirian perseroan ditetapkan

dengan Peraturan Daerah.

(2) Sebelum ditetapkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan

kesepakatan bersama/atau perjanjian antara Bupati dengan pihak-pihak yang ikut sebagai

pendiri perseroan yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan Bersama dan/atau Naskah

Perjanjian Bersama.

(3) Dalam Nota/Naskah Kesepakatan dan/atau Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) memuat materi pokok :

a. identitas masing-masing pihak;

b. jenis dan nilai modal saham para pihak;

c. bidang usaha;

d. perbandingan modal;

e. hak dan kewajiban para pihak;

f. sanksi; dan

g. lain-lain yang dianggap perlu.

(4) Berdasarkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kemudian dibentuk

Perseroan dengan Akte Notaris.

(5) Bupati dapat menunjuk seorang pejabat atau lebih yang bertindak untuk dan atas nama

Pemerintah Daerah bersama dengan pihak ketiga mendirikan perseroan.

(6) Penunjukan seorang pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan

Keputusan Bupati.

(7) Penyertaan modal daerah yang berbentuk uang, dananya dianggarkan dalam APBD dan

dilaksanakan dengan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah.

(8) Kekayaan daerah yang disertakan dalam perseroan merupakan kekayaan yang

dipisahkan.

(9) Penyertaan Modal Pemerintah Daerahyang berbentuk barang dilakukan dengan

pertimbangan sebagai berikut :

a. barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen pengganggaran

diperuntukan bagi badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang

dimiliki daerah dalam rangka penugasan pemerintahan; atau

b. barang milik daerah lebih optimal apabila dikelola oleh badan usaha milik daerah

atau badan hukum lainnya yang dimiliki daerah baik yang sudah ada maupun yang

akan dibentuk.

(10) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah dapat berupa :

a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang dan Bupati

untuk barang milik daerah;

b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk

disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah sesuai dengan yang tercantum dalam

dokumen pengganggaran; dan/atau

c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(11) Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (10) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. pengelola barang mengajukan usul penyertaan modal Pemerintah Daerah atas tanah

dan/atau bangunan kepada Bupati disertai dengan alasan/pertimbangan dan

kelengkapan data;

b. Bupati membentuk tim untukmeneliti dan mengkaji usul yang disampaikan oleh

pengelola;

c. apabila Bupati menyetujui atas rencana penyertaan modal tersebut, selanjutnya

Bupati mengajukan permohonan persetujuan kepada DPRD untuk

menghapus/memindahtangankan aset tersebut yang akan dijadikan sebagai

penyertaan modal;

d. setelah mendapat persetujuan DPRD, Bupati menetapkan penghapusan terhadap aset

tersebut, selanjutnya pengelola menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait; dan

disampaikan kepada DPRD;

e. setelah Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan, selanjutnya dilakukan penyerahan

barang dengan Berita Acara Serah Terima kepada pihak ketiga selaku mitra

penyertaan modal daerah; dan

f. pelaksanaan penyertaan modal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(12) Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (10) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. pengguna barang mengajukan usulan kepada bupati melalui pengelola barang

disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data dan hasil pengkajian tim intern

instansi pengguna barang;

b. pengelola barang melakukan penelitian dan pengkajian dan apabila memenuhi syarat

sesuai peraturan perundang-undangan, pengelola barang dapat mempertimbangkan

untuk menyetujui usulan dimaksud sesuai batas kewenangannya;

c. sesuai hasil penelitian dan pengkajian tersebut di atas, pengelola barang

menyampaikan kepada Bupati dan apabila Bupati menyetujui, selanjutnyapengelola

menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah

Daerah dengan melibatkan instansi terkait dan disampaikan kepada DPRD; dan

d. setelah Peraturan Daerah ditetapkan, pengguna barang melakukan penyerahan

barang kepada pihak ketiga dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.

Bagian Kedua

Pembelian Saham

Pasal 30

(1) Penyertaan modal dalam bentuk pembelian saham,terlebih dahulu harus dilakukan

penilaian dan pengkajian kelayakan oleh tim terhadap proposal yang disampaikan oleh

pihak ketiga.

(2) Pembelian saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pembelian

saham dimaksud benar-benar dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah

dan/atau peningkatan pendapatan daerah.

(3) Hasil kajian tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati

sebagai bahan pertimbangan untuk pembelian saham pada Pihak Ketiga.

(4) Bupati dapat menunjuk pejabat yang bertindak untuk dan/atas nama Pemerintah Daerah

dalam melaksanakan pembelian saham yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(5) Dalam hal Bupati menyetujui pembelian saham pada Pihak Ketiga terlebih dahulu

dialokasikan dananya dalam APBD.

Bagian Ketiga

Kontrak Manajemen. Kontrak Produksi, Kontrak Bagi Keuntungan,

Kontrak Bagi Hasil Usaha, dan Kontrak Tempat Usaha

Pasal 31

(1) Untuk mengadakan kontrak manajemen, kontrak produksi, kontrak bagi keuntungan,

kontrak bagi hasil usaha dan kontrak tempat usaha pada Pihak Ketiga oleh Bupati

dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada DPRD, kemudian dibuat perjanjian

bersama bersyarat antara Bupati dan Pihak Ketiga yang dituangkan dalam suatu naskah

perjanjian.

(2) Berdasarkan perjanjian tersebut ditetapkan Keputusan Bupati tentang Kontrak

Manajemen, Kontrak Produksi, Kontrak Bagi Keuntungan, Kontrak Bagi Hasil Usaha

dan Kontrak Bagi Tempat Usaha yang selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Dalam

Negeri melalui Gubernur.

Bagian Keempat

Penempatan Modal Daerah pada BUMD

Pasal 32

(1) Penempatanmodal daerah dalam bentuk uang, dananya dianggarkan dalam APBD.

(2) Penempatan modal daerah berbentuk barang sebagai modal dalam pembentukan

Perseroan, dan dalam mempersiapkan perjanjian kontrak manajemen, kontrak produksi,

kontrak bagi keuntungan, kontrak bagi hasil usaha dan kontrak tempat usaha perlu

dilaksanakan penelitian dan/atau penentuan nilai barang daerah serta imbalan

pembayaran dan lain-lain.

(3) Untuk penilaian dan/atau penentuan nilai barang daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) Bupati membentuk panitia yang terdiri dari :

a. Satuan Kerja yang membidangi pendapatan daerah, pengelolaan keuangan daerah dan

pengelola barang daerah;

b. Bagian Hukum;

c. Bagian Ekonomi;

d. Instansi Teknis Terkait lainnya; dan

e. Unsur Tenaga Ahli/Konsultan.

(4) Satuan kerja yang membidangi pendapatan daerah melakukan perencanaan dan

mengikuti perkembangan usaha-usaha penyertaan modal pada Pihak Ketiga dalam

rangka peningkatan pendapatan daerah.

BAB VIII

HASIL USAHA

Pasal 33

(1) Bagian laba dari pelaksanaan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga yang menjadi

hak Pemerintah Daerah disetorkan ke Pemerintah Daerah melalui kas daerah dan

dimasukan dalam APBD sebagai penerimaan daerah.

(2) Laba yang menjadi hak Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

penerimaan daerah pada tahun anggaran berikutnya.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyetoran bagian laba sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34

(1) Ketua dan anggota tim investasi Pemerintah Daerah dilarang berafiliasi dalam

menerapkan kewenangan dengan badan usaha yang menjadi penerima investasi

Pemerintah Daerah.

(2) Bupati menunjuk SKPD yang sesuai dengan bidang tugasnya untuk melaksanakan

kewenangan operasional dalam pengelolaan investasi Pemerintah Daerah.

(3) Penunjukkan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan

mempertimbangkan ketentuan mengenai organisasi perangkat daerah.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

Investasi Pemerintah Daerah yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Daerah ini

ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah

ini atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB XI

PENUTUP

Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Timur.

Ditetapkan di Waingapu

pada tanggal, 23 Juli 2014

BUPATI SUMBA TIMUR,

GIDION MBILIJORA

Diundangkan di Waingapu

pada tanggal, 23 Juli 2014

SEKRETARIS DAERAH,

KABUPATEN SUMBA TIMUR

J U S P A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 27

NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 003

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

NOMOR 3 TAHUN 2014

TENTANG

INVESTASI PEMERINTAH DAERAH

I. UMUM

1. Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

mengamanatkan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah untuk melakukan investasi

jangka pendek dan investasi jangka panjang dengan tujuan untuk memberikan manfaat

ekonomi, manfaat sosial dan manfaat lainnya. Investasi tersebut merupakan wujud dari

peran Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dalam rangka memajukan kesejahteraan

umum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Investasi Pemerintah Daerah memerlukan peraturan sebagai dasar hukum untuk

menjamin terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan investasi yang baik dan

benar. Sehubungan dengan hal itu dan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor

1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, pengaturan tentang Investasi Pemerintah

Daerah perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan

Daerah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut :

a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di

bidang investasi Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Bupati, badan usaha,

kepala SKPKD, kepala SKPD teknis dan lembaga terkait sesuai fungsi,

wewenang dan tanggungjawab masing-masing.

b. Asas kepastian hukum, yaitu investasi Pemerintah Daerah harus dilaksanakan

berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.

c. Asas efisiensi, yaitu investasi Pemerintah Daerah diarahkan agar dana investasi

digunakan sesuai batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka

menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara

optimal.

d. Asas Akuntanbilitas, yaitu setiap kegiatan investasi Pemerintah Daerah harus

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dengan memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan.

e. Asas kepastian nilai, yaitu investasi Pemerintah Daerah harus didukung oleh

adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan dana dan divestasi serta penyusunan laporan keuangan Pemerintah

Daerah.

2. Gambaran Umum

a. Ruang Lingkup

Ruang lingkup investasi Pemerintah Daerah dalam Peraturan Daerah ini mengacu

pada rumusan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara. Investasi Pemerintah Daerah yang diatur dalam

Peraturan Daerah ini meliputi investasi jangka panjang dan investasi jangka

pendek.

Ruang lingkup pengelolaan dalam Peraturan Daerah ini meliputi perencanaan,

pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi,

pengawasan dan divestasi.

b. Kewenangan

Kewenangan pengelolaan investasi Pemerintah Daerah meliputi kewenangan

regulasi, supervisi dan operasional. Kewenagan pengelolaan investasi

dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan

Daerah. Dalam pelaksanaan pengelolaan investasi Pemerintah Daerah diperlukan

juga Tim Investasi Pemerintah Daerah yang menjalankan kewenangan sebagai

operator.

c. Perencanaan

Perencanaan investasi Pemerintah Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini

meliputi perencanaan investasi oleh Tim Investasi Pemerintah Daerah dan

perencanaan kebutuhan investasi Pemerintah Daerah yang berasal dari APBD.

Perencanaan investasi oleh Tim Investasi Pemerintah Daerah diatur dengan

prinsip kehati-hatian sehingga tujuan investasi Pemerintah Daerah terlaksana

dengan efektif dan efisien. Perencanaan investasi Pemerintah Daerah

memerlukan suatu koordinasi kelembagaan pada pengelolaan investasi

Pemerintah Daerah dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektifitas dalam

pengelolaan investasi. Perencanaan investasi Pemerintah Daerah harus ditetapkan

oleh Bupati.

d. Pelaksanaan investasi

Pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah dilakukan oleh Tim Investasi

Pemerintah Daerah berdasarkan persetujuan Bupati. Untuk pelaksanaan Investasi

Pemerintah Daerah dengan cara pembelian surat berharga, inisiatifnya dapat

berasal dari Tim Investasi Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan Investasi langsung yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat

dilakukan dengan cara kerjasama investasi dengan pola kerjasama Pemerintah

dan swasta (Public Private Partnership) serta selain pola kerjasama Pemerintah

dan swasta (Non Public Private Partnership).

Pelaksanaan Investasi Langsung dilakukan melalui penyertaan modal dan/atau

pemberian pinjaman dengan prinsip menitikberatkan pada sumber dana

komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana Pemerintah. Hal ini sesuai

dengan konsekuensi logis bahwa peran Pemerintah sebenarnya sebatas

memberikan dukungan sebagai fasilitator dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

e. Penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi

Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan investasi

Pemerintah Daerah, lembaga-lembaga yang terkait harus menyelenggarakan

akuntansi atas pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah.

Akuntansi atas pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah mengacu kepada

Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam rangka pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan investasi Pemerintah Daerah, pihak ketiga penerima

investasi wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja yang disampaikan secara

periodik kepada Bupati.

f. Pengawasan

Sebagai pelaksanaan check and balance atas pengelolaan investasi Pemerintah

Daerah, dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai pengawasan yang meliputi

pemantauan dan evaluasi. Fungsi pengawasan ini diharapkan menciptakan

pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik (good governance) pada pengelolaan

investasi Pemerintah Daerah. Hal ini untuk mencegah agar jangan sampai terjadi

penyimpangan sehingga dengan pengawasan tersebut diharapkan agar

pelaksanaan investasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

g. Divestasi

Dalam pengelolaan investasi Pemerintah Daerah, peran Tim Investasi Pemerintah

Daerah sebagai operator, mempunyai maksud untuk memfasilitasi terciptanya

pertumbuhan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional. Pada prinsipnya

investasi yang dilakukan oleh pihak ketiga akan berakhirmelalui divestasi baik

untuk investasi jangka panjang maupun investasi jangka pendek. Divestasi

terhadap surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah untuk investasi berikutnya

yang lebih menguntungkan. Sedang divestasi atas Investasi Langsung

dimaksudkan untuk diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas

infrastruktur dan bidang lainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat.

h. Manajemen resiko

Dalam rangka pengelolaan investasi Pemerintah Daerah disamping tingkat

pendapatan yang diharapkan, hal penting yang harus diperhatikan adalah

timbulnya potensi kerugian yang akan berpengaruh terhadap pendapatan dan

modal Pemerintah Daerah. Oleh karena itu diperlukan penerapan manajemen

risiko sebagai langkah antisipasi terhadap munculnya variable-variabel risiko

investasi Pemerintah Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Investasi Pemerintah Daerah dalam rangka pengembangan bidang

usaha BUMD dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja BUMD.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Artinya Pemerintah Daerah dapat menjual investasi tersebut apabila

timbul kebutuhan kas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Dalam hal ini yang dimaksud dengan investasi jangka pendek adalah

deposito yang jatuh temponya antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua

belas) bulan, dan dicatat sebesar nilai nominal deposito dengan

dokumen pendukung sebagai dasar pencatatan deposito antara lain

berbentuk sertifikat deposito.

Apabila dalam pengelolaan kas Pemerintah terdapat dana yang

ditanamkan dalam deposito jangka pendek maka harus dipisahkan

deposito yang berjangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan dengan

deposito yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang

dari 12 (dua belas) bulan. Untuk deposito berjangka waktu kurang dari

3 (tiga) bulan diklasifikasikan dalam setara kas, sedangkan deposito

berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 12 (dua

belas) bulan diklasifikasikan dalam investasi jangka pendek.

Huruf b

Investasi jangka pendek dalam obligasi/Surat Perbendaharaan Negara

(SPN) adalah investasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang

membeli obligasi/SUN (Surat Utang Negara) pemerintah pusat.

Obligasi/SPN dimaksud adalah surat utang negara kepada pihak ketiga

yang berjangka waktu kurang dari 12 (dua belas) bulan dan dicatat

sebesar nilai perolehan dengan dokumen pendukung sebagai dasar

pencatatan adalah Sertifikat Surat Perbendaharaan Negara.

Huruf c

Investasi jangka pendek lainnya adalah investasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah dalam bentuk selain dari deposito dan obligasi

yang berjangka waktu kurang dari 12 (dua belas) bulan dan dicatat

sebesar nilai perolehan dengan dokumen pendukung sebagai dasar

pencatatan adalah Surat Perintah Membayar (SPM).

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ‘manfaat ekonomi’ adalah keuntungan berupa deviden, bunga, capital gain dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan

investasi Pemerintah Daerah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ‘manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya’ adalah :

a. Keuntungan berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai perusahaan yang

mendapatkan investasi Pemerintah Daerah sejumlah tertentu dalam jangka

waktu tertentu;

b. Peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah

tertentu dalam jangka waktu tertentu;

c. Peningkatan pemasukan pajak bagi negara sejumlah tertentu dalam jangka

waktu tertentu, sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan;

dan/atau

d. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu

tertentu sebagai akibat langsung dari investasi bersangkutan.

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli Pemerintah

Daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian

surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan

usaha, surat berharga yang dibeli Pemerintah Daerah untuk tujuan menjaga

hubungan baik dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan

untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki

terus-menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.

Ayat (4)

Pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang berjangka

waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus-

menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Huruf a

Investasi dalam obligasi yang dimaksud disini adalah pembelian

obligasi yang dimaksudkan untuk dimiliki dalam jangka waktu lebih

dari 12 (dua belas) bulan, misalnya Pemerintah Daerah membeli

obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah, maka Pemerintah Daerah

yang bersangkutan mempunyai investasi pada pemerintah pusat

sebesar nilai nominal obligasi.

Huruf b

Penyertaan modal dalam proyek pembangunan adalah akumulasi dana

yang dikeluarkan untuk proyek yang dilaksanakan dengan maksud

untuk mengalihkan sepenuhnya atau sebagian kepemilikan proyek

tersebut kepada pihak ketiga setelah proyek mencapai tingkat

penyelesaian tertentu dan dibukukan berdasarkan harga perolehan

kepemilikan yang sah atas investasi tersebut.

Huruf c

Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan kepada sekelompok

masyarakat, unit usaha kecil dan menengah, perusahaan daerah, untuk

ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu dan kemudian disalurkan

kembali. Nilai investasi dalam bentuk dana bergulir dinilai sejumlah

nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) yaitu

sebesar nilai kas yang dipegang ditambah saldo yang bisa tertagih.

Huruf d

Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak

bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang

yang dibeli oleh Pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek

pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya

investasi dalam properti yang tidak tercakup dalam pernyataan ini

seperti penyertaan modal yang dimaksudkan untuk

penyehatan/penyelamatan perekonomian dan dicatat sebesar harga

perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk

memperolehnya.

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Huruf a

Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai sumber

dana investasi dapat dilakukan sebatas alokasi yang telah disetujui oleh DPRD

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “sumber-sumber lainnya yang sah” adalah dapat berupa dana yang berasal dari masyarakat/swasta untuk penyediaan

infrastruktur dan bidang lainnya.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Huruf a

Yang dimaksud dengan “perencanaan investasi Pemerintah Daerah oleh Tim

Investasi Pemerintah Daerah” adalah usulan rencana investasi oleh Tim Investasi Pemerintah Daerah setiap tahun untuk pelaksanaan investasi tahun

anggaran berikutnya yang diajukan kepada Bupati.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “perencanaan kebutuhan investasi Pemerintah Daerah

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah “ adalah penyusunan besaran anggaran penyediaan dana investasi Pemerintah Daerah dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan usulan dari masing-masing

instansi/SKPD pengelola investasi.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah perubahan harga surat berharga secara signifikan sehingga apabila tidak segera dilakukan divestasi

dikhawatirkan terjadi penurunan harga sehingga menimbulkan kerugian.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 25

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan :

1. Kontrak Manajemen, dimana daerah mempunyai modal dalam bentuk

barang untuk suatu usaha komersial, sedang pengelolaannya dilakukan

oleh Pihak Ketiga, dengan ketentuan bahwa pihak ketiga akan menerima

imbalan atas jasanya yang diperhitungkan dari hasil usaha dimaksud dan

hal itu dituangkan dalam Naskah Perjanjian.

2. Kontrak Produksi, dimana daerah mempunyai modal dalam bentuk barang

untuk suatu usaha komersial, sedang pengelolaannnya dilakukan oleh

Pihak Ketiga dengan ketentuan antara lain :

a. Pihak Ketiga menyediakan modal investasi dan/atau modal kerja;

b. Pihak Ketiga diwajibkan membayar sejumlah uang (royalti) kepada

pihak Pemerintah Daerah sesuai dengan perjanjian;

c. Untung rugi dalam berusaha menjadi tanggung jawab Pihak Ketiga.

3. Kontrak Bagi Keuntungan, dimana daerah mempunyai modal dalam

bentuk barang dan/atau hak atas barang untuk usaha komersial, sedang

pengelolaannya dilakukan oleh Pihak Ketiga, dengan ketentuan antara

lain:

a. Pihak Ketiga menyediakan modal invesatasi dan/atyau modal kerja;

b. Kelancaran jalannya usaha menjadi tanggung jawab Pihak Ketiga;

c. Hasil usaha atau keuntungan dibagi antara pihak Pemerintah Daerah

dan Pihak Ketiga, sesuai dengan prosentase yang ditetapkan dalam

perjanjian.

4. Kontrak Bagi Hasil Usaha, dalam hal ini Pihak Ketiga menginventarisir

lebih dahulu modal atau peralatan dan lain-lain sarana yang diperlukan,

sehingga usaha dimaksud mampu beroperasi dengan ketentuan antara lain:

a. Pengelolaan usaha dilakukan oleh Pihak Pemerintah Daerah cq. Unit

kerja/SKPD yang ditunjuk oleh Bupati;

b. Hasil usaha yang berupa barang-barang produksi dibagi antara pihak

Pemerintah Daerah dan Pihak Ketiga sesuai dengan prosentase yang

ditetapkan dalam perjanjian.

5. Kontrak Tempat Usaha, dalam hal ini daerah mempunyai sebidang tanah

yang berstatus Hak Pengelolaaan (HPL) dan memungkinkan untuk

mendirikan tempat usaha. Sedangkan untuk membangunnya diserahkan

kepada Pihak Ketiga dengan persyaratan yang saling menguntungkan :

a. Semua biaya penyelesaian bangunan tempat usaha dimaksud menjadi

tanggung jawab Pihak Ketiga;

b. Sebagian dari tempat usaha yang sudah dibangun dimanfaatkan atau

dikelola oleh Pihak Ketiga, sedangkan yang sebagian lainnya

dimanfaatkan dan/atau ditentukan statusnya oleh Pemerintah Daerah;

c. Atas bangunan yang dibangun oleh pihak ketiga tersebut diberikan

sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah HPL;

d. Bangunan yang dibangun tersebut masuk dalam inventaris daerah;

e. Kepada Pihak ketiga diberikan wewenang penuh untuk mengelola

bagian gedung tersebut seumur Hak Guna Bangunan yang diberikan;

f. Seluruh bangunan tersebut menjadi milik daerah setelah berakhir Hak

Guna Bangunan yang bersangkutan.

Untuk mengadakan Kontrak Manajemen, Kontrak Produksi, Kontrak Bagi

Keuntungan, Kontrak Bagi Hasil Usaha dan Kontrak Bagi Tempat Usaha

berdasarkan Peraturan Daerah tentang Investasi Pemerintah Daerah pada

Pihak Ketiga oleh Bupati dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada

DPRD, kemudian dibuat Perjanjian Bersama bersyarat antara Bupati dan

Pihak Ketiga yang dituangkan dalam suatu Naskah Perjanjian.

Berdasarkan perjanjian tersebut di atas ditetapkan Keputusan Bupati

tentang Kontrak Manajemen, Kontrak Produksi, Kontrak Bagi

Keuntungan, Kontrak Bagi Hasil Usaha dan Kontrak Bagi Tempat Usaha

yang selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui

Gubernur.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Yang dimaksud “terafiliasi” adalah hubungan secara pribadi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pelaksanaan investasi Pemerintah

Daerah, antara lain hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan

sampai derajat kedua, baik secara horozontal maupun vertikal.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 532